Dokumen tersebut membahas tentang strategi pemberdayaan masyarakat dalam penanganan kemiskinan ekstrem, yang mencakup peningkatan akses sumber daya ekonomi, pemenuhan kebutuhan gizi dan kesehatan, serta peningkatan akses terhadap pendidikan dan infrastruktur bagi masyarakat miskin ekstrem."
3. PEMAHAMAN KEMISKINAN EKSTREM
ATAU KEMISKINAN ABSOLUT
• Kemiskinan ekstrem atau disebut juga kemiskinan absolut,
merupakan sejenis kemiskinan yang didefinisikan oleh Perserikatan
Bangsa Bangsa (PBB) sebagai “suatu kondisi yang tidak dapat
memenuhi kebutuhan primer manusia, termasuk di dalamnya
makanan, air minum bersih, fasilitas sanitasi, kesehatan, tempat
tinggal, pendidikan, dan informasi.
• Kemiskinan ini tidak hanya bergantung pada pendapatan saja,
tetapi ketersediaan jasa“ (PBB, 1995).
4. KEMISKINAN EKSTREM DUNIA
• Menurut Bank Dunia, kemiskinan ekstrem mengacu pada
pendapatan di bawah garis kemiskinan internasional USD1,90 per
hari (nilai pada tahun 2011). Nilai ini setara dengan USD 2,12 pada
tahun 2022.
• Secara garis besar masyarakat miskin ekstrem tinggal di Asia
Selatan dan Afrika Sub-Sahara.
(Sumber: Wikipedia, ensiklopedia bebas, diubah pada 19 Januari 2022).
5. PENGENTASAN KEMISKINAN EKSTREM DI DUNIA
• Pengentasan kemiskinan ekstrem dan kelaparan adalah Tujuan
Pembangunan Milenium pertama (MDG1), disepakati oleh 189
negara anggota PBB tahun 2000 yang menargetkan penurunan
tingkat kemiskinan ekstrem hingga separuh pada tahun 2015.
Tujuan ini dicapai lima tahun lebih cepat.
• Masyarakat internasional, termasuk PBB, Bank Dunia dan Amerika
Serikat, menargetkan pengentasan kemiskinan ekstrem tahun 2030.
6. KEMISKINAN EKSTREM DI INDONESIA
• Pada Maret 2021, Garis Kemiskinan Ekstrem di Indonesia
diperkirakan sebesar Rp11.941,12/orang/hari atau Rp358.233,6/
orang/bulan (BPS, 2021).
• Tahun 2021 pemerintah berupaya menanggulangi kemiskinan
ekstrem di 35 kabupaten prioritas di 7 provinsi, di antaranya 24
kabupaten di wilayah pesisir.
• Tahun 2022 pemerintah memperluas cakupan, menanggulangi
kemiskinan ekstrem di 212 kabupaten/kota di 25 provinsi, di
antaranya 147 kabupaten/kota di wilayah pesisir.
8. KONSEP PEMBERDAYAAN
• Pemberdayaan: proses pematahan atau breakdown relasi antara subjek
dengan objek. Proses ini mementingkan “pengakuan” subjek (pemberdaya)
atas “kemampuan”/“daya” (power) yang dimiliki objek (yang diberdayakan).
• Pemberdayaan melihat arti penting “mengalirnya daya (flow of power)” dari
subjek ke objek, dengan memberi kesempatan meningkatkan hidupnya
dengan memakai sumber yang ada pada objek. Mengalirnya daya, dapat
berwujud upaya objek untuk meningkatkan hidupnya dengan memakai daya
yang ada padanya, serta dibantu juga dengan daya yang dimiliki subjek.
• “Pengakuan” subjek terhadap kemampuan individu “miskin” untuk dapat
mewujudkan harapannya, merupakan bukti bahwa “individu miskin” tersebut
(sebagai objek) mempunyai daya.
9. PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (1)
• Dalam pengertian yang lebih luas, “mengalirnya daya” merupakan
upaya atau cita-cita untuk mengintegrasikan masyarakat miskin ke
dalam kehidupan yang lebih luas.
