Sosialisasi uu 27 / 2007 TENTANGPENGELOLAAN WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU...Fitri Indra Wardhono
Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil merupakan merupakan kekayaan yang dikuasai oleh negara, yang perlu dijaga kelestariannya dan dimanfaatkan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat, baik bagi generasi sekarang maupun bagi generasi yang akan datang.
Pengelolaan Wilayah Pesisir dilakukan dengan cara mengintegrasikan kegiatan: antara Pemerintah-Pemerintah Daerah, antar Pemerintah Daerah, antar sektor, antara Pemerintah,dunia usaha dan masyarakat, antara ekosistem daratan & lautan; dan antara ilmu pengetahuan dan manajemen.
ANALISIS VEGETASI HUTAN MANGROVE KAWASAN MANDEH, PESISIR SELATANDevi Ningsih
Ekosistem Hutan Mangrove atau lebih dikenal juga dengan sebutan Hutan Bakau atau mangal merupakan salah satu ekosistem penting yang membangun dan menyokong keberadaan wilayah pesisir.
Proses Alami RTH & RTB - Ning Purnomohadi @ jongForum!jong arsitek
pentingnya upaya pelestarian fungsi: PROSES alami rth DAN rtb dalam penerapan rtrw 2010-2030 DI dki jakarta
Bahan diskusi dari KOWAR2030, oleh Ning Purnomohadi.
Rabu, Tgl 10 Feb.2010 di Galeri Salihara Psr Minggu, Jakarta Selatan
Marine and Coastal Protected Areas (MCPAs) : (a chance to save indonesian mar...Mujiyanto -
Perikanan dan usaha dalam bidang ekonomi telah dilaksanakan dan terintegrasi pada sumber daya pantai dan laut. Usaha-usaha seperti itu dapat berakibat pada kondisi kehidupan masyarakat pantai, keanekaragaman hayati, dan beberapa fungsi ekosistem di laut. Strategi konservasi terhadap sumber daya di dalam laut saat ini sedang dibutuhkan. Salah satu strategi yang ditawarkan adalah menetapkan Marine Coastal Protected Areas (MCPAs). MCPAs dapat dibentuk dengan mengikuti beberapa pertimbangan, sebagai contoh: persetujuan dari masyarakat dan para pemanfaat sumberdaya lain (stakeholders), yang secara langsung atau secara tidak langsung menggunakan wilayah pantai, kondisi dan kepekaan beberapa jenis terhadap adanya perubahan-perubahan lingkungan, dan yang paling penting adalah usaha untuk memonitor dan mengevaluasi perlindungan laut, melaksanakan program secara terus menerus. Strategi melalui manajemen MCPAs diharapkan bisa untuk menyelamatkan dan melindungi ketersediaan sumber daya pantai dan laut, khususnya pada sektor perikanan, dengan memerhatikan rendahnya ekonomi nelayan tradisional di Indonesia.
ANALISIS PARAMETER FISIKA-KIMIA UNTUK KEPENTINGAN REHABILITASI EKOSISTEM MANG...Asramid Yasin
Jurnal Green Growth dan Manajemen Lingkungan
http://journal.unj.ac.id/unj/index.php/jgg/article/view/9048
Abstrak: Di beberapa tempat telah dilakukan rehabilitasi terhadap kawasan mangrove yang telah rusak namun pada kenyataannya tidak semua kegiatan rehabilitasi mangrove berhasil dilakukan. Penelitian ini bertujuan mengetahui kondisi parameter lingkungan perairan pantai Bungkutoko Kecamatan Abeli sesuai untuk kegiatan rehabilitasi ekosistem mangrove dan menentukan strategi rehabilitasi yang tepat untuk diterapkan di perairan pantai Bungkutoko Kecamatan Abeli. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Juni-Juli 2009 bertempat di pesisir pulau Bungkutoko Kecamatan Abeli Kabupaten Kendari Sulawesi Tenggara. Data yang diperoleh dalam penelitian ini dianalisis secara deskriptif. Dari hasil pengukuran beberapa parameter fisika-kimia di pesisir pulau Bungkutoko Kecamatan Abeli Kota Kendari yang diperoleh sesuai untuk dilakukan kegiatan rehabilitasi ekosistem mangrove dengan memperhatikan waktu penanaman yang tepat yaitu ketika musim berbuah mangrove dan musim teduh dan menggunakan teknik penanaman secara langsung menggunakan propagul dan penanaman menggunakan anakan (bibit dalam polybag).
Sosialisasi uu 27 / 2007 TENTANGPENGELOLAAN WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU...Fitri Indra Wardhono
Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil merupakan merupakan kekayaan yang dikuasai oleh negara, yang perlu dijaga kelestariannya dan dimanfaatkan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat, baik bagi generasi sekarang maupun bagi generasi yang akan datang.
Pengelolaan Wilayah Pesisir dilakukan dengan cara mengintegrasikan kegiatan: antara Pemerintah-Pemerintah Daerah, antar Pemerintah Daerah, antar sektor, antara Pemerintah,dunia usaha dan masyarakat, antara ekosistem daratan & lautan; dan antara ilmu pengetahuan dan manajemen.
ANALISIS VEGETASI HUTAN MANGROVE KAWASAN MANDEH, PESISIR SELATANDevi Ningsih
Ekosistem Hutan Mangrove atau lebih dikenal juga dengan sebutan Hutan Bakau atau mangal merupakan salah satu ekosistem penting yang membangun dan menyokong keberadaan wilayah pesisir.
Proses Alami RTH & RTB - Ning Purnomohadi @ jongForum!jong arsitek
pentingnya upaya pelestarian fungsi: PROSES alami rth DAN rtb dalam penerapan rtrw 2010-2030 DI dki jakarta
Bahan diskusi dari KOWAR2030, oleh Ning Purnomohadi.
Rabu, Tgl 10 Feb.2010 di Galeri Salihara Psr Minggu, Jakarta Selatan
Marine and Coastal Protected Areas (MCPAs) : (a chance to save indonesian mar...Mujiyanto -
Perikanan dan usaha dalam bidang ekonomi telah dilaksanakan dan terintegrasi pada sumber daya pantai dan laut. Usaha-usaha seperti itu dapat berakibat pada kondisi kehidupan masyarakat pantai, keanekaragaman hayati, dan beberapa fungsi ekosistem di laut. Strategi konservasi terhadap sumber daya di dalam laut saat ini sedang dibutuhkan. Salah satu strategi yang ditawarkan adalah menetapkan Marine Coastal Protected Areas (MCPAs). MCPAs dapat dibentuk dengan mengikuti beberapa pertimbangan, sebagai contoh: persetujuan dari masyarakat dan para pemanfaat sumberdaya lain (stakeholders), yang secara langsung atau secara tidak langsung menggunakan wilayah pantai, kondisi dan kepekaan beberapa jenis terhadap adanya perubahan-perubahan lingkungan, dan yang paling penting adalah usaha untuk memonitor dan mengevaluasi perlindungan laut, melaksanakan program secara terus menerus. Strategi melalui manajemen MCPAs diharapkan bisa untuk menyelamatkan dan melindungi ketersediaan sumber daya pantai dan laut, khususnya pada sektor perikanan, dengan memerhatikan rendahnya ekonomi nelayan tradisional di Indonesia.
