1. Implementasi Qanun Jinayah sebagai Interpretasi
Keistimewaan Daerah di Nanggroe Aceh Darussalam
Oleh:
Abdul Rahman (2012127002)
2. BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Hubungan Pemerintah Pusat dan Daerah telah diatur dalam Pasal 18 UUD 1945.
Undang-Undang Nomor 44 Tahun 1999 adalah cikal bakal terbentuknya Qanun.
Keberadaan Qanun di Nanggroe Aceh Darussalam merupakan bentuk pengakuan
pemerintah terhadap realitas hukum di Daerah.
3. BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi Qanun
Menurut Abdul Aziz Dahlan (Ensiklopedia Hukum Islam) qanun adalah kumpulan kaidah dan peraturan
yang wajib ditaati oleh seluruh warga negara yang dibuat berdasarkan kajian fiqh siyasi (ilmu tata negara
dalam islam).
Menurut Ar-Raniry qanun adalah peraturan perundang-undangan yang dibuat oleh Gubemur bersama
DPRD atas persetujuan Lembaga Wali Nanggroe dalam rangka pelaksanaan UU Pemerintahan Aceh.
Kesimpulan: Qanun adalah seluruh produk hukum yang dibuat berdasarkan syari’ah islam yang
mengacu kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah.
2.2. Definisi Qanun Jinayah
Menurut Abdul Aziz Dahlan (Ensiklopedia Hukum Islam) qanun jinayah adalah seluruh kaidah hukum
pidana yang didasarkan pada syari’ah islam.
4. BAB III
PEMBAHASAN
3.1. Sejarah Qanun
Pada abad ke-7 (masehi) daerah Aceh telah dikenal dalam sejarah sebagai pusat perdagangan di Asia
Tenggara.
Pada abad ke-13 Aceh melalui kerajaan Peurelak dan Samudra Pasai menjelma menjadi sebuah kerajaan
Islam yang sangat maju.
Tahun 1945 masyarakat Aceh sangat mendukung proklamasi kemerdekaan Indonesia.
Tahun 1959 Perdana Menteri memberikan status Daerah Istimewa kepada Aceh melalui keputusan
Perdana Menteri No. 1/Missi/1959, yang meliputi: agama, perdata, dan pendidikan.
Tahun 1974 muncul Gerakan Aceh Merdeka (GAM) sebagai bentuk ketidakpuasan terhadap pemerintah
pusat.
Tahun 1999 Undang-Undang Nomor 44 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Keistimewaan Provinsi
Nanggroe Aceh Darussalam berdasarkan syari’ah islam yang dikenal dengan Qanun diterbitkan.
5. 3.2. Pelaksanaan Qanun Jinayah
Terdapat 3 kategori Qanun Jinayah:
1. Qanun nomor 12 tahun 2003 tentang minuman khamar dan sejenisnya
2. Qanun nomor 13 Tahun 2003 tentang maisir (perjudian)
3. Qanun nomor 14 tahun 2003 tentang khalwat (perbuatan mesum)
3.2.1. Istilah-istilah dalam Qanun Jinayah
Jarimah: Perbuatan yang dilarang oleh Syari’ah Islam yang dalam Qanun ini diancam dengan Uqubah.
Uqubah: Hukuman yang dapat dijatuhkan oleh hakim terhadap pelaku Jarimah.
Maisir: Perbuatan yang mengandung unsur taruhan dan/atau unsur untung-untungan yang dilakukan antara
2 (dua) pihak atau lebih, disertai kesepakatan bahwa pihak yang menang akan mendapat
bayaran/keuntungan tertentu dari pihak yang kalah baik secara langsung atau tidak langsung.
Khalwat: Perbuatan berada pada tempat tertutup atau tersembunyi antara 2 (dua) orang yang berlainan
jenis kelamin yang bukan Mahram dan tanpa ikatan perkawinan dengan kerelaan kedua belah pihak yang
mengarah pada perbuatan Zina.
