Pemekaran Kabupaten Banyuwangi menujumKota dan kabupaten .pdf
Profil buton 2017
1. 2.1. Keadaan Geografis
2.1.1. Letak Geografis
Kabupaten Buton terletak di jazirah tenggara Pulau Sulawesi dan bila ditinjau
dari peta Provinsi Sulawesi Tenggara, secara geografis ter-letak dibagian selatan
garis khatu-listiwa, memanjang dari utara ke selatan diantara 4,960 – 6,250 Lintang
Selatan dan membentang dari barat ke timur diantara 120,000 – 123,340 Bujur
Timur, meliputi sebagian Pulau Muna dan Buton. Kabupaten Buton di sebelah utara
berbatasan dengan Kabupaten Muna, di sebelah selatan berbatasan dengan Laut
Flores, di sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Wakatobi dan sebelah
barat berbata-san dengan Kabupaten Bombana.
2.1.2. Luas Wilayah
Kabupaten Buton memiliki wilayah daratan seluas ± 1.182,40 km2, dimana
pada tahun 2014 men-galami pemekaran menjadi 3 kabu-paten yaitu Kabupaten
Buton, Kabupaten Buton Tengah dan Kabupaten Buton Selatan. Sehingga
kecamatan di Kabupaten Buton menjadi 7 kecamatan, yaitu:
1. Kecamatan Lasalimu
2. Kecamatan Lasalimu Selatan
3. Kecamatan Pasar Wajo
4. Kecamatan Kapontori
5. Kecamatan Siontapina
6. Kecamatan Wolowa
7. Kecamatan Wabula
Kecamatan yang paling luas wilayahnya adalah Kecamatan Pasarwajo
dengan luas 356,40 km2, Lasalimu 327,29 km2 serta Kecamatan Siotapina dengan
luas 181,02 km2 Atau masing-masing sebesar 30,14%, 27,68% serta 15,31% ter-
BAB
3 KONDISI EKSISTING
2. hadap total luas wilayah Kabupaten Buton. Sedangkan wilayah yang paling kecil
adalah Kecamatan Wabula dengan luas wilayah 51,58 km2 atau 4,36% dari total
luas wila-yah Kabupaten Buton. Untuk mencapai ibukota kecamatan dari ibukota
kabu-paten dapat ditempuh dengan dua cara yaitu melalui darat dan laut.
Gambar 2.1.
Persentase Luas Wilayah Kabupaten Buton Menurut Kecamatan, 2016
Sumber : Kabupaten Buton dalam Angka, 2017
Tabel 2.1
Luas Wilayah Kabupaten Buton menurut Kecamatan, 2016
No. Kecamatan Luas Wilayah
(Km)
Persentase
(%)
1. Lasalimu 327,29 27,68
2. Lasalimu Selatan 88,09 7,45
3. Siotapina 181,02 15,31
4. Pasarwajo 356,40 30,14
5. Wolowa 65,02 5,50
6. Wabula 51,58 4,36
7. Kapontori 113,00 9,56
1182,40 100,00
Sumber : Kabupaten Buton dalam Angka, 2017
3.
4. 2.1.3. Kondisi Topografi
Kondisi topografi tanah daerah Kabupaten Buton pada umumnya memiliki
permukaan yang bergunung, bergelom-bang, dan berbukit-bukit. Dian-tara gunung
dan bukit-bukit tersebut, terbentang daratan yang merupakan daerah-daerah
potensia untuk pengembangan sektor per-tanian. Permukaan tanah pegunungan
relatif rendah, ada yang bisa digunakan untuk usaha yang sebagian besar be-rada
pada ketinggian 100 –500 M di atas permukaan laut (Mdpl), kemiringan tanah men-
capai 400.
5.
6. 2.1.4. Keadaan Perairan
Kabupaten Buton memiliki beberapa sungai besar yang terdapat di beberapa
kecamatan. Sungai-sungai tersebut pada umumnya memiliki po-tensi yang dapat
dijadikan sumber tenaga, irigasi dan kebutuhan rumah, seperti sungai Winto dan
Tondo di Kecamatan Pasarwajo, sungai Malaoge, Tokulo, dan sungai Wolowa di
Kecamatan Lasalimu.
