SlideShare a Scribd company logo
28/12/13

Hizbut Tahrir Indonesia » Blog Archive » Umat Membutuhkan Fatwa Haramnya Terlibat Dalam Sistem Sekuler, Bukan Haramnya Golput!

Umat Membutuhkan Fatwa Haramnya Terlibat Dalam
Sistem Sekuler, Bukan Haramnya Golput!
December 28th, 2013 by farid

Jelang pemilu 2014 fatwa “keharaman” golput kembali jadi sorotan. Pro-kontra terus terjadi
baik dari sisi istidhlal (dasar penetapan hukumnya) maupun relevansinya bagi kemaslahatan
umat. Mengingat alih-alih menyelesaikan masalah, kondisi negri ini semakin hari semakin
terpuruk, meski lima tahun sudah fatwa ini dipertahankan dan diikuti seruan-seruan serupa dari
MUI diberbagai daerah. Sebagai contoh, Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Samarinda
mengeluarkan fatwa haram golput atau tidak memilih pada Pemilihan Gubernur dan Wakil
Gubernur Kalimantan Timur 2013-2018.
Dari sisi isi, fatwa MUI sebagai hasil Melalui forum Ijtima’ Ulama yang diselenggarakan pada
24 – 26 Januari 2009 lalu di Padang Panjang, Sumatera Barat, menyatakan bahwa, pertama:
Pemilihan umum dalam pandangan Islam adalah upaya untuk memilih pemimpin atau wakil
yang memenuhi syarat-syarat ideal bagi terwujudnya cita-cita bersama sesuai dengan aspirasi
umat dan kepentingan bangsa. Kedua: Memilih pemimpin dalam Islam adalah kewajiban untuk
menegakkan imamah dan imarah dalam kehidupan bersama. Ketiga: Imamah dan imarah
dalam Islam menghajatkan syarat-syarat sesuai dengan ketentuan agama agar terwujud
kemashlahatan dalam masyarakat. Keempat: Memilih pemimpin yang beriman dan bertakwa,
jujur (shiddiq), terpercaya (amanah), aktif dan aspiratif (tabligh), mempunyai kemampuan
(fathonah), dan memperjuangkan kepentingan umat Islam hukumnya adalah wajib. Kelima:
Memilih pemimpin yang tidak memenuhi syarat-syarat sebagaimana disebutkan dalam butir 1
(satu) atau tidak memilih sama sekali padahal ada calon yang memenuhi syarat hukumnya
adalah haram.
Selanjutnya fatwa ini diikuti dengan dua rekomendasi, yakni: (1) Umat Islam dianjurkan untuk
memilih pemimpin dan wakil-wakilnya yang mengemban tugas amar makruf nahi munkar; (2)
Pemerintah dan penyelenggara pemilu perlu meningkatkan sosialisasi penyelenggaraan
pemilu agar partisipasi masyarakat dapat meningkat, sehingga hak masyarakat terpenuhi.
Relevansi fatwa
Dari point-point di atas jelas, bahwa fatwa ini lebih ditunjukan kepada masyarakat. Padahal
kerusakan (fasad) yang terjadi di negeri ini adalah buah dari penerapan sistem demokrasi
sekuler. Dengan kata lain, seandainya seluruh masyarakat berpartisipasi dalam pemilu itu
tidak menjamin negeri ini menjadi baik. Justru sebagian masyarakat (tidak seluruhnya)
menjadikan golput sebagai ungkapan protes terhadap kepemimpinan yang ada. Meski hal ini
tentu tidak menyelesaikan persoalan namun hal itu dianggap akan mengurangi legitimasi
m.hizbut-tahrir.or.id/2013/12/28/umat-membutuhkan-fatwa-haramnya-terlibat-dalam-sistem-sekuler-bukan-haramnya-golput/

1/6
28/12/13

Hizbut Tahrir Indonesia » Blog Archive » Umat Membutuhkan Fatwa Haramnya Terlibat Dalam Sistem Sekuler, Bukan Haramnya Golput!

kerusakan pengaturan yang dilakukan para pemimpin terpilih. Sebaliknya, “memaksa”
masyarakat berpartisipasi dalam pemilu berarti melegitimasi kerusakan kepemimpinan yang
ada. Karenya tak heran sejak fatwa ini dikelurkan muncul berbagai tanggapan penolakan.
Pengamat politik Indobarometer M. Qodari bahkan menilai, dengan fatwa tersebut MUI telah
melanggengkan bobroknya sistem politik di Indonesia. “Kalau mereka dilarang untuk golput, hal
itu justru menjustifikasi sistem politik yang tidak baik. Fatwa harusnya menganjurkan pada
kebaikan,” jelas Qodari (Detik.com, 26/1/2009).
Komentar tajam juga dilontarkan oleh pengamat politik dan ekonomi, Ichsanuddin Noorsy.
Menurut Noorsy, MUI tidak konsisten dalam berpijak mengeluarkan fatwanya. Sebab, Pemilu
yang dilakukan dengan basis individual atau demokrasi liberal merupakan pemikiran Barat.
Karenanya, Noorsy menambahkan, alasan dan argumen rasional MUI lemah. “Fatwa MUI kali
ini pun gagal merujuk al-Quran dan Hadis. Kalau fatwa ini mempertimbangkan kebaikan, berarti
MUI mengabaikan kebenaran ajaran dan kecerdasan masyarakat,” tegasnya. (Detik.com,
27/01/2009)
Betul saat ini fenomena golput terjadi-mana. Angka partisipasi masyarakat dalam pemilu dan
pilkada semakin menurun. Dalam pemilu 2009 angka golput (hak pilih yang tidak datang ke
TPS dan surat sura tidak sah) hampir mencapai 40 persen, yakni 67 juta suara dari sekitar 171
penduduk yang tecacat memiliki hak memilih.Bahkan dibeberapa daerah angka lebih besar
lagi. Pilgub Sumut 2013 misalnya, angka partisipasi hanya 48,5 persen. Dengan demikian,
angka golput mencapai 51,5 persen. Hal yang sama terjadi di Jawa Tengah, angka partisipasi
pemilihnya 52 persen.
Fakta-fakta diatas menunjukan bahwa sistem politik itu sudah tidak berjalan. Kalau
dikembalikan kepada sistem demokrasi yang menganut konsep kedaulatan dan kehendak
rakyat, maka seharusnya fakta diatas itu dibaca sebagai ungkapan protes
masyarakat.Kemungkinan masyarakat menghendaki sebuah perubahan yang lebih mendasar.
Dalam kacamata Islam perubahan mendasar itu adalah penerapan hukum-hukum Islam yang
dengannya kemaslahatan umat bisa diwujudkan. Bukan dengan mempertahankan sistem
demokrasi yang menyengsarakan rakyat dan membuat mereka tidak percaya terhadap
pemimpinnya.
Jadi seharusnya MUI mengeluarkan fatwa tentang keharaman terlibat dalam sistem sekuler
serta kewajiban menerapkan syariat bagi setiap orang yang terpilih menjadi pemimpin. Justru
fatwa inilah yang sejalan dengan fatwa MUI sebelumya tentang keharaman sekularisme dan
liberalisme.
Pijakan fatwa
Persoalan halal-haram dalam Islam bukanlah perkara sepele, menetapkan sesuatu yang
m.hizbut-tahrir.or.id/2013/12/28/umat-membutuhkan-fatwa-haramnya-terlibat-dalam-sistem-sekuler-bukan-haramnya-golput/

