SlideShare a Scribd company logo
1 of 30
Download to read offline
Standar Nasional Indonesia
SNI 19-6728.2-2002
Penyusunan neraca sumber daya –
Bagian 2: Sumber daya hutan spasial
ICS 13.060.10 Badan Standardisasi Nasional
SNI 19-6728.2-2002
i
Daftar isi
Daftar isi..................................................................................................................................i
Prakata .................................................................................................................................. ii
Pendahuluan......................................................................................................................... iii
1 Ruang lingkup ............................................................................................................1
2 Acuan.........................................................................................................................1
3 Istilah dan definisi.......................................................................................................1
4 Persyaratan................................................................................................................7
5 Klasifikasi ...................................................................................................................7
6 Metode .......................................................................................................................9
6.1 Metode pengumpulan data .....................................................................................9
6.2 Metode pengolahan data ......................................................................................10
6.3 Metode pengisian tabel.........................................................................................10
6.4 Sistematika penulisan buku 1 (Ringkasan) ...........................................................12
6.5 Sistematika penulisan buku 2 (Laporan utama) ...................................................12
6.6 Buku 3 (peta-peta neraca sumber daya alam) .....................................................13
7 Metode penyajian data spasial .................................................................................13
7.1 Peta dasar ............................................................................................................13
7.2 Skala peta.............................................................................................................14
7.3 Ukuran lembar peta dan format peta.....................................................................14
7.4 Informasi tepi........................................................................................................14
SNI 19-6728.2-2002
ii
Prakata
Standar Nasional Indonesia (SNI) Penyusunan neraca sumber daya – Bagian 2: Sumber
daya hutan spasial ini merupakan penyempurnaan dan penyajian dalam format SNI dari
petunjuk teknis neraca sumber daya hutan spasial yang dihasilkan pada tahun 1991 dan
telah beberapa kali direvisi, terakhir direvisi pada tahun 2001. Standar Nasional Indonesia
ini telah dibahas dalam rapat-rapat teknis yang bersifat penyegaran kembali dari materi
petunjuk teknis yang telah bersifat operasional sesuai dengan Imendagri No. 39 Tahun
1995 dan Surat keputusan Menteri Kehutanan No. 644/Kpts-II/1999 Tanggal 19 Agustus
1999 dan telah dirumuskan kembali dalam rapat konsensus pada tanggaln 5 dan 6
Desember 2001 di Bakosurtanal, Cibinong yang dihadiri oleh instasi pemerintah pusat dan
daerah, instansi swasta, para pakar, pengguna serta perguruan tinggi.
Standar Nasional Indonesia Penyusunan neraca sumber daya hutan spasial ini disusun
kerjasama Badan Koordinasi Survei dan Pemetaaan Nasional, Badan Planologi Kehutanan
(dahulu Direktorat Jenderal Inventarisasi dan Tata Guna Hutan) dan Direktorat Jenderal
Pembangunan Daerah – Departemen Dalam Negeri)
SNI 19-6728.2-2002
iii
Pendahuluan
Salah satu metode evalusi potensi hutan adalah metode neraca sumber daya hutan. Neraca
sumber daya hutan adalah suatu informasi yang dapat menggambarkan cadangan sumber
daya hutan, kehilangan dan penggunaan sumber daya hutan, sehingga pada waktu tertentu
dapat diketahui kecenderungannya, apakah surplus atau defisit, jika dibandingkan dengan
waktu sebelumnya.
Syarat dapat disusunnya neraca sumber daya hutan adalah telah dilakukan inventarisasi
hutan minimal untuk dua periode waktu. Dengan demikian neraca sumber daya hutan dapat
berfungsi sebagai salah alat evaluasi hutan sebagai suatu sistem peringatan dini (early
warning system) mengenai degradasi hutan.
Standar Nasional Indonesia Penyusunan neraca sumber daya hutan spasial ini merupakan
tata cara (pedoman teknis) kegiatan pengumpulan dan pengolahan berbagai data serta
informasi hutan (lokasi, luas, potensi tegakan, keadaan fisik lapangan) dan data lainnya
dalam rangka penyusunan neraca sumber daya hutan.
Standar Nasional Indonesia Penyusunan neraca sumber daya hutan spasial ini diangkat dari
Petunjuk teknis neraca sumber daya alam spasial Indonesia, dan mengacu kepada Undang-
Undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang, Intruksi Menteri Dalam Negeri
Nomor 39 Tahun 1995 tentang Penyusunan neraca kualitas Lingkungan Hidup Daerah, dan
Neraca Sumber daya Alam Spasial Daerah.
SNI 19-6728.2-2002
1
Penyusunan neraca sumber daya –
Bagian 2: Sumber daya hutan spasial
1 Ruang lingkup
Standar ini menentukan pedoman untuk penyusunan neraca sumber daya hutan spasial.
Standar ini meliputi pendahuluan, ruang lingkup, acuan, istilah dan definisi, persyaratan
,klasifikasi, metode dan penyajian peta.
2 Acuan
- SNI 19-6502.1-2000 , Peta rupa bumi Indonesia 1: 10 000;
- SNI 19-6502.2-2000 , Peta rupa bumi Indonesia 1: 25 000 ;
- SNI 19-6502.3-2000 , Peta rupa bumi Indonesia 1: 50 000 ;
- SNI 19-6502.4-2000 , Peta rupa bumi Indonesia 1: 250 000 ;
3 Istilah dan definisi
Untuk keperluan standar ini, selanjutnya digunakan istilah dan definisi sebagai berikut :
3.1
hutan
lapangan bertumbuhan pohon-pohon yang secara keseluruhan merupakan persekutuan
hidup alam hayati beserta alam lingkungannya
3.2
kawasan hutan
wilayah tertentu yang oleh Menteri Kehutanan ditetapkan untuk dipertahankan sebagai hutan
tetap
3.2.1
kawasan suaka alam
kawasan dengan ciri khas tertentu baik di darat maupun di perairan yang mempunyai fungsi
pokok sebagai kawasan pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa beserta
ekosistemnya yang juga berfungsi sebagai penyangga kehidupan
3.2.1.1
kawasan cagar alam (CA)
kawasan suaka alam yang karena keadaannya mempunyai kekhasan tumbuhan, satwa dan
ekosistemnya atau ekosistem tertentu perlu dilindungi dan pengembangannya berlaku
secara alami
SNI 19-6728.2-2002
2 dari 24
3.2.1.2
kawasan Suaka Margasatwa (SM)
kawasan suaka alam yang mempunyai ciri-ciri khas berupa keanekaragaman dan atau
keunikan jenis satwa yang untuk kelangsungan hidupnya dapat dilakukan pembinaan
terhadap habitatnya
3.2.2
kawasan pelestarian alam
kawasan dengan ciri khas tertentu, baik di darat maupun di perairannya yang mempunyai
fungsi perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis
tumbuhan dan satwa serta pemanfaatan secara lestari sumber Daya alam hayati dan
ekosistemnya
3.2.2.1
Taman Nasional (TN)
kawasan pelestarian alam yang dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk
tujuan pengembangan ilmu pengetahuan, pendidikan, pariwisata dan rekreasi serta
perlindungan ekosistem
3.2.2.2
Taman hutan raya (Tahura)
kawasan pelestarian alam yang terutaman dimanfaatkan untuk tujuan koleksi tumbuhan dan/
atau satwa, alami dan buatan, jenis asli dan/ atau bukan asli, pengembangan ilmu
pengetahuan, pendidikan dan latihan, budaya, pariwisata dan rekreasi
3.2.2.3
Taman Wisata Alam (TWA)
kawasan pelestarian alam di darat dan di laut yang terutama dimanfaatkan untuk pariwisata
dan rekreasi alam
3.2.3
Taman Buru (TB)
kawasan yang didalamnya terdapat satwa buru dan memungkinkan untuk
diselenggarakannya perburuan secara teratur serta ditetapkan dan dibina untuk kepentingan
rekreasi dan perburuan
SNI 19-6728.2-2002
3
3.2.4
hutan lindung
kawasan hutan yang karena keadaan sifat alamnya diperuntukkan guna mengatur tata air,
pencegahan bencana banjir dan erosi serta pemeliharaan kesuburan tanah
3.2.5
hutan produksi terbatas
kawasan hutan yang digunakan untuk kegiatan budidaya hasil-hasil hutan secara terbatas
dengan tetap memperhatikan fungsinya sebagai hutan untuk melindungi kawasan
dibawahnya
3.2.6
hutan produksi tetap
kawasan hutan yang karena pertimbangan kebutuhan sosial ekonomi masyarakat dan
negara perlu dipertahankan sebagai kawasan hutan produksi yang berfungsi untuk
menghasilkan hasil-hasil hutan bagi kepentingan negara, masyarakat, industri dan ekspor
3.2.7
hutan produksi yang dapat dikonversi
kawasan hutan produksi tetap yang dapat dirubah peruntukannya guna memenuhi
kebutuhan pengembangan transmigrasi, pertanian, pangan, perkebunan, industri,
pemukiman, lingkungan dan lain-lain
3.7
tipe hutan
pembagian hutan berdasarkan ekosistemnya
3.7.1
hutan basah
hutan yang tumbuh berkembang pada habitat lahan basah yang terdiri dari hutan payau,
hutan rawa dan hutan gambut
3.7.2
hutan mangrove / bakau
hutan yang terdapat didaerah pantai yang selalu atau secara periodik tergenang air laut,
tetapi tidak terpengaruhi oleh iklim
SNI 19-6728.2-2002
4 dari 24
3.7.3
hutan rawa / gambut
hutan yang selalu atau secara periodik di genangi air tawar
3.7.4
hutan kering
hutan yang tumbuh berkembang pada habitat lahan kering terdiri dari hutan pantai, hutan
tropis dataran rendah dan hutan tropis dataran tinggi
3.7.5
hutan pantai
hutan yang terletak ditepi pantai dan tidak dipengaruhi oleh iklim serta berada diatas garis
pasang tertinggi
3.7.6
hutan dataran rendah
hutan yang tumbuh pada lahan kering yang berada pada ketinggian dibawah 1000 m diatas
permukaan laut
3.7.7
hutan dataran tinggi
hutan yang tumbuh pada lahan kering yang berada pada ketinggian diatas 1000 m atau
lebih diatas permukaan laut
3.8
reboisasi
penanaman kembali di kawasan hutan, baik secara alam maupun buatan yang dilakukan
menurut berbagai sistem silvikultur yang berlaku
Tanaman-tanaman dan pohon hutan yang dilaksanakan di dalam kawasan hutan negara dan
areal lainnya yang di dalam tata guna hutan diperuntukkan sebagai kawasan hutan
3.9
sistem penebangan
sistem penebangan pohon dari jenis komersial yang dilakukan di area tertentu
3.9.1
Tebang Habis dengan Permudaan Alam (THPA)
sistem penebangan pohon dari jenis komersial yang dilakukan sekaligus di area tertentu, di
dalam waktu yang singkat dengan memberi peluang kepada pohon-pohon muda sejenis
SNI 19-6728.2-2002
5
untuk tumbuh dan berkembang secara alami
3.9.2
Tebang Pilih Tanam Indonesia (TPTI)
salah satu sistim silvikultur yang merupakan subsistem dari sitem pengelolaan hutan lestari
3.9.3
Tebang Pilih Tanam Jalur (TPTJ)
sistim silvikultur yang menjadi cara tebang pilih dengan batas diameter minimal 40 cm diikuti
dengan permudaan buatan dalam jalur
3.9.4
Tebang Jalur Tanam Indonesia (TJTI)
sistim silvikultur alternatif yang diterapkan di hutan produksi dengan tujuan untuk
