PP No. 55 tahun 2007 mengatur pengertian, fungsi, jenis, dan penyelenggaraan pendidikan agama dan keagamaan di sekolah umum dan lembaga keagamaan serta sanksi bagi pelanggaran. PP ini bertujuan memperkuat pelaksanaan pendidikan agama dan keagamaan dengan memberikan pengetahuan agama dan membentuk sikap serta keterampilan peserta didik dalam mengamalkan ajaran agamanya. Kehadiran PP ini juga dipengaruhi ole
1. ANALISIS PP NO 55 TAHUN 2007
Kaidah-kaidah hukum di dalam Peraturan Pemerintah No. 55 Tahun 2007 tentang
Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan mengatur pengertian, fungsi, jenis
dan jenjang pendidikan agama dan keagamaan, pengelolaan dan penyelenggaraan,
kurikulum dan sistem penilaian sebagai norma-norma yang harus ditaati dalam
proses pelaksanaan pendidikan agama dan penyelenggaraan pendidikan
keagamaan. Dengan demikian terdapat sanksi administratif bagi yang
menyimpang dari ketentuanketentuan tersebut.
PP No. 55 tahun 2007 tentang Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan. PP
ini mengatur Pendidikan Agama di sekolah umum dan Pendidikan Keagamaan
yaitu Islam, Protestan, Katholik, Hindu, Budha, dan Konghucu. Adapun MI, MTs,
dan MA bukan lagi kategori Pendidikan Keagamaan, tetapi pendidikan umum
dibawah Mentri Agama. Dalam PP tersebut disebutkan bahwasanya Pendidikan
Agama adalah pendidikan yang memberikan pengetahuan dan membentuk sikap,
kepribadian, dan ketrampilan peserta didik dalam mengamalkan ajaran agamanya
yang dilaksanakan sekurang-kurangnya melalui mata pelajaran atau kuliah pada
semua jalur, jenis, dan jenjang pendidikan. Sedangkan Pendidikan Keagamaan
ialah pendidikan yang mempersiapkan peserta didik untuk dapat menjalankan
peranan yang menuntut penguasaan pengetahuan agama dan atau menjadi ahli
ilmu agama dan mengamalkan ajaran agamanya. Adapun fungsi dan tujuan dari
Pendidikan Agama dan keagamaan sebagaimana dipaparkan dalam PP tersebut
adalah sebagai berikut: fungsi Pendidikan Agama adalah membentuk manusia
Indonesia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta
berakhlak mulia dan mampu menjaga kedamaian dan kerukunan hubungan inter
dan antar umat beragama, berkembangnya peserta didik dalam memahami,
menghayati dan mengamlakan nilai-nilai agama yang menyerasikan penguasaanya
dalam iptek, sedangkan tujuan pendidikan agama adalah agar berkembangnya
kemampuan peserta didik dalam memahami, menghayati dan mengamalkan nilai-
nilai agama yang menyerasikan penguasaannya dalam ilmu pengetahuan,
tekhnologi dan seni.
2. Adapun Pendidikan Keagamaan mempunyai fungsi mempersiapkan peserta didik
menjadi anggota masyarakat yang memahami dan mengamalkan nilai-nilai ajaran
agamanya dan menjadi ahli ilmu agama, dan bertujuan agar terbentuknya peserta
didik yang memahami dan mengamalkan nilai-nilai ajaran agamamnya dan
menjadi ahli ilmu agama yang berwawasan luas, kritis, kreatif, inovatif, dan
dinamis.
Penerapan PP 55 tahun 2007 akan membuat pesantren berada di simpang
kepentingan antara Departemen Pendidikan Nasional dan Departemen Agama
serta pemerintah daerah sebagai pemilik sah kewenangan atas penyelenggaraan
pendidikan inilah yang diterjemahkan lebih lanjut PP 55 tahun 2007.
Sistem pendidikan di pondok pesantren terbukti telah melahirkan format keilmuan
yang multi dimensi yaitu ilmu pengetahuan agama, membangun kesadaran sosial
dan karakter manusia sebagai hamba Allah. Atas dasar itu, maka dalam
pengaturan PP No. 55 Tahun 2007 hendaknya memuat penegasan yang lebih
kongkrit bukan saja terhadap masa depan pondok pesantren akan tetapi imbalan
jasa yang patut di terima oleh pondok pesantren atas perannya dalam membina
karakter bangsa.
Kehadiran PP 55 tahun 2007 tentang pendidikan agama dan pendidikan
keagamaan diarahkan untuk memperkuat pelaksanaan pendidikan agama dan
keagamaan. Regulasi ini menegaskan perlunya pendidikan yang memberikan
pengetahuan dan pembentukan sikap, kepribadian, keterampilan peserta didik
dalam mengamalkan ajaran agamanya dan pentingnya pendidikan keagamaan
dalam mempersiapkan peserta didik memiliki pengetahuan agama dan menjadi
ahli ilmu agama dan mengamalkan agamanya.