Jika dilihat dari sudut Oceano-grafi, Kabupaten Buton memiliki perairan laut
yang masih luas, yang diperkirakan sekitar 21.054,69 km2 (kondisi sebelum
pemekaran 2014) Wilayah perairan tersebut sangat po-tensial untuk
pengembangan usaha perikanan dan pengembangan wisata bahari, karena
disamping hasil ikan dan hasil laut lainnya, juga memiliki panorama laut yang
sangat indah.
Beberapa jenis ikan hasil perairan laut Kabupaten Buton yang banyak
ditangkap oleh nelayan di daerah ini antara lain Cakalang, Teri, Layang, Kembung,
Udang, dan jenis ikan lainnya.
Disamping ikan, juga terdapat hasil laut lainnya seperti Teripang, Agar-Agar,
Japing-Japing, Lola, Mutiara, dan lainnya, yang semuanya ini dapat menunjang
perekonomian di daerah ini. Hasil penelitian yang telah dilakukan oleh ahli kelautan
Indonesia dan luar negeri menunjukkan bahwa pulau Buton memiliki potensi
perairan untuk wisata bahari yang sangat indah bila dibandingkan dengan daerah-
daerah wisata bahari lainnya di Indonesia.
7.
8. 2.1.5. Kondisi Iklim
Kabupaten Buton pada umumnya sama seperti daerah-daerah lain di
Indonesia di-mana hanya mempunyai dua musim, yakni musim hujan dan musim
kemarau. Musim hujan pada tahun 2015 ini terjadi di antara bulan Desember
sampai dengan bulan April.
Pada saat tersebut, angin darat bertiup dari Benua Asia serta Lautan Pasifik
banyak mengandung uap air. Musim kemarau terjadi antara bulan Juli dan angin
Timur yang bertiup dari Benua Australia sifatnya kering dan kurang mengan-dung
uap air. Khusus pada bulan April dan Mei arah angin di daerah Kabupaten Buton
tidak menentu, demikian pula dengan curah hujan, sehingga pada bulan-bulan ini
dikenal sebagai musim Pancaroba. Curah hujan suatu tempat antara lain
dipengaruhi oleh keadaan iklim, keadaan monografi, dan per-putaran pertemuan
arus udara. Oleh karena itu, jumlah curah hujan be-ragam menurut bulan dan letak
stasiun pengamat.
2.2. Pemerintahan
Secara administrasi, sejak tahun 2004 Undang-undang Nomor 15 sampai 21
Tahun telah terjadi sejumlah pemekaran kecamatan di Kabupaten Buton seiring
dengan bergulirnya tuntu-tan otonomi daerah. Be-berapa kecamatan yang baru
mekar antara yaitu :
a. Kecamatan Lapandewa dimekarkan dari kecamatan Sampolawa pada tahun
2004.
b. Kecamatan Sangia Wambulu dimekarkan dari kecamatan Gu pada tahun
2004.
c. Kecamatan Siotapina dimekarkan dari kecamatan Lasalimu Selatan 2004.
d. Kecamatan Wolowa dimekarkan dari kecamatan Pasarwajo pada tahun 2004
e. Kecamatan Wabula dimekarkan dari kecamatan Pasarwajo pada tahun 2004.
f. Kecamatan Mawasangka Timur dimekarkan dari kecamatan Mawasangka
pada tahun 2004.
9. g. Kecamatan Mawasangka Tengah dimekarkan dari kecamatan Mawasangka
pada tahun 2004
Sejak tahun 2014 terjadi pemekaran dua Kabupaten dari wilayah administrasi
Kabupaten Buton berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 15
tahun 2014 tentang pembentukan Kabupaten Buton Tengah yang wilayahnya
mencakup 7 Kecamatan, yaitu:
a. Kecamatan Lakudo,
b. Kecamatan Mawasangka Timur,
c. Kecamatan Mawasangka Tengah,
d. Kecamatan Mawasangka,
e. Kecamatan Talaga Raya,
f. Kecamatan Gu,
g. Kecamatan Sangia Wambulu.
