Kota besar seperti Jakarta bagi sebagian penduduk merupakan magnet raksasa yang mampu menarik ribuan penduduk pedesaan dan perkotaan lain berbondong-bondong mengadu nasib ke kota beton itu. Tidak hanya Jakarta yang menjadi tumpuan harapan para migran, daerah perkotaan lain yang memiliki industri tidak lepas dari serbuan para pendatang. Hal ini disebabkan karena sektor industri mempunyai daya tarik yang cukup besar bagi penduduk pedesaan karena sektor ini mampu menawarkan upah yang lebih besar daripada sektor pertanian.
Kota Bekasi merupakan salah satu daerah yang memiliki perkembangan penduduk yang cukup tinggi, salah satu faktor penyebabnya adalah karena letak geografis Kota Bekasi yang berdekatan dengan ibu kota DKI Jakarta. Banyaknya penduduk yang berdatangan ke DKI Jakarta baik untuk mencari pekerjaan, melanjutkan studi atau motivasi lain, akan menimbulkan dampak tersendiri bagi daerah atau kota-kota disekitarnya, diantaranya Kota Bekasi. Sehingga dari dampak tersebut menimbulkan kepadatan penduduk di Kota Bekasi.
Dengan banyak penduduk yang berdatangan menyebabkan wilayah tersebut tidak dapat menampung sepenuhnya bagi penduduk bertinggal di daerah tersebut. Kota Bekasi merupakan kota yang menjadi sasaran penduduk yang datang untuk mencari tempat tinggal sebagai jalan alternatif untuk mengatasi kepadatan penduduk di daerah tersebut dan alasan lainnya adalah tidak jauh dari lokasi tempat kerjanya, tempat belajar atau motivasi lainnya.
Kota Bekasi terdiri dari penduduk asli Kota Bekasi maupun migran yang datang bekerja di Kota Bekasi dan DKI Jakarta. Secara umum penduduk migran lebih banyak jumlahnya dibanding dengan penduduk asli Kota Bekasi. Hal ini disebabkan oleh perkembangan kegiatan di DKI Jakarta yang menjadi Kota Bekasi menjadi daerah penyeimbang kegiatan-kegiatan DKI Jakarta. Berdasarkan hal tersebut maka pergerakan penduduk dari Kota Bekasi ke DKI Jakarta sangatlah besar di samping pergerakan penduduk dari sekitar Kota Bekasi menuju DKI Jakarta. Hal ini menjadi orientasi kebutuhan penduduk Kota Bekasi sebagian dilayani di DKI Jakarta. Data Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Dukcapil), Kota Bekasi, Jawa Barat menyebutkan setiap tahun sebanyak 144.000 pendatang baru masuk Kota Bekasi. Kepala Dinas Dukcapil Kota Bekasi, Abdul Iman, di Bekasi, mengatakan Kota Bekasi sebagai daerah penyangga ibu kota negara menjadi sasaran bagi orang-orang daerah yang ingin mengais rezeki.
Para pendatang harus memiliki keahlian untuk dapat mengadu nasib dan mendapat pekerjaan di Kota Bekasi. Selain persyaratan tersebut, pendatang baru juga diwajibkan memiliki Kartu Tanda Penduduk (KTP) daerah asal yang masih berlaku sebagai identitas diri selama tinggal di Kota Bekasi. Kewajiban penduduk Indonesia untuk memiliki identitas hukum, dalam hal ini KTP, menjadi penting untuk dipenuhi mengingat kepemilikan KTP terkait dengan berbagai persoalan identitas hukum lainnya serta secara tidak langsung terkait dengan persoalan kesejahteraan penduduk.
