Makalah ini membahas tentang asma, termasuk definisi, etiologi, epidemiologi, dan penatalaksanaan asma. Secara khusus membahas tentang pengobatan farmakologi untuk asma seperti teofilin, epinefrin, isoproterenol, dan agonis beta-2.
1. Makalah
ASMA
Di susun oleh :
Asiyanto
MAJELIS TENAGA KESEHATAN PROPINSI
JAWA TENGAH
2011
2. ASMA
I. PENDAHULUAN
1. Definisi Asma
Asma adalah penyakit yang memiliki karakteristik dengan sesak napas dan wheezing,
dimana keparahan dan frekuensi dari tiap orang berbeda. Kondisi ini akibat kelainan inflamasi
dari jalan napas di paru-paru dan mempengaruhi sensitivitas saraf pada jalan napas sehingga
mudah teriritasi. Pada saat serangan, alur jalan napas membengkak karena penyempitan jalan
napas dan pengurangan aliran udara yang masuk ke paru-paru (WHO, 2011).
Asma juga ditandai dengan meningkatnya respon trakea dan bronkus terhadap
rangsangan dengan manifestasi nya dapat berubah secara spontan maupun hasil pengobatan
(Muttaqin, 2008).
Dengan demikian, asma adalah kelainan inflamasi dengan ciri adanya obstruksi aliran
napas, hipersensitivitas bronchial dan terdapat inflamasi (Bethesda, 2007).
Inflamasi kronis pada bronkus tersebut berhubungan dengan hiperresponsif dari saluran
pernafasan yang menyebabkan episode wheezing, apneu, sesak nafas dan batuk-batuk terutama
pada malam hari atau awal pagi (Kepmenkes, 2009).
2. Etiologi Asma
Sampai pada saat ini etioologi asma masih belum jelas diketahui secara pasti, namun ada
beberapa hal yang merupakan faktor predisposisi dan presipitasi timbulnya serangan asma
bronkhial (Tanjung, 2003; Muttaqin, 2008).
a. Faktor predisposisi
• Genetik
Dimana yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum diketahui bagaimana
cara penurunannya yang jelas. Penderita dengan penyakit alergi biasanya mempunyai keluarga
dekat juga menderita penyakit alergi. Karena adanya bakat alergi ini, penderita sangat mudah
terkena penyakit asma bronkhial jika terpapar dengan foktor pencetus. Selain itu hipersentifisitas
saluran pernafasannya juga bisa diturunkan.
b. Faktor presipitasi
• Alergen
Dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu :
1. Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan
ex: debu (Dermatophagoides pteronissynus), bulu binatang, serbuk bunga, spora jamur,
bakteri dan polusi
2. Ingestan, yang masuk melalui mulut
ex: makanan dan obat-obatan
3. Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit
ex: perhiasan, logam dan jam tangan
3. • Perubahan cuaca
Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering mempengaruhi asma. Atmosfir
yang mendadak dingin merupakan faktor pemicu terjadinya serangan asma. Kadang-kadang
serangan berhubungan dengan musim, seperti: musim hujan, musim kemarau, musim bunga. Hal
ini berhubungan dengan arah angin serbuk bunga dan debu.
• Stress
Stress/ gangguan emosi bukan penyebab asma namun dapat menjadi pencetus serangan
asma, selain itu juga bisa memperberat serangan asma yang sudah ada. Disamping gejala asma
yang timbul harus segera diobati penderita asma yang mengalami stress/gangguan emosi perlu
diberi nasehat untuk menyelesaikan masalah pribadinya. Karena jika stressnya belum diatasi
maka gejala asmanya belum bisa diobati.
Lingkungan kerja
Mempunyai hubungan langsung dengan sebab terjadinya serangan asma. Hal ini
berkaitan dengan dimana dia bekerja. Misalnya orang yang bekerja di laboratorium hewan,
industri tekstil, pabrik asbes, polisi lalu lintas. Gejala ini membaik pada waktu libur atau cuti.
