SlideShare a Scribd company logo
1 of 68
Download to read offline
BAB IV

                HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN



4.1 Gambaran umum Kabupaten Bangka Tengah

       Kabupaten Bangka Tengah terletak di Pulau Bangka dengan luas kurang

lebih 215.677 ha. Secara administratif wilayah Kabupaten Bangka Tengah

berbatasan dengan Kota Pangkalpinang, Kabupaten Bangka, dan Bangka Selatan.

Lokasi Kabupaten Bangka Tengah dapat dilihat pada Gambar 4.1 dan Gambar

4.2. Kabupaten Bangka Tengah dibagi menjadi 6 Kecamatan, yaitu Kecamatan

Pangkalan Baru, Kecamatan Namang, Kecamatan Sungai Selan, Kecamatan

Simpang Katis, Kecamatan Koba dan Kecamatan Lubuk Besar. Luas masing-

masing kecamatan dapat dilihat pada Tabel 4.1.


4.1.1 Keadaan penduduk

       Jumlah penduduk pada tahun 2009 sebanyak 145.415 jiwa dengan jumlah

kepala keluarga sebanyak 45.155. Pada Tabel 4.1 dapat dilihat bahwa Kecamatan

Pangkalan Baru memiliki tingkat kepadatan terbesar dan Kecamatan Lubuk Besar

memiliki tingkat kepadatan penduduk terendah di Kabupaten Bangka Tengah.

Tabel 4.1 Luas wilayah Kabupaten Bangka Tengah berdasarkan kecamatan

                                       Persentase    Jumlah    Kepadatan
                       Luas wilayah
No Kecamatan                              (%)       penduduk    penduduk
                          (km2)
                                                               (jiwa/km2)
 1         2                3               4          5            6
 1   Koba                 334,04          16,47     33.396         100
 2   Pangkalan Baru       101,45          5,00      35.317         348
 3   Sungai Selan         564,81          27,85     30.625          54
 4   Simpang Katis        223,75          10,00     22.835         102
 5   Namang               202,97          10,01     14.500          71
 6   Lubuk Besar          601,12          29,64     24.940          41
              Total      2.028,14        100,00     161.613
47



Sumber : Kolom 1,2 : BPS Kabupaten Bangka Tengah, 2008
         Kolom 5 : Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil, 2009

       Beberapa jenis pekerjaan utama di Kabupaten Bangka Tengah dapat dilihat

pada Tabel 4.2. Dari tabel ini dapat dilihat bahwa Kecamatan Pangkalan Baru

memiliki proporsi petani yang paling sedikit dan Kecamatan Lubuk Besar

memiliki proporsi petaniyang paling besar.

Tabel 4.2 Distribusi pekerjaan utama di Kabupaten Bangka Tengah per kecamatan

                                   Petani,          Kary.
   Kecamatan        Buruh harian                             Nelayan Perdagangan
                                  pekebun          swasta
 Koba                    3.608          1.264          1.131   1.078         214
 Pangkalan Baru          4.729            522          1.284     689         206
 Sungai Selan            2.308          2.868            327     899         190
 Simpang Katis           1.975          2.974            302       1         149
 Namang                    989          1.959            259     104          71
 Lubuk Besar             1.717          3.270            166     370          97
            Total       15.326        12.857           3.469   3.141         927
Sumber : Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil, 2009

4.1.2 Tata guna lahan

       Pemanfaatan lahan yang digunakan untuk produksi baik untuk tanaman

pangan, perkebunan, perikanan, pertambangan dan kehutanan dapat dilihat pada

Tabel 4.3.
48



Tabel 4.3 Tata guna lahan di Kabupaten Bangka Tengah

 No           Penggunaan lahan      Luas lahan (ha)   Persentase (%)
  1        Perkebunan                       13.368               6,34
           Sawit                             3.480
           Karet                             6.786
           Kelapa                            1.252
           Lada                              1.850
     2     Pertanian                         3.720              2,16
           Padi                                987
           Pangan selain padi                2.506
           Sayuran                             227
           Buah                                824
     3     Perikanan budidaya                    20             0,01
           Perikanan air payau                    0
           Perikanan air tawar                   20
     4     Pertambangan                     70.025             33,78
           KP darat                         70.025
           Tambang illegal                   1.200
     5     Kehutanan                       121.661             57,71
           Total lahan                     208.794            100,00
Sumber :
1 dan 5. Dinas Perkebunan dan Kehutanan, 2009
2.       Dinas Pertanian, Peternakan dan Ketahanan Pangan, 2009;
         BPS Kabupaten Bangka Tengah, 2008
3.       BPS Kabupaten Bangka Tengah, 2008
4.       Dinas Pertambangan dan Energi, 2006


           Penggunaan lahan terbesar di Kabupaten Bangka Tengah berdasarkan

kelima jenis penggunaan lahan pada Tabel 4.3 adalah kehutanan, yaitu sebesar

57,71 % dan pertambangan sebesar 33,78 % sedangkan penggunaan lahan untuk

pertanian hanya 2,16 % dari total penggunaan lahan. Tabel 4.3 menunjukan

bahwa pertanian bukanlah prioritas utama dalam kebijakan pembangunan di

Kabupaten Bangka Tengah. Luas lahan hutan yang hampir separuh dari luas
49



Kabupaten Bangka Tengah mengindikasikan masih banyak lahan yang belum

dimanfaatkan secara optimal. Selain itu, penggunaan lahan untuk penambangan

juga sangat besar, baik itu berupa lahan tambang legal maupun illegal. Umumnya

lahan tambang adalah hasil konversi dari lahan hutan dan lahan pertanian. Hasil

ekstraksi bijih timah merupakan PAD utama di Kabupaten Bangka Tengah dan

sumber pendapatan bagi penduduk setempat (DPPKAD, 2009). Kecilnya luas

lahan pertanian, ditambah dengan tingkat produktifitas yang rendah menyebabkan

bahan pangan yang dihasilkan sedikit jumlahnya. Produksi bahan pangan yang

tidak sebanding dengan kebutuhan penduduk, menyebabkan Kabupaten Bangka

Tengah harus mendatangkan pasokan pangan dari luar daerah untuk memenuhi

kebutuhan pangan penduduknya.

       Laporan statistik Dinas Pertanian, Peternakan dan Ketahanan Pangan

Kabupaten Bangka Tengah tahun 2009 menunjukan luas lahan produksi tanaman

pangan adalah seluas 3.493 ha dengan produksi sebesar 4.480 ton. Dari data ini

dapat dilihat bahwa untuk mencukupi kebutuhan pangan penduduknya, Kabupaten

Bangka Tengah mendatangkan pasokan pangan pokok dari luar karena produksi

lahan pangan di Kabupaten ini tidak bisa mencukupi kebutuhan pangan penduduk

setempat. Produksi beras lokal hanya sebesar 986,75 ton, ini menyebabkan

ketergantungan Kabupaten Bangka Tengah terhadap produk beras dari luar

sebesar 95,89 % (Dinas Pertanian, Peternakan dan Ketahanan Pangan Kabupaten

Bangka Tengah, 2009). Produk seperti minyak goreng, sapi, ayam, cabe

merah,telur, kacang tanah, kacang kedelai, jagung, singkong, kacang hijau dan

sagu sebagian besar didatangkan dari luar daerah. Produk seperti gula pasir,

tepung terigu, garam, bawang merah, mie instan dan susu, semuanya didatangkan
50



dari luar daerah. Hanya pasokan ikan asin yang lebih banyak dipasok dari dalam

daerah (Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Bangka Tengah, 2009).

         Dari informasi di atas dapat dilihat bahwa sebagian besar lahan yang

digunakan untuk mencukupi kebutuhan konsumsi pangan penduduk Kabupaten

Bangka Tengah berasal dari luar daerah. Ketidakmampuan daerah ini dalam

menyediakan pangan dalam jumlah yang cukup ditambah pula dengan masih

kurang    lancarnya   transportasi   sebagai   akibat   kondisi   geografis   dapat

menyebabkan rentannya ketahanan pangan pada tingkat daerah maupun pada

tingkat rumah tangga ditinjau dari aspek ketersediaan, stabilitas dan akses pangan.

Contoh pengaruh geografis terhadap pasokan makanan terjadi di Pulau Tundra

Kabupaten Serang, kelaparan yang hampir terjadi di pulau ini akibat terhentinya

pasokan pangan akibat cuaca buruk (Suryana, 2007). Tingginya ketergantungan

terhadap produk makanan dari luar daerah menyebabkan rentannya penduduk

Kabupaten Bangka Tengah terhadap pasokan bahan pangan karena sangat

bergantung pada faktor seperti jarak, cuaca dan transportasi. Bisa diartikan bahwa

jika harga bahan bakar fosil naik maka harga bahan pangan juga menjadi

meningkat sehingga menurunkan daya beli masyarakat. Untuk dapat memenuhi

membeli pangan yang harganya tinggi, maka penduduk setempat harus berusaha

lebih keras. Dengan lapangan kerja yang terbatas, maka ekstraksi sumberdaya

alam lain terutama bahan galian timah yang memang berlimpah menjadi lapangan

pekerjaan bagi penduduk setempat. Jumlah pertambangan rakyat baik yang legal

maupun illegal di Kabupaten Bangka Tengah berjumlah sebanyak 928 tambang

(Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Bangka Tengah, 2006). Hal ini

mengakibatkan terjadinya degradasi lahan akibat pertambangan illegal. Terdapat
51



kurang lebih 1.200 ha lahan yang rusak akibat pertambangan (Dinas

Pertambangan dan Energi Kabupaten Bangka Tengah, 2006). Dari informasi

diatas, dapat dilihat bahwa walaupun lahan yang yang digunakan untuk memenuhi

kebutuhan pangan penduduk berasal dari luar daerah, bukan berarti hal ini tidak

menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan setempat.


4.2   Gambaran lokasi penelitian

4.2.1 Kelurahan Dul

       Kelurahan Dul merupakan satu-satunya kelurahan yang berada diwilayah

Kecamatan Pangkalan Baru. Kecamatan Pangkalan Baru adalah kecamatan yang

mewakili daerah perkotaan di Kabupaten Bangka Tengah. Hal ini ditandai dengan

banyaknya fasilitas umum berada disini seperti bandara, rumah sakit umum, hotel,

sekolah, perkantoran dan fasilitas listrik. Selain itu dapat kategori perkotaan juga

dilihat dari kegiatan industri yang ada, seperti industri besar/sedang 6 buah,

industri kecil 10 buah dan industri rumah tangga 40 buah. (BPS Kabupaten

Bangka Tengah, 2008).

         Kelurahan Dul dengan luas wilayah 896,5 ha dan jumlah penduduk 5.078

jiwa, jumlah KK sebanyak 1.473 yang tersebar di 22 RT dengan kepadatan

penduduk 562 jiwa per km2. Kelurahan Dul merupakan pusat kegiatan

perekonomian di Kecamatan Pangkalan Baru dengan batas wilayah sebagai

berikut: sebelah utara berbatasan dengan Desa Bukit Besar, Kec. Bukit Intan,

Kota Pangkal Pinang; sebelah selatan berbatasan dengan Desa Beluluk Kecamatan

Pangkalan Baru; sebelah barat berbatasan dengan Desa Padang Baru, Kecamatan

Pangkalan Baru dan sebelah timur berbatasan dengan Desa Mangkol, Kecamatan

Pangkalan Baru.
52



           Jenis pekerjaan dapat dijadikan sebagai salah satu indikator untuk

melihat perbedaan karakteristik pekerjaan penduduk perkotaan dan pedesaan.

Proporsi pekerjaan kepala rumah tangga yang terbesar adalah karyawan swasta,

yaitu 71,791 % diikuti oleh wiraswasta 6,819%, petani 6,047%, peternak 6,143%,

PNS 5,822%, pedagang keliling 2,123%, buruh tani 0,096%, montir 0,096%,

bidan swasta 0,064% dan nelayan 0,032% (Kelurahan Dul, 2009).

           Jenis pekerjaan responden di Kelurahan Dul dapat dilihat pada Tabel 4.4

berikut.

Tabel 4.4 Jenis pekerjaan responden di Kelurahan Dul
   No         Responden        Jumlah Persentase (%)
   1       Buruh                    26            27,66
   2       PNS                       9             9,57
   3       Swasta                   33            35,11
   4       Tani                      1             1,06
   5       Wiraswasta               17            18,09
   6       Nelayan                   1             1,06
   7       Pensiunan                 2             2,13
   8       Tidak bekerja             5             5,32
        Total jumlah                94              100
Sumber : Hasil olahan data primer, 2010

Pekerjaan dan tingkat pendidikan akan mempengaruhi pola makan yang pada

akhirnya akan berpengaruh terhadap jejak makanan. Responden Kelurahan Dul

memiliki jenis pekerjaan yang beragam dan tentunya akan memberikan tingkat

pendapatan yang beragam pula. Hal ini akan menyebabkan variasi daya beli

termasuk daya beli pangan. Pekerjaan seperti buruh mempunyai pendapatan yang

lebih rendah dibandingkan dengan PNS. Daya beli pangan yang rendah umumnya

terdapat pada orang dengan pekerjaan seperti buruh dan dengan daya beli yang

rendah, pemilihan pangan/ makanan menjadi lebih terbatas. Apabila penghasilan
53



keluarga tidak cukup untuk membeli bahan makanan yang cukup dalam jumlah

dan kualitas, maka konsumsi atau asupan gizi tiap anggota keluarga akan

berkurang.

         Pendidikan responden di Kelurahan Dul bervariasi, terdistribusi di semua

tingkat pendidikan. Semakin tinggi tingkat pendidikan maka semakin tinggi pula

kemampuan menerima informasi termasuk pengetahuan gizi. Hal ini berpengaruh

terhadap diversivikasi makanan yang dikonsumsi. Dengan banyaknya responden

dengan pendidikan yang cukup tinggi, maka konsumsi makanan yang lebih

beragam. Kedua faktor ini secara langsung akan mempengaruhi pola makan yang

pada akhirnya akan menyebabkan perbedaan jumlah jejak makanan pada masing-

masing responden. Pembahasan lebih lanjut mengenai hal ini dijelaskan pada sub

bab pola makan.

         Gambaran tingkatan pendidikan responden di Kelurahan Dul dapat

dilihat pada Tabel 4.5 berikut.

Tabel 4.5 Tingkat pendidikan responden di Kelurahan Dul

 No Responden Jumlah Persentase (%)
  1 SD                 36              32,98
  2 SMP                20              18,09
  3 SMA                28              29,79
  4 PT                 10              10,64
 Total jumlah          94               100
Sumber : Hasil olahan data primer, 2010

Pendapatan keluarga diperoleh dengan cara menjumlahkan pendapatan seluruh

anggota keluarga. Data yang diperoleh mengenai pendapatan keluarga terendah

adalah Rp. 4.800.000,- per tahun dan pendapatan kelurga tertinggi adalah Rp.

360.000.000,-     per tahun. Dari data hasil penelitian, jumlah pendapatan yang

dimiliki responden meningkat seiring dengan kategori kesejahteraan keluarga
54



yang dimiliki. Responden kategori pra sejahtera memiliki jumlah pendapatan yang

lebih kecil dibandingkan dengan responden lain dengan kategori kesejahteraan

yang lebih baik. Sedangkan jumlah pendapatan yang paling tinggi dimiliki oleh

responden dengan kategori keluarga sejahtera III+. Semakin baik tingkat

kesejahteraan keluarga dengan jumlah pendapatan yang semakin besar, maka

pemenuhan gizi bagi anggota keluarga menjadi lebih terjamin. Tingkat

pendapatan yang lebih tinggi akan meningkatkan daya beli pangan sehingga

pangan yang mampu dibeli menjadi lebih beragam jenisnya. Dengan beragamnya

jenis pangan yang dikonsumsi mempunyai kandungan gizi bermacam-macam pula

sehingga kebutuhan akan gizi menjadi lebih mungkin untuk dipenuhi.

Berdasarkan data di atas dapat ditentukan rentangan penghasilan keluarga dibagi

menjadi 8 kelas dengan interval berdasarkan perhitungan menurut Sudjana, 1997

(Lampiran 3). Berdasarkan 8 kelas atau kategori pendapatan yang ada, sebagian

besar responden berada pada kelas pendapatan I dengan proporsi lebih dari 88,29

% dari seluruh responden yang ada. Salah satu penyebabnya adalah adanya selisih

pendapatan terkecil dan pendapatan terbesar yang sangat besar yaitu 355,2 juta

rupiah sehingga interval kelas menjadi 44,4 juta rupiah. Selain itu 81 orang

responden yang berada dikategori pra sejahtera sampai kesejahteraan keluarga

tingkat II. Selanjutnya, semakin meningkat kelas pendapatan, semakin kecil

proporsi responden yang berada pada kelas tersebut.
55



Tabel 4.6 Pendapatan keluarga responden Kelurahan Dul

Kategori      Interval pendapatan keluarga per tahun      Frekuensi    Proporsi
                                (Rp)                                     (%)
     I              4.800.000,-   ≤ 49.200.000 ,-             83        88,29
    II              49.200.000,-   ≤ 93.600.000,-             8          8,51
    III            93.600.000,-    ≤ 138.000.000,-            1          1,06
    IV             138.000.000,- ≤ 182.400.000,-              0           0
    V              182.400.000,- ≤ 226.800.000,-              1          1,06
    VI             226.800.000,- ≤ 271.200.000,-              0           0
   VII             271.200.000,- ≤ 315.600.000,-              0           0
   VIII            315.600.000,- ≤ 360.000.000,-              1          1,06
                       JUMLAH                                 94        100,00
Sumber : Hasil olahan data primer, 2010

          Gambaran kondisi pendapatan keluarga di atas menunjukkan adanya

rentang tingkat pendapatan yang besar. Hal ini dikarenakan beragamnya pekerjaan

reponden, dari mulai buruh sampai pengusaha. Pendapatan terendah umumnya

dimiliki oleh responden pendidikan SD yang berprofesi sebagai buruh harian dan

memiliki jumlah anggota keluarga yang cukup banyak. Pendapatan tertinggi

dimiliki oleh responden berpendidikan SMA yang berprofesi sebagai pengusaha.

          Hasil pengambilan responden berdasarkan kategori kesejahteraan keluarga

yang distratifikasi ke dalam tingkat pendidikan menunjukan tingkat pendapatan

yang beragam. Ada responden yang dikategorikan sebagai Pra Sejahtera (PS)

namun memiliki penghasilan lebih tinggi daripada responden kategori Keluarga

Sejahtera Tingkat I. Hal ini dikarena karena dasar pengkategorian kesejahteraan

keluarga lebih kepada indikator-indikator sosial seperti frekuensi makan dalam

satu hari, kondisi rumah, akses kesehatan dan kondisi pendidikan bukan dari

pendapatan keluarga. Penjelasan lebih rinci mengenai kategori kesejahteraan
56



keluarga dapat dilihat pada lampiran 3. Pada Tabel 4.7 dapat dilihat distribusi

pendapatan responden menurut kategori kesejahteraan keluarga berdasarkan

tingkat pendidikan.

Tabel 4.7 Pendapatan per kapita responden berdasarkan kategori kesejahteraan
          keluarga per tingkat pendidikan.

 No Kategori kesejahteraan Tingkat          Pendapatan per kapita,
    keluarga                  pendidikan    per tahun (Rp)
    PS                        SD               1.800.000 s.d 5.400.000
                              SMP                            3.600.000
                              SMA                            2.100.000
    KS I                      SD               3.000.000 s.d 7.200.000
                              SMP              4.371.429 s.d 6.000.000
                              SMA             3.600.000 s.d 22.200.000
                              PT                             6.000.000
    KS II                     SD              6.000.000 s.d 12.000.000
                              SMP             5.700.000 s.d 15.000.000
                              SMA             5.850.000 s.d 16.000.000
                              PT             10.800.000 s.d 21.000.000
    KS III                    SD             15.000.000 s.d 16.000.000
                              SMP             8.000.000 s.d 13.500.000
                              SMA             9.600.000 s.d 24.800.000
                              PT             16.800.000 s.d 21.600.000
    KS III+                   SMA                           73.000.000
                              PT                            57.000.000
Sumber : Hasil olahan data primer, 2010

Dari Tabel 4.7 dapat dilihat bahwa terjadi peningkatan pendapatan keluarga

seiring dengan meningkatnya kategori kesejahteraan keluarga dan tingkat

pendidikan yang dimiliki responden.
57



       Tabel 4.8 berikut adalah tata guna lahan yang terdapat di Kelurahan Dul.

Tabel 4.8 Tata guna lahan menurut penggunaan di Kelurahan Dul tahun 2009

                                  Luas      Persen
 No     Penggunaan lahan
                               lahan (ha)    (%)
 1    Tanah sawah                    0,00        0
 2   Tanah kering                  372,45   41,545
 3   Tanah basah                    18,38   2,0502
  4 Tanah perkebunan               205,90   22,967
  5 Luas fasilitas umum            187,77   20,945
  6 Tanah hutan                    112,00   12,493
    Total lahan di Dul             896,50      100
Sumber : Kelurahan Dul, 2009

Tidak adanya lahan sawah di Kelurahan Dul menunjukan bahwa seluruh pasokan

beras berasal dari luar daerah. Padahal hasil penelitian pola makan menunjukan

beras merupakan konsumsi pangan utama di daerah ini. Hal ini menunjukan

bahwa untuk mencukupi kebutuhan beras, penduduk Kelurahan Dul menggunakan

lahan di luar daerah untuk memproduksinya. Hal ini akan menyebabkan

ketergantungan penduduk Kelurahan Dul terhadap daerah lain. Adapun persentase

tanah kering adalah 41,55% dari total luas lahan. Potensi pengembangan lahan

pertanian sebenarnya masih cukup besar. Sehingga dengan pemanfaatan lahan

kering sebagai lahan pertanian produktif diharapkan dapat mengurangi

ketergantungan penduduk Kelurahan Dul terhadap pasokan pangan dari luar.

        Untuk lebih jelasnya, luas lahan pertanian produktif di Kelurahan Dul

dapat dilihat pada Tabel 4.9 berikut. Penggunaan lahan produktif yang paling

besar di Kelurahan Dul adalah sektor pertanian, terutama lahan pertanian untuk

sayuran. Perikanan budidaya air tawar sedikit jumlahnya, namun hal ini tidak

menjadi masalah karena konsumsi ikan air tawar sangat kecil jumlahnya

dibandingkan konsumsi ikan laut.
58



Tabel 4.9 Luas lahan pertanian produktif di Kelurahan Dul tahun 2009

                                       Luas lahan
 No       Penggunaan lahan
                                          (ha)
  1   Perkebunan                             76,01
  2   Pertanian                             161,85
      Umbi-umbian                            19,50
      Sayuran                                96,75
      Buah-buahan                            35,80
      Bumbu                                   9,80
  3 Perikanan budidaya                        1,20
 Total lahan pertanian produktif            239,06
 Persentase terhadap luas Dul                26,67
Sumber : Kelurahan Dul, 2009

         Produksi pangan pada berbagai lahan pertanian di Kelurahan Dul cukup

beragam. Hal ini dapat dilihat dari penggunaan lahan produktif yang cukup

beragam seperti perkebunan, umbi-umbian, sayuran, buah dan ternak. Tabel 4.10

menunjukan jenis produksi tanaman pertanian di Kelurahan Dul.

Tabel 4.10 Jenis produksi tanaman perkebunan di Kelurahan Dul tahun 2009

 No    Penggunaan lahan        Luas lahan (ha)       Produktifitas (ton/ha)
  1 Kelapa                                   5,00                         10
  2 Sawit                                   48,00                           -
  3 Coklat                                   5,00                           -
  4 Pinang                                   1,00                           -
  5 Lada                                     5,00                         10
  6 Karet                                   12,00                        43,2
  7 Kemiri                                   0,01                           1
Keterangan : - , data tidak tersedia
Sumber     : Kelurahan Dul, 2009

         Produksi sayuran di Kelurahan Dul cukup beragam. Lahan pertanian

yang paling banyak digunakan untuk memproduksi jagung. Jagung disini dijual

sebagai jagung pipil yang digunakan untuk makanan ternak bukan untuk

dikonsumsi manusia. Produksi sayuran konsumsi masih sedikit jenisnya dan
59



masih      mempunyai produktifitas   yang     jauh   lebih   rendah dibandingkan

produktifitas didaerah lain. Produksi pangan pokok seperti ubi kayu, ubi jalar dan

talas jumlahnya kecil sehingga tidak dapat mendukung dalam upaya penganekaan

pangan pokok. Produksi sayuran di Kelurahan Dul dapat dilihat pada Tabel 4.11

berikut.

Tabel 4.11 Jenis produksi sayuran di Kelurahan Dul tahun 2009


 No     Jenis tanaman      Luas lahan (ha)     Produktifitas (ton/ha)

     Pangan pokok                     57,00
  1 Ubi kayu                           7,00                        1,8
  2 Ubi jalar                          5,00                        1,8
  3 Talas                              7,50                          1
  4 Jagung                            37,50                          2
     Sayuran                          59,25
  5 Kacang tanah                       8,00                          2
  6 Kacang panjang                    12,00                        1,7
  7 Cabe                              11,00                        0,6
  8 Tomat                              0,25                        2,5
  9 Mentimun                           3,00                          1
 10 Terong                             2,50                          2
 11 Bayam                             12,50                        1,5
 12 Kangkung                          10,00                        1,5
     Bumbu                             9,80
 13 Jahe                               3,00                        0,6
 14 Kunyit                             3,60                        0,7
 15 Lengkuas                           2,70                        0,8
 16 Temulawak                          0,50                        0,5
Sumber : Kelurahan Dul, 2009

           Data pada Tabel 4.12 menunjukkan bahwa ketersediaan buah lokal di

Kelurahan Dul cukup beragam produksinya namun masih sedikit jumlah

produksinya. Buah-buahan seperti durian, mangga, rambutan, pisang, melinjo

nanas dan jeruk kunci merupakan jenis buah yang cukup banyak ditanam di
60



Kelurahan Dul sedangkan sawo, jambu air dan sirsak ditanam dalam jumlah yang

paling kecil dibanding jenis buah lainnya. Produksi buah di Kelurahan Dul dapat

dilihat pada Tabel 4.12 berikut.

Tabel 4.12 Jenis produksi buah di Kelurahan Dul tahun 2009

                         Luas    Produktifitas
 No    Jenis Buah
                      lahan (ha)   (ton/ha)
  1 Jeruk                 1,00                  2
  2 Alpokat               1,00                  2
  3 Mangga                2,00                10
  4 Rambutan              2,00                  4
  5 Manggis               0,75                0,5
  6 Salak                 1,00                  3
  7 Pepaya                1,20                1,3
  8 Belimbing             0,10                  -
  9 Durian               10,00                10
 10 Sawo                  0,25                0,5
 11 Pisang                2,40                2,5
 12 Lengkeng              0,50                  -
 13 Jambu air             0,25                  2
 14 Nangka                1,00                  4
 15 Sirsak                0,25                0,5
 16 Kedondong             0,10                1,2
 17 Melinjo               2,00                48
 18 Nanas                 3,00                  3
 19 Jeruk kunci           7,00                  -
Sumber : Kelurahan Dul, 2009

         Kelurahan Dul tidak memiliki bagian wilayah berupa lautan sehingga

kebutuhan makanan hewani dari laut seperti ikan dipasok dari daerah lain. Usaha

peternakan yang lebih berkembang di daerah ini. Hewan ternak seperti ayam

kampung lebih banyak dibandingkan dengan ternak lainnya. Produksi ternak dan

ikan tawar dapat dilihat pada Tabel 4.13 berikut.
61



Tabel 4.13 Jenis produksi ternak dan ikan air tawar di Kelurahan Dul tahun 2009

 No     Jenis ternak            Populasi
  1  Sapi                                         25
  2  Kerbau                                       18
  3  Babi                                         98
  4  Ayam kampung                             18356
  5  Ayam petelur                              2000
  6  Bebek                                      124
  7  Kambing                                      56
  8  Angsa                                        47
     Jenis ikan          Produktifitas (ton/tahun)
  1 Bawal                                        0,7
  2 Mas                                         2,46
  3 Nila                                         0,5
Sumber : Kelurahan Dul, 2009



4.2.2 Desa Kulur Ilir

       Desa Kulur Ilir adalah satu satu desa yang berada di Kecamatan Lubuk

Besar, Kabupaten Bangka Tengah. Desa ini diambil sebagai sampel karena

dianggap mewakili karakteristik perdesaan di Kabupaten Bangka Tengah. Hal ini

ditandai dengan sebagian besar pekerjaan penduduknya adalah bertani (Hasil

olahan data primer, 2010). Nelayan dan penambang timah illegal merupakan

pekerjaan sampingan sebagian penduduk di Desa Kulur Ilir. Selain itu, lokasi ini

belum dialiri listrik PLN sehingga akses informasi menjadi terbatas.

