SlideShare a Scribd company logo
ii Queering Tata Kelola Internet di Indonesia
Queering Tata Kelola Internet Indonesia
sebuah studi eksploratoris di Indonesia
Penulis:
Kamilia Manaf
Dewi Nova Wahyuni
Ikram Baadila
Kontributor:
Ni Loh Gusti Madewanti
Nyx Mclean
Manjima Bhattacharjya
Reviewer atau Mitra Bestari:
Jac SM Kee
Nadine Moawad
Caroline Tagny
Charrisse Jordan
Sheherezade Kara
Bishakha Datta
Produksi Publikasi:
Hanny Ika Yuniati
Diterbitkan oleh Institut Pelangi Perempuan dengan dukungan
Association for Progressive Communication dan Ford Foundation
2014
ISBN 978-979-17983-5-8
iii
Daftar Isi
Ringkasan Eksekutif........................................................................... iv
Bagian I Pendahuluan......................................................................... 1
Bagian II Metode Penelitian............................................................... 4
Bagian III Istilah dan Batasan Konsep .............................................. 7
LBT, Lesbian, Biseksual dan Transgender .................................... 12
Surel, surat elektronik (E-mail) ..................................................... 15
Bagian IV Temuan Situasi LGBTIQ di Indonesia dan Tata Kelola
Internet ............................................................................................... 16
A. 	Internet Media Strategis bagi Promosi dan Penegakan HAM
LGBTIQ...................................................................................... 19
B 	 Pengabaian Hak LGBTIQ Melalui Internet .............................. 27
C. 	 Keterlibatan Gerakan LGBTIQ Indonesia pada Queering Tata
Kelola Internet di Tingkat Nasional dan Dunia........................ 40
Bagian V Analisa Kesimpulan dan Rekomendasi ............................. 47
Kesimpulan.................................................................................... 47
Rekomendasi................................................................................. 55
Referensi.............................................................................................. 60
Tentang Penulis................................................................................... 66
iv Queering Tata Kelola Internet di Indonesia
RINGKASAN EKSEKUTIF
Queering
Tata Kelola Internet
di Indonesia
A. PENDAHULUAN
Di Indonesia, seksualitas menjadi wacana yang semakin terbuka di
ranah publik. Pertarungan wacana seksualitas diperluas jangkauannya
oleh Internet. Di satu sisi, internet telah memberi ruang bagi kemajuan
Hak Asasi Manusia (HAM) termasuk HAM Lesbian, Gay, Biseksual,
Transgender, Interseks dan Queer (LGBTIQ). Di sisi lain, internet juga
menjadi ruang yang digunakan untuk memperburuk dan melanggengkan
diskriminasi dan kekerasan terhadap warga LGBTIQ, yang sebelumnya
sudah terjadi di ruang fisik. Hal itu, akibat belum adanya perlindungan
HAM LGBTIQ pada tata kelola internet, sebagaimana masih lemahnya
perlindungan serupa di ruang fisik.
Pelecehan, perundungan yang bersifat homofobik (homophobic
bullying) dan hasutan kebencian terhadap LGBTIQ di dunia daring (online)
atau yang disebut sebagai cyber-homophobia seperti menjadi kebiasaan
yang dibiasakan di jejaring sosial dan media daring lainnya. Belum lagi
kasus pemblokiran situs LGBTIQ oleh beberapa Internet Service Provider
(ISP) atau penyedia jasa layanan internet terjadi sejak 2011. Pemblokiran
v
terjadi secara sepihak, tanpa pemberitahuan terlebih dahulu kepada
pemilik situs web, dan tanpa alasan yang jelas dan akuntabel. Pemblokiran
dan pemutusan akses terhadap informasi – pengetahuan situs LGBTIQ ini
tanpa didahului melalui proses komunikasi yang transparan dari pihak
ISP ataupun Kementrian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia
(Kemenkominfo RI). Hal ini jelas merugikan setiap individu maupun
kelompok dalam upaya mengakses informasi mengenai hak asasi
manusia, hak kesehatan reproduksi maupun hak seksualitas.
B. MENANTANG BALIK DISKRIMINASI: Sebuah Kekuatan Queering yang
dilakukan melalui Riset Eksploratoris EROTICS Indonesia
Menolak menjadi bagian mayoritas yang diam, Institut Pelangi
Perempuan (IPP) melakukan riset eksploratoris (exploratory research)
terkait HAM LGBTIQ dalam tata kelola internet di Indonesia. Riset ini
adalah sebuah upaya menantang dan membangun gerakan sosial melalui
proses advokasi dalam melawan cyber-homophobia serta keputusan
pemblokiran situs-situs LGBTIQ sepihak di Indonesia. Gerakan yang
diinisiasi oleh IPP ini menjadi bagian dari sebuah gerakan sosial yang ingin
diperkenalkan dengan istilah queering tata kelola internet.
Dalam upaya ‘queering’, riset eksploratoris perlu dan penting dilakukan
untuk meneliti masalah yang belum jelas situasi dan keberadaannya.
Hal ini dilakukan ketika untuk mengetahui lebih lanjut saat membuat
perbedaan-perbedaan konseptual atau mengungkapkan fakta-fakta
sebuah hubungan eksploratoris.1
IPP menjalankan penelitian ini bekerja
sama dengan EROTICS (Exploratory Research on Internet and Sexuality)
atau (Riset Eksploratoris Internet dan Seksualitas) global.2
EROTICS telah
dilakukan di beberapa negara seperti Brazil, Lebanon, India, Amerika
Serikat dan Afrika Selatan. Jaringan EROTICS global ini dikoordinasi oleh
1	 Shields, Patricia and Rangarjan, Nandhini. 2013. A Playbook for Research Methods:
Integrating Conceptual Frameworks and Project Management. Stillwater, OK: New
Forums Press.
2	 EROTICS: Sex, rights and the internet. http://www.genderit.org/resources/erotics-sex-
rights-and-internet-research-study
vi Queering Tata Kelola Internet di Indonesia
Association for Progressive Communication (APC)3
sebuah organisasi
internasional yang bergerak di bidang penelitian, advokasi kebijakan
serta kampanye hak internet sebagai bagian dari hak asasi manusia.
Mempertimbangkan referensi data yang telah dipelajari sebelumnya,
sejauh ini belum ada data penelitian yang dapat menjadi salah satu bahan
untuk pengembangan wacana HAM LGBTIQ pada tata kelola internet
di Indonesia. Untuk itulah, riset eksploratoris yang dilakukan kolaborasi
antara IPP dengan EROTICS menjadi penting dilakukan.
C. SUARA DARI INFORMAN: Bagian Gerakan Melawan Diskriminasi dan
Kekerasan.
Riset eksploratoris ini mempunyai tiga tujuan utama dalam rangka
memenuhi dan melindungi Hak Asasi Individu maupun kelompok LGBTIQ
dimediuminternet.Dalamupayaqueering,hasilrisetinibertujuanuntuk(1)
menjelaskanperaninternetdalammemajukanHAMLGBTIQdanaktivisme
di ruang daring gerakan LGBTIQ di Indonesia. (2) Mengungkapkan
advokasi organisasi-organisasi LGBTIQ dalam mengintegrasikan HAM
LGBTIQ pada tata kelola internet. (3) Mengungkapkan tantangan gerakan
HAM LGBTIQ di Indonesia baik pada ruang luring (offline) maupun daring,
sehingga hubungan antara kedua ruang tersebut terpetakan.
Dengan menggunakan analisa feminisme, perlu digarisbawahi bahwa
dalam riset eksploratoris ini tidak ditujukan untuk menemukan jawaban
atau keputusan final. Subjek penelitian adalah bagian dari kolaborasi
upaya advokasi dalam rangka membangun hipotesa tentang apa yang
sedang terjadi terhadap suatu situasi, secara khusus kasus diskriminasi,
kekerasan dan pelecehan yang dialami oleh individu maupun kelompok
LGBTIQ di ruang internet.
Hipotesa yang ditarik dari data riset eksploratoris ini menjadi
pernyataan yang menggambarkan dua atau lebih variabel-variabel saling
terhubung satu sama lainnya. Agar hasil riset ini memihak terhadap upaya
perlindungan, penegakan dan pemenuhan Hak Asasi Manusia khususnya
3	 Association for Progressive Communication. https://www.apc.org/en/about
vii
untuk kelompok yang dipinggirkan, riset kualitatif eksploratoris
mensyaratkan bagi peneliti membangun hubungan baik (rapport) dengan
informan. Membangun kepercayaan dimulai melalui komunikasi dalam
portal daring, tanya jawab dan korespondensi menggunakan media
daring, kemudian dilanjutkan dengan wawancara secara langsung serta
membangun ruang-ruang diskusi yang cair dalam kelompok diskusi
terfokus. Kelompok diskusi terfokus yang terlibat dalam riset merupakan
penggiat atau aktivis dari berbagai organisasi masyarakat sipil seperti Satu
Dunia, ICT Watch, Institute for Criminal and Justice Reform (ICJR), Komisi
Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan),
HIVOS South East Asia region, Divisi Riset London School Public Relations
Jakarta dan individu-individu penggiat TIK. FGD ini bertujuan untuk
mengklarifikasi dan mengkonsultasikan rancangan hasil penelitian.
Metode-metode tersebut dipilih agar dalam proses riset eksploratoris
ini, dapat tergali data terkait makna, nilai, dan pengalaman dari informan.
Pendekatan kualitatif eksploratoris, dengan menggunakan analisa
feminisme dan kerangka instrumen Hak Aasasi Manusia, diperlukan guna
menghimpun berbagai informasi mengenai pemajuan dan pengabaian
HAM LGBTIQ di dunia daring yang terkait dengan praktik dan kebijakan
di dunia luring.
D. URGENSI EROTICS INDONESIA: Apa Pentingnya Riset Eksploratoris?
Metode yang dilakukan dalam upaya queering Hak Asasi Manusia
individu dan kelompok LGBTIQ terkait tata kelola internet, pertama kali
dilakukan dengan teknik pengumpulan data melalui survei EROTICS global
yang diluncurkan pada tanggal 8 Maret 2013 oleh APC. Hal ini bertujuan
untuk mengungkap tantangan yang dihadapi oleh aktivis hak-hak seksual
dalam menggunakan internet di tingkat global. Disebarkan ke beberapa
negara penelitian EROTICS yaitu India, Lebanon, Afrika Selatan, Brazil,
Amerika Serikat termasuk Indonesia.
Survei internasional yang dilakukan secara global ini sangat menarik,
untuk melihat variasi konteks baik bentuk – bentuk kekerasan sebagai
tantangan nyata bagi individu maupun kelompok LGBTIQ maupun
viii Queering Tata Kelola Internet di Indonesia
upaya advokasi yang telah dilakukan, sebagai bagian dari perjuangan
pemenuhan Hak Asasi Manusia.
Sebagai pemicu awal, ditentukan responden survei EROTICS Indonesia
yaitu beberapa aktivis hak seksual seperti aktivis HAM LGBTIQ, aktivis
perempuan positif HIV/AIDS, aktivis feminis pesantren, aktivis anti
perdagangan manusia, aktivis Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap
Perempuan (Komnas Perempuan), akademisi isu gender dan seksualitas
serta pegiat hak-hak seksual lainnya. Data primer dari survei EROTICS
Indonesia menjadi pedoman untuk mengelaborasi lebih jauh melalui
metode wawancara mendalam. Hal ini penting dilakukan untuk eksplorasi
secara mendalam data – data dari survei yang menjadi data primer.
Teknik pengumpulan data seperti ini tepat untuk penelitian, karena
dengan demikian peneliti lebih mengeksplorasi pengalaman dari
berbagai aktor. Sebelas orang aktivis yaitu 3 perempuan dan 8 laki-laki
berhasil diwawancara secara mendalam. Mereka adalah aktivis LGBTIQ,
pegiat hak internet dan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK), tata
kelola internet, aktivis hak asasi perempuan yang menggunakan TIK
untuk pergerakan dan menyuarakan perspektif gender dan teknologi,
akademisi gender dan seksualitas, serta representasi dari Komisi Nasional
Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Indonesia. Kesenjangan gender dari
representatif responden yang kami wawancara memang memperlihatkan
masih sedikit sekali representatif aktivis perempuan atau transgender
yang aktif dalam pergerakan hak internet atau TIK. Mayoritas masih
didominasi representasi laki-laki. Tiga (2 laki-laki dan 1 perempuan) dari
11 informan wawancara mendalam juga merupakan responden survei
EROTICS Indonesia.
E. ‘QUEERING’: Bentuk Tuntutan Warga Negara dan Gerakan Sosial
Berbagai upaya afirmatif telah menyebutkan perlindungan dan
penghormatan menyeluruh terhadap setiap individu yang orientasi
seksual dan identitas gendernya beragam. Pada 17 Juni 2011 Dewan
HAM PBB mengadopsi resolusi berjudul “Hak asasi manusia, orientasi
seksual dan identitas gender”, yang menyatakan keprihatinan tentang
ix
tindak kekerasan dan diskriminasi yang dilakukan terhadap individu
karena orientasi seksual dan jenis kelamin identitas mereka. Resolusi ini
menegaskan kembali Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia diratifikasi
oleh Pemerintah Indonesia melalui Undang-Undang Nomor 39 Tahun
1999 tentang Hak Asasi Manusia. Resolusi itu meminta Komisaris
Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia untuk mempersiapkan studi
mendokumentasikan hukum dan praktek diskriminatif dan tindakan
kekerasan terhadap orang berdasarkan orientasi seksual dan jenis
kelamin identitas mereka. Studi4
ini dipublikasikan pada Desember 2011
dan diajukan kepada Dewan Hak Asasi Manusia pada bulan Maret 2012
dan berisi daftar rekomendasi yang kuat untuk negara-negara anggota.
Laporan ini menegaskan bahwa Negara memiliki kewajiban di bawah
hukum internasional untuk melindungi hak asasi manusia semua orang,
termasuk mereka yang lesbian, gay, biseksual, transgender dan interseks.
Pada 5 Juli 2012, adalah tonggak sejarah penting bahwa Dewan Hak
Asasi Manusia PBB telah mengadopsi secara konsensus sebuah resolusi
yaitu Resolution: Promotion, Protection and Enjoyment of Human Rights
on Internet atau Resolusi: Promosi, Perlindungan dan Penikmatan Hak
Asasi Manusia di Internet.5
Hal ini mendapatkan dukungan penuh dari
lebih 70 negara anggota dan bukan anggota Dewan Hak Asasi Manusia
PBB termasuk Cina, Brazil, Nigeria, Ukraina, Tunisia, Amerika Serikat,
Inggris termasuk Indonesia. Pada dasarnya resolusi ini mengafirmasi
pengoperasiannya dalam paragraf 1 yaitu “hak asasi manusia yang dimiliki
individu di dunia luring harus juga dilindungi di ruang daring.” Unsur
dasar hak asasi manusia yang berhubungan dengan internet termasuk
privasi, kebebasan berekspresi, hak untuk menerima informasi, berbagai
hak melindungi budaya, bahasa dan keragaman minoritas dan hak atas
4	http://www2.ohchr.org/english/bodies/hrcouncil/docs/19session/A.HRC.19.41_English.
pdf
5	 UN Human Rights Council, Resolution: The promotion, protection and enjoyment
of human rights on the Internet, A/HRC/20/L.13, adopted on 5 July 2012. http://dac-
cess-dds ny.un.org/doc/UNDOC/LTD/G12/147/10/PDF/G1214710.pdf?OpenElement
x Queering Tata Kelola Internet di Indonesia
pendidikan (Kurbalija, 2012).
Queering tata kelola internet berangkat dari pengalaman dan
kesadaran bahwa internet adalah subjek/aktor yang memainkan peran
sebagai ruang politik dan publik dalam perubahan sosial. Kemudian
internet sebagai ruang politik dan publik dipengaruhi para pihak
multi pemangku kepentingan yang memiliki keragaman dan kecairan
keragaman identitas gender dan orientasi seksual sehingga mewarnai
konten dan kebijakan internet yang membutuhkan proses advokasi terus
menerus. Konsep ini dikembangkan oleh IPP sebagai upaya teorisasi
pengalaman dan hasil riset, serta bersifat terbuka untuk dilakukan
falsifikasi dan verifikasi. Pemajuan teori ini bermanfaat untuk strategi dan
advokasi melawan cyber-homophobia, antara lain pemblokiran situs-situs
LGBTIQ. Keberadaan internet telah dinikmati oleh gerakan LGBTIQ untuk
sedikitnya tiga kepentingan. Pertama, untuk media komunikasi yang
aman dan melakukan pengorganisasian diri. Kedua, media untuk edukasi
dan advokasi. Ketiga untuk memperluas ruang advokasi yang tidak
hanya memberikan perhatian pada isu HAM LGBTIQ tetapi juga pada
isu HAM yang lain, seperti lingkungan, perempuan dan warga lain yang
didiskriminasikan. Dari tiga kepentingan keberadaan internet, upaya
Queering tata kelola internet, sangat mendesak dilakukan.
1
Bagian I
Pendahuluan
Latar belakang
Di Indonesia, seksualitas menjadi wacana yang semakin terbuka di
ranah publik. Pertarungan wacana seksualitas diperluas jangkauannya
oleh Internet. Di satu sisi, internet telah memberi ruang bagi kemajuan
Hak Asasi Manusia (HAM) termasuk HAM Lesbian, Gay, Biseksual,
Transgender, Interseks dan Queer (LGBTIQ). Di sisi lain, internet juga
menjadi ruang yang digunakan untuk memperburuk dan melanggengkan
diskriminasi dan kekerasan terhadap warga LGBTIQ, yang sebelumnya
sudah terjadi di ruang fisik. Hal itu, akibat belum adanya perlindungan
HAM LGBTIQ pada tata kelola internet, sebagaimana masih lemahnya
perlindungan serupa di ruang fisik.
Pelecehan, perundungan yang bersifat homofobik (homophobic
bullying) dan hasutan kebencian terhadap LGBTIQ di dunia daring (online)
atau yang disebut cyber-homophobia antara lain perilaku yang sering
muncul di jejaring sosial dan media daring lainnya. Pemblokiran situs
LGBTIQ oleh beberapa Internet Service Provider (ISP) atau penyedia jasa
layanan internet terjadi sejak 2011. Pemblokiran tersebut kerap terjadi
secara sepihak tanpa pemberitahuan terlebih dahulu kepada pemilik
website. Juga tanpa melalui proses yang transparan dan akuntabel dari
pihak ISP ataupun Kementrian Komunikasi dan Informatika Republik
Indonesia (Kemenkominfo RI).
2 Queering Tata Kelola Internet di Indonesia
Maksud dan Tujuan
Menyikapi situasi dimana internet telah memberikan pemajuan dan
pemunduran HAM LGBTIQ, sejak 2012, aktivis LGBTIQ mulai melakukan
advokasi HAM LGBTIQ pada tata kelola internet. Mereka, antara lain,
Institut Pelangi Perempuan (IPP), Suara Kita (sebelumnya Our Voice),
Arus Pelangi dan Gamacca. Gerakan sosial dan proses advokasi dalam
melawan cyber-homophobia dan keputusan pemblokiran situs-situs
LGBTIQ di Indonesia kemudian menjadi sebuah gerakan sosial yang ingin
diperkenalkan dengan istilah queering tata kelola internet di Indonesia.
Seiringdenganupaya-upayatersebut,IPPmelakukanriseteksploratoris
(exploratory research) terkait HAM LGBTIQ dalam tata kelola internet
di Indonesia. Riset eksploratoris merupakan riset yang dilakukan untuk
meneliti masalah yang belum jelas situasi dan keberadaannya. Hal ini
seringkali terjadi sebelum kita cukup mengetahui untuk membuat
perbedaan-perbedaan konseptual atau mengungkapkan fakta-fakta
sebuah hubungan eksploratoris.1
IPP menjalankan penelitian ini bekerja
sama dengan EROTICS (Exploratory Research on Internet and Sexuality)
atau (Riset Eksploratoris Internet dan Seksualitas) global.2
EROTICS telah
dilakukan di beberapa negara seperti Brazil, Lebanon, India, Amerika
Serikat dan Afrika Selatan. Jaringan EROTICS global ini dikoordinasi oleh
Association for Progressive Communication (APC)3
sebuah organisasi
internasional yang bergerak di bidang penelitian, advokasi kebijakan
serta kampanye hak internet sebagai bagian dari hak asasi manusia.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu bahan untuk
pengembangan wacana HAM LGBTIQ pada tata kelola internet di
Indonesia.
1	 Shields, Patricia and Rangarjan, Nandhini. 2013. A Playbook for Research Methods:
Integrating Conceptual Frameworks and Project Management. Stillwater, OK: New
Forums Press.
2	 EROTICS: Sex, rights and the internet. http://www.genderit.org/resources/erotics-sex-
rights-and-internet-research-study
3	 Association for Progressive Communication. https://www.apc.org/en/about
3
Penelitian ini bertujuan:
•	 Menjelaskan peran internet dalam memajukan HAM LGBTIQ dan
aktivisme di ruang daring gerakan LGBTIQ di Indonesia.
•	 Mengungkapkan advokasi organisasi-organisasi LGBTIQ dalam
mengintegrasikan HAM LGBTIQ pada tata kelola internet.
•	 Mengungkapkan tantangan gerakan HAM LGBTIQ di Indonesia
baikpadaruangluring(offline)maupundaring,sehinggahubungan
antara kedua ruang tersebut terpetakan.
Beberapa persoalan yang akan diekplorasi dalam penelitian ini:
1.	 Bagaimana peran internet dalam mempromosikan HAM LGBTIQ
dan memajukan gerakan sosial LGBTIQ di Indonesia?
2.	 Bagaimana situasi diskriminasi dan kekerasan terhadap LGBTIQ di
dunia daring, dalam konteks hukum dan HAM?
3.	 Apa saja strategi advokasi yang telah dilakukan oleh gerakan
LGBTIQ dalam upaya queering tata kelola internet di Indonesia?
4 Queering Tata Kelola Internet di Indonesia
Bagian II
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan desain
eksploratoris yang terbatas pada menemukan ide-ide, pandangan,
serta pengetahuan-pengetahuan terkait isu yang diangkat dalam riset.
Hal ini ditujukan untuk memberikan pemahaman yang lebih baik terhadap
suatu situasi. Selain itu, riset yang didesain bukan untuk menemukan
jawaban atau keputusan final ini, dimaksudkan untuk membangun
hipotesa tentang apa yang sedang terjadi terhadap suatu situasi. Hipotesa
ini kemudian menjadi pernyataan yang menggambarkan dua atau lebih
variabel-variabel saling terhubung satu sama lainnya. Riset lanjutan atau
kedua akan dilakukan untuk meneliti lebih dalam hasil-hasil temuan dari
riset eksploratoris.4
Pendekatan kualitatif eksploratoris diperlukan guna
menghimpun berbagai informasi mengenai pemajuan dan pengabaian
HAM LGBTIQ di dunia daring yang terkait dengan praktik dan kebijakan di
dunialuring.Penelitiankualitatifeksploratorismensyaratkanpenelitiperlu
membangun hubungan baik (rapport) dengan informan. Membangun
kepercayaan dimulai melalui komunikasi dalam portal daring, tanya jawab
dan korespondensi menggunakan media daring, kemudian dilanjutkan
dengan wawancara secara langsung. Metode ini dipilih agar dapat
menggali data terkait makna, nilai, dan pengalaman dari informan.
Penelitian ini juga dilakukan dengan teknik pengumpulan data melalui
survei EROTICS global yang diluncurkan pada tanggal 8 Maret 2013 oleh
4	 Exploratory, Descriptive and Causal Research Design. http://www.monroecollege.edu/
AcademicResources/ebooks/9781111532406_lores_p01_ch03.pdf
5
APC. Hal ini bertujuan untuk mengungkap tantangan yang dihadapi
oleh aktivis hak-hak seksual dalam menggunakan internet di tingkat
global. Disebarkan ke beberapa negara penelitian EROTICS yaitu India,
Lebanon, Afrika Selatan, Brazil, Amerika Serikat termasuk Indonesia.
Untuk para responden survei EROTICS Indonesia disebarkan kepada
beberapa aktivis hak seksual seperti aktivis HAM LGBTIQ, perempuan
positif HIV/AIDS, feminis pesantren, anti perdagangan manusia, Komisi
Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan),
akademisi isu gender dan seksualitas serta pegiat hak-hak seksual
lainnya. Wawancara mendalam untuk eksplorasi lebih jauh data – data
dari survei yang telah dijalankan sejauh ini. Teknik pengumpulan data
seperti ini tepat untuk penelitian, karena dengan demikian peneliti lebih
mengeksplorasi pengalaman dari berbagai aktor. Sebelas orang aktivis
yaitu 3 perempuan dan 8 laki-laki berhasil diwawancara secara mendalam.
Mereka adalah aktivis LGBTIQ, pegiat hak internet dan Teknologi
Informasi dan Komunikasi (TIK), tata kelola internet, aktivis hak asasi
perempuan yang menggunakan TIK untuk pergerakan dan menyuarakan
perspektif gender dan teknologi, akademisi gender dan seksualitas, serta
representasi dari Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM)
Indonesia. Kesenjangan gender dari representatif responden yang kami
wawancara memang memperlihatkan masih sedikit sekali representatif
aktivis perempuan atau transgender yang aktif dalam pergerakan hak
internet atau TIK. Mayoritas masih didominasi representasi laki-laki. Tiga
(2 laki-laki dan 1 perempuan) dari 11 informan wawancara mendalam juga
merupakan responden survei EROTICS Indonesia.
Setelah melakukan survei dan wawancara mendalam, tim riset juga
melakukan Diskusi Kelompok Terarah (Focus Group Discussion) dengan
responden riset dan melibatkan kelompok masyarakat sipil lainnya
diantaranya Satu Dunia, ICT Watch, Institute for Criminal and Justice
Reform (ICJR), Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan
(Komnas Perempuan), HIVOS South East Asia region, Divisi Riset London
School Public Relations Jakarta dan individu-individu pegiat TIK. FGD ini
bertujuan untuk mengklarifikasi dan mengkonsultasikan rancangan hasil
penelitian.
6 Queering Tata Kelola Internet di Indonesia
Data sekunder diperoleh melalui studi pustaka pada buku-buku, peer-
reviewed jurnal, buletin, surat kabar dan artikel dari dokumen-dokumen
lain yang terkait dengan permasalahan yang ingin diteliti.
7
Bagian III
Istilah dan Batasan Konsep
CEDAW (Convention on Elimination of All Forms of Discrimination
Against Women)5
, Konvensi tentang Penghapusan Segala Bentuk
Diskriminasi terhadap Perempuan (CEDAW), yang diadopsi pada tahun
1979 oleh Majelis Umum Persatuan Bangsa – Bangsa (PBB), digambarkan
sebagai aturan internasional hak-hak asasi perempuan. Terdiri dari
pembukaan dan 30 artikel, mendefinisikan apa yang merupakan
diskriminasi terhadap perempuan dan membuat agenda aksi nasional
untuk mengakhiri diskriminasi tersebut. Indonesia telah meratifikasi
CEDAW melalui Undang-Undang No.7 tahun 1984 tentang ratifikasi
Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan.
Coming Out, istilah untuk LGBTIQ yang membuka jati diri orientasi seksual
dan/atau identitas gender mereka.
Cyber-homophobia, perundungan atau penindasan serta kebencian
terhadap identitas gender dan orientasi seksual yang non heteronormatif
di internet. Target serangan homofobia tidak selalu tertuju pada orang-
orang dengan orientasi seksual dan identitas gender yang ‘nampak’
berbeda saja. Akan tetapi heteroseksual dengan ekspresi gender yang
terlihat berlawanan dengan konstruksi masyarakat yang berlaku umum
bisa juga menjadi korban. Berdasarkan data yang dikeluarkan oleh United
Nations Educational Scientific and Cultural Organization (UNESCO),
5	 Convention on the Elimination of all Forms of Discrimination Against Women (CEDAW),
United Nations, 1979. www.un.org/womenwatch/daw/cedaw/text/econvention.htm
8 Queering Tata Kelola Internet di Indonesia
homophobic bullying adalah bullying yang berada dalam posisi kedua
terbesar di seluruh dunia.6
Diskriminasi, merujuk pada The Yogyakarta Principles atau Prinsip-prinsip
Yogyakarta.7
Diskriminasi didefinisikan dalam Prinsip Yogyakarta tentang
Penerapan Hukum HAM Internasional dalam kaitannya dengan Orientasi
Seksual dan Identitas Gender. Prinsip-prinsip yang bertujuan untuk
menerapkan standar hak asasi manusia yang mengikat internasional
untuk menangani pelanggaran hak asasi manusia berdasarkan orientasi
seksual dan identitas gender. Prinsip-prinsip ini dikembangkan dan
diadopsi di Yogyakarta di Universitas Gadjah Mada pada November 6-9,
2006 oleh sebuah kelompok internasional para ahli hukum, termasuk
hakim, akademisi, mantan Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia,
Prosedur Khusus PBB, anggota badan perjanjian, LSM dan lain-lain.
Dokumen tersebut berisi 29 prinsip yang diadopsi dengan suara bulat
oleh para ahli, yang diarahkan pada pelaksanaan negara, bersama dengan
rekomendasi lain untuk badan-badan PBB dan mekanisme hak asasi
manusia, organisasi antar pemerintah regional dan sub-regional, badan
pengadilan, lembaga HAM nasional, LSM, media massa dan lain-lain.
Berdasarkan Prinsip-prinsip Yogyakarta pada Prinsip 2 Hak-Hak Untuk
Kesetaraan dan Non-Diskriminasi disebutkan “Diskriminasi atas dasar
orientasi seksual atau identitas gender termasukpembedaan,pengecualian,
pembatasan atau preferensi berdasarkan orientasi seksual atau identitas
gender yang memiliki tujuan atau efek meniadakan atau merusak
persamaan di depan hukum atau perlindungan hukum yang sama, atau
pengakuan, penikmatan atau pelaksanaan, atas dasar kesetaraan, semua
hak asasi manusia dan kebebasan fundamental. Diskriminasi berdasarkan
orientasi seksual atau identitas gender mungkin, dan umumnya adalah,
diperparah dengan diskriminasi atas dasar lain, termasuk jenis kelamin, ras,
usia, agama, kecacatan, kesehatan dan status ekonomi.”
6	 Homophobic Bullying http://www.unesco.org/new/en/education/themes/lead-
ing-the-international-agenda/health-education/homophobic-bullying/
7	 The Yogyakarta Principles www.yogyakartaprinciples.org
9
HAM, orientasi seksual dan identitas gender. Pada 17 Juni 2011 Dewan
HAM PBB mengadopsi resolusi berjudul “Hak asasi manusia, orientasi
seksual dan identitas gender”, yang menyatakan keprihatinan tentang
tindak kekerasan dan diskriminasi yang dilakukan terhadap individu
karena orientasi seksual dan identitas gender mereka. Resolusi ini
menegaskan kembali Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia diratifikasi
oleh Pemerintah Indonesia melalui Undang-Undang Nomor 39 Tahun
1999 tentang Hak Asasi Manusia. Resolusi itu meminta Komisaris
Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia untuk mempersiapkan studi
mendokumentasikan hukum dan praktek diskriminatif dan tindakan
kekerasan terhadap orang berdasarkan orientasi seksual dan jenis
kelamin identitas mereka. Studi8
ini dipublikasikan pada Desember 2011
dan diajukan kepada Dewan Hak Asasi Manusia pada bulan Maret 2012
dan berisi daftar rekomendasi yang kuat untuk negara-negara anggota.
Laporan ini menegaskan bahwa Negara memiliki kewajiban di bawah
hukum internasional untuk melindungi hak asasi manusia semua orang,
termasuk mereka yang lesbian, gay, biseksual, transgender dan interseks.
HAM dan Bisnis, pada 16 Juni 2011, Dewan HAM PBB mengesahkan
Guiding Principles on Business and Human Rights atau Prinsip-Prinsip
Panduan Bisnis dan Hak Asasi Manusia. Pertama kalinya dimunculkan
standar global untuk mencegah dan mengatasi resiko akan dampak buruk
terhadap hak asasi manusia terkait dengan kegiatan bisnis.9
Dalam Dokumen tersebut pada Bab Peran Negara Dalam Perlindungan
HAM tentang Prinsip-prinsip Dasar disebutkan “Negara harus memberikan
perlindunganterhadappelanggaranhakasasimanusiadidalamwilayahdan/
atau yuridiksi oleh pihak ketiga, termasuk usaha bisnis. Hal ini memerlukan
mengambi langkah yang tepat untuk mencegah, menyelidiki, menghukum
dan memperbaiki penyalahgunaan tersebut melalui kebijakan, undang-
undang, peraturan dan ajudikasi yang efektif.”
Dalam Bab Tanggung Jawab Perusahaan Dalam Penghormatan HAM
8	http://www2.ohchr.org/english/bodies/hrcouncil/docs/19session/A.HRC.19.41_English.
pdf
9	 Business and Human Rights http://www.ohchr.org/EN/ISSUES/BUSINESS/Pages/Busi-
nessIndex.aspx
10 Queering Tata Kelola Internet di Indonesia
disebutkan “Perusahaan Bisnis harus menghormati hak asasi manusia. Ini
berarti bahwa mereka harus menghindari melanggar hak asasi orang lain
dan harus menangani dampak hak asasi manusia yang merugikan dimana
mereka terlibat.”
Kemudian pada tanggal 6 Juli 2011 Dewan HAM PBB mengeluarkan
Resolusi Nomor A/HRC/RES/17/4 tentang Hak Asasi Manusia dan Korporasi
Transnasional serta Perusahaan Bisnis lainnya.10
	
