SlideShare a Scribd company logo
1 of 7
1.. Prinsip Pengembangan Pendidikan Multikultural di Indonesia1. Bentuk Pengembangan Pendidikan Multikultural di IndonesiaPengembangan Pendidikan Multikultural di Indonesia dapat berbentuk ;<br />1. Penambahan materi multicultural2. Berbentuk bidang studi atau mata pelajaran yang bersifat sendiri3. Berbentuk program dan praktik terencana.4. Pada wilayah kerja sekolah, Pendidikan Multikultural berarti (1) suatu kurikulum yang berhubungan dengan pengalaman kerja etnis, program pengalaman Multikultural, dan total school reform.5. Gerakan persamaan.6. Proses.<br />2. Asas-asas dalam Pendidikan Multikultural di Indonesia.<br />a. Asas wawasan Nasional/kebangsaan ( persatuan dalam perbedaan). Asas ini didasarkan pada konsep kenasionalan/kebangsaan.b. Asas Bhineka Tunggal Ika (perbedaan dalam persatuan ). Konsep ini menekankan keragaman dalam budaya yang menyatudalam wilayah Negara kita.c. Asas kesederajatan. Indonesia yang menghormati asas ini. Semua budaya dipandang sederajat, diakui dan dikembangkan dalam keseteraan.d. Asas selaras, serasi dan seimbang. Semua budaya dikembangkan selaras dengan perkembangan masing-masing. <br />3. Tiga Prinsip Penyusunan Program dalam Pendidikan Multikultural.<br />1. Pendidikan Multikultural didasarkan pada pedagogik baru yaitu pedagogic yang berdasarkan kesetaraan manusia (equity pedagogy).2. Pendidikan Multikultural ditujukan pada terwujudnya manusia yang berbudaya.3. Prinsip globalisasi budaya.<br />Read more: Makalah Pengembangan Pendidikan Multikultural di Indonesia|EDUCATION FOR OUR COUNTRY - PENDIDIKAN UNTUK NEGERI KITA Under Creative Commons License: Attribution Non-Commercial No Derivatives<br />2.<br />3. Kurikulum tersembunyi atau kurikulum terselubung, secara umum dapat dideskripsikan sebagai “hasil (sampingan) dari pendidikan dalam latar sekolah atau luar sekolah, khususnya hasil yang dipelajari tetapi tidak secara tersurat dicantumkan sebagai tujuan”. [1] Beragam definisi lain telah dikembangkan berdasarkan pada perspektif yang luas dari mereka yang mempelajari peristiwa ini. Segala bentuk pendidikan, termasuk aktivitas rekreasional dan sosial tradisional, dapat mengajarkan bahan-bahan pelajaran yang sebetulnya tak sengaja karena bukan berhubungan dengan sekolah tetapi dengan pengalaman belajar.[1] Tetapi umumnya, kurikulum tersembunyi mengacu pada berbagai jenis pengetahuan yang diperoleh dalam sekolah dasar dan menengah, biasanya dengan suatu konotasi negatif yang mengacu pada ketidaksamaan yang muncul sebagai akibat hal tersebut. Sikap ini berasal dari komitmen sistim sekolah yang mempromosikan demokrasi dan memastikan pengembangan kecerdasan yang sama. Sasaran tersebut dihalangi oleh pelajaran-pelajaran yang tak terukur ini.[2]. Dalam konteks ini, kurikulum tersembunyi disebut sebagai memperkuat ketidaksamaan sosial dengan mendidik siswa dalam berbagai persoalan dan perilaku menurut kelas dan status sosial mereka. Sama halnya seperti adanya ketidaksamaan distribusi modal budaya di masyarakat, berupa distribusi yang berhubungan dalam pengetahuan di antara para siswa.[3] Kurikulum tersembunyi juga dapat merujuk pada transmisi norma, nilai, dan kepercayaan yang disampaikan baik dalam isi pendidikan formal dan interaksi sosial di dalam sekolah-sekolah ini.[4] Kurikulum tersembunyi sukar untuk didefinisikan secara eksplisit karena berbeda-beda antar siswa dan pengalamannya serta karena kurikulum itu selalu berubah-ubah seiring berkembangnya pengetahuan dan keyakinan masyarakat.<br />Konsep kurikulum tersembunyi terkespresikan dalam gagasan bahwa sekolah melakukan lebih dari sekedar menyebarkan pengetahuan, seperti tercantum dalam kurikulum resmi. Di balik itu terdapat berbagai kritik tentang implikasi sosial, landasan politik, dan hasil budaya dari aktivitas pendidikan modern. Sementara penelaahan awal berkaitan dengan identifikasi faham anti-demokratis dari sekolah, penelitian lain telah memperhatikan permasalahan berbeda, termasuk masalah sosialisme, kapitalisme, dan anarkisme dalam pendidikan.<br />Daftar isi[sembunyikan]1 Sejarah kurikulum tersembunyi dalam pendidikan2 Sumber3 Fungsi4 Kurikulum tersembunyi di pendidikan tinggi5 Kurikulum tersembunyi dalam literatur6 Referensi<br />[sunting] Sejarah kurikulum tersembunyi dalam pendidikan<br />Saat mempertimbangkan implikasi sosial dari kurikulum tersembunyi, perlu diingat bahwa kontrol sosial adalah perhatian utama dari para penemu kurikulum pendidikan. Para peneliti awal di bidang ini dipengaruhi oleh pendapat bahwa pelestarian keistimewaan, minat, dan pengetahuan sosial dari suatu kelompok dalam populasi membuat perlunya eksploitasi kelompok lain yang kurang kuat.[5] Seiring berlalunya waktu, teori ini menjadi kurang terperhatikan, tapi warna yang mendasarinya masih menjadi faktor yang berkontribusi terhadap permasalahan dalam kurikulum tersembunyi.<br />Beberapa teori pendidikan telah dikembangkan untuk membantu memberi makna dan struktur terhadap kurikulum tersembunyi dan untuk mengilustrasikan peran sekolah dalam sosialisasi. Tiga dari teori-teori tersebut, seperti dikemukakan oleh Henry Giroux dan Anthony Penna, adalah pandangan struktural-fungsional terhadap sekolah, pandangan fenomenologis yang berhubungan dengan sosiologi pendidikan yang baru, dan pandangan kritis radikal yang berhubungan dengan analisis neo-Marxist terhadap teori dan praktek pendidikan. Pandangan struktural-fungsional memusatkan diri pada bagaimana norma dan nilai diterapkan dalam sekolah dan seberapa penting hal tersebut bagi keberfungsian masyarakat telah diterima secara penuh. Pandangan fenomenologis berpendapat bahwa makna dibentuk melalui pertemuan dan interaksi sosial, dan berimplikasi pada pendapat bahwa pengetahuan adalah objektif. Pandangan radikal kritis mengenali hubungan antara reproduksi ekonomi dan budaya serta menekankan hubungan antara teori, ideologi, dan praktek belajar sosial. Walau dua teori pertama telah berkontribusi terhadap analisis kurikulum tersembunyi, pandangan radikal kritis memberikan wawasan paling luas.[4] Pandangan tersebut mengakui aspek ekonomis dan sosial dalam pendidikan yang secara jelas diilustrasikan oleh kurikulum tersembunyi. Selain itu juga mengilustrasikan signifikansi dari karakteristik abstrak seperti teori dan ideologi yang membantu mendefinisikan peristiwa ini.<br />[sunting] Sumber<br />Berbagai aspek dari belajar berkonstribusi terhadap keberhasilan kurikulum tersembunyi, termasuk praktek, prosedur, aturan, hubungan, dan strukturnya.[1] Berbagai sumber spesifik sekolah, beberapa diantaranya dapat disertakan dalam aspek belajar ini, menguatkan elemen penting dari kurikulum tersembunyi. Sumber-sumber ini termasuk struktur sosial dari ruang kelas, latihan otoritas guru, aturan yang mengatur hubungan antara guru dan siswa, aktivitas belajar standar, penggunaan bahasa, buku teks, alat bantu audio-visual, berbagai perkakas, arsitektur, ukuran disiplin, daftar pelajaran, sistem pelacakan, dan prioritas kurikulum.