SlideShare a Scribd company logo
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Begitu pentingnya masalah aturan, nilai, moral, tata tertib, dan pendisiplinan bagi
kehidupan manusia dalam rangka menjadikan harkat, martabat dan hidupnya sejahtera.
Upaya untuk itu menjadi tugas dunia pendidikan dan pendidikan itu sendiri merupakan
proses pembelajaran disiplin bagi individu. Kenyataannya masalah disiplin justru seperti
momok yang menakutkan bagi penyelenggara pendidikan dan peserta didik. Hasil polling
Gallup (dalam Geoff Colvin, 2008) yang diambil dari anggota masyarakat dan para pendidik
selama beberapa tahun lalu (di daerah Amerika) telah memeringkatkan tata tertib sekolah
dan perilaku siswa dalam peringkat tiga tertinggi dari masalah utama yang dihadapi sekolah.
Proses pembelajaran yang terjadi dan diikuti oleh seorang siswa di sekolah tidak akan
pernah lepas dari berbagai peraturan dan tata tertib, dan setiap siswa dituntut untuk dapat
berperilaku sesuai dengan aturan dan tata tertib tersebut. Peraturan, tata tertib, dan berbagai
ketentuan lainnya yang berupaya mengatur kedisiplinan siswa di sekolah.
Tata tertib sekolah merupakan pedoman bagi sekolah untuk menciptakan susana
sekolah yang aman dan tertib sehingga akan terhindar dari kejadian-kejadian yang bersifat
negatif. Hukuman yang diberikan ternyata tidaklah ampuh untuk menangkal beberapa
bentuk pelanggaran, malahan akan bertambah keruh permasalahan.
Kita mengetahui dan menyadari bahwa untuk membentuk pribadi/prilaku yang mulia
diperlukan berbagai macam cara. Sedangkan untuk mencetak siswa yang berprilaku yang
baik dan berprestasi, maka hal ini membutuhkan aturan atau norma yang biasanya
dinamakan tata tertib.
Bahwa dalam rangka menciptakan suasana dan tata kehidupan sekolah yang kondusif,
perlu adanya tata tertib sekolah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tata tertib sekolah
dapat menciptakan disiplin dan orientasi akademis murid sekolah pada khususnya, dan
meningkatkan capaian sekolah pada umumnya. Dengan tata tertib tersebut,siswa/siswi
sekolah memiliki pedoman dan acuan dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya dalam
melaksanakan kebijakan, program, dan kegiatan sekolah. Jika negara memiliki konstitusi,
undang-undang, dan peraturan perundang-undangan lainnya, maka sekolah memiliki tata
tertib sekolah.
Seorang siswa dalam proses mengikuti kegiatan belajar di sekolah tidak akan lepas
dari berbagai peraturan dan tata tertib yang diberlakukan di sekolahnya, dan setiap siswa
dituntut untuk dapat berperilaku sesuai dengan aturan dan tata tertib yang berlaku di
sekolahnya. Kepatuhan dan ketaatan siswa dengan aturan dan tata tertib yang berlaku di
sekolahnya itu biasa disebut disiplin siswa. Sedangkan peraturan, tata tertib dan berbagai
ketentuan lainnya yang berupaya mengatur perilaku siswa disebut disiplin sekolah.
Disiplin sekolah adalah usaha sekolah untuk memelihara perilaku siswa agar tidak
menyimpang dan dapat mendorong siswa untuk berperilaku sesuai dengan norma, peraturan
dan tata tertib yang berlaku di sekolah. Yang dimaksud disiplin sekolah adalah aturan-aturan
yang ada di sekolah, misalnya aturan tentang standar waktu dan berpakaian. Pengertian
disiplin sekolah sendiri kadangkala diterapkan pula untuk memberikan hukuman (sanksi)
sebagai konsekuensi dari pelanggaran terhadap aturan, meski kadangkala menjadi
kontroversi dalam menerapkan metode pendisiplinannya sehingga terjebak dalam bentuk
kesalahan perlakuan fisik dan kesalahan perlakuan psikologis.
Permasalahan yang diambil dalam penelitian ini adalah dalam uaya peningkatan
ketertiban siswa dalam mentaati tata tertib berpakaian seragam. Upaya menegakkan
Ketertiban Siswa Dalam Mentaati Tata Tertib Berpakaian Seragam disekolah bisa dengan
berbagai cara, salah satunya adalah dengan menerapkan Tekhnik Bimbingan Kelompok.
Bimbingan kelompok adalah pelayanan bimbingan yang diberikan kepada lebih dari satu
orang pada waktu yang bersamaan. Pengertian ini menekankan pentingnya kelompok-
kelompok sebagai alat atau media dalam bimbingan.
Layanan bimbingan kelompok merupakan media pengembangan diri untuk dapat
berlatih berbicara, menanggapi, memberi menerima pendapat orang lain, membina sikap dan
perilaku yang normatif serta aspek-aspek positif lainnya yang pada gilirannya individu dapat
mengembangkan potensi diri serta dapat meningkatkan perilaku komunikasi antarpribadi
yang dimiliki.
Hal-hal tersebut di ataslah yang menjadi latar belakang penulisan penelitian ini yang
berjudul "Upaya Meningkatkan Ketertiban Siswa Dalam Mentaati Tata Tertib Berpakaian
Seragam Melalui Bimbingan Kelompok Pada Kelas VIII C Semester 2 Di SMP Negeri ...
Tahun Pelajaran 2017/2018"
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam PTBK (Penelitian Tindakan Bimbingan Konseling) adalah
bagaimana upaya meningkatkan Ketertiban Siswa Dalam Mentaati Tata Tertib Berpakaian
Seragam melalui Bimbingan Kelompok pada kelas VIII C Di SMP Negeri ... ?
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Teoritik
Tujuan teoritik penelitian tindakan Bimbingan Konseling (PTBK) ini adalah untuk
mendeskripsikan peningkatan Ketertiban Siswa Dalam Mentaati Tata Tertib Berpakaian
Seragam melalui Bimbingan Kelompok .
1.3.2 Tujuan Praktis
1. Memberikan pelajaran kepada siswa tentang pentingnya ketertiban dalam mentaati
tata tertib berpakaian seragam
2. Meningkatkan Ketertiban Siswa Dalam Mentaati Tata Tertib Berpakaian Seragam.
1.4 Pembatasan Penelitian
Batasan penelitian dalam PTBK yang berjudul "Upaya Meningkatkan Ketertiban
Siswa Dalam Mentaati Tata Tertib Berpakaian Seragam Melalui Bimbingan Kelompok
Pada Kelas VIII C Semester 2 Di SMP Negeri ... Tahun Pelajaran 2017/2018" ini adalah:
1.4.1Meningkatkan Ketertiban Siswa Dalam Mentaati Tata Tertib Berpakaian Seragam
Yang di maksud dengan meningkatkan Ketertiban Siswa Dalam Mentaati Tata
Tertib Berpakaian Seragam dalam penelitian ini adalah : upaya yang di lakukan agar
siswa mampu melaksanakan kedisiplinan terhadap aturan sekolah yang ada. Tata tertib
dalam hal ini adalah merupakan pedoman bagi sekolah untuk menciptakan susana
sekolah yang aman dan tertib sehingga akan terhindar dari kejadian-kejadian yang
bersifat negative. Sedangkan kedisiplinan adalah perilaku siswa untuk menjalani dan
tidak melanggar aturan tersebut. Dalam penelitian ini kedisiplinan difokuskan pada
ketertiban dalam mentaati tata tertib berpakaian seragam.
1.4.2 Bimbingan Kelompok
Yang dimaksud Bimbingan Kelompok dalam penelitian ini adalah pelayanan
bimbingan yang diberikan kepada lebih dari satu orang pada waktu yang bersamaan.
1.5 Kegunaan Hasil Penelitian
1.5.1 Bagi Guru BK (Bimbingan dan Konseling)
Bagi guru BK penelitian ini dapat berguna untuk melaksanakan kegiatan yang
bertujuan positif seperti meningkatkan Ketertiban Siswa Dalam Mentaati Tata Tertib
Berpakaian Seragam dan bisa juga dijadikan sebagai referensi.
1.5.2 Bagi siswa
Melalui Bimbingan Kelompok yang ada akan membantu siswa agar mentaati
peraturan sekolah, karena Bimbingan Kelompok merupakan salah satu program
bimbingan yang menarik dan di minati oleh siswa.
1.5.3 Bagi lembaga sekolah
Wacana dari hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan dan refrensi
untuk mengambil dan menggunakan strategi pembelajaran agar dapat meningkatkan
kedisiplinan siswa.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. TATA TERTIB BERPAKAIAN SERAGAM
2.1.1 Pengertian Tata Tertib
Dalam kehidupan bermasyarakat, setiap individu pasti mempunyai kepentingan yang
berbeda. Hal ini mengakibatkan banyak kepentingan individu yang satu sama lainnya
saling bertentangan, yang apabila tidak diatur maka akan menimbulkan suatu kekacauan.
Untuk itulah maka perlu diciptakan suatu aturan atau norma. Peraturan atau norma ini
berlaku pada suatu masyarakat dan suatu waktu. Norma sendiri ada yang disebut dengan
norma agama, norma hukum, norma kesusilaan, dan norma kesopanan. Norma yang secara
tegas melindungi kepentingan manusia dalam pergaulan hidupnya adalah norma hukum.
Norma hukum seringkali ditaati oleh masyarakat karena didalamnya terkandung sifat
memaksa dan siapa saja yang melanggarnya pasti akan dikenai sanksi. Oleh karena itu
dalam setiap lingkungan masyarakat, lembaga, organisasi baik swasta maupun pemerintah
pasti memiliki hukum yang harus ditaati.
Sekolah sebagai lembaga pendidikan yang memiliki tujuan membentuk manusia
yang berkualitas, tentunya sangat diperlukan suatu aturan guna mewujudkan tujuan
tersebut. Lingkungan sekolah khususnya tingkat SMA yang berangotakan remaja-remaja
yang sedang dalam masa transisi, sangat rentan sekali terhadap perilaku yang menyimpang.
Oleh karena itu diperlukan suatu hukum atau aturan yang harus diterapkan di sekolah yang
bertujuan untuk membatasi setiap perilaku siswa. Di lingkungan sekolah yang menjadi
“hukum” nya adalah tata tertib sekolah. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (1998:
37), mengemukkan bahwa “peraturan tata tertib sekolah adalah peraturan yang mengatur
segenap tingkah laku para siswa selama mereka bersekolah untuk menciptakan suasana
yang mendukung pendidikan”. Selanjutnya Indrakusumah (1973: 140), mengartikan tata
tertib sebagai “sederetan peraturan yang harus ditaati dalam suatu situasi atau dalam tata
kehidupan tertentu”.
Hal ini mengandung arti bahwa dalam kehidupan manusia dimana pun berada pasti
memerlukan tata tertib. Tata tertib adalah patokan seseorang untuk bertingkah laku sesuai
yang diharapkan oleh keluarga, sekolah maupun masyarakat. Dalam lingkungan sekolah
tata tertib diperlukan untukm menciptakan kehidupan sekolah yang kondusif dan penuh
dengan kedisiplinan.
Melihat uraian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa tata tertib sekolah itu dibuat
secara resmi oleh pihak yang berwenang dengan pertimbanganpertimbangan tertentu sesuai
dengan situasi dan kondisi sekolah tersebut, yang memuat hal-hal yang diharuskan dan
dilarang bagi siswa selama ia berada di lingkungan sekolah dan apabila mereka melakukan
pelanggaran maka pihak sekolah berwenang untuk memberikan sanksi sesuai dengan
ketetapan yang berlaku.
2.1.2. Tujuan Tata Tertib Sekolah
Sebelum membahas tentang tujuan tata tertib yang lebih luas, akan penulis uraikan
terlebih dahulu tujuan dari peraturan. Menurut Hurlock (1990: 85), yaitu: “peraturan
bertujuan untuk membekali anak dengan pedoman berperilaku yang disetujui dalam situasi
tertentu”. Misalnya dalam peraturan sekolah, peraturan ini memuat apa yang harus
dilakukan dan apa yang tidak boleh dilakukan oleh siswa, sewaktu berada di lingkungan
sekolah. Tujuan tata tertib adalah untuk menciptakan suatu kondisi yang menunjang
terhadap kelancaran, ketertiban dan suasana yang damai dalam pembelajaran. Dalam
informasi tentang Wawasan Wiyatamandala (1993: 21) disebutkan bahwa: “ketertiban
adalah suatu kondisi dinamis yang menimbulkan keserasian dan keseimbangan tata
kehidupan bersama sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa”.
Dalam kondisi sehari-hari, kondisi di atas mencerminkan keteraturan dalam
pergaulan, penggunaan dan pemeliharaan sarana dan prasarana dan dalam mengatur
hubungan dengan masyarakat serta lingkungan. Menurut Kusmiati (2004: 22), bahwa
tujuan diadakannya tata tertib salah satunya sesuai dengan yang tercantum dalam setiap
butir tujuan tata tertib, yaitu:
a. tujuan peraturan keamanan adalah untuk mewujudkan rasa aman dan tentram serta bebas
dari rasa takut baik lahir maupun batin yang dirasakan oleh seluruh warga, sebab jika
antar individu tidak saling menggangu maka akan melahirkan perasaan tenang dalam diri
setiap individu dan siap untuk mengikuti kegiatan sehari-hari.
b. tujuan peraturan kebersihan adalah terciptanya suasana bersih dan sehat yang terasa dan
nampak pada seluruh warga.
c. tujuan peraturan ketertiban adalah menciptakan kondisi yang teratur yang mencerminkan
keserasian, keselarasan dan keseimbangan pada tata ruang, tata kerja, tata pergaulan
bahkan cara berpakaian.
d. tujuan peraturan keindahan adalah untuk menciptakan lingkungan yang baik sehingga
menimbulkan rasa keindahan bagi yang melihat dan menggunakannya.
e. tujuan peraturan kekeluargaan adalah untuk membina tata hubungan yang baik antar
individu yang mencerminkan sikap dan rasa gotong royong, keterbukaan, saling
membantu, tenggang rasa dan saling menghormati. Berdasarkan uraian diatas, maka
setiap warga negara bertanggung jawab untuk menciptakan suasana yang aman, tertib,
bersih, indah dan penuh kekeluargaan, agar proses interaksi antar warga dalam rangka
penanaman dan pengembangan nilai, pengetahuan, keterampilan dan wawasan dapat
dilaksanakan.
2.1.3 Peran dan Fungsi Tata Tertib Sekolah
Keberadaan tata tertib sekolah memegang peranan penting, yaitu sebagai alat untuk
mengatur perilaku atau sikap siswa di sekolah. Soelaeman (1985: 82), berpendapat bahwa:
“peraturan tata tertib itu merupakan alat guna mencapai ketertiban”. Dengan adanya tata
tertib itu adalah untuk menjamin kehidupan yang tertib, tenang, sehingga kelangsungan
hidup sosial dapat dicapai. Tata tertib yang direalisasikan dengan tepat dan jelas serta
konsekuen dan diawasi dengan sungguh-sungguh maka akan memberikan dampak
terciptanya suasana masyarakat belajar yang tertib, damai, tenang dan tentram di sekolah.
Peraturan dan tata tertib yang berlaku di manapun akan tampak dengan baik apabila
keberadaannya diawasi dan dilaksanakan dengan baik, hal ini sesuai yang dikemukakan
oleh Durkheim (1990: 107-108) bahwa: Hanya dengan menghormati aturan-aturan
sekolahlah si anak belajar menghormati aturan-aturan umum lainnya, belajar
mengembangkankebiasaan, mengekang dan mengendalikan diri semata-mata karena ia
harus mengekang dan mengendalikan diri.
Dengan adanya pendapat tersebut, dapat dijelaskan bahwa sekolah merupakan ajang
pendidikan yang akan membawa siswa ke kehidupan yang lebih luas yaitu lingkungan
masyarakat, dimana sebelum anak (siswa) terjun ke masyarakat maka perlu dibekali
pengetahuan dan keterampilan untuk mengekang dan mengendalikan diri. Sehingga
mereka diharapkan mampu menciptakan lingkungan masyarakat yang tertib, tenang, aman,
dan damai.
Tata tertib sekolah berperan sebagai pedoman perilaku siswa, sebagaimana yang
dikemukakan oleh Hurlock (1990: 76), bahwa : “peraturan berfungsi sebagai pedoman
perilaku anak dan sebagai sumber motivasi untuk bertindak sebagai harapan sosial…”. Di
samping itu, peraturan juga merupakan salah satu unsur disiplin untuk berperilaku. Hal ini
sejalan dengan pendapat yang dikemukakan oleh Hurlock (1990: 84) yaitu: Bila disiplin
diharapkan mampu mendidik anak-anak untuk berperilaku sesuai dengan standar yang
ditetapkan kelompok sosial mereka, ia harus mempunyai empat unsur pokok, apapun cara
mendisiplinkan yang digunakan, yaitu: peraturan sebagai pedoman perilaku, konsistensi
dalam peraturan tersebut dan dalam cara yang digunakan untuk mengajak dan
memaksakannya, hukuman untuk pelanggaran peraturan dan penghargaan untuk perilaku
yang sejalan dengan perilaku yang berlaku. Berdasarkan pendapat di atas, dapat di ketahui
bahwa dalam menerapkan disiplin perlu adanya peraturan dan konsistensi dalam
pelaksanaannya.
Tata tertib sekolah mempunyai dua fungsi yang sangat penting dalam membantu
membiasakan anak mengendalikan dan mengekang perilaku yang diinginkan, seperti yang
dikemukakan oleh Hurlock (1990: 85), yaitu:
a. peraturan mempunyai nilai pendidikan, sebab peraturan memperkenalkan pada anak
perilaku yang disetujui oleh anggota kelompok tersebut. Misalnya anak belajar dari
peraturan tentang memberi dan mendapat bantuan dalam tugas sekolahnya, bahwa
menyerahkan tugasnya sendiri merupakan satu-satunya cara yang dapat diterima di
sekolah untuk menilai prestasinya.
b. Peraturan membantu mengekang perilaku yang tidak diinginkan. Agar tata tertib dapat
memenuhi kedua fungsi di atas, maka peraturan atau tata tertib itu harus dimengerti,