Olah raga/ aktifitas jasmani yang berat
Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika melakukan aktifitas jasmani
atau aloh raga yang berat. Lari cepat paling mudah menimbulkan serangan asma. Serangan asma
karena aktifitas biasanya terjadi segera setelah selesai aktifitas tersebut
Obat-obatan
Beberapa klien asma bronkhial sensitif atau alergi terhadap obat tertentu seperti
pennisilin, salisilat, beta blocker dan kodein.
3. Epidemologi Asma
Prevalensi asma di seluruh dunia adalah sebesar 81% pada anak dan 3-5% pada dewasa,
dan dalam 10 tahun terakhir ini meningkat sebesar 50% . Berdasarkan laporan National Center
for Health Statistics atau NCHS (2003), prevalensi serangan asma pada anak usia 0-17 tahun
adalah 57 per 1000 anak (jumlah anak 4,2 juta) dan pada dewasa > 18 tahun, 38 per 1000
(jumlah dewasa 7,8 juta). Jumlah wanita yang mengalami serangan lebih banyak daripada lelaki.
WHO memperkirakan terdapat sekitar 250.000 kematian akibat asma. Sedangkan berdasarkan
laporan NCHS (2000) terdapat 4487 kematian akibat asma atau 1,6 per 100 ribu populasi
(Dahlan, 1998; Kartasasmita, 2008).
Tahun 1995, prevalensi asma di seluruh Indonesia sebesar 13/1000, dibandingkan
bronkitis kronik 11/1000 dan obstruksi paru 2/1000. Studi pada anak usia SLTP di Semarang
dengan menggunakan kuesioner International Study of Asthma and Allergies in Childhood
(ISAAC), didapatkan prevalensi asma (gejala asma 12 bulan terakhir/recent asthma) 6,2 % yang
64 % diantaranya mempunyai gejala klasik (Necel, 2009).
4. Penatalaksanaan medis untuk asma dibagi menjadi dua, yaitu (Muttaqin, 2008; Kepmenkes
2009) :
- Pengobatan Nonfarmakologi
a. Memberikan penyuluhan penggunaan Inhaler
b. Menghindari faktor pencetus
c. Pemberian cairan
d. Fisiotherapy
- Pengobatan Farmakologi
Obat-obat pengontrol adalah obat-obat yang diberikan tiap hari untuk jangka lama untuk
mengontrol asma persisten.
Dewasa ini pengontrol yang paling efektif adalah kortikosteroid inhalasi.
Obat-obat pelega adalah yang bekerja cepat untuk menghilangkan konstriksi bronkus beserta
keluhan-keluhan yang menyertainya.
Selain pengobatan jangkah panjang, terdapat pula pengobatan ekserbasi (serangan asma).
Eksaserbasi (serangan ) asma adalah memburuknya gejala asma secara cepat berupa
bertambahnya sesak nafas, batuk mengi atau berat di dada atau kombinasi dari gejala–gejala
ini.
II. FARMAKOTERAPI
1. Teofilin
Teofilin adalah bronkodilator yang digunakan untuk pasien asma dan penyakit paru
obstruktif yang kronik, namun tidak efektif untuk reaksi akut pada penyakit paru obstruktif
kronik. Teofilin dapat meningkatkan risiko efek samping jika digunakan bersamaan dengan
agonis reseptor beta, seperti munculnya hipokalemia. Teofilin dimetabolisme oleh hati.
Penggunaan teofilin harus lah berhati-hati karena batas keamanan dosis yang cukup
sempit. Dosis terapi dapat dicapai pada kadar 10-20 mg/lt, namun efek samping juga sudah
muncul pada kadar tersebut dan lebih berat lagi pada kadar diatas 20 mg/lt.
Indikasi : obstruksi saluran nafas yang reversibel, serangan asma berat.
Kontraindikasi : hati-hati penggunaan pada pasien dengan penyakti jantung, hipertensi,
hipertiroid, ulkus lambung, epilepsi, lanjut usia, gangguan hati, kehamilan dan menyusui.
