More Related Content Similar to Kota layak anak upaya liberalisasi sejak dini (11) More from FlamencoRizky (20) Kota layak anak upaya liberalisasi sejak dini1. 18/12/2014 Hizbut Tahrir Indonesia » Blog Archive » KOTA LAYAK ANAK: UPAYA LIBERALISASI SEJAK DINI
HOME TENTANG KAMI FAQ
Search.. Cari
KOTA LAYAK ANAK: UPAYA LIBERALISASI SEJAK DINI
December 17th, 2014 by MHTI
dr. Arum harjanti (Lajnah Siyasi DPP MHTI)
Pada tanggal 19 Desember 2014, Deputi Tumbuh Kembang Anak Kementerian
Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA), Lenny Nurhayanti
menyatakan bahwa pada tahun 2014 KPPPA menargetkan terwujudnya 100
kota/kabupaten layak anak (KLA). Hingga Nopember 2014 telah ada 190 kabupaten dan
kota yang mempersiapkan diri menuju kota layak anak. KLA dianggap sebagai investasi
untuk membangun generasi penerus bangsa agar mereka lebih sehat, cerdas, ceria,
berakhlak mulia, cinta tanah air serta terlindungi dari berbagai bentuk diskriminasi,
eksploitasi dan kekerasan.
Latar Belakang KLA
Sebagai negara yang telah meratifikasi Konvensi HakHak Anak (KHA), Indonesia
berkomitmen membangun Indonesia Layak Anak. Upaya untuk mewujudkannya diawali
dengan pengesahan UU no 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yang berorientasi
pada KHA. Selain itu, Indonesia juga telah ikut menandatangani World Fit For Children
Declaration (WFC) atau Deklarasi Dunia Layak Anak (DLA) pada tanggal 10 Mei 2002 saat
Sidang Umum PBB ke27 Khusus mengenai Anak (27th United Nations General Assembly
Special Session on Children).
Pada tahun 2004, Komitmen Indonesia tersebut selanjutnya dituangkan dalam ”Program
Nasional bagi Anak Indonesia (PNBAI) 2015”. Program ini menjadi acuan bagi semua
pemangku kepentingan dalam pembangunan kesejahteraan dan perlindungan anak
Indonesia. Terdapat 4 bidang pokok dalam PNBAI, yang mengacu kepada empat fokus
program WFC, yaitu : promosi hidup sehat, penyediaan pendidikan yang berkualitas,
perlindungan terhadap perlakuan salah, eksploitasi, dan kekerasan, serta penanggulangan
HIV/AIDS. Untuk mempercepat komitmen ini, KPPPA dengan dukungan dari
2. 18/12/2014 Hizbut Tahrir Indonesia » Blog Archive » KOTA LAYAK ANAK: UPAYA LIBERALISASI SEJAK DINI
Kementerian/Lembaga terkait mengembangkan Kebijakan Pengembangan Kabupaten/Kota
Layak Anak (KLA), yang dikuatkan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007
tentang Pembagian Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan
Pemerintahan Kabupaten/Kota.
KPPPA telah merintis pembentukan kota layak anak sejak 2006 dengan menyiapkan
aturan pelaksanaan untuk tingkat provinsi maupun kabupaten dan kota. Untuk dapat
dikategorikan sebagai kota layak anak daerah harus memenuhi 31 indikator yang merujuk
pada 5 klaster Konvensi Hak Anak. Di dalam Permen nomor 11 tahun 2011, KLA
didefinisikan sebagai kabupaten/kota yang mempunyai sistem pembangunan berbasis
hak anak melalui pengintegrasian komitmen dan sumberdaya pemerintah,
masyarakat dan dunia usaha yang terencana secara menyeluruh dan berkelanjutan
dalam kebijakan, program dan kegiatan untuk menjamin terpenuhinya hak anak.
Landasan KLA Bertentangan Dengan Islam
Negara yang sudah meratifikasi Konvensi hakhak Anak mempunyai konsekuensi untuk
mensosialisasikan dan membuat aturan hukum nasional mengenai hakhak anak. Mereka
juga harus membuat laporan periodik mengenai implementasi KHA setiap 2 tahun segera
setelah meratifikasi dan selanjutnya setiap 5 tahun. Bahkan PBB membuat suatu badan
khusus untuk memonitor pelaksanaan KHA di tiap negara, yaitu Committee on the Rights of
the Child. Sementara itu, Komitmen untuk mewujudkan DLA juga merupakan upaya untuk
makin mengokohkan implementasi KHA dalam mewujudkan hak anak. Dengan demikian
ratifikasi KHA dan DLA merupakan cara untuk memaksa dan mengontrol negara di dunia
termasuk Indonesia untuk menerapkan nilainilai yang telah ditetapkan oleh dunia
internasional. Fakta bahwa sampai saat ini AS menjadi satusatunya Negara yang belum
meratifikasi KHA, meski sudah menandatanganinya pada tahun 1995, menimbulkan tanda
tanya, mengingat AS terlibat secara aktif dan memberikan peran yang besar pada proses
pembentukan KHA.
