Produk hukum dan partisipasi masyarakat dalam dokumen tersebut membahas tentang jenis-jenis produk hukum seperti undang-undang, peraturan pemerintah, dan keputusan serta peran serta masyarakat dalam penyusunan peraturan dan pelaksanaan pemilu melalui sosialisasi, pendidikan pemilih, dan pengawasan."
3. HUKUM:=
UNDANG-UNDANG, PERATURAN, DAN
SEBAGAINYA UNTUK MENGATUR PERGAULAN
HIDUP MASYARAKAT
PRODUK =
HASIL; HASIL KERJA;
PRODUK HUKUM=
HASIL PROSES PEMBENTUKAN PERATURAN BERUPA
UNDANG-UNDANG, PERATURAN, DAN SEBAGAINYA
UNTUK MENGATUR PERGAULAN HIDUP MASYARAKAT
Kbbi:
4. Jenis – Jenis Produk Hukum
Regeling
• Bersifat mengatur dan
mengikat secara
umum (algemeen
bindende).
• Bersifat abstrak-umum
(tidak ditujukan
kepada individu
tertentu)
• Berlaku terus menerus
(dauerhaftig).
• Cth: UU, PP
, Permen
Beleidsregel
• Mengikat secara
umum.
• Bersifat abstrak-umum
atau
abstrak-individual.
• Berlaku terus menerus
(dauerhaftig).
• Cth: Surat Edaran (SE)
Beschikking
• Ditujukan kepada
individu (-individu)
tertentu.
• Bersifat final dan
kongkrit, nyata.
• Bersumber dari
kekuasaan eksekutif
(executive power).
• Cth: Keputusan
Vonis (putusan)
• Ditujukan kepada
individu (individu)
tertentu
• Bersifat kongkrit.
• Berlaku sekali selesai,
sesuai dengan waktu
yang ditentukan.
• Cth: Putusan
Pengadilan
5. Produk Hukum dan Hirarki / Tata Urutan
Peraturan Perundang-undangan (Pasal 7 ayat
1 UU 12/2011)
a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;
c. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;
d. Peraturan Pemerintah;
e. Peraturan Presiden;
f. Peraturan Daerah Provinsi; dan
g. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.
6. PENGUJIAN PRODUK HUKUM (UJI MATERI)
MK • Undang-undang thd UUD
MA • Peraturan di bawah UU thd UU
PTUN
• Keputusan Pejabat Administrasi
Negara
8. Kedudukan Peraturan KPU dalam
Peraturan Perundang-undangan
UU 12/2011 ttg Pembentukan Peraturan Perundang-undangan
Pasal 8
(1) Jenis Peraturan Perundang-undangan selain sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) mencakup peraturan yang ditetapkan
oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat,
Dewan Perwakilan Daerah, Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi,
Badan Pemeriksa Keuangan, Komisi Yudisial, Bank Indonesia, Menteri,
badan, lembaga, atau komisi yang
setingkat yang dibentuk dengan
Undang-Undang atau Pemerintah
atas perintah Undang-Undang, Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, Gubernur, Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah Kabupaten/Kota, Bupati/Walikota, Kepala Desa atau
yang setingkat.
(2) Peraturan Perundang-undangan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) diakui keberadaannya dan mempunyai
kekuatan hukum mengikat sepanjang
diperintahkan oleh Peraturan Perundang-
undangan yang lebih tinggi atau dibentuk
berdasarkan kewenangan.
a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;
c. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;
d. Peraturan Pemerintah;
e. Peraturan Presiden;
f. Peraturan Daerah Provinsi; dan
g. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.
PERATURAN KPU
9. PEDOMAN TEKNIS DAN KEPUTUSAN KPU
• Pasal 11 huruf b, huruf c dan huruf d Undang-undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan
Gubernur, Pemilihan Bupati dan Walikota menjadi Undang-undang sebagaimana telah
beberapa kali diubah, terakhir dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang
Perubahan Kedua Undang-undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur,
Pemilihan Bupati dan Walikota menjadi Undang-undang,
• memberikan kewenangandelegatif kepada KPU Provinsi untuk:
1.merencanakan dan menetapkan jadwal Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur;
2.menyusun dan menetapkan tata kerja KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota, PPK, PPS, dan
KPPS dalam Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur dengan memperhatikan pedoman dari
KPU;
3.menyusun dan menetapkan pedoman teknis untuk setiap tahapan penyelenggaraan Pemilihan
Gubernur dan Wakil Gubernur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
10. PEDOMAN TEKNIS DAN KEPUTUSAN
• Menurut Peraturan KPU Nomor 17 Tahun 2015 tentang Tata Naskah
Dinas di Lingkungan Komisi Pemilihan Umum, Pedoman Teknis
adalah Naskah Dinas pelaksanaan dari Peraturan KPU RI yang
memuat acuan yang bersifat umum yang perlu dijabarkan ke dalam
Petunjuk Teknis/Petunjuk Pelaksanaan atau Prosedur Standar
Operasional/Standard Operational Procedure.
• Lebih lanjut dijelaskan bahwa Pedoman Teknis ditetapkan dengan
Keputusan. Pedoman Teknis merupakan Lampiran Keputusan yang
merupakan satu kesatuan dari Keputusan tentang Pedoman
Teknis.
11. NASKAH DINAS KEPUTUSAN
• Naskah dinas Keputusan menurut Undang-undang Nomor 30 Tahun 2014
tentang Administrasi Pemerintahan disebut juga dengan Keputusan Administrasi
Pemerintahan yang juga disebut Keputusan Tata Usaha Negara atau Keputusan
Administrasi Negara yang selanjutnya disebut Keputusan adalah ketetapan
tertulis yang Dikeluarkan oleh Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan dalam
penyelenggaraan pemerintahan.