• Hasil akhir dari proses pemberdayaan adalah beralihnya fungsi
individu yang semula objek menjadi subjek (yang baru), sehingga
relasi sosial yang ada pada saatnya hanya dicirikan dengan relasi
antara subjek dengan subjek yang lain.
• Dengan kata lain, proses pemberdayaan mengubah pola relasi
lama “subjek-objek” menjadi “subjek-subjek”. Ini merupakan
prasyarat krusial dalam mewujudkan makna pemberdayaan
masyarakat secara utuh.
10. PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (2)
• Hubungan timpang atau yang menghalalkan bentuk hubungan yang
subordinat atau asimetris, cenderung mengabadikan penindasan
dan kemiskinan.
• Peralihan fungsi “objek menjadi subjek”, merupakan tantangan
dalam segala macam implementasi kebijakan. Banyak ditemukan
kebijakan dengan dalih pemberdayaan (membantu yang miskin),
tetapi masih menempatkan objek pada posisinya semula. Ia tetap
sebagai pihak yang “dikontrol dan dikuasai” oleh subjek.
• Untuk merangsang lahirnya gerakan masyarakat yang bermula
pada komunitas lokal, ada sejumlah syarat yang terlebih dahulu
harus dipenuhi.
11. TIGA SYARAT PENTING
PROSES PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
1. Restrukturisasi kelembagaan komunitas. Tatanan dasar yang mengatur
kehidupan komunitas direorientasi dari pola pemerintahan yang kuat dan
paternalistik ke pola pemerintahan yang profesional dan masyarakat
yang dinamis. Masyarakat harus menjadi subjek dan penentu utama dari
segala kegiatan pembangunan dalam arti yang sesungguhnya.
2. Kebijakan memperlemah kebudayaan masyarakat, digantikan dengan
kebijakan memihak pada upaya peningkatan keberdayaan masyarakat
untuk memperbaiki nasib sendiri.
3. Pada aras program, pendekatan top-down segera diganti pendekatan
bottom up, ditunjukkan dari mekanisme pengambilan keputusan dan
penyelenggaraan program.
12. MEMBERDAYAKAN MASYARAKAT (1)
• Memberdayakan masyarakat merupakan suatu masalah tersendiri
yang berkaitan dengan hakikat “power atau daya”. Artinya,
“kemampuan”, “kekuatan” ataupun “kekuasaan”, senantiasa terkait
dengan hubungan antar-individu atau lapisan sosial yang lain.
• Setiap individu dilahirkan dengan “daya”, yang “kadar daya”-nya
berbeda antara satu individu dengan individu yang lain, dan
dipengaruhi faktor-faktor yang saling terkait (interlinking factors),
seperti: pengetahuan, kemampuan, status, harta, kedudukan, dan
jenis kelamin.
13. • Faktor-faktor saling terkait (interlinking factors) dapat membentuk relasi
antar individu, dengan dikotomi “subjek/penguasa – objek/yang
dikuasai”, meliputi: kaya-miskin, laki2-perempuan, guru-murid,
pemerintah-warga, serta antaragen pembangunan & si miskin.
• Relasi sosial yang dicirikan dengan dikotomi “subjek & objek” adalah
relasi yang harus “diperbaiki” melalui proses pemberdayaan.
• Jadi Memberdayakan Masyarakat: suatu proses mengembangkan
dan memperkuat kemampuan masyarakat (sebagai objek) secara terus
menerus, melibatkan dalam proses pembangunan secara dinamis,
sehingga mereka dapat menyelesaikan masalahnya serta dapat
mengambil keputusan secara bebas (independent) dan mandiri.
