Mengajak setiap orang untuk memperbaiki diri dengan kerja yang semakin produktif. Caranya ? Dengan cara menemukan faktor yang mempengaruhi semangat, salah satu dan yang utama adalah menggugat iman, kepercayaan dan keyakinan yang menimbulkan semangat dan energi untuk kerja produktif
3. HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG
Cetakan Pertama : Oktober 2017
Cetakan kedua : September 2021
Menggugat Iman saya
Saatnya Saya Bersemangat Sepenuh Hati
32 hal. 15 x 21 cm
Disain Sampul
Munir Hasan Basri
Lay out & Setting
Munir Hasan Basri
Diterbitkan dan dipasarkan oleh :
Zam Publishing
Padasuka Ideal Residence Blok E4/20, Bandung
4. Saya rendahkan hati ini
dan beranikan diri untuk
menggali hikmah dan
mengamalkan e-Book ini
6. 3
e-Book ini bisa membangkitkan motivasi saya untuk
mengamalkannya. Gaya bahasanya enak dan
mudah. Saya seperti penulis dan sekaligus pelaku
perubahan. (Dila, karyawan)
Isi e-Book ini semakin menyakinkan saya untuk
tidak banyak berpikir lagi tapi saatnya untuk
bersemangat. Bersemangat itu ternyata mudah dan
tidak perlu repot. Buku ini berbeda dan pantas
menjadi bacaan orang kantoran (Rusli, Karyawan)
Terima kasih Bpk. Munir Hasan Basri sebagai trainer
dan motivator yang sudah menulis e-Book ini. Saya
merasa dimudahkan untuk bersemangat setelah
membaca buku ini. e-Book yang berbeda yang
membuat saya pun berbeda untuk semakin baik (Didik,
Pengusaha)
7. 4
e-Book ini tidak ada daftar isinya. Bukan mau
berbeda dari yang lain, tapi sekedar ingin
menyampaikan inspirasi saya tanpa ada batasan
format yang baku. Bukankah namanya buku itu
seperti yang saya baca selama ini yang penuh
dengan aturan dan format yang harus diikuti.
Padahal sah-sah saja untuk tidak mengikuti aturan
dan format yang standard.
e-Book yang saya tulis ini menyampaikan
pengetahuan, wawasan, nasehat, renungan yang
Insya Allah memberi kebaikan yang saya dapatkan
dan siapa saja yang membacanya.
Yang terpenting dalam e-Book ini merupakan
aktivitas berbagi saya kepada siapa saja, untuk mau
semakin baik hari dan saya berharap dan berdoa
agar kebaikan dari makna tersurat dan tersiratnya e-
Book ini menjadi kebaikan bagi siapa saja yang
membacanya.
8. 5
Yang Kedua
Bila pintu sudah terbuka maka saya bisa memasuki
ruang mana saja.
Alhamdulillahi rabbil alamin, buku ini merupakan
lanjutan dari buku pertama,”Semangat Kerja”. "La
haula wala quwwata illa billahil `aliyil adzim"
("Tiada daya dan tiada kekuatan melainkan dengan
pertolongan Allah Yang Maha Tinggi dan Maha
Agung"). Insya Allah izinMu dan karena Engkau yang
memberikan kebaikan yang banyak dari e-Book ini.
Alhamdulillah e-Book saya selesaikan dalam 1 hari di
rumah saya di Bandung. E-Book ini bisa dijadikan
inspirasi atau bisa dijadikan dorongan untuk
menemukan, merasakan semangat kerja yaitu
semangat sepenuh hati dan mendorong untuk kerja
yang semakin baik.
9. 6
e-Book ini menuntun saya untuk semakin menyadari
apa yang saya ucapkan diikuti dengan apa yang saya
lakukan. Ternyata sederhana saja, mulailah bertanya
pada diri sendiri dan jawabannya menjadi kunci untuk
berbuat yang baik.
Mau asyik lagi membaca e-Book ini saat sendiri dan
suasana yang tenang. Bukan sekedar membaca tapi
merasakan kata demi kata yang memudahkan saya
memahami isi e-Book ini.
Insya Allah e-Book yang saya tulis ini BUKAN karya
saya tapi merupakan ilmu Allah yang Maha Luas yang
diberikan ke saya. Saya hanya berusaha mencari ilmu
Allah dan Allah berkenan menjalaninya. e-Book ini
media saya untuk berbagi ilmu Allah dengan apa yang
sudah saya jalani.
Kesempurnaan hanya milik Allah, tentu saya tahu pasti
tidak ada yang sempurna. Yang tidak benar datang dari
saya. Agar pesan e-Book ini semakin jelas, saya
melengkapi e-Book ini dengan komunikasi langsung
lewat email, telepon, what app, website yang terlampir
10. 7
di belakang buku ini dan dengan senang hati saya
menerima konsultasi, koreksi, masukan dan saran.
Saya terus memperkaya e-Book ini dengan terus
memahami petunjuk Allah, dimana petunjuk Allah itu
terdapat dalam Al Qur’an sebagai referensi yang
mutlak kebenarannya. Pemahaman ini mesti saya ikuti
dengan mengamalkannya (mempraktekkannya). Insya
Allah saya diberi petunjuk dan kemampuan untuk
menjadi semakin baik hari ini.
Bersiaplah “semakin baik hari ini”…
11. 8
Terima kasih
Terima kasih ya Allah yang telah mengizinkan e-Book
kedua ini terbit.
Mak dan Ayah (almh. Maimunah Hasan Basri dan alm.
KH. Hasan Basri Sulaiman) yang menanamkan nilai
Islam sejak kecil dan selalu berdoa untuk anak-
anaknya
Ahmad Zakiy dan Nur Faridah (almarhum dan
almarhumah) anak kami yang mengajari kami untuk
ikhlas kepadaMu
Nisa, Fajri, Nur, Kiki (anak-anak) dan Wagiati Romlah
(isteri) saya yang selalu memacu semangat saya
Saudara kami Abang Mudzakkir, Munawwir, Mubasyir,
Mundzir, dan Adik Husni, Una dan Mursyid yang
memberi support bagi kehidupan saya
12. 9
Mr Seah dan Ibu Magdalena yang memberi
kepercayaan dan amanah dalam kerja yang membuat
saya tumbuh
menjadi semakin baik
Diana, Ali, Unang dan alm Hetty serta rekan kerja
yang selalu menginspirasi saya mengamalkan
semangat kerja
Teman yang memberikan dukungan & doanya
Tiada hari tanpa doa dan dukungan moril dari mereka
untuk menjadikan saya selalu bersemangat.
Menyadari apa yang saya miliki
menuntun saya bersyukur …
13. 10
Yang unik dari Buku ini
Bertanya dan Menjawab Sendiri
e-Book kedua saya ini mengajak pembaca untuk
mengevaluasi diri sendiri dengan pola bertanya.
Mengapa dengan pertanyaan ? Ada beberapa hal yang
menarik dengan pertanyaan :
1. Saat seseorang ditanya muncul perasaan senang,
seperti diperhatikan. Perasaan senang yang
muncul bisa membangkitkan jawaban yang baik.
2. Setiap pertanyaan pasti ada jawabannya. Jika saya
bertanya kepada diri saya sendiri, maka
jawabannya adalah dari saya sendiri dan Jawaban
itu mendorong saya untuk melakukannya atau
sudah saya lakukan.
3. Pertanyaan yang ditujukan kepada diri sendiri
cenderung menuntun saya untuk memberi
jawaban benar alias jujur. Kejujuran itu bentuk
evaluasi atau introspeksi diri, lalu apakah
14. 11
introspeksi diri itu tidak saya tindak lanjuti ? Yang
pasti saya ingin melakukannya.
4. Metode bertanya banyak dipakai oleh konsultan
atau terapi dalam menemukan persoalan, yang
sekaligus sebagai jawaban (solusi). “Pertanyaan
yang benar mengindikasikan 50% solusi atas
persoalan yang dihadapi”.
5. Penemuan yang terkenal saat ini merupakan
jawaban atas pertanyaan yang nyeleneh dulu.
Agar pertanyaan itu semakin efektif, yang mendorong
saya untuk berbuat, maka saya mesti bertanya yang
tepat sehingga membuat saya pun menjawabnya
dengan benar.
Contoh : seorang suami yang baru tiba di rumah dari
pulang kerja ditanya oleh isterinya,”papa sudah pulang
?”. Jawaban dari suami bisa membuat emosi naik dan
bilang,”iya lah kan saya udah dirumah, nggak lihat
apa”. Mestinya seorang isteri sudah siap dengan apa-
apa menjadi kebutuhan suami saat di rumah (apa yang
mesti saya siapkan saat suami pulang) Atau ada
15. 12
pertanyaan, “mau semangat nggak sih ?” bandingkan
dengan,”bagaimana saya bersemangat saat ini ?”.
e-Book ini mengajak saya membaca e-Book sambil
belajar membiasakan pikiran dengan kalimat-kalimat
positif dan mendorong untuk bertindak. Tidak itu saja,
saya bisa mengintrospeksi diri saya sehingga
mendorong saya untuk berubah semakin baik hari ini.
e-Book ini menggunakan menggunakan kata “saya”
untuk mengajak pembaca dalam setiap kalimatnya.
Kata “saya” bermakna saat membaca sekaligus
memprogram pikiran bawah sadar agar memudahkan
saya mengamalkannya
Menggugat iman untuk menghadirkan semangat
sepenuh hati agar semakin baik hari ini
Munir Hasan Basri
16. 13
Inspirasi
Materi e-Book ini adalah bentuk terapan dari e-Book
pertama saya, “semangat kerja”. e-Book ini menjadi
pelengkap untuk menyakinkan bahwa semangat
sepenuh hati itu bisa diraih.
Untuk itu saya mengajak saya sendiri sebagai penulis
dan pembaca untuk membangkitkan semangat
sepenuh hati itu dengan mengintrospeksi iman. Saya
tidak ingin menggurui dengan mengambil ayat-ayat Al
Qur’an, tapi saya ingin memahaminya sesuai
kemampuan saya. Memahami ayat-ayat Al Qur’an itu
merupakan proses belajar saya dalam rangka
menemukan iman yang sebenarnya. Yang salah itu
datang dari saya dan kebenaran datangnya dari Allah
swt.
e-Book ini menerapkan metode tanya jawab
merupakan langkah menggugat pada diri saya sendiri
dan menemukan jawabannya atas iman saya sampai
hari ini.
17. 14
Saya dan siapa saja yang beragama Islam yakin benar
bahwa “Saya beriman kepada Allah swt”. Tetapi dalam
keseharian, bisa jadi saya belum melaksanakan iman
itu dengan sebenarnya. Padahal iman yang dibarengi
dengan memahami Al Qur’an menjadi sebuah
kebutuhan, Insya Allah semangat sepenuh hati itu
hadir mendampingi saya dalam setiap langkah
kehidupan. Mau tidak mau saya mesti bertanya
tentang iman saya saat ini dan saya pun wajib
menjawabnya.
Setiap pertanyaan selalu ada jawaban. Setiap
Jawaban mendorong untuk berpikir dan bertindak
Insya Allah saya masih ingat bahwa semangat
sepenuh hati itu hadir di saat saya beriman kepada
Allah dan menyakininya lewat ilmu yang benar yaitu
Al Qur’an. Saya ingin menggugat iman saya saat ini,
sekalipun saya sudah mengatakan “saya beriman
kepada Allah”dan sudah belajar iman dan agama Islam
sejak TK, SD, SMP, SMA dan Perguruan Tinggi.
18. 15
Apapun saya saat ini, jabatan saya, pendidikan terakhir
saya, sudah berapa saya bekerja (berpengalaman),
dan apapun yang menempel pada diri saya, Saya ,esti
terus meningkatkan iman saya agar menjadi dasar
saya dalam kerja. Tidak ada pernah ada ilmu yang
cukup untuk terus iman dengan segala godaannya,
teruslah belajar sampai ajal.
19. 16
Mengapa saya mesti menggugat iman saya untuk
bersemangat sepenuh hati ?
Ada beberapa alasan mengapa saya mengajukan
pertanyaaa di atas, Sampai saat ini saya dan banyak
orang tidak sungguh-sungguh menemukan semangat
sepenuh hati. Kok gitu ? Sebenarnya saya
membangkitkan semangat itu hanya kepada faktor
berikut ini :
1. Saya membangkitkan semangat lewat apa yang
menjadi tujuan saya. Semakin besar tujuan saya
atau semakin kuatnya saya dengan tujuan ... saya
merasakan semangat itu besar. Sudah berapa
lama saya melakukan ini ? Selama saya kerja, tapi
apakah ada hasilnya ? Tidak mengikuti apa yang
saya harapkan. Apakah saya mempercayai cara ini
untuk mendapatkan hasil yang saya harapkan ?
2. Saya mengiringi kerja saya dengan banyak berdoa.
Berharap dikabulkan, tapi faktanya sedikit yang
dikabulkan. Lalu ? Saya terus berdoa. Semestinya
saya berpikir mengapa doa saya belum dikabulkan
20. 17
? Beberapa literasi menyebutkan adanya
hambatan doa belum dikabulkan ... ujungnya
imannya belum bener. Saya ingin mengatakan,
saya sudah shalat, tapi apakah shalat saya sudah
bener ? Saya sudah sedekah, tapi apakah sedekah
saya sudah ikhlas dan terus-menerus ? dan
lainnya. Apakah saya pantas “meminta Allah
mengabulkan doa saya sedangkan saya belum
menyegarakan apa yang diperintahkanNya” ?
Bukankah ini perkara iman yang masih lemah.
3. Saya juga membangkitkan semangat itu dengan
memasukkan faktor keluarga sebagai pendorong.
Bisa sih, tapi terkadang keluarga menjadi
“masalah” dalam bersemangat. Apa yang saya
rasakan saat tidak bisa memenuhi kebutuhan
keluarga ? Semangat saya tidak lebih baik ... tidak
mudah menerimanya sebagai penyemangat
sedangkan saya pun sedang berjuang untuk
memberikan apa yang keluarga butuhkan. Boleh
saja faktor itu menjadi pendorong semangat, tapi
alangkah indahnya saat saya beriman dan dengan
21. 18
iman itu saya siap menghadapi keadaan bersama
keluarga.
4. Ada cara lain untuk bersemangat, saya
meningkatkan ilmu dengan banyak belajar. Saya
berharap apa yang saya lakukan menjadi mudah
dan semangat saya tidak terhambat. Ilmu yang
saya dapatkan mendorong saya “agak sombong”
terhadap mereka yang tidak tahu. Keadaan ini
membuat terperangkap untuk terus belajar dan
menunjukkan “ilmu saya”, sedangkan saya “lalai”
untuk mengamalkannya. Bayangkan saat saya
beriman, saya belajar untuk mencari ilmu kepada
Allah dan saya pun terdorong untuk
mengamalkannya (dan juga berbagi).