HAM di Internet, pada 5 Juli 2012, Dewan Hak Asasi Manusia PBB telah
mengadopsisecarakonsensussebuahresolusiyaituResolution:Promotion,
Protection and Enjoyment of Human Rights on Internet atau Resolusi:
Promosi, Perlindungan dan Penikmatan Hak Asasi Manusia di Internet.11
Hal ini mendapatkan dukungan penuh dari lebih 70 negara anggota dan
bukan anggota Dewan Hak Asasi Manusia PBB termasuk Cina, Brazil,
Nigeria, Ukraina, Tunisia, Amerika Serikat, Inggris termasuk Indonesia.
Pada dasarnya resolusi ini mengafirmasi pengoperasiannya dalam
paragraf 1 yaitu “hak asasi manusia yang dimiliki individu di dunia luring
harus juga dilindungi di ruang daring.” Unsur dasar hak asasi manusia yang
berhubungan dengan internet termasuk privasi, kebebasan berekspresi,
hak untuk menerima informasi, berbagai hak melindungi budaya, bahasa
dan keragaman minoritas dan hak atas pendidikan (Kurbalija, 2012).
Artikel 19 pada DUHAM:
Setiap orang berhak atas kebebasan berpendapat dan
berekspresi; hak ini termasuk kebebasan memiliki pendapat
tanpa gangguan, dan untuk mencari, menerima dan
menyampaikan informasi dan buah pikiran melalui media apa
saja dan dengan tidak memandang batas-batas.12
10	 UN Human Rights Council, Resolution: Human Rights and Transnational Corporations
and Other Business Enterprises, A/HRC/RES/17/4 adopted on 6 July 2011. http://busi-
ness-humanrights.org/sites/default/files/media/documents/un-human-rights-council-
resolution-re-human-rights-transnational-corps-eng-6-jul-2011.pdf
11	 UN Human Rights Council, Resolution: The promotion, protection and enjoyment
of human rights on the Internet, A/HRC/20/L.13, adopted on 5 July 2012. http://dac-
cess-dds ny.un.org/doc/UNDOC/LTD/G12/147/10/PDF/G1214710.pdf?OpenElement
12	 Artikel 19 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM). http://www.un.org/en/doc-
11
Konstitusi Republik Indonesia yaitu Undang-Undang Dasar 1945 (UUD
1945), menyebutkan dalam Pasal 28C ayat 1 bahwa, ‘Setiap orang berhak
mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak
mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan
dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan
demi kesejahteraan umat manusia.’13
Homoseksualitas dan Transgender bukan gangguan mental. Pada 17
Mei 1990, World Health Organizatioan (WHO) atau Badan Kesehatan
Dunia telah menghapus homoseksualitas dari Daftar Penyakit Mental
(penyimpangan) yang sebelumnya pernah tercantum dalam International
ClassificationofDisease.SejaksaatitulahWHOsecarakhususdankemudian
disusul oleh Badan-Badan Dunia lainnya menempatkan komunitas LGBTIQ
setaradenganmasyarakatlainnya,memilikihak-hakyangsama.Kemudian
pada tanggal 17 Mei diperingati sebagai Hari Internasional Melawan
Homophobia,BiphobiadanTransphobia(IDAHOBIT).14
Ditingkatnasional,
dicantumkan Departemen Kesehatan Repubik Indonesia dalam buku
Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia edisi
II tahun 1983 (PPDGJ II) dan PPDGJ III (1993) mencabut homoseksualitas
dari daftar penyakit gangguan jiwa.15
Pada tahun 2012, dewan pengawas
American Psychiatric Association (APA) atau Asosiasi Psikiatri Amerika
menyetujui revisi terbaru yang diusulkan untuk Diagnostic and Statistical
Manual of Mental Disorders (DSM-5) atau Manual Diagnostik dan Statistik
Gangguan Mental. Ini menandai tonggak bersejarah bagi orang-orang
yang transgender, karena identitas mereka tidak lagi diklasifikasikan
sebagai gangguan mental.16
uments/udhr/
13	 Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945) 28C ayat 1. https://www.mpr.go.id/pages/pro-
duk-mpr/uud-nri-tahun-1945/uud-nri-tahun-1945-dalam-satu-naskah
14	 International Day Against Homophobia, Biphobia dan Transphobia (IDAHOBIT) https://
en.wikipedia.org/wiki/International_Day_Against_Homophobia,_Biphobia_and_Trans-
phobia
15	 Homoseksual Bukan Penyimpangan Seksual. http://nasional.kompas.com/
read/2008/11/11/13081144/Homoseksual.Bukan.Penyimpangan.Seksual.
16	 APA Revises Manual : Being Transgender is No Longer Mental Disorder http://think-
progress.org/lgbt/2012/12/03/1271431/apa-revises-manual-being-transgender-is-no-lon-
ger-a-mental-disorder/
12 Queering Tata Kelola Internet di Indonesia
Homophobic bullying (perundungan homofobik) adalah perundungan
atau penindasan serta kebencian terhadap identitas gender dan orientasi
seksual non heteronormatif. Target serangan homofobia tidak selalu
tertuju pada orang-orang dengan orientasi seksual dan identitas gender
yang ‘nampak’ berbeda saja. Akan tetapi heteroseksual dengan ekspresi
gender yang terlihat berlawanan dengan konstruksi masyarakat yang
berlaku umum bisa juga menjadi korban. Perundungan homofobik
berada dalam posisi kedua terbesar di seluruh dunia (Laporan United
Nations Educational Scientific and Cultural Organization (UNESCO).17
Perundungan homofobik adalah “kebiadaban moral, pelanggaran berat
terhadap hak asasi manusia dan krisis kesehatan masyarakat.” (Sekretaris
Jendral PBB, Ban Ki-moon).
Kekerasan, menurut Deklarasi tentang Penghapusan Kekerasan Terhadap
Perempuan (Declaration on the Elimination of Violence Against Women)18
diproklamasikan oleh Majelis Umum PBB pada 20 Desember 1993, dalam
Pasal 1 definisi kekerasan terhadap perempuan adalah setiap tindakan
berdasarkan perbedaan jenis kelamin yang berakibat atau mungkin
berakibat kesengsaraan atau penderitaan perempuan secara fisik,
seksual, atau psikologis, termasuk ancaman tindakan-tindakan semacam
itu, pemaksaan atau perampasan kemerdekan secara sewenang-wenang,
baik yang terjadi di depan umum atau dalam kehidupan pribadi.
LBT, Lesbian, Biseksual dan Transgender
Perundungan (bullying), adalah penggunaan kekuatan, ancaman,
atau pemaksaan untuk penyalahgunaan, mengintimidasi, atau agresif
memaksakan dominasi atas orang lain. Perilaku ini sering diulang dan
menjadi kebiasaan. Salah satu prasyarat penting adalah persepsi, oleh
pengganggu atau oleh orang lain, dari ketidakseimbangan kekuatan
17	 Homophobic Bullying. http://www.unesco.org/new/en/education/themes/lead-
ing-the-international-agenda/health-education/homophobic-bullying/
18	 Declaration on the Elimination of Violence Against Women. http://www.un.org/docu-
ments/ga/res/48/a48r104.htm
13
sosial atau fisik. Perilaku yang digunakan untuk menegaskan dominasi
tersebut dapat mencakup pelecehan lisan atau ancaman, serangan
fisik atau paksaan, dan tindakan tersebut dapat diarahkan berulang kali
terhadap target tertentu. Pembenaran dan rasionalisasi atas perilaku
tersebut kadang-kadang termasuk perbedaan kelas, ras, agama, gender,
seksualitas, penampilan, perilaku, kekuatan, ukuran atau kemampuan
(Ericson, 2001). Perundungan terdiri dari empat jenis dasar pelecehan -
emosional (kadang-kadang disebut relasional), verbal, fisik, dan cyber
atau menggunakan teknologi (Brank, 2012). Mereka yang telah menjadi
sasaran perundungan dapat menderita permasalahan emosional dan
perilaku dalam jangka panjang. Perundungan dapat menyebabkan
kesepian, depresi, kecemasan, menyebabkan rendah diri dan peningkatan
kerentanan terhadap penyakit. (Kipling, 2013). Terdapat beberapa bukti
bahwa perundungan dapat meningkatkan resiko bunuh diri. (Kim, 2008)
Queer dulu biasanya digunakan sebagai bahasa slang untuk homoseksual
dan hal-hal yang ‘buruk’, digunakan untuk pelecehan terhadap kelompok
homoseksual. Baru-baru ini, istilah ini telah digunakan sebagai istilah
payung untuk kedua identifikasi dan model budaya seksual tradisional
untuk studi lesbian dan gay. Tanpa diketahui banyak, Queer lebih
sekedar berhubungan dengan gay dan lesbian, tetapi juga cross-dressing,
hermaphroditism, ambiguitas gender dan operasi gender korektif.
Proyeksi utama Queer teori ini yaitu menjajaki peserta dari kategorisasi
gender dan seksualitas, identitas tidak tetap - mereka tidak dapat
dikategorikan dan diberi label - karena identitas terdiri dari banyak variasi
komponen dan untuk mengkategorikan dengan salah satu karakteristik
adalah hal yang salah (Buttler, 2004).
Teori Queer adalah bidang-bidang ilmu kritis yang muncul pada awal
tahun 1900-an yang meliputi studi-studi ilmu LGBT dan Feminis. Teori
Queer meliputi kajian teks-teks dan teorisasi “queerness” itu sendiri.
Teori queer dibangun meliputi tantangan-tantangan feminis terhadap
pemikiran bahwa gender adalah bagian esensial diri dan melalui pengujian
studi-studi gay/lesbian terhadap sifat-sifat yang dikonstruksi secara
sosial dari perilaku dan identitas seksual. Dimana studi-studi gay/lesbian
berfokus pada pertanyaan-pertanyaan tentang perilaku-perilaku alami
14 Queering Tata Kelola Internet di Indonesia
dan tidak alami dalam penghormatan terhadap perilaku homoseksual,
teori Queer memperluas fokusnya untuk meliputi berbagai keragaman
identitas dan aktivitas seksual yang sering dimasukkan dalam kategori-
kategori normatif dan penyimpangan.19
Teori Queer tidak hanya mempermasalahkan dan mengkritisi
kewarganegaraan. Tapi juga dimaksudkan untuk membongkar apa yang
dimaksud dengan menjadi warga negara dan untuk mempresentasikan
konsep sebagai praktik-praktik eksklusif akan definisi siapa saja yang
masuk atau tidak dalam kategori marjinal dalam masyarakat (Payne and
Davies, 2012).
Queering tata kelola internet, Queering tata kelola internet berangkat
dari pengalaman dan kesadaran bahwa internet adalah subjek/aktor yang
memainkan peran sebagai ruang politik dan publik dalam perubahan
sosial. Kemudian internet sebagai ruang politik dan publik dipengaruhi
para pihak multi pemangku kepentingan yang memiliki keragaman dan
kecairan keragaman identitas gender dan orientasi seksual sehingga
mewarnai konten dan kebijakan internet yang membutuhkan proses
advokasi terus menerus. Konsep ini dikembangkan oleh IPP sebagai
upaya teorisasi pengalaman dan hasil riset, serta bersifat terbuka
untuk dilakukan falsifikasi dan verifikasi. Pemajuan teori ini bermanfaat
untuk strategi dan advokasi melawan cyber-homophobia, antara lain
pemblokiran situs-situs LGBTIQ.
Seksualitas, aspek sentral dari menjadi manusia sepanjang hidupnya
meliputi jenis kelamin, identitas gender, orientasi seksual, erotisme,
kesenangan, keintiman dan reproduksi. Seksualitas dialami dan
diekspresikan dalam pikiran, fantasi, keinginan, keyakinan, sikap, nilai-
nilai, perilaku, praktek, peran dan hubungan. Sementara seksualitas dapat
mencakup semua dimensi ini, tidak semua dari hal-hal tersebut selalu
dialami atau diungkapkan. Seksualitas dipengaruhi oleh interaksi faktor
biologis, psikologis, sosial, ekonomi, politik, budaya, hukum, sejarah,
19	 Queer Theory https://www.princeton.edu/~achaney/tmve/wiki100k/docs/Queer_theo-
ry.html
15
agama dan spiritual. Menurut WHO, hak-hak seksual tercakup dalam
HAM yang telah diakui dalam hukum nasional, dokumen-dokumen HAM,
internasional dan pernyataan konsensus lainnya. Termasuk di dalamnya
adalah hak bagi setiap orang untuk terbebas dari koersi, diskriminasi, dan
kekerasan untuk:
1)	 Memperoleh standar tertinggi bagi kesehatan seksual, termasuk
akses terhadap layanan kesehatan seksual dan reproduktif;
2)	 Mencari, menerima dan menyampaikan informasi yang terkait
dengan seksualitas, pendidikan seksualitas; menghormati
integritas tubuh;
3)	 Memilih pasangan mereka;
4)	 Memutuskan untuk menjadi aktif secara seksual atau tidak;
Relasi seksual berdasarkan konsensus;
5)	 Pernikahan konsensual;
6)	 Memutuskan ingin tidaknya, serta kapan memiliki anak; dan
Mencapai kehidupan seksual yang aman dan memuaskan.20
Surel, surat elektronik (E-mail)
Tata Kelola Internet (Internet Governance), Pertemuan Tingkat Dunia
Masyarakat Informasi (World Summit on Information Society) tentang
Tata Kelola Internet menyebutkan bahwa Tata Kelola Internet adalah
pengembangan dan penerapan oleh pemerintah, sektor swasta, dan
masyarakat sipil, dalam peran masing-masing, berbagi prinsip, norma,
aturan,pengambilankeputusan,prosedur,danprogramyangmembentuk
evolusi dan penggunaan internet (Kurbalija, 2012).
TIK, Teknologi Informasi dan Komunikasi atau sering disebut dengan ICT
(Information and Communication Technology)
20	 Sexual and Reproductive Health. http://www.who.int/reproductivehealth/topics/sexu-
al_health/sh_definitions/en/
16 Queering Tata Kelola Internet di Indonesia
Bagian IV Temuan
Situasi LGBTIQ di Indonesia dan
Tata Kelola Internet
Indonesia dikenal sebagai negara yang populasi muslimnya terbesar
di dunia dan kaya dengan ragam kebudayaan suku, agama dan ras.
Populasinya yang lebih dari 250 juta itu berlatar belakang seksualitas
yang beragam. Keragaman itu telah menjadi bagian budaya Indonesia
sejak ratusan tahun. Seksualitas yang beragam dan cair ini dituangkan
ke dalam praktik-praktik budaya, seperti tarian dan ragam ekspresi seni
dan budaya. Antara lain praktik homoseksual antara warok dan gemblak
di Jawa Timur. Bissu21
atau orang-orang transgender yang dimuliakan
dalam konteks spiritualitas budaya Bugis di Makasar, Sulawesi Selatan.
Keberadaan bissu berperan sebagai perantara antara manusia dan
Pencipta.
Pada 17 Mei 1990, World Health Organizatioan (WHO) atau Badan
Kesehatan Dunia telah menghapus homoseksualitas dari Daftar Penyakit
Mental (penyimpangan) yang sebelumnya pernah tercantum dalam
International Classification of Disease. Sejak saat itulah WHO secara khusus
dan kemudian disusul oleh Badan-Badan Dunia lainnya menempatkan
komunitas LGBTIQ setara dengan masyarakat lainnya, memiliki hak-
hak yang sama. Kemudian pada tanggal 17 Mei diperingati sebagai
Hari Internasional Melawan Homophobia, Biphobia dan Transphobia
(IDAHOBIT). Di tingkat nasional, dicantumkan Departemen Kesehatan
21	 Bissu https://id.wikipedia.org/wiki/Bissu
17
Repubik Indonesia dalam buku Pedoman Penggolongan dan Diagnosis
Gangguan Jiwa di Indonesia edisi II tahun 1983 (PPDGJ II) dan PPDGJ III
(1993) mencabut homoseksualitas dari daftar penyakit gangguan jiwa.
Padatahun2012,dewanpengawasAmericanPsychiatricAssociation(APA)
atau Asosiasi Psikiatri Amerika menyetujui revisi terbaru yang diusulkan
untuk Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders (DSM-5) atau
Manual Diagnostik dan Statistik Gangguan Mental. Ini menandai tonggak
bersejarah bagi orang-orang yang transgender, karena identitas mereka
tidak lagi diklasifikasikan sebagai gangguan mental.
Era reformasi di Indonesia, yang dimulai pada 1998, membuka ruang
demokrasi dan upaya-upaya penegakan HAM. Ruang demokrasi itu
dirayakan juga oleh warga LGBTIQ untuk menyuarakan HAM LGBTIQ
sebagai bagian dari hak asasi manusia. Berbagai organisasi masyarakat
muncul untuk mendukung penegakan HAM LGBTIQ. Di Indonesia,
gerakan ini ditandai antara lain dengan terbentuknya organisasi-
organisasi yang secara terbuka menyatakan sebagai organisasi LGBTIQ.
Organisasi ini bekerja untuk berbagai isu dari mulai kelompok-kelompok
yang mengorganisir diri, memfasilitasi kesadaran HAM LGBTIQ, membuka
ruang-ruang ekspresi, membuka layanan konseling dan pemulihan krisis
bagi LGBTIQ yang mengalami diskriminasi dan kekerasan dan berbagai
terbitan dan sebaran pengetahuan LGBTIQ. Sejak tahun 2012, 23
organisasi LGBTIQ berhasil mendokumentasikan dan mempublikasikan
laporan tahunan pelanggaran HAM LGBTIQ.22
Pada tahun yang sama,
Yulianus Rettoblaut (aktivis transgender) dan Dede Oetomo (aktivis
gay) mengikuti seleksi pencalonan komisioner Komisi Nasional Hak Asasi
Manusia (Komnas HAM). Walaupun keduanya belum mendapatkan
dukungan politik pada pemilihan tersebut.
Gerakan LGBTIQ juga terlibat dalam pengembangan Prinsip-prinsip
Yogyakarta. Prinsip-prinsip Yogyakarta berisi prinsip-prinsip hukum dan
HAMdalamkaitannyadenganseksualitasdanidentitasgenderdirumuskan
22	 Laporan Situasi HAM LGBTI di Indonesia Tahun 2012, Pengabaian Hak Asasi Berbasis
Orientasi Seksual dan Identitas Gender, Kami Tidak Diam, Forum LGBTIQ Indonesia.
http://gaya-nusantara.blogspot.com/2013/05/laporan-situasi-ham-lgbti-di-indonesia.
html
18 Queering Tata Kelola Internet di Indonesia
oleh para ahli hukum dan HAM serta aktivis LGBTIQ dari seluruh dunia
pada tahun 2006 di Yogyakarta, Indonesia. Prinsip-prinsip ini menjadi
tolak ukur standar hukum internasional tentang orientasi seksual dan
jenis kelamin identitas, dan diluncurkan sebagai piagam global hak untuk
LGBTIQ orang. Pada tahun 2011, Dewan HAM PBB mengadopsi resolusi
tentang Hak Asasi Manusia, Orientasi Seksual dan Identitas Gender.
Resolusi ini, diadopsi pada 17 Juni 2011 menegaskan prinsip-prinsip hak
asasi manusia berlaku untuk isu-isu orientasi seksual dan identitas gender.
Ini menegaskan kembali Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia yang telah
diratifikasi oleh pemerintah Indonesia melalui Undang-Undang Nomor 39
Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Resolusi ini juga mengungkapkan
keprihatinan tentang tindak kekerasan dan diskriminasi berdasarkan
orientasi seksual dan identitas gender. Laporan PBB yang dimandatkan
oleh resolusi menegaskan bahwa Negara memiliki kewajiban di bawah
hukum internasional untuk melindungi hak asasi manusia semua orang,
termasuk mereka yang lesbian, gay, biseksual, transgender dan interseks.
Tumbuhnya gerakan LGBTIQ di Indonesia dan keterlibatannya pada
advokasi di tingkat internasional, tidak terlepas dengan perkembangan
internet. Seluruh gerakan tersebut didukung oleh kemudahan dan
kecepatan informasi dan komunikasi melalui akses internet. Internet,
yang pertama kali datang ke Indonesia pada 1990 melalui Jaringan
Paguyuban (Paguyuban Network), salah satu faktor yang memfasilitasi
gerakan HAM LGBTIQ. Dalam perkembangannya, internet juga menjadi
ruang kontestasi isu-isu sosial dan politik di Indonesia. Karena itu, selain
menjadi alat pemajuan HAM LGBTIQ, oleh sebagian pihak, internet juga
dijadikan media untuk melakukan diskriminasi dan kekerasan terhadap
LGBTIQ.
Di era yang sama, kelompok intoleran dan memilih jalan kekerasan
mulai bermunculan. Kelompok-kelompok tersebut melakukan serangan
dan ancaman terhadap warga LGBTIQ dan aktivis HIV/AIDS, sejak tahun
2000 sampai sekarang. Pada tahun 2010, Front Pembela Islam (FPI) dan
ormas berbendera Islam lainnya membubarkan pertemuan-pertemuan
terkait HAM LGBTIQ di Indonesia dengan cara kekerasan. Pada Maret
2010, Konferensi Internasional LGBTI Association (ILGA) tingkat regional
19
Asia ke-4 yang dilaksanakan di Surabaya, Jawa Timur, dibubarkan secara
paksa oleh ormas berbendera Islam. Tidak lama kemudian, pada April
2010,pertemuanparapegiatHAMtransgenderyangbekerjasamaKomnas
HAM juga turut dibubarkan.23
Ancaman dan penyerangan pada warga
LGBTIQ tersebut berlangsung sampai sekarang tanpa perlindungan yang
memadai dari Negara. Seiring kemajuan penggunaan internet, ancaman
dan serangan tersebut juga menyasar warga LGBTIQ tidak hanya di
ruang luring tapi juga daring. Keduanya saling terkait dan memundurkan
perlindungan HAM LGBTIQ di Indonesia.
Berikut temuan awal interaksi internet dengan warga LGBTIQ. Pada
bagian pertama temuan memaparkan peran internet dalam memajukan
HAM LGBTIQ. Bagian kedua, memaparkan tindak diskriminasi dan
pengabaian HAM LGBTIQ pada tata kelola internet. Bagian ketiga, upaya
gerakan LGBTIQ dalam mengintegrasikan HAM LGBTIQ pada tata kelola
internet.
A. Internet Media Strategis bagi Promosi dan Penegakan HAM
LGBTIQ
Keberadaan internet telah dinikmati oleh gerakan LGBTIQ untuk
sedikitnya tiga kepentingan. Pertama, untuk media komunikasi yang
aman dan melakukan pengorganisasian diri. Kedua, media untuk edukasi
dan advokasi. Ketiga untuk memperluas ruang advokasi yang tidak
hanya memberikan perhatian pada isu HAM LGBTIQ tetapi juga pada
isu HAM yang lain, seperti lingkungan, perempuan dan warga lain yang
didiskriminasikan. Upaya ketiga ini, dijalankan melalui pembangunan
portal. Berikut uraian temuan tersebut:
1.	 Media komunikasi yang aman untuk Pengorganisasian LGBTIQ
BagiwargaLGBTIQmengungkapkanidentitasgender,orientasiseksual
dan gagasan lainnya tidak semudah warga Indonesia yang heteroseksual.
Hal itu, karena belum ada pengakuan Negara pada identitas gender
dan orientasi seksual mereka, lemahnya perlindungan hukum pada
23	 Human Rights Watch - World Report 2011 untuk Indonesia http://www.hrw.org/
world-report-2011/indonesia-0
20 Queering Tata Kelola Internet di Indonesia
diskriminasidankekerasanberbasisidentitasgenderdanorientasiseksual.
Juga, sikap masyarakat dan interprestasi praktik beragama yang belum
memandang warga LGBTIQ setara dengan mereka yang heteroseksual.
Pada situasi seperti itu, akses internet yang dapat diatur sedemikian rupa
penggunaannya, menjadi salah satu pilihan strategis untuk membangun
ruang aman diantara warga LGBTIQ.
Institut Pelangi Perempuan (IPP)24
, organisasi Lesbian, Biseksual
dan Transgender (LBT) muda yang berbasis di Jakarta, menggunakan
teknologi informasi dan komunikasi (TIK) sebagai alat komunikasi
pengorganisasian komunitas. IPP mulai mengorganisir komunitas LBT
menggunakan kelompok senarai (mailing list group), pada tahun 2005.
Kelompoksenaraiinikemudianmenjadisalahsatumediakomunitasuntuk
muncul sebagai gerakan sosial LBT muda Indonesia. Setahun kemudian
pada tahun 2006) seorang anggota kelompok senarai yang memiliki
keahlian TIK berinisiasi mentransformasi kelompok senarai menjadi forum
diskusi daring di situs www.satupelangi.com. Pada tahun 2007, forum
diskusi daring ini meluaskan fungsinya menjadi situs web organisasi www.
pelangiperempuan.or.id. Situs web ini mempublikasikan fitur-fitur artikel,
buku elektronik (e-book) dan majalah digital (CD magazine) tentang hak
asasi LBT muda, juga tulisan kreatif berupa puisi dan cerpen karya LBT
muda. Situs web ini juga terus melanjutkan diskusi di ruang daring melalui
kolom kontak yang memberi ruang komunikasi antara penggerak IPP
dan komunitas LBT muda. Kolom kontak yang menyediakan ruang bagi
pengunjung web untuk meninggalkan pesan dan diteruskan ke alamat
surel IPP ini sering dikunjungi untuk kebutuhan berjejaring, berkonsultasi,
bergabung dalam kegiatan komunitas, dan menjadi anggota sukarelawan
IPP. Berikut dua surel pada Oktober dan November 2013 yang datang ke
kontak website IPP:
Surel dari Neni (bukan nama sebenarnya), karyawan swasta.
Subject: Berkenalan
Yth. Pengelola situs Institut Pelangi Perempuan, saya seorang
24	 Institut Pelangi Perempuan (IPP) www.pelangiperempuan.or.id
21
perempuan setengah baya, sudah berumur 50 tahun, bekerja sebagai
seorang karyawati di perusahaan swasta dan tinggal di Jakarta. Saya
merasa sebagai seorang biseksual pada saat usia mencapai setengah
baya ini. Saya mempunyai suami dan anak, dan saya juga menyukai
sesama jenis. Melalui forum ini, walaupun usia saya sudah tidak muda
lagi, bolehkah saya bergabung dalam komunitas ini dan mengikuti
berbagai kegiatan yang dilakukan?
Salam kenal,
Neni - Jakarta
Surel dari Ina (bukan nama sebenarnya, pelajar di Yogyakarta)
Sore, gw Ina pelajar di Jogja. Gw pengen banget join di Institut
Pelangi Perempuan, kalau boleh tau alamat IPP di Jogja dimana ya?
Gw pengen maen ke sana sekalian sharing gitu. Thanks.
Dari dua surel tersebut, menunjukkan ruang aman internet, menjadi
sarana efektif untuk berkomunikasi dan berkonsultasi dengan jaringan
komunitas.
Berangkat dari kreasi ruang aman tersebut, IPP yang kemudian
berbadan hukum pada 2006, memfasilitasi kegiatan komunitas secara
tatapmuka.Dengancarabertukarnomortelepondanalamatsurelmelalui
kelompok senarai, kemudian para anggota kelompok senarai melakukan
pertemuan-pertemuan informal kelompok kecil berkisar 3 sampai 5 orang.
Jumlah anggota kelompok ini bertambah dari waktu ke waktu. Beberapa
kafe atau taman kota di Jakarta dipilih sebagai tempat pertemuan. Hal-hal
yang dibahas dalam pertemuan tersebut mulai dari bagaimana menjadi
individu LBT muda dalam keseharian, sampai merancang kegiatan untuk
memobilisasi dan memberdayakan komunitas LBT muda di Jakarta.
Pertemuan itu secara tidak langsung menjadi kelompok pendukung
sebaya LBT muda, yang dilanjutkan menjadi klub olah raga bulu tangkis,
pemutaran film dan menari.
Selain klub olah raga dan seni, IPP juga memfasilitasi diskusi regular