ANALISIS PARAMETER FISIKA-KIMIA UNTUK KEPENTINGAN REHABILITASI EKOSISTEM MANG...Asramid Yasin
Jurnal Green Growth dan Manajemen Lingkungan
http://journal.unj.ac.id/unj/index.php/jgg/article/view/9048
Abstrak: Di beberapa tempat telah dilakukan rehabilitasi terhadap kawasan mangrove yang telah rusak namun pada kenyataannya tidak semua kegiatan rehabilitasi mangrove berhasil dilakukan. Penelitian ini bertujuan mengetahui kondisi parameter lingkungan perairan pantai Bungkutoko Kecamatan Abeli sesuai untuk kegiatan rehabilitasi ekosistem mangrove dan menentukan strategi rehabilitasi yang tepat untuk diterapkan di perairan pantai Bungkutoko Kecamatan Abeli. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Juni-Juli 2009 bertempat di pesisir pulau Bungkutoko Kecamatan Abeli Kabupaten Kendari Sulawesi Tenggara. Data yang diperoleh dalam penelitian ini dianalisis secara deskriptif. Dari hasil pengukuran beberapa parameter fisika-kimia di pesisir pulau Bungkutoko Kecamatan Abeli Kota Kendari yang diperoleh sesuai untuk dilakukan kegiatan rehabilitasi ekosistem mangrove dengan memperhatikan waktu penanaman yang tepat yaitu ketika musim berbuah mangrove dan musim teduh dan menggunakan teknik penanaman secara langsung menggunakan propagul dan penanaman menggunakan anakan (bibit dalam polybag).
Sidoarjo Sebagai Kota Minapolitan di IndonesiaPusat kawasan minapolitan di Kabupaten Sidoarjo berada di Kecamatan Candi, dengan sub pusat kawasan pada Kecamatan Sedati dan Kecamatan Sidoarjo, serta kawasan penyanggah minapolitan berada di kecamatan Waru, Kecamatan Buduran dan Kecamatan Jabon (Keputusan Bupati Sidoarjo No.188/34/404.1.3.2/2012)
Jenis - Jenis Perubahan Hutan (Pengetahuan Lingkungan) by Muhammad KennedyMuhammad Kennedy Ginting
Jenis - Jenis Perubahan Hutan merupakan salah satu materi dalam mata kuliah Pengetahuan Lingkungan. Disini akan membahas tentang lignkungan pada saat sekarang.
essay menjaga tabungan oksigen dengan nirkertasKaitoDExcel
Menjaga bumi untuk generasi masa depan yang lebih baik dengan memberlakukan nirkertas sebagai langkah awal menuju penerapan budaya konservasi di Indonesia baik masa kini maupun masa mendatang
Komoditas Yang Belum Pernah Turun Harga Sepanjang Sejarah
Pada tanggal 20 Mei 2011, pemerintah Indonesia menerbitkan Inpres No. 10/2011 tentang penundaan penerbitan izin baru HPH (Hak Pengusahaan Hutan) dan penyempurnaan tata kelola hutan alam primer dan lahan gambut.
Sementara itu, dalam revitalisasi sektor kehutanan terutama industri kehutanan telah menempatkan target pencapaian peningkatan kapasitas industri perkayuan, yaitu pada 2007 dari 6,5 juta ton per tahun pulp menjadi 16 juta ton per tahun pada tahun 2020. Apabila asumsi 1 ton pulp memerlukan bahan baku kayu 4,9 m³, kayu yang dibutuhkan adalah sebanyak 78 juta m³ per tahun.
Di sisi lain, kemampuan penanaman secara nasional per tahun berkisar antara 150.000-200.000 ha sehingga masih terdapat kekurangan bahan baku hampir 50%. Pemerintah berharap agar sumber bahan baku yang berasal dari hutan tanaman rakyat (HTR) menjadi nafas bagi industri perkayuan. Hutan alam tetap terjaga, hutan produksi terus dikembangkan. Hutan tanaman dimasa depan akan menjadi tulang punggung bagi industri perkayuan nasional.
Sejak tahun 2011, PT. GAB (Global Agro Bisnis) dibawah naungan PT. Global Media Nusantara dengan ijin prinsip BKPM RI (Badan Koordinasi Penanaman Modal) No:6/1/IP/PMDN/2014 dan telah menerapkan ISO 9001:2015 (update) menawarkan kerjasama kepada seluruh masyarakat Indonesia.
Kami menawarkan bibit Pohon Jabon (Anthocephalus Cadamba) yang merupakan Green Property dengan kemudahan dan keuntungan, antara lain:
• Pohon telah tertanam dan berumur 1 tahun;
• Gratis Pencarian Lahan;
• Gratis Perawatan, Legalitas dan Sertifikasi;
• Setiap Pohon tercatat di BKPM RI dan Cert. ISO 9001:2015;
• Setiap Pohon dilindungi hingga US$40 oleh Asuransi Chubb Syariah;
• Sertifikat Kepemilikan Pohon disahkan Notaris;
• Fasilitas Pembelian Hasil Panen;
• Layanan Kunjungan Lahan dan Pabrik.
Contact:
081.328.706.777 | 0817.263.522 [WA]
www.i-gist.com
Makalah PBL 2 - Rehabilitasi Bencana Tanah Longsor di Puncak, CisaruaAlfian Isnan
Makalah PBL 2 - Rehabilitasi Bencana Tanah Longsor di Puncak, Cisarua.
Tugas Akhir Semester Gasal - Problem Based Learning 2
Pemicu : Tanah Longsor
MPKT B - Universitas Indonesia
Saudara-saudaraku,
Demikianlah tutur lirih-tutur lirih kita. Inilah Sumatera kita yang roboh oleh hempasan krisis pembakaran hutan dan lahan, krisis tanah danperampasan lahan, krisis pangan dan air, krisis energi dan pelayanan dasar, krisis tambang dan perkebunan, krisis hukum, dan pada akhirnya krisis identitas dan sosial budaya.
Iya, berbagai krisis itu adalah krisis-krisis pada pondasi yang apabila runtuh, roboh pula lah Sumatera kita. Pondasi-pondasi ini seringkali tidak nampak megah dan mewah, bahkan seringkali tidak nampak terlihat, akan tetapi justru adalah yang lebih penting dan mendasar. Itulah pondasi
keselamatan Sumatera.
Saudara-saudaraku,
Mbah Kardi di Bengkulu adalah salah satu wajah nyata dari jutaan orang seperti dia, dianggap tidak memiliki kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi. Oleh karenanya mBah Kardi adalah sekedar objek untuk dipindahkan-disingkirkan kesana kemari demi kepentingan mengejar pertumbuhan ekonomi itu. Pengejaran pertumbuhan ekonomi itu andalannya adalah pengerukan tanah, hutan, laut, segala yang ada di dalam dan di atas tanah. Pertumbuhan ekonomi itu umpama sekedar genting di atap surau Sumatera itu. PDB umpama sekedar mahkota hiasan di atap itu. Bukan tiang penyangga apalagi pondasi. Dan nampaklah bahwa semua kejar-kejaran ekonomi itu bukan untuk keselamatan dan kesejahteraan mBah Kardi. Bukan pula untuk Anwar Sadat di Sumatera Selatan. Bukan pula untuk Iwan dan Ibu Syamsimarnis 192 Simpul Kampanye Sumatera-Mitra Samdhana dan Ibu Yeni dan Uda Iswandi di Sumatera Barat, atau Bang Karya dan Bapak Wayan dan Bapak Nasir dan Bapak Sebut Saja A di Lampung, atau
Bang Raport di Mentawai, atau Nak Joko dan Ibu Yus di Bengkulu, atau Bapak dan Ibu Rasyid beserta anak-anak mereka Atiyya dan Zakiy juga Bang Edi di Riau, atau Bapak Adi dan Bapak Ali di Aceh, atau Bapak Haposan Sinambela dan Bapak Sihitte Sumatera Utara.
