SlideShare a Scribd company logo
1 of 29
MAKALAH
ILMU DASAR KEPERAWATAN I
RETENSI URINE
Disusunoleh:
1. SuutDyahChasanah (26)
2. NorikaboAysah (27)
3. AyunSulufiatulF (28)
4. ShelmaOktaviany K.N (29)
5. Raflesia Arum S.R (30)
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
BINA SEHAT PPNI
MOJOKERTO
2015
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas limpahan
berkat serta rahmat-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah Ilmu Dasar
Keperawatan I, yang berjudul “Retensi Urine“.
Makalah ini disusun sebagai pertanggungjawaban dalam menyelesaikan
tugas Ilmu Dasar Keperawatan I. Dalam kesempatan ini kami mengucapkan
terimakasih kepada:
1. Allah SWT yang telah memberikan jalan kemudahan dan segalanya
kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan karya tulis ini dengan
lancar.
2. Ibu Duwi Basuki, S,Kep.,Ns.,M.Kes, selaku dosen pengajar Ilmu Dasar
Keperawatan I yang telah membimbing kami sehingga kami bisa
menyusun makalah ini secara objektif.
Kami meyadari bahwa penyusunan laporan ini masih jauh dari
kesempurnaan, oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran dari Ibu Duwi
Basuki, S,Kep.,Ns.,M.Kes, agar penyusunan makalah ini dapat menjadi lebih baik
lagi ke depannya.
Mojokerto,
Penulis
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .................................................................................. i
DAFTAR ISI................................................................................................ ii
BAB I. PENDAHULUAN ............................................................................ 1
1.1. Latar Belakang....................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah................................................................. 2
1.3. Tujuan.................................................................................... 2
1.4. Manfaat.................................................................................. 2
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA................................................................. 4
2.1. Anfis Sistem Perkemihan......................................................... 4
2.1.1. Ginjal............................................................................. 4
2.1.2. Ureter........................................................................... 8
2.1.3. Kandung Kencing .......................................................... 8
2.1.4. Uretra ........................................................................... 9
2.2. Proses Pembentukan urine ....................................................... 10
2.3. Retensi Urine.......................................................................... 12
2.3.1 Definisi Retensi Urine..................................................... 12
2.3.2 Etiologi........................................................................... 13
2.3.3 Patiofisiologi................................................................... 13
2.3.4 Penyebab retensi Urine.................................................... 15
2.3.5 Tanda dan Gejala ............................................................ 15
2.3.6 Komplikasi...................................................................... 15
BAB III.TINJAUAN KASUS......................................................................... 17
3.1. Pemeriksaan Penunjang........................................................... 17
3.2. Penatalaksanaan Retensi Urine ............................................. 17
3.2.1Penatalaksanaan Medis................................................. 17
3.3. Asuhan Keperawatan............................................................ 19
3.3.1 Pengkajian..................................................................... 19
3.3.2 Diagnosa Keperawatan ............................................... 19
3.3.3 Implementasi Keperawatan.......................................... 22
iii
3.3.4 Saran............................................................................ 23
BAB IV. PENUTUP..................................................................................... 24
4.1 Simpulan.................................................................................... 24
4.2 Saran......................................................................................... 24
DAFTAR PUSTAKA................................................................................... 25
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang
Sehat adalah suatu keadaan yang masih termasuk dalam variasi
normal dalam standar yang diterima untuk kriteria tertentu berdasarkan
jenis kelamin, kelompok penduduk dan wilayah (WHO, 1957). Dalam era
globalisasi segala upaya ditujukan untuk dapat meningkatkan kualitas
manusia Indonesia. Peningkatan kesehatan masyarakat harus dimulai dari
peningkatan kesehatan. Halini tidak mungkin dapat terwujud tanpa
perbaikan dan peningkatan kesehatan masyarakat Indonesia, maka
dibutuhkan petugas kesehatan yang memiliki keterampilan, ketelitian dan
kecakapan dalam merawat klien dalam mewujudkan derajat kesehatan
yang optimal. Dalam kesempatan ini, kami membahas tentang perawatan
pasien dengan gangguan eleminasi atau pengeluaran zat sisa. Eliminasi
adalah proses pembuangan sisa metabolisme tubuh baik berupa urin atau
bowel (feses). Eliminasi dibutuhkan untuk mempertahankan homeostasis
melalui pembuangan sisa-sisa metabolisme. Secara garis besar, sisa
metabolisme tersebut terbagi ke dalam dua jenis yaitu sampah yang
berasal dari saluran cerna yang dibuang sebagai feces (nondigestible
waste) serta sampah metabolisme yang dibuang baik bersama feses
ataupun melalui saluran lain seperti urine, CO2, nitrogen, dan H2O.
Gangguan eliminasi urinarius adalah suatu keadan dimana seorang
individu mengalami gangguan dalam pola berkemih (Fundamental Of
Nursing hal 614, 2001). Miksi adalah proses pengosongan kandung kemih
bila kandung kemih terisi. Sistem tubuh yang berperan dalam terjadinya
proses eliminasi urine adalah ginjal, ureter, kandung kemih, dan uretra.
Proses ini terjadi dari dua langkah utama yaitu : Kandung kemih secara
progresif terisi sampai tegangan di dindingnya meningkat diatas nilai
ambang, yang kemudian mencetuskan langkah kedua yaitu timbul refleks
saraf yang disebut refleks miksi (refleks berkemih) yang berusaha
2
mengosongkan kandung kemih atau jika ini gagal, setidak-tidaknya
menimbulkan kesadaran akan keinginan untuk berkemih. Meskipun
refleks miksi adalah refleks autonomik medula spinalis, refleks ini bisa
juga dihambat atau ditimbulkan oleh pusat korteks serebri atau batang
otak.Kandung kemih dipersarafi saraf saraf sakral (S-2) dan (S-3). Saraf
sensori dari kandung kemih dikirim ke medula spinalis (S-2) sampai (S-4)
kemudian diteruskan ke pusat miksi pada susunan saraf pusat. Pusat miksi
mengirim signal pada kandung kemih untuk berkontraksi. Pada saat
destrusor berkontraksi spinter interna berelaksasi dan spinter eksternal
dibawah kontrol kesadaran akan berperan, apakah mau miksi atau ditahan.
Pada saat miksi abdominal berkontraksi meningkatkan kontraksi otot
kandung kemih, biasanya tidak lebih 10 ml urine tersisa dalam kandung
kemih yang disebut urine residu. Pada eliminasi urine normal sangat
tergantung pada individu, biasanya miksi setelah bekerja, makan atau
bangun tidur. Normal miksi sehari 5 kali. Sedangkan Retensi urine sendiri
adalah merupakan suatu keadaan dimana individu mengalami
ketidakmampuan mengosongkan kandung kemihdi ikutioleh berkemih
involunter (inkontensia aliran berlebih).
1.2. Rumusan Masalah
1. Bagaimana proses terjadinya retensi urine?
2. Apa penyebeb retensi urine?
3. Bagaimana penatalaksanaan retensi urine?
1.3. Tujuan
1. Untuk mengetahui proses terjadinya retensi urine.
2. Untuk mengetahui penyebab retensi urine.
3. Untuk mengetahui penatalaksanaan retensi urine.
1.4. Manfaat
1. Makalah ini di harapkan dapat bermanfaat bagi pembaca,khususnya
para perawat dan klien.
3
2. Makalah ini diharapkan berguna untuk menyadarkan orang yang
kurang memperdulikankesehatan agar mengerti akan pentingnya
menjaga kebersihan dan kesehatan.
4
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 AnatomiFisiologiSistemPerkemihan
2.1.1 Ginjal
Ginjal terletak pada dinding posterior abdomen, terutama di
daerah lumbal, di sebelah kanan dan kiri tulang belakang,
dibungkus lapisan lemak yang tebal,di belakang
peritoneum.Panjang 6-7 ½ cm, berat 120-150 g. Bentuknya seperti
biji kacang dan sisi dalamnya hilum menghadap ke tulang
punggung. Sisi luarnya cembung. Pembuluh-pembuluh ginjal
semuanya masuk dan keluar pada hilum. Diatassetiap ginjal
menjulang sebuah kelenjar suprarenal.
Ginjal kiri lebih besar dari pada ginjal kanan/ginjal kanan
lebih pendek daripada ginjal kiri dan pada umumnya ginjal laki-
lakilebih panjang daripada ginjal perempuan (Syaifuddin, 1994).
A. Struktur ginjal
Setiap ginjal dilingkupi kapsul tipis darijaringan fibrus
yang rapat membungkusnya, dan membentuk pembungkus
yang halus. Didalamnya terdapat struktur ginjal. Warnanya
ungu tua dan terdiri atas kortekx di sebelah luar, dan bagian
5
medula di bagian dalam. Bagian dalam medula ini tersusun
lima belas sampai 16 massa berbentuk piramid, yangdisebut
juga piramid ginjal. Puncak-puncaknya langsung mengarah ke
hillum dan berakhirke kalises. Kalises ini menghubungkannya
dengan pelvis ginjal.
B. Nefron
Struktur halus ginjalterdiri atas banyak nefron yang
merupakan satuan-satuan fungsionilginjal;diperkirakan
terdapat 1.000.000 nefron dalam setiap ginjal. Setiap nefron
mulai sebagai berkas kapiler (badan malpighi atau gromerulus)
yang tertanam erat dalam ujung atas lebar pada uriniferus atau
nefron.Dari sini tubulus berjalan sebagian berkelok-kelok dan
dikenal sebagai kelokan pertama atau tubula proximal dan
sesudah itu terdapat sebuah simpai Henle.Kemudian tubula itu
berkelok-kelok lagi disebut kelokan kedua atau tubulu distal,
yang bersambung dengan tubula penampung yang berjalan
melintasi kortex dan medula,untuk berakhir di puncaksalah
satu piramidis.
C. Pembuluh darah
Selain tubulus urineferus, struktur ginjal juga berisi
pembuluh darah. Arteri renalismembawa darah murni dari
aortaabdominalis ke ginjal. Cabang cabangnya beranting
6
banyak di dalam ginjal dan mejadi arteriola aferen (ariotalae
afferents), dan masing-masing membentuk simpul dari kapiler-
kapiler di dalam salah satu badan malphigi(gromerulus).
Pembuluh eferen kemudian tampil sebagai ateriola eferen yang
bercabang-cabang membentuk jaringan kapiler sekeliling
tubulus uriniferus. Kapiler-kapiler ini kemudian bergabung
lagi untuk membentuk vena renalis, yang membawa darah dari
ginjal ke vena kava inverior. Maka darah yang beredar dalam
ginjal mempunyai dua kelompok kapiler, yang bertujuan agar
darah dapat lebih lama berada di sekitar tubulus uriniferus,
karena fungsi ginjal tergantung dari hal itu.
D. Fungsi Ginjal
Fungsi ginjal ialah pengaturan keseimbangan
air;pengaturan konsentrasi garam dalam darah dan
keseimbangan asam-basa darah; dan ekskresi bahan buangan
