Dalam sejarah Jepang, babak pertama pemerintahan diktator militer feodalisme korup dimulai dengan kudeta Tokugawa Ieyasu atas kekuasaan kaisar sebagai pemerintahan yang sah setelah melewati pertempuran Sekihara tahun 1600. Karena terhalang garis keturunan untuk menjadi jenderal, Tokugawa Ieyasu memalsukan silsilah keturunan menjadi klan Minamoto agar bisa menjadi Shogun. Sebab Shogun yang dalam konteks sejarah Jepang adalah Jenderal Panglima Tertinggi Angkatan Bersenjata, hanya berhak dijabat oleh keturunan klan Minamoto. Inilah babak pertama pemerintahan diktator militer feodalisme di Jepang. Keshogunan Tokugawa berkuasa turun-temurun 15 generasi selama 265 tahun sejak 24 Maret 1603 dan berakhir pada 9 November 1867 ketika Tokugawa Yoshinobu, Shogun generasi terakhir mengembalikan kekuasaan ke tangan kaisar. Inilah era zaman edan ala Jepang, disebut Zaman Edo, zaman kegelapan Keshogunan Tokugawa. Di masa ini, kekuasaan kaisar yang berkedudukan di Kyoto hanyalah simbolik belaka tanpa daya, sebab istana kaisar hanya mengeluarkan kebijakan, sedang yang menjalankan wewenangnya adalah klan Shogun Tokugawa. Di masa ini, rakyat Jepang dibagi-bagi menurut sistem kelas . Kelas samurai berada di hirarki paling atas, diikuti petani, pengrajin dan pedagang. Tak ayal, pemberontakan sering terjadi akibat kekuasaan yang korup, kakunya pembagian sistem kelas dan tidak memungkinkan orang untuk berpindah kelas. Pajak semena-mena yang dikenakan terhadap petani selalu berjumlah tetap tanpa memperhitungkan inflasi. Samurai yang menguasai tanah harus menanggung akibatnya, karena
jumlah pajak yang berhasil dikumpulkan semakin hari nilainya semakin berkurang. Perselisihan soal pajak sering menyulut pertikaian antara petani kaya dan kalangan samurai yang terhormat tapi kurang makmur.
The Shipbuilding Scandal (1954)
Melibatkan perdana menteri sato eisako yang ketika itu masih menjabat sebagai sekretasi kabinet.
b. The Lockheed Scandal (1974)
Kasus ini bermula dari adanya keterangan dari eksekutif lockheed mengenai suap kepada para politisi jepang untuk memperlancar penjualan lockheed aircraft ke jepang. Investigasi lebih lanjut menunjukkan keterlibatan 16 politisi dan PM jepang pada saar itu yaitu Kakuei Tanaka.
c. The Recruit Scandal (1988)
Kasus ini melibatkan sekitar 70 politisi jepang. berawal ketika Recruit Cosmos Co. memberikan saham yang akan dilisting di Tokyo Stock Market kepada para pembuat undang-undang agar nantinya para legislator ini membantu Recruit Cosmos Co. mengembangkan bisnisnya dengan memanfaatkan wewenang para legislator tersebut. Hasilnya Perdana Menteri Noboru Takeshita juga dipaksa mundur karena partainya LDP tersangkut kasus Recruit tersebut. Bhakan salah satu ajudan PM melakukan bunuh diri diduga kuat karena tidak kuat melindungi informasi mengenai kasus lain yang melibatkan PM Nobura Tekesita.
Kyubin Scandal (1991)
Dilakukan oleh Sagawa Kyubin sebagai pelayanan jasa parcel memberikan uang dalam jumlah besar kepada politisi partai LDP yang mengurusi bidang transportasi sehingga “bantuan” dari politisi ini membantu perusahaan menjadi perusahaan yang besar karena mendapat lisensi tingkat nasional untuk jasa parsel.
b. Kyowa Affair (1991)
Melibatkan Marubeni Corporation (MC). Pembayaran uang sogokan lewat bantuan calo Abe Fumio, Sekjen fraksi Miyazawa (Partai Liberal LDP). Lewat politisi lain Abe mengontak MC yang terkait dalam proyek pembangunan lapangan golf. Kasus ini membuat Abe mengundurkan diri Desember 1991 dan ditahan Januari 1992 lalu Mei 1994 dipenjara dua tahun.