Kita semua ini adalah sekedar korban-korban ikutan dalam seluruh cerita pengejaran pertumbuhan ekonomi ini. Sebab mana ada sejarahnya pemerintah mau repot-repot membangun pembangkit listrik dan jaringan distribusi hanya untuk memenuhi kebutuhan warga bukan karena ada
kepentingan industrial. Tidak pernah dalam sejarah pemerintah
membangun jalan dan segala infrastruktur dasar kalau tidak dalam rangka menggelar karpet merah bagi investor. Tidak ada penegakan hukum dan pembenahan birokrasi yang tidak karena keperluan mendorong kepastian usaha, merayu investor, dan menyediakan pasar bagi model ekonomi itu.
Saudara-saudaraku,
Dalam Robohnja Sumatera Kami ini kita tidak menawarkan solusi. Kita hanya berharap surat-surat ini dijawab. Kita juga akan sangat senang kalau ada surat-surat lain yang ditulis dan dikirimkan kepada satu sama lain, warga krisis Sumatera.
Itu sajalah yang kami inginkan: saling bersurat, saling dengar, saling bicara.
Di Penghujung Bulan Agustus, 2015
Sebut Saja Warga Krisis Sumatera
setumpuk tagihan keselamatan ruang hidup
Bapak Jokowi,
Presiden Republik Indonesia yang kami banggakan,
Mengakhiri permohonan kami ini, kiranya Tuhan Yang Maha Kuasa
selalu menyertai Bapak dalam menjunjung mandat dari rakyat dan tugas
konstitusional sebagai Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan
Indonesia.
Kami akan menunggu dengan setia dan berharap bahwa Bapak akan
mengeluarkan Paket Kebijakan untuk Keselamatan Ruang Hidup ini.
Kami merindukan sangat kebijakan yang untuk kepentingan kami, yang
sepenuhnya didedikasikan sebagai jaminan dari negara untuk kami,
rakyat dan warga negara Indonesia di desa-desa dan di kampungkampung,
di daerah-daerah pertanian dan pesisir, di gunung-gunung
dan hutan.
Di tengah-tengah krisis di berbagai aspek, di tengah gegap gempita
pengerukan kekayaan alam demi berhala pertumbuhan ekonomi, di
tengah gencarnya proyek-proyek infrastruktur untuk melayani investasi
rakus ruang dan industri pengerukan, kami hanya memohon jaminan
bahwa kami tidak akan digusur dari ruang hidup kami, keamanan kami
akan tetap terjaga dan kami akan terhindar dari segala bentuk
kriminalisasi, dan bahwa kami dan anak-anak, orang tua, saudara, dan
tetangga-tetangga kami akan selalu hidup di lingkungan yang layak.
Hanya itu permohonan kami. Semoga Bapak berkenan, dan mohon maaf
atas segala kekurangan kami.
salam,
Warga Krisis Sumatera
Sehubungan dengan rencana Pembuatan Tower Wall Climbing Mahasiswa Pecinta Alam "Sandi Rimba Kami" (SABAK) Universitas Sriwijaya, kami selaku panitia dengan hormat memohon bantuan dana menawarkan kerja sama dengan perusahaan yang Bapak/Ibu pimpin. Sebagai bahan pertimbangan Bapak/Ibu, kami melampirkan Proposal mengenai bentuk kerjasama yang kami tawarkan.
Policy Paper Menuju Pemanfaatan Ruang Sumatera Selatan Yang AdilYoel Hendrawan
Pandangan Masyarakat Sipil Sumatera Selatan Terhadap Pola
Pemanfaatan Ruang di Sumatera Selatan.
Aliansi Masyarakat Sipil untuk Tata Kelola Hutan & Lahan yang Baik di Sumsel.
WBH SUMSEL- WALHI SUMSEL- PINUS SUMSEL- FITRA SUMSEL – SPORA INSTITUTE
LBH PALEMBANG - IMPALM – AMAN SUMSEL- JMG SUMSEL – FKMPH SUSMEL – MHI SUMSEL – KOBAR9 - RIMBA INSTITUTE - DEPATI INSTITUTE - KHATULISTIWA HIJAU – KKDB BANYUASIN – FMS KIP BANYUASIN -PMP2D BANYUASIN - KPPM MUBA - LSM PBB MUBA – FORUM SILAMPARI MURA – LPLH MURA – YAYASAN BAKAU OKI – P3LH OKI – FORUM KONTAMINASI MUARA ENIM.
Permasalahan dan Solusi Pemanfaatan Ruang (Spasial) di Sumatera Selatan
Vol 11 No 3 (Jul-Sep 2003)
1. - 17Vol. 11 no. 3, Juli 2003
Climate Change, FClimate Change, FClimate Change, FClimate Change, FClimate Change, Forests and Porests and Porests and Porests and Porests and Peatlands in Indonesia (CCFPI)eatlands in Indonesia (CCFPI)eatlands in Indonesia (CCFPI)eatlands in Indonesia (CCFPI)eatlands in Indonesia (CCFPI)
DEWAN REDAKSI
Pemimpin Redaksi
Yus Rusila Noor
Anggota Redaksi
Vidya Fitrian
IndraArinal
Alue Dohong
Alamat Kantor Proyek CCFPI:
Kalimantan
Jl. Teuku Umar No 45
Palangkaraya 73111
Kalimantan Tengah
Tel/Fax: 0536-38268
E-mail: alue_dohong@hotmail.com
Sumatera
Jl. H. Samsoe Bahroem No 28
Rt. 24/VIII, Kelurahan Payo Lebar
Kecamatan Jelutung, Jambi 36135
Tel/Fax: 0741-64445
E-mail: ccfpi_ssc@telkom.net
Bogor
Wetlands International-
Indonesia Programme
Jl A. Yani No 53 Bogor 16161
P.O. Box 254/BOO, Bogor 16002
Tel: 0251-312189;
Tel/Fax: 0251-325755
E-mail: ccfpi@indo.net.id
(Foto:Yus Rusila Noor /Dok.CCFPI)
SSSSS
tephen Wolfram dalam bukunya
A new kind of Science (2002)
menyebutkan bahwa angka
nampaknya telah digunakan manusia beribu
tahun yang lalu. Angka dipercayai telah
digunakan oleh manusia sejak 3000 tahun
sebelum masehi di Babilonia dan Mesir. Lebih
lanjut, George Ifrah, yang sering disebut sebagai
“Indiana Jones of Arithmetic” dalam bukunya
The Universal History of Numbers (2000) juga
menyebutkan bahwa penggunaan angka telah
mengalami perkembangan panjang dari jaman
pra-sejarah hingga pemanfaatan yang sangat
canggih di Silicon Valley.
Meskipun dalam kehidupan modern angka lebih
diidentikan dengan sistem penghitungan yang
ruwet dan canggih, tetapi pada saat yang sama
sebagian umat manusia juga masih menggiring
angka ke dunia mitos. Etnis tertentu, misalnya,
masih mempercayai bahwa angka tertentu lebih
“sakti” dibanding angka lainnya.
Bagi keperluan tertentu, angka sering digunakan
untuk merepresentasikan suatu kondisi tertentu.
Indonesia, misalnya, dikenal sebagai kawasan
Megabiodiversity, karena rentetan angka
kekayaan alamnya. Indonesia merupakan
rumah dari 1530-an jenis burung, 11% jenis
tumbuhan dan 10% jenis-jenis mammalia di
dunia. Indonesia juga memiliki areal Mangrove
terluas di dunia, sekitar 3,5 juta hektar (1996)
serta Hutan gambut Tropis terluas di dunia,
sekitar 16 juta hektar.