meningkatkan riap dan kualitas hutan alam, meningkatkan pasokan kayu bagi industri kecil,
mempermudah pengawasan dan pengendalian di lapangan, mengatur pemanfaatan hutan
produksi alam dan membudidayakan pohon andalan terutama Dipterocarpaceae
3.10
hutan tanaman
hutan yang dibangun melalui penanaman
3.11
areal pengganti
areal di luar kawasan hutan tetap dengan persyaratan tertentu yang akan dijadikan kawasan
hutan sebagai pengganti kawasan hutan tetap yang dilepaskan untuk kepentingan non
kehutanan
3.12
perladangan berpindah
pengolahan lahan secara primitif yang berlangsung di kawasan hutan dan senantiasa
berpindah-pindah
3.13
migrasi (untuk ekologi)
perpindahan tumbuh-tumbuhan atau binatang jenis tertentu dari daerah satu ke daerah lain
3.14
penangkaran
kegiatan pembesaran dan perkembangbiakan satwa liar dan tumbuhan
SNI 19-6728.2-2002
6 dari 24
3.15
perburuan liar
perburuan yang dilakukan tanpa ijin yang sah atau tanpa sepengetahuan instansi-instansi
yang berwenang dan bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku
3.16
tukar menukar kawasan
suatu kegiatan melepaskan kawasan hutan tetap untuk kepentingan pembangunan di luar
sektor kehutanan yang diimbangi dengan memasukkan tanah pengganti menjadi kawasan
hutan dan kegiatan pelepasan kawasan hutan tersebut tidak dapat dilakukan dengan cara
realokasi fungsi hutan produksi konversi menjadi hutan produksi tetap
3.17
pelepasan kawasan hutan
kegiatan melepaskan kawasan hutan tetap untuk kepentingan di luar sektor kehutanan
3.18
penunjukkan
penetapan awal peruntukkan suatu wilayah tertentu sebagai wilayah hutan dengan
Keputusan Menteri Kehutanan/Gubernur
3.19
neraca sumber daya hutan
suatu informasi yang dapat menggambarkan cadangan sumber daya hutan, kehilangan dan
penggunaan sumber daya hutan, sehingga pada waktu tertentu dapat diketahui
kecenderungannya, apakah surplus atau defisit, jika dibandingkan dengan waktu
sebelumnya
3.19.1
peta aktiva sumber daya hutan
peta yang menggambarkan kondisi sumber daya hutan pada keadaan awal
3.19.2
peta pasiva sumber daya hutan
peta yang menggambarkan kondisi sumber daya hutan pada keadaan akhir
SNI 19-6728.2-2002
7
3.19.3
peta neraca sumber daya hutan
peta hasil tumpang tindih (overlay) Peta Aktiva dan Peta Pasiva, sehingga memberikan
gambaran keadaan awal, perubahan yang terjadi dan keadaan akhir
3.20
peta
gambaran dari permukaan bumi pada suatu bidang datar yang dibuat secara kartografis
menurut proyeksi dan skala tertentu dengan menyajikan unsur-unsur alam dan buatan serta
informasi lainnya yang diinginkan
3.20.1
peta dasar
peta yang menyajikan informasi dasar, yang dapat dipakai sebagai dasar bagi penyajian
informasi tematik lainnya
3.21
penggambaran peta
suatu proses dalam menyajikan informasi mengenai keadaan permukaan bumi pada bahan
kertas menurut aturan tertentu
4 Persyaratan
Untuk penyusunan neraca sumber daya hutan spasial di syaratkan :
- kegiatan inventarisasi sumber daya hutan telah dilakukan minimal untuk 2 periode;
- data/peta dalam kegiatan inventarisasi harus mempunyai klasifikasi yang sama.
5 Klasifikasi
Menurut lingkup wilayah, neraca sumber daya hutan spasial di golongkan menjadi :
1) Neraca sumber daya hutan spasial nasional skala 1 : 1000 000,
2) Neraca sumber daya hutan spasial propinsi skala 1 : 250 000,
3) Neraca sumber daya hutan spasial kabupaten/kota skala 1:50 000 sampai dengan
1 : 100 000,
4) Neraca sumber daya hutan spasial daerah khusus skala 1:25 000 sampai dengan 1:
50 000.
SNI 19-6728.2-2002
8 dari 24
Dalam klasifikasi neraca sumber daya hutan ini, klasifikasinya menggunakan tiga komponen
yaitu :
- fungsi hutan,
- tipe hutan dan penutupan vegetasi, dan
- potensi tegakan.
yang kemudian disajikan dalam bentuk tabel dan peta.
Tabel 1 Klasifikasi tipe hutan pada masing-masing fungsi hutan
Nasional
Skala 1 : 1.000.000
Propinsi
Skala 1 : 250.000
Kabupaten
Skala 1 : 50.000
A. Berhutan
B. Tidak Berhutan
A. Berhutan
1. Berhutan Primer
1.1. Hutan Basah
1.2. Hutan Kering
2. Berhutan Sekunder
2.1. Hutan Basah
2.2. Hutan Kering
B. Tidak Berhutan
1. Hutan Basah
2. Hutan Kering
A. Berhutan
1. Berhutan Primer
1.1. Hutan Basah
- Hutan Bakau/Mangrove
- Hutan Rawa/Gambut
1.2. Hutan Kering
- Hutan Pantai
- Hutan Dataran Rendah
- Hutan Dataran Tinggi
2. Berhutan Sekunder
2.1. Hutan Basah
- Hutan Bakau/Mangrove
- Hutan Rawa/Gambut
2.2. Hutan Kering
- Hutan Pantai
- Hutan Dataran Rendah
- Hutan Dataran Tinggi
SNI 19-6728.2-2002
9
Tabel 1 (lanjutan)
Nasional
Skala 1 : 1.000.000
Propinsi
Skala 1 : 250.000
Kabupaten
Skala 1 : 50.000
B. Tidak Berhutan
1. Hutan Basah
- Hutan Bakau/Mangrove
- Hutan Rawa/Gambut
2. Hutan Kering
- Hutan Pantai
- Hutan Dataran Rendah
- Hutan Dataran Tinggi
6 Metode
6.1 Metode pengumpulan data
6.1.1 Metode pengumpulan data primer
Bila data dan peta yang akan digunakan sebagai acuan dalam penyusunan neraca sumber
daya hutan tidak/belum ada maka digunakan metode pendekatan teknik penginderaan jauh,
melalui metode penafsiran citra satelit dan foto udara.
Petunjuk Teknis (Juknis) mengenai intepretasi foto udara dan citra satelit, menggunakan
JUKNIS yang berlaku pada Departemen Kehutanan, yaitu :
1. SK Kepala Badan Inventarisasi dan Tata Guna Hutan (INTAG) No. 102/Kpts/VII-2/1989
tentang Ketentuan Teknis dan Tata Cara Pelaksanaan Pemotretan Udara, Pemetaan
Vegetasi dan Pemetaan Garis Bentuk dalam rangka HPH ;
2. SK No. 125/Kpts/VII-2/1989 tentang Pedoman Teknis Pelaksanaan Penafsiran Citra
landsat dan Pemetaan Planimetris Sumber Daya Hutan ;
3. SK No. 126/Kpts/VII-2/1989 tentang Pedoman Teknis Pelaksanaan Penafsiran Citra Spot
dan Pemetaan Planimetris Sumber Daya Hutan ;
4. SK Dirjen INTAG N0. 23/Kpts/VII-2/1990 tentang Perubahan Lampiran SK No.
125/Kpts/VII-2/1989 tentang Pedoman Teknis Pelaksanaan Penafsiran Citra landsat dan
Pemetaan Planimetris Sumber Daya Hutan ;
5. SK Dirjen INTAG N0. 24/Kpts/VII-2/1990 tentang perubahan lampiran SK No.
126/Kpts/VII-2/1989 tentang Pedoman Teknis Pelaksanaan Penafsiran Citra Spot dan
Pemetaan Planimetris Sumber Daya Hutan ;
SNI 19-6728.2-2002
10 dari 24
6.1.2 Metode pengumpulan data sekunder
Peta yang diperlukan dalam penyusunan neraca sumber daya hutan antara lain :
- peta Regional Physical Planning Programme Transmigration (RePProT), Bakosurtanal
- peta Vegetasi dan Penggunaan Lahan (National Forest Inventory), interpretasi citra
satelit (Landsat, SPOT, Radar), potret udara
- peta penunjukan kawasan hutan dan perairan, peta padu serasi TGHK – RTRWP, peta
RTRWP dan atau Peta Tata Guna Hutan Kesepatan (Departemen Kehutanan)
- peta garis kontur
6.2 Metode pengolahan data
Pengolahan data potensi tegakan hutan untuk mendapatkan hubungan antara peubah
langsung di potret udara (kerapatan tajuk, diameter tajuk, dan tinggi pohon) terhadap peubah
tak langsung (volume tegakan) menggunakan software lotus, Minitab dan lain sebagainya
untuk memperoleh suatu persamaan regresi.
Peta-peta tersebut diatas, diplot pada peta dasar sehingga menghasilkan peta Aktiva dan
peta Pasiva. Peta Aktiva dan Peta Pasiva kemudian dioverlaykan untuk menghasilkan Peta
Neraca Sumber Daya Hutan.
Peta Aktiva dan peta Pasiva yang dibuat secara manual kemudian didigitasi. Luas masing-
masing berdasarkan fungsi hutan dan tipe hutan diperoleh dari hasil perhitungan peta
digitasi.
6.3 Metode pengisian tabel
Pada pengisian tabel-tabel pada penyusunan neraca sumber daya hutan spasial, perubahan
yang dicatat adalah perubahan data luas dan potensi sumber daya hutan yang mencakup :
6.3.1 Inventarisasi luas sumber daya hutan (per fungsi hutan)
1. Perubahan sebagai akibat perubahan luas kawasan hutan
i. Perubahan luas kawasan hutan sebagai akibat penambahan luas kawasan hutan, yang
terdiri dari :
- penunjukkan kawasan hutan,
- penetapan lahan pengganti,
- perubahan fungsi kawasan hutan.
ii. Perubahan luas kawasan hutan sebagai akibat pengurangan luas kawasan hutan yang
terdiri dari :
- pelepasan kawasan hutan,
- tukar menukar kawasan hutan,
- perubahan fungsi kawasan hutan.
SNI 19-6728.2-2002
11
2. Perubahan sebagai akibat dari perubahan penutupan vegetasi yang tidak harus
mempengaruhi perubahan luas kawasan hutan, yang teridri dari :
i. Perubahan sebagai akibat penambahan pentupan vegetasi, yang meliputi :
- reboisasi,
- Hutan Tanaman Industri (HTI),
- Tebang Habis Permudaan Alam (THPA)/Tebang Habis Permudaan Buatan (THPB),
- Tebang Pilih Tanam Indonesia (TPTI)/Tebang Pilih Tanam Jalur (TPTJ),
- lain-lain
ii. Perubahan sebagai akibat pengurangan penutupan vegetasi, yang meliputi :
- kebakaran hutan,
- perambahan hutan atau penebangan liar,
- THPA/THPB,
- TPTI/TPTJ,
- bencana alam,
- lain-lain
6.3.2 Inventarisasi potensi kayu (per fungsi hutan)
a. perubahan sebagai akibat penambahan luas kawasan hutan dan/atau penutupan
vegetasi yang meliputi seperti pada butir 6.3.1.1.i dan 6.3.1.2.i diatas, potensi dihitung
dengan cara menggandakan potensi (m3
/ha) dengan luas perubahan tersebut ;
b. perubahan sebagai akibat pengurangan luas kawasan hutan dan/atau penutupan
vegetasi yang meliputi seperti pada butir 6.3.1.1.ii dan 6.3.1.2.ii diatas, potensi dihitung
dengan cara menggandakan potensi (m3
/ha) dengan luas perubahan tersebut ;
c. data nilai perubahan potensi kayu dihitung dengan menggandakan nilai harga pasar
yang berlaku setempat jumlah unit potensi nya ;
1. Inventarisasi potensi kayu untuk species perdagangan tertentu (per fungsi hutan)
a. perubahan sebagai akibat penambahan luas kawasan hutan dan/atau penutupan
vegetasi yang meliputi seperti pada butir 6.3.1.1.i dan 6.3.1.2.i diatas, potensi
dihitung dengan cara menggandakan potensi (m3
/ha) dengan luas perubahan
tersebut ;
b. perubahan sebagai akibat pengurangan luas kawasan hutan dan/atau penutupan
vegetasi yang meliputi seperti pada butir 6.3.1.1.ii dan 6.3.1.2.ii diatas, potensi
dihitung dengan cara menggandakan potensi (m3
/ha) dengan luas perubahan
tersebut ;
c. data nilai perubahan potensi kayu dihitung dengan menggandakan nilai harga
pasar yang berlaku setempat jumlah unit potensinya ;
SNI 19-6728.2-2002
12 dari 24
2. Inventarisasi potensi non kayu (per fungsi hutan)
a. perubahan sebagai akibat penambahan luas kawasan hutan dan/atau penutupan
vegetasi yang meliputi seperti pada butir 6.3.1.1.i dan 6.3.1.2.i di atas, potensi
dihitung dengan cara menggandakan potensi (unit komoditi/Ha) dengan luas
perubahan tersebut ;
b. perubahan sebagai akibat pengurangan luas kawasan hutan dan/atau penutupan
vegetasi yang meliputi seperti pada butir 6.3.1.1.ii dan 6.3.1.2.ii di atas, potensi
dihitung dengan cara menggandakan potensi (unit komoditi/Ha) dengan luas
perubahan tersebut ;
c. data nilai perubahan potensi kayu dihitung dengan menggandakan nilai harga
pasar yang berlaku setempat jumlah unit potensi nya.
Periode waktu untuk NSDH yang disusun untuk setiap wilayah propinsi dan Nasional adalah
Januari s/d Desember tahun yang bersangkutan. Sedangkan penyusunannya dilaksanakan
menggunakan dana tahun anggaran berikutnya.
6.4 Sistematika penulisan buku 1 (Ringkasan)
JUDUL