2/6
28/12/13

Hizbut Tahrir Indonesia » Blog Archive » Umat Membutuhkan Fatwa Haramnya Terlibat Dalam Sistem Sekuler, Bukan Haramnya Golput!

mubah menjad haram sama tercelanya dengan menetapkan suatu yang haram menjadi mubah.
Disamping itu, selain menyoal relevansinya dengan persoalan di tengah-tengah masyarakat,
yang lebih penting adalah mencermati pijakannya. Sebab fatwa pijakannya dalil, bukan
kepentingan, meski banyak orang menilai bahwa unsur politiknya yang justru lebih kental.
Dalam penetapannya fatwa tentang golput ini berpijak pada beberapa dalil Al-Quran hadis
Hadis, kaidah-kaidah fiqih dan pernyataan para fuqaha.
Dari Al-Quran, yaitu surat surat an-Nisa : 59 yang artrinya, “ Hai orang-orang yang beriman,
taatilah Allah dan taatilah Rasul(Nya) dan ulil amri di antara kamu.”
Sementara dalil dari hadis Rasulullah Saw di antara hadis riwayat al-Bukhari yang artinya, “Jika
suatu perkara diserahkan kepada selain ahlinya maka tunggulah waktunya;” dan hadis
riwayat Ahmad yang artinya, “Tidak halal bagi tiga orang yang bepergian kecuali mereka
mengangkat di antara mereka seorang pemimpin.”
Di antara kaedah fikih adalah kaedah yang artinya, “Apabila suatu kewajiban tidak dapat
dilaksanakan secara sempurna tanpa adanya sesuatu yang lain, maka pelaksanaan sesuatu
yang lain tersebut hukumnya juga wajib” dan kaedah yang artinya, “Sesuatu yang tidak
didapatkan semua (sebagaimana mestinya), seyogianya tidak ditinggalkan semuanya.”
Salah satu kutipan dari al-Mawardi artinya, “Kepemimpinan (al-imamah) merupakan tempat
pengganti kenabian dalam menjaga agama dan mengatur dunia, dan memilih orang yang
menduduki kepemimpinan tersebut hyukumnya adalah wajib menurut ijma`.”
Perkara yang Harus Dicermati
Penarikan kesimpulan berupa butir-butir fatwa di atas dari dalil-dalil ini ada beberapa hal yang
perlu dicermati.Pertama: Tentang wajibnya mengangkat kepala negara, sebagaimana menjadi
poin dari seluruh pijakan fatwa ini (baik dalil alquran, as-sunnah, kaidah fiqih dan ushul fiqh,
serta kutipan pendapat fuqaha sebagaimana disebutkan diatas) bukanlah pendapat baru
dalam Islam melainkan sudah menjadi kesepakatan fuqaha di masa lalu. Para sabahat sendiri
menangguhkan pemakaman Nabi saw. dari hari Senin sampai ke hari Rabu karena menjaga
kevakuman pemimpin. Perintah Al-Quran untuk taat kepada pemimpin menuntut keharusan
adanya pemimpin yang dipatuhi. Karena itu, para ulama dari dahulu, seperti al-Baghdadi
(w.429 H), al-Mawardi (w.450 H), Ibn Hazm (w.456 H), Ibn Khaldun (w. 708 H) sampai para
ulama belakangan semua menyatakan wajibnya mengangkat kepala negara untuk
menegakkan agama dan mewujudkan kemaslahatan-kemaslahatan umat.
Namun perlu digarisbawahi bahwa kewajiban ini merupakan fardhu kifayah (kewajiban kolektif),
bukan fardhu a’in yang membuat seluruh umat Islam wajib terlibat dalam proses
pengangkatannya. Karenanya para fuqaha kemudian membagi pemba’itan itu kedalam dua
hal. Yakni bai’at in’iqad(proses pengangkatan khalifah hingga ia sah menjadi pemimpin kaum
m.hizbut-tahrir.or.id/2013/12/28/umat-membutuhkan-fatwa-haramnya-terlibat-dalam-sistem-sekuler-bukan-haramnya-golput/

3/6
28/12/13

Hizbut Tahrir Indonesia » Blog Archive » Umat Membutuhkan Fatwa Haramnya Terlibat Dalam Sistem Sekuler, Bukan Haramnya Golput!

muslimin) yang hukumnya fardhu kifayah, dan bai’at tho’at (keta’atan terhadap pemimpin yang
sudah sah menjadi khalifah) yang hukumnya fardhu a’in bagi setiap indivivu muslim. Sehingga
penggunaan kaidah“mâlâ yatimmul wâjib illa bihi fa huwa wajib” dalam kontek keikutsertaan
seluruh warga negara dalam proses pemilu tidak tepat. Sebab, keta’atan terhadap pemimpin
seharusnya sudah bisa diwujudkan bila ada sebagian umat Islam yang melakukannya.
Itupun jika pemerintah yang diangkat pemimpin yang diangkat itu menerapkan syariah hingga
ia patut diata’ati. Bila tidak, seperti yang terjadi dalam sistem demokrasi saat ini, dimana
pemerintah yang ada diangkat bukan untuk menerapkan hukum Allah Swt, melainkan hukum
buatan akal manusia, maka kaidah “mâlâ yatimmul wâjib illa bihi” lebih tepat digunakan
dalam rangka mengganti sistem yang ada saat ini dengan sistem Islam, bukan malah
melegitimasi kerusakan yang ada.
Kedua: Kaidah yang menyatkan:
”‫“ﻣﺎ ﻻ ﯾدرك ﻛﻠﮫ ﻻ ﯾﺗرك ﺟﻠﮫ‬
“Sesuatu yang tidak didapatkan semua (sebagaimana mestinya), seyogianya tidak
ditinggalkan sebagian (besarnyanya)”
Sebelum mengguanakan kaidah ini perlu kita dudukan terlebih dahulu bawah, pertama: kaidah
ini adalah kaidah fiqih bukan kaidah ushul seperti kaidah “mâlâ yatimmul wâjib illa bihi fa huwa
wajib”. Para ulam sendiri berbeda pendapat tentang penggunaan kaidah fiqih dalam
berijtihad. Sebab pada dasarnya kaidah fiqih adalah rowabith al-furu’ al-fiqhiyyah almutasyabihah (simpul dari beberapa hukum fiqih yang memeliki kemiripan). Sehingga
sebagian ulamanya menyebutnya dengan dhowabit fiqhiyyah (patokan atau setandar fiqih)
atau al-asyasbah wa an-nazhoir(sesuatu yang memiliki kemiripan dan persamaan). Dengan
kata lain kaidah fiqih keberadaannya setelah hukum-hukum fiqih, menggabungkan hukumhukum yang memiliki kemiripan dalam satu kaidah, bukan sebagai dasar fiqih. Ini adalah
pendapat Imam al-haromain al-juwaniy dari (Lihat: ghiyastul umam, lil Imam a-Juwaini, hal 260),
Ibnu daqîqil ‘Îd sebagai mana dinukil Ibnu Farhun (Lihat: ad-Dîbâj al-madzhab, libni farjhun almalikiy, juz 1 hal. 74), Ibnu Nujaim sebaigaiman dinukil al-hamawiy (lihat: ghamz uyunil bashoir,
lil Hamawiy, juz 1 hal. 38).
Kedua: Meski kaidah ini sangat masyhur dan banyak digunakan dalam beristidlal secara
langsung, namun sulit kita temukan dalam kitab-kitab fiqih klasik. Yang ada adalah kaidah yang
hampir semaknanya denganya yakni kaidah:
”‫“إذا ﻛﺎن رﺿﺎ اﻟﺧﻠق ﻣﻌﺳور ﻻﯾدرك، ﻛﺎن ﻣﯾﺳور ه ﻻ ﯾﺗرك‬
ُ
ِ
“Bila keridhoan Kholik yang sulit itu tidak dapat dicapai, maka yang mudah darinya tidak boleh
ditinggalkan” Lafadz ini dinyatakan oleh Abi Thoyyib as-Su’lukiy (404 H)

