Kemujaraban dan pemanfaatan stem cell harian pelita 2013 09 19 hal 1 (taruna ...
MIGRASI INTELEKTUAL (Interview dr Taruna Ikrar KOMPAS, Rabu 2 Juli 2014
1. KOMPAS, RABU, 2 JULI 2014 13
attelle terus mengembangkan teknologi ”neuro-
bridge” untuk menolong pasien lumpuh bisa
berjalan kembali, pulih dari stroke, dan orang yang
menderita gangguan saraf, seperti cedera otak traumatis dan
parkinson.
elalui operasi, sebuah cip
ditanamkan pada bagian korteks
otak yang mengendalikan
pergerakan tangan. Cip itu
mengirimkan data sinyal
otak dengan cepat melalui
peranti lunak penerjemah
ke manset yang tersusun
dari elektroda. Elektroda
yang dipasang pada
tangan ini menstimula-
si otot melakukan
gerakan spesifik
sesuai perintah
otak.
gkan teknologi ”neuro-
asien lumpuh bisa
ri stroke, dan orang yang
era otak traumatis dan
elalui operasi, sebuah cip
ditanamkan pada bagian korteks
otak yang mengendalikan
pergerakan tangan. Cip itu
mengirimkan data sinyal
otak dengan cepat melalui
peranti lunak penerjemah
ke manset yang tersusun
dari elektroda. Elektroda
yang dipasang pada
tangan ini menstimula-
si otot melakukan
gerakan spesifik
sesuai perintah
otak.
Sumber: Battelle.org; Medicalcenter.osu.edu INFOGRAFIK: ARDIANSYAH
LINGKUNGAN & KESEHATANLINGKUNGAN & KESEHATAN
IPTEKIPTEK
Membangun Kota Sehat
Oleh AHMAD ARIF
iptekCATATAN
K
ota Jakarta saat ini ibarat kota-kota di Eropa dan Amerika
200 tahun lalu. Bahkan, problem Jakarta, yang tahun ini
berulang tahun ke-487, agaknya lebih akut.
Akhir abad ke-19, kota-kota di Eropa dan Amerika yang
sebelumnya dirancang hanya untuk hunian harus menjalankan
fungsi produksi seiring terjadinya industrialisasi. Kota-kota men-
jadi sumpek, kumuh, penuh polusi, dan sumber penyakit. Kri-
minalitas pun merajalela.
Persoalan ini melahirkan teori tata kota modern yang menon-
jolkan pembangunan fisik dan infrastruktur. Asumsinya, tata kota
baik melahirkan warga kota sehat fisik dan perilakunya. Dimulai-
lah teori zoning yang memisahkan fungsi tiap kawasan dan diikuti
garden city tahun 1898 (Hall, 2004). Konsep ini diekspor keluar
Eropa melalui kolonialisme hingga Indonesia.
Beberapa permukiman baru dengan konsep garden city yang
dibangun Belanda di Indonesia misalnya Bandung Utara (1917)
dan Kota Baru Yogyakarta (1920). Kota Bandung awalnya disiap-
kan sebagai ibu kota Hindia Belanda, menggantikan Batavia yang
saat itu dianggap sebagai kota gagal.
Kota gagal
Pieterszoon Coen awalnya memimpikan Amsterdam ketika
meminta Simon Stevin merancang kota di muara Sungai Cili-
wung pada 1619. Kota itu dikelilingi parit, tembok kota, lengkap
dengan kanal. Dengan kanal itu, Coen berharap bisa mengatasi
banjir sekaligus menjadi jalur pelayaran.
Batavia memang sempat dijuluki ”Venesia dari Timur.” Na-
mun, endapan lumpur segera memampetkan kanal. Terusan
berbau busuk dan menjadi sarang malaria. Hanya tiga tahun sejak
dibangun Batavia kebanjiran.
Pada akhir abad ke-18 terjadi perpindahan besar-besaran
penduduk Batavia ke arah selatan, yaitu Weltevreden—sekitar
Lapangan Banteng saat ini. Pada 1830, ibu kota Hindia Belanda
resmi pindah ke kawasan ini.