Bukan berarti sebagai muslim, saya tetap beribadah
selain kerja menuju impian saya. Seolah-olah saya
beribadah dan saya kerja, beriringan tapi tidak
menyatu (harmonis). Saat saya kerja, saya shalat tidak
pada waktunya (ditunda) karena kesibukan kerja. Saat
saya mendapatkan rezeki, saya “lalai” untuk zakat
22. 19
karena merasa tidak cukup rezekinya. Hal ini membuat
saya bertanya,”dimana iman saya ?”
Selama perjalanan karir kerja saya, saya semakin
fokus kepada kerja dan keterkaitannya. Semakin hari
saya pun membuat persepsi seolah,”iman itu urusan
agama dan urusan kerja ya urusan kerja”. Ada ucapan
yang menggugah iman saya yang digunakan banyak
karyawan saat istirahat, “makan siang dulu baru shalat
biar khusyuk, dimana saya menambahkan shalat lebih
utama ?”.
Saya banyak bertanya dalam diri saya ... yang sering
saya abaikan untuk menjawabnya :
a. Apa iya saya beriman tapi saya malas ?
b. Apa iya saya beriman tapi tidak bertanggung
jawab ?
c. Apa iya saya beriman tapi saya tidak kerja yang
benar ?
d. Kok ada ya, orang yang beriman tapi korupsi ?
Apakah saya juga ?
23. 20
e. Kok ada ya, orang beriman tapi suka marah-marah
? Apakah saya juga ?
f. Kok ada ya, orang beriman tapi shalatnya masih
belum lengkap ? Apakah saya juga ?
Dalam kisah sahabat Nabi diceritakan ... kisah mereka
yang meninggalkan kerja (usaha) mereka saat
mendengarkan azan, mereka menjadi berlimpah harta
dan dengan hartanya mereka bersedekah yang banyak,
mereka siap berjihad di jalan Allah dengan harta dan
jiwa. Memang kelas iman saya tidak bisa dibandingkan
dengan mereka, tapi paling tidak saya bisa bercermin
untuk meningkatkan iman saya, saya bersemangat dan
saya pun banyak beramal saleh (ibadah dan kerja).
Oleh sebab di atas, saya berpikir ulang untuk
bersemangat sepenuh hati dalam kerja dengan
harapan memberikan kebaikan bagi diri saya. Saya
mesti mengugat iman saya ....
24. 21
Apakah saya beriman kepada Allah saat ini ?
Saya mengajukan pertanyaan mendasar sekalipun
rasanya pertanyaan itu tidak perlu, karena,”Saya
beriman”. Tapi saya mesti mengajukannya pada diri
saya untuk menggugat,”apakah benar saya sudah
beriman ?”. Setahu saya ada beberapa ayat yang
terkait tentang pertanyaan di atas :
14. Orang-orang Arab Badui itu berkata: "Kami telah
beriman." Katakanlah: "Kamu belum beriman, tapi katakanlah
'kami telah tunduk', karena iman itu belum masuk ke dalam
hatimu; dan jika kamu taat kepada Allah dan Rasul-Nya, Dia
tidak akan mengurangi sedikitpun pahala amalanmu;
sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang." (QS Al Hujurat, 49 : 14)
Begitulah dikisahkan orang Badui yang mendatangi
Rasulullah dan merasa sudah beriman, tapi ternyata
mereka belum beriman. Diakhir ayat Allah
mengatakan,”Allah Maha Pengampun dan Maha
Penyayang” mengajak saya untuk segera memperbaiki
iman saya ... agar saya taat kepada Allah dan RasulNya
dengan iman di hati. Saya merasa ayat ini bisa
mengatakan “saya shalat tapi mengapa saya masih
25. 22
belum taat ?” Mestinya iman di hati itu menjadi
pengarah bagi pikiran dan emosi agar saya berbuat
baik (taat), tapi saat ini saya shalat karena kewajiban,
yang saya pahami dalam pikiran. Shalat saya belum
masuk dalam hati sehingga shalat hanya
menggugurkan kewajiban. Hikmahnya bagi saya, saya
mesti menguji segala perbuatan saya sudah dengan
hati atau saya menguji apakah pikiran saya yang
mendasari perbuatan tersebut.
a. Saya shalat, apakah berat ? Saya merasa berat
karena disebabkan karena dominan emosi saya.
Emosi saya pasti ingin nyaman dan mudah. Atau
saya menganggap shalatnya ditunda dulu karena
ada hal lain yang lebih penting. Hal ini disebabkan
saya masih berpikir logika, bukankah pikiran itu
cenderung mana yang lebih menguntungkan dulu
dikerjakan. Kalau begitu shalat saya belum
melibatkan hati, saat hati itu hadir membuat saya
percaya kepada Allah dan saya taat.
b. Saya kerja, apakah saya kerja dengan
kesungguhan ? Jawabannya iya, Saya sungguh-
26. 23
sungguh lebih kepada saya butuh dan
mendapatkan pendapatan (bukan dari hati). Saya
berpikir tentang untungnya jika saya kerja untuk
mendapatkan pendapatan. Saat kerja itu
bersamaan dengan shalat, maka saya memilih
meneruskan kerja atau meneruskan
istirahat/makan dulu daripada shalat dulu.
c. Bagaimana dengan aktivitas lain, apakah ada
imannya ?
Berikut ini saya membaca ayat Al Baqarah ayat 186,
yang membuat saya menggugah iman saya lagi ...
adakah iman di hati ini ?
186. Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu
tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah
dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa
apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu
memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka
beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam
kebenaran ( QS Al Baqarah, 2 : 186)
Asbabun nuszul. Ayat ini turun berkenaan dengan datangnya seorang Arab Badui kepada Nabi
SAW yang bertanya: "Apakah Tuhan kita itu dekat, sehingga kami dapat munajat/memohon
kepada-Nya, atau jauh, sehingga kami harus menyeru-Nya?" Nabi SAW terdiam, hingga
turunlah ayat ini (S. 2: 186) sebagai jawaban terhadap pertanyaan itu. (Diriwayatkan oleh Ibnu
Jarir, Ibnu Abi Hatim, Ibnu Marduwaih, Abussyaikh dan lain-lainnya dari beberapa jalan, dari
Jarir bin Abdul Hamid, dari Abdah as-Sajastani, dari as-Shalt bin Hakim bin Mu'awiyah bin
Jaidah, dari bapaknya yang bersumber dari datuknya.) Menurut riwayat lain, ayat ini (S. 2:
27. 24
186) turun sebagai jawaban terhadap beberapa shahabat yang bertanya kepada Nabi SAW:
"Dimanakah Tuhan kita?". (Diriwayatkan oleh 'Abdurrazzaq dari Hasan, tetapi ada sumber-
sumber lain yang memperkuatnya. Hadits ini mursal.) Menurut riwayat lain, ayat ini (S. 2: 186)
turun berkenaan dengan sabda Rasulullah SAW: "Janganlah kalian berkecil hati dalam berdoa,
karena Allah SWT telah berfirman "Ud'uni astajib lakum" yang artinya berdoalah kamu
kepada-Ku, pasti aku mengijabahnya) (S. 40. 60). Berkatalah salah seorang di antara mereka:
"Wahai Rasulullah! Apakah Tuhan mendengar doa kita atau bagaimana?" Sebagai
jawabannya, turunlah ayat ini (S. 2: 186) (Diriwayatkan oleh Ibnu 'Asakir yang bersumber dari
Ali.) Menurut riwayat lain, setelah turun ayat "Waqala rabbukum ud'uni astajib lakum" yang
artinya berdoalah kamu kepada-Ku, pasti aku mengijabahnya (S. 40: 60), para shahabat tidak
mengetahui bilamana yang tepat untuk berdoa. Maka turunlah ayat ini (S. 2: 186)
(Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir yang bersumber dari 'Atha bin abi Rabah.)
Ayat di atas mengajak saya menguji iman, mengapa
doa saya belum dikabulkan padahal saya merasa
beriman ? Allah menjawab bahwa Allah dekat dengan
saya, tapi saya “tidak dekat” karena memang tidak ada
kehadiran Allah dihati. Allah seringkali hadir saya saya
butuh. Seberapa yakin saya bahwa Allah mengabulkan
doa saya ? Ternyata keyakinan itu bisa dijawab dengan
mengerjakan apa yang Allah perintahkan. Sudahkah
kita percaya dengan perintah Allah ?
Apakah saya beriman ? Pastilah saya jawab,”saya
beriman kepada Allah”. Pertanyaan yang bisa bikin
saya tersinggung. Ketika saya tenang dan saya
menyadari pertanyaan itu memberi makna “Apakah
saya benar-benar beriman kepada Allah dan
menjalankannya ?”. Ada perasaan malu kepada orang
28. 25
lain tentang apa yang sudah saya jalani belum sesuai
dengan keimanan saya kepada Allah. Saya masih
merasa bahwa orang lain pun masih begitu, ada yang
lebih baik dan ada juga lebih buruk dari saya. Yang
terjadi adalah mereka semua masih tenang-ternang
saja. Terus jika orang lain tidak beriman dengan
sebenarnya, apakah membuat iman saya kepada Allah
lebih baik ? Yang pasti tidak demikian, iman saya ya
iman saya sendiri, saya tidak beriman dengan
sebenarnya berarti saya sendiri yang bertanggung
jawab atas semua ini.
Ada teladan Nabi Ibrahim as mencari Allah melalui
proses yang benar dan dapat saya jadikan proses
meningkatkan iman saya. Nabi Ibrahim as, menemukan
Allah dalam ayat berikut ini dengan sebuah pertanyaan
yang menggelitik hatinya, dan yang akhirnya Nabi
Ibrahim as bersaksi “hai kaumku, sesungguhnya aku
menghadap kan diriku kepada Tuhan yang
menciptakan langit dan bumi dengan cenderung
kepada agama yang benar dan aku bukanlah termasuk
orang-orang yang mempersekutukan Tuhan”
29. 26
Ibrahim as memulai dengan bertanya pada dirinya
sendiri tentang sesuatu yang tidak benar terjadi di
hadapannya. Dari pertanyaan itu nabi Ibrahim as
menemukan jawabannya ..
Dan (ingatlah) di waktu Ibrahim berkata kepada
bapaknya Azar, “ Pantaskah bapak menjadikan
berhala-berhala sebagai tuhan-tuhan ? Sesungguhnya
aku melihat bapak dan kaum bapak dalam kesesatan
yang nyata. Dan demikianlah kami perlihatkan kepada
Ibrahim tanda-tanda keagungan (Kami yg terdapat) di
langit dan di bumi, dan (Kami memperlihatkannya)
agar dia termasuk orang-orang yang yakin. Ketika
malam telah menjadi gelap, ia melihat bintang (lalu)
ia berkata, “inilah Tuhanku”. Tetapi tatkala bintang itu
tenggelam ia berkata “aku tidak suka kepada yang
tenggelam”. Kemudian tatkala ia melihat bulan terbit
ia berkata, “inilah Tuhanku”. Tetapi setelah bulan itu
terbenam ia berkata, “ Sesungguhnya Tuhanku tidak
memberi petunjuk kepadaku, pastilah aku termasuk
orang-orang yang sesat. Kemudian tatkala ia melihat
matahari terbit, dia berkata, “inilah Tuhanku, ini yang
30. 27
lebih besar “, maka tatkala matahari itu terbenam,
diia berkata, “hai kaumku , sesungguhnya aku
menghadapkan diriku kepada Tuhan yang
menciptakan langit dan bumi dengan cenderung
kepada agama yang benar dan aku bukanlah
termasuk orang-orang yang mempersekutukan Tuhan
( QS, Al An’am, 6 : 74 – 79)
Imannya Nabi Ibrahim as diawali dengan sebuah
pertanyaan yang menggugat berhala sebagai Tuhan
yang dilakukan oleh orang tua Nabi Ibrahim as,
“Pantaskah bapak menjadikan berhala-berhala
sebagai tuhan-tuhan?”Dengan akal sehat Nabi Ibrahim
merasa hal ini ada yang tidak beres. Maka Nabi Ibrahim
pun mencari Tuhan yang dia inginkan, Tuhan yang
tidak mudah hilang dan selalu ada setiap saat. Singkat
cerita Nabi Ibrahim membuat hipotesis dengan ciptaan
Allah berupa Bulan, Bintang, Matahari yang tidak
menemukan apa yang dicari Nabi Ibrahim as. Yang
akhirnya Nabi Ibrahim as memutuskan dengan
31. 28
petunjuk yang Allah berikan untuk memasrahkan diri
kepada Sang Pencipta Alam Semesta.
Pernahkah terpikir oleh saya tentang iman saya
kepada Allah seperti yang diteladani Nabi Ibrahim ?
Bisa jadi di zaman sekarang ini saya tidak menuhankan
Bulan, Bintang dan Matahari, tapi pernahkah saya
membuat hipotesis tentang Uang adalah segalanya
atau Keluarga adalah segalanya atau Jabatan dan
pekerjaan adalah segalanya melebihi Allah yang
menciptakan segalanya. Sepantasnya saya berserah
diri kepada yang berkuasa menghadirkan
(menciptakan) uang, keluarga dan jabatan yaitu Allah
Swt.
Di ayat yang lain Allah memperjelas lagi untuk beriman
kepada Allah BUKAN kepada apa yang Allah ciptakan.
Bisa jadi saya memang beriman kepada Allah tapi
seringkali saya juga percaya sesuatu, seperti uang
yang bisa bikin saya hidup berkecukupan atau
atasan/ulama yang bisa bikin saya tenang dengan ilmu
dan pemberiannya atau lainnya. Saya kagum kepada
32. 29
ilmu dan pengetahuannya tapi saya tidak mengagumi
yang menciptakan ilmu dan pengetahuannya, saya
kagum dengan alam tapi juga tidak mengagumi
penciptanya, saya sayang kepada isteri tapi saya tidak
mencintai yang menciptakan isteri saya, yaitu Allah.
Dan sebagian dari tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah
malam, siang, matahari dan bulan. Janganlah
bersujud kepada matahari dan janganlah (pula)
kepada bulan, tetapi bersujudlah kepada Allah Yang
menciptakannya, jika kamu hanya kepada-Nya saja
menyembah.
Fushshilat, 41 : 37
Ada yang lalai dari diri saya yaitu saya merasa bangga
dengan hasil usaha saya karena saya yang pintar, saya
yang kerja keras dan sebagainya. Saya tidak ingat
bahwa saya sendiri adalah ciptaan Allah yang tidak
pantas dibanggakan.