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Perundang-Undangan yang melandasi penyusunan neraca sumber daya alam
C. Maksud dan Tujuan
D. Lingkup
II. METODE
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Inventarisasi data
B. Inventarisasi data
C. Neraca sumber hutan alam spasial
IV. REKOMENDASI
6.5 Sistematika penulisan buku 2 (Laporan utama)
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
SNI 19-6728.2-2002
13
I. PENDAHULUAN
A. Latar belakang
B. Perundang-Undangan yang melandasi penyusunan Neraca sumber daya hutan alam
C. Maksud dan tujuan
D. Lingkup
II. KONDISI WILAYAH
A. Letak geografi
B. Kondisi fisik
C. Kondisi sosial dan ekonomi
III. METODE
A. Metode pengumpulan data neraca sumber hutan alam
B. Metode pengolahan dan penyajian data
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Inventarisasi data sumber daya hutan
B. Neraca sumber daya hutan spasial
C. Nilai ekonomi sumber daya hutan (apabila data memungkinkan/tersedia)
V. REKOMENDASI
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
6.6 Buku 3 (peta-peta neraca sumber daya alam)
Merupakan kumpulan peta-peta neraca sumber daya hutan yang terdiri dari peta aktiva,
peta pasiva dan peta neraca sumber daya hutan spasial.
7 Metode penyajian data spasial
7.1 Peta dasar
Dalam penyusunan peta neraca sumber daya hutan, digunakan peta rupabumi (peta
topografi) sebagai peta dasar. Peta yang dipakai sebagai dasar pembuatan peta neraca
sumber daya hutan secara peringkat ditetapkan sebagai berikut :
1 Peta rupabumi Indonesia (RBI), skala 1 : 25 000, 1 : 50 000, 1 : 100 000, 1 : 250 000 dan
skala 1 : 1000 000 yang diterbitkan oleh Bakosurtanal,
2 Untuk wilayah yang belum terliput peta Rupa bumi skala 1 : 50 000 dan 1 : 100 000
dapat digunakan :
SNI 19-6728.2-2002
14 dari 24
a. Peta topografi edisi lama dengan penyesuaian proyeksi disesuaikan dengan peta
Rupa bumi Indonesia
b. Peta yang dibuat secara fotogrametris dengan mengacu peta rupa bumi Indonesia
c. Peta JOG (skala 1 : 250 000) dapat digunakan sebagai peta dasar sementara.
d. Citra satelit yang telah dikoreksi secara geometris dan atau radometris
7.2 Skala peta
1. Peta neraca sumber daya hutan spasial nasional, di sajikan dengan skala
1 : 1000 000
2. Peta neraca sumber daya hutan provinsi, disajikan dengan skala 1 : 250 000
3. Peta neraca sumber daya hutan kabupaten/kota, disajikan dengan skala 1 : 100 000 -
1 : 50 000
4. Peta neraca sumber daya hutan untuk daerah khusus/tertentu, disajikan dengan skala 1 :
25 000 atau lebih besar.
7.3 Ukuran lembar peta dan format peta
Ukuran gratikul mengikuti peta rupa bumi Indonesia. Panjang dan lebar sisi peta yang diukur
dari tepi peta saling tegak lurus. Ukuran lembar peta maksimal 60 cm x 80 cm (muka
peta 60 cm x 60 cm dan informasi tepi 60 cm x 20 cm) .
Sedangkan format peta adalah tata letak muka berdasarkan pembagian geografis yang
sudah dibakukan, menurut sistem proyeksi Transverse Mecator (TM) dengan sistem grid
Universal Transverce Mecator (UTM) dan geografis.
7.4 Informasi tepi
Keterangan yang dicantumkan pada tiap lembar peta supaya pembaca peta dapat dengan
mudah memahami isi peta dan arti dari informasi yang disajikan.
Informasi tepi setidak-tidaknya memuat:
- Judul Peta,
- Skala,
- Legenda,
- Arah utara,
- Angka koordinat geografis,
- Diagram lokasi,
- Sumber data, dan
- Pembuat peta.
SNI 19-6728.2-2002
15
7.4.1 Judul peta
Contoh Judul peta :
PETA AKTIVA SUMBER DAYA HUTAN (TAHUN …...)
KABUPATEN / PROVINSI ...........
PETA PASIVA SUMBER DAYA HUTAN (TAHUN ……..)
KABUPATEN / PROVINSI ...........
PETA NERACA SUMBER DAYA HUTAN (TAHUN …....)
KABUPATEN / PROVINSI ...........
7.4.2 Skala peta
Pada tiap lembar peta dicantumkan skala numeris (dalam angka) dan skala grafis (dalam
bentuk garis)
7.4.3 Arah utara
Arah utara (true north) dalam gambar biasanya digambarkan dengan anak panah yang
digambar menunjukkan ke atas dengan perhitungan azimuth.
7.4.4 Legenda
Suatu simbol dalam bentuk titik, garis atau bidang dengan atau tanpa kombinasi warna,
yang dapat memberikan keterangan tentang unsur-unsur yang tercantum pada gambar peta,
selain simbol dibuat notasi tambahan yaitu sebagai catatan penjelasan.
Legenda atau simbol yang tercantum dalam isi peta diberi keterangan singkat dan jelas
dengan susunan kata atau kalimat yang benar dan sesuai.
Informasi data dasar yang akan dicantumkan merujuk pada peta rupa bumi Indonesia.
7.4.5 Angka koordinat geografis
Merupakan nilai angka yang dicantumkan pada tepi garis peta dengan angka dan notasi
menunjukkan kedudukan garis lintang (latitude) dan garis bujur (longitude); digambar dengan
interval tertentu (minimal ada 2 angka/nilai dalam satu tepi) yang disesuaikan dengan peta
dasar.
7.4.6 Diagram lokasi
Digunakan untuk menunjukkan letak/ lokasi dari daerah yang dipetakan dalam hubungannya
dengan wilayah yang lebih luas, seperti : propinsi, pulau atau negara.
7.4.7 Sumber data
Untuk mengetahui keabsahan (validitas) dari sumber data yang digunakan maka perlu
dicantumkan :
- peta dasar yang dipakai, termasuk skala dan tahun pembuatan/penerbitan ;
SNI 19-6728.2-2002
16 dari 24
- asal data yang dipakai sebagai pengisi peta, apabila data terdiri dari berbagai sumber
atau tahun, perlu dibuat diagram khusu yang menunjukkan lokasi dengan sumber data
atau tahun yang berlainan.
7.4.8 Pembuat peta
Untuk mengetahui penanggung jawab saat peta dibuat, harus dicantumkan identitas
pembuat peta, bulan dan tahun pembuatannya.
Yang dimaksud dengan pembuat peta adalah pejabat instansi atau swasta serta perorangan
yang berwenang dan bertanggung jawab atas isi peta.
Gambar 1 Bagan tata letak peta
MUKA PETA
JUDUL PETA
Skala
Legenda
Sumber Peta :
Penyusun Peta :
SNI 19-6728.2-2002
17
Tabel 2 Rekapitulasi perubahan luas sumber daya hutan (Ha)
Kawasan hutan …………
PerubahanTipe hutan Saldo
awal
Penambahan/aktiva Pengurangan/pasiva
Perubahan
+ / -
Saldo
akhir
Keterangan
A. Berhutan
1. Berhutan Primer
1.1. Hutan Basah
a. Hutan
Bakau/Mangrove
b. Hutan Rawa/Gambut
1.2. Hutan Kering
a. Hutan Pantai
b. Hutan Dataran Rendah
c. Hutan Dataran Tinggi
Jumlah A.1.
2. Berhutan Sekunder
1.1. Hutan Basah
a. Hutan
Bakau/Mangrove
b. Hutan Rawa/Gambut
1.2. Hutan Kering
a. Hutan Pantai
b. Hutan Dataran Rendah
c. Hutan Dataran Tinggi
Jumlah A.2.
Jumlah A
SNI 19-6728.2-2002
18 dari 24
Tabel 2 (lanjutan)
PerubahanTipe hutan Saldo
awal
Penambahan/aktiva Pengurangan/pasiva
Perubahan
+ / -
Saldo
akhir
Keterangan
B. Tidak Berhutan
1.1. Hutan Basah
a. Hutan
Bakau/Mangrove
b. Hutan Rawa/Gambut
1.2. Hutan Kering
a. Hutan Pantai
b. Hutan Dataran Rendah
c. Hutan Dataran Tinggi
Jumlah B
Jumlah A + B
Tabel 3 Inventarisasi luas sumber daya hutan (Ha)
Kawasan hutan …………
Penambahan / Aktiva Pengurangan / Pasiva
Tipe Hutan Saldo
Awal
Perubahan Kawasan
Hutan
Perubahan Penutupan Lahan/Vegetasi Jum-
lah
Perubahan Kawasan Hutan Perubahan Penutupan Lahan/Vegetasi Jum-
lah
Peru-
bahan
Saldo
Akhir
Ketera-
ngan
Penun-
jukan
Kawa-
san
Lahan
Peng-
ganti
Peru-
bahan
Fungsi
Rebo-
isasi
Hutan
Tanam-
an
TPTI/TPTJ THPA/THPB Lain-
Lain
Pelepasan
Kawasan
Tukar
Menukar
Peru-
bahan
Fungsi
Keba-
karan
Hutan
Peram-
bahan/
Peladang-
an
TPTI/TPTJ THPA/THPB Benca-
na
Alam
Lain-
Lain
+ / -
A. Berhutan
1. Berhutan Primer
1.1. Hutan Basah
a. Hutan
Bakau/Mangrove
b. Hutan Rawa/Gambut
1.2. Hutan Kering
a. Hutan Pantai
b. Hutan Dataran
Rendah
c. Hutan Dataran Tinggi
Jumlah A.1.
2. Berhutan Sekunder
1.1. Hutan Basah
a. Hutan
Bakau/Mangrove
b. hutan Rawa/Gambut
SNI19-6728.2-2002
19dari24
Tabel 3 (lanjutan)
Penambahan / Aktiva Pengurangan / Pasiva
Tipe Hutan Saldo
Awal
Perubahan Kawasan
Hutan
Perubahan Penutupan Lahan/Vegetasi Jum-
lah
Perubahan Kawasan Hutan Perubahan Penutupan Lahan/Vegetasi Jum-
lah
Peru-
bahan
Saldo
Akhir
Ketera-
ngan
Penun-
jukan
Kawa-
san
Lahan
Peng-
ganti
Peru-
bahan
Fungsi
Rebo-
isasi
Hutan
Tanam-
an
TPTI/TPTJ THPA/THPB Lain-
Lain
Pelepasan
Kawasan
Tukar
Menukar
Peru-
bahan
Fungsi
Keba-
karan
Hutan
Peram-
bahan/
Peladang-
an
TPTI/TPTJ THPA/THPB Benca-
na
Alam
Lain-
Lain
+ / -
1.2. Hutan Kering
a. Hutan Pantai
b. Hutan Dataran
Rendah
c. Hutan Dataran Tinggi
Jumlah A.2.
Jumlah A
B. Tidak Berhutan
1.1. Hutan Basah
a. Hutan
Bakau/Mangrove
b. Hutan Rawa/Gambut
1.2. Hutan Kering
a. Hutan Pantai
b. Hutan Dataran
Rendah
c. Hutan Dataran Tinggi
Jumlah B
Jumlah A + B
SNI19-6728.2-2002
20dari24
SNI 19-6728.2-2002
21 dari 24
Tabel 4 Rekapitulasi perubahan potensi kayu (m3
)
Kawasan hutan …………
PerubahanSaldo awal
Penambahan/aktiva Pengurangan/pasiva
Saldo akhir KeteranganTipe hutan
m3
Nilai/Rp m3
Nilai/Rp m3
Nilai/Rp
Perubahan
+ / -
m3
Nilai/Rp
A. Berhutan
1. Berhutan
Primer
1.1. Hutan Basah
a. Hutan Bakau/
Mangrove
b. Hutan Rawa/
Gambut
1.2. Hutan Kering
a. Hutan Pantai
b. Hutan Dataran
Rendah
c. Hutan Dataran
Tinggi
Jumlah A.1.
2. Berhutan
Sekunder
1.1. Hutan Basah
a. Hutan Bakau/
Mangrove
b. Hutan Rawa/
Gambut
1.2. Hutan Kering
a. Hutan Pantai
b. Hutan dataran
rendah
c. Hutan Dataran
tinggi
SNI 19-6728.2-2002
22 dari 24
Tabel 4 (lanjutan)
PerubahanSaldo awal
Penambahan/aktiva Pengurangan/pasiva
Saldo akhir KeteranganTipe hutan
m3
Nilai/Rp m3
Nilai/Rp m3
Nilai/Rp
Perubahan
+ / -
m3
Nilai/Rp
Jumlah A.2.
Jumlah A
B. Tidak Berhutan
1.1. Hutan Basah
a. Hutan Bakau/
Mangrove
b. Hutan Rawa/
Gambut
1.2. Hutan kering
a. Hutan Pantai
b. Hutan dataran
rendah
c. Hutan dataran
tinggi
Jumlah B
Jumlah A + B
Tabel 5 Inventarisasi potensi kayu (dalam m3
untuk seluruh komoditas) kawasan hutan
Penambahan / Aktiva Pengurangan / PasivaSaldo Awal
Perubahan Kawasan Hutan Perubahan Penutupan Lahan/Vegetasi Jumlah Perubahan Kawasan
Hutan
Perubahan Penutupan Lahan/Vegetasi Jumlah Saldo Akhir
Tipe Hutan
m
3
Nilai/
Rp
Penun-
jukan
Kawa-
san
Lahan
Peng-
ganti
Peru-
bahan
Fungsi
Re-
boisa-
si
Hutan
Tana-
man
TPTI/
TPTJ
THPA/
THPB
Lain-Lain m3
Nilai/
Rp
Pele-
pasan
Kawa-
san
Tukar
Menu
-kar
Peru-
bahan
Fungsi
Keba-
karan
Hutan
Peram-
bahan/Pe-
ladangan
TPTI/
TPTJ
THPA/
THPB
Bencana
Alam
Lain-Lain m
3
Nilai/
Rp
Peru-
baha
n
+ / -
m3
Nilai/
Rp
Keterangan
A. Berhutan
1. Berhutan Primer
1.1. Hutan Basah
a. Hutan Bakau/Mangrove
b. Hutan Rawa/Gambut
1.2. Hutan Kering
a. Hutan Pantai
b. Hutan Dataran Rendah
c. Hutan Dataran Tinggi
Jumlah A.1.
2. Berhutan Sekunder
1.1. Hutan Basah
a. Hutan Bakau/Mangrove
b. Hutan Rawa/Gambut
1.2. Hutan Kering
SNI19-6728.2-2002
23dari24
Tabel5(lanjutan)
Penambahan/AktivaPengurangan/PasivaSaldoAwal
PerubahanKawasanHutanPerubahanPenutupanLahan/VegetasiJumlahPerubahanKawasan
Hutan
PerubahanPenutupanLahan/VegetasiJumlahSaldoAkhir
TipeHutan
m
3
Nilai/
Rp
Penun-
jukan
Kawa-
san
Lahan
Peng-
ganti
Peru-
bahan
Fungsi
Re-
boisa-
si
Hutan
Tana-
man
TPTI/
TPTJ
THPA/
THP
B
Lain-Lainm3
Nilai/
Rp
Pele-
pasan
Kawa-
san
Tukar
Menu-kar
Peru-
bahan
Fungsi
Keba-
karan
Hutan
Peram-
bahan/Pe-
ladangan
TPTI/
TPT
J
THPA/
THP
B
Bencana
Alam
Lain-
Lain
m
3
Nilai/
Rp
Peru-
bahan
+/-
m
3
Nilai/
Rp
Keterangan
a.HutanPantai
b.HutanDataranRendah
c.HutanDataranTinggi
JumlahA.2.
JumlahA
B.TidakBerhutan
1.1.HutanBasah
a.HutanBakau/Mangrove
b.HutanRawa/Gambut
1.2.HutanKering
a.HutanPantai
b.HutanDataranRendah
c.HutanDataranTinggi
JumlahB
JumlahA+B
SNI 19-6728.2-2002
24 dari 24