Kemudian Undang-undang Republik Indonesia Nomor 16 tahun 2014 tentang
pembentukan Kabupaten Buton selatan yang wilayahnya mencakup 7 Kecamatan,
yaitu:
1. Kecamatan Batauga,
2. Kecamatan sampolawa,
3. Kecamatan Lapandewa,
4. Kecamatan Batu Atas,
5. Kecamatan Siompu Barat,
6. Kecamatan Siompu,
7. Kecamatan kadatua.
2.2.1. Pembagian Wilayah Administrasi Pemerintahan
10. Pada Tahun 2014, wilayah administrasi Pemerintah Daerah Kabupaten Buton
dengan ibu kota Pasarwajo terdri dari 7 kecamatan. Pemerintah Buton, dari ta-hun
ke tahun selama beberapa kurun tahun tera-khir) melakukan pemekaran wilayah
desa/kelurahan pada masing-masing kecamatan.
Wilayah kabupaten Buton dibagi ke dalam 7 kecamatan yang membawahi 95
Desa/kelurahan.
1) Kecamatan Lasalimu, Wilayah administrasi pemerintah daerah kecamatan
Lasalimu tahun 2014 terdiri dari 14 desa dan 1 kelurahan. Ibukotanya adalah
Kamaru.
2) Kecamatan Lasalimu Selatan, Wilayah administrasi pemerintah daerah
kecamatan Lasalimu Selatan tahun 2014 terdiri dari 16 desa dan tidak ada
kelurahan. Ibukotanya adalah Ambuau.
3) Kecamatan Siotapina Wilayah administrasi pemerintah daerah kecamatan
Siotapina tahun 2014 terdiri dari 11 desa. Ibukotanya adalah Kumbewaha.
4) Kecamatan Pasarwajo Wilayah administrasi pemerintah daerah kecamatan
Pasarwajo tahun 2014 terdiri dari 13 desa dan 9 kelurahan. Ibukotanya adalah
Pasarwajo.
5) Kecamatan Wabula Wilayah administrasi pemerintah daerah kecamatan
Wabula tahun 2014 terdiri dari 7 desa. Ibukotanya adalah Wabula.
6) Kecamatan Wolowa Wilayah administrasi pemerintah daerah kecamatan
Wolowa tahun 2014 terdiri dari 7 desa. Ibukotanya adalah Waole.
7) Kecamatan Kapontori, Wilayah administrasi pemerintah daerah kecamatan
Kapontori tahun 2014 terdiri dari 15 desa dan 2 kelurahan. Ibukotanya adalah
Mataumpana.
Tabel 2.2
Jumlah Desa/Kelurahan Menurut Kecamatan di Kabupaten Buton, 2016
No. Kecamatan Desa Kelurahan
11. 1. Lasalimu 14 1
2. Lasalimu Selatan 16 -
3. Siotapina 11 -
4. Pasarwajo 13 9
5. Wolowa 7 -
6. Wabula 7 -
7. Kapontori 15 2
Sumber : Kabupaten Buton dalam Angka, 2017
2.2.2. Pembangunan Desa
Usaha Pemerintahan Daerah Kabupaten Buton dalam pembangunan desa
bertujuan untuk meletakkan sendi-sendi kehidupan desa, yaitu masyarakat desa
yang berkecukupan materiil dan spiritual serta makin adil dan merata guna
terwujudnya desa pancasila.
Kriteria dan kategori pembangunan desa dibedakan menjadi desa swadaya,
desa swakarsa dan desa swasembada.
2.2.3. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD)
Jumlah anggota DPRD Kabupaten Buton tahun 2015 berdasarkan hasil pemilu
2014 ada sebanyak 25 orang. Dengan komposisi : Fraksi Partai PAN sebanyak 8
orang, Fraksi Partai Nasdem, PBB, PKB, Golkar, PDIP,PKS, Demokrat, masing-
masing sebanyak 2 orang. Sisanya berasal dari Partai PPP, PKPI dan Gerindra
yang masing-masing sebanyak 1 orang.
