1. MINGGU 2
1. HIPOSPADIA
Hipospadia adalah suatu kelainan bawaan berupa lubang uretra yang terletak di
bagian bawah dekat pangkal penis. (Ngastiyah, 2005 : 288).
ETIOLOGI
1. Embriologi.
2. Maskulinisasi inkomplit dari genetalia karena involusi yang prematur dari sel
intersitisial testis.
3. Gangguan dan ketidakseimbangan hormon
4. Genetika Terjadi karena gagalnya sintesis androgen, sehingga ekspresi dari gen
tersebut tidak terjadi.
5. Lingkungan polutan dan zat yang bersifat teratogenik yang dapat mengakibatkan
mutasi.
MANIFESTASI KLINIS
1. Pancaran air kencing pada saat BAK tidak lurus, biasanya kebawah, menyebar,
mengalir melalui batang penis, sehingga anak akan jongkok pada saat BAK.
2. Pada Hipospadia grandular/ koronal anak dapat BAK dengan berdiri dengan
mengangkat penis keatas.
3. Pada Hipospadia peniscrotal/ perineal anak berkemih dengan jongkok.
4. Penis akan melengkung kebawah pada saat ereksi.
5. Glans penis bentuknya lebih datar dan ada lekukan yang dangkal di bagian bawah
penis yang menyerupai meatus uretra eksternus.
6. Adanya chordee, yaitu jaringan fibrosa yang mengelilingi meatus dan membentang
hingga ke glans penis, teraba lebih keras dari jaringan sekitar.
7. Kulit penis bagian bawah sangat tipis.
8. Tunika dartos, fasia Buch dan korpus spongiosum tidak ada.
9. Sering disertai undescended testis (testis tidak turun ke kantung skrotum).
10. Kadang disertai kelainan kongenital pada ginjal.
11. Lubang penis tidak terdapat di ujung penis, tetapi berada di bawah penis
12. Penis melengkung ke bawah
13. Jika berkemih, anak harus duduk
2. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Intervensi
a. Pra Operasi
1) Kecemasan/ansietas b/d kurangnya pengetahuan mengenai kondisi,prognosis,
dan kebutuhan pengobatan
Tujuan
Kecemasan/ansietas hilang/berkurang satelah dilakukan asuhan keperawatan
dalam1x20 menit, dengan criteria hasi, klien akan :
Mengutarakan proses penyakit/proses preoperasi dan harapan pasca
operasi
melakukan prosedur yang diperlukan untuk menjelaskan alasan dari suatu
tindakan
memulai perubahan gaya hidup yang dperlukan dan ikut serta dalam
regimen perawatan
Intervensi
a) Kaji tingkat pemahaman pasien
Rasional: Berikan fasilitas perencanaan program pengajaran
b) Gunakan sumber-sumber pengajaran, sesuai keadaan
Rasional: Media khusus akan dapat memenuhi kebutuhan pasian untuk
belajar
c) Melaksanakan program pengajaran pra operasi individual
Rasional: Meningkatkan pemahaman atau kontrol pasien dan
memungkinkan partisipasi dalam perawatan pasca operasi
d) Informasikan pasien/orang terdekat mengenai rencana perjalanan,
komunikasi dokter/orang terdekat
Rasional: Informasi logistik mengenai jadwal dan kamar operasi,
mencegah keraguan dan kebingungan akan kesehatan pasian, dan prosedur
yang akan dilakukan
b. Post Operasi
1) Gangguan rasa Nyaman :Nyeri berhubungan dengan diskontinuitas
jaringan
Tujuan : nyeri berkurang
3. K/H :
Menyatakan nyeri terkontrol
Menunjukkan nyeir hilang, mampu tidur/istirahat dengan tepat
Intervensi :
a. Kaji nyeri, catat lokasi, karekteristik, intensitas (skala 0-10)
Rasional: Membantu mengevaluasi : derajat ketidaknyamanan dan
keefektifan analgesik
b. Berikan tindakan kenyaman misal : ubah posisi
Rasional: Mencegah ketidaknyamanan, meningkatkan relaksasi dan dapat
meningkat kemampuan koping.
c. Dorong penggunaan teknik relaksasi
Rasional: Membantu pasien untuk istirahat lebih efektif dan memfokuskan
kembali perhatian sehingga menurunkan nyeri dan ketidaknyamanan
d. Kolaborasi, berikan obat sesuai indikasi mil : narkotik, anlagen
Rasional: Menurunkan nyeri, meningkatkan kenyamanan
2) Ketidakefektifan bersihan jalan napas b.d obstruksi jalan napas
Tujuan : jalan napas efektif, tidak ada sumbatan.