dan pelatihan yang mengundang jaringan HAM dan Feminis. Kegiatan
22 Queering Tata Kelola Internet di Indonesia
ini kemudian ini diberi nama Kongkow Lez dan Lez School, (Manaf,
2011). Kongkow Lez merupakan pertemuan tematik para lesbian yang
membahaskesehatanreproduksilesbian,lesbiandaninterprestasiagama,
homoseksual tinjauan psikiatri, lesbian dan legal feminis serta pemikiran
feminis yang lain. Kongko ini menghadirkan tim ahli kedokteran, psikolog,
tokoh agama, aktivis HAM, feminis, sutradara film, penulis sastra,
akademisi dan lainnya sebagai pembahas, antara lain Musdah Mulia,
Pendeta Ester, Ninuk Widyantoro, almarhum Dr. Lukas Mangindaan dari
Universitas Indonesia, Ratna Batara Munti, Yeni Rosa Damayanti, Clara
Ng, Danny Yatim dan lain-lain. Sedangkan Lez School atau sekolahnya
para lesbian merupakan pelatihan serial mencakup tiga kurikulum: HAM,
LGBTIQ dan Feminisme. Gerakan serupa juga dilakukan oleh organisasi
LGBTIQ lain di Indonesia.
2.	 Internet sebagai Media Edukasi dan Advokasi yang Aman
Sebenarnya teknologi itu digunakan orang lebih, sebagai alat.
Jadi, apapun ideologinya, apapun kepentingannya, pasti dampaknya
akan sangat membantu mereka. Untuk feminis, teknologi bukan
sekedar alat, sebetulnya konteksnya. Teknologi adalah pengetahuan.
Kalau misalnya orang bisa menyebarkan rasisme, sexual harrasment,
eksploitasi perempuan melalui teknologi telekomunikasi, kami
membuat hal untuk mencegah semua itu, melalui teknologi. Jadi,
karena kami melihat teknologi sebagai pengetahuan dan pendidikan,
maka dampaknya bagus untuk penyadaran. (Mariana Ammiruddin,
Yayasan Jurnal Perempuan)
Pemberitaan pada media-media utama yang sering diskriminatif
terhadap komunitas LBT di Indonesia, mendorong IPP menerbitkan
media independen yang bersumber dari suara komunitas LBT. Mulai
tahun 2007, IPP mempublikasikan media dalam bentuk digital, seperti
majalah dan komik digital dalam bentuk CD, buku elektronik, untuk
menciptakan media yang menyuarakan LBT dan aman untuk diakses
anggota komunitas.
Pilihan media digital ini juga sebagai jawaban IPP pada kebutuhan
23
rasa aman komunitas. Publikasi terbitan IPP dalam bentuk cetak tidak
sepenuhnya menolong komunitas. Beberapa anggota komunitas merasa
takut dan tidak nyaman untuk membawa dan membacanya. Mereka
khawatir publikasi cetak tersebut ditemukan oleh orang tua, rekan kerja,
teman sekolah atau kuliah yang akan menimbulkan pertanyaan pada
orientasiseksualatauidentitasgendermereka.Kekhawatiranituterutama
datang dari LBT muda yang memutuskan belum atau tidak coming out
pada lingkungannya. Kemudian IPP membentuk publikasi digital yang
dapat diakses di internet atau dalam bentuk CD yang dikemas secara
taktis seperti CD musik. Tujuannya untuk untuk menyamarkan konten dari
media tersebut. Dengan pendekatan ini, komunitas LBT merasa privasi
dan keamanan mereka terjaga selama mengakses informasi terkait
seksualitas lesbian.
Temuanitujugamenunjukkanbahwahakatasinformasimestidilakukan
bersamaan dengan hak privasi dan rasa aman bagi komunitas LBT muda.
Terutama bagi mereka yang hidup di lingkungan rumah, sekolah atau
kampus, tempat kerja dan ruang publik yang homofobik.
Publikasi digital juga membantu sebaran edukasi dan advokasi dari
tingkat nasional ke internasional. Pada tahun 2010, IPP menerbitkan
komik Yogyakarta Principles25
dalam versi bahasa Indonesia. Kemudian
versi bahasa Inggrisnya terbit pada tahun 2011. Komik ini merupakan
kumpulan kisah-kisah nyata LBT muda di wilayah Jakarta yang dikemas
dalam bentuk fiksi, kemudian dianalisa dengan Prinsip-pinsip Yogyakarta.
Penerbitan dan publikasi komik ini bertujuan untuk memudahkan para
pembaca (LBT muda) untuk memahami bahasa hukum dan HAM dari
prinsip-prinsip Yogyakarta melalui media popular (komik). Pemilihan
dalam bentuk format komik juga untuk menjaga hak privasi dan rasa aman
para responden yang menjadi nara sumber pencatatan kasus kekerasan
tersebut.
IPP mempublikasikan komik Prinsip-prinsip Yogyakarta dalam bentuk
cetak (buku) dan digital. Penyebaran komik Prinsip-prinsip Yogyakarta
dalam bentuk digital di internet mendapat respon positif dari pembaca,
25	 Komik Yogyakarta Principles. http://www.pelangiperempuan.or.id/buku/komik-yogya-
karta-principles/
24 Queering Tata Kelola Internet di Indonesia
karena memberikan rasa aman dan nyaman juga murah secara biaya
serta jangkauan distribusi yang lebih luas dan cepat. Dengan mengurangi
biaya yang berkaitan dengan penerbitan dan mengakses informasi
pergerakan, TIK memiliki potensi untuk mengubah arus informasi politik,
untuk mengurangi biaya bentuk-bentuk partisipasi konvensional, dan
untuk menciptakan bentuk-bentuk partisipasi yang murah dan baru,
pada akhirnya berkontribusi terhadap partisipasi yang meningkat tajam
(Leizerov, 2000). Bonchek menyatakan bahwa dengan menurunkan biaya
komunikasi dan koordinasi, TIK memfasilitasi pembentukan kelompok,
perekrutan, dan pertahanan sambil meningkatkan efisiensi kelompok,
yang semuanya berkontribusi untuk meningkatkan partisipasi politik.
(Bonchek, 1995; 1997)
Sumber: www.pelangiperempuan.or.id
Dukungan untuk sebarannya datang dari jaringan nasional dan
internasional. Organisasi perempuan feminis muslim di lingkungan
pesantren Cirebon Jawa Barat, mendiskusikan komik Yogyakarta
25
Principles sebagai materi pendidikan seksualitas LGBTIQ bagi para santri
muda dan remaja di pesantren. Pada Februari 2011, IPP mempresentasikan
komik Yogyakarta Principles pada pertemuan Persatuan Bangsa-Bangsa,
Commission on the Status of Women (CSW) ke-55 di New York, Amerika
Serikat. Organisasi LGBTIQ di Belgia bernama Rainbow House dan
Tel Quel Jeunes bekerjasama dengan Secretary of the State Brussels,
menterjemahkan dan mempublikasikan komik Yogyakarta Principles
ke dalam bahasa Perancis dan Belanda diluncurkan pada peringatan
International Day Against Homophobia, Biphobia dan Transphobia
(IDAHOBIT) atau Hari Internasional Melawan Homofobia, Bifobia dan
Transfobia pada 17 Mei 2012. Inisiasi ini dimaksudkan menjadikan komik
Yogyakarta Principles sebagai media edukasi pendidikan HAM LGBTIQ
bagi kelompok LGBTIQ muda di Belgia. Intinya, Komik YP dapat diakses
oleh beragam individu dan kelompok dari berbagai daerah dan negara
berkat penyebarannya melalui internet. Pada posisi ini, Internet telah
berperan memperluas ruang kampanye wacana LBT muda Indonesia
pada tingkat nasional dan internasional.
3.	 Mengkreasi Portal LGBTIQ yang bertautan dengan isu HAM Lainnya
Kami memilih dengan sadar, sangat politis kami pilih internet
sebagai media gerakan. Saya merasa lebih bebas gitu ya, internet
jangkauannya lebih luas. Terus kita bisa masuk ke lubang-lubang yang
selama ini kita nggak ngerti lubangnya itu. Misalnya, kita bisa nemuin
orang-orangyangLGBT,yangnon-LGBT,yangdiaawarebangetdengan
LGBT. Dan itu muncul di website. (Hartoyo, Suara Kita)
Sejarah penyebaran aktivisme HAM LGBTIQ juga ditorehkan oleh
Suara Kita. Suara Kita adalah organisasi sosial masyarakat yang bekerja
untuk perjuangan hak-hak keragaman orientasi seksual dan identitas
gender di wilayah Indonesia. Bentuk organisasinya perkumpulan tertutup
yang keanggotaannya terdiri dari kelompok lesbian, gay, biseksual,
transgender (LGBT) dan kelompok heteroseksual yang mendukung
26 Queering Tata Kelola Internet di Indonesia
gerakan ini, dengan perbandingan 75% LGBT : 25% heteroseksual.26
Suara Kita diinisiasi oleh beberapa aktivis gay pada 5 September
2007. Suara Kita mulai aktif membangun komunitasnya pada tahun 2007.
Para pendiri Suara Kita menyatakan bahwa pertemuan dan komunikasi
intensif mereka, dibangun melalui internet. Pada Maret 2009, organisasi
Suara Kita berbadan hukum, dan melakukan kegiatan di ranah internet
dan pertemuan-pertemuan di ruang fisik. Di ranah internet Suara Kita
bekerja membangun media alternatif yang mendorong aktivis LGBTIQ
dari seluruh Indonesia untuk berdiskusi bersama dan mempublikasikan
karyanya. Media alternatif ini kemudian menjadi sebuah portal daring
untukberita-beritaLGBTIQdiwww.ourvoice.org(sekarangmenjadiwww.
suarakita.org) yang aktif sejak tahun 2009. Selain menyediakan berbagai
informasi terkait LGBTIQ, portal Suara Kita juga menyediakan informasi
terkait isu HAM yang lain, seperti pemberitaan mengenai warga Syiah
yang didiskriminasi, pemikiran-pemikiran feminis dan pluralis. Hingga 11
Juli 2013, jumlah pengunjung website Suara Kita mencapai angka yang
signifikan yaitu sebanyak 308.335. Kunjungan per harinya mencapai 300
hingga 400 pengunjung.
Para pegiat Suara Kita menyatakan menggunakan internet sebagai
pilihan politis mereka untuk beraktivitas dengan tujuan jangkaun gerakan
yanglebihcepatdanluas.Merekajugamelakukanperekrutananggotadan
sukarelawan melalui ruang berbincang (chatting) di internet. Jangkauan
pengorganisasian Suara Kita melalui internet tidak hanya meraih kalangan
aktivis HAM LGBTIQ, tetapi juga gay yang berlatar belakang mahasiswa,
pekerja, seniman, dan lainnya. Juga mereka yang bukan LGBTIQ.
Aksi-aksi progresif dari Suara Kita memperlihatkan hubungan antara
TIK dan partisipasi adalah untuk mempromosikan identitas kolektif,
persepsi antara individu-individu dimana mereka merupakan anggota dari
sebuah komunitas yang lebih besar berdasarkan keluhan-keluhan sama
yang mereka bagikan. TIK memungkinkan untuk dapat menumbuhkan
identitas kolektif seluruh dari sebuah populasi tersebar, yang kemudian
pihak pengorganisir dapat memobilisasi untuk mendukung aksi kolektif
26	 Suara Kita. www.suarakita.org
27
(Arquilla dan Ronfeldt 2001; Myers 2000; Brainard dan Siplon 2000). Dari
data survei EROTICS global diketahui 47.05% dari responden mengatakan
bahwa pekerjaan akan sulit dan sangat tidak mungkin untuk melakukan
kerja aktifitas mereka tanpa internet.
B Pengabaian Hak LGBTIQ Melalui Internet
Di satu sisi keberadaan internet mendukung visibilitas gerakan HAM
LGBTIQ dan memajukan advokasi HAM LGBTIQ. Di sisi lain, oleh mereka
yang belum menghormati HAM LGBTIQ, internet digunakan sebagai
alat untuk melanggengkan praktik-praktik diskriminasi dan kekerasan
berbasis identitas gender dan orientasi seks, yang sebelumnya sudah
berlangsung di ruang luring. Praktik-praktik tersebut dilakukan negara
melaluitatakelolainternet,sepertipengabaianHAMLGBTIQpadaregulasi
konten porno yang pada pelaksanaannya antara lain mengakibatkan
pemblokiran website yang memiliki konten LGBTIQ. Juga perundungan
homofobik melalui media TIK (Cyberhomophobia) baik yang dilakukan
orang perorangan, organisasi masyarakat maupun negara.
1.	 Pelembagaan diskriminasi dan kriminalisasi berbasis orientasi seks
pada perundang-undangan dan peraturan daerah
Dalam UUD 1945, pemerintah Indonesia menjamin hak setiap dan
seluruh warga Indonesia tanpa diskriminasi berbasis apapun termasuk
identitas gender dan orientasi seksual. Jaminan hak ini diperkuat oleh
ratifikasi DUHAM melalui Undang-Undang No. 39 tahun 1999 tentang
ratifikasi DUHAM.
Terkait kriminalisasi LGBTIQ di Indonesia, pemerintah kota Palembang,
Sumatra Selatan, memberlakukan Peraturan Daerah (Perda) Kota
Palembang No. 2 tahun 2004 tentang Pemberantasan Pelacuran. Pasal
8 Perda tersebut menyatakan bahwa homoseks, lesbian, sodomi, dan
pelecehan seksual termasuk dalam perbuatan pelacuran.27
Kemudian pada tahun 2008, pemerintah Republik Indonesia
27	 Hukum Online tentang Perda Kota Palembang No. 2 tahun 2004 tentang Pemberan-
tasan Pelacuran. http://www.hukumonline.com/pusatdata/detail/lt5117268acbc06/
node/lt4a0a533e31979/sodomi,-tindak-pidana-atau-bukan?-
28 Queering Tata Kelola Internet di Indonesia
mengesahkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 tahun 2008
tentang Pornografi.28
Dalam Bab I Ketentuan Umum yang dimaksud
Pornografi adalah gambar, sketsa, ilustrasi, foto, tulisan, suara, bunyi,
gambar bergerak, animasi, kartun, percakapan, gerak tubuh, atau bentuk
pesan lainnya melalui berbagai bentuk media komunikasi dan/atau
pertunjukan di muka umum, yang memuat kecabulan atau eksploitasi
seksual yang melanggar norma kesusilaan dalam masyarakat. Dalam
penjelasan Undang-Undang tentang Pornografi pasal 4 ayat 1 butir
a, homoseksual didefinisikan sebagai persenggamaan menyimpang.
Akibatnya, segala bentuk media dan publikasi terkait isu LGBTIQ
dikriminalkan karena dianggap termasuk kategori konten pornografi.
Interpretasi itu membuat warga LGBTIQ rentan untuk dikriminalisasi,29
walaupun negara tidak menyatakan keberadaan LGBTIQ ilegal secara
langsung pada konstitusi dan hukum perundang-undangan.
Pada 3 Maret 2014 Kementrian Komunikasi dan Informasi
(Kemenkominfo) secara resmi melalui siaran pers mengeluarkan Rencana
Peraturan Mentri (RPM) tentang Pengendalian Situs Internet Bermuatan
Negatif yang mengatur konten internet terkait pornografi, perjudian
dan kegiatan ilegal lainnya.30
Dalam Bab I Ketentuan Umum pasal 1
ayat 2 menjelaskan definisi pornografi yang mengacu pada UU tentang
Pornografi, yang pada penjelasannya memasukkan homoseksual sebagai
persenggamaan menyimpang.
Draft Permen (selanjutnya disebut draft) menyatakan bahwa
Pemblokiran Situs Internet Bermuatan Negatif yang selanjutnya disebut
Pemblokiran adalah aksi yang diambil untuk menghentikan masyarakat
28	 Undang-Undang Republik Indonesia No.44 tahun 2008 tentang Pornografi http://
www.kemenag.go.id/file/dokumen/442008.pdf
29	 Position Paper Reformasi KUHP No. #2/2007 Tindak Pidana Pornografi dan Pornoaksi
dalam RUU KUHP. Jakarta: Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM) oleh
Syahrial Wiryawan Martanto & Wahyu Wagiman http://docs.perpustakaan-elsam.or.id/
ruu_kuhp/files/briefing/13.pdf
30	 Siaran Pers Tentang Uji Publik RPM Yang Mengatur Tata Cara Pemblokiran Konten
Internet Negatif http://kominfo.go.id/index.php/content/detail/3879/Siaran+Pers+-
No.+24-PIH-KOMINFO-3-2014+tentang+Uji+Publik+RPM+Yang+Mengatur+Tata+-
Cara+Pemblokiran+Konten+Internet+Negatif+/0/siaran_pers
29
untuk mengakses informasi dari sebuah situs bermuatan negatif.
Menurut draft, apa yang menjadi tujuan Peraturan Menteri ini, adalah
untuk memberikan acuan bagi Pemerintah dan masyarakat terhadap
pemahaman situs internet bermuatan negatif dan peran bersama dalam
penanganannya; melindungi kepentingan umum dari konten internet
yang berpotensi memberikan dampak negatif dan atau merugikan.
Sedangkan apa yang menjadi ruang lingkup draft ini adalah penentuan
situs internet bermuatan negatif yang perlu ditangani; peran Pemerintah
dan masyarakat dalam penanganan situs internet bermuatan negatif;
tanggung jawab Penyelenggara Jasa Akses Internet dalam penanganan
situs bermuatan negatif; tata cara pemblokiran dan normalisasi
pemblokiran dalam penanganan situs internet bermuatan negatif .31
Tata kelola internet ini harus diatur dengan UU, kedua karena
berhubungan dengan UU maka yang dibatasi harus yang berhubungan
dengan pidana. Jadi kata-kata ilegal dalam peraturan menteri itu
bahaya sekali, dia harus pidana bukan illegal karena itu berbeda jauh.
karena dia berhubungan dengan hukum maka Negara yang berhak
mengatakan itu adalah penegak hukum. Misalnya didakwa lelu
merekomendasikan ke nawala untuk menutup itu harusnya bukan
menkominfo tapi hukum paling kurang jaksa. Atau itu melalui putusan
pengadilan, ketiga multistakeholder bisa kita bentuk lembaga yang
oleh UU diberikan UU untuk itu dan bukan menkominfo. (Erasmus,
ICJR, peserta FGD riset EROTICS Indonesia)
2.	 Program Nasional Pengendalian Konten Internet yang Berdampak
pada Diskriminasi Berbasis Orientasi Seks dan Identitas Gender
Salah satu implementasi dari UU tentang Pornografi adalah
pembentukan program oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika
Republik Indonesia (Kemenkominfo RI) untuk memantau pornografi
31	 Position Paper 1/2014 tentang Menolak Rencana PerMen Sensor Sapujagat 2013-2014,
Indonesian Media Defense Litigation Network (IMDLN) dan Institute for Criminal Jus-
tice Reform (ICJR), oleh Supriyadi Widodo Eddyono & Anggara, http://icjr.or.id/data/
wp-content/uploads/2014/06/Position-Paper-Hukum-Internet-1-bloking-dan-Filtering-in-
ternet_Final.pdf
30 Queering Tata Kelola Internet di Indonesia
diantaranya konten homoseksual pada internet. Pada tahun 2009
Kemenkominfo RI, membangun jaringan bersama organisasi masyarakat
sipil, akademisi dan sektor industri internet untuk meluncurkan Program
Internet Sehat dan Aman (INSAN).32
Termasuk di dalamnya program Trust
Positif, yang digunakan oleh beberapa Internet Service Provider (ISP)
atau Penyedia Jasa Layanan Internet untuk mengatur konten internet
di Indonesia. Khususnya penapisan konten pornografi (termasuk LGBT),
perjudian atau kegiatan yang dianggap ilegal atas permintaan instansi
yang berwenang.
Penapisan konten internet itu dilakukan oleh Penyelenggara Layanan
Pemblokiran atas perintah Kementerian atau Lembaga Pemerintah
melalui instruksi Direktur Jendral Aplikasi Informatika dibawah koordinasi
Keminfo. Dalam hal Penerimaan laporan berupa pelaporan atas: situs
internet bermuatan negatif; Pelaporan disampaikan oleh masyarakat
kepada Menteri c.q. Direktur Genderal melalui fasilitas penerimaan
pelaporan berupa e-mail aduan dan atau pelaporan berbasis situs yang
disediakan; Pelaporan dari masyarakat dapat dikategorikan sebagai
pelaporan darurat apabila menyangkut hak pribadi, pornografi anak,
dan dampak negatif yang cepat di masyarakat dan atau permintaan yang
bersifat khusus. Laporan harus telah melalui penilaian di Kementerian/
Lembaga terkait dengan memuat alamat situs, jenis muatan negatif,
jenis pelanggaran dan keterangan; Laporan disampaikan oleh Pejabat
berwenangkepadaMenteric.q.DirekturJenderal,dengandilampiridaftar
alamat situs dan hasil penilaian; Terhadap pelaporan Direktur Jenderal
kemudian melakukan pemantauan terhadap situs yang dilaporkan.33
Di Indonesia ada 7 pemain penapisan dan hanya Nawala yang
terbuka yang juga dipakai kementerian lain untuk kepentingan
32	 Internet Sehat dan Aman (INSAN) http://www.insan.or.id/
33	 Position Paper 1/2014 tentang Menolak Rencana PerMen Sensor Sapujagat 2013-2014 ,
Indonesian Media Defense Litigation Network (IMDLN) dan Institute for Criminal Jus-
tice Reform (ICJR), oleh Supriyadi Widodo Eddyono & Anggara, http://icjr.or.id/data/
wp-content/uploads/2014/06/Position-Paper-Hukum-Internet-1-bloking-dan-Filtering-in-
ternet_Final.pdf
31
mereka. (Yamin, Nawala – Penyelenggara Layanan Pemblokiran,
peserta FGD riset EROTICS Indonesia)
Penyelenggara Layanan Pemblokiran harus memiliki kriteria sekurang-
kurangnya: terdaftar sebagai Penyelenggara Sistem Elektronik; berbadan
hukum Indonesia; menempatkan pusat datanya di Indonesia; memiliki
prosedur operasi yang transparan dan akuntabel.
Penyelenggara Jasa Akses Internet wajib melakukan pemblokiran
terhadap situs-situs yang terdapat dalam TRUST
+
Positif. Pemblokiran
dapat dilakukan sebagai berikut: pemblokiran mandiri; atau pemblokiran
menggunakan layanan pemblokiran yang disediakan Penyelenggara
Layanan Pemblokiran. Dalam hal Penyelenggara Jasa Akses Internet
tidak melakukan pemblokiran. Penyelenggara Jasa Akses Internet
dapat dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan. Penyelenggara Jasa Akses Internet yang telah menjalankan
pemblokiran sebagaimana maka Penyelenggara Jasa Akses Internet
tersebut telah memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan
terkait.34
Pembentukan program INSAN dan Trust Positif ini berpotensi
pada pembatasan akses dan kelola internet berkonten LGBTIQ sebagai
konsekuensi homoseksual dipersamakan dengan pornografi.
3.	 Pemblokiran website LGBTIQ oleh Swasta dan Negara
Interprestasi homoseksual sebagai pornografi pada UU Pornografi
juga berdampak pada pemblokiran website LGBTIQ. Pada April 2011,
seorang aktivis transgender muda melaporkan kepada IPP bahwa ia tidak
dapat mengakses tautan (link) komik Yogyakarta Principle terbitan IPP
yang dipublikasikan di website International LGBTI Association (ILGA) ,
www.ilga.org. Saat pengguna mencoba untuk mengakses situs tersebut,
muncul pemberitahuan: “Situs yang hendak Anda buka tidak dapat diakses
34	 Position Paper 1/2014 tentang Menolak Rencana PerMen Sensor Sapujagat 2013-2014 ,
Indonesian Media Defense Litigation Network (IMDLN) dan Institute for Criminal Jus-
tice Reform (ICJR), oleh Supriyadi Widodo Eddyono & Anggara, http://icjr.or.id/data/
wp-content/uploads/2014/06/Position-Paper-Hukum-Internet-1-bloking-dan-Filtering-in-
ternet_Final.pdf
32 Queering Tata Kelola Internet di Indonesia
karena mengandung unsur pornografi.”
Pemblokiran juga dilakukan pada situs web International LGBTIQ
Human Rights Commission (IGLHRC), www.iglhrc.org. Terhitung Mei
2011 tiga ISP di Indonesia yang melakukan pemblokiran terhadap website
LGBTIQ, yaitu Telkomsel Flash, IM2 Indosat dan Lintasarta.
Pada Juli 2013, pemblokiran kembali terjadi pada situs www.ourvice.
org (saat ini www.suarakita.org). Menurut aktivis Suara Kita, situs
www.ourvoice.org menemui kendala pemblokiran oleh beberapa ISP.
Pemblokiran ini dilakuakn tanpa pemberitahuan terlebih dahulu kepada
pihak Suara Kita dan tanpa alasan yang transparan dan akuntabel dari
pihak ISP. Jika mengakses situs www.ourvoice.org menggunakan ISP XL
maka akan keluar keterangan pada layar monitor seperti ini:
“Pelanggan terhormat, sesuai dengan peraturan perundangan,
situs tujuan Anda tidak dapat diakses. Mohon maaf untuk
ketidaknyamanan. Silakan mencoba kembali.“ Di bawahnya terdapat
kalimat “AKSES DITUTUP” dengan ukuran huruf lebih besar. Tertanda
logo DEPKOMINFO.
33
4.	 Cyber - homophobia terhadap LGBTIQ oleh Individu dan Organisasi
Masyarakat
“Perundungan homofobik (homophobic bullying) adalah
kebiadaban moral, pelanggaran berat terhadap hak asasi manusia
dan krisis kesehatan masyarakat.” (Sekretaris Jenderal PBB, Ban Ki-
moon)35
Selain pembatasan internet berkonten homoseksualitas oleh swasta
dan negara, warga LGBTIQ juga mengalami cyber-homophobia ketika
mereka mengekspresikan identitas gender dan orientasi seksual
mereka di media daring. Cyber-homophobia atau homophobic bullying
(perundungan atau penindasan) serta kebencian terhadap identitas
gender dan orientasi seksual non heteronormatif di internet semakin
umum terjadi. Target serangan homofobia tidak selalu tertuju pada orang-
orang dengan orientasi seksual dan identitas gender yang ‘nampak’
berbeda saja. Akan tetapi heteroseksual dengan ekspresi gender yang
terlihat berlawanan dengan konstruksi masyarakat yang berlaku umum
35	 Secretary-General, in Message to Event on Ending Sexuality-based Violence, Bias, Calls
Homophobic Bullying ‘a Moral Outrage, a Grave Violation of Human Rights’ http://
www.un.org/News/Press/docs/2011/sgsm14008.doc.htm
34 Queering Tata Kelola Internet di Indonesia
bisa juga menjadi korban. Berdasarkan data yang dikeluarkan oleh United
Nations Educational Scientific and Cultural Organization (UNESCO),
homophobic bullying adalah bullying yang berada dalam posisi kedua
terbesar di seluruh dunia.
Antara lain terjadi pada pegiat Suara Kita yang sering meliput
dan menulis isu LGBTIQ di portal Suara Kita dan akun Facebook (FB)
pribadi kerap mengalami komentar yang intimidatif sampai ancaman
pembunuhan. Berikut paparannya:
“Hati gw juga sedih kan dibully, terus dibilang, ‘banci masuk
neraka aja Lu, nyebar-nyebarin berita’. Ada banget, Misalnya, ‘eh... Lu
ngomong-ngomongin kayak gitu-gitu, gw bunuh ya!” yang kayak gitu-
gitu. Ya memang sih, kadang-kadang, ini bener nggak sih orang? Takut
juga kan?! Suatu saat mungkin, karena gw orang yang sering koar-
koar, mungkin bisa aja di jalan atau dimana, gitu kan?! “ (Supriyatna,
Suara Kita)
Intimidasi dan ancaman seperti itu tidak pernah dilaporkan Supriyatna
kepada aparat penegak hukum karena tidak ada jaminan perlindungan
hukum bagi individu LGBTIQ atau pegiat HAM LGBTIQ. Dan siapa yang
mampu membela dan melakukan advokasi terhadap masalah seperti
itu. Selain itu, mereka merasa tidak ada pembelaan hukum terhadap
isu LGBTIQ, juga kekhawatiran mengalami diskriminatif atau kekerasan
