Teks tersebut membahas berbagai pendekatan dalam ilmu hukum, termasuk yurisprudensi analitis, yurisprudensi sosiologis, dan sekolah-sekolah pemikiran lainnya. Teks tersebut juga menjelaskan tujuan dari yurisprudensi analitis untuk menganalisis konsep-konsep hukum secara sistematis tanpa merujuk pada asal-usul sejarahnya, serta peran yurisprudensi sosiologis untuk melihat

1. ISTILAH MENYANGKUT ILMU
HUKUM
OLEH
SUKARDI

2. POKOK BAHASAN: TERMINOLOGI DAN
TUGAS
• JURISPRUDENCE = JD + SCIENTIST
• LEGAL SCIENCE = SCIENTIST
• JURISPRUDENZ
• LAW AND SOCIETY =
• ANALYTIC JURISPRUDENCE = POSITIVISME
• SOCIAL JURISPRUDENCE= ILMU HK EMPIRIS

3. LORD LLOYD OF HAMPSTEAD AND M.D.A FREEMAN,
Introduction to Jurisprudence.
• Jurisprudence involves the study of general theoretical
question about the nature of laws and legal systems, about
the relationship of law to justice and morality and about the
social nature of law. A proper discussion of questions such as
these involves understanding and use of philosophical and
sosiological theories and findings in their application to law. A
study of jurisprudence should encourage the student to
question his assumptions and to develop a wider
understanding of the nature and working of law. Like it or not
one cannot dispense with some kind of theoretical view.
Question of theory constantly spring up in legal practice,
though they may not be given very sophisticated answers.
• One of the “jobs” of jurisprudence is to supply an
epistemology of law, a theory as to the possibility of genuine
knowledge in the legal sphere.

4. Ilmu Hukum meliputi studi mengenai pertanyaan teori umum tentang
sifat hukum dan sistem hukum, tentang hubungan hukum untuk keadilan
dan moralitas dan sifat sosial hukum. Diskusi yang tepat dari pertanyaan-
pertanyaan seperti ini meliputi pemahaman dan penggunaan filosofis
dan teori-teori sosiological dan temuan dalam permohonan mereka
kepada hukum. Sebuah studi jurisprudence harus mendorong siswa
untuk mempertanyakan asumsi-asumsi nya dan untuk mengembangkan
pemahaman yang lebih luas dari sifat dan kerja hukum. Suka atau tidak
kita tidak dapat keluar dari berbagai pandangan secara teoretis.
Pertanyaan tentang teori terus-menerus meningkat dalam praktek
hukum, meskipun mereka tidak dapat diberi jawaban yang sangat
canggih. Salah satu tugas dari yurisprudensi adalah untuk memasok
Epistemologi hukum, teori atau ilmu pengetahuan tentang metode dan
dasar-dasar pengetahuan, khususnya yang berhubungan dengan batas-
batas pengetahuan dan validitas atau sah berlakunya pengetahuan itu.
(Darwis. A. Soelaiman, 2007, hal. 61). Atau teori tentang pengertian
khusus di bidang hukum.

5. Marett Leiboff and Mark Thomas
“LEGAL THEORIES CONTEXTS AND PRACTICES”
• Legal theory is all about law, its practices and the
contexts in which it operates; legal theory is
fundamental to the realities of law.
• Not surprisingly, just as it impossible to pick issues in a
law problem if you don’t know the relevant law, you
cannot know when legal theory has been used if you
don’t know what you are meant to be looking at.
• Legal theory , in all of its forms, is fundamental to the
continued development of the law, its role in asking
what the law is actually trying to achieve , either
throgh the development of the law in the courts, or its
creation through policy and legislation.
• Legal theory has everything to do with the realities of
law