[1] Keragaman dalam sumber ini menghasilkan perbedaan yang ditemukan saat membandingkan suatu kurikulum tersembunyi dihubungkan dengan berbagai kelas dan status sosial.<br />Sementara materi aktual yang diserap siswa melalui kurikulum tersembunyi adalah sangat penting, orang yang menyampaikannya menghasilkan investigasi khusus. Hal tersebut terjadi terutama pada penyampaian pelajaran sosial dan moral dengan kurikulum tersembunyi, karena karakteristik moral dan ideologi guru dan figur otoritas lainnya diterjemahkan dalam pelajaran mereka, walau tidak disadarinya.[6] Pengalaman belajar yang tidak direncanakan ini dapat dihasilkan tidak hanya dari interaksi dengan guru tapi juga dengan sesama siswa. Seperti juga interaksi dengan figur otoritas, interaksi antar sebaya juga dapat menghasilkan teladan moral dan sosial. Selain itu juga dapat membantu pertukaran informasi sehingga menjadi sumber yang penting bagi pengetahuan yang berkontribusi terhadap keberhasilan kurikulum tersembunyi.<br />[sunting] Fungsi<br />Walaupun kurikulum tersembunyi memberikan sejumlah besar pengetahuan pada siswa, ketidaksamaan yang diakibatkan kesenjangan antar kelas dan status sosial sering menimbulkan konotasi negatif. Sebagai contoh, Pierre Bourdieu menegaskan bahwa modal yang berhubungan dengan pendidikan harus dapat diakses untuk meningkatkan prestasi akademik. Efektivitas dari sekolah akan menjadi terbatas bila kapital jenis ini didistribusikan secara tidak merata.[7] Karena kurikulum tersembunyi dianggap sebagai suatu bentuk modal yang berhubungan dengan pendidikan, maka kurikulum tersebut menghasilkan ketidakefektifan sekolah ini sebagai hasil dari ketidakmerataan distribusinya. Sebagai cara dari kontrol sosial, kurikulum tersembunyi mempromosikan persetujuan terhadap nasib sosial tanpa meningkatkan penggunaan pertimbangan rasional dan reflektif.[8] Menurut Elizabeth Vallance, fungsi dari kurikulum tersembunyi mencakup quot;
penanaman nilai, sosialisasi politis, pelatihan dalam kepatuhan, pengekalan struktur kelas tradisional-fungsi yang mempunyai karakteristik secara umum seperti kontrol sosial.quot;
[9] Kurikulum tersembunyi dapat juga diasosiasikan dengan penguatan ketidaksetaraan sosial, seperti terbukti dalam perkembangan hubungan yang berbeda terhadap modal yang berdasar pada jenis kerja dan aktivitas yang berhubungan dengan pekerjaan yang diterapkan pada siswa jadi berbeda-beda berdasarkan kelas sosialnya.[10]<br />[sunting] Kurikulum tersembunyi di pendidikan tinggi<br />Walaupun penelaahan tentang kurikulum tersembunyi kebanyakan dipusatkan pada pendidikan dasar dan menengah, pendidikan tinggi juga merasakan dampak dari pengetahuan laten ini. Sebagai contoh bias gender ada dalam mata kuliah tertentu; kualitas dan pengalaman yang dihubungkan dengan latar belakang pendidikan menjadi lebih signifikan; serta kelas, gender, dan ras menjadi lebih nyata dalam pendidikan tinggi.[11] Satu aspek tambahan yang memainkan bagian penting dalam perkembangan siswa dan nasibnya adalah penelusuran karier. Metoda yang memadukan jalur pendidikan dan karier pada siswa usia muda ini bersandar pada berbagai faktor seperti kelas dan status untuk memperkuat perbedaan sosioekonomis. Seiring kemajuan siswa dalam sistem pendidikan, mereka mengikuti jalur dengan menyelesaikan kursus yang sudah ditentukan sebelumnya.[12]<br />[sunting] Kurikulum tersembunyi dalam literatur<br />John Dewey mengeksplorasi kurikulum tersembunyi dalam penelitiannya di awal abad 20, khususnya dalam buku klasiknya Democracy and Education. Dewey melihat pola dan kecenderungan yang berkembang di sekolah yang menyandarkan diri pada perspektif pro-demokratis. Karyanya tersebut segera dibantah oleh pembuat teori pendidikan, George Counts, dalam bukunya yang terbit tahun 1929 Dare the School Build a New Social Order menantang pendapat Dewey. Sementara Dewey (dan beberapa pembuat teori perkembangan anak lain seperti Jean Piaget, Erik Erikson dan Maria Montessori) mengemukakan hipotesis bahwa seseorang melalui jalur tunggal dalam menuju kedewasaan, Counts mengungkapkan hakekat belajar yang reaktif, adaptif, dan multifaset. Hakekat belajar demikian membuat banyak pendidik mengubah perspektif, praktek, dan penilaian mereka terhadap tampilan siswa ke arah khusus yang mempengaruhi siswa dengan drastis. Pemeriksaan Count diperluas oleh Charles Beard, dan kemudian, Myles Horton saat ia membuat apa yang kemudian menjadi Highlander Folk School di Tennessee.<br />Frase quot;
kurikulum tersembunyiquot;
 juga dilaporkan pernah diungkap oleh Philip W. Jackson dalam bukunya Life In Classrooms tahun 1968. Ia mengemukakan argumen pentingnya pemahaman pendidikan sebagai proses sosialisasi. Segera setalah tulisan Jackson itu terbit, Benson Snyder mempublikasikan buku The Hidden Curriculum, yang mengajukan pertanyaan tentang mengapa siswa - bahkan atau terutama yang berbakat - menjauhi pendidikan. Snyder menyokong pendapat bahwa kebanyakan konflik kampus dan kecemasan siswa disebabkan oleh sejumlah norma akademik dan sosial yang tidak dinyatakan, yang menghalangi kemampuan siswa untuk berkembang secara mandiri atau berpikir secara kreatif.<br />Kurikulum tersembunyi lebih jauh dieksplorasi oleh sejumlah pendidik. Dimulai dengan buku Pedagogy of the Oppressedyang dipublikasikan tahun 1972, sampai ahir tahun 1990an, saat pendidik dari Brazil, Paulo Freire, yang mengeksplorasi berbagai dampak dari pengajaran terhadap siswa, sekolah, dan masyarakat secara menyeluruh. Eksplorasinya tersebut sejalan dengan yang dikemukakan oleh John Holt dan Ivan Illich, yang masing-masing diidentifikasi sebagai pendidik radikal.<br />[sunting] Referensi<br />^ a b c d Martin, Jane. What Should We Do with a Hidden Curriculum When We Find One? The Hidden Curriculum and Moral Education. Ed. Giroux, Henry, dan David Purpel. Berkeley, California: McCutchan Publishing Corporation, 1983. 122-139.<br />^ Cornbleth, Catherine. Beyond Hidden Curriculum? Journal of Curriculum Studies. 16.1(1984): 29-36.<br />^ Apple, Michael and Nancy King. “What Do Schools Teach?” The Hidden Curriculum and Moral Education. Ed. Giroux, Henry and David Purpel. Berkeley, California: McCutchan Publishing Corporation, 1983. 82-99.<br />^ a b Giroux, Henry and Anthony Penna. “Social Education in the Classroom: The Dynamics of the Hidden Curriculum.” The Hidden Curriculum and Moral Education. Ed. Giroux, Henry and David Purpel. Berkeley, California: McCutchan Publishing Corporation, 1983. 100-121.<br />^ Apple, Michael, dan Nancy King. “What Do Schools Teach?” The Hidden Curriculum and Moral Education. Ed. Giroux, Henry, dan David Purpel. Berkeley, California: McCutchan Publishing Corporation, 1983. 82-99.<br />^ Kohlberg, Lawrence. “The Moral Atmosphere of the School.” The Hidden Curriculum and Moral Education. Ed. Giroux, Henry dan David Purpel. Berkeley, California: McCutchan Publishing Corporation, 1983. 61-81.<br />^ Gordon, Edmumd W., Beatrice L. Bridglall, and Aundra Saa Meroe. Preface. Supplemental Education: The Hidden Curriculum of High Academic Achievement. Oleh Gordon, Edmumd W., Beatrice L. Bridglall, dan Aundra Saa Meroe. Lanham, Maryland: Rowman & Littlefield Publishers, Inc., 2005. ix-x.