More Related Content

What's hot

Presentation rdtr kota
Presentation rdtr kotaPresentation rdtr kota
Presentation rdtr kotaAry Ajo
 
Materi Air Tanah Mata Kuliah Hidrologi
Materi Air Tanah Mata Kuliah HidrologiMateri Air Tanah Mata Kuliah Hidrologi
Materi Air Tanah Mata Kuliah HidrologiNurul Afdal Haris
 
Kebutuhan air baku
Kebutuhan air bakuKebutuhan air baku
Kebutuhan air bakuudhiye
 
Aplikasi teori von thunen dalam struktur ruang kota
Aplikasi teori von thunen dalam struktur ruang kotaAplikasi teori von thunen dalam struktur ruang kota
Aplikasi teori von thunen dalam struktur ruang kotaKhalid Adam
 
Klasifikasi pemukiman
Klasifikasi pemukimanKlasifikasi pemukiman
Klasifikasi pemukimanElan Salfa
 
PENGENALAN ArcMAP dan PENGANTAR ArcCATALOG pada ARCGIS 10.0
PENGENALAN ArcMAP dan PENGANTAR ArcCATALOG pada ARCGIS 10.0PENGENALAN ArcMAP dan PENGANTAR ArcCATALOG pada ARCGIS 10.0
PENGENALAN ArcMAP dan PENGANTAR ArcCATALOG pada ARCGIS 10.0oriza steva andra
 
Presentasi Tembus Konferensi dan Jurnal Internasional
Presentasi Tembus Konferensi dan Jurnal InternasionalPresentasi Tembus Konferensi dan Jurnal Internasional
Presentasi Tembus Konferensi dan Jurnal InternasionalPebri Nurhayati
 
Kuesioner PODES 2014 - DESA
Kuesioner PODES 2014 - DESAKuesioner PODES 2014 - DESA
Kuesioner PODES 2014 - DESAjoihot
 
Peran data dan informasi geospasial dalam penataan ruang
Peran data dan informasi geospasial dalam penataan ruangPeran data dan informasi geospasial dalam penataan ruang
Peran data dan informasi geospasial dalam penataan ruangArya Pinandita
 
Hidrologi Presentasi
Hidrologi PresentasiHidrologi Presentasi
Hidrologi PresentasiQunk
 
Karakteristik bioma di dunia
Karakteristik bioma di duniaKarakteristik bioma di dunia
Karakteristik bioma di duniaalvina listiani
 
Permentan nomor 50 tahun 2012 pedoman pengembangan kawasan pertanian
Permentan nomor 50 tahun 2012 pedoman pengembangan kawasan pertanianPermentan nomor 50 tahun 2012 pedoman pengembangan kawasan pertanian
Permentan nomor 50 tahun 2012 pedoman pengembangan kawasan pertanianAchmad Wahid
 
Cara pembuatan peta gis secara sederhana
Cara pembuatan peta gis secara sederhanaCara pembuatan peta gis secara sederhana
Cara pembuatan peta gis secara sederhanaBagus ardian
 
Ppt . potensi kemaritiman indonesia
Ppt . potensi kemaritiman indonesiaPpt . potensi kemaritiman indonesia
Ppt . potensi kemaritiman indonesiamasmukriyadi
 
Memahami konsep neraca bahan makanan
Memahami konsep neraca bahan makananMemahami konsep neraca bahan makanan
Memahami konsep neraca bahan makananriri_hermana
 

What's hot (20)

Limbah pangan
Limbah panganLimbah pangan
Limbah pangan
 
Presentation rdtr kota
Presentation rdtr kotaPresentation rdtr kota
Presentation rdtr kota
 
Oseanografi sifat fisik air laut
Oseanografi sifat fisik air lautOseanografi sifat fisik air laut
Oseanografi sifat fisik air laut
 
Materi Air Tanah Mata Kuliah Hidrologi
Materi Air Tanah Mata Kuliah HidrologiMateri Air Tanah Mata Kuliah Hidrologi
Materi Air Tanah Mata Kuliah Hidrologi
 
Kebutuhan air baku
Kebutuhan air bakuKebutuhan air baku
Kebutuhan air baku
 
Aplikasi teori von thunen dalam struktur ruang kota
Aplikasi teori von thunen dalam struktur ruang kotaAplikasi teori von thunen dalam struktur ruang kota
Aplikasi teori von thunen dalam struktur ruang kota
 
Klasifikasi pemukiman
Klasifikasi pemukimanKlasifikasi pemukiman
Klasifikasi pemukiman
 
Review pesisir dan laut
Review pesisir dan lautReview pesisir dan laut
Review pesisir dan laut
 
PENGENALAN ArcMAP dan PENGANTAR ArcCATALOG pada ARCGIS 10.0
PENGENALAN ArcMAP dan PENGANTAR ArcCATALOG pada ARCGIS 10.0PENGENALAN ArcMAP dan PENGANTAR ArcCATALOG pada ARCGIS 10.0
PENGENALAN ArcMAP dan PENGANTAR ArcCATALOG pada ARCGIS 10.0
 
Teori lokasi dan terbentuknya kota
Teori lokasi dan terbentuknya kotaTeori lokasi dan terbentuknya kota
Teori lokasi dan terbentuknya kota
 
Presentasi Tembus Konferensi dan Jurnal Internasional
Presentasi Tembus Konferensi dan Jurnal InternasionalPresentasi Tembus Konferensi dan Jurnal Internasional
Presentasi Tembus Konferensi dan Jurnal Internasional
 
Geologi laut 1
Geologi laut 1Geologi laut 1
Geologi laut 1
 
Kuesioner PODES 2014 - DESA
Kuesioner PODES 2014 - DESAKuesioner PODES 2014 - DESA
Kuesioner PODES 2014 - DESA
 
Peran data dan informasi geospasial dalam penataan ruang
Peran data dan informasi geospasial dalam penataan ruangPeran data dan informasi geospasial dalam penataan ruang
Peran data dan informasi geospasial dalam penataan ruang
 
Hidrologi Presentasi
Hidrologi PresentasiHidrologi Presentasi
Hidrologi Presentasi
 
Karakteristik bioma di dunia
Karakteristik bioma di duniaKarakteristik bioma di dunia
Karakteristik bioma di dunia
 
Permentan nomor 50 tahun 2012 pedoman pengembangan kawasan pertanian
Permentan nomor 50 tahun 2012 pedoman pengembangan kawasan pertanianPermentan nomor 50 tahun 2012 pedoman pengembangan kawasan pertanian
Permentan nomor 50 tahun 2012 pedoman pengembangan kawasan pertanian
 
Cara pembuatan peta gis secara sederhana
Cara pembuatan peta gis secara sederhanaCara pembuatan peta gis secara sederhana
Cara pembuatan peta gis secara sederhana
 
Ppt . potensi kemaritiman indonesia
Ppt . potensi kemaritiman indonesiaPpt . potensi kemaritiman indonesia
Ppt . potensi kemaritiman indonesia
 
Memahami konsep neraca bahan makanan
Memahami konsep neraca bahan makananMemahami konsep neraca bahan makanan
Memahami konsep neraca bahan makanan
 

Similar to Sni 19 6728.2-2002

JUKNIS PENGAMANAN KAWASAN KONSERVASI DI WILAYAH LAUT
JUKNIS PENGAMANAN KAWASAN KONSERVASI DI WILAYAH LAUTJUKNIS PENGAMANAN KAWASAN KONSERVASI DI WILAYAH LAUT
JUKNIS PENGAMANAN KAWASAN KONSERVASI DI WILAYAH LAUTSudirman Sultan
 
Keppres no-32-th-1990-ttg-pengelolaan-kawasan-lindung
Keppres no-32-th-1990-ttg-pengelolaan-kawasan-lindungKeppres no-32-th-1990-ttg-pengelolaan-kawasan-lindung
Keppres no-32-th-1990-ttg-pengelolaan-kawasan-lindungwalhiaceh
 
Permen menhut no 47 tahun 2013 tentang pedoman pemanfaatan hutan
Permen menhut no 47 tahun 2013 tentang pedoman  pemanfaatan hutanPermen menhut no 47 tahun 2013 tentang pedoman  pemanfaatan hutan
Permen menhut no 47 tahun 2013 tentang pedoman pemanfaatan hutanwalhiaceh
 
Keppres 33 tahun 1998 ttg kawasan ekosistem lauser
Keppres 33 tahun 1998 ttg kawasan ekosistem lauserKeppres 33 tahun 1998 ttg kawasan ekosistem lauser
Keppres 33 tahun 1998 ttg kawasan ekosistem lauserwalhiaceh
 
PP_Nomor_23_Tahun_2021_2.pdf
PP_Nomor_23_Tahun_2021_2.pdfPP_Nomor_23_Tahun_2021_2.pdf
PP_Nomor_23_Tahun_2021_2.pdfBKPHBRPN
 
Bab 4 rencana pola ruang
Bab 4 rencana pola ruangBab 4 rencana pola ruang
Bab 4 rencana pola ruangDeki Zulkarnain
 