Dosis : (Dosis tergantung juga dari tiap merk teofilin) Secara umum dosis 200-400 mg tiap
12 jam. Anak 6-12 tahun : 125-200 mg tiap 12 jam Anak 2-12 tahun : 9mg/kg setiap 12
jam (maksimal 200 mg)
Sediaan : Tablet/kapsul 125 mg, 130 mg, 150 mg, 250 mg, 300 mg Syrup 130 mg/15 ml,
150 mg/15 ml
Mekanisme aksi : Menghambat enzim fosfodiesterase, antagonis adenosine, menghambat
pelepasan mediator dan meningkatkan aktivitas simpatetik.
Interaksi obat :
Allupurinol : meningkatkan kadar teofilin dalam darah.
5. Ketamine : meningkatkan risiko kejang
Halotan : meningkatkan risiko artimia
Adenosine : teofilin berlawanan efek dengan antiaritmia adenosine.
Propafenon : meningkatkan kadar teofilin dalam darah
Azitromisin, isoniazid, claritromisin, eritromisin, ciprofloxacin, norfloxacin :
meningkatkan kadar teofilin dalam darah
Rifampisin : meningkatkan metabolism teofilin, menurunkan kadar teofilin dalam darah.
Kuinolon : meningkatkan risiko kejang.
Fluvoxamin : meningkatkan kadar teofilin dalam darah, teofilin dosis rendah masih dapat
digunakan dengan pemantauan kadar teofilin dalam darah.
Carbamazepine, pirimidone : meningkatkan metabolism teofilin, menurunkan kadar
teofilin dalam darah.
Fenitoin : kadar keduanya menurun.
Fluconazole, ketokonazole : meningkatkan kadar teofilin dalam darah.
Ritonavir : meningkatkan metabolism teofilin, menurunkan kadar teofilin dalam darah.
Benzodiazepin : teofilin menurunkan efek benzodiazepine.
Barbiturate : meningkatkan metabolism teofilin, menurunkan kadar teofilin dalam darah.
Diltiazem, verapamil : meningkatkan kadar teofilin dalam darah, meningkatkan efek
teofilin. - Kortikosteroid : meningkatkan risiko hipokalemia.
Metotrexate : meningkatkan kadar teofilin dalam darah.
Disulfiram : meningkatakan risiko toksisitas dari teofilin.
Acetazolamide : meningkatkan risiko hipokalemia.
Doxapram : meningkatkan efek rangsangan terhadap saraf pusat.
Interferon : menghambat metabolism teofilin, meningkatkan kadarnya dalam darah.
Zafirlukast : meningkatkan kadar teofilin dalam darah.
Litium : teofilin meningkatkan sekresi litium sehingga menurunkan kadar litium dalam
darah.
Estrogen : menurunkan ekskresi teofilin sehingga meningkatkan kadar teofilin dalam
darah.
Pentoxifilin : meningkatkan kadar teofilin dalam darah
Sulfinpirazone : menurunkan kadar teofilin dalam darah.
Simpatomimetik : pabrik pembuat teofilin tidak menganjurkan penggunaan bersamaan
dengan efedrin terutama pada anak-anak.
Simetidin : menghambat metabolism teofilin, meningkatkan kadar teofilin dalam darah.
Sukralfat : menghambat penyerapan teofilin, minum dengan jarak 2 jam satu sama lain.
Vaksin : vaksin influenza meningkatkan kadar teofilin.
6. Efek Samping : Denyut jantung meningkat, berdebar-debar, mual-muntah, gangguan
saluran cerna lainnya, sakit kepala, gangguan tidur, gangguan irama jantung, kejang
2. Epinefrin
Epinefrin adalah bronkodilator yang efektif, efek bronkodilatornya cepat bila diberikan
secara subkutan. Efedrin mungkin mempunyai riwayat yang paling lama digunakan dalam
pengobatan Asma, dibanding epinefrin , efedrin mempunyai masa kerja yang lebih lama,
aktif per oral, efek-efek sentral lebih menonjol, dan potensinya jauh lebih lemah.
3. Isoprotenolol
Isoprotenolol adalah suatu bronkodilator yang kuat; bila diinhalasi dalam bentuk
mikroaerosol dengan tabung bertekanan dengan dosis 80-120 mcg akan menghasilkan
bronkodilatasi maksimum dalam 5 menit.
