1. Kelas: XI A4 (じゅういちねんせい)
ナマ: イプトウパンデアグスアスマラウィデイア
ナ サプテラ(01(いち))
ニマデインテンクスマデウィ(19(じゅうき
ゅ)
SMA NEGERI 1 TABANAN
Tahun Ajaran 2012/2013
2. Kebudayaan Jepang (nihonno
bunKa)
Negara maju seperti Jepang sampai sekarang masih mempertahaankan kebudayaan
tradisional dan modernnya sampai saat ini. Bahkan kebudayaan tersebut mampu menarik
minat para wisatawan yang penasaran dengan kebadayaan negara Jepang yang unik. Berikut
ini beberapa kebudayaan yang cukup terkenal di Jepang:
1. KABUKI
Kabuki adalah drama
tradisional Jepang yang
pemainnya laki-laki semua,
meskipun perannya seorang
wanita, tetap dimainkan
oleh laki-laki. Dialog yang
digunakan pada kabuki
susah untuk dimengerti bagi
orang Jepang, karena
menggunakan bahasa kuno.
2. NOH
Noh adalah bentuk teater musikal yang tertua
di Jepang. Penceritaan tidak hanya dilakukan dengan
dialog tapi juga dengan utai (nyanyian), hayashi
(iringan musik), dan tari-tarian. Ciri khas lainnya
adalah sang aktor utama yang berpakaian kostum
sutera bersulam warna-warni, dan mengenakan
topeng kayu berlapis lacquer. Topeng-topeng itu
menggambarkan tokoh-tokoh seperti orang yang
sudah tua, wanita muda atau tua, dewa, hantu, dan
anak laki-laki.
3. 3. KYOGEN
Kyogen adalah sebuah bentuk teater
klasik lelucon yang dipagelarkan dengan aksi
dan dialog yang amat bergaya. Ditampilkan di
sela-sela pagelaran noh, meski sekarang
terkadang ditampilkan secara tunggal.
4. BUNRAKU
Bunraku yang menjadi populer sekitar akhir abad ke-
16, merupakan jenis teater boneka yang dimainkan dengan
iringan nyanyian bercerita dan musik yang dimainkan dengan
shamisen (alat musik petik berdawai tiga). Bunraku dikenal
sebagai salah satu bentuk teater boneka yang paling halus di
dunia.
5. IKEBANA
Ikébana (生花) adalah seni merangkai bunga yang
memanfaatkan berbagai jenis bunga, rumput-
rumputan dan tanaman dengan tujuan untuk
dinikmati keindahannya. Ikebana berasal dari Jepang
tapi telah meluas ke seluruh dunia. Dalam bahasa
Jepang, Ikebana juga dikenal dengan istilah kadō (華
4. 道 ka, bunga; do, jalan kehidupan) yang lebih menekankan pada aspek seni untuk
mencapai kesempurnaan dalam merangkai bunga.
6. CHANOYU
Upacara minum teh (茶道 sadō, chadō, jalan teh) adalah ritual tradisional Jepang
dalam menyajikan teh untuk tamu. Pada zaman dulu disebut chatō (茶の湯) atau cha no
yu. Upacara minum teh yang diadakan di luar ruangan disebut nodate.
Teh disiapkan secara khusus oleh orang yang mendalami seni upacara minum teh
dan dinikmati sekelompok tamu di ruangan khusus untuk minum teh yang disebut
chashitsu. Tuan rumah juga bertanggung jawab dalam mempersiapkan situasi yang
menyenangkan untuk tamu seperti memilih lukisan dinding (kakejiku), bunga (chabana),
dan mangkuk keramik yang sesuai dengan musim dan status tamu yang diundang.
Teh bukan cuma dituang dengan air panas dan diminum, tapi sebagai seni dalam
arti luas. Upacara minum teh mencerminkan kepribadian dan pengetahuan tuan rumah
yang mencakup antara lain tujuan hidup, cara berpikir, agama, apresiasi peralatan
upacara minum teh dan cara meletakkan benda seni di dalam ruangan upacara minum teh
(chashitsu) dan berbagai pengetahuan seni secara umum yang bergantung pada aliran
upacara minum teh yang dianut.
Seni upacara minum teh memerlukan pendalaman selama bertahun-tahun dengan
penyempurnaan yang berlangsung seumur hidup. Tamu yang diundang secara formal
untuk upacara minum teh juga harus mempelajari tata krama, kebiasaan, etiket meminum
teh dan menikmati makanan kecil yang dihidangkan.
Pada umumnya, upacara minum teh menggunakan teh bubuk matcha yang dibuat
dari teh hijau yang digiling halus. Upacara minum teh menggunakan matcha disebut
matchadō, sedangkan bila menggunakan teh hijau jenis sencha disebut senchadō.