2.3. Kependudukan
Sumber utama data kependudukan adalah Sensus Penduduk yang
dilaksanakan setiap sepuluh tahun sekali. Sensus Penduduk telah
dilaksanakan sebanyak 6 kali sejak Indonesia merdeka yaitu pada tahun 1961,
1971, 1980, 1990, 2000, dan 2010.
Metode pengumpulan data dalam sensus dilakukan dengan wawancara
antara petugas sensus dengan responden. Pencacahan dilakukan terhadap
seluruh penduduk yang berdomisili di seluruh wilayah teritorial Indonesia
termasuk warga negara asing kecuali anggota Korps Diplomatik negara sahabat
beserta keluarganya.
Bagi penduduk yang bertempat tinggal tetap, dicacah dimana mereka
12. biasa tinggal. Akan tetapi jika sedang bertugas ke luar wilayah lebih dari 6 bulan,
tidak dicacah di tempat tinggalnya. Sebaliknya, seseorang atau keluarga
menempati suatu bangunan belum mencapai 6 bulan tetapi bermaksud menetap
disana, dicacah di tempat tersebut.
Untuk penduduk yang tidak bertempat tinggal tetap dicacah di tempat
dimana mereka ditemukan petugas sensus biasanya pada malam ‘Hari
Sensus’. Termasuk penduduk yang tidak bertempat tinggal tetap adalah tuna
wisma, awak kapal berbendera Indonesia, penghuni perahu/ rumah apung,
masyarakat terpencil/terasing dan pengungsi.
2.3.1. Jumlah penduduk
Penduduk Kabupaten Buton berdasarkan Sensus Penduduk 2010
berjumlah 95.221 jiwa. Dalam tabel dibawah ini dapat dilihat jumlah
penduduk per kecamatan dan laju pertumbuhannya.
Tabel 2.3
Jumlah Penduduk dan Laju Pertumbuhan Penduduk Menurut Kecamatan di
Kabupaten Buton, 2010, 2015 dan 2016
No. Kecamatan
Jumlah Penduduk (ribu) Laju Pertumbuhan
Penduduk per Tahun
2010 2015 2016 2010-2016 2015-2016
1. Lasalimu 10324 10639 10769 0,60 0,61
2. Lasalimu Selatan 12858 13250 13414 0,61 0,62
3. Siotapina 12209 12858 12739 0,61 0,61
4. Pasarwajo 37198 38349 38815 0,61 0,61
5. Wolowa 4962 5111 5174 0,60 0,61
6. Wabula 5007 5166 5227 0,62 0,59
7. Kapontori 12663 13056 13214 0,61 0,60
95221 98156 99352 0,61 0,61
Sumber : Kabupaten Buton dalam Angka, 2017
Jumlah Penduduk Tahun 2010 adalah sebesar 95.221 jiwa sedangkan
pada taun 2016 sebanyak 99.352 jiwa. Penduduk tersebut tersebar dengan
persebaran yang tidak merata. Pada tahun 2016, Kecamatan Pasarwajo
merupakan daerah dengan jumlah penduduk terbanyak yakni 38.815 jiwa sedangkan
Kecamatan Wolowa merupakan kecamatan dengan jumlah penduduk paling sedikit
yakni 5.174 jiwa. Dari sisi laju pertumbuhan penduduk di tahun 2016, maka
13. Kecamatan Lasalimu Selatan adalah daerah yang laju pertumbuhan penduduknya
tertinggi yakni 0,62 sedangkan Kecamatan Wabula adalah daerah yang paling
rendah laju pertumbuhan penduduknya yakni 0,59.
