1. JATI DIRI PKN
Sarbaini
Disampai dalam Acara
DIKLAT PEMBENTUKAN KARAKTER PKn
Sungai Riam Pelaihari, 1-3 Oktober 2010
Mukaddimah
Perkembangan Pendidikan Kewarganegaraan (Civic Education) tidak bisa diisolasi
dari kecenderungan globalisasi yang mempengaruhi kehidupan manusia di manapun ia hidup.
Dalam konteks globalisasi ini beberapa ahli memberikan penekanan pada fungsi peran
Pendidikan Kewarganegaraan dalam membangun warganya. Pendidikan kewarganegaraan
dalam pengertian sebagai citizenship education, secara substantif dan pedagogis didesain
untuk mampu mengembangkan, mendewasakan dan mematangkan warganegara yang cerdas
dan baik untuk seluruh jalur dan jenjang pendidikan.
Pengertian Jati Diri dan PKn
Istilah jatidiri diadaptasi dari characteristic dalam bahasa Inggris, yang memiliki sinonim
paling dekat dengan individuality, speciality, attribute, feature, character (Devlin, 1961), yang
dapat diartikan secara bebas sebagai ciri khas, karakter, atribut atau identitas
PKn atau civic education sebagai „‟… the foundation course work in school designed to
prepare young citizens for an active role in their communities in their adult lives‟‟ Cogan
(1994:4), suatu mata pelajaran dasar di sekolah yang dirancang untuk mempersiapkan
warganegara muda, agar kelak setelah dewasa dapat berperan aktif dalam masyarakatnya.
Sedangkan citizenship education atau education for citizenship oleh Cogan (Winataputra,
2007) digunakan sebagai istilah yang memiliki pengertian yang lebih luas yang mencakup
„‟… both these in-school experiences as well as out-of school or non-formal/informal
learning which takes place in the family, the religious organization, community organization,
the media, etc which help to shape the totality of the citizen‟‟.
Jati Diri PKn
Dalam menghadapi kecenderungan globalisasi dan demokratisasi, Pendidikan
Kewarganegaraan (Civic Education) di Indonesia ditempatkan sebagai salah satu bidang
kajian yang mengemban misi nasional untuk mencerdaskan kehidupan bangsa Indonesia
melalui koridor “value-based education”(cerdas, terampil, berkarakter). Selain sebagai value-
based education, dalam era global Pendidikan Kewarganegaraan di Indonesia mengemban
misi sebagai pendidikan demokrasi (Civic Education for democracy). Oleh karena itu
hendaknya Pendidikan Kewarganegaraan mengkaji konsep besar yang dibawa globalisasi,
yakni demokrasi, hak-hak asasi manusia, dan menempatkan hukum di atas segalanya
(supremacy of law/rule of law) yang didasarkan pada sebelas pilar demokrasi sebagai sistem
sosial kenegaraan, yaitu:
2. 1. Kedaulatan rakyat
2. Pemerintahan berdasarkan persetujuan dari yang diperintah
3. Kekuasaan mayoritas
4. Hak-hak minoritas
5. Jaminan HAM
6. Pemilihan yang bebas dan jujur
7. Persamaan di depan Hukum
8. Proses Hukum yang wajar
9. Pembatasan secara konstitusional
10. Pluralisme Sosial, ekonomi dan Politik
11. Nilai-nilai toleransi, Pragmatisme, kerja sama dan Mufakat
Adapun fondasi sepuluh pilar demokrasi (The Ten Pillars of Indonesian Constitutional
Democracy) yang menjadi dasar pengembangan pendidikan kewarganegaraan yang baru.
Sepuluh Pilar Demokrasi Konstitusional Indonesia menurut UUD 1945 terdiri dari :
1. Demokrasi yang Ber-Ketuhanan Yang Maha Esa
2. Demokrasi dengan Kecerdasan
3. Demokrasi yang Berkedaulatan Rakyat
4. Demokrasi dengan “Rule of Law
5. Demokrasi dengan Pembagian Kekuasaan Negara
6. Demokrasi dengan Hak Asasi Manusia
7. Demokrasi dengan Pengadilan yang Merdeka
8. Demokrasi dengan Otonomi Daerah
9. Demokrasi dengan Kemakmuran
10. Demokrasi yang Berkeadilan Sosial
Pendidikan demokrasi di Indonesia belum berhasil secara mendalam karena belum
mengembangkan paradigma pendidikan demokrasi yang sistemik, sehingga upaya
pengembangan „‟civic intelligence civic participation, and responsibility‟‟ melalui berbagai
dimensi „‟civic education‟‟ sebagai wahana utama pendidikan demokrasi belum dapat
diwujudkan secara maksimal.