Sumaryo. (1991). Implementasi Participatory Rural Appraisal (PRA) dalam Pemberdayaan Masyarakat)
MEMBERDAYAKAN MASYARAKAT (2)
14. FAKTOR INTERNAL PENGHAMBAT PEMBERDAYAAN
Sembilan faktor internal penghambat pemberdayaan, antara lain:
1. kurang bisa saling mempercayai,
2. kurang daya inovasi atau kreativitas,
3. mudah pasrah atau menyerah atau putus asa,
4. aspirasi dan cita-cita rendah,
5. tidak mampu menunda menikmati hasil kerja,
6. wawasan waktu yang sempit,
7. sangat tergantung pada bantuan pemerintah,
8. sangat terikat pada tempat kediamannya, dan
9. tidak mampu atau tidak bersedia menempatkan diri sebagai orang lain.
(Hikmat,H. (2001). Strategi Pemberdayaan Masyarakat. Bandung: Humaniora Utama Press.).
16. • Pemberdayaan masyarakat merupakan proses memberikan
kesempatan dan menciptakan berbagai konstribusi khusus dalam
bentuk: wawasan, ketrampilan, energi tertentu atau dalam bentuk
memberikan perhatian kepada sesama.
• Karenanya strategi pemberdayaan masyarakat dalam penanganan
kemiskinan ekstrem, selain dengan mendudukkan mereka sebagai
aktor utama, juga harus didukung dengan bantuan ekonomi serta
membekali dengan berbagai ketrampilan dan pengetahuan.
STRATEGI PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (1)
17. STRATEGI PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (2)
• Strategi pemberdayaan masyarakat bertitik tolak dari memandirikan
masyarakat agar dapat meningkatkan taraf hidupnya sendiri dengan
menggunakan/mengakses sumber daya setempat sebaik mungkin.
• Sasaran utama pemberdayaan masyarakat adalah masyarakat
miskin, khususnya ekstrem miskin. Dalam prosesnya yang perlu
diperhatikan bahwa perempuan akan terlibat secara aktif.
• Pemberdayaan masyarakat harus didampingi oleh tim fasilitator
yang bersifat multidisiplin, sebaiknya terdiri dari laki-laki dan
perempuan.
18. PERAN TIM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
• Peran utama tim pemberdayaan masyarakat adalah: mendampingi
masyarakat dalam melaksanakan proses pemberdayaan.
• Pada awal proses sangat aktif, tetapi akan berkurang selama
proses berjalan sampai masyarakat sudah mampu melanjutkan
kegiatannya secara mandiri.
• Pendekatan pemberdayaan ini diharapkan memberikan peranan
kepada individu bukan sebagai objek, tetapi sebagai pelaku (aktor)
yang menentukan hidup mereka sendiri dengan mengupayakan
berbagai potensi yang dimiliki.
19. STRATEGI PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (3)
• Strategi Pemberdayaan Masyarakat dalam penanganan kemiskinan
ekstrem dapat dimaknai sebagai mengaktualisasikan potensi yang
dimiliki masyarakat miskin yang ekstrem.
• Karenanya, strategi pemberdayaan bagi masyarakat tersebut,
bahwa di antara keterbatasannya, kita harus dapat menata
pentingnya masyarakat tersebut menjadi mandiri sebagai suatu
sistem yang mengorganisir diri mereka sendiri. Berarti bahwa
strategi pemberdayaannya memerlukan pendekatan yang khusus.
20. • Berbagai upaya pemberdayaan yang dilakukan pada masyarakat miskin
ekstrem harus ditujukan untuk membentuk kemandirian. Bantuan
ekonomis saja tanpa didukung kemampuan dan kemauan untuk maju
akan kurang bermanfaat, karena setelah bantuan itu habis, kegiatan
pembangunan akan berhenti.
• Masyarakat yang mandiri memiliki kemampuan untuk menikmati dan
melestarikan, serta secara terus menerus mengembangkan hasil
pembangunan, sehingga tercapai pembangunan tersebut berkelanjutan.
STRATEGI PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (4)
21. • Berdasarkan pemaparan di atas, maka perlu dikembangkan sebuah
strategi pemberdayaan masyarakat miskin ekstrem yang dapat
membantu mereka lebih berdaya. Hal ini karena selama ini belum
ditemukan hasil atau perubahan nyata sebagai dampak apakah
program ini cukup efektif untuk memberdayakan mereka.