5. Dalam percakapan sehari-hari di Jepang, upacara minum teh cukup disebut
sebagai ocha (teh). Istilah ocha no keiko bisa berarti belajar mempraktekkan tata krama
penyajian teh atau belajar etiket sebagai tamu dalam upacara minum teh.
7. Hanami ( Pesta Melihat Bunga Sakura)
Hanami (hana wo miru = melihat
bunga) atau ohanami adalah tradisi Jepang
dalam menikmati keindahan bunga,
khususnya bunga sakura. Mekarnya bunga
sakura merupakan lambang kebahagiaan
telah tibanya musim semi. Selain itu,
hanami juga berarti piknik dengan
menggelar tikar untuk pesta makan-makan
di bawah pohon sakura untuk bergembira
bersama, minum sake, makan makanan
khas Jepang, dan lain-lain layaknya pesta
kebun. Yang datang adalah kelompok
keluarga, kelompok perusahaan,
organisasi, sekolah dan lain-lain. Perayaan dimulai akhir Maret atau awal April. Menurut
kisah sejarah, kebiasaan hanami dipengaruhi oleh raja-raja Cina yang gemar menanam
pohon plum di sekitar istana mereka. Di Jepang para bangsawanpun kemudian mulai
menikmati bunga Ume (plum). Namun pada abad ke-8 atau awal periode Heian, obyek
bunga yang dinikmati bergeser ke bunga sakura. Dikisahkan pula bahwa Raja Saga di era
Jepang dahulu gemar menyelenggarakan pesta hanami di taman Shinsenen di Kyoto.
Para bangsawanpun menikmati hanami di berbagai istana mereka, dan para petani masa
itu melakukannya dengan mendaki gunung terdekat di awal musim semi untuk
menikmati bunga sakura yang tumbuh disana sambil `tidak lupa membawa bekal untuk
makan siang. Hingga kini hanami menjadi kebiasaan yang mengakar di seluruh
masyarakat Jepang dan telah di terima sebagai salah satu kekhasan bangsanya. Khusus di
daerah Kansai dan Jepang Barat, tempat-tempat unggulan untuk ber-hanami adalah
Arashiyama di Kyoto, Yoshino di Nara, taman disekitar OsakaCastle dan Taman
Shukugawa di Nishinomiya, Prefektur Hyogo. Waktu bunga sakura bermekaran di
pohonnya berbeda-beda dari satu daerah ke daerah lainnya, dimulai dari daerah paling
6. selatan. Tapi rata-rata mekar dari akhir Maret hingga awal April (kecuali di Okinawa dan
Hokkaido). Dengan demikian pesta memandang dan menikmati sakura juga berlainan
waktunya dari satu daerah ke daerah lainnya. Prakiraan pergerakan mekarnya bunga
sakura disebut garis depan bunga sakura (sakurazensen). Prakiraan ini dikeluarkan oleh
direktorat meteorologi dan berbagai badan yang berurusan dengan cuaca. Saat
melakukan hanami di suatu tempat adalah ketika semua pohon sakura yang ada di tempat
tersebut bunganya sudah mekar semua.
8. Obon dan Bon Odori
Bon atau Obon adalah perayaan ritual agama Budha yang diselenggarakan pada
pertengahan bulan Agustus sekitar tanggal 13-15 Agustus. Perayaan ini dimaksudkan
untuk menyambut kedatangan para arwah nenek moyang ke rumah dengan dipandu oleh
kuda-kudaan yang terbuat dari buah-buahan misim panas, yang disimpan di depan pintu
masuk di setiap rumah. Pendeta muda berkeliling ke tiap-tiap rumah dan bersama-sama
melakukan upacara keagamaan di depan tempat pemujaan. Sedangkan Toronagashi
dimyalakan pada tanggal 16 Agustus untuk mengantar arwah tersebut kembali kedunia
kematian.
Bon Odori merupakan tarian pada perayaan Obon, yang biasa dilakukan oleh
masyarakat di seluruh Jepang. Pada waktu Bon Odori Bail laki-laki maupum perempuan,
anak-anak maupun dewasa semua mengenakan yukata yaitu kimino katun untuk musim
panas dengan diiringi irama bedug yang disebut Yagura.
Selama berlangsungnya Obon, banyak toko-toko, restaurant, bahkan kantor-kantor
yang libur. Pada kesempatan ini mereka pulang ke kampung halaman bersama keluarga.