2.3.2. Ketenagakerjaan
Sumber utama data ketenagakerjaan adalah Survei Angkatan Kerja
Nasional (Sakernas). Survei ini dirancang khusus untuk mengumpulkan data
ketenagakerjaan Pada tahun 1994-2001, Sakernas dilaksanakan secara
tahunan yaitu pada setiap bulan Agustus. Pada tahun 2002-2004, disamping
Sakernas tahunan dilakukan pula Sakernas triwulanan. Hal itu dimaksudkan
untuk memantau indikator ketenagakerjaan secara dini di Indonesia, yang
mengacu pada KILM (the Key Indicators of the Labour Market) yang
direkomendasikan oleh ILO (International Labour Organization). Sejak tahun
2005, pengumpulan data Sakernas dilaksanakan secara semesteran pada bulan
Februari (semester I) dan Agustus (semester II). Inflation factor yang digunakan
dalam penghitungan angka hasil Sakernas didasarkan pada total penduduk
dirinci menurut kelompok umur, kecamatan, dan daerah perkotaan dan
pedesaan hasil penghitungan penduduk.
Penduduk dapat dikelompokkan menjadi penduduk usia kerja dan bukan
usia kerja. Penduduk usia kerja adalah penduduk yang berumur 15 tahun ke
atas. Dalam hal ini di Kota Kendari pada tahun 2013 terdapat 218.914 jiwa
yang tergolong dalam penduduk usia kerja. Selanjutnya penduduk usia kerja
dikelompokkan ke dalam penduduk angkatan kerja dan bukan angkatan kerja.
Angkatan kerja adalah penduduk usia kerja (15 tahun dan lebih) yang bekerja,
atau punya pekerjaan namun sementara tidak bekerja dan pengangguran. Ada
sejumlah 125.042 jiwa yang tergolong penduduk angkatan kerja.
Dari sejumlah angkatan kerja tersebut, terdapat 113.107 jiwa yang bekerja.
Bekerja adalah melakukan pekerjaan dengan maksud memperoleh atau
membantu memperoleh pendapatan atau keuntungan dan lamanya bekerja
paling sedikit selama satu jam secara terus menerus dalam seminggu yang lalu
(termasuk pekerja keluarga tanpa upah yang membantu dalam suatu
usaha/kegiatan ekonomi). Jumlah jam kerja seluruhnya adalah jumlah jam kerja
yang digunakan untuk bekerja (tidak termasuk jam kerja istirahat resmi dan jam
14. kerja digunakan untuk hal-hal diluar pekerjaan). Adapun status pekerjaan
adalah kedudukan seseorang dalam unit usaha/ kegiatan dalam melakukan
pekerjaan.
Lapangan usaha adalah bidang kegiatan dari pekerjaan/ tempat bekerja
dimana seseorang bekerja. Klasifikasi lapangan usaha mengikuti Klasifikasi Baku
Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) dalam 1 digit. Dewasa ini ketersediaan
lapangan usaha sangat terbatas. Dalam dunia kerja persaingan semakin
kompetitif. Dari sejumlah angkatan kerja seperti yang tercantum sebelumnya,
masih terdapat 11.939 (9,55%) jiwa yang sedang menganggur atau mencari
pekerjaan.
15. Tabel 2.4.
Persentase penduduk berumur 15 tahun ke atas (dalam persen) menurut jenis kegiatan selama seminggu yang lalu
dan jenis kelamin di Kabupaten Buton, 2015
Kegiatan Utama
2014 2015
Laki-laki Perempuan Jumlah Laki-laki Perempuan Jumlah
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)
1. Angkatan kerja 38,81 41,09 65,89 38,32 27,08 65,40
a. Bekerja 57,12 40,25 97,37 57,00 41,06 98,06
b. Pengangguran terbuka 1,79 0,84 2,63 1,59 0,36 1,94
c. Jumlah 58,91 41,09 100,00 58,59 41,41 100,00
2. Bukan angkatan kerja 8,30 25,82 34,11 9,13 25,47 34,60
a. Sekolah 10,87 14,28 25,15 12,13 15,50 27,63
b. Mengurus rumah tangga 1,89 56,35 58,24 2,17 52,87 55,04
c. Lainnya 11,56 5,05 16,61 12,10 5,23 17,33
d. Jumlah 24,32 75,68 100,00 26,40 73,60 100,00
Sumber : Kabupaten Buton dalam Angka, 2017
16. 2.4. Sosial
Dalam pelaksanaan pembangunan sosial, pemerintah telah
mengupayakan agar terciptanya kesejahteraan masyarakat dibidang sosial yang
lebih baik. Usaha tersebut antara lain meliputi kegiatan di Bidang Pendidikan,
Kesehatan, Keluarga Berencana, Agama, Keamanan dan Ketertiban Masyarakat
serta Bidang Sosial lainnya.