Namun, banjir tak teratasi. Pada 1 Januari 1892 banjir melanda
pusat kota. Puncaknya terjadi Januari 1918 saat hampir seluruh
kota kebanjiran hingga sebulan. Wabah kolera merebak dan
membunuh banyak warga. Citra Batavia sebagai kota gagal terus
membayangi hingga periode akhir penjajahan.
Tak mengherankan, begitu Indonesia merdeka, Presiden Soe-
karno menyiapkan Kota Palangkaraya sebagai calon ibu kota
baru. Namun, cita-cita ini kandas seiring pergantian rezim.
Jakarta berkembang pesat seiring pergeseran paradigma mo-
dern planning dari kepentingan publik kepada kepentingan
pemburu rente yang menjadikan tanah sebagai investasi. Harga
properti tak terjangkau sebagian besar warga kota yang jum-
lahnya terus melonjak. Sebagian besar penduduk tinggal makin
ke pinggiran atau ke ruang tak layak huni, seperti bantaran
sungai.
Dampaknya, beban transportasi kian tinggi dan banjir meluas.
Namun, kemacetan, kekumuhan, dan kriminalitas menjadi banal
dan tak dianggap sebagai masalah. Keruwetan lalu lintas, misal-
nya Tanah Abang, dan okupasi waduk-waduk di Jakarta, seperti
Waduk Pluit untuk hunian, puluhan tahun tak tersentuh.
Namun, mimpi menjadikan Jakarta sebagai kota sehat dalam
1-2 tahun ibarat mimpi siang bolong. Butuh bertahun-tahun
memperbaiki Jakarta. Apalagi, bersinggungan dengan kota-kota
di sekitarnya. Butuh dukungan kuat dan konsisten pusat.
NEUROTEKNOLOGI
Saya Berpikir, maka Saya Gerak
Teknologi seharusnya memudahkan aktivitas. Dengan
begitu, teknologi bermanfaat besar bagi manusia.
Salah satu teknologi termutakhir bidang rehabilitasi
saraf adalah neurobridge, teknologi antarmuka
manusia-mesin yang memungkinkan seseorang
menggerakkan lagi anggota tubuhnya yang lumpuh
menggunakan kekuatan pikiran.
Oleh ADHITYA RAMADHAN
M
elalui neurobridge, si-
nyal perintah dari otak
menuju otot berjalan
lancar sehingga memungkinkan
anggota tubuh lumpuh kembali
digerakkan. Adalah Ian Burk-
hart (23), warga Dublin, Ohio,
Amerika Serikat, yang menjadi
pasien pertama yang mencoba
neurobridge. Burkhart lumpuh
akibat kecelakaan selam empat
tahun lalu.
Neurobridge merupakan kerja
sama Ohio State University
Wexner Medical Center dengan
Battelle, sebuah organisasi pe-
nelitian dan pengembangan nir-
laba, selama lebih kurang 10 ta-
hun terakhir.
Kerja neurobridge merupakan
kombinasi cip komputer yang
ditanamkan di dalam otak, an-
tarmuka otak-komputer, dan
ikatan elektroda definisi tinggi
yang dililitkan di lengan pasien.
Sistem neurobridge menggu-
nakan algoritma untuk secara
efektif mempelajari aktivitas
otak penggunanya. Sistem ini
menerjemahkan sinyal otak, lalu
mengirimkannya pada ikatan
elektroda definisi tinggi yang di-
pakai pasien lumpuh. Elektroda
ini lalu menstimulasi otot yang
tepat agar bergerak sesuai pi-
kiran dalam kecepatan seperse-
puluh detik.
Neurobridge bekerja ibarat ja-
lan pintas saraf yang menang-
kap sinyal otak, mencarikannya
jalan melintasi saraf tulang be-
lakang yang rusak, dan mengi-
rimnya langsung ke otot yang
tepat. Dengan demikian, itu me-
mungkinkan otot bergerak se-
suai perintah otak. ”Sistem ini
seperti pembuatan jalan pintas
pada jantung. Namun, bukan
mengalirkan darah, sistem ini
mengalirkan sinyal elektrik dari
otak,” ujar Chad Bouton, pim-
pinan peneliti di Battelle.
