4. 3
Pengantar
Alhamdulillah, akhirnya buku CENTER OF GRAVITY MODEL “PENENTUAN
LOKASI SARANA KESEHATAN” yang merupakan upload pertama ‘Serial
Paper Manajemen’dapat diselesaikan.
Penulisan buku ini diawali oleh sebuah pemikiran bahwa metode
manajemen yang secara umum digunakan dalam bidang
manufaktur apakah bisa ditarik untuk diimplementasikan dengan
beberapa perubahan ke dalam sektor kesehatan.
PH Movement Publications (Red: Public Health Movement
Publications) merupakan sebuah wadah bagi semua pihak atau
pemerhati masalah kesehatan masyarakat yang termanifesto dalam
sebuah tulisan atau buku.
Salam Sehat!
Surabaya, Januari 2012
5. 4
“Center of Gravity Models”
Metode yang dipakai untuk menentukan lokasi terbaik dari
beberapa lokasi alternatif. Tujuannya adalah memperoleh
jarak/akses yang efisien dari segi biaya perpindahan barang atau
jasa dari lokasi yang ada. Teori ini banyak digunakan dalam
manajemen inventori dan logistik.
Tujuan buku ini dibuat adalah sebagai bahan masukan untuk
Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Timur dan Departemen Kesehatan
dalam menentukan lokasi Rumah Sakit Jiwa yang tepat di wilayah
propinsi Jawa Timur sehingga penanganan kasus kesehatan jiwa
bisa lebih optimal.
Adapun basedata yang dipakai adalah data 2006 sehingga
dimungkinkan lokasi dapat berubah. Sehingga hasil akhir lokasi
merupakan sebuah simulasi terhadap implementasi gravity models.
6. 5
BAGIAN I
PEMENUHAN SARANA KESEHATAN JIWA
Pembangunan kesehatan merupakan upaya untuk memenuhi salah satu hak dasar
rakyat, yaitu hak untuk memperoleh pelayanan kesehatan sesuai dengan pasal 28 ayat 1 UUD
1945 dan Undang-undang nomor 23 tahun tentang kesehatan. Pembangunan kesehatan itu
sendiri harus dipandang sebagai investasi untuk mendukung pembangunan ekonomi dan
pendidikan, serta berperan dalam penanggulangan kemiskinan.
Direktur Kesehatan Jiwa Organisasi Kesehatan Dunia (World Health
Organization/WHO) Benedetto Saraceno mengemukakan, lebih dari 50 persen penderita
gangguan kesehatan jiwa di negara-negara berkembang belum mendapatkan perawatan.
Pada Kongres Federasi Psikiatri dan Kesehatan Jiwa ASEAN ke-10 di Jakarta, Kamis (29/6),
Saraceno menjelaskan hal itu bisa terjadi, akibat minimnya akses masyarakat terhadap
pelayanan kesehatan jiwa.
Menurutnya, jumlah psikiatri di sebagian besar negara berkembang hanya sekitar 0-1
per 100 ribu penduduk dan belum tersebar merata. Dari jumlah itu, sekitar 65,1 persen
psikiatri melakukan praktik di rumah sakit jiwa, 15,9 persennya berpraktik di rumah sakit
umum dan 19,0 persennya berpraktik di tempat-tempat praktik khusus. "Sarana pelayanan
kesehatan jiwa belum berada di dekat komunitas, sehingga tidak mampu menjangkau semua
sasaran," ujarnya. Kualitas pelayanan gangguan kesehatan jiwa pun, menurut Saraceno, rata-
rata masih buruk sehingga penderita enggan atau jera me-meriksakan diri atau mendapatkan
perawatan dari sarana pelayanan kesehatan jiwa yang ada
7. 6
Pada saat ini ada kecenderungan penderita dengan gangguan jiwa jumlahnya mengalami
peningkatan. Data hasil Survey Kesehatan Rumah Tangga (SK-RT) yang dilakukan Badan
Litbang Departemen Kesehatan Republik Indonesia pada tahun 1995 menunjukkan,
diperkirakan terdapat 264 dari 1000 anggota Rumah Tangga menderita gangguan kesehatan
jiwa. Dalam kurun waktu enam tahun terakhir ini , data tersebut dapat dipastikan meningkat
karena krisis ekonomi dan gcjolak-gejolak lainnya diseluruh daerah. Bahkan masalah dunia
internasional pun akan ikut memicu terjadinya peningkatan tersebut.