• Sedangkan menurut Peraturan KPU Nomor 17 Tahun 2015 tentang Tata Naskah
Dinas di Lingkungan Komisi Pemilihan Umum, Surat Keputusan adalah Naskah
Dinas yang memuat kebijakan yang bersifat menetapkan. Materi muatan
keputusan dapat berisi pelaksanaan dari Peraturan KPU RI serta mengikat KPU
RI, KPU Provinsi/KIP Aceh, KPU/KIP Kabupaten/Kota, Sekretariat Jenderal KPU
RI, Sekretariat KPU Provinsi/KIP Aceh, Sekretariat KPU/KIP Kabupaten/Kota,
dan pihak lain.
12. KEPUTUSAN KPU PROVINSI/KAB/KOTA
DALAM PILKADA
• Pengaturan lebih lanjut tentang kewenangan menyusun dan menetapkan Keputusan
tentang Pedoman Teknis setiap tahapan penyelenggaraan Pemilihan diatur dalam
ketentuan Pasal 22 ayat (1) huruf a dan huruf b Peraturan Komisi Pemilihan Umum
Nomor 8 Tahun 2019 Tentang Tata Kerja KPU, KPU Provinsi dan KPU Kabupaten Kota
yang menyatakan bahwa dalam penyelenggaraan Pemilihan Gubernur dan Wakil
Gubernur, Komisi Pemilihan Umum Provinsi bertugas dan berwenang merencanakan dan
menetapkan program dan anggaran serta jadwal penyelenggaraan Pemilihan.
• Juga diatur dalam ketentuan Pasal 8 huruf a Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor
15 Tahun 2019 Tentang Tahapan, Program dan Jadwal Penyelenggaraan Pemilihan
Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan / atau Wali Kota dan Wakil
Wali Kota Tahun 2020 mengamanatkan KPU Provinsi untuk menyusun dan menetapkan
Pedoman teknis tahapan, program dan jadwal penyelenggaraan Pemilihan Gubernur dan
Wakil Gubernur.
13. KEPUTUSAN KPU PROVINSI/KAB/KOTA
DALAM PILKADA
• ketentuan Pasal 4 ayat (1) huruf b dan ayat (3) Peraturan Komisi
Pemilihan Umum Nomor 15 Tahun 2019 Tentang Tahapan,
Program dan Jadwal Penyelenggaraan Pemilihan Gubernur dan
Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan / atau Wali Kota
dan Wakil Wali Kota Tahun 2020 menegaskan bahwa Penyusunan
Peraturan merupakan bagian dari Tahapan Persiapan Pemilihan,
dimana termasuk dalam tahapan ini adalah Penyusunan
Keputusan Penyelenggaraan Pemilihan.
14. PENGATURAN PARTISIPASI MASYARAKAT
PKPU
• Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 8 Tahun 2017 tentang
Sosialisasi, Pendidikan Pemilih dan Partisipasi Masyarakat dalam Pemilihan,
Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Wali Kota dan Wakil Wali Kota
KEP KPU PROVINSI SULUT
• Kpt KPU Prov Sulut Nomor :144/PP.06.2-Kpt/71/Prov/X/2019 Tentang
Pedoman Teknis Pelaksanaan Sosialisasi, Pendidikan Pemilih Dan Partisipasi
Masyarakat Dalam Pemilihan Gubernur Dan Wakil Gubernur Sulawesi
Utara Tahun 2020.
15. PARTISIPASI MASYARAKAT
PARTISIPASI MASYARAKAT ADALAH KETERLIBATAN PERORANGAN DAN/ATAU KELOMPOK MASYARAKAT DALAM PENYELENGGARAAN
PEMILIHAN
• HAK MASYARAKAT DALAM PENYELENGGARAAN PARTISIPASI MASYARAKAT, WARGA MASYARAKAT BERHAK:
• A. MEMPEROLEH INFORMASI PUBLIK TERKAIT DENGAN PEMILIHAN SESUAI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN;
• B. MENYAMPAIKAN DAN MENYEBARLUASKAN INFORMASI PUBLIK TERKAIT DENGAN PEMILIHAN;
• C. BERPENDAPAT ATAU MENYAMPAIKAN PIKIRAN, LISAN DAN TULISAN;
• D. IKUT SERTA DALAM PROSES PENYUSUNAN KEBIJAKAN ATAU PERATURAN TERKAIT PEMILIHAN;
• E. IKUT SERTA DALAM SETIAP TAHAPAN PEMILIHAN;
• F. IKUT SERTA DALAM EVALUASI DAN PENGAWASAN PENYELENGGARAAN PEMILIHAN;
• G. MELAKUKAN KONFIRMASI BERDASARKAN HASIL PENGAWASAN ATAU PEMANTAUAN PEMILIHAN; DAN
• H. MEMBERI USULAN TINDAK LANJUT ATAS HASIL PENGAWASAN ATAU PEMANTAUAN PEMILIHAN.
16. PARTISIPASI MASYARAKAT
KEWAJIBAN MASYARAKAT DALAM PENYELENGGARAAN PARTISIPASI MASYARAKAT
A. MENGHORMATI HAK ORANG LAIN;
B.BERTANGGUNG JAWAB ATAS PENDAPAT DAN TINDAKANNYA DALAM
BERPARTISIPASI;
C.MENJAGA PELAKSANAAN PARTISIPASI MASYARAKAT SESUAI DENGAN ASAS
PENYELENGGARA PEMILIHAN; DAN D. MENJAGA ETIKA DAN SOPAN SANTUN
BERDASARKAN BUDAYA MASYARAKAT.
17. PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM
TAHAPAN-TAHAPAN PEMILIHAN
Keterlibatan masyarakat dalam penyelenggaraan
Pemilihan terdiri atas:
a. keterlibatan dalam penyusunan kebijakan atau
peraturan;
b. keterlibatan dalam tahapan Pemilihan; dan/atau
c. keterlibatan dalam evaluasi penyelenggaraan
Pemilihan.