kelebihan garam.
1. Sekresi Urine dan Mekanisme fungsi ginjal:
Gromerulus adalah saringan. Setiap menit kira-kira 1
liter darah yang mengandung 500 ccm plasma, mengalir
melalui semua gromeruli dan sekitar 100 ccm (10 persen)
dari itu disaring keluar. Plasma yang berisi semua garam,
glukosa, dan benda halus lainnya, disaring. Sel dan protein
plasma terlalu besar untuk dapat menembusi pori saringan
dan tetap tinggal dalam aliran darah.
Cairan yang disaring yaitu filtray gromerulus,
kemudian mengalir melalui tubula renalis dan sel-selnya
menyerap semua bahan yang diperlukan tubuh
danditinggalkan yang tidak diperlukan. Dengan
mengubah-ubah jumlah yang diresap atau ditinggalkan
dalam tubula, maka sel dapat mengatur susunan urine di
satu sisi dan susunan darah di sisi sebaliknya. Dalam
7
keadaan normal semua glukosa diabsorsi kembali; air
sebagian besar diabsorbsi kembali, kebanyakanproduk
buangan dikeluarkan. Dalam keadaan tertentu tubula
menambah bahan pada urine. Demikian maka sekresi
terdiri atas tiga faktor:
1) Filtrasi Gromerulus
2) Reabsorpsi tubula
3) Sekresi tubula
Kalau kita bandingkan jumlah yang disaring oleh
gromelurussetiap hari dengan jumlah yang biasanya
dikeluarkan kedalam urine maka kita dapat melihat besar
daya selektif sel tubula:
Disaring Dikeluarkan
Air
Garam
Glukosa
Urea
150 liter
700 gram
170 gram
50 gram
1 ½ liter
15 gram
0 gram
30 gram
Kini filtratnya telah mencapai pelvis ginjal dan ureter
sebagai urine.
2. BeratJenis Urine
Berat jenis urine tergantung dari jumlah zat yang larut di
dalam urine atau terbawa di dalam urine. Berat jenis
plasma (tanpa protein) adalah 1010. Bila ginjal
mengencerkan urine (misalnya sesudah minum air) maka
berat jenisnya kurang dari 1010. Bila ginjal memekatkan
urine (sebagaimana fungsinya) maka berat jenis tertinggi
yang dapat dihasilkan, yang seharusnya dapat lebih 1025.
3. Tes Fungsi Ginjal
Terdapat banyak macam tes, tetapi beberapayang
sederhana ialah:
1) Tes untukprotein (albumin)
8
2) Bila ada kerusakan pada glomeruli atau tubula, maka
protein dapat membocor masuk urine.
3) Mengukur konsentrasi urea darah. Bila ginjal tidak
cukup mengeluarkan ureum maka ureum darah naik
di atas kadar normal 20-40 miligram per 100 ccm
darah. Karena filtrasi glomerulus harus menurun
sampai sebanyak 50 persen sebelum kenaikan kadar
urea darah terjadi, maka tes ini bukan tes yang sangat
peka.
4) Tes konsentrasi. Dilarang makan atau minum selama
12 jam untuk melihat sampai berapa tinggi berat jenis
naik.
2.1.2 Ureter
Terdapat dua ureter berupa dua pipa saluran, yang masing-
masing bersambung dengan ginjal dan dari ginjal berjalan ke
kandung kencing. Tebal setiap ureter kira-kira setebal tangkai bulu
angsa dan panjangnya 35 sampai 40 sentimeter. Terdiri atas
dinding luar yang fibrus,lapisan tengah yang berotot dan lapisan
mukosa sebelah dalam. Ureter mulai sebagai pelebaran hilum ginjal
dan berjalan ke bawah melalui rongga abdomen masuk ke dalam
pelvis dan dengan arah oblik bermuara ke dalam sebelah posterior
kandung kencing.
2.1.3 Kandung kencing
Kandung kencing bekerja sebagai penampungurine; organ ini
berbentuk buah pir (kendi). Letaknya di dalam panggul besar. Di
depan isi lainnya, dan di belakang simfisis pubis. Pada bayi
letaknya lebih tinggi. Bagian terbawah terpancang erat dan disebut
basis, bagian atas atau fundus naik kalau kandung memekar karena
urine. Puncaknya (apex) mengarah ke depan bawah dan ada di
belakang simfisis pubis.
Dinding kandung kencing terdiri atas:
9
1. Sebuah lapisan serus sebelah luar
2. lapisan berotot
3. lapisan submukosa,dan
4. lapisan mukosa dari epithelium transisionil (peralihan)
Tiga saluran bersambung dengan kandung kencing. Dua
ureter bermuara secara oblik di sebelah basis; letak oblik ini
menghindarkan urine mengalir kembali ke dalam ureter. Uretra
keluar dari kandung di sebelah depan. Daerah segitiga antara dua
lubang ureter dan uretra disebut segitiga kandung kencing
(trigonum vesica urinarius). Pada wanita kandung kencing terletak
di antara simfisis pubis,eterus dan vagina. Dari uterus ia dipisahkan
oleh lipatan peritoneum-ruang utero-vesikal atau ruang Douglas.
2.1.4 Uretra
Uretra ialah sebuah saluran yang berjalan dari leher kandung
kencing ke lubang luar; dilapisi membrane mukosa yang
bersambung dengan membran yang melapisi kandung kencing.
Meatus urinarius terdiri atas serabut otat lingkar, yang membentuk
sfinkter uretrae. Pada wanita panjang uretranya 2 ½ sampai 3 ½
sentimeter, pada pria 17 sampai 22 ½ sentimeter.
Mikturisi ialah peristiwa pembuangan urine. Karena urine dibuat di
dalam maka ia mengalir melalui uteter ke dalam kandung kencing.
Keinginan untuk membuang air kecil disebabkan oleh penambahan
tekanan di dalamnya. Refleks yang dapat dikendalikan dan ditahan
oleh pusat-pusat persyarafan yang lebih tinggi pada manusia.
Gerakannya ditimbulkan oleh kontraksi otot abdominal yang
menambah tekanan di dalam rongga abdomen; dan berbagai organ
yang menekan kandung kencing membantu mengosongkannya.
Kandung kencing dikendalikan oleh saraf pelvis, dan serabut saraf
simpatis dari plexus hipogastrik.
A. Ciri-ciri urine yang normal.
10
Jumlahnya rata-rata 1-2 liter sehari, tetapi berbeda-beda
sesuai dengan jumlah cairan yang dimasukkan. Banyaknya
bertambah pula bila terlampau banyak protein dimakan,
sehingga tersedia cukup cairan yang diperlukan untuk
malarutkan ureanya.
1. Warnanya bening oranye pucat tanpa endapan, tetapi
adakalanya jonjot lender tipis nampak terapung di
dalamnya.
2. Baunya tajam.
3. Reaksinya sedikit asam terhadap lakmus dengan pH rata-
rata 6.
4. Berat jenis berkisar dari 1010 sampai 1025.
B. Komposis urine normal.
Urine terutama terdiri atas air, urea dan natrium khlorida.
Pada seseorang yang menggunakan diit yang rata-rata berisi
80 sampai 100 gram protein dalam 24 jam, jumlah persen air
dan benda padat dalam urine adalah seperti berikut:
Air
Benda padat
95 %
4% (terdiri atas urea 2% dan produk
metabolic lain 2%)
Ureum adalah hasil akhir metabolisme protein. Berasal dari
asam amino yang telah dipindah amonianya di dalam hati dan
mencapai ginjal, dan diekskresikan rata-rata 30 gram sehari.
Kadar ureum darah yang normal protein yang dimakan dan
fungsi hati dalam pembentukan ureum.
1. Asam urat. Kadar normal asamurat di dalam darah
adalah 2 sampai 3 mg setiap 100 cm, sedangkan 1.
Sampai 2 mg setiap hari diekskresikan ke dalam urine.
2. Kreatine adalah hasil buangan kreatin dalam otot. Produk
metabolisme lain mencakup benda-benda purine, oxalate,
fosfat, sulfat, dan urat.
11
3. Elektrolit atau garam seperti natrium dan kalium khlorida
diekskresikan untuk mengimbangi jumlah yang masuk
melalui mulut.
2.2. Proses Pembentukan Urin
a. Filtrasi (penyaringan)
Proses filtrasi terjadi di kapsul Bowman dan glomerulus. Dinding
luar kapsul Bowman tersusun dari satu lapis sel epitel pipih. Antara
dinding luar dan dinding dalam terdapat ruang kapsul yang
berhubungan dengan lumen tubulus kontortus proksimal. Dinding
dalam kapsul Bowman tersusun dari sel-sel khusus (prodosit).
Proses filtrasi terjadi karena adanya perbedaan tekanan hidrostatik
(tekanan darah) dan tekanan onkotik (tekanan osmotik plasma), dimulai
ketika darah masuk ke glomerulus, tekanan darah menjadi tinggi
sehingga mendorong air dan komponen-komponen yang tidak dapat
larut melewati pori-pori endotelium kapiler, glomerulus, kemudian
menuju membran dasar, dan melewati lempeng filtrasi, lalu masuk ke
dalam ruang kapsul Bowman.
b. Reabsorpsi (penyerapan)
Proses reabsorpsi terjadi di tubulus kontortus proksimal, lengkung
henle, dan sebagian tubulus kontortus distal.Reabsorpsi dilakukan oleh
sel-sel epitel di seluruh tubulus ginjal. Banyaknya zat yang direabsorpsi
12
tergantung kebutuhan tubuh saat itu. Zat-zat yang direabsorpsi adalah
air, glukosa, asam amino, ion-ion Na+, K+, Ca2+, Cl-, HCO3-, HbO42-
, dan sebagian urea.Reabsorpsi terjadi secara transpor aktif dan transpor
pasif. Glukosa dan asam amino direabsorpsi secara transpor aktif di
tubulus proksimal. Reabsorpsi Na+, HCO3- dan H2O terjadi di tubulus
kontortus distal.Proses reabsorpsi dimulai ketika urin primer (bersifat
hipotonis dibanding plasma darah) masuk ke tubulus kontortus
proksimal. Kemudian terjadi reabsorpsi glukosa dan 67% ion Na+,
selain itu juga terjadi reabsorpsi air dan ion Cl- secara pasif. Bersamaan
dengan itu, filtrat menuju lengkung henle. Filtrat ini telah berkurang
volumenya dan bersifat isotonis dibandingkan cairan pada jaringan di
sekitar tubulus kontortus proksimal. Pada lengkung henle terjadi sekresi
aktif ion Cl- ke jaringan di sekitarnya. Reabsorpsi dilanjutkan di tubulus
kontortus distal. Pada tubulus ini terjadi reabsopsi Na+ dan air di bawah
kontrol ADH (hormon antidiuretik). Di samping reabsorpsi, di tubulus
ini juga terjadi sekresi H+, NH4+, urea, kreatinin, dan obat-obatan
yang ada pada urin.Hasil reabsorpsi ini berupa urin sekunder yang
memiliki kandungan air, garam, urea dan pigmen empedu yang
berfungsi memberi warna dan bau pada urin.
c. Argumentasi(pengumpulan)
Urin sekunder dari tubulus distal akan turun menuju tubulus
pengumpul. Pada tubulus pengumpul ini masih terjadi penyerapan ion
Na+, Cl-, dan urea sehingga terbentuklah urin sesungguhnya. Dari
tubulus pengumpul, urin dibawa ke pelvis renalis, urin mengalir melalui
ureter menuju vesika urinaria (kantong kemih) yang merupakan tempat
penyimpanan sementara urin.
2.3. Retensi Urine
2.3.1. DefinisiRetensi Urine
Retensi urine adalah ketidakmampuan untuk mengosongkan
isi kandung kemih sepenuhnya selama proses pengeluaran urine.
13
(Brunner and Suddarth. (2010). Text Book Of Medical Surgical
Nursing 12th Edition. Hal 1370).
Retensi urine adalah suatu keadaan penumpukan urine di kandung
kemih dan tidak mempunyai kemampuan untuk mengosongkannya
secara sempurna. Retensio urine adalah kesulitan miksi karena
kegagalan urine dari fesika urinaria. (Kapita Selekta Kedokteran).
Retensio urine adalah tertahannya urine di dalam kandung kemih,
dapat terjadi secara akut maupun kronis. (Depkes RI Pusdiknakes,
1995).
2.3.2. Etiologi
Penyebab dari retensi urine antara lain diabetes, pembesaran
kelenjar prostat, kelainan uretra (tumor, infeksi, kalkulus), trauma,
melahirkan atau gangguan persyarafan (stroke, cidera tulang
belakang, multiple sklerosis dan parkinson). Beberapa pengobatan
dapat menyebabkan retensi urine baik dengan menghambat
kontraksi kandung kemih atau peningkatan resistensi kandung
kemih. (Karch, 2008)
2.3.3. Patofisiologi
Definisi Retensio urine adalah kesulitan miksi karena
kegagalan urine dari fesika urinaria. (Kapita Selekta Kedokteran).
Retensio urine adalah tertahannya urine di dalam kandung kemih,
dapat terjadi secara akut maupun kronis. (Depkes RI Pusdiknakes
1995).
Retensi urinarius: suatu keadaan dimana individu mengalami
ketidakmampuan mengosongkan kandung kemih diikuti oleh
berkemih involunter (inkontinen aliran berlebih)(Lynda Juall
Carpenitro 1010-1011).
A. Batasan Karakteristik
 Mayor (harus terdapat,satu atau lebih)