Menurut dokter di Wexner
Medical Center, Ali Rezai, agar
sistem tersebut bekerja, ahli be-
dah harus menempatkan cip
neurobridge pada titik presisi di
otak pasien Burkhart, tepatnya
pada bagian korteks yang me-
ngontrol gerakan tangan dan le-
ngan. Selama operasi tiga jam,
tim dokter menanamkan cip se-
ukuran kacang pada bagian otak
yang menyala pada saat diuji
alat gambar resonansi magnetik
fungsional (fMRI).
Burkhart menyiapkan diri
berbulan-bulan sebelum uji co-
ba dimulai. Sebab, ototnya lum-
puh, layu, dan menyusut akibat
jarang difungsikan. Persiapan
diperlukan agar otot bisa me-
respons sinyal neurobridge lebih
baik.
Setelah operasi, para peneliti
bekerja mengatur urutan elek-
troda yang benar sehingga me-
mungkinkan Burkhart mengge-
rakkan jari dan tangannya se-
cara fungsional. Tidak seperti
alat lain yang merangsang mo-
torik kasar, neurobridge memilih
otot yang tepat untuk me-
respons rangsangan saraf yang
sesuai.
Cara kerja dan syarat
Pada uji coba, Burkhart di-
tunjukkan gambar gerakan
tangan dan diminta memikirkan
gerakan itu. Cip membaca sinyal
otak Burkhart lalu mengirimnya
ke komputer yang mampu me-
nerjemahkan ulang sinyal itu
agar dapat dibaca otot. Kom-
puter lalu mengirim sinyal itu
pada ikatan elektroda, yang me-
rangsang otot bergerak.
Penggunaan neurobridge
membutuhkan konsentrasi ting-
gi. Pengguna harus benar-benar
mampu memvisualkan gerakan.
Kepada Livescience.com, Jerry
Mysiw, direktur layanan reha-
bilitasi medis di Wexner Me-
dical Center, mengatakan, ”Saya
pikir kami telah mencapai se-
buah peristiwa penting dalam
evolusi teknologi antarmuka
manusia-mesin.”
Sebenarnya, sebelum neuro-
bridge ada teknologi serupa
yang juga memungkinkan orang
lumpuh menggerakkan anggota
tubuhnya. Tahun 2012, misal-
nya, uji coba braingate, sistem
antarmuka saraf dilakukan. Tek-
nologi itu memungkinkan pe-
rempuan lumpuh meminum se-
cangkir kopi menggunakan le-
ngan robotik yang dikendalikan
pikiran.
Masih pada tahun 2012, pe-
neliti di Northwestern Univer-
sity mengembangkan aneuro-
prosthesis yang memulihkan ge-
rakan kompleks pada lengan
yang lumpuh pada seekor mo-
nyet. Uji coba itu juga mena-
namkan susunan multielektroda
langsung pada otak monyet.
Multielektroda itu menerjemah-
kan dan memancarkan sinyal
otak pada alat stimulasi elektrik
fungsional, yang lalu mengirim-
kan sinyal pada otot yang lum-
puh.
Namun, neurobridge sejauh
ini diklaim satu-satunya sistem
yang mampu membawa sinyal
dari otak melintasi saraf tulang
belakang dan langsung mengan-
tarkan sinyal perintah otak me-
nuju otot. Dengan demikian,
otot yang lumpuh mampu di-
gerakkan melalui kekuatan pi-
kiran.
Burkhart melihat uji klinis
neurobridge sebagai kemungkin-
an jalan keluar menolong orang
dengan kerusakan saraf tulang
belakang. ”Saya menyukai sains
dan ini (neurobridge) mengusik
rasa keingintahuan saya,” ujar-
nya.