4. Agonis β2
Termasuk didalam agonis beta-2 kerja lama inhalasi adalah salmeterol dan formoterol yang
mempunyai waktu kerja lama (>12 jam). Seperti lazimnya agonis beta-2 mempunyai efek
relaksasi otot polos, meningkatkan pembersihan mukosilier, menurunkan permeabiliti
pembuluh darah dan memodulasi penglepasan medoator dari sel mast dan basofil.
Kenyataannya pada pemberian jangka lama, mempunyai efek antiinflamasi walau kecil.
Inhalasi agonis beta-2 kerja lama yang diberikan jangka lama mempunyai efek protektif
terhadap rangsang bronkokonstriktor. Pemberian inhalasi agonis beta-2 kerja lama,
menghasilkan efek bronkodilatasi lebih baik dibandingkan preparat oral.
Durasi (lama kerja)
Ons
et Singkat Lama
Cep Fenoterol Formoterol
at Prokaterol
Salbutamol/
Albuterol
Terbutalin
Pirbuterol
Lam Salmeterol
bat
Yang termasuk golongan ini adalah salbutamol, terbutalin, fenoterol, dan prokaterol yang
telah beredar di Indonesia.mempunyai waktu mulai kerja (onset) yang cepat. Formoterol
mempunyai onset cepat dan durasi yang lama. Pemberian dapat secara inhalasi atau oral,
pemberian inhalasi mempunyai onset yang lebih cepat dan efek samping minimal/tidak
ada.
Mekanisme kerja agonis beta-2 yaitu relaksasi otot plos saluran napas, meningkatkan
bersihan mukosilier, menurunkan permeabiliti pembuluh darah dan modulasi penglepasan
mediator dari sel mast.Merupakan terapi pilihan pada serangan akut dan sangat bermanfaat
sebagai praterapi pada exercise-induced asthma.
7. Efek sampingnya adalah rangsangan kardiovaskular, tremor otot rangka dan hipokalemi.
Pemberian secara inhalasi jauh lebih sedikit menimbulkan efek samping dari pada oral.
Dinajurkan pemberian inhalasi, kecuali penderita yang tidak dapat/mungkin menggunakan
terapi inhalasi.
5. Ipratropium Bromida
Ipratropium bromid memungkinkan pembebasannya dalam dosis tinggi ke reseptor-
reseptor muskarinik dalam saluran nafas, karena senyawa ini sukar diabsorpsi dan tidak
masuk ke dalam SSP.
6. Na Kromolin
Kromolin natrium (dinatrium kromoglikat) dan nedokromil berbeda dari kebanyakan obat-
obat antiasmatik lain karena obat-obat ini hanya bermanfaat jika digunakan sebagai
profilaksis. Obat-obat ini stabil tetapi tidak sempurna larut dalam garam-garam. Bila
digunakan sebagai aerosol, obat ini efektif menghambat asma yang diinduksi oleh antigen
dan asma akibat latihan fisik (exercise-induce asthma), dan pemakaian menahun (4 kali
sehari) dapat mengurangi derajat reaktivitas bronkial; namun demikian obat-obat ini tidak
berefek pada tonus otot polos saluran nafas dan tidak efektif dalam pemulihan
bronkospasme asmatik.
Mekanisme kerja
Kromolin mempunyai efek penghambatan yang sedikit pada mediator yang dibebaskan
dari basofil-basofil manusia atau pada degranulasi sel-sel mastosit yang diperantarai IgG.
Mungkin juga efek penghambatan ini juga spesifik untuk organ-organ tertentu, karena
kromolin menghambat anafilaksis pada paru-paru manusia dan pada binatang primata
tetapi tidak pada kulit
Kromolin menghambat pembebasan mediator dari sel-sel mastosit saluran nafas. Praterapi
dengan kromolin tidak saja hanya menghambat pencetusan bronkospasme yang
ditimbulkan oleh antigen yang diinhalasi atau oleh latihan; tetapi secara kebetulan juga
menghambat munculnya NCF pada waktu bersamaan, yang diduga merupakan suatu tanda
adanya aktivasi sel mastosit yang ada dalam sirkulasi darah .