6. Teori Hukum adalah semua tentang hukum , praktik
dan konteks di mana ia beroperasi ; teori hukum adalah
dasar realitas hukum . Tidak mengherankan , seperti
tidak mungkin untuk memilih isu-isu dalam masalah
hukum jika Anda tidak tahu hukum yang relevan , Anda
tidak bisa tahu kapan teori hukum telah digunakan jika
Anda tidak tahu apa yang Anda dimaksudkan untuk
melihat . Teori hukum , dalam segala bentuknya ,
merupakan dasar untuk pengembangan lebih lanjut
hukum , perannya dalam menanyakan apa hukum
sebenarnya mencoba untuk mencapai , baik melalui
perkembangan hukum di pengadilan , atau melalui
penciptaan pembentukan kebijakan dan peraturan
perundang-undangan. Teori hukum adalah segala
sesuatu yang berkaitan dengan realitas hukum

7. Hilaire McCoubrey and Nigel D. White, Textbook on
Jurisprudence, Blackstone Press Limited, 2nd edition, London,
1996.
• The study of jurisprudence gives an opportunity to
stand back a little from the detail of law in order to
consider the nature, quality and function of law. The
subject matter of jurisprudence, whether the
discipline be classified as an art or science, is the
nature of law and its working. Jurisprudence offers a
variety of perspektives upon law and to gain fully
from the richness of the material offered it is
important not allow its nature to become obscured by
limitation set by particular emphases which may well
be important but which very rarely have the claim to
exclusivity which are sometimes asserted on their
behalf.

8. Studi ilmu hukum memberikan kesempatan untuk berdiri
kembali sedikit detail dari hukum dalam rangka untuk
mempertimbangkan sifat, kualitas dan fungsi hukum. Materi
pelajaran dari ilmu hukum, apakah disiplin di-klasifikasi
sebagai suatu seni atau ilmu pengetahuan, adalah sifat
hukum dan yang bekerja. Yurisprudensi menawarkan
berbagai perspektives atas hukum dan untuk mendapatkan
sepenuhnya dari kekayaan dari bahan yang ditawarkan
penting tidak membiarkan alam untuk menjadi dikaburkan
dengan pembatasan yang ditetapkan oleh emphases
tertentu yang mungkin menjadi penting namun yang sangat
jarang memiliki mengklaim exclusivity yang kadang-kadang
menegaskan atas nama mereka.

9. The province of jurisprudence (John Austin) : The matter of
jurisprudence is positive law: law simply and strictly so called: or
law set by political superiors to political inferiors
Law is indeed a practical discipline, the focus of which is upon the pracmatic
regulation of variety of basic aspects of life in human society, and it follows
that professional legal discourse is fundamentally concerned with the
identification and application of legal rules and principles. Indeed it may be
thought essential that lawyers and others, but most especially, perhaps,
those engaged in formal legal study, should take time to consider what law is,
what are its purposes what its limitation might be and what are the essential
parameters of its application, jurisprudence is ultimately a ‘portmanteu’ term
which enbraces the spectrum of these various questions and the responses
which have been made to them.
It can be suggested that a central task of jurisprudential study is
to determine how the various insights of theory related one to
another and where the genuine incompatiblelities lie and
require to be resolved. It is only thus that the jurisprudential
‘jigsaw’ may be assembled into a satisfactory picture of law.

10. Wilayah ilmu hukum (John Austin): masalah ilmu hukum adalah
hukum positif: undang-undang yang cukup dan ketat yang disebut:
atau hukum yang ditetapkan oleh politik atasan untuk politik rendah.
Hukum memang sebuah disiplin praktis, fokus yang adalah
berdasarkan peraturan pracmatic berbagai aspek dasar hidup dalam
masyarakat manusia, dan dikatakan bahwa wacana hukum profesional
pada dasarnya berkaitan dengan identifikasi dan penerapan prinsip
dan aturan-aturan hukum. Memang itu mungkin dianggap penting
bahwa pengacara dan lain-lain, tetapi sebagian besar terutama,
mungkin, mereka terlibat dalam studi hukum formal, harus mengambil
waktu lama untuk memahami apa hukum itu, apa tujuan, apa
mungkin ada yang menjadi batasan dan apa parameter penting untuk
melaksanakan, Ilmu Hukum adalah terminologi tertinggi
“portmanteu” yang mencakup spektrum berbagai pertanyaan dan
tanggapan yang telah dibuatnya. Hal ini dapat dikatakan bahwa tugas
utama studi Ilmu hukum adalah untuk menentukan bagaimana
berbagai teori wawasan terkait satu sama lain dan di mana letak
ketidakbenaran dan ketidaksesuaian diselesaikan. Hanya dengan
demikian bahwa mozaik Imu Hukum dapat ditata menjadi sebuah
gambar hukum yang memuaskan.

