Tongkonan, kerbau, dan simbol-simbol yang diukir pada rumah adat merupakan unsur penting dalam kebudayaan suku Toraja. Mereka mewakili kosmologi, status sosial, dan kepercayaan masyarakat Toraja.
Yap, kali ini saya membagi tentang salah satu teori yang ada di Sejarah Indonesia, yaitu Teori Yunan. Didalamnya kalian bisa mengetahui lebih banyak loh. Semoga bermanfaat! ;)
Sejarah Indonesia - Asal Usul Nenek Moyang IndonesiaSatria Raka Siwi
Â
#Lebih baik didownload dan dilihat melalui PowerPoint langsung :)
Terdapat berbagai materi ringkasan dari Sejarah Indonesia kelas X
Asal Usul Nenek Moyang Indonesia
Jalur Datangnya Nenek Moyang Indonesia
Hasil Kebudayaan
Asal Usul Agama Hindu
Kasta Agama Hindu
3 Dewa Utama Agama Hindu
Kitab Suci Agama Hindu
Kitab Suci Agama Budha
Teori Masuknya Kebudayaan Hindu Budha
Pemerintahan dan Ekonomi
Agama dan Sosial
Yap, kali ini saya membagi tentang salah satu teori yang ada di Sejarah Indonesia, yaitu Teori Yunan. Didalamnya kalian bisa mengetahui lebih banyak loh. Semoga bermanfaat! ;)
Sejarah Indonesia - Asal Usul Nenek Moyang IndonesiaSatria Raka Siwi
Â
#Lebih baik didownload dan dilihat melalui PowerPoint langsung :)
Terdapat berbagai materi ringkasan dari Sejarah Indonesia kelas X
Asal Usul Nenek Moyang Indonesia
Jalur Datangnya Nenek Moyang Indonesia
Hasil Kebudayaan
Asal Usul Agama Hindu
Kasta Agama Hindu
3 Dewa Utama Agama Hindu
Kitab Suci Agama Hindu
Kitab Suci Agama Budha
Teori Masuknya Kebudayaan Hindu Budha
Pemerintahan dan Ekonomi
Agama dan Sosial
ppt profesionalisasi pendidikan Pai 9.pdfNur afiyah
Â
Pembelajaran landasan pendidikan yang membahas tentang profesionalisasi pendidikan. Semoga dengan adanya materi ini dapat memudahkan kita untuk memahami dengan baik serta menambah pengetahuan kita tentang profesionalisasi pendidikan.
Sebuah buku foto yang berjudul Lensa Kampung Ondel-Ondelferrydmn1999
Â
Indonesia, negara kepulauan yang kaya akan keragaman budaya, suku, dan tradisi, memiliki Jakarta sebagai pusat kebudayaan yang dinamis dan unik. Salah satu kesenian tradisional yang ikonik dan identik dengan Jakarta adalah ondel-ondel, boneka raksasa yang biasanya tampil berpasangan, terdiri dari laki-laki dan perempuan. Ondel-ondel awalnya dianggap sebagai simbol budaya sakral dan memainkan peran penting dalam ritual budaya masyarakat Betawi untuk menolak bala atau nasib buruk. Namun, seiring dengan bergulirnya waktu dan perubahan zaman, makna sakral ondel-ondel perlahan memudar dan berubah menjadi sesuatu yang kurang bernilai. Kini, ondel-ondel lebih sering digunakan sebagai hiasan atau sebagai sarana untuk mencari penghasilan. Buku foto Lensa Kampung Ondel-Ondel berfokus pada Keluarga Mulyadi, yang menghadapi tantangan untuk menjaga tradisi pembuatan ondel-ondel warisan leluhur di tengah keterbatasan ekonomi yang ada. Melalui foto cerita, foto feature dan foto jurnalistik buku ini menggambarkan usaha Keluarga Mulyadi untuk menjaga tradisi pembuatan ondel-ondel sambil menghadapi dilema dalam mempertahankan makna budaya di tengah perubahan makna dan keterbatasan ekonomi keluarganya. Buku foto ini dapat menggambarkan tentang bagaimana keluarga tersebut berjuang untuk menjaga warisan budaya mereka di tengah arus modernisasi.