Bisa juga saya mengklaim iman saya dari cara
berpakaian saya atau dari pengetahuan agama saya
atau dari fasihnya saya membaca Al Qur’an atau dari
33. 30
shalat dan puasa saya, jika klaim saya benar maka
saya gugat diri saya dan menjawab pertanyaan berikut
a. Bukankah cara berpakaian saya yang bernuansa
Arab itu sebagai bagian untuk terlihat seperti
meneladani Nabi Muhammad saw ? Untuk siapa
saya berpakaian ? Agar terlihat di mata orang lain
saya beriman. Apa itu yang dimaksud beriman ?
b. Bukankah pengetahuan agama saya tidak
menjamin iman saya benar. Bagaimana dengan
tindakan saya ? Apakah tindakan saya sudah
didasari iman yang benar ?
c. Bukankah saya membaca Al Qur’an untuk
mendapatkan pahala dari membacanya ? Terus
apa yang saya dapatkan dari membaca Al Qur’an ?
Sudahkah saya mengamalkan isi Al Qur’an ?
Sudah atau belum menjadi ukuran keimanan saya.
d. Benarkah iman saya diukur dari shalat dan puasa
saya ? Bisa jadi iya, tapi apakah saya shalat dan
puasa untuk mengabdi kepada Allah atau hanya
sekedar menggugurkan kewajiban atau sebagai
media untuk mengabulkan keinginan saya ? Saya
34. 31
masih shalat dan puasa, tapi tindakan buruk masih
juga saya lakukan.
Tanpa saya sadari, saya pun sering “menduakan Allah”
dengan menganggap penting dan fokus kepada
kedunian. Seolah-olah uang itu (Tuhan) merupakan
solusi kehidupan saya dan tanpa uang kehidupan
menjadi tidak baik. Uang tidak bisa bicara, tidak bisa
mendengar dan bahkan tidak bisa mendatangkan
kebaikan yang sesungguhnya. Uang menjadi penting
dalam hidup dan bisa melalaikan saya untuk
beribadah. Saya sadar dan mesti menempatkan Allah
di atas segala-galanya, maka saya pun wajib mengabdi
padaNya.
Ingatlah ketika ia berkata kepada bapaknya: "Wahai
bapakku, mengapa kamu menyembah sesuatu yang
tidak mendengar, tidak melihat dan tidak dapat
menolong kamu sedikit pun?
(Maryam, 19 : 42)
Yang mereka sembah selain Allah itu, tidak lain
hanyalah berhala, dan (dengan menyembah berhala
35. 32
itu) mereka tidak lain hanyalah menyembah setan
yang durhaka,
( An Nisaa, 4 : 117)
Sekiranya ada di langit dan di bumi tuhan-tuhan
selain Allah, tentulah keduanya itu telah rusak binasa.
Maka Maha Suci Allah yang mempunyai 'Arsy
daripada apa yang mereka sifatkan.
(Al Anbiyaa, 21 : 22)
Maka mengapa yang mereka sembah selain Allah
sebagai Tuhan untuk mendekatkan diri (kepada Allah)
tidak dapat menolong mereka. Bahkan tuhan-tuhan
itu telah lenyap dari mereka? Itulah akibat
kebohongan mereka dan apa yang dahulu mereka
ada-adakan.
(Ahqaf, 46 : 28)
Dalam hal menarik lagi, saya bilang,”saya beriman
kepada Allah”tapi saya tidak menomersatukan Allah.
Renungkan hal berikut ini dimana saya beriman dan
saya pun menomerduakan Allah (“menduakan Allah”).
36. 33
1. Saat saya bekerja untuk mencapai kesuksesan,
maka saya pun berdoa agar Allah mengabulkan
keinginan saya. Jika Allah berkenan maka Allah
mengabulkan keinginan saya dan saya berterima
kasih. Saya fokus tercapainya keinginan saya tapi
seolah-olah hanya berterima kasih kepada yang
Mengabulkannya, Allah. Setelah saya lebih fokus
kepada tercapainya keinginan saya dan
membanggakan diri,”ini semua karena saya
berusaha dengan sungguh-sungguh”dan saat
itulah terkabulnya doa saya melalaikan saya fokus
kepada yang memberiNya, yaitu Allah.
Bandingkan mirip kejadiannya dalam kehidupan
saya, saat saya meminta bantuan pembantu
rumah tangga untuk mengambilkan air minum.
Maka pembantu memberikan air minum dan
mengantarkan ke saya. Lalu saya pun berterima
kasih dan pembantu pun pergi. Saya sibuk
menikmati minuman.
Merenungkan dua kejadian di atas, maka saya
merasa Allah seolah-olah seperti pembantu rumah
37. 34
tangga ? Pasti saya jawab tidak begitu, tapi
renungkan lebih dalam, bisa jadi iya.
2. Jika benar saya beriman kepada Allah, bukankah
Allah menjadi yang utama dan pertama.
Perhatikan saat adzan memanggil, apakah saya
pergi dan langsung menghadap Allah atau
menundanya dengan mengerjakan pekerjaan
harian saya atau mementingkan hal lain yang saya
anggap penting ? Atau bahkan saya tetap
membuka toko dan takut kehilangan konsumen ?
Faktanya saya lebih mementing selain yang Allah
dengan alasan waktu shalat masih ada .. maka
saya menundanya.
3. Apakah saya lebih mencintai keluarga, uang,
jabatan, meeting, pekerjaan daripada mencintai
Allah dengan ibadah dan amal salehnya ?
Allah tidak begitu saja percaya dengan lisan saya yang
ucapkan,”saya sudah beriman”tanpa benar-benar
melihat apa yang saya kerjakan sampai hari ini. Makna
tersiratnya adalah tanyalah diri saya sendiri, apakah
iman saya hari ini baik-baik saja tanpa ada ujian ? atau
38. 35
apakah saya sudah merasa beriman dengan shalat dan
sedekah saja, maka pastilah hidup saya baik-baik saja
?
Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan
(saja) mengatakan: "Kami telah beriman", sedang
mereka tidak diuji lagi? (QS Al Ankabut, 29 : 2)
Apa yang Saya lakukan sekarang ini adalah menjalani
dan mengikuti kehidupan dunia serta mengumpulkan
hasilnya yang saya peroleh dengan kerja dan doa
setiap saat. Saya cenderung mengatakan kerja saya
yang membuat saya baik seperti saat ini. Sebaliknya
saat hidup dalam ketidakbahagiaan dan tidak banyak
kebaikan, saya pun sering berucap,”ini adalah ujian
Allah”. Itu di mata saya, tapi di mata Allah bisa
berbeda. “apa yang kamu alami sampai hari ini
bukanlah Ujian tapi akibat dari kamu yang belum
beriman dengan sebenarnya”. Untuk itu janganlah
bangga dengan apa yang sudah saya kerjakan dan apa
yang saya miliki, karena semua itu tidak mengantarkan
39. 36
saya kepada keimanan. Hanya iman dan amal saleh
yang menjamin kebaikan saya di dunia dan di akhirat
Dan sekali-kali bukanlah harta dan bukan (pula)
anak-anak kamu yang mendekatkan kamu kepada
Kami sedikitpun; tetapi orang-orang yang beriman
dan mengerjakan amal-amal saleh mereka itulah yang
memperoleh balasan yang berlipat ganda disebabkan
apa yang telah mereka kerjakan; dan mereka aman
sentosa di tempat-tempat yang tinggi (dalam surga).
(Q.S. Saba: 37)
Boleh dong saya bertanya seperti Nabi Ibrahim as,
menggugat iman saya sampai hari ini dengan
pertanyaan kritis yaitu“sudah pantaskah saya
mengaku beriman, sedangkan saya belum banyak
mengikuti perintah dan larangan Allah ?” atau apakah
saya sudah merasa beriman dengan ibadah sampai
hari ini dan kerja yang saya lakukan yang menopang
kehidupan saya ?
Saya semakin sadar dengan iman saya dimana Allah
mempertanyakan “jika saya benar beriman maka
40. 37
pastilah saya banyak berbuat kebaikan, dan kebaikan
itu menjadi sempurna saat saya menafkahkan harta
yang saya cintai”. Bukankah harta yang saya cintai
tetap menjadi koleksi saya dan agar nilainya terus
bertambah. Saya mempertahankan nilai harta itu
semakin turun sampai tidak bisa digunakan lagi.
Beranikah saya memberikannya di jalan-jalan Allah.
Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan
(yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan
sehahagian harta yang kamu cintai. Dan apa saja
yang kamu nafkahkan maka sesungguhnya Allah
mengetahuinya
(QS Ali Imran, 3 : 92)
Memahami penjelasan di atas sudah seharusnya saya
menggugat iman saya hari ini. Bukankah saya merasa
sudah beriman kepada Allah karena sudah
mengucapkan syahadah, sudah shalat, sudah puasa,
sudah zakat, sudah puasa, sudah haji dan sudah
banyak amal. Tapi saya mulai berpikir apakah semua
itu diterima ? Hanya Allah yang tahu dan yang pasti
41. 38
saya mesti mencari tahunya. Untuk apa ? Untuk
mengetahui iman saya atau seberapa benar iman saya
atau seberapa banyak saya tidak beriman kepada
Allah. Allah mengingatkan saya dalam ayat berikut ini,
Barang siapa yang berpaling dari pengajaran Tuhan
yang Maha Pemurah, kami adakan baginya setan
(yang menyesatkan), maka setan itulah yang menjadi
teman yang selalu menyertainya
(Az Zukhruuf, 43 : 36)
Orang-orang yang tidak beriman kepada kehidupan
akhirat, mempunyai sifat yang buruk; dan Allah
mempunyai sifat yang Maha Tinggi; dan Dia-lah Yang
Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.
(An Nahl, 16 : 60)
Sifat dan perbuatan yang tidak baik, merupakan
kondisi iman yang tidak ada karena saya berpaling dari
pengajaran Allah. Pengajaran yang ada adalah
pengajaran dari syetan. Sadarkah saya ?
42. 39
Saya terus berupaya menyempurnakan iman dan
bermohon kepada Allah agar saya mampu
memperbaiki iman saya dengan sebenarnya iman.
Saya bersyukur dengan akal yang Allah telah berikan
agar saya mampu memahami ayat-ayatMu dengan
petunjuk dan bimbingan Allah. Memahami dan
mengikuti perkataan Allah (petunjukNya dalam Al
Qur’an) dengan sikap dan perbuatan menjadi langkah
yang baik untuk iman saya yang semakin baik
Membaca atau mendengar sesuatu dengan mengambil
hal baik (hikmah) atau sisi positif/yang baik dan segera
saya mengikutinya dengan mengamalkannya.
Begitulah seharusnya saya mempergunakan akal saya
agar dirahmati Allah dengan petunjukNya.
yang mendengarkan Perkataan lalu mengikuti apa
yang paling baik di antaranya. mereka Itulah orang-
orang yang telah diberi Allah petunjuk dan mereka
Itulah orang-orang yang mempunyai akal.
AZ Zumar, 39 : 18
43. 40
Berimankah saya ?
Saya bilang aku beriman/percaya, tapi saya tak
pernah membaca ucapanMU (Al Qur’an) dan bahkan
saya tak ingin memegangnya, membukanya,
melihatnya, membacanya, memahaminya dan
mengamalkannya.
Saya bilang saya beriman/percaya, tapi saya tak
pernah mempercayai kata-kataMU
Saya berdoa kepadaMU untuk memenuhi keinginan
saya, dan setelah saya mendapatkannya saya mulai
lalai, Saya “jadikan”Engkau sebagai pembantu saya
Saya bilang Engkau Tuhan saya Yang MAha Besar,
tapi nyata saya rendahkan Engkau
Saat saya shalat, saya tak pernah berpikir tentangMU
tapi saya ingat dunia
Saya makan rezeki dariMU, tapi saya ucapkan terima
kasih kepada orang yang memberiku rezeki BUKAN
bersyukur kepadaMU
44. 41
Saya bilang saya sudah shalat dan sebagainya, tapi
saya pun saya berbuat yang tidak baik, pantaskah
saya bilang saya masih beriman ?
Barang siapa yang disibukkan oleh zikirnya untuk
mengingatku sampai ia lupa memohon kepadaku.
Maka Allah memberinya sebelum ia memohon
kepadaku, tapi saya sebaliknya lebih banyak meminta
daripada sibuk berzikir lisan dan perbuatan
Saya sadar saat ini saya belum beriman sampai ke
hati. Saya belum memberikan yang terbaik untuk
Allah. Saya belum banyak mengenalMU, saya belum
banyak menyebut namaMU,
saya memohon ampun kepadaMU karena saya
membiarkan iman saya seperti sekarang ini dan saya
tidak sadar untuk memperbaikinya. Jika tidak Engkau
maafkan dan ampuni pastilah saya termasuk orang
yang merugi
Ya Allah YA ghafar ya Ghafur ya Tawwab ya Mujib
cahayailah hati ini agar iman itu ada di hati ini. Beri
45. 42
kami petunjuk dan bombing kami untuk menjadi
semakin baik imannya.
Aamiin
Apakah level iman saya yang belum kuat ini bisa
disebabkan belum yakinnya saya beriman kepada
siapa. Benarkah kepada Allah ?
Saya merasa aneh dengan pertanyaan ini, yang pasti
“Saya beriman kepada Allah swt”. Lalu apakah ada
makna tersiratnya ? Jika saya telusuri lebih dalam
ternyata, “bener sih saya beriman kepada Allah swt,
tapi dalam kehidupan nyata saya, saya “menduakan
Allah”atau tanpa disadari saya “beriman” kepada
materi/dunia. Apa yang terjadi pada diri saya ? Saya
kerja cari uang BUKAN saya kerja sebagai amal saleh,
saya shalat agar keinginan saya dikabulkan, saya jujur
biar dibilang orang jujur, saya berbuat baik untuk
disenangi banyak orang, dan bahkan saya beribadah
agar jadi kaya. Bukankah saya kerja (amal saleh) itu
karena saya percaya kepada Allah swt ? Percaya
46. 43
kepada Allah itu menuntun saya kerja yang ikhlas,
mengharapkan rahmat dan ridha Allah swt.