Penggunaan Klinik Kromolin dan Nedokromil
- Bila obat digunakan sebelum pemaparan, maka obat akan menghambat reaksi cepat dan
reaksi lambat terhadap antigen yang diinhalasi
- Praterapi dengan kromolin juga memblok bronkokonstriksi yang diinduksi oleh olahraga
dan oleh aspirin dan melindungi terhadap pencetusan bronkospasme oleh berbagai zat-zat
industri, termasuk toluen diisosianat, debu kayu, aliran pateri, piperazin hidroklorida, dan
enzim-enzim tertentu.
8. - Kromolin bermanfaat untuk diberikan sesaat sebelum olahraga atau sebelum pemaparan
dengan antigen yang tidak bisa dihindari.
- Nedokromil mempunyai efek penghambatan yang lebih besar pada sel-sel mastosit paru
primata secara invitro dan telah memberikan hasil-hasil dalam uji klinik yang besar.
Nedokromil dapat ditawarkan sebagai antiasmatik dengan potensi lebih kuat dari kromolin.
Efek samping
- Karena kromolin sukar diabsorpsi, efek-efek samping kromolin adalah minor dan
terlokalisasi pada tempat yang tertimbun berupa gejala-gejala iritasi tenggorokan batuk,
mulut kering, dada terasa terikat, dan mengi. Beberapa gejala ini dapat di dicegah dengan
inhalasi suatu obat β2 –agonis sebelum terapi dengan kromolin.
- Efek samping yang berat jarang terjadi. Efek samping yang telah dilaporkan adalah
dermatitis, miositis, atau gastroenteritis yang ditemukan pada sekitar 2% pasien.
7. Kortikosteroid
Karena efek sampingnya yang berat bila diberikan secara kronis, maka kortikosteroid per
oral untuk pasien-pasien yang tidak mengalami perbaikan secara adekuat dengan
bronkodilator, atau tidak mengalami perbaikan pada mereka dengan gejala-gejala asma
yang memburuk meskipun telah diobati dengan bronkodilator dengan dosis rumat. Supresi
adrenal tergantung dosis kortikosteroid yang diberikan, pada pemberian dosis rendah pada
pagi hari dapat memperkecil supresi adrenal.
Cara paling efektif untuk mengurangi efek samping kortikosteroid adalah dengan
pemberian secara aerosol/ Dengan diperkenalkannya kortikosteroid yang larut dalam lipid
seperti beklometason, tramnisolon, budesonid, dan flunisolid yang merupakan metode
yang efektif untuk membebaskan kortikosteroid ke saluran nafasdengan absorpsi minimum
dan efek-efek samping lebih sedikit.
Penggunaan kortikosteroid secara menahun efektif untuk mengurangi gejala-gejala dan
memperbaiki fungsi paru pada pasien-pasien Asma ringan.
Efek samping steroid inhalasi adalah efek samping lokal seperti kandidiasis orofaring,
disfonia dan batuk karena iritasi saluran napas atas. Semua efek samping tersebut dapat
dicegah dengan penggunan spacer, atau mencuci mulut dengan berkumur-kumur dan
membuang keluat setelah inahalasi.
Evaluasi terapi :
Semua pasien pada obat-obatan yang menggunakaninhaler, mereka dievaluasi secara
berkala-bulanan awalnya dan kemudian setiap 3 sampai 6 bulan. Setelah memulai terapi
anti-inflamasi atau peningkatan dalam dosis, kebanyakan pasien harus mulai mengalami
9. penurunan gejala dalam 1 sampai 2 minggu dan mencapai maksimum gejala perbaikan
dalam waktu 4 sampai 8 minggu.
Penggunaan dosis yang lebih tinggi harus di monitoring FEV1. Peningkatan FEV1 dan
PEF harus mengikuti kerangka waktu yang sama, namun penurunan BHR, yang diukur
dengan pagi hari PEF, variabilitas PEF, dan olahraga toleransi, bisa lebih lama dan
meningkatkan selama 1 sampai 3 bulan.
Teknik Inhaler diajarkan, seperti ketika untuk mencari rencana tindakan medis.Medical
record harus disediakan. Tindak lanjut kunjungan harus dalam 2 sampai 4 minggu. Pada
waktu itu pesan dari kunjungan pertama harus diulang, serta pertanyaan tentang obat-
obatan saat ini pasien dan kesulitan terkait dengan terapi.