1. Tana Toraja :
Suku, Kepercayaan, dan Simbol
Makalah
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas MatakuliahFilsafat Nusantara
Oleh:
Muhammad Kusuma
Dini Fitriani
JURUSAN AKIDAH FILSAFAT
FAKULTAS USHULUDDIN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF
HIDAYATULLAH
JAKARTA
2013
2. A. Pendahuluan
Indonesia adalah negara dengan berbagai suku bangsa yang mendiaminya dari
bagian barat hingga timur. Pola kehidupan itu membuat Indonesia menjadi kaya akan
keberagaman. Keberagaman itu termasuk identitas suku (aspek kesejarahan), sistem
sosial, sistem kekerabatan, struktur kelembagaan, adat-istiadat dan kebudayaan serta
sistem kepercayaan yang dianut suku tersebut.
Di Indonesia bagian barat, kita mengenal suku Melayu, suku Kubu, Batak,
Mentawai yang memiliki kekhasan budaya. Menyeberangi bagian barat, kita
menemukan suku Badui, Jawa, Dayak, dengan keanekaragaman kearifan lokal.Di
bagian Indonesia timur, kita memiliki suku Bima, Bugis, Papua, Tana Toraja yang
masih memiliki keaslian budayanya. Bangsa yang bijak adalah bangsa yang
menghargai hasil cipta, karya, dan karsa suku bangsa yang mendiaminya.Dari sekian
banyak suku bangsa yang ada di Indonesia, ada suku bangsa yang memiliki pola
kehidupan yang unik.Yaitu pola kehidupan yang terdapat pada masyarakat suku Tana
Toraja.
Secara sadar atau tidak sadar, masyarakat toraja hidup dan tumbuh dalam
sebuah tatanan masyarakat yang menganut filosofi tau. Filosofi tau dibutuhkan
sebagai pegangan dan arah menjadi manusia (manusia="tau" dalam bahasa toraja)
sesungguhnya dalam konteks masyarakat toraja. Filosofi tau memiliki empat pilar
utama yang mengharuskan setiap masyarakat toraja untuk menggapainya, antara lain:
- Sugi' (Kaya) - Barani (Berani) - Manarang (Pintar) - Kinawa (memiliki nilai-nilai
luhur, agamis, bijaksana) Keempat pilar di atas tidak dapat di tafsirkan secara bebas
karena memiliki makna yang lebih dalam daripada pemahaman kata secara bebas.
Seorang toraja menjadi manusia yang sesungguhnya ketika dia telah memiliki dan
hidup sebagai Tau.
3. B. Sejarah Seputar Toraja
Penduduk Kabupaten Tana Toraja berdasarkan Sensus Penduduk Nasional
tahun 2010 berjumlah 221.081 jiwa yang tersebar di 19 Kecamatan, dengan jumlah
penduduk terbesar yakni 33.631 jiwa yang mendiami Kecamatan Makale.
Secara keseluruhan jumlah penduduk yang berjenis kelamin laki-laki lebih
banyak dari penduduk yang berjenis kelamin perempuan, yang masing-masing
112.472 jiwa penduduk laki-laki dan 108.609 jiwa penduduk perempuan.Kepadatan
penduduk di Kabupaten Tana Toraja pada tahun 2010 telah mencapai 108 jiwa/km².
Kecamatan terpadat terdapat di kecamatan Makale dengan tingkat kepadatan
mencapai 849 jiwa/km², sedangkan Kecamatan yang tingkat kepadatannya paling
rendah adalah Kecamatan Bonggakaradeng dan Simbuang yakni 32 dan 32 jiwa/km².1
Nama Toraja mulanya diberikan oleh suku Bugis Sindereng dan dari orang
Makassar yg berasal dari daerah Luwu. Suku Bugis Sinderengmenamakan penduduk
daerah ini dengan sebutan To-Ri-aja yang mengandung arti "Orang yang berdiam di
negeri atas atau pegunungan".2Sedang orang Luwu menyebutnya Toriajang yang
artinya adalah "orang yang berdiam di sebelah barat".3 Ada juga versi lain bahwa kata
Toraya asal To = Tau (orang), Raya = dari kata Maraya (besar), artinya orang orang
besar, bangsawan. Lama-kelamaan penyebutan tersebut menjadi Toraja atau disebut
singkatannya dengan “Tator”, Tana4 Toraja.