18. Keterlibatan masyarakat dalam penyusunan
kebijakan atau peraturan
a. melakukan identifikasi dan memberikan masukan terhadap kebutuhan hukum yang sesuai dengan kebijakan atau peraturan
perundang-undangan yang akan dibentuk;
b. mendorong pejabat yang berwenang membentuk peraturan perundang-undangan untuk segera menetapkan dan mengesahkan
peraturan perundang-undangan;
c. melakukan penelitian terhadap perkembangan kebutuhan hukum yang sesuai dengan kebijakan atau peraturan perundang-
undangan yang akan dibentuk;
d. memberikan bantuan keahlian dalam penyusunan naskah akademik dan/atau rancangan peraturan perundang-undangan;
e. mengikuti persidangan pembahasan penyusunan kebijakan atau peraturan yang dinyatakan terbuka untuk umum;
f. menyebarluaskan kebijakan atau peraturan perundang- undangan;
g. mendukung penyediaan sumber daya pelaksanaan kebijakan dan peraturan perundang-undangan;
h. memberikan pendampingan hukum atau bantuan hukum;
i. mengajukan keberatan terhadap pemberlakuan kebijakan atau peraturan perundang-undangan; dan/atau
j. melakukan pemantauan dan penilaian terhadap pelaksanaan kebijakan atau peraturan perundang-undangan.
19. INFORMASI PUBLIK
PRODUK HUKUM:
1. UU NOMOR 14 TAHUN 2008 TTG KEBEBASAN
INFORMASI PUBLIK
2. PERATURAN KPU NOMOR 1 TAHUN 2015
3. PERATURAN KOMISI INFORMASI NOMOR 1 TAHUN
2019
20. INFORMASI PUBLIK ADALAH
Informasi yang dihasilkan disimpan, dikelolah,
dikirim dan/atau diterima KPU/KPU
Prov/Kab/Kota yang berkaitan dengan KPU
disemua jenjang dan penyelenggaraan Pemilu,
serta Informai lain yang berkaitan dengan
kepentingan publik
21. Pemohon Informasi Publik
Warga negara dan/atau badan hukum Indonesia yang
mengajukan permintaan informasi Publik
Setiap orang berhak memeroleh informasi public
Setiap orang berhak melihat dan mengetahui informasi ,
mendapatkan Salinan informasi, menyebarluaskan informasi
public, mengajukan permintaan informasi publik dan
mengajukan gugatan apabila terdapat hambatan dalam
memeroleh informasi public
22. Kategori
1. Informasi yang diumumkan secara berkala
2. Informasi yang diumumkan serta merta
3. Informasi yang disediakan setiap saat
4. Informasi yang dikecualikan
23. Mekanisme Layanan Informasi Publik
Setiap pemohon informasi public dapat
mengajukan permohon untuk mendapatkan
informasi public kepada KPU / KPU
Prov/Kab/Kota melalui PPID
Permohonan tertulis dan tidak tertulis
28. Dasar Hukum Utama Konstruksi Penegakan Hukum Pilkada
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang
Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-
Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan
Gubernur, Bupati, Dan Walikota Menjadi Undang-
Undang sebagaimana telah beberapa kali diubah,
terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun
2020 Tentang Penetapan Perppu Nomor 2 Tahun
2020 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 2015
29. PENEGAKAN HUKUM PEMILIHAN
(ELECTORAL LAW ENFORCEMENT)
PENEGAKAN
HUKUM
PEMILIHAN
SENGKETA
SENGKETA PEMILIHAN
ANTAR PESERTA
PESERTA VS PENYELENGGARA /
sengketa TUN
(BAWASLU PTUN-KASASI MA)
SENGKETA HASIL
(MAHKAMAH KONSTITUSI)
PELANGGARAN
PELANGGARAN PIDANA
(BAWASLU GAKUMDU) PNPT
PELANGGARAN ADMINISTRATIF
PAP BIASA
(BAWASLU KPU)
PAP-TSM
(BAWASLU MAHKAMAH
AGUNG)
PELANGGARAN KODE ETIK
(DKPP/ KPU KAB)
30. DEFINISI
Pelanggaran Administrasi Pemilihan
Pelanggaran administrasi Pemilihan adalah pelanggaran yang
meliputi tata cara, prosedur, dan mekanisme yang
berkaitan dengan administrasi pelaksanaan Pemilihan dalam
setiap tahapan penyelenggaraan Pemilihan di luar tindak
pidana Pemilihan dan pelanggaran kode etik penyelenggara
Pemilihan. (Psl 138 UU No.8/2015)
31. DEFINISI
Tindak Pidana Pemilihan
Tindak pidana Pemilihan merupakan
pelanggaran atau kejahatan terhadap
ketentuan Pemilihan sebagaimana diatur
dalam Undang-Undang ini. (Psl 145 UU
No.1/2015)
32. Pelanggaran Kode Etik Penyelenggara
Pemilihan
Pelanggaran kode etik penyelenggara Pemilihan
adalah pelanggaran terhadap etika penyelenggara
Pemilihan yang berpedoman pada sumpah
dan/atau janji sebelum menjalankan tugas sebagai
penyelenggara Pemilihan. (Psl 136 UU No. 1/2015)
KERANGKA HUKUM PEMILIHAN 2020
33. Sengketa Pemilihan
Sengketa Pemilihan terdiri atas a) sengketa antarpeserta Pemilihan; dan b)
sengketa antara Peserta Pemilihan dan penyelenggara Pemilihan sebagai
akibat dikeluarkannya Keputusan KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota. (Psl
142 UU No. 8/2015)
Sengketa/Perselisihan Hasil
Perselisihan hasil Pemilihan merupakan perselisihan antara
KPU Provinsi dan/atau KPU Kabupaten/Kota dan Peserta
Pemilihan mengenai penetapan perolehan suara hasil
Pemilihan. (Psl 156 UU No.10/2016)
2 KERANGKA HUKUM PEMILIHAN 2020
34. PELANGGARAN ADMINISTRASI
PELANGGARAN KODE ETIK
SENGKETA PEMILIHAN
TINDAK PIDANA
SENGKETA/ PERSELISIHAN HASIL
Diperiksa, diadili, dan
diputus MK
Dilaporkan ke,
diperiksa,
diklarifikasi oleh
Bawaslu
KPU
DKPP
GAKKUMDU
PT TUN MA
MEKANISME PENYELESAIAN
36. KETERKAITAN PELANGGARAN
ADMINISTRASI DAN PIDANA
ADMINISTRASI
Pelanggaran tertentu hanya
dikenakan sanksi
administratif
ADMINISTRASI +
PIDANA
Pelanggaran tertentu dikenakan
sanksi pidana dan administrasi
PIDANA
Pelanggaran Tertentu
dikenakan sanksi pidana
37. Pelanggaran Pidana
Tahapan Mutarlih*)
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang
Pemilihan Gubernur, Bupati, Dan Walikota Menjadi Undang-Undang
sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Undang-
Undang Nomor 6 Tahun 2020 Tentang Penetapan Perppu Nomor 2
Tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor
1 Tahun 2015
*) Mutarlih: Pemutahiran Data Pemilih
38. Pasal 177A (UU 1/2015)
BUNYI PASAL UNSUR PASAL SANKSI
Setiap orang yang dengan sengaja
memberikan keterangan yang tidak benar
mengenai diri sendiri atau diri orang lain
tentang suatu hal yang diperlukan untuk
pengisian daftar pemilih, dipidana dengan
pidana penjara paling singkat 3 (tiga)
bulan dan paling lama 12 (dua belas)
bulan dan denda paling sedikit
Rp3.000.000,00 (tiga juta rupiah) dan
paling banyak Rp12.000.000,00 (dua
belas juta rupiah).