• Keberhasilan program tidak terlepas dari strategi dalam proses
pelaksanaan pemberdayaan masyarakat miskin ekstrem.
STRATEGI PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (5)
23. • Akses sumber ekonomi. Hambatan struktural terhadap sumber mata pencaharian merupakan penyebab
utama kemiskinan ekstrem sulit untuk dihapuskan.
• Pemenuhan kebutuhan gizi seimbang & hidup sehat. Kurang gizi, kondisi penduduk miskin ekstrem
mengalami lambat pertumbuhan intelektualnya & kurang produktif. Kurangnya pemahaman hidup sehat &
jaminan Kesehatan, mereka rentan terhadap guncangan ekonomi akibat kondisi kesehatan.
• Akses & informasi ttg Pendidikan. Akses & informasi pentingnya pendidikan terbatas, menghambat
individu memperoleh pendidikan formal & informal, menyebabkan keterampilan dan kemampuan
berkompetisi di pasar kerja yang terbatas pula.
• Akses infrastruktur & transportasi. Aksesibilitasa keluarga miskin ekstrem yang terbatas terhadap
infrastruktur dan layanan transportasi, menyebabkan rendahnya produktivitas. Misal, petani kesulitan
akses jalan dan transportasi murah, membuatnya kurang berdaya saing menjual produknya,
• Diskriminasi gender. Peluang perempuan dibatasi akses ekonomi yang tidak setara, pendidikan, dan
pekerjaan. Di lain sisi, perempuan memiliki tanggung jawab besar merawat keluarga.
• Lansia & Penyandang Disabilitas. Penduduk lanjut usia dan penyandang disabilitas, sangat rentan
menjadi miskin ekstrem karena tidak mempunyai pekerjaan & kesulitan memenuhi kebutuhan layak.
FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB KEMISKINAN EKSTREM
24. a. Peningkatan akurasi data sasaran program. Penyebab rendahnya akurasi data penerima manfaat: (a)
data tidak dimutakhirkan secara berkala; (b) pemeringkatan kesejahteraan penduduk tidak dilakukan; (c)
sistem rujukan tidak dijalankan dengan baik; dan (d) pendataan tidak inklusif.
b. Peningkatan kemampuan Sumber Daya Manusia (SDM) penyelenggara. SDM penyelenggara
program dan layanan di tingkat pusat dan daerah memiliki keterbatasan: (a) pemahaman terkait konsep
dan permasalahan kemiskinan ekstrem; (b) akses data penduduk dengan kondisi sosial-ekonomi; dan
(c) proses perencanaan, penganggaran, intervensi & evaluasi program dan layanan kemiskinan ekstrem.
c. Konvergensi pelaksanaan program & anggaran lintas sector. Integrasi antara program, anggaran,
dan sasaran penghapusan kemiskinan ekstrem di pusat dan daerah masih lemah. Tim Koordinasi
Penanggulangan Kemiskinan (TKPK) Provinsi dan Kabupaten/Kota belum berperan optimal. Proses
penentuan target program belum inklusif, yaitu melibatkan kelompok rentan dalam Musyawarah Rencana
Pembangunan (Musrenbang) di berbagai tingkatan.
d. Regulasi dan pedoman pelaksanaan percepatan penghapusan kemiskinan ekstrem. Belum adanya
regulasi dan pedoman bersama dalam pelaksanaan program penghapusan kemiskinan ekstrem sebagai
acuan Kementerian/ Lembaga, Pemerintah Provinsi, kabupaten/kota, hingga desa/kelurahan.
TANTANGAN PENANGANAN KEMISKINAN EKSTREM
25. Berdasarkan pengalaman yang telah maupun sedang berlangsung,
pemberdayaan masyarakat dalam penanganan kemiskinan
ekstrem, dapat ditempuh melalui tiga strategi utama, yaitu:
1. Pengurangan Beban Pengeluaran Masyarakat;
2. Peningkatan Pendapatan Masyarakat; dan
3. Meminimalkan Wilayah Kantong Kemiskinan.
STRATEGI PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DALAM
PENANGANAN KEMISKINAN EKSTREM
26. Strategi ini dapat dilakukan melalui program bantuan sosial & jaminan
sosial, seperti:
• Bantuan sosial reguler, seperti Program Keluarga Harapan dan Kartu
Sembako.