III. SEDIAN YANG ADA DI PASARAN
IV. Sediaan yang ada di pasaran :
Sediaan dan Dosis obat pengontrol Asma
Medikasi Sediaan obat Dosis dewasa Dosis anak Keterangan
Kortikosteroid
sistemik
Metilprednisolon Tablet 4-40 mg/hari, dosis 0,25-2 mg/kg B B/ Pemakaian jangka panjang dosis 4-
4, 8, 16 mg tunggal atau terbagi hari, dosis tunggal 5 mg/hari atau 8-10 mg selang
atau terbagi sehari untuk pengontrol asma, atau
sebagai pengganti steroid inhalasi
Short course : 20-40 Short-course : 1-2 pada kasus yang tidak dapat/mampu
Prednison Tablet 15mg mg/hari dosis mg/kgBB/hari menggunakan steroid inhalasi
tunggal atau terbagi Maks. 40 mg/hari,
selama 3-10 hari selama 3-10 hari.
Kromolin &
Nedokromil
Kromolin IDT 1-2 semprot 1 semprot Sebagai alternatif antiinflamasi
5 mg/semprot 3-4 x/hari 3-4 x/hari
Sebelum exercise atau pajanan
Nedokromil IDT 2 semprot 2 semprot alergen, profilaksis efektif dalam
2 mg/semprot 2-4 x/hari 2-4 x/hari 1-2 jam
Agonis beta-2 kerja
Lama
Salmeterol IDT 25 2-4 semprot, 1-2 semprot, Digunakan bersama/kombinasi
mcg/semprot 2 x/hari 2 x/hari dengan steroid inhalasi untuk
Rotadisk 50 mcg mengontrol asma.
Tablet 10 mg
Bambuterol 1 x 10 mg/hari, --
malam
Tablet 25, 50 mcg Tidak dianjurkan untuk mengatasi
Prokaterol Sirup 5 mcg/ml 2 x 50 mcg/hari 2 x 25 mcg/hari gejala pada eksaserbasi. Kecuali
2 x 5 ml/hari 2 x 2,5 ml/hari formoterol yang mempunyai onset
IDT 4,5 ; 9 kerja lama, sehingga dapat
mcg/semprot digunakan mengatasi gejala pada
4,5 -9 mcg 2 x 1 semprot eksaserbasi.
Formoterol 1-2 x/hari (>12 tahun)
Metilxantin
Aminofilin lepas Tablet 225 mg 2 x 1 tablet ½-1 tablet, Atur dosis sampai mencapai kadar
lambat 2 x/hari obat
(>12 tahun) Dalam serum 5-15 mcg/ml
Teofilin lepas lambat Tablet 2 x 125-300 mg Sebaiknya monitoring kadar obat
125, 250, 300 mg – dalam serum dilakukan rutin,
10. 2 x/hari; mengingat sangat bervariasinya
200-400 mg 1x/hari metabolic clearence dari teofilin,
400 mg sehingga mencegah efek samping.
Antileukotrien
Zafirlukast Tablet 20 mg 2 x 20 mg/hari --- Pemberian bersama makanan
mengurangi bioavailabiliti.
Sebaiknya diberikan 1 jam sebelum
atau 2 jam setelah makan.
Steroid inhalasi
Flutikason propionat IDT 50-125 125-500 mcg/hari 50-125 mcg/hari Dosis bergantung kepada derajat
mcg/semprot berat asma
Budesonide 100-800 mcg/hari 100-200 mcg/hari
IDT, Turbuhaler Sebaiknya diberikan dengan spacer.