Pendidikan kewarganegaraan dalam konteks pendidikan demokrasi Indonesia sangatlah
diperlukan, karena ternyata proses pendidikan politik, demokrasi, dan HAM selama ini belum
memberikan hasil yang menggembirakan dan prospek yang menjanjikan. Indikator yang
kasat mata dapat dilihat pada kebebasan untuk mengeluarkan pendapat yang cenerung
anarkhis, pelanggaran HAM di mana-mana, komunikasi sosial politik yang cenderung asal
menang sendiri, hukum yang terkalahkan, dan kontrol sosial yang sering lepas dari tata
krama, serta terdegradasinya kewibawaan para pejabat negara. Hal ini dibuktikan hasil
„‟National Survey of Voter Education‟‟ oleh Asia Foundation tahun 1998 yang menunjukkan
bahwa lebih dari 60% dari sampel nasional mengindikasikan belum mengerti tentang apa,
mengapa dan bagaimana demokrasi.
1. Proses PKn sebagai pendidikan demokrasi dapat didasarkan pada asumsi-asumsi dasar
sebagai berikut: Komitmen Nasional untuk memfungsikan pendidikan sebagai
wahana untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban
bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan bangsa, memerlukan wahana
3. psiko-pedagogis (pengembangan potensi didik di sekolah) dan sosio-andragogis
(fasilitasi pemberdayaan pemuda dan orang dewasa dalam masyarakat) yang
memungkinkan terjadinya proses belajar berdemokrasi sepanjang hayat melalui
pendidikan demokrasi;
2. Transformasi demokrasi dalam masyarakat Indonesia memerlukan konsep yang
diyakini benar dan bermakna yang didukung dengan sarana pendidikan yang tepat
sasaran, strategis, dan kontekstual agar setiap individu warga negara mampu
memerankan dirinya sebagai warga negara yang cerdas, demokratis, berwatak dan
beradab;
3. Pendidikan demokrasi yang dilakukan dalam konteks pendidikan formal, non formal,
dan informal selama ini belum mencapai sasaran optimal dalam mengembangkan
masyarakat yang cerdas, baik berwatak maupun beradab. Untuk itu diperlukan upaya
sistematis dan sistemik untuk mengembangkan model pendidikan demokrasi yang
secara teoretis dan empiris valid, kontekstual handal dan akseptabel.
4. Secara psiko-pedagogis, pendidikan demokrasi yang dianggap paling tepat adalah
pendidikan untuk mengembangkan kewarganegaraan yang demokratis (education for
democratic citizenship), yang di dalamnya mewadahi pendidikan tentang, melalui,
dan untuk demokrasi (education about, through, and for democracy) yang dilakukan
secara sistemik dan sistem pendidikan formal termasuk pendidikan tinggi.
5. Untuk mendapatkan model pendidikan kewarganegaraan yang secara psiko-pedagogis
dan secara sosio-andragogis akseptabel dan handal diperlukan upaya untuk mengkaji
kekuatan konteks kehandalan input dan proses, guna menghasilakn produk pendidikan
yang memadai sesuai dengan visi, dan misi pendidikan kewarganegaraan untuk
masyarakat warga Indonesia (civil society/madani/masyarakat Pancasila).
Di sisi lain, Cogan (1998) menyoroti pentingnya Pendidikan Kewarganegaraan
mengembangkan “multidimensional citizenship”. Warga negara multidimensional ini
memiliki lima atribut pokok yakni: “ …a sense of identity; the enjoyment of certains rights;
the fufilment of corresponding obligations; a degree of interest and involvement in public
affairs; and an acceptance of basic societal values “ Dengan kata lain secara konseptual
Pendidikan Kewarganegaraan hendaknya mengembangkan warga negara yang memiliki lima
ciri utama, yaitu jati diri, kebebasan untuk menikmati hak tertentu, pemenuhan kewajiban-
kewajiban terkait, tingkat minat dan keterlibatan dalam urusan publik, dan pemilikan nilai-
nilai dasar kemasyarakatan. Karakteristik tersebut menuntut adanya upaya pengembangan
kurikulum dan pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan yang berorientasi pada konsep
“contextualized multiple intelligence” dalam nuansa lokal, nasional, dan global (Cheng:
1999). Hal ini sejalan dengan teori multi kecerdasan (multiple intelligences) dari Gardner
(1983) yang dianggap sebagai pendekatan pembelajaran yang lebih objektif dalam menggali
dan mengembangkan kemampuan setiap individu siswa sesuai dengan potensi atau
kecerdasan orisinilnya.