Agar benar-benar saya beriman kepada Allah, tentu
saya mesti mengeal Allah yang sebenarnya dari ilmu
yang benar juga yaitu Al Qur’an. Dengan membaca dan
memahami ayat-ayat Allah saya mulai tahu siapa
Tuhan Perhatikan saya yaitu Allah, yang mengenalkan
diriNya di dalam ayat berikut. Orang lain tidak
mengenal saya jika saya tidak mengenalkan diri saya
siapa ? Demikian pula Allah mengenalkan diriNya
dalam Al Qur’an agar hambaNya mengenal Allah
dengan benar di dalam ilmu yang benar pula :
Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan
(yang hak) selain Aku, maka sembahlah Aku dan
dirikanlah shalat untuk mengingat Aku
(Thaha 20 :14)
Jika saya perhatikan, uang, rumah, jabatan, materi dan
sebagainya karena memang tidak bisa bicara, pastilah
mereka tidak mengenalkan dirinya. Tapi sayalah yang
mencari tahu dan mengenal tuhan-tuhan selain Allah.
47. 44
Yang hebatnya lagi saya sudah tahu semua itupun
dibuat oleh manusia. Kok bisa tanpa sadar saya
terjerumus pola pikir bahwa materi semua itu lebih
saya yakini daripada Allah ?
Di ayat yang lain, Allah mengingatkan saya dulu di alam
ruh sudah ada pengakuan saya kepada Allah :
Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan
keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan
Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka
(seraya berkata):” Bukankah Aku ini Tuhanmu ?”
Mereka menjawab:” Betul , kami menjadi saksi “
(Kami lakukan yang demikian itu) agar dihari kiamat
kamu tidak mengatakan: “Sesungguhnya kami orang
orang yang lengah terhadap ini.
(Al A’raaf, 7 : 172)
Ayat dibawah ini menegaskan bahwa Allah lah yang
menciptakan segalanya, maka saya mesti
merenungkan dan berpikir lebih jernih lagi siapa Allah
yang sebenarnya yang harus saya Imani.
48. 45
Katakanlah “ Siapakah Tuhan langit dan bumi ? ”
Jawablah, “Allah”. Katakanlah, “maka patutlah kamu
mengambil pelindung-pelindungmu dari selain Allah,
padahal mereka tidak menguasai kemanfaatan dan
tidak (pula) kemudharatan bagi diri mereka sendiri ?
Katakanlah “Adakah sama orang buta dan yang dapat
melihat atau samakah gelap gulita dan terang
menderang, Apakah mereka menjadikan beberapa
sekutu bagi Allah yanng dapat menciptakan seperti
ciptaanNya sehingga kedua ciptaan itu serupa
menurut pandangan mereka ? Katakanlah , Allah
adalah pencipta segala sesuatu dan Dialah Tuhan
yang maha Esa lagi maha perkasa
(Ar Rad, 13 : 16)
Katakanlah “ Siapakah Tuhan langit dan bumi ? ”
Jawablah, “Allah”. Katakanlah, “maka patutlah kamu
mengambil pelindung-pelindungmu dari selain Allah,
padahal mereka tidak menguasai kemanfaatan dan
tidak (pula) kemudharatan bagi diri mereka sendiri ?
Katakanlah “Adakah sama orang buta dan yang dapat
49. 46
melihat atau samakah gelap gulita dan terang
menderang, Apakah mereka menjadikan beberapa
sekutu bagi Allah yang dapat menciptakan seperti
ciptaanNya sehingga kedua ciptaan itu serupa
menurut pandangan mereka ? Katakanlah , Allah
adalah pencipta segala sesuatu dan Dialah Tuhan
yang maha Esa lagi maha perkasa
(Ar Rad, 13 : 16)
Saya mulai mendalami dan memahami Allah yang
sebenarnya dapat saya rasakan di hati dan bahkan hati
ini sudah mengakui apa yang pernah saya alami seperti
dalam kisah ayat berikut ini
Apakah saya lebih merasakan tuhan lain selain Allah
daripada Allah swt ?
Katakanlah: "Segala puji bagi Allah dan kesejahteraan
atas hamba-hamba-Nya yang dipilih-Nya. Apakah
Allah yang lebih baik, ataukah apa yang mereka
persekutukan dengan Dia?“
Atau siapakah yang telah menciptakan langit dan
bumi dan yang menurunkan air untukmu dari langit,
50. 47
lalu Kami tumbuhkan dengan air itu kebun-kebun
yang berpemandangan indah, yang kamu sekali-kali
tidak mampu menumbuhkan pohon-pohonnya?
Apakah di samping Allah ada tuhan (yang lain)?
Bahkan (sebenarnya) mereka adalah orang-orang
yang menyimpang (dari kebenaran).
Atau siapakah yang telah menjadikan bumi sebagai
tempat berdiam, dan yang menjadikan sungai-sungai
di celah-celahnya, dan yang menjadikan gunung-
gunung untuk (mengokohkan) nya dan menjadikan
suatu pemisah antara dua laut? Apakah di samping
Allah ada tuhan (yang lain)? Bahkan (sebenarnya)
kebanyakan dari mereka tidak mengetahui
Atau siapakah yang memperkenankan (doa) orang
yang dalam kesulitan apabila ia berdoa kepada-Nya,
dan yang menghilangkan kesusahan dan yang
menjadikan kamu (manusia) sebagai khalifah di
bumi? Apakah di samping Allah ada tuhan (yang lain)?
Amat sedikitlah kamu mengingati (Nya).
51. 48
Atau siapakah yang memimpin kamu dalam kegelapan
di daratan dan lautan dan siapa (pula) kah yang
mendatangkan angin sebagai kabar gembira sebelum
(kedatangan) rahmat-Nya? Apakah di samping Allah
ada tuhan (yang lain)? Maha Tinggi Allah terhadap
apa yang mereka persekutukan (dengan-Nya).
Atau siapakah yang menciptakan (manusia dari
permulaannya), kemudian mengulanginya (lagi), dan
siapa (pula) yang memberikan rezeki kepadamu dari
langit dan bumi? Apakah di samping Allah ada tuhan
(yang lain)?. Katakanlah: "Unjukkanlah bukti
kebenaranmu, jika kamu memang orang-orang yang
benar".
(An Naml, 27 : 59 – 64)
Saat saya membaca ayat-ayat di atas, saya sering
mengatakan terhadap pemandangan alam yang indah,
merasakan terkabulnya doa, merasakan saat sadar
dari perbuatan dosa dan kembali kepada Allah serta
kejadian demi kejadian yang Allah lah yang
MengaturNya. Tapi mengapa saya masih mencari
52. 49
selain Allah ? Bukankah Allah sudah cukup bukti buat
saya untuk beriman kepadaNya.
Maka dari itu hanya kepada Allah lah saya beriman
dengan sebenarnya, tidak mempersekutukan Allah dan
mengerjakan amal saleh yang diperintahkanNya. Itulah
iman saya kepada Allah, dzat yang Maha Menciptakan,
yang Maha Esa, yang Maha Perkasa, yang Maha
segalaNya
Katakanlah: Sesungguhnya aku ini manusia biasa
seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku: "Bahwa
Sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan yang
Esa". Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan
Tuhannya, Maka hendaklah ia mengerjakan amal
yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan
seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya".
(QS, Al Kahfi, 18 : 110)
53. 50
Saya bertanya lagi, bisa jadi iman saya hari ini
merupakan iman turunan orang tua yang berbeda
dengan iman orang yang mualaf. Iman yang merasa
sudah ada dari kecil dan merasa tidak perlu lagi
untuk menyempurnakan iman saya. Muallaf lebih
sungguh-sungguh dalam berimannya, bagaimana
dengan saya ? Apakah ini juga yang menyebabkan
iman saya tidak begitu kuat. Apakah iman saya hari
ini pemberian dari Allah atau saya yang berusaha
untuk mendapatkannya ?
Allah berfirman dalam surah Yunus, ayat 99 – 100 :
99. Dan jikalau Tuhanmu menghendaki, tentulah
beriman semua orang yang di muka bumi seluruhnya.
Maka apakah kamu (hendak) memaksa manusia
supaya mereka menjadi orang-orang yang beriman
semuanya 100. Dan tidak ada seorangpun akan
beriman kecuali dengan izin Allah; dan Allah
menimpakan kemurkaan kepada orang-orang yang
tidak mempergunakan akalnya
54. 51
Dari ayat 99, bisa saja jika Allah menghendaki terjadi
maka semua manusia itu beriman. Artinya Allah
menciptakan manusia dengan berbagai ragam
keimanannya, ada yang beriman, ada yang setengah
beriman dan ada juga yang tidak beriman. Allah yang
memiliki hak mutlak menjadikan manusia beriman, hal
ini terbukti dari kisah Nabi dimana Nabi Ibrahim tidak
bisa menjadikan bapaknya untuk beriman bahkan
menjadi musuh nabi Ibrahim as. Demikian pula dengan
Nabi Muhammad saw tidak bisa menjadikan
pamannya beriman sampai ajalnya. Apa tidak cukup
level iman kedua Nabi tersebut untuk merubah iman
orang tua dan pamannya ? Mereka pun berdoa untuk
memohon agar diberi iman bagi keluarganya. Tapi
tetap ternyata iman itu diizinkan Allah.
Allah lebih menyakinkan saya lagi bahwa iman itu
boleh saja diusahakan dengan sungguh-sungguh tapi
Allahlah yang mengizinkannya. Kesungguhan saya
sudah beriman hari ini adalah izin Allah, bisa nggak izin
itu diambil lagi ? Bisa saja jika saya tidak
menggunakan izin itu dengan benar. Artinya hari ini
55. 52
dan seterusnya saya mesti banyak bersyukur atas
nikmat iman ini dan meningkatkannya. Bagaimana
caranya ? Saya mesti menggunakan akal saya.
Bagaimana dengan mereka yang belum beriman ?
Akhir ayat 100, Allah menimpakan kemurkaan bagi
siapa saja yang tidak mempergunakan akalnya. Buat
apa akal saya ? Akal dipergunakan untuk
meningkatkan iman bagi yang sudah beriman. Yang
belum beriman, akal dipergunakan untuk mencari dan
menemukan Allah agar iman itu dapat diizinkan.
Tidakkah saya berpikir tentang hal ini ? Iya ya. Saya
sadar sekarang saya hanya merasa sudah beriman dan
tidak ada tindakan yang sungguh-sungguh untuk
meningkatkan iman saya agar saya menjadi benar-
benar beriman dan terus meningkat. Kejadian sehari-
hari menunjukkan saya harus menjadi benar-benar
beriman dan saya baru merasakan iman hanya saat
tertentu, saat Allah menolong saya dimana saya
berdoa atas persoalan yang saya hadapi atau saat
merasakan dengan sebenarnya nikmat sehat dimana
saya bisa banyak beraktivitas atau saat saya diberi
56. 53
banyak kebaikan lainnya. Semua ini dibenarkan oleh
akal saya. Jadi mengapa saya hari ini tidak
mempergunakan akal saya untuk mensyukur nikmat
iman ini ?
Saya menyimpulkan akal menjadi penting bagi
manusia dalam menemukan Allah dengan cara berpikir
kritis yang terbimbing dengan petunjuk Allah. Ada
amanah pada diri saya untuk mempergunakan akal
sebagai mana mestinya untuk menuju Allah. Saya
harus mengarahkan akal saya dengan ilmu dan
pengetahuan dari referensi yang benar, yaitu Al Qur’an.
Jika amanah ini tidak saya jalankan, maka kemurkaan
Allah pasti menghampiri saya.
Akal menuntun saya kepada keimanan, Apakah
benar saya sudah mengenal Tuhan saya, Allah yang
sebenarnya ?
Bukankah jika saya beriman berarti saya mesti
mengenal Allah dengan sebenarnya agar iman saya
menjadi benar dan kuat. Secara ilmu saya mengenal
57. 54
Allah itu adalah Tuhan saya yang memiliki ke-Maha-an
yang banyak dan tidak ada yang bisa menyamainya.
Bisa jadi saya mengenal dari pelajaran agama yang
saya pelajari dulu atau saya mendengar ceramah dan
sebagainya. Kok nggak langsung ya ? Pasti saya tidak
bisa langsung mengenal Allah. Bukankah saya bisa
mengenal Allah dari apa yang Allah sampaikan di
dalam Al Qur’an, berapa kali saya membuka Al Qur’an
?
Aku adalah perbendaharaan terpendam yang belum
dikenal, Aku ingin dikenal maka Kuciptakan makhluk.
Aku pun memperkenalkan diriKU kepada mereka
sehingga mereka mengenalku
(Hadist Qudsi, HR Bukhari)
Saat saya sadar saya merasa sudah mengenal dengan
baik Tuhan saya, Allah yang Maha Pemberi Rezeki.
Apakah saya menggantung pekerjaan mencari rezeki
saya kepada Allah dengan bekerja maksimal kepada
perusahaan ? Saya belum maksimal dan terkadang
masih suka mengeluh dengan pekerjaan dan atasan
58. 55
saya. Saya cenderung membuat pekerjaan saya
terlihat bagus di mata atasan dan perusahaan agar gaji
saya semakin baik. Bandingkan saya bekerja sebagai
ibadah dengan ikhlas sehingga hasil yang saya berikan
kepada atasan dan perusahaan adalah yang terbaik
(dimata Allah yang Maha Pemberi Rezeki). Saya
menyadari bahwa saya mengenal Allah tapi belum
mengenal secara lebih dalam sehingga iman saya pun
mudah berubah-ubah. Disisi lain saya pun belum
mampu memaksimal penciptaan Allah di alam semesta
ini untuk menjadikan saya beriman. Panas Matahari
saya benci dan Hujan tidak saya sukai, padahal itu
semua Allah tunjukkan agar saya mengenalnya.
Apakah saya sudah mengenal dan mengagungkan
Allah dibandingkan kehidupan dunia ? Jika saya
mengenalnya, maka bukankah saya sering
menyebutnya dan mengagungkannya ? Berapa kali
dalam sehari ?
59. 56
Saat saya kenal seseorang, maka saya melihat dan
mendengar tentang orang itu. Saya ingin tahu banyak
tentang orang itu dan jika ada kebaikan maka saya
percaya orang tersebut. Apa yang saya lakukan ? Saya
sering membicarakan dan menyanjung orang tersebut
? Bagaimana saya mengenal Allah ? Seberapa kenal
saya dengan Allah yang Maha Besar ? Seberapa sering
saya menyebut Allahu Akbar ? Seberapa besar Allah itu
? atau seperti apa besar yang dimaksud ? Tidak ada
jawaban yang menyakinkan saya. Hadist di atas
menyampaikan pesan, Makhluk yang Allah ciptakan
yang berada di bawah bumi, di atas langit dan berada
diantara bumi dan langit termasuk diri saya sendiri.
