4. EVALUASI
Meets its service
delivery objective
Effectively
efficiently
Perolehan Aset dan Manajemen Aset secara perspective finance haruslah “To Meets its service delivery
objective efficiently and effectively”.
Keputusan membeli pesawat kepresidenan dilakukan dengan memperhatikan
berbagai aspek.
Aspek Keamanan (Safety dan Security)
1. Pesawat Carter memiliki resiko keamanan (safety dan security) yang lebih tinggi,
karena selain digunakan untuk mendukung VVIP, pesawat juga digunakan untuk
penerbangan komersial.
2. Pesawat carter tidak dilengkapi dengan peralatan navigasi, komunikasi, cabin
insulation dan inflight entertainment.
Aspek Operasional
1. Pelayanan, kenyamanan dan kesiapan pesawat carter tidak optimal karena:
a. Rekonfigurasi pesawat carter menjadi VVIP membutuhkan waktu yang cukup
lama, sehingga kesiapan pesawat tidak bisa 24 jam penuh.
b. Rekonfigurasi pesawat carter menjadi VVIP tidak maksimal dan senyaman
layaknya pesawat khusus kepresidenan.
c. VVIP tidak dapat melakukan pekerjaan penting dengan maksimal.
d. Pesawat carter yang bisa terbang jauh hanya pesawat-pesawat berbadan
besar, sehingga tidak bisa mendarat di bandara kecil. Padahal penerbangan
VVIP membutuhkan pesawat yang mampu terbang jauh dan mendarat di
bandara kecil.
- 2 -
e. Untuk penerbangan jarak jauh pesawat yang dicarter harus menggunakan
pesawat berbadan besar dengan kapasitas penumpang yang banyak, agar
penerbangan tidak terlalu sering berhenti untuk mengisi bahan bakar. Hal ini
menyebabkan kapasitas pesawat carter tidak sesuai (terlalu besar) untuk
rombongan Presiden.
2. Operasional Pesawat Khusus Kepresidenan lebih optimal karena:
a. Pelaksanaan koordinasi operasional lebih efektif karena berada pada jalur
koordinasi Sekretariat Militer, Pasukan Pengamanan Presiden, TNI-AU dan
Sekretariat Negara secara langsung.
b. Dukungan kesiapan pesawat dapat dilakukan 24 jam nonstop.
c. Dukungan terhadap kegiatan VVIP menjadi optimal karena perlengkapan dan
sistem komunikasi telah disesuaikan dengan kebutuhan VVIP.
Aspek Ekonomi (Biaya dan Manfaat)
1. Biaya sewa/carter lebih tinggi. Hal ini disebabkan:
a. Penerbangan khusus (Pensus VVIP) memerlukan rekonfigurasi khusus
sehingga banyak waktu yang hilang bagi perusahaan komersial dan
dibebankan pada biaya carter.
b. Jadwal penerbangan regular/komersial menjadi terganggu dan terdapat
opportunity loss berupa hilangnya pemasukan dari penerbangan komersial
termasuk berkurangnya image pelayanan. Opportunity loss ini diperhitungkan
pada biaya carter.
c. Biaya carter pesawat tiap tahun cenderung naik.
2. Pengadaan pesawat khusus kepresidenan lebih efisien
Dari hasil evaluasi terhadap carter pesawat tahun 2005 s.d. 2009, dapat
disimpulkan bahwa membeli pesawat lebih hemat daripada carter pesawat.
3. Analisis Biaya
Pengadaan pesawat kepresidenan selain memiliki manfaat dari aspek
operasional, safety dan security yang sulit dinilai secara ekonomis sebagaimana
dijelaskan di atas, juga dapat dilihat berdasarkan analisis biaya dan manfaat
ekonomi.
Dasar perhitungan
a. Berdasarkan Keputusan Menteri Perhubungan KM.05 Tahun 2006, usia
pesawat yang diizinkan terbang di Indonesia adalah 35 tahun. Biaya
depresiasi dihitung berdasarkan metode garis lurus untuk usia pesawat 35
tahun.
b. Biaya maintenance dan operasional pesawat dihitung dari sumber Aircraft
Commerce Edition 23 Januari 2004, dengan penyesuaian.
c. Biaya carter pesawat tahun 2011 s.d. 2015 dihitung berdasarkan biaya carter
pesawat kepresidenan tahun 2005 s.d. 2009 ditambah kenaikan 10%.