        Desa Kulur Ilir mempunyai luas wilayah sebesar 857,05 ha dengan

jumlah penduduk 1.229 jiwa, jumlah KK sebanyak 419 yang tersebar di 9 RT

dengan kepadatan penduduk 143 jiwa per km2. Desa Kulur Ilir memiliki batas

wilayah sebagai berikut: sebelah utara berbatasan dengan Desa Kulur; sebelah

selatan berbatasan dengan Desa Air medang; sebelah barat berbatasan dengan
62



Kelurahan Padang Mulia, Kecamatan Koba dan sebelah timur berbatasan dengan

Laut.

          Jenis pekerjaan dapat dijadikan sebagai salah satu indikator untuk

melihat perbedaan karakteristik pekerjaan penduduk perkotaan dan pedesaan.

Proporsi pekerjaan kepala rumah tangga responden yang terbesar adalah petani,

yaitu 89,76 %, kemudian buruh harian 6,04%, nelayan 3,206% dan PNS 0,0986%

(Hasil olahan data primer, 2010).

          Jenis pekerjaan responden di Desa Kulur Ilir dapat dilihat pada Tabel

4.14 Berikut.

Tabel 4.14 Jenis pekerjaan responden di Desa Kulur Ilir

No       Responden    Jumlah Persentase (%)
 1      Buruh              10           12,82
 2      Nelayan             8           10,26
 3      Swasta              4           5,128
 4      Tani               52           66,67
 5      Tidak bekerja       4           5,128
                           78             100
Sumber : Hasil olahan data primer, 2010

          Pekerjaan dan tingkat pendidikan akan mempengaruhi pola makan yang

pada akhirnya akan berpengaruh terhadap jejak makanan. Lebih dari separuh

responden Desa Kulur Ilir bekerja sebagai petani, sebagian lagi bekerja sebagai

buruh, nelayan dan swasta. Jenis pekerjaan ini umumnya memiliki pendapatan

yang tidak jauh berbeda. Hal ini akan menyebabkan daya beli termasuk daya beli

pangan yang tidak jauh berbeda. Tingkat pendidikan responden Desa Kulur Ilir

sebagian besar adalah SD. Hal ini menandakan rendahnya kemampuan menerima

informasi termasuk pengetahuan gizi. Sehingga umumnya konsumsi makanan

menjadi kurang bervariasi. Kedua faktor ini secara langsung akan mempengaruhi
63



pola makan yang pada akhirnya akan menyebabkan perbedaan jumlah jejak

makanan pada masing-masing responden.. Pembahasan lebih lanjut mengenai hal

ini dijelaskan pada sub bab pola makan.

         Tingkat pendidikan responden di Desa Kulur Ilir dapat dilihat pada Tabel

4.15 berikut.

Tabel 4.15 Tingkat pendidikan responden di Desa Kulur Ilir

 No  Suami         Jumlah Persentase (%)
  1 SD                 64              82,05
  2 SMP                 8              10,26
  3 SMA                 6              7,692
                       78                100
Sumber : Hasil olahan data primer, 2010

       Data yang diperoleh mengenai pendapatan keluarga terendah adalah Rp.

9.600.000,- per tahun dan pendapatan keluarga tertinggi adalah Rp. 156.000.000,-

per tahun. Dari data hasil penelitian, jumlah pendapatan yang dimiliki responden

meningkat seiring dengan kategori kesejahteraan keluarga yang dimiliki.

Responden kategori pra sejahtera memiliki jumlah pendapatan yang lebih kecil

dibandingkan dengan responden lain dengan kategori kesejahteraan yang lebih

baik sedangkan jumlah pendapatan yang paling tinggi dimiliki oleh responden

dengan kategori keluarga sejahtera III. Tingkat pendapatan responden Desa Kulur

Ilir cenderung rendah karena sumber penghasilan utama adalah bertani. Hal ini

menyebabkan daya beli pangan juga rendah. Namun kebutuhan sumber protein

hewani tetap dapat dipenuhi dengan cara mengkonsumsi ikan laut yang diperoleh

dengan cara membeli ikan laut yang harganya lebih murah atau menangkap

sendiri di laut. Berdasarkan data pendapatan diatas dapat ditentukan rentangan

penghasilan keluarga terdiri atas 8 kelas dengan interval berdasarkan perhitungan
64



menurut Sudjana (1997). Berdasarkan 8 kelas atau kategori pendapatan yang ada,

sebagian besar responden berada pada kelas pendapatan II dengan proporsi

sebesar 42 % dari seluruh responden yang ada.


Tabel 4.16 Pendapatan keluarga responden di Desa Kulur Ilir dalam 8 kategori

 Kategori      Interval pendapatan keluarga per tahun     Frekuensi    Proporsi
                                (Rp)                                     (%)
     I               9.600.000,- ≤ 17.400.000,-               13          17
    II              17.400.000,- ≤ 25.200.000,-               33           42
    III             25.200.000,- ≤ 33.000.000,-               11           14
    IV              33.000.000,- ≤ 40.800.000,-               16           21
    V               40.800.000,- ≤ 48.600.000,-               4            5
    VI              48.600.000,- ≤ 56.400.000,-               0            0
    VII             56.400.000,- ≤ 64.200.000,-               0            0
   VIII             64.200.000,- ≤ 72.000.000,-               1            1
                       JUMLAH                                 78          100
Sumber : Hasil olahan data primer, 2010

          Kondisi pendapatan keluarga di atas menunjukkan adanya kecenderungan

tingkat pendapatan yang secara umum berada pada rentang yang tidak jauh

berbeda. Hal ini sangat terkait dengan jenis pekerjaan dari sebagian besar

responden, yaitu sebagai petani. Tanaman yang dibudidayakan adalah karet dan

lada. Umumnya penduduk mengandalkan pendapatan yang bersumber dari

tanaman karet untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari dan tanaman lada yang

dipanen per tahun sehingga jarang digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-

hari. Selain itu, sebagian penduduk di Desa Dul ini mempunyai pekerjaan

sampingan sebagai nelayan dan penambang timah illegal. Hal ini disebabkan

lokasi desa yang berbatasan langsung dengan laut serta adanya potensi bahan

galian timah disekitar Desa Dul. Pendapatan terendah umumnya dimiliki oleh
65



responden pendidikan SD yang berprofesi sebagai buruh tani dan memiliki jumlah

anggota keluarga yang cukup banyak. Pendapatan tertinggi dimiliki oleh

responden berpendidikan SMA yang berprofesi sebagai petani.

       Sama dengan hasil penelitian di Kelurahan Dul, hasil pengambilan

responden berdasarkan kategori kesejahteraan keluarga yang distratifikasi ke

dalam tingkat pendidikan di Desa Kulur Ilir juga menunjukan tingkat pendapatan

yang beragam. Ada responden yang dikategorikan sebagai pra sejahtera namun

memiliki penghasilan lebih tinggi daripada responden kategori keluarga sejahtera

tingkat I. Hal ini dikarena karena dasar pengkategorian kesejahteraan keluarga

lebih kepada indikator-indikator sosial seperti frekuensi makan dalam satu hari,

kondisi rumah, akses kesehatan dan kondisi pendidikan. Selain itu di Desa Kulur

Ilir, ada jenis pendapatan yang diperoleh secara tahunan, yaitu pendapatan dari

hasil panen lada. Tabel 4.17 ini menggambarkan distribusi pendapatan responden

menurut kategori kesejahteraan keluarga berdasarkan tingkat pendidikan.

Tabel 4.17 Pendapatan per kapita responden Desa Kulur Ilir berdasarkan kategori
          kesejahteraan keluarga per tingkat pendidikan.

No Kategori           Tingkat        Pendapatan per kapita,
   kesejahteraan      pendidikan     per tahun (Rp)
   keluarga
1 PS                  SD               9.600.000 s.d 14.000.000
2 KS I                SD              18.000.000 s.d 24.000.000
                      SMP             16.800.000 s.d 24.000.000
                      SMA                            26.650.000
 3 KS II              SD              26.400.000 s.d 43.200.000
                      SMP             30.750.000 s.d 38.400.000
                      SMA             28.500.000 s.d 43.200.000
 5 KS III             SMA                            72.000.000
Sumber : Hasil olahan data primer, 2010
66



Dari Tabel 4.17 dapat dilihat bahwa terjadi peningkatan pendapatan keluarga

seiring dengan meningkatnya kategori kesejahteraan keluarga dan tingkat

pendidikan yang dimiliki responden.

       Berikut ini adalah jenis tanaman perkebunan dan pertanian yang ada di

Desa Kulur Ilir.

Tabel 4.18 Jenis produksi tanaman di Desa Kulur Ilir


                                 Luas    Produktifitas
 No      Jenis tanaman
                              lahan (ha)   (ton/ha)

  1 Kelapa                       0,50                    45
  2 Kelapa sawit                35,00                  16,5
  3 Lada                        28,00                  12,5
  4 Karet                      307,00                  172
  5 Jeruk                        1,00                   6,5
  6 Durian                       0,20                  0,25
  7 Padi ladang                  1,00                   0,2
  8 Ubi jalar                    0,50                   0,5
  9 Jagung                       2,00                   0,8
 10 Kacang panjang               0,10                   0,1
 11 Cabe                         1,00                     2
 Total lahan darat produktif   376,30
 Persentase terhadap luas Desa                     44 %
Sumber : BPS Kabupaten Bangka Tengah, 2008

Salah satu pangan pokok yang diproduksi di Desa Kulur Ilir adalah padi ladang,

namun jumlahnya masih sangat terbatas padahal hasil penelitian pola makan

menunjukan beras merupakan konsumsi pangan utama di daerah ini. Hal ini

menyebabkan ketergantungan penduduk Desa Kulur Ilir terhadap daerah lain.

Produksi pangan pokok lainnya seperti ubi jalar dan jagung juga masih terbatas

jumlahnya sehingga tidak bisa mendukung penganekaragaman pangan pokok.
67



          Luas lahan produktif yang paling besar di di Desa Kulur Ilir digunakan

untuk perkebunan dengan komoditas seperti karet, kelapa sawit dan lada. Hal ini

terkait dengan pekerjaan mayoritas penduduknya yaitu sebagai petani karet.

Produksi sayuran terbatas pada komoditas kacang panjang dan cabe. Tanaman

pekarangan seperti pepaya, nangka, pisang, keladi dan daun singkong tidak

terekam luas lahan dan produksinya, namun tanaman jenis ini juga dikonsumsi

sebagai sayuran. Produksi buah lokal terbatas pada jenis jeruk dan durian. Tabel

4.18 menunjukan bahwa produksi pertanian untuk pangan pokok, sayuran dan

buah mendapat alokasi lahan yang kecil. Hal ini menyebabkan tingginya

ketergantungan penduduk Desa Kulur Ilir terhadap pasokan pangan dari luar

daerah.



4.3   Jejak makanan (food footprint)

4.3.1 Pola makan

          Pola makan antara Kelurahan Dul dan Desa Kulur Ilir mempunyai

beberapa persamaan dan perbedaan. Nasi menjadi pangan utama yang dikonsumsi

oleh responden di kedua lokasi penelitian. Perbedaan terdapat pada variasi menu

yang digunakan. Responden Kelurahan Dul mengkonsumsi menu yang bervariasi

dengan frekuensi makan 2-3 kali sehari, yakni makan pagi, makan siang dan

makan malam. Pada reponden perkotaan yang tidak menyediakan makan pagi,

namun makan selingan seperti pempek, pantiau, lakso, kue dan makanan selingan

lainnya sebagai pengganti makan pagi. Makanan selingan dikonsumsi di antara

waktu makan tersebut. Sedangkan hampir semua responden Desa Kulur Ilir

menunjukkan frekuensi makan 2 kali sehari, yakni makan siang dan makan
68



malam. Pada pagi hari, responden pedesaan hanya mengkonsumsi minuman

seperti kopi atau teh manis. Makanan selingan hampir tidak menjadi bagian dari

pola makan responden pedesaan. Hanya responden dengan kategori KS III dan

sebagian responden yang mempunyai anak sekolah SD yang mengkonsumsi

makanan selingan. Frekuensi makan pada daerah perdesaan menyerupai hasil

penelitian Nugrahanto (2009) di Kota Kupang namun frekuensi makan pada

responden perkotaan berbeda dengan responden di perkotaan Kota Kupang. Hal

ini dikarenakan responden perkotaan pada penelitian di Kota Kupang sebagian

besar PNS dan mempunyai pendidikan yang lebih tinggi. Berbeda dengan

responden perkotaan di Kabupaten Bangka Tengah yang sebagian besar

responden mempunyai pendidikan SMA dan pekerjaan yang beragam.

       Konsumsi makanan di Kelurahan Dul dan Desa Kulur Ilir dapat dilihat

pada Tabel 4.19 berikut.

Tabel 4.19 Konsumsi makanan di Kelurahan Dul dan Desa Kulur Ilir

                                   DUL                           KULUR ILIR
    Bahan                            Capita                            Capita
                 Per                                    Per       Per
    Pangan                 Per tahun    per     Persen                   per      Persen
                bulan                                  bulan     tahun
                             (kg)     tahun      (%)                   tahun       (%)
                 (kg)                                   (kg)      (kg)
                                       (kg)                             (kg)
Beras          2843.21      34118.52    84.87    33.54 2382.60 28591.20   85.86    36.83
Terigu,
ketan,sagu      106.08       1272.96     3.17     1.25   82.20   986.40    2.96     1.27
Daging,
ayam, telur     549.04       6588.49    16.39     6.48 225.79 2709.53      8.14     3.49
Ikan           1731.89      20782.68    51.70    20.43 1483.53 17802.36   53.46    22.93
Sayuran        1554.98      18659.77    46.42    18.34 1305.20 15662.40   47.03    20.18
Buah            450.00       5400.00    13.43     5.31   16.00   192.00    0.58     0.25
Bumbu           733.04       8796.52    21.88     8.65 530.57 6366.78     19.12     8.20
Minuman         509.78       6117.31    15.22     6.01 442.84 5314.06     15.96     6.85
Total
Kebutuhan      8478.02 101736.26       253.08   100.00 6468.73 77624.73 233.11    100.00
Sumber: Hasil olahan data primer, 2010
69



       Persentase konsumsi beras lebih besar di daerah perdesaan dibandingkan

dengan konsumsi di perkotaan. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Harianto,

dkk. (2008) bahwa tingkat konsumsi beras rata-rata di desa lebih tinggi

dibandingkan dengan tingkat konsumsi di kota. Penduduk dengan pendapatan

rendah umumnya mengkonsumsi karbohidrat lebih banyak dibandingkan dengan

sumber nutrisi lainnya. Persentase konsumsi beras sekitar sepertiga dari jumlah

konsumsi total di kedua lokasi penelitian. Hal ini menunjukan bahwa beras masih

menjadi pangan utama dan belum terdapat diversivikasi pangan pokok di kedua

lokasi penelitian. Semua responden di kedua lokasi penelitian mengkonsumsi

beras sebagai makanan pokoknya. Subtitusi sumber karbohidrat lain masih kecil

jumlahnya. Konsumsi terigu, sagu dan ketan berasal dari mie instan, roti, pempek

dan kue hampir sama persentasenya di kedua lokasi penelitian. Terigu adalah

penyumbang presentase terbanyak yang didapat dari konsumsi mie instan. Mie

instan lebih banyak dikonsumsi dibandingkan dengan roti, sedangkan sagu

dikonsumsi dalam bentuk pangan selingan. Di Kelurahan Dul, 15% responden

mengkonsumsi roti dan umumnya roti dikonsumsi sebagai pengganti sarapan.

37% responden Kelurahan Dul mengkonsumsi mie instan. Sedangkan di Desa

Kulur Ilir 43% responden mengkonsumsi mie instan dan 6% responden

mengkonsumsi roti. Mie instan menjadi pangan yang umum dikonsumsi di dua

daerah ini karena mie instan cenderung mudah didapat dan harganya murah.

        Perbedaan konsumsi yang paling mencolok adalah pada konsumsi daging

baik sapi, babi, ayam maupun telur. Konsumsi sumber protein hewani seperti

daging, ayam dan telur masih sedikit dibandingkan dengan konsumsi ikan.

Konsumsi sumber protein hewani non ikan di Desa Kulur Ilir sebesar 8,14
70



kg/kapita/tahun, jauh lebih kecil dibandingkan konsumsi ikan, yaitu sebesar 53,46

kg/kapita/tahun. Begitu pula dengan konsumsi sumber protein hewani non ikan di

Kelurahan Dul sebesar 16,49 kg/kapita/tahun masih lebih kecil dibandingkan

dengan konsumsi ikan sebesar 51,70 kg/kapita/tahun. Penduduk perkotaan jarang

mengkonsumsi daging sapi sebagai menu lauk pauk, namun daging sapi umumnya

dikonsumsi dalam bentuk makanan selingan seperti bakso sebagai makanan

selingan. Frekuensi konsumsi makanan selingan di perkotaan adalah sebanyak

121 kali/bulan. Berbeda dengan di perdesaan, tidak adanya penjual makanan

selingan seperti bakso, mie ayam dan makanan selingan lainnya menyebabkan

penduduk jarang mengkonsumsi makanan jenis ini. Frekuensi konsumsi makanan

selingan pada responden perdesaan adalah 8 kali/bulan. Makanan selingan baru

dikonsumsi jika responden pergi ke kota terdekat. Daging babi hanya dikonsumsi

di daerah perkotaan karena ada sebagian penduduk yang merupakan etnis

tionghwa yang biasa mengkonsumsi makanan jenis ini. Hal ini sesuai dengan

pendapat yang menyatakan bahwa kesukaan terhadap jenis pangan tertentu baik

yang rasional maupun irrasional, dapat ditemukan pada beberapa kelompok

agama, etnis atau fisiologis tertentu (Herman, 1990 dalam Hardyansyah, 2008).

Konsumsi ayam juga berbeda di perkotaan dan perdesaan. Faktor pendapatan juga

mempengaruhi konsumsi ayam potong. Pendapatan rata-rata penduduk Desa

Kulur Ilir adalah   Rp. 28.022.692/tahun     lebih rendah dibandingkan dengan

pendapatan rata-rata penduduk Kelurahan Dul Rp. 38.703.617/tahun. Semakin

tinggi pendapatan keluarga akan menyebabkan semakin tinggi pula konsumsi

ayam potong. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Harianto dkk., (2008) yang
71



menyatakan bahwa permintaan daging ayam berkorelasi positif terhadap

pendapatan rumah tangga.

         Ikan menjadi lauk yang paling banyak dikonsumsi baik di daerah

perdesaan maupun perkotaan. Hal ini dikarenakan lokasi Kabupaten Bangka

Tengah yang berada di pulau kecil sehingga akses mudah ke laut. Adanya sumber

ikan yang banyak dan mudah didapat, ikan menjadi lauk yang paling disukai oleh

penduduk. Responden Kelurahan Dul mengkonsumsi ikan sebanyak 98 % dan

pada responden Desa Kulur Ilir sebesar 97%. Hal ini sesuai dengan pendapat

Harper, dkk (2009) yang menyatakan ketersediaan pangan adalah salah satu faktor

yang mempengaruhi pola makan. Responden pedesaan yang pada umumnya

petani mendapatkan penghasilan dari kegiatan usaha perkebunan karet dan lada.

Pendapatan sehari-hari didapatkan dari hasil menyadap karet dan penghasilan

tahunan didapat dari panen lada. Pendapatan terbesar responden Desa Kulur Ilir

dari hasil menyadap karet adalah Rp. 500.000. Sayekti (2008) menyatakan bahwa

semakin tinggi pendapatan, maka konsumsi jenis pangan protein juga meningkat.

Namun hal ini tidak berlaku di perdesaan karena sebagian penduduk umumnya

mencukupi kebutuhan protein dengan mengkonsumsi ikan laut yang dicari sendiri.

Sebanyak 38,46 % responden di Desa Kulur Ilir pergi ke laut mencari ikan untuk

konsumsi pribadi. Selain itu karena daerah ini berada di pulau kecil dengan hasil

produksi ikan laut yang melimpah, maka harga ikan pun bervariasi. Penduduk

dengan pendapatan rendah masih bisa mengkonsumsi ikan dengan cara membeli

ikan yang harganya lebih murah. Ikan jenis belanak, kepetek, biji nangka, pari,

selanget dan dencis lebih banyak dikonsumsi di Desa Kulur Ilir karena harganya

yang relatif murah dan ikan jenis ini banyak terdapat di pantai Desa Kulur Ilir.
72



          Konsumsi sayuran di perdesaan adalah 47,03 kg/kapita/tahun lebih besar

dibandingkan dengan konsumsi sayuran di perkotaan, yaitu 46,42 kg/kapita/tahun.

Responden perdesaan lebih banyak mengkonsumsi sayuran dibandingkan dengan

responden perdesaan. Hal ini disebabkan karena ada sebagian bahan sayuran di

perdesaan diperoleh dengan tidak dengan cara membeli. Di perdesaan, sebanyak

30,2 % dari total konsumsi bahan sayuran berasal dari jenis tanaman yang ada di

pekarangan seperti pepaya, pisang, nangka dan daun singkong. Penduduk di

perkotaan juga masih mengkonsumsi jenis sayuran di atas, namun jumlahnya

tidak sebanyak penduduk perdesaan, yaitu sebesar 16,22 % dari total konsumsi

bahan sayuran. Di Desa Kulur Ilir, konsumsi sayuran jenis ini adalah sebanyak 43

kali (55,13 %) selama 3 hari. Di Kelurahan Dul, konsumsi sayuran jenis ini adalah

sebanyak 45 kali (47,87%) selama 3 hari.

         Konsumsi buah menjadi salah satu perbedaan konsumsi di kedua lokasi

penelitian. Hanya 6% responden di Desa Kulur Ilir di Kelurahan Dul, 20% orang

reponden yang mengkonsumsi buah. Karena buah bukanlah sumber energi utama,

di perdesaan konsumsi buah tidak menjadi budaya disana. Sedangkan di

perkotaan, dengan adanya paparan informasi dan persinggungan penduduknya

dengan     kebudayaan   modern    meningkatkan    pengetahuan    gizi   penduduk

(Hardiansyah, 2008). Sebenarnya buah seperti pepaya, pisang, nanas dan nangka

juga dikonsumsi di perdesaan. Namun buah-buahan ini diolah dalam bentuk

sayuran sebagai teman makan nasi sehingga buah-buahan ini dimasukan dalam

kelompok sayuran.

         Konsumsi jenis bumbu di perkotaan lebih besar dibandingkan dengan

konsumsi bumbu diperdesaan. Konsumsi bumbu di Kelurahan Dul adalah 21,88
73



kg/kapita/tahun, sedikit lebih besar dibandingkan dengan konsumsi bumbu di

Desa Kulur Ilir, yaitu sebesar 19,12 kg/kapita/tahun. Perbedaan konsumsi bumbu

di kedua lokasi penelitian yang tidak jauh berbeda dikarenakan bumbu yang

digunakan adalah sama. Perbedaan disebabkan karena responden perdesaan

umumnya memasak lauk pauk dan sayuran sesuai dengan menu tradisional. Menu

tradisional di Pulau Bangka seperti lempah kuning ikan dan lempah darat adalah

jenis masakan yang tidak menggunakan bawang merah, bawang putih dan minyak

goreng. Sehingga konsumsi responden perdesaan terhadap ketiga bumbu diatas

lebih sedikit   penggunaannya dibandingkan dengan konsumsi responden

perkotaan. Persentase konsumsi minyak goreng dan bawang merah bawang putih

pada responden perkotaan adalah 43,70% dan 26,9%. Sedangkan persentase

konsumsi minyak goreng dan bawang merah bawang putih pada responden

perdesaan adalah 41% dan 24%. Menu makanan di perdesaan dan perkotaan dapat

dilihat pada Tabel 2.20 dan Tabel 2.21 dan dibahas lebih lanjut di pola makan.

       Konsumsi minuman responden perdesaan juga lebih besar dibandingkan

dengan penduduk perkotaan. Kopi adalah konsumsi minuman terbesar responden

di perdesaan yaitu sebanyak 61 kg/bulan, dibandingkan dengan konsumsi susu

bubuk 7,8 kg/bulan, susu kental manis 37 kaleng/bulan dan teh 1,24 kg/bulan.

Konsumsi kopi menjadi jauh lebih besar dibandingkan konsumsi minuman

lainnya karena umumnya responden mengkonsumsi kopi sebagai pengganti

sarapan (83%). Konsumsi minuman terbesar di perkotaan adalah konsumsi susu

bubuk. Hal ini sesuai dengan penelitian Roy et.al., (2002) di daerah perdesaan,

kota kecil dan kota besar di Bangladesh menunjukan bahwa konsumsi susu bubuk

di perkotaan lebih besar dibandingkan dengan di perdesaan. Konsumsi susu
74



meningkat seiring dengan naiknya pendapatan penduduk. Susu bubuk dikonsumsi

oleh balita sedangkan konsumsi susu untuk dewasa biasanya dalam bentuk susu

kental manis. Adapun konsumsi minuman di perkotaan adalah sebagai berikut

kopi 36 kg/bulan, susu 74 kg/bulan, susu kental manis 76 kaleng/bulan dan teh 3

kg/bulan. Susu bubuk dikonsumsi oleh balita, sedangkan konsumsi susu untuk

dewasa biasanya dalam bentuk susu kental manis. Teh tidak dikonsumsi oleh

tingkat tertentu, namun tersebar pada setiap tingkat pendapatan dan pendidikan

responden.


Pola makan di Kelurahan Dul

       Jenis-jenis menu makanan, bahan pangan yang dikonsumsi responden

perkotaan berdasarkan perolehan data dapat dilihat pada Tabel 4.20 berikut.