Nilainilai yang saat ini sangat gigih ditanamkan kepada penduduk dunia termasuk kaum
muslim yang merupakan mayoritas penduduk Indonesia adalah konsep HAM dan
kesetaraan gender. Nilai inilah yang juga diupayakan ditanamkan pada anakanak melalui
KHA dan semua upaya global untuk mewujudkan hak anak seperti DLA. Padahal secara
konseptual, HAM dan kesetaraan gender bertentangan dengan Islam. Dalam pasal 6
Permen no 11/201 disebutkan bahwa Kebijakan Pengembangan KLA diarahkan pada
pemenuhan lima hak anak yang salah satunya adalah hak sipil dan kebebasan. Hak
kebebasan ini bila dikaitkan dengan KHA Pasal 14, maka hak kebebasan dalam beragama
juga dijamin dalam KLA. Sementara Islam justru menolak konsep kebebasan beragama
bagi seorang muslim.
HAM juga membatasi penafsiran atas agama sesuai dengan arus yang dikampanyekan
secara global. Praktek agama yang dianggap membahayakan hak anak misalnya, sering
dikaitkan dengan aturan Islam seperti sunat perempuan dan pernikahan. Begitu pentingnya
mengarahkan pemahaman agama terhadap terhadap pemenuhan hak anak terlihat jelas
dengan adanya program konsultasi seperti yang diadakan bulan Nopember 2014 yang lalu.
3. 18/12/2014 Hizbut Tahrir Indonesia » Blog Archive » KOTA LAYAK ANAK: UPAYA LIBERALISASI SEJAK DINI
Kementrian PPPA bekerjasama dengan Kementerian Luar Negeri, Sekretariat ASEAN dan
UNICEF East Asia Pacific Regional Office melaksanakan Konsultasi Regional Praktek
Budaya dan Agama yang Berpengaruh Terhadap Pemenuhan Hak Anak. Meneg PPPA
menyatakan, tujuan konsultasi ini adalah untuk mengidentifikasi praktekpraktek budaya
dan ritual agama yang membawa dampak bagi pemenuhan hak anak baik dampak positif
maupun negatif sebagai bahan dalam menyusun kebijakan yang responsif anak dalam
bidang agama dan budaya. Sebagai konsekuensi konsultasi ini, maka praktek agama yang
berlandaskan ajaran agama akan dilarang ketika dianggap bertentangan dengan tujuan
pemenuhan hak anak menurut KHA. Hal ini juga ditegaskan dalam point 23 resolusi PBB
tentang World Fit for Children. Hal ini akan membuat pengamalan agama tidak
berdasarkan perintah Sang Pencipta, namun mengikuti kemauan manusia dengan
menjadikan KHA sebagai rujukan.
Kebebasan berpendapat juga mendapat tempat yang sangat penting dalam KLA. dalam
Pasal 5 Permen 11/2011 disebutkan bahwa salah satu prinsip Kebijakan Pengembangan
KLA adalah penghargaan terhadap pandangan anak, yaitu mengakui dan memastikan
bahwa setiap anak yang memiliki kemampuan untuk menyampaikan pendapatnya,
diberikan kesempatan untuk mengekspresikan pandangannya secara bebas terhadap
segala sesuatu hal yang mempengaruhi dirinya.
Hal ini sejalan dengan KHA pasal 12 yang memberi kebebasan kepada anak untuk
menyatakan pendapatnya tentang semua hal. Kebebasan berpendapat pada anak ternyata
diberi ruang yang sangat besar. Untuk mempercepat perwujudan kebebasan berpendapat,
melalui Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Nasional 20042009 Indonesia memprogramkan pembentukan berbagai wadah
seperti Forum Anak, Parlemen Remaja, Kongres Anak Indonesia, Forum Partisipasi Anak
Nasional, Konsultasi Anak Nasional, Dewan Anak, dan Pemilihan Pemimpin Muda
Indonesia, guna mendengarkan dan menyuarakan pendapat dan harapan anak sebagai
bentuk partisipasi anak dalam proses pembangunan. Bahkan pemilihan Pemimpin Muda
Indonesia sudah dilakukan Sejak tahun 2004. Berbagai forum tersebut diselenggarakan
dengan dukungan UNICEF dan organisasi non pemerintah internasional. Salah satu
tujuannya adalah memberikan pengakuan terhadap anak berusia dibawah 18 tahun yang
telah berpartisipasi memasyarakatkan pelaksanaan Konvensi. Konsep ini jelas
bertentangan dengan Islam. Islam memang memberi ruang bagi kebebasan berpendapat,
dengan catatan pendapat tersebut tidak boleh bertentangan dengan Islam atau pemikiran
Islam. Banyaknya forum bebas berpendapat bagi anak dengan asas HAM justru akan
menjauhkan anak dari ramburambu berpendapat dalam Islam, karena HAM sendiri
bertentangan dengan Islam.