Setiap orang;
Dengan sengaja;
Memberikan keterangan
yang tidak benar mengenai
diri sendiri atau diri orang lain
tentang suatu hal;
Diperlukan untuk pengisian
daftar pemilih.
Pidana penjara paling singkat 3
(tiga) bulan dan paling lama 12
(dua belas) bulan dan;
Denda paling sedikit
Rp3.000.000,00 (tiga juta rupiah)
dan paling banyak
Rp12.000.000,00 (dua belas juta
rupiah).
39. Pasal 177A ayat (1) UU 10/2016
BUNYI PASAL UNSUR PASAL SANKSI
Setiap orang yang dengan sengaja
melakukan perbuatan melawan hukum
memalsukan data dan daftar pemilih
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58,
dipidana dengan pidana penjara paling
singkat 12 (dua belas) bulan dan paling
lama 72 (tujuh puluh dua) bulan dan
denda paling sedikit Rp12.000.000,00
(dua belas juta rupiah) dan denda
paling banyak Rp72.000.000,00 (tujuh
puluh dua juta rupiah).
Setiap orang;
Dengan sengaja;
Melakukan
perbuatan
melawan hukum
memalsukan
data dan daftar
pemilih.
Pidana penjara paling
singkat
12 (dua belas) bulan dan
paling lama 72 (tujuh puluh
dua) bulan
Denda paling sedikit
Rp12.000.000,00 (dua
belas juta rupiah) dan
paling banyak
Rp72.000.000,00 (tujuh
puluh dua juta rupiah).
Pasal 58 semua jenis daftar pemilih
40. Pasal 177b UU 10/2016
BUNYI PASAL UNSUR PASAL SANKSI
Anggota PPS, anggota PPK, anggota KPU
Kabupaten/Kota, dan anggota KPU
Provinsi yang dengan sengaja melakukan
perbuatan melawan hukum tidak
melakukan verifikasi dan rekapitulasi
terhadap data dan daftar pemilih
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58,
dipidana dengan pidana penjara paling
singkat 24 (dua puluh empat) bulan dan
paling lama 72 (tujuh puluh dua) bulan dan
denda paling sedikit Rp24.000.000,00 (dua
puluh empat juta rupiah)
dan paling banyak Rp72.000.000,00
Anggota PPS, anggota
PPK, anggota KPU
Kabupaten/Kota, dan
anggota KPU Provinsi
Dengan sengaja
Melakukan perbuatan
melawan hukum tidak
melakukan verifikasi
dan rekapitulasi
terhadap data dan
daftar pemilih
sebagaimana
dimaksud dalam Pasal
58.
Pidana penjara paling singkat
24 (dua puluh empat) bulan
dan paling lama 72 (tujuh
puluh dua) bulan;
Denda paling sedikit
Rp24.000.000,00 (dua
puluh empat juta rupiah)
dan paling banyak
Rp72.000.000,00
41. Pasal 178 (UU 1/2015)
BUNYI PASAL UNSUR PASAL SANKSI
Setiap orang yang dengan sengaja
menyebabkan orang lain kehilangan
hak pilihnya, dipidana dengan
pidana penjara paling singkat 12
(dua belas) bulan dan paling lama
24 (dua puluh empat) bulan dan
denda paling sedikit
Rp12.000.000,00 (dua belas juta
rupiah) dan paling banyak
Rp24.000.000,00 (dua puluh empat
juta rupiah).
Setiap orang
Dengan sengaja
Menyebabkan orang lain
kehilangan hak pilihnya
Pidana penjara paling singkat
12 (dua belas) bulan dan paling
lama 24 (dua puluh empat) bulan
Denda paling sedikit
Rp12.000.000,00 (dua belas juta
rupiah) dan paling banyak
Rp24.000.000,00 (dua puluh
empat juta rupiah).
42. Pasal 179 (UU 1/2015)
BUNYI PASAL UNSUR
PASAL
SANKSI
Setiap orang yang dengan sengaja
memalsukan surat yang menurut suatu
aturan dalam Undang-Undang ini diperlukan
untuk menjalankan suatu perbuatan dengan
maksud untuk digunakan sendiri atau orang
lain sebagai seolah-olah surat sah atau
tidak dipalsukan,
dipidana dengan pidana penjara paling
singkat 36 (tiga puluh enam) bulan dan
paling lama 72 (tujuh puluh dua) bulan dan
denda paling sedikit Rp36.000.000,00 (tiga
puluh enam juta rupiah) dan paling banyak
Rp72.000.000,00 (tujuh puluh dua juta
rupiah).