diingat, dan diterima oleh individu atau siswa. Bila tata tertib diberikan dalam kata-kata
yang tidak dapat dimengerti, maka tata tertib tidak berharga sebagai suatu pedoman
perilaku.
Jadi kesimpulan yang dapat penulis kemukakan bahwa tata tertib berfungsi mendidik
dan membina perilaku siswa di sekolah, karena tata tertib berisikan keharusan yang harus
dilaksanakan oleh siswa. Selain itu tata tertib juga berfungsi sebagai ’pengendali’ bagi
perilaku siswa, karena tata tertib sekolah berisi larangan terhadap siswa tentang suatu
perbuatan dan juga mengandung sanksi bagi siswa yang melanggarnya.
2.1.4 Sikap Kepatuhan Siswa Terhadap Tata Tertib Sekolah
Kepatuhan siswa terhadap tata tertib sekolah yang seharusnya adalah yang
bersumber dari dalam dirinya dan bukan karena paksaan atau tekanan dari pihak lain.
Kepatuhan yang baik adalah yang didasari oleh adanya kesadaran tentang nilai dan
pentingnya peraturan-peraturan atau larangan-larangan yang terdapat dalam tata tertib
tersebut. Menurut Djahiri (1985: 25), tingkat kesadaran atau kepatuhan seseorang terhadap
tata tertib, meliputi:
a. patuh karena takut pada orang atau kekuasaan atau paksaan
b. patuh karena ingin dipuji
c. patuh karena kiprah umum atau masyarakat
d. taat atas dasar adanya aturan dan hukum serta untuk ketertiban
e. taat karena dasar keuntungan atau kepentingan
f. taat karena hal tersebut memang memuaskan baginya
g. patuh karena dasar prinsip ethis yang layak universal
Berdasarkan pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa kesadaran seseorang
khususnya siswa untuk mematuhi aturan atau hukum memang sangat penting. Selain
bertujuan untuk ketertiban juga berguna untuk mengatur tata perilaku siswa agar sesuai
dengan norma yang berlaku.
2.1.5 Latar Belakang Pemakaian Baju Seragam Sekolah di Indonesia
Pada masa kolonial, murid-murid STOVIA (School tot Opleiding van Indische
Artsen)—sebuah sekolah pendidikan dokter khusus untuk pribumi—diharuskan memakai
pakaian tradisional daerah masing-masing saat bersekolah. Mereka dengan tegas dilarang
berpakaian ala orang Eropa, meski pendidikan yang mereka dapatkan sebenarnya sama
dengan orang Eropa. Larangan memakai busana yang bergaya Eropa merupakan upaya
pemerintah kolonial Hindia Belanda untuk mencegah para murid pribumi itu secara visual
“sama”dengan orang Eropa.
Bagi pemerintah kolonial, orang-orang pribumi memiliki nilai yang lebih rendah
dibandingkan orang Eropa sehingga mereka tak boleh “menyerupai” orang Eropa. Kata
“menyerupai” di sini terutama berarti secara visual karena dalam hal pendidikan, murid-
murid STOVIA mendapat pelajaran yang sama dengan calon dokter Eropa. Dari kasus ini,
bisa disimpulkan bahwa bentuk visual sebuah pakaian bisa menjadi penentu penting
identitas seseorang—dalam kasus murid-murid STOVIA, bentuk visual pakaian bahkan
dianggap lebih penting dari soal intelektualitas dan sikap hidup.
Setelah Indonesia lepas dari penjajahan, sebenarnya seragam sekolah tidak serta
merta diberi perhatian pemerintah. Sampai beberapa tahun setelah kemerdekaan, masih
banyak siswa-siswi yang bersekolah dengan memakai pakaian seadanya.
Secara khusus, bisa dikatakan bahwa ketentuan mengenai seragam sekolah di
Indonesia dilatarbelakangi oleh keinginan pemerintah untuk menyeragamkan penampilan
visual para peserta didik. Penyeragaman semacam itu diperlukan, agar tidak terjadi
ketimpangan yang mencolok antara siswa dari keluarga kaya dengan siswa dari keluarga
miskin.
Peraturan tentang seragam sekolah di Indonesia yang dikeluarkan pertama kali
adalah Surat Keputusan (SK) 052/C/Kep/D/82. SK yang dikeluarkan Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan pada 17 Maret 1982 ini—khusus berlaku untuk sekolah
negeri—mengharuskan siswa SD memakai pakaian putih-merah, siswa SMP memakai
putih-biru, dan siswa SMA memakai putih-abu-abu.
2.2.6. Pengaruh adanya Peraturan pemakaian baju seragam di Sekolah
Pengaruh dengan adanya peraturan yang diterapkan Pemerintah tentang pemakaian
baju seragam sekolah berdampak pada model model seragam sekolah yang digunakan oleh
siswa siswa sehingga mengakibatkan beberapa pelanggaran terjadi, berupa :
a. Tidak dapat dipungkiri bahwa sekarang ini banyak sekali terjadi pelanggaran terhadap
pemakaian seragam sekolah, misalnya penggunaan rok pada siswa putri yang tidak
sesuai dengan aturan sekolahnya, misalnya menggunakan rok diatas lutut, bagi siswa
putra celananya dimodel pensil dan terlalu turun dan bahasa jawanya mete-mete.
b. Baju yang digunakan oleh siswa putri juga banyak yang dikecilkan sehingga terlihat
seksi dan menonjolkan bentuk badannya.
c. Banyak pula yang bajunya transparan, dan yang lebih parah ada pula siswa yang tidak
memakai kaos dalam.
d. Tradisi corat coret seragam sekolah yang setiap kelulusan pasti ada saja siswa yang
mencorat coret pakaian mereka.
e. Selain mengakibatkan pelanggaran yang terjadi, hal ini juga dapat meningkatkan
kreativitas siswa dalam model berpakaian.
2.2.7. Masalah Yang Timbul Dengan Adanya Peraturan Pemakaian Baju Seragam Sekolah
Peraturan mengenai pemakaian baju seragam di sekolah menimbulkan pro kontra di
berbagai kalangan, dibeberapa pihak ternyata tidak menyetujui akan adanya peraturan
tersebut. Mereka berpendapat bahwa Niat awal dari adanya baju seragam sekolah
“meminimalisir” kesenjangan memang mulia yaitu agar siswa dapat berbaur dan tidak
minder. Namun melihat faktanya, yang terjadi akan tetap sama: yang kaya bergaul dengan
yang kaya, sementara yang miskin tetap bergaul dengan yang miskin. Yang populer
dengan yang populer, sementara yang tersisihkan bergerombol dengan yang tersisihkan.
Sekalipun pakaiannya disamaratakan, kesenjangan itu tetap akan terlihat: dari sepatu yang
dikenakan, dari handphone yang dijinjing, dari lingkaran pertemanan yang dijalin, dari
wangi parfum yang dikenakan, dari grup-grup yang dibentuk , dan lain-lain.
Kebijakan seragam sekolah bukanlah kebijakan mendasar karena itu hanyalah
atribut, asesoris. Seragam sekolah tidak memiliki korelasi dengan prestasi siswa dan
kualitas pendidikan nasional. Tanpa adanya ketentuan dan keharusan memakai seragam
pun pendidikan nasional harus jalan. Generasi muda sebagai penerus bangsa harus tetap
mendapatkan pendidikan agar memiliki kapabilitas dan kemampuan meneruskan
mengelola kehidupan berbangsa dan bernegara.
Selain itu, mereka pihak yang pro terhadap peraturan seragam sekolah ini juga
berpendapat bahwa adanya peraturan tentang pemakaian seragam sekolah ini berdampak
pada siswa, menurut mereka hak individualitas siswa dilanggar, siswa tidak dapat
bereksperesi sehingga kreativitas siswa tertekan, sedangkan sekolah adalah tempat
pembentukan karakter kepribadian siswa. Selain pada siswa, juga berdampak pada orang
tua siswa, orangtua yang memiliki tingkat ekonomi yang rendah sulit menjangkau harga
seragam sekolah yang dianggap mahal.
Ternyata dengan adanya masalah-masalah yang timbul tersebut, seragam sekolah
hampir saja dihapuskan. Beberapa tahun yang lalu Menteri Pendidikan Nasional
(Mendiknas) Bambang Sudibyo berencana menghapus baju seragam sekolah.
2.2.8. Cara Mengatasai Masalah yang timbul mengenai Pro Kontra Seragam Sekolah
Dalam pembahasan ini, akan dibahas mengenai perlu atau pentingnya Baju seragam
untuk sebuah sekolah. Ternyata selain munculnya isu isu yang Pro terhadap baju seragam
sekolah, dibeberapa kalangan justru menyetujui dengan adanya pemakaian baju seragam
sekolah ini. Baju seragam sekolah sangat penting bagi siswa siswi disuatu sekolah. Saat
seragam sekolah hampir dihapuskan pejabat pemerintah, guru, dan orangtua siswa sangat
menyayangkan rencana penghapusan itu, alasannya sebagai berikut :
a. Identitas suatu sekolah sesuai dengan jenjang pendidikan masing-masing.
b. Menciptakan kedisiplinan siswa. Dengan pemakaian baju seragam sekolah yang
ditentukan berdasarkan hari dalam tiap minggunya, dapat menciptakan perasaan dan
semangat disiplin, misalnya pada hari Senin sampai dengan hari Kamis siswa
berseragam sekolah, hari Jumat dan Sabtu memakai seragam pramuka, dan setiap
olahraga memakai pakaian seragam olahraga.
c. Membentuk kerapian. Saat pelaksanaan upacara bendera, akan tampak jelas, dengan baju
seragam sekolah membuat kerapian dalam barisan.
d. Menampakkan keindahan. Dari kerapian, akan memunculkan keindahan yang enak
dipandang.
e. Kebanggaan orang tua. Melihat anak-anaknya berangkat ke sekolah dengan baju
seragam sekolah sesuai jenjang pendidikan masing-masing, orang tua merasa bangga.
f. Tercipta rasa persatuan dan kesatuan di antara para siswa.
g. Memperlihatkan perbedaan jenjang pendidikan. Sekolah Dasar berseragam putih merah,
Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama berseragam putih biru, Sekolah Lanjutan Tingkat
Atas berseragam putih abu-abu, sehingga dengan mudah dibedakan mana siswa Sekolah
Dasar, mana siswa Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama dan mana siswa Sekolah Lanjutan
Tingkat Atas.
h. Memudahkan pemantauan, bila dalam rangka upacara peringatan hari besar nasional,
atau dalam acara perlombaan, atau juga dalam kegiatan wisata maupun kegiatan yang
lain secara bersamaan dengan berbagai sekolah di segala jenjang pendidikan. Dengan
pakaian seragam, memudahkan bagi guru dalam memantau anak didiknya.
i. Sebagai kendali. Dengan berpakaian baju seragam sekolah, secara otomatis anak-anak
merasa bukan anak liar, yang sangat bebas bertindak dan melakukan pelanggaran asusila
maupun kegiatan yang dilarang oleh peraturan sekolah.
j. Ada perbedaan antara baju seragam sekolah dengan pakaian di rumah, atau pakaian
kegiatan di luar rumah. Masing-masing pakaian dipakai sesuai dengan fungsi, situasi dan
kondisinya.
Dan apabila seragam sekolah dihapuskan, Besar kemungkinan muncul persoalan
baru bagi sekolah dan juga orang tua siswa. Bagi sekolah, dengan adanya peraturan
pemakaian baju seragam sekolah, siswa dididik untuk selalu tertib. Bila benar-benar
seragam sekolah dihapus, tentunya sekolah harus pula merombak peraturannya, utamanya
tata tertib dalam berpakaian.
Selain itu, jika dikatakan tadi bahwa seragam sekolaha yang di anggap mahal akan
membebani orang tua, justru dengan adanya seragam sekolah akan memudahkan orangtua
karena tidak lagi menyediakan pakaian baru yang layak untuk sekolah anak-anaknya, yang
setiap anak tentunya tidak hanya satu setel pakaiannya.
orang tua, khususnya yang tidak atau kurang mampu, akan menjadi masalah besar,
karena harus menyediakan pakaian baru yang layak untuk sekolah anak-anaknya. Ya, kalau
kebetulan anaknya satu atau dua, kemungkinan tidak begitu terasa berat. Lalu bagaimana
dengan yang anaknya banyak dan semuanya masih bersekolah? Bukankah mereka harus
menyediakan pakaian baru layak pakai sekolah untuk anak-anaknya, yang setiap anak
tentunya tidak hanya satu setel pakaian.
Jadi dari berbagai kerugian yang timbulnya akan adanya peraturan seragam sekolah,
ternyata lebih banyak memiliki keuntungan. Untuk mengekspresikan diri bukan hanya
melalu fashion, jadi tidak ada salahnya jika pemakaian baju seragam sekolah diterapkan.
Namun Jika sekolah mengadakan baju seragam sekolah, hendaknya memperhatikan
kondisi ekonomi siswanya. Misalnya dengan membantu siswa yang kurang mampu.
Memakai Baju Seragam Sekolah atau tidak, ukuran kesopanan dan kerapian hendaknya
diukur dari standar Islam. Bila tidak akan terjadi perbedaan yang mencolok dan tidak perlu.
2.2. BIMBINGAN KELOMPOK
2.2.1 Pengertian Bimbingan Kelompok
Winkel (1991) mengatakan bimbingan kelompok adalah pelayanan bimbingan
yang diberikan kepada lebih dari satu orang pada waktu yang bersamaan. Pengertian
ini menekankan pentingnya kelompok-kelompok sebagai alat atau media dalam
bimbingan.Sedangkan menurut Romlah (2001) bimbingan kelompok merupakan salah
satu teknik dalam bimbingan yang berusaha membantu individu agar dapat mencapau
perkembangnnya secara optimal sesuai dengan kemampuan, bakat, minat, serta nila-
nilai yang dianutnya, dan dilaksankan dalam situasi kelompok.
Menurut Sukardi (dalam Prayitno, 1995) bimbingan kelompok merupakan
layanan bimbingan yang memungkinkan peserta didik secara bersama- sama
memperoleh berbagai bahan dari nara sumber tertentu ( terutama dari guru
pembimbing/konselor) yang berguna untuk menunjang kehidupan sehari-hari baik
individu maupun sebagai pelajar, anggota keluarga dan masyarakat untuk
pertimbangan dalam mengambil keputusan.
Bimbingan kelompok membantu individu dalam satu kelompok memperoleh
berbagai sumber informasi dari pembimbing untuk menunjang dalam kehidupan
sehari-hari dan membantu dalam pertimbangan mengambil keputusan.
2.2.2 Jenis-Jenis Bimbingan Kelompok
Menurut Atmi (1992) bahwa dalam penyelenggaraan bimbingan kelompok ada
dua jenis, yaitu bimbingan kelompok bebas dan bimbingan kelompok tugas, yaitu :
1. Bimbingan kelompok bebas, kegiatan bimbingan bebas para anggota kelompok
bebas mengemukakan segala pikiran, perasaan dalam kelompok, selanjutnya apa
yang disampaikan pada anggota kelompok tersebut menjadi pokok bahasan dalam
kelompok.
2. Bimbingan kelompok tugas, Bimbingan kelompok tugas adalah salah satu bentuk
penyelenggaraan bimbingan kelompok di mana arah isi kegiatan kelompok tidak
ditentukan oleh anggota kelompoknya melainkan oleh pemimpin kelompok untuk
dibahas bersama-sama dalam kelompok.
2.2.3 Tujuan Bimbingan Kelompok
Tujuan Bimbingan kelompok menurut Romlah (2001) yaitu :
1. Supaya orang yang dilayani dapat menemukan jati dirinya.
2. Individu dapat mengarahkan dirinya kearah yang positif.
3. Siswa dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya.
Menurut Jones (dalam Nursalim, 2002) tujuan bimbingan kelompok adalah
membantu peserta menyadari kebutuhan-kebutuhan dan masalahnya, membantu
peserta belajar memahami perasaan peserta lain dan masalahnya. Dan juga memberi
kesempatan kepada peserta mengungkapkan perasaan-perasaanya. Jadi tujuan
bimbingan kelompok dapat disumpulkan untuk membantu siswa atau individu dalam
mencegah permasalaha yang timbul dan belajar memahami perasaan orang lain dan
permasalahannya.
2.2.4 Manfaat Bimbingan Kelompok
Menurut Romlah (2001) dalam bimbingan kelompok individu belajar berbagai
hal sebagai berikut:
1. Belajar memahami dan menghadapi masalah-masalah yang riil.
2. Individu dapat belajar teknik-teknik menganalisis masalah.
3. Belajar menggunakan berbagai sumber informasi yang relevan untuk
menyelesaikan masalah yang dihadapi.
4. Dapat memahami dan mengarahkan dorongan dalam dirinya kearah tindakan yang
nyata.
5. Belajar bergaul dengan orang banyak.
6. Belajar merencanakan hidup dalam jangka panjang
7. Menyeimbangkan antara tujuan jangka pendek dan jangka panjang.
8. Belajar kriteria sesuai dengan kebutuhannya.
9. Dapat menganalissi rencana yang dibuat menjadi tindakan yang nyata.
10.Belajar menilai kemanjuan yang telah dicapai dan merumuskan kembali rencana
serta tujuan yang telah dibuat.
Manfaat bimbingan kelompok sangat banyak sekali terutama bagi anggota
kelompoknya, individu dapat berlajar berbagai hal dan mendapatkan banyak
pengalaman mengenai memahami orang lain dan permasalahnnya, dapat lebih akrab
dengan anggota kelompok, dapat merencanakan kehidupan dalam jangka pendek dan
panjang, menbanalisis rencana yang sudah dibuat dan belajar menilai kemajuan rencana
, tujuan yang telah dibuat.
2.2.5 Ciri-Ciri Bimbingan Kelompok
Dalam kehidupan sebuah kelompok dinilai baik atau kurang baik, menurut
Nursalim (2002) terdapat 5 hal yang perlu diperhatikan, yaitu :
1. Saling hubungan dinamis antar anggota, dalam hubungan yang saling dinamis antara
anggota kelompok, menunjuk pada suasana antara hubungan itu sendiri, khususnya
suasana perasaan yang tumbuh di dalam kelompok itu sendiri. Suasana perasaan itu
meliputi rasa diterima atau ditolak, senang atau benci, berani atau takut, yang
semuanya menyangkut sikap reaksi dan tanggapan para anggota yang berdasarkan
keterlibatan dalam hubungan mereka.
2. Tujuan bersama adalah pusat dari kegiatan kehidupan kelompok. Tujuan yang nyata