11. Anthony D’Amato, ed, Analytic Jurisprudence
Anthology, Anderson Publishing Co., Ohio, 1996.
• Analytic Jurisprudence concerns the internalities of law –
what law is and how we determine what it is, whether it is
consistent and by what standards we measure consistency,
how law works and how we determine how it works. These
and cognate question, which go to the heart of the formal
enterprise of law, are of primary significance to the
practicing attorney. In one form or another they implicate
and help structure every question in dispute in every single
case and negotiation.
• Social Jurisprudence --- deal with what we might call the
externalities of law – how law connects to, is informed by, or
derives from, social values, policies and norms. These
matters are of primary significance to legislators, law
reformers, and teachers of law, although social issues often
come up in litigation.

12. Analytic Jurisprudence berkaitan dengan internalitas hukum,
apa hukum dan bagaimana kita menentukan apa hukum itu,
apakah hal ini konsisten dan dengan apakah kita mengukur
konsistensi, bagaimana hukum bekerja dan bagaimana kita
menentukan cara kerjanya. Ini dan serumpun pertanyaan, yang
menuju ke inti urusan hukum formal, dasar yang penting untuk
praktik beracara. Dalam satu bentuk atau lainnya mereka
melibatkan dan membantu struktur setiap pertanyaan dalam
sengketa dalam setiap kasus dan negosiasi.
Yurisprudensi sosial --- berurusan dengan apa yang kita sebut
dengan dampak hukum ( menilai hukum dari luar). bagaimana
hukum berhubungan dengan,, diberitahu oleh, atau berasal dari,
nilai-nilai sosial, kebijakan dan norma-norma. Hal-hal ini adalah
sangat penting untuk legislator, pembentuk hukum dan guru
hukum, meskipun isu-isu sosial sering datang dalam litigasi.

13. V.D. Mahajan, Jurisprudence and Legal Theory, fifth edition,
Eastiitern Book Company, 34, Lalbagh, Lucknow, 1987.
• Analytical School = Analytical Jurisprudence
• This school takes for granted the developed legal system and proceeds
logically to analyse its basic concepts and to classify them in order to bring
out there relation to one another. This concentration on the systematic
analysis of legal concepts has given this school the name of Analytical
Jurisprudence. The first concern of the jurists is to understand the structural
nature of a legal system and for this purpose , discussions of justice are not
only irrelevant but also dangerously confusing.
• Aliran ini telah berhasil membangun sistem hukum yang dikembangkan
secara logis untuk menganalisis konsep dasar dan mengklasifikasikannya
untuk dapat dikaitkan hubungan satu sama lainnya. konsentrasi pada
konsep analisis sistematis ini diberi nama Ilmu Hukum analitis. Perhatian
pertama para ilmuwan hukum adalah untuk memahami sifat struktural
sistem hukum dan untuk tujuan ini, diskusi keadilan tidak hanya tidak
relevan tetapi juga sangat membingungkan.