Tim peneliti pun berharap
uji coba selanjutnya bisa dilaku-
kan pada pasien lain sebagai ba-
gian dari uji coba klinis. Ha-
rapannya, pada akhirnya tekno-
logi tersebut dapat digunakan
untuk mengobati kelumpuhan
lain, seperti yang disebabkan
oleh stroke atau gangguan otak
traumatik. Sejauh ini, teknologi
mengembalikan kualitas hidup.
BIOTEKNOLOGI
Unit Produksi Enzim
Dibangun di Gresik
GRESIK, KOMPAS — Badan
Pengkajian dan Penerapan Tek-
nologibersamaUniversitasDipo-
negoro dan PT Petrosida Gresik
siap memproduksi enzim meng-
gunakan sumber daya hayati lo-
kal untuk skala industri. Unit
produksi enzim yang mulai diba-
ngun itu akan berkapasitas 200
ton serbuk per tahun.
Enzim cair dalam bentuk kon-
sentrat berkapasitas 3.000 liter
per hari. ”Kehadiran unit enzim
itu diharapkan bisa memenuhi
kebutuhan enzim nasional seki-
tar 10 persen dari total kebutuh-
an sekitar 2.500 ton pada tahun
2015,” kata Direktur Utama PT
Petrosida Gresik Dwi Tjahjo Ju-
niarto, di Gresik, Jawa Timur,
Selasa (1/7).
Saat ini, 99 persen kebutuhan
enzim atau biokatalis masih di-
impor dari Tiongkok, Jepang, In-
dia, dan Eropa. ”Secara bertahap
impor enzim akan dikurangi se-
hingga lima tahun lagi ditarget-
kan sebagian dipenuhi produksi
dalamnegeri,”kataMenteriRiset
dan Teknologi Gusti Muhammad
Hatta pada peresmian Bio Plant
Centre Unit Enzim di PT Petrosi-
da Gresik.
Ia berharap riset yang diko-
mersialkan semakin bermanfaat
bagi masyarakat. Tiga tahun ke
depan diharapkan ada alih tek-
nologi untuk produksi tiga jenis
enzim, yakni protease, xilanase
dan lipase. Protease untuk proses
perontokan bulu kulit binatang,
xilanase untuk aplikasi industri
pulp dan kertas, serta lipase un-
tuk industri pembuatan detergen
yang bersifat hidraulis.
Kepala Badan Pengkajian dan
Penerapan Teknologi (BPPT)
Unggul Priyanto menyebutkan,
unit enzim di Gresik itu adalah
yang pertama kali di Indonesia.
Pembangunan pabrik itu mem-
buktikan bahwa dunia industri
percaya pada hasil kajian tekno-
logi. Selama ini, hasil riset belum
banyak diaplikasikan untuk skala
komersial.
”Enzim ini bisa membuat pe-
nyamakan kulit lebih halus dan
mampu melunturkan tinta se-
hingga bisa untuk kertas daur
ulang. Selain itu, enzim ini juga
bisa untuk bahan detergen yang
dibuat pada suhu rendah,” ujar
Unggul. (ACI)
K I L A S I P T E K MUSIM
El Nino Seekstrem 1997 Diragukan
JAKARTA, KOMPAS — Pre-
diksi kedatangan fenomena El
Nino yang membawa kekeringan
dahsyat seperti tahun 1997 diper-
kirakan takkan terjadi. Saat ini
masih terjadi hujan akibat te-
kanan tinggi dan melimpahnya
uap air di perairan Indonesia.
Fenomena alam itu diperkuat ke-
beradaan radiasi matahari yang
cenderung lebih kecil.
”Perlu lebih cermat lagi mem-
baca cuaca atau iklim dan ba-
gaimana besar-kecilnya dampak
kedatangan El Nino di Indonesia.
Kementerian Lingkungan Hidup
akan membicarakan lagi hal ini
bersama BMKG, Badan Nasional
Penanggulangan Bencana, dan
kementerian lain,” kata Arief Yu-
wono, Deputi Menteri Lingkung-
an Hidup Bidang Pengendalian
Kerusakan Lingkungan dan Per-
ubahan Iklim, di Jakarta, Selasa
(1/7).