Allah yang ghaib itu tak bisa saya jangkau dengan
indera saya, tapi Allah mengajak saya mengenal diri
saya sendiri, Saya melihat bumi dan bulan… maka saya
bisa bersaksi ternyata saya percaya kepada yang
menciptakan bumi dan bulan, maka saya berucap
“Allahu Akbar”. Dengan melihat ciptaan Allah, saya
bisa membayangkan Allah itu Maha Besar. Dan
seterusnya tentang siapa Allah. Atau saya dapat
60. 57
melihat kekuasaan Allah yang ada pada diri saya.
Bagaimana mata saya bisa melihat, otak saya bisa
berpikir padahal itu semua adalah organ tubuh saja.
“Man ‘Arafa Nafsahu Fagad ‘Araha Rabbahu”
“Siapa yang kenal dirinya akan mengenal Allah”
Mengenal diri saya sendiri berarti saya mulai memberi
kebaikan yang dibutuhkan tubuh dan memanfaatkan
tubuh saya untuk tunduk dan berserah kepada
Allahsesuai fungsinya. Insya Allah saya dimampukan.
Saya mesti mengenal dan memahami Allah.
Mereka tidak mengenal Allah dengan sebenar-
benarnya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha
Kuat lagi Maha Perkasa.
(Al Hajj, 22 : 74)
Dan satu hal juga saya belum mampu mengagungkan
Allah dengan cara yang benar dan tidak banyak.
Masihkah saya mengklaim saya sudah beriman,
padahal belum mengenal dengan baik dan belum
mengagungkan yang benar ?
61. 58
Dan mereka tidak mengagungkan Allah dengan
pengagungan yang semestinya padahal bumi
seluruhnya dalam genggaman-Nya pada hari kiamat
dan langit digulung dengan tangan kanan-Nya. Maha
Suci Tuhan dan Maha Tinggi Dia dari apa yang
mereka persekutukan.
(Az Zumar, 39 : 67)
Dengan ayat di atas, saya sangat sedikit mengenal
Allah dan terbukti saya tidak sungguh-sungguh
mengenal Allah lewat ilmu yang benar yaitu Al Qur’an.
Berapa banyak ayat yang saya pahami tentang Allah ?
bandingkan berapa serius saya mengenal uang, rumah,
mobil, suami/isteri dan sebagainya sehingga saya
benar-benar menginginkan semuanya
(menyayanginya).
Atau berapa sering saya menyebut nama Allah
dibandingkan uang, rumah, mobil, kesenangan dan
sebagainya ? Ternyata hanya sedikit dan itupun saya
ucapkan dalam Allah dalam ibadah shalat saja atau
saat berdoa.
62. 59
Kedua ayat itu mencerminkan diri saya saat ini yang
katanya beriman tapi sebenarnya hanya sebatas tahu
saja.
Kalau begitu iman saya hari ini belum begitu baik,
saya belum mengenal Allah sebenarnya walaupun
secara pikiran/logika saya tahu. Saya pun belum
dekat atau belum merindukan kehadiran Allah swt
setiap saat. Benarkah demikian ?
Mari sejenak kita cermati percakapan Rasulullah
dengan orang-orang Arab Badui yang disajikan dalam
Al-Qur'an berikut:
Orang-orang Arab Badui itu berkata: "Kami telah
beriman". Katakanlah (kepada mereka): "Kamu belum
beriman, tetapi katakanlah: "Kami telah tunduk",
karena iman itu belum masuk ke dalam hatimu dan
jika kamu taat kepada Allah dan Rasul-Nya, Dia tiada
akan mengurangi sedikit pun (pahala) amalanmu;
sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang". (Al Hujurat, 49 : 14)
63. 60
Bisa jadi ayat ini mengingatkan saya, apakah iman
saya itu hanya “tunduk” saja dan belum masuk ke hati
? Saya membayangkan iman yang saya miliki sekarang
ternyata saya belum mampu semakin baik tapi iman itu
semakin tidak baik. Artinya memang iman saya baru
sebatas tunduk, shalat saya belum mampu mencegah
perbuatan yang keji dan mungkar dan untuk
bersedekah agak berat.
Saya pun bertanya, “apakah iman saya yang baru
tunduk ini sudah berada di jalan yang benar ?
Kemudian Kitab itu Kami wariskan kepada orang-
orang yang Kami pilih di antara hamba-hamba Kami,
lalu di antara mereka ada yang menganiaya diri
mereka sendiri dan di antara mereka ada yang
pertengahan dan diantara mereka ada (pula) yang
lebih dahulu berbuat kebaikan dengan izin Allah. Yang
demikian itu adalah karunia yang amat besar (QS
Fathir, 35 : 32)
Saya beriman masih berada di level yang mudah
berfluktuatif, kadang beriman dan kadang tidak
64. 61
beriman. Bisa jadi saya memang belum benar-benar
mengenal Allah dengan sebenarnya. Saya mengenal
Allah itu Maha Rahman tapi bisa jadi saya belum
mengenal dengan detail sifat Rahman itu dan belum
menjadi di hati (baru di pikiran dan lisan). Tidak
mengenal dengan sebenarnya, tidak pula
mengagungkan dengan sebenarnya dan bahkan hati
pun tidak banyak tersentuh dengan kekuasaan dan
kebesaran Allah. Masihkah saya mengaku beriman
kepada Allah ?
Apakah saya beriman itu adalah perintah, kewajiban
atau kebutuhan ?
Benar sekali di dalam Al Qur’an itu ada perintah untuk
beriman dan beramal saleh. Jika saya renungkan ada
orang yang tidak beriman, maka sebenarnya beriman
itu bisa jadi bukan sekedar perintah. Iman yang adanya
di hati membutuhkan (izin) Sang Pencipta agar iman
itu hadir. Dan diri saya sendiri butuh petunjuk untuk
hidup, maka Allah menurunkan Al Qur’an. Kebutuhan
65. 62
saya kepada Allah untuk menjadi makhluk yang utuh
merupakan rasa syukur saya kepada Allah yang telah
menciptakan saya dan menyediakan dunia ini untuk
kebutuhan hidup saya.
Saya perhatikan kata “kebuTUHAN”, kata yang
mengandung kata TUHAN. KebuTUHAN saya yang
utama adalah butuh“TUHAN”, Tuhan yang
menciptakan alam semesta yaitu Allah swt. Saya mesti
menjaga“keuTUHAN”diri saya baik jasmani dan rohani
agar mampu menjadi hamba yang bersyukur.
KeuTUHAN itu terjadi karena TUHAN juga
Insya Allah saya beriman hari ini bukan lagi untuk
ditunggu menjadi semakin baik, tapi saya
membutuhkan iman itu. Maka saya mesti banyak
mengenal Allah swt dari ilmu yang benar yaitu Al
Qur’an.
Jika saya tidak membutuhkan iman yang semakin baik,
maka pastilah saya tidak memperoleh kebaikan di
dunia dan di akhirat. Maka dari itu saya beriman saat
ini menjadi sebuah kebutuhan saya untuk
66. 63
mendapatkan kebaikan hidup yang semakin baik di
dunia dan di akhirat. Saya beriman untuk kebaikan
saya sendiri dan saya tidak beriman berarti membuat
diri saya sendiri tidak lebih baik.
Saya memulai semuanya dari referensi yang benar
yaitu petunjuk Allah, yaitu Al Qur’an.
Di antara manusia ada orang yang membantah
tentang Allah tanpa ilmu pengetahuan dan mengikuti
setiap setan yang sangat jahat,
(Al Hajj, 22 : 3)
Ternyata jika saya sungguh-sungguh untuk memahami
Al Qur’an itu mudah seperti yang Allah firmankan
dalam surah Thaha berikut ini. Dengan dunia internet
saat ini semua referensi yang menafsirkan dan
mengulas Al Qur’an dengan mudah didapat.
Kami tidak menurunkan Al Qur'an ini kepadamu agar
kamu menjadi susah tetapi sebagai peringatan bagi
orang yang takut (kepada Allah), yaitu diturunkan dari
Allah yang menciptakan bumi dan langit yang tinggi.
67. 64
(Thaha, 20 : 2 – 4)
Saya semakin yakin dengan membaca, memahami dan
mengamalkan Al Qur’an mampu meningkatkan iman
saya. Apakah saya mencari petunjuk selain Allah swt
untuk mengenal Allah yang telah menciptakan saya ?
Sesungguhnya orang-orang yang mengingkari Al
Qur'an ketika Al Qur'an itu datang kepada mereka,
(mereka itu pasti akan celaka), dan sesungguhnya Al
Qur'an itu adalah kitab yang mulia.
Al Fushshilat ; 41 : 41
Saya sadar sekarang dan saya pun mulai berpikir untuk
mengamalkan ayat di bawah ini, iman itu harus masuk
dalam hati. Agar terjadi maka saya pun mesti banyak
mengenal dengan memahami dan merasakan
kekuasaan/kebesaran Allah. Lalu saya pun mesti
banyak mengingat Allah baik lisan dan perbuatan
dalam amal saleh.
(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka
menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah,
68. 65
hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi
tenteram.
Ar Raad, 13 : 28
Dan sebagian dari tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah
malam, siang, matahari dan bulan. Janganlah
bersujud kepada matahari dan janganlah (pula)
kepada bulan, tetapi bersujudlah kepada Allah Yang
menciptakannya, jika kamu hanya kepada-Nya saja
menyembah.
Fushshilat, 41 : 37
Apakah saya berSungguh-sungguhkah dalam
beriman kepada Allah ?
Iya dong. Saya benar-benar beriman kepada Allah. Apa
buktinya ? Secara lisan saya beriman sungguh-
sungguh kepada Allah swt dan saya sudah beribadah
dan beramal yang saleh. Sudahkah saya merasa
tenang dalam hidup ini, tidak khawatir dan merasa
tercukupi ?
69. 66
Jawaban di atas sebenarnya membuat saya semakin
sadar dengan apa yang saya ucapkan dan apa yang
sudah saya amalkan tidak menjamin kehidupan yang
lebih baik seperti yang Allah janjikan, kebaikan di dunia
dan di akhirat.
Harapan untuk membuat iman saya semakin baik
disambut Allah sambut. Maka Allah telah menunggu
apa yang saya kerjakan. Apakah saya sungguh-
sungguh ?
Hai manusia, sesungguhnya kamu telah bekerja
dengan sungguh-sungguh menuju Tuhanmu, maka
pasti kamu akan menemui-Nya.
(Al Insyiqaq, 84 : 6)
Dan barangsiapa bersungguh-sungguh datang
(berjihad) kepada kami, maka pastilah kami beri jalan
untuk menerima hidayah
(Al Ankabut, 29 : 69)
Allah pun menguji saya dengan apa yang telah
diberikannya kepada saya berupa nikmat yang tidak
pernah saya bisa hitung. Apakah semua pemberian itu
70. 67
atau kesungguhan saya memanfaatkannya untuk
menjadikan saya semakin beriman ? Begitulah
seharusnya saya menginginkan hidayah (iman) dengan
kesungguhan menemui Allah dalam amalan yang baik
dimana Allah hanya memberikan kepada mereka yang
bersungguh-sungguh.
Sesungguhnya engkau tidak akan dapat memberi
hidayah kepada orang yang kamu cintai, akan tetapi
Allahlah yang memberi hidayah kepada siapa yang
dikehendakiNya, dan Allah lebih mengetahui orang-
orang yang mau menerima petunjuk
(Al Qashash : 56)
Terkadang iman saya banyak dipengaruhi oleh banyak
faktor luar dan apa yang saya miliki. Rayuan dan
godaan kenikmatan hidup di dunia bisa melalaikan
saya dalam beriman. Bahkan saya pun bisa lupa
dengan iman itu karena berbangga-bangga dengan
kemewahan hidup dan keluarga. Diingatkan oleh Allah
bahwa semua pemberian yang telah Allah adakan di
dunia ini terutama apa yang melekat pada diri saya
71. 68
merupakan ujian, apakah saya bersyukur atau saya
kufur ? Harapan Allah kepada saya adalah rasa syukur
itu dapat saya wujudkan untuk terus meningkatkan
kebaikan (ibadah dan amal saleh) sehingga iman ini
terus terpelihara.
“ …sekiranya Allah menghendaki niscaya kamu
dijadikanNya satu ummat (saja), tetapi Allah hendak
mengujimu terhadap pemberianNya kepadamu, maka
berlomba-lomba berbuat kebajikan …”
(Al Maidah : 48)
166. Dan apa yang menimpa kamu pada hari
bertemunya dua pasukan, maka (kekalahan) itu
adalah dengan izin (takdir) Allah, dan agar Allah
mengetahui siapa orang-orang yang beriman. (QS Ali
Imran, 3 : 166)
Allah selalu memberi “masalah” untuk menguji
keimanan saya, Siapa saja yang berhasil dengan
mengerjakan amal saleh dengan dasar iman, dengan
itulah Allah mengetahui siapa yang beriman yang
sebenarnya.
72. 69
Apa makna dari“Saya beriman kepada Allah swt”?
Lalu apa artinya “saya beriman kepada Allah swt” ?
Saya beriman/percaya Allah itu Maha Pencipta, Maha
Pengatur, Maha Penguasa, Maha Berkehendak, Maha
Rahman, Maha Rahiim, Maha Pemaaf, Maha
Pengampun dan Maha SegalaNya .
Saya adalah makhluk ciptaan Allah, maka Allah pula
yang memelihara dan mengingatkan saya untuk
menjadi apa yang diinginkan Allah swt.
Tapi boleh nggak saya tidak mengikuti Allah swt, ya
boleh saja. Tapi ingat Allah pasti tidak ridha dengan
fasilitas Allah berupa alam semesta ini dan dalam diri
saya tidak dipergunakan sebagaimana mestinya. Pasti
Allah membalas semuanya.
Buktinya saya masih bisa hidup dan memanfaatkan
fasilitas alam ini. Bahkan ada beberapa kesuksesan
yang saya raih. Itu bukan berarti Allah mengizinkanNya,
tapi Allah “membiarkan” dan memenuhi komitmenNya
bahwa siapa yang bekerja dengan sungguh pasti dia
mendapatkan balasan yang sesuai. Begitulah Allah itu
73. 70
ya Rahman kepada seluruh makhlukNya. Bayangkan
jika semua yang tidak baik itu dibalas Allah hari ini,
pastilah dunia ini sudah hancur berantakan. Allah
mendahulukan sifat RahmanNya daripada siksaNya,
agar semua orang dapat memperbaikinya.
Masihkah saya “tidak” beriman kepada Allah ?
Bandingkan seorang Abdi dalem atau sejenisnya yang
begitu taat mengikuti perintah Raja dan bahkan telah
mengabdikan hidupnya untuk sang Raja. Semua
kehidupan Abdi dalem dipenuhi sang Raja. Ada
seorang karyawan yang telah banyak dibantu bos
Besar mau mengabdi hidupnya untuk bos. Ada contoh
lain seorang pembantu yang mengabdi pula kepada
majikannya dari sejak kecil hingga tua. Atau ada
seorang wanita yang begitu mengabdinya kepada sang
Suami.