kembali dari aparat penegak hukum saat mereka melapor. Ancaman
melalui media daring juga berpengaruh buruk pada psikologis para pegiat
HAM LGBTIQ.
Situasi serupa disampaikan oleh Association for Progressive
Communications (APC) melalui peluncuran survei EROTICS. Survei,
yang didistribusikan oleh EROTICS Indonesia kepada jaringan aktivis dan
organisasi hak asasi manusia telah menemukan beberapa data dalam
konteks hak-hak seksual dan internet. Dua belas responden mengatakan
bahwa mereka mengalami intimidasi ketika berbicara tentang masalah
seksualitas seperti tentang LGBTIQ, orang yang hidup dengan HIV/AIDS,
kebebasan beragama dan bahkan tentang kesehatan reproduksi. Ini
35
termasukseranganfrontaldimediasosialataumelaluisuratelektronik.Hal
inidipertegasoleh64,70%respondenyangmengatakantidakmemberikan
kondisi yang lebih aman daripada pertemuan tatap muka. Hanya 35,29%
responden mengatakan bahwa internet adalah berguna untuk bekerja
pada hak-hak seksual karena
memungkinkan kelompok
untuk jaringan dalam kondisi
relatif lebih aman. Beberapa
responden merasa bahwa
mereka tidak merasa aman
dan damai. Takut melakukan
kerja-kerja advokasi mereka
tentang isu seksualitas dalam
realitas luring. Meskipun
pada dasarnya intimidasi
dilakukan dalam internet,
perasaan psikologis menjadi
mempengaruhi kehidupan
sehari-hari mereka.
Cyber-homophobia juga
menjadi kebiasaan di sebuah
forum Internet Indonesia
bernama Kaskus.36
Kaskus
berasal dari kata Kasak-Kusuk
atau bermakna gosip, yang
didirikan di Amerika Serikat
mulai tahun 1999 oleh dua
orang pelajar Indonesia di Seattle, Amerika Serikat. Kaskus memiliki lebih
dari 4,5 juta pengguna terdaftar. Pengguna Kaskus umumnya berasal
dari kalangan remaja hingga orang dewasa yang berdomisili di Indonesia
maupun di luar Indonesia. Kaskus dikunjungi sedikitnya oleh 900 ribu
orang, dengan jumlah page view melebihi 15.000.000 setiap harinya.
36	 Kaskus http://www.kaskus.co.id/
http://www.apc.org/
36 Queering Tata Kelola Internet di Indonesia
Hingga bulan Juli 2012, Kaskus sudah mempunyai lebih dari 601 juta
posting.37
Para anggota Kaskus atau sering disebut Kaskuser mempopulerkan
istilah ‘Maho’ atau manusia homo (orang homoseksual) untuk meledek,
melakukan guyonan atau humor bahkan berkomentar untuk hal- hal yang
dianggap tidak layak dan baik. Istilah ‘Maho’ memiliki konotasi menjadi
abnormal, jelek, aneh, cacat dan sakit. Bahkan mereka mempopulerkan
beberapa avatar untuk menggambarkan Maho di Kaskus.
Sumber: kaskus.co.id
37	 Tentang Kaskus https://id.wikipedia.org/wiki/Kaskus
37
Sumber: kaskus.co.id
Saya juga suka game online dan ada diskriminasi disana (Kaskus)
seperti Maho dan Hode dimana laki-laki tidak bole pakai karakter
perempuandansebaliknya.KalaucrossgenderitudisebutHode(dalam
Kamus Besar Bahasa Kaskus: Hoax Detected atau karakter game
perempuan yang dimainkan oleh laki-laki)38
(Emmy, Transgender,
peserta FGD riset EROTICS)
38	 Kamus Besar Bahasa Kaskus http://support.kaskus.co.id/kamus-kaskus/kamus_kaskus.
html
38 Queering Tata Kelola Internet di Indonesia
SebagianorangjugamelanggengkanpraktikCyber-homophobiamelalui
situs media sosial seperti Facebook atau Twitter. Satu Facebook Group
bernama Komunitas Anti Homosexual39
, secara eksplisit mengumumkan
bahwa mereka anti homoseksual.
Berikut komentar-komentar dari pengguna group ini:
Sumber: Facebook
39	 Komunitas Anti Homoseksual. https://www.facebook.com/pages/Komunitas-Anti-Ho-
moseksual/149990501703182
39
Cyber-homophobia juga dilakukan oleh individu antara lain Fahira
Idris. Fahira Idris, seorang politisi yang terpilih sebagai anggota Dewan
Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) untuk wilayah Jakarta
pada tahun 2014, mengkampanyekan homofobia di situs sosial media
Twitter pribadi miliknya sebagai berikut:
Fahira Idris juga pemenang polling yang bertajuk The Most Inspiring
Twitter tahun 2010, Fahira Idris (@fahiraidris). Penghargaan dan apresiasi
terhadap Fahira dalam situs jejaring sosial itu dikarenakan keberaniannya
mengkritik kelompok fundamentalis FPI, ia bahkan mendatangi markas
FPI, berdialog dan menyampaikan kritikan masyarakat terhadap FPI.40
Pada tahun 2005 ia juga dinobatkan sebagai The Most Favourite Inspiring
Woman oleh salah satu media. Di bulan Januari 2013, Fahira terpilih lagi
sebagai salah satu dari 8 Wanita Inspiratif & Informatif di Twitter versi
Fimela.com.41
Hingga bulan Desember 2013, situs media sosial Twitter
milik Fahira Idris memiliki 136055 follower.
Fahira Idris sering menggambarkan diri sebagai citra penjaga moral
untuk memenangkan suara pada Pemilu 2014, kepentingannya dibawa
untuk menarik perhatian publik yang diperlihatkan dalam jumlah follower
akun Twitter. Perannya sebagai tokoh publik, serta penghargaan-
40	 Fahira Fahmi Idris: Islam Mengajarkan Damai http://www.suarapembaruan.com/home/
fahira-fahmi-idris-islam-mengajarkan-damai/74
41	 Delapan (8) Perempuan Ini Paling Inspiratif, Lucu dan Informatif di Twitter!
http://www.fimela.com/read/2013/01/25/8-perempuan-ini-paling-inspiratif-lucu-in-
formatif-di-twitter?p=1
40 Queering Tata Kelola Internet di Indonesia
penghargaan yang disandang sebagai pengguna sosial media yang
inspiratif, tentunya mendapat perhatian publik cukup luas. Sehingga
pernyataan-pernyataan dirinya di Twitter, termasuk mempromosikan
upaya rehabilitasi untuk LGBTIQ cukup memberikan pengaruh pada opini
publik di Indonesia tentang LGBTIQ.
C. Keterlibatan Gerakan LGBTIQ Indonesia pada Queering Tata
Kelola Internet di Tingkat Nasional dan Dunia
Gerakan sosial sebagai usaha kolektif untuk membangun sebuah tata
kehidupan yang baru. Mereka memiliki kegelisahan, dan memperoleh
motif kekuatan di satu sisi dari sebuah ketidakpuasan akan kehidupan
terkini, dan di sisi lain, dari keinginan-keinginan dan harapan-harapan dari
skema kehidupan yang baru. (Blumer, 1939). Menyadari peran strategis
internet dalam pemajuan HAM LGBTIQ dan tantangan cyber-homophobia,
beberapa organisasi LGBTIQ di Indonesia mulai terlibat dalam gerakan
sosial untuk queering tata kelola internet, baik advokasi di tingkat nasional
maupun internasional.
Queer dulu biasanya digunakan sebagai bahasa slang untuk
homoseksual dan hal-hal yang ‘buruk’, digunakan untuk pelecehan
terhadap kelompok homoseksual. Baru-baru ini, istilah ini telah
digunakan sebagai istilah payung untuk kedua identifikasi dan model
budaya seksual tradisional untuk studi lesbian dan gay. Tanpa diketahui
banyak, Queer lebih sekedar berhubungan dengan gay dan lesbian, tetapi
juga cross-dressing, hermaphroditism, ambiguitas gender dan operasi
gender korektif. Proyeksi utama Queer teori ini yaitu menjajaki peserta
dari kategorisasi gender dan seksualitas, identitas tidak tetap - mereka
tidak dapat dikategorikan dan diberi label - karena identitas terdiri dari
banyak variasi komponen dan untuk mengkategorikan dengan salah satu
karakteristik adalah hal yang salah (Buttler, 2004).
Teori Queer adalah bidang-bidang ilmu kritis yang muncul pada awal
tahun 1900-an yang meliputi studi-studi ilmu LGBT dan Feminis. Teori
Queer meliputi kajian teks-teks dan teorisasi “queerness” itu sendiri.
Teori queer dibangun meliputi tantangan-tantangan feminis terhadap
pemikiran bahwa gender adalah bagian esensial diri dan melalui pengujian
41
studi-studi gay/lesbian terhadap sifat-sifat yang dikonstruksi secara
sosial dari perilaku dan identitas seksual. Dimana studi-studi gay/lesbian
berfokus pada pertanyaan-pertanyaan tentang perilaku-perilaku alami
dan tidak alami dalam penghormatan terhadap perilaku homoseksual,
teori Queer memperluas fokusnya untuk meliputi berbagai keragaman
identitas dan aktivitas seksual yang sering dimasukkan dalam kategori-
kategori normatif dan penyimpangan.
Teori Queer tidak hanya mempermasalahkan dan mengkritisi
kewarganegaraan. Tapi juga dimaksudkan untuk membongkar apa yang
dimaksud dengan menjadi warga negara dan untuk mempresentasikan
konsep sebagai praktik-praktik eksklusif akan definisi siapa saja yang
masuk atau tidak dalam kategori marjinal dalam masyarakat (Payne and
Davies 2012).
Queering tata kelola internet, Queering tata kelola internet berangkat
dari pengalaman dan kesadaran bahwa internet adalah subjek/aktor yang
memainkan peran sebagai ruang politik dan publik dalam perubahan
sosial. Kemudian internet sebagai ruang politik dan publik dipengaruhi
para pihak multi pemangku kepentingan yang memiliki keragaman dan
kecairan keragaman identitas gender dan orientasi seksual sehingga
mewarnai konten dan kebijakan internet yang membutuhkan proses
advokasi terus menerus. Konsep ini dikembangkan oleh IPP sebagai
upaya teorisasi pengalaman dan hasil riset, serta bersifat terbuka
untuk dilakukan falsifikasi dan verifikasi. Pemajuan teori ini bermanfaat
untuk strategi dan advokasi melawan cyber-homophobia, antara lain
pemblokiran situs-situs LGBTIQ.
Pertemuan Tingkat Dunia Masyarakat Informasi tentang Tata Kelola
Internet menyebutkan bahwa Tata Kelola Internet adalah pengembangan
dan penerapan oleh pemerintah, sektor swasta dan masyarakat sipil,
dalam peran masing-masing, berbagi prinsip, norma, aturan, pengambilan
keputusan, prosedur dan program yang membentuk evolusi dan
penggunaan internet (Kurbalija , 2012). Berkaitan queering tata kelola
internet, LGBTIQ sebagai bagian dari masyarakat sipil memilik hak
kewarganegaraan untuk melakukan intervensi dalam tata kelola internet.
Upaya-upaya queering Tata Kelola Internet di Indonesia, terinisiasi
42 Queering Tata Kelola Internet di Indonesia
oleh program riset EROTICS (Exploratory Research on Sexuality and the
Internet) atau Riset Eksploratoris terkait Seksualitas di Internet dimulai
oleh Association for Progresive Coomunication pada tahun 2008 sebagai
sebuah langkah eksploratoris untuk menjembatani kesenjangan antara
ukuran-ukurankebijakandanlegislatifyangmeregulasikontendanpraktik
di internet, serta praktik-praktik kehidupan yang sebenarnya, termasuk
ragam pengalaman dan kepedulian terhadap pengguna internet pada
saat mempraktikkan hak-hak seksualnya.
Mulai tahun 2012, IPP bekerjasama dengan APC memulai riset dan
jaringan advokasi EROTICS Indonesia. Queering tata kelola internet
di Indonesia diawali dengan merespon situasi pelanggaran hak atas
informasi dan kebebasan ekspresi di internet bagi kelompok LGBTIQ di
Indonesia, dengan membentuk jaringan EROTICS Indonesia (jaringan
advokasi dan penelitian hak internet dan seksualitas) yang dikoordinasi
oleh IPP dan APC.
Pengorganisasian pertemuan konsolidasi organisasi hak seksual untuk
membicarakan kaitannya hak seksual dan hak internet dalam konteks
Indonesia dilakukan pada Juli 2012. Pertemuan yang banyak membahas
wacana hak internet, tata kelola internet dan keamanan digital ini
dihadiri oleh para akademisi dan aktivis dari kelompok sipil masyarakat
seperti LGBTIQ, Hak Pekerja Seks, Komunitas Feminis Muda Indonesia,
Perempuan Positif HIV/AIDS, Komunitas Feminis Muda di Pesantren, Anti
Perdagangan Perempuan dan Anak, Komnas Perempuan dan lain-lain.
Wacana pengintegrasian hak internet sebagai bagian dari feminisme
dan HAM LGBTIQ menjadi titik awal kerja kolaborasi jaringan EROTICS
Indonesia dalam mengawali riset dan queering tata kelola internet di
Indonesia.
Queering tata kelola internet menjadi sangat penting, maka pada
Agustus 2012, EROTICS Indonesia melakukan tindak lanjut dari pertemuan
konsolidasi dengan bekerja sama dengan organisasi perempuan dan
LGBTIQ yaitu Solidaritas Perempuan, IPP dan Arus Pelangi untuk
melakukan pertemuan dengan organisasi yang memiliki kepedulian
terhadap penggunaan TIK yang aman, bijaksana serta bertanggungjawab
43
yaitu ICT Watch.42
Organisasi ICT Watch berdiri semenjak 2002 ini
merupakan pencetus program Internet Sehat di Indonesia yang kemudian
menjadi salah satu jejaring program Internet Sehat dan Aman (INSAN)
dari Kemenkominfo. Pertemuan yang banyak membicarakan tata kelola
internet Indonesia ini, untuk melakukan konsultasi terkait dengan
pemblokiran situs LGBTIQ di Indonesia. Dalam pertemuan ini diketahui
terdapat sebuah Asosiasi yang dibentuk pada tahun 1996 oleh beberapa
ISP di Indonesia, untuk mewadahi tata kelola dan pengembangan industri
Internet di Indonesia bernama Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet
Indonesia (APJII).43
Mengetahui APJII yang dapat menjadi mediator antara kelompok sipil
masyarakat dan pihak ISP, kemudian dilakukan pertemuan dengan APJII
pada 24 September 2012. Pertemuan dihadiri oleh organisasi LGBTIQ yaitu
Arus Pelangi dan IPP, ICT Watch, detik.com, Lembaga Studi dan Advokasi
Masyarakat (ELSAM) serta penggiat TIK lainnya bertempat di sekretariat
APJII di Cyber Building, Jakarta Selatan. Tujuan dari pertemuan ini untuk
menyampaikan kendala kasus pemblokiran situs LGBTIQ di Indonesia,
yang diharapkan mendapatkan bantuan dari APJII untuk mengkonsolidasi
kepadaISPagarmembukaaksesyangterblokir.Namun,penjelasanproses
transparansi dan akuntabilitas dalam pemblokiran situs LGBTIQ tidak
didapatkan dalam pertemuan konsolidasi ini. Pertemuan menghasilkan
telah dibukanya situs web IGLHRC pada Desember 2012 dan situs web
ILGA hingga saat ini masih terblokir.
Pada 1 November 2012, diadakan Indonesia Internet Governance
Forum (Indo IGF) atau Forum Tata Kelola Internet Indonesia pertama
kalinya dalam sepanjang sejarah di Indonesia. Forum Tata Kelola Internet
adalah forum multi pemangku kepentingan untuk dialog kebijakan pada
isu-isu tata kelola Internet. Forum ini menyatukan semua pemangku
kepentingan dalam perdebatan tata kelola Internet. Mereka mewakili
pemerintah, sektor swasta atau masyarakat sipil, termasuk kelompok
akademik, pada asas yang setara dan melalui proses terbuka dan inklusif.
42	 ICT watch http://ictwatch.com/id/
43	 Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia http://www.apjii.or.id/
44 Queering Tata Kelola Internet di Indonesia
Deklarasi Tata Kelola Internet Indonesia44
diluncurkan dalam Forum
Tata Kelola Internet Indonesia 2012. Deklarasi ditandatangani ragam
pemangku kepentingan dan praktisi internet di Indonesia dan secara
tegas menyebutkan Tata Kelola Internet Indonesia yang mengutamakan
proses transparansi, akuntabilitas dan menunjung tinggi nilai Demokrasi
dan Hak Asasi Manusia.
Jaringan EROTICS Indonesia bekerjasama dengan kelompok LGBTIQ
dan perempuan seperti IPP, Suara Kita, Arus Pelangi, Komnas Perempuan,
Solidaritas Perempuan, Peace Women Across The Globe Indonesia serta
akademisi kajian Sosiologi Universitas Lampung berpartisipasi dalam Indo
IGF 2012. Jaringan ini dibangun atas dasar upaya untuk mendapatkan
kesempatan berbicara perspektif HAM LGBTIQ terkait kasus pemblokiran
situs LGBTIQ, serta kelompok perempuan menyuarakan wacana
kekerasan terhadap perempuan di Internet (violence against women
online/ E-VAW)
Terhitung hingga tahun 2013, semakin bertambah situs LGBTIQ di
Indonesia yang terblokir. Terkait pemblokiran situs web Suara Kita,
pertengahantahun2013,SekretarisUmumSuaraKitaberkali-kalimenemui
ISPXLyangmemblokirsitusSuaraKitadanduakalimelaluisuratelektronik
untuk meminta penjelasan. Akhirnya melalui surat resmi, customer
service XL, PT XL Axiata memberikan penjelasan bahwa pemblokiran
situs www.ourvoice.or.id atas permintaan Depkominfo (kini Kementerian
Komunikasi dan Informatika). Karena situs tersebut termasuk dalam list
Trust + positif dan XL sebagai penyelenggara jasa layanan internet, wajib
untuk mengikuti peraturan tersebut (pemblokiran).
Suara Kita mengirimkan surat resmi dan Short Message Service (SMS)
kepada Humas Kemenkominfo. Humas Kemenkominfo melalui SMS
memberikan penjelasan bahwa Kemenkominfo tidak memerintahkan
pemblokiran. Sementara, logo “Depkominfo” dipakai untuk menandakan
telah dilakukan pemblokiran. 45
44	 Deklarasi Tata Kelola Internet Indonesia http://id-igf.or.id/?p=127
45	 Kendali Internet di Republik Hari Ini. http://www.vhrmedia.com/new/berita_detail.
php?id=3438
45
Selama beberapa bulan kemudian, para aktivis Suara Kita berusaha
mengadvokasi pemblokiran tersebut. Namun tetap tidak mendapatkan
jawaban atau penjelasan konkrit dari pihak terkait. Sampai saat ini situs
web tersebut masih terblokir. Dikarenakan merasa belum memiliki aliansi
yang cukup kuat untuk melakukan advokasi, kemudian secara organisasi
diputuskan untuk mengganti nama domain dari www.ourvoice.org
menjadi www.suarakita.org mulai Agustus 2013. Keputusan ini dibuat
agar aktivitas portal daring Suara Kita dapat aktif kembali.
Di tingkat internasional, IPP sebagai koordinator EROTICS Indonesia46
terlibat pada pertemuan Internet Governance Forum (IGF) atau Forum
Tata Kelola Internet Dunia di Bali, Indonesia, pada 22-25 Oktober 2013.
EROTICSIndonesiamembantumenghadirkanKetuaKomnasHAMperiode
2013-2014, Siti Noor Laila, untuk menyampaikan dan memberi tanggapan
terkait pemblokiran situs-situs LGBTIQ di Indonesia. Komnas HAM adalah
sebuah badan negara independen di Indonesia yang kedudukannya
setingkat dengan lembaga negara lainnya yang berfungsi melaksanakan
kajian, perlindungan, penelitian, penyuluhan, pemantauan, investigasi,
dan mediasi terhadap persoalan-persoalan hak asasi manusia. Upaya
menghadirkan Ketua Komnas HAM menjadi langkah politis queering tata
kelola internet di Indonesia. Antara lain meminta intervensi Komnas HAM
dalam kasus pemblokiran situs-situs LGBTIQ di Indonesia, untuk menjadi
mediator kelompok sipil masyarakat, institusi pemerintah dan sektor
swasta di bidang internet.
Secara prinsip internet harus dikelola dengan prinsip-prinsip
hak asasi manusia, namun pada praktiknya banyak kasus yang
bertentangan dengan hak asasi manusia. Misalnya, kebebasan
berpendapat dan berekspresi yang justru itu dikriminalkan; viktimisasi
korban, ketika dia menyampaikan pendapatnya justru dipersalahkan,
kemudian soal terkait hak atas informasi. Komnas HAM dalam hal ini
perannya melakukan kajian dan pemantauan kasus-kasus yang ada,
melakukan mediasi bagi beberapa kelompok kepentingan seperti
46	 EROTICS Indonesia www.eroticsindonesia.net
46 Queering Tata Kelola Internet di Indonesia
pemerintah, sektor swasta dan masyarakat dalam proses tata kelola
internet. Terkait dengan pemblokiran situs LGBT, pada pertemuan
Asia Europe Meeting (ASEM) di Korea pada tahun 2012, dihimbau
bahwa proses pemblokiran itu harusnya diumumkan kepada publik
oleh pemerintah ketika ia ingin melakukan pemblokiran. (Siti Noor
Laila, Ketua Komnas HAM periode 2013-2014)
Adapun tantangan dalam perjalanan queering tata kelola internet
di Indonesia adalah masih banyak individu atau aktivis LGBTIQ yang
melihat isu pemblokiran situs LGBTIQ sebagai masalah teknis TIK semata.
Sehingga beberapa saran atau komentar yang disampaikan para aktivis
LGBTIQ sekedar mengganti ISP atau domain dan hosting, agar bisa
mengakses situs web yang terblokir. Dan belum banyak yang melihat
wacana ini sebagai hak internet sebagai bagian dari hak asasi manusia.
Keterbatasan kepemimpinan dan sumber daya LGBTIQ untuk melawan
budaya patriarki dan seksisme dalam dunia tata kelola Internet menjadi
kendala berikutnya.
“Di satu sisi para pegiat internet belum mudeng, belum melek, tentang
sexual rights. Di sisi lain yang bergerak di isu seksualitas itu juga nggak
paham juga soal tata kelola internet. Jadi, dua-duanya. Harus ada organisasi
atauminimaladaaktivisyangdarisexualrightsmasukkewilayahkebebasan
informasi ini. Karena kalau nggak, wacana tersebut, ya gak bakalan naik.
Orang-orang punya konsen pada hak berinternet ini, tata kelola internet,
tapi isu-isu seksualitas dan sebagainya masih tidak diangkat. Mereka lebih
mengangkat yang sifatnya general yang kira-kira bisa berimplikasi pada
semua orang. (Syaldi Sahude, pegiat TIK dan hak internet, Aliansi laki-laki
baru)
47
Bagian V
Analisa Kesimpulan dan
Rekomendasi
KESIMPULAN
Berdasarkan temuan-temuan tersebut dapat disimpulkan sebagai
berikut:
1.	 Internet sebagai media strategis bagi promosi dan penegakan HAM
LGBTIQ perlu dikelola negara berdasarkan pada prinsip-prinsip
HAM termasuk penghormatan identitas gender dan orientasi
seksual. Internet memberikan peluang bagi kelompok LGBTIQ untuk
saling mencari dan berkenalan satu sama lain di ruang daring“tanpa
merasa ketakutan terhadap stigma atau kekerasan” seperti yang
mereka hadapi di ruang publik. Mereka dapat membebaskan diri dari
pembatasan di lingkup sosial, ekonomi dan politik yang dihadapi.
Namun, Friedman juga menyebutkan bagaimanapun membangun
komunitas daring tidak dapat “menyelesaikan konflik jangka panjang
terkait akuntabilitas dan representasi” tapi sangat memungkinkan
untuk sebuah struktur pendukung yang kemungkinan tidak perlu
berwujud secara luring (Friedman, 2007).
PengalamanIPPdanSuaraKita,ruangamaninternetditransformasi
menjadi ruang untuk mengorganisir diri, membangun kesadaran dan
pendidikan.Jugaruangadvokasiditingkatnasionaldaninternasional.
Antara lain pendidikan komik digital Yogyakarta Principles terbitan
IPP yang diterjemahkan ke dalam beberapa bahasa dan mendapat
48 Queering Tata Kelola Internet di Indonesia
ruang presentasi pada pertemuan PBB, Commission on the Status
of Women (CSW) ke-55 di New York, Amerika Serikat, Februari 2011.
Portal yang dibangun Suara Kita juga berhasil mempertemukan
isu HAM LGBTIQ dengan persoalan HAM yang lebih luas dan
mendapatkan dukungan tidak hanya dari warganegara LGBTIQ juga
warganegara heteroseksual.
2.	 Memperhatikan peran strategis internet terhadap pemajuan HAM
LGBTIQ, juga kerentanan warganegara LGBTIQ untuk menghadapi
diskriminasi dan kekerasan berbasis identitas gender dan orientasi
seksual di internet, upaya perlindungan HAM internet perlu
diintegrasikan dengan perlindungan HAM LGBTIQ. Upaya-upaya
perlindungan HAM terkait internet telah diserukan oleh Dewan
HAM PBB melalui resolusi kunci tentang Promosi, Perlindungan
dan Penggunaan HAM di Internet. Resolusi ini mengafirmasi
pengoperasiannya pada paragraf 1 yaitu “hak asasi manusia yang
dimiliki individu di dunia luring harus juga dilindungi di ruang daring”.
Resolusi ini mendapatkan dukungan penuh dari lebih 70 negara
anggota dan bukan anggota Dewan Hak Asasi Manusia PBB antara
lain China, Brazil, Nigeria, Ukrainan, Tunisia, Amerika Serikat, Inggris
termasuk Indonesia.
Pemerintah harus memajukan dan melindungi hak-hak identitas
gender dan orientasi seksual di tataran luring sekaligus daring
merujuk pada Resolusi Dewan Ham PBB, Resolusi: HAM, Orientasi
Seksual dan Identitas Gender, A/HRC/RES/17/19 yang diadopsi pada
17 Juni 2011 yang menyatakan keprihatinan tentang tindak kekerasan
dan diskriminasi yang dilakukan terhadap individu karena orientasi
seksual dan jenis kelamin identitas mereka. Resolusi ini menegaskan
kembali Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia diratifikasi oleh
Pemerintah Indonesia melalui Undang-Undang Nomor 39 Tahun
1999 tentang Hak Asasi Manusia. Resolusi ini meminta Komisaris
Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia untuk mempersiapkan studi
mendokumentasikan hukum dan praktek diskriminatif dan tindakan
kekerasan terhadap orang berdasarkan orientasi seksual dan jenis
kelamin identitas mereka. Studi ini dipublikasikan pada Desember
Queering tata kelola internet bahasa
Queering tata kelola internet bahasa
Queering tata kelola internet bahasa
Queering tata kelola internet bahasa
Queering tata kelola internet bahasa
Queering tata kelola internet bahasa
Queering tata kelola internet bahasa
Queering tata kelola internet bahasa
Queering tata kelola internet bahasa
Queering tata kelola internet bahasa
Queering tata kelola internet bahasa
Queering tata kelola internet bahasa
Queering tata kelola internet bahasa
Queering tata kelola internet bahasa
Queering tata kelola internet bahasa
Queering tata kelola internet bahasa
Queering tata kelola internet bahasa
Queering tata kelola internet bahasa
Queering tata kelola internet bahasa
Queering tata kelola internet bahasa
Queering tata kelola internet bahasa
Queering tata kelola internet bahasa
Queering tata kelola internet bahasa
Queering tata kelola internet bahasa