Saat ini Tator secara administrasi masuk dalam Kabupaten Toraja, terdiri dari
9 kecamatan dan 32 desa. Luas wilayah 3178 Km2, Sebagian besar (40%) terdiri dari
pegunungan dan dataran tinggi (25%). Wilayah Tator terletak sekitar 350 Km di utara
kota Makassar, antara 2°40'-3°25' lintang selatan dan 119°30'-120° 25' bujur timur.
1
Artikel
diakses
pada
22
Oktober
2013
pukul
05:35
AM
dari
repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/.../BAB%20III
2
Hetty Nooy-Palm, The Sa’dan Toraja, (Netherlands: Martinus Nijhoff, 1979), h. 6
3
Jadi yang dimaksud dengan nama Toraja adalah suatu komunitas manusia yang menempati
daerah di sebelah Utara Suku Bugis Sindereng dan di sebelah barat Luwu’.
4
kata Tana berarti negeri, sehingga tempat pemukiman suku Toraja dikenal
kemudian dengan Tana Toraja.
4. Di tengah-tengah wilayah berbukit-bukit tersebut mengalir dari utara-selatan Sungai
Sa'dang yang berpengaruh secara sosial, budaya dan ekonomi masyarakat Toraja.5
Masyarakat Toraja saat ini, sekitar 66% beragama Kristen, 12% Roma
Katolik, sekitar 7% Muslim, hanya 16% masih memeluk agama adat disebut Aluk
toDolo. Namun demikian, secara bersamaan masih banyak anggota masyarakatnya
melaksanakan adat-kepercayaan Aluk Tomatua upacara ritual
bagian dari Aluk
6
toDolo.
C. Konsepsi dalam Masyarakat Toraja
1. Kepercayaan
Menurut mitos, leluhur orang Toraja adalah manusia yang berasal dari
nirwana, mitos yang tetap melegenda turun temurun hingga kini secara lisan
dikalangan masyarakat Toraja ini menceritakan bahwa nenek moyang masyarakat
Toraja yang pertama menggunakan Eran di Langiq untuk turun dari nirwana, yang
kemudian berfungsi sebagai media komunikasi dengan Puang Matua (Tuhan Yang
Maha Kuasa – dalam bahasa Toraja).7
Konon manusia yang turun ke bumi, telah dibekali dengan aturan keagamaan
yang disebut aluk.Aluk merupakan aturan keagamaan yang menjadi sumber dari
budaya dan pandangan hidup leluhur suku Toraja yang mengandung nilai-nilai
religius yang mengarahkan pola-pola tingkah laku hidup dan ritual suku Toraja untuk
mengabdi kepada Puang Matua.
5
Yulianto Sumalyo, Kosmologi Dalam Arsitektur Toraja, Dimensi Teknik Arsitektur vol. 29,
no. 1, ,Juli 2001, h. 66
6
Yulianto Sumalyo, Kosmologi Dalam Arsitektur Toraja,Dimensi Teknik Arsitektur vol. 29,
no. 1, ,Juli 2001, h. 66
7
Eran di Langiq atau tangga ke langit merupakan tangga yang dilalui manusia untuk sampai
kepada Tuhan.Tangga tersebut diyakini merupakan jalan naik-turunnya manusia ke langit dan bumi.
Lihat Muhammad Sikki, dkk., Struktur Sastra Lisan Toraja: Transkripsi dan Terjemahan, (Jakarta:
Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa – Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1986), h.