PP 55 2007, tidak lepas dari perjalanan panjang pasang surut keberpihakan
kebijakan pemerintah dari masa ke masa. Melihat jauh ke belakang secara runut,
undang-undang sistem pendidikan nasional (UU Sisdiknas) nomor 2 tahun 1989,
memposisikan pendidikan keagamaan sebagai pendidikan luar sekolah (PLS)
sama dengan pendidikan umum, pendidikan jabatan kerja, pendidikan kedinasan
3. dan pendidikan kejuruan. Konsekwensi logis dari kebijakan itu, jelas menjadikan
lembaga keagamaan tidak dapat perlakuan sejajar dari pemerintah, terutama
dalam hal hak untuk mendapatkan anggaran.
Pada penghujung 2007, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menetapkan
Peraturan Pemerintah No 55 tahun 2007 tentang Pendidikan Agama dan
Pendidikan Keagamaan. Beleid itu mengukuhkan kebijakan pendidikan dalam
Undang-Undang 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Bahwa
pendidikan keagamaan adalah bagian integral sistem pendidikan nasional.
Undang-undang ini menjadi tonggak penting politik pendidikan yang menghapus
diskriminasi antara sekolah negeri dan swasta serta antara sekolah umum dan
sekolah keagamaan. Alokasi anggaran pun, menurut Pasal 12 PP 55 tahun 2007,
harus adil antara sekolah negeri dan swasta.
Lahirnya PP 55 2007 ini, menurut pemakalah pribadi adalah bagian dari produk
politik. Karena kebijakan apapun yang keluar dari pemerintah tidak bisa
dilepaskan dari agenda dan kepentingan penguasa. Biasanya hubungan antara
pendidikan dan politik bukan sekadar hubungan saling mempengaruhi, tetapi juga
hubungan fungsional. Lembaga-lembaga dan proses pendidikan menjalankan
sejumlah fungsi politik yang signifikan.
Pendidikan keagamaan dalam hal ini pesantren mempunyai potensi besaruntuk
menjadi rebutan penguasa dan atau kelompok elit yang inginberkuasa. Selain
simbol Islam yang melekat pada diri pesantren, juga karena kuantitas pesantren
yang begitu banyak bertebaran di nusantara ini dengan basis masanya yang mudah
diarahkan hanya dengan kekuatan pengaruh dan kharisma kiyainya.
Kepentingan pengerahan massa ini, sesuai dengan konteks akan dilaksanakannya
pemilihan saat itu, yaitu pemilihan langsung di setiap moment pemilihan apapun
terutama pemilihan presiden. Mungkin saja bentuk pengayoman pemerintah
melalui kebijakannya, berharap bisa dapat timbal balik jasa agar dapat dukungan
dari kalangan penyelenggara pendidikan keagamaan terutama pesantren dan
kiyainya. Dengan lahirnya PP 55 tahun 2007 ini minimal memunculkan opini di
4. tengah-tengah masyarakat bahwa pemerintah saat ini peduli terhadap pendidikan
keagamaan untuk mengambil hati warga pesantren. Dengan kata lain
dikeluarkannya PP 55 tahun 2007 ini adalah upaya pemerintah untuk melakukan
pendekatan dan menjalin hubungan yang harmonis dengan warga pesantren, bisa
jadi dioreintasikan untuk mencari dukungan massa dalam rangka memperkuat dan
memperpanjang masa kepemiampinan penguasa. Dan hal ini terbukti ampuh
dengan terpilihnya kembali Susilo Bambang Yudoyono sebagai presiden negara
kesatuan republik indonesi untuk kedua kalinya.
Dalam PP No 55 tahun 2007 tentang pendidikan agama kita bisa melihat pada
pasal 5 ayat 6 menyebutkan “ satuan pendidikan dapat menambah muatan
pendidikan agama sesuai dengan kebutuhan. Tetapi dalam tataran praktisnya ini
sangat susah untuk kita temukan. Karena jam muatan lokal biasanya tidak diisi
dengan pendidikan agama, melainkan diisi dengan bahasa daerah atau yang
lainnya. Dan apabila iya itu dilaksanakan pada muatan lokal maka itupun hanya 2
jam pelajaran saja. Apakah ini cukup untuk menjadi peserta didik sesuai dengan
PP tersebut. Jawabannya tentu tidak. Sedangkan porsi pendidikan umum di
madrasah atau pesantren juga tidak kalah sedikitnya dengan porsi pendidikan
agama di sekolah umum, ini juga sebagai indikasi bahwa semangat untuk
mengembangkan pendidikan umum di sekolah berbasis agama tidak berkembang
dengan baik.