Angka juga sering digunakan sebagai “senjata”
untuk menunjukan bagaimana suatu bentang
alam tertentu memiliki nilai penting. Contohnya
adalah Lahan/Hutan Gambut. Dalam fungsinya
sebagai penyimpan air, lahan gambut dapat
menyimpan air sebanyak 0,8 – 0,9 m3
/ m3
.
Sementara itu, gambut yang terbentuk 5.000 –
10.000 tahun yang lalu, dipercaya menyimpan
329 – 525 Giga ton Karbon (C) atau 15 –
35% C terestrial yang ada di muka bumi,
dimana sekitar 46 Giga ton diantaranya
tersimpan di lahan gambut Indonesia. Ini
berarti setiap hektar lahan gambut Indonesia
dengan kedalaman 10 meter menyimpan 5.800
ton C, atau lebih dari 10 kali lipat kemampuan
hutan dataran kering yang menyimpan 300 – 500
ton per hektar. [1 Giga ton = 1000 juta ton]
Dalam kesempatan lain, angka juga sering
digunakan sebagai alat untuk menunjukan
bagaimana kerakusan manusia telah mengendarai
bumi ini menuju ke arah yang lebih tidak
menyenangkan. Meminjam data dari Forest Watch
Indonesia, dinyatakan bahwa Indonesia telah
kehilangan hutannya dari 162 juta hektar menjadi 98
juta hektar dalam kurun waktu 50 tahun sejak tahun
1950. Pada tahun 1980-an laju penebangan sekitar
1 juta hektar per tahun, yang kemudian meningkat
menjadi 1,7 juta hektar per tahun pada awal 1990-
an, dan kemudian bahkan meningkat lagi menjadi 2
juta per tahun 1996. INFORM bahkan
menggambarkan bahwa setiap menit Indonesia
kehilangan hutan seluas 6 kali lapangan sepak bola.
Tak heran jika diperkirakan pada tahun 2005 hutan
Sumatera akan hilang, disusul dengan Kalimantan
pada tahun 2010. Hasil penghitungan Proyek
CCFPI bahkan menunjukan bahwa selama 10
tahun terakhir jumlah kandungan C dalam gambut di
Sumatera (umumnya terdapat di pesisir timur
Sumatera) telah menurun sebanyak 4 miliar ton, dari
22 Giga ton pada tahun 1990 menjadi 18 Giga ton
pada tahun 2002. Itu artinya, jika tidak ada
penanganan yang baik, hitungan kasar menunjukan
cadangan C yang tersisa itupun akan habis dalam
kurun 50 tahun. Hilangnya gambut di Sumatera
nantinya dapat diramalkan bahwa air laut akan
masuk jauh ke daratan sebelah timur Sumatera
dan banyak kota-kota besar di pesisir akan
kesulitan air tawar.
Pertanyaannya kemudian, seberapa pedulikah kita
pada angka-angka tersebut? Akankah kita
membiarkan anak-cucu kita kemudian berkutat
dengan angka-angka mitos yang bercerita bahwa
kekayaan alam Indonesia pernah memiliki angka
sekian dan sekian, lalu hanya tersisa sekian dan
sekian? Adalah amanah yang dibebankan ke
pundak kita, sebagai Khalifah, untuk mewariskan
data-data angka, sedemikian rupa, sehingga
membuat bumi yang hanya satu-satunya ini menjadi
lebih nyaman untuk ditinggali. Insya Allah. (Yus
Rusila Noor) ""
SEBERAPA BERARTIKAH ANGKA BAGI KITA?
Vol. 11 no. 3, Juli 2003 - 17
2. 18 - Warta Konservasi Lahan Basah18 - Warta Konservasi Lahan Basah
Climate Change, FClimate Change, FClimate Change, FClimate Change, FClimate Change, Forests and Porests and Porests and Porests and Porests and Peatlands in Indonesiaeatlands in Indonesiaeatlands in Indonesiaeatlands in Indonesiaeatlands in Indonesia
Dalam rangka memperingati Hari Lingkungan Hidup
2003, Sabtu, 7 juni 2003, Wetlands International -
Indonesia Programme bekerja sama dengan Institut
Pertanian Bogor menyelenggarakan Peluncuran
Buku Seri Perubahan Iklim karya Prof. Dr. Daniel
Murdiyarso: 1) Sepuluh Tahun Perjalanan Negosiasi
Konvensi perubahan Iklim; 2) Protokol Kyoto –
Implikasinya Bagi Negara Berkembang; dan 3) CDM
– Mekanisme Pembangunan Bersih serta Orasi
Ilmiah oleh Prof. Dr. Emil Salim.
Acara yang merupakan bagian dari kegiatan Proyek
Climate Change, Forest and Peatlands in Indonesia
(CCFPI) tersebut diorganisir oleh “IPB Speaks Out”
(komunitas mahasiswa yang memfokuskan diri pada
bidang lingkungan) dan dihadiri oleh lebih dari 75
orang undangan dari berbagai kalangan pemerintah,
perguruan tinggi dan LSM.
Dalam orasi ilmiahnya, Prof. Dr. Emil Salim membuka
paradigma mengenai pembangunan berkelanjutan
yang bertumpu pada 3 kaki, yaitu keberlanjutan
ekonomi, keberlanjutan sosial dan lingkungan. Tujuan
pembangunan berkelanjutan dapat berjalan baik jika
didekati dengan lima pendekatan, yaitu 1)
menempatkan modal alam sebagai faktor utama; 2)
pendekatan holistic; 3) merubah pola pembangunan
konvensional yang didasarkan pada pasar; 4) prinsip
kehati-hatian dalam penggunaan sumber daya alam;
dan 5) partisipasi masyarakat. (IPB Speaks Out dan
Yus Rusila Noor)
Tanggal 10 Juni 2003, Proyek CCFPI telah
melaksanakan kegiatan Pertemuan Panitia
Pengarah ke-2. Kalau pada pertemuan pertama
dibuka oleh Dirjen PHKA yang saat itu baru
beberapa hari saja menduduki jabatannya (Made
Subadia), maka pada pertemuan kedua inipun juga
dibuka oleh Dirjen PHKA baru, Koes Saparjadi yang
baru saja menempati posisinya.
Kegiatan-Kegiatan CCFPI
hingga Juli 2003
Peringatan
Hari Lingkungan Hidup 2003
Pertemuan Panitia Pengarah CCFPI
3. - 19Vol. 11 no. 3, Juli 2003Vol. 11 no. 3, Juli 2003 - 19
Climate Change, FClimate Change, FClimate Change, FClimate Change, FClimate Change, Forests and Porests and Porests and Porests and Porests and Peatlands in Indonesiaeatlands in Indonesiaeatlands in Indonesiaeatlands in Indonesiaeatlands in Indonesia
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○
Kampanye
Kebakaran Hutan
Pertemuan yang diadakan di
kantor PHKA Jakarta ini dihadiri
oleh wakil dari Kalimantan
Tengah, Jambi/Sumsel dan
WHC dari Kanada. Sayangnya
wakil dari LH tidak bisa hadir
pada waktunya karena
terhalang oleh demonstrasi di
gedung DPR/MPR. Sebagai
peninjau, hadir perwakilan dari
CIDA, WI-IP, Bappeda
Kalimantan Tengah serta
pelaksana Proyek CCFPI.