Studi Bank Dunia (World Bank) pada tahun 1995 di beberapa Negara menunjukkan
bahwa hari-hari produktif yang hilang atau Dissabiliiy Adjusted Life Years (DALY's) sebesar
8,1% dari Global Burden of Disease, disebabkan oleh masalah kesehatan jiwa. Angka ini
lebih tinggi dari pada dampak yang disebabkan penyakit Tuberculosis (7,2%), Kanker (5,8%),
Penyakit Jantung (4,4%) maupun Malaria (2,6%). Tingginya masalah tersebut menunjukkan
bahwa masalah kesehatan jiwa merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang
besar dibandingkan dengan masalah kesehatan lainnya yang ada dimasyarakat.
Menurut Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 yang dimaksud dengan "Kesehatan"
adalah: "Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan
setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis". Atas dasar definisi Kesehatan
tersebut di atas, maka manusia selalu dilihat sebagai satu kesatuan yang utuh (holistik). dari
unsur "badan" (organobiologik), "jiwa" (psiko-edukatif) dan “sosial” (sosio-kultural), yang
tidak dititik beratkan pada “penyakit” tetapi pada kualitas hidup yang terdiri dan
"kesejahteraan" dan “produktivitas sosial ekonomi”. Dan definisi tersebut juga tersirat bahwa
"Kesehatan Jiwa" merupakan bagian yang tidak terpisahkan (integral) dari "Kesehatan" dan
unsur utama dalam menunjang terwujudnya kualitas hidup manusia yang utuh.
8. 7
Menurut Undang-undang No 3 Tahun 1966 yang dimaksud dengan "Kesehatan Jiwa"
adalah keadaan jiwa yang sehat menurut ilmu kedokteran sebagai unsur kesehatan, yang
dalam penjelasannya disebutkan sebagai berikut: "Kesehatan Jiwa adalah suatu kondisi yang
memungkinkan perkembangan fisik, intelektual dan emosional yang optimal dari seseorang
dan perkembangan itu berjalan selaras dengan keadaan orang lain".
Makna kesehatan jiwa mempunyai sifat-sifat yang harmonis (serasi) dan memperhatikan
semua segi-segi dalam kehidupan manusia dan dalam hubungannya dengan manusia lain. Jadi
dapat disimpulkan bahwa kesehatan jiwa adalah bagian integral dari kesehatan dan
merupakan kondisi yang memungkinkan perkembangan fisik, mental dan sosial individu
secara optimal, dan yang selaras dengan perkembangan orang lain.
Mengingat pentingnya upaya kesehatan jiwa maka sudah selayaknya pengembangan
sarana pemenuhan upaya kesehatan jiwa harus direncanakan dengan seksama. Upaya
perencanaan dan pengembangan upaya kesehatan jiwa tersebut salah satunya diwujudkan
dengan upaya perencanaan penentuan lokasi Rumah sakit jiwa yang strategis dan tepat
sehingga dari segi akses jarak mudah dijangkau dan berada di posisi yang sesuai penyebaran
dengan kuantitas kunjungan jiwa tiap kabupaten.
Dalam tahun 2006 setidaknya terdapat 496.676 kunjungan jiwa di rumah sakit daerah
yang tentunya memerlukan rujukan khusus untuk ditangani intensif di Rumah Sakit Jiwa.
Oleh sebab itu maka diperlukan perencanaan letak posisi Rumah Sakit Jiwa yang diharapkan
dapat terjangkau secara jarak maupun biaya di Jawa Timur berdasarkan penyebaran jumlah
kunjungan jiwa di rumah sakit daerah di Jawa timur.