akan diterima oleh semua anggota kelompok, sehingga mereka benar- benar
mengarahkan dan mewujudkan diri masing-masing sesuai dengan tujuan.
3. Hubungan antara besarnya kelompok dengan sifat kelompok,misalnya :
1). Kelompok dua : kelompok yang terdiri atas 2 individu adalah kelompok paling
ideal untuk tercapainya keakraban. Jeleknya bila terjadi pertentangan pendapat
diantara mereka berdua.
2). Kelompok tiga adalah yang terdiri dari 3 orang. Dinamika saling hubungan di
antara mereka dapat tumbuh subur, hanya bahayanya bila dua diantaranya
membentuk klik, maka yang seorang akan terisolir.
3). Kelompok 4-8 orang adalah kelompok sedang, dan baik untuk melaksanakan
hubungan kelompok. Tanpa dipimpin konselor, kelompok dapat memilih
pemimpinya sendiri.
4). Kelompok 8-30 orang adalah kelompk yang baik untuk pendidikan tertentu,
misalnya, latihan kepemimpinan dalam menghilangkan rasa malu berbicara di
muka umum. Namun kelompok ini kurang efektif untuk menciptakan keakraban
sosial dalam waktu yang singkat.
5). Itikad dan sikap para anggota, itikad baik dapat diartikan tidak menang sendiri,
tidak sekedar menaggapi atau menyerang pendapat orang lain adalah sangat
penting dalam kehidupan kelompok. Sikap para anggota yang dimaksud bahwa
setiap anggota dapat memberi waktu dan kesempatan pada anggota lain untuk
mengemukakan pendapat secara leluasa. Jika sikap ini dapat berkembang, maka
kehidupan kelompok yang baik dapat tumbuh, dan sebaliknya jika dalam
kelompok maka kehidupan kelompok tidak akan tumbuh.
Kemampuan mandiri, setiap anggota kelompok tidak begitu saja tertawa
oleh pendapat orang lain, atau tindakan begitu saja meng “iya” kan apa yang
dikatakan oleh pemimpinan kelompok. Dalam kelompok, anggota diharapkan
dapat mengembangkan diri dan mewujudkan dirinya masing-masing. Namun
perlu diingat bahwa dalam rangka mengembangkan diri dan mewujudkan diri
tersebut tidak boleh melangar itikad dan sikap kehidupan kelompok. Kehadiran
setiap anggota perlu disertai dengan sikap tenggang rasa yang selaras, serasi dan
seimbang. Dinamika kelompok yang ditimbulkan dalam bimbingan kelompok
dalam rangka membina pribadi yang memiliki sikap, ketrampilan dan
keberanian sosial yang bertenggang rasa.
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Setting Penelitian
Penelitian Tindakan Bimbingan Konseling (PTBK) ini dilakukan pada VIII C SMP
Negeri ... tahun ajaran 2017/2018 dengan jumlah peserta didiK 27 siswa terdiri dari .. siswa
laki-laki dan .. siswa perempuan.
3.2 Prosedur Penelitian
Kegiatan penelitian tindakan kelas ini direncanakan 2 siklus. Penelitian ini diawali
dengan kegiatan observasi sebagai penjajagan untuk memperoleh informasi dan gambaran
terhadap permasalahan yang sedang dihadapi, diteliti dan tindakan yang telah dilakukan oleh
guru. Dan dilanjutkan dengan membahas hasil observasi serta merencanakan dan
menetapkan tindakan.
Rencana penelitian ini menggunakan model proses yang berkesinambungan, mulai
dari proses penelitian siklus 1 , ditindak lanjuti proses penelitian siklus II. Dalam setiap
siklus tindakan meliputi :
1. Perencanaan (Planning)
2. Pelaksanaan tindakan (acting)
3. oengamatan (Observing)
4. Refleksi (Reflekting)
3.2.1 Prosedur Penelitian Pra Siklus
3.2.1.1 Perencanaan
Pada tahap perencanaan, peneliti melakukan :
1. Membuat lembar pengamatan yang berfungsi sebagai alat untuk mendeteksi
permasalahan siswa yang berkaitan dengan perilaku kurangnya Ketertiban
Siswa Dalam Mentaati Tata Tertib Berpakaian Seragam.
2. Membuat pedoman wawancara yang ditujukan kepada para siswa, kepada
guru mata pelajaran dan guru wali kelas. Pedoman wawancara berfungsi
sebagai acuan untuk mengajukan beberapa pertanyaan seputar perilaku
kurangnya Ketertiban Siswa Dalam Mentaati Tata Tertib Berpakaian
Seragam.
3. Membuat alat evaluasi yang berfungsi sebagai alat evaluasi hasil pengamatan
dan hasil wawancara.
3.2.1.2Pelaksanaan Tindakan
1. Pelaksanaan Pra Siklus dilaksanakan selama 1 minggu dengan mengamati
perilaku siswa, melakukan wawancara dengan sebagian siswa, dengan guru
mata pelajaran dan wali kelas.Hal yang diamati dan di wawancarai berupa
siapa saja siswa yang menunjukkan perilaku kurangnya Ketertiban Siswa
Dalam Mentaati Tata Tertib Berpakaian Seragam. Berikut ini adalah
pelaksanaan kegiatan pada pra siklus :
 Kegiatan Awal
 Pengucapan sapaan salam
 Doa bersama
 Absensi kehadiran siswa di dalam kelas
 Dan review sejauh mana tingkat Ketertiban siswa kelas VIII C
 Kegiatan Inti
 Guru BK memberikan bimbingan terhadap siswa.
 Kegiatan Penutup
 Salam penutup
3.2.1.3 Refleksi
Pada tahap refleksi, peneliti mengevaluasi hasil tindakan yang telah
dilaksanakan pada tahap pra siklus, kemudian bila perlu merevisi tindakan
sebelumnya untuk dilaksanakan pada tahap berikutnya.
3.2.2 Prosedur Penelitian Pada Siklus I
Secara terperinci, langkah-langkah tersebut dapat diuraikan dalam penjelasan
berikut :
1. Perencanaan , kegiatan yang dilakukan : Membuat rencana penelitian dengan
judul "Upaya Meningkatkan Ketertiban Siswa Dalam Mentaati Tata Tertib
Berpakaian Seragam Melalui Bimbingan Kelompok Pada Kelas VIII C Semester
2 Di SMP Negeri ... Tahun Pelajaran 2017/2018"
2. Membuat lembar observasi untuk mengetahui kondisi perilaku siswa setelah
menerapkan Bimbingan Kelompok .
3. Membuat alat evaluasi
4. Pelaksanaan tindakan (acting)
Pelaksanaan tindakan siklus I di laksanakan selama 1 minggu. Pelaksanaan
tindakan pada hakikatmya melaksanakan skenario yang sudah tertera dalam tahap
perencanaan yaitu meningkatkan Ketertiban Siswa Dalam Mentaati Tata Tertib
Berpakaian Seragam melalui Bimbingan Kelompok . Sudah barang tentu pada
setiap siklus mempunyai langkah serta penekanan yang berbeda, tergantung pada
fokus tujuan dan refleksi dari siklus sebelumnya. Berikut ini adalah kegiatan pada
siklus 1 :
 Tahap pembentukan
 Menerima secara terbuka dan mengucapkan terima kasih
 Berdoa
 Menjelaskan bimbingan kelompok
 Menjelaskan tujuan bimbingan kelompok
 Menjelaskan cara pelaksanan bimbingan kelompok
 Menjelasakan asas-asas bimbingan kelompok
 Perkenalan dilanjukan dengan permainan (rangkain nama)
 Tahap peralihan
 Menjelasakan kembali kegiatan kelompok
 Tanya jawab tentang kesiapan anggota untuk kegiatan lebih lanjut
 Mengenali suasana apabila anggota secara keseluruhan/sebagian
belum siap untuk memasuki tahap berikutnya dan mengatasi
suasana tersebut
 Memberi contoh topik bahasan yang dikemukakan dan dibahas
dalam kelompok
 Tahap kegiatan
 Pemimpin kelompok mengemukakan topik bahasan yang telah
dipersiapkan yaitu pembahahasan mengenai pentingnya berpakaian
seragam
 Menjelaskan pentingnya topik tersebut dibahas dalam kelompok
 Tanya jawab tentang topik yang dikemukakan pemimpin kelompok
 Pembahasan topik tersebut secara tuntas
 Selingan
 Menegaskan komitmen para anggota kelompok (apa yang segera
dilakukan berkenaan dengan topik yang telah dibahas)
 Tahap pengakhiran
 Menjelasakan bahawa kegiatan bimbingan kelompok akan diakhiri
 Anggota kelompok mengemukaka kesan dan menilai kemajuan
yang dicapai masing-masing
 Pembahasan kegiatan lanjutan
 Pesan serta tanggapan anggota kelompok
 Ucapan terima kasih
 Berdoa
 PERPISAHAN
5. Pengamatan (Observing)
Observasi pelaksanaan penelitian dilakukan secara kolaboratif dengan
menggunakan format panduan pengamatan atau lembar observasi. Sedangkan
evaluasi pemantauan juga dilakukan secara kolaboratif dengan mengolah data
yang dapat di rekam dan memaknainya serta menentukan keberhasilan dan
ketercapaian tujuan tindakan ataupun hasil samping dari pelaksanaan tindakan.
6. Refleksi (Reflekting)
Dari hasil upaya meningkatkan Ketertiban Siswa Dalam Mentaati Tata
Tertib Berpakaian Seragam melalui Bimbingan Kelompok maka kemudian di
observasi perilaku siswa setelah mengikuti Bimbingan Kelompok , kemudian
peneliti juga melakukan wawancara pada beberapa pihak. Setelah itu di evaluasi
hasil observasi dan wawancara yang diperoleh , kemudian dilakukan analisis.
Hasil analisis ini kemudian menjadi dasar untuk melakukan refleksi diri untuk
menentukan tindakan dan perencanaan berikutnya.
3.2.3 Prosedur Penelitian Siklus II
Berdasarkan refleksi pada siklus I, diadakan kegiatan-kegiatan untuk
memperbaiki rencana dan tindakan yang telah dilakukan. Langkah-langkah kegiatan
pada siklus II pada dasarnya sama seperti langkah-langkah pada siklus I.
3.2.3.1. Perencanaan
Perencanaan pada siklus II ini tidak terlalu membutuhkan energi yang
banyak dari peneliti karena pada dasarnya perencanaan pada siklus II sama
dengan perencanaan pada siklus I.
3.2.3.2 Pelaksanaan Tindakan
Perlu dijelaskan dan ditegaskan dalam penelitian ini, bahwa tujuan utama
adanya Bimbingan Kelompok ini dimaksudkan untuk meningkatkan Ketertiban
Siswa Dalam Mentaati Tata Tertib Berpakaian Seragam. Pelaksanaan Siklus II
juga dilaksanakan selama 2 minggu. Proses tindakan pada siklus II dengan
melaksanakan metode yang diterapkan berdasarkan pada pengalaman hasil dari
siklus I. Berikut ini adalah kegiatan pada siklus 2 :
 Tahap pembentukan
 Menerima secara terbuka dan mengucapkan terima kasih
 Berdoa
 Ice Breaking
 Tahap peralihan
 Menjelasakan kembali kegiatan kelompok
 Tanya jawab tentang kesiapan anggota untuk kegiatan lebih lanjut
 Guru BK (Peneliti) memberikan materi tentang kedisiplinan
 Meminta siswa memberikan contoh tentang ketertiban apa saja
yang dapat diterapkan di sekolah
 Tahap kegiatan
 Pemimpin kelompok mengemukakan topik bahasan yang telah
dipersiapkan yaitu pembahahasan mengenai ketertiban dalam
mentaati tata tertib berpakaian seragam
 Menjelaskan pentingnya topik tersebut dibahas dalam kelompok
 Tanya jawab tentang topik yang dikemukakan pemimpin kelompok
 Pembahasan topik tersebut secara tuntas
 Selingan
 Menegaskan komitmen para anggota kelompok (apa yang segera
dilakukan berkenaan dengan topik yang telah dibahas)
 Tahap pengakhiran
 Menjelasakan bahawa kegiatan bimbingan kelompok akan diakhiri
 Anggota kelompok mengemukakan kesan dan menilai kemajuan
yang dicapai masing-masing
 Pembahasan kegiatan lanjutan
 Pesan serta tanggapan anggota kelompok
 Ucapan terima kasih
 Berdoa
 PERPISAHAN
3.2.3.3 Pengamatan
Pemantauan ini dilakukan oleh guru BK kepada siswa untuk mendapatkan
data-data yang akurat secara secara kualitatif. Langkah ini juga difungsikan
untuk mengukur tingkat keberhasilan dan atau kegagalan dalam penelitian.
Hasil monitoring dapat dilihat dari hasil analisis lembar observasi dan
pemantauan, catatan lapangan wawancara dengan siswa dan atau guru sejawad
atau kolaborator baik dalam kelas ataupun luar kelas.
3.2.3.4 Refleksi
Dari hasil analisis semua metode penelitian baik itu berupa observasi,
wawancara, dokumentasi dan catatan lapangan maka kemudian hasil kerja ini
selanjutnya dianalisis dan direfleksi untuk perencanaan pada siklus berikutnya.
3.3 Cara pengumpulan data
Jenis data yang dikumpulkan khususnya pada perilaku siswa yang sering tidak masuk
pada jam pertama, dan juga perilaku-perilaku lain yang sering juga di lakukan di sekolah,
seperti :
1. Data siswa putri yang menggunakan rok di atas lutut dan data siswa putra yang
menggunakan celana dengan model yang tidak sesuai aturan.
2. Data siswa yang seringkali tidak menggunakan pakaian identitas sekolah saat hari rabu
dan kamis.
3. Data siswa yang tidak memakai atribut seragam sekolah
4. Data siswa putri yang menggunakan rok sesuai aturan sekolah dan data siswa putra yang
menggunakan celana dengan model yang sesuai aturan sekolah.
5. Data siswa yang menggunakan pakaian identitas sekolah saat hari rabu dan kamis
6. Data siswa yang memakai atribut seragam sekolah lengkap.
Alat pengumpul data meliputi :
1. Lembar observasi untuk mengungkap siapa saja siswa yang tidak melanggar aturan tata
tertib berseragam di sekolah
2. Pedoman wawancara untuk mengungkap latar belakang mengapa siswa melanggar aturan
tata tertib berseragam di sekolah
Alat evaluasi berupa draft pertanyaan
Cara pengumpulan data konseling untuk mengungkap hasil upaya meningkatkan
Ketertiban Siswa Dalam Mentaati Tata Tertib Berpakaian Seragam melalui Bimbingan
Kelompok dari hasil PTBK (Penelitian Tindakan Bimbingan Konseling) ini akan dapat
diperoleh beberapa data, yang meliputi :
1. Berapa siswa putri yang menggunakan rok di atas lutut dan berapa siswa putra yang
menggunakan celana dengan model yang tidak sesuai aturan?
2. Berapa siswa yang tidak menggunakan pakaian identitas sekolah saat hari rabu dan
kamis?
3. Berapa siswa tidak memakai atribut seragam sekolah?
4. Pengakuan dari siswa bahwa dirinya tidak akan pernah menggunakan rok di atas lutut
dan berapa siswa putra yang menggunakan celana dengan model yang tidak sesuai aturan
5. Pengakuan dari siswa bahwa dirinya akan menggunakan pakaian identitas sekolah saat
hari rabu dan kamis
6. Pengakuan dari siswa bahwa dirinya akan memakai atribut seragam sekolah lengkap
3.4 Indikator Kinerja
Sesuai dengan tujuan penelitian yang dikemukakan pada bagian awal penelitian ini,
tujuan penelitian ini adalah mengupayakan peningkatan Ketertiban Siswa Dalam Mentaati
Tata Tertib Berpakaian Seragam melalui Bimbingan Kelompok , maka yang menjadi
indikator kinerja dalam penelitian ini adalah melalui Bimbingan Kelompok akan dapat
meningkatkan Ketertiban Siswa Dalam Mentaati Tata Tertib Berpakaian Seragam.
Untuk mengukur keberhasilan penelitian ini, maka indikator kinerja berikutnya
apabila hasil penelitian ini dengan valid dapat menunjukkan : Sekurang-kurangnya 75 %
siswa meningkatkan ketertiban dalam mentaati tata tertib berpakaian seragam.
DAFTAR PUSTAKA
Aditama. Nursalim, Moh dan Suradi. 2002.Layanan bimbingandan konseling .
Surabaya: Unesa University Press.
Arikunto, Suharsimi. 2006.“Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek ”.Jakarta:
Rineka Cipta.
Agoes. 2004.Psikologi Perkembangan Remaja.Jakarta: Ghalia Indonesia.
Ahmad D. Marimba. 1986. Pengantar Filsafat Pendidikan Islam. Bandung: PT. A-
Ma’arif.
Bimo Walgito. (1990). Pengantar Psikologi Umum. Yogyakarta Andi Ofset.
Hurlock, Elizabeth B. 1980.Psikologi Perkembangan. Jakarta: Erlangga
Kartini Kartono. (1990). Psikologi Umum. Bandung : Mandar Maju.
Ngalim Purwanto. (1990). Psikologi Pendidikan. Bandung : Remaja Rosda Karya
Nurihsan, Achmad Juntika. 2006. Bimbingan dankonseling Dalam Berbagai Latar
Kehidupan.Bandung
Pasaribu, Simanjuntak. (1983). Proses Belajar Mengajar. Bandung : Tarsito.
__________________. (2001). Pedoman Skripsi IKIP Semarang. Semarang; IKIP PGRI
Semarang.
Sarwono, Sarlito W.2011.Psikologi Remaja. Jakarta:Rajawali Pers
Sugiyono. 2007.Statistika untuk Penelitian.Bandung:Alfabeta.
Sumiati dan Asra. 2007.Metode Pembelajaran.Bandung: CV Wacana Prima.
Statistik dalam Penelitian Psikologi dan Pendidikan. Malang: UMMPress.
Subur Sukardi. (2000).Persepsi Siswa Kelas III SLTP Negeri 1 Petanahan Kabupaten
Kebumen Tahun Pelajaran 1999/2000 terhadap Gerakan Disiplin Nasional:
Yogyakarta;
FKIP Universitas PGRI
Sudarsono, F. X. (1988). Analisa Data 1. Jakarta: Rineka Cipta.
Suharsini Arikunto. (1996). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta : Rineka
Cipta.
Sumarno, D. (1995). Gerakan Disiplin Nasional. Jakarta : C.V. Jaya Abadi.
Sumarno, D. (1998). Pedoman Pelaksanaan Disiplin Nasional dan Tata Tertib Sekolah .
Jakarta : C.V. Jaya Abadi.
Sutrisno Hadi. (1986). Metode Penelitian. Yogyakarta : Andi Offset.
Winkel. W.S. 1991. Bimbingan Dan Konseling Di Institusi Pendidikan. Jakarta: Grasindo.
2005. Bimbingan Dan Konseling Di Institusi Pendidikan. Jakarta: Grasindo.
Witherington. (1984). Psikologi Pendidikan. Jakarta : Gramedia.
W.J.S. Poerwodarminto. (1984). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka.
TAP MPR RI No.III/MPR/1993. (1993). Garis-garis Besar Haluan Negara. Semarang :
Aneka Ilmu.
Widiasarana.Hariastuti, Retno Tri. 2008. Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling.
Surabaya: Unesa University Press
Yusuf, Syamsu dan Juntika Nurihsan. 2008. Teori Kepribadian. Bandung : Rosda