<br />^ Greene, Maxine. Introduction. The Hidden Curriculum and Moral Education. By Giroux, Henry and David Purpel. Berkeley, California: McCutchan Publishing Corporation, 1983. 1-5.<br />^ Vallance, Elizabeth. “Hiding the Hidden Curriculum: An Interpretation of the Language of Justification in Nineteenth-Century Educational Reform.” The Hidden Curriculum and Moral Education. Ed. Giroux, Henry and David Purpel. Berkeley, California: McCutchan Publishing Corporation, 1983. 9-27.<br />^ Anyon, Jean. “Social Class and the Hidden Curriculum of Work.” The Hidden Curriculum and Moral Education. Ed. Giroux, Henry and David Purpel. Berkeley, California: McCutchan Publishing Corporation, 1983. 143-167.<br />^ Margolis, Eric, Michael Soldatenko, Sandra Acker, and Marina Gair. “Peekaboo: Hiding and Outing the Curriculum.” The Hidden Curriculum in Higher Education. Ed. Margolis, Eric. New York: Routledge, 2001.<br />^ Rosenbaum, James E. The Hidden Curriculum of High School Tracking. New York: John Wiley & Sons, 1976.<br /> Artikel bertopik pendidikan ini adalah sebuah rintisan. Anda dapat membantu Wikipedia dengan mengembangkannya.<br />Perajin Gula Aren Kristal Purworejo Belum Mampu Ekspor <br />Jumat, 20 November 2009 14:59:00<br />left0Perajin di Desa Tepansari mengayak dan menghaluskan gula aren kristal. (Foto : Jarot Sarwosambodo)<br />PURWOREJO(KRjogja.com) - Perajin gula aren kristal di Desa Tepansari Kecamatan Loano Kabupaten Purworejo belum mampu mengekspor produknya. Meski ada permintaan dari luar negeri, perajin tidak berani menyanggupi lantaran produksi masih terbatas.<br />Koordinator kelompok perajin gula aren kristal Wana Lestari Desa Tepansari, Pujiati mengatakan, kapasitas produksi kelompoknya baru sekitar 15 kilogram setiap hari. Dirinya mengaku pernah mendapat tawaran memasok gula aren kristal untuk pasar luar negeri sebanyak 2 ton setiap bulan.<br />quot;
Permintaan luar negeri sangat besar, dan dengan kondisi saat ini, terlalu beresiko memasok ke negara lain. Sementara ini, 60 perempuan anggota kami masih memasok pasar lokal baik pembeli langsung di rumah atau pemesan,quot;
 ujarnya kepada KRjogja.com, di rumahnya, Jumat (20/11).<br />Kelompok Wana Lestari baru memasarkan gula aren kristal untuk warga di Kabupaten Purworejo serta wilayah lain di Jawa Tengah. Selain itu, kelompok juga mempunyai pembeli di Kepulauan Lombok, Lampung, hingga Kalimantan.<br />Diakuinya, kesulitan untuk memasarkan terjadi untuk pemasaran ke luar Pulau Jawa. Untuk pemasaran ke luar Jawa, kelompok ini mengandalkan promosi yang dilakukan Pemerintah Kabupaten Purworejo. quot;
Saat Pemkab Purworejo mengikuti pameran tingkat nasional maupun regional, kami turut serta membawa produknya,quot;
 tuturnya.<br />Lanjutnya, menjual gula aren kristal dengan mengikuti pameran dinilai lebih jitu dibandingkan dipasarkan langsung. quot;
Jika ada pameran, dalam sebulan bisa terjual sekitar 300 kilogram gula aren kristal atau sekitar 1.500 bungkus. Setiap bungkus dijual Rp 7.000, dengan isi sekitar 200 gram,quot;
 terangnya.<br />Dijelaskan, kesulitan pemasaran antara lain juga lantaran konsumen gula aren kristal bikinan kelompoknya terbatas. Kebanyakan konsumen merupakan kalangan ekonomi menengah ke atas. Ditambahkan, untuk meningkatkan produksi dan menjaga kelangsungan pasokan air nira warga setempat membuat bibit pohon aren.<br />quot;
Selama ini, kebutuhan nira masih bisa tercukupi. Namun, jika nanti kebutuhan meningkat seiring lonjakan permintaan, kami tidak akan kesulitan lagi lantaran tanaman sudah besar dan bisa disadap,quot;
 ucapnya. (M-4)<br />Berita terkait : <br />Gula Aren Kristal Hasil Inovasi Kaum Ibu Desa Tepansari <br />Ditulis oleh Ahmad Nas Imam    Senin, 22 Juni 2009 PURWOREJO, Para pengrajin gula aren Desa Tepansari Kecamatan Loano, Purworejo yang tergabung dalam kelompok usaha bersama (Kube) “Wana Lestariquot;
, sejak setahun lalu melakukan inovasi gula aren biasa menjadi gula aren kristal. Produk ini dikhususkan buat minumansehingga ditambah berbagai jenis rasa. Beberapa rasa diciptakan, seperti rasa temulawak, rasa kencur, rasa jahe, rasa kunyit, dan lain-lain.Ketua Kube ”Wana Lestari” Pujiati (48) mengatakan, quot;
Wana Lestariquot;
 didirikan untuk membantu para tetangga khususnya ibu-ibu untuk meningkatkan penghasilan. Hal itu karena di desanya banyak pengrajin gula aren. Selama ini ibu-ibu di kampungnyahanya memperoleh tambahan penghasilan dari menganyam besek.  Dituturkan, bahwa pembuatan gula kristal gampang-gampag susah. Bisa dibilang gampang, karena pekerjaan tersebut tiap hari dilakukan para pengrajin gula di desanya. Susahnya, kendati pekerjaan dan bahannya sama, namun tidak selalu berhasil. Tingkat keberhasilannya antara lain ditentukan mutu nira sebagai bahan baku pembuatan gula. Nira yang dibutuhkan benar-benar berkualitas. Ciri-cirinya, berwarna jernih dan tidak bau keasam-asaman. Untuk memperoleh nira yang bagus, salah satu upaya yang dilakukan menjaga kebersihan peralatan. Disamping juga dipengaruhi musim. Alat-alat, seperti bumbung (potongan bambu tempat nira) harus benar-benar bersih. Sebelum digunakan dicuci sampai tiga kali, menggunakan air panas. Kemudian saat dipasang di manggar (bunga aren) harus ditutup dengan kain yang bersih pula. “Gula kristal ini benar-benar bersih dan higinis. Selama proses pembuatan, tidak tersentuh tangan. Untuk memperoleh hasil yang baik, kebersihannya saya pantau sejak proses pembuatan. Bila dibuat gula merah bisa satu kg, maka bila dibuat gula kristal hanya jadi 7 ons. Mengingat proses pembuatan yang panjang dan tingkat susutnya yang tinggi, maka harga jualnya pun tinggi. Tiap kemasan seberat 2 ons, dijual dengan harga Rp 7.500, atau tiap kg nya mencapai Rp 32.000. Sedangkan gula merah sampai saat ini harga tertinggi pada kisaran Rp 7.800 per kg.” jelasnya. Mengingat harganya yang tinggi, maka konsumennya pun orang-orang tertentu, kebanyakan golongan menengah ke atas. Maka jangan heran bila gula aren kristal produk tepansari itu banyak ditemui di toko-toko swalayan dan hotel-hotel berbintang. Pemasarannya sampai Nusa Tenggara Barat dan NTT seperti Lombok, Kupang, dan kota–kota besar di Pulau Jawa sepeti Surabaya, Semarang, Yogyakarta, Jakarta.  Kini anggotanya mencapai 60 orang, tiap hari mampu memproduksi gula kristal antara 25-50 kg.  Untuk memperkenalkan produknya, Wana Lestari telah megikuti berbagai pameran di berbagai lokasi baik dalam maupun luar Kabupaten Purworejo. Kemudian mengikuti pasar lelang Propinsi Jawa Tengah di Soropadan Temanggung.  Pesanan terus mengalir, namun masih terkendala  ijin dari Departmen Kesehatan.Untuk persiapan peremajaan tanaman aren, KUBe ini telah membuat pembibitan tanaman aren. Rencananya disamping untuk ditanam onggotanya, akan dijual ke masyarakat umum. Kedepan kelompok ini akan megembangkan usahanya dengan membuat manisan dari temu, yang beraroma mangga.* <br /> <br />
materi IPS SD
materi IPS SD
materi IPS SD
materi IPS SD
materi IPS SD
materi IPS SD