9. 8
BAGIAN II
GAMBARAN DATA
Jumlah kunjungan gangguan jiwa di Propinsi Jawa Timur di Sarana Kesehatan (Rumah
Sakit) Kabupaten /Kota dan letak koordinatnya dapat dilihat sebagai berikut :
No. Wilayah
Jml
Kunj.
gangguan
Jiwa
Letak
Koordinat
1 2 4 X Y
KABUPATEN
1 Pacitan 2.775 1 3
2 Ponorogo 1.018 2,4 4,8
3 Trenggalek 1.621 3,3 3,8
4 Tulungagung 1.784 4 3,8
5 Blitar 8.839 5 3,5
6 Kediri 4.518 5 5
7 Malang 25.671 6,8 3,5
8 Lumajang 31.543 9 3,5
9 Jember 22.641 10 5,3
10 Banyuwangi 7.201 13 3
11 Bondowoso 25.900 11 4,9
12 Situbondo 25.352 12 6
13 Probolinggo 6.438 9 5,5
14 Pasuruan 11.570 8 6
15 Sidoarjo 61.113 7 7
16 Mojokerto 18.362 6 7
17 Jombang 7.922 5 6,5
18 Nganjuk 5.577 4 6
19 Madiun 21.333 2 6,6
20 Magetan 2.581 2 6
21 Ngawi 3.337 2 7
22 Bojonegoro 41.947 4,8 8,7
23 Tuban 36.749 4,5 10
24 Lamongan 14.197 6 9
10. 9
No. Wilayah
Jml
Kunj.
gangguan
Jiwa
Letak
Koordinat
1 2 4 X Y
25 Gresik 21.934 6,7 9,7
26 Bangkalan 21.424 7 9
27 Sampang 3.488 9 8,6
28 Pamekasan 2.574 10 8,6
29 Sumenep 33.540 11 9,5
KOTA
30 Kediri 2.390 5 5
31 Blitar 1.301 5 3,5
32 Malang 8.831 6,9 4,2
33 Probolinggo 3.545 9 5,5
34 Pasuruan 1.459 8 6
35 Mojokerto 1.425 6 7
36 Madiun 3.153 2 6,6
37 Surabaya 23.855 7 9
38 Batu 6.408 6,4 5
JUMLAH 525.316
Sumber :Profil Kesehatan Propinsi Jawa Timur Tahun 2006
11. 10
Gambar 1. Peta Propinsi Jawa Timur dengan Koordinat Lokasi Kabupaten/Kota
(Ket : Kabupaten ; Kota)
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14X
Y
12. 11
BAGIAN III
IMPLEMENTASI GRAVITY METHODS
III.1 Gambaran Umum Permasalahan
Masyarakat Jawa Timur dengan penyebaran Kabupaten/Kota yang merata, memerlukan
akses yang baik akan pelayanan kesehatan jiwa (Rumah Sakit Jiwa). Oleh karena itu diperlukan
penghitungan yang baik melihat angka kunjungan kesehatan jiwa pada tingkat Kabupaten/Kota.
III.2 Pemecahan Masalah
Dari permasalahan tersebut, maka dibuat penentuan lokasi Rumah Sakit Jiwa yang
strategis sehingga masyarakat yang tersebar di 38 Kabupaten/Kota yang ada di Propinsi jawa
Timur untuk mengakses Layanan lanjutan/rujukan Rumah Sakit Jiwa dengan biaya transportasi
yang paling rendah.
Dari gambar 1 diatas terlihat posisi masing-masing Kabupaten/kota dengan titik
koordinatnya terlihat dengan jelas.. Nomor tersebut dalam peta sesuai dengan urutan
kabupaten/Kota dalam tabel 1. Selanjutnya jumlah kunjungan gangguan jiwa di Kabupaten/Kota
propinsi Jawa Timur (Vi) dipakai sebagai parameter untuk perhitungan selanjutnya sedangkan
biaya transport (Ri) berdasarkan estimasi di lapangan. Jumlah kunjungan gangguan jiwa per
Kabupaten/Kota dan biaya transport serta titik koordinat masing-masing Kabupaten/Kota dapat
dipakai dalam menentukan titik koordinat lokasi rumah Sakit Jiwa seperti diuraikan pada tabel 2
dibawah ini.