More Related Content

Similar to up-ptk smp 017.pdf

Presentasi bk
Presentasi bkPresentasi bk
Presentasi bk
Nurul Nuraini
 
Pendekatan sistematis dalam manajemen kelas
Pendekatan sistematis dalam manajemen kelasPendekatan sistematis dalam manajemen kelas
Pendekatan sistematis dalam manajemen kelas
Sunawan Sunawan
 
Budaya Sekolah
Budaya SekolahBudaya Sekolah
Budaya Sekolah
Roslinah Apin
 
Disiplin dalam situasi pembelajaran
Disiplin dalam situasi pembelajaranDisiplin dalam situasi pembelajaran
Disiplin dalam situasi pembelajaran
farisiman0821
 
Disiplin dalam belajar
Disiplin dalam belajarDisiplin dalam belajar
Disiplin dalam belajar
andhini safhira
 
Makalah model pengawasan laku
Makalah model pengawasan lakuMakalah model pengawasan laku
Makalah model pengawasan laku
sintaroyani
 
Ppt satuan layanan
Ppt satuan layananPpt satuan layanan
Ppt satuan layanan
widhi setyawan
 
Handbook Hukum & Etika Bisnis TUTI ALAWIYAH 2226029.pptx
Handbook Hukum & Etika Bisnis TUTI ALAWIYAH 2226029.pptxHandbook Hukum & Etika Bisnis TUTI ALAWIYAH 2226029.pptx
Handbook Hukum & Etika Bisnis TUTI ALAWIYAH 2226029.pptx
TutiAlawiyahJainuddi
 
konsep dasar sbm- Pertemuan 1.pdf
konsep dasar sbm- Pertemuan 1.pdfkonsep dasar sbm- Pertemuan 1.pdf
konsep dasar sbm- Pertemuan 1.pdf
EnangCuhendi1
 
Makalah plpg korina
Makalah plpg korinaMakalah plpg korina
Makalah plpg korina
Coryna Siregar
 
ADMINISTRASI PENDIDIKAN.pptx
ADMINISTRASI PENDIDIKAN.pptxADMINISTRASI PENDIDIKAN.pptx
ADMINISTRASI PENDIDIKAN.pptx
Jimatul Arrobi
 
TINGKAT KESOPANAN MAHASISWA TPB KEPADA DOSEN
TINGKAT KESOPANAN MAHASISWA TPB KEPADA DOSENTINGKAT KESOPANAN MAHASISWA TPB KEPADA DOSEN
TINGKAT KESOPANAN MAHASISWA TPB KEPADA DOSEN
sari nurfiani
 

Similar to up-ptk smp 017.pdf (20)

Presentasi bk
Presentasi bkPresentasi bk
Presentasi bk
 
Pendekatan sistematis dalam manajemen kelas
Pendekatan sistematis dalam manajemen kelasPendekatan sistematis dalam manajemen kelas
Pendekatan sistematis dalam manajemen kelas
 
Budaya Sekolah
Budaya SekolahBudaya Sekolah
Budaya Sekolah
 
Disiplin dalam situasi pembelajaran
Disiplin dalam situasi pembelajaranDisiplin dalam situasi pembelajaran
Disiplin dalam situasi pembelajaran
 
Tajuk 2 done
Tajuk 2 doneTajuk 2 done
Tajuk 2 done
 
Dyna
DynaDyna
Dyna
 
Tajuk 2 done
Tajuk 2 doneTajuk 2 done
Tajuk 2 done
 
Bab ii disiplin
Bab ii disiplinBab ii disiplin
Bab ii disiplin
 
Proposal ptk
Proposal ptkProposal ptk
Proposal ptk
 
Ptk asli
Ptk asliPtk asli
Ptk asli
 
Ptk asli
Ptk asliPtk asli
Ptk asli
 
Disiplin dalam belajar
Disiplin dalam belajarDisiplin dalam belajar
Disiplin dalam belajar
 
Makalah model pengawasan laku
Makalah model pengawasan lakuMakalah model pengawasan laku
Makalah model pengawasan laku
 
Creating a-positive-learning-climate
Creating a-positive-learning-climateCreating a-positive-learning-climate
Creating a-positive-learning-climate
 
Ppt satuan layanan
Ppt satuan layananPpt satuan layanan
Ppt satuan layanan
 
Handbook Hukum & Etika Bisnis TUTI ALAWIYAH 2226029.pptx
Handbook Hukum & Etika Bisnis TUTI ALAWIYAH 2226029.pptxHandbook Hukum & Etika Bisnis TUTI ALAWIYAH 2226029.pptx
Handbook Hukum & Etika Bisnis TUTI ALAWIYAH 2226029.pptx
 
konsep dasar sbm- Pertemuan 1.pdf
konsep dasar sbm- Pertemuan 1.pdfkonsep dasar sbm- Pertemuan 1.pdf
konsep dasar sbm- Pertemuan 1.pdf
 