Distensi kandung kemih (tidak dihubungkan dengan
akut, penyebab dapat pulih)atau
14
Distensi kandung kemih dengan seringnya berkemih atau
menetes(inkontinen aliran berlebihan) residu urine 100
cc atau lebih.
 Minor (mungkin terdapat)
Individu menyebutkan bahwa rasanya kandung kemih
tidak dapat kosong setelah berkemih
B. Faktor-Faktor Yang Berhubungan
 Berhubungan dengan penyumbatan sfingter sekunder
akibat:
- Struktur
- Ureterokel
- Pembesaran prostat
- Kontraktur leher kandung kemih
- Pembengkakan perineal
 Berhubungan dengan kerusakan jaras aferen atau
ketidakadekuatan detrusor sekunder akibat:
- Cedera/tumor/infeksi medulla
- Multipel sklerosis
- Cedera/tumor/infeksi otak
- Neuropati diabetik
- Cedera serebrovaskular
- Neuropati alkoholik
- Penyakit demielinasi
- Tabes dorsalis
- Tindakan yang berhubungan
 Berhubungan dengan obstruksi outlet kandung kemih
sekunder atau kerusakan jaras aferen sekunder terhadap
terapi obat (iatrogenik)
- Antihistamin
- Epinefrin
- Isoproterenol
15
- Antikolinergik
- Situasional (personal,lingkungan)
 Berhubungan dengan obstruksi outlet kandung kemih
sekunder akibat impaksi feses.
 Berhubungan dengan ketidakadekuatan detrusor
sekunder akibat; dekondisi berkemih yang berkenaan
dengan stres atau rasa ketidaknyamanan.
2.3.4. PenyebabRetensi Urine
Penyebab retensi urin dapat dibedakan berdasarkan sumber
penyebabnya antara lain:
1. Gangguan supravesikal adalah gangguan inervasi saraf motorik
dan sensorik. Misalnya DM berat sehingga terjadi neuropati
yang mengakibatkan otot tidak mau berkontraksi.
2. Gangguan vesikal adalah kondisi lokal seperti batu di kandung
kemih, obat antimuskarinik/antikolinergik (tekanan kandung
kemih yang rendah) menyebabkan kelemahan pada otot
detrusor.
3. Gangguan infravesikal adalah berupa pembesaran prostat
(kanker, prostatitis), tumor pada leher vesika, fimosis, stenosis
meatus uretra, tumor penis, striktur uretra, trauma uretra, batu
uretra, sklerosis leher kandung kemih (bladder neck sclerosis).
2.3.5. TandadanGejala
1. Diawali dengan urine mengalir lambat.
2. Kemudian terjadi poliuria yang makin lama menjadi parah
karena pengosongan kandung kemih tidak efisien.
3. Terjadi distensi abdomen akibat dilatasi kandung kemih.
4. Terasa ada tekanan, kadang terasa nyeri dan merasa ingin
BAK.
5. Pada retensi berat bisa mencapai 2000-3000 cc.
2.3.6. Komplikasi
1. Urolitiasis atau nefrolitiasis
16
2. Pielonefritis
3. Hydronefrosis
4. Pendarahan
5. Ekstravasasi urine
17
BAB III
TINJAUAN KASUS
3.1. Pemeriksaan Penunjang
Adapun pemeriksaan diagnostic yang dapat dilakukan pada retensio urine
adalah sebagai berikut:
1 Pemeriksaan specimen urine.
2 Pengambilan: steril, random, midstream
3 Pengambilan umum: pH, BJ, Kultur, Protein, Glukosa, Hb, Keton dan
Nitrit.
4 Sistoskopi (pemeriksaan kandung kemih)
5 IVP (Intravena Pielogram) / Rontgen dengan bahan kontras.
3.2. Petalaksanaan retensi urine
3.2.1. Penatalaksanaan Medis
1. Kateterisasi Urethra
a. Cara kateterisasi pada pria
- Memberitahu dan menjelaskan pada klien
- Mendekatkan alat-alat
- Memasang sampiran
- Mencuci tangan
- Menanggalkan pakaian bagian bawah
- Memasang selimut mandi, perlak dan pengalas bokong.
- Menyiapkan posisi klien
- Meletakkan dua bengkok diantara tungkai pasien
- Mencuci tangan dan memakai sarung tangan
- Memegang penis dengan tangan kiri
- Menarik preputium sedikit ke pangkalnya, kemudian
membersihkanya dengan kapas
- Mengambil kateter, ujungnya di beri vaselin 20 cm
- Memasukkan kateter perlahan-lahan kedalam uretra 20
cm sambil penis diarahkan ke atas, jika kateter tertahan
18
jangan di paksakan. Usahakan penis lebih di keataskan,
sedikit dan pasien di anjurkan menarik nafas panjang
dan memasukkan kateter perlahan-lahan sampai urine
keluar, kemudian menampung urine kedalam botol
steril bila diperlukan untuk pemeriksaan.
- Bila urine sudah keluar semua anjurkan klien untuk
menarik nafas panjang. Kateter di cabut pelan-pelan di
masukkan ke dalam botol yang berisi larutan klorin.
- Melepas sarung tangan dan memasukkan ke dalam
botol bersama dengan kateter dan pinset.
- Memasang pakaian bawah, mengambil perlak dan
pengalas.
- Menarik selimut dan mengambil selimut mandi.
- Membereskan alat.
- Mencuci tangan
b. Cara kateterisasi pada wanita
- Memberitahu dan menjelaskan pada klien
- Mendekatkan alat-alat
- Memasang sampiran
- Mencuci tangan
- Menanggalkan pakaian bagian bawah
- Memasang selimut mandi,perlak dan pengalas bokong
- Menyiapkan posisi klien
- Meletakkan dua bengkok diantara tungkai pasien
- Mencuci tangan dan memakai sarung tangan
- Lakukan vulva higyene
- Mengambil kateter lalu ujungnya diberi faseline 3-7 cm
- Membuka labiya mayora dengan menggunakan jari
telunjuk dan ibu jari tangan kiri sampai terlihat meatus
uretra, sedangkan tangan kanan memasukkan ujung
19
kateter perlahan-lahan ke dalam uretra sampai urine
keluar,sambil pasien dianjurkan menarik nafas panjang.
- Menampung urine kedalam bengkok bila diperlukan
untuk pemeriksaan. Bila urine sudah keluar semua,
anjurkan klien untuk menarik nafas panjang, kateter
cabut pelan-pelan di masukkan ke dalam bengkok yang
berisi larutan klorin.
- Melepas sarung tangan dan masukkan ke dalam
bengkok bersama dengan kateter dan pinset.
- Memasang pakaian bawah, mengambil perlak dan
pengalas.
- Menarik selimut dan mengambil selimut mandi
- Membereskan alat
- Mencuci tangan
2. Dilatasi urethra dengan boudy.
3. Drainase suprapubik.
3.3 AsuhanKeperawatan
3.3.1. Pengkajian
 Sirkulasi
 Eliminasi
 Makanan Dan Cairan
 Nyeri Dan Kenyamanan
 Keamanan
 Penyuluhan
3.3.2. Diagnosa keperawatan
 Nyeri akut berhubungan dengan radang urethra, distensi bladder.
 Gangguan pola eliminasi urine berhubungan infeksi bladder,
gangguan neurology,hilangnya tonus jaringan perianal, efek
terapi.
 Ansietas berhubungan dengan status kesehatan
20
 Kurang pengetahuan tentang kondisi, kebutuhan pengobatan
berhubungan dengan tidak mengenal informasi masalah tentang
area sensitife.
 Resiko infeksi berhubungan dengan terpasangnya kateter
urethra.
 Intervensi keperawatan
1. Diagnosa 1:
Nyeri akut berhubungan dengan radang urethra, distensi bladder.
Tujuan: Pasien menyatakan nyeri hilang dan mampu untuk
melakukan istirahat dengantenang.
Intervensi:
 Kaji nyeri, lokasi dan intensitas.
 Perhatikan tirah baring bila diindikasikan.
 Pasang kateter untuk kelancaran drainase.
 Kolaborasi dalam pemberian obat sesuai indikasi, contoh
eperidin.
2. Diagnosa 2:
Gangguan pola eliminasi urine berhubungan infeksi bladder,
gangguanneurology, hilangnya tonus jaringan perianal, efek
terapi.
Tujuan: Setelah intervensidiharapkan berkemih dengan jumlah
yang normal dan tanpa adanya retensi.
Intervensi:
 Kaji pengeluaran urine dan system kateter.
 Perhatikan waktu, jumlah berkemih, dan ukuran aliran.
 Dorong pasien untuk berkemih bila terasa adanya dorongan.
 Dorong pemasukan cairan sesuai toleransi.
 Intruksikan pasien untuk latihan perineal, contoh
mengencangkan bokong, menghentikandan memulai aliran
urine.
21
3. Diagnosa 3:
Ansietas berhubungan dengan status kesehatan.
Tujuan:
 Tampak rileks, menyatakan pengetahuan yang akurat
tentang situasi.
 Menunjukkan rentang tepat tentang perasaan dan penurunan
rasa takutnya.
Intervensi:
 Berikan informasi tentang prosedur dan apa yang akan
terjadi, contoh kateter, iritasikandung kemih.
 Pertahankan perilaku nyata dalam melakukan prosedur atau
menerima pasien..
 Dorong pasien atau orang terdekat untuk menyatakan
masalah / perasaan.
4. Diagnosa 4:
Kurang pengetahuan tentang kondisi, kebutuhan pengobatan
berhubungandengan tidak mengenal informasi masalah tentang
area sensitive.
Tujuan:
 Pasien menyatakan pemahaman proses penyakit.
 Pasien dapat melakukan perubahan perilaku yang perlu.
 Pasien dapat berpartisipasi dalam program pengobatan.
Intervensi:
 Dorong pasien untuk menyatakan rasa takut dan atau
perasaan perhatian.
 Kaji ulang tanda atau gejala yang memerlukan tindakan
atau evaluasi medik.
 Berikan informasi bahwa kondisi pasien tidak ditularkan
secara seksual.
22
 Anjurkan menghindari makanan berbumbu, kopi, dan
minuman mengandung alkohol.
5. Diagnosa 5:
Resiko infeksi berhubungan dengan terpasangnya kateter
urethra.
Tujuan:Mencapai waktu penyembuhan dan tidak mengalami
tanda infeksi.
Intervensi:
 Pertahankan system kateter steril, berikan perawatan kateter
regular dengan sabun dan air, berikan salep antibiotic di
sekitar sisi kateter.
 Awasi tanda tanda vital, perhatikan demam ringan,
menggigil, nadi dan pernafasan cepat,gelisah.
 Observasi sekitar kateter suprapubik.
3.3.3 Implementasi keperawatan:
Definisi implementasi adalah pengololaan dari rencana
keperawatan yang meliputi tindakan yang direncanakan oleh perawat
dan melksanakan anjuran dokter dan menjalankan ketentuan rumah
sakit:
1. kaji riwayat adanya gejala meliputi serangan,frekuensi urinaria
setiap hari,berkemih pada malam hari sering berkemih,perasaan
dapat mengosongkan vesica urinariadan menurunnya pancaran
urine.
2. gunakan index gejala untuk menentukan gejala berat.dan
dampak terhadap gaya hidup pasien
3. lakukan pemerriksaan rectal(palpasi ukuran,bentuk dan
konsistensi)dan pemeriksaan abdomen untuk mendeteksi
distensi kandung kemih serta derajat pembesaran prostat
4. lakukan pengukuran erodinamik yang sederhana,urotiau metrik
dan pengukuranresidual prostat,jika di indiksikan
5. Evaluasi
23
Pengukuran keberhasilan rencana keperawatan dan memenuhi
kebutuhan pasien.
Tahap-tahap evaluasi merupakan kunci keberhasilan dan tahap
evaluasi hasil dilakukan untuk mengetahui tercapainya pemecahan
masalah dari suatu tindakan yang dilaksanakan dan dilakukan
pengkajian ulang terhadap aspek yang terkait dengan pengkajian
pasien.
3.3.4. Saran
Sebaiknya pasien dengan retensi urine diberikan disiplin ilmu
agar pelayanan perawatan pasien menyeluruh.Mengatur diri sesuai
dengan obat-obatan yang di beri dengan anjuran dokter.Dengan
demikian diharapkan pada perawat dokter serta ahli gizi lebih dapat
meningkatkan kerja sama supaya pasien cepat sembuh.
24
BAB IV
PENUTUP
4.1 Simpulan
Retensio urine adalah kesulitan miksi karena kegagalan urine dari
fesikaurinaria. (Kapita Selekta Kedokteran). Retensio urine adalah
tertahannya urine di dalamakndung kemih, dapat terjadi secara akut maupun
kronis
4.2 Saran
Penulis menyadari,dalam penyusunan makalah ini belum sepenuhnya
sempurna.untuk itudapat kiranya memberikan kritik dan saran mengenai
makalah ini.walaupun demikian penulis berharap semoga makalah ini
bermanfaat bagi kita semua.
25
DAFTAR PUSTAKA
Doenges E. Marilynn, Moorhouse Frances Mary, Geisster C Alice. 1999. Rencana
Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk perencanaan dan
pendokumentasian perawatan pasien Edisi 3. Jakarta: EGC.
Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth Edisi 8. Jakarta: EGC.
Mansyoer Arif, dkk. 2001. Kapita selekta kedokteran Jilid 1 Edisi ke tiga.
Jakarta:Media Aesculapius.
Depkes RI Pusdiknakes. 1995. Asuhan Keperawatan Pasien dengan Gangguan
dan Penyakit Urogenital. Jakarta: Depkes RI.
Lynda Juall Carpenito Edisi 6 EGC