Pertemuan ini telah menghasil-
kan beberapa keputusan
penting, diantaranya Panitia
Pengarah telah menyetujui
supaya Rencana Kerja CCFPI
tahun 2003 – 2004 dapat segera
dijalankan. CIDA juga telah
menyampaikan penghargaannya
atas pelaksanaan kegiatan
proyek CCFPI untuk periode
2002/03 dan mengusulkan agar
Rencana Kerja CCFPI untuk
tahun 2003 – 2004 dapat segera
dijalankan. (Yus Rusila Noor)
Untuk menumbuhkan kesadaran
di kalangan masyarakat dan
aparat pemerintahan, Pemda
Propinsi Jambi serta instansi
terkait bekerjasama dengan
berbagai LSM melakukan
kegiatan Bulan Kampanye
Kebakaran Hutan selama Bulan
Mei 2003. Kegiatan tersebut
diisi dengan penyuluhan
mengenai pentingnya
pencegahan kebakaran hutan,
termasuk pemasangan spanduk
dan umbul-umbul, lomba lukis,
dan pelatihan penanganan
kebakaran. Kegiatan juga diisi
dengan penyebaran dan
pemasangan poster di beberapa
lokasi strategis di Jambi, cetak
lepas, stiker, dan komik yang
diproduksi oleh Direktorat
Penanggulangan Kebakaran
Hutan, Ditjen PHKA. (Telly K.)
Koordinator CCFPI di
Kalimantan (KSC) terlibat
dalam pemberian materi
Pelatihan Pengelolaan Lahan
Tanpa Bakar Dan Pembakaran
Terkendali Berbasis Masyarakat
bagi PPL dan Pemuka
Masyarakat, yang
diselenggarakan oleh Dinas
Kehutanan Propinsi Kalimantan
Tengah bekerjasama dengan
Lembaga Pengabdian pada
Masyarakat Universitas
Palangka Raya. Acara dilak-
sanakan pada tanggal 7 Mei
2003, bertempat di Asrama Haji
Jl. G.O Bos Palangka Raya.
Pada Kesempatan tersebut
KSC-CCFPI membawakan
topik: “Dampak Kebakaran
Hutan dan Lahan ditinjau dari
Perspektif Ekonomi”. Para
peserta pelatihan sangat
antusias sekali dan terlibat
aktif dalam diskusi dan tanya
jawab saat penyampaian
materi oleh KSC-CCFPI.
Banyak peserta pelatihan yang
mengakui baru menyadari
begitu besar kerugian yang
dialami secara ekonomi akibat
kebakaran hutan setelah KSC-
CCFPI menyajikan angka-
angka aktual
dari
berbagai
sumber.
(Lilia)
Pada tanggal 30 Juni dan 1
Juli 2003 Wetlands Interna-
tional - Indonesia Programme
bekerjasama dengan Dinas
Kehutanan Propinsi Jambi
mengadakan Seminar dan
Lokakarya Tingkat Regional
mengenai “Pengembangan
Proyek Karbon Hutan di Lahan
Gambut untuk Mengatasi
Perubahan Iklim”. Semiloka
ini dihadiri oleh 70 peserta
yang berasal dari unsur
pemerintahan, LSM,
akademisi, tokoh adat, dan
pers dari Propinsi Jambi,
Sumatera Selatan, dan
Kalimantan Tengah.
Acara tersebut diisi dengan
pemaparan rencana strategis
bidang kehutanan di Jambi
serta pelaksanaan kegiatan
proyek CCFPI di Jambi dan
Sumatera Selatan. Pada akhir
kegiatan dilakukan diskusi
kelompok sebagai simulasi
penyusunan PIN (Project Idea
Note) yang merupakan salah
satu langkah awal dalam
pengajuan proposal kegiatan
Proyek Karbon Hutan.
Semiloka tersebut telah
memberikan gambaran dan
wawasan kepada para
stakeholder mengenai
Proyek Karbon Hutan
serta bagaimana cara
penyusunan dan
pengajuannya. (Iwan
Tricahyo Wibisono
dan Yus Rusila Noor)
""
Kegiatan Pelatihan
Pengelolaan Lahan
tanpa Bakar dan
Pembakaran Terkendali
Berbasis Masyarakat
bagi PPL dan Pemuka
Masyarakat
Seminar dan Lokakarya
Tingkat Regional
“Pengembangan Proyek
Karbon Hutan di Lahan
Gambut untuk Mengatasi
Perubahan Iklim”
4. 20 - Warta Konservasi Lahan Basah20 - Warta Konservasi Lahan Basah
Climate Change, FClimate Change, FClimate Change, FClimate Change, FClimate Change, Forests and Porests and Porests and Porests and Porests and Peatlands in Indonesiaeatlands in Indonesiaeatlands in Indonesiaeatlands in Indonesiaeatlands in Indonesia
PPPPP
erkenalan kami dengan
masyarakat di Desa Muara
Merang dimulai ketika Wahana
Bumi Hijau (WBH) memulai program
pendampingan masyarakat, sekitar
tahun 2000. Sejak awal kami
berinteraksi, terlihat bahwa kemiskinan
dan keterbelakangan warga desa di
sekitar wilayah Hutan Rawa Gambut
Merang - Kepahyang merupakan suatu
fenomena yang berpotensi merusak
hutan. Sebagian besar masyarakat
diketahui memiliki ketergantungan yang
sangat tinggi terhadap sumber daya
hutan.
Sebagaimana hal yang umum dilakukan
oleh rekan-rekan LSM lain, hal pertama
dan utama yang ingin kita gali adalah
potensi dan kemauan masyarakat dalam
menemukan sumber pencaharian lain
yang lebih berkelanjutan dan tidak
melulu mengandalkan kepada sumber
daya hutan. Hal demikian dapat digali
melalui kegiatan partisipatif dalam bentuk
wawancara, pertemuan ataupun
kunjungan ke masyarakat secara
terpisah. Sebelumnya, sebagai
pendatang baru, kami terlebih dulu
harus mengenalkan diri, terutama
kepada pihak yang diperkirakan akan
terkait dengan pelaksanaan program di
lapangan, seperti Kepala Desa dan
perangkat-perangkatnya serta tokoh-
tokoh masyarakat. Langkah selanjutnya
mengidentifikasi tokoh-tokoh masyarakat
yang diperkirakan akan mendukung
program, mendata kelompok-kelompok
yang sudah ada serta menyeleksi
orang-orang lokal yang akan dilibatkan
dalam kegiatan program.
Pada pertemuan tersebut kami mencoba
untuk menggali informasi yang terkait
dengan sejarah desa, peta desa,
kalender musim, potensi sektor
ekonomi masyarakat, serta faktor
kekuatan dan kelemahan masyarakat.
Dari kajian tersebut teridentifikasi
kondisi internal mereka, faktor-faktor
penting yang dapat mengancam atau
yang menjadi potensi untuk
dikembangkan. Sampai tahapan ini,
sebagian masyarakat kemudian
meminta kami untuk membantu
membuat kelompok tani yang
anggotanya adalah mereka sendiri.
Dinamika di lapangan menunjukan
bahwa tidak semua anggota
masyarakat tertarik untuk bergabung
dalam kelompok. Karena ituah, pada
tahap awal disepakati agar hanya
dibentuk 2 kelompok saja, yang
kemudian diberi nama “Kelompok Tani
Sadar Usaha” dan “KelompokTani
Usaha Maju”. Diharapkan kelompok-
kelompok Tani ini selain mengerjakan
kerja rutinnya, juga nantinya dapat
mengatualisasikan diri dalam kerja-
kerja penguatan kelompoknya,
sehingga secara mandiri dapat
mengimplementasikan usaha-usaha
perlindungan kawasan hutan rawa
gambut, disamping memperoleh
sumber mata pencaharian yang lebih
layak dan lestari.