More Related Content

Viewers also liked

Kami tidak bisu (book)
Kami tidak bisu (book)Kami tidak bisu (book)
Kami tidak bisu (book)
pelangiperempuan
 
geo Lab field trip
geo Lab field tripgeo Lab field trip
geo Lab field trip
elementcrazy
 
Geo Lab field trip
Geo Lab field tripGeo Lab field trip
Geo Lab field trip
elementcrazy
 
Yogyakarta Principles Comic English Version
Yogyakarta Principles Comic English VersionYogyakarta Principles Comic English Version
Yogyakarta Principles Comic English Version
pelangiperempuan
 
Buku "Kami Tidak Bisu"
Buku "Kami Tidak Bisu"Buku "Kami Tidak Bisu"
Buku "Kami Tidak Bisu"
pelangiperempuan
 
Yogyakarta Principles Comic versi Bahasa Indonesia
Yogyakarta Principles Comic versi Bahasa IndonesiaYogyakarta Principles Comic versi Bahasa Indonesia
Yogyakarta Principles Comic versi Bahasa Indonesia
pelangiperempuan
 
BuyingaHomeFall2016
BuyingaHomeFall2016BuyingaHomeFall2016
BuyingaHomeFall2016
MICHAEL TESSARO
 
Strange food around the world
Strange food around the worldStrange food around the world
Strange food around the world
Meri Ivanova
 
Panem et circenses
Panem et circensesPanem et circenses
Panem et circenses
Anna Beloni
 
London
LondonLondon
London
Meri Ivanova
 
20101110 virtcamp kharchenko_px
20101110 virtcamp kharchenko_px20101110 virtcamp kharchenko_px
20101110 virtcamp kharchenko_pxAlex Kharchenko
 
"Блоґерство у правовому полі"
"Блоґерство у правовому полі""Блоґерство у правовому полі"
"Блоґерство у правовому полі"
Alex Kharchenko
 
Iran
IranIran
Хмарні обчислення + персональні дані = Цивільний Кодекс України
Хмарні обчислення + персональні дані = Цивільний Кодекс УкраїниХмарні обчислення + персональні дані = Цивільний Кодекс України
Хмарні обчислення + персональні дані = Цивільний Кодекс УкраїниAlex Kharchenko
 
Artwork Portfolio
Artwork PortfolioArtwork Portfolio
Artwork Portfolio
davidrobertson
 
20140312 アップグレード福井プラス講演「地元をボトムアップからデザインする」
20140312 アップグレード福井プラス講演「地元をボトムアップからデザインする」20140312 アップグレード福井プラス講演「地元をボトムアップからデザインする」
20140312 アップグレード福井プラス講演「地元をボトムアップからデザインする」
Akira Moriuchi
 
110917 apicase
110917 apicase110917 apicase
110917 apicase
Akira Moriuchi
 
Mission Espada
Mission EspadaMission Espada
Mission Espada
Cesar Falcon
 
Бизнес-акселератор кластера "Зеленоград"
Бизнес-акселератор кластера "Зеленоград"Бизнес-акселератор кластера "Зеленоград"
Бизнес-акселератор кластера "Зеленоград"
Oleg Baskov
 

Viewers also liked (19)

Kami tidak bisu (book)
Kami tidak bisu (book)Kami tidak bisu (book)
Kami tidak bisu (book)
 
geo Lab field trip
geo Lab field tripgeo Lab field trip
geo Lab field trip
 
Geo Lab field trip
Geo Lab field tripGeo Lab field trip
Geo Lab field trip
 
Yogyakarta Principles Comic English Version
Yogyakarta Principles Comic English VersionYogyakarta Principles Comic English Version
Yogyakarta Principles Comic English Version
 
Buku "Kami Tidak Bisu"
Buku "Kami Tidak Bisu"Buku "Kami Tidak Bisu"
Buku "Kami Tidak Bisu"
 
Yogyakarta Principles Comic versi Bahasa Indonesia
Yogyakarta Principles Comic versi Bahasa IndonesiaYogyakarta Principles Comic versi Bahasa Indonesia
Yogyakarta Principles Comic versi Bahasa Indonesia
 
BuyingaHomeFall2016
BuyingaHomeFall2016BuyingaHomeFall2016
BuyingaHomeFall2016
 
Strange food around the world
Strange food around the worldStrange food around the world
Strange food around the world
 
Panem et circenses
Panem et circensesPanem et circenses
Panem et circenses
 
London
LondonLondon
London
 
20101110 virtcamp kharchenko_px
20101110 virtcamp kharchenko_px20101110 virtcamp kharchenko_px
20101110 virtcamp kharchenko_px
 
"Блоґерство у правовому полі"
"Блоґерство у правовому полі""Блоґерство у правовому полі"
"Блоґерство у правовому полі"
 
Iran
IranIran
Iran
 
Хмарні обчислення + персональні дані = Цивільний Кодекс України
Хмарні обчислення + персональні дані = Цивільний Кодекс УкраїниХмарні обчислення + персональні дані = Цивільний Кодекс України
Хмарні обчислення + персональні дані = Цивільний Кодекс України
 
Artwork Portfolio
Artwork PortfolioArtwork Portfolio
Artwork Portfolio
 
20140312 アップグレード福井プラス講演「地元をボトムアップからデザインする」
20140312 アップグレード福井プラス講演「地元をボトムアップからデザインする」20140312 アップグレード福井プラス講演「地元をボトムアップからデザインする」
20140312 アップグレード福井プラス講演「地元をボトムアップからデザインする」
 
110917 apicase
110917 apicase110917 apicase
110917 apicase
 
Mission Espada
Mission EspadaMission Espada
Mission Espada
 
Бизнес-акселератор кластера "Зеленоград"
Бизнес-акселератор кластера "Зеленоград"Бизнес-акселератор кластера "Зеленоград"
Бизнес-акселератор кластера "Зеленоград"
 

Similar to Queering tata kelola internet bahasa

Ringkasan Dialog ID-IGF 2014
Ringkasan Dialog ID-IGF 2014Ringkasan Dialog ID-IGF 2014
Ringkasan Dialog ID-IGF 2014
ICT Watch
 
Ringkasan Hasil Dialog Nasional ID-IGF (20 Agustus 2014)
Ringkasan Hasil Dialog Nasional ID-IGF (20 Agustus 2014)Ringkasan Hasil Dialog Nasional ID-IGF (20 Agustus 2014)
Ringkasan Hasil Dialog Nasional ID-IGF (20 Agustus 2014)
Indriyatno Banyumurti
 
Indepth report belajar dari gerakan sosial digital di indonesia
Indepth report belajar dari gerakan sosial digital di indonesiaIndepth report belajar dari gerakan sosial digital di indonesia
Indepth report belajar dari gerakan sosial digital di indonesiaSatuDunia Foundation
 
Indepth report belajar dari gerakan sosial digital di indonesia
Indepth report belajar dari gerakan sosial digital di indonesiaIndepth report belajar dari gerakan sosial digital di indonesia
Indepth report belajar dari gerakan sosial digital di indonesia
dausinstitute
 
Seri buku literasi digital isu-isu masyarakat digital kontemporer
Seri buku literasi digital isu-isu masyarakat digital kontemporerSeri buku literasi digital isu-isu masyarakat digital kontemporer
Seri buku literasi digital isu-isu masyarakat digital kontemporer
literasi digital
 
Ringkasan Dialog ID-IGF (bahasa Indonesia)
Ringkasan Dialog ID-IGF (bahasa Indonesia)Ringkasan Dialog ID-IGF (bahasa Indonesia)
Ringkasan Dialog ID-IGF (bahasa Indonesia)
ID-IGF
 
Ringkasan Dialog Nasional ID-IGF 2014 - Bahasa Indonesia (tata kelola interne...
Ringkasan Dialog Nasional ID-IGF 2014 - Bahasa Indonesia (tata kelola interne...Ringkasan Dialog Nasional ID-IGF 2014 - Bahasa Indonesia (tata kelola interne...
Ringkasan Dialog Nasional ID-IGF 2014 - Bahasa Indonesia (tata kelola interne...
ICT Watch - Indonesia
 
Jurnal weny r
Jurnal weny rJurnal weny r
Jurnal weny r
fadli adnin
 
Media Sosial Untuk Advokasi Publik
Media Sosial Untuk Advokasi Publik Media Sosial Untuk Advokasi Publik
Media Sosial Untuk Advokasi Publik
Bung Toms
 
E-Literasi di Indonesia
E-Literasi di IndonesiaE-Literasi di Indonesia
E-Literasi di Indonesia
LPSR
 
Media Sosial untuk Advokasi Publik (CSO dan Komunitas)
Media Sosial untuk Advokasi Publik (CSO dan Komunitas)Media Sosial untuk Advokasi Publik (CSO dan Komunitas)
Media Sosial untuk Advokasi Publik (CSO dan Komunitas)
ICT Watch
 
Pedoman Cara Berekspresi secara Online ( Citizens in Action )
Pedoman Cara Berekspresi secara Online ( Citizens in Action )Pedoman Cara Berekspresi secara Online ( Citizens in Action )
Pedoman Cara Berekspresi secara Online ( Citizens in Action )
Business Opportunity
 
Netizen Indonesia Kini (April - Juni 2015)
Netizen Indonesia Kini (April - Juni 2015)Netizen Indonesia Kini (April - Juni 2015)
Netizen Indonesia Kini (April - Juni 2015)
ICT Watch
 
Ringkasan Dialog Nasional ID-IGF 2019 - Bahasa Indonesia (tata kelola interne...
Ringkasan Dialog Nasional ID-IGF 2019 - Bahasa Indonesia (tata kelola interne...Ringkasan Dialog Nasional ID-IGF 2019 - Bahasa Indonesia (tata kelola interne...
Ringkasan Dialog Nasional ID-IGF 2019 - Bahasa Indonesia (tata kelola interne...
ICT Watch - Indonesia
 
ID-IGF 2019 Dialog Nasional Ringkasan dan Laporan
ID-IGF 2019 Dialog Nasional Ringkasan dan LaporanID-IGF 2019 Dialog Nasional Ringkasan dan Laporan
ID-IGF 2019 Dialog Nasional Ringkasan dan Laporan
IGF Indonesia
 
Peta Jalan Perlindungan Anak Indonesia di Internet (Sebuah Pengantar)
Peta Jalan Perlindungan Anak Indonesia di Internet  (Sebuah Pengantar)Peta Jalan Perlindungan Anak Indonesia di Internet  (Sebuah Pengantar)
Peta Jalan Perlindungan Anak Indonesia di Internet (Sebuah Pengantar)
ICT Watch
 
Modul Pengantar Tata Kelola Internet (disusun oleh ICT Watch)
Modul Pengantar Tata Kelola Internet (disusun oleh ICT Watch)Modul Pengantar Tata Kelola Internet (disusun oleh ICT Watch)
Modul Pengantar Tata Kelola Internet (disusun oleh ICT Watch)
ICT Watch - Indonesia
 
Tugas Audience Analysis (Menganalisis Jurnal Internasional)
Tugas Audience Analysis (Menganalisis Jurnal Internasional)Tugas Audience Analysis (Menganalisis Jurnal Internasional)
Tugas Audience Analysis (Menganalisis Jurnal Internasional)
Putrinurfitriana
 
Seri buku literasi digital media sosial untuk advokasi publik
Seri buku literasi digital   media sosial untuk advokasi publikSeri buku literasi digital   media sosial untuk advokasi publik
Seri buku literasi digital media sosial untuk advokasi publik
literasi digital
 
Netizen Indonesia Kini (April - Juni 2016)
Netizen Indonesia Kini (April - Juni 2016)Netizen Indonesia Kini (April - Juni 2016)
Netizen Indonesia Kini (April - Juni 2016)
ICT Watch
 

Similar to Queering tata kelola internet bahasa (20)

Ringkasan Dialog ID-IGF 2014
Ringkasan Dialog ID-IGF 2014Ringkasan Dialog ID-IGF 2014
Ringkasan Dialog ID-IGF 2014
 
Ringkasan Hasil Dialog Nasional ID-IGF (20 Agustus 2014)
Ringkasan Hasil Dialog Nasional ID-IGF (20 Agustus 2014)Ringkasan Hasil Dialog Nasional ID-IGF (20 Agustus 2014)
Ringkasan Hasil Dialog Nasional ID-IGF (20 Agustus 2014)
 
Indepth report belajar dari gerakan sosial digital di indonesia
Indepth report belajar dari gerakan sosial digital di indonesiaIndepth report belajar dari gerakan sosial digital di indonesia
Indepth report belajar dari gerakan sosial digital di indonesia
 
Indepth report belajar dari gerakan sosial digital di indonesia
Indepth report belajar dari gerakan sosial digital di indonesiaIndepth report belajar dari gerakan sosial digital di indonesia
Indepth report belajar dari gerakan sosial digital di indonesia
 
Seri buku literasi digital isu-isu masyarakat digital kontemporer
Seri buku literasi digital isu-isu masyarakat digital kontemporerSeri buku literasi digital isu-isu masyarakat digital kontemporer
Seri buku literasi digital isu-isu masyarakat digital kontemporer
 
Ringkasan Dialog ID-IGF (bahasa Indonesia)
Ringkasan Dialog ID-IGF (bahasa Indonesia)Ringkasan Dialog ID-IGF (bahasa Indonesia)
Ringkasan Dialog ID-IGF (bahasa Indonesia)
 
Ringkasan Dialog Nasional ID-IGF 2014 - Bahasa Indonesia (tata kelola interne...
Ringkasan Dialog Nasional ID-IGF 2014 - Bahasa Indonesia (tata kelola interne...Ringkasan Dialog Nasional ID-IGF 2014 - Bahasa Indonesia (tata kelola interne...
Ringkasan Dialog Nasional ID-IGF 2014 - Bahasa Indonesia (tata kelola interne...
 