8_Dampak Negatif Reklamasi Teluk Jakartasakuramochi
Reklamasi Teluk Jakarta dilakukan sebagai upaya untuk memperluas wilayah daratan untuk kepentingan ekonomi dari suatu daerah perkotaan yang memiliki permasalahan keterbatasan lahan. Akan tetapi, reklamasi Teluk Jakarta berdampak negatif yang menyebabkan masyarakat di sekitarnya kehilangan tempat tinggal dan akses terhadap sumber mata pencaharian. Dampak sosial ini seharusnya dapat dihindarkan melalui upaya pemerintah dengan mengedepankan dinamika sosial yang ada di lapangan. DPR harus mempertegas pengawasan selama penghentian proyek reklamasi dan mendorong pemerintah untuk menemukan solusi mengurangi dampak negatif reklamasi bagi masyarakat.
Kota dan Inovasi: Inovasi sebagai Gaya Hidup Baru Kota ModernTri Widodo W. UTOMO
Talkshow “Samarinda Innovation Fiesta” dalam rangkaian Mahakam Festival
11 November 2016
Dr. Tri Widodo W. Utomo, MA
Deputi Inovasi Administrasi Negara LAN
http://inovasi.lan.go.id
Makalah ini mengkaji secara teoritis tentang konsep penyediaan rumah bagi masyarakat miskin yang tepat untuk diterapkan di kota-kota besar dan mengetahui perkembangan program perumahan bagi masyarakat miskin yang telah diterapkan oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta
Kota besar seperti Jakarta bagi sebagian penduduk merupakan magnet raksasa yang mampu menarik ribuan penduduk pedesaan dan perkotaan lain berbondong-bondong mengadu nasib ke kota beton itu. Tidak hanya Jakarta yang menjadi tumpuan harapan para migran, daerah perkotaan lain yang memiliki industri tidak lepas dari serbuan para pendatang. Hal ini disebabkan karena sektor industri mempunyai daya tarik yang cukup besar bagi penduduk pedesaan karena sektor ini mampu menawarkan upah yang lebih besar daripada sektor pertanian.
Kota Bekasi merupakan salah satu daerah yang memiliki perkembangan penduduk yang cukup tinggi, salah satu faktor penyebabnya adalah karena letak geografis Kota Bekasi yang berdekatan dengan ibu kota DKI Jakarta. Banyaknya penduduk yang berdatangan ke DKI Jakarta baik untuk mencari pekerjaan, melanjutkan studi atau motivasi lain, akan menimbulkan dampak tersendiri bagi daerah atau kota-kota disekitarnya, diantaranya Kota Bekasi. Sehingga dari dampak tersebut menimbulkan kepadatan penduduk di Kota Bekasi.
Dengan banyak penduduk yang berdatangan menyebabkan wilayah tersebut tidak dapat menampung sepenuhnya bagi penduduk bertinggal di daerah tersebut. Kota Bekasi merupakan kota yang menjadi sasaran penduduk yang datang untuk mencari tempat tinggal sebagai jalan alternatif untuk mengatasi kepadatan penduduk di daerah tersebut dan alasan lainnya adalah tidak jauh dari lokasi tempat kerjanya, tempat belajar atau motivasi lainnya.
Kota Bekasi terdiri dari penduduk asli Kota Bekasi maupun migran yang datang bekerja di Kota Bekasi dan DKI Jakarta. Secara umum penduduk migran lebih banyak jumlahnya dibanding dengan penduduk asli Kota Bekasi. Hal ini disebabkan oleh perkembangan kegiatan di DKI Jakarta yang menjadi Kota Bekasi menjadi daerah penyeimbang kegiatan-kegiatan DKI Jakarta. Berdasarkan hal tersebut maka pergerakan penduduk dari Kota Bekasi ke DKI Jakarta sangatlah besar di samping pergerakan penduduk dari sekitar Kota Bekasi menuju DKI Jakarta. Hal ini menjadi orientasi kebutuhan penduduk Kota Bekasi sebagian dilayani di DKI Jakarta. Data Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Dukcapil), Kota Bekasi, Jawa Barat menyebutkan setiap tahun sebanyak 144.000 pendatang baru masuk Kota Bekasi. Kepala Dinas Dukcapil Kota Bekasi, Abdul Iman, di Bekasi, mengatakan Kota Bekasi sebagai daerah penyangga ibu kota negara menjadi sasaran bagi orang-orang daerah yang ingin mengais rezeki.