Saat itu, Paulus Agus Winarso,
pengajar Akademi Meteorologi
dan Geofisika, sedang menjelas-
kan El Nino. Agus menunjukkan
beberapa bukti dan data yang
menunjukkan El Nino tak mem-
bawa kekeringan sedahsyat ta-
hun 1997 atau 1982. Bahkan, se-
cara global, ia menyebut terjadi
fenomena La Nina (memicu hu-
jan lebih panjang di Indonesia).
Paulus menunjukkan data in-
deks Pacific Decadal Oscillation
(PDO) yang sejak 1900-2013 ter-
jadi siklus 20 tahunan silih-
berganti antara rezim hangat dan
dingin.Periodetahun2000,bumi
cenderung ”mendingin” hingga
kini.
”Secara umum, bumi kurang
hangat yang berakibat belum gi-
atnya tekanan udara yang ter-
bukti kurang giatnya musim ba-
dai, baik di belahan selatan dan
kini giliran utara,” katanya.
Kenaikan suhu air laut 0,8 de-
rajat celsius, sedangkan indikator
terjadinya El Nino adalah 1 dera-
jat celsius. ”Berdasarkan peng-
alaman, El Nino biasa terjadi di
kuartal ketiga, tidak pernah di
pertengahan,” katanya. Pemerin-
tah mengumumkan dampak ke-
keringanElNinomulaidirasakan
Juli-Agustus 2014.
Ia juga menunjukkan saat ini
masih terjadi hujan deras dan
puting beliung disertai genangan
(banjir) di sejumlah kota. ”El
Nino tak ada hujan. Kuartal ke-
dua tidak hujan terus-menerus,
itu pasti El Nino,” katanya.
Paulus bahkan menyebut El
Nino yang diprediksi memberi
dampak basah, bukan kering se-
perti sebelumnya. ”Sepertinya si-
tuasi musim kemarau bersamaan
dengan kejadian El Nino 2014
yangcenderungbasahkuyupbagi
daerah dengan curah hujan tinggi
dan musim kemarau kering se-
dang,” katanya.
Arief menyebut analisis itu
menunjukkan adanya dinamika
perubahan iklim yang sedang
berlangsung. ”Namun, tidak ada
salahnya kita mempersiapkan
pencegahan, seperti kekhawatir-
an akan maraknya kebakaran hu-
tan dan lahan serta kekeringan
pertanian akibat El Nino,” ka-
tanya. (ICH)
PETA TANGKAPAN IKAN
Didesak, Komitmen Penelitian Bersama
JAKARTA, KOMPAS — Pe-
merintah diminta berkomitmen
melakukan riset terpadu meng-
hasilkan peta tangkapan ikan le-
bih akurat. Dengan peta akurat
ditambah informasi lengkap, di-
harapkan perikanan tangkap ber-
kelanjutan bisa terwujud.
Desakan itu muncul pada fo-
rum diskusi kelompok terarah
yang diadakan Kementerian Pe-
rencanaan Pembangunan Nasio-
nal/Badan Perencanaan Pemba-
ngunan Nasional bertajuk ”Me-
maksimalkan Informasi Potensi
Ikan bagi Nelayan”, di Jakarta,
Senin (30/6).
GuruBesarpadaFakultasIlmu
Kebumian dan Teknologi Mine-
ral ITB Safwan Hadi mengata-
kan, berbagai penelitian yang di-
sajikan para pakar ternyata saling
melengkapi. Riset ENSO-IOD
terhadap upwelling, keberagam-
an ikan dengan perilaku variatif,
dinamika perairan pantai, dan
data tangkapan ikan yang ada
perlu disatukan dalam suatu riset
yang fokus pada peta lokasi pe-
nangkapan ikan.