Jurnal weny r
Jurnal weny rJurnal weny r
Jurnal weny r
 
Media Sosial Untuk Advokasi Publik
Media Sosial Untuk Advokasi Publik Media Sosial Untuk Advokasi Publik
Media Sosial Untuk Advokasi Publik
 
E-Literasi di Indonesia
E-Literasi di IndonesiaE-Literasi di Indonesia
E-Literasi di Indonesia
 
Media Sosial untuk Advokasi Publik (CSO dan Komunitas)
Media Sosial untuk Advokasi Publik (CSO dan Komunitas)Media Sosial untuk Advokasi Publik (CSO dan Komunitas)
Media Sosial untuk Advokasi Publik (CSO dan Komunitas)
 
Pedoman Cara Berekspresi secara Online ( Citizens in Action )
Pedoman Cara Berekspresi secara Online ( Citizens in Action )Pedoman Cara Berekspresi secara Online ( Citizens in Action )
Pedoman Cara Berekspresi secara Online ( Citizens in Action )
 
Netizen Indonesia Kini (April - Juni 2015)
Netizen Indonesia Kini (April - Juni 2015)Netizen Indonesia Kini (April - Juni 2015)
Netizen Indonesia Kini (April - Juni 2015)
 
Ringkasan Dialog Nasional ID-IGF 2019 - Bahasa Indonesia (tata kelola interne...
Ringkasan Dialog Nasional ID-IGF 2019 - Bahasa Indonesia (tata kelola interne...Ringkasan Dialog Nasional ID-IGF 2019 - Bahasa Indonesia (tata kelola interne...
Ringkasan Dialog Nasional ID-IGF 2019 - Bahasa Indonesia (tata kelola interne...
 
ID-IGF 2019 Dialog Nasional Ringkasan dan Laporan
ID-IGF 2019 Dialog Nasional Ringkasan dan LaporanID-IGF 2019 Dialog Nasional Ringkasan dan Laporan
ID-IGF 2019 Dialog Nasional Ringkasan dan Laporan
 
Peta Jalan Perlindungan Anak Indonesia di Internet (Sebuah Pengantar)
Peta Jalan Perlindungan Anak Indonesia di Internet  (Sebuah Pengantar)Peta Jalan Perlindungan Anak Indonesia di Internet  (Sebuah Pengantar)
Peta Jalan Perlindungan Anak Indonesia di Internet (Sebuah Pengantar)
 
Modul Pengantar Tata Kelola Internet (disusun oleh ICT Watch)
Modul Pengantar Tata Kelola Internet (disusun oleh ICT Watch)Modul Pengantar Tata Kelola Internet (disusun oleh ICT Watch)
Modul Pengantar Tata Kelola Internet (disusun oleh ICT Watch)
 
Tugas Audience Analysis (Menganalisis Jurnal Internasional)
Tugas Audience Analysis (Menganalisis Jurnal Internasional)Tugas Audience Analysis (Menganalisis Jurnal Internasional)
Tugas Audience Analysis (Menganalisis Jurnal Internasional)
 
Seri buku literasi digital media sosial untuk advokasi publik
Seri buku literasi digital   media sosial untuk advokasi publikSeri buku literasi digital   media sosial untuk advokasi publik
Seri buku literasi digital media sosial untuk advokasi publik
 
Netizen Indonesia Kini (April - Juni 2016)
Netizen Indonesia Kini (April - Juni 2016)Netizen Indonesia Kini (April - Juni 2016)
Netizen Indonesia Kini (April - Juni 2016)
 

Recently uploaded

pdf-powerpoint-kesehatan-reproduksi-remaja-ppt-kespro-remaja-_compress (1).pptx
pdf-powerpoint-kesehatan-reproduksi-remaja-ppt-kespro-remaja-_compress (1).pptxpdf-powerpoint-kesehatan-reproduksi-remaja-ppt-kespro-remaja-_compress (1).pptx
pdf-powerpoint-kesehatan-reproduksi-remaja-ppt-kespro-remaja-_compress (1).pptx
vivi211570
 
Modul Ajar Biologi Kelas 10 Fase E Kurikulum Merdeka
Modul Ajar Biologi Kelas 10 Fase E Kurikulum MerdekaModul Ajar Biologi Kelas 10 Fase E Kurikulum Merdeka
Modul Ajar Biologi Kelas 10 Fase E Kurikulum Merdeka
Fathan Emran
 
Koneksi Antar Materi modul 2.1.pptx Johan martha
Koneksi Antar Materi modul 2.1.pptx Johan marthaKoneksi Antar Materi modul 2.1.pptx Johan martha
Koneksi Antar Materi modul 2.1.pptx Johan martha
johan199969
 
Perangkat pembelajaran dalam kurikulum merdeka
Perangkat pembelajaran dalam kurikulum merdekaPerangkat pembelajaran dalam kurikulum merdeka
Perangkat pembelajaran dalam kurikulum merdeka
AchmadArifudin3
 
Biografi Presiden Republik Indonesia.pdf
Biografi Presiden Republik Indonesia.pdfBiografi Presiden Republik Indonesia.pdf
Biografi Presiden Republik Indonesia.pdf
pristayulianabila
 
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 11 Fase F Kurikulum MerdekaModul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka
Fathan Emran
 
Bab 7Korupsi sebagai persoalan moral .pptx
Bab 7Korupsi sebagai persoalan moral  .pptxBab 7Korupsi sebagai persoalan moral  .pptx
Bab 7Korupsi sebagai persoalan moral .pptx
Habibatut Tijani
 
Demonstrasi Konseptual Modul 2.1 - RPP Berdiferensiasi.pdf
Demonstrasi Konseptual Modul 2.1 - RPP Berdiferensiasi.pdfDemonstrasi Konseptual Modul 2.1 - RPP Berdiferensiasi.pdf
Demonstrasi Konseptual Modul 2.1 - RPP Berdiferensiasi.pdf
d2spdpnd9185
 
PELAKSANAAN + Link2 Materi WORKSHOP Nasional _"Penerapan Regulasi Terbaru P...
PELAKSANAAN + Link2 Materi WORKSHOP Nasional _"Penerapan  Regulasi  Terbaru P...PELAKSANAAN + Link2 Materi WORKSHOP Nasional _"Penerapan  Regulasi  Terbaru P...
PELAKSANAAN + Link2 Materi WORKSHOP Nasional _"Penerapan Regulasi Terbaru P...
Kanaidi ken
 
Modul Ajar PAI dan Budi Pekerti Kelas 4 Fase B Kurikulum merdeka
Modul Ajar PAI dan Budi Pekerti Kelas 4 Fase B Kurikulum merdekaModul Ajar PAI dan Budi Pekerti Kelas 4 Fase B Kurikulum merdeka
Modul Ajar PAI dan Budi Pekerti Kelas 4 Fase B Kurikulum merdeka
Fathan Emran
 
Modul Ajar PAI dan Budi Pekerti Kelas 5 Fase C Kurikulum Merdeka
Modul Ajar PAI dan Budi Pekerti Kelas 5 Fase C Kurikulum MerdekaModul Ajar PAI dan Budi Pekerti Kelas 5 Fase C Kurikulum Merdeka
Modul Ajar PAI dan Budi Pekerti Kelas 5 Fase C Kurikulum Merdeka
Fathan Emran
 
Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila SD.pdf.pdf
Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila SD.pdf.pdfProjek Penguatan Profil Pelajar Pancasila SD.pdf.pdf
Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila SD.pdf.pdf
anikdwihariyanti
 
Menyambut Masyarakat 4.0 dan Indonesia Emas 2045
Menyambut Masyarakat 4.0 dan Indonesia Emas 2045Menyambut Masyarakat 4.0 dan Indonesia Emas 2045
Menyambut Masyarakat 4.0 dan Indonesia Emas 2045
RizkiArdhan
 
REAKSI MASYARAKAT TERHADAP PENJAJAHAN BARAT DI MESIR (2).pptx
REAKSI MASYARAKAT TERHADAP PENJAJAHAN BARAT DI MESIR (2).pptxREAKSI MASYARAKAT TERHADAP PENJAJAHAN BARAT DI MESIR (2).pptx
REAKSI MASYARAKAT TERHADAP PENJAJAHAN BARAT DI MESIR (2).pptx
ianchin0007
 
Modul Ajar PJOK Kelas 1 Fase A Kurikulum Merdeka
Modul Ajar PJOK Kelas 1 Fase A Kurikulum MerdekaModul Ajar PJOK Kelas 1 Fase A Kurikulum Merdeka
Modul Ajar PJOK Kelas 1 Fase A Kurikulum Merdeka
Fathan Emran
 
Aksi Nyata Topik Membangun Komunitas Belajar dalam Sekolah_Dhenis.pptx
Aksi Nyata Topik Membangun Komunitas Belajar dalam Sekolah_Dhenis.pptxAksi Nyata Topik Membangun Komunitas Belajar dalam Sekolah_Dhenis.pptx
Aksi Nyata Topik Membangun Komunitas Belajar dalam Sekolah_Dhenis.pptx
dhenisarlini86
 
Tugas 3.1_BAB II_Kelompok 2 Tahap Inquiry .pdf
Tugas 3.1_BAB II_Kelompok 2 Tahap Inquiry .pdfTugas 3.1_BAB II_Kelompok 2 Tahap Inquiry .pdf
Tugas 3.1_BAB II_Kelompok 2 Tahap Inquiry .pdf
SafaAgrita1
 
Mengenali Usia anak dan Kekerasan pada Anak
Mengenali Usia anak dan Kekerasan pada AnakMengenali Usia anak dan Kekerasan pada Anak
Mengenali Usia anak dan Kekerasan pada Anak
Yayasan Pusat Kajian dan Perlindungan Anak
 
1. Sosialisasi_Serdos_2024_PSD_PTU dan Peserta.pdf
1. Sosialisasi_Serdos_2024_PSD_PTU dan Peserta.pdf1. Sosialisasi_Serdos_2024_PSD_PTU dan Peserta.pdf
1. Sosialisasi_Serdos_2024_PSD_PTU dan Peserta.pdf
denny404455
 
PPT RENCANA AKSI 2 modul ajar matematika berdiferensiasi kelas 1
PPT RENCANA AKSI 2 modul ajar matematika berdiferensiasi kelas 1PPT RENCANA AKSI 2 modul ajar matematika berdiferensiasi kelas 1
PPT RENCANA AKSI 2 modul ajar matematika berdiferensiasi kelas 1
Arumdwikinasih
 

Recently uploaded (20)

pdf-powerpoint-kesehatan-reproduksi-remaja-ppt-kespro-remaja-_compress (1).pptx
pdf-powerpoint-kesehatan-reproduksi-remaja-ppt-kespro-remaja-_compress (1).pptxpdf-powerpoint-kesehatan-reproduksi-remaja-ppt-kespro-remaja-_compress (1).pptx
pdf-powerpoint-kesehatan-reproduksi-remaja-ppt-kespro-remaja-_compress (1).pptx
 
Modul Ajar Biologi Kelas 10 Fase E Kurikulum Merdeka
Modul Ajar Biologi Kelas 10 Fase E Kurikulum MerdekaModul Ajar Biologi Kelas 10 Fase E Kurikulum Merdeka
Modul Ajar Biologi Kelas 10 Fase E Kurikulum Merdeka
 
Koneksi Antar Materi modul 2.1.pptx Johan martha
Koneksi Antar Materi modul 2.1.pptx Johan marthaKoneksi Antar Materi modul 2.1.pptx Johan martha
Koneksi Antar Materi modul 2.1.pptx Johan martha
 
Perangkat pembelajaran dalam kurikulum merdeka
Perangkat pembelajaran dalam kurikulum merdekaPerangkat pembelajaran dalam kurikulum merdeka
Perangkat pembelajaran dalam kurikulum merdeka
 
Biografi Presiden Republik Indonesia.pdf
Biografi Presiden Republik Indonesia.pdfBiografi Presiden Republik Indonesia.pdf
Biografi Presiden Republik Indonesia.pdf
 
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 11 Fase F Kurikulum MerdekaModul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka
 
Bab 7Korupsi sebagai persoalan moral .pptx
Bab 7Korupsi sebagai persoalan moral  .pptxBab 7Korupsi sebagai persoalan moral  .pptx
Bab 7Korupsi sebagai persoalan moral .pptx
 
Demonstrasi Konseptual Modul 2.1 - RPP Berdiferensiasi.pdf
Demonstrasi Konseptual Modul 2.1 - RPP Berdiferensiasi.pdfDemonstrasi Konseptual Modul 2.1 - RPP Berdiferensiasi.pdf
Demonstrasi Konseptual Modul 2.1 - RPP Berdiferensiasi.pdf
 
PELAKSANAAN + Link2 Materi WORKSHOP Nasional _"Penerapan Regulasi Terbaru P...
PELAKSANAAN + Link2 Materi WORKSHOP Nasional _"Penerapan  Regulasi  Terbaru P...PELAKSANAAN + Link2 Materi WORKSHOP Nasional _"Penerapan  Regulasi  Terbaru P...
PELAKSANAAN + Link2 Materi WORKSHOP Nasional _"Penerapan Regulasi Terbaru P...
 
Modul Ajar PAI dan Budi Pekerti Kelas 4 Fase B Kurikulum merdeka
Modul Ajar PAI dan Budi Pekerti Kelas 4 Fase B Kurikulum merdekaModul Ajar PAI dan Budi Pekerti Kelas 4 Fase B Kurikulum merdeka
Modul Ajar PAI dan Budi Pekerti Kelas 4 Fase B Kurikulum merdeka
 
Modul Ajar PAI dan Budi Pekerti Kelas 5 Fase C Kurikulum Merdeka
Modul Ajar PAI dan Budi Pekerti Kelas 5 Fase C Kurikulum MerdekaModul Ajar PAI dan Budi Pekerti Kelas 5 Fase C Kurikulum Merdeka
Modul Ajar PAI dan Budi Pekerti Kelas 5 Fase C Kurikulum Merdeka
 
Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila SD.pdf.pdf
Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila SD.pdf.pdfProjek Penguatan Profil Pelajar Pancasila SD.pdf.pdf
Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila SD.pdf.pdf
 
Menyambut Masyarakat 4.0 dan Indonesia Emas 2045
Menyambut Masyarakat 4.0 dan Indonesia Emas 2045Menyambut Masyarakat 4.0 dan Indonesia Emas 2045
Menyambut Masyarakat 4.0 dan Indonesia Emas 2045
 
REAKSI MASYARAKAT TERHADAP PENJAJAHAN BARAT DI MESIR (2).pptx
REAKSI MASYARAKAT TERHADAP PENJAJAHAN BARAT DI MESIR (2).pptxREAKSI MASYARAKAT TERHADAP PENJAJAHAN BARAT DI MESIR (2).pptx
REAKSI MASYARAKAT TERHADAP PENJAJAHAN BARAT DI MESIR (2).pptx
 
Modul Ajar PJOK Kelas 1 Fase A Kurikulum Merdeka
Modul Ajar PJOK Kelas 1 Fase A Kurikulum MerdekaModul Ajar PJOK Kelas 1 Fase A Kurikulum Merdeka
Modul Ajar PJOK Kelas 1 Fase A Kurikulum Merdeka
 
Aksi Nyata Topik Membangun Komunitas Belajar dalam Sekolah_Dhenis.pptx
Aksi Nyata Topik Membangun Komunitas Belajar dalam Sekolah_Dhenis.pptxAksi Nyata Topik Membangun Komunitas Belajar dalam Sekolah_Dhenis.pptx
Aksi Nyata Topik Membangun Komunitas Belajar dalam Sekolah_Dhenis.pptx
 
Tugas 3.1_BAB II_Kelompok 2 Tahap Inquiry .pdf
Tugas 3.1_BAB II_Kelompok 2 Tahap Inquiry .pdfTugas 3.1_BAB II_Kelompok 2 Tahap Inquiry .pdf
Tugas 3.1_BAB II_Kelompok 2 Tahap Inquiry .pdf
 
Mengenali Usia anak dan Kekerasan pada Anak
Mengenali Usia anak dan Kekerasan pada AnakMengenali Usia anak dan Kekerasan pada Anak
Mengenali Usia anak dan Kekerasan pada Anak
 
1. Sosialisasi_Serdos_2024_PSD_PTU dan Peserta.pdf
1. Sosialisasi_Serdos_2024_PSD_PTU dan Peserta.pdf1. Sosialisasi_Serdos_2024_PSD_PTU dan Peserta.pdf
1. Sosialisasi_Serdos_2024_PSD_PTU dan Peserta.pdf
 
PPT RENCANA AKSI 2 modul ajar matematika berdiferensiasi kelas 1
PPT RENCANA AKSI 2 modul ajar matematika berdiferensiasi kelas 1PPT RENCANA AKSI 2 modul ajar matematika berdiferensiasi kelas 1
PPT RENCANA AKSI 2 modul ajar matematika berdiferensiasi kelas 1
 