KLA juga menjadi sarana tercapainya kesetaraan gender. Dalam resolusi Majelis Umum no
S27/2 tentang World Fit for Children poin 23 dinyatakan : The achievement of goals for
children, particularly for girls, will be advanced if women fully enjoy all human rights and
fundamental freedoms… We will promote gender equality and equal access to basic social
services, such as education, nutrition, health care, including sexual and reproductive health
care, vaccinations, and protection from diseases representing the major causes of mortality,
4. 18/12/2014 Hizbut Tahrir Indonesia » Blog Archive » KOTA LAYAK ANAK: UPAYA LIBERALISASI SEJAK DINI
and will mainstream a gender perspective in all development policies and programmes.
Secara nyata tercapainya pemenuhan hak anak disandarkan kepada terwujudnya
perempuan yang menikmati semua hak asasi manusia dan kebebasan fundamental,
dengan promosi kesetaraan gender dan kesetaraan akses dengan pengarusan program
dan kebijakan berperspektif gender. Dengan kata lain, kesetaraan gender menjadi
prasyarat terpenuhi hak anak. Hal ini makin jelas ketika dalam Point 24 dinyatakan
perlunya merubah peran lakilaki dalam masyarakat. We also recognize the need to
address the changing role of men in society… ..and will make every effort to ensure that
fathers have opportunities to participate in their children’s lives. Makna sesungguhnya
dalam perubahan peran lakilaki dalam masyarakat adalah untuk mewujudkan kesetaraan
gender, bukan sekedar memberi kesempatan ayah untuk terlibat dalam kehidupan anak
anaknya. Namun agar ibu memiliki lebih banyak waktu sehingga dapat terlibat dalam
program pemberdayaan perempuan dan memiliki kebebasan dalam masyarakat.
Dari uraian di atas nampak jelas bahwa pengembangan KLA yang berlandaskan kepada
KHA dan DLA bertentangan dengan nilainilai Islam. Dengan demikian KLA akan membuat
anakanak sejak dini dijauhkan dari Islam dan diarahkan untuk mengadopsi nilainilai global.
KLA Menanamkan Liberalisasi Sejak Dini
Dengan mencermati program pengembangan KLA dengan KHA dan DLA sebagai
landasan, maka jelas arah yang akan dituju dalam memenuhi hak anak khususnya dalam
membentuk kerangka berpikir anak, yang dalam KHA didefinisikan sebagai seseorang yang
belum berusia 18 tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. Dan ketika konsep
KHA dan DLA bertentangan dengan Islam, maka dapat dibayangkan seperti apa kerangka
berpikir anak yang terwujud melalui pengembangan KLA.
Pengesahan KHA dan DLA menjadi alat untuk merubah pandangan anakanak dan
menanamkan nilainilai global yang bertentangan dengan Islam. Langkah ini tentu saja
menjadi lebih strategis karena kondisi anakanak sedang tumbuh dan berkembang. Sejak
dini anakanak muslim sudah diarahkan untuk memiliki pola berpikir ala Barat, yang
memberikan otoritas kepada manusia untuk membuat aturan. Dengan demikian anakanak
muslim dibiasakan untuk menghilangkan hak Allah dalam menentukan satu pemikiran, dan
KLA dengan segala macam forum bentukannya menjadi sarana efektif untuk memberikan
lingkungan yang bertentangan dengan Islam mengikuti arahan KHA. Maka anakanak
diarahkan kepada kebebasan dalam segala hal – yang dalam bahasa World Fit For Chidren
disebut kebebasan fundamental. Jelaslah ini merupakan upaya liberalisasi anakanak
muslim. Apalagi Secara eksplisit dalam naskah akademik PNBAI 2015 dinyatakan bahwa”
Penyusunan PNBAI 2015 juga memperhatikan sepenuhnya Konvensi Hakhak Anak
(Convention on the Rights of the Child), serta Millenium Development Goals (MDGs)”.
Sesungguhnya Barat sejak dulu tidak hentinya ingin menghancurkan Islam. Berbagai
macam cara telah dilakukan untuk menjauhkan umat Islam dari nilainilai Islam apalagi
penerapan Islam sebagai sistem kehidupan. Secara sistematis, Barat menggunakan
pengaruhnya untuk ‘merusak pemahaman Islam’ kaum muslim. Rupanya upaya itu tidak