Kriteria hasil:
Tidak ada bunyi napas tambahan.
Nafas efektif, pasien tidak gelisah
Intervensi:
a. Auskultasi bunyi napas,
Rasional: untuk mengetahui adanya bunyi napas tambahan seperti, mengi
b. Kaji, pantau frekuensi pernapasan.
Rasional: untuk mengetahui tingkat pengembangan paru
c. Berikan posisi yang nyaman, seperti mengekstensikan kepala
Rasional: untuk membebaskan jalan napas
d. Lakukan pengisapan lendir bila perlu.
Rasional: Untuk melegakan pernafasan.
3) Resiko tingggi infeksi b.d invasi kateter
4. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3×24 jam
diharapkan tidak terjadi infeksi
Intervensi
a. Ajarkan pasien & kelurga cara mencucitangan yang benar
Rasional: menghindari kuman
b. Ajarkan pada pasien & keluarga tanda gejala infeksi & kapan harus
melaporkan kepada petugas
Rasional: memberi peringatan ketika terjadi infeksi
c. Batasi pengunjung
Rasional: membuat pasien merasa nyaman
d. Bersihkan lingkungan dengan benar setelah digunakan pasien
Rasional: menetralisir kuman yang ada disekitar
e. Kaji faktor yang dapat meningkatkan infeksi
Rasional: meminimalkan resiko infeksi
4) Perubahan eliminasi urine b.d bedah diversi, trauma jaringan
Tujuan : Eliminasi urine normal / menjadi seperti sebelum sakit K/H :
Menunjukkan aliran urine terus menerus dengan haluaran urine adekuat untuk
situasi individu.
Intervensi :
a. Catat keluaran urine, selidiki penurunan / penghentian aliran urien tiba-tiba
b. Observasi dan catat warna urin
c. Tunjukkan teknik katerisasi sendiri
d. Dorong peningkatan cairan dan pertahankan pemasukan akura
e. Awasi tanda vital
Rasional
a. Penurunan aliran urine tiba-tiba dapat mengindikasikan abstuksi /
disfungsi
b. Urine dapat agak kemerahmudaan, yang seharusnya jernih sampai 2-3 hari
c. Kateterisasi periodik mengosongkan wadah
d. Mempertahankan hidrasi dan aliran urine baik
e. Indikator keseimbangan cairan menunjukkan tingkat hidrasi dan
keefektifan terapi penggantian caira
5. 2. BENIGNA PROSTAT HYPERPLASIA
BPH (Benigna Prostat hyperplasia) adalah suatu keadaan dimana prostat mengalami
pembesaran memanjang keatas kedalam kandung kemih dan menyumbat aliran urin
dengan cara menutupi orifisium uretra. (Smeltzer dan Bare, 2002)
ETIOLOGI
Penyebab BPH belum diketahui dengan pasti, tetapi diduga akibat pengaruh
hormone, yaitu terjadi perubahan keseimbangan antara hormone estrogen dan testoteron.
Sebagian besar dihasilkan oleh kedua testis, kira-kira 90 % dan sisanya diproduksi oleh
kelenjar adrenal, dengan bertambahnya usia akan terjadi penurunan keseimbangan
testoteron dan estrogen, hal ini disebabkan oleh berkurangnya produksi testoteron dan
konvensi testoteron menjadi estrogen pada jaringan perifer, estrogen inilah yang emudian
menyebabkan hyperplasia.
MANIFESTASI KLINIS
Gambaran klinis pada hiperplasi prostat digolongkan dua tanda gejala yaitu
obstruksi dan iritasi. Gejala obstruksi disebabkan detrusor gagal berkontraksi dengan
cukup lama dan kuat sehingga mengakibatkan: pancaran miksi melemah, rasa tidak puas
sehabis miksi, kalau mau miksi harus menunggu lama (hesitancy), harus
mengejan (straining, kencing terputus-putus (intermittency), dan waktu miksi
memanjang yang akhirnya menjadi retensio urin dan inkontinen karena overflow.