Tabel 4.20Jenis-jenis menu makanan dan jenis-jenis bahan makanan yang
           dikonsumsi responden perkotaan
No Kelompok                 Jenis-jenis menu makanan               Kategori
     makanan                                                     kesejahteraan
                                                                   keluarga
1. Makanan      Nasi                                            PS, KS I,
   pokok                                                        KS II, KS III
2 Lauk pauk     1. Ikan : lempah kuning, goreng, panggang, PS, KS I,
                   pindang, mangut, ikan asin, sambal.          KS II, KS III
                2. Ayam : semur, kecap, goreng, soto, sop, KS I, KS II,
                   lempah kuning.                               KS III
                3. Daging sapi : sop, lempah kuning.            KS I, KS III+
                4. Daging babi : kecap, masak lengkuas.         KS II
                5. Telur : sambal, dadar, semur, ceplok         PS, KS I,
                                                                KS II, KS III
                6. Tahu tempe : goreng, sambal, santan.         PS, KS I,
                                                                KS II, KS III
                7. Mie instan                                   PS, KS I,
                                                                KS II, KS III
3 Sayur         1. Tumis: bayam, daun singkong, kangkung, PS, KS I,
   mayur           taoge, pepaya, sawi, kacang panjang, terung, KS II, KS III
                   buncis, gambas, jagung, kembang kol, pare,
                   petai, rebung,timun, kubis, labu siam.
                2. Santan : nangka, daun singkong.
75



                   3. Lempah darat: terung, jantung pisang, pisang
                      muda, daun pepaya, jantung pisang, keladi.
                   4. Sop : kentang, wortel, seledri.
                   5. Sambal tomat, terasi, rusip.
                   6. Lalap : terung, daun singkong, kecipir,
                      timun.
No    Kelompok                Jenis-jenis menu makanan                Kategori
      makanan                                                       kesejahteraan
                                                                      keluarga
 4 Makanan         Martabak, susu kedelai, pisang goreng, pantiau, KS I, KS II,
     selingan      lakso, bakso, mie ayam, pempek, kue, roti.      KS III
 5 Buah            Pir, apel, anggur, mangga, semangka, alpukat,   KS II, KS III
                   pisang.
 6 Minuman         Kopi, teh,                                      PS, KS I,
                                                                   KS II, KS III
                   Susu                                            KS I, KS II,
                                                                   KS III, KS III+
Keterangan : Pra Sejahtera (PS), Keluarga Sejahtera Tingkat I (KS I), Keluarga
              Sejahtera Tingkat II (KS II), Keluarga Sejahtera Tingkat III
              (KS III). Keluarga Sejahtera Tingkat III+ (KS III+).
Sumber : Hasil Olahan Data Primer, 2010

       Menu makanan sehari-hari responden perkotaan dapat dikatakan cukup

bervariasi. Pada menu makanan pokok, beras menjadi bahan makanan yang

utama. Produk olahan terigu yaitu mi instant dan roti juga turut menjadi bahan

pangan yang cukup penting bagi responden perkotaan. Nampaknya, adaptasi

terhadap kehidupan perkotaan menjadi salah satu pendorong peningkatan

konsumsi mi instan dan roti. Hasil Susenas 1999 sampai dengan 2007

menunjukkan pola konsumsi pangan pokok di Indonesia mengarah pada bahan

pangan berbasis beras dan terigu serta diiringi kecenderungan semakin

menurunnya peran bahan pangan jagung dan umbi-umbian. Terigu yang berasal

dari gandum adalah bahan pangan impor dan tidak diproduksi di Indonesia,

sedangkan jagung dan umbi-umbian menjadi bahan pangan yang cukup sesuai

dengan kondisi ekologis di sebagian wilayah Indonesia.
76



       Beraneka macam lauk pauk dan sayur mayur dikonsumsi dalam berbagai

sajian untuk memenuhi rasa, warna dan bentuk yang diinginkan. Konsumsi

sayuran di perkotaan cukup beragam. Hasil penelitian menunjukan jenis sayuran

yang dikonsumsi responden pra sejahtera adalah 9 jenis, lebih sedikit

dibandingkan jenis sayuran yang dikonsumsi responden keluarga sejahtera tingkat

I, yaitu 18 jenis. Selain itu sebagian sebagian besar pekerjaan ibu adalah sebagai

ibu rumahtangga (68 orang) sehingga ibu mempunyai waktu yang lebih banyak

untuk mengolah bahan pangan menjadi makanan. Tingkat pendapatan yang cukup

tinggi juga mempengaruhi pola konsumsi yang terjadi pada responden perkotaan

terutama mendukung kemampuan untuk mendapatkan bahan-bahan makanan. Hal

ini sesuai dengan hasil penelitian Suhaimi (2006) di Kabupaten Kutai Kartanegara

yang menyatakan bahwa faktor pendapatan berpengaruh signifikan terhadap

konsumsi pangan.

       Selain pendapatan, pendidikan juga mempengaruhi pola konsumsi pangan.

Responden dengan pendidikan SMA lebih banyak mengkonsumsi sumber protein

hewani seperti daging, ayam dan telur lebih banyak dibandingkan dengan

responden dengan pendidikan SMP. Konsumsi per kapita responden SMA adalah

31,2 kg/bulan, lebih besar dibandingkan dengan konsumsi per kapita responden

SMP, yaitu sebesar 20,1 kg/bulan. Hasil penelitian Amir (2004) di Sulawesi

Tengah menunjukan bahwa pendidikan kepala keluarga berkorelasi positif

terhadap konsumsi daging sapi. Ini artinya semakin tinggi pendidikan kepala

keluarga, maka semakin besar pula konsumsi daging sapi.
77



Pola makan di Desa Kulur Ilir

       Responden pedesaan mengkonsumsi menu makanan yang cenderung sama

sehari-harinya. Sayuran juga menjadi bagian konsumsi sehari-hari responden

pedesaan. Jenis menu makanan yang dikonsumsi responden pedesaan berdasarkan

perolehan data tersaji pada Tabel 4.21 berikut.

Tabel 4.21    Jenis-jenis menu makanan dan jenis-jenis bahan makanan yang
               dikonsumsi responden pedesaan

No    Kelompok               Jenis-jenis menu makanan             Kategori
      makanan                                                   kesejahteraan
                                                                  keluarga
 1. Makanan        Nasi                                        PS, KS I,
     pokok                                                     KS II, KS III
 2 Lauk pauk 1. Ikan : lempah kuning, goreng, panggang, PS, KS I,
                      pindang, mangut, ikan asin, sambal.      KS II, KS III
                   2. Ayam : lempah kuning, sop                KS I, KS II,
                                                               KS III
                   3. Daging sapi : lempah kuning              KS II
                   4. Telur : sambal, dadar, semur, ceplok     PS, KS I,
                                                               KS II, KS III
                   5. Tahu tempe : goreng, sambal              PS, KS I,
                                                               KS II, KS III
                   6. Mie instan                               PS, KS I,
                                                               KS II, KS III
 3 Sayur           1. Tumis: kacang panjang, rebung, sawi, PS, KS I,
     mayur            terung, daun singkong, kangkung, taoge, KS II, KS III
                      bayam, ketimun
                   2. Lempah darat: terung, jantung pisang,
                      pisang muda, keladi, pepaya, nangka
                   3. Sambal terasi, rusip
                   4.Lalap : terung, daun singkong, timun
 4 Makanan         Pempek, kue, roti                           KS I, KS II,
     selingan                                                  KS III
 5 Buah            Jeruk.                                      KS II, KS III
 6 Minuman         Kopi, teh.                                  PS, KS I,
                                                               KS II, KS III
                   Susu.                                       KS I, KS II,
                                                               KS III
Keterangan : Pra Sejahtera (PS), Keluarga Sejahtera Tingkat I (KS I), Keluarga
              Sejahtera Tingkat II (KS II), Keluarga Sejahtera Tingkat III
              (KS III).
Sumber : Hasil olahan data primer, 2010
78




       Pada menu makanan pokok, semua responden mengkonsumsi beras

sebagai bahan makanan yang utama. Walaupun makanan yang berasal dari terigu

telah menjadi bagian dari pola konsumsi pangan pokok responden pedesaan,

namun jumlahnya masih sedikit. Produk olahan terigu banyak dikonsumsi dalam

bentuk mie instan. Di Desa Kulur Ilir, 43% responden mengkonsumsi mie instan

dan 6% responden mengkonsumsi roti. Akses terhadap pasar yang relatif jauh

mendorong masyarakat cenderung mengkonsumsi pangan dengan jenis yang

terbatas. Seperti jenis sayuran yang tidak bervariasi karena tergantung dari

pasokan dari pedagang keliling juga semakin mendorong masyarakat lebih

mengandalkan hasil lahan sendiri. Hal ini menunjukkan pola konsumsi pada

rumah tangga yang berpendapatan rendah lebih mengarah pada pangan pokok

yang berbasis potensi lokal dan variasi pangan kurang mendapat perhatian

(Suyastiri,2008). Responden perdesaan rata-rata mengkonsumsi ikan sebanyak

4,45 kg/bulan, jauh lebih besar dibandingkan konsumsi makanan hewani (daging,

ayam, telur) sebanyak 0,68 kg/bulan.

       Menu makanan responden pedesaan selain sederhana dari aspek jenis

bahan yang digunakan juga sederhana dari segi macam makanan yang dibuat dari

satu jenis bahan pangan. Contohnya ikan hanya diolah menjadi lempah kuning,

pindang, panggang, sambal, mangut dan goreng. Ini adalah olahan ikan yang

sederhana dan merupakan menu makanan khas di Pulau Bangka. Kesukaan

responden terhadap menu khas ini nampaknya dipengaruhi oleh pengalaman

hidupnya. Menurut Bourdieu dalam Debevec et al., (2006), kesukaan merupakan

hasil dari kebiasaan, yang merupakan kumpulan pengalaman dan persepsi yang

disebabkan oleh pengalaman masa kecil, pengaruh keluarga dan pengaruh
79



sekolah. Jika dilihat dari sebagian besar tingkat pendidikan kepala keluarga adalah

sekolah dasar (82,05%), maka preferensi pangan terbatas dari pengalaman masa

kecil dan pengaruh keluarga. Tingkat pendidikan yang rendah ditambah dengan

kurangnya informasi menyebabkan responden Desa Kulur Ilir sulit menerima

pengetahuan pangan dan gizi melalui media elektronik maupun media cetak.

Niehof (1988) dalam Suhaimi (2006) menyatakan, tingkat pendidikan kepala

keluarga berkaitan erat dengan wawasan pengetahuan mengenai sumber-sumber

gizi dan jenis-jenis makanan yang baik untuk konsumsi keluarga.

        Begitu pula dengan sayuran, umumnya diolah menjadi lempah darat, tumis

atau sebagai lalapan. Kesederhanaan dalam menu makanan responden pedesaan

baik dari jenis bahan pangan maupun cara pengolahannya tidak bisa dipisahkan

dari tingkat pendapatan yang rendah sehingga hanya mampu membeli bahan

pangan yang berharga murah dan juga ketersediaan pangan yang ada (Harper

dkk., 2006). Konsumsi bahan sayuran hasil pekarangan adalah 594 kg sedangkan

konsumsi total sayuran adalah 1.305 kg. Hal ini menunjukan bahwa pemenuhan

produksi lokal adalah 45,53 % terhadap konsumsi total sayuran. Tingkat

pendidikan yang rendah juga menyebabkan              responden sulit    menerima

pengetahuan baru (Hardiansyah, 2008) sehingga menu yang dikonsumsi

umumnya menu tradisional. Tingkat pendidikan responden SD adalah 82,05 %.

Selain itu, faktor informasi juga ikut mempengaruhi pola makan tersebut. Desa

Kulur Ilir yang berada 10 km dari jalan raya, jauh dari pusat kota, serta belum

dialiri listrik sehingga informasi yang didapat penduduk menjadi terbatas. Hal ini

menyebabkan kurangya transfer informasi yang diterima oleh penduduk Desa

Kulur Ilir.
80



4.3.2. Perhitungan jejak makanan
       Pada perhitungan jejak makanan, langkah pertama yang harus dilakukan

adalah menghitung kebutuhan lahan masing-masing bahan pangan yang

dikonsumsi. Kebutuhan lahan dapat dilihat dari data produktifitas masing-masing

komoditi dari website BPS RI dan situs web terkait lainnya.

       Secara garis besar ada 5 kelompok perhitungan dalam jejak makanan:

1. Tanaman pangan yang dikonsumsi dalam bentuk aslinya pada saat

    dipanen.

    Contoh kelompok ini adalah sayuran dan buah. Perhitungan produktifitasnya

    adalah dengan membagi jumlah produksi tanaman dalam 1 tahun dibagi

    dengan luas lahan untuk memproduksinya pada tahun yang sama.

2. Tanaman yang dikonsumsi dalam bentuk yang sudah berubah pada saat

    dipanen.

    Sebagian contoh tanamannya adalah kopi, teh, gula pasir, minyak goreng,

    gula kelapa, gula aren. Maka perhitungan produktifitas komoditi harus

    mengetahui randemen (perbandingan antara bahan dan hasil) produk

    (Wackernagel et. al., 2005). Misalkan pada perhitungan kopi jenis robusta,

    diketahui randemen kopi 0,25, produktifitas bijih kopi 1,34 ton/ha maka

    produktifitas kopi robusta yang siap dikonsumsi adalah 0,25 x 1,34 ton/ha =

    335 kg/ha. Sehingga data produktifitas yang dipakai adalah 335 kg/ha bukan

    1,34 ton/ha.

3. Produk makanan turunan.

    Perhitungan jejak makanan hasil turunan (olahan) mengacu pada metodologi

    dalam Wackernagel et. al. (2005). Sebagian contoh produk dalam kategori ini

    adalah kecap, susu bubuk, tahu, tempe, terasi. Untuk menghitung kebutuhan
81



   lahan produk kategori ini maka kita harus mengetahui jenis dan berat masing-

   masing bahan penyusun. Perhitungan kebutuhan lahan untuk 1 botol besar

   (650 ml) kecap asin dapat dilihat pada Tabel 4. Berikut. Dari hasil

   perhitungan didapat informasi bahwa 1 botol besar kecap asin memerlukan

   lahan seluas 0,00196 ha (1.960 m2). Bahan penyusun kecap asin dapat dilihat

   pada kolom 1. Sekali produksi dihasilkan 1.056 botol besar kecap asin.

   Sehingga untuk mengetahui kebutuhan bahan pembuat kecap asin didapat

   dengan cara mebagi total jumlah bahan yang dibutuhkan dengan jumlah

   produksi kecap asin (kolom 3). Setelah itu kebutuhan untuk 1 botol kecap

   asin dikalikan dengan produktifitas masing-masing bahan. Hasil perhitungan

   kebutuhan lahan dapat dilihat pada kolom 5. Kebutuhan lahan untuk 1 botol

   kecap asin didapatkan dengan cara menjumlahkan kebutuhan lahan masing-

   masing bahan pembentuk 1 botol kecap asin.


   Tabel 4.22 Perhitungan kebutuhan lahan untuk1 botol besar kecap asin
                  1056 btl                    Produktifitas Footprint
    Kecap asin                Per 1 btl bsr
                   besar                      (kg/ha/tahun) (ha/tahun)
          1          2            3               4              5
    Kedelai       300  kg    0,28409 kg             1246       0,00023
    Garam         100  kg      0,0947 kg         77071,3       1,2E-06
    Gula kelapa   400  kg    0,37879 kg              219       0,00173
    Sagu           11  kg    0,01042 kg            80000       1,3E-07
    Serai           8  kg    0,00758 kg            18000       4,2E-07
                           Total FP 1botol besar               0,00196
   Sumber : kolom 1,2 Produsen kecap asin, 2010
           Kolom 4 : BPS RI, 2008

4. Makanan hewani dan ikan air tawar.

   Untuk menghitung kebutuhan lahan untuk sapi, ayam, telur, susu maka harus

   diketahui kebutuhan pakan, komposisi bahan penyusun pakan dan masa
82



produksi sampai hewan tersebut berhenti produksi atau siap dikonsumsi

Wackernagel et. al. (2005). Khusus untuk ternak yang dikonsumsi dagingnya

perbandingan antara berat hidup dengan daging yang siap dikonsumsi juga

harus diketahui. Perhitungan kebutuhan lahan untuk daging dapat dilihat di

lampiran. Tabel 4.23 adalah contoh perhitungan kebutuhan lahan untuk 1

butir telur ayam.

Tabel 4.23 Perhitungan kebutuhan lahan untuk 1 butir telur ayam.

          Komposisi bahan
                                                 Produktifitas     Footprint
        penyusun konsentrat         Berat (kg)
                                                   (kg/ha)           (ha)
             pakan ayam
  Jagung                                 60,00        1859,16        0,03227
  Dedak halus                             5,14        1262,05        0,00407
  Bungkil kedelai (ampas tahu)           15,50        1271,70        0,01219
  Tepung ikan                            13,86        6200,00        0,00224
  Minyak kelapa                           3,50        1720,13        0,00203
  Tepung tulang                           1,50           68,74       0,02182
  Pfizer premix A                         0,50
           Total kebutuhan lahan untuk 100 kg pakan (ha)             0,07463
            Kebutuhan lahan untuk 1 kg pakan ayam (ha)               0,00075
Sumber : Wakju (1992)


Jika tabel di atas adalah perhitungan kebutuhan lahan untuk konsentrat ternak

produksi pabrik, maka tabel di bawah ini adalah perhitungan kebutuhan lahan

untuk konsumsi pakan ternak ayam petelur. Hasil wawancara dengan

peternak ayam petelur di lokasi penelitian, didapatkan informasi bahwa selain

konsentrat pabrik, ayam petelur diberi pakan lain berupa dedak dan jagung

dengan komposisi 5:2:3. Hal ini disebabkan pakan konsentrat mengandung

protein sebesar 30 % sedangkan kebutuhan protein untuk ayam petelur adalah

16-17 % ( Daghir, 1995). Jika jumlah protein dalam pakan terlalu besar, maka

akan menyebabkan gangguan pencernaan pada ayam (Rachmat, 2010).
83



   Setelah dilakukan pengecekan perhitungan protein pada ransum yang

   diberikan peternak ayam petelur di lokasi penelitian, maka didapatkan

   kandungan protein pada ransum adalah 16,7 %.

       Komposisi Pakan Ayam                          Produktifitas    Footprint
                                       Berat (kg)
             Petelur                                   (kg/ha)          (ha)
    Jagung                                       5         1859,16      0,00269
    Dedak                                        2         1262,05      0,00158
    Konsentrat                                   3                      0,00224
                         10 kg pakan perlu (ha)                         0,00651
                     Sehingga 1 kg pakan perlu (ha)                     0,00065
   Sumber : Peternak ayam petelur di lokasi penelitian, 2010.

        Kebutuhan pakan untuk 2000 ekor ayam
        Umur            Jumlah pakan          Footprint (ha)
    0-3 bulan      Konsentrat 6.000 kg                  4,4775
    4-5 bulan      Konsentrat 3.000 kg                  2,2388
                   Pakan 3.000 kg                       1,9539
    5-24 bulan     Konsentrat 28.500 kg               21,2682
                   Pakan 28.500 kg                    18,5616
    Luas kandang                                         0,018
        Total kebutuhan lahan                         48,5180
   Sumber : Peternak ayam petelur di lokasi penelitian, 2010

   Produksi telur sampai dengan ayam berumur 2 tahun adalah 1.140.000 butir

   sehingga kebutuhan lahan untuk 1 butir telur adalah 48,5180/ 1140000 =

   0,00004255 ha (42,55 m2).

   Hal yang sama juga berlaku pada perhitungan kebutuhan lahan untuk ikan air

   tawar. Lebih rincinya perhitungan tersebut dapat dilihat pada lampiran 19.



5. Ikan laut.

   Merujuk pada wawancara dengan informan kunci dari Fakultas Perikanan

   Universitas Padjajaran (2010), perhitungan produktivitas perikanan laut per

   luas lahan dilakukan dengan cara pendekatan alat tangkap, jumlah hari
84



    melaut, produksi per tangkapan dan kapasitas mesin kapal yang digunakan.

    Pendekatan alat tangkap dan kapasitas mesin yang digunakan digunakan

    untuk mengetahui luas area tangkapan sedangkan jumlah hari melaut/

    produksi dan produksi ikan laut per tangkapan untuk mengetahui produksi

    ikan per bulan yang kemudian dikonversikan menjadi produksi ikan laut per

    tahun. Perhitungan produktifitas ikan laut dapat dilihat pada lampiran 19.



       Langkah kedua dalam perhitungan jejak makanan adalah membagi jumlah

konsumsi dengan produktifitas pangan sedangkan untuk bahan makanan olahan,

jejak makanan didapat dengan cara mengalikan jumlah konsumsi dengan

kebutuhan lahan per satuan. Contoh, untuk 1 botol kecap asin diperlukan 0,00196

ha maka jika penduduk mengkonsumsi 4 botol maka jejak makanannya adalah 4 x

0,00196 ha = 0,00784 ha (7.840 m2).

       Hasil perhitungan jejak makanan responden perkotaan dan perdesaan dapat

dilihat pada Tabel 4.24 berikut.
85



Tabel 4.24 Luas jejak makanan responden di Kelurahan Dul dan Desa Kulur Ilir

                              DUL                               KULUR ILIR
  Bahan                        Capita
  Pangan        Per             per          Per   Per
               bulan Per tahun tahun Persen bulan tahun Capita per Persen
                (ha)   (ha)     (ha)  (%)    (ha)  (ha) tahun (ha)  (%)
 Beras         0,6125 73,4950 0,0183 4,06 0,6537 0,6582     0,0237 6,82
 Terigu,
 ketan,sagu    0,1701 20,4150 0,0051 1,13 0,0440 0,1145                 0,0041      1,18
 Daging,
 ayam, telur 35,7580 429,0910 0,1067 23,68 0,3942 0,5454                0,0197 5,67
 Ikan laut     9,6118 115,2902 0,2827 62,75 7,5301 7,5301               0,2827 81,35
 Sayuran       0,3788 45,4540 0,0113 2,51 0,1443 0,2061                 0,0074 2,13
 Buah          0,0246     0,2952 0,0007 0,16 0,0004 0,0004              0,0000 0,00
 Bumbu         0,8615 103,3770 0,0257 5,70 0,1401 0,2751                0,0099 2,85
Total Jejak makanan                 0,4505 100                          0,3475  100
Sumber : Hasil olahan data primer, 2010

Dari Tabel 4.24, jejak makanan terbesar di perkotaan berasal dari kelompok

makanan ikan laut sebesar 62,75 %, kemudian diikuti oleh kelompok makanan

hewani (daging, ayam, telur) sebesar 23,68 %. Hal sama terjadi di daerah

perdesaan dimana penyumbang jejak makanan terbesar berasal dari makanan ikan

laut sebesar 81,35 %, lalu diikuti oleh beras sebesar 6,82 %.

       Responden perkotaan lebih banyak mengkonsumsi makanan hewani non

ikan dibandingkan dengan responden perdesaan. Walaupun ikan tetap menjadi

lauk utama yang dikonsumsi responden di dua tempat ini. Hal ini menunjukan

telah terjadinya perubahan pola makan pada masyarakat perkotaan. Semakin

tinggi pendapatan maka orang tidak akan menambah kuantitas pangan pokok yang

dikonsumsi, namun lebih kepada meningkatkan kualitas pangan yang dikonsumsi.

Hal ini sesuai dengan pernyataan Riyadi (2003) dalam Suyastiri (2008) bahwa

semakin tinggi tingkat pendidikan dan pengetahuan seseorang umumnya semakin

tinggi pula kesadaran untuk memenuhi pola konsumsi yang seimbang dan
86



memenuhi syarat gizi. Seseorang yang telah mampu mencukupi kebutuhan

pangan pokoknya, akan berusaha memvariasikan jenis pangan yang dikonsumsi

untuk memuaskan selera makannya. Hal ini ditunjukan oleh menu makanan

responden dengan kategori tingkat kesejahteraan keluarga tingkat II Kelurahan

Dul, bahwa makanan selingan dan buah menjadi bagian dari konsumsi

makanannya. Dengan tingkat pendapatan yang lebih tinggi dan ketersediaan

pangan yang beragam di perkotaan, maka kecenderungan penduduk untuk

memilih pangan seperti daging dan ayam menjadi lebih besar. Hasil penelitian ini

sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan Amir tahun 2004. Tingkat

pendidikan yang lebih tinggi membuat penduduk lebih mudah menerima beragam

informasi yang dapat diakses melalui media massa ataupun persinggungan budaya

dengan penduduk lain (Niehof, 1988 dalam Suhaimi, 2006).

        Kondisi yang berbeda terjadi di daerah perdesaan. Tingkat pendapatan

yang cenderung rendah membuat penduduk kurang leluasa dalam memilih pangan

untuk dikonsumsi. Jarak perdesaan dengan pusat distribusi barang menyebabkan

harga pangan menjadi lebih tinggi. Selain itu, penduduk disini mayoritas

berpendidikan SD, sehingga kemampuan menerima informasipun rendah. Gaya

hidup juga merupakan faktor yang berhubungan dengan perilaku makan, seperti

yang dikemukakan oleh Pelto (1980) dalam Suhaimi (2006) bahwa perilaku

makan ditentukan oleh gaya hidup, selain pengaruh sistem produksi dan distribusi

pangan serta sistem sosial ekonomi. Adapun gaya hidup tersebut merupakan hasil

pengaruh beragam faktor yaitu pendapatan, pekerjaan, pendidikan, etnik, tempat

tinggal, agama, pengetahuan kesehatan dan gizi serta karakteristik fisiologis.

Jaringan listrik belum terdapat didaerah perdesaan ini, hal ini menyebabkan
87



informasi baru yang masuk disini menjadi terbatas. Umumnya menu makanan

yang biasa dikonsumsi dan disukai penduduk perdesaan adalah ikan karena

pangan ini yang lebih banyak terdapat dibandingkan dengan daging sapi dan

ayam.



4.4     Analisis korelasi pendapatan dan pendidikan terhadap luas
        Jejak makanan (ha)


4.4.1 Responden Kelurahan Dul

        Pada hubungan antara variabel pendapatan dengan jejak makanan didapat

nilai korelasi sebesar 0,4714. Hal ini berarti terdapat hubungan positif diantara

keduanya dan memiliki tingkat hubungan sedang (nilai koefisien korelasi semakin

mendekati satu, menunjukkan hubungan yang semakin kuat) (Sugiono, 2008).

Kenaikan pendapatan keluarga membawa pengaruh kenaikan pada jejak makanan.

Sama dengan pendapatan, variabel pendidikan mempunyai nilai korelasi sebesar

0,4732 yang artinya terdapat hubungan positif dengan kekuatan hubungan sedang

antara pendidikan dengan jejak makanan.

        Pengaruh pendapatan dan pendidikan terhadap jejak makanan diuji dengan

menggunakan analisa regression. Hasil uji menunjukan bahwa t hitung variabel

pendidikan adalah 3,256 dan t hitung untuk variabel pendidikan adalah 3,291.

Sedangkan t tabel untuk jumlah responden 94 dengan tingkat kepercayaan 95 %

adalah 1,865. Karena t hitung lebih besar dari t tabel maka pendapatan dan

pendidikan mempengaruhi besarnya jejak makanan.

        Dari tabel coefficient regression dapat dilihat signifikansi pengaruh

pendapatan dan pendidikan terhadap jejak makanan dilihat dari p-value masing-
88



masing variabel bebas. Nilai p-value untuk pendapatan 0,00158 dan p-value untuk

pendidikan adalah 0,00142. Karena nilai p-value masing-masing variabel bebas

lebih kecil dari 0,05 ini berarti pengaruh pendapatan dan pendidikan terhadap

besar jejak makanan adalah signifikan. Kesimpulan lain yang dapat diambil

adalah koefisien korelasi antara pendapatan dan pendidikan dengan jejak makanan

adalah berpengaruh nyata, artinya koefisien tersebut dapat digeneralisasikan atau

dapat berlaku pada populasi.

       Adapun persamaan regresi untuk menggambarkan hubungan antara jejak

makanan dengan pendapatan dan pendidikan adalah sebagai berikut.