More Related Content

What's hot

Jenis jenis kurikulum
Jenis jenis kurikulumJenis jenis kurikulum
Jenis jenis kurikulum
yenifha
 
Tugas kurikulum & pembelajran nely agustiany
Tugas kurikulum & pembelajran nely agustianyTugas kurikulum & pembelajran nely agustiany
Tugas kurikulum & pembelajran nely agustiany
Robby Rudianshah
 
Kurikulum & pembelajaran (ppt)
Kurikulum & pembelajaran (ppt)Kurikulum & pembelajaran (ppt)
Kurikulum & pembelajaran (ppt)
Dewi Kurnia
 

What's hot (20)

Jenis jenis kurikulum
Jenis jenis kurikulumJenis jenis kurikulum
Jenis jenis kurikulum
 
Permasalahan pembelajaran sejarah di indonesia
Permasalahan pembelajaran sejarah di indonesiaPermasalahan pembelajaran sejarah di indonesia
Permasalahan pembelajaran sejarah di indonesia
 
Reno pp
Reno ppReno pp
Reno pp
 
Permendikbud tahun2016 nomor024_lampiran_13 sosiologi sma
Permendikbud tahun2016 nomor024_lampiran_13 sosiologi smaPermendikbud tahun2016 nomor024_lampiran_13 sosiologi sma
Permendikbud tahun2016 nomor024_lampiran_13 sosiologi sma
 
landasan filosofi
landasan filosofilandasan filosofi
landasan filosofi
 
Tugas kurikulum & pembelajran nely agustiany
Tugas kurikulum & pembelajran nely agustianyTugas kurikulum & pembelajran nely agustiany
Tugas kurikulum & pembelajran nely agustiany
 
Problematika sejarah
Problematika sejarahProblematika sejarah
Problematika sejarah
 
Pengembangan kurikulum semiters iii
Pengembangan kurikulum semiters iiiPengembangan kurikulum semiters iii
Pengembangan kurikulum semiters iii
 
Implementasi Kurikulum 2013
Implementasi Kurikulum 2013Implementasi Kurikulum 2013
Implementasi Kurikulum 2013
 
Azas-azas pengembangan kurikulum
Azas-azas pengembangan kurikulumAzas-azas pengembangan kurikulum
Azas-azas pengembangan kurikulum
 
Landasan Pengembangan Kurikulum ppt
Landasan Pengembangan Kurikulum pptLandasan Pengembangan Kurikulum ppt
Landasan Pengembangan Kurikulum ppt
 
Konsep Pengembangan Kurikulum
Konsep Pengembangan KurikulumKonsep Pengembangan Kurikulum
Konsep Pengembangan Kurikulum
 
jenis-jenis Kurikulum di INDONESIA
jenis-jenis Kurikulum di INDONESIAjenis-jenis Kurikulum di INDONESIA
jenis-jenis Kurikulum di INDONESIA
 
Tugasan folio KPS 3014
Tugasan folio KPS 3014Tugasan folio KPS 3014
Tugasan folio KPS 3014
 
Pengertian, Peran dan Fungsi Kurikulum (Makalah Pengembangan Kurikulum)
Pengertian, Peran dan Fungsi Kurikulum (Makalah Pengembangan Kurikulum)Pengertian, Peran dan Fungsi Kurikulum (Makalah Pengembangan Kurikulum)
Pengertian, Peran dan Fungsi Kurikulum (Makalah Pengembangan Kurikulum)
 