Queering tata kelola internet bahasa

  • 1.
  • 2.
  • 3.
  • 4. ii Queering Tata Kelola Internet di Indonesia Queering Tata Kelola Internet Indonesia sebuah studi eksploratoris di Indonesia Penulis: Kamilia Manaf Dewi Nova Wahyuni Ikram Baadila Kontributor: Ni Loh Gusti Madewanti Nyx Mclean Manjima Bhattacharjya Reviewer atau Mitra Bestari: Jac SM Kee Nadine Moawad Caroline Tagny Charrisse Jordan Sheherezade Kara Bishakha Datta Produksi Publikasi: Hanny Ika Yuniati Diterbitkan oleh Institut Pelangi Perempuan dengan dukungan Association for Progressive Communication dan Ford Foundation 2014 ISBN 978-979-17983-5-8
  • 5. iii Daftar Isi Ringkasan Eksekutif........................................................................... iv Bagian I Pendahuluan......................................................................... 1 Bagian II Metode Penelitian............................................................... 4 Bagian III Istilah dan Batasan Konsep .............................................. 7 LBT, Lesbian, Biseksual dan Transgender .................................... 12 Surel, surat elektronik (E-mail) ..................................................... 15 Bagian IV Temuan Situasi LGBTIQ di Indonesia dan Tata Kelola Internet ............................................................................................... 16 A. Internet Media Strategis bagi Promosi dan Penegakan HAM LGBTIQ...................................................................................... 19 B Pengabaian Hak LGBTIQ Melalui Internet .............................. 27 C. Keterlibatan Gerakan LGBTIQ Indonesia pada Queering Tata Kelola Internet di Tingkat Nasional dan Dunia........................ 40 Bagian V Analisa Kesimpulan dan Rekomendasi ............................. 47 Kesimpulan.................................................................................... 47 Rekomendasi................................................................................. 55 Referensi.............................................................................................. 60 Tentang Penulis................................................................................... 66
  • 6. iv Queering Tata Kelola Internet di Indonesia RINGKASAN EKSEKUTIF Queering Tata Kelola Internet di Indonesia A. PENDAHULUAN Di Indonesia, seksualitas menjadi wacana yang semakin terbuka di ranah publik. Pertarungan wacana seksualitas diperluas jangkauannya oleh Internet. Di satu sisi, internet telah memberi ruang bagi kemajuan Hak Asasi Manusia (HAM) termasuk HAM Lesbian, Gay, Biseksual, Transgender, Interseks dan Queer (LGBTIQ). Di sisi lain, internet juga menjadi ruang yang digunakan untuk memperburuk dan melanggengkan diskriminasi dan kekerasan terhadap warga LGBTIQ, yang sebelumnya sudah terjadi di ruang fisik. Hal itu, akibat belum adanya perlindungan HAM LGBTIQ pada tata kelola internet, sebagaimana masih lemahnya perlindungan serupa di ruang fisik. Pelecehan, perundungan yang bersifat homofobik (homophobic bullying) dan hasutan kebencian terhadap LGBTIQ di dunia daring (online) atau yang disebut sebagai cyber-homophobia seperti menjadi kebiasaan yang dibiasakan di jejaring sosial dan media daring lainnya. Belum lagi kasus pemblokiran situs LGBTIQ oleh beberapa Internet Service Provider (ISP) atau penyedia jasa layanan internet terjadi sejak 2011. Pemblokiran
  • 7. v terjadi secara sepihak, tanpa pemberitahuan terlebih dahulu kepada pemilik situs web, dan tanpa alasan yang jelas dan akuntabel. Pemblokiran dan pemutusan akses terhadap informasi – pengetahuan situs LGBTIQ ini tanpa didahului melalui proses komunikasi yang transparan dari pihak ISP ataupun Kementrian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia (Kemenkominfo RI). Hal ini jelas merugikan setiap individu maupun kelompok dalam upaya mengakses informasi mengenai hak asasi manusia, hak kesehatan reproduksi maupun hak seksualitas. B. MENANTANG BALIK DISKRIMINASI: Sebuah Kekuatan Queering yang dilakukan melalui Riset Eksploratoris EROTICS Indonesia Menolak menjadi bagian mayoritas yang diam, Institut Pelangi Perempuan (IPP) melakukan riset eksploratoris (exploratory research) terkait HAM LGBTIQ dalam tata kelola internet di Indonesia. Riset ini adalah sebuah upaya menantang dan membangun gerakan sosial melalui proses advokasi dalam melawan cyber-homophobia serta keputusan pemblokiran situs-situs LGBTIQ sepihak di Indonesia. Gerakan yang diinisiasi oleh IPP ini menjadi bagian dari sebuah gerakan sosial yang ingin diperkenalkan dengan istilah queering tata kelola internet. Dalam upaya ‘queering’, riset eksploratoris perlu dan penting dilakukan untuk meneliti masalah yang belum jelas situasi dan keberadaannya. Hal ini dilakukan ketika untuk mengetahui lebih lanjut saat membuat perbedaan-perbedaan konseptual atau mengungkapkan fakta-fakta sebuah hubungan eksploratoris.1 IPP menjalankan penelitian ini bekerja sama dengan EROTICS (Exploratory Research on Internet and Sexuality) atau (Riset Eksploratoris Internet dan Seksualitas) global.2 EROTICS telah dilakukan di beberapa negara seperti Brazil, Lebanon, India, Amerika Serikat dan Afrika Selatan. Jaringan EROTICS global ini dikoordinasi oleh 1 Shields, Patricia and Rangarjan, Nandhini. 2013. A Playbook for Research Methods: Integrating Conceptual Frameworks and Project Management. Stillwater, OK: New Forums Press. 2 EROTICS: Sex, rights and the internet. http://www.genderit.org/resources/erotics-sex- rights-and-internet-research-study
  • 8. vi Queering Tata Kelola Internet di Indonesia Association for Progressive Communication (APC)3 sebuah organisasi internasional yang bergerak di bidang penelitian, advokasi kebijakan serta kampanye hak internet sebagai bagian dari hak asasi manusia. Mempertimbangkan referensi data yang telah dipelajari sebelumnya, sejauh ini belum ada data penelitian yang dapat menjadi salah satu bahan untuk pengembangan wacana HAM LGBTIQ pada tata kelola internet di Indonesia. Untuk itulah, riset eksploratoris yang dilakukan kolaborasi antara IPP dengan EROTICS menjadi penting dilakukan. C. SUARA DARI INFORMAN: Bagian Gerakan Melawan Diskriminasi dan Kekerasan. Riset eksploratoris ini mempunyai tiga tujuan utama dalam rangka memenuhi dan melindungi Hak Asasi Individu maupun kelompok LGBTIQ dimediuminternet.Dalamupayaqueering,hasilrisetinibertujuanuntuk(1) menjelaskanperaninternetdalammemajukanHAMLGBTIQdanaktivisme di ruang daring gerakan LGBTIQ di Indonesia. (2) Mengungkapkan advokasi organisasi-organisasi LGBTIQ dalam mengintegrasikan HAM LGBTIQ pada tata kelola internet. (3) Mengungkapkan tantangan gerakan HAM LGBTIQ di Indonesia baik pada ruang luring (offline) maupun daring, sehingga hubungan antara kedua ruang tersebut terpetakan. Dengan menggunakan analisa feminisme, perlu digarisbawahi bahwa dalam riset eksploratoris ini tidak ditujukan untuk menemukan jawaban atau keputusan final. Subjek penelitian adalah bagian dari kolaborasi upaya advokasi dalam rangka membangun hipotesa tentang apa yang sedang terjadi terhadap suatu situasi, secara khusus kasus diskriminasi, kekerasan dan pelecehan yang dialami oleh individu maupun kelompok LGBTIQ di ruang internet. Hipotesa yang ditarik dari data riset eksploratoris ini menjadi pernyataan yang menggambarkan dua atau lebih variabel-variabel saling terhubung satu sama lainnya. Agar hasil riset ini memihak terhadap upaya perlindungan, penegakan dan pemenuhan Hak Asasi Manusia khususnya 3 Association for Progressive Communication. https://www.apc.org/en/about
  • 9. vii untuk kelompok yang dipinggirkan, riset kualitatif eksploratoris mensyaratkan bagi peneliti membangun hubungan baik (rapport) dengan informan. Membangun kepercayaan dimulai melalui komunikasi dalam portal daring, tanya jawab dan korespondensi menggunakan media daring, kemudian dilanjutkan dengan wawancara secara langsung serta membangun ruang-ruang diskusi yang cair dalam kelompok diskusi terfokus. Kelompok diskusi terfokus yang terlibat dalam riset merupakan penggiat atau aktivis dari berbagai organisasi masyarakat sipil seperti Satu Dunia, ICT Watch, Institute for Criminal and Justice Reform (ICJR), Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan), HIVOS South East Asia region, Divisi Riset London School Public Relations Jakarta dan individu-individu penggiat TIK. FGD ini bertujuan untuk mengklarifikasi dan mengkonsultasikan rancangan hasil penelitian. Metode-metode tersebut dipilih agar dalam proses riset eksploratoris ini, dapat tergali data terkait makna, nilai, dan pengalaman dari informan. Pendekatan kualitatif eksploratoris, dengan menggunakan analisa feminisme dan kerangka instrumen Hak Aasasi Manusia, diperlukan guna menghimpun berbagai informasi mengenai pemajuan dan pengabaian HAM LGBTIQ di dunia daring yang terkait dengan praktik dan kebijakan di dunia luring. D. URGENSI EROTICS INDONESIA: Apa Pentingnya Riset Eksploratoris? Metode yang dilakukan dalam upaya queering Hak Asasi Manusia individu dan kelompok LGBTIQ terkait tata kelola internet, pertama kali dilakukan dengan teknik pengumpulan data melalui survei EROTICS global yang diluncurkan pada tanggal 8 Maret 2013 oleh APC. Hal ini bertujuan untuk mengungkap tantangan yang dihadapi oleh aktivis hak-hak seksual dalam menggunakan internet di tingkat global. Disebarkan ke beberapa negara penelitian EROTICS yaitu India, Lebanon, Afrika Selatan, Brazil, Amerika Serikat termasuk Indonesia. Survei internasional yang dilakukan secara global ini sangat menarik, untuk melihat variasi konteks baik bentuk – bentuk kekerasan sebagai tantangan nyata bagi individu maupun kelompok LGBTIQ maupun
  • 10. viii Queering Tata Kelola Internet di Indonesia upaya advokasi yang telah dilakukan, sebagai bagian dari perjuangan pemenuhan Hak Asasi Manusia. Sebagai pemicu awal, ditentukan responden survei EROTICS Indonesia yaitu beberapa aktivis hak seksual seperti aktivis HAM LGBTIQ, aktivis perempuan positif HIV/AIDS, aktivis feminis pesantren, aktivis anti perdagangan manusia, aktivis Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan), akademisi isu gender dan seksualitas serta pegiat hak-hak seksual lainnya. Data primer dari survei EROTICS Indonesia menjadi pedoman untuk mengelaborasi lebih jauh melalui metode wawancara mendalam. Hal ini penting dilakukan untuk eksplorasi secara mendalam data – data dari survei yang menjadi data primer. Teknik pengumpulan data seperti ini tepat untuk penelitian, karena dengan demikian peneliti lebih mengeksplorasi pengalaman dari berbagai aktor. Sebelas orang aktivis yaitu 3 perempuan dan 8 laki-laki berhasil diwawancara secara mendalam. Mereka adalah aktivis LGBTIQ, pegiat hak internet dan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK), tata kelola internet, aktivis hak asasi perempuan yang menggunakan TIK untuk pergerakan dan menyuarakan perspektif gender dan teknologi, akademisi gender dan seksualitas, serta representasi dari Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Indonesia. Kesenjangan gender dari representatif responden yang kami wawancara memang memperlihatkan masih sedikit sekali representatif aktivis perempuan atau transgender yang aktif dalam pergerakan hak internet atau TIK. Mayoritas masih didominasi representasi laki-laki. Tiga (2 laki-laki dan 1 perempuan) dari 11 informan wawancara mendalam juga merupakan responden survei EROTICS Indonesia. E. ‘QUEERING’: Bentuk Tuntutan Warga Negara dan Gerakan Sosial Berbagai upaya afirmatif telah menyebutkan perlindungan dan penghormatan menyeluruh terhadap setiap individu yang orientasi seksual dan identitas gendernya beragam. Pada 17 Juni 2011 Dewan HAM PBB mengadopsi resolusi berjudul “Hak asasi manusia, orientasi seksual dan identitas gender”, yang menyatakan keprihatinan tentang
  • 11. ix tindak kekerasan dan diskriminasi yang dilakukan terhadap individu karena orientasi seksual dan jenis kelamin identitas mereka. Resolusi ini menegaskan kembali Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia diratifikasi oleh Pemerintah Indonesia melalui Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Resolusi itu meminta Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia untuk mempersiapkan studi mendokumentasikan hukum dan praktek diskriminatif dan tindakan kekerasan terhadap orang berdasarkan orientasi seksual dan jenis kelamin identitas mereka. Studi4 ini dipublikasikan pada Desember 2011 dan diajukan kepada Dewan Hak Asasi Manusia pada bulan Maret 2012 dan berisi daftar rekomendasi yang kuat untuk negara-negara anggota. Laporan ini menegaskan bahwa Negara memiliki kewajiban di bawah hukum internasional untuk melindungi hak asasi manusia semua orang, termasuk mereka yang lesbian, gay, biseksual, transgender dan interseks. Pada 5 Juli 2012, adalah tonggak sejarah penting bahwa Dewan Hak Asasi Manusia PBB telah mengadopsi secara konsensus sebuah resolusi yaitu Resolution: Promotion, Protection and Enjoyment of Human Rights on Internet atau Resolusi: Promosi, Perlindungan dan Penikmatan Hak Asasi Manusia di Internet.5 Hal ini mendapatkan dukungan penuh dari lebih 70 negara anggota dan bukan anggota Dewan Hak Asasi Manusia PBB termasuk Cina, Brazil, Nigeria, Ukraina, Tunisia, Amerika Serikat, Inggris termasuk Indonesia. Pada dasarnya resolusi ini mengafirmasi pengoperasiannya dalam paragraf 1 yaitu “hak asasi manusia yang dimiliki individu di dunia luring harus juga dilindungi di ruang daring.” Unsur dasar hak asasi manusia yang berhubungan dengan internet termasuk privasi, kebebasan berekspresi, hak untuk menerima informasi, berbagai hak melindungi budaya, bahasa dan keragaman minoritas dan hak atas 4 http://www2.ohchr.org/english/bodies/hrcouncil/docs/19session/A.HRC.19.41_English. pdf 5 UN Human Rights Council, Resolution: The promotion, protection and enjoyment of human rights on the Internet, A/HRC/20/L.13, adopted on 5 July 2012. http://dac- cess-dds ny.un.org/doc/UNDOC/LTD/G12/147/10/PDF/G1214710.pdf?OpenElement
  • 12. x Queering Tata Kelola Internet di Indonesia pendidikan (Kurbalija, 2012). Queering tata kelola internet berangkat dari pengalaman dan kesadaran bahwa internet adalah subjek/aktor yang memainkan peran sebagai ruang politik dan publik dalam perubahan sosial. Kemudian internet sebagai ruang politik dan publik dipengaruhi para pihak multi pemangku kepentingan yang memiliki keragaman dan kecairan keragaman identitas gender dan orientasi seksual sehingga mewarnai konten dan kebijakan internet yang membutuhkan proses advokasi terus menerus. Konsep ini dikembangkan oleh IPP sebagai upaya teorisasi pengalaman dan hasil riset, serta bersifat terbuka untuk dilakukan falsifikasi dan verifikasi. Pemajuan teori ini bermanfaat untuk strategi dan advokasi melawan cyber-homophobia, antara lain pemblokiran situs-situs LGBTIQ. Keberadaan internet telah dinikmati oleh gerakan LGBTIQ untuk sedikitnya tiga kepentingan. Pertama, untuk media komunikasi yang aman dan melakukan pengorganisasian diri. Kedua, media untuk edukasi dan advokasi. Ketiga untuk memperluas ruang advokasi yang tidak hanya memberikan perhatian pada isu HAM LGBTIQ tetapi juga pada isu HAM yang lain, seperti lingkungan, perempuan dan warga lain yang didiskriminasikan. Dari tiga kepentingan keberadaan internet, upaya Queering tata kelola internet, sangat mendesak dilakukan.
  • 13. 1 Bagian I Pendahuluan Latar belakang Di Indonesia, seksualitas menjadi wacana yang semakin terbuka di ranah publik. Pertarungan wacana seksualitas diperluas jangkauannya oleh Internet. Di satu sisi, internet telah memberi ruang bagi kemajuan Hak Asasi Manusia (HAM) termasuk HAM Lesbian, Gay, Biseksual, Transgender, Interseks dan Queer (LGBTIQ). Di sisi lain, internet juga menjadi ruang yang digunakan untuk memperburuk dan melanggengkan diskriminasi dan kekerasan terhadap warga LGBTIQ, yang sebelumnya sudah terjadi di ruang fisik. Hal itu, akibat belum adanya perlindungan HAM LGBTIQ pada tata kelola internet, sebagaimana masih lemahnya perlindungan serupa di ruang fisik. Pelecehan, perundungan yang bersifat homofobik (homophobic bullying) dan hasutan kebencian terhadap LGBTIQ di dunia daring (online) atau yang disebut cyber-homophobia antara lain perilaku yang sering muncul di jejaring sosial dan media daring lainnya. Pemblokiran situs LGBTIQ oleh beberapa Internet Service Provider (ISP) atau penyedia jasa layanan internet terjadi sejak 2011. Pemblokiran tersebut kerap terjadi secara sepihak tanpa pemberitahuan terlebih dahulu kepada pemilik website. Juga tanpa melalui proses yang transparan dan akuntabel dari pihak ISP ataupun Kementrian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia (Kemenkominfo RI).
  • 14. 2 Queering Tata Kelola Internet di Indonesia Maksud dan Tujuan Menyikapi situasi dimana internet telah memberikan pemajuan dan pemunduran HAM LGBTIQ, sejak 2012, aktivis LGBTIQ mulai melakukan advokasi HAM LGBTIQ pada tata kelola internet. Mereka, antara lain, Institut Pelangi Perempuan (IPP), Suara Kita (sebelumnya Our Voice), Arus Pelangi dan Gamacca. Gerakan sosial dan proses advokasi dalam melawan cyber-homophobia dan keputusan pemblokiran situs-situs LGBTIQ di Indonesia kemudian menjadi sebuah gerakan sosial yang ingin diperkenalkan dengan istilah queering tata kelola internet di Indonesia. Seiringdenganupaya-upayatersebut,IPPmelakukanriseteksploratoris (exploratory research) terkait HAM LGBTIQ dalam tata kelola internet di Indonesia. Riset eksploratoris merupakan riset yang dilakukan untuk meneliti masalah yang belum jelas situasi dan keberadaannya. Hal ini seringkali terjadi sebelum kita cukup mengetahui untuk membuat perbedaan-perbedaan konseptual atau mengungkapkan fakta-fakta sebuah hubungan eksploratoris.1 IPP menjalankan penelitian ini bekerja sama dengan EROTICS (Exploratory Research on Internet and Sexuality) atau (Riset Eksploratoris Internet dan Seksualitas) global.2 EROTICS telah dilakukan di beberapa negara seperti Brazil, Lebanon, India, Amerika Serikat dan Afrika Selatan. Jaringan EROTICS global ini dikoordinasi oleh Association for Progressive Communication (APC)3 sebuah organisasi internasional yang bergerak di bidang penelitian, advokasi kebijakan serta kampanye hak internet sebagai bagian dari hak asasi manusia. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu bahan untuk pengembangan wacana HAM LGBTIQ pada tata kelola internet di Indonesia. 1 Shields, Patricia and Rangarjan, Nandhini. 2013. A Playbook for Research Methods: Integrating Conceptual Frameworks and Project Management. Stillwater, OK: New Forums Press. 2 EROTICS: Sex, rights and the internet. http://www.genderit.org/resources/erotics-sex- rights-and-internet-research-study 3 Association for Progressive Communication. https://www.apc.org/en/about
  • 15. 3 Penelitian ini bertujuan: • Menjelaskan peran internet dalam memajukan HAM LGBTIQ dan aktivisme di ruang daring gerakan LGBTIQ di Indonesia. • Mengungkapkan advokasi organisasi-organisasi LGBTIQ dalam mengintegrasikan HAM LGBTIQ pada tata kelola internet. • Mengungkapkan tantangan gerakan HAM LGBTIQ di Indonesia baikpadaruangluring(offline)maupundaring,sehinggahubungan antara kedua ruang tersebut terpetakan. Beberapa persoalan yang akan diekplorasi dalam penelitian ini: 1. Bagaimana peran internet dalam mempromosikan HAM LGBTIQ dan memajukan gerakan sosial LGBTIQ di Indonesia? 2. Bagaimana situasi diskriminasi dan kekerasan terhadap LGBTIQ di dunia daring, dalam konteks hukum dan HAM? 3. Apa saja strategi advokasi yang telah dilakukan oleh gerakan LGBTIQ dalam upaya queering tata kelola internet di Indonesia?
  • 16. 4 Queering Tata Kelola Internet di Indonesia Bagian II Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan desain eksploratoris yang terbatas pada menemukan ide-ide, pandangan, serta pengetahuan-pengetahuan terkait isu yang diangkat dalam riset. Hal ini ditujukan untuk memberikan pemahaman yang lebih baik terhadap suatu situasi. Selain itu, riset yang didesain bukan untuk menemukan jawaban atau keputusan final ini, dimaksudkan untuk membangun hipotesa tentang apa yang sedang terjadi terhadap suatu situasi. Hipotesa ini kemudian menjadi pernyataan yang menggambarkan dua atau lebih variabel-variabel saling terhubung satu sama lainnya. Riset lanjutan atau kedua akan dilakukan untuk meneliti lebih dalam hasil-hasil temuan dari riset eksploratoris.4 Pendekatan kualitatif eksploratoris diperlukan guna menghimpun berbagai informasi mengenai pemajuan dan pengabaian HAM LGBTIQ di dunia daring yang terkait dengan praktik dan kebijakan di dunialuring.Penelitiankualitatifeksploratorismensyaratkanpenelitiperlu membangun hubungan baik (rapport) dengan informan. Membangun kepercayaan dimulai melalui komunikasi dalam portal daring, tanya jawab dan korespondensi menggunakan media daring, kemudian dilanjutkan dengan wawancara secara langsung. Metode ini dipilih agar dapat menggali data terkait makna, nilai, dan pengalaman dari informan. Penelitian ini juga dilakukan dengan teknik pengumpulan data melalui survei EROTICS global yang diluncurkan pada tanggal 8 Maret 2013 oleh 4 Exploratory, Descriptive and Causal Research Design. http://www.monroecollege.edu/ AcademicResources/ebooks/9781111532406_lores_p01_ch03.pdf
  • 17. 5 APC. Hal ini bertujuan untuk mengungkap tantangan yang dihadapi oleh aktivis hak-hak seksual dalam menggunakan internet di tingkat global. Disebarkan ke beberapa negara penelitian EROTICS yaitu India, Lebanon, Afrika Selatan, Brazil, Amerika Serikat termasuk Indonesia. Untuk para responden survei EROTICS Indonesia disebarkan kepada beberapa aktivis hak seksual seperti aktivis HAM LGBTIQ, perempuan positif HIV/AIDS, feminis pesantren, anti perdagangan manusia, Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan), akademisi isu gender dan seksualitas serta pegiat hak-hak seksual lainnya. Wawancara mendalam untuk eksplorasi lebih jauh data – data dari survei yang telah dijalankan sejauh ini. Teknik pengumpulan data seperti ini tepat untuk penelitian, karena dengan demikian peneliti lebih mengeksplorasi pengalaman dari berbagai aktor. Sebelas orang aktivis yaitu 3 perempuan dan 8 laki-laki berhasil diwawancara secara mendalam. Mereka adalah aktivis LGBTIQ, pegiat hak internet dan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK), tata kelola internet, aktivis hak asasi perempuan yang menggunakan TIK untuk pergerakan dan menyuarakan perspektif gender dan teknologi, akademisi gender dan seksualitas, serta representasi dari Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Indonesia. Kesenjangan gender dari representatif responden yang kami wawancara memang memperlihatkan masih sedikit sekali representatif aktivis perempuan atau transgender yang aktif dalam pergerakan hak internet atau TIK. Mayoritas masih didominasi representasi laki-laki. Tiga (2 laki-laki dan 1 perempuan) dari 11 informan wawancara mendalam juga merupakan responden survei EROTICS Indonesia. Setelah melakukan survei dan wawancara mendalam, tim riset juga melakukan Diskusi Kelompok Terarah (Focus Group Discussion) dengan responden riset dan melibatkan kelompok masyarakat sipil lainnya diantaranya Satu Dunia, ICT Watch, Institute for Criminal and Justice Reform (ICJR), Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan), HIVOS South East Asia region, Divisi Riset London School Public Relations Jakarta dan individu-individu pegiat TIK. FGD ini bertujuan untuk mengklarifikasi dan mengkonsultasikan rancangan hasil penelitian.
  • 18. 6 Queering Tata Kelola Internet di Indonesia Data sekunder diperoleh melalui studi pustaka pada buku-buku, peer- reviewed jurnal, buletin, surat kabar dan artikel dari dokumen-dokumen lain yang terkait dengan permasalahan yang ingin diteliti.
  • 19. 7 Bagian III Istilah dan Batasan Konsep CEDAW (Convention on Elimination of All Forms of Discrimination Against Women)5 , Konvensi tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan (CEDAW), yang diadopsi pada tahun 1979 oleh Majelis Umum Persatuan Bangsa – Bangsa (PBB), digambarkan sebagai aturan internasional hak-hak asasi perempuan. Terdiri dari pembukaan dan 30 artikel, mendefinisikan apa yang merupakan diskriminasi terhadap perempuan dan membuat agenda aksi nasional untuk mengakhiri diskriminasi tersebut. Indonesia telah meratifikasi CEDAW melalui Undang-Undang No.7 tahun 1984 tentang ratifikasi Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan. Coming Out, istilah untuk LGBTIQ yang membuka jati diri orientasi seksual dan/atau identitas gender mereka. Cyber-homophobia, perundungan atau penindasan serta kebencian terhadap identitas gender dan orientasi seksual yang non heteronormatif di internet. Target serangan homofobia tidak selalu tertuju pada orang- orang dengan orientasi seksual dan identitas gender yang ‘nampak’ berbeda saja. Akan tetapi heteroseksual dengan ekspresi gender yang terlihat berlawanan dengan konstruksi masyarakat yang berlaku umum bisa juga menjadi korban. Berdasarkan data yang dikeluarkan oleh United Nations Educational Scientific and Cultural Organization (UNESCO), 5 Convention on the Elimination of all Forms of Discrimination Against Women (CEDAW), United Nations, 1979. www.un.org/womenwatch/daw/cedaw/text/econvention.htm
  • 20. 8 Queering Tata Kelola Internet di Indonesia homophobic bullying adalah bullying yang berada dalam posisi kedua terbesar di seluruh dunia.6 Diskriminasi, merujuk pada The Yogyakarta Principles atau Prinsip-prinsip Yogyakarta.7 Diskriminasi didefinisikan dalam Prinsip Yogyakarta tentang Penerapan Hukum HAM Internasional dalam kaitannya dengan Orientasi Seksual dan Identitas Gender. Prinsip-prinsip yang bertujuan untuk menerapkan standar hak asasi manusia yang mengikat internasional untuk menangani pelanggaran hak asasi manusia berdasarkan orientasi seksual dan identitas gender. Prinsip-prinsip ini dikembangkan dan diadopsi di Yogyakarta di Universitas Gadjah Mada pada November 6-9, 2006 oleh sebuah kelompok internasional para ahli hukum, termasuk hakim, akademisi, mantan Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia, Prosedur Khusus PBB, anggota badan perjanjian, LSM dan lain-lain. Dokumen tersebut berisi 29 prinsip yang diadopsi dengan suara bulat oleh para ahli, yang diarahkan pada pelaksanaan negara, bersama dengan rekomendasi lain untuk badan-badan PBB dan mekanisme hak asasi manusia, organisasi antar pemerintah regional dan sub-regional, badan pengadilan, lembaga HAM nasional, LSM, media massa dan lain-lain. Berdasarkan Prinsip-prinsip Yogyakarta pada Prinsip 2 Hak-Hak Untuk Kesetaraan dan Non-Diskriminasi disebutkan “Diskriminasi atas dasar orientasi seksual atau identitas gender termasukpembedaan,pengecualian, pembatasan atau preferensi berdasarkan orientasi seksual atau identitas gender yang memiliki tujuan atau efek meniadakan atau merusak persamaan di depan hukum atau perlindungan hukum yang sama, atau pengakuan, penikmatan atau pelaksanaan, atas dasar kesetaraan, semua hak asasi manusia dan kebebasan fundamental. Diskriminasi berdasarkan orientasi seksual atau identitas gender mungkin, dan umumnya adalah, diperparah dengan diskriminasi atas dasar lain, termasuk jenis kelamin, ras, usia, agama, kecacatan, kesehatan dan status ekonomi.” 6 Homophobic Bullying http://www.unesco.org/new/en/education/themes/lead- ing-the-international-agenda/health-education/homophobic-bullying/ 7 The Yogyakarta Principles www.yogyakartaprinciples.org