9. Samurai
Istilah samurai ( 侍 ), pada awalnya
mengacu kepada “seseorang yang mengabdi
kepada bangsawan”. Pada zaman Nara, (710 –
784), istilah ini diucapkan saburau dan
kemudian menjadi saburai. Selain itu terdapat
pula istilah lain yang mengacu kepada samurai
yakni bushi. Istilah bushi ( 武 士 ) yang berarti
“orang yang dipersenjatai kaum militer”,
7. pertama kali muncul di dalam Shoku Nihongi ( 続日本紀 ), pada bagian catatan itu
tertulis “secara umum, rakyat dan pejuang (bushi) adalah harta negara”. Kemudian
berikutnya istilah samurai dan bushi menjadi sinonim pada akhir abad ke-12 (zaman
Kamakura). Namun selain itu dalam sejarah militer Jepang, terdapat kelompok samurai
yang tidak terikat atau mengabdi kepada seorang pemimpin/atasan yang dikenal dengan
rōnin ( 浪人 ).
10.Shogun (Sei-i Taishōgun)
Shogun (将軍 Shōgun) adalah istilah bahasa
Jepang yang berarti jenderal. Dalam konteks sejarah
Jepang, bila disebut pejabat shogun maka yang
dimaksudkan adalah Sei-I Taishōgun (征夷大将軍)
yang berarti Panglima Tertinggi Pasukan Ekspedisi
melawan Orang Biadab (istilah "Taishōgun" berarti
panglima angkatan bersenjata). Sei-i Taishōgun
merupakan salah satu jabatan jenderal yang dibuat
di luar sistem Taihō Ritsuryō. Jabatan Sei-i Taishōgun dihapus sejak Restorasi Meiji.
Walaupun demikian, dalam bahasa Jepang, istilah shōgun yang berarti jenderal dalam
kemiliteran tetap digunakan hingga sekarang.
11.BAJU TRADISIONAL JEPANG
1) Kimono
Kimono ( 着 物 ) adalah pakaian
tradisional Jepang. Arti harfiah kimono
adalah baju atau sesuatu yang dikenakan (ki
berarti pakai, dan mono berarti barang). Pada
zaman sekarang, kimono berbentuk seperti
huruf "T", mirip mantel berlengan panjang
dan berkerah. Panjang kimono dibuat hingga
ke pergelangan kaki. Wanita mengenakan
kimono berbentuk baju terusan, sementara pria mengenakan kimono berbentuk
setelan. Kerah bagian kanan harus berada di bawah kerah bagian kiri. Sabuk kain
8. yang disebut obi dililitkan di bagian perut/pinggang, dan diikat di bagian punggung.
Alas kaki sewaktu mengenakan kimono adalah zōri atau geta. Kimono sekarang ini
lebih sering dikenakan wanita pada kesempatan istimewa. Wanita yang belum
menikah mengenakan sejenis kimono yang disebut furisode. Ciri khas furisode
adalah lengan yang lebarnya hampir menyentuh lantai. Perempuan yang genap
berusia 20 tahun mengenakan furisode untuk menghadiri seijin shiki. Pria
mengenakan kimono pada pesta pernikahan, upacara minum teh, dan acara formal
lainnya. Ketika tampil di luar arena sumo, pesumo profesional diharuskan
mengenakan kimono. Anak-anak mengenakan kimono ketika menghadiri perayaan
Shichi-Go-San. Selain itu, kimono dikenakan pekerja bidang industri jasa dan
pariwisata, pelayan wanita rumah makan tradisional (ryōtei) dan pegawai
penginapan tradisional (ryokan). Pakaian pengantin wanita tradisional Jepang
(hanayome ishō) terdiri dari furisode dan uchikake (mantel yang dikenakan di atas
furisode). Furisode untuk pengantin wanita berbeda dari furisode untuk wanita muda
yang belum menikah. Bahan untuk furisode pengantin diberi motif yang dipercaya
mengundang keberuntungan, seperti gambar burung jenjang. Warna furisode
pengantin juga lebih cerah dibandingkan furisode biasa. Shiromuku adalah sebutan
untuk baju pengantin wanita tradisional berupa furisode berwarna putih bersih
dengan motif tenunan yang juga berwarna putih.
2) Yukata
Yukata ( 浴 衣 , baju
sesudah mandi) adalah
jenis kimono yang dibuat
dari bahan kain katun tipis
tanpa pelapis. Dibuat dari
kain yang mudah dilewati
angin, yukata dipakai agar
badan menjadi sejuk di
sore hari atau sesudah
mandi malam berendam
dengan air panas. Menurut
urutan tingkat formalitas, yukata adalah kimono nonformal yang dipakai pria dan
9. wanita pada kesempatan santai di musim panas, misalnya sewaktu melihat pesta
kembang api, matsuri (ennichi), atau menari pada perayaan obon. Yukata dapat
dipakai siapa saja tanpa mengenal status, wanita sudah menikah atau belum
menikah.
10. wanita pada kesempatan santai di musim panas, misalnya sewaktu melihat pesta
kembang api, matsuri (ennichi), atau menari pada perayaan obon. Yukata dapat
dipakai siapa saja tanpa mengenal status, wanita sudah menikah atau belum
menikah.