• Bantuan sosial khusus, seperti Bantuan Langsung Tunai Dana Desa
(BLT DD), Bantuan Sosial Tunai, Bantuan Sosial Presiden, Top
Up bansos reguler.
• Pemberian Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan Nasional.
• Bantuan dan rehabilitasi sosial bagi kelompok berkebutuhan khusus,
seperti lanjut usia, anak, dan penyandang disabilitas.
1. PENGURANGAN BEBAN PENGELUARAN MASYARAKAT
27. Strategi ini dilakukan melalui peningkatan produktivitas dan pemberdayaan
masyarakat, antara lain berupa:
1. Peningkatan akses pekerjaan, melalui program Padat karya, bantuan
individu/kelompok, dan penyediaan sarana dan prasarana;
2. Peningkatan kapasitas SDM, melalui program vokasi & pelatihan;
3. Peningkatan akses thd aset produktif, pinjaman modal, & penggunaan lahan;
4. Pendampingan & penguatan kewirausahaan, melalui peningkatan akses
pembiayaan & pasar, serta pendampingan dan penguata; dan kewirausahaan.
5. Pengembangan & penjaminan keberlanjutan usaha ultra mikro dan mikro.
2. PENINGKATAN PENDAPATAN MASYARAKAT
28. Strategi ini, di antaranya meliputi:
1. Pemenuhan pelayanan dasar, seperti: peningkatan akses layanan
dan infrastruktur pendidikan, layanan dan infrastruktur kesehatan,
dan infrastruktur sanitasi air minum layak;
2. Peningkatan konektivitas antar wilayah, seperti pembangunan dan
peningkatan sarana transportasi, serta pembangunan infrastruktur
jalan antar wilayah.
3. MEMINIMALKAN WILAYAH KANTONG KEMISKINAN
30. PENUTUP
1. Hingga saat ini, “kemiskinan ekstrem” menjadi permasalahan yang gencar
diperbincangkan di pemerintahan (pusat dan daerah) dan masyarakat,
bukan karena keadaan suatu daerah tertentu mengalami kemiskinan,
namun juga karena: (a) pada tingkat pekerjaan warga masyarakat belum
menetap, (b) kondisi sosial pendidikan belum sesuai dengan kebutuhan,
dan (c) pemanfaatan sumber daya alam belum optimal.
2. “Pemberdayaan masyarakat” merupakan upaya memandirikan masyarakat
melalui perwujudan potensi kemampuan yang dimiliki. Pengembangan
potensi manusia dapat diwujudkan melalui pembinaan berbasis
kemasyarakatan yang menekankan pentingnya memahami kebutuhan
masyarakat dan cara pemecahan permasalahan oleh masyarakat dengan
memperhatikan potensi di lingkungannya.
31. PENUTUP
3. Strategi pemberdayaan masyarakat merupakan konsep sederhana namun
kompleks. Cakupannya mengandung unsur multi-dimensional dan multi-
interpretasi. Strategi pemberdayaan masyarakat juga menghadapi
berbagai “tantangan”, khususnya dalam penanganan kemiskinan ekstrem.
Karenanya, aksinya tdk dapat parsial dan sesaat saja, tetapi mengikuti
prinsip pembangunan berkelanjutan yang secara konsisten berusaha
secara mandiri dan bersama-sama memenuhi kebutuhan saat ini tanpa
mengurangi kemampuan memenuhi kebutuhan mendatang.”
4. Tiga strategi utama pemberdayaan masyarakat dalam penanganan
kemiskinan ekstrem: (1) Pengurangan Beban Pengeluaran Masyarakat;
(2) Peningkatan Pendapatan Masyarakat; dan (3) Meminimalkan Wilayah
Kantong Kemiskinan. Unsur “srategi” tersebut meliputi dimensi ruang dan
waktu yang berbeda-beda (beranekaragam).