m.hizbut-tahrir.or.id/2013/12/28/umat-membutuhkan-fatwa-haramnya-terlibat-dalam-sistem-sekuler-bukan-haramnya-golput/

4/6
28/12/13

Hizbut Tahrir Indonesia » Blog Archive » Umat Membutuhkan Fatwa Haramnya Terlibat Dalam Sistem Sekuler, Bukan Haramnya Golput!

”‫“اﻟﻌﺟز ﻋن ﺑﻌض اﻟواﺟﺑﺎت ﻻ ﯾﺳﻘط ﻣﺎ ﺑﻘﻲ ﻣﻧﮭﺎ‬
“Ketidakmampuan untuk melaksanakan sebagian kewajiban tidak menggugurkan kewajiban
lainnya” Dinyatakan oleh Imam al-mawardi (450H)
”‫“اﻟﻣﻘدور ﻋﻠﯾﮫ ﻻ ﯾﺳﻘط ﺑﺳﻘوط اﻟﻣﻌﺟوز‬
“(kewajiban) yang mampu dilaksanakan tidaklah gugur bersama kewajiban lain yang tidak
dapat dilaksanakan”. Dinyatakan oleh Imam al-Haromain al-Juwainiy (478H) yang kemudian
lafadz beliu ini masyhur disingkat dengan:
”‫“اﻟﻣﯾﺳور ﻻ ﯾﺳﻘط ﺑﺎﻟﻣﻌﺳور‬
“Yang mudah tidak bisa gugur karena yang sulit”
‘Ala kulli hal, seandanya kaidah-kaidah ini bisa digunakan secara langsung dalam ber-istidlal
(meski sebagian ulama menolaknya sebagaimana dijelaskan di poin pertama), tentu kaidah ini
tidak bisa diterapkan dalam kasus pemilu.
Alasannya, mengangkat pemimpin hukumnya fardhu kifayah, dan itu bisa dilakukan oleh
sebagian kalangan kaum muslimin. Tidak harus seluruh umat Islam. Pelaksanaan kewajiban ini
telah tuntas dilakukan, bila yang dimaksud hanya sekedar adanya pemimpin. Namun bila yang
dimaksud adalah mengankat pemimpin yang amanah dan diangkat untuk menerapkan sistem
syariah, tentu tidak bisa dilakukakan saat ini mengingat sistem yang diterapkan bukan sistem
Islam, meski seluruh warga negara berpartisipasi dalam pemilu. Jadi ukurannya bukan hanya
sekedar individu pemimpin tapi sistem yang akan diterapkan setelah seseorang itu jadi
pemimpin.
Kewajiban ini tentu tidak bisa dipisahkan satu sama lain. Sebab menerapkan sistem yang tidak
sesuai dengan Islam hukumnya haram. Sementara setiap orang yang terpilih dalam pemilu itu
harus menerapkan seluruh perundang-undangan yang berlaku. Hal itu berarti melegitimasi
penerapan hukum yang bukan berasal dari Allah SWT.
Seorang pemimpin terpilih jelas ia tidak bisa hanya menerapkan hukum-hukum yang sesuai
dengan Islam dan meninggalkan sebagian yang lain yang jelas bertentangan dengan Islam
sehingga dikatakan ini yang maqdur(bisa dilakukan), sementara hukum Islam yang
lain ma’juz (belum bisa dilaksanakan). Tidak, sekali lagi bukan hanya itu. Ia wajib
melaksanakan seluruh perundangan baik itu sesuai dengan Islam atau bertentangan dengan
Islam. (Lajnah Tsaqofiyah Hizbut Tahrir Indonesia)

m.hizbut-tahrir.or.id/2013/12/28/umat-membutuhkan-fatwa-haramnya-terlibat-dalam-sistem-sekuler-bukan-haramnya-golput/

5/6
28/12/13

Hizbut Tahrir Indonesia » Blog Archive » Umat Membutuhkan Fatwa Haramnya Terlibat Dalam Sistem Sekuler, Bukan Haramnya Golput!

Baca juga :
1.
2.
3.
4.

Ismail Yusanto: Seharusnya Fatwa Haram Terlibat dalam Sistem Sekuler
Fatwa Haram Golput Sekjen PDIP: Mubazir, Kasihan Yang Bikin Fatwa
Tanggapan Hizbut Tahrir Indonesia Terhadap Fatwa MUI Tentang Golput
Live Interaktif Radio Bersama HTI di Malang: Mendudukkan Fatwa MUI GOLPUT
HARAM
5. Fatwa Haram Golput Langgengkan Bobroknya Politik Indonesia

m.hizbut-tahrir.or.id/2013/12/28/umat-membutuhkan-fatwa-haramnya-terlibat-dalam-sistem-sekuler-bukan-haramnya-golput/

6/6

More Related Content

Similar to Umat Membutuhkan fatwa haramnya terlibat dalam sistem sekuler, bukan haramnya golput!