Jejak makanan = - 0,13 + 1,049.10-08 pendapatan + 0,0276 pendidikan + E

Persamaan ini digunakan untuk memprediksikan besar jejak makanan. Adapun

contohnya adalah sebagai berikut. Jika seseorang mempunyai pendapatan per

kapita Rp. 1.000.000 per tahun dengan tingkat pendidikan SD maka besar jejak

makanannya adalah 0,1631 ha.

       Hubungan antara pendapatan dan pendidikan dengan jejak makanan dapat

diperjelas lagi dengan menggunakan analisa nilai Multiple R (Sugiono, 2010).

Hasil analisa menunjukkan nilai sebesar 0,5522 atau 55,22 %. Interpretasi dari

nilai tersebut adalah bahwa perubahan besarnya jejak makanan responden

perkotaan bisa dijelaskan oleh variabel pendapatan dan pendidikan sebesar 55,22

%, sedangkan 44,28 % dipengaruhi oleh faktor-faktor lain.

       Faktor-faktor lain yang mempengaruhi besar jejak makanan pada

penelitian diduga juga berkaitan pula dengan faktor yang mempengaruhi

konsumsi pangan diantaranya faktor akses informasi, faktor akses ketersediaan

pangan, faktor preferensi dan faktor umur anggota keluarga.
89



            Hasil perhitungan jejak makanan akan dilihat dari 2 aspek, yaitu aspek

pendapatan, yang diklasifikasikan berdasarkan tingkat kesejahteraan keluarga dan

aspek pendidikan, yang diklasifikasikan berdasarkan tingkat pendidikan. Adapun

hasil perhitungan jejak makanan dari aspek pendapatan dapat dilihat pada uraian

berikut.

1.       Kategori Pra Sejahtera (PS)

            Rata-rata pendapatan per kapita kelompok ini adalah Rp. 4.213.333 per

tahun. Hasil perhitungan menunjukkan nilai jejak makanan rata-rata adalah 0,2324

ha yang artinya 1 orang responden membutuhkan lahan seluas 2.324 m2 setiap

tahunnya untuk mencukupi kebutuhan pangannya. Jejak makanan tertinggi berasal

dari ikan laut yaitu 66,35 %. Adapun besar jejak makanan berdasarkan jenis

pangan dapat dilihat pada Tabel 4.25 berikut.

Tabel 4.25 Jejak makanan responden Pra Sejahtera di Kelurahan Dul

                                   JM         JM     JM
 No            Jenis pangan       bulan     tahun kapita/thn    Persen
                                   (ha)      (ha)    (ha)        (%)
     1      Beras                 0,0508    0,6095   0,0254      10,93
     2      Terigu, sagu, ketan   0,0084    0,1014   0,0042        1,81
     3      Makanan hewani        0,0181    0,2167    0,009        3,87
     4      Ikan laut             0,3341    3,8807   0,1542      66,35
     5      Sayuran               0,0352    0,4221   0,0176        7,57
     6      Buah                        0         0        0       0,00
     7      Bumbu                 0,0231    0,2769   0,0115        4,95
     8      Minuman               0,0211    0,2529   0,0105        4,52
         Jejak makanan (ha)       0,4908    5,7602   0,2324     100,00
Keterangan : JM = jejak makanan
Sumber : Hasil olahan data primer, 2010

Pada responden dengan kategori PS, kebutuhan lahan untuk beras masih yang

utama. Dari semua kategori kesejahteraan keluarga, responden PS membutuhkan
90



lahan untuk konsumsi beras dan sayuran paling tinggi. Hasil perhitungan jejak

makanan menunjukan bahwa pola makan responden ini membutuhkan lahan yang

paling kecil dibandingkan dengan responden lain dengan kategori kesejahteraan

keluarga yang lebih baik.


2.       Kategori Sejahtera Tingkat I (KS I)

            Rata-rata pendapatan per kapita kelompok ini adalah Rp. 5.261.428 per

tahun. Hasil perhitungan menunjukkan nilai jejak makanan rata-rata adalah 0,5056

ha yang artinya 1 orang responden membutuhkan lahan seluas 5.056 m2 setiap

tahunnya untuk mencukupi kebutuhan pangannya. Jejak makanan tertinggi adalah

dari ikan laut yaitu 76,25 %. Adapun besar jejak makanan berdasarkan jenis

pangan dapat dilihat pada Tabel 4.26 berikut.

Tabel 4.26 Jejak makanan responden Keluarga Sejahtera Tingkat I di Kelurahan
Dul
                                   JM      JM      JM
 No            Jenis pangan       bulan   tahun kapita/thn     Persen
                                   (ha)    (ha)    (ha)         (%)
     1      Beras                 0,1845    2,214  0,0264        5,22
     2      Terigu, sagu, ketan   0,0973 1,1677    0,0139        2,75
     3      Makanan hewani        0,2105 2,5264    0,0301        5,95
     4      Ikan laut             2,7499 33,1016   0,3855       76,25
     5      Sayuran               0,0968 1,1621    0,0138        2,73
     6      Buah                  0,0035 0,0415    0,0005        0,10
     7      Bumbu                 0,0751 0,9011    0,0107        2,12
     8      Minuman               0,1729    2,075  0,0247        4,89
         Jejak makanan (ha)       3,5905 43,1894   0,5056      100,00
Keterangan : JM = jejak makanan
Sumber : Hasil olahan data primer, 2010
Kebutuhan lahan terbesar pada responden KS I masih pada konsumsi ikan laut.
91



3.       Kategori Sejahtera Tingkat II (KS II)

            Rata-rata pendapatan per kapita kelompok ini adalah Rp. 9.819.860 per

tahun. Hasil perhitungan menunjukkan nilai jejak makanan rata-rata adalah 0,527

ha yang artinya 1 orang responden membutuhkan lahan seluas 5.270 m2 setiap

tahunnya untuk mencukupi kebutuhan pangannya. Jejak makanan tertinggi adalah

dari ikan laut yaitu 58,52 %. Adapun besar jejak makanan berdasarkan jenis

pangan dapat dilihat pada Tabel 4.27 berikut.

Tabel 4.27 Jejak makanan responden Keluarga Sejahtera Tingkat II di Kelurahan
Dul

                                   JM      JM      JM
 No            Jenis pangan       bulan   tahun kapita/thn     Persen
                                   (ha)    (ha)    (ha)         (%)
     1      Beras                 0,4317 5,1804    0,0251        4,76
     2      Terigu, sagu, ketan   0,0881 1,0569    0,0051        0,97
     3      Lauk hewani           1,9172 23,0061   0,1117       21,20
     4      Ikan laut             5,2171 62,6823   0,3084       58,52
     5      Sayuran               0,1685 2,0219    0,0098        1,86
     6      Buah                  0,0136 0,1634    0,0008        0,15
     7      Bumbu                 0,7062 8,4743    0,0411        7,80
     8      Minuman               0,4289 5,1467     0,025        4,74
         Jejak makanan (ha)       8,9713 107,732    0,527      100,00
Keterangan : JM = jejak makanan
Sumber : Hasil olahan data primer, 2010

Kebutuhan lahan terbesar pada responden KS II adalah untuk pemenuhan

konsumsi lauk hewani. Jika dibandingkan dengan 2 kategori responden

sebelumnya, konsumsi jenis makanan ini lebih banyak. Hasil perhitungan jejak

makanan menunjukan bahwa pola makan responden ini membutuhkan lahan lebih

besar dibandingkan dengan responden kategori PS dan KS I.
92



4.    Kategori Sejahtera Tingkat III (KS III)

        Rata-rata pendapatan per kapita kelompok ini adalah Rp. 15.936.364 per

tahun. Hasil perhitungan menunjukkan nilai jejak makanan rata-rata adalah 0,6527

ha yang artinya 1 orang responden membutuhkan lahan seluas 6.527 m2 setiap

tahun untuk mencukupi kebutuhan pangannya. Jejak makanan tertinggi adalah

dari ikan laut yaitu 43,31 %. Adapun besar jejak makanan berdasarkan jenis

pangan dapat dilihat pada Tabel 4.28 berikut.

Tabel 4.28 Jejak makanan responden Keluarga Sejahtera Tingkat III di
Kelurahan Dul

                                JM       JM      JM
 No        Jenis pangan        bulan    tahun kapita/thn      Persen
                                (ha)     (ha)    (ha)          (%)
  1 Beras                      0,0991 1,1887     0,0243         3,72
  2 Terigu, sagu, ketan        0,0323 0,3871     0,0079         1,21
  3 Lauk hewani                1,0655 12,786     0,2609        39,97
  4 Ikan laut                  1,1051 13,2612    0,2827        43,31
  5 Sayuran                    0,0508 0,6097     0,0124         1,90
  6 Buah                       0,0038 0,0461     0,0009         0,14
  7 Bumbu                      0,0477 0,5721     0,0117         1,79
  8 Minuman                      0,212 2,5434    0,0519         7,95
    Jejak makanan (ha)         2,6163 31,3943    0,6527          100
Keterangan : JM = jejak makanan
Sumber : Hasil olahan data primer, 2010

Semakin sejahtera keluarga, konsumsi lauk hewani juga semakin meningkat. Hal

ini menyebabkan kebutuhan lahan untuk konsumsi pangan juga menjadi semakin

besar dibandingkan dengan responden kategori PS, KS I dan KS II. Kebutuhan

lahan untuk beras tidak jauh berbeda di setiap kategori kesejahteraan keluarga.

Hal ini menunjukan bahwa kategori kesejahteraan keluarga tidak mempengaruhi

tingkat kebutuhan beras.
93



5.       Kategori Sejahtera Tingkat III+ (KS III+)

            Rata-rata pendapatan per kapita kelompok ini adalah Rp. 64.500.000 per

tahun. Hasil perhitungan menunjukkan nilai jejak makanan rata-rata adalah 0,9537

ha yang artinya 1 orang responden membutuhkan lahan seluas 9.537 m2 setiap

tahunnya untuk mencukupi kebutuhan pangannya. Jejak makanan tertinggi adalah

dari lauk hewani yaitu 51,03 %. Adapun besar jejak makanan berdasarkan jenis

pangan dapat dilihat pada Tabel 4.29 berikut.

Tabel 4.29 Jejak makanan responden Keluarga Sejahtera Tingkat III+ di
Kelurahan Dul

                                   JM         JM     JM
 No            Jenis pangan       bulan     tahun kapita/thn   Persen
                                   (ha)      (ha)    (ha)       (%)
     1      Beras                 0,0097    0,1162   0,0129       1,35
     2      Terigu, sagu, ketan     0,009   0,1081    0,012       1,26
     3      Lauk hewani             0,365   4,3802   0,4867     51,03
     4      Ikan laut             0,2056    2,3644    0,257     26,95
     5      Sayuran               0,0172    0,2061   0,0229       2,40
     6      Buah                  0,0021    0,0249   0,0028       0,29
     7      Bumbu                 0,0133       0,16  0,0178       1,87
     8      Minuman               0,1062    1,2742   0,1416     14,85
         Jejak makanan (ha)       0,7281    8,6341   0,9537    100,00
Keterangan : JM = jejak makanan
Sumber : Hasil olahan data primer, 2010

Semakin sejahtera keluarga, konsumsi lauk hewani dan minuman juga semakin

meningkat. Hal ini menyebabkan kebutuhan lahan untuk konsumsi makanan juga

menjadi semakin besar dibandingkan dengan responden kategori PS, KS I, KS II

dan KS III.
94



            Adapun hasil perhitungan jejak makanan dari aspek pendidikan dapat

dilihat pada uraian berikut.


1.       Tingkat Pendidikan SD

            Hasil perhitungan menunjukkan nilai jejak makanan rata-rata adalah

0,3588 ha yang artinya 1 orang responden membutuhkan lahan seluas 3.588 m2

setiap tahunnya untuk mencukupi kebutuhan pangannya. Jejak makanan tertinggi

adalah dari ikan laut yaitu 70,41 %. Adapun besar jejak makanan berdasarkan

jenis pangan dapat dilihat pada Tabel 4.30 berikut.

Tabel 4.30 Jejak makanan responden dengan tingkat pendidikan SD di
Kelurahan Dul

                                   JM      JM      JM
 No            Jenis pangan       bulan   tahun kapita/thn   Persen
                                   (ha)    (ha)    (ha)       (%)
     1      Beras                 0,1514 1,8166    0,0245      6,83
     2      Terigu, sagu, ketan     0,014 0,1679   0,0023      0,64
     3      Lauk hewani           0,5525 6,6304    0,0896     24,97
     4      Ikan laut             1,3364 16,0111   0,2056     70,41
     5      Sayuran               0,0513 0,6157    0,0083      2,31
     6      Buah                  0,0017 0,0202    0,0003      0,08
     7      Bumbu                   0,061 0,7317   0,0099      2,76
     8      Minuman               0,1128 1,3533    0,0183      5,10
         Jejak makanan (ha)       2,2811 27,3469   0,3588       100
Keterangan : JM = jejak makanan
Sumber : Hasil olahan data primer, 2010

Kebutuhan lahan terbesar adalah untuk mencukupi konsumsi ikan laut. Karena

konsumsi laut utama dengan pendidikan yang rendah, pola makan masih

berdasarkan pola makan yang didapat secara turun temurun dimana ikan adalah

lauk yang umum dikonsumsi di daerah kepulauan seperti Pulau Bangka.
95



2.       Tingkat Pendidikan SMP

            Hasil perhitungan menunjukkan nilai jejak makanan rata-rata adalah

0,4745 ha yang artinya 1 orang responden membutuhkan lahan seluas 4.745 m2

setiap tahunnya untuk mencukupi kebutuhan pangannya. Jejak makanan tertinggi

adalah dari lauk hewani (sapi, ayam, telur) yaitu 57,30 %. Adapun besar jejak

makanan berdasarkan jenis pangan dapat dilihat pada Tabel 4.31 berikut.


Tabel 4.31 Jejak makanan responden dengan tingkat pendidikan SMP di
Kelurahan Dul

                                   JM      JM      JM
 No            Jenis pangan       bulan   tahun kapita/thn    Persen
                                   (ha)    (ha)    (ha)        (%)
     1      Beras                 0,3161 3,7927    0,0255       5,37
     2      Terigu, sagu, ketan   0,0708     0,85  0,0057       1,20
     3      Lauk hewani           0,3709 4,4505    0,0299       6,30
     4      Ikan laut             4,2148 50,4491   0,3341      57,30
     5      Sayuran               0,1525 1,8303    0,0123       2,59
     6      Buah                  0,0074    0,089  0,0006       0,13
     7      Bumbu                 0,6401 7,6811    0,0516      10,87
     8      Minuman               0,1841 2,2086    0,0148       3,12
         Jejak makanan (ha)       5,9567 71,3513   0,4745     100,00
Keterangan : JM = jejak makanan
Sumber : Hasil olahan data primer, 2010

Kebutuhan lahan untuk beras responden dengan pendidikan SMP tidak jauh

berbeda responden dengan pendidikan SD. Namun kebutuhan lahan untuk pangan

hewani lebih besar dibandingkan dengan responden sebelumnya. Konsumsi ikan

lebih sedikit dibandingkan dengan konsumsi ikan pada responden pendidikan SD,

hal ini dikarenakan konsumsi lauk mulai bergeser ke lauk hewani lain.
96



3.       Tingkat Pendidikan SMA

           Hasil perhitungan menunjukkan nilai jejak makanan rata-rata adalah

0,5485 ha yang artinya 1 orang responden membutuhkan lahan seluas 5.485 m2

setiap tahunnya untuk mencukupi kebutuhan pangannya. Jejak makanan tertinggi

adalah dari ikan laut yaitu 60,91 %. Adapun besar jejak makanan berdasarkan

jenis pangan dapat dilihat pada Tabel 4.32 berikut.


Tabel 4.32 Jejak makanan responden dengan tingkat pendidikan SMA di
Kelurahan Dul

                                   JM      JM      JM
 No            Jenis pangan       bulan   tahun kapita/thn     Persen
                                   (ha)    (ha)    (ha)         (%)
     1      Beras                 0,2354 2,8244    0,0248        4,52
     2      Terigu, sagu, ketan     0,116 1,3921   0,0122        2,22
     3      Lauk hewani           1,1096 13,3154   0,1168       21,29
     4      Ikan laut             3,1354 37,5477   0,3341       60,91
     5      Sayuran               0,1134 1,3606    0,0119        2,17
     6      Buah                  0,0103 0,1234    0,0011        0,20
     7      Bumbu                 0,1214 1,4567    0,0128        2,33
     8      Minuman               0,3309 3,9712    0,0348        6,34
         Jejak makanan (ha)       5,1724 61,9915   0,5485      100,00
Keterangan : JM = jejak makanan
Sumber : Hasil olahan data primer, 2010

Kebutuhan lahan untuk beras responden dengan pendidikan SMA tidak jauh

berbeda responden dengan pendidikan SD dan SMP. Namun kebutuhan lahan

untuk lauk hewani dan minuman lebih besar dibandingkan dengan responden

sebelumnya. Konsumsi minuman (susu) menjadi lebih besar dibandingkan pada

responden lain, hal ini dikarenakan tingkat pendidikan yang lebih tinggi sehingga

pengetahuan tentang gizi juga menjadi lebih baik.
97



4.       Tingkat Pendidikan Perguruan Tinggi (PT)

            Hasil perhitungan menunjukkan nilai jejak makanan rata-rata adalah

1,1274 ha yang artinya 1 orang responden membutuhkan lahan seluas 11.274 m2

setiap tahunnya untuk mencukupi kebutuhan pangannya. Jejak makanan tertinggi

adalah dari lauk hewani (sapi, ayam, telur) yaitu 52,67 % Adapun besar jejak

makanan berdasarkan jenis pangan dapat dilihat pada Tabel 4.33 berikut.

Tabel 4.33 Jejak makanan responden dengan tingkat pendidikan PT di Kelurahan
Dul

                                   JM      JM      JM
 No            Jenis pangan       bulan   tahun kapita/thn     Persen
                                   (ha)    (ha)    (ha)         (%)
     1      Beras                 0,0674 0,8084    0,0269        2,39
     2      Terigu, sagu, ketan   0,0278 0,3333    0,0111        0,98
     3      Lauk hewani           1,4845 17,8137   0,5938       52,67
     4      Ikan laut             0,8738 10,4856   0,3598       31,91
     5      Sayuran               0,0385 0,4616    0,0154        1,37
     6      Buah                  0,0047 0,0569    0,0019        0,17
     7      Bumbu                 0,0359 0,4312    0,0144        1,28
     8      Minuman               0,2602 3,1227    0,1041        9,23
         Jejak makanan (ha)       2,7928 33,5134   1,1274      100,00
Keterangan : JM = jejak makanan
Sumber : Hasil olahan data primer, 2010

Kebutuhan lahan untuk lauk hewani jauh lebih besar dibandingkan dengan 3

kategori pendidikan responden sebelumnya. Hal ini disebabkan oleh pola makan

yang lebih sering mengkonsumsi daging dibandingkan dengan responden lain.

Semakin tinggi tingkat pendidikan, maka semakin besar pula jejak makanannya.



            Untuk lebih jelasnya, besar jejak makanan di Kelurahan Dul berdasarkan

kategori pendapatan (tingkat kesejahteraan keluarga) dan tingkat pendidikan dapat

dilihat pada Tabel 4.34 berikut.
Bab iv
Bab iv
Bab iv
Bab iv
Bab iv
Bab iv
Bab iv
Bab iv
Bab iv
Bab iv
Bab iv
Bab iv
Bab iv
Bab iv
Bab iv
Bab iv

More Related Content

What's hot

Data kawasan hutan
Data kawasan hutanData kawasan hutan
Data kawasan hutanJhon Blora
 
Implikasi Kebijakan Kehutanan
Implikasi Kebijakan KehutananImplikasi Kebijakan Kehutanan
Implikasi Kebijakan KehutananCIFOR-ICRAF
 
Permen menhut no 43 tahun 2013 tentang penataan batas areal
Permen menhut no 43 tahun 2013 tentang penataan batas arealPermen menhut no 43 tahun 2013 tentang penataan batas areal
Permen menhut no 43 tahun 2013 tentang penataan batas arealwalhiaceh
 
Permen menhut no 47 tahun 2013 tentang pedoman pemanfaatan hutan
Permen menhut no 47 tahun 2013 tentang pedoman  pemanfaatan hutanPermen menhut no 47 tahun 2013 tentang pedoman  pemanfaatan hutan
Permen menhut no 47 tahun 2013 tentang pedoman pemanfaatan hutanwalhiaceh
 
Bab ii andalalin pg comal baru
Bab ii andalalin pg comal baruBab ii andalalin pg comal baru
Bab ii andalalin pg comal baruMohamad Anwar
 
Kejahatan kehutanan kontemporer: studi kasus Riau
Kejahatan kehutanan kontemporer: studi kasus RiauKejahatan kehutanan kontemporer: studi kasus Riau
Kejahatan kehutanan kontemporer: studi kasus RiauCIFOR-ICRAF
 
Presentasi walhi riau moratorium
Presentasi walhi riau moratoriumPresentasi walhi riau moratorium
Presentasi walhi riau moratoriumseptianm
 
Statistik Kawasan Hutan Indonesia 2013 / Forest Area Statistics IndonesiaStat...
Statistik Kawasan Hutan Indonesia 2013 / Forest Area Statistics IndonesiaStat...Statistik Kawasan Hutan Indonesia 2013 / Forest Area Statistics IndonesiaStat...
Statistik Kawasan Hutan Indonesia 2013 / Forest Area Statistics IndonesiaStat...Maman Permana
 
Gub bengkulu-rezim-perizinanl
Gub bengkulu-rezim-perizinanlGub bengkulu-rezim-perizinanl
Gub bengkulu-rezim-perizinanlAksi SETAPAK
 
Permen lhk no. 46 2016 ttg pemanfaatan jasa lingkungan panas bumi dan kawasan...
Permen lhk no. 46 2016 ttg pemanfaatan jasa lingkungan panas bumi dan kawasan...Permen lhk no. 46 2016 ttg pemanfaatan jasa lingkungan panas bumi dan kawasan...
Permen lhk no. 46 2016 ttg pemanfaatan jasa lingkungan panas bumi dan kawasan...Rizki Darmawan
 
Bab 4 renc pola ruang
Bab 4 renc pola ruangBab 4 renc pola ruang
Bab 4 renc pola ruangAgus Taruna
 

What's hot (20)

Data kawasan hutan
Data kawasan hutanData kawasan hutan
Data kawasan hutan
 
Analisis kesesuaian lahan kab. pangandaran
Analisis kesesuaian lahan kab. pangandaranAnalisis kesesuaian lahan kab. pangandaran
Analisis kesesuaian lahan kab. pangandaran
 
Hasbin
HasbinHasbin
Hasbin
 
Bab 5 rev 02
Bab 5 rev 02Bab 5 rev 02
Bab 5 rev 02
 
Implikasi Kebijakan Kehutanan
Implikasi Kebijakan KehutananImplikasi Kebijakan Kehutanan
Implikasi Kebijakan Kehutanan
 
Bab 4 rev 02
Bab 4 rev 02Bab 4 rev 02
Bab 4 rev 02
 
Jumini
JuminiJumini
Jumini
 
Permen menhut no 43 tahun 2013 tentang penataan batas areal
Permen menhut no 43 tahun 2013 tentang penataan batas arealPermen menhut no 43 tahun 2013 tentang penataan batas areal
Permen menhut no 43 tahun 2013 tentang penataan batas areal
 
Permen menhut no 47 tahun 2013 tentang pedoman pemanfaatan hutan
Permen menhut no 47 tahun 2013 tentang pedoman  pemanfaatan hutanPermen menhut no 47 tahun 2013 tentang pedoman  pemanfaatan hutan
Permen menhut no 47 tahun 2013 tentang pedoman pemanfaatan hutan
 
Muslih
MuslihMuslih
Muslih
 
Bab ii andalalin pg comal baru
Bab ii andalalin pg comal baruBab ii andalalin pg comal baru
Bab ii andalalin pg comal baru
 
P49 08 Hutan Desa
P49 08   Hutan DesaP49 08   Hutan Desa
P49 08 Hutan Desa
 
profil KPH
profil KPHprofil KPH
profil KPH
 
Kejahatan kehutanan kontemporer: studi kasus Riau
Kejahatan kehutanan kontemporer: studi kasus RiauKejahatan kehutanan kontemporer: studi kasus Riau
Kejahatan kehutanan kontemporer: studi kasus Riau
 
Baja web
Baja webBaja web
Baja web
 
Presentasi walhi riau moratorium
Presentasi walhi riau moratoriumPresentasi walhi riau moratorium
Presentasi walhi riau moratorium
 
Statistik Kawasan Hutan Indonesia 2013 / Forest Area Statistics IndonesiaStat...
Statistik Kawasan Hutan Indonesia 2013 / Forest Area Statistics IndonesiaStat...Statistik Kawasan Hutan Indonesia 2013 / Forest Area Statistics IndonesiaStat...
Statistik Kawasan Hutan Indonesia 2013 / Forest Area Statistics IndonesiaStat...
 
Gub bengkulu-rezim-perizinanl
Gub bengkulu-rezim-perizinanlGub bengkulu-rezim-perizinanl
Gub bengkulu-rezim-perizinanl
 
Permen lhk no. 46 2016 ttg pemanfaatan jasa lingkungan panas bumi dan kawasan...
Permen lhk no. 46 2016 ttg pemanfaatan jasa lingkungan panas bumi dan kawasan...Permen lhk no. 46 2016 ttg pemanfaatan jasa lingkungan panas bumi dan kawasan...
Permen lhk no. 46 2016 ttg pemanfaatan jasa lingkungan panas bumi dan kawasan...
 