Pp no 68 tentang kawasan suaka alam dan pelestarian alam
Pp no 68 tentang kawasan suaka alam dan pelestarian alamPp no 68 tentang kawasan suaka alam dan pelestarian alam
Pp no 68 tentang kawasan suaka alam dan pelestarian alamwalhiaceh
 
materi sosialisasi ppt slideshare.pptx
materi sosialisasi ppt slideshare.pptxmateri sosialisasi ppt slideshare.pptx
materi sosialisasi ppt slideshare.pptxAbnerRinaldiYosapatS
 
Analisis potensi wilayah dan daerah
Analisis potensi wilayah dan daerahAnalisis potensi wilayah dan daerah
Analisis potensi wilayah dan daerahTaufik Hamidi
 
Pp nomor 68 tahun 1998 ttg kawasan suaka alam
Pp nomor 68 tahun 1998 ttg kawasan suaka alamPp nomor 68 tahun 1998 ttg kawasan suaka alam
Pp nomor 68 tahun 1998 ttg kawasan suaka alamwalhiaceh
 
Pemanfaatan lingkungan
Pemanfaatan lingkunganPemanfaatan lingkungan
Pemanfaatan lingkunganMTR
 
Penerapan ril dalam pembalakan hutan
Penerapan ril dalam pembalakan hutanPenerapan ril dalam pembalakan hutan
Penerapan ril dalam pembalakan hutanRagil Niti Putro
 
Rpi 5 pengelolaan_hutan_rawa_gambut
Rpi 5 pengelolaan_hutan_rawa_gambutRpi 5 pengelolaan_hutan_rawa_gambut
Rpi 5 pengelolaan_hutan_rawa_gambutwalhiaceh
 
Usul Peningkatanstatus S Kampar
Usul Peningkatanstatus S KamparUsul Peningkatanstatus S Kampar
Usul Peningkatanstatus S Kamparguest150909
 
Permenhut no 38 th 2014 ttg p engenaan tarif rp.0
Permenhut no 38 th 2014 ttg p engenaan tarif rp.0Permenhut no 38 th 2014 ttg p engenaan tarif rp.0
Permenhut no 38 th 2014 ttg p engenaan tarif rp.0Jhon Blora
 
Pp no 10 thn 2010 8bc486d52c8bea7fb698cd3e78275528
Pp no  10 thn  2010 8bc486d52c8bea7fb698cd3e78275528Pp no  10 thn  2010 8bc486d52c8bea7fb698cd3e78275528
Pp no 10 thn 2010 8bc486d52c8bea7fb698cd3e78275528walhiaceh
 

Similar to Sni 19 6728.2-2002 (20)

JUKNIS PENGAMANAN KAWASAN KONSERVASI DI WILAYAH LAUT
JUKNIS PENGAMANAN KAWASAN KONSERVASI DI WILAYAH LAUTJUKNIS PENGAMANAN KAWASAN KONSERVASI DI WILAYAH LAUT
JUKNIS PENGAMANAN KAWASAN KONSERVASI DI WILAYAH LAUT
 
Keppres 32 1990
Keppres 32 1990Keppres 32 1990
Keppres 32 1990
 
Keppres no-32-th-1990-ttg-pengelolaan-kawasan-lindung
Keppres no-32-th-1990-ttg-pengelolaan-kawasan-lindungKeppres no-32-th-1990-ttg-pengelolaan-kawasan-lindung
Keppres no-32-th-1990-ttg-pengelolaan-kawasan-lindung
 
Permen menhut no 47 tahun 2013 tentang pedoman pemanfaatan hutan
Permen menhut no 47 tahun 2013 tentang pedoman  pemanfaatan hutanPermen menhut no 47 tahun 2013 tentang pedoman  pemanfaatan hutan
Permen menhut no 47 tahun 2013 tentang pedoman pemanfaatan hutan
 
Sk mentan 837 tahun 1981
Sk mentan 837 tahun 1981Sk mentan 837 tahun 1981
Sk mentan 837 tahun 1981
 
Keppres 33 tahun 1998 ttg kawasan ekosistem lauser
Keppres 33 tahun 1998 ttg kawasan ekosistem lauserKeppres 33 tahun 1998 ttg kawasan ekosistem lauser
Keppres 33 tahun 1998 ttg kawasan ekosistem lauser
 
PP_Nomor_23_Tahun_2021_2.pdf
PP_Nomor_23_Tahun_2021_2.pdfPP_Nomor_23_Tahun_2021_2.pdf
PP_Nomor_23_Tahun_2021_2.pdf
 
Bab 4 rencana pola ruang
Bab 4 rencana pola ruangBab 4 rencana pola ruang
Bab 4 rencana pola ruang
 
Pp no 68 tentang kawasan suaka alam dan pelestarian alam
Pp no 68 tentang kawasan suaka alam dan pelestarian alamPp no 68 tentang kawasan suaka alam dan pelestarian alam
Pp no 68 tentang kawasan suaka alam dan pelestarian alam
 
materi sosialisasi ppt slideshare.pptx
materi sosialisasi ppt slideshare.pptxmateri sosialisasi ppt slideshare.pptx
materi sosialisasi ppt slideshare.pptx
 
Analisis potensi wilayah dan daerah
Analisis potensi wilayah dan daerahAnalisis potensi wilayah dan daerah
Analisis potensi wilayah dan daerah
 
Pp nomor 68 tahun 1998 ttg kawasan suaka alam
Pp nomor 68 tahun 1998 ttg kawasan suaka alamPp nomor 68 tahun 1998 ttg kawasan suaka alam
Pp nomor 68 tahun 1998 ttg kawasan suaka alam
 
Pemanfaatan lingkungan
Pemanfaatan lingkunganPemanfaatan lingkungan
Pemanfaatan lingkungan
 
Buku pemanfaatan final 2012
Buku pemanfaatan final 2012Buku pemanfaatan final 2012
Buku pemanfaatan final 2012
 
Penerapan ril dalam pembalakan hutan
Penerapan ril dalam pembalakan hutanPenerapan ril dalam pembalakan hutan
Penerapan ril dalam pembalakan hutan
 
Rpi 5 pengelolaan_hutan_rawa_gambut
Rpi 5 pengelolaan_hutan_rawa_gambutRpi 5 pengelolaan_hutan_rawa_gambut
Rpi 5 pengelolaan_hutan_rawa_gambut
 
Usul Peningkatanstatus S Kampar
Usul Peningkatanstatus S KamparUsul Peningkatanstatus S Kampar
Usul Peningkatanstatus S Kampar
 
Restorasi 021109
Restorasi 021109Restorasi 021109
Restorasi 021109
 
Permenhut no 38 th 2014 ttg p engenaan tarif rp.0
Permenhut no 38 th 2014 ttg p engenaan tarif rp.0Permenhut no 38 th 2014 ttg p engenaan tarif rp.0
Permenhut no 38 th 2014 ttg p engenaan tarif rp.0
 
Pp no 10 thn 2010 8bc486d52c8bea7fb698cd3e78275528
Pp no  10 thn  2010 8bc486d52c8bea7fb698cd3e78275528Pp no  10 thn  2010 8bc486d52c8bea7fb698cd3e78275528
Pp no 10 thn 2010 8bc486d52c8bea7fb698cd3e78275528
 

Recently uploaded

undangan tahlil dan kirim doa pendak 1.doc
undangan tahlil dan kirim doa pendak 1.docundangan tahlil dan kirim doa pendak 1.doc
undangan tahlil dan kirim doa pendak 1.docLaelaSafitri7
 
Co-funding Pitchdeck 2024.pptxhdhddjdjdjddjjd
Co-funding Pitchdeck 2024.pptxhdhddjdjdjddjjdCo-funding Pitchdeck 2024.pptxhdhddjdjdjddjjd
Co-funding Pitchdeck 2024.pptxhdhddjdjdjddjjdveinlatex
 
PPT Mengenai Pengelolaan Penataan Kearsipan.pptx
PPT Mengenai Pengelolaan Penataan Kearsipan.pptxPPT Mengenai Pengelolaan Penataan Kearsipan.pptx
PPT Mengenai Pengelolaan Penataan Kearsipan.pptxmuhnurmufid123
 
IMC design - Safety Riding Campaign - Mask Up
IMC design - Safety Riding Campaign - Mask UpIMC design - Safety Riding Campaign - Mask Up
IMC design - Safety Riding Campaign - Mask UpAdePutraTunggali
 
IMC Campaign - Integrated Marketing Communication Bingo
IMC Campaign - Integrated Marketing Communication BingoIMC Campaign - Integrated Marketing Communication Bingo
IMC Campaign - Integrated Marketing Communication BingoAdePutraTunggali
 
Modul 1.2 Jurnal Refleksi Dwi Mingguan.pdf
Modul 1.2 Jurnal Refleksi Dwi Mingguan.pdfModul 1.2 Jurnal Refleksi Dwi Mingguan.pdf
Modul 1.2 Jurnal Refleksi Dwi Mingguan.pdfAndiAliyah2
 

Recently uploaded (6)

undangan tahlil dan kirim doa pendak 1.doc
undangan tahlil dan kirim doa pendak 1.docundangan tahlil dan kirim doa pendak 1.doc
undangan tahlil dan kirim doa pendak 1.doc
 
Co-funding Pitchdeck 2024.pptxhdhddjdjdjddjjd
Co-funding Pitchdeck 2024.pptxhdhddjdjdjddjjdCo-funding Pitchdeck 2024.pptxhdhddjdjdjddjjd
Co-funding Pitchdeck 2024.pptxhdhddjdjdjddjjd
 
PPT Mengenai Pengelolaan Penataan Kearsipan.pptx
PPT Mengenai Pengelolaan Penataan Kearsipan.pptxPPT Mengenai Pengelolaan Penataan Kearsipan.pptx
PPT Mengenai Pengelolaan Penataan Kearsipan.pptx
 
IMC design - Safety Riding Campaign - Mask Up
IMC design - Safety Riding Campaign - Mask UpIMC design - Safety Riding Campaign - Mask Up
IMC design - Safety Riding Campaign - Mask Up
 
IMC Campaign - Integrated Marketing Communication Bingo
IMC Campaign - Integrated Marketing Communication BingoIMC Campaign - Integrated Marketing Communication Bingo
IMC Campaign - Integrated Marketing Communication Bingo
 
Modul 1.2 Jurnal Refleksi Dwi Mingguan.pdf
Modul 1.2 Jurnal Refleksi Dwi Mingguan.pdfModul 1.2 Jurnal Refleksi Dwi Mingguan.pdf
Modul 1.2 Jurnal Refleksi Dwi Mingguan.pdf
 