2.4.1. Pendidikan
Sekolah adalah lembaga pendidikan formal yang dimulai dari pendidikan
dasar, menengah, dan tinggi. Pendidikan yang dicatat adalah pendidikan formal
berdasar kurikulum Kementerian Pendidikan Nasional, termasuk pendidikan
yang diselenggarakan oleh pondok pesantren dengan memakai kurikulum
Kementerian Pendidikan Nasional, seperti Madrasah Ibtidaiyah (MI), Madrasah
Tsanawiyah (MTs), dan Madrasah Aliyah (MA). Pondok Pesantren/madrasah
diniyah adalah sekolah yang tidak memakai kurikulum dari Kementerian
Pendidikan Nasional.
Rasio murid terhadap guru adalah angka yang merupakan hasil
pembagian antara jumlah murid dengan guru. Rasio ini disamping
menggambarkan tingkat ketersediaan guru juga memperlihatkan beban seorang
guru dalam menangani anak didiknya. Pada tahun 2013/2014, pada tingkat
Sekolah Dasar terlihat bahwa beban guru lebih berat dibandingkan dengan
jenjang sekolah yang lebih tinggi. Rasio murid SD/sederajat terhadap guru
sebesar 17,04 sedangkan rasio murid SMP/sederajat terhadap guru sebesar
11,17, rasio murid SMA/sederajat terhadap guru sebesar 10,30 dan rasio murid
SMK terhadap guru sebesar 8,43.
Rasio murid terhadap sekolah adalah angka hasil pembagian antara
banyaknya murid dengan banyaknya sekolah. Rasio murid terhadap sekolah
disamping menyatakan tingkat efisiensi penggunaan/ pengelolaan sekolah, juga
menggambarkan kecukupan sarana pendidikan. Pada tahun 2013, rasio murid
terhadap sekolah tingkat SD lebih kecil dibandingkan dengan rasio murid
terhadap sekolah tingkat SMP dan SMU yaitu 286,63. Dapat diartikan bahwa
18. Tabel 2.5.
Banyaknya Sekolah, Guru dan Murid Taman Kanak-kanak Menurut Kecamatan Tahun 2010-2014
Kode Kecamatan
2014 2013 2012
Sekolah Guru Murid Sekolah Guru Murid Sekolah Guru Murid
7401050 Lasalimu 4 11 164 7 25 176 4 10 133
7401051 Lasalimu Selatan 7 20 236 8 27 255 7 20 264
7401052 Siotapina 7 21 303 9 25 349 7 15 303
7401060 Pasarwajo 22 123 1.131 22 142 1.091 19 63 1.179
7401062 Wolowa 6 19 170 6 27 199 6 16 223
7401061 Wabula 3 9 79 4 14 170 3 8 89
7401110 Kapontori 13 43 286 15 43 422 12 21 253
Jumlah 62 246 2.369 71 303 2.662 58 153 2.444
Sumber : Kabupaten Buton dalam Angka, 2017
Tabel 2.6.
Banyaknya Sekolah, Guru dan Murid Tingkat SD/Sederajat Menurut Kecamatan Tahun 2008-2013