Bab 4 renc pola ruang
Bab 4 renc pola ruangBab 4 renc pola ruang
Bab 4 renc pola ruang
 

Similar to Bab iv

Ptp pkm lemong tahun 2010
Ptp pkm lemong tahun 2010Ptp pkm lemong tahun 2010
Ptp pkm lemong tahun 2010Eva Hadaniah
 
Contoh Gambaran Umum Wilayah Studi Kec. Bajenis
Contoh Gambaran Umum Wilayah Studi Kec. BajenisContoh Gambaran Umum Wilayah Studi Kec. Bajenis
Contoh Gambaran Umum Wilayah Studi Kec. BajenisInstitut Teknologi Medan
 
2003bda bab05
2003bda bab052003bda bab05
2003bda bab05bowtjah
 
Analisis Hasil Kajian Banua Landjak
Analisis Hasil Kajian Banua LandjakAnalisis Hasil Kajian Banua Landjak
Analisis Hasil Kajian Banua Landjakboysinu
 
Renstra Dinas Pemuda dan Olah Raga Kota Palangka Raya
Renstra Dinas Pemuda dan Olah Raga Kota Palangka RayaRenstra Dinas Pemuda dan Olah Raga Kota Palangka Raya
Renstra Dinas Pemuda dan Olah Raga Kota Palangka RayaMellianae Merkusi
 
Pendataan dan Pemetaan Digital PLP2B Kecamatan Cepiring dan Pegandon
Pendataan dan Pemetaan Digital PLP2B Kecamatan Cepiring dan PegandonPendataan dan Pemetaan Digital PLP2B Kecamatan Cepiring dan Pegandon
Pendataan dan Pemetaan Digital PLP2B Kecamatan Cepiring dan PegandonT. Susanto Akandanu
 
Identifikasi Kawasan Tambak Udang Dan Kepiting Di Pallime Bone
Identifikasi Kawasan  Tambak  Udang Dan  Kepiting  Di  Pallime  BoneIdentifikasi Kawasan  Tambak  Udang Dan  Kepiting  Di  Pallime  Bone
Identifikasi Kawasan Tambak Udang Dan Kepiting Di Pallime BoneBBAP takalar
 
Ekspose Agropolitan Parapat April 08
Ekspose Agropolitan Parapat April 08Ekspose Agropolitan Parapat April 08
Ekspose Agropolitan Parapat April 08Ar Tinambunan
 
Strategi pengembangan komoditas unggulan sektor pertanian tanaman pangan di k...
Strategi pengembangan komoditas unggulan sektor pertanian tanaman pangan di k...Strategi pengembangan komoditas unggulan sektor pertanian tanaman pangan di k...
Strategi pengembangan komoditas unggulan sektor pertanian tanaman pangan di k...anif fahmi
 
Statda 2010-ok
Statda 2010-okStatda 2010-ok
Statda 2010-okAndy Gabe
 
25851662 kurangnya-pengetahuan-masyarakat-terhadap-minyak-“jarak-pagar”
25851662 kurangnya-pengetahuan-masyarakat-terhadap-minyak-“jarak-pagar”25851662 kurangnya-pengetahuan-masyarakat-terhadap-minyak-“jarak-pagar”
25851662 kurangnya-pengetahuan-masyarakat-terhadap-minyak-“jarak-pagar”Akfadita Dika Parira
 
Peran Pemerintah Daerah dalam Citarum Roadmap
Peran Pemerintah Daerah dalam Citarum RoadmapPeran Pemerintah Daerah dalam Citarum Roadmap
Peran Pemerintah Daerah dalam Citarum RoadmapOswar Mungkasa
 
Kualitas Lahan Tambak Sinjai Timur Pasca Bencana
Kualitas Lahan Tambak Sinjai Timur Pasca BencanaKualitas Lahan Tambak Sinjai Timur Pasca Bencana
Kualitas Lahan Tambak Sinjai Timur Pasca BencanaBBAP takalar
 
DIKPLHD Kabupaten Bangka Tengah 2023 Eksekutif Summary
DIKPLHD Kabupaten Bangka Tengah 2023 Eksekutif SummaryDIKPLHD Kabupaten Bangka Tengah 2023 Eksekutif Summary
DIKPLHD Kabupaten Bangka Tengah 2023 Eksekutif SummaryDianora Didi
 
Resume Pelaksanaan New Site Development Kota Bima
Resume Pelaksanaan New Site Development Kota BimaResume Pelaksanaan New Site Development Kota Bima
Resume Pelaksanaan New Site Development Kota BimaBagus ardian
 
Presentation ekonomi masyarakat
Presentation ekonomi masyarakatPresentation ekonomi masyarakat
Presentation ekonomi masyarakatanambas
 

Similar to Bab iv (18)

Ptp pkm lemong tahun 2010
Ptp pkm lemong tahun 2010Ptp pkm lemong tahun 2010
Ptp pkm lemong tahun 2010
 
Contoh Gambaran Umum Wilayah Studi Kec. Bajenis
Contoh Gambaran Umum Wilayah Studi Kec. BajenisContoh Gambaran Umum Wilayah Studi Kec. Bajenis
Contoh Gambaran Umum Wilayah Studi Kec. Bajenis
 
2003bda bab05
2003bda bab052003bda bab05
2003bda bab05
 
Analisis Hasil Kajian Banua Landjak
Analisis Hasil Kajian Banua LandjakAnalisis Hasil Kajian Banua Landjak
Analisis Hasil Kajian Banua Landjak
 
Bab2rpjpd
Bab2rpjpdBab2rpjpd
Bab2rpjpd
 
Renstra Dinas Pemuda dan Olah Raga Kota Palangka Raya
Renstra Dinas Pemuda dan Olah Raga Kota Palangka RayaRenstra Dinas Pemuda dan Olah Raga Kota Palangka Raya
Renstra Dinas Pemuda dan Olah Raga Kota Palangka Raya
 
Pendataan dan Pemetaan Digital PLP2B Kecamatan Cepiring dan Pegandon
Pendataan dan Pemetaan Digital PLP2B Kecamatan Cepiring dan PegandonPendataan dan Pemetaan Digital PLP2B Kecamatan Cepiring dan Pegandon
Pendataan dan Pemetaan Digital PLP2B Kecamatan Cepiring dan Pegandon
 
Identifikasi Kawasan Tambak Udang Dan Kepiting Di Pallime Bone
Identifikasi Kawasan  Tambak  Udang Dan  Kepiting  Di  Pallime  BoneIdentifikasi Kawasan  Tambak  Udang Dan  Kepiting  Di  Pallime  Bone
Identifikasi Kawasan Tambak Udang Dan Kepiting Di Pallime Bone
 
Ekspose Agropolitan Parapat April 08
Ekspose Agropolitan Parapat April 08Ekspose Agropolitan Parapat April 08
Ekspose Agropolitan Parapat April 08
 
Strategi pengembangan komoditas unggulan sektor pertanian tanaman pangan di k...
Strategi pengembangan komoditas unggulan sektor pertanian tanaman pangan di k...Strategi pengembangan komoditas unggulan sektor pertanian tanaman pangan di k...
Strategi pengembangan komoditas unggulan sektor pertanian tanaman pangan di k...
 
Statda 2010-ok
Statda 2010-okStatda 2010-ok
Statda 2010-ok
 
Bab ii
Bab iiBab ii
Bab ii
 
25851662 kurangnya-pengetahuan-masyarakat-terhadap-minyak-“jarak-pagar”
25851662 kurangnya-pengetahuan-masyarakat-terhadap-minyak-“jarak-pagar”25851662 kurangnya-pengetahuan-masyarakat-terhadap-minyak-“jarak-pagar”
25851662 kurangnya-pengetahuan-masyarakat-terhadap-minyak-“jarak-pagar”
 
Peran Pemerintah Daerah dalam Citarum Roadmap
Peran Pemerintah Daerah dalam Citarum RoadmapPeran Pemerintah Daerah dalam Citarum Roadmap
Peran Pemerintah Daerah dalam Citarum Roadmap
 
Kualitas Lahan Tambak Sinjai Timur Pasca Bencana
Kualitas Lahan Tambak Sinjai Timur Pasca BencanaKualitas Lahan Tambak Sinjai Timur Pasca Bencana
Kualitas Lahan Tambak Sinjai Timur Pasca Bencana
 
DIKPLHD Kabupaten Bangka Tengah 2023 Eksekutif Summary
DIKPLHD Kabupaten Bangka Tengah 2023 Eksekutif SummaryDIKPLHD Kabupaten Bangka Tengah 2023 Eksekutif Summary
DIKPLHD Kabupaten Bangka Tengah 2023 Eksekutif Summary
 
Resume Pelaksanaan New Site Development Kota Bima
Resume Pelaksanaan New Site Development Kota BimaResume Pelaksanaan New Site Development Kota Bima
Resume Pelaksanaan New Site Development Kota Bima
 
Presentation ekonomi masyarakat
Presentation ekonomi masyarakatPresentation ekonomi masyarakat
Presentation ekonomi masyarakat
 

More from Dianora Didi

Draft Raperbup penilaian dokumen lingkungan dan izin lingkungan kabupaten ban...
Draft Raperbup penilaian dokumen lingkungan dan izin lingkungan kabupaten ban...Draft Raperbup penilaian dokumen lingkungan dan izin lingkungan kabupaten ban...
Draft Raperbup penilaian dokumen lingkungan dan izin lingkungan kabupaten ban...Dianora Didi
 
Perda nomor 13 tahun 2016 ttg pengelolaan dan pengendalian limbah bahan berba...
Perda nomor 13 tahun 2016 ttg pengelolaan dan pengendalian limbah bahan berba...Perda nomor 13 tahun 2016 ttg pengelolaan dan pengendalian limbah bahan berba...
Perda nomor 13 tahun 2016 ttg pengelolaan dan pengendalian limbah bahan berba...Dianora Didi
 
Surat Deputi Menteri LH bidang tata lingkungan tentang integrasi pelaksanaan ...
Surat Deputi Menteri LH bidang tata lingkungan tentang integrasi pelaksanaan ...Surat Deputi Menteri LH bidang tata lingkungan tentang integrasi pelaksanaan ...
Surat Deputi Menteri LH bidang tata lingkungan tentang integrasi pelaksanaan ...Dianora Didi
 
Hasil Pendugaan Geolistrik di Desa Kurau Barat Kabupaten Bangka Tengah
Hasil Pendugaan Geolistrik di Desa Kurau Barat Kabupaten Bangka TengahHasil Pendugaan Geolistrik di Desa Kurau Barat Kabupaten Bangka Tengah
Hasil Pendugaan Geolistrik di Desa Kurau Barat Kabupaten Bangka TengahDianora Didi
 
Seminar rancangan perubahan Diklat PIM IV pola baru 2014
Seminar rancangan perubahan Diklat PIM IV pola baru 2014Seminar rancangan perubahan Diklat PIM IV pola baru 2014
Seminar rancangan perubahan Diklat PIM IV pola baru 2014Dianora Didi
 
Geolistrik Metode Sclumberger Garut Mei 2014
Geolistrik Metode Sclumberger Garut Mei 2014Geolistrik Metode Sclumberger Garut Mei 2014
Geolistrik Metode Sclumberger Garut Mei 2014Dianora Didi
 
Pemetaan zonasi air tanah kabupaten bangka tengah
Pemetaan zonasi air tanah kabupaten bangka tengahPemetaan zonasi air tanah kabupaten bangka tengah
Pemetaan zonasi air tanah kabupaten bangka tengahDianora Didi
 
Pemanfaatan air tanah
Pemanfaatan air tanahPemanfaatan air tanah
Pemanfaatan air tanahDianora Didi
 
Rancangan Peraturan Bupati Bangka Tengah tentang Perizinan Air Tanah
Rancangan Peraturan Bupati Bangka Tengah tentang Perizinan Air TanahRancangan Peraturan Bupati Bangka Tengah tentang Perizinan Air Tanah
Rancangan Peraturan Bupati Bangka Tengah tentang Perizinan Air TanahDianora Didi
 
Pertambangan bangka tengah
Pertambangan bangka tengahPertambangan bangka tengah
Pertambangan bangka tengahDianora Didi
 

More from Dianora Didi (17)

Draft Raperbup penilaian dokumen lingkungan dan izin lingkungan kabupaten ban...
Draft Raperbup penilaian dokumen lingkungan dan izin lingkungan kabupaten ban...Draft Raperbup penilaian dokumen lingkungan dan izin lingkungan kabupaten ban...
Draft Raperbup penilaian dokumen lingkungan dan izin lingkungan kabupaten ban...
 
Perda nomor 13 tahun 2016 ttg pengelolaan dan pengendalian limbah bahan berba...
Perda nomor 13 tahun 2016 ttg pengelolaan dan pengendalian limbah bahan berba...Perda nomor 13 tahun 2016 ttg pengelolaan dan pengendalian limbah bahan berba...
Perda nomor 13 tahun 2016 ttg pengelolaan dan pengendalian limbah bahan berba...
 
Surat Deputi Menteri LH bidang tata lingkungan tentang integrasi pelaksanaan ...
Surat Deputi Menteri LH bidang tata lingkungan tentang integrasi pelaksanaan ...Surat Deputi Menteri LH bidang tata lingkungan tentang integrasi pelaksanaan ...
Surat Deputi Menteri LH bidang tata lingkungan tentang integrasi pelaksanaan ...
 
Pamflet
PamfletPamflet
Pamflet
 
Hasil Pendugaan Geolistrik di Desa Kurau Barat Kabupaten Bangka Tengah
Hasil Pendugaan Geolistrik di Desa Kurau Barat Kabupaten Bangka TengahHasil Pendugaan Geolistrik di Desa Kurau Barat Kabupaten Bangka Tengah
Hasil Pendugaan Geolistrik di Desa Kurau Barat Kabupaten Bangka Tengah
 
Seminar rancangan perubahan Diklat PIM IV pola baru 2014
Seminar rancangan perubahan Diklat PIM IV pola baru 2014Seminar rancangan perubahan Diklat PIM IV pola baru 2014
Seminar rancangan perubahan Diklat PIM IV pola baru 2014
 
Geolistrik Metode Sclumberger Garut Mei 2014
Geolistrik Metode Sclumberger Garut Mei 2014Geolistrik Metode Sclumberger Garut Mei 2014
Geolistrik Metode Sclumberger Garut Mei 2014
 
Pemetaan zonasi air tanah kabupaten bangka tengah
Pemetaan zonasi air tanah kabupaten bangka tengahPemetaan zonasi air tanah kabupaten bangka tengah
Pemetaan zonasi air tanah kabupaten bangka tengah
 
Pemanfaatan air tanah
Pemanfaatan air tanahPemanfaatan air tanah
Pemanfaatan air tanah
 
Lampiran 1
Lampiran 1Lampiran 1
Lampiran 1
 
Bab v
Bab vBab v
Bab v
 
Bab iii
Bab iiiBab iii
Bab iii
 
Bab II
Bab IIBab II
Bab II
 
Bab i ratih
Bab i ratihBab i ratih
Bab i ratih
 
Abstrak
AbstrakAbstrak
Abstrak
 
Rancangan Peraturan Bupati Bangka Tengah tentang Perizinan Air Tanah
Rancangan Peraturan Bupati Bangka Tengah tentang Perizinan Air TanahRancangan Peraturan Bupati Bangka Tengah tentang Perizinan Air Tanah
Rancangan Peraturan Bupati Bangka Tengah tentang Perizinan Air Tanah
 
Pertambangan bangka tengah
Pertambangan bangka tengahPertambangan bangka tengah
Pertambangan bangka tengah
 