129
5. Aluk toDolo kepercayaan dianut oleh masyarakat Toraja artinyaadalah
agama/aturan dari leluhur (aluk = agama/aturan, to dolo = nenek moyang).8Aluk
Todolo menurut penganutnya diturunkan oleh Puang Matua atau Sang Pencipta
mulanya pada leluhur pertama Datu La Ukku’ yang kemudian menurunkanajarannya
kepada anak cucunya. Oleh karena itu menurut kepercayaan ini, manusia harus
menyembah, memuja dan memuliakan Puang Matua atau Sang Pencipta diwujudkan
dalam berbagai bentuk sikap hidup dan ungkapan ritual antara lain berupa sajian,
persembahan maupun upacara-upacara. Se-telah Puang Matua menurunkan Aluk
kepada Datu La Ukku’ sebagai manusia pertama, ke-mudian memberikan kekuasaan
kepada para Deata atau Dewa untuk menjaga dan memelihara manusia..9
Oleh karena itu Deata disebut pula sebagai Pemelihara yang menurut Aluk
toDolo tidak tunggal tetapi di golongan menjadi tiga yaitu: Deata Langi' (Sang Pemelihara Langit menguasai seluruh isi langit dan cakrawala), Deata Kapadanganna
(Sang Pemelihara Bumi, menguasai semua yang ada di bumi) dan Deata Tangngana
Padang (Sang Pemelihara Tanah, menguasai isi bumi).Adanya kepercayaan terhadap
para Dewa tersebut terkait dengan pandangan masyarakat Toraja terhadap tata-ruang
jagad raya atau makrokosmos yang dipandang terdiri dari tiga unsur yaitu: Langi'
(surga), Lino atau Padang berarti bumi dan Deata to Kengkok atau Puangto
Kebali'bi' (Dewa Berekor) artinya bagian di bawah bumi.10
Penjelasan pemujaan manusia, secara langsung dan tidak langsung, dengan
berrupa upacara penyembahan kepada to Dolo (nenek moyang), para Deata (Dewa),
dan Kepada Puang Matua (Tuhan) dapat dilihat dari skema d bawah ini:
8
Hetty Nooy-Palm, The Sa’dan Toraja, h. 124
Yulianto Sumalyo, Kosmologi Dalam Arsitektur Toraja, h. 66
10
Yulianto Sumalyo, Kosmologi Dalam Arsitektur Toraja, h. 67
9
6. PUANG MATUA
PARA DEATA
TO DOLO
TO LINDO
2. Simbol-simbol dan Kebudayaan
Siapa yang tak mengenal Tongkonan11.Satu bangunan rumah adat unik yang
dimiliki oleh suku Toraja.Tongkonan merupakan manifestasi dari bentuk perahu
Austronesia yang digunakan leluhur bangsa Toraja menyeberangi samudera ribuan
tahun lalu.Tongkonan dibangun dengan menghadap utara-selatan. Utara merupakan
kediaman Puang Matua, yang dikenal
dengan
namaUlunna
Langiq,
sedangkan selatan ialah arah Polloqna
Langiq atau tempat roh-roh. Budaya
Toraja
tidak
tulisan12.Oleh
11
mengenal
sebab
itulah
sistem
konsep
Kata Tongkonan berasal dari kata Tongkon yang mengandung arti duduk. Lihat Hetty NooyPalm, The Sa’dan Toraja, h. 231
12
Oleh karena itu, suku Toraja biasanya, selain dengan simbol-simbol, menggunakan cerita
isan yang dituturkan turun temurun. Cerita tersebut dimaksudkan untuk mendidik, mengungkapkan
sejarah, mengetahui asal-usul suatu nama dan tempat, dan lain-lain. Masyarakat meyakini bahwa
cerita-cerita tersebut tidak sekedar untuk didengar dan diceritakan kembali, tetapi cerita itu memang
pernah terjadi pada masa lampau sehingga dapat mempengaruhi tingkah laku mereka.Jadi, cerita
sangat erat hubungannya dengan lingkungan. Lihat Muhammad Sikki, dkk., Struktur Sastra Lisan
Toraja: Transkripsi dan Terjemahan, h. 9-10
Bahasa Toraja merupakan bahasa yang dominan di Tana Toraja, dengan Sa'dan Toraja
sebagai dialek bahasa yang utama. Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional adalah bahasa resmi
7. sosial dan agama mereka “ditulis” pada kayu Tongkonan dalam bentuk ukiran yang
mengandung simbol-simbol.Symbol ini disebut dengan Passuraq.
Setiap ukiran memiliki nama khusus. Motifnya biasanya adalah hewan dan
tanaman yang melambangkan kebajikan, contohnya tanaman air seperti gulma air dan
hewan seperti kepiting dan kecebong yang melambangkan kesuburan.Hewan air,
menunjukkan kebutuhan untuk bergerak cepat dan bekerja keras, seperti hewan yang
bergerak di permukaan air. Lambing simpul dan kotak, mengandung arti sebuah
harapan agar semua keturunan keluarga akan bahagia dan hidup dalam kedamaian,
seperti barang-barang yang tersimpan dalam sebuah kotak.
Dalam kompleks rumah adat terdapat beberapa tipe unit bangunan yang
masing-masing mempunyai ukuran, bentuk dan lain-lain elemen arsitektural berbeda.