Sni 19 6728.2-2002

  • 1. Standar Nasional Indonesia SNI 19-6728.2-2002 Penyusunan neraca sumber daya – Bagian 2: Sumber daya hutan spasial ICS 13.060.10 Badan Standardisasi Nasional
  • 2.
  • 3. SNI 19-6728.2-2002 i Daftar isi Daftar isi..................................................................................................................................i Prakata .................................................................................................................................. ii Pendahuluan......................................................................................................................... iii 1 Ruang lingkup ............................................................................................................1 2 Acuan.........................................................................................................................1 3 Istilah dan definisi.......................................................................................................1 4 Persyaratan................................................................................................................7 5 Klasifikasi ...................................................................................................................7 6 Metode .......................................................................................................................9 6.1 Metode pengumpulan data .....................................................................................9 6.2 Metode pengolahan data ......................................................................................10 6.3 Metode pengisian tabel.........................................................................................10 6.4 Sistematika penulisan buku 1 (Ringkasan) ...........................................................12 6.5 Sistematika penulisan buku 2 (Laporan utama) ...................................................12 6.6 Buku 3 (peta-peta neraca sumber daya alam) .....................................................13 7 Metode penyajian data spasial .................................................................................13 7.1 Peta dasar ............................................................................................................13 7.2 Skala peta.............................................................................................................14 7.3 Ukuran lembar peta dan format peta.....................................................................14 7.4 Informasi tepi........................................................................................................14
  • 4. SNI 19-6728.2-2002 ii Prakata Standar Nasional Indonesia (SNI) Penyusunan neraca sumber daya – Bagian 2: Sumber daya hutan spasial ini merupakan penyempurnaan dan penyajian dalam format SNI dari petunjuk teknis neraca sumber daya hutan spasial yang dihasilkan pada tahun 1991 dan telah beberapa kali direvisi, terakhir direvisi pada tahun 2001. Standar Nasional Indonesia ini telah dibahas dalam rapat-rapat teknis yang bersifat penyegaran kembali dari materi petunjuk teknis yang telah bersifat operasional sesuai dengan Imendagri No. 39 Tahun 1995 dan Surat keputusan Menteri Kehutanan No. 644/Kpts-II/1999 Tanggal 19 Agustus 1999 dan telah dirumuskan kembali dalam rapat konsensus pada tanggaln 5 dan 6 Desember 2001 di Bakosurtanal, Cibinong yang dihadiri oleh instasi pemerintah pusat dan daerah, instansi swasta, para pakar, pengguna serta perguruan tinggi. Standar Nasional Indonesia Penyusunan neraca sumber daya hutan spasial ini disusun kerjasama Badan Koordinasi Survei dan Pemetaaan Nasional, Badan Planologi Kehutanan (dahulu Direktorat Jenderal Inventarisasi dan Tata Guna Hutan) dan Direktorat Jenderal Pembangunan Daerah – Departemen Dalam Negeri)
  • 5. SNI 19-6728.2-2002 iii Pendahuluan Salah satu metode evalusi potensi hutan adalah metode neraca sumber daya hutan. Neraca sumber daya hutan adalah suatu informasi yang dapat menggambarkan cadangan sumber daya hutan, kehilangan dan penggunaan sumber daya hutan, sehingga pada waktu tertentu dapat diketahui kecenderungannya, apakah surplus atau defisit, jika dibandingkan dengan waktu sebelumnya. Syarat dapat disusunnya neraca sumber daya hutan adalah telah dilakukan inventarisasi hutan minimal untuk dua periode waktu. Dengan demikian neraca sumber daya hutan dapat berfungsi sebagai salah alat evaluasi hutan sebagai suatu sistem peringatan dini (early warning system) mengenai degradasi hutan. Standar Nasional Indonesia Penyusunan neraca sumber daya hutan spasial ini merupakan tata cara (pedoman teknis) kegiatan pengumpulan dan pengolahan berbagai data serta informasi hutan (lokasi, luas, potensi tegakan, keadaan fisik lapangan) dan data lainnya dalam rangka penyusunan neraca sumber daya hutan. Standar Nasional Indonesia Penyusunan neraca sumber daya hutan spasial ini diangkat dari Petunjuk teknis neraca sumber daya alam spasial Indonesia, dan mengacu kepada Undang- Undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang, Intruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 39 Tahun 1995 tentang Penyusunan neraca kualitas Lingkungan Hidup Daerah, dan Neraca Sumber daya Alam Spasial Daerah.
  • 6.
  • 7. SNI 19-6728.2-2002 1 Penyusunan neraca sumber daya – Bagian 2: Sumber daya hutan spasial 1 Ruang lingkup Standar ini menentukan pedoman untuk penyusunan neraca sumber daya hutan spasial. Standar ini meliputi pendahuluan, ruang lingkup, acuan, istilah dan definisi, persyaratan ,klasifikasi, metode dan penyajian peta. 2 Acuan - SNI 19-6502.1-2000 , Peta rupa bumi Indonesia 1: 10 000; - SNI 19-6502.2-2000 , Peta rupa bumi Indonesia 1: 25 000 ; - SNI 19-6502.3-2000 , Peta rupa bumi Indonesia 1: 50 000 ; - SNI 19-6502.4-2000 , Peta rupa bumi Indonesia 1: 250 000 ; 3 Istilah dan definisi Untuk keperluan standar ini, selanjutnya digunakan istilah dan definisi sebagai berikut : 3.1 hutan lapangan bertumbuhan pohon-pohon yang secara keseluruhan merupakan persekutuan hidup alam hayati beserta alam lingkungannya 3.2 kawasan hutan wilayah tertentu yang oleh Menteri Kehutanan ditetapkan untuk dipertahankan sebagai hutan tetap 3.2.1 kawasan suaka alam kawasan dengan ciri khas tertentu baik di darat maupun di perairan yang mempunyai fungsi pokok sebagai kawasan pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya yang juga berfungsi sebagai penyangga kehidupan 3.2.1.1 kawasan cagar alam (CA) kawasan suaka alam yang karena keadaannya mempunyai kekhasan tumbuhan, satwa dan ekosistemnya atau ekosistem tertentu perlu dilindungi dan pengembangannya berlaku secara alami
  • 8. SNI 19-6728.2-2002 2 dari 24 3.2.1.2 kawasan Suaka Margasatwa (SM) kawasan suaka alam yang mempunyai ciri-ciri khas berupa keanekaragaman dan atau keunikan jenis satwa yang untuk kelangsungan hidupnya dapat dilakukan pembinaan terhadap habitatnya 3.2.2 kawasan pelestarian alam kawasan dengan ciri khas tertentu, baik di darat maupun di perairannya yang mempunyai fungsi perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa serta pemanfaatan secara lestari sumber Daya alam hayati dan ekosistemnya 3.2.2.1 Taman Nasional (TN) kawasan pelestarian alam yang dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan, pendidikan, pariwisata dan rekreasi serta perlindungan ekosistem 3.2.2.2 Taman hutan raya (Tahura) kawasan pelestarian alam yang terutaman dimanfaatkan untuk tujuan koleksi tumbuhan dan/ atau satwa, alami dan buatan, jenis asli dan/ atau bukan asli, pengembangan ilmu pengetahuan, pendidikan dan latihan, budaya, pariwisata dan rekreasi 3.2.2.3 Taman Wisata Alam (TWA) kawasan pelestarian alam di darat dan di laut yang terutama dimanfaatkan untuk pariwisata dan rekreasi alam 3.2.3 Taman Buru (TB) kawasan yang didalamnya terdapat satwa buru dan memungkinkan untuk diselenggarakannya perburuan secara teratur serta ditetapkan dan dibina untuk kepentingan rekreasi dan perburuan
  • 9. SNI 19-6728.2-2002 3 3.2.4 hutan lindung kawasan hutan yang karena keadaan sifat alamnya diperuntukkan guna mengatur tata air, pencegahan bencana banjir dan erosi serta pemeliharaan kesuburan tanah 3.2.5 hutan produksi terbatas kawasan hutan yang digunakan untuk kegiatan budidaya hasil-hasil hutan secara terbatas dengan tetap memperhatikan fungsinya sebagai hutan untuk melindungi kawasan dibawahnya 3.2.6 hutan produksi tetap kawasan hutan yang karena pertimbangan kebutuhan sosial ekonomi masyarakat dan negara perlu dipertahankan sebagai kawasan hutan produksi yang berfungsi untuk menghasilkan hasil-hasil hutan bagi kepentingan negara, masyarakat, industri dan ekspor 3.2.7 hutan produksi yang dapat dikonversi kawasan hutan produksi tetap yang dapat dirubah peruntukannya guna memenuhi kebutuhan pengembangan transmigrasi, pertanian, pangan, perkebunan, industri, pemukiman, lingkungan dan lain-lain 3.7 tipe hutan pembagian hutan berdasarkan ekosistemnya 3.7.1 hutan basah hutan yang tumbuh berkembang pada habitat lahan basah yang terdiri dari hutan payau, hutan rawa dan hutan gambut 3.7.2 hutan mangrove / bakau hutan yang terdapat didaerah pantai yang selalu atau secara periodik tergenang air laut, tetapi tidak terpengaruhi oleh iklim
  • 10. SNI 19-6728.2-2002 4 dari 24 3.7.3 hutan rawa / gambut hutan yang selalu atau secara periodik di genangi air tawar 3.7.4 hutan kering hutan yang tumbuh berkembang pada habitat lahan kering terdiri dari hutan pantai, hutan tropis dataran rendah dan hutan tropis dataran tinggi 3.7.5 hutan pantai hutan yang terletak ditepi pantai dan tidak dipengaruhi oleh iklim serta berada diatas garis pasang tertinggi 3.7.6 hutan dataran rendah hutan yang tumbuh pada lahan kering yang berada pada ketinggian dibawah 1000 m diatas permukaan laut 3.7.7 hutan dataran tinggi hutan yang tumbuh pada lahan kering yang berada pada ketinggian diatas 1000 m atau lebih diatas permukaan laut 3.8 reboisasi penanaman kembali di kawasan hutan, baik secara alam maupun buatan yang dilakukan menurut berbagai sistem silvikultur yang berlaku Tanaman-tanaman dan pohon hutan yang dilaksanakan di dalam kawasan hutan negara dan areal lainnya yang di dalam tata guna hutan diperuntukkan sebagai kawasan hutan 3.9 sistem penebangan sistem penebangan pohon dari jenis komersial yang dilakukan di area tertentu 3.9.1 Tebang Habis dengan Permudaan Alam (THPA) sistem penebangan pohon dari jenis komersial yang dilakukan sekaligus di area tertentu, di dalam waktu yang singkat dengan memberi peluang kepada pohon-pohon muda sejenis