Makalah plpg korina
Makalah plpg korinaMakalah plpg korina
Makalah plpg korina
 
ADMINISTRASI PENDIDIKAN.pptx
ADMINISTRASI PENDIDIKAN.pptxADMINISTRASI PENDIDIKAN.pptx
ADMINISTRASI PENDIDIKAN.pptx
 
TINGKAT KESOPANAN MAHASISWA TPB KEPADA DOSEN
TINGKAT KESOPANAN MAHASISWA TPB KEPADA DOSENTINGKAT KESOPANAN MAHASISWA TPB KEPADA DOSEN
TINGKAT KESOPANAN MAHASISWA TPB KEPADA DOSEN
 

Recently uploaded

Asam, Basa, Garam - materi kimia kelas 7
Asam, Basa, Garam - materi kimia kelas 7Asam, Basa, Garam - materi kimia kelas 7
Asam, Basa, Garam - materi kimia kelas 7
ArumNovita
 
MATERI KIMIA KELAS X NANOTEKNOLOGI.pptx
MATERI KIMIA KELAS X  NANOTEKNOLOGI.pptxMATERI KIMIA KELAS X  NANOTEKNOLOGI.pptx
MATERI KIMIA KELAS X NANOTEKNOLOGI.pptx
emiliawati098
 
481605266-11-CPOB-ppt.ppt FARMAKOLOGI NEW UP
481605266-11-CPOB-ppt.ppt FARMAKOLOGI NEW UP481605266-11-CPOB-ppt.ppt FARMAKOLOGI NEW UP
481605266-11-CPOB-ppt.ppt FARMAKOLOGI NEW UP
nadyahermawan
 
PPT Partikel Penyusun Atom dan Lambang Atom.pptx
PPT Partikel Penyusun Atom dan Lambang Atom.pptxPPT Partikel Penyusun Atom dan Lambang Atom.pptx
PPT Partikel Penyusun Atom dan Lambang Atom.pptx
emiliawati098
 
Sistem Pencernaan Manusia Sains Tingkatan 2
Sistem Pencernaan Manusia Sains Tingkatan 2Sistem Pencernaan Manusia Sains Tingkatan 2
Sistem Pencernaan Manusia Sains Tingkatan 2
LEESOKLENGMoe
 
MI-P2-P3-Metabolisme Mikroorganisme.pptx
MI-P2-P3-Metabolisme Mikroorganisme.pptxMI-P2-P3-Metabolisme Mikroorganisme.pptx
MI-P2-P3-Metabolisme Mikroorganisme.pptx
almiraulimaz2521988
 
SOAL GEOGRAFI-SMA NEGERI 1 YOGYAKARTA BAB 7_ ULANGAN HARIAN DINAMIKA HIDROSFE...
SOAL GEOGRAFI-SMA NEGERI 1 YOGYAKARTA BAB 7_ ULANGAN HARIAN DINAMIKA HIDROSFE...SOAL GEOGRAFI-SMA NEGERI 1 YOGYAKARTA BAB 7_ ULANGAN HARIAN DINAMIKA HIDROSFE...
SOAL GEOGRAFI-SMA NEGERI 1 YOGYAKARTA BAB 7_ ULANGAN HARIAN DINAMIKA HIDROSFE...
athayaahzamaulana1
 
Presentasi vitamin secara umum yang terdiri dari vitamin larut lemak dan laru...
Presentasi vitamin secara umum yang terdiri dari vitamin larut lemak dan laru...Presentasi vitamin secara umum yang terdiri dari vitamin larut lemak dan laru...
Presentasi vitamin secara umum yang terdiri dari vitamin larut lemak dan laru...
ProfesorCilikGhadi
 

Recently uploaded (8)

Asam, Basa, Garam - materi kimia kelas 7
Asam, Basa, Garam - materi kimia kelas 7Asam, Basa, Garam - materi kimia kelas 7
Asam, Basa, Garam - materi kimia kelas 7
 
MATERI KIMIA KELAS X NANOTEKNOLOGI.pptx
MATERI KIMIA KELAS X  NANOTEKNOLOGI.pptxMATERI KIMIA KELAS X  NANOTEKNOLOGI.pptx
MATERI KIMIA KELAS X NANOTEKNOLOGI.pptx
 
481605266-11-CPOB-ppt.ppt FARMAKOLOGI NEW UP
481605266-11-CPOB-ppt.ppt FARMAKOLOGI NEW UP481605266-11-CPOB-ppt.ppt FARMAKOLOGI NEW UP
481605266-11-CPOB-ppt.ppt FARMAKOLOGI NEW UP
 
PPT Partikel Penyusun Atom dan Lambang Atom.pptx
PPT Partikel Penyusun Atom dan Lambang Atom.pptxPPT Partikel Penyusun Atom dan Lambang Atom.pptx
PPT Partikel Penyusun Atom dan Lambang Atom.pptx
 
Sistem Pencernaan Manusia Sains Tingkatan 2
Sistem Pencernaan Manusia Sains Tingkatan 2Sistem Pencernaan Manusia Sains Tingkatan 2
Sistem Pencernaan Manusia Sains Tingkatan 2
 
MI-P2-P3-Metabolisme Mikroorganisme.pptx
MI-P2-P3-Metabolisme Mikroorganisme.pptxMI-P2-P3-Metabolisme Mikroorganisme.pptx
MI-P2-P3-Metabolisme Mikroorganisme.pptx
 
SOAL GEOGRAFI-SMA NEGERI 1 YOGYAKARTA BAB 7_ ULANGAN HARIAN DINAMIKA HIDROSFE...
SOAL GEOGRAFI-SMA NEGERI 1 YOGYAKARTA BAB 7_ ULANGAN HARIAN DINAMIKA HIDROSFE...SOAL GEOGRAFI-SMA NEGERI 1 YOGYAKARTA BAB 7_ ULANGAN HARIAN DINAMIKA HIDROSFE...
SOAL GEOGRAFI-SMA NEGERI 1 YOGYAKARTA BAB 7_ ULANGAN HARIAN DINAMIKA HIDROSFE...
 
Presentasi vitamin secara umum yang terdiri dari vitamin larut lemak dan laru...
Presentasi vitamin secara umum yang terdiri dari vitamin larut lemak dan laru...Presentasi vitamin secara umum yang terdiri dari vitamin larut lemak dan laru...
Presentasi vitamin secara umum yang terdiri dari vitamin larut lemak dan laru...
 