Secara garis besar, dari segi fungsinya, terdapat dua jenis bangunan adat
berbeda.Tongkonan atau rumah untuk tempat tinggal dalam arti tidur, makan,
istirahat, di mana pada umumnya mempunyai tado'-tado' (teras depan), tado' (ruang
tamu), ba'ba atau tambing (ruang tidur) dan lambun (dapur). Jenis unit lainnya adalah
alang se-macam lumbung berbentuk mirip dengan tongkonan tetapi lebih kecil dan
hanya terdiri dari satu ruang di atas untuk menyimpan padi.13
Selain Tongkonan, ada pula yang terkenal dari Toraja, yaitu Kerbau.
Keseharian masyarakat Tana Toraja, Sulawesi Selatan, tidak bisa dipisahkan dengan
hewan kerbau.Ini berlangsung hingga sekarang. Bahkan, sebelum uang dijadikan alat
penukaran transaksi modern, hewan bertanduk ini sudah kerap ditukar dengan benda
lain. Selain memiliki nilai ekonomis tinggi, hewan bertubuh tambun ini juga
melambangkan kesejahteraan sekaligus menandakan tingkat kekayaan dan status
sosial pemiliknya di mata masyarakat. Kerbau di Tana Toraja memiliki ciri fisik yang
khas dibandingkan dengan daerah lain, terutama pada warna kulitnya yang belang
menyerupai sapi. Orang Toraja biasa menyebut jenis kerbau ini Tedong
dan digunakan oleh masyarakat akan tetapi bahasa Toraja pun diajarkan di semua sekolah dasar di
Tana Toraja.
13
Yulianto Sumalyo, Kosmologi Dalam Arsitektur Toraja, h. 68
8. Bonga.Lantaran kulitnya yang aneh, maka kerbau belang memiliki arti penting dalam
setiap ritual pesta kematian atau Rambu Solo.Kerbau ini diperlakukan secara
khusus.Semenjak kecil sehingga dianggap suci sebagai hewan kurban pada upacara
Rambu Solo.14
Dahulu kerbau hanya sebagai hewan yang biasa-biasa saja yang dipakai untuk
menggarap atau membajak sawah dan digunakan sebagai alat tarnsportasi
rakyat.Kerbau sangatmembantu didalam kelangsungan hidup masyarakat.Namun
seiring bergesernya nilai- nilai peradaban kerbau semakin dihargai karena memiliki
andil besar dan berjasa didalam membantu kegiatan kerja juga kelangsungan hidup
masyarakat Toraja.Selang waktu berlalu akhirnya penghargaan kepada hewan kerbau
ini semakin lama semakin besar dan hewan kerbau ini didaulat dan diangkat sebagai
simbol masyarakat tanah Toraja yang dianggap sangat membantu kelangsungan
hidup masyarakat Tana Toraja, karena membantu mengolah dan menyuburkan tanah
persawahan mereka sebagai lumbung hidup mereka.15
Upacara kematian “Rambu Solo”16 ini dapat dilaksanakan berdasarkan status
sosial yang meninggal sehingga pesta yang besar hanya dapat dilaksanakan kalangan
atas saja, dan pesta yang paling tinggi disebut Rapasan Sapu Randanan dimana
pestanya berlangsung 1 minggu dan menghabiskan ratusan ekor kerbau dan ribuan
ekor ternak Babi. Pesta semacam ini dapat menghabiskan dana sampai puluhan
milyar rupiah, dan konon kabarnya sebelum masyarakat Toraja mengenal peri
kemanusiaan hamba yang meninggal ikut dikorbankan 1 orang yang akan mengawal
yang meninggal sampai di Puya atau Nirwana.
14
Matheus Sariubang, Peranan Ternak Kerbau Dalam Masyarakat Adat Toraja Di Sulawesi
Selatan, Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2010 dalam Seminar dan Lokakarya
Nasional Kerbau 2011, h. 123
15
Matheus Sariubang, Peranan Ternak Kerbau Dalam Masyarakat Adat Toraja Di Sulawesi
Selatan, h. 123-124
16
Konsep ajaran orang Toraja tak melihat kematian sebagai sesuatu yang harus ditakuti.Bagi
mereka, kematian adalah bagian dari ritme kehidupan yang wajib dijalani.Walau boleh ditangisi,
kematian juga menjadi kegembiraan yang membawa manusia kembali menuju surga, asal-muasal
leluhur. Dengan kata lain, mereka percaya adanya kehidupan setelah kematian. Di dalam upacara
kematian Rambu Solo kesedihan tidak terlau tergambar di wajah-wajah keluarga yang berduka.