Bab iv

  • 1. BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran umum Kabupaten Bangka Tengah Kabupaten Bangka Tengah terletak di Pulau Bangka dengan luas kurang lebih 215.677 ha. Secara administratif wilayah Kabupaten Bangka Tengah berbatasan dengan Kota Pangkalpinang, Kabupaten Bangka, dan Bangka Selatan. Lokasi Kabupaten Bangka Tengah dapat dilihat pada Gambar 4.1 dan Gambar 4.2. Kabupaten Bangka Tengah dibagi menjadi 6 Kecamatan, yaitu Kecamatan Pangkalan Baru, Kecamatan Namang, Kecamatan Sungai Selan, Kecamatan Simpang Katis, Kecamatan Koba dan Kecamatan Lubuk Besar. Luas masing- masing kecamatan dapat dilihat pada Tabel 4.1. 4.1.1 Keadaan penduduk Jumlah penduduk pada tahun 2009 sebanyak 145.415 jiwa dengan jumlah kepala keluarga sebanyak 45.155. Pada Tabel 4.1 dapat dilihat bahwa Kecamatan Pangkalan Baru memiliki tingkat kepadatan terbesar dan Kecamatan Lubuk Besar memiliki tingkat kepadatan penduduk terendah di Kabupaten Bangka Tengah. Tabel 4.1 Luas wilayah Kabupaten Bangka Tengah berdasarkan kecamatan Persentase Jumlah Kepadatan Luas wilayah No Kecamatan (%) penduduk penduduk (km2) (jiwa/km2) 1 2 3 4 5 6 1 Koba 334,04 16,47 33.396 100 2 Pangkalan Baru 101,45 5,00 35.317 348 3 Sungai Selan 564,81 27,85 30.625 54 4 Simpang Katis 223,75 10,00 22.835 102 5 Namang 202,97 10,01 14.500 71 6 Lubuk Besar 601,12 29,64 24.940 41 Total 2.028,14 100,00 161.613
  • 2. 47 Sumber : Kolom 1,2 : BPS Kabupaten Bangka Tengah, 2008 Kolom 5 : Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil, 2009 Beberapa jenis pekerjaan utama di Kabupaten Bangka Tengah dapat dilihat pada Tabel 4.2. Dari tabel ini dapat dilihat bahwa Kecamatan Pangkalan Baru memiliki proporsi petani yang paling sedikit dan Kecamatan Lubuk Besar memiliki proporsi petaniyang paling besar. Tabel 4.2 Distribusi pekerjaan utama di Kabupaten Bangka Tengah per kecamatan Petani, Kary. Kecamatan Buruh harian Nelayan Perdagangan pekebun swasta Koba 3.608 1.264 1.131 1.078 214 Pangkalan Baru 4.729 522 1.284 689 206 Sungai Selan 2.308 2.868 327 899 190 Simpang Katis 1.975 2.974 302 1 149 Namang 989 1.959 259 104 71 Lubuk Besar 1.717 3.270 166 370 97 Total 15.326 12.857 3.469 3.141 927 Sumber : Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil, 2009 4.1.2 Tata guna lahan Pemanfaatan lahan yang digunakan untuk produksi baik untuk tanaman pangan, perkebunan, perikanan, pertambangan dan kehutanan dapat dilihat pada Tabel 4.3.
  • 3. 48 Tabel 4.3 Tata guna lahan di Kabupaten Bangka Tengah No Penggunaan lahan Luas lahan (ha) Persentase (%) 1 Perkebunan 13.368 6,34 Sawit 3.480 Karet 6.786 Kelapa 1.252 Lada 1.850 2 Pertanian 3.720 2,16 Padi 987 Pangan selain padi 2.506 Sayuran 227 Buah 824 3 Perikanan budidaya 20 0,01 Perikanan air payau 0 Perikanan air tawar 20 4 Pertambangan 70.025 33,78 KP darat 70.025 Tambang illegal 1.200 5 Kehutanan 121.661 57,71 Total lahan 208.794 100,00 Sumber : 1 dan 5. Dinas Perkebunan dan Kehutanan, 2009 2. Dinas Pertanian, Peternakan dan Ketahanan Pangan, 2009; BPS Kabupaten Bangka Tengah, 2008 3. BPS Kabupaten Bangka Tengah, 2008 4. Dinas Pertambangan dan Energi, 2006 Penggunaan lahan terbesar di Kabupaten Bangka Tengah berdasarkan kelima jenis penggunaan lahan pada Tabel 4.3 adalah kehutanan, yaitu sebesar 57,71 % dan pertambangan sebesar 33,78 % sedangkan penggunaan lahan untuk pertanian hanya 2,16 % dari total penggunaan lahan. Tabel 4.3 menunjukan bahwa pertanian bukanlah prioritas utama dalam kebijakan pembangunan di Kabupaten Bangka Tengah. Luas lahan hutan yang hampir separuh dari luas
  • 4. 49 Kabupaten Bangka Tengah mengindikasikan masih banyak lahan yang belum dimanfaatkan secara optimal. Selain itu, penggunaan lahan untuk penambangan juga sangat besar, baik itu berupa lahan tambang legal maupun illegal. Umumnya lahan tambang adalah hasil konversi dari lahan hutan dan lahan pertanian. Hasil ekstraksi bijih timah merupakan PAD utama di Kabupaten Bangka Tengah dan sumber pendapatan bagi penduduk setempat (DPPKAD, 2009). Kecilnya luas lahan pertanian, ditambah dengan tingkat produktifitas yang rendah menyebabkan bahan pangan yang dihasilkan sedikit jumlahnya. Produksi bahan pangan yang tidak sebanding dengan kebutuhan penduduk, menyebabkan Kabupaten Bangka Tengah harus mendatangkan pasokan pangan dari luar daerah untuk memenuhi kebutuhan pangan penduduknya. Laporan statistik Dinas Pertanian, Peternakan dan Ketahanan Pangan Kabupaten Bangka Tengah tahun 2009 menunjukan luas lahan produksi tanaman pangan adalah seluas 3.493 ha dengan produksi sebesar 4.480 ton. Dari data ini dapat dilihat bahwa untuk mencukupi kebutuhan pangan penduduknya, Kabupaten Bangka Tengah mendatangkan pasokan pangan pokok dari luar karena produksi lahan pangan di Kabupaten ini tidak bisa mencukupi kebutuhan pangan penduduk setempat. Produksi beras lokal hanya sebesar 986,75 ton, ini menyebabkan ketergantungan Kabupaten Bangka Tengah terhadap produk beras dari luar sebesar 95,89 % (Dinas Pertanian, Peternakan dan Ketahanan Pangan Kabupaten Bangka Tengah, 2009). Produk seperti minyak goreng, sapi, ayam, cabe merah,telur, kacang tanah, kacang kedelai, jagung, singkong, kacang hijau dan sagu sebagian besar didatangkan dari luar daerah. Produk seperti gula pasir, tepung terigu, garam, bawang merah, mie instan dan susu, semuanya didatangkan
  • 5. 50 dari luar daerah. Hanya pasokan ikan asin yang lebih banyak dipasok dari dalam daerah (Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Bangka Tengah, 2009). Dari informasi di atas dapat dilihat bahwa sebagian besar lahan yang digunakan untuk mencukupi kebutuhan konsumsi pangan penduduk Kabupaten Bangka Tengah berasal dari luar daerah. Ketidakmampuan daerah ini dalam menyediakan pangan dalam jumlah yang cukup ditambah pula dengan masih kurang lancarnya transportasi sebagai akibat kondisi geografis dapat menyebabkan rentannya ketahanan pangan pada tingkat daerah maupun pada tingkat rumah tangga ditinjau dari aspek ketersediaan, stabilitas dan akses pangan. Contoh pengaruh geografis terhadap pasokan makanan terjadi di Pulau Tundra Kabupaten Serang, kelaparan yang hampir terjadi di pulau ini akibat terhentinya pasokan pangan akibat cuaca buruk (Suryana, 2007). Tingginya ketergantungan terhadap produk makanan dari luar daerah menyebabkan rentannya penduduk Kabupaten Bangka Tengah terhadap pasokan bahan pangan karena sangat bergantung pada faktor seperti jarak, cuaca dan transportasi. Bisa diartikan bahwa jika harga bahan bakar fosil naik maka harga bahan pangan juga menjadi meningkat sehingga menurunkan daya beli masyarakat. Untuk dapat memenuhi membeli pangan yang harganya tinggi, maka penduduk setempat harus berusaha lebih keras. Dengan lapangan kerja yang terbatas, maka ekstraksi sumberdaya alam lain terutama bahan galian timah yang memang berlimpah menjadi lapangan pekerjaan bagi penduduk setempat. Jumlah pertambangan rakyat baik yang legal maupun illegal di Kabupaten Bangka Tengah berjumlah sebanyak 928 tambang (Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Bangka Tengah, 2006). Hal ini mengakibatkan terjadinya degradasi lahan akibat pertambangan illegal. Terdapat
  • 6. 51 kurang lebih 1.200 ha lahan yang rusak akibat pertambangan (Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Bangka Tengah, 2006). Dari informasi diatas, dapat dilihat bahwa walaupun lahan yang yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan pangan penduduk berasal dari luar daerah, bukan berarti hal ini tidak menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan setempat. 4.2 Gambaran lokasi penelitian 4.2.1 Kelurahan Dul Kelurahan Dul merupakan satu-satunya kelurahan yang berada diwilayah Kecamatan Pangkalan Baru. Kecamatan Pangkalan Baru adalah kecamatan yang mewakili daerah perkotaan di Kabupaten Bangka Tengah. Hal ini ditandai dengan banyaknya fasilitas umum berada disini seperti bandara, rumah sakit umum, hotel, sekolah, perkantoran dan fasilitas listrik. Selain itu dapat kategori perkotaan juga dilihat dari kegiatan industri yang ada, seperti industri besar/sedang 6 buah, industri kecil 10 buah dan industri rumah tangga 40 buah. (BPS Kabupaten Bangka Tengah, 2008). Kelurahan Dul dengan luas wilayah 896,5 ha dan jumlah penduduk 5.078 jiwa, jumlah KK sebanyak 1.473 yang tersebar di 22 RT dengan kepadatan penduduk 562 jiwa per km2. Kelurahan Dul merupakan pusat kegiatan perekonomian di Kecamatan Pangkalan Baru dengan batas wilayah sebagai berikut: sebelah utara berbatasan dengan Desa Bukit Besar, Kec. Bukit Intan, Kota Pangkal Pinang; sebelah selatan berbatasan dengan Desa Beluluk Kecamatan Pangkalan Baru; sebelah barat berbatasan dengan Desa Padang Baru, Kecamatan Pangkalan Baru dan sebelah timur berbatasan dengan Desa Mangkol, Kecamatan Pangkalan Baru.
  • 7. 52 Jenis pekerjaan dapat dijadikan sebagai salah satu indikator untuk melihat perbedaan karakteristik pekerjaan penduduk perkotaan dan pedesaan. Proporsi pekerjaan kepala rumah tangga yang terbesar adalah karyawan swasta, yaitu 71,791 % diikuti oleh wiraswasta 6,819%, petani 6,047%, peternak 6,143%, PNS 5,822%, pedagang keliling 2,123%, buruh tani 0,096%, montir 0,096%, bidan swasta 0,064% dan nelayan 0,032% (Kelurahan Dul, 2009). Jenis pekerjaan responden di Kelurahan Dul dapat dilihat pada Tabel 4.4 berikut. Tabel 4.4 Jenis pekerjaan responden di Kelurahan Dul No Responden Jumlah Persentase (%) 1 Buruh 26 27,66 2 PNS 9 9,57 3 Swasta 33 35,11 4 Tani 1 1,06 5 Wiraswasta 17 18,09 6 Nelayan 1 1,06 7 Pensiunan 2 2,13 8 Tidak bekerja 5 5,32 Total jumlah 94 100 Sumber : Hasil olahan data primer, 2010 Pekerjaan dan tingkat pendidikan akan mempengaruhi pola makan yang pada akhirnya akan berpengaruh terhadap jejak makanan. Responden Kelurahan Dul memiliki jenis pekerjaan yang beragam dan tentunya akan memberikan tingkat pendapatan yang beragam pula. Hal ini akan menyebabkan variasi daya beli termasuk daya beli pangan. Pekerjaan seperti buruh mempunyai pendapatan yang lebih rendah dibandingkan dengan PNS. Daya beli pangan yang rendah umumnya terdapat pada orang dengan pekerjaan seperti buruh dan dengan daya beli yang rendah, pemilihan pangan/ makanan menjadi lebih terbatas. Apabila penghasilan
  • 8. 53 keluarga tidak cukup untuk membeli bahan makanan yang cukup dalam jumlah dan kualitas, maka konsumsi atau asupan gizi tiap anggota keluarga akan berkurang. Pendidikan responden di Kelurahan Dul bervariasi, terdistribusi di semua tingkat pendidikan. Semakin tinggi tingkat pendidikan maka semakin tinggi pula kemampuan menerima informasi termasuk pengetahuan gizi. Hal ini berpengaruh terhadap diversivikasi makanan yang dikonsumsi. Dengan banyaknya responden dengan pendidikan yang cukup tinggi, maka konsumsi makanan yang lebih beragam. Kedua faktor ini secara langsung akan mempengaruhi pola makan yang pada akhirnya akan menyebabkan perbedaan jumlah jejak makanan pada masing- masing responden. Pembahasan lebih lanjut mengenai hal ini dijelaskan pada sub bab pola makan. Gambaran tingkatan pendidikan responden di Kelurahan Dul dapat dilihat pada Tabel 4.5 berikut. Tabel 4.5 Tingkat pendidikan responden di Kelurahan Dul No Responden Jumlah Persentase (%) 1 SD 36 32,98 2 SMP 20 18,09 3 SMA 28 29,79 4 PT 10 10,64 Total jumlah 94 100 Sumber : Hasil olahan data primer, 2010 Pendapatan keluarga diperoleh dengan cara menjumlahkan pendapatan seluruh anggota keluarga. Data yang diperoleh mengenai pendapatan keluarga terendah adalah Rp. 4.800.000,- per tahun dan pendapatan kelurga tertinggi adalah Rp. 360.000.000,- per tahun. Dari data hasil penelitian, jumlah pendapatan yang dimiliki responden meningkat seiring dengan kategori kesejahteraan keluarga
  • 9. 54 yang dimiliki. Responden kategori pra sejahtera memiliki jumlah pendapatan yang lebih kecil dibandingkan dengan responden lain dengan kategori kesejahteraan yang lebih baik. Sedangkan jumlah pendapatan yang paling tinggi dimiliki oleh responden dengan kategori keluarga sejahtera III+. Semakin baik tingkat kesejahteraan keluarga dengan jumlah pendapatan yang semakin besar, maka pemenuhan gizi bagi anggota keluarga menjadi lebih terjamin. Tingkat pendapatan yang lebih tinggi akan meningkatkan daya beli pangan sehingga pangan yang mampu dibeli menjadi lebih beragam jenisnya. Dengan beragamnya jenis pangan yang dikonsumsi mempunyai kandungan gizi bermacam-macam pula sehingga kebutuhan akan gizi menjadi lebih mungkin untuk dipenuhi. Berdasarkan data di atas dapat ditentukan rentangan penghasilan keluarga dibagi menjadi 8 kelas dengan interval berdasarkan perhitungan menurut Sudjana, 1997 (Lampiran 3). Berdasarkan 8 kelas atau kategori pendapatan yang ada, sebagian besar responden berada pada kelas pendapatan I dengan proporsi lebih dari 88,29 % dari seluruh responden yang ada. Salah satu penyebabnya adalah adanya selisih pendapatan terkecil dan pendapatan terbesar yang sangat besar yaitu 355,2 juta rupiah sehingga interval kelas menjadi 44,4 juta rupiah. Selain itu 81 orang responden yang berada dikategori pra sejahtera sampai kesejahteraan keluarga tingkat II. Selanjutnya, semakin meningkat kelas pendapatan, semakin kecil proporsi responden yang berada pada kelas tersebut.
  • 10. 55 Tabel 4.6 Pendapatan keluarga responden Kelurahan Dul Kategori Interval pendapatan keluarga per tahun Frekuensi Proporsi (Rp) (%) I 4.800.000,- ≤ 49.200.000 ,- 83 88,29 II 49.200.000,- ≤ 93.600.000,- 8 8,51 III 93.600.000,- ≤ 138.000.000,- 1 1,06 IV 138.000.000,- ≤ 182.400.000,- 0 0 V 182.400.000,- ≤ 226.800.000,- 1 1,06 VI 226.800.000,- ≤ 271.200.000,- 0 0 VII 271.200.000,- ≤ 315.600.000,- 0 0 VIII 315.600.000,- ≤ 360.000.000,- 1 1,06 JUMLAH 94 100,00 Sumber : Hasil olahan data primer, 2010 Gambaran kondisi pendapatan keluarga di atas menunjukkan adanya rentang tingkat pendapatan yang besar. Hal ini dikarenakan beragamnya pekerjaan reponden, dari mulai buruh sampai pengusaha. Pendapatan terendah umumnya dimiliki oleh responden pendidikan SD yang berprofesi sebagai buruh harian dan memiliki jumlah anggota keluarga yang cukup banyak. Pendapatan tertinggi dimiliki oleh responden berpendidikan SMA yang berprofesi sebagai pengusaha. Hasil pengambilan responden berdasarkan kategori kesejahteraan keluarga yang distratifikasi ke dalam tingkat pendidikan menunjukan tingkat pendapatan yang beragam. Ada responden yang dikategorikan sebagai Pra Sejahtera (PS) namun memiliki penghasilan lebih tinggi daripada responden kategori Keluarga Sejahtera Tingkat I. Hal ini dikarena karena dasar pengkategorian kesejahteraan keluarga lebih kepada indikator-indikator sosial seperti frekuensi makan dalam satu hari, kondisi rumah, akses kesehatan dan kondisi pendidikan bukan dari pendapatan keluarga. Penjelasan lebih rinci mengenai kategori kesejahteraan
  • 11. 56 keluarga dapat dilihat pada lampiran 3. Pada Tabel 4.7 dapat dilihat distribusi pendapatan responden menurut kategori kesejahteraan keluarga berdasarkan tingkat pendidikan. Tabel 4.7 Pendapatan per kapita responden berdasarkan kategori kesejahteraan keluarga per tingkat pendidikan. No Kategori kesejahteraan Tingkat Pendapatan per kapita, keluarga pendidikan per tahun (Rp) PS SD 1.800.000 s.d 5.400.000 SMP 3.600.000 SMA 2.100.000 KS I SD 3.000.000 s.d 7.200.000 SMP 4.371.429 s.d 6.000.000 SMA 3.600.000 s.d 22.200.000 PT 6.000.000 KS II SD 6.000.000 s.d 12.000.000 SMP 5.700.000 s.d 15.000.000 SMA 5.850.000 s.d 16.000.000 PT 10.800.000 s.d 21.000.000 KS III SD 15.000.000 s.d 16.000.000 SMP 8.000.000 s.d 13.500.000 SMA 9.600.000 s.d 24.800.000 PT 16.800.000 s.d 21.600.000 KS III+ SMA 73.000.000 PT 57.000.000 Sumber : Hasil olahan data primer, 2010 Dari Tabel 4.7 dapat dilihat bahwa terjadi peningkatan pendapatan keluarga seiring dengan meningkatnya kategori kesejahteraan keluarga dan tingkat pendidikan yang dimiliki responden.
  • 12. 57 Tabel 4.8 berikut adalah tata guna lahan yang terdapat di Kelurahan Dul. Tabel 4.8 Tata guna lahan menurut penggunaan di Kelurahan Dul tahun 2009 Luas Persen No Penggunaan lahan lahan (ha) (%) 1 Tanah sawah 0,00 0 2 Tanah kering 372,45 41,545 3 Tanah basah 18,38 2,0502 4 Tanah perkebunan 205,90 22,967 5 Luas fasilitas umum 187,77 20,945 6 Tanah hutan 112,00 12,493 Total lahan di Dul 896,50 100 Sumber : Kelurahan Dul, 2009 Tidak adanya lahan sawah di Kelurahan Dul menunjukan bahwa seluruh pasokan beras berasal dari luar daerah. Padahal hasil penelitian pola makan menunjukan beras merupakan konsumsi pangan utama di daerah ini. Hal ini menunjukan bahwa untuk mencukupi kebutuhan beras, penduduk Kelurahan Dul menggunakan lahan di luar daerah untuk memproduksinya. Hal ini akan menyebabkan ketergantungan penduduk Kelurahan Dul terhadap daerah lain. Adapun persentase tanah kering adalah 41,55% dari total luas lahan. Potensi pengembangan lahan pertanian sebenarnya masih cukup besar. Sehingga dengan pemanfaatan lahan kering sebagai lahan pertanian produktif diharapkan dapat mengurangi ketergantungan penduduk Kelurahan Dul terhadap pasokan pangan dari luar. Untuk lebih jelasnya, luas lahan pertanian produktif di Kelurahan Dul dapat dilihat pada Tabel 4.9 berikut. Penggunaan lahan produktif yang paling besar di Kelurahan Dul adalah sektor pertanian, terutama lahan pertanian untuk sayuran. Perikanan budidaya air tawar sedikit jumlahnya, namun hal ini tidak menjadi masalah karena konsumsi ikan air tawar sangat kecil jumlahnya dibandingkan konsumsi ikan laut.
  • 13. 58 Tabel 4.9 Luas lahan pertanian produktif di Kelurahan Dul tahun 2009 Luas lahan No Penggunaan lahan (ha) 1 Perkebunan 76,01 2 Pertanian 161,85 Umbi-umbian 19,50 Sayuran 96,75 Buah-buahan 35,80 Bumbu 9,80 3 Perikanan budidaya 1,20 Total lahan pertanian produktif 239,06 Persentase terhadap luas Dul 26,67 Sumber : Kelurahan Dul, 2009 Produksi pangan pada berbagai lahan pertanian di Kelurahan Dul cukup beragam. Hal ini dapat dilihat dari penggunaan lahan produktif yang cukup beragam seperti perkebunan, umbi-umbian, sayuran, buah dan ternak. Tabel 4.10 menunjukan jenis produksi tanaman pertanian di Kelurahan Dul. Tabel 4.10 Jenis produksi tanaman perkebunan di Kelurahan Dul tahun 2009 No Penggunaan lahan Luas lahan (ha) Produktifitas (ton/ha) 1 Kelapa 5,00 10 2 Sawit 48,00 - 3 Coklat 5,00 - 4 Pinang 1,00 - 5 Lada 5,00 10 6 Karet 12,00 43,2 7 Kemiri 0,01 1 Keterangan : - , data tidak tersedia Sumber : Kelurahan Dul, 2009 Produksi sayuran di Kelurahan Dul cukup beragam. Lahan pertanian yang paling banyak digunakan untuk memproduksi jagung. Jagung disini dijual sebagai jagung pipil yang digunakan untuk makanan ternak bukan untuk dikonsumsi manusia. Produksi sayuran konsumsi masih sedikit jenisnya dan
  • 14. 59 masih mempunyai produktifitas yang jauh lebih rendah dibandingkan produktifitas didaerah lain. Produksi pangan pokok seperti ubi kayu, ubi jalar dan talas jumlahnya kecil sehingga tidak dapat mendukung dalam upaya penganekaan pangan pokok. Produksi sayuran di Kelurahan Dul dapat dilihat pada Tabel 4.11 berikut. Tabel 4.11 Jenis produksi sayuran di Kelurahan Dul tahun 2009 No Jenis tanaman Luas lahan (ha) Produktifitas (ton/ha) Pangan pokok 57,00 1 Ubi kayu 7,00 1,8 2 Ubi jalar 5,00 1,8 3 Talas 7,50 1 4 Jagung 37,50 2 Sayuran 59,25 5 Kacang tanah 8,00 2 6 Kacang panjang 12,00 1,7 7 Cabe 11,00 0,6 8 Tomat 0,25 2,5 9 Mentimun 3,00 1 10 Terong 2,50 2 11 Bayam 12,50 1,5 12 Kangkung 10,00 1,5 Bumbu 9,80 13 Jahe 3,00 0,6 14 Kunyit 3,60 0,7 15 Lengkuas 2,70 0,8 16 Temulawak 0,50 0,5 Sumber : Kelurahan Dul, 2009 Data pada Tabel 4.12 menunjukkan bahwa ketersediaan buah lokal di Kelurahan Dul cukup beragam produksinya namun masih sedikit jumlah produksinya. Buah-buahan seperti durian, mangga, rambutan, pisang, melinjo nanas dan jeruk kunci merupakan jenis buah yang cukup banyak ditanam di
  • 15. 60 Kelurahan Dul sedangkan sawo, jambu air dan sirsak ditanam dalam jumlah yang paling kecil dibanding jenis buah lainnya. Produksi buah di Kelurahan Dul dapat dilihat pada Tabel 4.12 berikut. Tabel 4.12 Jenis produksi buah di Kelurahan Dul tahun 2009 Luas Produktifitas No Jenis Buah lahan (ha) (ton/ha) 1 Jeruk 1,00 2 2 Alpokat 1,00 2 3 Mangga 2,00 10 4 Rambutan 2,00 4 5 Manggis 0,75 0,5 6 Salak 1,00 3 7 Pepaya 1,20 1,3 8 Belimbing 0,10 - 9 Durian 10,00 10 10 Sawo 0,25 0,5 11 Pisang 2,40 2,5 12 Lengkeng 0,50 - 13 Jambu air 0,25 2 14 Nangka 1,00 4 15 Sirsak 0,25 0,5 16 Kedondong 0,10 1,2 17 Melinjo 2,00 48 18 Nanas 3,00 3 19 Jeruk kunci 7,00 - Sumber : Kelurahan Dul, 2009 Kelurahan Dul tidak memiliki bagian wilayah berupa lautan sehingga kebutuhan makanan hewani dari laut seperti ikan dipasok dari daerah lain. Usaha peternakan yang lebih berkembang di daerah ini. Hewan ternak seperti ayam kampung lebih banyak dibandingkan dengan ternak lainnya. Produksi ternak dan ikan tawar dapat dilihat pada Tabel 4.13 berikut.
  • 16. 61 Tabel 4.13 Jenis produksi ternak dan ikan air tawar di Kelurahan Dul tahun 2009 No Jenis ternak Populasi 1 Sapi 25 2 Kerbau 18 3 Babi 98 4 Ayam kampung 18356 5 Ayam petelur 2000 6 Bebek 124 7 Kambing 56 8 Angsa 47 Jenis ikan Produktifitas (ton/tahun) 1 Bawal 0,7 2 Mas 2,46 3 Nila 0,5 Sumber : Kelurahan Dul, 2009 4.2.2 Desa Kulur Ilir Desa Kulur Ilir adalah satu satu desa yang berada di Kecamatan Lubuk Besar, Kabupaten Bangka Tengah. Desa ini diambil sebagai sampel karena dianggap mewakili karakteristik perdesaan di Kabupaten Bangka Tengah. Hal ini ditandai dengan sebagian besar pekerjaan penduduknya adalah bertani (Hasil olahan data primer, 2010). Nelayan dan penambang timah illegal merupakan pekerjaan sampingan sebagian penduduk di Desa Kulur Ilir. Selain itu, lokasi ini belum dialiri listrik PLN sehingga akses informasi menjadi terbatas. Desa Kulur Ilir mempunyai luas wilayah sebesar 857,05 ha dengan jumlah penduduk 1.229 jiwa, jumlah KK sebanyak 419 yang tersebar di 9 RT dengan kepadatan penduduk 143 jiwa per km2. Desa Kulur Ilir memiliki batas wilayah sebagai berikut: sebelah utara berbatasan dengan Desa Kulur; sebelah selatan berbatasan dengan Desa Air medang; sebelah barat berbatasan dengan
  • 17. 62 Kelurahan Padang Mulia, Kecamatan Koba dan sebelah timur berbatasan dengan Laut. Jenis pekerjaan dapat dijadikan sebagai salah satu indikator untuk melihat perbedaan karakteristik pekerjaan penduduk perkotaan dan pedesaan. Proporsi pekerjaan kepala rumah tangga responden yang terbesar adalah petani, yaitu 89,76 %, kemudian buruh harian 6,04%, nelayan 3,206% dan PNS 0,0986% (Hasil olahan data primer, 2010). Jenis pekerjaan responden di Desa Kulur Ilir dapat dilihat pada Tabel 4.14 Berikut. Tabel 4.14 Jenis pekerjaan responden di Desa Kulur Ilir No Responden Jumlah Persentase (%) 1 Buruh 10 12,82 2 Nelayan 8 10,26 3 Swasta 4 5,128 4 Tani 52 66,67 5 Tidak bekerja 4 5,128 78 100 Sumber : Hasil olahan data primer, 2010 Pekerjaan dan tingkat pendidikan akan mempengaruhi pola makan yang pada akhirnya akan berpengaruh terhadap jejak makanan. Lebih dari separuh responden Desa Kulur Ilir bekerja sebagai petani, sebagian lagi bekerja sebagai buruh, nelayan dan swasta. Jenis pekerjaan ini umumnya memiliki pendapatan yang tidak jauh berbeda. Hal ini akan menyebabkan daya beli termasuk daya beli pangan yang tidak jauh berbeda. Tingkat pendidikan responden Desa Kulur Ilir sebagian besar adalah SD. Hal ini menandakan rendahnya kemampuan menerima informasi termasuk pengetahuan gizi. Sehingga umumnya konsumsi makanan menjadi kurang bervariasi. Kedua faktor ini secara langsung akan mempengaruhi
  • 18. 63 pola makan yang pada akhirnya akan menyebabkan perbedaan jumlah jejak makanan pada masing-masing responden.. Pembahasan lebih lanjut mengenai hal ini dijelaskan pada sub bab pola makan. Tingkat pendidikan responden di Desa Kulur Ilir dapat dilihat pada Tabel 4.15 berikut. Tabel 4.15 Tingkat pendidikan responden di Desa Kulur Ilir No Suami Jumlah Persentase (%) 1 SD 64 82,05 2 SMP 8 10,26 3 SMA 6 7,692 78 100 Sumber : Hasil olahan data primer, 2010 Data yang diperoleh mengenai pendapatan keluarga terendah adalah Rp. 9.600.000,- per tahun dan pendapatan keluarga tertinggi adalah Rp. 156.000.000,- per tahun. Dari data hasil penelitian, jumlah pendapatan yang dimiliki responden meningkat seiring dengan kategori kesejahteraan keluarga yang dimiliki. Responden kategori pra sejahtera memiliki jumlah pendapatan yang lebih kecil dibandingkan dengan responden lain dengan kategori kesejahteraan yang lebih baik sedangkan jumlah pendapatan yang paling tinggi dimiliki oleh responden dengan kategori keluarga sejahtera III. Tingkat pendapatan responden Desa Kulur Ilir cenderung rendah karena sumber penghasilan utama adalah bertani. Hal ini menyebabkan daya beli pangan juga rendah. Namun kebutuhan sumber protein hewani tetap dapat dipenuhi dengan cara mengkonsumsi ikan laut yang diperoleh dengan cara membeli ikan laut yang harganya lebih murah atau menangkap sendiri di laut. Berdasarkan data pendapatan diatas dapat ditentukan rentangan penghasilan keluarga terdiri atas 8 kelas dengan interval berdasarkan perhitungan
  • 19. 64 menurut Sudjana (1997). Berdasarkan 8 kelas atau kategori pendapatan yang ada, sebagian besar responden berada pada kelas pendapatan II dengan proporsi sebesar 42 % dari seluruh responden yang ada. Tabel 4.16 Pendapatan keluarga responden di Desa Kulur Ilir dalam 8 kategori Kategori Interval pendapatan keluarga per tahun Frekuensi Proporsi (Rp) (%) I 9.600.000,- ≤ 17.400.000,- 13 17 II 17.400.000,- ≤ 25.200.000,- 33 42 III 25.200.000,- ≤ 33.000.000,- 11 14 IV 33.000.000,- ≤ 40.800.000,- 16 21 V 40.800.000,- ≤ 48.600.000,- 4 5 VI 48.600.000,- ≤ 56.400.000,- 0 0 VII 56.400.000,- ≤ 64.200.000,- 0 0 VIII 64.200.000,- ≤ 72.000.000,- 1 1 JUMLAH 78 100 Sumber : Hasil olahan data primer, 2010 Kondisi pendapatan keluarga di atas menunjukkan adanya kecenderungan tingkat pendapatan yang secara umum berada pada rentang yang tidak jauh berbeda. Hal ini sangat terkait dengan jenis pekerjaan dari sebagian besar responden, yaitu sebagai petani. Tanaman yang dibudidayakan adalah karet dan lada. Umumnya penduduk mengandalkan pendapatan yang bersumber dari tanaman karet untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari dan tanaman lada yang dipanen per tahun sehingga jarang digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari- hari. Selain itu, sebagian penduduk di Desa Dul ini mempunyai pekerjaan sampingan sebagai nelayan dan penambang timah illegal. Hal ini disebabkan lokasi desa yang berbatasan langsung dengan laut serta adanya potensi bahan galian timah disekitar Desa Dul. Pendapatan terendah umumnya dimiliki oleh