More Related Content

What's hot

Asuhan Keperawatan pada Gangguan Sistem Pernafasan
Asuhan Keperawatan pada Gangguan Sistem PernafasanAsuhan Keperawatan pada Gangguan Sistem Pernafasan
Asuhan Keperawatan pada Gangguan Sistem PernafasanVituuuut
 
ASKEP HIPERTENSI
ASKEP HIPERTENSIASKEP HIPERTENSI
ASKEP HIPERTENSIMas Mawon
 
Prinsip prinsip etika keperawatan
Prinsip prinsip etika keperawatanPrinsip prinsip etika keperawatan
Prinsip prinsip etika keperawatanHiiendry Pangestu
 
Laporan pendahuluan askep abses
Laporan pendahuluan askep absesLaporan pendahuluan askep abses
Laporan pendahuluan askep absesSujana Pkm
 
Konsep dasar etika profesi keperawatan
Konsep dasar etika  profesi keperawatanKonsep dasar etika  profesi keperawatan
Konsep dasar etika profesi keperawatanAde Rahman
 
Konsep kebutuhan eliminasi Urine
Konsep kebutuhan eliminasi UrineKonsep kebutuhan eliminasi Urine
Konsep kebutuhan eliminasi UrineSulistia Rini
 
Proses Keperawatan: Tahap evaluasi
Proses Keperawatan: Tahap evaluasiProses Keperawatan: Tahap evaluasi
Proses Keperawatan: Tahap evaluasiAnnisa Setia Candra
 
Model konsep-dan-teori-keperawatan
Model konsep-dan-teori-keperawatanModel konsep-dan-teori-keperawatan
Model konsep-dan-teori-keperawatanadeputra93
 
Asuhan keperawatan an.m dengan asma
Asuhan keperawatan an.m dengan asmaAsuhan keperawatan an.m dengan asma
Asuhan keperawatan an.m dengan asmateguhprayitnopro
 
Metode penugasan fungsional
Metode penugasan fungsionalMetode penugasan fungsional
Metode penugasan fungsionalSulistia Rini
 
ASSESSMENT : INTERVIEW
 ASSESSMENT : INTERVIEW ASSESSMENT : INTERVIEW
ASSESSMENT : INTERVIEWpjj_kemenkes
 
Kb 1 penerapan komunikasi terapeutik padasetiap proses keperawatan
Kb 1 penerapan komunikasi terapeutik padasetiap proses keperawatanKb 1 penerapan komunikasi terapeutik padasetiap proses keperawatan
Kb 1 penerapan komunikasi terapeutik padasetiap proses keperawatanpjj_kemenkes
 

What's hot (20)

Pemebrian obat melalui Intravena
Pemebrian obat melalui IntravenaPemebrian obat melalui Intravena
Pemebrian obat melalui Intravena
 
Asuhan Keperawatan pada Gangguan Sistem Pernafasan
Asuhan Keperawatan pada Gangguan Sistem PernafasanAsuhan Keperawatan pada Gangguan Sistem Pernafasan
Asuhan Keperawatan pada Gangguan Sistem Pernafasan
 
ASKEP HIPERTENSI
ASKEP HIPERTENSIASKEP HIPERTENSI
ASKEP HIPERTENSI
 
Prinsip prinsip etika keperawatan
Prinsip prinsip etika keperawatanPrinsip prinsip etika keperawatan
Prinsip prinsip etika keperawatan
 
Konstipasi
KonstipasiKonstipasi
Konstipasi
 
Analisa data gagal jantung
Analisa data gagal jantungAnalisa data gagal jantung
Analisa data gagal jantung
 
Laporan pendahuluan askep abses
Laporan pendahuluan askep absesLaporan pendahuluan askep abses
Laporan pendahuluan askep abses
 
Askep inkontinensia urine (2)
Askep inkontinensia urine (2)Askep inkontinensia urine (2)
Askep inkontinensia urine (2)
 
Konsep dasar etika profesi keperawatan
Konsep dasar etika  profesi keperawatanKonsep dasar etika  profesi keperawatan
Konsep dasar etika profesi keperawatan
 
Konsep kebutuhan eliminasi Urine
Konsep kebutuhan eliminasi UrineKonsep kebutuhan eliminasi Urine
Konsep kebutuhan eliminasi Urine
 
Proses Keperawatan: Tahap evaluasi
Proses Keperawatan: Tahap evaluasiProses Keperawatan: Tahap evaluasi
Proses Keperawatan: Tahap evaluasi
 
Model konsep-dan-teori-keperawatan
Model konsep-dan-teori-keperawatanModel konsep-dan-teori-keperawatan
Model konsep-dan-teori-keperawatan
 
Eliminasi fekal ppt
Eliminasi fekal pptEliminasi fekal ppt
Eliminasi fekal ppt
 
Lp hemodialisa
Lp hemodialisaLp hemodialisa
Lp hemodialisa
 
Asuhan keperawatan an.m dengan asma
Asuhan keperawatan an.m dengan asmaAsuhan keperawatan an.m dengan asma
Asuhan keperawatan an.m dengan asma
 
Metode penugasan fungsional
Metode penugasan fungsionalMetode penugasan fungsional
Metode penugasan fungsional
 
ASSESSMENT : INTERVIEW
 ASSESSMENT : INTERVIEW ASSESSMENT : INTERVIEW
ASSESSMENT : INTERVIEW
 
Kb 1 penerapan komunikasi terapeutik padasetiap proses keperawatan
Kb 1 penerapan komunikasi terapeutik padasetiap proses keperawatanKb 1 penerapan komunikasi terapeutik padasetiap proses keperawatan
Kb 1 penerapan komunikasi terapeutik padasetiap proses keperawatan
 
SPO pemasangan NGT
SPO pemasangan NGTSPO pemasangan NGT
SPO pemasangan NGT
 
Askep diare
Askep diareAskep diare
Askep diare
 

Viewers also liked (11)

Retensi urine AKPER PEMKAB MUNA
Retensi urine AKPER PEMKAB MUNA Retensi urine AKPER PEMKAB MUNA
Retensi urine AKPER PEMKAB MUNA
 
Askep retensi urine (3)
Askep retensi urine (3)Askep retensi urine (3)
Askep retensi urine (3)
 
Asuhan keperawatan retensi urin
Asuhan keperawatan retensi urinAsuhan keperawatan retensi urin
Asuhan keperawatan retensi urin
 
Askep retensio urine
Askep retensio urineAskep retensio urine
Askep retensio urine
 
Retensi urine
Retensi  urineRetensi  urine
Retensi urine
 
TRAUMA SISTEM PERKEMIHAN
TRAUMA SISTEM PERKEMIHAN TRAUMA SISTEM PERKEMIHAN
TRAUMA SISTEM PERKEMIHAN
 
Rentensi urine
Rentensi urineRentensi urine
Rentensi urine
 
Leaflet pemeriksaan berkala
Leaflet pemeriksaan berkalaLeaflet pemeriksaan berkala
Leaflet pemeriksaan berkala
 
Penatalaksanaan retensio urine pasca tindakan obgin
Penatalaksanaan retensio urine pasca tindakan obginPenatalaksanaan retensio urine pasca tindakan obgin
Penatalaksanaan retensio urine pasca tindakan obgin
 