Ustadz felix siauw fatwa golput haram, isyarat gagalnya demokrasi
Ustadz felix siauw   fatwa golput haram, isyarat gagalnya demokrasiUstadz felix siauw   fatwa golput haram, isyarat gagalnya demokrasi
Ustadz felix siauw fatwa golput haram, isyarat gagalnya demokrasiRizky Faisal
 
Syura vs demokrasi
Syura vs demokrasiSyura vs demokrasi
Syura vs demokrasiHariz Jaafar
 
Sistempemerintahandemokrasidalamperspektiffikihsiyasah 130324080124-phpapp01
Sistempemerintahandemokrasidalamperspektiffikihsiyasah 130324080124-phpapp01Sistempemerintahandemokrasidalamperspektiffikihsiyasah 130324080124-phpapp01
Sistempemerintahandemokrasidalamperspektiffikihsiyasah 130324080124-phpapp01Dancha GazeRockz
 
Legislasi demokrasi vs islam
Legislasi demokrasi vs islamLegislasi demokrasi vs islam
Legislasi demokrasi vs islamRizky Faisal
 
Perubahan hakiki bukan dari pemilu
Perubahan hakiki bukan dari pemiluPerubahan hakiki bukan dari pemilu
Perubahan hakiki bukan dari pemiluRizky Faisal
 
Hukum pemilu legislatif dan presiden
Hukum pemilu legislatif dan presidenHukum pemilu legislatif dan presiden
Hukum pemilu legislatif dan presidenRizky Faisal
 
KB 4-Konsep Pemerintahan dlm Islam.pdf
KB 4-Konsep Pemerintahan dlm Islam.pdfKB 4-Konsep Pemerintahan dlm Islam.pdf
KB 4-Konsep Pemerintahan dlm Islam.pdf
muhamadizlis
 
Pp etika islam dalam aspek politik
Pp etika islam dalam aspek politikPp etika islam dalam aspek politik
Pp etika islam dalam aspek politikUmi Nisa
 
BAB 9 Demokrasi Dan Politil Islam.docx
BAB 9 Demokrasi Dan Politil Islam.docxBAB 9 Demokrasi Dan Politil Islam.docx
BAB 9 Demokrasi Dan Politil Islam.docx
MAshariBasri1
 
Tarbiyah siyasiyah
Tarbiyah siyasiyahTarbiyah siyasiyah
Tarbiyah siyasiyah
Melissa Soraya
 
190036587 makalah-demokrasi-dalam-islam
190036587 makalah-demokrasi-dalam-islam190036587 makalah-demokrasi-dalam-islam
190036587 makalah-demokrasi-dalam-islam
caturprasetyo11tgb1
 
Pentingnya Muktamar Khilafah 1434 H
Pentingnya Muktamar Khilafah 1434 HPentingnya Muktamar Khilafah 1434 H
Pentingnya Muktamar Khilafah 1434 HAlat_Survey_Pemetaan
 
Khilafah
KhilafahKhilafah
Khilafah
Kanna Burdin
 
Tidak ada metode baku meraih mandat kekuasaan dalam islam?
Tidak ada metode baku meraih mandat kekuasaan dalam islam?Tidak ada metode baku meraih mandat kekuasaan dalam islam?
Tidak ada metode baku meraih mandat kekuasaan dalam islam?Rizky Faisal
 
Wajibkah mengangkat penguasa di negara sekular
Wajibkah mengangkat penguasa di negara sekular Wajibkah mengangkat penguasa di negara sekular
Wajibkah mengangkat penguasa di negara sekular FlamencoRizky
 
Muktamar Khilafah dan Peta Politik Sikap Umat Terhadap Khilafah
Muktamar Khilafah dan Peta Politik Sikap Umat Terhadap KhilafahMuktamar Khilafah dan Peta Politik Sikap Umat Terhadap Khilafah
Muktamar Khilafah dan Peta Politik Sikap Umat Terhadap KhilafahAlat_Survey_Pemetaan
 
Kepemimpinan dalam islam bahan ngajar
Kepemimpinan dalam islam bahan ngajarKepemimpinan dalam islam bahan ngajar
Kepemimpinan dalam islam bahan ngajar
Iyeh Solichin
 
LK4- RESUME .docx
LK4- RESUME .docxLK4- RESUME .docx
LK4- RESUME .docx
Soufani Akbar
 
Kepemimpinan_Dr._Sarjana_Sigit_Wahyudi.doc
Kepemimpinan_Dr._Sarjana_Sigit_Wahyudi.docKepemimpinan_Dr._Sarjana_Sigit_Wahyudi.doc
Kepemimpinan_Dr._Sarjana_Sigit_Wahyudi.doc
aslah6
 

Similar to Umat Membutuhkan fatwa haramnya terlibat dalam sistem sekuler, bukan haramnya golput! (20)

Ustadz felix siauw fatwa golput haram, isyarat gagalnya demokrasi
Ustadz felix siauw   fatwa golput haram, isyarat gagalnya demokrasiUstadz felix siauw   fatwa golput haram, isyarat gagalnya demokrasi
Ustadz felix siauw fatwa golput haram, isyarat gagalnya demokrasi
 
Syura vs demokrasi
Syura vs demokrasiSyura vs demokrasi
Syura vs demokrasi
 
Sistempemerintahandemokrasidalamperspektiffikihsiyasah 130324080124-phpapp01
Sistempemerintahandemokrasidalamperspektiffikihsiyasah 130324080124-phpapp01Sistempemerintahandemokrasidalamperspektiffikihsiyasah 130324080124-phpapp01
Sistempemerintahandemokrasidalamperspektiffikihsiyasah 130324080124-phpapp01
 
Legislasi demokrasi vs islam
Legislasi demokrasi vs islamLegislasi demokrasi vs islam
Legislasi demokrasi vs islam
 
Perubahan hakiki bukan dari pemilu
Perubahan hakiki bukan dari pemiluPerubahan hakiki bukan dari pemilu
Perubahan hakiki bukan dari pemilu
 
Hukum pemilu legislatif dan presiden
Hukum pemilu legislatif dan presidenHukum pemilu legislatif dan presiden
Hukum pemilu legislatif dan presiden
 
KB 4-Konsep Pemerintahan dlm Islam.pdf
KB 4-Konsep Pemerintahan dlm Islam.pdfKB 4-Konsep Pemerintahan dlm Islam.pdf
KB 4-Konsep Pemerintahan dlm Islam.pdf
 
Pp etika islam dalam aspek politik
Pp etika islam dalam aspek politikPp etika islam dalam aspek politik
Pp etika islam dalam aspek politik
 
BAB 9 Demokrasi Dan Politil Islam.docx
BAB 9 Demokrasi Dan Politil Islam.docxBAB 9 Demokrasi Dan Politil Islam.docx
BAB 9 Demokrasi Dan Politil Islam.docx
 
Tarbiyah siyasiyah
Tarbiyah siyasiyahTarbiyah siyasiyah
Tarbiyah siyasiyah
 
190036587 makalah-demokrasi-dalam-islam
190036587 makalah-demokrasi-dalam-islam190036587 makalah-demokrasi-dalam-islam
190036587 makalah-demokrasi-dalam-islam
 
Pentingnya Muktamar Khilafah 1434 H
Pentingnya Muktamar Khilafah 1434 HPentingnya Muktamar Khilafah 1434 H
Pentingnya Muktamar Khilafah 1434 H
 
Khilafah
KhilafahKhilafah
Khilafah
 
Tidak ada metode baku meraih mandat kekuasaan dalam islam?
Tidak ada metode baku meraih mandat kekuasaan dalam islam?Tidak ada metode baku meraih mandat kekuasaan dalam islam?
Tidak ada metode baku meraih mandat kekuasaan dalam islam?
 