Setiap orang
Dengan sengaja
Memalsukan
surat yang
menurut suatu
aturan dalam
Undang- Undang
ini
Diperlukan untuk
menjalankan
Pidana penjara paling
singkat
12 (dua belas) bulan dan
paling lama 24 (dua
puluh empat) bulan
Denda paling sedikit
Rp12.000.000,00 (dua
belas juta rupiah) dan
paling banyak
Rp24.000.000,00 (dua
puluh empat juta
43. Pasal 179 (UU 1/2015)
BUNYI PASAL UNSUR
PASAL
SANKSI
Setiap orang yang dengan sengaja
memalsukan surat yang menurut suatu
aturan dalam Undang-Undang ini diperlukan
untuk menjalankan suatu perbuatan dengan
maksud untuk digunakan sendiri atau orang
lain sebagai seolah-olah surat sah atau
tidak dipalsukan,
dipidana dengan pidana penjara paling
singkat 36 (tiga puluh enam) bulan dan
paling lama 72 (tujuh puluh dua) bulan dan
denda paling sedikit Rp36.000.000,00 (tiga
puluh enam juta rupiah) dan paling banyak
Rp72.000.000,00 (tujuh puluh dua juta
rupiah).
Setiap orang
Dengan sengaja
Memalsukan surat
yang menurut suatu
aturan dalam Undang-
Undang ini
Diperlukan untuk
menjalankan suatu
perbuatan dengan
maksud untuk
digunakan sendiri atau
orang lain sebagai
seolah-olah surat sah
atau tidak dipalsukan
Pidana penjara paling singkat
36 (tiga puluh enam) bulan dan
paling lama 72 (tujuh puluh dua)
bulan dan;
Denda paling sedikit
Rp36.000.000,00 (tiga puluh enam
juta rupiah) dan paling banyak
Rp72.000.000,00 (tujuh puluh dua
juta rupiah).
44. Pasal 182 (UU 1/2015)
BUNYI PASAL UNSUR
PASAL
SANKSI
Setiap orang yang dengan kekerasan atau
dengan ancaman kekuasaan yang ada
padanya saat pendaftaran pemilih
menghalang-halangi seseorang untuk
terdaftar sebagai pemilih dalam
Pemilihan menurut Undang-Undang ini,
dipidana dengan pidana penjara paling
singkat 12 (dua belas) bulan dan paling
lama 36 (tiga puluh enam) bulan dan
denda paling sedikit Rp12.000.000,00
(dua belas juta rupiah) dan paling banyak
Rp36.000.000,00 (tiga puluh enam juta
rupiah).
• Setiap orang
• dengan kekerasan atau
• dengan ancaman
kekuasaan yang ada
padanya
• saat pendaftaran
pemilih menghalang-
halangi seseorang
untuk terdaftar
sebagai pemilih dalam
Pemilihan menurut
Undang-Undang ini
Pidana penjara paling singkat
12 (dua belas) bulan dan paling
lama 36 (tiga puluh enam) bulan
dan;
Denda paling sedikit
Rp12.000.000,00 (dua belas juta
rupiah) dan paling banyak
Rp36.000.000,00 (tiga puluh
enam juta rupiah).
46. Contoh Pelanggaran Administrasi Kampanye
Pasal 69 huruf i dan j: “Dalam Kampanye dilarang:
i. menggunakan tempat ibadah dan tempat pendidikan;
J. melakukan pawai yang dilakukan dengan berjalan kaki dan/atau dengan kendaraan
di jalan raya;”
Pasal 72 ayat 2: “Pelanggaran atas ketentuan larangan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 69 huruf i dan huruf j, dikenai sanksi:
a. peringatan tertulis walaupun belum menimbulkan gangguan; dan/atau
b. penghentian kegiatan Kampanye di tempat terjadinya pelanggaran atau di
seluruh daerah Pemilihan setempat jika terjadi gangguan terhadap keamanan
yang berpotensi menyebar ke daerah lain.”
47. Pelanggaran AdministrasiTSM (Kampanye) – 1
pelanggaran dikenai sanksi administrasi dan pidana
• Pasal 72
• Calon dan/atau tim Kampanye dilarang menjanjikan dan/atau
memberikan uang atau materi lainnya untuk mempengaruhi
penyelenggara Pemilihan dan/atau Pemilih
• (penjelasan: yang tidak termasuk “memberikan uang atau materi
lainnya” meliputi pemberian biaya makan minum peserta kampanye,
biaya transpor peserta kampanye, biaya pengadaan bahan kampanye
pada pertemuan terbatas dan/atau pertemuan tatap muka dan dialog,
dan hadiah lainnya berdasarkan nilai kewajaran dan kemahalan suatu
daerah yang ditetapkan dengan Peraturan KPU.)
• Pasal 71 ayat 3 PKPU 4/2017 Biaya makan, minum, dan
transportasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilarang
diberikan dalam bentuk uang.
48. Pasal 72 ayat 2 dan 5
•2) Calon yang terbukti melakukan pelanggaran
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berdasarkan
putusan Bawaslu Provinsi dapat dikenai sanksi
administrasi pembatalan sebagai pasangan calon oleh
KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota.
•5) Pemberian sanksi administrasi terhadap pelanggaran
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak
menggugurkan sanksi pidana.
50. Pasal 187 ayat 1 UU 1/2015
• Setiap orang yang dengan sengaja melakukan Kampanye di
luar jadwal waktu yang telah ditetapkan oleh KPU Provinsi
dan KPU Kabupaten/Kota untuk masing-masing calon,
dipidana dengan pidana penjara paling singkat 15 (lima belas)
hari atau paling lama 3 (tiga) bulan dan/atau denda paling
sedikit Rp100.000,00 (seratus ribu rupiah) atau paling banyak
Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah).
51. Pasal 187 ayat 2 UU 1/2015
• Setiap orang yang dengan sengaja melanggar
ketentuan larangan pelaksanaan Kampanye sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 69 huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, atau huruf f
dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) bulan atau
paling lama 18 (delapan belas) bulan dan/atau denda paling sedikit
Rp600.000.00 (enam ratus ribu rupiah) atau paling banyak
Rp6.000.000.00 (enam juta rupiah).