Gejala iritasi, terjadi karena pengosongan yang tidak sempurna atau pembesaran
prostat akan merangsang kandung kemih, sehingga sering berkontraksi walaupun belum
penuh atau dikatakan sebagai hipersenitivitas otot detrusor dengan tanda dan gejala
antara lain: sering miksi (frekwensi), terbangun untuk miksi pada malam hari (nokturia),
perasaan ingin miksi yang mendesak (urgensi), dan nyeri pada saat miksi (disuria) (Arif
Mansjoer, 2000)
Derajat berat BPH menurut Sjamsuhidajat (2005) dibedakan menjadi 4 stadium :
1. Stadium I
Ada obstruktif tapi kandung kemih masih mampu mengeluarkan urine sampai habis.
2. Stadium II
6. Ada retensi urine tetapi kandung kemih mampu mengeluarkan urine walaupun tidak
sampai habis, masih tersisa kira-kira 60-150 cc. Ada rasa tidak enak BAK atau
disuria dan menjadi nocturia.
3. Stadium III
Setiap BAK urine tersisa kira-kira 150 cc.
4. Stadium IV
Retensi urine total, buli-buli penuh pasien tampak kesakitan, urine menetes secara
periodik (over flow inkontinen).
ASUHAN KEPERAWATAN
a. Nyeri (akut) berhubungan dengan iritasi mukosa buli – buli, distensi
kandung kemih, infeksi urinaria.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam Nyeri
klien dapat berkurang sampai dengan hilang ditandai dengan ekspresi wajah
tampak rileks.
Kriteria Hasil :
Klien melaporkan nyeri hilang / terkontrol
Klien menunjukkan ketrampilan relaksasi dan aktivitas terapeutik
sesuai indikasi untuk situasi individu.
Klien Tampak rileks, tidur / istirahat dengan tepat.
Intervensi dan Rasional
1) Kaji nyeri, perhatikan lokasi, intensitas ( skala 0 – 10 ).
Rasional : Nyeri tajam, intermitten dengan dorongan berkemih / masase
urin sekitar kateter menunjukkan spasme buli-buli, yang cenderung
lebih berat pada pendekatan TURP ( biasanya menurun dalam 48 jam ).
2) Dorong klien untuk berkemih tiap 2-4 jam dan bila tiba-tiba dirasakan
Rasional : Meminimalisikan retensi urine distensi berlebihan pada kandung
kemih
3) Awasi dan catat waktu serta jumlah setiap kali berkemih
Rasional : Retensi urine meningkatkan tekanan dalam saluran perkemihan
yang dapat mempengaruhi fungsi ginjal
kemih dari pertumbuhan bakteri
4) Bantu eliminasi urine dengan pemasangan kateter.
Rasional : Mengurangi nyeri saat berkemih
7. 5) Kaji karakteristik nyeri (sifat, intensitas, lokasi dan lama).
Rasional : Mengetahui karakteristik nyeri sehingga dapat menentukan
intervensi selanjutnya.
6) Ajarkan teknik relaksasi : tarik napas dalam.
Rasional : Mengurangi nyeri.
Kolaborasi
7) Kolaborasi dalam pemberian analgetik
Rasional : Menghilangkan nyeri
b. Gangguan Eliminasi Urine : disuria berhubungan dengan Retensi urine,
pembesaran prostat.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam klien dapat
mempertahankan pola eliminasi secara adekuat. Terjadinya Pengosongan
kandung kemih yang lancar.
Kriteria Hasil :
Pola eliminasi urine normal tanpa terjadi retensi.
Jumlah urine 2000-3000 cc/hari
Tidak ada distensi kandung kemih
Intervensi dan Rasional
1) Anjurkan untuk berkemih setiap 2 – 3 jam
Rasional : Untuk mencegah terjadinya penumpukan urine dalam vesika
urinaria
2) Kaji keluaran urine (warna, jumlah, kekuatan).
Rasional : Mengidentifikasi adanya obstruksi dan perdarahan, palpasi
kandung kemih setiap menit.
3) Anjurkan pasien untuk berkemih saat ada rasa ingin berkemih.