c. Skandal Sokaiya (1997)
Pada tahun 1997 telah terjadi korupsi besar-besaran, hingga 30 milyar yen, di dalam tubuh perbankan Jepang, khususnya Bank Sentral Asahi (ACB), akibat pemerasan yang dilakukan oleh Sokaiya (kelompok kriminal bawah tanah). Korupsi yang sangat merugikan sejak bertahun-tahun lalu itu, baru kini berani diselidiki oleh jaksa karena dianggap hal seperti itu sangat mengerikan dan belum pernah diekspos di Jepang. Para jaksa dari Kantor Penuntut Umum terus maju dengan berani, meski ada pertentangan internal dan mungkin juga akan menimbulkan kehancuran finansial bagi Jepang. Jaksa pun menyelidiki ACB atas berbagai pinjaman ke Sokaiya. Diasumsikan bahwa ACB dikelola
oleh tiran dengan memberikan pinjaman tak terbatas. ACB menyalahgunakan prosedur seleksi dan tidak memfungsikan secara benar para regulatornya sehingga selalu memperpanjang waktu pembayaran atau bahkan melakukan penghapusan pinjaman.
Skandal Ichiro Ozawa
Pengadilan Distrik Tokyo akhirnya menggelar persidangan pertama kasus skandal dana politik yang melibatkan mantan Ketua DPJ Ichiro Ozawa beserta mantan ajudannya pada Kamis, 6 Oktober 2011. Dalam persidangan pertamanya, Ozawa mengaku tidak bersalah dan tidak melanggar UU Pendanaan Politik. Ozawa juga menyangkal telah bersekongkol dengan mantan sekretaris pribadinya untuk memalsukan laporan keuangan di tahun 2004 dan 2005. Ozawa juga membacakan pernyataan berisi kritik keras terhadap jaksa penuntut umum, yang diklaim telah menyalahgunakan otoritas mereka untuk menuduh dirinya dan partainya tanpa bukti kuat, serta mencekal dirinya yang pada saat itu menjadi kandidat kuat calon Perdana Menteri. Jaksa penuntut menyatakan bahwa di tahun 2004 Ozawa telah meminjam uang sebesar 400 juta yen pada Rikuzankai untuk membeli sebidang tanah di Pulau Setagawa,Tokyo, untuk membangun rumah sekretaris pribadinya.
b. Skandal PM Hatoyama
Skandal keuangan ini berhubungan dengan sumbangan dana kampanye Partai Demokratik Jepang (DPJ) sebesar 1 milyar yen (Rp 100 milyar). Uang ini berasal dari Ny Yasuko Hatoyama, cucu pendiri perusahaan ban terbesar dunia Bridgestone Corporation. Yasuko adalah ibu kandung Yukio Hatoyama. Sumbangan ini sebenarnya mewajibkan Hatoyama membayar pajak “hadiah”. Namun, Hatoyama lupa. Setelah dikritik sana-sini, ia akhirnya membayar pajak 500 juta yen. Selain itu, PM Jepang Yukio Hatoyama keliru melaporkan donasi politik sebesar 200 juta yen (2,17 juta dollar AS).
Hatoyama mengatakan bahwa seorang mantan sekretarisnya adalah satu-satunya yang bertanggung jawab atas masalah itu. Mantan sekretaris tersebut telah mencatatkan secara keliru sejumlah dana dengan total 21,77 juta yen sejak 2005. Namun, ada juga sejumlah 177,17 juta yen dana tambahan yang kemungkinan telah dilaporkan secara keliru. Pencatatan salah menyangkut uang sebesar ini kemungkinan melanggar UU pengawasan dana politik. Sebagian besar dari 177 juta yen, yang tercatat selama lima tahun sampai 2008, datang dari sebuah perusahaan manajemen aset pengelola kekayaan keluarga Hatoyama yang kaya raya. Kalau uang itu datang dari Hatoyama sendiri atau keluarganya, ini melanggar hukum Jepang yang membatasi sumbangan pribadi tahunan. Hatoyama juga tidak memasukkan dana yang berasal dari sewa kantor pribadinya di Tokyo. Hal ini mungkin juga telah melanggar UU itu jika dana berasal dari Hatoyama sendiri, yang dikumpulkan badan pengumpulan dana