52. Pasal 69 huruf a-f (UU 8/2015)
• Dalam kampanye dilarang:
• a. Mempersoalkan dasar negara Pancasila dan Pembukaan Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945;
• b.Menghina seseorang, agama, suku, ras, golongan, Calon Gubernur, Calon Wakil Gubernur, Calon Bupati, Calon Wakil
Bupati, Calon Walikota, Calon Wakil Walikota, dan/atau Partai;
• c. Melakukan Kampanye berupa menghasut, memfitnah, mengadu domba Partai Politik, perseorangan, dan/ataukelompok
masyarakat;
• d.Menggunakan kekerasan, ancaman kekerasan atau menganjurkan penggunaan kekerasan kepada perseorangan,
kelompok masyarakat dan/atau Partai Politik;
• e. Mengganggu keamanan, ketenteraman, dan ketertiban umum;
• f. Fmengancam dan menganjurkan penggunaan kekerasan untuk mengambil alih kekuasaan dari pemerintahan yang sah;
53. Pasal 187 ayat 3 UU 1/2015
• Setiap orang yang dengan sengaja melanggar ketentuan
larangan pelaksanaan Kampanye Pemilihan Bupati/Walikota
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 huruf g, huruf h,
huruf i, atau huruf j dipidana dengan pidana penjara paling
singkat 1 (satu) bulan atau paling lama 6 (enam) bulan
dan/atau denda paling sedikit Rp100.000,00 (seratus ribu
rupiah) atau paling banyak Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah).
54. Pasal 69 huruf g-j (UU 8/2015) :
• g. Merusak dan/atau menghilangkan alat peraga
Kampanye;
• h. Menggunakan fasilitas dan anggaran Pemerintah dan
Pemerintah Daerah;
• i. Menggunakan tempat ibadah dan tempat pendidikan;
55. Pasal 70 ayat 1 UU Pemilihan
• (1) Dalam kampanye, pasangan calon dilarang melibatkan:
• a pejabat badan usaha milik negara/badan usaha milik daerah;
• b aparatur sipil Negara, anggota Kepolisian Negara Republik
Indonesia, dan anggota Tentara Nasional Indonesia; dan
• c Kepala Desa atau sebutan lain/Lurah dan perangkat Desa atau
sebutan lain/perangkat Kelurahan.
56. Pasal 189
• Calon Gubernur, Calon Wakil Gubernur, Calon Bupati, Calon Wakil Bupati, Calon
Walikota, dan Calon Wakil Walikota yang dengan sengaja melibatkan pejabat badan
usaha milik negara, pejabat badan usaha milik daerah, Aparatur Sipil Negara, anggota
Kepolisian Negara Republik Indonesia, anggota Tentara Nasional Indonesia, dan
kepala desa atau sebutan lain/lurah serta perangkat desa atau sebutan lain/perangkat
kelurahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 70 ayat (1), dipidana dengan pidana
penjara paling singkat 1 (satu) bulan atau paling lama 6 (enam) bulan dan/atau denda
paling sedikit Rp600.000,00 (enam ratus ribu rupiah) atau paling banyak
Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah).
57. Pasal 71
• Pejabat negara, pejabat daerah, pejabat aparatur
sipil negara, anggota TNI/POLRI, dan Kepala
Desa atau sebutan lain/Lurah dilarang membuat
keputusan dan/atau tindakan yang menguntungkan
atau merugikan salah satu pasangan calon.
58. Pasal 188
• Setiap pejabat negara, pejabat Aparatur Sipil Negara, dan Kepala
Desa atau sebutan lain/Lurah yang dengan sengaja melanggar
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71, dipidana dengan
pidana penjara paling singkat 1 (satu) bulan atau paling lama 6
(enam) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp600.000,00 (enam
ratus ribu rupiah) atau paling banyak Rp6.000.000,00 (enam juta
rupiah).
59. Pasal 71 ayat 2, 3, 4, 5, 6
• (2) Gubernur atau Wakil Gubernur, Bupati atau Wakil Bupati, dan Walikota atau Wakil Walikota dilarang melakukan
penggantian pejabat 6 (enam) bulan sebelum tanggal penetapan pasangan poe calon sampai dengan akhir masa jabatan
kecuali mendapat persetujuan tertulis dari Menteri.
• (3) Gubernur atau Wakil Gubernur, Bupati atau Wakil Bupati, dan Walikota atau Wakil Walikota dilarang menggunakan
kewenangan, program, dan kegiatan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan poe calon baik di daerah
sendiri maupun di daerah lain dalam waktu 6 (enam) bulan sebelum tanggal penetapan pasangan poe calon sampai dengan
penetapan pasangan poe calon terpilih.
• (4) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (3) berlaku juga untuk penjabat Gubernur atau
Penjabat Bupati/Walikota.
• (5) Dalam hal Gubernur atau Wakil Gubernur, Bupati atau Wakil Bupati, dan Walikota atau Wakil Walikota selaku petahana
melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3), petahana tersebut dikenai sanksi pembatalan sebagai
calon oleh KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota.
• (6) Sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (3) yang bukan petahana diatur sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
60. Pasal 162 ayat 3
• (3) Gubernur, Bupati, atau Walikota yang akan
melakukan penggantian pejabat di lingkungan
Pemerintah Daerah Provinsi atau
Kabupaten/Kota, dalam jangka waktu 6 (enam)
bulan terhitung sejak tanggal pelantikan harus
mendapatkan persetujuan tertulis dari Menteri.
61. Pasal 190
• Pejabat yang melanggar ketentuan Pasal 71 ayat (2)
atau Pasal 162 ayat (3), dipidana dengan pidana
penjara paling singkat 1 (satu) bulan atau paling
lama 6 (enam) bulan dan/atau denda paling sedikit
Rp600.000,00 (enam ratus ribu rupiah) atau paling
banyak Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah).
62. Pasal 187 ayat 4 UU 1/2015
• Setiap orang yang dengan sengaja mengacaukan,
menghalangi, atau mengganggu jalannya Kampanye,
dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu)
bulan atau paling lama 6 (enam) bulan dan/atau denda
paling sedikit Rp600.000,00 (enam ratus ribu ruplah) atau
paling banyak Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah).