16. 15
Keterangan : Lokasi Rumah Sakit Jiwa (RSJ1)
Gambar 2. Koordinat Kabupaten/Kota serta koordinat lokasi Rumah Sakit Jiwa (RSJ1)
Selain lokasi Rumah Sakit Jiwa pada titik koordinat (7.5, 6.7), perlu juga dibandingkan
dengan titik koordinat yang lain, selanjutnya membandingkan total biaya transportasi
minimalnya. Berikut ini uraian perhitungannya.
19. 18
No. Wilayah Xi Yi Vi Ri di Cost(ViRiDi)
24 Lamongan 6 9 14197 0,4 40,38873605 229359,5543
25 Gresik 6,7 9,7 21934 0,2 46,2087654 202708,6121
26 Bangkalan 7 9 21424 0,4 35,01785259 300088,9896
27 Sampang 9 8,6 3488 0,6 37,25922705 77976,11036
28 Pamekasan 10 8,6 2574 0,7 48,30372656 87033,65452
29 Sumenep 11 9,5 33540 0,8 68,41052551 1835591,22
KOTA
30 Kediri 5 5 2390 0,4 44,11632351 42175,20528
31 Blitar 5 3,5 1301 0,6 60 46836
32 Malang 6,9 4,2 8831 0,4 38,24264635 135088,324
33 Probolinggo 9 5,5 3545 0,6 30 63810
34 Pasuruan 8 6 1459 0,3 13,82931669 6053,091913
35 Mojokerto 6 7 1425 0,3 21,47673159 9181,302757
36 Madiun 2 6,6 3153 0,7 81,0138877 178805,7515
37 Surabaya 7 9 23855 0,01 35,01785259 8353,508735
38 Batu 6,4 5 6408 0,5 29,58462438 94789,13653
525316 1964,030456 15.735.523,93
Dari tabel diatas diketahui pada koordinat Rumah Sakit Jiwa (RSJ2)= (7.4, 6.7), biaya total
transportasi minimal adalah Rp 15.735.523,93. Dapat disimpulkan bahwa pada titik koordinat
kedua (RSJ2) biaya transportasi yang dibutuhkan lebih murah dari titik koordinat di awal (RSJ1).
Berikut ini kita ulangi lagi tahapan diawal untuk melihat penghitungan biaya transportasi
minimal paling kecil.
Tabel 6 Perbandingan RSJ1 dan RSJ 2
Titik X Y di Cost (ViRidi)
RSJ1 7.5 6.7 1978,291766 Rp.15.748.325,93
RSJ2 7.4 6.7 1964,030456 Rp. 15.735.523,93
Dari tabel diatas diketahui bahwa titik koordinat lokasi yang biaya transportasinya
minimal lebih kecil adalah pada koordinat RSJ2 (7.4, 6.7) dengan biaya Rp. 15.735.523,93
20. 19
Gambar 3. Koordinat Kabupaten/Kota dan Lokasi RSJ1 dan RSJ 2
Keterangan :
Lokasi Rumah Sakit Jiwa (RSJ2)
Lokasi Rumah Sakit Jiwa (RSJ2)
21. 20
BAGIAN IV
PENUTUP
Pemanfaatan dan implementasi gravity models yang pada umumnya dipakai dalam
manajemen inventory dan logistik dalam penentuan lokasi sarana kesehatan dimungkinkan dapat
menjadi metode alternatif dalam menentukan lokasi sarana kesehatan dengan akurasi dan presisi
yang lebih baik. Harapannya lokasi sarana kesehatan yang tepat dapat diakses dan dinikmati oleh
pengguna layanan dan masyarakat.
Jauh dari semua keterbatasan penghitungan dan penerapan metode maka segala masukan
dan saran kami terima untuk membuat buku ini menjadi lebih baik. Terimakasih.
22. 21
Referensi
Jay Heizer and Barry Render, Operations Management, 9th Edition, Pearson Education
International, 2008.