Sebagian besar anggota kelompok
pada awalnya masih gagap dalam hal
pengelolaan administrasi kelompok.
Untuk itulah kami bekerjasama dengan
berbagai pihak untuk memberikan
pelatihan kepada masyarakat dibidang
kesadaran berkelompok atau
berorganisasi, keterampilan mengelola
administrasi kelompok, manajemen
organisasi, kepemimpinan, dan
kemudian dikembangkan kearah
praktek pertanian organik. Untuk saling
bertukar pengalaman mengenai kegiatan
yang dilaksanakan oleh kelompok tani di
wilayah lain, kami membawa sebagian
anggota masyarakat berkunjung ke
kelompok tani di wilayah lain tersebut.
Kenyataan di lapangan, kegiatan
pendampingan tidaklah semulus seperti
yang diuraikan diatas. Berbagai kendala
dan keterbatasan kerap kami temui,
terutama pada awal pelaksanaan
program. Seringkali program yang kami
“jual” tidak terlalu ditanggapi oleh
masyarakat. Banyak diantara mereka
yang menaruh curiga dan bersikap hati-
hati, karena pengalaman mereka yang
pernah dikecewakan oleh tawaran dan
bantuan proyek oleh beberapa yayasan
atau LSM pada waktu lampau.
Masyarakat juga sering meminta contoh
keberhasilan program sebelum betul-
betul mau terlibat. Kondisi seperti ini
rasanya umum ditemui oleh para
pendamping di lapangan. Di satu sisi
kondisi ini bisa meruntuhkan semangat
pendampingan, namun disisi lain justru
menguatkan tekad untuk berbuat yang
terbaik bagi keberhasilan program. Lebih
penting lagi untuk dapat memberikan
sesuatu yang dapat diterima dengan baik
oleh masyarakat yang kami dampingi.
Terlalu dini untuk menilai apakah
program yang kami laksanakan bisa
dikatakan berhasil atau gagal, karena
belum ada parameter ekonomi dan
konservasi yang layak ukur, tetapi
secara psikologis, keeratan sosial yang
terjalin dengan masyarakat setempat
serta dukungan sebagian masyarakat
semakin mendorong kami untuk terus
tinggal dan bekerja bersama masyarakat.
""
Berkumpul merumuskan dan memecahkan masalah bersama
masyarakat (Foto: Yus Rusila Noor/Dok. CCFPI)
Pengalaman
Mendampingi Petani di
Desa Muara Merang,
Sumatera Selatan
Oleh:
Yoel Hendrawan/WBH
5. - 21Vol. 11 no. 3, Juli 2003Vol. 11 no. 3, Juli 2003 - 21
Climate Change, FClimate Change, FClimate Change, FClimate Change, FClimate Change, Forests and Porests and Porests and Porests and Porests and Peatlands in Indonesiaeatlands in Indonesiaeatlands in Indonesiaeatlands in Indonesiaeatlands in Indonesia
..... bersambung ke halaman 23
Reduksi AsapReduksi AsapReduksi AsapReduksi AsapReduksi Asap melalui Pemanfaatan
Bahan Bakar menjadi Briket Arang dan
Pupuk Organik di Lahan GambutLahan GambutLahan GambutLahan GambutLahan Gambut
Oleh:
Dr. Bambang Hero Saharjo
B
iomass burning
(pembakaran biomasa)
merupakan salah satu
sumber utama dari gas-gas dan
partikel aerosol yang berperan penting
dalam kimia troposfir dan iklim. Makin
besar biomasa yang terbakar maka
makin besar pula peluang gas-gas
yang dihasilkan. Gas-gas yang
dihasilkan dari biomass burning meliputi
gas rumah kaca, gas-gas kimia aktif,
CH3
Cl dan CH3
Br (yang dapat
menyebabkan perubahan bahan-
bahan kimia dari ozon di stratosfir)
serta partikel bahan. Dengan
meningkatnya gas-gas ini tentu saja
akan mengganggu komponen-
komponen lain dari proses-proses
yang berjalan di bumi. Untuk itu maka
kegiatan pembakaran limbah vegetasi
yang selama ini telah merusak
lingkungan akan mengganggu
kehidupan manusia maupun mahluk
hidup lainnya melalui perusakan faktor-
faktor lingkungan.
Di hutan sekunder maupun lahan
gambut, limbah vegetasi mempunyai
potensi menjadi bahan bakar cukup
besar bahkan dapat mencapai lebih
dari 100 ton/ha dimana di dalamnya
terdapat serasah, cabang-cabang, log
dan sebagainya.
Salah satu upaya untuk menekan
bertambahnya limbah vegetasi tersebut
selain melalui pengelolaan hutan yang
dilaksanakan dengan benar juga
kegiatan lain berupa pemanfaatan
limbah vegetasi menjadi pupuk organik/
kompos dan briket arang.
Pembuatan pupuk organik merupakan
contoh teknologi tepat guna yang
telah banyak dipraktekkan oleh
berbagai lapisan masyarakat.
Kegiatan ini umumnya memanfaatkan
limbah pemukiman dan dilakukan
dalam skala kecil. Dengan
berkembangnya kesadaran akan
pengelolaan kehutanan berwawasan
lingkungan maka pembuatan kompos
akan sangat diperlukan, khususnya
dalam hal persiapan bahan tanaman.
Demplot percobaan yang dibangun di
Desa Kuala Dua, Kecamatan Sungai
Raya, Kabupaten Pontianak, atas
kerjasama antara Laboratorium
Kebakaran Hutan dan Lahan dengan
Direktorat Penanggulangan
Kebakaran Hutan Departemen
Kehutanan merupakan daerah
sumber asap di seputar Bandara
Supadio yang berasal dari penyiapan
lahan dengan menggunakan api untuk
kegiatan pertanian di lahan gambut
(hemik). Bahan bakar yang terdapat
di lokasi demplot Desa Kuala Dua
sebagian besar di dominasi oleh pakis
dan tumbuhan bawah, disamping
terdapat pula tunggak pohon dan
pohon berdiameter sekitar 10 cm.
Hasil perhitungan menunjukkan
bahwa potensi bahan bakar (yang
juga merupakan bahan baku
pembuatan briket arang dan kompos)
di lokasi demplot tersebut rata-rata 44
ton/ha. Dengan potensi bahan bakar
sebesar ini ditambah lagi tipe
gambutnya adalah hemik yang berarti
dekomposisinya belum sempurna,
maka sudah dapat dipastikan bahwa
asap yang akan dihasilkan cukup
tinggi terutama gas rumah kacanya
(CO2
, CO, CH4
dan N2
O) karena
dihasilkan dari pembakaran tidak
sempurna.
Berdasarkan perhitungan yang
dilakukan dengan menggunakan
formula Seiler dan Crutzen (1980)
membuktikan bahwa emisi gas rumah
kaca yang seharusnya dilepaskan
seandainya bahan bakar di lokasi
demplot bergambut hemik yang
berpotensi 44 ton/ha adalah 3,465
ton CO2
; 0,036 ton CH4
; 0,0014 ton
Nox; 0.044 ton NH3;
0,0367 ton O3
dan 0,641 ton CO serta 0.77 ton
partikel. Namun hal itu tidak terjadi
karena bahan bakar yang
seharusnya dibakar tersebut telah
dimanfaatkan menjadi briket arang dan
pupuk organik serta pakan ternak.