Rasional : Mempertahankan pola eliminasi dengan normal.
4) Ajarkan Klien Untuk senam kegel
Rasional : mengotrol pengeluaran untuk berkemih pada pasien
5) Observasi TTV tiap 4 jam.
Rasional : Mengetahui keadekuatan fungsi ginjal.
Kolaborasi
6) Berikan obat anti spasmodik sesuai indikasi.
8. Rasional : Menghilangkan spasme kandung kemih sehubungan dengan
iritasi oleh kateter.
c. Ansietas/kecemasan berhubungan dengan prosedur pembedahan
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam Kecemasan
klien dapat berkurang sampai dengan hilang.
Kriteria Hasil :
Klien Menyatakan pengetahuan yang akurat tentang situasi
Menunjukkan rentang yang tepat tentang perasaan dan penurunan rasa
takut.
Intervensi Rasional :
1) Kaji tingkat kecemasan klien.
Rasional : Untuk mengetahui seberapa jauh kecemasan yang dirasakan klien
2) Beri kesempatan klien mengungkapkan kecemasan yang dirasakan.
Rasional : Untuk mengetahui hal-hal apa yang menyebabkan cemas.
3) Ajarkan teknik relaksasi dengan tarik napas dalam.
Rasional : Membantu klien mengontrol emosinya
9. MINGGU 3
1. UROTILITIS
Definisi
Urolithiasis adalah adanya batu (kalkuli) di traktus urinarius (Brunner and Suddarth,
2002, hal. 1460).
Urolithiasis adalah penyakit diamana didapatkan batu di dalam saluran air kemih,
yang dimulai dari kaliks sampai dengan uretra anterior.(DR. Nursalam, M. Nurs & Fransica
B.B, Sistem Perkemihan, hal. 76).
Etiologi
Faktor intrinsik, meliputi:
1. Herediter; diduga dapat diturunkan dari generasi ke generasi.
2. Umur; paling sering didapatkan pada usia 30-50 tahun
3. Jenis kelamin; jumlah pasien pria 3 kali lebih banyak dibanding pasien wanita.
Faktor ekstrinsik, meliputi:
1. Geografi; pada beberapa daerah menunjukkan angka kejadian yang lebih tinggi
daripada daerah lain sehingga dikenal sebagai daerah stone belt (sabuk batu)
2. Iklim dan temperatur
3. Asupan air; kurangnya asupan air dan tingginya kadar mineral kalsium dapat
meningkatkan insiden batu saluran kemih.
4. Diet; diet tinggi purin, oksalat dan kalsium mempermudah terjadinya batu saluran
kemih.
5. Pekerjaan; penyakit ini sering dijumpai pada orang yang pekerjaannya banyak duduk
atau kurang aktivitas fisik (sedentary life).
Manifestasi Klinis
1. Batu di ginjal Batu kalsium (kalsium oksalat dan atau kalsium fosfat) paling
banyak ditemukan yaitu sekitar 75-80% dari seluh batu saluran kemih:
a. Nyeri dalam dan terus-menerus di area kastovertebral.
b. Hematuri dan piuria.
c. Nyeri berasal dari area renal menyebar secara anterior dan pada wanita nyeri ke
bawah mendekati kandung kemih sedangkan pada pria mendekati testis.
d. Mual dan muntah.
e. Diare.
10. 2. Batu di ureter (batu infeksi terbentuk karena infeksi)
a. Nyeri menyebar ke paha dan genitalia.
b. Rasa ingin berkemih namun hanya sedikit urine yang keluar.
c. Biasanya batu bisa keluar secara spontan dengan diametr batu 0,5-1 cm.
3. Batu di kandung kemih
a. Biasanya menyebabkan gejala iritasi dan berhubungan dengan infeksi traktus
urinarius dan hematuri.
b. Jika batu menyebabkan obstruksi pada leher kandung kemih akan terjadi retensi
urine.