14. The purpose of analytical Jurisprudence is to analyse, without
reference either to their historical origin or development or
their ethical significance or validity, the first principles of law.
According to Salmon, a book of analitical jurisprudence will
deal with such subjects as an analysis of the concept of law, an
examination of the relation between civil law and other forms
of law, an analysis of the various constituent ideas of which the
complex idea of law is made up such as the State isouvereignty
and administration of justice , an account of the legal sources
from which law proceeds, together with an investigation of the
theory of legislation, judicial precedents and customary law, an
inquiry into the scintific arrangement of law into distinct
departments along with an analysis of distinctins on whi ch the
divitin is based, an analysis of te concept of legal rights along
with the general theory of the creatin and transfer of rights, an
investigation of the theory of legal liability in civil and criminal
cases and an examination of other relevant legal concepts.

15. Tujuan dari Ilmu hukum analitis adalah untuk menganalisis , tanpa
mengacu baik ke asal sejarah atau perkembangan atau signifikansi etis
atau validitas , prinsip-prinsip pertama hukum . Menurut Salmon ,
buku ilmu hukum analitik akan berurusan dengan mata pelajaran
seperti analisis konsep hukum , pemeriksaan hubungan antara hukum
perdata dan bentuk lain dari hukum , analisis terhadap berbagai
gagasan konstituen yang ide kompleks hukum terdiri seperti
isouvereignty Negara dan administrasi peradilan , penjelasan tentang
sumber-sumber hukum dari mana hasil hukum , bersama-sama
dengan investigasi terhadap teori perundang-undangan , preseden
peradilan dan hukum adat , penyelidikan pengaturan scintific hukum
dalam departemen yang berbeda bersama dengan analisis distinctins
pada ch WHI divitin didasarkan , analisis te konsep hak-hak hukum
bersama dengan teori umum creatin dan pengalihan hak , penyelidikan
teori tanggung jawab hukum dalam kasus perdata dan pidana dan
pemeriksaan konsep hukum yang relevan lainnya

16. The main task of the Analytical School is the lucid and
systematic exposition of the legal ideas pertinent to ampler
and maturer system of law. It starts from the actual facts of
law as it sees them today. It endeavours to devine those
terms, to explain their connoration and show their relations
to one another. One purpose of the analyical school is to
gain an accurate and intimate understanding of the
fundamental working concepts of all legal reasoning.
The analytical School takes law as the command of the
souvereign. It puts emphasis on legislation as the source of
law. The whole system is based on its concept of law.
Analytical Jurisprudence does not create its premises: these
premises are furnished by law itself. It is the function of
analytical jurisprudence to accept these premises and to
decompose them into their final atomic elements in an
organised juristic system. (p.505-506).

17. Tugas utama dari Sekolah Analytical adalah eksposisi jelas dan
sistematis dari ide-ide hukum yang berkaitan dengan sistem ampler
dan lebih dewasa hukum . Dimulai dari fakta yang sebenarnya hukum
seperti melihat mereka hari ini . Ini berupaya untuk devine istilah-
istilah tersebut , untuk menjelaskan connoration mereka dan
menunjukkan hubungan mereka satu sama lain .
.
.Ilmu hukum analitis tidak
menciptakan premis sendiri , premis itu dilengkapi oleh hukum itu
sendiri . Ini adalah fungsi dari ilmu hukum analitis untuk menerima
premis ini dan untuk membusuk menjadi unsur atom akhir mereka
dalam suatu sistem hukum yang terorganisasi . ( p.505-506 ) .

18. SOCIOLOGICAL SCHOOL = SOCIOLOGICAL JURISPRUDENCE.
The sociological jurist look upon law as a phenomenon. Law is a social
function , an expression of human society concerning the external relations
of its individual member. The Jurist should concentrate his attention not so
much on individuals and abstract right as “willing agent” as on the social
purposes and interests served by law.
Sociological jurisprudence has pointed law towards social justice and has
assumed that law must seek to attain certain ends. What is needs is (a)
philosophy which will explain its method and furnish it with rationale; and
(b) one which will provide the sociological jurist with tool and show him
how to use them by furnishing him with some scale of values by which he
can hew and weigh through the experimental flux of the same legal order.
Roscoe Pound write: “ The sociological movement in jurisprudence is a
movement for pragmatism as a philosophy of law ..... for putting the human
factor in the central place and relegating logic to its true position as an
instrument.