Wajibkah mengangkat penguasa di negara sekular
Wajibkah mengangkat penguasa di negara sekular Wajibkah mengangkat penguasa di negara sekular
Wajibkah mengangkat penguasa di negara sekular
 
Islam dan demokrasi
Islam dan demokrasiIslam dan demokrasi
Islam dan demokrasi
 
Muktamar Khilafah dan Peta Politik Sikap Umat Terhadap Khilafah
Muktamar Khilafah dan Peta Politik Sikap Umat Terhadap KhilafahMuktamar Khilafah dan Peta Politik Sikap Umat Terhadap Khilafah
Muktamar Khilafah dan Peta Politik Sikap Umat Terhadap Khilafah
 
Kepemimpinan dalam islam bahan ngajar
Kepemimpinan dalam islam bahan ngajarKepemimpinan dalam islam bahan ngajar
Kepemimpinan dalam islam bahan ngajar
 
LK4- RESUME .docx
LK4- RESUME .docxLK4- RESUME .docx
LK4- RESUME .docx
 
Kepemimpinan_Dr._Sarjana_Sigit_Wahyudi.doc
Kepemimpinan_Dr._Sarjana_Sigit_Wahyudi.docKepemimpinan_Dr._Sarjana_Sigit_Wahyudi.doc
Kepemimpinan_Dr._Sarjana_Sigit_Wahyudi.doc
 

More from Rizky Faisal

Dunia islam harus bangkit
Dunia islam harus bangkitDunia islam harus bangkit
Dunia islam harus bangkitRizky Faisal
 
Islam, sekulerisme dan indonesia
Islam, sekulerisme dan indonesiaIslam, sekulerisme dan indonesia
Islam, sekulerisme dan indonesiaRizky Faisal
 
Separatisme, terorisme dan negara islam dalam sorotan
Separatisme, terorisme dan negara islam dalam sorotanSeparatisme, terorisme dan negara islam dalam sorotan
Separatisme, terorisme dan negara islam dalam sorotanRizky Faisal
 
Terorisme dan negara islam
Terorisme dan negara islamTerorisme dan negara islam
Terorisme dan negara islamRizky Faisal
 
Bahaya mengambil ideologi selain islam
Bahaya mengambil ideologi selain islamBahaya mengambil ideologi selain islam
Bahaya mengambil ideologi selain islamRizky Faisal
 
Propaganda negatif mengenai sebuah ukm keislaman
Propaganda negatif mengenai sebuah ukm keislamanPropaganda negatif mengenai sebuah ukm keislaman
Propaganda negatif mengenai sebuah ukm keislamanRizky Faisal
 
Mengabaikan kemungkaran, menuai hukuman
Mengabaikan kemungkaran, menuai hukumanMengabaikan kemungkaran, menuai hukuman
Mengabaikan kemungkaran, menuai hukumanRizky Faisal
 
Apa pula itu cabe cabean dan terong-terongan
Apa pula itu cabe cabean dan terong-teronganApa pula itu cabe cabean dan terong-terongan
Apa pula itu cabe cabean dan terong-teronganRizky Faisal
 
Parah, persatuan gereja indonesia dukung ahok bangun kembali lokalisasi perzi...
Parah, persatuan gereja indonesia dukung ahok bangun kembali lokalisasi perzi...Parah, persatuan gereja indonesia dukung ahok bangun kembali lokalisasi perzi...
Parah, persatuan gereja indonesia dukung ahok bangun kembali lokalisasi perzi...Rizky Faisal
 
KALAM UPI - FK UKM UPI
KALAM UPI - FK UKM UPIKALAM UPI - FK UKM UPI
KALAM UPI - FK UKM UPIRizky Faisal
 
Buku mentoring islam saja
Buku mentoring islam sajaBuku mentoring islam saja
Buku mentoring islam sajaRizky Faisal
 
Zionisme pancasila
Zionisme pancasilaZionisme pancasila
Zionisme pancasila
Rizky Faisal
 
Dusta sejarah kaum salibis dan islam liberal atas piagam perdamaian rasulullah
Dusta sejarah kaum salibis dan islam liberal atas piagam perdamaian rasulullahDusta sejarah kaum salibis dan islam liberal atas piagam perdamaian rasulullah
Dusta sejarah kaum salibis dan islam liberal atas piagam perdamaian rasulullahRizky Faisal
 
Pemerintahan sekuler turki goyah karena skandal korupsi
Pemerintahan sekuler turki goyah karena skandal korupsiPemerintahan sekuler turki goyah karena skandal korupsi
Pemerintahan sekuler turki goyah karena skandal korupsiRizky Faisal
 
Perubahan strategi penjajahan
Perubahan strategi penjajahanPerubahan strategi penjajahan
Perubahan strategi penjajahanRizky Faisal
 
Aids dan homoseksual
Aids dan homoseksualAids dan homoseksual
Aids dan homoseksualRizky Faisal
 
Nasib dua golongan yang berbeda
Nasib dua golongan yang berbedaNasib dua golongan yang berbeda
Nasib dua golongan yang berbedaRizky Faisal
 
Bagaimana hukum menjadi tkw
Bagaimana hukum menjadi tkw Bagaimana hukum menjadi tkw
Bagaimana hukum menjadi tkw Rizky Faisal
 

More from Rizky Faisal (19)

Dunia islam harus bangkit
Dunia islam harus bangkitDunia islam harus bangkit
Dunia islam harus bangkit
 
Islam, sekulerisme dan indonesia
Islam, sekulerisme dan indonesiaIslam, sekulerisme dan indonesia
Islam, sekulerisme dan indonesia
 
Separatisme, terorisme dan negara islam dalam sorotan
Separatisme, terorisme dan negara islam dalam sorotanSeparatisme, terorisme dan negara islam dalam sorotan
Separatisme, terorisme dan negara islam dalam sorotan
 
Terorisme dan negara islam
Terorisme dan negara islamTerorisme dan negara islam
Terorisme dan negara islam
 
Bahaya mengambil ideologi selain islam
Bahaya mengambil ideologi selain islamBahaya mengambil ideologi selain islam
Bahaya mengambil ideologi selain islam
 
Topi tahun baru
Topi tahun baruTopi tahun baru
Topi tahun baru
 
Propaganda negatif mengenai sebuah ukm keislaman
Propaganda negatif mengenai sebuah ukm keislamanPropaganda negatif mengenai sebuah ukm keislaman
Propaganda negatif mengenai sebuah ukm keislaman
 
Mengabaikan kemungkaran, menuai hukuman
Mengabaikan kemungkaran, menuai hukumanMengabaikan kemungkaran, menuai hukuman
Mengabaikan kemungkaran, menuai hukuman
 
Apa pula itu cabe cabean dan terong-terongan
Apa pula itu cabe cabean dan terong-teronganApa pula itu cabe cabean dan terong-terongan
Apa pula itu cabe cabean dan terong-terongan
 
Parah, persatuan gereja indonesia dukung ahok bangun kembali lokalisasi perzi...
Parah, persatuan gereja indonesia dukung ahok bangun kembali lokalisasi perzi...Parah, persatuan gereja indonesia dukung ahok bangun kembali lokalisasi perzi...
Parah, persatuan gereja indonesia dukung ahok bangun kembali lokalisasi perzi...
 