  • 11. SNI 19-6728.2-2002 5 untuk tumbuh dan berkembang secara alami 3.9.2 Tebang Pilih Tanam Indonesia (TPTI) salah satu sistim silvikultur yang merupakan subsistem dari sitem pengelolaan hutan lestari 3.9.3 Tebang Pilih Tanam Jalur (TPTJ) sistim silvikultur yang menjadi cara tebang pilih dengan batas diameter minimal 40 cm diikuti dengan permudaan buatan dalam jalur 3.9.4 Tebang Jalur Tanam Indonesia (TJTI) sistim silvikultur alternatif yang diterapkan di hutan produksi dengan tujuan untuk meningkatkan riap dan kualitas hutan alam, meningkatkan pasokan kayu bagi industri kecil, mempermudah pengawasan dan pengendalian di lapangan, mengatur pemanfaatan hutan produksi alam dan membudidayakan pohon andalan terutama Dipterocarpaceae 3.10 hutan tanaman hutan yang dibangun melalui penanaman 3.11 areal pengganti areal di luar kawasan hutan tetap dengan persyaratan tertentu yang akan dijadikan kawasan hutan sebagai pengganti kawasan hutan tetap yang dilepaskan untuk kepentingan non kehutanan 3.12 perladangan berpindah pengolahan lahan secara primitif yang berlangsung di kawasan hutan dan senantiasa berpindah-pindah 3.13 migrasi (untuk ekologi) perpindahan tumbuh-tumbuhan atau binatang jenis tertentu dari daerah satu ke daerah lain 3.14 penangkaran kegiatan pembesaran dan perkembangbiakan satwa liar dan tumbuhan
  • 12. SNI 19-6728.2-2002 6 dari 24 3.15 perburuan liar perburuan yang dilakukan tanpa ijin yang sah atau tanpa sepengetahuan instansi-instansi yang berwenang dan bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku 3.16 tukar menukar kawasan suatu kegiatan melepaskan kawasan hutan tetap untuk kepentingan pembangunan di luar sektor kehutanan yang diimbangi dengan memasukkan tanah pengganti menjadi kawasan hutan dan kegiatan pelepasan kawasan hutan tersebut tidak dapat dilakukan dengan cara realokasi fungsi hutan produksi konversi menjadi hutan produksi tetap 3.17 pelepasan kawasan hutan kegiatan melepaskan kawasan hutan tetap untuk kepentingan di luar sektor kehutanan 3.18 penunjukkan penetapan awal peruntukkan suatu wilayah tertentu sebagai wilayah hutan dengan Keputusan Menteri Kehutanan/Gubernur 3.19 neraca sumber daya hutan suatu informasi yang dapat menggambarkan cadangan sumber daya hutan, kehilangan dan penggunaan sumber daya hutan, sehingga pada waktu tertentu dapat diketahui kecenderungannya, apakah surplus atau defisit, jika dibandingkan dengan waktu sebelumnya 3.19.1 peta aktiva sumber daya hutan peta yang menggambarkan kondisi sumber daya hutan pada keadaan awal 3.19.2 peta pasiva sumber daya hutan peta yang menggambarkan kondisi sumber daya hutan pada keadaan akhir
  • 13. SNI 19-6728.2-2002 7 3.19.3 peta neraca sumber daya hutan peta hasil tumpang tindih (overlay) Peta Aktiva dan Peta Pasiva, sehingga memberikan gambaran keadaan awal, perubahan yang terjadi dan keadaan akhir 3.20 peta gambaran dari permukaan bumi pada suatu bidang datar yang dibuat secara kartografis menurut proyeksi dan skala tertentu dengan menyajikan unsur-unsur alam dan buatan serta informasi lainnya yang diinginkan 3.20.1 peta dasar peta yang menyajikan informasi dasar, yang dapat dipakai sebagai dasar bagi penyajian informasi tematik lainnya 3.21 penggambaran peta suatu proses dalam menyajikan informasi mengenai keadaan permukaan bumi pada bahan kertas menurut aturan tertentu 4 Persyaratan Untuk penyusunan neraca sumber daya hutan spasial di syaratkan : - kegiatan inventarisasi sumber daya hutan telah dilakukan minimal untuk 2 periode; - data/peta dalam kegiatan inventarisasi harus mempunyai klasifikasi yang sama. 5 Klasifikasi Menurut lingkup wilayah, neraca sumber daya hutan spasial di golongkan menjadi : 1) Neraca sumber daya hutan spasial nasional skala 1 : 1000 000, 2) Neraca sumber daya hutan spasial propinsi skala 1 : 250 000, 3) Neraca sumber daya hutan spasial kabupaten/kota skala 1:50 000 sampai dengan 1 : 100 000, 4) Neraca sumber daya hutan spasial daerah khusus skala 1:25 000 sampai dengan 1: 50 000.
  • 14. SNI 19-6728.2-2002 8 dari 24 Dalam klasifikasi neraca sumber daya hutan ini, klasifikasinya menggunakan tiga komponen yaitu : - fungsi hutan, - tipe hutan dan penutupan vegetasi, dan - potensi tegakan. yang kemudian disajikan dalam bentuk tabel dan peta. Tabel 1 Klasifikasi tipe hutan pada masing-masing fungsi hutan Nasional Skala 1 : 1.000.000 Propinsi Skala 1 : 250.000 Kabupaten Skala 1 : 50.000 A. Berhutan B. Tidak Berhutan A. Berhutan 1. Berhutan Primer 1.1. Hutan Basah 1.2. Hutan Kering 2. Berhutan Sekunder 2.1. Hutan Basah 2.2. Hutan Kering B. Tidak Berhutan 1. Hutan Basah 2. Hutan Kering A. Berhutan 1. Berhutan Primer 1.1. Hutan Basah - Hutan Bakau/Mangrove - Hutan Rawa/Gambut 1.2. Hutan Kering - Hutan Pantai - Hutan Dataran Rendah - Hutan Dataran Tinggi 2. Berhutan Sekunder 2.1. Hutan Basah - Hutan Bakau/Mangrove - Hutan Rawa/Gambut 2.2. Hutan Kering - Hutan Pantai - Hutan Dataran Rendah - Hutan Dataran Tinggi
  • 15. SNI 19-6728.2-2002 9 Tabel 1 (lanjutan) Nasional Skala 1 : 1.000.000 Propinsi Skala 1 : 250.000 Kabupaten Skala 1 : 50.000 B. Tidak Berhutan 1. Hutan Basah - Hutan Bakau/Mangrove - Hutan Rawa/Gambut 2. Hutan Kering - Hutan Pantai - Hutan Dataran Rendah - Hutan Dataran Tinggi 6 Metode 6.1 Metode pengumpulan data 6.1.1 Metode pengumpulan data primer Bila data dan peta yang akan digunakan sebagai acuan dalam penyusunan neraca sumber daya hutan tidak/belum ada maka digunakan metode pendekatan teknik penginderaan jauh, melalui metode penafsiran citra satelit dan foto udara. Petunjuk Teknis (Juknis) mengenai intepretasi foto udara dan citra satelit, menggunakan JUKNIS yang berlaku pada Departemen Kehutanan, yaitu : 1. SK Kepala Badan Inventarisasi dan Tata Guna Hutan (INTAG) No. 102/Kpts/VII-2/1989 tentang Ketentuan Teknis dan Tata Cara Pelaksanaan Pemotretan Udara, Pemetaan Vegetasi dan Pemetaan Garis Bentuk dalam rangka HPH ; 2. SK No. 125/Kpts/VII-2/1989 tentang Pedoman Teknis Pelaksanaan Penafsiran Citra landsat dan Pemetaan Planimetris Sumber Daya Hutan ; 3. SK No. 126/Kpts/VII-2/1989 tentang Pedoman Teknis Pelaksanaan Penafsiran Citra Spot dan Pemetaan Planimetris Sumber Daya Hutan ; 4. SK Dirjen INTAG N0. 23/Kpts/VII-2/1990 tentang Perubahan Lampiran SK No. 125/Kpts/VII-2/1989 tentang Pedoman Teknis Pelaksanaan Penafsiran Citra landsat dan Pemetaan Planimetris Sumber Daya Hutan ; 5. SK Dirjen INTAG N0. 24/Kpts/VII-2/1990 tentang perubahan lampiran SK No. 126/Kpts/VII-2/1989 tentang Pedoman Teknis Pelaksanaan Penafsiran Citra Spot dan Pemetaan Planimetris Sumber Daya Hutan ;
  • 16. SNI 19-6728.2-2002 10 dari 24 6.1.2 Metode pengumpulan data sekunder Peta yang diperlukan dalam penyusunan neraca sumber daya hutan antara lain : - peta Regional Physical Planning Programme Transmigration (RePProT), Bakosurtanal - peta Vegetasi dan Penggunaan Lahan (National Forest Inventory), interpretasi citra satelit (Landsat, SPOT, Radar), potret udara - peta penunjukan kawasan hutan dan perairan, peta padu serasi TGHK – RTRWP, peta RTRWP dan atau Peta Tata Guna Hutan Kesepatan (Departemen Kehutanan) - peta garis kontur 6.2 Metode pengolahan data Pengolahan data potensi tegakan hutan untuk mendapatkan hubungan antara peubah langsung di potret udara (kerapatan tajuk, diameter tajuk, dan tinggi pohon) terhadap peubah tak langsung (volume tegakan) menggunakan software lotus, Minitab dan lain sebagainya untuk memperoleh suatu persamaan regresi. Peta-peta tersebut diatas, diplot pada peta dasar sehingga menghasilkan peta Aktiva dan peta Pasiva. Peta Aktiva dan Peta Pasiva kemudian dioverlaykan untuk menghasilkan Peta Neraca Sumber Daya Hutan. Peta Aktiva dan peta Pasiva yang dibuat secara manual kemudian didigitasi. Luas masing- masing berdasarkan fungsi hutan dan tipe hutan diperoleh dari hasil perhitungan peta digitasi. 6.3 Metode pengisian tabel Pada pengisian tabel-tabel pada penyusunan neraca sumber daya hutan spasial, perubahan yang dicatat adalah perubahan data luas dan potensi sumber daya hutan yang mencakup : 6.3.1 Inventarisasi luas sumber daya hutan (per fungsi hutan) 1. Perubahan sebagai akibat perubahan luas kawasan hutan i. Perubahan luas kawasan hutan sebagai akibat penambahan luas kawasan hutan, yang terdiri dari : - penunjukkan kawasan hutan, - penetapan lahan pengganti, - perubahan fungsi kawasan hutan. ii. Perubahan luas kawasan hutan sebagai akibat pengurangan luas kawasan hutan yang terdiri dari : - pelepasan kawasan hutan, - tukar menukar kawasan hutan, - perubahan fungsi kawasan hutan.
  • 17. SNI 19-6728.2-2002 11 2. Perubahan sebagai akibat dari perubahan penutupan vegetasi yang tidak harus mempengaruhi perubahan luas kawasan hutan, yang teridri dari : i. Perubahan sebagai akibat penambahan pentupan vegetasi, yang meliputi : - reboisasi, - Hutan Tanaman Industri (HTI), - Tebang Habis Permudaan Alam (THPA)/Tebang Habis Permudaan Buatan (THPB), - Tebang Pilih Tanam Indonesia (TPTI)/Tebang Pilih Tanam Jalur (TPTJ), - lain-lain ii. Perubahan sebagai akibat pengurangan penutupan vegetasi, yang meliputi : - kebakaran hutan, - perambahan hutan atau penebangan liar, - THPA/THPB, - TPTI/TPTJ, - bencana alam, - lain-lain 6.3.2 Inventarisasi potensi kayu (per fungsi hutan) a. perubahan sebagai akibat penambahan luas kawasan hutan dan/atau penutupan vegetasi yang meliputi seperti pada butir 6.3.1.1.i dan 6.3.1.2.i diatas, potensi dihitung dengan cara menggandakan potensi (m3 /ha) dengan luas perubahan tersebut ; b. perubahan sebagai akibat pengurangan luas kawasan hutan dan/atau penutupan vegetasi yang meliputi seperti pada butir 6.3.1.1.ii dan 6.3.1.2.ii diatas, potensi dihitung dengan cara menggandakan potensi (m3 /ha) dengan luas perubahan tersebut ; c. data nilai perubahan potensi kayu dihitung dengan menggandakan nilai harga pasar yang berlaku setempat jumlah unit potensi nya ; 1. Inventarisasi potensi kayu untuk species perdagangan tertentu (per fungsi hutan) a. perubahan sebagai akibat penambahan luas kawasan hutan dan/atau penutupan vegetasi yang meliputi seperti pada butir 6.3.1.1.i dan 6.3.1.2.i diatas, potensi dihitung dengan cara menggandakan potensi (m3 /ha) dengan luas perubahan tersebut ; b. perubahan sebagai akibat pengurangan luas kawasan hutan dan/atau penutupan vegetasi yang meliputi seperti pada butir 6.3.1.1.ii dan 6.3.1.2.ii diatas, potensi dihitung dengan cara menggandakan potensi (m3 /ha) dengan luas perubahan tersebut ; c. data nilai perubahan potensi kayu dihitung dengan menggandakan nilai harga pasar yang berlaku setempat jumlah unit potensinya ;
  • 18. SNI 19-6728.2-2002 12 dari 24 2. Inventarisasi potensi non kayu (per fungsi hutan) a. perubahan sebagai akibat penambahan luas kawasan hutan dan/atau penutupan vegetasi yang meliputi seperti pada butir 6.3.1.1.i dan 6.3.1.2.i di atas, potensi dihitung dengan cara menggandakan potensi (unit komoditi/Ha) dengan luas perubahan tersebut ; b. perubahan sebagai akibat pengurangan luas kawasan hutan dan/atau penutupan vegetasi yang meliputi seperti pada butir 6.3.1.1.ii dan 6.3.1.2.ii di atas, potensi dihitung dengan cara menggandakan potensi (unit komoditi/Ha) dengan luas perubahan tersebut ; c. data nilai perubahan potensi kayu dihitung dengan menggandakan nilai harga pasar yang berlaku setempat jumlah unit potensi nya. Periode waktu untuk NSDH yang disusun untuk setiap wilayah propinsi dan Nasional adalah Januari s/d Desember tahun yang bersangkutan. Sedangkan penyusunannya dilaksanakan menggunakan dana tahun anggaran berikutnya. 6.4 Sistematika penulisan buku 1 (Ringkasan) JUDUL KATA PENGANTAR DAFTAR ISI I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Perundang-Undangan yang melandasi penyusunan neraca sumber daya alam C. Maksud dan Tujuan D. Lingkup II. METODE III. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Inventarisasi data B. Inventarisasi data C. Neraca sumber hutan alam spasial IV. REKOMENDASI 6.5 Sistematika penulisan buku 2 (Laporan utama) KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR
  • 19. SNI 19-6728.2-2002 13 I. PENDAHULUAN A. Latar belakang B. Perundang-Undangan yang melandasi penyusunan Neraca sumber daya hutan alam C. Maksud dan tujuan D. Lingkup II. KONDISI WILAYAH A. Letak geografi B. Kondisi fisik C. Kondisi sosial dan ekonomi III. METODE A. Metode pengumpulan data neraca sumber hutan alam B. Metode pengolahan dan penyajian data IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Inventarisasi data sumber daya hutan B. Neraca sumber daya hutan spasial C. Nilai ekonomi sumber daya hutan (apabila data memungkinkan/tersedia) V. REKOMENDASI DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN 6.6 Buku 3 (peta-peta neraca sumber daya alam) Merupakan kumpulan peta-peta neraca sumber daya hutan yang terdiri dari peta aktiva, peta pasiva dan peta neraca sumber daya hutan spasial. 7 Metode penyajian data spasial 7.1 Peta dasar Dalam penyusunan peta neraca sumber daya hutan, digunakan peta rupabumi (peta topografi) sebagai peta dasar. Peta yang dipakai sebagai dasar pembuatan peta neraca sumber daya hutan secara peringkat ditetapkan sebagai berikut : 1 Peta rupabumi Indonesia (RBI), skala 1 : 25 000, 1 : 50 000, 1 : 100 000, 1 : 250 000 dan skala 1 : 1000 000 yang diterbitkan oleh Bakosurtanal, 2 Untuk wilayah yang belum terliput peta Rupa bumi skala 1 : 50 000 dan 1 : 100 000 dapat digunakan :
  • 20. SNI 19-6728.2-2002 14 dari 24 a. Peta topografi edisi lama dengan penyesuaian proyeksi disesuaikan dengan peta Rupa bumi Indonesia b. Peta yang dibuat secara fotogrametris dengan mengacu peta rupa bumi Indonesia c. Peta JOG (skala 1 : 250 000) dapat digunakan sebagai peta dasar sementara. d. Citra satelit yang telah dikoreksi secara geometris dan atau radometris 7.2 Skala peta 1. Peta neraca sumber daya hutan spasial nasional, di sajikan dengan skala 1 : 1000 000 2. Peta neraca sumber daya hutan provinsi, disajikan dengan skala 1 : 250 000 3. Peta neraca sumber daya hutan kabupaten/kota, disajikan dengan skala 1 : 100 000 - 1 : 50 000 4. Peta neraca sumber daya hutan untuk daerah khusus/tertentu, disajikan dengan skala 1 : 25 000 atau lebih besar. 7.3 Ukuran lembar peta dan format peta Ukuran gratikul mengikuti peta rupa bumi Indonesia. Panjang dan lebar sisi peta yang diukur dari tepi peta saling tegak lurus. Ukuran lembar peta maksimal 60 cm x 80 cm (muka peta 60 cm x 60 cm dan informasi tepi 60 cm x 20 cm) . Sedangkan format peta adalah tata letak muka berdasarkan pembagian geografis yang sudah dibakukan, menurut sistem proyeksi Transverse Mecator (TM) dengan sistem grid Universal Transverce Mecator (UTM) dan geografis. 7.4 Informasi tepi Keterangan yang dicantumkan pada tiap lembar peta supaya pembaca peta dapat dengan mudah memahami isi peta dan arti dari informasi yang disajikan. Informasi tepi setidak-tidaknya memuat: - Judul Peta, - Skala, - Legenda, - Arah utara, - Angka koordinat geografis, - Diagram lokasi, - Sumber data, dan - Pembuat peta.
  • 21. SNI 19-6728.2-2002 15 7.4.1 Judul peta Contoh Judul peta : PETA AKTIVA SUMBER DAYA HUTAN (TAHUN …...) KABUPATEN / PROVINSI ........... PETA PASIVA SUMBER DAYA HUTAN (TAHUN ……..) KABUPATEN / PROVINSI ........... PETA NERACA SUMBER DAYA HUTAN (TAHUN …....) KABUPATEN / PROVINSI ........... 7.4.2 Skala peta Pada tiap lembar peta dicantumkan skala numeris (dalam angka) dan skala grafis (dalam bentuk garis) 7.4.3 Arah utara Arah utara (true north) dalam gambar biasanya digambarkan dengan anak panah yang digambar menunjukkan ke atas dengan perhitungan azimuth. 7.4.4 Legenda Suatu simbol dalam bentuk titik, garis atau bidang dengan atau tanpa kombinasi warna, yang dapat memberikan keterangan tentang unsur-unsur yang tercantum pada gambar peta, selain simbol dibuat notasi tambahan yaitu sebagai catatan penjelasan. Legenda atau simbol yang tercantum dalam isi peta diberi keterangan singkat dan jelas dengan susunan kata atau kalimat yang benar dan sesuai. Informasi data dasar yang akan dicantumkan merujuk pada peta rupa bumi Indonesia. 7.4.5 Angka koordinat geografis Merupakan nilai angka yang dicantumkan pada tepi garis peta dengan angka dan notasi menunjukkan kedudukan garis lintang (latitude) dan garis bujur (longitude); digambar dengan interval tertentu (minimal ada 2 angka/nilai dalam satu tepi) yang disesuaikan dengan peta dasar. 7.4.6 Diagram lokasi Digunakan untuk menunjukkan letak/ lokasi dari daerah yang dipetakan dalam hubungannya dengan wilayah yang lebih luas, seperti : propinsi, pulau atau negara. 7.4.7 Sumber data Untuk mengetahui keabsahan (validitas) dari sumber data yang digunakan maka perlu dicantumkan : - peta dasar yang dipakai, termasuk skala dan tahun pembuatan/penerbitan ;
  • 22. SNI 19-6728.2-2002 16 dari 24 - asal data yang dipakai sebagai pengisi peta, apabila data terdiri dari berbagai sumber atau tahun, perlu dibuat diagram khusu yang menunjukkan lokasi dengan sumber data atau tahun yang berlainan. 7.4.8 Pembuat peta Untuk mengetahui penanggung jawab saat peta dibuat, harus dicantumkan identitas pembuat peta, bulan dan tahun pembuatannya. Yang dimaksud dengan pembuat peta adalah pejabat instansi atau swasta serta perorangan yang berwenang dan bertanggung jawab atas isi peta. Gambar 1 Bagan tata letak peta MUKA PETA JUDUL PETA Skala Legenda Sumber Peta : Penyusun Peta :
  • 23. SNI 19-6728.2-2002 17 Tabel 2 Rekapitulasi perubahan luas sumber daya hutan (Ha) Kawasan hutan ………… PerubahanTipe hutan Saldo awal Penambahan/aktiva Pengurangan/pasiva Perubahan + / - Saldo akhir Keterangan A. Berhutan 1. Berhutan Primer 1.1. Hutan Basah a. Hutan Bakau/Mangrove b. Hutan Rawa/Gambut 1.2. Hutan Kering a. Hutan Pantai b. Hutan Dataran Rendah c. Hutan Dataran Tinggi Jumlah A.1. 2. Berhutan Sekunder 1.1. Hutan Basah a. Hutan Bakau/Mangrove b. Hutan Rawa/Gambut 1.2. Hutan Kering a. Hutan Pantai b. Hutan Dataran Rendah c. Hutan Dataran Tinggi Jumlah A.2. Jumlah A
  • 24. SNI 19-6728.2-2002 18 dari 24 Tabel 2 (lanjutan) PerubahanTipe hutan Saldo awal Penambahan/aktiva Pengurangan/pasiva Perubahan + / - Saldo akhir Keterangan B. Tidak Berhutan 1.1. Hutan Basah a. Hutan Bakau/Mangrove b. Hutan Rawa/Gambut 1.2. Hutan Kering a. Hutan Pantai b. Hutan Dataran Rendah c. Hutan Dataran Tinggi Jumlah B Jumlah A + B
  • 25. Tabel 3 Inventarisasi luas sumber daya hutan (Ha) Kawasan hutan ………… Penambahan / Aktiva Pengurangan / Pasiva Tipe Hutan Saldo Awal Perubahan Kawasan Hutan Perubahan Penutupan Lahan/Vegetasi Jum- lah Perubahan Kawasan Hutan Perubahan Penutupan Lahan/Vegetasi Jum- lah Peru- bahan Saldo Akhir Ketera- ngan Penun- jukan Kawa- san Lahan Peng- ganti Peru- bahan Fungsi Rebo- isasi Hutan Tanam- an TPTI/TPTJ THPA/THPB Lain- Lain Pelepasan Kawasan Tukar Menukar Peru- bahan Fungsi Keba- karan Hutan Peram- bahan/ Peladang- an TPTI/TPTJ THPA/THPB Benca- na Alam Lain- Lain + / - A. Berhutan 1. Berhutan Primer 1.1. Hutan Basah a. Hutan Bakau/Mangrove b. Hutan Rawa/Gambut 1.2. Hutan Kering a. Hutan Pantai b. Hutan Dataran Rendah c. Hutan Dataran Tinggi Jumlah A.1. 2. Berhutan Sekunder 1.1. Hutan Basah a. Hutan Bakau/Mangrove b. hutan Rawa/Gambut SNI19-6728.2-2002 19dari24
  • 26. Tabel 3 (lanjutan) Penambahan / Aktiva Pengurangan / Pasiva Tipe Hutan Saldo Awal Perubahan Kawasan Hutan Perubahan Penutupan Lahan/Vegetasi Jum- lah Perubahan Kawasan Hutan Perubahan Penutupan Lahan/Vegetasi Jum- lah Peru- bahan Saldo Akhir Ketera- ngan Penun- jukan Kawa- san Lahan Peng- ganti Peru- bahan Fungsi Rebo- isasi Hutan Tanam- an TPTI/TPTJ THPA/THPB Lain- Lain Pelepasan Kawasan Tukar Menukar Peru- bahan Fungsi Keba- karan Hutan Peram- bahan/ Peladang- an TPTI/TPTJ THPA/THPB Benca- na Alam Lain- Lain + / - 1.2. Hutan Kering a. Hutan Pantai b. Hutan Dataran Rendah c. Hutan Dataran Tinggi Jumlah A.2. Jumlah A B. Tidak Berhutan 1.1. Hutan Basah a. Hutan Bakau/Mangrove b. Hutan Rawa/Gambut 1.2. Hutan Kering a. Hutan Pantai b. Hutan Dataran Rendah c. Hutan Dataran Tinggi Jumlah B Jumlah A + B SNI19-6728.2-2002 20dari24
  • 27. SNI 19-6728.2-2002 21 dari 24 Tabel 4 Rekapitulasi perubahan potensi kayu (m3 ) Kawasan hutan ………… PerubahanSaldo awal Penambahan/aktiva Pengurangan/pasiva Saldo akhir KeteranganTipe hutan m3 Nilai/Rp m3 Nilai/Rp m3 Nilai/Rp Perubahan + / - m3 Nilai/Rp A. Berhutan 1. Berhutan Primer 1.1. Hutan Basah a. Hutan Bakau/ Mangrove b. Hutan Rawa/ Gambut 1.2. Hutan Kering a. Hutan Pantai b. Hutan Dataran Rendah c. Hutan Dataran Tinggi Jumlah A.1. 2. Berhutan Sekunder 1.1. Hutan Basah a. Hutan Bakau/ Mangrove b. Hutan Rawa/ Gambut 1.2. Hutan Kering a. Hutan Pantai b. Hutan dataran rendah c. Hutan Dataran tinggi
  • 28. SNI 19-6728.2-2002 22 dari 24 Tabel 4 (lanjutan) PerubahanSaldo awal Penambahan/aktiva Pengurangan/pasiva Saldo akhir KeteranganTipe hutan m3 Nilai/Rp m3 Nilai/Rp m3 Nilai/Rp Perubahan + / - m3 Nilai/Rp Jumlah A.2. Jumlah A B. Tidak Berhutan 1.1. Hutan Basah a. Hutan Bakau/ Mangrove b. Hutan Rawa/ Gambut 1.2. Hutan kering a. Hutan Pantai b. Hutan dataran rendah c. Hutan dataran tinggi Jumlah B Jumlah A + B
  • 29. Tabel 5 Inventarisasi potensi kayu (dalam m3 untuk seluruh komoditas) kawasan hutan Penambahan / Aktiva Pengurangan / PasivaSaldo Awal Perubahan Kawasan Hutan Perubahan Penutupan Lahan/Vegetasi Jumlah Perubahan Kawasan Hutan Perubahan Penutupan Lahan/Vegetasi Jumlah Saldo Akhir Tipe Hutan m 3 Nilai/ Rp Penun- jukan Kawa- san Lahan Peng- ganti Peru- bahan Fungsi Re- boisa- si Hutan Tana- man TPTI/ TPTJ THPA/ THPB Lain-Lain m3 Nilai/ Rp Pele- pasan Kawa- san Tukar Menu -kar Peru- bahan Fungsi Keba- karan Hutan Peram- bahan/Pe- ladangan TPTI/ TPTJ THPA/ THPB Bencana Alam Lain-Lain m 3 Nilai/ Rp Peru- baha n + / - m3 Nilai/ Rp Keterangan A. Berhutan 1. Berhutan Primer 1.1. Hutan Basah a. Hutan Bakau/Mangrove b. Hutan Rawa/Gambut 1.2. Hutan Kering a. Hutan Pantai b. Hutan Dataran Rendah c. Hutan Dataran Tinggi Jumlah A.1. 2. Berhutan Sekunder 1.1. Hutan Basah a. Hutan Bakau/Mangrove b. Hutan Rawa/Gambut 1.2. Hutan Kering SNI19-6728.2-2002 23dari24
  • 30. Tabel5(lanjutan) Penambahan/AktivaPengurangan/PasivaSaldoAwal PerubahanKawasanHutanPerubahanPenutupanLahan/VegetasiJumlahPerubahanKawasan Hutan PerubahanPenutupanLahan/VegetasiJumlahSaldoAkhir TipeHutan m 3 Nilai/ Rp Penun- jukan Kawa- san Lahan Peng- ganti Peru- bahan Fungsi Re- boisa- si Hutan Tana- man TPTI/ TPTJ THPA/ THP B Lain-Lainm3 Nilai/ Rp Pele- pasan Kawa- san Tukar Menu-kar Peru- bahan Fungsi Keba- karan Hutan Peram- bahan/Pe- ladangan TPTI/ TPT J THPA/ THP B Bencana Alam Lain- Lain m 3 Nilai/ Rp Peru- bahan +/- m 3 Nilai/ Rp Keterangan a.HutanPantai b.HutanDataranRendah c.HutanDataranTinggi JumlahA.2. JumlahA B.TidakBerhutan 1.1.HutanBasah a.HutanBakau/Mangrove b.HutanRawa/Gambut 1.2.HutanKering a.HutanPantai b.HutanDataranRendah c.HutanDataranTinggi JumlahB JumlahA+B SNI 19-6728.2-2002 24 dari 24