up-ptk smp 017.pdf

  • 1. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Begitu pentingnya masalah aturan, nilai, moral, tata tertib, dan pendisiplinan bagi kehidupan manusia dalam rangka menjadikan harkat, martabat dan hidupnya sejahtera. Upaya untuk itu menjadi tugas dunia pendidikan dan pendidikan itu sendiri merupakan proses pembelajaran disiplin bagi individu. Kenyataannya masalah disiplin justru seperti momok yang menakutkan bagi penyelenggara pendidikan dan peserta didik. Hasil polling Gallup (dalam Geoff Colvin, 2008) yang diambil dari anggota masyarakat dan para pendidik selama beberapa tahun lalu (di daerah Amerika) telah memeringkatkan tata tertib sekolah dan perilaku siswa dalam peringkat tiga tertinggi dari masalah utama yang dihadapi sekolah. Proses pembelajaran yang terjadi dan diikuti oleh seorang siswa di sekolah tidak akan pernah lepas dari berbagai peraturan dan tata tertib, dan setiap siswa dituntut untuk dapat berperilaku sesuai dengan aturan dan tata tertib tersebut. Peraturan, tata tertib, dan berbagai ketentuan lainnya yang berupaya mengatur kedisiplinan siswa di sekolah. Tata tertib sekolah merupakan pedoman bagi sekolah untuk menciptakan susana sekolah yang aman dan tertib sehingga akan terhindar dari kejadian-kejadian yang bersifat negatif. Hukuman yang diberikan ternyata tidaklah ampuh untuk menangkal beberapa bentuk pelanggaran, malahan akan bertambah keruh permasalahan. Kita mengetahui dan menyadari bahwa untuk membentuk pribadi/prilaku yang mulia diperlukan berbagai macam cara. Sedangkan untuk mencetak siswa yang berprilaku yang baik dan berprestasi, maka hal ini membutuhkan aturan atau norma yang biasanya dinamakan tata tertib.
  • 2. Bahwa dalam rangka menciptakan suasana dan tata kehidupan sekolah yang kondusif, perlu adanya tata tertib sekolah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tata tertib sekolah dapat menciptakan disiplin dan orientasi akademis murid sekolah pada khususnya, dan meningkatkan capaian sekolah pada umumnya. Dengan tata tertib tersebut,siswa/siswi sekolah memiliki pedoman dan acuan dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya dalam melaksanakan kebijakan, program, dan kegiatan sekolah. Jika negara memiliki konstitusi, undang-undang, dan peraturan perundang-undangan lainnya, maka sekolah memiliki tata tertib sekolah. Seorang siswa dalam proses mengikuti kegiatan belajar di sekolah tidak akan lepas dari berbagai peraturan dan tata tertib yang diberlakukan di sekolahnya, dan setiap siswa dituntut untuk dapat berperilaku sesuai dengan aturan dan tata tertib yang berlaku di sekolahnya. Kepatuhan dan ketaatan siswa dengan aturan dan tata tertib yang berlaku di sekolahnya itu biasa disebut disiplin siswa. Sedangkan peraturan, tata tertib dan berbagai ketentuan lainnya yang berupaya mengatur perilaku siswa disebut disiplin sekolah. Disiplin sekolah adalah usaha sekolah untuk memelihara perilaku siswa agar tidak menyimpang dan dapat mendorong siswa untuk berperilaku sesuai dengan norma, peraturan dan tata tertib yang berlaku di sekolah. Yang dimaksud disiplin sekolah adalah aturan-aturan yang ada di sekolah, misalnya aturan tentang standar waktu dan berpakaian. Pengertian disiplin sekolah sendiri kadangkala diterapkan pula untuk memberikan hukuman (sanksi) sebagai konsekuensi dari pelanggaran terhadap aturan, meski kadangkala menjadi kontroversi dalam menerapkan metode pendisiplinannya sehingga terjebak dalam bentuk kesalahan perlakuan fisik dan kesalahan perlakuan psikologis.
  • 3. Permasalahan yang diambil dalam penelitian ini adalah dalam uaya peningkatan ketertiban siswa dalam mentaati tata tertib berpakaian seragam. Upaya menegakkan Ketertiban Siswa Dalam Mentaati Tata Tertib Berpakaian Seragam disekolah bisa dengan berbagai cara, salah satunya adalah dengan menerapkan Tekhnik Bimbingan Kelompok. Bimbingan kelompok adalah pelayanan bimbingan yang diberikan kepada lebih dari satu orang pada waktu yang bersamaan. Pengertian ini menekankan pentingnya kelompok- kelompok sebagai alat atau media dalam bimbingan. Layanan bimbingan kelompok merupakan media pengembangan diri untuk dapat berlatih berbicara, menanggapi, memberi menerima pendapat orang lain, membina sikap dan perilaku yang normatif serta aspek-aspek positif lainnya yang pada gilirannya individu dapat mengembangkan potensi diri serta dapat meningkatkan perilaku komunikasi antarpribadi yang dimiliki. Hal-hal tersebut di ataslah yang menjadi latar belakang penulisan penelitian ini yang berjudul "Upaya Meningkatkan Ketertiban Siswa Dalam Mentaati Tata Tertib Berpakaian Seragam Melalui Bimbingan Kelompok Pada Kelas VIII C Semester 2 Di SMP Negeri ... Tahun Pelajaran 2017/2018" 1.2 Rumusan Masalah Rumusan masalah dalam PTBK (Penelitian Tindakan Bimbingan Konseling) adalah bagaimana upaya meningkatkan Ketertiban Siswa Dalam Mentaati Tata Tertib Berpakaian Seragam melalui Bimbingan Kelompok pada kelas VIII C Di SMP Negeri ... ? 1.3 Tujuan Penelitian
  • 4. 1.3.1 Tujuan Teoritik Tujuan teoritik penelitian tindakan Bimbingan Konseling (PTBK) ini adalah untuk mendeskripsikan peningkatan Ketertiban Siswa Dalam Mentaati Tata Tertib Berpakaian Seragam melalui Bimbingan Kelompok . 1.3.2 Tujuan Praktis 1. Memberikan pelajaran kepada siswa tentang pentingnya ketertiban dalam mentaati tata tertib berpakaian seragam 2. Meningkatkan Ketertiban Siswa Dalam Mentaati Tata Tertib Berpakaian Seragam. 1.4 Pembatasan Penelitian Batasan penelitian dalam PTBK yang berjudul "Upaya Meningkatkan Ketertiban Siswa Dalam Mentaati Tata Tertib Berpakaian Seragam Melalui Bimbingan Kelompok Pada Kelas VIII C Semester 2 Di SMP Negeri ... Tahun Pelajaran 2017/2018" ini adalah: 1.4.1Meningkatkan Ketertiban Siswa Dalam Mentaati Tata Tertib Berpakaian Seragam Yang di maksud dengan meningkatkan Ketertiban Siswa Dalam Mentaati Tata Tertib Berpakaian Seragam dalam penelitian ini adalah : upaya yang di lakukan agar siswa mampu melaksanakan kedisiplinan terhadap aturan sekolah yang ada. Tata tertib dalam hal ini adalah merupakan pedoman bagi sekolah untuk menciptakan susana sekolah yang aman dan tertib sehingga akan terhindar dari kejadian-kejadian yang bersifat negative. Sedangkan kedisiplinan adalah perilaku siswa untuk menjalani dan tidak melanggar aturan tersebut. Dalam penelitian ini kedisiplinan difokuskan pada ketertiban dalam mentaati tata tertib berpakaian seragam. 1.4.2 Bimbingan Kelompok
  • 5. Yang dimaksud Bimbingan Kelompok dalam penelitian ini adalah pelayanan bimbingan yang diberikan kepada lebih dari satu orang pada waktu yang bersamaan. 1.5 Kegunaan Hasil Penelitian 1.5.1 Bagi Guru BK (Bimbingan dan Konseling) Bagi guru BK penelitian ini dapat berguna untuk melaksanakan kegiatan yang bertujuan positif seperti meningkatkan Ketertiban Siswa Dalam Mentaati Tata Tertib Berpakaian Seragam dan bisa juga dijadikan sebagai referensi. 1.5.2 Bagi siswa Melalui Bimbingan Kelompok yang ada akan membantu siswa agar mentaati peraturan sekolah, karena Bimbingan Kelompok merupakan salah satu program bimbingan yang menarik dan di minati oleh siswa. 1.5.3 Bagi lembaga sekolah Wacana dari hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan dan refrensi untuk mengambil dan menggunakan strategi pembelajaran agar dapat meningkatkan kedisiplinan siswa.
  • 6. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. TATA TERTIB BERPAKAIAN SERAGAM 2.1.1 Pengertian Tata Tertib Dalam kehidupan bermasyarakat, setiap individu pasti mempunyai kepentingan yang berbeda. Hal ini mengakibatkan banyak kepentingan individu yang satu sama lainnya saling bertentangan, yang apabila tidak diatur maka akan menimbulkan suatu kekacauan. Untuk itulah maka perlu diciptakan suatu aturan atau norma. Peraturan atau norma ini berlaku pada suatu masyarakat dan suatu waktu. Norma sendiri ada yang disebut dengan norma agama, norma hukum, norma kesusilaan, dan norma kesopanan. Norma yang secara tegas melindungi kepentingan manusia dalam pergaulan hidupnya adalah norma hukum. Norma hukum seringkali ditaati oleh masyarakat karena didalamnya terkandung sifat memaksa dan siapa saja yang melanggarnya pasti akan dikenai sanksi. Oleh karena itu dalam setiap lingkungan masyarakat, lembaga, organisasi baik swasta maupun pemerintah pasti memiliki hukum yang harus ditaati. Sekolah sebagai lembaga pendidikan yang memiliki tujuan membentuk manusia yang berkualitas, tentunya sangat diperlukan suatu aturan guna mewujudkan tujuan tersebut. Lingkungan sekolah khususnya tingkat SMA yang berangotakan remaja-remaja yang sedang dalam masa transisi, sangat rentan sekali terhadap perilaku yang menyimpang. Oleh karena itu diperlukan suatu hukum atau aturan yang harus diterapkan di sekolah yang bertujuan untuk membatasi setiap perilaku siswa. Di lingkungan sekolah yang menjadi “hukum” nya adalah tata tertib sekolah. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (1998: 37), mengemukkan bahwa “peraturan tata tertib sekolah adalah peraturan yang mengatur
  • 7. segenap tingkah laku para siswa selama mereka bersekolah untuk menciptakan suasana yang mendukung pendidikan”. Selanjutnya Indrakusumah (1973: 140), mengartikan tata tertib sebagai “sederetan peraturan yang harus ditaati dalam suatu situasi atau dalam tata kehidupan tertentu”. Hal ini mengandung arti bahwa dalam kehidupan manusia dimana pun berada pasti memerlukan tata tertib. Tata tertib adalah patokan seseorang untuk bertingkah laku sesuai yang diharapkan oleh keluarga, sekolah maupun masyarakat. Dalam lingkungan sekolah tata tertib diperlukan untukm menciptakan kehidupan sekolah yang kondusif dan penuh dengan kedisiplinan. Melihat uraian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa tata tertib sekolah itu dibuat secara resmi oleh pihak yang berwenang dengan pertimbanganpertimbangan tertentu sesuai dengan situasi dan kondisi sekolah tersebut, yang memuat hal-hal yang diharuskan dan dilarang bagi siswa selama ia berada di lingkungan sekolah dan apabila mereka melakukan pelanggaran maka pihak sekolah berwenang untuk memberikan sanksi sesuai dengan ketetapan yang berlaku. 2.1.2. Tujuan Tata Tertib Sekolah Sebelum membahas tentang tujuan tata tertib yang lebih luas, akan penulis uraikan terlebih dahulu tujuan dari peraturan. Menurut Hurlock (1990: 85), yaitu: “peraturan bertujuan untuk membekali anak dengan pedoman berperilaku yang disetujui dalam situasi tertentu”. Misalnya dalam peraturan sekolah, peraturan ini memuat apa yang harus dilakukan dan apa yang tidak boleh dilakukan oleh siswa, sewaktu berada di lingkungan sekolah. Tujuan tata tertib adalah untuk menciptakan suatu kondisi yang menunjang
  • 8. terhadap kelancaran, ketertiban dan suasana yang damai dalam pembelajaran. Dalam informasi tentang Wawasan Wiyatamandala (1993: 21) disebutkan bahwa: “ketertiban adalah suatu kondisi dinamis yang menimbulkan keserasian dan keseimbangan tata kehidupan bersama sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa”. Dalam kondisi sehari-hari, kondisi di atas mencerminkan keteraturan dalam pergaulan, penggunaan dan pemeliharaan sarana dan prasarana dan dalam mengatur hubungan dengan masyarakat serta lingkungan. Menurut Kusmiati (2004: 22), bahwa tujuan diadakannya tata tertib salah satunya sesuai dengan yang tercantum dalam setiap butir tujuan tata tertib, yaitu: a. tujuan peraturan keamanan adalah untuk mewujudkan rasa aman dan tentram serta bebas dari rasa takut baik lahir maupun batin yang dirasakan oleh seluruh warga, sebab jika antar individu tidak saling menggangu maka akan melahirkan perasaan tenang dalam diri setiap individu dan siap untuk mengikuti kegiatan sehari-hari. b. tujuan peraturan kebersihan adalah terciptanya suasana bersih dan sehat yang terasa dan nampak pada seluruh warga. c. tujuan peraturan ketertiban adalah menciptakan kondisi yang teratur yang mencerminkan keserasian, keselarasan dan keseimbangan pada tata ruang, tata kerja, tata pergaulan bahkan cara berpakaian. d. tujuan peraturan keindahan adalah untuk menciptakan lingkungan yang baik sehingga menimbulkan rasa keindahan bagi yang melihat dan menggunakannya. e. tujuan peraturan kekeluargaan adalah untuk membina tata hubungan yang baik antar individu yang mencerminkan sikap dan rasa gotong royong, keterbukaan, saling membantu, tenggang rasa dan saling menghormati. Berdasarkan uraian diatas, maka
  • 9. setiap warga negara bertanggung jawab untuk menciptakan suasana yang aman, tertib, bersih, indah dan penuh kekeluargaan, agar proses interaksi antar warga dalam rangka penanaman dan pengembangan nilai, pengetahuan, keterampilan dan wawasan dapat dilaksanakan. 2.1.3 Peran dan Fungsi Tata Tertib Sekolah Keberadaan tata tertib sekolah memegang peranan penting, yaitu sebagai alat untuk mengatur perilaku atau sikap siswa di sekolah. Soelaeman (1985: 82), berpendapat bahwa: “peraturan tata tertib itu merupakan alat guna mencapai ketertiban”. Dengan adanya tata tertib itu adalah untuk menjamin kehidupan yang tertib, tenang, sehingga kelangsungan hidup sosial dapat dicapai. Tata tertib yang direalisasikan dengan tepat dan jelas serta konsekuen dan diawasi dengan sungguh-sungguh maka akan memberikan dampak terciptanya suasana masyarakat belajar yang tertib, damai, tenang dan tentram di sekolah. Peraturan dan tata tertib yang berlaku di manapun akan tampak dengan baik apabila keberadaannya diawasi dan dilaksanakan dengan baik, hal ini sesuai yang dikemukakan oleh Durkheim (1990: 107-108) bahwa: Hanya dengan menghormati aturan-aturan sekolahlah si anak belajar menghormati aturan-aturan umum lainnya, belajar mengembangkankebiasaan, mengekang dan mengendalikan diri semata-mata karena ia harus mengekang dan mengendalikan diri. Dengan adanya pendapat tersebut, dapat dijelaskan bahwa sekolah merupakan ajang pendidikan yang akan membawa siswa ke kehidupan yang lebih luas yaitu lingkungan masyarakat, dimana sebelum anak (siswa) terjun ke masyarakat maka perlu dibekali pengetahuan dan keterampilan untuk mengekang dan mengendalikan diri. Sehingga
  • 10. mereka diharapkan mampu menciptakan lingkungan masyarakat yang tertib, tenang, aman, dan damai. Tata tertib sekolah berperan sebagai pedoman perilaku siswa, sebagaimana yang dikemukakan oleh Hurlock (1990: 76), bahwa : “peraturan berfungsi sebagai pedoman perilaku anak dan sebagai sumber motivasi untuk bertindak sebagai harapan sosial…”. Di samping itu, peraturan juga merupakan salah satu unsur disiplin untuk berperilaku. Hal ini sejalan dengan pendapat yang dikemukakan oleh Hurlock (1990: 84) yaitu: Bila disiplin diharapkan mampu mendidik anak-anak untuk berperilaku sesuai dengan standar yang ditetapkan kelompok sosial mereka, ia harus mempunyai empat unsur pokok, apapun cara mendisiplinkan yang digunakan, yaitu: peraturan sebagai pedoman perilaku, konsistensi dalam peraturan tersebut dan dalam cara yang digunakan untuk mengajak dan memaksakannya, hukuman untuk pelanggaran peraturan dan penghargaan untuk perilaku yang sejalan dengan perilaku yang berlaku. Berdasarkan pendapat di atas, dapat di ketahui bahwa dalam menerapkan disiplin perlu adanya peraturan dan konsistensi dalam pelaksanaannya. Tata tertib sekolah mempunyai dua fungsi yang sangat penting dalam membantu membiasakan anak mengendalikan dan mengekang perilaku yang diinginkan, seperti yang dikemukakan oleh Hurlock (1990: 85), yaitu: a. peraturan mempunyai nilai pendidikan, sebab peraturan memperkenalkan pada anak perilaku yang disetujui oleh anggota kelompok tersebut. Misalnya anak belajar dari peraturan tentang memberi dan mendapat bantuan dalam tugas sekolahnya, bahwa menyerahkan tugasnya sendiri merupakan satu-satunya cara yang dapat diterima di sekolah untuk menilai prestasinya.