Para pendatang harus memiliki keahlian untuk dapat mengadu nasib dan mendapat pekerjaan di Kota Bekasi. Selain persyaratan tersebut, pendatang baru juga diwajibkan memiliki Kartu Tanda Penduduk (KTP) daerah asal yang masih berlaku sebagai identitas diri selama tinggal di Kota Bekasi. Kewajiban penduduk Indonesia untuk memiliki identitas hukum, dalam hal ini KTP, menjadi penting untuk dipenuhi mengingat kepemilikan KTP terkait dengan berbagai persoalan identitas hukum lainnya serta secara tidak langsung terkait dengan persoalan kesejahteraan penduduk.
8_Dampak Negatif Reklamasi Teluk Jakartasakuramochi
Reklamasi Teluk Jakarta dilakukan sebagai upaya untuk memperluas wilayah daratan untuk kepentingan ekonomi dari suatu daerah perkotaan yang memiliki permasalahan keterbatasan lahan. Akan tetapi, reklamasi Teluk Jakarta berdampak negatif yang menyebabkan masyarakat di sekitarnya kehilangan tempat tinggal dan akses terhadap sumber mata pencaharian. Dampak sosial ini seharusnya dapat dihindarkan melalui upaya pemerintah dengan mengedepankan dinamika sosial yang ada di lapangan. DPR harus mempertegas pengawasan selama penghentian proyek reklamasi dan mendorong pemerintah untuk menemukan solusi mengurangi dampak negatif reklamasi bagi masyarakat.
Kota dan Inovasi: Inovasi sebagai Gaya Hidup Baru Kota ModernTri Widodo W. UTOMO
Talkshow “Samarinda Innovation Fiesta” dalam rangkaian Mahakam Festival
11 November 2016
Dr. Tri Widodo W. Utomo, MA
Deputi Inovasi Administrasi Negara LAN
http://inovasi.lan.go.id
Makalah ini mengkaji secara teoritis tentang konsep penyediaan rumah bagi masyarakat miskin yang tepat untuk diterapkan di kota-kota besar dan mengetahui perkembangan program perumahan bagi masyarakat miskin yang telah diterapkan oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta
Pembangunan yang Memberdayakan dan Memajukan Masyarakat DKI Jakartamusniumar
Pembangunan pada hakikat adalah suatu proses perubahan yang direncanakan. Oleh karena manusia merupakan subyek daripada pembangunan, maka fokus pembangunan harus berpusat pada manusia (people centered development).
1. SIAPA WARGA JAKARTA?
Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), penduduk Jakarta saat ini kurang lebih 9,057 juta jiwa. Itu
yang tercatat. Sedangkan penduduk siang hari termasuk penglaju dari Bogor, Depok, Tangerang dan
Bekasi mencapai kurang lebih 10,2 juta jiwa. Dan mungkin jumlah ini masih bertambah dengan
penduduk yang tidak tercatat dan bukan penglaju, tetapi mudah kita temui di malam hari di halte-
halte, terminal, pasar dan taman kota.
Siapakah penduduk Jakarta? Seberapa penting pertanyaan ini? Tentu saja sangat penting, karena
pertanyaan itu menjawab siapa yang mestinya dilayani oleh pemerintah DKI Jakarta. Penduduk kota
sangat berbeda dengan penduduk desa. Penduduk desa jelas terdefinisi siapa dan tinggal dimana.