64. Pelanggaran Administrasi Dana Kampanye
Pasal 76 ayat 1 UU Pemilihan Jo. Psl 49 dan 56 PKPU 12/2020
Partai Politik dan/atau gabungan Partai Politik yang mengusulkan pasangan calon
dan pasangan calon perseorangan dilarang menerima sumbangan atau bantuan
lain untuk Kampanye yang berasal dari:
a negara asing, lembaga swasta asing, lembaga swadaya masyarakat asing dan
warga negara asing;
b penyumbang atau pemberi bantuan yang tidak jelas identitasnya;
c Pemerintah dan Pemerintah Daerah; dan
d badan usaha milik negara, badan usaha milik Daerah, BUMDes atau sebutan
lain
65. Pasal 76 ayat 3 dan 4
(3) Partai Politik dan/atau gabungan Partai Politik yang
mengusulkan pasangan calon, yang melanggar
ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai
sanksi berupa pembatalan pasangan calon yang
diusulkan.
(4) Pasangan calon yang melanggar ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai sanksi
berupa pembatalan sebagai pasangan calon.
66. Pasal 52 PKPU 5/2017
Partai Politik atau
Gabungan Partai Politik
dan Pasangan Calon
Perseorangan yang
melanggar ketentuan
sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 7 ayat (1),
ayat (2) dan ayat (3), dan
Pasal 9 ayat (1)
sanksi berupa
pembatalan
sebagai Pasangan
Calon sebagaimana
diatur dalam
Undang-Undang
tentang Pemilihan
67. Pasal 7 PKPU 5/2017
(1) Dana Kampanye yang berasal dari Partai Politik atau Gabungan Partai Politik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2), nilainya
paling banyak Rp750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah) setiap Partai Politik selama masa Kampanye.
(2) Dana Kampanye yang berasal dari sumbangan pihak lain perseorangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3) huruf a,
paling banyak Rp75.000.000,00 (tujuh puluh lima juta rupiah) selama masa Kampanye.
(3) Dana Kampanye yang berasal dari sumbangan pihak lain kelompok atau badan hukum swasta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5
ayat (3) huruf b dan huruf c, nilainya paling banyak Rp750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah) selama masa Kampanye.
(4) Dana Kampanye yang berasal dari Partai Politik, Gabungan Partai Politik, pihak lain perseorangan, ataupihak lain kelompok atau
hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3), bersifat kumulatif selama penyelenggaraan Kampanye.
68. Pasal 9
(1) Pasangan Calon perseorangan dan Partai Politik atau Gabungan Partai Politik yang mengusulkan
Pasangan Calon, yang menerima sumbangan melebihi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7
ayat (1), ayat (2), dan ayat (3):
a. dilarang menggunakan dana dimaksud;
b. wajib melaporkan kepada KPU Provinsi/KIP Aceh untuk Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur dan
KPU/KIP Kabupaten/Kota untuk Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati atau Walikota dan Wakil Walikota;
c. menyerahkan sumbangan tersebut ke kas Negara paling lambat 14 (empat belas) hari setelah masa
Kampanye berakhir; dan
d. wajib menyerahkan bukti setoran ke kas Negara sebagaimana dimaksud dalam huruf c kepada KPU
Provinsi/KIP Aceh atau KPU/KIP Kabupaten/Kota sesuai dengan tingkatannya, paling lambat 14 (empat
belas) Hari setelah masa Kampanye berakhir.
69. Pasal 53 PKPU 5/2017
Pasangan Calon yang melanggar ketentuan
pembatasan pengeluaran Dana Kampanye
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (4),
dikenai sanksi berupa pembatalan sebagai
Pasangan Calon
70. Pasal 12 ayat 4 PKPU 12/2020
Pembatasan pengeluaran Dana Kampanye sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan dengan
Keputusan KPU Provinsi/KIP Aceh untuk Pemilihan Gubernur
dan Wakil Gubernur dan Keputusan KPU/KIP Kabupaten/Kota
untuk Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati atau Walikota dan
Wakil Walikota dengan memerhatikan hasil rapat koordinasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (3).
71. Pasal 54 PKPU 5/2017
Pasangan Calon yang terlambat menyampaikan
LPPDK kepada KPU Provinsi/KIP Aceh atau KPU/KIP
Kabupaten/Kota sampai batas waktu yang ditentukan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (1) dan
ayat (2), dikenai sanksi berupa pembatalan sebagai
Pasangan Calon.
72. Pasal 34 ayat 1 dan 2 PKPU 5/2017
(1) Pasangan Calon menyampaikan LPPDK kepada KPU
Provinsi/KIP Aceh untuk Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur
dan KPU/KIP Kabupaten/Kota untuk Pemilihan Bupati dan Wakil
Bupati atau Walikota dan Wakil Walikota paling lambat 1 (satu)
hari setelah masa Kampanye berakhir.
(2) LPPDK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan
kepada KPU Provinsi/KIP Aceh atau KPU/KIP Kabupaten/Kota
paling lambat pukul 18.00 waktu setempat.
73. Pasal 55
(1) Dalam hal KAP yang ditunjuk untuk melaksanakan audit diketahui tidak memberikan informasi
yang benar mengenai persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat
(2), KAP yang bersangkutan dibatalkan pekerjaannya dengan terlebih dahulu dilakukan klarifikasi.
(2) KAP yang dibatalkan pekerjaannya sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tidak berhak
mendapatkan pembayaran jasa.
(3) KPU Provinsi/KIP Aceh dan/atau KPU/KIP Kabupaten/Kota menetapkan KAP pengganti untuk
melanjutkan pelaksanaan audit atas laporan Dana Kampanye Pasangan Calon yang
bersangkutan.