Kode Kecamatan
2015 2014 2013
Sekolah Guru Murid Sekolah Guru Murid Sekolah Sekolah Guru Murid
7401050 Lasalimu 16 136 1.829 16 142 2.030 17 16 142 2.030
7401051 Lasalimu Selatan 18 154 1.857 17 137 2.032 17 17 137 2.032
7401052 Siotapina 15 138 2.366 14 137 2.386 14 14 137 2.386
7401060 Pasarwajo 32 477 6.377 31 479 6.587 32 31 479 6.587
7401062 Wolowa 8 88 931 8 87 982 8 8 87 982
7401061 Wabula 7 76 827 6 62 853 6 6 62 853
7401110 Kapontori 22 233 2.317 22 208 2.311 22 22 208 2.311
Jumlah 118 1.302 16.504 114 1.252 17.181 116 114 1.252 17.181
Sumber : Kabupaten Buton dalam Angka, 2017
19. Tabel 2.7.
Banyaknya Sekolah, Guru dan Murid Tingkat SMP/Sederajat Menurut Kecamatan Tahun 2010-2013
Kode Kecamatan
2015 * 2014 2013
Sekolah Guru Murid Sekolah Guru Murid
Sekola
h
Guru Murid
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11)
7401050 Lasalimu 10 75 711 7 77 673 7 77 673
7401051 Lasalimu Selatan 6 60 779 5 59 697 5 59 697
7401052 Siotapina 7 80 803 6 120 796 6 120 796
7401060 Pasarwajo 10 262 2.359 9 311 2.415 9 311 2.415
7401062 Wolowa 3 35 372 3 62 401 3 62 401
7401061 Wabula 3 53 357 3 66 386 3 66 386
7401110 Kapontori 8 110 749 7 105 722 7 105 722
Jumlah 47 675 6.130 40 800 6.090 40 800 6.090
Sumber : Kabupaten Buton dalam Angka, 2017
20. 2.4.2. Sosial Lainnya
Pembangunan di bidang agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang
Maha Esa diarahkan untuk menciptakan keselarasan dan kerukunan hubungan
antara umat beragama, keharmonisan hubungan antara manusia dengan
manusia, manusia dengan penciptanya serta dengan alam sekitarnya. Di
samping itu, keamanan dan ketertiban merupakan salah satu kebutuhan yang
selalu didambakan oleh setiap masyarakat, baik dalam kehidupan beragama
maupun kehidupan bermasyarakat..
Pembangunan di bidang sosial lainnya di Kabupaten Buton diarahkan
untuk terwujudnya kehidupan dan penghidupan sosial baik dari segi material
maupun spritual yang dalam hal ini utamanya mengatasi masalah
kesejahteraan sosial seperti kemiskinan, keterbelakangan, keterlantaran,
kerawanan, ketentraman sosial dan bencana alam. Bencana alam adalah
peristiwa alam yang menimbulkan kesengsaraan, kerusakan alam dan
lingkungan, serta mengakibatkan kerugian dan penderitaan pada penduduk.
Tidak termasuk bencana yang disebabkan karena hama tanaman atau wabah.
Bencana alam yang disajikan antara lain: banjir, kebakaran, angin topan dan
lainnya..
2.5. Perdagangan
Kegiatan Perdagangan di Kota Kendari terdiri dari perdagangan ekspor
dan impor serta perdagangan antar pulau. Jenis barang yang diperdagangkan
meliputi berbagai komoditi dari hasil pertanian, perkebunan, peternakan,
perikanan, dan kehutanan.
2.5.1. Ekspor dan Impor
Sistem pencatatan statistik Ekspor dan Impor adalah “General Trade”
dengan wilayah pencatatan meliputi seluruh wilayah kepabeanan Indonesia.
Pengesahan dokumen kepabeanan ekspor dan impor dilakukan oleh Bea dan
Cukai berdasarkan persetujuan muat/bongkar barang. Barang-barang yang
dikirim ke luar negeri untuk diolah dicatat sebagai ekspor, sedangkan hasil
olahan yang dikembalikan ke Indonesia dicatat sebagai impor. Barang-barang
luar negeri yang diolah di dalam negeri dicatat sebagai barang impor meskipun
21. barang olahan tersebut akan kembali ke luar negeri.
Kegiatan perdagangan antar pulau di Kota Kendari memperdagangkan
barang-barang yang berasal dari hasil bumi dan laut. Hasil bumi meliputi
barang-barang hasil tanaman pangan, perkebunan, perikanan, peternakan, dan
hasil hutan, sedangkan hasil laut meliputi ikan dan hasil-hasil lainnya.