  • 11. b. Peraturan membantu mengekang perilaku yang tidak diinginkan. Agar tata tertib dapat memenuhi kedua fungsi di atas, maka peraturan atau tata tertib itu harus dimengerti, diingat, dan diterima oleh individu atau siswa. Bila tata tertib diberikan dalam kata-kata yang tidak dapat dimengerti, maka tata tertib tidak berharga sebagai suatu pedoman perilaku. Jadi kesimpulan yang dapat penulis kemukakan bahwa tata tertib berfungsi mendidik dan membina perilaku siswa di sekolah, karena tata tertib berisikan keharusan yang harus dilaksanakan oleh siswa. Selain itu tata tertib juga berfungsi sebagai ’pengendali’ bagi perilaku siswa, karena tata tertib sekolah berisi larangan terhadap siswa tentang suatu perbuatan dan juga mengandung sanksi bagi siswa yang melanggarnya. 2.1.4 Sikap Kepatuhan Siswa Terhadap Tata Tertib Sekolah Kepatuhan siswa terhadap tata tertib sekolah yang seharusnya adalah yang bersumber dari dalam dirinya dan bukan karena paksaan atau tekanan dari pihak lain. Kepatuhan yang baik adalah yang didasari oleh adanya kesadaran tentang nilai dan pentingnya peraturan-peraturan atau larangan-larangan yang terdapat dalam tata tertib tersebut. Menurut Djahiri (1985: 25), tingkat kesadaran atau kepatuhan seseorang terhadap tata tertib, meliputi: a. patuh karena takut pada orang atau kekuasaan atau paksaan b. patuh karena ingin dipuji c. patuh karena kiprah umum atau masyarakat d. taat atas dasar adanya aturan dan hukum serta untuk ketertiban e. taat karena dasar keuntungan atau kepentingan
  • 12. f. taat karena hal tersebut memang memuaskan baginya g. patuh karena dasar prinsip ethis yang layak universal Berdasarkan pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa kesadaran seseorang khususnya siswa untuk mematuhi aturan atau hukum memang sangat penting. Selain bertujuan untuk ketertiban juga berguna untuk mengatur tata perilaku siswa agar sesuai dengan norma yang berlaku. 2.1.5 Latar Belakang Pemakaian Baju Seragam Sekolah di Indonesia Pada masa kolonial, murid-murid STOVIA (School tot Opleiding van Indische Artsen)—sebuah sekolah pendidikan dokter khusus untuk pribumi—diharuskan memakai pakaian tradisional daerah masing-masing saat bersekolah. Mereka dengan tegas dilarang berpakaian ala orang Eropa, meski pendidikan yang mereka dapatkan sebenarnya sama dengan orang Eropa. Larangan memakai busana yang bergaya Eropa merupakan upaya pemerintah kolonial Hindia Belanda untuk mencegah para murid pribumi itu secara visual “sama”dengan orang Eropa. Bagi pemerintah kolonial, orang-orang pribumi memiliki nilai yang lebih rendah dibandingkan orang Eropa sehingga mereka tak boleh “menyerupai” orang Eropa. Kata “menyerupai” di sini terutama berarti secara visual karena dalam hal pendidikan, murid- murid STOVIA mendapat pelajaran yang sama dengan calon dokter Eropa. Dari kasus ini, bisa disimpulkan bahwa bentuk visual sebuah pakaian bisa menjadi penentu penting identitas seseorang—dalam kasus murid-murid STOVIA, bentuk visual pakaian bahkan dianggap lebih penting dari soal intelektualitas dan sikap hidup.
  • 13. Setelah Indonesia lepas dari penjajahan, sebenarnya seragam sekolah tidak serta merta diberi perhatian pemerintah. Sampai beberapa tahun setelah kemerdekaan, masih banyak siswa-siswi yang bersekolah dengan memakai pakaian seadanya. Secara khusus, bisa dikatakan bahwa ketentuan mengenai seragam sekolah di Indonesia dilatarbelakangi oleh keinginan pemerintah untuk menyeragamkan penampilan visual para peserta didik. Penyeragaman semacam itu diperlukan, agar tidak terjadi ketimpangan yang mencolok antara siswa dari keluarga kaya dengan siswa dari keluarga miskin. Peraturan tentang seragam sekolah di Indonesia yang dikeluarkan pertama kali adalah Surat Keputusan (SK) 052/C/Kep/D/82. SK yang dikeluarkan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan pada 17 Maret 1982 ini—khusus berlaku untuk sekolah negeri—mengharuskan siswa SD memakai pakaian putih-merah, siswa SMP memakai putih-biru, dan siswa SMA memakai putih-abu-abu. 2.2.6. Pengaruh adanya Peraturan pemakaian baju seragam di Sekolah Pengaruh dengan adanya peraturan yang diterapkan Pemerintah tentang pemakaian baju seragam sekolah berdampak pada model model seragam sekolah yang digunakan oleh siswa siswa sehingga mengakibatkan beberapa pelanggaran terjadi, berupa : a. Tidak dapat dipungkiri bahwa sekarang ini banyak sekali terjadi pelanggaran terhadap pemakaian seragam sekolah, misalnya penggunaan rok pada siswa putri yang tidak sesuai dengan aturan sekolahnya, misalnya menggunakan rok diatas lutut, bagi siswa putra celananya dimodel pensil dan terlalu turun dan bahasa jawanya mete-mete.
  • 14. b. Baju yang digunakan oleh siswa putri juga banyak yang dikecilkan sehingga terlihat seksi dan menonjolkan bentuk badannya. c. Banyak pula yang bajunya transparan, dan yang lebih parah ada pula siswa yang tidak memakai kaos dalam. d. Tradisi corat coret seragam sekolah yang setiap kelulusan pasti ada saja siswa yang mencorat coret pakaian mereka. e. Selain mengakibatkan pelanggaran yang terjadi, hal ini juga dapat meningkatkan kreativitas siswa dalam model berpakaian. 2.2.7. Masalah Yang Timbul Dengan Adanya Peraturan Pemakaian Baju Seragam Sekolah Peraturan mengenai pemakaian baju seragam di sekolah menimbulkan pro kontra di berbagai kalangan, dibeberapa pihak ternyata tidak menyetujui akan adanya peraturan tersebut. Mereka berpendapat bahwa Niat awal dari adanya baju seragam sekolah “meminimalisir” kesenjangan memang mulia yaitu agar siswa dapat berbaur dan tidak minder. Namun melihat faktanya, yang terjadi akan tetap sama: yang kaya bergaul dengan yang kaya, sementara yang miskin tetap bergaul dengan yang miskin. Yang populer dengan yang populer, sementara yang tersisihkan bergerombol dengan yang tersisihkan. Sekalipun pakaiannya disamaratakan, kesenjangan itu tetap akan terlihat: dari sepatu yang dikenakan, dari handphone yang dijinjing, dari lingkaran pertemanan yang dijalin, dari wangi parfum yang dikenakan, dari grup-grup yang dibentuk , dan lain-lain. Kebijakan seragam sekolah bukanlah kebijakan mendasar karena itu hanyalah atribut, asesoris. Seragam sekolah tidak memiliki korelasi dengan prestasi siswa dan kualitas pendidikan nasional. Tanpa adanya ketentuan dan keharusan memakai seragam
  • 15. pun pendidikan nasional harus jalan. Generasi muda sebagai penerus bangsa harus tetap mendapatkan pendidikan agar memiliki kapabilitas dan kemampuan meneruskan mengelola kehidupan berbangsa dan bernegara. Selain itu, mereka pihak yang pro terhadap peraturan seragam sekolah ini juga berpendapat bahwa adanya peraturan tentang pemakaian seragam sekolah ini berdampak pada siswa, menurut mereka hak individualitas siswa dilanggar, siswa tidak dapat bereksperesi sehingga kreativitas siswa tertekan, sedangkan sekolah adalah tempat pembentukan karakter kepribadian siswa. Selain pada siswa, juga berdampak pada orang tua siswa, orangtua yang memiliki tingkat ekonomi yang rendah sulit menjangkau harga seragam sekolah yang dianggap mahal. Ternyata dengan adanya masalah-masalah yang timbul tersebut, seragam sekolah hampir saja dihapuskan. Beberapa tahun yang lalu Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas) Bambang Sudibyo berencana menghapus baju seragam sekolah. 2.2.8. Cara Mengatasai Masalah yang timbul mengenai Pro Kontra Seragam Sekolah Dalam pembahasan ini, akan dibahas mengenai perlu atau pentingnya Baju seragam untuk sebuah sekolah. Ternyata selain munculnya isu isu yang Pro terhadap baju seragam sekolah, dibeberapa kalangan justru menyetujui dengan adanya pemakaian baju seragam sekolah ini. Baju seragam sekolah sangat penting bagi siswa siswi disuatu sekolah. Saat seragam sekolah hampir dihapuskan pejabat pemerintah, guru, dan orangtua siswa sangat menyayangkan rencana penghapusan itu, alasannya sebagai berikut : a. Identitas suatu sekolah sesuai dengan jenjang pendidikan masing-masing.
  • 16. b. Menciptakan kedisiplinan siswa. Dengan pemakaian baju seragam sekolah yang ditentukan berdasarkan hari dalam tiap minggunya, dapat menciptakan perasaan dan semangat disiplin, misalnya pada hari Senin sampai dengan hari Kamis siswa berseragam sekolah, hari Jumat dan Sabtu memakai seragam pramuka, dan setiap olahraga memakai pakaian seragam olahraga. c. Membentuk kerapian. Saat pelaksanaan upacara bendera, akan tampak jelas, dengan baju seragam sekolah membuat kerapian dalam barisan. d. Menampakkan keindahan. Dari kerapian, akan memunculkan keindahan yang enak dipandang. e. Kebanggaan orang tua. Melihat anak-anaknya berangkat ke sekolah dengan baju seragam sekolah sesuai jenjang pendidikan masing-masing, orang tua merasa bangga. f. Tercipta rasa persatuan dan kesatuan di antara para siswa. g. Memperlihatkan perbedaan jenjang pendidikan. Sekolah Dasar berseragam putih merah, Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama berseragam putih biru, Sekolah Lanjutan Tingkat Atas berseragam putih abu-abu, sehingga dengan mudah dibedakan mana siswa Sekolah Dasar, mana siswa Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama dan mana siswa Sekolah Lanjutan Tingkat Atas. h. Memudahkan pemantauan, bila dalam rangka upacara peringatan hari besar nasional, atau dalam acara perlombaan, atau juga dalam kegiatan wisata maupun kegiatan yang lain secara bersamaan dengan berbagai sekolah di segala jenjang pendidikan. Dengan pakaian seragam, memudahkan bagi guru dalam memantau anak didiknya.
  • 17. i. Sebagai kendali. Dengan berpakaian baju seragam sekolah, secara otomatis anak-anak merasa bukan anak liar, yang sangat bebas bertindak dan melakukan pelanggaran asusila maupun kegiatan yang dilarang oleh peraturan sekolah. j. Ada perbedaan antara baju seragam sekolah dengan pakaian di rumah, atau pakaian kegiatan di luar rumah. Masing-masing pakaian dipakai sesuai dengan fungsi, situasi dan kondisinya. Dan apabila seragam sekolah dihapuskan, Besar kemungkinan muncul persoalan baru bagi sekolah dan juga orang tua siswa. Bagi sekolah, dengan adanya peraturan pemakaian baju seragam sekolah, siswa dididik untuk selalu tertib. Bila benar-benar seragam sekolah dihapus, tentunya sekolah harus pula merombak peraturannya, utamanya tata tertib dalam berpakaian. Selain itu, jika dikatakan tadi bahwa seragam sekolaha yang di anggap mahal akan membebani orang tua, justru dengan adanya seragam sekolah akan memudahkan orangtua karena tidak lagi menyediakan pakaian baru yang layak untuk sekolah anak-anaknya, yang setiap anak tentunya tidak hanya satu setel pakaiannya. orang tua, khususnya yang tidak atau kurang mampu, akan menjadi masalah besar, karena harus menyediakan pakaian baru yang layak untuk sekolah anak-anaknya. Ya, kalau kebetulan anaknya satu atau dua, kemungkinan tidak begitu terasa berat. Lalu bagaimana dengan yang anaknya banyak dan semuanya masih bersekolah? Bukankah mereka harus menyediakan pakaian baru layak pakai sekolah untuk anak-anaknya, yang setiap anak tentunya tidak hanya satu setel pakaian. Jadi dari berbagai kerugian yang timbulnya akan adanya peraturan seragam sekolah, ternyata lebih banyak memiliki keuntungan. Untuk mengekspresikan diri bukan hanya
  • 18. melalu fashion, jadi tidak ada salahnya jika pemakaian baju seragam sekolah diterapkan. Namun Jika sekolah mengadakan baju seragam sekolah, hendaknya memperhatikan kondisi ekonomi siswanya. Misalnya dengan membantu siswa yang kurang mampu. Memakai Baju Seragam Sekolah atau tidak, ukuran kesopanan dan kerapian hendaknya diukur dari standar Islam. Bila tidak akan terjadi perbedaan yang mencolok dan tidak perlu. 2.2. BIMBINGAN KELOMPOK 2.2.1 Pengertian Bimbingan Kelompok Winkel (1991) mengatakan bimbingan kelompok adalah pelayanan bimbingan yang diberikan kepada lebih dari satu orang pada waktu yang bersamaan. Pengertian ini menekankan pentingnya kelompok-kelompok sebagai alat atau media dalam bimbingan.Sedangkan menurut Romlah (2001) bimbingan kelompok merupakan salah satu teknik dalam bimbingan yang berusaha membantu individu agar dapat mencapau perkembangnnya secara optimal sesuai dengan kemampuan, bakat, minat, serta nila- nilai yang dianutnya, dan dilaksankan dalam situasi kelompok. Menurut Sukardi (dalam Prayitno, 1995) bimbingan kelompok merupakan layanan bimbingan yang memungkinkan peserta didik secara bersama- sama memperoleh berbagai bahan dari nara sumber tertentu ( terutama dari guru pembimbing/konselor) yang berguna untuk menunjang kehidupan sehari-hari baik individu maupun sebagai pelajar, anggota keluarga dan masyarakat untuk pertimbangan dalam mengambil keputusan. Bimbingan kelompok membantu individu dalam satu kelompok memperoleh berbagai sumber informasi dari pembimbing untuk menunjang dalam kehidupan
  • 19. sehari-hari dan membantu dalam pertimbangan mengambil keputusan. 2.2.2 Jenis-Jenis Bimbingan Kelompok Menurut Atmi (1992) bahwa dalam penyelenggaraan bimbingan kelompok ada dua jenis, yaitu bimbingan kelompok bebas dan bimbingan kelompok tugas, yaitu : 1. Bimbingan kelompok bebas, kegiatan bimbingan bebas para anggota kelompok bebas mengemukakan segala pikiran, perasaan dalam kelompok, selanjutnya apa yang disampaikan pada anggota kelompok tersebut menjadi pokok bahasan dalam kelompok. 2. Bimbingan kelompok tugas, Bimbingan kelompok tugas adalah salah satu bentuk penyelenggaraan bimbingan kelompok di mana arah isi kegiatan kelompok tidak ditentukan oleh anggota kelompoknya melainkan oleh pemimpin kelompok untuk dibahas bersama-sama dalam kelompok. 2.2.3 Tujuan Bimbingan Kelompok Tujuan Bimbingan kelompok menurut Romlah (2001) yaitu : 1. Supaya orang yang dilayani dapat menemukan jati dirinya. 2. Individu dapat mengarahkan dirinya kearah yang positif. 3. Siswa dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Menurut Jones (dalam Nursalim, 2002) tujuan bimbingan kelompok adalah membantu peserta menyadari kebutuhan-kebutuhan dan masalahnya, membantu peserta belajar memahami perasaan peserta lain dan masalahnya. Dan juga memberi kesempatan kepada peserta mengungkapkan perasaan-perasaanya. Jadi tujuan
  • 20. bimbingan kelompok dapat disumpulkan untuk membantu siswa atau individu dalam mencegah permasalaha yang timbul dan belajar memahami perasaan orang lain dan permasalahannya. 2.2.4 Manfaat Bimbingan Kelompok Menurut Romlah (2001) dalam bimbingan kelompok individu belajar berbagai hal sebagai berikut: 1. Belajar memahami dan menghadapi masalah-masalah yang riil. 2. Individu dapat belajar teknik-teknik menganalisis masalah. 3. Belajar menggunakan berbagai sumber informasi yang relevan untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi. 4. Dapat memahami dan mengarahkan dorongan dalam dirinya kearah tindakan yang nyata. 5. Belajar bergaul dengan orang banyak. 6. Belajar merencanakan hidup dalam jangka panjang 7. Menyeimbangkan antara tujuan jangka pendek dan jangka panjang. 8. Belajar kriteria sesuai dengan kebutuhannya. 9. Dapat menganalissi rencana yang dibuat menjadi tindakan yang nyata. 10.Belajar menilai kemanjuan yang telah dicapai dan merumuskan kembali rencana serta tujuan yang telah dibuat. Manfaat bimbingan kelompok sangat banyak sekali terutama bagi anggota kelompoknya, individu dapat berlajar berbagai hal dan mendapatkan banyak pengalaman mengenai memahami orang lain dan permasalahnnya, dapat lebih akrab
  • 21. dengan anggota kelompok, dapat merencanakan kehidupan dalam jangka pendek dan panjang, menbanalisis rencana yang sudah dibuat dan belajar menilai kemajuan rencana , tujuan yang telah dibuat. 2.2.5 Ciri-Ciri Bimbingan Kelompok Dalam kehidupan sebuah kelompok dinilai baik atau kurang baik, menurut Nursalim (2002) terdapat 5 hal yang perlu diperhatikan, yaitu : 1. Saling hubungan dinamis antar anggota, dalam hubungan yang saling dinamis antara anggota kelompok, menunjuk pada suasana antara hubungan itu sendiri, khususnya suasana perasaan yang tumbuh di dalam kelompok itu sendiri. Suasana perasaan itu meliputi rasa diterima atau ditolak, senang atau benci, berani atau takut, yang semuanya menyangkut sikap reaksi dan tanggapan para anggota yang berdasarkan keterlibatan dalam hubungan mereka. 2. Tujuan bersama adalah pusat dari kegiatan kehidupan kelompok. Tujuan yang nyata akan diterima oleh semua anggota kelompok, sehingga mereka benar- benar mengarahkan dan mewujudkan diri masing-masing sesuai dengan tujuan. 3. Hubungan antara besarnya kelompok dengan sifat kelompok,misalnya : 1). Kelompok dua : kelompok yang terdiri atas 2 individu adalah kelompok paling ideal untuk tercapainya keakraban. Jeleknya bila terjadi pertentangan pendapat diantara mereka berdua. 2). Kelompok tiga adalah yang terdiri dari 3 orang. Dinamika saling hubungan di antara mereka dapat tumbuh subur, hanya bahayanya bila dua diantaranya membentuk klik, maka yang seorang akan terisolir.