Diagnosis Perencanaan
No
Keperawatan Tujuan Intervensi Rasional
1. Nyeri hebat Setelah dilakukan Independen a. Membantu mengevaluasi
(kolik) yang tindakan a. Catat lokasi, lamanya tempat abstruksi dan
berhubungan keperawatan selama intensitas (0-10) dan kemajuan gerakan kalkulus
dengan: 1x 24 jam nyeri klien penyebaran b. Obstruksi lengkap ureter
peningkatan hilang, dengan b. Perhatikan dapat menyebabkan
frekuensi / criteria : keluhan/menetap perforasi dan ekstravasasi
dorongan a. Melaporkan nyeri nya nyeri abdomen. urine ke dalam area
kontraksi hilang/berkurang perineal.
uretral. dengan spasme c. Dorong aktivitas c. Gerakan dapat
terkontrol sesuai toleransi meningkatkan pasase dari
b. Tampak rileks beberapa batu kecil dan
mampu mengurangi urine statis.
tidur/istirahat d. Kenmyamanan
dengan tepat. d. Ajarkan klien teknik meningkatkan istirahat dan
c. Skala nyeri 0 relaksasi (tarik nafas penyembuhan mual
d. TTV dala batas dalam) disebabkan oleh
normal peningkatan nyeri.
Kolaborasi : Kolaborasi :
Kolaborasi pemberian - Analgetik (gol. narkotik)
obat sesuai program biasanya diberikan selama
terapi: episode akut untuk
- Analgetik menurunkan kolik ureter
dan meningkatkan relaksasi
11. otot/mental.
- Menurunkan refleks spasme,
- Antispasmodik dapat menurunkan kolik dan
nyeri.
- Mungkin digunakan untuk
- Kortikosteroid menurunkan edema jaringan
untuk membantu gerakan
batu.
- Mencegah stasis/retensi
urine, menurunkan risiko
peningkatan tekanan ginjal
2. Perubahan Setelah dilakukan a. Awasi pemasukan a. Memberikan informasi
eliminasi urine tindakan dan keluaran serta tentang fungsi ginjal, dan
berhubungan keperawatan selama karakteristik urine adanya komplikasi contoh
dengan situasi 3x24 jam, pola infeksi dan perdarahan
kandung kemih berkemih klien b. Dorong b. Peningkatan hidrasi
oleh batu, iritasi kembali normal meningkatjkan membilas bakteri,darah dan
ginjal atau dengan criteria : pemasukan cairan debris dan dapat membantu
uretral a. Berkemih dengan lewatnya batu.
jumlah normal dan c. periksa semua urine c. Penemuan batu
pola biasanya catat adanya memungkinkan identifikasi
b. Tidak mengalami keluaran batu tipe batu dan mempengaruhi
tanda obstruksi pilihan terapi.
Kolaborasi :
Kolaborasi :
Berikan obat sesuai
indikasi:
- Menurnkan produksi asam
- Asetazolamid
urat.
(Diamox),
- Mungkin diperlukan bila ada
Alupurinol
ISK
(Ziloprim)
- Mengganti kehilangan yang
- Hidroklorotiazid
tidak dapat teratasi selama
(Esidrix, Hidroiuril),
pembuangan bikarbonat dan
Klortalidon
atau alkalinisasi urine, dapat
(Higroton)
12. mencegah pemebntukan
batu.
3. Resiko Setelah dilakukan a. Awasi intake dan a. Membandingkan keluaran
kekurangan tindakan Output actual
Volume cairan keperawatan selama b. Catat dan perhatikan b. Mual / muntah, diare secara
berhubungan 2x24 jam kebutuhan karakteristik dan umum berdasarkan baik
dengan mual cairan klien frekuensi mual / kolik ginjal karena saraf
dan muntah. terpenuhi dengan muntah dan diare. ganglion seliaka pada kedua
kriteria ginjal dan lambung.
c. Awasi Hb /Ht, c. Mengkaji hidrasi dan
a. Mempertahankan elektrolit efektifian / kebutuhan
keseimbangan cairan. intervensi.
b. Membran mukosa d. Mempertahankan volume
d. Berikan cairan IV
lembab sirkulasi / bila pemasukan
c. Turgor kulit baik oral tidak cukup,/ menaik
Kolaborasi :
fungsi ginjal.
Kolaborasi pemberian
diet sesuai keadaan
Kolaborasi :
klien.
Antiemetik mungkin diperlukan
untuk menurunkan
Berikan obat sesuai
mual/muntah.
program terapi
(antiemetik misalnya
Proklorperasin/
Campazin).