Anatomi dan Fisiologi Sistem Perkemihan
Anatomi dan Fisiologi Sistem PerkemihanAnatomi dan Fisiologi Sistem Perkemihan
Anatomi dan Fisiologi Sistem Perkemihan
 
TEDx Manchester: AI & The Future of Work
TEDx Manchester: AI & The Future of WorkTEDx Manchester: AI & The Future of Work
TEDx Manchester: AI & The Future of Work
 

Similar to Retensi urine

Sistem Perkemihan
Sistem Perkemihan Sistem Perkemihan
Sistem Perkemihan pjj_kemenkes
 
Referat fisiologi menstruasi dan kehamilan (pembimbing : dr. Arie Widiyasa, s...
Referat fisiologi menstruasi dan kehamilan (pembimbing : dr. Arie Widiyasa, s...Referat fisiologi menstruasi dan kehamilan (pembimbing : dr. Arie Widiyasa, s...
Referat fisiologi menstruasi dan kehamilan (pembimbing : dr. Arie Widiyasa, s...Adeline Dlin
 
Anatomi Fisiologi dan Organ Aksesoris Sistem Pencernaan
Anatomi Fisiologi dan Organ Aksesoris Sistem PencernaanAnatomi Fisiologi dan Organ Aksesoris Sistem Pencernaan
Anatomi Fisiologi dan Organ Aksesoris Sistem Pencernaanpjj_kemenkes
 
Ilmu gizi_Proses Pencernaan
Ilmu gizi_Proses PencernaanIlmu gizi_Proses Pencernaan
Ilmu gizi_Proses Pencernaanserlinhalim
 
Kegawatdaruratan pada sistem_pencernaan_trauma_abd
Kegawatdaruratan pada sistem_pencernaan_trauma_abdKegawatdaruratan pada sistem_pencernaan_trauma_abd
Kegawatdaruratan pada sistem_pencernaan_trauma_abdismailyunus2
 
Makalah trauma abdomen
Makalah trauma abdomenMakalah trauma abdomen
Makalah trauma abdomenNoveldy Pitna
 
Buku-PANDUAN-REPRODUKSI-PADA-REMAJA.pdf
Buku-PANDUAN-REPRODUKSI-PADA-REMAJA.pdfBuku-PANDUAN-REPRODUKSI-PADA-REMAJA.pdf
Buku-PANDUAN-REPRODUKSI-PADA-REMAJA.pdfFransRantung
 
Sistem Reproduksi Manusia
Sistem Reproduksi ManusiaSistem Reproduksi Manusia
Sistem Reproduksi Manusiazia mujahidah
 
Sistem Reproduksi Manusia
Sistem Reproduksi ManusiaSistem Reproduksi Manusia
Sistem Reproduksi Manusiazia mujahidah
 
Makalah_Organ_Tubuh_Manusia_-_Kandung_Ke.pdf
Makalah_Organ_Tubuh_Manusia_-_Kandung_Ke.pdfMakalah_Organ_Tubuh_Manusia_-_Kandung_Ke.pdf
Makalah_Organ_Tubuh_Manusia_-_Kandung_Ke.pdfAgathaHaselvin
 
MAKALAH BIOLOGI KELOMPOK 2 TI23H (PENYAKIT SISTEM PENCERNAAN MANUSIA).docx
MAKALAH BIOLOGI KELOMPOK 2 TI23H (PENYAKIT SISTEM PENCERNAAN MANUSIA).docxMAKALAH BIOLOGI KELOMPOK 2 TI23H (PENYAKIT SISTEM PENCERNAAN MANUSIA).docx
MAKALAH BIOLOGI KELOMPOK 2 TI23H (PENYAKIT SISTEM PENCERNAAN MANUSIA).docxHANDIKASATRIOUBPKARA
 

Similar to Retensi urine (20)

Sistem Perkemihan
Sistem Perkemihan Sistem Perkemihan
Sistem Perkemihan
 
Referat fisiologi menstruasi dan kehamilan (pembimbing : dr. Arie Widiyasa, s...
Referat fisiologi menstruasi dan kehamilan (pembimbing : dr. Arie Widiyasa, s...Referat fisiologi menstruasi dan kehamilan (pembimbing : dr. Arie Widiyasa, s...
Referat fisiologi menstruasi dan kehamilan (pembimbing : dr. Arie Widiyasa, s...
 
Modul 1 akk kb 1
Modul 1 akk kb 1Modul 1 akk kb 1
Modul 1 akk kb 1
 
Anatomi Fisiologi dan Organ Aksesoris Sistem Pencernaan
Anatomi Fisiologi dan Organ Aksesoris Sistem PencernaanAnatomi Fisiologi dan Organ Aksesoris Sistem Pencernaan
Anatomi Fisiologi dan Organ Aksesoris Sistem Pencernaan
 
Ilmu gizi_Proses Pencernaan
Ilmu gizi_Proses PencernaanIlmu gizi_Proses Pencernaan
Ilmu gizi_Proses Pencernaan
 
Kanker kandung kemih
Kanker kandung kemihKanker kandung kemih
Kanker kandung kemih
 
Kegawatdaruratan pada sistem_pencernaan_trauma_abd
Kegawatdaruratan pada sistem_pencernaan_trauma_abdKegawatdaruratan pada sistem_pencernaan_trauma_abd
Kegawatdaruratan pada sistem_pencernaan_trauma_abd
 
Modul 2 kb 1
Modul 2   kb 1Modul 2   kb 1
Modul 2 kb 1
 
Makalah trauma abdomen
Makalah trauma abdomenMakalah trauma abdomen
Makalah trauma abdomen
 
Makalah proses-eliminasi-sisa-pencernaan
Makalah  proses-eliminasi-sisa-pencernaanMakalah  proses-eliminasi-sisa-pencernaan
Makalah proses-eliminasi-sisa-pencernaan
 
Makalah proses-eliminasi-sisa-pencernaan
Makalah  proses-eliminasi-sisa-pencernaanMakalah  proses-eliminasi-sisa-pencernaan
Makalah proses-eliminasi-sisa-pencernaan
 
Makalah proses-eliminasi-sisa-pencernaan
Makalah  proses-eliminasi-sisa-pencernaanMakalah  proses-eliminasi-sisa-pencernaan
Makalah proses-eliminasi-sisa-pencernaan
 
Buku-PANDUAN-REPRODUKSI-PADA-REMAJA.pdf
Buku-PANDUAN-REPRODUKSI-PADA-REMAJA.pdfBuku-PANDUAN-REPRODUKSI-PADA-REMAJA.pdf
Buku-PANDUAN-REPRODUKSI-PADA-REMAJA.pdf
 
Sistem Reproduksi Manusia
Sistem Reproduksi ManusiaSistem Reproduksi Manusia
Sistem Reproduksi Manusia
 
Sistem Reproduksi Manusia
Sistem Reproduksi ManusiaSistem Reproduksi Manusia
Sistem Reproduksi Manusia
 
Makalah_Organ_Tubuh_Manusia_-_Kandung_Ke.pdf
Makalah_Organ_Tubuh_Manusia_-_Kandung_Ke.pdfMakalah_Organ_Tubuh_Manusia_-_Kandung_Ke.pdf
Makalah_Organ_Tubuh_Manusia_-_Kandung_Ke.pdf
 
MAKALAH BIOLOGI KELOMPOK 2 TI23H (PENYAKIT SISTEM PENCERNAAN MANUSIA).docx
MAKALAH BIOLOGI KELOMPOK 2 TI23H (PENYAKIT SISTEM PENCERNAAN MANUSIA).docxMAKALAH BIOLOGI KELOMPOK 2 TI23H (PENYAKIT SISTEM PENCERNAAN MANUSIA).docx
MAKALAH BIOLOGI KELOMPOK 2 TI23H (PENYAKIT SISTEM PENCERNAAN MANUSIA).docx
 