KALAM UPI - FK UKM UPI
KALAM UPI - FK UKM UPIKALAM UPI - FK UKM UPI
KALAM UPI - FK UKM UPI
 
Buku mentoring islam saja
Buku mentoring islam sajaBuku mentoring islam saja
Buku mentoring islam saja
 
Zionisme pancasila
Zionisme pancasilaZionisme pancasila
Zionisme pancasila
 
Dusta sejarah kaum salibis dan islam liberal atas piagam perdamaian rasulullah
Dusta sejarah kaum salibis dan islam liberal atas piagam perdamaian rasulullahDusta sejarah kaum salibis dan islam liberal atas piagam perdamaian rasulullah
Dusta sejarah kaum salibis dan islam liberal atas piagam perdamaian rasulullah
 
Pemerintahan sekuler turki goyah karena skandal korupsi
Pemerintahan sekuler turki goyah karena skandal korupsiPemerintahan sekuler turki goyah karena skandal korupsi
Pemerintahan sekuler turki goyah karena skandal korupsi
 
Perubahan strategi penjajahan
Perubahan strategi penjajahanPerubahan strategi penjajahan
Perubahan strategi penjajahan
 
Aids dan homoseksual
Aids dan homoseksualAids dan homoseksual
Aids dan homoseksual
 
Nasib dua golongan yang berbeda
Nasib dua golongan yang berbedaNasib dua golongan yang berbeda
Nasib dua golongan yang berbeda
 
Bagaimana hukum menjadi tkw
Bagaimana hukum menjadi tkw Bagaimana hukum menjadi tkw
Bagaimana hukum menjadi tkw
 

Umat Membutuhkan fatwa haramnya terlibat dalam sistem sekuler, bukan haramnya golput!