Petanyapun tak banyak berubah dalam jangka waktu yang lama. Sedangkan penduduk kota boleh
dibilang lebih cair sifatnya. Dinamika kota memungkinkan warganya datang dan pergi, berpindah
dari satu tempat ke tempat yang lain. Bahkan penduduk siang dan malam bisa berbeda. Ini adalah
konsekuensi tingginya mobilitas warga. Apalagi Jakarta yang sudah berkembang menjadi
megalopotitan dengan banyak kota satelit di sekitarnya.
Berdasarkan aktifitas dan tempat tinggalnya, penduduk Jakarta bisa diklasifikasikan menjadi 2 yaitu:
Pertama, penduduk formal yaitu penduduk yang memiliki KTP Jakarta. Kelompok ini adalah
penduduk yang bertempat tinggal di Jakarta. Mereka bisa bekerja di Jakarta atau di luar Jakarta.
Tetapi secara de yure, merekalah penduduk Jakarta. Mereka membayar pajak di Jakarta dan
mendapat pelayanan publik di Jakarta.
Kedua, penduduk informal yaitu penduduk yang bertempat tinggal di Jakarta tetapi tidak memiliki
KTP Jakarta. Kelompok ini juga termasuk penduduk pendatang yang mengadu nasib di Jakarta.
Mereka tidak langsung memiliki KTP karena berbagai alasan. Kelompok ini terbagi lagi menjadi 3
yaitu penduduk yang sudah lama tinggal dan bekerja di Jakarta, penduduk yang bekerja di Jakarta
tetapi tidak bertempat tinggal tetap (kos atau kontrak), dan penduduk yang tidak memiliki tempat
tinggal tetap dan pekerjaan tetap.
Penduduk Besar: Masalah atau Potensi?
Sebagian ahli demografi percaya Teori Malthus bahwa manusia akan tetap hidup miskin/melarat
selama terjadi ketidak-seimbangan jumlah penduduk dengan daya dukung lingkungan, khususnya
ketidak-seimbangan jumlah penduduk dengan persediaan bahan makanan. Jumlah penduduk yang
terus bertambah dapat mempercepat eksploitasi sumberdaya alam dan mempersempit persediaan
lahan hunian dan lahan pakai. Dengan kata lain jumlah penduduk yang terus bertambah dan makin
padat sangat mengganggu daya dukung dan daya tampung lingkungan.
Teori ini diikuti juga oleh sebagian besar birokrat kota dimana pertumbuhan penduduk dianggap
sebagai persoalan kota yang perlu dikendalikan. Pemerintah Indonesia masa Soeharto juga
berpandangan demikian sehingga dibuatlah program Keluarga Berencana (KB) untuk membatasi
jumlah anak di setiap keluarga hanya 2 saja.
Di beberapa kota besar di Indonesia juga membuat prosedur pembuatan KTP sedemikian rupa
supaya orang tidak mudah mendapatkannya dengan alasan untuk mengendalikan jumlah penduduk
kota. Akibatnya banyak penduduk yang tidak bisa mendapatkan akses pelayanan publik (subsidi
pendidikan, kesehatan dan jaminan sosial) karena tidak memiliki KTP. Tanpa KTP seseorang tidak
akan bisa membuat badan usaha formal, mengakses kredit, membuat rekening bank dan mengakses
dana pemerintah.
2. Sekilas Teori Malthus ada benarnya jika kita melihat rupa Kota Jakarta yang macet, banjir, polusi,
sering kebakaran, banyak gelandangan, tingginya kriminalitas dan buruknya kualitas air bersih.
Namun ada kelompok ahli yang lain yang mengkritik Teori Malthus. Mereka mengatakan bahwa
Malthus tidak mempertimbangkan kemajuan teknologi transportasi, pangan dan komunikasi.
Malthus juga tidak mempertimbangkan bahwa kelahiran bisa dikendalikan jika standar hidup
meningkat.
Kelompok aliran Marxist berpandangan bahwa peningkatan jumlah penduduk tidak akan
membahayakan ketersediaan pangan, tetapi mengancam ketersediaan lapangan pekerjaan.