LKS 1
LKS 1LKS 1
LKS 1
 
LKS 1
LKS 1LKS 1
LKS 1
 
Tugas tik erliana
Tugas tik erlianaTugas tik erliana
Tugas tik erliana
 

Retensi urine

  • 1. MAKALAH ILMU DASAR KEPERAWATAN I RETENSI URINE Disusunoleh: 1. SuutDyahChasanah (26) 2. NorikaboAysah (27) 3. AyunSulufiatulF (28) 4. ShelmaOktaviany K.N (29) 5. Raflesia Arum S.R (30) SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN BINA SEHAT PPNI MOJOKERTO 2015
  • 2. i KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas limpahan berkat serta rahmat-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah Ilmu Dasar Keperawatan I, yang berjudul “Retensi Urine“. Makalah ini disusun sebagai pertanggungjawaban dalam menyelesaikan tugas Ilmu Dasar Keperawatan I. Dalam kesempatan ini kami mengucapkan terimakasih kepada: 1. Allah SWT yang telah memberikan jalan kemudahan dan segalanya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan karya tulis ini dengan lancar. 2. Ibu Duwi Basuki, S,Kep.,Ns.,M.Kes, selaku dosen pengajar Ilmu Dasar Keperawatan I yang telah membimbing kami sehingga kami bisa menyusun makalah ini secara objektif. Kami meyadari bahwa penyusunan laporan ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran dari Ibu Duwi Basuki, S,Kep.,Ns.,M.Kes, agar penyusunan makalah ini dapat menjadi lebih baik lagi ke depannya. Mojokerto, Penulis
  • 3. ii DAFTAR ISI KATA PENGANTAR .................................................................................. i DAFTAR ISI................................................................................................ ii BAB I. PENDAHULUAN ............................................................................ 1 1.1. Latar Belakang....................................................................... 1 1.2. Rumusan Masalah................................................................. 2 1.3. Tujuan.................................................................................... 2 1.4. Manfaat.................................................................................. 2 BAB II. TINJAUAN PUSTAKA................................................................. 4 2.1. Anfis Sistem Perkemihan......................................................... 4 2.1.1. Ginjal............................................................................. 4 2.1.2. Ureter........................................................................... 8 2.1.3. Kandung Kencing .......................................................... 8 2.1.4. Uretra ........................................................................... 9 2.2. Proses Pembentukan urine ....................................................... 10 2.3. Retensi Urine.......................................................................... 12 2.3.1 Definisi Retensi Urine..................................................... 12 2.3.2 Etiologi........................................................................... 13 2.3.3 Patiofisiologi................................................................... 13 2.3.4 Penyebab retensi Urine.................................................... 15 2.3.5 Tanda dan Gejala ............................................................ 15 2.3.6 Komplikasi...................................................................... 15 BAB III.TINJAUAN KASUS......................................................................... 17 3.1. Pemeriksaan Penunjang........................................................... 17 3.2. Penatalaksanaan Retensi Urine ............................................. 17 3.2.1Penatalaksanaan Medis................................................. 17 3.3. Asuhan Keperawatan............................................................ 19 3.3.1 Pengkajian..................................................................... 19 3.3.2 Diagnosa Keperawatan ............................................... 19 3.3.3 Implementasi Keperawatan.......................................... 22
  • 4. iii 3.3.4 Saran............................................................................ 23 BAB IV. PENUTUP..................................................................................... 24 4.1 Simpulan.................................................................................... 24 4.2 Saran......................................................................................... 24 DAFTAR PUSTAKA................................................................................... 25
  • 5. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Sehat adalah suatu keadaan yang masih termasuk dalam variasi normal dalam standar yang diterima untuk kriteria tertentu berdasarkan jenis kelamin, kelompok penduduk dan wilayah (WHO, 1957). Dalam era globalisasi segala upaya ditujukan untuk dapat meningkatkan kualitas manusia Indonesia. Peningkatan kesehatan masyarakat harus dimulai dari peningkatan kesehatan. Halini tidak mungkin dapat terwujud tanpa perbaikan dan peningkatan kesehatan masyarakat Indonesia, maka dibutuhkan petugas kesehatan yang memiliki keterampilan, ketelitian dan kecakapan dalam merawat klien dalam mewujudkan derajat kesehatan yang optimal. Dalam kesempatan ini, kami membahas tentang perawatan pasien dengan gangguan eleminasi atau pengeluaran zat sisa. Eliminasi adalah proses pembuangan sisa metabolisme tubuh baik berupa urin atau bowel (feses). Eliminasi dibutuhkan untuk mempertahankan homeostasis melalui pembuangan sisa-sisa metabolisme. Secara garis besar, sisa metabolisme tersebut terbagi ke dalam dua jenis yaitu sampah yang berasal dari saluran cerna yang dibuang sebagai feces (nondigestible waste) serta sampah metabolisme yang dibuang baik bersama feses ataupun melalui saluran lain seperti urine, CO2, nitrogen, dan H2O. Gangguan eliminasi urinarius adalah suatu keadan dimana seorang individu mengalami gangguan dalam pola berkemih (Fundamental Of Nursing hal 614, 2001). Miksi adalah proses pengosongan kandung kemih bila kandung kemih terisi. Sistem tubuh yang berperan dalam terjadinya proses eliminasi urine adalah ginjal, ureter, kandung kemih, dan uretra. Proses ini terjadi dari dua langkah utama yaitu : Kandung kemih secara progresif terisi sampai tegangan di dindingnya meningkat diatas nilai ambang, yang kemudian mencetuskan langkah kedua yaitu timbul refleks saraf yang disebut refleks miksi (refleks berkemih) yang berusaha
  • 6. 2 mengosongkan kandung kemih atau jika ini gagal, setidak-tidaknya menimbulkan kesadaran akan keinginan untuk berkemih. Meskipun refleks miksi adalah refleks autonomik medula spinalis, refleks ini bisa juga dihambat atau ditimbulkan oleh pusat korteks serebri atau batang otak.Kandung kemih dipersarafi saraf saraf sakral (S-2) dan (S-3). Saraf sensori dari kandung kemih dikirim ke medula spinalis (S-2) sampai (S-4) kemudian diteruskan ke pusat miksi pada susunan saraf pusat. Pusat miksi mengirim signal pada kandung kemih untuk berkontraksi. Pada saat destrusor berkontraksi spinter interna berelaksasi dan spinter eksternal dibawah kontrol kesadaran akan berperan, apakah mau miksi atau ditahan. Pada saat miksi abdominal berkontraksi meningkatkan kontraksi otot kandung kemih, biasanya tidak lebih 10 ml urine tersisa dalam kandung kemih yang disebut urine residu. Pada eliminasi urine normal sangat tergantung pada individu, biasanya miksi setelah bekerja, makan atau bangun tidur. Normal miksi sehari 5 kali. Sedangkan Retensi urine sendiri adalah merupakan suatu keadaan dimana individu mengalami ketidakmampuan mengosongkan kandung kemihdi ikutioleh berkemih involunter (inkontensia aliran berlebih). 1.2. Rumusan Masalah 1. Bagaimana proses terjadinya retensi urine? 2. Apa penyebeb retensi urine? 3. Bagaimana penatalaksanaan retensi urine? 1.3. Tujuan 1. Untuk mengetahui proses terjadinya retensi urine. 2. Untuk mengetahui penyebab retensi urine. 3. Untuk mengetahui penatalaksanaan retensi urine. 1.4. Manfaat 1. Makalah ini di harapkan dapat bermanfaat bagi pembaca,khususnya para perawat dan klien.
  • 7. 3 2. Makalah ini diharapkan berguna untuk menyadarkan orang yang kurang memperdulikankesehatan agar mengerti akan pentingnya menjaga kebersihan dan kesehatan.
  • 8. 4 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 AnatomiFisiologiSistemPerkemihan 2.1.1 Ginjal Ginjal terletak pada dinding posterior abdomen, terutama di daerah lumbal, di sebelah kanan dan kiri tulang belakang, dibungkus lapisan lemak yang tebal,di belakang peritoneum.Panjang 6-7 ½ cm, berat 120-150 g. Bentuknya seperti biji kacang dan sisi dalamnya hilum menghadap ke tulang punggung. Sisi luarnya cembung. Pembuluh-pembuluh ginjal semuanya masuk dan keluar pada hilum. Diatassetiap ginjal menjulang sebuah kelenjar suprarenal. Ginjal kiri lebih besar dari pada ginjal kanan/ginjal kanan lebih pendek daripada ginjal kiri dan pada umumnya ginjal laki- lakilebih panjang daripada ginjal perempuan (Syaifuddin, 1994). A. Struktur ginjal Setiap ginjal dilingkupi kapsul tipis darijaringan fibrus yang rapat membungkusnya, dan membentuk pembungkus yang halus. Didalamnya terdapat struktur ginjal. Warnanya ungu tua dan terdiri atas kortekx di sebelah luar, dan bagian
  • 9. 5 medula di bagian dalam. Bagian dalam medula ini tersusun lima belas sampai 16 massa berbentuk piramid, yangdisebut juga piramid ginjal. Puncak-puncaknya langsung mengarah ke hillum dan berakhirke kalises. Kalises ini menghubungkannya dengan pelvis ginjal. B. Nefron Struktur halus ginjalterdiri atas banyak nefron yang merupakan satuan-satuan fungsionilginjal;diperkirakan terdapat 1.000.000 nefron dalam setiap ginjal. Setiap nefron mulai sebagai berkas kapiler (badan malpighi atau gromerulus) yang tertanam erat dalam ujung atas lebar pada uriniferus atau nefron.Dari sini tubulus berjalan sebagian berkelok-kelok dan dikenal sebagai kelokan pertama atau tubula proximal dan sesudah itu terdapat sebuah simpai Henle.Kemudian tubula itu berkelok-kelok lagi disebut kelokan kedua atau tubulu distal, yang bersambung dengan tubula penampung yang berjalan melintasi kortex dan medula,untuk berakhir di puncaksalah satu piramidis. C. Pembuluh darah Selain tubulus urineferus, struktur ginjal juga berisi pembuluh darah. Arteri renalismembawa darah murni dari aortaabdominalis ke ginjal. Cabang cabangnya beranting
