"Taat dan percaya satu paket" adalah sebuah ungkapan yang mengandung arti bahwa ketaatan dan kepercayaan adalah hal yang saling terkait dan tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Dalam konteks ini, hubungan kita dengan Tuhan, bukan hanya kata-kata percaya yang diucapkan, namun perbuatan harus menyertai sebagaia bukti ketaatan.
SATU KOIN DENGAN DUA SISI
PERCAYA DAN TAAT
PERCAYA
Dalam bahasa Ibrani, kata “percaya” atau “iman” adalah aman
Kata “iman” dalam bahasa Yunani = pistis (πίστις), yang artinya kepercayaan atau penyerahan diri kepada seseorang.
Kata kerja dari pistis adalah pisteuo (πιστεύω), yang mempunyai pengertian
“percaya kepada
memercayakan diri
atau menyerahkan diri kepada suatu obyek,” dalam hal ini tentu Tuhan
TAAT
Tunduk kepada wewenang, menjalankan apa yang diperintahkan, mematuhi apa yang dituntut, menjauhkan diri dari apa yang dilarang oleh Allah (KBBI)
Kata syama (PL) = ”mendengar atau mendengarkan”.
Kata hypakouo (PB) = berarti ”mendengar di bawah”, mendengar dengan sikap tunduk atau melayani (Kis 12:13).
Kata peitho = berarti menaruh kepercayaan, percaya, dan mengindahkan.
Tiga Tipe Orang
Percaya namun Tidak Taat
Taat namun Tidak Percaya
Percaya dan Taat
Percaya Namun Tidak Taat
Raja Saul takut kepada rakyatnya ”sehingga menaati (mendengarkan) perkataan mereka”, dengan demikian melangkahi perintah Allah (1 Sam. 15:24).
Percaya Namun Tidak Taat
Raja Saul takut kepada rakyatnya ”sehingga menaati (mendengarkan) perkataan mereka”, dengan demikian melangkahi perintah Allah (1 Sam. 15:24).
1) Pencabutan hak Saul sebagai raja dan kemudian juga penolakan keturunannya tidak berarti bahwa Allah menolak Saul secara pribadi untuk selamanya. Sekalipun kedudukan Saul sebagai raja tidak pernah akan dipulihkan, ia masih dapat diampuni dan menikmati hubungan yang menyelamatkan dengan Allah melalui pertobatan yang sungguh-sungguh dan dengan hidup bagi Tuhan (ayat 1Sam 15:24-25,31).
2) Prinsip yang sama berlaku pada zaman perjanjian baru. Seorang pemimpin rohani dapat gagal secara moral, dan oleh karena itu ditolak selama-lamanya oleh Allah dari kedudukan rohani, namun tetap terbuka untuk menerima pengampunan, keselamatan, dan persekutuan yang sempurna dengan Allah
1. Satu Paket :
Percaya &
Taat
P E M A H A M A N A L K I TA B
R A B U 1 9 F E B 2 0 2 0
G J K I A N D I R
2. Barangsiapa percaya kepada
Anak, ia beroleh hidup yang
kekal, tetapi barangsiapa tidak
taat kepada Anak, ia tidak akan
melihat hidup, ...
- YOH 3:36
4. PERCAYA DAN TAAT
Barangsiapa percaya kepada Anak, ia
beroleh hidup yang kekal,
barangsiapa tidak taat kepada Anak, ia
tidak akan melihat hidup
5. PERCAYA
Dalam bahasa Ibrani, kata “percaya” atau “iman” adalah aman
Kata “iman” dalam bahasa Yunani = pistis (πίστις), yang artinya kepercayaan atau penyerahan diri
kepada seseorang.
Kata kerja dari pistis adalah pisteuo (πιστεύω), yang mempunyai pengertian
“percaya kepada
memercayakan diri
atau menyerahkan diri kepada suatu obyek,” dalam hal ini tentu Tuhan
6. TAAT
Tunduk kepada wewenang, menjalankan apa yang diperintahkan, mematuhi apa yang dituntut,
menjauhkan diri dari apa yang dilarang oleh Allah (KBBI)
Kata syama (PL) = ”mendengar atau mendengarkan”.
Kata hypakouo (PB) = berarti ”mendengar di bawah”, mendengar dengan sikap tunduk atau melayani
(Kis 12:13).
Kata peitho = berarti menaruh kepercayaan, percaya, dan mengindahkan.
8. Percaya
Namun Tidak
Taat
Raja Saul takut kepada rakyatnya
”sehingga menaati (mendengarkan)
perkataan mereka”, dengan
demikian melangkahi perintah
Allah (1 Sam. 15:24).
9. Percaya Namun Tidak Taat
•Raja Saul takut kepada rakyatnya ”sehingga menaati (mendengarkan) perkataan mereka”, dengan demikian
melangkahi perintah Allah (1 Sam. 15:24).
•1) Pencabutan hak Saul sebagai raja dan kemudian juga penolakan keturunannya tidak berarti bahwa Allah
menolak Saul secara pribadi untuk selamanya. Sekalipun kedudukan Saul sebagai raja tidak pernah akan
dipulihkan, ia masih dapat diampuni dan menikmati hubungan yang menyelamatkan dengan Allah melalui
pertobatan yang sungguh-sungguh dan dengan hidup bagi Tuhan (ayat 1Sam 15:24-25,31).
•2) Prinsip yang sama berlaku pada zaman perjanjian baru. Seorang pemimpin rohani dapat gagal secara
moral, dan oleh karena itu ditolak selama-lamanya oleh Allah dari kedudukan rohani, namun tetap terbuka
untuk menerima pengampunan, keselamatan, dan persekutuan yang sempurna dengan Allah
•(lihat art. SYARAT-SYARAT MORAL PENILIK JEMAAT).