9. Dalam dunia modern sekarang ini yang membuat pesta adat semakin ramai
dan pengorbanan kerbau semakin banyak adalah karena ada anggapan bahwa siapa
yang mampu melaksanakan pesta adat yang besar maka dia dan keluarganya akan
terangkat statussosialnya, sedangkan yang tidak mampu melaksanakan pesta adat
yang besar status sosialnya terabaikan bahkan dianggap turun kelas, sehingga pesta
adat dewasa ini dapat dianggap sebagai pertarungan status sosial dalam masyakat
adat Toraja. Oleh karena itu, kerbau dilambangkan sebagai lambang kekayaan,
Dalam pelaksanaan pesta adat salah satu acara yang disukai para tamu dan
para turis adalah nyanyian pujaan terhadap orang yang meninggal yang disebut
Ma’badong yang menyanyikan status sosial dan kebaikan atau jasa-jasa almarhum
atau almarhumah semasa hidupnya.
Pemotongan kerbau pada pesta Rambu solo dimaksudkan bahwa roh
almarhum atau almarhumah menunggangi salah satu kerbau yang teristimewa
(kerbau belang atau bonga) dan kerbau-kerbau hitam lainnya menjaga dan
mengiringi, perjalanan roh si mati menuju alam nirwana keabadian dan juga semakin
banyak kerbau yang dikurbankan semakin cepat dosa si mati terhapuskan dan
mendapat tempat di sisi-Nya, dan makin banyak kerbau yang dikurbankan juga akan
melambangkan kelayakan kehidupan sang mendiang di alam baka. Dan banyaknya
kerbau yang dikurbankan selain menjaga keselamatan roh si mati menuju alam
nirwana juga secara tidak langsung akan meninggalkan ketentraman batin bagi
seluruh keluarga yang ditinggalkan didunia. Bahkan dipercaya bahwa kalau arwahnya
sudah disucikan maka dia akan menjadi orang suci yang selalu mengawasi dan
menjaga anak cucunya untuk selalu berbuat baik, mereka percaya bahwa rezeki dan
hukuman selama masih hidup di dunia akan selalu diberikan oleh leluhur yang sudah
hidup suci di nirwana.17
17
Matheus Sariubang, Peranan Ternak Kerbau Dalam Masyarakat Adat Toraja Di Sulawesi
Selatan, h. 124
10. D. Penutup
Seperti pada masyarakat tradisional pada umumnya, pandangan terhadap
ruang semesta, mendasarkan
pada unsur-unsur
alam seperti gunung, sungai,
matahari terbit, matahari tenggelam, laut dan lain-lain. Masyarakat tradisional
lazimnya memandang bumi tidak bulat, melainkan datar, sangat luas, berbatas laut.
Kepercayaan masyrakat Toraja tradisional, memandang bumi sebagai suatu
lempengan luas, terdiri dari dataran, bukit, gunung dan sungai, disangga salah satu
Dewa.
Bagi sebagian orang, tradisi ini bisa jadi dinilai sebagai pemborosan.Sebab,
demikian besar biaya yang harus dikeluarkan untuk penyelenggaraannya.Bagi
masyarakat Toraja, berbicara pemakaman bukan hanya berbicara upacara, status,
jumlah kerbau yang dipotong, tetapi juga soal malu (siri').Makanya, upacara Rambu
Solo juga terkait dengan tingkat stratifikasi sosial.Dulunya, pesta meriah hanya
menjadi milik bangsawan kelas tinggi dalam masyarakat ini.Akan tetapi, sekarang
mulai bergeser. Siapa yang kaya, itulah yang pestanya meriah
E. Daftar Pustaka
Nooy-Palm, Hetty.The Sa’dan Toraja. Netherlands: Martinus Nijhoff. 1979
repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/.../BAB%20III
11. Sariubang, Matheus. Peranan Ternak Kerbau Dalam Masyarakat Adat Toraja Di
Sulawesi Selatan, Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner
2010 dalam Seminar dan Lokakarya Nasional Kerbau 2011
Sikki, Muhammad, dkk. Struktur Sastra Lisan Toraja: Transkripsi dan Terjemahan.
Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa – Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan, 1986
Sumalyo, Yulianto. Kosmologi Dalam Arsitektur Toraja. Dimensi Teknik Arsitektur
vol. 29, no. 1, ,Juli 2001