  • 20. 65 responden pendidikan SD yang berprofesi sebagai buruh tani dan memiliki jumlah anggota keluarga yang cukup banyak. Pendapatan tertinggi dimiliki oleh responden berpendidikan SMA yang berprofesi sebagai petani. Sama dengan hasil penelitian di Kelurahan Dul, hasil pengambilan responden berdasarkan kategori kesejahteraan keluarga yang distratifikasi ke dalam tingkat pendidikan di Desa Kulur Ilir juga menunjukan tingkat pendapatan yang beragam. Ada responden yang dikategorikan sebagai pra sejahtera namun memiliki penghasilan lebih tinggi daripada responden kategori keluarga sejahtera tingkat I. Hal ini dikarena karena dasar pengkategorian kesejahteraan keluarga lebih kepada indikator-indikator sosial seperti frekuensi makan dalam satu hari, kondisi rumah, akses kesehatan dan kondisi pendidikan. Selain itu di Desa Kulur Ilir, ada jenis pendapatan yang diperoleh secara tahunan, yaitu pendapatan dari hasil panen lada. Tabel 4.17 ini menggambarkan distribusi pendapatan responden menurut kategori kesejahteraan keluarga berdasarkan tingkat pendidikan. Tabel 4.17 Pendapatan per kapita responden Desa Kulur Ilir berdasarkan kategori kesejahteraan keluarga per tingkat pendidikan. No Kategori Tingkat Pendapatan per kapita, kesejahteraan pendidikan per tahun (Rp) keluarga 1 PS SD 9.600.000 s.d 14.000.000 2 KS I SD 18.000.000 s.d 24.000.000 SMP 16.800.000 s.d 24.000.000 SMA 26.650.000 3 KS II SD 26.400.000 s.d 43.200.000 SMP 30.750.000 s.d 38.400.000 SMA 28.500.000 s.d 43.200.000 5 KS III SMA 72.000.000 Sumber : Hasil olahan data primer, 2010
  • 21. 66 Dari Tabel 4.17 dapat dilihat bahwa terjadi peningkatan pendapatan keluarga seiring dengan meningkatnya kategori kesejahteraan keluarga dan tingkat pendidikan yang dimiliki responden. Berikut ini adalah jenis tanaman perkebunan dan pertanian yang ada di Desa Kulur Ilir. Tabel 4.18 Jenis produksi tanaman di Desa Kulur Ilir Luas Produktifitas No Jenis tanaman lahan (ha) (ton/ha) 1 Kelapa 0,50 45 2 Kelapa sawit 35,00 16,5 3 Lada 28,00 12,5 4 Karet 307,00 172 5 Jeruk 1,00 6,5 6 Durian 0,20 0,25 7 Padi ladang 1,00 0,2 8 Ubi jalar 0,50 0,5 9 Jagung 2,00 0,8 10 Kacang panjang 0,10 0,1 11 Cabe 1,00 2 Total lahan darat produktif 376,30 Persentase terhadap luas Desa 44 % Sumber : BPS Kabupaten Bangka Tengah, 2008 Salah satu pangan pokok yang diproduksi di Desa Kulur Ilir adalah padi ladang, namun jumlahnya masih sangat terbatas padahal hasil penelitian pola makan menunjukan beras merupakan konsumsi pangan utama di daerah ini. Hal ini menyebabkan ketergantungan penduduk Desa Kulur Ilir terhadap daerah lain. Produksi pangan pokok lainnya seperti ubi jalar dan jagung juga masih terbatas jumlahnya sehingga tidak bisa mendukung penganekaragaman pangan pokok.
  • 22. 67 Luas lahan produktif yang paling besar di di Desa Kulur Ilir digunakan untuk perkebunan dengan komoditas seperti karet, kelapa sawit dan lada. Hal ini terkait dengan pekerjaan mayoritas penduduknya yaitu sebagai petani karet. Produksi sayuran terbatas pada komoditas kacang panjang dan cabe. Tanaman pekarangan seperti pepaya, nangka, pisang, keladi dan daun singkong tidak terekam luas lahan dan produksinya, namun tanaman jenis ini juga dikonsumsi sebagai sayuran. Produksi buah lokal terbatas pada jenis jeruk dan durian. Tabel 4.18 menunjukan bahwa produksi pertanian untuk pangan pokok, sayuran dan buah mendapat alokasi lahan yang kecil. Hal ini menyebabkan tingginya ketergantungan penduduk Desa Kulur Ilir terhadap pasokan pangan dari luar daerah. 4.3 Jejak makanan (food footprint) 4.3.1 Pola makan Pola makan antara Kelurahan Dul dan Desa Kulur Ilir mempunyai beberapa persamaan dan perbedaan. Nasi menjadi pangan utama yang dikonsumsi oleh responden di kedua lokasi penelitian. Perbedaan terdapat pada variasi menu yang digunakan. Responden Kelurahan Dul mengkonsumsi menu yang bervariasi dengan frekuensi makan 2-3 kali sehari, yakni makan pagi, makan siang dan makan malam. Pada reponden perkotaan yang tidak menyediakan makan pagi, namun makan selingan seperti pempek, pantiau, lakso, kue dan makanan selingan lainnya sebagai pengganti makan pagi. Makanan selingan dikonsumsi di antara waktu makan tersebut. Sedangkan hampir semua responden Desa Kulur Ilir menunjukkan frekuensi makan 2 kali sehari, yakni makan siang dan makan
  • 23. 68 malam. Pada pagi hari, responden pedesaan hanya mengkonsumsi minuman seperti kopi atau teh manis. Makanan selingan hampir tidak menjadi bagian dari pola makan responden pedesaan. Hanya responden dengan kategori KS III dan sebagian responden yang mempunyai anak sekolah SD yang mengkonsumsi makanan selingan. Frekuensi makan pada daerah perdesaan menyerupai hasil penelitian Nugrahanto (2009) di Kota Kupang namun frekuensi makan pada responden perkotaan berbeda dengan responden di perkotaan Kota Kupang. Hal ini dikarenakan responden perkotaan pada penelitian di Kota Kupang sebagian besar PNS dan mempunyai pendidikan yang lebih tinggi. Berbeda dengan responden perkotaan di Kabupaten Bangka Tengah yang sebagian besar responden mempunyai pendidikan SMA dan pekerjaan yang beragam. Konsumsi makanan di Kelurahan Dul dan Desa Kulur Ilir dapat dilihat pada Tabel 4.19 berikut. Tabel 4.19 Konsumsi makanan di Kelurahan Dul dan Desa Kulur Ilir DUL KULUR ILIR Bahan Capita Capita Per Per Per Pangan Per tahun per Persen per Persen bulan bulan tahun (kg) tahun (%) tahun (%) (kg) (kg) (kg) (kg) (kg) Beras 2843.21 34118.52 84.87 33.54 2382.60 28591.20 85.86 36.83 Terigu, ketan,sagu 106.08 1272.96 3.17 1.25 82.20 986.40 2.96 1.27 Daging, ayam, telur 549.04 6588.49 16.39 6.48 225.79 2709.53 8.14 3.49 Ikan 1731.89 20782.68 51.70 20.43 1483.53 17802.36 53.46 22.93 Sayuran 1554.98 18659.77 46.42 18.34 1305.20 15662.40 47.03 20.18 Buah 450.00 5400.00 13.43 5.31 16.00 192.00 0.58 0.25 Bumbu 733.04 8796.52 21.88 8.65 530.57 6366.78 19.12 8.20 Minuman 509.78 6117.31 15.22 6.01 442.84 5314.06 15.96 6.85 Total Kebutuhan 8478.02 101736.26 253.08 100.00 6468.73 77624.73 233.11 100.00 Sumber: Hasil olahan data primer, 2010
  • 24. 69 Persentase konsumsi beras lebih besar di daerah perdesaan dibandingkan dengan konsumsi di perkotaan. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Harianto, dkk. (2008) bahwa tingkat konsumsi beras rata-rata di desa lebih tinggi dibandingkan dengan tingkat konsumsi di kota. Penduduk dengan pendapatan rendah umumnya mengkonsumsi karbohidrat lebih banyak dibandingkan dengan sumber nutrisi lainnya. Persentase konsumsi beras sekitar sepertiga dari jumlah konsumsi total di kedua lokasi penelitian. Hal ini menunjukan bahwa beras masih menjadi pangan utama dan belum terdapat diversivikasi pangan pokok di kedua lokasi penelitian. Semua responden di kedua lokasi penelitian mengkonsumsi beras sebagai makanan pokoknya. Subtitusi sumber karbohidrat lain masih kecil jumlahnya. Konsumsi terigu, sagu dan ketan berasal dari mie instan, roti, pempek dan kue hampir sama persentasenya di kedua lokasi penelitian. Terigu adalah penyumbang presentase terbanyak yang didapat dari konsumsi mie instan. Mie instan lebih banyak dikonsumsi dibandingkan dengan roti, sedangkan sagu dikonsumsi dalam bentuk pangan selingan. Di Kelurahan Dul, 15% responden mengkonsumsi roti dan umumnya roti dikonsumsi sebagai pengganti sarapan. 37% responden Kelurahan Dul mengkonsumsi mie instan. Sedangkan di Desa Kulur Ilir 43% responden mengkonsumsi mie instan dan 6% responden mengkonsumsi roti. Mie instan menjadi pangan yang umum dikonsumsi di dua daerah ini karena mie instan cenderung mudah didapat dan harganya murah. Perbedaan konsumsi yang paling mencolok adalah pada konsumsi daging baik sapi, babi, ayam maupun telur. Konsumsi sumber protein hewani seperti daging, ayam dan telur masih sedikit dibandingkan dengan konsumsi ikan. Konsumsi sumber protein hewani non ikan di Desa Kulur Ilir sebesar 8,14
  • 25. 70 kg/kapita/tahun, jauh lebih kecil dibandingkan konsumsi ikan, yaitu sebesar 53,46 kg/kapita/tahun. Begitu pula dengan konsumsi sumber protein hewani non ikan di Kelurahan Dul sebesar 16,49 kg/kapita/tahun masih lebih kecil dibandingkan dengan konsumsi ikan sebesar 51,70 kg/kapita/tahun. Penduduk perkotaan jarang mengkonsumsi daging sapi sebagai menu lauk pauk, namun daging sapi umumnya dikonsumsi dalam bentuk makanan selingan seperti bakso sebagai makanan selingan. Frekuensi konsumsi makanan selingan di perkotaan adalah sebanyak 121 kali/bulan. Berbeda dengan di perdesaan, tidak adanya penjual makanan selingan seperti bakso, mie ayam dan makanan selingan lainnya menyebabkan penduduk jarang mengkonsumsi makanan jenis ini. Frekuensi konsumsi makanan selingan pada responden perdesaan adalah 8 kali/bulan. Makanan selingan baru dikonsumsi jika responden pergi ke kota terdekat. Daging babi hanya dikonsumsi di daerah perkotaan karena ada sebagian penduduk yang merupakan etnis tionghwa yang biasa mengkonsumsi makanan jenis ini. Hal ini sesuai dengan pendapat yang menyatakan bahwa kesukaan terhadap jenis pangan tertentu baik yang rasional maupun irrasional, dapat ditemukan pada beberapa kelompok agama, etnis atau fisiologis tertentu (Herman, 1990 dalam Hardyansyah, 2008). Konsumsi ayam juga berbeda di perkotaan dan perdesaan. Faktor pendapatan juga mempengaruhi konsumsi ayam potong. Pendapatan rata-rata penduduk Desa Kulur Ilir adalah Rp. 28.022.692/tahun lebih rendah dibandingkan dengan pendapatan rata-rata penduduk Kelurahan Dul Rp. 38.703.617/tahun. Semakin tinggi pendapatan keluarga akan menyebabkan semakin tinggi pula konsumsi ayam potong. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Harianto dkk., (2008) yang
  • 26. 71 menyatakan bahwa permintaan daging ayam berkorelasi positif terhadap pendapatan rumah tangga. Ikan menjadi lauk yang paling banyak dikonsumsi baik di daerah perdesaan maupun perkotaan. Hal ini dikarenakan lokasi Kabupaten Bangka Tengah yang berada di pulau kecil sehingga akses mudah ke laut. Adanya sumber ikan yang banyak dan mudah didapat, ikan menjadi lauk yang paling disukai oleh penduduk. Responden Kelurahan Dul mengkonsumsi ikan sebanyak 98 % dan pada responden Desa Kulur Ilir sebesar 97%. Hal ini sesuai dengan pendapat Harper, dkk (2009) yang menyatakan ketersediaan pangan adalah salah satu faktor yang mempengaruhi pola makan. Responden pedesaan yang pada umumnya petani mendapatkan penghasilan dari kegiatan usaha perkebunan karet dan lada. Pendapatan sehari-hari didapatkan dari hasil menyadap karet dan penghasilan tahunan didapat dari panen lada. Pendapatan terbesar responden Desa Kulur Ilir dari hasil menyadap karet adalah Rp. 500.000. Sayekti (2008) menyatakan bahwa semakin tinggi pendapatan, maka konsumsi jenis pangan protein juga meningkat. Namun hal ini tidak berlaku di perdesaan karena sebagian penduduk umumnya mencukupi kebutuhan protein dengan mengkonsumsi ikan laut yang dicari sendiri. Sebanyak 38,46 % responden di Desa Kulur Ilir pergi ke laut mencari ikan untuk konsumsi pribadi. Selain itu karena daerah ini berada di pulau kecil dengan hasil produksi ikan laut yang melimpah, maka harga ikan pun bervariasi. Penduduk dengan pendapatan rendah masih bisa mengkonsumsi ikan dengan cara membeli ikan yang harganya lebih murah. Ikan jenis belanak, kepetek, biji nangka, pari, selanget dan dencis lebih banyak dikonsumsi di Desa Kulur Ilir karena harganya yang relatif murah dan ikan jenis ini banyak terdapat di pantai Desa Kulur Ilir.
  • 27. 72 Konsumsi sayuran di perdesaan adalah 47,03 kg/kapita/tahun lebih besar dibandingkan dengan konsumsi sayuran di perkotaan, yaitu 46,42 kg/kapita/tahun. Responden perdesaan lebih banyak mengkonsumsi sayuran dibandingkan dengan responden perdesaan. Hal ini disebabkan karena ada sebagian bahan sayuran di perdesaan diperoleh dengan tidak dengan cara membeli. Di perdesaan, sebanyak 30,2 % dari total konsumsi bahan sayuran berasal dari jenis tanaman yang ada di pekarangan seperti pepaya, pisang, nangka dan daun singkong. Penduduk di perkotaan juga masih mengkonsumsi jenis sayuran di atas, namun jumlahnya tidak sebanyak penduduk perdesaan, yaitu sebesar 16,22 % dari total konsumsi bahan sayuran. Di Desa Kulur Ilir, konsumsi sayuran jenis ini adalah sebanyak 43 kali (55,13 %) selama 3 hari. Di Kelurahan Dul, konsumsi sayuran jenis ini adalah sebanyak 45 kali (47,87%) selama 3 hari. Konsumsi buah menjadi salah satu perbedaan konsumsi di kedua lokasi penelitian. Hanya 6% responden di Desa Kulur Ilir di Kelurahan Dul, 20% orang reponden yang mengkonsumsi buah. Karena buah bukanlah sumber energi utama, di perdesaan konsumsi buah tidak menjadi budaya disana. Sedangkan di perkotaan, dengan adanya paparan informasi dan persinggungan penduduknya dengan kebudayaan modern meningkatkan pengetahuan gizi penduduk (Hardiansyah, 2008). Sebenarnya buah seperti pepaya, pisang, nanas dan nangka juga dikonsumsi di perdesaan. Namun buah-buahan ini diolah dalam bentuk sayuran sebagai teman makan nasi sehingga buah-buahan ini dimasukan dalam kelompok sayuran. Konsumsi jenis bumbu di perkotaan lebih besar dibandingkan dengan konsumsi bumbu diperdesaan. Konsumsi bumbu di Kelurahan Dul adalah 21,88
  • 28. 73 kg/kapita/tahun, sedikit lebih besar dibandingkan dengan konsumsi bumbu di Desa Kulur Ilir, yaitu sebesar 19,12 kg/kapita/tahun. Perbedaan konsumsi bumbu di kedua lokasi penelitian yang tidak jauh berbeda dikarenakan bumbu yang digunakan adalah sama. Perbedaan disebabkan karena responden perdesaan umumnya memasak lauk pauk dan sayuran sesuai dengan menu tradisional. Menu tradisional di Pulau Bangka seperti lempah kuning ikan dan lempah darat adalah jenis masakan yang tidak menggunakan bawang merah, bawang putih dan minyak goreng. Sehingga konsumsi responden perdesaan terhadap ketiga bumbu diatas lebih sedikit penggunaannya dibandingkan dengan konsumsi responden perkotaan. Persentase konsumsi minyak goreng dan bawang merah bawang putih pada responden perkotaan adalah 43,70% dan 26,9%. Sedangkan persentase konsumsi minyak goreng dan bawang merah bawang putih pada responden perdesaan adalah 41% dan 24%. Menu makanan di perdesaan dan perkotaan dapat dilihat pada Tabel 2.20 dan Tabel 2.21 dan dibahas lebih lanjut di pola makan. Konsumsi minuman responden perdesaan juga lebih besar dibandingkan dengan penduduk perkotaan. Kopi adalah konsumsi minuman terbesar responden di perdesaan yaitu sebanyak 61 kg/bulan, dibandingkan dengan konsumsi susu bubuk 7,8 kg/bulan, susu kental manis 37 kaleng/bulan dan teh 1,24 kg/bulan. Konsumsi kopi menjadi jauh lebih besar dibandingkan konsumsi minuman lainnya karena umumnya responden mengkonsumsi kopi sebagai pengganti sarapan (83%). Konsumsi minuman terbesar di perkotaan adalah konsumsi susu bubuk. Hal ini sesuai dengan penelitian Roy et.al., (2002) di daerah perdesaan, kota kecil dan kota besar di Bangladesh menunjukan bahwa konsumsi susu bubuk di perkotaan lebih besar dibandingkan dengan di perdesaan. Konsumsi susu
  • 29. 74 meningkat seiring dengan naiknya pendapatan penduduk. Susu bubuk dikonsumsi oleh balita sedangkan konsumsi susu untuk dewasa biasanya dalam bentuk susu kental manis. Adapun konsumsi minuman di perkotaan adalah sebagai berikut kopi 36 kg/bulan, susu 74 kg/bulan, susu kental manis 76 kaleng/bulan dan teh 3 kg/bulan. Susu bubuk dikonsumsi oleh balita, sedangkan konsumsi susu untuk dewasa biasanya dalam bentuk susu kental manis. Teh tidak dikonsumsi oleh tingkat tertentu, namun tersebar pada setiap tingkat pendapatan dan pendidikan responden. Pola makan di Kelurahan Dul Jenis-jenis menu makanan, bahan pangan yang dikonsumsi responden perkotaan berdasarkan perolehan data dapat dilihat pada Tabel 4.20 berikut. Tabel 4.20Jenis-jenis menu makanan dan jenis-jenis bahan makanan yang dikonsumsi responden perkotaan No Kelompok Jenis-jenis menu makanan Kategori makanan kesejahteraan keluarga 1. Makanan Nasi PS, KS I, pokok KS II, KS III 2 Lauk pauk 1. Ikan : lempah kuning, goreng, panggang, PS, KS I, pindang, mangut, ikan asin, sambal. KS II, KS III 2. Ayam : semur, kecap, goreng, soto, sop, KS I, KS II, lempah kuning. KS III 3. Daging sapi : sop, lempah kuning. KS I, KS III+ 4. Daging babi : kecap, masak lengkuas. KS II 5. Telur : sambal, dadar, semur, ceplok PS, KS I, KS II, KS III 6. Tahu tempe : goreng, sambal, santan. PS, KS I, KS II, KS III 7. Mie instan PS, KS I, KS II, KS III 3 Sayur 1. Tumis: bayam, daun singkong, kangkung, PS, KS I, mayur taoge, pepaya, sawi, kacang panjang, terung, KS II, KS III buncis, gambas, jagung, kembang kol, pare, petai, rebung,timun, kubis, labu siam. 2. Santan : nangka, daun singkong.
  • 30. 75 3. Lempah darat: terung, jantung pisang, pisang muda, daun pepaya, jantung pisang, keladi. 4. Sop : kentang, wortel, seledri. 5. Sambal tomat, terasi, rusip. 6. Lalap : terung, daun singkong, kecipir, timun. No Kelompok Jenis-jenis menu makanan Kategori makanan kesejahteraan keluarga 4 Makanan Martabak, susu kedelai, pisang goreng, pantiau, KS I, KS II, selingan lakso, bakso, mie ayam, pempek, kue, roti. KS III 5 Buah Pir, apel, anggur, mangga, semangka, alpukat, KS II, KS III pisang. 6 Minuman Kopi, teh, PS, KS I, KS II, KS III Susu KS I, KS II, KS III, KS III+ Keterangan : Pra Sejahtera (PS), Keluarga Sejahtera Tingkat I (KS I), Keluarga Sejahtera Tingkat II (KS II), Keluarga Sejahtera Tingkat III (KS III). Keluarga Sejahtera Tingkat III+ (KS III+). Sumber : Hasil Olahan Data Primer, 2010 Menu makanan sehari-hari responden perkotaan dapat dikatakan cukup bervariasi. Pada menu makanan pokok, beras menjadi bahan makanan yang utama. Produk olahan terigu yaitu mi instant dan roti juga turut menjadi bahan pangan yang cukup penting bagi responden perkotaan. Nampaknya, adaptasi terhadap kehidupan perkotaan menjadi salah satu pendorong peningkatan konsumsi mi instan dan roti. Hasil Susenas 1999 sampai dengan 2007 menunjukkan pola konsumsi pangan pokok di Indonesia mengarah pada bahan pangan berbasis beras dan terigu serta diiringi kecenderungan semakin menurunnya peran bahan pangan jagung dan umbi-umbian. Terigu yang berasal dari gandum adalah bahan pangan impor dan tidak diproduksi di Indonesia, sedangkan jagung dan umbi-umbian menjadi bahan pangan yang cukup sesuai dengan kondisi ekologis di sebagian wilayah Indonesia.
  • 31. 76 Beraneka macam lauk pauk dan sayur mayur dikonsumsi dalam berbagai sajian untuk memenuhi rasa, warna dan bentuk yang diinginkan. Konsumsi sayuran di perkotaan cukup beragam. Hasil penelitian menunjukan jenis sayuran yang dikonsumsi responden pra sejahtera adalah 9 jenis, lebih sedikit dibandingkan jenis sayuran yang dikonsumsi responden keluarga sejahtera tingkat I, yaitu 18 jenis. Selain itu sebagian sebagian besar pekerjaan ibu adalah sebagai ibu rumahtangga (68 orang) sehingga ibu mempunyai waktu yang lebih banyak untuk mengolah bahan pangan menjadi makanan. Tingkat pendapatan yang cukup tinggi juga mempengaruhi pola konsumsi yang terjadi pada responden perkotaan terutama mendukung kemampuan untuk mendapatkan bahan-bahan makanan. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Suhaimi (2006) di Kabupaten Kutai Kartanegara yang menyatakan bahwa faktor pendapatan berpengaruh signifikan terhadap konsumsi pangan. Selain pendapatan, pendidikan juga mempengaruhi pola konsumsi pangan. Responden dengan pendidikan SMA lebih banyak mengkonsumsi sumber protein hewani seperti daging, ayam dan telur lebih banyak dibandingkan dengan responden dengan pendidikan SMP. Konsumsi per kapita responden SMA adalah 31,2 kg/bulan, lebih besar dibandingkan dengan konsumsi per kapita responden SMP, yaitu sebesar 20,1 kg/bulan. Hasil penelitian Amir (2004) di Sulawesi Tengah menunjukan bahwa pendidikan kepala keluarga berkorelasi positif terhadap konsumsi daging sapi. Ini artinya semakin tinggi pendidikan kepala keluarga, maka semakin besar pula konsumsi daging sapi.
  • 32. 77 Pola makan di Desa Kulur Ilir Responden pedesaan mengkonsumsi menu makanan yang cenderung sama sehari-harinya. Sayuran juga menjadi bagian konsumsi sehari-hari responden pedesaan. Jenis menu makanan yang dikonsumsi responden pedesaan berdasarkan perolehan data tersaji pada Tabel 4.21 berikut. Tabel 4.21 Jenis-jenis menu makanan dan jenis-jenis bahan makanan yang dikonsumsi responden pedesaan No Kelompok Jenis-jenis menu makanan Kategori makanan kesejahteraan keluarga 1. Makanan Nasi PS, KS I, pokok KS II, KS III 2 Lauk pauk 1. Ikan : lempah kuning, goreng, panggang, PS, KS I, pindang, mangut, ikan asin, sambal. KS II, KS III 2. Ayam : lempah kuning, sop KS I, KS II, KS III 3. Daging sapi : lempah kuning KS II 4. Telur : sambal, dadar, semur, ceplok PS, KS I, KS II, KS III 5. Tahu tempe : goreng, sambal PS, KS I, KS II, KS III 6. Mie instan PS, KS I, KS II, KS III 3 Sayur 1. Tumis: kacang panjang, rebung, sawi, PS, KS I, mayur terung, daun singkong, kangkung, taoge, KS II, KS III bayam, ketimun 2. Lempah darat: terung, jantung pisang, pisang muda, keladi, pepaya, nangka 3. Sambal terasi, rusip 4.Lalap : terung, daun singkong, timun 4 Makanan Pempek, kue, roti KS I, KS II, selingan KS III 5 Buah Jeruk. KS II, KS III 6 Minuman Kopi, teh. PS, KS I, KS II, KS III Susu. KS I, KS II, KS III Keterangan : Pra Sejahtera (PS), Keluarga Sejahtera Tingkat I (KS I), Keluarga Sejahtera Tingkat II (KS II), Keluarga Sejahtera Tingkat III (KS III). Sumber : Hasil olahan data primer, 2010
  • 33. 78 Pada menu makanan pokok, semua responden mengkonsumsi beras sebagai bahan makanan yang utama. Walaupun makanan yang berasal dari terigu telah menjadi bagian dari pola konsumsi pangan pokok responden pedesaan, namun jumlahnya masih sedikit. Produk olahan terigu banyak dikonsumsi dalam bentuk mie instan. Di Desa Kulur Ilir, 43% responden mengkonsumsi mie instan dan 6% responden mengkonsumsi roti. Akses terhadap pasar yang relatif jauh mendorong masyarakat cenderung mengkonsumsi pangan dengan jenis yang terbatas. Seperti jenis sayuran yang tidak bervariasi karena tergantung dari pasokan dari pedagang keliling juga semakin mendorong masyarakat lebih mengandalkan hasil lahan sendiri. Hal ini menunjukkan pola konsumsi pada rumah tangga yang berpendapatan rendah lebih mengarah pada pangan pokok yang berbasis potensi lokal dan variasi pangan kurang mendapat perhatian (Suyastiri,2008). Responden perdesaan rata-rata mengkonsumsi ikan sebanyak 4,45 kg/bulan, jauh lebih besar dibandingkan konsumsi makanan hewani (daging, ayam, telur) sebanyak 0,68 kg/bulan. Menu makanan responden pedesaan selain sederhana dari aspek jenis bahan yang digunakan juga sederhana dari segi macam makanan yang dibuat dari satu jenis bahan pangan. Contohnya ikan hanya diolah menjadi lempah kuning, pindang, panggang, sambal, mangut dan goreng. Ini adalah olahan ikan yang sederhana dan merupakan menu makanan khas di Pulau Bangka. Kesukaan responden terhadap menu khas ini nampaknya dipengaruhi oleh pengalaman hidupnya. Menurut Bourdieu dalam Debevec et al., (2006), kesukaan merupakan hasil dari kebiasaan, yang merupakan kumpulan pengalaman dan persepsi yang disebabkan oleh pengalaman masa kecil, pengaruh keluarga dan pengaruh
  • 34. 79 sekolah. Jika dilihat dari sebagian besar tingkat pendidikan kepala keluarga adalah sekolah dasar (82,05%), maka preferensi pangan terbatas dari pengalaman masa kecil dan pengaruh keluarga. Tingkat pendidikan yang rendah ditambah dengan kurangnya informasi menyebabkan responden Desa Kulur Ilir sulit menerima pengetahuan pangan dan gizi melalui media elektronik maupun media cetak. Niehof (1988) dalam Suhaimi (2006) menyatakan, tingkat pendidikan kepala keluarga berkaitan erat dengan wawasan pengetahuan mengenai sumber-sumber gizi dan jenis-jenis makanan yang baik untuk konsumsi keluarga. Begitu pula dengan sayuran, umumnya diolah menjadi lempah darat, tumis atau sebagai lalapan. Kesederhanaan dalam menu makanan responden pedesaan baik dari jenis bahan pangan maupun cara pengolahannya tidak bisa dipisahkan dari tingkat pendapatan yang rendah sehingga hanya mampu membeli bahan pangan yang berharga murah dan juga ketersediaan pangan yang ada (Harper dkk., 2006). Konsumsi bahan sayuran hasil pekarangan adalah 594 kg sedangkan konsumsi total sayuran adalah 1.305 kg. Hal ini menunjukan bahwa pemenuhan produksi lokal adalah 45,53 % terhadap konsumsi total sayuran. Tingkat pendidikan yang rendah juga menyebabkan responden sulit menerima pengetahuan baru (Hardiansyah, 2008) sehingga menu yang dikonsumsi umumnya menu tradisional. Tingkat pendidikan responden SD adalah 82,05 %. Selain itu, faktor informasi juga ikut mempengaruhi pola makan tersebut. Desa Kulur Ilir yang berada 10 km dari jalan raya, jauh dari pusat kota, serta belum dialiri listrik sehingga informasi yang didapat penduduk menjadi terbatas. Hal ini menyebabkan kurangya transfer informasi yang diterima oleh penduduk Desa Kulur Ilir.