  • 1. 28/12/13 Hizbut Tahrir Indonesia » Blog Archive » Umat Membutuhkan Fatwa Haramnya Terlibat Dalam Sistem Sekuler, Bukan Haramnya Golput! Umat Membutuhkan Fatwa Haramnya Terlibat Dalam Sistem Sekuler, Bukan Haramnya Golput! December 28th, 2013 by farid Jelang pemilu 2014 fatwa “keharaman” golput kembali jadi sorotan. Pro-kontra terus terjadi baik dari sisi istidhlal (dasar penetapan hukumnya) maupun relevansinya bagi kemaslahatan umat. Mengingat alih-alih menyelesaikan masalah, kondisi negri ini semakin hari semakin terpuruk, meski lima tahun sudah fatwa ini dipertahankan dan diikuti seruan-seruan serupa dari MUI diberbagai daerah. Sebagai contoh, Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Samarinda mengeluarkan fatwa haram golput atau tidak memilih pada Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Kalimantan Timur 2013-2018. Dari sisi isi, fatwa MUI sebagai hasil Melalui forum Ijtima’ Ulama yang diselenggarakan pada 24 – 26 Januari 2009 lalu di Padang Panjang, Sumatera Barat, menyatakan bahwa, pertama: Pemilihan umum dalam pandangan Islam adalah upaya untuk memilih pemimpin atau wakil yang memenuhi syarat-syarat ideal bagi terwujudnya cita-cita bersama sesuai dengan aspirasi umat dan kepentingan bangsa. Kedua: Memilih pemimpin dalam Islam adalah kewajiban untuk menegakkan imamah dan imarah dalam kehidupan bersama. Ketiga: Imamah dan imarah dalam Islam menghajatkan syarat-syarat sesuai dengan ketentuan agama agar terwujud kemashlahatan dalam masyarakat. Keempat: Memilih pemimpin yang beriman dan bertakwa, jujur (shiddiq), terpercaya (amanah), aktif dan aspiratif (tabligh), mempunyai kemampuan (fathonah), dan memperjuangkan kepentingan umat Islam hukumnya adalah wajib. Kelima: Memilih pemimpin yang tidak memenuhi syarat-syarat sebagaimana disebutkan dalam butir 1 (satu) atau tidak memilih sama sekali padahal ada calon yang memenuhi syarat hukumnya adalah haram. Selanjutnya fatwa ini diikuti dengan dua rekomendasi, yakni: (1) Umat Islam dianjurkan untuk memilih pemimpin dan wakil-wakilnya yang mengemban tugas amar makruf nahi munkar; (2) Pemerintah dan penyelenggara pemilu perlu meningkatkan sosialisasi penyelenggaraan pemilu agar partisipasi masyarakat dapat meningkat, sehingga hak masyarakat terpenuhi. Relevansi fatwa Dari point-point di atas jelas, bahwa fatwa ini lebih ditunjukan kepada masyarakat. Padahal kerusakan (fasad) yang terjadi di negeri ini adalah buah dari penerapan sistem demokrasi sekuler. Dengan kata lain, seandainya seluruh masyarakat berpartisipasi dalam pemilu itu tidak menjamin negeri ini menjadi baik. Justru sebagian masyarakat (tidak seluruhnya) menjadikan golput sebagai ungkapan protes terhadap kepemimpinan yang ada. Meski hal ini tentu tidak menyelesaikan persoalan namun hal itu dianggap akan mengurangi legitimasi m.hizbut-tahrir.or.id/2013/12/28/umat-membutuhkan-fatwa-haramnya-terlibat-dalam-sistem-sekuler-bukan-haramnya-golput/ 1/6
  • 2. 28/12/13 Hizbut Tahrir Indonesia » Blog Archive » Umat Membutuhkan Fatwa Haramnya Terlibat Dalam Sistem Sekuler, Bukan Haramnya Golput! kerusakan pengaturan yang dilakukan para pemimpin terpilih. Sebaliknya, “memaksa” masyarakat berpartisipasi dalam pemilu berarti melegitimasi kerusakan kepemimpinan yang ada. Karenya tak heran sejak fatwa ini dikelurkan muncul berbagai tanggapan penolakan. Pengamat politik Indobarometer M. Qodari bahkan menilai, dengan fatwa tersebut MUI telah melanggengkan bobroknya sistem politik di Indonesia. “Kalau mereka dilarang untuk golput, hal itu justru menjustifikasi sistem politik yang tidak baik. Fatwa harusnya menganjurkan pada kebaikan,” jelas Qodari (Detik.com, 26/1/2009). Komentar tajam juga dilontarkan oleh pengamat politik dan ekonomi, Ichsanuddin Noorsy. Menurut Noorsy, MUI tidak konsisten dalam berpijak mengeluarkan fatwanya. Sebab, Pemilu yang dilakukan dengan basis individual atau demokrasi liberal merupakan pemikiran Barat. Karenanya, Noorsy menambahkan, alasan dan argumen rasional MUI lemah. “Fatwa MUI kali ini pun gagal merujuk al-Quran dan Hadis. Kalau fatwa ini mempertimbangkan kebaikan, berarti MUI mengabaikan kebenaran ajaran dan kecerdasan masyarakat,” tegasnya. (Detik.com, 27/01/2009) Betul saat ini fenomena golput terjadi-mana. Angka partisipasi masyarakat dalam pemilu dan pilkada semakin menurun. Dalam pemilu 2009 angka golput (hak pilih yang tidak datang ke TPS dan surat sura tidak sah) hampir mencapai 40 persen, yakni 67 juta suara dari sekitar 171 penduduk yang tecacat memiliki hak memilih.Bahkan dibeberapa daerah angka lebih besar lagi. Pilgub Sumut 2013 misalnya, angka partisipasi hanya 48,5 persen. Dengan demikian, angka golput mencapai 51,5 persen. Hal yang sama terjadi di Jawa Tengah, angka partisipasi pemilihnya 52 persen. Fakta-fakta diatas menunjukan bahwa sistem politik itu sudah tidak berjalan. Kalau dikembalikan kepada sistem demokrasi yang menganut konsep kedaulatan dan kehendak rakyat, maka seharusnya fakta diatas itu dibaca sebagai ungkapan protes masyarakat.Kemungkinan masyarakat menghendaki sebuah perubahan yang lebih mendasar. Dalam kacamata Islam perubahan mendasar itu adalah penerapan hukum-hukum Islam yang dengannya kemaslahatan umat bisa diwujudkan. Bukan dengan mempertahankan sistem demokrasi yang menyengsarakan rakyat dan membuat mereka tidak percaya terhadap pemimpinnya. Jadi seharusnya MUI mengeluarkan fatwa tentang keharaman terlibat dalam sistem sekuler serta kewajiban menerapkan syariat bagi setiap orang yang terpilih menjadi pemimpin. Justru fatwa inilah yang sejalan dengan fatwa MUI sebelumya tentang keharaman sekularisme dan liberalisme. Pijakan fatwa Persoalan halal-haram dalam Islam bukanlah perkara sepele, menetapkan sesuatu yang m.hizbut-tahrir.or.id/2013/12/28/umat-membutuhkan-fatwa-haramnya-terlibat-dalam-sistem-sekuler-bukan-haramnya-golput/ 2/6
  • 3. 28/12/13 Hizbut Tahrir Indonesia » Blog Archive » Umat Membutuhkan Fatwa Haramnya Terlibat Dalam Sistem Sekuler, Bukan Haramnya Golput! mubah menjad haram sama tercelanya dengan menetapkan suatu yang haram menjadi mubah. Disamping itu, selain menyoal relevansinya dengan persoalan di tengah-tengah masyarakat, yang lebih penting adalah mencermati pijakannya. Sebab fatwa pijakannya dalil, bukan kepentingan, meski banyak orang menilai bahwa unsur politiknya yang justru lebih kental. Dalam penetapannya fatwa tentang golput ini berpijak pada beberapa dalil Al-Quran hadis Hadis, kaidah-kaidah fiqih dan pernyataan para fuqaha. Dari Al-Quran, yaitu surat surat an-Nisa : 59 yang artrinya, “ Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul(Nya) dan ulil amri di antara kamu.” Sementara dalil dari hadis Rasulullah Saw di antara hadis riwayat al-Bukhari yang artinya, “Jika suatu perkara diserahkan kepada selain ahlinya maka tunggulah waktunya;” dan hadis riwayat Ahmad yang artinya, “Tidak halal bagi tiga orang yang bepergian kecuali mereka mengangkat di antara mereka seorang pemimpin.” Di antara kaedah fikih adalah kaedah yang artinya, “Apabila suatu kewajiban tidak dapat dilaksanakan secara sempurna tanpa adanya sesuatu yang lain, maka pelaksanaan sesuatu yang lain tersebut hukumnya juga wajib” dan kaedah yang artinya, “Sesuatu yang tidak didapatkan semua (sebagaimana mestinya), seyogianya tidak ditinggalkan semuanya.” Salah satu kutipan dari al-Mawardi artinya, “Kepemimpinan (al-imamah) merupakan tempat pengganti kenabian dalam menjaga agama dan mengatur dunia, dan memilih orang yang menduduki