Nurhayanti jenis jenis kurikulum
Nurhayanti jenis jenis kurikulumNurhayanti jenis jenis kurikulum
Nurhayanti jenis jenis kurikulum
 
hakikat kurikulum
hakikat kurikulumhakikat kurikulum
hakikat kurikulum
 
Kurikulum & pembelajaran (ppt)
Kurikulum & pembelajaran (ppt)Kurikulum & pembelajaran (ppt)
Kurikulum & pembelajaran (ppt)
 
Model konsep kurikulum
Model konsep kurikulumModel konsep kurikulum
Model konsep kurikulum
 
Curriculum 1
Curriculum 1Curriculum 1
Curriculum 1
 

Similar to materi IPS SD

Similar to materi IPS SD (20)

Iik yulia wisantika pend.ekonomi 2011031064
Iik yulia wisantika pend.ekonomi 2011031064Iik yulia wisantika pend.ekonomi 2011031064
Iik yulia wisantika pend.ekonomi 2011031064
 
Aji febrianto
Aji febriantoAji febrianto
Aji febrianto
 
Beberapa definisi kurikulum
Beberapa definisi kurikulumBeberapa definisi kurikulum
Beberapa definisi kurikulum
 
Kurikulum pembelajaran
Kurikulum pembelajaranKurikulum pembelajaran
Kurikulum pembelajaran
 
Makalah karakter
Makalah karakterMakalah karakter
Makalah karakter
 
PENGEMBANGAN KONTEN KURIKULUM PENDIDIKAN KLPK.8.docx
PENGEMBANGAN KONTEN KURIKULUM PENDIDIKAN KLPK.8.docxPENGEMBANGAN KONTEN KURIKULUM PENDIDIKAN KLPK.8.docx
PENGEMBANGAN KONTEN KURIKULUM PENDIDIKAN KLPK.8.docx
 
Jurnal kurikulum
Jurnal kurikulumJurnal kurikulum
Jurnal kurikulum
 
Jurnal kurikulum
Jurnal kurikulumJurnal kurikulum
Jurnal kurikulum
 
Makalah karakter
Makalah karakterMakalah karakter
Makalah karakter
 
Tugas teknologi pendidikan kel 4
Tugas teknologi pendidikan kel 4Tugas teknologi pendidikan kel 4
Tugas teknologi pendidikan kel 4
 
Organisasi kurikulum tertentu sangat mempengaruhi bentuk
Organisasi kurikulum tertentu sangat mempengaruhi bentukOrganisasi kurikulum tertentu sangat mempengaruhi bentuk
Organisasi kurikulum tertentu sangat mempengaruhi bentuk
 
Makalah pendidikan berkarakter
Makalah pendidikan berkarakterMakalah pendidikan berkarakter
Makalah pendidikan berkarakter
 
Desain kurikulum
Desain kurikulumDesain kurikulum
Desain kurikulum
 
Tugas konstruksi pengembangan4
Tugas konstruksi pengembangan4Tugas konstruksi pengembangan4
Tugas konstruksi pengembangan4
 
Maksud kurikulum
Maksud kurikulumMaksud kurikulum
Maksud kurikulum
 
Tugas Kurikulum Asep
Tugas Kurikulum AsepTugas Kurikulum Asep
Tugas Kurikulum Asep
 
Kurikulum
KurikulumKurikulum
Kurikulum
 
TOPIK 3 ruang kolaborasi_Kelompok 4.docx
TOPIK 3 ruang kolaborasi_Kelompok 4.docxTOPIK 3 ruang kolaborasi_Kelompok 4.docx
TOPIK 3 ruang kolaborasi_Kelompok 4.docx
 
Kurikulum & pembelajaran
Kurikulum & pembelajaranKurikulum & pembelajaran
Kurikulum & pembelajaran
 
Kurikulum & pembelajaran
Kurikulum & pembelajaranKurikulum & pembelajaran
Kurikulum & pembelajaran
 