”Harus ada penelitian terinte-
grasi melibatkan perguruan ting-
gi, Badan Pengkajian dan Pe-
nerapan Teknologi (BPPT); Balai
Penelitian dan Observasi Laut
(BPOL) Kementerian Kelautan
danPerikanan(KKP);BadanMe-
teorologi, Klimatologi, dan Ge-
ofisika (BMKG); serta pihak
swasta atau publik,” ujarnya. Jika
tidak ada tindak lanjut, ”Semua
penelitian akan sia-sia dan tidak
bermanfaat maksimal.”
Usulan itu disambut baik pe-
serta diskusi dan semua meng-
harapkan ada pihak yang bisa
berinisiatif mengumpulkan para
pakar dan institusi terkait.
Para pakar kelautan dan per-
ikanan pada pertemuan itu
memberi berbagai masukan yang
dapat digunakan meningkatkan
kualitas prakiraan daerah pe-
nangkapan ikan terkait akura-
sinya, perluasan wilayah (spa-
sial), dan jangka waktu prakiraan
(temporal), serta pentingnya me-
neliti perilaku ikan.
Sejak tahun 2000, BPOL telah
menghasilkan Peta Prakiraan
Daerah Penangkapan Ikan
(PPDPI) yang diterbitkan dua ka-
li seminggu untuk empat titik
wilayah di selatan Jawa. Kepala
BPOL Agus Setiawan mengata-
kan, PPDPI diperoleh dari peng-
olahan data penginderaan jauh
dan data permukaan.
”Peta itu membantu nelayan
membuat keputusan apakah bisa
melaut atau tidak dan ke mana
harus pergi,” ujar Agus. ”Kami
juga membuat Peta Lokasi Pe-
nangkapan Ikan Tuna (Pelikan)
di wilayah perairan Samudra
Hindia di selatan Pulau Ja-
wa-Bali,” ujarnya.
Data yang bisa menjangkau li-
ma hari ke depan itu disajikan
daring dan didesiminasi melalui
jasa pesan pendek, serta meli-
batkan pihak pelabuhan dan pe-
merintah daerah. Pemkab Indra-
mayu, misalnya, aktif menerus-
kan informasi itu ke nelayan.
Menurut Agus, dari verifikasi
nelayan, tingkat kebenaran data
itu 80 persen. Namun, umpan
balik dari nelayan belum mak-
simal. (ISW)
MIGRASI INTELEKTUAL
Riset di Luar Negeri
Lebih Menjanjikan
JAKARTA, KOMPAS — Per-
pindahan sumber daya manusia
unggul ke luar negeri atau brain
drain jadi salah satu bahasan de-
bat calon wakil presiden, Minggu
(29/6). Meski ini isu lama, hingga
kini belum terlihat upaya nyata
pemerintah memanfaatkan po-
tensi itu demi kemajuan bangsa.
Mereka yang sudah kembali ”ti-
dak dimaksimalkan negara”.
Wakil Ketua Luar Negeri Ikat-
an Ilmuwan Indonesia Interna-
sional yang juga peneliti senior di
Sekolah Kedokteran Universitas
California Irvine, Amerika Seri-
kat, Taruna Ikrar, saat dihubungi
dari Jakarta, Selasa (1/7), menga-
takan, setidaknya ada 7.000 mas-
ter, doktor, dan profesor asal In-
donesia yang kini bekerja di ber-
bagai bidang di luar negeri.
Berkarya di luar negeri dipilih
karena di sana mereka lebih di-
hargai. Diberi peluang besar me-
ngembangkan diri dibekali per-
lengkapan riset memadai serta
infrastruktur dan kebijakan pen-
dukung sehingga fokus bekerja.
Penghargaan yang mereka
terima juga lebih besar, baik gaji,
anugerah hasil riset, maupun fa-
silitas buat keluarga dan pen-
didikan anak. ”Kebijakan politik
mendukung, birokrasinya pun ti-
dak ruwet,” katanya.
Kondisi riset di Indonesia ber-
kebalikan. Suasana riset masih
formal dan kurang berkembang.