Beranikah saya menggantikan seperti Abdi dalem atau
siapa saja dalam cerita di atas adalah saya dan
Rajanya adalah Allah.
74. 71
Sepantasnya saya bersyukur dan berterima kasih atas
lahirnya saya di dunia ini dari kedua orang tua saya.
Saya percaya bahwa saya memiliki tugas khusus dari
Allah. Saya percaya Allah telah mempersiapkan segala
hal yang saya butuhkan dalam menjalani hidup ini.
Saya percaya Allah tidak menelantarkan diri saya
dalam mengarungi kehidupan ini dan saya percaya
Allah itu tetap memelihara saya dan lingkungan saya
Saya juga percaya bahwa Allah telah menurunkan
petunjukNya buat saya sebagai pedoman hidup agar
saya dapat menjalani kehidupan dengan tenang dan
berkecukupan.
Apakah bisa saya tidak beriman, sedangkan saya
tinggal di bumiNya Allah ?
Apakah bisa saya tidak beriman, sedangkan memakai
fasilitas (alam dan ciptaanNya) yang telah Allah
tundukkan bagi saya ?
Apakah bisa saya tidak beriman, sedangkan saya
selalu diberikan rahman dan rahiimNya (Allah
mendahulukan rahmatNya daripada azab) ?
75. 72
Apakah bisa saya tidak beriman, sedangkan saya hidup
dengan rezeki Allah ?
Adakah cara saya mengukur iman saya agar saya
tahu seberapa besar iman saya ?
Mengapa saya ingin mengukur iman saya ? Saya
manusia biasa yang bisa lalai dan malas, maka dengan
sering mengukur iman dapat membuat saya ingin
memperbaiki saat iman itu rendah dan terus
meningkatkan jika iman itu cukup baik.
Mengapa hati saya bisa bergetar dimana iman itu
berada ? Karena saya merasakan Cinta (kebesaran)
dan Takut/harap (kekuasaan) Allah.
Mengapa saya bisa mencintai Allah ? Karena saya
bisa mencintai Allah dengan saya begitu dekat
dengan Allah
Mengapa saya bisa begitu dekat dengan Allah ?
Karena saya sering bertemu dengan Allah lewat
76. 73
mengingat Allah, beribadah, berdoa dan beramal
saleh
Mengapa saya bisa sering bertemu ? Karena saya
sudah setiap saat/waktu bisa merasakan Allah.
Tanya jawab di atas, mampu menuntun dan sekaligus
mengukur iman saya. Ternyata iman itu bisa dibangun
dengan selalu menghadirkan Allah setiap saat
sehingga memberikan saya semakin dekat, semakin
cinta dan semakin bergetar hati ini.
2. Sesungguhnya orang-orang yang beriman ialah
mereka yang bila disebut nama Allah gemetarlah hati
mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayat-Nya
bertambahlah iman mereka (karenanya), dan hanya
kepada Tuhanlah mereka bertawakkal
3. (yaitu) orang-orang yang mendirikan shalat dan
yang menafkahkan sebagian dari rezeki yang Kami
berikan kepada mereka
4. Itulah orang-orang yang beriman dengan sebenar-
benarnya. Mereka akan memperoleh beberapa derajat
77. 74
ketinggian di sisi Tuhannya dan ampunan serta rezeki
(nikmat) yang mulia
(Al Anfal, 8 : 2 – 4)
Dari Ali bin Abi Thalib
Barangsiapa yang berharap selain Aku, tidak
mengenalKU (ya’arifniy). Barangsiapa tidak
mengenalKu, tidak mengabdi kepadaKu (ya’abudniy).
Barangsiapa yang tidak mengabdi kepadaKu, maka
berarti menjadi wajiblah (‘istawjaba) kemurkaaKu.
Barangsiapa takut kepada selainKU halal baginya
pembalasanKu.
Indikator iman saya jangan sampai membuat saya
semakin merasa beriman (cenderung sombong), maka
fokusnya adalah kepada proses beriman itu sendiri.
Yang nyata adalah semakin saya beriman, maka
indikatornya adalah saya bertambah imannya. Untuk
menambah keyakinan iman saya, sayapun mesti
mereferensikan itu kepada petunjuk yang benar yaitu
Al Qur’an
78. 75
Apakah saya beriman dengan cara saya sendiri
tanpa ada pengetahuan yang cukup atau benar ?
Allah menuntun saya untuk beriman dengan membaca
Al Qur’an. Al Qur’an yang Allah turunkan sebagai
petunjuk dan Allah pula yang memeliharanya. Ayat
dibawah ini menempatkan membaca Al Qur’an lebih
dulu dari shalat. Shalat menjadi bermakna jika saya
membaca ilmunya shalat.
Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu
Al Kitab (Al Qur'an) dan dirikanlah salat.
Sesungguhnya salat itu mencegah dari (perbuatan-
perbuatan) keji dan mungkar. Dan sesungguhnya
mengingat Allah (salat) adalah lebih besar
(keutamaannya dari ibadah-ibadah yang lain). Dan
Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.
Al Ankabut, 29 : 45
Saya dituntun untuk membaca Al Qur’an yang
mengatur semua urusan, tapi terkadang saya
meragukan Al Qur’an itu mampu memberikan solusi
atas kehidupan dunia saya. Bisa jadi saya belum
79. 76
menjadikan Al Qur’an sebagai referensi ilmu dan
pengetahuan sekaligus petunjuk bagi kehidupan saya
karena memang belum banyak membaca dan hanya
sekedar membaca artinya. Bacaan saya belum
menumbuhkan dorongan untuk memahami isi Al
Qur’an, padahal semua itu sudah Allah jelaskan
dengan sejelas-jelasnya. Untuk itu saya mesti
membaca, memahami dan berserah diri untuk percaya
dengan isinya (perintah dan larangan).
(dan ingatlah) akan hari (ketika) Kami bangkitkan
pada tiap-tiap umat seorang saksi atas mereka dari
mereka sendiri dan Kami datangkan kamu
(Muhammad) menjadi saksi atas seluruh umat
manusia. dan Kami turunkan kepadamu Al kitab (Al
Quran) untuk menjelaskan segala sesuatu dan
petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-
orang yang berserah diri.
An Nahl, 16 : 89
80. 77
Apakah saya sudah membaca Al Qur’an sebagai firman
Allah untuk mengetahui Allah dengan benar ?
Apakah hanya dengan kebenaran pembuktian ilmu
sekarang terhadap firman Allah itu dan saya
mempercayainya dan bilang, “saya beriman. Tentu
pengetahuan tentang Allah mesti didapat dari
referernsi yang benar yaitu Al Qur’an. Janganlah saya
hanya mengikuti persangkaan saja tanpa dasar ilmu
yang benar.
Di antara manusia ada orang yang membantah
tentang Allah tanpa ilmu pengetahuan dan mengikuti
setiap setan yang sangat jahat,
(Al Hajj, 22 : 3)
Dan di antara manusia ada orang-orang yang
membantah tentang Allah tanpa ilmu pengetahuan,
tanpa petunjuk dan tanpa kitab (wahyu) yang
bercahaya,
(Al Hajj, 22 : 8)
81. 78
Al Qur’an diberikan kepada mereka yang bertakwa,
apakah saya tidak ingin menjadi orang yang bertakwa
? yaitu orang yang menjalankan perintah Allah.
Keadaan ini mendorong saya mendapatkan petunjuk
Allah baik dari pemahaman isi Al Qur’an dan hidayah
Allah dalam setiap tindakan saya.
2. Kitab (Al Quran) ini tidak ada keraguan padanya;
petunjuk bagi mereka yang bertakwa
3. (yaitu) mereka yang beriman kepada yang ghaib,
yang mendirikan shalat, dan menafkahkan sebahagian
rezeki yang Kami anugerahkan kepada mereka
4. dan mereka yang beriman kepada Kitab (Al Quran)
yang telah diturunkan kepadamu dan Kitab-kitab yang
telah diturunkan sebelummu, serta mereka yakin akan
adanya (kehidupan) akhirat
5. Mereka itulah yang tetap mendapat petunjuk dari
Tuhan mereka, dan merekalah orang-orang yang
beruntung (QS Al Baqarah, 2 : 2 – 5)
Ayat Al Baqarah di atas mengajak saya beriman
dengan sebenarnya, percaya dan yakin sepenuh hati
82. 79
(tidak ada keraguan sama sekali) untuk memahami
dan mengamalkan Al Qur’an, yang diwahyukan Allah
melalui nabi Muhammad Saw. Percaya kepada yang
ghaib, mendirikan shalat, menafkahkan rezeki yang
Allah berikan, menyakini kitab-kitab sebelum Al Qur’an
dan menyakini hari akhirat ... untuk apa saya beriman
? Agar saya mendapatkan petunjuk Allah untuk
menjalani hidup ini dan Allah berikan bonus yaitu
menjadi Muflihun, orang yang mendapatkan
kesuksesan (beruntung atas apa yang diyakini).
Kesuksesan itu berupa kesuksean (keberhasilan) dan
kebahagiaan di dunia dan diakhirat
Apa yang saya rasakan dengan ungkapan “saya
beriman kepada Allah” ?
Saya merasa ditenangkan, ditentramkan hati ini dan
ada dorongan yang kuat (semangat) untuk berbuat
agar Allah melihat saya termasuk hamba yang pandai
bersyukur.
83. 80
Dorongan yang kuat itu berupa semangat sepenuh hati
seperti halnya Nabi Muhammad saw dalam
mengarungi hidupnya. Dengan sifat Al Amin (yang
dipercaya) yang dimiliki nabi Muhammad saw mampu
mengabdikan hidupnya bukan untuk siapa-siapa tapi
untuk Allah. Jujur dan bertanggung jawab hanya
kepada Allah, maka orang sekitar Nabi menaruhkan
kepercayaannya kepada Nabi. Begitu pula sahabat
Nabi yang mengabdikan hidup kepada Allah Bersama
Nabi. Pemuka agama yang tulus, ilmuwan Islam, para
khalifah yang meneruskan hidupnya hanya kepada
Allah. Dan Allah memperlihatkan dalam sejarahnya,
mereka Berjaya dengan kemenangan, kepeloporan,
kekuasaan dan kekuatan yang luar biasa.
Sesungguhnya orang-orang yang beriman dengan
ayat-ayat Kami, adalah orang-orang yang apabila
diperingatkan dengan ayat-ayat (Kami), mereka
menyungkur sujud (sujud tunduk patuh kepada Allah
serta khusyuk) dan bertasbih serta memuji
Tuhannya, sedang mereka tidak menyombongkan diri.
As Sajadah, 32 : 15
84. 81
Masihkah saya tidak mau menyerahkan diri
(muslim) kepada Allah ? Bukan“pasrah”, tapi saya
berani mengabdikan ibadahku, shalatku, hidupku
dan matiku untuk Allah ?
Ingatlah kemarin dan kemarin, dalam setiap usaha
untuk hasil yang saya inginkan terjadi selalu disertai
doa
Saat saya berhasil (sukses) dan saat itu pula saya
berterima kasih kepada Allah. Tapi saat saya tidak
sukses dan banyak hal yang tidak nyaman, saya seolah
tidak percaya kepada Allah. Saya percaya belum
sepenuh hati, saya percaya jika dikabulkan doa saya.
Padahal doa saya itu sudah menunjukkan saya
“percaya” adanya Allah dan Allahlah yang mengizinkan
semua yang saya inginkan.
162. Katakanlah: sesungguhnya sembahyangku,
ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah,
Tuhan semesta alam (QS Al An’am, 6 : 162)
85. 82
56. Hai hamba-hamba-Ku yang beriman,
sesungguhnya bumi-Ku luas, maka sembahlah Aku
saja. ( QS Al Ankabut, 29 : 56)
Masihkah saya belum menyakini untuk beriman
sepenuh hati kepada Allah ?
Allah telah memberikan modal yang ada pada diri saya
berupa tubuh yang sempurna, ada indera, ada akal dan
ada hati. Sudahkah saya bersyukur ?
Kemudian Dia menyempurnakan dan meniupkan ke
dalam (tubuh) nya roh (ciptaan) -Nya dan Dia
menjadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan dan
hati; (tetapi) kamu sedikit sekali bersyukur.
(As-Sajadah, 32 : 9)
Tak hanya itu, Allah pun sudah memberikan alam
semesta ini untuk manusia. Apakah saya bisa
memanfaatkannya (bersyukur) ? Dan Al Qur’an sudah
menjadi referensi dan sebagai ilmu & petunjuk untuk
saya bersyukur ?
86. 83
Sesungguhnya Kami telah menunjukinya jalan yang
lurus; ada yang bersyukur dan ada pula yang kafir.
(Al Insaan, 76 : 3)
Allah-lah yang menundukkan lautan untukmu supaya
kapal-kapal dapat berlayar padanya dengan seizin-
Nya dan supaya kamu dapat mencari karunia -Nya
dan mudah-mudahan kamu bersyukur.
Dan Dia telah menundukkan untukmu apa yang di
langit dan apa yang di bumi semuanya, (sebagai
rahmat) daripada-Nya. Sesungguhnya pada yang
demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda
(kekuasaan Allah) bagi kaum yang berfikir.
(Jaatsiyah, 45 : 12 – 13)
65. Apakah kamu tiada melihat bahwasanya Allah
menundukkan bagimu apa yang ada di bumi dan
bahtera yang berlayar di lautan dengan perintah-Nya.
Dan Dia menahan (benda-benda) langit jatuh ke
bumi, melainkan dengan izin-Nya? Sesungguhnya
Allah benar-benar Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang kepada Manusia (QS Al hajj, 22 : 65)
87. 84
Jika memang saya bisa menentukan hidup saya hari ini
dan hari kemudian, maka tentulah saya sudah banyak
kesuksesan yang saya raih. Tidakkah saya percaya
dengan keadaan saya sampai hari ini yang
menunjukkan bahwa Allah menguasai segala hal
dalam diri saya.
Apakah mereka diciptakan tanpa sesuatu pun
ataukah mereka yang menciptakan (diri mereka
sendiri)?