materi IPS SD

  • 1. 1.. Prinsip Pengembangan Pendidikan Multikultural di Indonesia1. Bentuk Pengembangan Pendidikan Multikultural di IndonesiaPengembangan Pendidikan Multikultural di Indonesia dapat berbentuk ;<br />1. Penambahan materi multicultural2. Berbentuk bidang studi atau mata pelajaran yang bersifat sendiri3. Berbentuk program dan praktik terencana.4. Pada wilayah kerja sekolah, Pendidikan Multikultural berarti (1) suatu kurikulum yang berhubungan dengan pengalaman kerja etnis, program pengalaman Multikultural, dan total school reform.5. Gerakan persamaan.6. Proses.<br />2. Asas-asas dalam Pendidikan Multikultural di Indonesia.<br />a. Asas wawasan Nasional/kebangsaan ( persatuan dalam perbedaan). Asas ini didasarkan pada konsep kenasionalan/kebangsaan.b. Asas Bhineka Tunggal Ika (perbedaan dalam persatuan ). Konsep ini menekankan keragaman dalam budaya yang menyatudalam wilayah Negara kita.c. Asas kesederajatan. Indonesia yang menghormati asas ini. Semua budaya dipandang sederajat, diakui dan dikembangkan dalam keseteraan.d. Asas selaras, serasi dan seimbang. Semua budaya dikembangkan selaras dengan perkembangan masing-masing. <br />3. Tiga Prinsip Penyusunan Program dalam Pendidikan Multikultural.<br />1. Pendidikan Multikultural didasarkan pada pedagogik baru yaitu pedagogic yang berdasarkan kesetaraan manusia (equity pedagogy).2. Pendidikan Multikultural ditujukan pada terwujudnya manusia yang berbudaya.3. Prinsip globalisasi budaya.<br />Read more: Makalah Pengembangan Pendidikan Multikultural di Indonesia|EDUCATION FOR OUR COUNTRY - PENDIDIKAN UNTUK NEGERI KITA Under Creative Commons License: Attribution Non-Commercial No Derivatives<br />2.<br />3. Kurikulum tersembunyi atau kurikulum terselubung, secara umum dapat dideskripsikan sebagai “hasil (sampingan) dari pendidikan dalam latar sekolah atau luar sekolah, khususnya hasil yang dipelajari tetapi tidak secara tersurat dicantumkan sebagai tujuan”. [1] Beragam definisi lain telah dikembangkan berdasarkan pada perspektif yang luas dari mereka yang mempelajari peristiwa ini. Segala bentuk pendidikan, termasuk aktivitas rekreasional dan sosial tradisional, dapat mengajarkan bahan-bahan pelajaran yang sebetulnya tak sengaja karena bukan berhubungan dengan sekolah tetapi dengan pengalaman belajar.[1] Tetapi umumnya, kurikulum tersembunyi mengacu pada berbagai jenis pengetahuan yang diperoleh dalam sekolah dasar dan menengah, biasanya dengan suatu konotasi negatif yang mengacu pada ketidaksamaan yang muncul sebagai akibat hal tersebut. Sikap ini berasal dari komitmen sistim sekolah yang mempromosikan demokrasi dan memastikan pengembangan kecerdasan yang sama. Sasaran tersebut dihalangi oleh pelajaran-pelajaran yang tak terukur ini.[2]. Dalam konteks ini, kurikulum tersembunyi disebut sebagai memperkuat ketidaksamaan sosial dengan mendidik siswa dalam berbagai persoalan dan perilaku menurut kelas dan status sosial mereka. Sama halnya seperti adanya ketidaksamaan distribusi modal budaya di masyarakat, berupa distribusi yang berhubungan dalam pengetahuan di antara para siswa.[3] Kurikulum tersembunyi juga dapat merujuk pada transmisi norma, nilai, dan kepercayaan yang disampaikan baik dalam isi pendidikan formal dan interaksi sosial di dalam sekolah-sekolah ini.[4] Kurikulum tersembunyi sukar untuk didefinisikan secara eksplisit karena berbeda-beda antar siswa dan pengalamannya serta karena kurikulum itu selalu berubah-ubah seiring berkembangnya pengetahuan dan keyakinan masyarakat.<br />Konsep kurikulum tersembunyi terkespresikan dalam gagasan bahwa sekolah melakukan lebih dari sekedar menyebarkan pengetahuan, seperti tercantum dalam kurikulum resmi. Di balik itu terdapat berbagai kritik tentang implikasi sosial, landasan politik, dan hasil budaya dari aktivitas pendidikan modern. Sementara penelaahan awal berkaitan dengan identifikasi faham anti-demokratis dari sekolah, penelitian lain telah memperhatikan permasalahan berbeda, termasuk masalah sosialisme, kapitalisme, dan anarkisme dalam pendidikan.<br />Daftar isi[sembunyikan]1 Sejarah kurikulum tersembunyi dalam pendidikan2 Sumber3 Fungsi4 Kurikulum tersembunyi di pendidikan tinggi5 Kurikulum tersembunyi dalam literatur6 Referensi<br />[sunting] Sejarah kurikulum tersembunyi dalam pendidikan<br />Saat mempertimbangkan implikasi sosial dari kurikulum tersembunyi, perlu diingat bahwa kontrol sosial adalah perhatian utama dari para penemu kurikulum pendidikan. Para peneliti awal di bidang ini dipengaruhi oleh pendapat bahwa pelestarian keistimewaan, minat, dan pengetahuan sosial dari suatu kelompok dalam populasi membuat perlunya eksploitasi kelompok lain yang kurang kuat.[5] Seiring berlalunya waktu, teori ini menjadi kurang terperhatikan, tapi warna yang mendasarinya masih menjadi faktor yang berkontribusi terhadap permasalahan dalam kurikulum tersembunyi.<br />Beberapa teori pendidikan telah dikembangkan untuk membantu memberi makna dan struktur terhadap kurikulum tersembunyi dan untuk mengilustrasikan peran sekolah dalam sosialisasi. Tiga dari teori-teori tersebut, seperti dikemukakan oleh Henry Giroux dan Anthony Penna, adalah pandangan struktural-fungsional terhadap sekolah, pandangan fenomenologis yang berhubungan dengan sosiologi pendidikan yang baru, dan pandangan kritis radikal yang berhubungan dengan analisis neo-Marxist terhadap teori dan praktek pendidikan. Pandangan struktural-fungsional memusatkan diri pada bagaimana norma dan nilai diterapkan dalam sekolah dan seberapa penting hal tersebut bagi keberfungsian masyarakat telah diterima secara penuh. Pandangan fenomenologis berpendapat bahwa makna dibentuk melalui pertemuan dan interaksi sosial, dan berimplikasi pada pendapat bahwa pengetahuan adalah objektif. Pandangan radikal kritis mengenali hubungan antara reproduksi ekonomi dan budaya serta menekankan hubungan antara teori, ideologi, dan praktek belajar sosial. Walau dua teori pertama telah berkontribusi terhadap analisis kurikulum tersembunyi, pandangan radikal kritis memberikan wawasan paling luas.[4] Pandangan tersebut mengakui aspek ekonomis dan sosial dalam pendidikan yang secara jelas diilustrasikan oleh kurikulum tersembunyi. Selain itu juga mengilustrasikan signifikansi dari karakteristik abstrak seperti teori dan ideologi yang membantu mendefinisikan peristiwa ini.<br />[sunting] Sumber<br />Berbagai aspek dari belajar berkonstribusi terhadap keberhasilan kurikulum tersembunyi, termasuk praktek, prosedur, aturan, hubungan, dan strukturnya.[1] Berbagai sumber spesifik sekolah, beberapa diantaranya dapat disertakan dalam aspek belajar ini, menguatkan elemen penting dari kurikulum tersembunyi. Sumber-sumber ini termasuk struktur sosial dari ruang kelas, latihan otoritas guru, aturan yang mengatur hubungan antara guru dan siswa, aktivitas belajar standar, penggunaan bahasa, buku teks, alat bantu audio-visual, berbagai perkakas, arsitektur, ukuran disiplin, daftar pelajaran, sistem pelacakan, dan prioritas kurikulum.