Dapat kita bayangkan bila ribuan
bahkan jutaan ton bahan bakar yang
seharusnya dibakar tersebut kita
manfaatkan. Ini berarti bahwa upaya
pengurangan emisi gas dengan tanpa
menggunakan api dalam penyiapan
lahan berhasil dilaksanakan disamping
mengurangi dampak lingkungan
terutama asap dan perusakan lahan
(gambut).
Berdasarkan hasil penelitian melalui
penyiapan lahan tanpa bakar
dengan memanfaatkan bahan bakar
yang biasanya dibakar tersebut
menjadi briket arang dan pupuk
organik dapat ditarik beberapa
kesimpulan sbb:
1. Dengan tidak terbakarnya bahan
bakar dengan potensi 44 ton/ha
tersebut maka dapat menahan laju
emisi gas-gas rumah kaca dan
partikel yaitu: 3,465 ton CO2
0,036 ton CH4; 0,0014 ton NOx;
0,0367 ton NH3 dan 0,641 ton
O3 serta 0,77 ton partikel.
6. 22 - Warta Konservasi Lahan Basah22 - Warta Konservasi Lahan Basah
Climate Change, FClimate Change, FClimate Change, FClimate Change, FClimate Change, Forests and Porests and Porests and Porests and Porests and Peatlands in Indonesiaeatlands in Indonesiaeatlands in Indonesiaeatlands in Indonesiaeatlands in Indonesia
SSSSS
alah satu lokasi kegiatan
Proyek CCFPI terletak di
Desa Muara Merang,
Kecamatan Bayung Lincir, Kabupaten
Musi Banyuasin. Desa ini terbagi
menjadi tiga buah dusun, yaitu Dusun
Bakung, Dusun Bina Desa dan Dusun
Kepahyang. Masyarakat yang
mendiami ketiga dusun tersebut sangat
heterogen. Selain masyarakat setempat
yang berasal dari Sumatera Selatan
dan Jambi, juga banyak masyarakat
pendatang yang berasal dari Jawa
dan Sulawesi. Saat ini, sebagian besar
anggota masyarakat (>80%)
menggantungkan kehidupannya pada
usaha mencari kayu (membalok),
sementara yang lainnya berusaha
dibidang pertanian, menjadi buruh
perusahaan atau menjadi nelayan.
Letak Desa Muara Merang sangat
strategis karena terletak pada muara
dua anak sungai Lalan (Sungai Merang
dan Sungai Kepahyang) yang
menghubungkannya ke hutan, sehingga
menjadi lalu lintas penting bagi
pengambilan hasil hutan. Pada sekitar
tahun 1950-an, Desa Muara Merang
sebenarnya hanya menjadi tempat
persinggahan masyarakat lokal dalam
mengambil hasil hutan non-kayu
(terutama rotan) dan ikan (bekarang).
Perkembangan jumlah penduduk serta
tuntutan ekonomi menggiring sebagian
masyarakat untuk menetap disana. Hal
ini berjalan sejak awal tahun 1960-an.
Pada tahun 1970-an kehidupan
masyarakat mulai mengalami
perubahan seiring dengan
berkembangnya kegiatan HPH.
Mereka berbondong-bondong pindah
ke usaha pengambilan kayu,
sementara usaha perikanan dan
pengambilan hasil hutan non-kayu
mulai ditinggalkan. Masyarakatpun
mulai terikat dengan pola kehidupan
yang konsumtif. Setelah masa izin
HPH di kawasan Desa Muara
Merang habis pada tahun 1999,
masyarakat berduyun-duyun
merambah hutan ex. HPH ini dengan
dimodali oleh pengusaha perkayuan
lokal, dan kemudian diperparah oleh
masyarakat luar (pendatang baru)
yang mulai berdatangan untuk
mengeksploitasi hasil hutan kayu
tersebut. Akibatnya kawasan ini terus
mengalami degradasi dan deforestasi,
bahkan sangat dikhawatirkan
kemudian akan merambah kawasan
Taman Nasional Sembilang serta
Taman Nasional Berbak. Kawasan
pengambilan kayu mereka memang
merupakan mintakat penyangga dari
kedua Taman Nasional tersebut.
Sungai Merang sebenarnya telah
diidentifikasi sebagai satu-satunya
kawasan gambut terakhir yang tersisa di
Sumatera Selatan yang masih produktif
dalam menjaga ekosistem di dalamnya,
termasuk habitat bagi Buaya Sinyulong
(Tomistoma schelegelli) yang kondisinya
terancam punah (IUCN, 2001). Gambut
tersebar di dua lokasi utama, di
sepanjang Sungai Merang bagian hulu
dan sepanjang Sungai Kepahyang.
Kondisi tutupan (kanopi) di lokasi Sungai
Merang masih cukup alami, didominasi
vegetasi dari family Dipterocarpaceae
dengan ketebalan gambut sekitar 30 –
200 cm. Status kawasan hutan gambut
adalah sebagai Hutan Produksi Tetap,
sementara bagian hilir Sungai Merang
dan Kepahyang sebagian besar dimiliki
oleh masyarakat. Terdapat kekhawatiran
jika kegiatan perusakan masih terus
berlangsung, maka hal tersebut akan
merusak kawasan hutan gambut.
Kegiatan Proyek CCFPI saat ini
dititikberatkan untuk membantu
masyarakat merehabilitasi lahan yang
mereka miliki dengan penanaman pohon
bernilai ekonomis. Sementara untuk
kawasan hutan gambut, usaha dilakukan
untuk mengembangkan suatu
pengelolaan bersama (collaborative
management) terhadap kawasan
tersebut, sehingga jasa lingkungan yang
selama ini disediakan oleh alam bisa
berlangsung terus. ""
Mengenal Lokasi Kegiatan: Desa Muara Merang
Oleh: Yoel Hendrawan (WBH)
RumahpendudukdisepanjangS.Merang
(YusRusilaNoor/Dok.CCFPI)
7. - 23Vol. 11 no. 3, Juli 2003Vol. 11 no. 3, Juli 2003 - 23
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○
Climate Change, FClimate Change, FClimate Change, FClimate Change, FClimate Change, Forests and Porests and Porests and Porests and Porests and Peatlands in Indonesiaeatlands in Indonesiaeatlands in Indonesiaeatlands in Indonesiaeatlands in Indonesia
..... Sambungan dari halaman 21
Reduksi Asap melalui Pemanfaatan Bahan Bakar ................
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○
Pantun
By: Deddy
Ramin, Meranti dan Jelutung
Hutan, Pantai dan Lautan
Jika Manusia ingin Beruntung
Mari Bersama menjaga HutanBuah Pisang, Bunga angsana
Tumbuh subur dipinggir rawang
Menebang hutan secara Bijaksana
Alamat baik untuk Generasi MendatangPantun Kilat
Ubi Rambat dalam peti,
Hutan lebat senanglah hatiHutan Gambut, hutan rawo
kenyang perut pacak ketawo
Kondisi pada saat penyiapan lahan dengan pembakaran
tengah dilakukan
2. Dengan adanya pembakaran
bahan bakar dengan potensi 44
ton/ha tersebut maka akan timbul
masalah asap lebih lagi pada
lahan gambut yang berdampak
pada kesehatan dan lingkungan
(global climate change) serta
hubungan antar negara.