  • 35. 80 4.3.2. Perhitungan jejak makanan Pada perhitungan jejak makanan, langkah pertama yang harus dilakukan adalah menghitung kebutuhan lahan masing-masing bahan pangan yang dikonsumsi. Kebutuhan lahan dapat dilihat dari data produktifitas masing-masing komoditi dari website BPS RI dan situs web terkait lainnya. Secara garis besar ada 5 kelompok perhitungan dalam jejak makanan: 1. Tanaman pangan yang dikonsumsi dalam bentuk aslinya pada saat dipanen. Contoh kelompok ini adalah sayuran dan buah. Perhitungan produktifitasnya adalah dengan membagi jumlah produksi tanaman dalam 1 tahun dibagi dengan luas lahan untuk memproduksinya pada tahun yang sama. 2. Tanaman yang dikonsumsi dalam bentuk yang sudah berubah pada saat dipanen. Sebagian contoh tanamannya adalah kopi, teh, gula pasir, minyak goreng, gula kelapa, gula aren. Maka perhitungan produktifitas komoditi harus mengetahui randemen (perbandingan antara bahan dan hasil) produk (Wackernagel et. al., 2005). Misalkan pada perhitungan kopi jenis robusta, diketahui randemen kopi 0,25, produktifitas bijih kopi 1,34 ton/ha maka produktifitas kopi robusta yang siap dikonsumsi adalah 0,25 x 1,34 ton/ha = 335 kg/ha. Sehingga data produktifitas yang dipakai adalah 335 kg/ha bukan 1,34 ton/ha. 3. Produk makanan turunan. Perhitungan jejak makanan hasil turunan (olahan) mengacu pada metodologi dalam Wackernagel et. al. (2005). Sebagian contoh produk dalam kategori ini adalah kecap, susu bubuk, tahu, tempe, terasi. Untuk menghitung kebutuhan
  • 36. 81 lahan produk kategori ini maka kita harus mengetahui jenis dan berat masing- masing bahan penyusun. Perhitungan kebutuhan lahan untuk 1 botol besar (650 ml) kecap asin dapat dilihat pada Tabel 4. Berikut. Dari hasil perhitungan didapat informasi bahwa 1 botol besar kecap asin memerlukan lahan seluas 0,00196 ha (1.960 m2). Bahan penyusun kecap asin dapat dilihat pada kolom 1. Sekali produksi dihasilkan 1.056 botol besar kecap asin. Sehingga untuk mengetahui kebutuhan bahan pembuat kecap asin didapat dengan cara mebagi total jumlah bahan yang dibutuhkan dengan jumlah produksi kecap asin (kolom 3). Setelah itu kebutuhan untuk 1 botol kecap asin dikalikan dengan produktifitas masing-masing bahan. Hasil perhitungan kebutuhan lahan dapat dilihat pada kolom 5. Kebutuhan lahan untuk 1 botol kecap asin didapatkan dengan cara menjumlahkan kebutuhan lahan masing- masing bahan pembentuk 1 botol kecap asin. Tabel 4.22 Perhitungan kebutuhan lahan untuk1 botol besar kecap asin 1056 btl Produktifitas Footprint Kecap asin Per 1 btl bsr besar (kg/ha/tahun) (ha/tahun) 1 2 3 4 5 Kedelai 300 kg 0,28409 kg 1246 0,00023 Garam 100 kg 0,0947 kg 77071,3 1,2E-06 Gula kelapa 400 kg 0,37879 kg 219 0,00173 Sagu 11 kg 0,01042 kg 80000 1,3E-07 Serai 8 kg 0,00758 kg 18000 4,2E-07 Total FP 1botol besar 0,00196 Sumber : kolom 1,2 Produsen kecap asin, 2010 Kolom 4 : BPS RI, 2008 4. Makanan hewani dan ikan air tawar. Untuk menghitung kebutuhan lahan untuk sapi, ayam, telur, susu maka harus diketahui kebutuhan pakan, komposisi bahan penyusun pakan dan masa
  • 37. 82 produksi sampai hewan tersebut berhenti produksi atau siap dikonsumsi Wackernagel et. al. (2005). Khusus untuk ternak yang dikonsumsi dagingnya perbandingan antara berat hidup dengan daging yang siap dikonsumsi juga harus diketahui. Perhitungan kebutuhan lahan untuk daging dapat dilihat di lampiran. Tabel 4.23 adalah contoh perhitungan kebutuhan lahan untuk 1 butir telur ayam. Tabel 4.23 Perhitungan kebutuhan lahan untuk 1 butir telur ayam. Komposisi bahan Produktifitas Footprint penyusun konsentrat Berat (kg) (kg/ha) (ha) pakan ayam Jagung 60,00 1859,16 0,03227 Dedak halus 5,14 1262,05 0,00407 Bungkil kedelai (ampas tahu) 15,50 1271,70 0,01219 Tepung ikan 13,86 6200,00 0,00224 Minyak kelapa 3,50 1720,13 0,00203 Tepung tulang 1,50 68,74 0,02182 Pfizer premix A 0,50 Total kebutuhan lahan untuk 100 kg pakan (ha) 0,07463 Kebutuhan lahan untuk 1 kg pakan ayam (ha) 0,00075 Sumber : Wakju (1992) Jika tabel di atas adalah perhitungan kebutuhan lahan untuk konsentrat ternak produksi pabrik, maka tabel di bawah ini adalah perhitungan kebutuhan lahan untuk konsumsi pakan ternak ayam petelur. Hasil wawancara dengan peternak ayam petelur di lokasi penelitian, didapatkan informasi bahwa selain konsentrat pabrik, ayam petelur diberi pakan lain berupa dedak dan jagung dengan komposisi 5:2:3. Hal ini disebabkan pakan konsentrat mengandung protein sebesar 30 % sedangkan kebutuhan protein untuk ayam petelur adalah 16-17 % ( Daghir, 1995). Jika jumlah protein dalam pakan terlalu besar, maka akan menyebabkan gangguan pencernaan pada ayam (Rachmat, 2010).
  • 38. 83 Setelah dilakukan pengecekan perhitungan protein pada ransum yang diberikan peternak ayam petelur di lokasi penelitian, maka didapatkan kandungan protein pada ransum adalah 16,7 %. Komposisi Pakan Ayam Produktifitas Footprint Berat (kg) Petelur (kg/ha) (ha) Jagung 5 1859,16 0,00269 Dedak 2 1262,05 0,00158 Konsentrat 3 0,00224 10 kg pakan perlu (ha) 0,00651 Sehingga 1 kg pakan perlu (ha) 0,00065 Sumber : Peternak ayam petelur di lokasi penelitian, 2010. Kebutuhan pakan untuk 2000 ekor ayam Umur Jumlah pakan Footprint (ha) 0-3 bulan Konsentrat 6.000 kg 4,4775 4-5 bulan Konsentrat 3.000 kg 2,2388 Pakan 3.000 kg 1,9539 5-24 bulan Konsentrat 28.500 kg 21,2682 Pakan 28.500 kg 18,5616 Luas kandang 0,018 Total kebutuhan lahan 48,5180 Sumber : Peternak ayam petelur di lokasi penelitian, 2010 Produksi telur sampai dengan ayam berumur 2 tahun adalah 1.140.000 butir sehingga kebutuhan lahan untuk 1 butir telur adalah 48,5180/ 1140000 = 0,00004255 ha (42,55 m2). Hal yang sama juga berlaku pada perhitungan kebutuhan lahan untuk ikan air tawar. Lebih rincinya perhitungan tersebut dapat dilihat pada lampiran 19. 5. Ikan laut. Merujuk pada wawancara dengan informan kunci dari Fakultas Perikanan Universitas Padjajaran (2010), perhitungan produktivitas perikanan laut per luas lahan dilakukan dengan cara pendekatan alat tangkap, jumlah hari
  • 39. 84 melaut, produksi per tangkapan dan kapasitas mesin kapal yang digunakan. Pendekatan alat tangkap dan kapasitas mesin yang digunakan digunakan untuk mengetahui luas area tangkapan sedangkan jumlah hari melaut/ produksi dan produksi ikan laut per tangkapan untuk mengetahui produksi ikan per bulan yang kemudian dikonversikan menjadi produksi ikan laut per tahun. Perhitungan produktifitas ikan laut dapat dilihat pada lampiran 19. Langkah kedua dalam perhitungan jejak makanan adalah membagi jumlah konsumsi dengan produktifitas pangan sedangkan untuk bahan makanan olahan, jejak makanan didapat dengan cara mengalikan jumlah konsumsi dengan kebutuhan lahan per satuan. Contoh, untuk 1 botol kecap asin diperlukan 0,00196 ha maka jika penduduk mengkonsumsi 4 botol maka jejak makanannya adalah 4 x 0,00196 ha = 0,00784 ha (7.840 m2). Hasil perhitungan jejak makanan responden perkotaan dan perdesaan dapat dilihat pada Tabel 4.24 berikut.
  • 40. 85 Tabel 4.24 Luas jejak makanan responden di Kelurahan Dul dan Desa Kulur Ilir DUL KULUR ILIR Bahan Capita Pangan Per per Per Per bulan Per tahun tahun Persen bulan tahun Capita per Persen (ha) (ha) (ha) (%) (ha) (ha) tahun (ha) (%) Beras 0,6125 73,4950 0,0183 4,06 0,6537 0,6582 0,0237 6,82 Terigu, ketan,sagu 0,1701 20,4150 0,0051 1,13 0,0440 0,1145 0,0041 1,18 Daging, ayam, telur 35,7580 429,0910 0,1067 23,68 0,3942 0,5454 0,0197 5,67 Ikan laut 9,6118 115,2902 0,2827 62,75 7,5301 7,5301 0,2827 81,35 Sayuran 0,3788 45,4540 0,0113 2,51 0,1443 0,2061 0,0074 2,13 Buah 0,0246 0,2952 0,0007 0,16 0,0004 0,0004 0,0000 0,00 Bumbu 0,8615 103,3770 0,0257 5,70 0,1401 0,2751 0,0099 2,85 Total Jejak makanan 0,4505 100 0,3475 100 Sumber : Hasil olahan data primer, 2010 Dari Tabel 4.24, jejak makanan terbesar di perkotaan berasal dari kelompok makanan ikan laut sebesar 62,75 %, kemudian diikuti oleh kelompok makanan hewani (daging, ayam, telur) sebesar 23,68 %. Hal sama terjadi di daerah perdesaan dimana penyumbang jejak makanan terbesar berasal dari makanan ikan laut sebesar 81,35 %, lalu diikuti oleh beras sebesar 6,82 %. Responden perkotaan lebih banyak mengkonsumsi makanan hewani non ikan dibandingkan dengan responden perdesaan. Walaupun ikan tetap menjadi lauk utama yang dikonsumsi responden di dua tempat ini. Hal ini menunjukan telah terjadinya perubahan pola makan pada masyarakat perkotaan. Semakin tinggi pendapatan maka orang tidak akan menambah kuantitas pangan pokok yang dikonsumsi, namun lebih kepada meningkatkan kualitas pangan yang dikonsumsi. Hal ini sesuai dengan pernyataan Riyadi (2003) dalam Suyastiri (2008) bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan dan pengetahuan seseorang umumnya semakin tinggi pula kesadaran untuk memenuhi pola konsumsi yang seimbang dan
  • 41. 86 memenuhi syarat gizi. Seseorang yang telah mampu mencukupi kebutuhan pangan pokoknya, akan berusaha memvariasikan jenis pangan yang dikonsumsi untuk memuaskan selera makannya. Hal ini ditunjukan oleh menu makanan responden dengan kategori tingkat kesejahteraan keluarga tingkat II Kelurahan Dul, bahwa makanan selingan dan buah menjadi bagian dari konsumsi makanannya. Dengan tingkat pendapatan yang lebih tinggi dan ketersediaan pangan yang beragam di perkotaan, maka kecenderungan penduduk untuk memilih pangan seperti daging dan ayam menjadi lebih besar. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan Amir tahun 2004. Tingkat pendidikan yang lebih tinggi membuat penduduk lebih mudah menerima beragam informasi yang dapat diakses melalui media massa ataupun persinggungan budaya dengan penduduk lain (Niehof, 1988 dalam Suhaimi, 2006). Kondisi yang berbeda terjadi di daerah perdesaan. Tingkat pendapatan yang cenderung rendah membuat penduduk kurang leluasa dalam memilih pangan untuk dikonsumsi. Jarak perdesaan dengan pusat distribusi barang menyebabkan harga pangan menjadi lebih tinggi. Selain itu, penduduk disini mayoritas berpendidikan SD, sehingga kemampuan menerima informasipun rendah. Gaya hidup juga merupakan faktor yang berhubungan dengan perilaku makan, seperti yang dikemukakan oleh Pelto (1980) dalam Suhaimi (2006) bahwa perilaku makan ditentukan oleh gaya hidup, selain pengaruh sistem produksi dan distribusi pangan serta sistem sosial ekonomi. Adapun gaya hidup tersebut merupakan hasil pengaruh beragam faktor yaitu pendapatan, pekerjaan, pendidikan, etnik, tempat tinggal, agama, pengetahuan kesehatan dan gizi serta karakteristik fisiologis. Jaringan listrik belum terdapat didaerah perdesaan ini, hal ini menyebabkan
  • 42. 87 informasi baru yang masuk disini menjadi terbatas. Umumnya menu makanan yang biasa dikonsumsi dan disukai penduduk perdesaan adalah ikan karena pangan ini yang lebih banyak terdapat dibandingkan dengan daging sapi dan ayam. 4.4 Analisis korelasi pendapatan dan pendidikan terhadap luas Jejak makanan (ha) 4.4.1 Responden Kelurahan Dul Pada hubungan antara variabel pendapatan dengan jejak makanan didapat nilai korelasi sebesar 0,4714. Hal ini berarti terdapat hubungan positif diantara keduanya dan memiliki tingkat hubungan sedang (nilai koefisien korelasi semakin mendekati satu, menunjukkan hubungan yang semakin kuat) (Sugiono, 2008). Kenaikan pendapatan keluarga membawa pengaruh kenaikan pada jejak makanan. Sama dengan pendapatan, variabel pendidikan mempunyai nilai korelasi sebesar 0,4732 yang artinya terdapat hubungan positif dengan kekuatan hubungan sedang antara pendidikan dengan jejak makanan. Pengaruh pendapatan dan pendidikan terhadap jejak makanan diuji dengan menggunakan analisa regression. Hasil uji menunjukan bahwa t hitung variabel pendidikan adalah 3,256 dan t hitung untuk variabel pendidikan adalah 3,291. Sedangkan t tabel untuk jumlah responden 94 dengan tingkat kepercayaan 95 % adalah 1,865. Karena t hitung lebih besar dari t tabel maka pendapatan dan pendidikan mempengaruhi besarnya jejak makanan. Dari tabel coefficient regression dapat dilihat signifikansi pengaruh pendapatan dan pendidikan terhadap jejak makanan dilihat dari p-value masing-
  • 43. 88 masing variabel bebas. Nilai p-value untuk pendapatan 0,00158 dan p-value untuk pendidikan adalah 0,00142. Karena nilai p-value masing-masing variabel bebas lebih kecil dari 0,05 ini berarti pengaruh pendapatan dan pendidikan terhadap besar jejak makanan adalah signifikan. Kesimpulan lain yang dapat diambil adalah koefisien korelasi antara pendapatan dan pendidikan dengan jejak makanan adalah berpengaruh nyata, artinya koefisien tersebut dapat digeneralisasikan atau dapat berlaku pada populasi. Adapun persamaan regresi untuk menggambarkan hubungan antara jejak makanan dengan pendapatan dan pendidikan adalah sebagai berikut. Jejak makanan = - 0,13 + 1,049.10-08 pendapatan + 0,0276 pendidikan + E Persamaan ini digunakan untuk memprediksikan besar jejak makanan. Adapun contohnya adalah sebagai berikut. Jika seseorang mempunyai pendapatan per kapita Rp. 1.000.000 per tahun dengan tingkat pendidikan SD maka besar jejak makanannya adalah 0,1631 ha. Hubungan antara pendapatan dan pendidikan dengan jejak makanan dapat diperjelas lagi dengan menggunakan analisa nilai Multiple R (Sugiono, 2010). Hasil analisa menunjukkan nilai sebesar 0,5522 atau 55,22 %. Interpretasi dari nilai tersebut adalah bahwa perubahan besarnya jejak makanan responden perkotaan bisa dijelaskan oleh variabel pendapatan dan pendidikan sebesar 55,22 %, sedangkan 44,28 % dipengaruhi oleh faktor-faktor lain. Faktor-faktor lain yang mempengaruhi besar jejak makanan pada penelitian diduga juga berkaitan pula dengan faktor yang mempengaruhi konsumsi pangan diantaranya faktor akses informasi, faktor akses ketersediaan pangan, faktor preferensi dan faktor umur anggota keluarga.
  • 44. 89 Hasil perhitungan jejak makanan akan dilihat dari 2 aspek, yaitu aspek pendapatan, yang diklasifikasikan berdasarkan tingkat kesejahteraan keluarga dan aspek pendidikan, yang diklasifikasikan berdasarkan tingkat pendidikan. Adapun hasil perhitungan jejak makanan dari aspek pendapatan dapat dilihat pada uraian berikut. 1. Kategori Pra Sejahtera (PS) Rata-rata pendapatan per kapita kelompok ini adalah Rp. 4.213.333 per tahun. Hasil perhitungan menunjukkan nilai jejak makanan rata-rata adalah 0,2324 ha yang artinya 1 orang responden membutuhkan lahan seluas 2.324 m2 setiap tahunnya untuk mencukupi kebutuhan pangannya. Jejak makanan tertinggi berasal dari ikan laut yaitu 66,35 %. Adapun besar jejak makanan berdasarkan jenis pangan dapat dilihat pada Tabel 4.25 berikut. Tabel 4.25 Jejak makanan responden Pra Sejahtera di Kelurahan Dul JM JM JM No Jenis pangan bulan tahun kapita/thn Persen (ha) (ha) (ha) (%) 1 Beras 0,0508 0,6095 0,0254 10,93 2 Terigu, sagu, ketan 0,0084 0,1014 0,0042 1,81 3 Makanan hewani 0,0181 0,2167 0,009 3,87 4 Ikan laut 0,3341 3,8807 0,1542 66,35 5 Sayuran 0,0352 0,4221 0,0176 7,57 6 Buah 0 0 0 0,00 7 Bumbu 0,0231 0,2769 0,0115 4,95 8 Minuman 0,0211 0,2529 0,0105 4,52 Jejak makanan (ha) 0,4908 5,7602 0,2324 100,00 Keterangan : JM = jejak makanan Sumber : Hasil olahan data primer, 2010 Pada responden dengan kategori PS, kebutuhan lahan untuk beras masih yang utama. Dari semua kategori kesejahteraan keluarga, responden PS membutuhkan
  • 45. 90 lahan untuk konsumsi beras dan sayuran paling tinggi. Hasil perhitungan jejak makanan menunjukan bahwa pola makan responden ini membutuhkan lahan yang paling kecil dibandingkan dengan responden lain dengan kategori kesejahteraan keluarga yang lebih baik. 2. Kategori Sejahtera Tingkat I (KS I) Rata-rata pendapatan per kapita kelompok ini adalah Rp. 5.261.428 per tahun. Hasil perhitungan menunjukkan nilai jejak makanan rata-rata adalah 0,5056 ha yang artinya 1 orang responden membutuhkan lahan seluas 5.056 m2 setiap tahunnya untuk mencukupi kebutuhan pangannya. Jejak makanan tertinggi adalah dari ikan laut yaitu 76,25 %. Adapun besar jejak makanan berdasarkan jenis pangan dapat dilihat pada Tabel 4.26 berikut. Tabel 4.26 Jejak makanan responden Keluarga Sejahtera Tingkat I di Kelurahan Dul JM JM JM No Jenis pangan bulan tahun kapita/thn Persen (ha) (ha) (ha) (%) 1 Beras 0,1845 2,214 0,0264 5,22 2 Terigu, sagu, ketan 0,0973 1,1677 0,0139 2,75 3 Makanan hewani 0,2105 2,5264 0,0301 5,95 4 Ikan laut 2,7499 33,1016 0,3855 76,25 5 Sayuran 0,0968 1,1621 0,0138 2,73 6 Buah 0,0035 0,0415 0,0005 0,10 7 Bumbu 0,0751 0,9011 0,0107 2,12 8 Minuman 0,1729 2,075 0,0247 4,89 Jejak makanan (ha) 3,5905 43,1894 0,5056 100,00 Keterangan : JM = jejak makanan Sumber : Hasil olahan data primer, 2010 Kebutuhan lahan terbesar pada responden KS I masih pada konsumsi ikan laut.
  • 46. 91 3. Kategori Sejahtera Tingkat II (KS II) Rata-rata pendapatan per kapita kelompok ini adalah Rp. 9.819.860 per tahun. Hasil perhitungan menunjukkan nilai jejak makanan rata-rata adalah 0,527 ha yang artinya 1 orang responden membutuhkan lahan seluas 5.270 m2 setiap tahunnya untuk mencukupi kebutuhan pangannya. Jejak makanan tertinggi adalah dari ikan laut yaitu 58,52 %. Adapun besar jejak makanan berdasarkan jenis pangan dapat dilihat pada Tabel 4.27 berikut. Tabel 4.27 Jejak makanan responden Keluarga Sejahtera Tingkat II di Kelurahan Dul JM JM JM No Jenis pangan bulan tahun kapita/thn Persen (ha) (ha) (ha) (%) 1 Beras 0,4317 5,1804 0,0251 4,76 2 Terigu, sagu, ketan 0,0881 1,0569 0,0051 0,97 3 Lauk hewani 1,9172 23,0061 0,1117 21,20 4 Ikan laut 5,2171 62,6823 0,3084 58,52 5 Sayuran 0,1685 2,0219 0,0098 1,86 6 Buah 0,0136 0,1634 0,0008 0,15 7 Bumbu 0,7062 8,4743 0,0411 7,80 8 Minuman 0,4289 5,1467 0,025 4,74 Jejak makanan (ha) 8,9713 107,732 0,527 100,00 Keterangan : JM = jejak makanan Sumber : Hasil olahan data primer, 2010 Kebutuhan lahan terbesar pada responden KS II adalah untuk pemenuhan konsumsi lauk hewani. Jika dibandingkan dengan 2 kategori responden sebelumnya, konsumsi jenis makanan ini lebih banyak. Hasil perhitungan jejak makanan menunjukan bahwa pola makan responden ini membutuhkan lahan lebih besar dibandingkan dengan responden kategori PS dan KS I.
  • 47. 92 4. Kategori Sejahtera Tingkat III (KS III) Rata-rata pendapatan per kapita kelompok ini adalah Rp. 15.936.364 per tahun. Hasil perhitungan menunjukkan nilai jejak makanan rata-rata adalah 0,6527 ha yang artinya 1 orang responden membutuhkan lahan seluas 6.527 m2 setiap tahun untuk mencukupi kebutuhan pangannya. Jejak makanan tertinggi adalah dari ikan laut yaitu 43,31 %. Adapun besar jejak makanan berdasarkan jenis pangan dapat dilihat pada Tabel 4.28 berikut. Tabel 4.28 Jejak makanan responden Keluarga Sejahtera Tingkat III di Kelurahan Dul JM JM JM No Jenis pangan bulan tahun kapita/thn Persen (ha) (ha) (ha) (%) 1 Beras 0,0991 1,1887 0,0243 3,72 2 Terigu, sagu, ketan 0,0323 0,3871 0,0079 1,21 3 Lauk hewani 1,0655 12,786 0,2609 39,97 4 Ikan laut 1,1051 13,2612 0,2827 43,31 5 Sayuran 0,0508 0,6097 0,0124 1,90 6 Buah 0,0038 0,0461 0,0009 0,14 7 Bumbu 0,0477 0,5721 0,0117 1,79 8 Minuman 0,212 2,5434 0,0519 7,95 Jejak makanan (ha) 2,6163 31,3943 0,6527 100 Keterangan : JM = jejak makanan Sumber : Hasil olahan data primer, 2010 Semakin sejahtera keluarga, konsumsi lauk hewani juga semakin meningkat. Hal ini menyebabkan kebutuhan lahan untuk konsumsi pangan juga menjadi semakin besar dibandingkan dengan responden kategori PS, KS I dan KS II. Kebutuhan lahan untuk beras tidak jauh berbeda di setiap kategori kesejahteraan keluarga. Hal ini menunjukan bahwa kategori kesejahteraan keluarga tidak mempengaruhi tingkat kebutuhan beras.
  • 48. 93 5. Kategori Sejahtera Tingkat III+ (KS III+) Rata-rata pendapatan per kapita kelompok ini adalah Rp. 64.500.000 per tahun. Hasil perhitungan menunjukkan nilai jejak makanan rata-rata adalah 0,9537 ha yang artinya 1 orang responden membutuhkan lahan seluas 9.537 m2 setiap tahunnya untuk mencukupi kebutuhan pangannya. Jejak makanan tertinggi adalah dari lauk hewani yaitu 51,03 %. Adapun besar jejak makanan berdasarkan jenis pangan dapat dilihat pada Tabel 4.29 berikut. Tabel 4.29 Jejak makanan responden Keluarga Sejahtera Tingkat III+ di Kelurahan Dul JM JM JM No Jenis pangan bulan tahun kapita/thn Persen (ha) (ha) (ha) (%) 1 Beras 0,0097 0,1162 0,0129 1,35 2 Terigu, sagu, ketan 0,009 0,1081 0,012 1,26 3 Lauk hewani 0,365 4,3802 0,4867 51,03 4 Ikan laut 0,2056 2,3644 0,257 26,95 5 Sayuran 0,0172 0,2061 0,0229 2,40 6 Buah 0,0021 0,0249 0,0028 0,29 7 Bumbu 0,0133 0,16 0,0178 1,87 8 Minuman 0,1062 1,2742 0,1416 14,85 Jejak makanan (ha) 0,7281 8,6341 0,9537 100,00 Keterangan : JM = jejak makanan Sumber : Hasil olahan data primer, 2010 Semakin sejahtera keluarga, konsumsi lauk hewani dan minuman juga semakin meningkat. Hal ini menyebabkan kebutuhan lahan untuk konsumsi makanan juga menjadi semakin besar dibandingkan dengan responden kategori PS, KS I, KS II dan KS III.
  • 49. 94 Adapun hasil perhitungan jejak makanan dari aspek pendidikan dapat dilihat pada uraian berikut. 1. Tingkat Pendidikan SD Hasil perhitungan menunjukkan nilai jejak makanan rata-rata adalah 0,3588 ha yang artinya 1 orang responden membutuhkan lahan seluas 3.588 m2 setiap tahunnya untuk mencukupi kebutuhan pangannya. Jejak makanan tertinggi adalah dari ikan laut yaitu 70,41 %. Adapun besar jejak makanan berdasarkan jenis pangan dapat dilihat pada Tabel 4.30 berikut. Tabel 4.30 Jejak makanan responden dengan tingkat pendidikan SD di Kelurahan Dul JM JM JM No Jenis pangan bulan tahun kapita/thn Persen (ha) (ha) (ha) (%) 1 Beras 0,1514 1,8166 0,0245 6,83 2 Terigu, sagu, ketan 0,014 0,1679 0,0023 0,64 3 Lauk hewani 0,5525 6,6304 0,0896 24,97 4 Ikan laut 1,3364 16,0111 0,2056 70,41 5 Sayuran 0,0513 0,6157 0,0083 2,31 6 Buah 0,0017 0,0202 0,0003 0,08 7 Bumbu 0,061 0,7317 0,0099 2,76 8 Minuman 0,1128 1,3533 0,0183 5,10 Jejak makanan (ha) 2,2811 27,3469 0,3588 100 Keterangan : JM = jejak makanan Sumber : Hasil olahan data primer, 2010 Kebutuhan lahan terbesar adalah untuk mencukupi konsumsi ikan laut. Karena konsumsi laut utama dengan pendidikan yang rendah, pola makan masih berdasarkan pola makan yang didapat secara turun temurun dimana ikan adalah lauk yang umum dikonsumsi di daerah kepulauan seperti Pulau Bangka.
  • 50. 95 2. Tingkat Pendidikan SMP Hasil perhitungan menunjukkan nilai jejak makanan rata-rata adalah 0,4745 ha yang artinya 1 orang responden membutuhkan lahan seluas 4.745 m2 setiap tahunnya untuk mencukupi kebutuhan pangannya. Jejak makanan tertinggi adalah dari lauk hewani (sapi, ayam, telur) yaitu 57,30 %. Adapun besar jejak makanan berdasarkan jenis pangan dapat dilihat pada Tabel 4.31 berikut. Tabel 4.31 Jejak makanan responden dengan tingkat pendidikan SMP di Kelurahan Dul JM JM JM No Jenis pangan bulan tahun kapita/thn Persen (ha) (ha) (ha) (%) 1 Beras 0,3161 3,7927 0,0255 5,37 2 Terigu, sagu, ketan 0,0708 0,85 0,0057 1,20 3 Lauk hewani 0,3709 4,4505 0,0299 6,30 4 Ikan laut 4,2148 50,4491 0,3341 57,30 5 Sayuran 0,1525 1,8303 0,0123 2,59 6 Buah 0,0074 0,089 0,0006 0,13 7 Bumbu 0,6401 7,6811 0,0516 10,87 8 Minuman 0,1841 2,2086 0,0148 3,12 Jejak makanan (ha) 5,9567 71,3513 0,4745 100,00 Keterangan : JM = jejak makanan Sumber : Hasil olahan data primer, 2010 Kebutuhan lahan untuk beras responden dengan pendidikan SMP tidak jauh berbeda responden dengan pendidikan SD. Namun kebutuhan lahan untuk pangan hewani lebih besar dibandingkan dengan responden sebelumnya. Konsumsi ikan lebih sedikit dibandingkan dengan konsumsi ikan pada responden pendidikan SD, hal ini dikarenakan konsumsi lauk mulai bergeser ke lauk hewani lain.
  • 51. 96 3. Tingkat Pendidikan SMA Hasil perhitungan menunjukkan nilai jejak makanan rata-rata adalah 0,5485 ha yang artinya 1 orang responden membutuhkan lahan seluas 5.485 m2 setiap tahunnya untuk mencukupi kebutuhan pangannya. Jejak makanan tertinggi adalah dari ikan laut yaitu 60,91 %. Adapun besar jejak makanan berdasarkan jenis pangan dapat dilihat pada Tabel 4.32 berikut. Tabel 4.32 Jejak makanan responden dengan tingkat pendidikan SMA di Kelurahan Dul JM JM JM No Jenis pangan bulan tahun kapita/thn Persen (ha) (ha) (ha) (%) 1 Beras 0,2354 2,8244 0,0248 4,52 2 Terigu, sagu, ketan 0,116 1,3921 0,0122 2,22 3 Lauk hewani 1,1096 13,3154 0,1168 21,29 4 Ikan laut 3,1354 37,5477 0,3341 60,91 5 Sayuran 0,1134 1,3606 0,0119 2,17 6 Buah 0,0103 0,1234 0,0011 0,20 7 Bumbu 0,1214 1,4567 0,0128 2,33 8 Minuman 0,3309 3,9712 0,0348 6,34 Jejak makanan (ha) 5,1724 61,9915 0,5485 100,00 Keterangan : JM = jejak makanan Sumber : Hasil olahan data primer, 2010 Kebutuhan lahan untuk beras responden dengan pendidikan SMA tidak jauh berbeda responden dengan pendidikan SD dan SMP. Namun kebutuhan lahan untuk lauk hewani dan minuman lebih besar dibandingkan dengan responden sebelumnya. Konsumsi minuman (susu) menjadi lebih besar dibandingkan pada responden lain, hal ini dikarenakan tingkat pendidikan yang lebih tinggi sehingga pengetahuan tentang gizi juga menjadi lebih baik.
  • 52. 97 4. Tingkat Pendidikan Perguruan Tinggi (PT) Hasil perhitungan menunjukkan nilai jejak makanan rata-rata adalah 1,1274 ha yang artinya 1 orang responden membutuhkan lahan seluas 11.274 m2 setiap tahunnya untuk mencukupi kebutuhan pangannya. Jejak makanan tertinggi adalah dari lauk hewani (sapi, ayam, telur) yaitu 52,67 % Adapun besar jejak makanan berdasarkan jenis pangan dapat dilihat pada Tabel 4.33 berikut. Tabel 4.33 Jejak makanan responden dengan tingkat pendidikan PT di Kelurahan Dul JM JM JM No Jenis pangan bulan tahun kapita/thn Persen (ha) (ha) (ha) (%) 1 Beras 0,0674 0,8084 0,0269 2,39 2 Terigu, sagu, ketan 0,0278 0,3333 0,0111 0,98 3 Lauk hewani 1,4845 17,8137 0,5938 52,67 4 Ikan laut 0,8738 10,4856 0,3598 31,91 5 Sayuran 0,0385 0,4616 0,0154 1,37 6 Buah 0,0047 0,0569 0,0019 0,17 7 Bumbu 0,0359 0,4312 0,0144 1,28 8 Minuman 0,2602 3,1227 0,1041 9,23 Jejak makanan (ha) 2,7928 33,5134 1,1274 100,00 Keterangan : JM = jejak makanan Sumber : Hasil olahan data primer, 2010 Kebutuhan lahan untuk lauk hewani jauh lebih besar dibandingkan dengan 3 kategori pendidikan responden sebelumnya. Hal ini disebabkan oleh pola makan yang lebih sering mengkonsumsi daging dibandingkan dengan responden lain. Semakin tinggi tingkat pendidikan, maka semakin besar pula jejak makanannya. Untuk lebih jelasnya, besar jejak makanan di Kelurahan Dul berdasarkan kategori pendapatan (tingkat kesejahteraan keluarga) dan tingkat pendidikan dapat dilihat pada Tabel 4.34 berikut.