6. 3.2.2. Implementasi Qanun Jinayah
No. Jarimah 'Uqubah
1. Khamar Bentuk Kadar
1. Pelaku langsung Cambuk/Penjara 40x/40 bln
2. Produser,promotor, importir & saver Cambuk & Denda/Penjara 80x&800 gr/80 bln
3. Melibatkan anak-anak Cambuk & Denda/Penjara Tambah 20x200 gr/20 bln
2. Maisir
1. Pelaku langsung Cambuk & Denda/Penjara 60x&600 gr/60 bln
2. Penyelengga & promotor Cambuk & Denda/Penjara 120x&1.200 gr/120 bln
3. Melibatkan anak-anak Cambuk & Denda/Penjara 120x&1.200 gr/120 bln
3. Khalwat
1. Pelaku/promotor Cambuk & Denda/Penjara 10x&100 gr/10 bln
2. Dengan anak di bawah umur Cambuk & Denda/Penjara 20x&200 gr/20 bln
4. Zina
1. Zina muhsan Rajam Sampai mati
2. Zina ghairu muhsan Cambuk 100x
7. 3.2.3. Ketentuan Pelaksanaan Qanun Jinayah
Peraturan Gubernur Nanggroe Aceh Darussalam Nomor 10 Tahun 2005 tentang Petunjuk Teknis
Pelaksanaan Uqubah Cambuk. Dalam pasal 4 Peraturan Gubernur ini antara lain menjelaskan:
Uqubah cambuk dilaksanakan di suatu tempat terbuka yang dapat disaksikan oleh orang banyak
dengan dihadiri oleh jaksa dan dokter.
Pelaksanaan cambuk dilaksanakan di atas alas berukuran minimal 3x3 meter.
Jarak antara terhukum dengan pencambuk antara 0,70 meter sampai dengan 1 (satu) meter dengan
posisi pecambuk berdiri di sebelah kiri terhukum. Pencambukan dilakukan pada punggung (bahu
sampai pinggul) terhukum.
Jarak antara tempat pelaksanaan pencambukan dengan masyarakat penyaksi paling dekat 10 meter.
8. BAB IV
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
Berdasarkan uraian-uraian tersebut di atas, dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut:
Implementasi hukum/syari’ah islam di Aceh merupakan interpretasi dari keistimewaan daerah
Nanggroe Aceh Darussalam yang ditetapkan melalui Undang-Undang Nomor 44 Tahun 1999.
Qanun Jinayah (Pidana Islam) terbagi ke dalam 3 kategori: a. Qanun nomor 12 tahun 2003 tentang
minuman khamar dan sejenisnya; b. Qanun nomor 13 Tahun 2003 tentang maisir (perjudian); c.
Qanun nomor 14 tahun 2003 tentang khalwat (perbuatan mesum).
Pelaku jarimah (perbuatan yang dilarang syari’ah islam) dapat dikenakan uqubah (sanksi) berupa:
cambuk, diyat (denda) dan penjara bahkan rajam.
9. 4.2. Saran
Berdasarkan kesimpulan yang telah diuraikan di atas, dapat penulis berikan beberapa saran sebagai
berikut:
Hendaknya seluruh produk hukum yang dibuat (Qanun) betul-betul murni berdasarkan Al-Qur’an
dan As-Sunnah dengan ‘itikad semata-mata mengharapkan keridhaan dari Allah SWT.
Hendaknya Pemerintah Daerah Nanggroe Aceh Darussalam dan masyarakatnya senantiasa
berkomitmen dan bersinergi dalam menegakkan syari’ah islam (Qanun) yang telah ditetapkan
sehingga dapat menjadi pelopor dan panutan bagi daerah-daerah lain.
Hendaknya Pemerintah Pusat tidak mengintervensi terlalu dalam syari’ah islam yang berlaku di
Nanggroe Aceh Darussalam, sehingga keharmonisan dan kedaulatan Negara Kesatuan Republik
Indonesia dapat senantiasa terjaga.