3. Dengan adanya pembakaran
bahan bakar dengan potensi 44
ton/ha tersebut maka akan terjadi
perusakan gambut, yang untuk
memulihkannya kembali diperlukan
waktu ribuan tahun serta dana
yang tidak sedikit berkisar antara
Rp.150-250 juta per ha lahan
yang rusak. (10 cm saja gambut
terbakar setara dengan
penghilangan masa pakai lahan
selama 15 tahun)
4. Dengan adanya pembakaran
bahan bakar dengan potensi 44
ton/ha tersebut akan
mengakibatkan terbakarnya/
hilangnya biota tanah, jamur,
bakteri dan plasma nutfah yang
belum diketahui peranan dan
fungsinya.
5. Dengan tanpa pembakaran maka
bahan bakar tersebut dapat
dimanfaatkan contohnya sebagai
briket arang dan kompos yang
mempunyai nilai jual sehingga
memberi pemasukan bagi petani.
6. Penyiapan lahan dengan tanpa
bakar membutuhkan dana yang
lebih besar dari pada penyiapan
lahan dengan pembakaran,
namun biaya tersebut sangat kecil
bila dibandingkan dengan biaya
pemulihan kerusakan yang harus
dikeluarkan yang berkisar antara
Rp.150-250 juta per ha lahan
yang rusak. Pembakaran bahan
bakar hanya menguntungkan
sesaat bagi pertumbuhan tanaman
yang berasal dari abu hasil
pembakaran tetapi lebih banyak
dampak negatifnya yaitu mulai dari
asap yang dihasilkan hingga ke
perusakan gambut itu sendiri serta
hubungan antar negara.
Hasil uji coba pembangunan demplot
pembuatan briket arang dan pupuk
organik dengan menggunakan bahan
bakar yang biasanya dibakar terbukti
dapat menekan laju emisi gas rumah
kaca serta partikel, mengurangi
perusakan terhadap gambut serta
memberikan pendapatan bagi para
pembuat produk tersebut. Namun
yang lebih penting lagi adalah
menciptakan kualitas lingkungan yang
lebih baik dari biasanya. ""
Kepala Laboratorium Kebakaran
Hutan dan Lahan
Fakultas Kehutanan IPB, BOGOR
8. 24 - Warta Konservasi Lahan Basah24 - Warta Konservasi Lahan Basah
Climate Change, FClimate Change, FClimate Change, FClimate Change, FClimate Change, Forests and Porests and Porests and Porests and Porests and Peatlands in Indonesiaeatlands in Indonesiaeatlands in Indonesiaeatlands in Indonesiaeatlands in Indonesia
Lokakarya Pengelolaan Lahan Gambut BerkelanjutanLokakarya Pengelolaan Lahan Gambut BerkelanjutanLokakarya Pengelolaan Lahan Gambut BerkelanjutanLokakarya Pengelolaan Lahan Gambut BerkelanjutanLokakarya Pengelolaan Lahan Gambut Berkelanjutan
[suatu kajian terhadap keberhasilan dan kegagalan]
Bogor 13 - 14 Oktober 2003
Lahan gambut tropis di seluruh dunia meliputi areal seluas 40 juta ha dan
50% (20 Juta ha) di antaranya terdapat di Indonesia (yaitu di Sumatera,
Kalimantan, Papua dan sedikit di Sulawesi). Lahan gambut memiliki
beberapa nilai penting, baik yang bersifat ekstraktif maupun non-ekstraktif.
Sebagai bahan ekstraktif, gambut dapat dimanfaatkan sebagai bahan
energi (misal arang briket), diambil asam humatnya, media semai dan
media untuk reklamasi lahan kering. Sedangkan sebagai bahan non-
ekstraktif ia dapat berfungsi sebagai habitat pendukung keanekaragaman
hayati, sebagai lahan kehutanan, perkebunan, dan pertanian. Selain itu
karena kemampuannya menyimpan air yang sangat besar (90% dari
volume) maka lahan gambut dapat diharapkan berfungsi sebagai
pengatur tata air bagi kawasan sekitarnya (yaitu mencegah banjir dan
intrusi air laut). Dalam satu dekade belakangan ini, terutama sejak
merebaknya isu perubahan iklim akibat adanya emisi gas-gas rumah
kaca (diantaranya CO2) ke atmosfer, maka perhatian terhadap peranan
lahan gambut sebagai penyerap dan penyimpan karbon mulai mendapat
perhatian yang luas oleh masyarakat dunia. Khususnya pada ahir tahun
1990-an dimana peristiwa kebakaran hutan dan lahan (termasuk gambut)
menjadi suatu fenomena yang sangat memprihatinkan.
Dengan mengetahui manfaat dan peranan lahan gambut yang sedemikian
pentingnya, baik di tingkat lokal, nasional maupun global, maka
pengelolaan lahan gambut secara bijaksana dan berkelanjutan harus
segera dilakukan. Aspek-aspek pengelolaan yang perlu segera
ditangani, diantaranya meliputi kegiatan-kegiatan di sektor: (a) pertanian
dan kehutanan, (b) penanggulangan kebakaran, (c) rehabilitasi di lahan
bekas terbakar maupun lahan tidur/terlantar dan (d) pengaturan tata air
di lahan gambut (termasuk diantaranya kegiatan penutupan kanal).
FORMULIR PENDAFTARAN
Lokakarya Pengelolaan Lahan Gambut Secara Bijaksana dan Berkelanjutan di Indonesia
(Tanggal: 13-14 Oktober, 2003)
Nama :
Jabatan / Posisi :
Nama Organisasi :
Alamat :
Nomor Telepon : Nomor Fax : E-mail :
Saya akan menghadiri Lokakarya tentang Pengelolaan Lahan Gambut Secara Bijaksana dan Berkelanjutan di Indonesia
pada tanggal 13-14 Oktober, 2003 sebagai
PESERTA BIASA ##### PEMBAWA MAKALAH ##### (beri tanda √√√√√ pada kotak yang dipilih)
Makalah yang akan saya sampaikan berjudul:
..........................................................................................................................................................................................................
.................................................................................................................................................................................................
(Mohon ringkasan makalah dapat dikirmkan kepada panitia penyeleggara sebelum tanggal 27 September, 2003 dan
Makalah lengkap sebelum 5 Oktober 2003)
Untuk memperoleh masukan-masukan dalam rangka menggali/
mengumpulkan dan membahas berbagai pengalaman tentang
keberhasilan dan/atau kegagalan mengelola lahan gambut di
Indonesia (juga dari Negara lain), maka proyek CCFPI
(Climate Change, Forests and Peatlands in Indonesia) yang
dibiayai oleh Dana Pembangunan dan Perubahan Iklim
Kanada - CIDA akan menyelenggakan lokakarya :
Judul : Pengelolaan Lahan Gambut Secara
Bijaksana dan Berkelanjutan di Indonesia
[kajian terhadap kegagalan dan
keberhasilan pengelolaan].
Tempat : Hotel Pangrango II Jl Raya Padjajaran
No. 32 Bogor, Indonesia
Tanggal : 13 dan 14 Oktober 2003
Bagi para peneliti, akademisi, praktisi lapangan dan pihak-pihak
lain yang berminat hadir dalam lokakarya di atas mohon agar
segera mengisi dan mengirimkan formulir di bawah ini kepada.
Wetlands International – Indonesia Programme
P.O. Box 254/BOO, Bogor 16002
Telp. 0251-312189; Fax 0251-325755
E-mail : sec_ccfpi@wetlands.or.id atau nyoman@wetlands.or.id
[catatan : bagi para pembawa makalah kehadirannya akan
sepenuhnya dibiayai oleh Proyek CCFPI. Untuk peserta
biasa, hanya ditanggung biaya makan dan penginapan]