19. Para ahli ilmu hukum sosiologis memandang hukum sebagai
fenomena. Hukum adalah fungsi sosial, ekspresi masyarakat manusia
mengenai hubungan eksternal para anggota individu. Para ilmuwan
hukum harus memusatkan perhatiannya tidak begitu banyak individu
dan abstrak hak sebagai "agen bersedia" sebagai tujuan-tujuan sosial
dan kepentingan dilayani oleh hukum.
Sosiologi yurisprudensi telah menunjuk hukum terhadap keadilan
sosial dan telah diasumsikan bahwa hukum harus berusaha untuk
mencapai tujuan tertentu. Apa kebutuhan adalah filsafat () yang akan
menjelaskan metode dan melengkapinya dengan alasan; dan (b) salah
satu yang akan menyediakan para ahli fikih sosiologis dengan alat dan
menunjukkan kepadanya bagaimana menggunakannya dengan
perabotan dia dengan beberapa skala nilai-nilai yang ia dapat
menebang dan menimbang melalui fluks eksperimental dari urutan
hukum yang sama.
Roscoe Pound menulis: "gerakan sosiologis dalam yurisprudensi adalah
gerakan untuk pragmatisme sebagai filsafat hukum... untuk
menempatkan faktor manusia di pusat tempat dan relegating logika
untuk posisinya sejati sebagai sarana.

20. PENER : JURISPRUDENCE AND LEGAL THEORY
• Jurisprudence is “Law” with a capital “L” . It is not the law of any
particular subject area (contract, crime, property etc) or even,
apparently , the law of any particular country). It attempts to
analyse law at its most general level, to identify what is important
and significant rather than what is mundane and inessential
• Jurisprudence exprores what is implicit in a lawyer’s understanding
of law that form the background assumptions or beliefs he or she
has when ‘doing law’. (And , as such, helps the lawyer to be in a
better position to justify his or her practice. As Northrop (1959,6)
has stated: ‘In Law, as in other things, we shall find that the only
difference between a person “without a philosophy” and someone
with a philosophy is that the letter knows what his philosophy is,
and is, therefore, more able to make clear and justify the premises
that are implicit in his statement of the facts of his experience and
his judgment about those fact.)

21. Jurisprudence menggali apa yang secara implisit para ahli
hukum memahami hukum yang membentuk latar belakang
asumsi atau keyakinannya ketika � yang bersangkutan bekerja
dengan hukum �. ( dan, dengan demikian, membantu
pengacara untuk berada dalam posisi yang lebih baik untuk
membenarkan praktek hukumnya. Seperti northrop ( 1959,6 )
telah menyatakan: � dalam hukum, seperti dalam hal-hal lain,
kita akan menemukan bahwa satu-satunya perbedaan antara
orang � tanpa filosofi � dan seseorang dengan filosofi adalah
bahwa dengan filosofi orang tahu apa filosofinya, dan, karena
itu, lebih bisa membuat jelas dan membenarkan nilai apa yang
berada di balik pernyataannya dari fakta-fakta , pengalamannya
dan keputusannya. )

22. The traditional focus of jurisprudence, lawyers’
understanding of law , what Stone calls “the lawyer’s
extraversion (1950,25) can usefully be contrasted with
‘legal theory’. The latter makes no such claim to reveal
the underlying but implicit lawyer’s knowledge of the
law as such. Legal theory embraces , rather, theorising
about law as such.
Although some discribe jurisprudence as the
philosophy of law, the philosophy of law is not the
whole of jurisprudence or legal theory, although it is
often implicated in both of these enterprises.