[1] Keragaman dalam sumber ini menghasilkan perbedaan yang ditemukan saat membandingkan suatu kurikulum tersembunyi dihubungkan dengan berbagai kelas dan status sosial.<br />Sementara materi aktual yang diserap siswa melalui kurikulum tersembunyi adalah sangat penting, orang yang menyampaikannya menghasilkan investigasi khusus. Hal tersebut terjadi terutama pada penyampaian pelajaran sosial dan moral dengan kurikulum tersembunyi, karena karakteristik moral dan ideologi guru dan figur otoritas lainnya diterjemahkan dalam pelajaran mereka, walau tidak disadarinya.[6] Pengalaman belajar yang tidak direncanakan ini dapat dihasilkan tidak hanya dari interaksi dengan guru tapi juga dengan sesama siswa. Seperti juga interaksi dengan figur otoritas, interaksi antar sebaya juga dapat menghasilkan teladan moral dan sosial. Selain itu juga dapat membantu pertukaran informasi sehingga menjadi sumber yang penting bagi pengetahuan yang berkontribusi terhadap keberhasilan kurikulum tersembunyi.<br />[sunting] Fungsi<br />Walaupun kurikulum tersembunyi memberikan sejumlah besar pengetahuan pada siswa, ketidaksamaan yang diakibatkan kesenjangan antar kelas dan status sosial sering menimbulkan konotasi negatif. Sebagai contoh, Pierre Bourdieu menegaskan bahwa modal yang berhubungan dengan pendidikan harus dapat diakses untuk meningkatkan prestasi akademik. Efektivitas dari sekolah akan menjadi terbatas bila kapital jenis ini didistribusikan secara tidak merata.[7] Karena kurikulum tersembunyi dianggap sebagai suatu bentuk modal yang berhubungan dengan pendidikan, maka kurikulum tersebut menghasilkan ketidakefektifan sekolah ini sebagai hasil dari ketidakmerataan distribusinya. Sebagai cara dari kontrol sosial, kurikulum tersembunyi mempromosikan persetujuan terhadap nasib sosial tanpa meningkatkan penggunaan pertimbangan rasional dan reflektif.[8] Menurut Elizabeth Vallance, fungsi dari kurikulum tersembunyi mencakup quot; penanaman nilai, sosialisasi politis, pelatihan dalam kepatuhan, pengekalan struktur kelas tradisional-fungsi yang mempunyai karakteristik secara umum seperti kontrol sosial.quot; [9] Kurikulum tersembunyi dapat juga diasosiasikan dengan penguatan ketidaksetaraan sosial, seperti terbukti dalam perkembangan hubungan yang berbeda terhadap modal yang berdasar pada jenis kerja dan aktivitas yang berhubungan dengan pekerjaan yang diterapkan pada siswa jadi berbeda-beda berdasarkan kelas sosialnya.[10]<br />[sunting] Kurikulum tersembunyi di pendidikan tinggi<br />Walaupun penelaahan tentang kurikulum tersembunyi kebanyakan dipusatkan pada pendidikan dasar dan menengah, pendidikan tinggi juga merasakan dampak dari pengetahuan laten ini. Sebagai contoh bias gender ada dalam mata kuliah tertentu; kualitas dan pengalaman yang dihubungkan dengan latar belakang pendidikan menjadi lebih signifikan; serta kelas, gender, dan ras menjadi lebih nyata dalam pendidikan tinggi.[11] Satu aspek tambahan yang memainkan bagian penting dalam perkembangan siswa dan nasibnya adalah penelusuran karier. Metoda yang memadukan jalur pendidikan dan karier pada siswa usia muda ini bersandar pada berbagai faktor seperti kelas dan status untuk memperkuat perbedaan sosioekonomis. Seiring kemajuan siswa dalam sistem pendidikan, mereka mengikuti jalur dengan menyelesaikan kursus yang sudah ditentukan sebelumnya.[12]<br />[sunting] Kurikulum tersembunyi dalam literatur<br />John Dewey mengeksplorasi kurikulum tersembunyi dalam penelitiannya di awal abad 20, khususnya dalam buku klasiknya Democracy and Education. Dewey melihat pola dan kecenderungan yang berkembang di sekolah yang menyandarkan diri pada perspektif pro-demokratis. Karyanya tersebut segera dibantah oleh pembuat teori pendidikan, George Counts, dalam bukunya yang terbit tahun 1929 Dare the School Build a New Social Order menantang pendapat Dewey. Sementara Dewey (dan beberapa pembuat teori perkembangan anak lain seperti Jean Piaget, Erik Erikson dan Maria Montessori) mengemukakan hipotesis bahwa seseorang melalui jalur tunggal dalam menuju kedewasaan, Counts mengungkapkan hakekat belajar yang reaktif, adaptif, dan multifaset. Hakekat belajar demikian membuat banyak pendidik mengubah perspektif, praktek, dan penilaian mereka terhadap tampilan siswa ke arah khusus yang mempengaruhi siswa dengan drastis. Pemeriksaan Count diperluas oleh Charles Beard, dan kemudian, Myles Horton saat ia membuat apa yang kemudian menjadi Highlander Folk School di Tennessee.<br />Frase quot; kurikulum tersembunyiquot; juga dilaporkan pernah diungkap oleh Philip W. Jackson dalam bukunya Life In Classrooms tahun 1968. Ia mengemukakan argumen pentingnya pemahaman pendidikan sebagai proses sosialisasi. Segera setalah tulisan Jackson itu terbit, Benson Snyder mempublikasikan buku The Hidden Curriculum, yang mengajukan pertanyaan tentang mengapa siswa - bahkan atau terutama yang berbakat - menjauhi pendidikan. Snyder menyokong pendapat bahwa kebanyakan konflik kampus dan kecemasan siswa disebabkan oleh sejumlah norma akademik dan sosial yang tidak dinyatakan, yang menghalangi kemampuan siswa untuk berkembang secara mandiri atau berpikir secara kreatif.<br />Kurikulum tersembunyi lebih jauh dieksplorasi oleh sejumlah pendidik. Dimulai dengan buku Pedagogy of the Oppressedyang dipublikasikan tahun 1972, sampai ahir tahun 1990an, saat pendidik dari Brazil, Paulo Freire, yang mengeksplorasi berbagai dampak dari pengajaran terhadap siswa, sekolah, dan masyarakat secara menyeluruh. Eksplorasinya tersebut sejalan dengan yang dikemukakan oleh John Holt dan Ivan Illich, yang masing-masing diidentifikasi sebagai pendidik radikal.<br />[sunting] Referensi<br />^ a b c d Martin, Jane. What Should We Do with a Hidden Curriculum When We Find One? The Hidden Curriculum and Moral Education. Ed. Giroux, Henry, dan David Purpel. Berkeley, California: McCutchan Publishing Corporation, 1983. 122-139.<br />^ Cornbleth, Catherine. Beyond Hidden Curriculum? Journal of Curriculum Studies. 16.1(1984): 29-36.<br />^ Apple, Michael and Nancy King. “What Do Schools Teach?” The Hidden Curriculum and Moral Education. Ed. Giroux, Henry and David Purpel. Berkeley, California: McCutchan Publishing Corporation, 1983. 82-99.<br />^ a b Giroux, Henry and Anthony Penna. “Social Education in the Classroom: The Dynamics of the Hidden Curriculum.” The Hidden Curriculum and Moral Education. Ed. Giroux, Henry and David Purpel. Berkeley, California: McCutchan Publishing Corporation, 1983. 100-121.<br />^ Apple, Michael, dan Nancy King. “What Do Schools Teach?” The Hidden Curriculum and Moral Education. Ed. Giroux, Henry, dan David Purpel. Berkeley, California: McCutchan Publishing Corporation, 1983. 82-99.<br />^ Kohlberg, Lawrence. “The Moral Atmosphere of the School.” The Hidden Curriculum and Moral Education. Ed. Giroux, Henry dan David Purpel. Berkeley, California: McCutchan Publishing Corporation, 1983. 61-81.<br />^ Gordon, Edmumd W., Beatrice L. Bridglall, and Aundra Saa Meroe. Preface. Supplemental Education: The Hidden Curriculum of High Academic Achievement. Oleh Gordon, Edmumd W., Beatrice L. Bridglall, dan Aundra Saa Meroe. Lanham, Maryland: Rowman & Littlefield Publishers, Inc., 2005. ix-x.