  • 10. 6 banyak di dalam ginjal dan mejadi arteriola aferen (ariotalae afferents), dan masing-masing membentuk simpul dari kapiler- kapiler di dalam salah satu badan malphigi(gromerulus). Pembuluh eferen kemudian tampil sebagai ateriola eferen yang bercabang-cabang membentuk jaringan kapiler sekeliling tubulus uriniferus. Kapiler-kapiler ini kemudian bergabung lagi untuk membentuk vena renalis, yang membawa darah dari ginjal ke vena kava inverior. Maka darah yang beredar dalam ginjal mempunyai dua kelompok kapiler, yang bertujuan agar darah dapat lebih lama berada di sekitar tubulus uriniferus, karena fungsi ginjal tergantung dari hal itu. D. Fungsi Ginjal Fungsi ginjal ialah pengaturan keseimbangan air;pengaturan konsentrasi garam dalam darah dan keseimbangan asam-basa darah; dan ekskresi bahan buangan kelebihan garam. 1. Sekresi Urine dan Mekanisme fungsi ginjal: Gromerulus adalah saringan. Setiap menit kira-kira 1 liter darah yang mengandung 500 ccm plasma, mengalir melalui semua gromeruli dan sekitar 100 ccm (10 persen) dari itu disaring keluar. Plasma yang berisi semua garam, glukosa, dan benda halus lainnya, disaring. Sel dan protein plasma terlalu besar untuk dapat menembusi pori saringan dan tetap tinggal dalam aliran darah. Cairan yang disaring yaitu filtray gromerulus, kemudian mengalir melalui tubula renalis dan sel-selnya menyerap semua bahan yang diperlukan tubuh danditinggalkan yang tidak diperlukan. Dengan mengubah-ubah jumlah yang diresap atau ditinggalkan dalam tubula, maka sel dapat mengatur susunan urine di satu sisi dan susunan darah di sisi sebaliknya. Dalam
  • 11. 7 keadaan normal semua glukosa diabsorsi kembali; air sebagian besar diabsorbsi kembali, kebanyakanproduk buangan dikeluarkan. Dalam keadaan tertentu tubula menambah bahan pada urine. Demikian maka sekresi terdiri atas tiga faktor: 1) Filtrasi Gromerulus 2) Reabsorpsi tubula 3) Sekresi tubula Kalau kita bandingkan jumlah yang disaring oleh gromelurussetiap hari dengan jumlah yang biasanya dikeluarkan kedalam urine maka kita dapat melihat besar daya selektif sel tubula: Disaring Dikeluarkan Air Garam Glukosa Urea 150 liter 700 gram 170 gram 50 gram 1 ½ liter 15 gram 0 gram 30 gram Kini filtratnya telah mencapai pelvis ginjal dan ureter sebagai urine. 2. BeratJenis Urine Berat jenis urine tergantung dari jumlah zat yang larut di dalam urine atau terbawa di dalam urine. Berat jenis plasma (tanpa protein) adalah 1010. Bila ginjal mengencerkan urine (misalnya sesudah minum air) maka berat jenisnya kurang dari 1010. Bila ginjal memekatkan urine (sebagaimana fungsinya) maka berat jenis tertinggi yang dapat dihasilkan, yang seharusnya dapat lebih 1025. 3. Tes Fungsi Ginjal Terdapat banyak macam tes, tetapi beberapayang sederhana ialah: 1) Tes untukprotein (albumin)
  • 12. 8 2) Bila ada kerusakan pada glomeruli atau tubula, maka protein dapat membocor masuk urine. 3) Mengukur konsentrasi urea darah. Bila ginjal tidak cukup mengeluarkan ureum maka ureum darah naik di atas kadar normal 20-40 miligram per 100 ccm darah. Karena filtrasi glomerulus harus menurun sampai sebanyak 50 persen sebelum kenaikan kadar urea darah terjadi, maka tes ini bukan tes yang sangat peka. 4) Tes konsentrasi. Dilarang makan atau minum selama 12 jam untuk melihat sampai berapa tinggi berat jenis naik. 2.1.2 Ureter Terdapat dua ureter berupa dua pipa saluran, yang masing- masing bersambung dengan ginjal dan dari ginjal berjalan ke kandung kencing. Tebal setiap ureter kira-kira setebal tangkai bulu angsa dan panjangnya 35 sampai 40 sentimeter. Terdiri atas dinding luar yang fibrus,lapisan tengah yang berotot dan lapisan mukosa sebelah dalam. Ureter mulai sebagai pelebaran hilum ginjal dan berjalan ke bawah melalui rongga abdomen masuk ke dalam pelvis dan dengan arah oblik bermuara ke dalam sebelah posterior kandung kencing. 2.1.3 Kandung kencing Kandung kencing bekerja sebagai penampungurine; organ ini berbentuk buah pir (kendi). Letaknya di dalam panggul besar. Di depan isi lainnya, dan di belakang simfisis pubis. Pada bayi letaknya lebih tinggi. Bagian terbawah terpancang erat dan disebut basis, bagian atas atau fundus naik kalau kandung memekar karena urine. Puncaknya (apex) mengarah ke depan bawah dan ada di belakang simfisis pubis. Dinding kandung kencing terdiri atas:
  • 13. 9 1. Sebuah lapisan serus sebelah luar 2. lapisan berotot 3. lapisan submukosa,dan 4. lapisan mukosa dari epithelium transisionil (peralihan) Tiga saluran bersambung dengan kandung kencing. Dua ureter bermuara secara oblik di sebelah basis; letak oblik ini menghindarkan urine mengalir kembali ke dalam ureter. Uretra keluar dari kandung di sebelah depan. Daerah segitiga antara dua lubang ureter dan uretra disebut segitiga kandung kencing (trigonum vesica urinarius). Pada wanita kandung kencing terletak di antara simfisis pubis,eterus dan vagina. Dari uterus ia dipisahkan oleh lipatan peritoneum-ruang utero-vesikal atau ruang Douglas. 2.1.4 Uretra Uretra ialah sebuah saluran yang berjalan dari leher kandung kencing ke lubang luar; dilapisi membrane mukosa yang bersambung dengan membran yang melapisi kandung kencing. Meatus urinarius terdiri atas serabut otat lingkar, yang membentuk sfinkter uretrae. Pada wanita panjang uretranya 2 ½ sampai 3 ½ sentimeter, pada pria 17 sampai 22 ½ sentimeter. Mikturisi ialah peristiwa pembuangan urine. Karena urine dibuat di dalam maka ia mengalir melalui uteter ke dalam kandung kencing. Keinginan untuk membuang air kecil disebabkan oleh penambahan tekanan di dalamnya. Refleks yang dapat dikendalikan dan ditahan oleh pusat-pusat persyarafan yang lebih tinggi pada manusia. Gerakannya ditimbulkan oleh kontraksi otot abdominal yang menambah tekanan di dalam rongga abdomen; dan berbagai organ yang menekan kandung kencing membantu mengosongkannya. Kandung kencing dikendalikan oleh saraf pelvis, dan serabut saraf simpatis dari plexus hipogastrik. A. Ciri-ciri urine yang normal.
  • 14. 10 Jumlahnya rata-rata 1-2 liter sehari, tetapi berbeda-beda sesuai dengan jumlah cairan yang dimasukkan. Banyaknya bertambah pula bila terlampau banyak protein dimakan, sehingga tersedia cukup cairan yang diperlukan untuk malarutkan ureanya. 1. Warnanya bening oranye pucat tanpa endapan, tetapi adakalanya jonjot lender tipis nampak terapung di dalamnya. 2. Baunya tajam. 3. Reaksinya sedikit asam terhadap lakmus dengan pH rata- rata 6. 4. Berat jenis berkisar dari 1010 sampai 1025. B. Komposis urine normal. Urine terutama terdiri atas air, urea dan natrium khlorida. Pada seseorang yang menggunakan diit yang rata-rata berisi 80 sampai 100 gram protein dalam 24 jam, jumlah persen air dan benda padat dalam urine adalah seperti berikut: Air Benda padat 95 % 4% (terdiri atas urea 2% dan produk metabolic lain 2%) Ureum adalah hasil akhir metabolisme protein. Berasal dari asam amino yang telah dipindah amonianya di dalam hati dan mencapai ginjal, dan diekskresikan rata-rata 30 gram sehari. Kadar ureum darah yang normal protein yang dimakan dan fungsi hati dalam pembentukan ureum. 1. Asam urat. Kadar normal asamurat di dalam darah adalah 2 sampai 3 mg setiap 100 cm, sedangkan 1. Sampai 2 mg setiap hari diekskresikan ke dalam urine. 2. Kreatine adalah hasil buangan kreatin dalam otot. Produk metabolisme lain mencakup benda-benda purine, oxalate, fosfat, sulfat, dan urat.
  • 15. 11 3. Elektrolit atau garam seperti natrium dan kalium khlorida diekskresikan untuk mengimbangi jumlah yang masuk melalui mulut. 2.2. Proses Pembentukan Urin a. Filtrasi (penyaringan) Proses filtrasi terjadi di kapsul Bowman dan glomerulus. Dinding luar kapsul Bowman tersusun dari satu lapis sel epitel pipih. Antara dinding luar dan dinding dalam terdapat ruang kapsul yang berhubungan dengan lumen tubulus kontortus proksimal. Dinding dalam kapsul Bowman tersusun dari sel-sel khusus (prodosit). Proses filtrasi terjadi karena adanya perbedaan tekanan hidrostatik (tekanan darah) dan tekanan onkotik (tekanan osmotik plasma), dimulai ketika darah masuk ke glomerulus, tekanan darah menjadi tinggi sehingga mendorong air dan komponen-komponen yang tidak dapat larut melewati pori-pori endotelium kapiler, glomerulus, kemudian menuju membran dasar, dan melewati lempeng filtrasi, lalu masuk ke dalam ruang kapsul Bowman. b. Reabsorpsi (penyerapan) Proses reabsorpsi terjadi di tubulus kontortus proksimal, lengkung henle, dan sebagian tubulus kontortus distal.Reabsorpsi dilakukan oleh sel-sel epitel di seluruh tubulus ginjal. Banyaknya zat yang direabsorpsi
  • 16. 12 tergantung kebutuhan tubuh saat itu. Zat-zat yang direabsorpsi adalah air, glukosa, asam amino, ion-ion Na+, K+, Ca2+, Cl-, HCO3-, HbO42- , dan sebagian urea.Reabsorpsi terjadi secara transpor aktif dan transpor pasif. Glukosa dan asam amino direabsorpsi secara transpor aktif di tubulus proksimal. Reabsorpsi Na+, HCO3- dan H2O terjadi di tubulus kontortus distal.Proses reabsorpsi dimulai ketika urin primer (bersifat hipotonis dibanding plasma darah) masuk ke tubulus kontortus proksimal. Kemudian terjadi reabsorpsi glukosa dan 67% ion Na+, selain itu juga terjadi reabsorpsi air dan ion Cl- secara pasif. Bersamaan dengan itu, filtrat menuju lengkung henle. Filtrat ini telah berkurang volumenya dan bersifat isotonis dibandingkan cairan pada jaringan di sekitar tubulus kontortus proksimal. Pada lengkung henle terjadi sekresi aktif ion Cl- ke jaringan di sekitarnya. Reabsorpsi dilanjutkan di tubulus kontortus distal. Pada tubulus ini terjadi reabsopsi Na+ dan air di bawah kontrol ADH (hormon antidiuretik). Di samping reabsorpsi, di tubulus ini juga terjadi sekresi H+, NH4+, urea, kreatinin, dan obat-obatan yang ada pada urin.Hasil reabsorpsi ini berupa urin sekunder yang memiliki kandungan air, garam, urea dan pigmen empedu yang berfungsi memberi warna dan bau pada urin. c. Argumentasi(pengumpulan) Urin sekunder dari tubulus distal akan turun menuju tubulus pengumpul. Pada tubulus pengumpul ini masih terjadi penyerapan ion Na+, Cl-, dan urea sehingga terbentuklah urin sesungguhnya. Dari tubulus pengumpul, urin dibawa ke pelvis renalis, urin mengalir melalui ureter menuju vesika urinaria (kantong kemih) yang merupakan tempat penyimpanan sementara urin. 2.3. Retensi Urine 2.3.1. DefinisiRetensi Urine Retensi urine adalah ketidakmampuan untuk mengosongkan isi kandung kemih sepenuhnya selama proses pengeluaran urine.
  • 17. 13 (Brunner and Suddarth. (2010). Text Book Of Medical Surgical Nursing 12th Edition. Hal 1370). Retensi urine adalah suatu keadaan penumpukan urine di kandung kemih dan tidak mempunyai kemampuan untuk mengosongkannya secara sempurna. Retensio urine adalah kesulitan miksi karena kegagalan urine dari fesika urinaria. (Kapita Selekta Kedokteran). Retensio urine adalah tertahannya urine di dalam kandung kemih, dapat terjadi secara akut maupun kronis. (Depkes RI Pusdiknakes, 1995). 2.3.2. Etiologi Penyebab dari retensi urine antara lain diabetes, pembesaran kelenjar prostat, kelainan uretra (tumor, infeksi, kalkulus), trauma, melahirkan atau gangguan persyarafan (stroke, cidera tulang belakang, multiple sklerosis dan parkinson). Beberapa pengobatan dapat menyebabkan retensi urine baik dengan menghambat kontraksi kandung kemih atau peningkatan resistensi kandung kemih. (Karch, 2008) 2.3.3. Patofisiologi Definisi Retensio urine adalah kesulitan miksi karena kegagalan urine dari fesika urinaria. (Kapita Selekta Kedokteran). Retensio urine adalah tertahannya urine di dalam kandung kemih, dapat terjadi secara akut maupun kronis. (Depkes RI Pusdiknakes 1995). Retensi urinarius: suatu keadaan dimana individu mengalami ketidakmampuan mengosongkan kandung kemih diikuti oleh berkemih involunter (inkontinen aliran berlebih)(Lynda Juall Carpenitro 1010-1011). A. Batasan Karakteristik  Mayor (harus terdapat,satu atau lebih) Distensi kandung kemih (tidak dihubungkan dengan akut, penyebab dapat pulih)atau