23. Secara Tradisional fokus Jurisprudence, dimana para sarjana
hukum p � memahami hukum, dimana Black Stone menyebut
� The Lawyer’s extraversion ( 1950,25 ) dapat dikontraskan
dengan teori hukum � �. Yang terakhir membuat tidak seperti
klaim untuk mengungkap yang mendasari tapi implisit
pengetahuan pengacara � hukum seperti. Teori hukum
mencakup, melainkan, tentang teori hukum sebagaimana
mestinya.
Meskipun beberapa orang mendiskripsikan jurisprudence
sebagai filsafat hukum, filsafat hukum tidaklah seluruh
jurisprudence atau teori hukum, meskipun ia sering terlibat
dalam kedua hal ini.

24. The practice of law is one thing; exploring the
philosophyically interesting features of that
practice is another. Of course , doing legal
philosophy , or jurisprudence or legal theory
for that matter, will require you to make and
assess arguments. And getting better at that
will undoubtedly make you more practically
intelligent, and that should make you a better
lawyer ( and a better politician, parent,
consumer, or anything else which requires
practical intelligence), but only in this indirect
way.

25. Praktek hukum adalah satu hal ; menjelajahi fitur
philosophyically menarik praktek yang lain . Tentu saja ,
melakukan filsafat hukum , atau yurisprudensi atau
teori hukum dalam hal ini , akan meminta Anda untuk
membuat dan menilai argumen . Dan semakin baik
yang pasti akan membuat Anda lebih praktis cerdas ,
dan yang harus membuat Anda seorang pengacara
yang lebih baik ( dan politisi yang lebih baik , orang tua
, konsumen , atau apa pun yang membutuhkan
kecerdasan praktis ) , tetapi hanya dengan cara tidak
langsung ini .

26. • BERASAL DARI ISTILAH LEGAL THEORY, YURISPRUDENCE,
RECHTSTHEORY. (ABAD 19). DIAWALI MINAT FH MENGALAMI
KELESUAN KRN TERLALU ABSTRAK & SPEKULATIF. DH
TERLALU KONGKRET DAN TERIKAT RUANG DAN WAKTU.
• DILATARI DG KEBERADAAN DISIPLIN ILMIAH TTG HUKUM
MEMUNCULKAN THE CHALLENGE OF SYNTHESIS (SELZNICK-
NONET) = SISTEMATIKAL-METODIKAL-
RASIONAL=INTERDISIPLINER
• POKOK TELAAH: A) ANALISIS PENGERTIAN HUKUM,
PENGERTIAN & STRUKTUR SISTEM HUKUM, SIFAT DAN
STRUKTUR KAIDAH HUKUM ATAU ASAS HUKUM; B)
METODE PENERAPAN HUKUM; C)EPISTOMOLOGI HK; D)
KRITIK THD KAIDAH HUKUM POSITIF
• TUGAS TEORI HUKUM (RADBRUCH): MEMBIKIN JELAS NILAI-
NILAI SERTA POSTULAT-POSTULAT HUKUM SAMPAI KEPADA
LANDASAN FILOSIFISNYA YANG TERTINGGI.

27. Teori Hukum
• Radbruch tugas TH adalah membikin jelas nilai-nilai serta
postulat2 hukum sampai kepada landasan filosofisnya yang
tinggi.
• Paul Scholten: TH berupaya meneliti unsur yg sama dlm bentuk
pada semua tata hukum, yang secara a priori menunjuk pada
sisi logikal dari tiap hukum positif.
• JJH.Bruggink: TH (arti luas) pada hakikatnya mrpk suatu
keseluruhan pernyataan yg saling berkaitan dg sistem
konseptual aturan2 hukum dan putusan2 hukum, dan sistem
tsb untuk sebagian yg penting dipositifkan.(SH, DH, TH
(sempit), FH)
• Arief Sidharta: disiplin hukum yg secara kritis dan perspektif
interdisipliner menganalisis berbagai aspek dr gejala hk baik
sec.tersendiri maupun dlm kaitan keseluruhan; baik dlm
konsepsi teoritisnya maupun pengejawantahan praktisnya, dg
tujuan memperoleh pemahaman yg lebih baik dan penjelasan
yg lbh jernih tentang bahan yang tersaji dan kegiatan yuridis
dalam kenyataan kemasyarakatan.