Nilai impor pada pelabuhan bongkar Kota Kendari pada tahun 2013,
mengalami peningkatan jika dibandingkan dengan nilai impor tahun 2012 yang
mengalami pertumbuhan sebesar 474,79 persen. Sedangkan ekspor terbesar
adalah pada komoditas bijih logam, terak, dan abu sebesar 18.016.844.740 Kg
dengan nilai sebesar 438.668.253 US$.
2.5.2. Sarana Perdagangan
Kegiatan perdagangan ditunjang oleh sarana dan fasilitas perdagangan.
Semakin meningkat sarana perdagangan, mencerminkan peningkatan kegiatan
perekonomian. Sarana perdagangan dalam skala besar biasanya memiliki badan
hukum. Bila dilihat dari jumlah badan hukum yang teregistrasi pada Dinas
Perindustrian, Perdagangan, dan Koperasi Kota Kendari, terjadi penurunan
sebesar 8,88 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Bila dilihat dari jenis
badan hukumnya, badan hukum terbanyak adalah usaha perorangan, namun
penurunannya sangat signifikan dibandingkan tahun sebelumnya, yaitu mencapai
8,92 persen. Sementara itu badan usaha Perseroan Terbatas dan Persekutuan
Komanditer, masing-masing memiliki penurunan yang cukup signifikan juga yaitu
di atas 6 persen. Sedangkan usaha koperasi tumbuh sebesar 3,85 persen
dibandingkan tahun sebelumnya.
2.5.3. Usaha Kecil dan Menengah
Data Usaha Kecil dan Menengah dikumpulkan melalui Survey terintegrasi
Usaha Kecil dan Menengah(Integrated Survey of Small-Scale & Micro
Establishment / ISSME), yang merupakan survei kelanjutan dari sensus ekonomi
yang hanya memfokuskan pada perusahaan tanpa identitas resmi. Mengacu pad
konsep dan waktu yang digunakan, secara nyata hasil dari ISSME dapat digunakan
untuk menggambarkan sektor informal, meskipun tidak secara lengkap.
22. Sebagai permulaan, jumlah SME sebelum sensus ekonomi 1996 adalah 16.8
juta kecuali sektor pertanian. untuk mendapatkan gambaran lebih lengkap tentang
SME, ukuran sampel dari 1.16 juta perusahaan telah dipilih melalui sensus dan di
luar ini sebanyak 0.64 juta merupakan perdagangan eceran. ISSME sendiri telah
terlaksana setiap tahun sejak 1998. tidak ada ISSME pada 1997. Jumlah sampel
pada tahun 1998 hanya 89,000 perusahaan, yang dilaksanakan sekali, sementara
tahun 1999 terdapat 118,000 perusahaan yang dilaksanakan 4 kali (kuartalan)
menggunakan 29,500 sampel untuk masing-masing kuarter, diantaranya 11,325
sampel untuk perdagangan eceran. Survei yang terakhir tahun 2000 dan 2001
berturut-turut menggunakan 59,433 sampel atau rata-rata 14,850 sampel untuk
masing-masing kuarter.
Cakupan
Berdasarkan lokasi, SME dapat dikelompokkan menjadi : (a) perusahaan
menggunakan lokasi tetap dan peralatan tak bergerak, contohnya perusahaan yang
biasanya dibangun hanya berdasarkan SIUP (Surat Ijin Usaha Perdagangan),
kebanyakan dari mereka tidak memiliki SIUP; dan (b) perusahaan yang berlokasi
tidak tetap tetapi peralatannya bergerak.
Dilihat dari aktivitas ekonominya, cakupan SMES adalah : (a) pertambangan
milik sendiri, (b) industri sekala kecil dan kerajinan rumah tangga, (c) perusahaan
listrik swasta, (d) kegiatan konstruksi perseorangan, (e) perdagangan, restoran, dan
pelayanan akomodasi, (f) transportasi perorangan, storage, dan aktivitas
kominikasi, (g) perusahaan penyimpanan dan peminjaman tanpa identitas resmi,
usurer, asuransi yang mendukung perusahaan dan tempat pertukaran uang yang
dijalankan perorangan, (h) dan jasa-jasa lainnya.