(Ath Thuur, 52 : 35)
Oke lah, saat saya tertidur bukankah saya tidak
berdaya untuk menolaknya. Sekuat apapun saya pasti
tidur. Lalu ada apa dengan tidur ? Ternyata begitulah
kekuasaan Allah untuk memelihara mahkluknya
termasuk saya sebagai manusia agar mampu
beraktivitas lagi. Saat merenung tentang tidur,
bukankah saya tidak berdaya apapun, di saat itulah
Allah memproses apa yang saya makan dan minum
dengan organ yang Allah telah ciptakan lewat usus,
hati, ginjal, dan sebagainya. Allah menjadikan tubuh
88. 85
mendapat energi dan Allah pula membuang sisanya
serta memulihkan semua organ dalam tidur saya
menjadi segar lagi. Yang capek jadi seger, yang pusing
jadi tidak pusing, yang bete jadi nyaman, dan yang
nyaman disegarkan lagi kenyamannya. Saya
merasakannya setiap hari. Masihkah saya tidak
percaya sepenuh hati kepada Allah ?
Saya teringat saat saya sakit, dimana saya tidak
berdaya dan diam seribu Bahasa. Hanya doa yang saya
panjatkan agar Allah menyembuhkan saya. Ikhtiar
lewat dokter dan obatnya. Saya percaya dengan dokter
dan obatnya, tapi apakah semua saran dan obat yang
saya makan menjamin saya sembuh ? Ternyata tidak
karena ada banyak orang yang tidak sembuh dengan
obat. Sekalipun saya makan obat dari dokter, ternyata
Allahlah yang menentukannya. Obat yang saya minum
diproses Allah di dalam tubuh dan hanya dengan
kekuasaan dan izinnya obat itu bisa menyehatkan
saya. Bagaimana tanpa obat bisa menyembuhkan ?
Saat saya percaya kesembuhan sebagai sebuah
keyakinan dengan makan dan istirahat yang cukup,
89. 86
maka Allah memproses makan yang sehat dengan
waktu yang cukup mampu menyehatkan saya. Iya ya,
Allah itu meliputi segala sesuatu. Masihkah ada
sesuatu yang membuat saya tidak percaya sepenuh
hati kepada Allah ?
Saya pernah membaca tentang relaxation, dimana
seseorang berbicara kepada tubuh untuk relax dalam
suasana hati yang tenang. Kok bisa ? Saya ingin
mengatakan bahwa saat itu saya bicara kepada Allah.
Bukankah hati, ginjal, lengan, mata, perut, dan organ
lainnya itu milik Allah. Dan bahkan ketenangan hati
(perasaan) yang diperoleh adalah izin Allah untuk bisa
berkomunikasi kepada Allah. Saat Allah
mengizinkannya, saya pun mendapatkan kebaikan
yang luar biasa saat relax.
Saat saya berpikir dan merenungkan banyak hal dalam
hidup ini, tidak ada yang saya sembunyikan lagi tetang
Allah. Satu hal lagi yang membuat saya tidak bisa
membantah lagi, yaitu saat melihat orang tua, saudara,
sahabat, tetangga dan siapa saja meninggal dunia.
90. 87
Tidak ada yang mampu menghindar dari kematian,
siapapun dia yang bayi, yang muda, yang tua atau yang
miskin, yang kaya atau tidak sukses dan yang sukses,
atau yang banyak masalah dan yang memiliki
kemampuan luar biasa, atau yang tidak pintar dan yang
pintar, atau yang tidak sekolah dan yang sekolah.
Semua itu terjadi dan tidak ada yang dibawa kecuali
tubuh itu sendiri. Waktu kematian itu tidak pernah ada
yang tahu, saya menyadari dengan keadaan itu
membuat saya mempersiapkan kematian itu dengan
apa yang Allah telah perintahkan, menjadi abdinya
Allah.
Saat saya bangun pagi dan berterima kasih kepada
Allah, bukankah dalam diri saya tumbuh semangat
menjalani hidup ini dengan banyak beribadah dan
beramal yang saleh, yang Allah bangkitkan semangat
itu … itulah semangat sepenuh hati saya.
Saat saya sembuh dari sakit dan sayapun berterima
kasih kepada Allah, bukankah dalam diri saya tumbuh
91. 88
harapan hidup yang semakin baik yang telah Allah
tumbuhkan di dalam hati ini … itulah semangat
sepenuh hati saya.
Saat saya berhasil karena Allah telah kabulkan doa
saya dan saya pun berterima kasih kepada Allah.
Bukankah dalam diri saya sudah mengalir kekuatan
dari Allah yang menyemangati untuk melanjutkan
keberhasilan lain … itulah semangat sepenuh hati
saya.
Saat saya dalam situasi yang terpuruk dan
bermasalah, tidak ada teman dan saudara yang mau
memahami saya dan Allah hadir memberi harapan
untuk bangkit di hati ini. Sayapun merasakan
kekuatan untuk berbuat agar pertolongan Allah itu
semakin dekat. Bukankah dalam diri saya hadir
harapan yang datang dari Allah … itulah semangat
sepenuh hati saya.
92. 89
Masihkah saya mencari semangat dari selain Allah
?
Dapatkah uang menyemangati hidup saya ? Dapatkah
keluarga yang menyemangati hidup saya ? Dapatkah
impian saya menggugah dan menyemangati kehidupan
saya ? Dapatkah semua di dunia ini mampu
menyemangati hidup saya ? Uang dan mimpi saya tidak
bisa bicara dan tidak pintar, apakah uang dan mimpi
bisa menggerakkan hati saya ? Bisa jadi uang dan
mimpi hanya membuat saya senang saja bukan
membuat saya bersemangat. Kesenangan itu hanya
dan sangat berubah.
Bagaimana uang, keluarga, mimpi dan seejenisnya
bisa menyemangati saya sedangkan mereka sendiri
tidak mampu menyemangati sendiri ? Bahkan uang
dan mimpi tidak bisa bicara dan tidak bisa berpikir
yang menunjukkan bagaimana uang dan mimpi tidak
mampu memahami apa yang saya hadapi ??
Bandingkan apakah saya mencari semangat itu dari
luar diri saya dimana apapun itu yang menyemangati
93. 90
itu sama seperti saya juga ATAU saya tidak perlu
mencari tapi semangat itu datang dengan sendirinya
dengan saya percaya kepada Allah ?
Saya sadar Allah telah mencurahkan Rahman dan
rahiimNya dan pantaslah buat saya untuk beriman
sepenuh hati kepada Allah. Insya Allah semangat
sepenuh hati itu hadir untuk menggerakkan hati,
perasaan, pikiran dan tubuh mengabdi kepadaNya.
Pengabdian saya bisa dimulai dari apa yang telah Allah
berikan kepada saya berupa nikmat … nikmat iman,
nikmat sehat dan nikmat kehidupan ini.
Saya masih diberi waktu, saya masih diberi napas, saya
masih diberi hati, saya masih diberi perasaan dan
pikiran serta saya masih diberi rezeki …
Dan saya masih bisa bekerja. Semua pengabdian itu
membutuhkan semangat sepenuh hati.
94. 91
Apakah cukup dengan percaya saja kepada Allah
dengan sepenuh hati ?
Hati yang telah Allah beri hidayah untuk percaya
kepada Allah ini butuh diyakinkan, maka Allah
menurunkan Al Qur’an untuk mengenalNya,
memahamiNya, menyakiniNya. Percaya (iman) dengan
ilmu menjadi percaya sepenuh hati yang diikuti dengan
amal saleh (pikiran dan tubuh).
Saya bisa semangat sepenuh hati dengan percaya
sepenuhnya kepada Allah dan menjadi sangat yakin
dengan membaca Al Qur’an. Al Qur’an sebagai
petunjuk, pedoman hidup dan aturan hidup yang
mengantarkan saya kepada Apa yang telah Allah
janjikan berupa pahala dan kebaikan di dunia dan di
akhirat.
Sudahkah saya membaca petunjuk Allah ?
Semangat sepenuh hati dapat saya rasakan dengan
semakin seringnya saya membaca, memahami dan
mengamalkannya.
95. 92
Saat Allah berfirman,“Allah berikan rezeki yang tak
terduga bagi mereka yang percaya dan beramal saleh”
Apakah saya tidak bersemangat untuk banyak beramal
yang saleh ?”
Saat Allah berfirman, “Shalat itu bisa mencegah
perbuatan yang keji dan mungkar ? Apakah saya tidak
ingin selalu berbuat baik dan menerima kebaikan
hanya dengan shalat yang sebenarnya.
Saat Allah berfirman,”setiap kebaikan (nafkah di jalan
Allah dibalas 10 kali lipat”. Apakah saya tidak
bersemangat untuk menafkahkan harta dan jiwa saya
dengan balasan yang berlipat yang membuat saya
lebih baik.
Saat Allah berfirman,”Taat kepada Allah dan rasulNya
dan beriman kepada hari kemudian dibalas dengan
Surga. Apakah saya tidak bersemangat untuk taat dan
beriman kepada Allah dengan janji Surga ?
Semakin banyak yang saya baca semakin tidak ada
alasan lagi untuk bersemangat karena Allah
berfirman,”jika saya melaksanakan perintah dan
96. 93
laranganNya maka banyak kebaikan, pahala, ampunan
dan balasan kebaikan yang berlipat-lipat”.
Ayat demi ayat Al Qur’an memberi rahmat dan petunjuk
bagi saya yang beriman. Saat bangun pagi saya bisa
memulainya, sebelum dan sesudah shalat 5 waktu dan
kapanpun waktu saya bisa memulai, melanjutkan dan
mempertahankan serta meningkatkan semangat
sepenuh hati ini. Saat saya belum bisa membaca Al
Qur’an, maka semangati diri untuk belajar membaca
atau sekalipun tidak membaca Al Qur’an saya harus
belajar dari siapa saja tentang makna Al Qur’an atau
memberanikan diri membaca terjemahannya dan
mendalaminya dari berbagai referensi yang tersebar di
internet.
Kebaikan di dunia berupa kemenangan dan
kesuksesan dan kebaikan di akhirat dengan kehidupan
yang jauh lebih baik di dunia yang lebih baik dari apa
yang saya impikan sebagai janji Allah untuk saya yang
beriman dan beramal saleh.
97. 94
Tidak ada biaya alias murah dan tidak perlu kepintaran
atau tidak perlu orang hebat dan berpengalaman atau
tidak alias siapa saja dengan kemampuan yang sudah
dimiliki SIAP UNTUK MENJADI SUKSES.
Bagaimana saya bisa merasakan bahwa semangat
sepenuh hati itu benar-benar ada ?
Saya masih sering tidak mudah membedakan percaya
kepada Allah dengan bekerja untuk mencari uang.
Uang yang saya dapatkan untuk memberi nafkah
keluarga dan nafkah di jalan Allah. Apakah kerja saya
untuk Allah atau kerja saya untuk cari uang ? Atau saya
ingin bilang,”akhirnya saya percaya kepada Allah tapi
semua itu tidak langsung yaitu melalui kerja untuk
mendapatkan uang”. Apakah benar percayanya saya
kepada Allah ?
Semangat sepenuh hati itu selalu tertuju kepada Allah.
Artinya apa yang saya kerjakan untuk Allah.
Bagaimana caranya bisa seperti itu ?
98. 95
Saya semangat sepenuh hati dalam kerja bukan cari
uang, tapi saya kerja yang benar seperti jujur dan
bertanggung jawab. Kerja yang benar itu
menumbuhkan kepercayaan Allah pada saya dan Allah
menggerakkan orang disekitar saya dan atasan saya
pun percaya. Nilai kepercayaan inilah yang menambah
amanah dan balasan yang baik dari atasan dengan
bertambahnya pendapatan. Tanyailah apakah dengan
kerja yang benar itu dibenci oleh atasan saya dan
orang disekitar saya ? Apakah atasan lebih senang
membayar lebih banyak uang untuk karyawan yang
tidak jujur dan tidak bertanggung jawab ? Apakah
dengan saya kerja yang benar (jujur dan bertanggung
jawab) itu bisa membuat perusahaan dimana saya
bekerja menjadi tidak produktif (alias rugi) ? Apakah
dengan kerja yang benar sebagai target percaya
kepada Allah membuat target perusahaan tidak
tercapai ? Apakah yang saya rasakan saat kerja yang
benar ? Bandingkan apa perasaan saya saat kerja yang
tidak benar ?
99. 96
Saat saya menjawab semua pertanyaan di atas
ternyata pahamlah saya bahwa semangat sepenuh hati
itu dapat dirasakan, dapat diukur dan dapat diprediksi
sesuai janji Allah.
Semangat sepenuh hati itu menuntun saya kerja yang
benar dan selalu ingin meningkatkan nilai kerja itu
sendiri tanpa banyak berharap hasilnya.
Semangat sepenuh hati itu memberi energi untuk
kerja yang semakin baik.
Semangat sepenuh hati itu membuka pikiran untuk
semakin cerdas menggali nilai-nilai Al Qur’an
sehingga membuat saya semakin berkualitas dalam
kerja (amal).
Semangat sepenuh hati itu mengharmoniskan
perasaan atau emosi yang positif sehingga apapun
yang saya kerjakan membuat saya semakin nyaman
dan senang
Semangat sepenuh hati itu mengundang banyak
kebaikan bagi saya. Ada ide, ada solusi, ada
100. 97
kemampuan yang tak terduga, ada apa saja yang
membuat apa yang saya kerjakan semakin baik.
Semangat sepenuh hati itu bisa memberikan saya hal
tak terduga yang membuat perasaan ini jadi lega dan
plong.
Dan banyak lagi saya bisa rasakan dengan semangat
sepenuh hati.
Akhirnya tidak ada tanpa izin Allah. Bahkan daun yang
jatuh di kegelapan malam pun sepengatahuan dan izin
Allah. Untuk itulah saya bermohon kepadaMU
59. Dan pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang
ghaib; tidak ada yang mengetahuinya kecuali Dia
sendiri, dan Dia mengetahui apa yang di daratan dan
di lautan, dan tiada sehelai daun pun yang gugur
melainkan Dia mengetahuinya (pula), dan tidak jatuh
sebutir biji-pun dalam kegelapan bumi, dan tidak
sesuatu yang basah atau yang kering, melainkan
tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfudz)" (QS
Al An’am, 6 : 59)
101. 98
Semangat sepenuh hati bukan sekedar membuat saya
bekerja luar biasa untuk mendapatkan pendapatan
(uang), tapi semangat sepenuh hati ini bisa
memberikan rasa tenang di hati sehingga mampu
menggerakkan kerja yang luar biasa dengan ikhlas,
semangat sepenuh hati memberi perasaan senang
yang bikin saya menjadi semakin “kaya” dalam bekerja,
semangat sepenuh hati pun memberi energi yang luar
biasa sehingga saya bekerja tanpa batas. Semangat
sepenuh hati itu tidak pernah padam sekalipun saya
sudah selesai mengerjakan pekerjaan saya, saya terus
semangat sepenuh hati dalam beristirahat, dalam
berolahraga, dalam makan dan minum, dalam akvititas
lainnya.
Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: "Tuhan
kami ialah Allah", kemudian mereka tetap istiqamah
maka tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan
mereka tiada (pula) berduka cita.
(Ahqaf, 46 : 14)
102. 99
Ayat di atas mengajak saya untuk menyimpulkan
bahwa hidup ini menemukan dan membutuhkan iman
kepada Allah. Berikutnya saya tetap dan terus
meningkatkan iman, maka Insya Allah saya dalam
kehidupan ini diberikan semangat sepenuh hati dalam
beramal yang saleh dengan hati yang tenang yaitu
tidak ada kekhawatiran dan tidak pula berduka cita.
Masihkah saya tidak mau belajar ? Iya, saya mau
belajar. Proses belajar pun mesti saya jalani sebagai
bentuk rasa syukur saya dimana Allah meminta
pertanggungjawaban saya dengan kesempatan yang
telah Allah berikan. Demi kehidupan saya yang
semakin baik di dunia dan di akhirat.
Dan sesungguhnya telah Kami mudahkan Al Qur'an
untuk pelajaran, maka adakah orang yang (MAU)
mengambil pelajaran?
(Al Qamar, 54 : 17, 22, 32, 40)
Kesungguhan mempelajari Al Qur’an yang merupakan
petunjuk yang benar dari Allah agar saya mampu
beriman dengan sebenarnya (menjadi muslim) menjadi
103. 100
bagian pertimbangan Allah dalam menyempurnakan
petunjukNya kepada saya. Jika tidak, Allah
memberikan balasan yang pedih dan menyusahkan
saya.
Barang siapa yang Allah menghendaki akan
memberikan kepadanya petunjuk, niscaya Dia
melapangkan dadanya untuk (memeluk agama) Islam.
Dan barang siapa yang dikehendaki Allah
kesesatannya, niscaya Allah menjadikan dadanya
sesak lagi sempit, seolah-olah ia sedang mendaki ke
langit. Begitulah Allah menimpakan siksa kepada
orang-orang yang tidak beriman.
( Al An’am ; 6 :125 )
104. 101
Bismillahirrahmaanirrahiim,
ya Allah ya Rabbi. Mohon Engkau mau
mendengarkan permohonan saya ini, sekalipun
tanpa saya bicara pun Engkau pasti tahu isi hati
saya. Inilah bentuk ibadah saya kepadaMU dimana
saya hambaMu dan Engkau yang Tuhan saya,
Tuhan semesta Alam.
Ya Allah yang Maha Menguasai diri kami yang
Maha Penerima Taubat yang Maha Pemaaf dan
Maha Pengampun yangMemberi Hidayah yang
Maha Tahu apa yang ada dalam hati kami yang
Maha Rahman yang Maha Rahiim, beri kami
kemampuan dengan petunjuMu untuk percaya dan
percaya sepenuh hati kepadaMU ya Allah swt.
Gerakkan hati kami agar menuntun tubuh ini untuk
memahami ayat demi ayatMU agar kami benar-
benar menjadi hamba yang Engkau rahmati
“percaya sepenuh hati”. Ya Allah Ya Mujib yang
Maha Mengabulkan doa,
Aamiin
106. 103
Daftar Pustaka
1. Al Qur’an
2. Pengetahuan dan Pengalaman hidup saya
3. Apa yang saya pikirkan dan apa yang saya
rasakan
4. Tidak luput semua orang disekitar saya dan
buku-buku yang menjadikan saya seperti saat ini
107. 104
Munir Hasan Basri
Kami sudah berkeluarga, isteri tercinta Wagiati Romlah
dengan 4 anak yang masih hidup, Nur Aini, Nur Fikri,
Nur Anisah dan Ahmad Fajri.
Dilahirkan di Pangkalpinang, propinsi Bangka-
Belitung, 4 Februari
1966 dari KH. Hasan
Basri Sulaiman dan H.
Maimunah. Menghabis
waktu sekolah di
Pangkal Pinang Sampai
SMP . Kami melanjutkan SMA di Bandung dan kuliah
di ITB.
Kami mulai bekerja di Federal Motor, kemudian di
Electrolux, PT. Rotaryana Prima dan akhirnya di
SANKEN. Mulai dari staf engineer, manager service,
manager sales dan marketing, training manager, call
center manager, general manager customer care dan
direktur customer care. Pengalaman mengikuti
berbagai pelatihan di dalam dan di luar negeri dan
108. 105
pengalaman kerja membuat kami merasa memiliki
banyak hal yang mesti dibagi untuk orang banyak. Saat
ini kami sudah mendisain dan menyampaikan
pelatihan yang bisa membangun diri yaitu kesadaran
spiritual. Kesadaran spiritual ini menjadi cikal bakal
kami mengembangkan berbagai pelatihan
pemberdayaan diri lainnya dengan keimanan. Buku ini
merupakan ungkapan dan pengalaman menerapkan
materi pemberdayaan diri yang kami kembangkan.
Buku ini merupakan komitmen kami untuk berbagi
dengan perjalanan kami dalam meraih kebenaran
lewat belajar sendiri, mempraktekkan sendiri,
masukan dari berbagai pelatihan yang pernah diikuti,
pengalaman selama bekerja sampai hari ini dan
pengalaman hidup berkeluarga.
Kami melengkapi buku ini dengan tanya jawab, sharing
pengalaman dan apapun lewat media social dan
kontak kami :
Whatapps : 087823659247
Email : munirhasanbasri@gmail.com
110. 107
Pelatihan Kesadaran Spiritual
Yang unik dari pelatihan ini adalah lokasi training,
peserta dan waktu. Lokasi atau training bisa dimana
saja yang penting nyaman bisa di rumah, di kantor, bisa
aula, bisa dimana saja. Peserta tidak dibatasi dan bisa
mulai dari 15 orang (satu keluarga, satu kelompok,
komunitas dan sebagainya) dan Waktunya bisa pilih
sebisa Anda.
111. 108
MENGAPA MENGIKUTI PELATIHAN INI ?
Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia
dalam bentuk yang sebaik-baiknya .
Kemudian Kami kembalikan Dia ke tempat yang
serendah-rendahnya (neraka),
Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan
amal saleh; Maka bagi mereka pahala yang tiada
putus-putusnya.
(At Tiin, 95 : 4 – 6)
Aku telah mencapai kesuksesan tapi
mengorbankan kehidupan pribadi dan keluarga.
Aku bahkan tidak yakin bahwa aku mengenal diriku
sendiri dan apa yang sebenarnya penting bagiku.
Apakah keberhasilan ini sepadan ?
( Stephen R Covey – 7 Habit)
Manusia diciptakan sempurna baik secara fisik
maupun non fisik. Mengoptimalkan kedua hal tersebut
dapat menyeleraskan manusia menuju Allah Swt
112. 109
dengan hasil kebaikan di dunia dan akhirat
(kesuksesan abadi). Fakta keseharian kita :
”Makin hari makin bertambah persoalan yang sulit
diselesaikan hanya dengan pikiran sehat saja”,
misalnya tidak punya pekerjaan tidak bisa hanya
diselesaikan hanya dengan
memberi pekerjaan, karena setelah itu akan
menimbulkan persoalan baru. Solusi lain harus
113. 110
diberikan secara paralel (atau terlebih dahulu) yaitu
solusi cara menyikapi persoalan dan tindakan
selanjutnya. Ada contoh lain yang mendukung hal ini,
yaitu ada seseorang dapat bekerja hanya dengan
memberi semangat untuk menyikapi persoalannya
(tidak diberikan pekerjaan) yang dihadapinya. Dan
bahkan solusi terakhir ini lebih baik dari solusi yang
pertama. Bagaimana dengan gabungan kedua solusi
tersebut ? Bisa jadi akan lebih baik lagi.
Banyak orang masih menganggap persoalan dunia
tidak dapat diselesaikan dengan solusi agama dan
sebaliknya. Bukankah Allah mengatur dunia dan
agama dalam satu kesatuan. Baca ayat di atas,
kesuksesan (dunia dan akhirat) itu dimulai dengan
beriman (yakin dengan ilmu) dan mengerjakan
(bertindak atau bekerja dengan ilmu) sesuai aturan
yang diberikan. Akibatnya adalah Al Qur’an sebagai
aturan dan ilmu yang memberikan jalan terbaik buat
manusia hanya sekedar dibaca bukan dikaji untuk
menyelesaikan persoalan manusia secara menyeluruh.
Seolah-olah kita percaya tapi tidak mau
114. 111
menerapakannya (beramal shaleh), apakah ini yang
disebut orang beriman ? Menurut KH. A. Dahlan
(pendiri Muhammadiyah), Ujung dari keyakinan itu
adalah tindakan atau perbuatan. Maka bukan hal luar
biasa, solusi atas setiap persoalan yang kita hadapi
hanya mengandalkan (bersumber) dari ilmu umum
atau pengalaman saja. Dengan kata lain, Al Qur’an
jarang dijadikan inspirasi atau sumber solusi. Apakah
iman kita seperti ini ?
Orang-orang Arab Badui itu berkata: "Kami telah
beriman". Katakanlah (kepada mereka): "Kamu belum
beriman, tetapi katakanlah: "Kami telah tunduk",
karena iman itu belum masuk ke dalam hatimu dan
jika kamu taat kepada Allah dan Rasul-Nya, Dia tiada
akan mengurangi sedikit pun (pahala) amalanmu;
sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang". (Al Hujurat, 49 : 14)
Banyak dari kita menjalankan ibadah tidak memberi
banyak manfaat dan terbukti bahwa kita mengatakan
telah melakukan ibadah dengan benar dan khusyuk.
115. 112
Bisa jadi hal ini dikarenakan ibadah yang kita lakukan
hanya sebatas ritual bukan penghayatan (nilai
spiritual). Lisan kita bisa dengan irama yang sangat
bagus (fasih) mengucapkan bacaan dalam ibadah, tapi
kenyataannya kita tidak merasakan apa-apa.
Bukankah ayat berikut mengindikasikan bahwa bila
benar ibadah kita (shalat), maka dapat mencegah
perbuatan keji dan mungkar. Kita belum dapat
memaknai ibadah kita sampai ke hati dan mungkin
116. 113
telah menjadi Tradisi, Ritual, Atribut dan Predikat
(TRAP).
Dan mereka tidak mengagungkan Allah dengan
pengagungan yang semestinya padahal bumi
seluruhnya dalam genggaman-Nya pada hari kiamat
dan langit digulung dengan tangan kanan-Nya. Maha
Suci Tuhan dan Maha Tinggi Dia dari apa yang
mereka persekutukan.
(Az Zumar, 39 : 67)
Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu
Al Kitab (Al Qur'an) dan dirikanlah salat.
Sesungguhnya salat itu mencegah dari (perbuatan-
perbuatan) keji dan mungkar. Dan sesungguhnya
mengingat Allah (salat) adalah lebih besar
(keutamaannya dari ibadah-ibadah yang lain). Dan
Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.
Al Ankabut, 29 : 45
Atas dasar itulah sebuah ungkapan berikut ini dapat
menyadarkan kita tentang hal di atas :
117. 114
“Semua krisis justru berangkat dari krisis spiritual
dan pengenalan diri terhadap Tuhan”
(EF Schumacher – A guide for perplexed, 1981).
Langkah awal dengan SADAR SPIRITUAL menjadikan
kita ”tuning” (nyambung) dengan Allah yang menuntun
kita kepada tindakan yang benar (solusi) lewat
kecerdasan spiritual, kecerdasan emosional dan
kecerdasan intelektual yang dizinkanNya.
TUJUAN
Maka mereka telah kembali kepada kesadaran dan
lalu berkata: "Sesungguhnya kamu sekalian adalah
orang-orang yang Menganiaya (diri sendiri)",
kemudian kepala mereka Jadi tertunduk [mereka
kembali membangkang setelah sadar ] (lalu berkata):
"Sesungguhnya kamu (hai Ibrahim) telah mengetahui
bahwa berhala-berhala itu tidak dapat berbicara."
Al Anbiyaa’, 21 : 64 -65
118. 115
Pelatihan ini menuntun dan mengajak Anda untuk
SADAR SPIRITUAL (cara dan praktek) yang menjadi
dasar dalam menjalani/menyelesaikan semua
persoalan yang Anda hadapi. Metode ini menjadi solusi
pelengkap yang sudah kita jalani (dimensi fisik/materi)
yang tidak dapat menyelesaikan persoalan hidup
secara menyeluruh. Selain itu kita dapat
mengaplikasikan metode dalam kehidupan sehari-hari
sehingga dapat memaknai secara mendalam tentang
kehidupan kita.
METODE PELATIHAN
Pelatihan ini menggabungkan metode workshop,
interaktif dan ceramah. Selain itu penyajiannya
disampaikan dengan menarik dan menyenangkan
(dengan permainan dan audio visual).
Dan peserta dapat merasakan pengalaman emosional
positif yang dapat menggugah kita menuju sikap dan
tindakan yang lebih baik.
SIAPA YANG HARUS IKUT PELATIHAN INI
119. 116
Bagi mereka yang belum menemukan solusi atas
persoalan yang dihadapi dan merasa tidak tenteram,
ingin memaknai kehidupan dan siapa saja yang ingin
meningkatkan kualitas pribadi. Dan
kelompok/organisasi/perusahaan yang ingin
meningkatkan perormance secara menyeluruh dengan
menyamakan pola pikir karyawan sehingga diperoleh
kerja sama dalam bekerja (bersinergi) dengan
lingkungan yang kondusif.
120. 117
Anda mau belajar dan berbagi dalam pemberdayaan
diri lewat kesadaran spiritual .. silakan hubungi kami
sekarang.
121. 118
Menggugat iman saya
Ilmu tidak cukup sekedar tahu dan paham tapi menjadi
sempurna dengan mengamalkannya. Buku ini
mengajak saya untuk mengamalkan buku pertama
saya, “semangat kerja”yang mampu membangkitkan
semangat sepenuh hati dengan cara atau metode
bertanya. Setiap pertanyaan selalu ada jawabannya,
kualitas pertanyaan dan jawaban menjadi indikasi
iman saya.
Metode bertanya terutama pada diri sendiri menjadi
sangat ampuh untuk mengevaluasi diri dan
jawabannya menjadi solusinya.
Semangat sepenuh hati tidak perlu dicari, tapi saya
bisa memulainya dari mengevaluasi level iman.
Ditambah lagi dengan banyak memahami Al Qur’an
agar menjadi semakin baik iman hari ini. Semakin baik
iman semakin mendekatkan saya kepada keridhaan
Allah. Insya Allah semangat sepenuh hati itu selalu
Bersama saya.