<br />^ Greene, Maxine. Introduction. The Hidden Curriculum and Moral Education. By Giroux, Henry and David Purpel. Berkeley, California: McCutchan Publishing Corporation, 1983. 1-5.<br />^ Vallance, Elizabeth. “Hiding the Hidden Curriculum: An Interpretation of the Language of Justification in Nineteenth-Century Educational Reform.” The Hidden Curriculum and Moral Education. Ed. Giroux, Henry and David Purpel. Berkeley, California: McCutchan Publishing Corporation, 1983. 9-27.<br />^ Anyon, Jean. “Social Class and the Hidden Curriculum of Work.” The Hidden Curriculum and Moral Education. Ed. Giroux, Henry and David Purpel. Berkeley, California: McCutchan Publishing Corporation, 1983. 143-167.<br />^ Margolis, Eric, Michael Soldatenko, Sandra Acker, and Marina Gair. “Peekaboo: Hiding and Outing the Curriculum.” The Hidden Curriculum in Higher Education. Ed. Margolis, Eric. New York: Routledge, 2001.<br />^ Rosenbaum, James E. The Hidden Curriculum of High School Tracking. New York: John Wiley & Sons, 1976.<br /> Artikel bertopik pendidikan ini adalah sebuah rintisan. Anda dapat membantu Wikipedia dengan mengembangkannya.<br />Perajin Gula Aren Kristal Purworejo Belum Mampu Ekspor <br />Jumat, 20 November 2009 14:59:00<br />left0Perajin di Desa Tepansari mengayak dan menghaluskan gula aren kristal. (Foto : Jarot Sarwosambodo)<br />PURWOREJO(KRjogja.com) - Perajin gula aren kristal di Desa Tepansari Kecamatan Loano Kabupaten Purworejo belum mampu mengekspor produknya. Meski ada permintaan dari luar negeri, perajin tidak berani menyanggupi lantaran produksi masih terbatas.<br />Koordinator kelompok perajin gula aren kristal Wana Lestari Desa Tepansari, Pujiati mengatakan, kapasitas produksi kelompoknya baru sekitar 15 kilogram setiap hari. Dirinya mengaku pernah mendapat tawaran memasok gula aren kristal untuk pasar luar negeri sebanyak 2 ton setiap bulan.<br />quot; Permintaan luar negeri sangat besar, dan dengan kondisi saat ini, terlalu beresiko memasok ke negara lain. Sementara ini, 60 perempuan anggota kami masih memasok pasar lokal baik pembeli langsung di rumah atau pemesan,quot; ujarnya kepada KRjogja.com, di rumahnya, Jumat (20/11).<br />Kelompok Wana Lestari baru memasarkan gula aren kristal untuk warga di Kabupaten Purworejo serta wilayah lain di Jawa Tengah. Selain itu, kelompok juga mempunyai pembeli di Kepulauan Lombok, Lampung, hingga Kalimantan.<br />Diakuinya, kesulitan untuk memasarkan terjadi untuk pemasaran ke luar Pulau Jawa. Untuk pemasaran ke luar Jawa, kelompok ini mengandalkan promosi yang dilakukan Pemerintah Kabupaten Purworejo. quot; Saat Pemkab Purworejo mengikuti pameran tingkat nasional maupun regional, kami turut serta membawa produknya,quot; tuturnya.<br />Lanjutnya, menjual gula aren kristal dengan mengikuti pameran dinilai lebih jitu dibandingkan dipasarkan langsung. quot; Jika ada pameran, dalam sebulan bisa terjual sekitar 300 kilogram gula aren kristal atau sekitar 1.500 bungkus. Setiap bungkus dijual Rp 7.000, dengan isi sekitar 200 gram,quot; terangnya.<br />Dijelaskan, kesulitan pemasaran antara lain juga lantaran konsumen gula aren kristal bikinan kelompoknya terbatas. Kebanyakan konsumen merupakan kalangan ekonomi menengah ke atas. Ditambahkan, untuk meningkatkan produksi dan menjaga kelangsungan pasokan air nira warga setempat membuat bibit pohon aren.<br />quot; Selama ini, kebutuhan nira masih bisa tercukupi. Namun, jika nanti kebutuhan meningkat seiring lonjakan permintaan, kami tidak akan kesulitan lagi lantaran tanaman sudah besar dan bisa disadap,quot; ucapnya. (M-4)<br />Berita terkait : <br />Gula Aren Kristal Hasil Inovasi Kaum Ibu Desa Tepansari <br />Ditulis oleh Ahmad Nas Imam    Senin, 22 Juni 2009 PURWOREJO, Para pengrajin gula aren Desa Tepansari Kecamatan Loano, Purworejo yang tergabung dalam kelompok usaha bersama (Kube) “Wana Lestariquot; , sejak setahun lalu melakukan inovasi gula aren biasa menjadi gula aren kristal. Produk ini dikhususkan buat minumansehingga ditambah berbagai jenis rasa. Beberapa rasa diciptakan, seperti rasa temulawak, rasa kencur, rasa jahe, rasa kunyit, dan lain-lain.Ketua Kube ”Wana Lestari” Pujiati (48) mengatakan, quot; Wana Lestariquot; didirikan untuk membantu para tetangga khususnya ibu-ibu untuk meningkatkan penghasilan. Hal itu karena di desanya banyak pengrajin gula aren. Selama ini ibu-ibu di kampungnyahanya memperoleh tambahan penghasilan dari menganyam besek.  Dituturkan, bahwa pembuatan gula kristal gampang-gampag susah. Bisa dibilang gampang, karena pekerjaan tersebut tiap hari dilakukan para pengrajin gula di desanya. Susahnya, kendati pekerjaan dan bahannya sama, namun tidak selalu berhasil. Tingkat keberhasilannya antara lain ditentukan mutu nira sebagai bahan baku pembuatan gula. Nira yang dibutuhkan benar-benar berkualitas. Ciri-cirinya, berwarna jernih dan tidak bau keasam-asaman. Untuk memperoleh nira yang bagus, salah satu upaya yang dilakukan menjaga kebersihan peralatan. Disamping juga dipengaruhi musim. Alat-alat, seperti bumbung (potongan bambu tempat nira) harus benar-benar bersih. Sebelum digunakan dicuci sampai tiga kali, menggunakan air panas. Kemudian saat dipasang di manggar (bunga aren) harus ditutup dengan kain yang bersih pula. “Gula kristal ini benar-benar bersih dan higinis. Selama proses pembuatan, tidak tersentuh tangan. Untuk memperoleh hasil yang baik, kebersihannya saya pantau sejak proses pembuatan. Bila dibuat gula merah bisa satu kg, maka bila dibuat gula kristal hanya jadi 7 ons. Mengingat proses pembuatan yang panjang dan tingkat susutnya yang tinggi, maka harga jualnya pun tinggi. Tiap kemasan seberat 2 ons, dijual dengan harga Rp 7.500, atau tiap kg nya mencapai Rp 32.000. Sedangkan gula merah sampai saat ini harga tertinggi pada kisaran Rp 7.800 per kg.” jelasnya. Mengingat harganya yang tinggi, maka konsumennya pun orang-orang tertentu, kebanyakan golongan menengah ke atas. Maka jangan heran bila gula aren kristal produk tepansari itu banyak ditemui di toko-toko swalayan dan hotel-hotel berbintang. Pemasarannya sampai Nusa Tenggara Barat dan NTT seperti Lombok, Kupang, dan kota–kota besar di Pulau Jawa sepeti Surabaya, Semarang, Yogyakarta, Jakarta.  Kini anggotanya mencapai 60 orang, tiap hari mampu memproduksi gula kristal antara 25-50 kg.  Untuk memperkenalkan produknya, Wana Lestari telah megikuti berbagai pameran di berbagai lokasi baik dalam maupun luar Kabupaten Purworejo. Kemudian mengikuti pasar lelang Propinsi Jawa Tengah di Soropadan Temanggung.  Pesanan terus mengalir, namun masih terkendala  ijin dari Departmen Kesehatan.Untuk persiapan peremajaan tanaman aren, KUBe ini telah membuat pembibitan tanaman aren. Rencananya disamping untuk ditanam onggotanya, akan dijual ke masyarakat umum. Kedepan kelompok ini akan megembangkan usahanya dengan membuat manisan dari temu, yang beraroma mangga.* <br /> <br />