Apapun penekanannya semua bermuara pada pembangunan civic competence
(kompetensi kewarganegaran). Aspek-aspek civic competences tersebut meliputi
pengetahuan kewarganegaraan (civic knowledge), keterampilan kewarganegaraan (civic
skills), dan watak atau karakter kewarganegaraan (civic disposition).
Pengetahuan kewarganegaraan (civic knowledge) berkaitan dengan kandungan atau
apa yang seharusnya diketahui oleh warga negara, diwujudkan dalam bentuk lima pertanyaan
penting yang secara terus menerus harus diajukan sebagai sumber belajar PKn”
4. 1. Apa kehidupan kewarga negara, politik, dan pemerintahan?
2. Apa dasar-dasar sistem politik Indonesia?
3. Bagaimana pemerintahan yang dibentuk konstitusi mewujudkan tujuan-tujuan, nilai-
nilai dan prinsip-prinsip demokrasi Indonesia?
4. Bagaimana hubungan antara Indonesia dengan negara-negara lain di dunia
5. Apa peran warga negara dalam demokrasi Indonesia
Kecakapan/Keterampilan Kewarganegaraan (civic skills) berupa kecakapan
kecakapan intelektual dan partisipatoris yang relevan. Kecakapan-kecakapan intelektual
kewarganegaraan penting bagi warga negara yang berpengetahuan, efektif dan bertanggung
jawab, disebut kemampuan berpikir kritis. Kecakapan intelektual kemampuan
mendeskripsikan, dan mampu berpartisipasi secara bertanggung jawab, efektif dan ilmiah.
Watak atau karakter kewarganegaraan (civic disposition), menekankan pada karakter
publik maupun privat yang penting bagi pemeliharaan dan pengembangan demokrasi
konstitusional. Watak kewarganegaraan sebagaimana kecakapan kewarganegaraan,
berkembang secara perlahan sebagai akibat dari apa yang telah dipelajari dan dialami oleh
seseorang di rumah, sekolah, komunitas, dan organisasi-organisasi civil society. Karakter
publik dan privat itu dapat dideskripsikan :
Menjadi anggota masyarakat yang independen
Memenuhi tanggung jawab personal kewarganegaraan di bidang ekonomi
publik
Menghormati harkat dan martabat kemanusiaan tiap individu
Berpartisipasi dalam urusan-urusan kewarganegaraan secara efektif dan
bijaksana
Mengembangkan berfungsinya demokrasi konstitusional secara sehat
Khatimah
Jati diri PKn adalah bidang kajian yang mengemban misi nasional untuk mencerdaskan
kehidupan bangsa Indonesia melalui koridor “value-based education” (cerdas, terampil
dan berkarakter) dan pendidikan demokrasi (Civic Education for democracy), yang
mengkaji demokrasi, hak-hak asasi manusia, dan menempatkan hukum di atas segalanya
(supremacy of law/rule of law) yang didasarkan pada fondasi sepuluh pilar demokrasi
(The Ten Pillars of Indonesian Constitutional Democracy), mengembangkan warga negara
yang memiliki lima ciri utama, yaitu jati diri, kebebasan untuk menikmati hak tertentu,
pemenuhan kewajiban-kewajiban terkait, tingkat minat dan keterlibatan dalam urusan
publik, dan pemilikan nilai-nilai dasar kemasyarakatan.
PK n mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang
bermartabat dalam rangka mencerdaskan bangsa, memerlukan wahana psiko-pedagogis
(pengembangan potensi didik di sekolah) dan sosio-andragogis (fasilitasi pemberdayaan
pemuda dan orang dewasa dalam masyarakat) yang memungkinkan terjadinya proses
belajar berdemokrasi sepanjang hayat.
5. Pendidikan Kewarganegaraan mengembangkan “multidimensional citizenship dengan
teori multi kecerdasan (multiple intelligences) yang bermuara pada pembangunan civic
competence (kompetensi kewarganegaran) meliputi pengetahuan kewarganegaraan (civic
knowledge), keterampilan kewarganegaraan (civic skills), dan watak atau karakter
kewarganegaraan (civic disposition).
Rujukan
Komara, Endang. 2010. Paradigma Kewarganegaraan sebagai Wahana Sistemik Pendidikan
Demokrasi. http://endangkomarablog.blogspot.com/2010/02.
Winataputra, Udin S dan Dasim Budimansyah. 2007. Civic Education:L Konteks, Landasan,
Bahan Ajar dan Kultur Kelas. Bandung: Program Studi Pendidikan Kewarganegaraan.