Menurut mereka jika jumlah penduduk bertambah, produksi bahan makanan juga bertambah jadi
tidak akan masalah. Kelangkaan kesempatan kerja terjadi di negara-negara kapitalis.
Akumulasi penduduk adalah pasar
Kedua kelompok ini ada benarnya tapi tidak sepenuhnya benar. Bahwa semakin banyak penduduk,
maka dibutuhkan lebih banyak bahan makanan itu betul. Bahwa semakin banyak penduduk, semakin
sulit mendapatkan lapangan pekerjaan itu bisa terjadi, tetapi tidak sepenuhnya betul. Hal ini karena
kota bukanlah sebuah wilayah yang statis dan terisolasi. Kota adalah sebuah area yang luasannya
bisa bertambah. Kota adalah sebuah aglomerasi aktivitas ekonomi yang terbuka. Arus barang, jasa
dan uang terbuka keluar masuk sebuah kota. Jadi, apabila penduduk yang datang semakin banyak
sedangkan lahan terbatas maka kota akan meluas ke daerah sekitarnya. Dan itulah yang terjadi
dengan Jakarta yang kini berkembang menuju Megalopolitas Jakarta. Wilayah ini sudah melewati
batas administrasi Jakarta, yaitu meluas hingga Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi dan Cianjur.
Akumulasi penduduk adalah pasar. Setiap orang memiliki berbagai kebutuhan. Karena itu aktifitas
ekonomi terjadi, dimana sekelompok orang membantu memenuhi kebutuhan kelompok lain dan
begitu sebaliknya. Orang perlu makanan, maka muncullah pasar bahan makanan dan warung makan.
Orang perlu pakaian maka muncullah pasar pakaian. Orang perlu hiburan, maka berkembanglah
bisnis hiburan. Orang membutuhkan jasa keuangan, jasa pengiriman barang dan sebagainya. Jadi,
akumulasi penduduk menciptakan aktifitas ekonomi yang membuka lapangan pekerjaan. Orang
bilang, apapun dijual di Jakarta akan laku. Syaratnya satu, mau bekerja. Orang lebih mudah
mendapatkan lapangan pekerjaan di kota daripada di desa.
Semakin banyak penduduk, semakin besar aktivitas ekonomi yang bisa dilakukan. Bahkan Jakarta
bisa telah terbukti menghidupkan aktifitas ekonomi di daerah-daerah lain di Indonesia. Kota ini
adalah pusat transaksi jual beli antardaerah di Indonesia.
Lalu bagaimana dengan buruknya kualitas lingkungan, macet dan banjirnya Jakarta? Sebelum
menjawabnya kita harus sadar bahwa semakin banyaknya penduduk yang datang ke Jakarta adalah
sebuah keniscayaan akibat akumulasi aktivitas ekonomi sebagai ibukota negara dan Pusat Kegiatan
Ekonomi Nasional. Maka yang perlu dilakukan adalah mengatur aktivitasnya.
Siapapun gubernurnya, Pemerintah DKI Jakarta harus melayani seluruh warga Jakarta yaitu semua
orang yang beraktifitas di Jakarta. Setiap orang yang datang ke Jakarta sesungguhnya telah otomatis
mendatangkan keuntungan ekonomi bagi kota. Mereka membelanjakan uang di Jakarta, membayar
secara tidak langsung pajak dan retribusi daerah. Maka mereka meskipun tidak bertempat tinggal di
Jakarta atau tidak ber-KTP Jakarta tetap berhak mendapatkan pelayanan yang semestinya. Begitulah
definisi warga Jakarta yang harus diambil oleh pemerintah DKI Jakarta.
Setiap warga kota harus mendapatkan hak dasarnya tidak peduli apakah mereka penduduk formal
maupun informal. Tidak boleh ada seorangpun yang menginjakkan kaki di Jakarta dan terlantar
kebutuhan dasarnya.[]