  • 18. 14 Distensi kandung kemih dengan seringnya berkemih atau menetes(inkontinen aliran berlebihan) residu urine 100 cc atau lebih.  Minor (mungkin terdapat) Individu menyebutkan bahwa rasanya kandung kemih tidak dapat kosong setelah berkemih B. Faktor-Faktor Yang Berhubungan  Berhubungan dengan penyumbatan sfingter sekunder akibat: - Struktur - Ureterokel - Pembesaran prostat - Kontraktur leher kandung kemih - Pembengkakan perineal  Berhubungan dengan kerusakan jaras aferen atau ketidakadekuatan detrusor sekunder akibat: - Cedera/tumor/infeksi medulla - Multipel sklerosis - Cedera/tumor/infeksi otak - Neuropati diabetik - Cedera serebrovaskular - Neuropati alkoholik - Penyakit demielinasi - Tabes dorsalis - Tindakan yang berhubungan  Berhubungan dengan obstruksi outlet kandung kemih sekunder atau kerusakan jaras aferen sekunder terhadap terapi obat (iatrogenik) - Antihistamin - Epinefrin - Isoproterenol
  • 19. 15 - Antikolinergik - Situasional (personal,lingkungan)  Berhubungan dengan obstruksi outlet kandung kemih sekunder akibat impaksi feses.  Berhubungan dengan ketidakadekuatan detrusor sekunder akibat; dekondisi berkemih yang berkenaan dengan stres atau rasa ketidaknyamanan. 2.3.4. PenyebabRetensi Urine Penyebab retensi urin dapat dibedakan berdasarkan sumber penyebabnya antara lain: 1. Gangguan supravesikal adalah gangguan inervasi saraf motorik dan sensorik. Misalnya DM berat sehingga terjadi neuropati yang mengakibatkan otot tidak mau berkontraksi. 2. Gangguan vesikal adalah kondisi lokal seperti batu di kandung kemih, obat antimuskarinik/antikolinergik (tekanan kandung kemih yang rendah) menyebabkan kelemahan pada otot detrusor. 3. Gangguan infravesikal adalah berupa pembesaran prostat (kanker, prostatitis), tumor pada leher vesika, fimosis, stenosis meatus uretra, tumor penis, striktur uretra, trauma uretra, batu uretra, sklerosis leher kandung kemih (bladder neck sclerosis). 2.3.5. TandadanGejala 1. Diawali dengan urine mengalir lambat. 2. Kemudian terjadi poliuria yang makin lama menjadi parah karena pengosongan kandung kemih tidak efisien. 3. Terjadi distensi abdomen akibat dilatasi kandung kemih. 4. Terasa ada tekanan, kadang terasa nyeri dan merasa ingin BAK. 5. Pada retensi berat bisa mencapai 2000-3000 cc. 2.3.6. Komplikasi 1. Urolitiasis atau nefrolitiasis
  • 20. 16 2. Pielonefritis 3. Hydronefrosis 4. Pendarahan 5. Ekstravasasi urine
  • 21. 17 BAB III TINJAUAN KASUS 3.1. Pemeriksaan Penunjang Adapun pemeriksaan diagnostic yang dapat dilakukan pada retensio urine adalah sebagai berikut: 1 Pemeriksaan specimen urine. 2 Pengambilan: steril, random, midstream 3 Pengambilan umum: pH, BJ, Kultur, Protein, Glukosa, Hb, Keton dan Nitrit. 4 Sistoskopi (pemeriksaan kandung kemih) 5 IVP (Intravena Pielogram) / Rontgen dengan bahan kontras. 3.2. Petalaksanaan retensi urine 3.2.1. Penatalaksanaan Medis 1. Kateterisasi Urethra a. Cara kateterisasi pada pria - Memberitahu dan menjelaskan pada klien - Mendekatkan alat-alat - Memasang sampiran - Mencuci tangan - Menanggalkan pakaian bagian bawah - Memasang selimut mandi, perlak dan pengalas bokong. - Menyiapkan posisi klien - Meletakkan dua bengkok diantara tungkai pasien - Mencuci tangan dan memakai sarung tangan - Memegang penis dengan tangan kiri - Menarik preputium sedikit ke pangkalnya, kemudian membersihkanya dengan kapas - Mengambil kateter, ujungnya di beri vaselin 20 cm - Memasukkan kateter perlahan-lahan kedalam uretra 20 cm sambil penis diarahkan ke atas, jika kateter tertahan
  • 22. 18 jangan di paksakan. Usahakan penis lebih di keataskan, sedikit dan pasien di anjurkan menarik nafas panjang dan memasukkan kateter perlahan-lahan sampai urine keluar, kemudian menampung urine kedalam botol steril bila diperlukan untuk pemeriksaan. - Bila urine sudah keluar semua anjurkan klien untuk menarik nafas panjang. Kateter di cabut pelan-pelan di masukkan ke dalam botol yang berisi larutan klorin. - Melepas sarung tangan dan memasukkan ke dalam botol bersama dengan kateter dan pinset. - Memasang pakaian bawah, mengambil perlak dan pengalas. - Menarik selimut dan mengambil selimut mandi. - Membereskan alat. - Mencuci tangan b. Cara kateterisasi pada wanita - Memberitahu dan menjelaskan pada klien - Mendekatkan alat-alat - Memasang sampiran - Mencuci tangan - Menanggalkan pakaian bagian bawah - Memasang selimut mandi,perlak dan pengalas bokong - Menyiapkan posisi klien - Meletakkan dua bengkok diantara tungkai pasien - Mencuci tangan dan memakai sarung tangan - Lakukan vulva higyene - Mengambil kateter lalu ujungnya diberi faseline 3-7 cm - Membuka labiya mayora dengan menggunakan jari telunjuk dan ibu jari tangan kiri sampai terlihat meatus uretra, sedangkan tangan kanan memasukkan ujung
  • 23. 19 kateter perlahan-lahan ke dalam uretra sampai urine keluar,sambil pasien dianjurkan menarik nafas panjang. - Menampung urine kedalam bengkok bila diperlukan untuk pemeriksaan. Bila urine sudah keluar semua, anjurkan klien untuk menarik nafas panjang, kateter cabut pelan-pelan di masukkan ke dalam bengkok yang berisi larutan klorin. - Melepas sarung tangan dan masukkan ke dalam bengkok bersama dengan kateter dan pinset. - Memasang pakaian bawah, mengambil perlak dan pengalas. - Menarik selimut dan mengambil selimut mandi - Membereskan alat - Mencuci tangan 2. Dilatasi urethra dengan boudy. 3. Drainase suprapubik. 3.3 AsuhanKeperawatan 3.3.1. Pengkajian  Sirkulasi  Eliminasi  Makanan Dan Cairan  Nyeri Dan Kenyamanan  Keamanan  Penyuluhan 3.3.2. Diagnosa keperawatan  Nyeri akut berhubungan dengan radang urethra, distensi bladder.  Gangguan pola eliminasi urine berhubungan infeksi bladder, gangguan neurology,hilangnya tonus jaringan perianal, efek terapi.  Ansietas berhubungan dengan status kesehatan
  • 24. 20  Kurang pengetahuan tentang kondisi, kebutuhan pengobatan berhubungan dengan tidak mengenal informasi masalah tentang area sensitife.  Resiko infeksi berhubungan dengan terpasangnya kateter urethra.  Intervensi keperawatan 1. Diagnosa 1: Nyeri akut berhubungan dengan radang urethra, distensi bladder. Tujuan: Pasien menyatakan nyeri hilang dan mampu untuk melakukan istirahat dengantenang. Intervensi:  Kaji nyeri, lokasi dan intensitas.  Perhatikan tirah baring bila diindikasikan.  Pasang kateter untuk kelancaran drainase.  Kolaborasi dalam pemberian obat sesuai indikasi, contoh eperidin. 2. Diagnosa 2: Gangguan pola eliminasi urine berhubungan infeksi bladder, gangguanneurology, hilangnya tonus jaringan perianal, efek terapi. Tujuan: Setelah intervensidiharapkan berkemih dengan jumlah yang normal dan tanpa adanya retensi. Intervensi:  Kaji pengeluaran urine dan system kateter.  Perhatikan waktu, jumlah berkemih, dan ukuran aliran.  Dorong pasien untuk berkemih bila terasa adanya dorongan.  Dorong pemasukan cairan sesuai toleransi.  Intruksikan pasien untuk latihan perineal, contoh mengencangkan bokong, menghentikandan memulai aliran urine.
  • 25. 21 3. Diagnosa 3: Ansietas berhubungan dengan status kesehatan. Tujuan:  Tampak rileks, menyatakan pengetahuan yang akurat tentang situasi.  Menunjukkan rentang tepat tentang perasaan dan penurunan rasa takutnya. Intervensi:  Berikan informasi tentang prosedur dan apa yang akan terjadi, contoh kateter, iritasikandung kemih.  Pertahankan perilaku nyata dalam melakukan prosedur atau menerima pasien..  Dorong pasien atau orang terdekat untuk menyatakan masalah / perasaan. 4. Diagnosa 4: Kurang pengetahuan tentang kondisi, kebutuhan pengobatan berhubungandengan tidak mengenal informasi masalah tentang area sensitive. Tujuan:  Pasien menyatakan pemahaman proses penyakit.  Pasien dapat melakukan perubahan perilaku yang perlu.  Pasien dapat berpartisipasi dalam program pengobatan. Intervensi:  Dorong pasien untuk menyatakan rasa takut dan atau perasaan perhatian.  Kaji ulang tanda atau gejala yang memerlukan tindakan atau evaluasi medik.  Berikan informasi bahwa kondisi pasien tidak ditularkan secara seksual.
  • 26. 22  Anjurkan menghindari makanan berbumbu, kopi, dan minuman mengandung alkohol. 5. Diagnosa 5: Resiko infeksi berhubungan dengan terpasangnya kateter urethra. Tujuan:Mencapai waktu penyembuhan dan tidak mengalami tanda infeksi. Intervensi:  Pertahankan system kateter steril, berikan perawatan kateter regular dengan sabun dan air, berikan salep antibiotic di sekitar sisi kateter.  Awasi tanda tanda vital, perhatikan demam ringan, menggigil, nadi dan pernafasan cepat,gelisah.  Observasi sekitar kateter suprapubik. 3.3.3 Implementasi keperawatan: Definisi implementasi adalah pengololaan dari rencana keperawatan yang meliputi tindakan yang direncanakan oleh perawat dan melksanakan anjuran dokter dan menjalankan ketentuan rumah sakit: 1. kaji riwayat adanya gejala meliputi serangan,frekuensi urinaria setiap hari,berkemih pada malam hari sering berkemih,perasaan dapat mengosongkan vesica urinariadan menurunnya pancaran urine. 2. gunakan index gejala untuk menentukan gejala berat.dan dampak terhadap gaya hidup pasien 3. lakukan pemerriksaan rectal(palpasi ukuran,bentuk dan konsistensi)dan pemeriksaan abdomen untuk mendeteksi distensi kandung kemih serta derajat pembesaran prostat 4. lakukan pengukuran erodinamik yang sederhana,urotiau metrik dan pengukuranresidual prostat,jika di indiksikan 5. Evaluasi
  • 27. 23 Pengukuran keberhasilan rencana keperawatan dan memenuhi kebutuhan pasien. Tahap-tahap evaluasi merupakan kunci keberhasilan dan tahap evaluasi hasil dilakukan untuk mengetahui tercapainya pemecahan masalah dari suatu tindakan yang dilaksanakan dan dilakukan pengkajian ulang terhadap aspek yang terkait dengan pengkajian pasien. 3.3.4. Saran Sebaiknya pasien dengan retensi urine diberikan disiplin ilmu agar pelayanan perawatan pasien menyeluruh.Mengatur diri sesuai dengan obat-obatan yang di beri dengan anjuran dokter.Dengan demikian diharapkan pada perawat dokter serta ahli gizi lebih dapat meningkatkan kerja sama supaya pasien cepat sembuh.
  • 28. 24 BAB IV PENUTUP 4.1 Simpulan Retensio urine adalah kesulitan miksi karena kegagalan urine dari fesikaurinaria. (Kapita Selekta Kedokteran). Retensio urine adalah tertahannya urine di dalamakndung kemih, dapat terjadi secara akut maupun kronis 4.2 Saran Penulis menyadari,dalam penyusunan makalah ini belum sepenuhnya sempurna.untuk itudapat kiranya memberikan kritik dan saran mengenai makalah ini.walaupun demikian penulis berharap semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua.
  • 29. 25 DAFTAR PUSTAKA Doenges E. Marilynn, Moorhouse Frances Mary, Geisster C Alice. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien Edisi 3. Jakarta: EGC. Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth Edisi 8. Jakarta: EGC. Mansyoer Arif, dkk. 2001. Kapita selekta kedokteran Jilid 1 Edisi ke tiga. Jakarta:Media Aesculapius. Depkes RI Pusdiknakes. 1995. Asuhan Keperawatan Pasien dengan Gangguan dan Penyakit Urogenital. Jakarta: Depkes RI. Lynda Juall Carpenito Edisi 6 EGC