74. Mekanisme pemberian sanksi pembatalan
(1) Mekanisme pemberian sanksi pembatalan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 52, Pasal 53, Pasal 54 dan Pasal 56, sebagai berikut:
a. KPU Provinsi/KIP Aceh dan KPU/KIP Kabupaten/Kota melakukan klarifikasi
kepada Pasangan Calon dan Partai Politik atau Gabungan Partai Politik yang
mengusulkan Pasangan Calon atau Pasangan Calon perseorangan; dan
b. hasil klarifikasi sebagaimana dimaksud dalam huruf a diputuskan dalam rapat
pleno.
(2) Pembatalan sebagai Pasangan Calon dituangkan dalam Keputusan KPU
Provinsi/KIP Aceh untuk Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, dan
Keputusan KPU/KIP Kabupaten/Kota untuk Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati
atau Walikota dan Wakil Walikota.
76. Pasal 187 ayat 5
UU 1/2015
Setiap orang yang memberi atau
menerima dana Kampanye melebihi
batas yang ditentukan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 74 ayat (5),
dipidana dengan pidana penjara
paling singkat 4 (empat) bulan atau
paling lama 24 (dua puluh empat)
bulan dan/atau denda paling sedikit
Rp200.000.000,00 (dua ratus juta
rupiah) atau paling banyak
Rp1.000.000.000,00 (satu miliar
rupiah).
Pasal 74 ay 5:
Sumbangan dana Kampanye sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf c dan ayat (2) dari perseorangan
paling banyak Rp75.000.000,00 (tujuh puluh lima juta
rupiah) dan dari badan hukum swasta paling banyak
750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah).
(1) Dana Kampanye pasangan calon yang diusulkan
Partai Politik atau gabungan Partai Politik dapat
diperoleh dari:
c. sumbangan pihak lain yang tidak mengikat yang
meliputi sumbangan perseorangan dan/atau badan
hukum swasta.
(2) Dana Kampanye pasangan calon perseorangan dapat
diperoleh dari sumbangan pasangan poe calon,
sumbangan pihak lain yang tidak mengikat yang
meliputi sumbangan perseorangan dan/atau badan
hukum swasta
77. Pasal 187 ayat 6 UU
1/2015
Setiap orang yang dengan sengaja
menerima atau memberi dana Kampanye
dari atau kepada pihak yang dilarang
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76
ayat (1) dan/atau tidak memenuhi
kewajiban sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 71, dipidana dengan pidana penjara
paling singkat 4 (empat) bulan atau paling
lama 24 (dua puluh empat) Bulan
dan/atau denda paling sedikit
Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah)
atau paling banyak Rp1.000.000.000,00
(satu miliar rupiah).
PASAL 76 AYAT 1:
(1) Partai Politik dan/atau gabungan Partai Politik yang
mengusulkan pasangan poe calon dan
pasangan calon perseorangan dilarang menerima
sumbangan atau bantuan lain untuk
Kampanye yang berasal dari:
a negara asing, lembaga swasta asing, lembaga swadaya
masyarakat asing dan warga negara asing;
b penyumbang atau pemberi bantuan yang tidak jelas
identitasnya;
c Pemerintah dan Pemerintah Daerah; dan
d badan usaha milik negara, badan usaha milik
78. Pasal 187 ayat 7 UU 1/2015
Setiap orang yang dengan sengaja memberikan
keterangan yang tidak benar dalam laporan dana
Kampanye sebagaimana diwajibkan oleh Undang-
Undang ini, dipidana dengan pidana penjara paling
singkat 2 (dua) bulan atau paling lama 12 (dua belas)
bulan dan/atau denda paling sedikit Rp1.000.000,00
(satu juta rupiah) atau paling banyak Rp10.000.000,00
(sepuluh juta rupiah).
79. Pasal 187 ayat 8 UU 1/2015
Calon yang menerima sumbangan dana Kampanye dan
tidak melaporkan kepada KPU Provinsi dan KPU
Kabupaten/Kota dan/atau tidak menyetorkan ke kas
negara, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 12
(dua belas) bulan dan paling lama 48 (empat puluh delapan)
bulan dan denda sebanyak 3 (tiga) kali dari jumlah
sumbangan yang diterima
81. Pelanggaran Kode Etik Penyelenggara
Pelanggaran Kode Etik Penyelenggara Pemilihan (KEPPI)
adalah pelanggaran terhadap etika penyelenggara Pemilihan
yang berpedoman pada sumpah dan/atau janji sebelum
menjalankan tugas sebagai Penyelenggara Pemilihan
Pelanggaran KEPPI diselesaikan oleh DKPP
Tata cara penyelesaian dilaksanakan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan mengenai penyelenggara pemilihan
umum
Berdasarkan Ketentuan Per DKPP No. 2 tahun 2019 dan
Peraturan KPU No. 8/2019 Jo. PKPU NO. 3/2020, Pelanggaran
Kode Etik atas Badan Ad Hoc (PPK, PPS, dan KPPS),
diselesaikan oleh KPU Kabupaten/Kota
82. Pelanggaran Kode Etik Penyelenggara
Pelapor/Pengadu Terlapor/Teradu Penyelesai
1. Peserta Pemilihan/Tim Kampanye
2. Pemantau
3. Penyelenggara Pemilu
4. Pemilih
5. Masyarakat
Penyelenggara Pemilu (KPU,
Bawaslu dan Sekretariat KPU
dan Sekretariat Bawaslu)
DKPP dapat dibantu oleh
TPD (Tim Pemeriksa
Daerah)
Badan Ad Hoc KPU Kabupaten/Kota
83. Pasal 189 UU 8/2015
• Calon Gubernur, Calon Wakil Gubernur, Calon Bupati, Calon Wakil Bupati, Calon
Walikota, dan Calon Wakil Walikota yang dengan sengaja melibatkan pejabat
badan usaha milik negara, pejabat badan usaha milik daerah, Aparatur Sipil
Negara, anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia, anggota Tentara
Nasional Indonesia, dan Kepala Desa atau sebutan lain/Lurah serta perangkat
Desa atau sebutan lain /perangkat Kelurahan sebagaimana dimaksud Pasal 70
ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) bulan atau paling
lama 6 (enam) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp600.000,00 (enam ratus ribu
rupiah) atau paling banyak Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah).
•terimakasih