Penelitian di lembaga riset peme-
rintah dan perguruan tinggi juga
kental nuansa politik dan struk-
turalnya, kurang memperhatikan
profesionalitas.
”Wajar banyak ilmuwan Indo-
nesia lari ke luar negeri,” ujarnya.
Akibatnya, karya mereka justru
diakui sebagai hasil negara lain.
Mereka sebenarnya bisa diman-
faatkan transfer pengetahuan,
keterampilan, dan teknologi ke-
pada ilmuwan di Indonesia.
Suwidi Tono dalam Dilema Ja-
ringan Diaspora Indonesia, Kom-
pas, 11 Desember 2012, menyebut
brain drain pertama dan terbesar
dalam sejarah Indonesia modern
terjadi ketika ribuan mahasiswa
Indonesia yang belajar di Eropa
Timur dimatikan secara perdata
pasca peristiwa politik 1965. Pa-
dahal, mereka dikirim sebagai
Rencana Pembangunan Nasional
Semesta Berencana 1959.
Menurut Taruna, para ilmu-
wan Indonesia di luar negeri tak
perlu diragukan nasionalisme-
nya. ”Jika suasana di Tanah Air
memberi ruang dan kesempatan
bagi mereka untuk berbuat lebih
banyak, pasti mereka akan balik
ke Indonesia,” katanya.
Secara terpisah, Rektor Uni-
versitas Surya, Tangerang Se-
latan, Yohanes Surya, mengata-
kan, mudah menarik ilmuwan
Indonesia di luar negeri untuk
kembali karena mereka juga
ingin pulang. ”Pemerintah cukup
memfasilitasi,” katanya.
Sebagai ilmuwan, mereka bu-
tuh ”mainan”, yaitu laboratorium
dengan peralatan memadai. Un-
tuk gaji, mereka sebenarnya tak
berharap berlebihan dan itu ada-
lah karakter ilmuwan. Mereka
hanya minta digaji cukup untuk
menjamin kesejahteraan mereka
dan keluarga.
”Ternyata pemerintah belum
siap menyambut kepulangan me-
reka kembali,” katanya.
Yohanes mencontohkan, se-
orang doktor dari Singapura yang
cukup diapresiasi di negara itu
mencoba kembali dan mengabdi
di universitas negeri. Ia ditem-
patkan di posisi bawah yang sulit
mengembangkan riset. Gajinya
pun sangat kecil hingga memak-
sanya mencari kerja sampingan
sebagai agen perjalanan. Akhir-
nya ia memilih kembali ke Singa-
pura dan kini bekerja sebagai
peneliti di Tiongkok.
Pemerintah juga dinilai belum
memiliki agenda dan target riset
yang jelas. Akibatnya, dana riset
yang digelontorkan belum mem-
beri manfaat optimal. Peralatan
riset yang dimiliki tidak berkem-
bang dan tidak sesuai dengan
kebutuhan. Niat ilmuwan Indo-
nesia di luar negeri yang ingin
berpartisipasi dalam riset di Ta-
nah Air pun tak termanfaatkan.
Yohanes berharap pemerintah
juga membantu dana riset di per-
guruan tinggi swasta karena se-
bagian universitas swasta juga
memiliki kemampuan riset yang
tak kalah dengan perguruan ting-
gi negeri. Mahalnya peralatan ri-
set yang bisa berharga ratusan
miliar rupiah tentu sulit diakses
universitas swasta. Karena itu,
dukungan pemerintah yang adil
mutlak diperlukan. (MZW)
Mamut Purba di Serbia
AFP/ANDREJ ISAKOVIC
Fosil mamut purba betina yang diberi nama Vika
ditampilkan pada pembukaan Taman Mamut di dekat kota
Kostolac, Serbia, sekitar 100 kilometer di tenggara Beograd,
Senin (30/6). Sejumlah arkeolog Serbia pada tahun 2012
menemukan bagian tubuh tujuh mamut pada kedalaman
tambang terbuka. Fosil Vika yang diperkirakan berumur sejuta
tahun itu ditemukan pada situs yang sama.