kepemimpinan tersebut hyukumnya adalah wajib menurut ijma`.” Perkara yang Harus Dicermati Penarikan kesimpulan berupa butir-butir fatwa di atas dari dalil-dalil ini ada beberapa hal yang perlu dicermati.Pertama: Tentang wajibnya mengangkat kepala negara, sebagaimana menjadi poin dari seluruh pijakan fatwa ini (baik dalil alquran, as-sunnah, kaidah fiqih dan ushul fiqh, serta kutipan pendapat fuqaha sebagaimana disebutkan diatas) bukanlah pendapat baru dalam Islam melainkan sudah menjadi kesepakatan fuqaha di masa lalu. Para sabahat sendiri menangguhkan pemakaman Nabi saw. dari hari Senin sampai ke hari Rabu karena menjaga kevakuman pemimpin. Perintah Al-Quran untuk taat kepada pemimpin menuntut keharusan adanya pemimpin yang dipatuhi. Karena itu, para ulama dari dahulu, seperti al-Baghdadi (w.429 H), al-Mawardi (w.450 H), Ibn Hazm (w.456 H), Ibn Khaldun (w. 708 H) sampai para ulama belakangan semua menyatakan wajibnya mengangkat kepala negara untuk menegakkan agama dan mewujudkan kemaslahatan-kemaslahatan umat. Namun perlu digarisbawahi bahwa kewajiban ini merupakan fardhu kifayah (kewajiban kolektif), bukan fardhu a’in yang membuat seluruh umat Islam wajib terlibat dalam proses pengangkatannya. Karenanya para fuqaha kemudian membagi pemba’itan itu kedalam dua hal. Yakni bai’at in’iqad(proses pengangkatan khalifah hingga ia sah menjadi pemimpin kaum m.hizbut-tahrir.or.id/2013/12/28/umat-membutuhkan-fatwa-haramnya-terlibat-dalam-sistem-sekuler-bukan-haramnya-golput/ 3/6
  • 4. 28/12/13 Hizbut Tahrir Indonesia » Blog Archive » Umat Membutuhkan Fatwa Haramnya Terlibat Dalam Sistem Sekuler, Bukan Haramnya Golput! muslimin) yang hukumnya fardhu kifayah, dan bai’at tho’at (keta’atan terhadap pemimpin yang sudah sah menjadi khalifah) yang hukumnya fardhu a’in bagi setiap indivivu muslim. Sehingga penggunaan kaidah“mâlâ yatimmul wâjib illa bihi fa huwa wajib” dalam kontek keikutsertaan seluruh warga negara dalam proses pemilu tidak tepat. Sebab, keta’atan terhadap pemimpin seharusnya sudah bisa diwujudkan bila ada sebagian umat Islam yang melakukannya. Itupun jika pemerintah yang diangkat pemimpin yang diangkat itu menerapkan syariah hingga ia patut diata’ati. Bila tidak, seperti yang terjadi dalam sistem demokrasi saat ini, dimana pemerintah yang ada diangkat bukan untuk menerapkan hukum Allah Swt, melainkan hukum buatan akal manusia, maka kaidah “mâlâ yatimmul wâjib illa bihi” lebih tepat digunakan dalam rangka mengganti sistem yang ada saat ini dengan sistem Islam, bukan malah melegitimasi kerusakan yang ada. Kedua: Kaidah yang menyatkan: ”‫“ﻣﺎ ﻻ ﯾدرك ﻛﻠﮫ ﻻ ﯾﺗرك ﺟﻠﮫ‬ “Sesuatu yang tidak didapatkan semua (sebagaimana mestinya), seyogianya tidak ditinggalkan sebagian (besarnyanya)” Sebelum mengguanakan kaidah ini perlu kita dudukan terlebih dahulu bawah, pertama: kaidah ini adalah kaidah fiqih bukan kaidah ushul seperti kaidah “mâlâ yatimmul wâjib illa bihi fa huwa wajib”. Para ulam sendiri berbeda pendapat tentang penggunaan kaidah fiqih dalam berijtihad. Sebab pada dasarnya kaidah fiqih adalah rowabith al-furu’ al-fiqhiyyah almutasyabihah (simpul dari beberapa hukum fiqih yang memeliki kemiripan). Sehingga sebagian ulamanya menyebutnya dengan dhowabit fiqhiyyah (patokan atau setandar fiqih) atau al-asyasbah wa an-nazhoir(sesuatu yang memiliki kemiripan dan persamaan). Dengan kata lain kaidah fiqih keberadaannya setelah hukum-hukum fiqih, menggabungkan hukumhukum yang memiliki kemiripan dalam satu kaidah, bukan sebagai dasar fiqih. Ini adalah pendapat Imam al-haromain al-juwaniy dari (Lihat: ghiyastul umam, lil Imam a-Juwaini, hal 260), Ibnu daqîqil ‘Îd sebagai mana dinukil Ibnu Farhun (Lihat: ad-Dîbâj al-madzhab, libni farjhun almalikiy, juz 1 hal. 74), Ibnu Nujaim sebaigaiman dinukil al-hamawiy (lihat: ghamz uyunil bashoir, lil Hamawiy, juz 1 hal. 38). Kedua: Meski kaidah ini sangat masyhur dan banyak digunakan dalam beristidlal secara langsung, namun sulit kita temukan dalam kitab-kitab fiqih klasik. Yang ada adalah kaidah yang hampir semaknanya denganya yakni kaidah: ”‫“إذا ﻛﺎن رﺿﺎ اﻟﺧﻠق ﻣﻌﺳور ﻻﯾدرك، ﻛﺎن ﻣﯾﺳور ه ﻻ ﯾﺗرك‬ ُ ِ “Bila keridhoan Kholik yang sulit itu tidak dapat dicapai, maka yang mudah darinya tidak boleh ditinggalkan” Lafadz ini dinyatakan oleh Abi Thoyyib as-Su’lukiy (404 H) m.hizbut-tahrir.or.id/2013/12/28/umat-membutuhkan-fatwa-haramnya-terlibat-dalam-sistem-sekuler-bukan-haramnya-golput/ 4/6
  • 5. 28/12/13 Hizbut Tahrir Indonesia » Blog Archive » Umat Membutuhkan Fatwa Haramnya Terlibat Dalam Sistem Sekuler, Bukan Haramnya Golput! ”‫“اﻟﻌﺟز ﻋن ﺑﻌض اﻟواﺟﺑﺎت ﻻ ﯾﺳﻘط ﻣﺎ ﺑﻘﻲ ﻣﻧﮭﺎ‬ “Ketidakmampuan untuk melaksanakan sebagian kewajiban tidak menggugurkan kewajiban lainnya” Dinyatakan oleh Imam al-mawardi (450H) ”‫“اﻟﻣﻘدور ﻋﻠﯾﮫ ﻻ ﯾﺳﻘط ﺑﺳﻘوط اﻟﻣﻌﺟوز‬ “(kewajiban) yang mampu dilaksanakan tidaklah gugur bersama kewajiban lain yang tidak dapat dilaksanakan”. Dinyatakan oleh Imam al-Haromain al-Juwainiy (478H) yang kemudian lafadz beliu ini masyhur disingkat dengan: ”‫“اﻟﻣﯾﺳور ﻻ ﯾﺳﻘط ﺑﺎﻟﻣﻌﺳور‬ “Yang mudah tidak bisa gugur karena yang sulit” ‘Ala kulli hal, seandanya kaidah-kaidah ini bisa digunakan secara langsung dalam ber-istidlal (meski sebagian ulama menolaknya sebagaimana dijelaskan di poin pertama), tentu kaidah ini tidak bisa diterapkan dalam kasus pemilu. Alasannya, mengangkat pemimpin hukumnya fardhu kifayah, dan itu bisa dilakukan oleh sebagian kalangan kaum muslimin. Tidak harus seluruh umat Islam. Pelaksanaan kewajiban ini telah tuntas dilakukan, bila yang dimaksud hanya sekedar adanya pemimpin. Namun bila yang dimaksud adalah mengankat pemimpin yang amanah dan diangkat untuk menerapkan sistem syariah, tentu tidak bisa dilakukakan saat ini mengingat sistem yang diterapkan bukan sistem Islam, meski seluruh warga negara berpartisipasi dalam pemilu. Jadi ukurannya bukan hanya sekedar individu pemimpin tapi sistem yang akan diterapkan setelah seseorang itu jadi pemimpin. Kewajiban ini tentu tidak bisa dipisahkan satu sama lain. Sebab menerapkan sistem yang tidak sesuai dengan Islam hukumnya haram. Sementara setiap orang yang terpilih dalam pemilu itu harus menerapkan seluruh perundang-undangan yang berlaku. Hal itu berarti melegitimasi penerapan hukum yang bukan berasal dari Allah SWT. Seorang pemimpin terpilih jelas ia tidak bisa hanya menerapkan hukum-hukum yang sesuai dengan Islam dan meninggalkan sebagian yang lain yang jelas bertentangan dengan Islam sehingga dikatakan ini yang maqdur(bisa dilakukan), sementara hukum Islam yang lain ma’juz (belum bisa dilaksanakan). Tidak, sekali lagi bukan hanya itu. Ia wajib melaksanakan seluruh perundangan baik itu sesuai dengan Islam atau bertentangan dengan Islam. (Lajnah Tsaqofiyah Hizbut Tahrir Indonesia) m.hizbut-tahrir.or.id/2013/12/28/umat-membutuhkan-fatwa-haramnya-terlibat-dalam-sistem-sekuler-bukan-haramnya-golput/ 5/6
  • 6. 28/12/13 Hizbut Tahrir Indonesia » Blog Archive » Umat Membutuhkan Fatwa Haramnya Terlibat Dalam Sistem Sekuler, Bukan Haramnya Golput! Baca juga : 1. 2. 3. 4. Ismail Yusanto: Seharusnya Fatwa Haram Terlibat dalam Sistem Sekuler Fatwa Haram Golput Sekjen PDIP: Mubazir, Kasihan Yang Bikin Fatwa Tanggapan Hizbut Tahrir Indonesia Terhadap Fatwa MUI Tentang Golput Live Interaktif Radio Bersama HTI di Malang: Mendudukkan Fatwa MUI GOLPUT HARAM 5. Fatwa Haram Golput Langgengkan Bobroknya Politik Indonesia m.hizbut-tahrir.or.id/2013/12/28/umat-membutuhkan-fatwa-haramnya-terlibat-dalam-sistem-sekuler-bukan-haramnya-golput/ 6/6