  • 22. 3). Kelompok 4-8 orang adalah kelompok sedang, dan baik untuk melaksanakan hubungan kelompok. Tanpa dipimpin konselor, kelompok dapat memilih pemimpinya sendiri. 4). Kelompok 8-30 orang adalah kelompk yang baik untuk pendidikan tertentu, misalnya, latihan kepemimpinan dalam menghilangkan rasa malu berbicara di muka umum. Namun kelompok ini kurang efektif untuk menciptakan keakraban sosial dalam waktu yang singkat. 5). Itikad dan sikap para anggota, itikad baik dapat diartikan tidak menang sendiri, tidak sekedar menaggapi atau menyerang pendapat orang lain adalah sangat penting dalam kehidupan kelompok. Sikap para anggota yang dimaksud bahwa setiap anggota dapat memberi waktu dan kesempatan pada anggota lain untuk mengemukakan pendapat secara leluasa. Jika sikap ini dapat berkembang, maka kehidupan kelompok yang baik dapat tumbuh, dan sebaliknya jika dalam kelompok maka kehidupan kelompok tidak akan tumbuh. Kemampuan mandiri, setiap anggota kelompok tidak begitu saja tertawa oleh pendapat orang lain, atau tindakan begitu saja meng “iya” kan apa yang dikatakan oleh pemimpinan kelompok. Dalam kelompok, anggota diharapkan dapat mengembangkan diri dan mewujudkan dirinya masing-masing. Namun perlu diingat bahwa dalam rangka mengembangkan diri dan mewujudkan diri tersebut tidak boleh melangar itikad dan sikap kehidupan kelompok. Kehadiran setiap anggota perlu disertai dengan sikap tenggang rasa yang selaras, serasi dan seimbang. Dinamika kelompok yang ditimbulkan dalam bimbingan kelompok dalam rangka membina pribadi yang memiliki sikap, ketrampilan dan
  • 23. keberanian sosial yang bertenggang rasa.
  • 24. BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Setting Penelitian Penelitian Tindakan Bimbingan Konseling (PTBK) ini dilakukan pada VIII C SMP Negeri ... tahun ajaran 2017/2018 dengan jumlah peserta didiK 27 siswa terdiri dari .. siswa laki-laki dan .. siswa perempuan. 3.2 Prosedur Penelitian Kegiatan penelitian tindakan kelas ini direncanakan 2 siklus. Penelitian ini diawali dengan kegiatan observasi sebagai penjajagan untuk memperoleh informasi dan gambaran terhadap permasalahan yang sedang dihadapi, diteliti dan tindakan yang telah dilakukan oleh guru. Dan dilanjutkan dengan membahas hasil observasi serta merencanakan dan menetapkan tindakan. Rencana penelitian ini menggunakan model proses yang berkesinambungan, mulai dari proses penelitian siklus 1 , ditindak lanjuti proses penelitian siklus II. Dalam setiap siklus tindakan meliputi : 1. Perencanaan (Planning) 2. Pelaksanaan tindakan (acting) 3. oengamatan (Observing) 4. Refleksi (Reflekting) 3.2.1 Prosedur Penelitian Pra Siklus 3.2.1.1 Perencanaan Pada tahap perencanaan, peneliti melakukan :
  • 25. 1. Membuat lembar pengamatan yang berfungsi sebagai alat untuk mendeteksi permasalahan siswa yang berkaitan dengan perilaku kurangnya Ketertiban Siswa Dalam Mentaati Tata Tertib Berpakaian Seragam. 2. Membuat pedoman wawancara yang ditujukan kepada para siswa, kepada guru mata pelajaran dan guru wali kelas. Pedoman wawancara berfungsi sebagai acuan untuk mengajukan beberapa pertanyaan seputar perilaku kurangnya Ketertiban Siswa Dalam Mentaati Tata Tertib Berpakaian Seragam. 3. Membuat alat evaluasi yang berfungsi sebagai alat evaluasi hasil pengamatan dan hasil wawancara. 3.2.1.2Pelaksanaan Tindakan 1. Pelaksanaan Pra Siklus dilaksanakan selama 1 minggu dengan mengamati perilaku siswa, melakukan wawancara dengan sebagian siswa, dengan guru mata pelajaran dan wali kelas.Hal yang diamati dan di wawancarai berupa siapa saja siswa yang menunjukkan perilaku kurangnya Ketertiban Siswa Dalam Mentaati Tata Tertib Berpakaian Seragam. Berikut ini adalah pelaksanaan kegiatan pada pra siklus :  Kegiatan Awal  Pengucapan sapaan salam  Doa bersama  Absensi kehadiran siswa di dalam kelas  Dan review sejauh mana tingkat Ketertiban siswa kelas VIII C  Kegiatan Inti
  • 26.  Guru BK memberikan bimbingan terhadap siswa.  Kegiatan Penutup  Salam penutup 3.2.1.3 Refleksi Pada tahap refleksi, peneliti mengevaluasi hasil tindakan yang telah dilaksanakan pada tahap pra siklus, kemudian bila perlu merevisi tindakan sebelumnya untuk dilaksanakan pada tahap berikutnya. 3.2.2 Prosedur Penelitian Pada Siklus I Secara terperinci, langkah-langkah tersebut dapat diuraikan dalam penjelasan berikut : 1. Perencanaan , kegiatan yang dilakukan : Membuat rencana penelitian dengan judul "Upaya Meningkatkan Ketertiban Siswa Dalam Mentaati Tata Tertib Berpakaian Seragam Melalui Bimbingan Kelompok Pada Kelas VIII C Semester 2 Di SMP Negeri ... Tahun Pelajaran 2017/2018" 2. Membuat lembar observasi untuk mengetahui kondisi perilaku siswa setelah menerapkan Bimbingan Kelompok . 3. Membuat alat evaluasi 4. Pelaksanaan tindakan (acting) Pelaksanaan tindakan siklus I di laksanakan selama 1 minggu. Pelaksanaan tindakan pada hakikatmya melaksanakan skenario yang sudah tertera dalam tahap perencanaan yaitu meningkatkan Ketertiban Siswa Dalam Mentaati Tata Tertib Berpakaian Seragam melalui Bimbingan Kelompok . Sudah barang tentu pada
  • 27. setiap siklus mempunyai langkah serta penekanan yang berbeda, tergantung pada fokus tujuan dan refleksi dari siklus sebelumnya. Berikut ini adalah kegiatan pada siklus 1 :  Tahap pembentukan  Menerima secara terbuka dan mengucapkan terima kasih  Berdoa  Menjelaskan bimbingan kelompok  Menjelaskan tujuan bimbingan kelompok  Menjelaskan cara pelaksanan bimbingan kelompok  Menjelasakan asas-asas bimbingan kelompok  Perkenalan dilanjukan dengan permainan (rangkain nama)  Tahap peralihan  Menjelasakan kembali kegiatan kelompok  Tanya jawab tentang kesiapan anggota untuk kegiatan lebih lanjut  Mengenali suasana apabila anggota secara keseluruhan/sebagian belum siap untuk memasuki tahap berikutnya dan mengatasi suasana tersebut  Memberi contoh topik bahasan yang dikemukakan dan dibahas dalam kelompok  Tahap kegiatan  Pemimpin kelompok mengemukakan topik bahasan yang telah dipersiapkan yaitu pembahahasan mengenai pentingnya berpakaian seragam
  • 28.  Menjelaskan pentingnya topik tersebut dibahas dalam kelompok  Tanya jawab tentang topik yang dikemukakan pemimpin kelompok  Pembahasan topik tersebut secara tuntas  Selingan  Menegaskan komitmen para anggota kelompok (apa yang segera dilakukan berkenaan dengan topik yang telah dibahas)  Tahap pengakhiran  Menjelasakan bahawa kegiatan bimbingan kelompok akan diakhiri  Anggota kelompok mengemukaka kesan dan menilai kemajuan yang dicapai masing-masing  Pembahasan kegiatan lanjutan  Pesan serta tanggapan anggota kelompok  Ucapan terima kasih  Berdoa  PERPISAHAN 5. Pengamatan (Observing) Observasi pelaksanaan penelitian dilakukan secara kolaboratif dengan menggunakan format panduan pengamatan atau lembar observasi. Sedangkan evaluasi pemantauan juga dilakukan secara kolaboratif dengan mengolah data yang dapat di rekam dan memaknainya serta menentukan keberhasilan dan ketercapaian tujuan tindakan ataupun hasil samping dari pelaksanaan tindakan. 6. Refleksi (Reflekting)
  • 29. Dari hasil upaya meningkatkan Ketertiban Siswa Dalam Mentaati Tata Tertib Berpakaian Seragam melalui Bimbingan Kelompok maka kemudian di observasi perilaku siswa setelah mengikuti Bimbingan Kelompok , kemudian peneliti juga melakukan wawancara pada beberapa pihak. Setelah itu di evaluasi hasil observasi dan wawancara yang diperoleh , kemudian dilakukan analisis. Hasil analisis ini kemudian menjadi dasar untuk melakukan refleksi diri untuk menentukan tindakan dan perencanaan berikutnya. 3.2.3 Prosedur Penelitian Siklus II Berdasarkan refleksi pada siklus I, diadakan kegiatan-kegiatan untuk memperbaiki rencana dan tindakan yang telah dilakukan. Langkah-langkah kegiatan pada siklus II pada dasarnya sama seperti langkah-langkah pada siklus I. 3.2.3.1. Perencanaan Perencanaan pada siklus II ini tidak terlalu membutuhkan energi yang banyak dari peneliti karena pada dasarnya perencanaan pada siklus II sama dengan perencanaan pada siklus I. 3.2.3.2 Pelaksanaan Tindakan Perlu dijelaskan dan ditegaskan dalam penelitian ini, bahwa tujuan utama adanya Bimbingan Kelompok ini dimaksudkan untuk meningkatkan Ketertiban Siswa Dalam Mentaati Tata Tertib Berpakaian Seragam. Pelaksanaan Siklus II juga dilaksanakan selama 2 minggu. Proses tindakan pada siklus II dengan melaksanakan metode yang diterapkan berdasarkan pada pengalaman hasil dari siklus I. Berikut ini adalah kegiatan pada siklus 2 :
  • 30.  Tahap pembentukan  Menerima secara terbuka dan mengucapkan terima kasih  Berdoa  Ice Breaking  Tahap peralihan  Menjelasakan kembali kegiatan kelompok  Tanya jawab tentang kesiapan anggota untuk kegiatan lebih lanjut  Guru BK (Peneliti) memberikan materi tentang kedisiplinan  Meminta siswa memberikan contoh tentang ketertiban apa saja yang dapat diterapkan di sekolah  Tahap kegiatan  Pemimpin kelompok mengemukakan topik bahasan yang telah dipersiapkan yaitu pembahahasan mengenai ketertiban dalam mentaati tata tertib berpakaian seragam  Menjelaskan pentingnya topik tersebut dibahas dalam kelompok  Tanya jawab tentang topik yang dikemukakan pemimpin kelompok  Pembahasan topik tersebut secara tuntas  Selingan  Menegaskan komitmen para anggota kelompok (apa yang segera dilakukan berkenaan dengan topik yang telah dibahas)  Tahap pengakhiran  Menjelasakan bahawa kegiatan bimbingan kelompok akan diakhiri
  • 31.  Anggota kelompok mengemukakan kesan dan menilai kemajuan yang dicapai masing-masing  Pembahasan kegiatan lanjutan  Pesan serta tanggapan anggota kelompok  Ucapan terima kasih  Berdoa  PERPISAHAN 3.2.3.3 Pengamatan Pemantauan ini dilakukan oleh guru BK kepada siswa untuk mendapatkan data-data yang akurat secara secara kualitatif. Langkah ini juga difungsikan untuk mengukur tingkat keberhasilan dan atau kegagalan dalam penelitian. Hasil monitoring dapat dilihat dari hasil analisis lembar observasi dan pemantauan, catatan lapangan wawancara dengan siswa dan atau guru sejawad atau kolaborator baik dalam kelas ataupun luar kelas. 3.2.3.4 Refleksi Dari hasil analisis semua metode penelitian baik itu berupa observasi, wawancara, dokumentasi dan catatan lapangan maka kemudian hasil kerja ini selanjutnya dianalisis dan direfleksi untuk perencanaan pada siklus berikutnya. 3.3 Cara pengumpulan data Jenis data yang dikumpulkan khususnya pada perilaku siswa yang sering tidak masuk pada jam pertama, dan juga perilaku-perilaku lain yang sering juga di lakukan di sekolah, seperti :
  • 32. 1. Data siswa putri yang menggunakan rok di atas lutut dan data siswa putra yang menggunakan celana dengan model yang tidak sesuai aturan. 2. Data siswa yang seringkali tidak menggunakan pakaian identitas sekolah saat hari rabu dan kamis. 3. Data siswa yang tidak memakai atribut seragam sekolah 4. Data siswa putri yang menggunakan rok sesuai aturan sekolah dan data siswa putra yang menggunakan celana dengan model yang sesuai aturan sekolah. 5. Data siswa yang menggunakan pakaian identitas sekolah saat hari rabu dan kamis 6. Data siswa yang memakai atribut seragam sekolah lengkap. Alat pengumpul data meliputi : 1. Lembar observasi untuk mengungkap siapa saja siswa yang tidak melanggar aturan tata tertib berseragam di sekolah 2. Pedoman wawancara untuk mengungkap latar belakang mengapa siswa melanggar aturan tata tertib berseragam di sekolah Alat evaluasi berupa draft pertanyaan Cara pengumpulan data konseling untuk mengungkap hasil upaya meningkatkan Ketertiban Siswa Dalam Mentaati Tata Tertib Berpakaian Seragam melalui Bimbingan Kelompok dari hasil PTBK (Penelitian Tindakan Bimbingan Konseling) ini akan dapat diperoleh beberapa data, yang meliputi : 1. Berapa siswa putri yang menggunakan rok di atas lutut dan berapa siswa putra yang menggunakan celana dengan model yang tidak sesuai aturan? 2. Berapa siswa yang tidak menggunakan pakaian identitas sekolah saat hari rabu dan kamis?
  • 33. 3. Berapa siswa tidak memakai atribut seragam sekolah? 4. Pengakuan dari siswa bahwa dirinya tidak akan pernah menggunakan rok di atas lutut dan berapa siswa putra yang menggunakan celana dengan model yang tidak sesuai aturan 5. Pengakuan dari siswa bahwa dirinya akan menggunakan pakaian identitas sekolah saat hari rabu dan kamis 6. Pengakuan dari siswa bahwa dirinya akan memakai atribut seragam sekolah lengkap 3.4 Indikator Kinerja Sesuai dengan tujuan penelitian yang dikemukakan pada bagian awal penelitian ini, tujuan penelitian ini adalah mengupayakan peningkatan Ketertiban Siswa Dalam Mentaati Tata Tertib Berpakaian Seragam melalui Bimbingan Kelompok , maka yang menjadi indikator kinerja dalam penelitian ini adalah melalui Bimbingan Kelompok akan dapat meningkatkan Ketertiban Siswa Dalam Mentaati Tata Tertib Berpakaian Seragam. Untuk mengukur keberhasilan penelitian ini, maka indikator kinerja berikutnya apabila hasil penelitian ini dengan valid dapat menunjukkan : Sekurang-kurangnya 75 % siswa meningkatkan ketertiban dalam mentaati tata tertib berpakaian seragam.
  • 34. DAFTAR PUSTAKA Aditama. Nursalim, Moh dan Suradi. 2002.Layanan bimbingandan konseling . Surabaya: Unesa University Press. Arikunto, Suharsimi. 2006.“Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek ”.Jakarta: Rineka Cipta. Agoes. 2004.Psikologi Perkembangan Remaja.Jakarta: Ghalia Indonesia. Ahmad D. Marimba. 1986. Pengantar Filsafat Pendidikan Islam. Bandung: PT. A- Ma’arif. Bimo Walgito. (1990). Pengantar Psikologi Umum. Yogyakarta Andi Ofset. Hurlock, Elizabeth B. 1980.Psikologi Perkembangan. Jakarta: Erlangga Kartini Kartono. (1990). Psikologi Umum. Bandung : Mandar Maju. Ngalim Purwanto. (1990). Psikologi Pendidikan. Bandung : Remaja Rosda Karya Nurihsan, Achmad Juntika. 2006. Bimbingan dankonseling Dalam Berbagai Latar Kehidupan.Bandung Pasaribu, Simanjuntak. (1983). Proses Belajar Mengajar. Bandung : Tarsito. __________________. (2001). Pedoman Skripsi IKIP Semarang. Semarang; IKIP PGRI Semarang. Sarwono, Sarlito W.2011.Psikologi Remaja. Jakarta:Rajawali Pers Sugiyono. 2007.Statistika untuk Penelitian.Bandung:Alfabeta. Sumiati dan Asra. 2007.Metode Pembelajaran.Bandung: CV Wacana Prima. Statistik dalam Penelitian Psikologi dan Pendidikan. Malang: UMMPress. Subur Sukardi. (2000).Persepsi Siswa Kelas III SLTP Negeri 1 Petanahan Kabupaten Kebumen Tahun Pelajaran 1999/2000 terhadap Gerakan Disiplin Nasional: Yogyakarta; FKIP Universitas PGRI Sudarsono, F. X. (1988). Analisa Data 1. Jakarta: Rineka Cipta. Suharsini Arikunto. (1996). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta : Rineka Cipta. Sumarno, D. (1995). Gerakan Disiplin Nasional. Jakarta : C.V. Jaya Abadi. Sumarno, D. (1998). Pedoman Pelaksanaan Disiplin Nasional dan Tata Tertib Sekolah . Jakarta : C.V. Jaya Abadi.
  • 35. Sutrisno Hadi. (1986). Metode Penelitian. Yogyakarta : Andi Offset. Winkel. W.S. 1991. Bimbingan Dan Konseling Di Institusi Pendidikan. Jakarta: Grasindo. 2005. Bimbingan Dan Konseling Di Institusi Pendidikan. Jakarta: Grasindo. Witherington. (1984). Psikologi Pendidikan. Jakarta : Gramedia. W.J.S. Poerwodarminto. (1984). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka. TAP MPR RI No.III/MPR/1993. (1993). Garis-garis Besar Haluan Negara. Semarang : Aneka Ilmu. Widiasarana.Hariastuti, Retno Tri. 2008. Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling. Surabaya: Unesa University Press Yusuf, Syamsu dan Juntika Nurihsan. 2008. Teori Kepribadian. Bandung : Rosda