Demikian pula perhitungan biaya carter pesawat untuk setiap 5 tahun
berikutnya.
- 3 -
Carter pesawat tahun 2005 s.d. 2009 adalah Rp. 813.794.347.727 (tahun 2005:Rp.146.715.618.687;
tahun 2006:Rp.128.422.869.532; tahun 2007:Rp.177.995.165.718; tahun 2008:Rp.203.937.409.178;
tahun 2009:Rp.156.723.284.612).
Rata-rata pertahun Rp. 813.794.347.727 / 5 = Rp. 162.758.869.545,40.
Effectively
Appropriatelty Used and maintenance
Pemilihan Boeing sebagai produsen pesawat dengan pertimbangan bahwa para pilot TNI AU dan teknisi garuda lebih paham dalam pengoperasian dan pemeliharaan dapat diterima. Namun terkait penggunaan, pesawat kepresidenan akan secara tepat dan efektif digunakan bila kapasitas yang ada (70 seat) digunakan dengan frekuensi yang cukup sering, sebagai contoh air force one USA. Namun pertimbangan pembelian pesawat ini tampaknya kurang mempertimbangkan “style” next succesor atau presiden selanjutnya. Apakah lebih prefer bepergian dengan pesawat kepresidenan dengan rombongan relatif banyak atau hanya mengikutsertakan yang perlu saja misal menteri terkait dan para staf ahli. Tercatat presiden Jokowi beberapa saat lalu lebih memilih penerbangan komersil saat kunjungan ke Semarang dibandingkan menggunakan pesawat kepresidenan. Kedua, Indonesia walaupun sebagai anggota negara G20 pun tidak akan mempunyai frekuensi penggunaan pesawat kepresidenan yang sering atau sesering negara maju.
Reduce Demand New Asset and Save Money
Pembelian pesawat keprisedanan tentu justru menambah aset baru dan menambah jumlah belanja aset tetap (35 tahun).
Greater Value For Money (VFM)
Terkait asepek ini tergantung apakah biaya yang dikeluarkan untuk perolehan dan pemeliharaan pesawat akan lebih besar dari manfaat yang diterima. Denga asumsi semakin penting peran Indonesia secara Internasional sehingga menambah frekuensi penggunaan pesawat ke luar negeri untuk urusan kenegaraan atau diplomatik yang hasil akhirnya adalah peningkatan manfaat atau kesejahteraan rakyat, misal perjanjian perdagangan dan ekspor impor atau justru tidak maksimal digunakan.
Reduce Unnecessasry Acquisition of Asset
Untuk saat ini kepemilikan pesawat belum dirasakan mendesak dan perlu. Terlebih saat ini succesor terpilih memiliki goals dan pendekatan yang berbeda dengan sebelumnya,
Focus On Result
Untuk saat ini,
Rekomendasi :
Pesawat kepresidenan harus digunakan seoptimal mungkin mengingat masa manfaat yang panjang (35 tahun ) berdampak pada ekonomi nasional dan kesejahteraan rakyat.
Tidak menjual aset ini, namun digunakan secara lebih optimal.Karena tidak mungkin menjual aset “bekas “ berupa pesawat kepresidenan yang telah dirancang khusus untuk user. Keputusan menjual aset hanya mengirimkan sinyal buruknya dan tidak matangnya pertimbangan perolehan aset dan manajemen aset.
Dalam manajemen keuangan terdapat prinsip “ Asset Management must be evaluated by non proponent of the project” . Sebagaimana diketahui bahwa dalam konpers Setneg pembelian pesawat kepresidenan ini telah dikomunikasikan dengan DPR (Komisi II), TNI AU, Garuda Indonesia, LKPP. Namun sebaiknya ke depannya untuk pembelian aset teknologi tinggi jangka panjang dan menggunakan APBN , pemerintah meminta pendapat ke masyarakat, akademisi, peneliti, oposisi untuk mendapat “kritik” membangun. Sehingga tidak hanya akan menjadi aset simbol semata atau aset “mercusuar” yang kurang berkontribusi ke negara.