100, 200, 400 mcg
IDT, rotacap, 100-800 mcg/hari 100-200 mcg/hari
Beklometason rotahaler, rotadisk.
dipropionat
Sediaan dan dosis obat pelega untuk mengatasi gejala Asma
Medikasi Sediaan obat Dosis dewasa Dosis anak Keterangan
Agonis beta-2 kerja
lama
Terbutalin IDT 0, 25 mcg/semprot 0,25-0,5 mg Inhalasi 0,25 mg 3-4 Penggunaan obat pelega
Turbuhaler 0,25 mg ; 3-4 x/hari x/hari sesua kebutuhan, bila perlu
0,5 mg/hirup (>12 tahun)
Respule/solutio 5 mg/ 2
ml
Tablet 2,5 mg
Sirup 1,5; 2,5 mg/ml. Oral 1,5-2,5 mg, 3-4 Oral
x/hari 0,05 mg/kgBB/x, 3-4 x
IDT 100 mcg/semprot hari
Nebules/solutio 2,5 Untuk mengatasi
Salbutamol mg/2 ml, Inhalasi 200 mcg 3- 100 mcg 3-4 x/hari eksaserbasi, dosis
5 mg/ml 4 x/hari 0,05 mg/kgBB/x, 3-4 pemeliharaan berkisar 3-4
Tablet 2 mg, 4mg x/hari x/hari
Sirup 1 mg,
2 mg/5ml
Oral 1-2 mg, 3-4
IDT 100, 200 mcg/ x/hari
semprot
100 mcg, 3-4 x/hari
Fenoterol Solutio 200 mcg 3-4 x/hari 10 mcg,
100 mcg/ml 10-20 mcg.
2 x/hari
IDT 10 mcg/semprot 2-4 x/hari
Prokaterol Tablet 25, 50mcg
Sirup 5 mcg/semprot
2 x 25 mcg/hari
2 x 50 mcg/hari
2 x 5 ml/hari 2 x 2,5 ml/hari
Antikolinergik
Ipratropium bromide IDT 20 mcg/semprot 40 mcg 20 mcg, Diberikan kombinasi
3-4 x/hari 3-4 x/hari dengan agonis beta-2 kerja
singkat,untuk mengatasi
serangan.
Solutio 0,25 mg/ml
(0,025%) (nebulisasi) 0,25 mg setiap 6 0,25-0,5 mg tiap 6 jam Kombinasi dengan agonis
jam beta-2 pada pengobatan
jangka panjang, tidak ada
manfaat tambahan.
Kortikosteroid
sistemik
11. Metilprednisolon Tablet 4, 8, 16mg Short course : 24-40 Short-course : 1-2 Short-course efektif untuk
mg/hari dosis mg/kgBB/hari, mengontrol asma pada
tunggal atau terbagi maksimum 40 mg/hari terapi awal, sampai tercapai
Prednison Tablet 5 mg selama 3-10 hari selama 3-10 hari APE 80% terbaik atau
gejala mereda, umumnya
membutuhkan 3-10 hari
Metilsantin
Teofilin Tablet 3-5mg/ 3-5 mg/kgBB kali, 3-4 Kombinasi
130-150mg kgBB/kali, 3-4 x/hari teofilin/aminofilin dengan
Aminofilin Tablet 200 mg x/hari agonis beta-2 kerja singkat
(masing-masing dosis
minimal). Meningkatkan
efektifitas dengan efek
samping.
V. PENUTUP
Hal lain yang mempercepat penyembuhan/ terapi
a) Kepatuhan terhadap dosis dan penggunaan obat asma
b) Fisiotherapy
Edukasi pengobatan maupun non obat
a) Memberikan penyuluhan penggunaan Inhaler yang benar
b) Menghindari faktor pencetus
c) Pemberian tindakan medis exserbasi secara benar
VI. DAFTAR PUSTAKA
Mangunnegoro, H., Widjaja, A., Syafiuddin, T. 2006. Asma. Pedoman Diagnosis dan
Penatalaksanaan di Indonesia. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. FK UI.
Jakarta.
Katzung, BG. 1998. Farmakologi Dasar dan Klinik. Edisi IV. Penerbit Buku Kedokteran
EGC. Jakarta.
Alsagaff, H., Mukty, A. 2005. Dasar-dasar Ilmu Penyakit Paru. Airlangga University
Press. Surabaya.
DiPiro, Joseph T ., 2005. PHARMACOTHERAPY APathophysiologic Approach Sixth
Edition. MCGRAW-HILL. New York
http://emedicine.medscape.com/pulmonology