  • 21. 9 HAM, orientasi seksual dan identitas gender. Pada 17 Juni 2011 Dewan HAM PBB mengadopsi resolusi berjudul “Hak asasi manusia, orientasi seksual dan identitas gender”, yang menyatakan keprihatinan tentang tindak kekerasan dan diskriminasi yang dilakukan terhadap individu karena orientasi seksual dan identitas gender mereka. Resolusi ini menegaskan kembali Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia diratifikasi oleh Pemerintah Indonesia melalui Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Resolusi itu meminta Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia untuk mempersiapkan studi mendokumentasikan hukum dan praktek diskriminatif dan tindakan kekerasan terhadap orang berdasarkan orientasi seksual dan jenis kelamin identitas mereka. Studi8 ini dipublikasikan pada Desember 2011 dan diajukan kepada Dewan Hak Asasi Manusia pada bulan Maret 2012 dan berisi daftar rekomendasi yang kuat untuk negara-negara anggota. Laporan ini menegaskan bahwa Negara memiliki kewajiban di bawah hukum internasional untuk melindungi hak asasi manusia semua orang, termasuk mereka yang lesbian, gay, biseksual, transgender dan interseks. HAM dan Bisnis, pada 16 Juni 2011, Dewan HAM PBB mengesahkan Guiding Principles on Business and Human Rights atau Prinsip-Prinsip Panduan Bisnis dan Hak Asasi Manusia. Pertama kalinya dimunculkan standar global untuk mencegah dan mengatasi resiko akan dampak buruk terhadap hak asasi manusia terkait dengan kegiatan bisnis.9 Dalam Dokumen tersebut pada Bab Peran Negara Dalam Perlindungan HAM tentang Prinsip-prinsip Dasar disebutkan “Negara harus memberikan perlindunganterhadappelanggaranhakasasimanusiadidalamwilayahdan/ atau yuridiksi oleh pihak ketiga, termasuk usaha bisnis. Hal ini memerlukan mengambi langkah yang tepat untuk mencegah, menyelidiki, menghukum dan memperbaiki penyalahgunaan tersebut melalui kebijakan, undang- undang, peraturan dan ajudikasi yang efektif.” Dalam Bab Tanggung Jawab Perusahaan Dalam Penghormatan HAM 8 http://www2.ohchr.org/english/bodies/hrcouncil/docs/19session/A.HRC.19.41_English. pdf 9 Business and Human Rights http://www.ohchr.org/EN/ISSUES/BUSINESS/Pages/Busi- nessIndex.aspx
  • 22. 10 Queering Tata Kelola Internet di Indonesia disebutkan “Perusahaan Bisnis harus menghormati hak asasi manusia. Ini berarti bahwa mereka harus menghindari melanggar hak asasi orang lain dan harus menangani dampak hak asasi manusia yang merugikan dimana mereka terlibat.” Kemudian pada tanggal 6 Juli 2011 Dewan HAM PBB mengeluarkan Resolusi Nomor A/HRC/RES/17/4 tentang Hak Asasi Manusia dan Korporasi Transnasional serta Perusahaan Bisnis lainnya.10 HAM di Internet, pada 5 Juli 2012, Dewan Hak Asasi Manusia PBB telah mengadopsisecarakonsensussebuahresolusiyaituResolution:Promotion, Protection and Enjoyment of Human Rights on Internet atau Resolusi: Promosi, Perlindungan dan Penikmatan Hak Asasi Manusia di Internet.11 Hal ini mendapatkan dukungan penuh dari lebih 70 negara anggota dan bukan anggota Dewan Hak Asasi Manusia PBB termasuk Cina, Brazil, Nigeria, Ukraina, Tunisia, Amerika Serikat, Inggris termasuk Indonesia. Pada dasarnya resolusi ini mengafirmasi pengoperasiannya dalam paragraf 1 yaitu “hak asasi manusia yang dimiliki individu di dunia luring harus juga dilindungi di ruang daring.” Unsur dasar hak asasi manusia yang berhubungan dengan internet termasuk privasi, kebebasan berekspresi, hak untuk menerima informasi, berbagai hak melindungi budaya, bahasa dan keragaman minoritas dan hak atas pendidikan (Kurbalija, 2012). Artikel 19 pada DUHAM: Setiap orang berhak atas kebebasan berpendapat dan berekspresi; hak ini termasuk kebebasan memiliki pendapat tanpa gangguan, dan untuk mencari, menerima dan menyampaikan informasi dan buah pikiran melalui media apa saja dan dengan tidak memandang batas-batas.12 10 UN Human Rights Council, Resolution: Human Rights and Transnational Corporations and Other Business Enterprises, A/HRC/RES/17/4 adopted on 6 July 2011. http://busi- ness-humanrights.org/sites/default/files/media/documents/un-human-rights-council- resolution-re-human-rights-transnational-corps-eng-6-jul-2011.pdf 11 UN Human Rights Council, Resolution: The promotion, protection and enjoyment of human rights on the Internet, A/HRC/20/L.13, adopted on 5 July 2012. http://dac- cess-dds ny.un.org/doc/UNDOC/LTD/G12/147/10/PDF/G1214710.pdf?OpenElement 12 Artikel 19 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM). http://www.un.org/en/doc-
  • 23. 11 Konstitusi Republik Indonesia yaitu Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945), menyebutkan dalam Pasal 28C ayat 1 bahwa, ‘Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia.’13 Homoseksualitas dan Transgender bukan gangguan mental. Pada 17 Mei 1990, World Health Organizatioan (WHO) atau Badan Kesehatan Dunia telah menghapus homoseksualitas dari Daftar Penyakit Mental (penyimpangan) yang sebelumnya pernah tercantum dalam International ClassificationofDisease.SejaksaatitulahWHOsecarakhususdankemudian disusul oleh Badan-Badan Dunia lainnya menempatkan komunitas LGBTIQ setaradenganmasyarakatlainnya,memilikihak-hakyangsama.Kemudian pada tanggal 17 Mei diperingati sebagai Hari Internasional Melawan Homophobia,BiphobiadanTransphobia(IDAHOBIT).14 Ditingkatnasional, dicantumkan Departemen Kesehatan Repubik Indonesia dalam buku Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia edisi II tahun 1983 (PPDGJ II) dan PPDGJ III (1993) mencabut homoseksualitas dari daftar penyakit gangguan jiwa.15 Pada tahun 2012, dewan pengawas American Psychiatric Association (APA) atau Asosiasi Psikiatri Amerika menyetujui revisi terbaru yang diusulkan untuk Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders (DSM-5) atau Manual Diagnostik dan Statistik Gangguan Mental. Ini menandai tonggak bersejarah bagi orang-orang yang transgender, karena identitas mereka tidak lagi diklasifikasikan sebagai gangguan mental.16 uments/udhr/ 13 Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945) 28C ayat 1. https://www.mpr.go.id/pages/pro- duk-mpr/uud-nri-tahun-1945/uud-nri-tahun-1945-dalam-satu-naskah 14 International Day Against Homophobia, Biphobia dan Transphobia (IDAHOBIT) https:// en.wikipedia.org/wiki/International_Day_Against_Homophobia,_Biphobia_and_Trans- phobia 15 Homoseksual Bukan Penyimpangan Seksual. http://nasional.kompas.com/ read/2008/11/11/13081144/Homoseksual.Bukan.Penyimpangan.Seksual. 16 APA Revises Manual : Being Transgender is No Longer Mental Disorder http://think- progress.org/lgbt/2012/12/03/1271431/apa-revises-manual-being-transgender-is-no-lon- ger-a-mental-disorder/
  • 24. 12 Queering Tata Kelola Internet di Indonesia Homophobic bullying (perundungan homofobik) adalah perundungan atau penindasan serta kebencian terhadap identitas gender dan orientasi seksual non heteronormatif. Target serangan homofobia tidak selalu tertuju pada orang-orang dengan orientasi seksual dan identitas gender yang ‘nampak’ berbeda saja. Akan tetapi heteroseksual dengan ekspresi gender yang terlihat berlawanan dengan konstruksi masyarakat yang berlaku umum bisa juga menjadi korban. Perundungan homofobik berada dalam posisi kedua terbesar di seluruh dunia (Laporan United Nations Educational Scientific and Cultural Organization (UNESCO).17 Perundungan homofobik adalah “kebiadaban moral, pelanggaran berat terhadap hak asasi manusia dan krisis kesehatan masyarakat.” (Sekretaris Jendral PBB, Ban Ki-moon). Kekerasan, menurut Deklarasi tentang Penghapusan Kekerasan Terhadap Perempuan (Declaration on the Elimination of Violence Against Women)18 diproklamasikan oleh Majelis Umum PBB pada 20 Desember 1993, dalam Pasal 1 definisi kekerasan terhadap perempuan adalah setiap tindakan berdasarkan perbedaan jenis kelamin yang berakibat atau mungkin berakibat kesengsaraan atau penderitaan perempuan secara fisik, seksual, atau psikologis, termasuk ancaman tindakan-tindakan semacam itu, pemaksaan atau perampasan kemerdekan secara sewenang-wenang, baik yang terjadi di depan umum atau dalam kehidupan pribadi. LBT, Lesbian, Biseksual dan Transgender Perundungan (bullying), adalah penggunaan kekuatan, ancaman, atau pemaksaan untuk penyalahgunaan, mengintimidasi, atau agresif memaksakan dominasi atas orang lain. Perilaku ini sering diulang dan menjadi kebiasaan. Salah satu prasyarat penting adalah persepsi, oleh pengganggu atau oleh orang lain, dari ketidakseimbangan kekuatan 17 Homophobic Bullying. http://www.unesco.org/new/en/education/themes/lead- ing-the-international-agenda/health-education/homophobic-bullying/ 18 Declaration on the Elimination of Violence Against Women. http://www.un.org/docu- ments/ga/res/48/a48r104.htm
  • 25. 13 sosial atau fisik. Perilaku yang digunakan untuk menegaskan dominasi tersebut dapat mencakup pelecehan lisan atau ancaman, serangan fisik atau paksaan, dan tindakan tersebut dapat diarahkan berulang kali terhadap target tertentu. Pembenaran dan rasionalisasi atas perilaku tersebut kadang-kadang termasuk perbedaan kelas, ras, agama, gender, seksualitas, penampilan, perilaku, kekuatan, ukuran atau kemampuan (Ericson, 2001). Perundungan terdiri dari empat jenis dasar pelecehan - emosional (kadang-kadang disebut relasional), verbal, fisik, dan cyber atau menggunakan teknologi (Brank, 2012). Mereka yang telah menjadi sasaran perundungan dapat menderita permasalahan emosional dan perilaku dalam jangka panjang. Perundungan dapat menyebabkan kesepian, depresi, kecemasan, menyebabkan rendah diri dan peningkatan kerentanan terhadap penyakit. (Kipling, 2013). Terdapat beberapa bukti bahwa perundungan dapat meningkatkan resiko bunuh diri. (Kim, 2008) Queer dulu biasanya digunakan sebagai bahasa slang untuk homoseksual dan hal-hal yang ‘buruk’, digunakan untuk pelecehan terhadap kelompok homoseksual. Baru-baru ini, istilah ini telah digunakan sebagai istilah payung untuk kedua identifikasi dan model budaya seksual tradisional untuk studi lesbian dan gay. Tanpa diketahui banyak, Queer lebih sekedar berhubungan dengan gay dan lesbian, tetapi juga cross-dressing, hermaphroditism, ambiguitas gender dan operasi gender korektif. Proyeksi utama Queer teori ini yaitu menjajaki peserta dari kategorisasi gender dan seksualitas, identitas tidak tetap - mereka tidak dapat dikategorikan dan diberi label - karena identitas terdiri dari banyak variasi komponen dan untuk mengkategorikan dengan salah satu karakteristik adalah hal yang salah (Buttler, 2004). Teori Queer adalah bidang-bidang ilmu kritis yang muncul pada awal tahun 1900-an yang meliputi studi-studi ilmu LGBT dan Feminis. Teori Queer meliputi kajian teks-teks dan teorisasi “queerness” itu sendiri. Teori queer dibangun meliputi tantangan-tantangan feminis terhadap pemikiran bahwa gender adalah bagian esensial diri dan melalui pengujian studi-studi gay/lesbian terhadap sifat-sifat yang dikonstruksi secara sosial dari perilaku dan identitas seksual. Dimana studi-studi gay/lesbian berfokus pada pertanyaan-pertanyaan tentang perilaku-perilaku alami
  • 26. 14 Queering Tata Kelola Internet di Indonesia dan tidak alami dalam penghormatan terhadap perilaku homoseksual, teori Queer memperluas fokusnya untuk meliputi berbagai keragaman identitas dan aktivitas seksual yang sering dimasukkan dalam kategori- kategori normatif dan penyimpangan.19 Teori Queer tidak hanya mempermasalahkan dan mengkritisi kewarganegaraan. Tapi juga dimaksudkan untuk membongkar apa yang dimaksud dengan menjadi warga negara dan untuk mempresentasikan konsep sebagai praktik-praktik eksklusif akan definisi siapa saja yang masuk atau tidak dalam kategori marjinal dalam masyarakat (Payne and Davies, 2012). Queering tata kelola internet, Queering tata kelola internet berangkat dari pengalaman dan kesadaran bahwa internet adalah subjek/aktor yang memainkan peran sebagai ruang politik dan publik dalam perubahan sosial. Kemudian internet sebagai ruang politik dan publik dipengaruhi para pihak multi pemangku kepentingan yang memiliki keragaman dan kecairan keragaman identitas gender dan orientasi seksual sehingga mewarnai konten dan kebijakan internet yang membutuhkan proses advokasi terus menerus. Konsep ini dikembangkan oleh IPP sebagai upaya teorisasi pengalaman dan hasil riset, serta bersifat terbuka untuk dilakukan falsifikasi dan verifikasi. Pemajuan teori ini bermanfaat untuk strategi dan advokasi melawan cyber-homophobia, antara lain pemblokiran situs-situs LGBTIQ. Seksualitas, aspek sentral dari menjadi manusia sepanjang hidupnya meliputi jenis kelamin, identitas gender, orientasi seksual, erotisme, kesenangan, keintiman dan reproduksi. Seksualitas dialami dan diekspresikan dalam pikiran, fantasi, keinginan, keyakinan, sikap, nilai- nilai, perilaku, praktek, peran dan hubungan. Sementara seksualitas dapat mencakup semua dimensi ini, tidak semua dari hal-hal tersebut selalu dialami atau diungkapkan. Seksualitas dipengaruhi oleh interaksi faktor biologis, psikologis, sosial, ekonomi, politik, budaya, hukum, sejarah, 19 Queer Theory https://www.princeton.edu/~achaney/tmve/wiki100k/docs/Queer_theo- ry.html
  • 27. 15 agama dan spiritual. Menurut WHO, hak-hak seksual tercakup dalam HAM yang telah diakui dalam hukum nasional, dokumen-dokumen HAM, internasional dan pernyataan konsensus lainnya. Termasuk di dalamnya adalah hak bagi setiap orang untuk terbebas dari koersi, diskriminasi, dan kekerasan untuk: 1) Memperoleh standar tertinggi bagi kesehatan seksual, termasuk akses terhadap layanan kesehatan seksual dan reproduktif; 2) Mencari, menerima dan menyampaikan informasi yang terkait dengan seksualitas, pendidikan seksualitas; menghormati integritas tubuh; 3) Memilih pasangan mereka; 4) Memutuskan untuk menjadi aktif secara seksual atau tidak; Relasi seksual berdasarkan konsensus; 5) Pernikahan konsensual; 6) Memutuskan ingin tidaknya, serta kapan memiliki anak; dan Mencapai kehidupan seksual yang aman dan memuaskan.20 Surel, surat elektronik (E-mail) Tata Kelola Internet (Internet Governance), Pertemuan Tingkat Dunia Masyarakat Informasi (World Summit on Information Society) tentang Tata Kelola Internet menyebutkan bahwa Tata Kelola Internet adalah pengembangan dan penerapan oleh pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat sipil, dalam peran masing-masing, berbagi prinsip, norma, aturan,pengambilankeputusan,prosedur,danprogramyangmembentuk evolusi dan penggunaan internet (Kurbalija, 2012). TIK, Teknologi Informasi dan Komunikasi atau sering disebut dengan ICT (Information and Communication Technology) 20 Sexual and Reproductive Health. http://www.who.int/reproductivehealth/topics/sexu- al_health/sh_definitions/en/
  • 28. 16 Queering Tata Kelola Internet di Indonesia Bagian IV Temuan Situasi LGBTIQ di Indonesia dan Tata Kelola Internet Indonesia dikenal sebagai negara yang populasi muslimnya terbesar di dunia dan kaya dengan ragam kebudayaan suku, agama dan ras. Populasinya yang lebih dari 250 juta itu berlatar belakang seksualitas yang beragam. Keragaman itu telah menjadi bagian budaya Indonesia sejak ratusan tahun. Seksualitas yang beragam dan cair ini dituangkan ke dalam praktik-praktik budaya, seperti tarian dan ragam ekspresi seni dan budaya. Antara lain praktik homoseksual antara warok dan gemblak di Jawa Timur. Bissu21 atau orang-orang transgender yang dimuliakan dalam konteks spiritualitas budaya Bugis di Makasar, Sulawesi Selatan. Keberadaan bissu berperan sebagai perantara antara manusia dan Pencipta. Pada 17 Mei 1990, World Health Organizatioan (WHO) atau Badan Kesehatan Dunia telah menghapus homoseksualitas dari Daftar Penyakit Mental (penyimpangan) yang sebelumnya pernah tercantum dalam International Classification of Disease. Sejak saat itulah WHO secara khusus dan kemudian disusul oleh Badan-Badan Dunia lainnya menempatkan komunitas LGBTIQ setara dengan masyarakat lainnya, memiliki hak- hak yang sama. Kemudian pada tanggal 17 Mei diperingati sebagai Hari Internasional Melawan Homophobia, Biphobia dan Transphobia (IDAHOBIT). Di tingkat nasional, dicantumkan Departemen Kesehatan 21 Bissu https://id.wikipedia.org/wiki/Bissu
  • 29. 17 Repubik Indonesia dalam buku Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia edisi II tahun 1983 (PPDGJ II) dan PPDGJ III (1993) mencabut homoseksualitas dari daftar penyakit gangguan jiwa. Padatahun2012,dewanpengawasAmericanPsychiatricAssociation(APA) atau Asosiasi Psikiatri Amerika menyetujui revisi terbaru yang diusulkan untuk Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders (DSM-5) atau Manual Diagnostik dan Statistik Gangguan Mental. Ini menandai tonggak bersejarah bagi orang-orang yang transgender, karena identitas mereka tidak lagi diklasifikasikan sebagai gangguan mental. Era reformasi di Indonesia, yang dimulai pada 1998, membuka ruang demokrasi dan upaya-upaya penegakan HAM. Ruang demokrasi itu dirayakan juga oleh warga LGBTIQ untuk menyuarakan HAM LGBTIQ sebagai bagian dari hak asasi manusia. Berbagai organisasi masyarakat muncul untuk mendukung penegakan HAM LGBTIQ. Di Indonesia, gerakan ini ditandai antara lain dengan terbentuknya organisasi- organisasi yang secara terbuka menyatakan sebagai organisasi LGBTIQ. Organisasi ini bekerja untuk berbagai isu dari mulai kelompok-kelompok yang mengorganisir diri, memfasilitasi kesadaran HAM LGBTIQ, membuka ruang-ruang ekspresi, membuka layanan konseling dan pemulihan krisis bagi LGBTIQ yang mengalami diskriminasi dan kekerasan dan berbagai terbitan dan sebaran pengetahuan LGBTIQ. Sejak tahun 2012, 23 organisasi LGBTIQ berhasil mendokumentasikan dan mempublikasikan laporan tahunan pelanggaran HAM LGBTIQ.22 Pada tahun yang sama, Yulianus Rettoblaut (aktivis transgender) dan Dede Oetomo (aktivis gay) mengikuti seleksi pencalonan komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM). Walaupun keduanya belum mendapatkan dukungan politik pada pemilihan tersebut. Gerakan LGBTIQ juga terlibat dalam pengembangan Prinsip-prinsip Yogyakarta. Prinsip-prinsip Yogyakarta berisi prinsip-prinsip hukum dan HAMdalamkaitannyadenganseksualitasdanidentitasgenderdirumuskan 22 Laporan Situasi HAM LGBTI di Indonesia Tahun 2012, Pengabaian Hak Asasi Berbasis Orientasi Seksual dan Identitas Gender, Kami Tidak Diam, Forum LGBTIQ Indonesia. http://gaya-nusantara.blogspot.com/2013/05/laporan-situasi-ham-lgbti-di-indonesia. html
  • 30. 18 Queering Tata Kelola Internet di Indonesia oleh para ahli hukum dan HAM serta aktivis LGBTIQ dari seluruh dunia pada tahun 2006 di Yogyakarta, Indonesia. Prinsip-prinsip ini menjadi tolak ukur standar hukum internasional tentang orientasi seksual dan jenis kelamin identitas, dan diluncurkan sebagai piagam global hak untuk LGBTIQ orang. Pada tahun 2011, Dewan HAM PBB mengadopsi resolusi tentang Hak Asasi Manusia, Orientasi Seksual dan Identitas Gender. Resolusi ini, diadopsi pada 17 Juni 2011 menegaskan prinsip-prinsip hak asasi manusia berlaku untuk isu-isu orientasi seksual dan identitas gender. Ini menegaskan kembali Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia yang telah diratifikasi oleh pemerintah Indonesia melalui Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Resolusi ini juga mengungkapkan keprihatinan tentang tindak kekerasan dan diskriminasi berdasarkan orientasi seksual dan identitas gender. Laporan PBB yang dimandatkan oleh resolusi menegaskan bahwa Negara memiliki kewajiban di bawah hukum internasional untuk melindungi hak asasi manusia semua orang, termasuk mereka yang lesbian, gay, biseksual, transgender dan interseks. Tumbuhnya gerakan LGBTIQ di Indonesia dan keterlibatannya pada advokasi di tingkat internasional, tidak terlepas dengan perkembangan internet. Seluruh gerakan tersebut didukung oleh kemudahan dan kecepatan informasi dan komunikasi melalui akses internet. Internet, yang pertama kali datang ke Indonesia pada 1990 melalui Jaringan Paguyuban (Paguyuban Network), salah satu faktor yang memfasilitasi gerakan HAM LGBTIQ. Dalam perkembangannya, internet juga menjadi ruang kontestasi isu-isu sosial dan politik di Indonesia. Karena itu, selain menjadi alat pemajuan HAM LGBTIQ, oleh sebagian pihak, internet juga dijadikan media untuk melakukan diskriminasi dan kekerasan terhadap LGBTIQ. Di era yang sama, kelompok intoleran dan memilih jalan kekerasan mulai bermunculan. Kelompok-kelompok tersebut melakukan serangan dan ancaman terhadap warga LGBTIQ dan aktivis HIV/AIDS, sejak tahun 2000 sampai sekarang. Pada tahun 2010, Front Pembela Islam (FPI) dan ormas berbendera Islam lainnya membubarkan pertemuan-pertemuan terkait HAM LGBTIQ di Indonesia dengan cara kekerasan. Pada Maret 2010, Konferensi Internasional LGBTI Association (ILGA) tingkat regional
  • 31. 19 Asia ke-4 yang dilaksanakan di Surabaya, Jawa Timur, dibubarkan secara paksa oleh ormas berbendera Islam. Tidak lama kemudian, pada April 2010,pertemuanparapegiatHAMtransgenderyangbekerjasamaKomnas HAM juga turut dibubarkan.23 Ancaman dan penyerangan pada warga LGBTIQ tersebut berlangsung sampai sekarang tanpa perlindungan yang memadai dari Negara. Seiring kemajuan penggunaan internet, ancaman dan serangan tersebut juga menyasar warga LGBTIQ tidak hanya di ruang luring tapi juga daring. Keduanya saling terkait dan memundurkan perlindungan HAM LGBTIQ di Indonesia. Berikut temuan awal interaksi internet dengan warga LGBTIQ. Pada bagian pertama temuan memaparkan peran internet dalam memajukan HAM LGBTIQ. Bagian kedua, memaparkan tindak diskriminasi dan pengabaian HAM LGBTIQ pada tata kelola internet. Bagian ketiga, upaya gerakan LGBTIQ dalam mengintegrasikan HAM LGBTIQ pada tata kelola internet. A. Internet Media Strategis bagi Promosi dan Penegakan HAM LGBTIQ Keberadaan internet telah dinikmati oleh gerakan LGBTIQ untuk sedikitnya tiga kepentingan. Pertama, untuk media komunikasi yang aman dan melakukan pengorganisasian diri. Kedua, media untuk edukasi dan advokasi. Ketiga untuk memperluas ruang advokasi yang tidak hanya memberikan perhatian pada isu HAM LGBTIQ tetapi juga pada isu HAM yang lain, seperti lingkungan, perempuan dan warga lain yang didiskriminasikan. Upaya ketiga ini, dijalankan melalui pembangunan portal. Berikut uraian temuan tersebut: 1. Media komunikasi yang aman untuk Pengorganisasian LGBTIQ BagiwargaLGBTIQmengungkapkanidentitasgender,orientasiseksual dan gagasan lainnya tidak semudah warga Indonesia yang heteroseksual. Hal itu, karena belum ada pengakuan Negara pada identitas gender dan orientasi seksual mereka, lemahnya perlindungan hukum pada 23 Human Rights Watch - World Report 2011 untuk Indonesia http://www.hrw.org/ world-report-2011/indonesia-0
  • 32. 20 Queering Tata Kelola Internet di Indonesia diskriminasidankekerasanberbasisidentitasgenderdanorientasiseksual. Juga, sikap masyarakat dan interprestasi praktik beragama yang belum memandang warga LGBTIQ setara dengan mereka yang heteroseksual. Pada situasi seperti itu, akses internet yang dapat diatur sedemikian rupa penggunaannya, menjadi salah satu pilihan strategis untuk membangun ruang aman diantara warga LGBTIQ. Institut Pelangi Perempuan (IPP)24 , organisasi Lesbian, Biseksual dan Transgender (LBT) muda yang berbasis di Jakarta, menggunakan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) sebagai alat komunikasi pengorganisasian komunitas. IPP mulai mengorganisir komunitas LBT menggunakan kelompok senarai (mailing list group), pada tahun 2005. Kelompoksenaraiinikemudianmenjadisalahsatumediakomunitasuntuk muncul sebagai gerakan sosial LBT muda Indonesia. Setahun kemudian pada tahun 2006) seorang anggota kelompok senarai yang memiliki keahlian TIK berinisiasi mentransformasi kelompok senarai menjadi forum diskusi daring di situs www.satupelangi.com. Pada tahun 2007, forum diskusi daring ini meluaskan fungsinya menjadi situs web organisasi www. pelangiperempuan.or.id. Situs web ini mempublikasikan fitur-fitur artikel, buku elektronik (e-book) dan majalah digital (CD magazine) tentang hak asasi LBT muda, juga tulisan kreatif berupa puisi dan cerpen karya LBT muda. Situs web ini juga terus melanjutkan diskusi di ruang daring melalui kolom kontak yang memberi ruang komunikasi antara penggerak IPP dan komunitas LBT muda. Kolom kontak yang menyediakan ruang bagi pengunjung web untuk meninggalkan pesan dan diteruskan ke alamat surel IPP ini sering dikunjungi untuk kebutuhan berjejaring, berkonsultasi, bergabung dalam kegiatan komunitas, dan menjadi anggota sukarelawan IPP. Berikut dua surel pada Oktober dan November 2013 yang datang ke kontak website IPP: Surel dari Neni (bukan nama sebenarnya), karyawan swasta. Subject: Berkenalan Yth. Pengelola situs Institut Pelangi Perempuan, saya seorang 24 Institut Pelangi Perempuan (IPP) www.pelangiperempuan.or.id
  • 33. 21 perempuan setengah baya, sudah berumur 50 tahun, bekerja sebagai seorang karyawati di perusahaan swasta dan tinggal di Jakarta. Saya merasa sebagai seorang biseksual pada saat usia mencapai setengah baya ini. Saya mempunyai suami dan anak, dan saya juga menyukai sesama jenis. Melalui forum ini, walaupun usia saya sudah tidak muda lagi, bolehkah saya bergabung dalam komunitas ini dan mengikuti berbagai kegiatan yang dilakukan? Salam kenal, Neni - Jakarta Surel dari Ina (bukan nama sebenarnya, pelajar di Yogyakarta) Sore, gw Ina pelajar di Jogja. Gw pengen banget join di Institut Pelangi Perempuan, kalau boleh tau alamat IPP di Jogja dimana ya? Gw pengen maen ke sana sekalian sharing gitu. Thanks. Dari dua surel tersebut, menunjukkan ruang aman internet, menjadi sarana efektif untuk berkomunikasi dan berkonsultasi dengan jaringan komunitas. Berangkat dari kreasi ruang aman tersebut, IPP yang kemudian berbadan hukum pada 2006, memfasilitasi kegiatan komunitas secara tatapmuka.Dengancarabertukarnomortelepondanalamatsurelmelalui kelompok senarai, kemudian para anggota kelompok senarai melakukan pertemuan-pertemuan informal kelompok kecil berkisar 3 sampai 5 orang. Jumlah anggota kelompok ini bertambah dari waktu ke waktu. Beberapa kafe atau taman kota di Jakarta dipilih sebagai tempat pertemuan. Hal-hal yang dibahas dalam pertemuan tersebut mulai dari bagaimana menjadi individu LBT muda dalam keseharian, sampai merancang kegiatan untuk memobilisasi dan memberdayakan komunitas LBT muda di Jakarta. Pertemuan itu secara tidak langsung menjadi kelompok pendukung sebaya LBT muda, yang dilanjutkan menjadi klub olah raga bulu tangkis, pemutaran film dan menari. Selain klub olah raga dan seni, IPP juga memfasilitasi diskusi regular dan pelatihan yang mengundang jaringan HAM dan Feminis. Kegiatan
  • 34. 22 Queering Tata Kelola Internet di Indonesia ini kemudian ini diberi nama Kongkow Lez dan Lez School, (Manaf, 2011). Kongkow Lez merupakan pertemuan tematik para lesbian yang membahaskesehatanreproduksilesbian,lesbiandaninterprestasiagama, homoseksual tinjauan psikiatri, lesbian dan legal feminis serta pemikiran feminis yang lain. Kongko ini menghadirkan tim ahli kedokteran, psikolog, tokoh agama, aktivis HAM, feminis, sutradara film, penulis sastra, akademisi dan lainnya sebagai pembahas, antara lain Musdah Mulia, Pendeta Ester, Ninuk Widyantoro, almarhum Dr. Lukas Mangindaan dari Universitas Indonesia, Ratna Batara Munti, Yeni Rosa Damayanti, Clara Ng, Danny Yatim dan lain-lain. Sedangkan Lez School atau sekolahnya para lesbian merupakan pelatihan serial mencakup tiga kurikulum: HAM, LGBTIQ dan Feminisme. Gerakan serupa juga dilakukan oleh organisasi LGBTIQ lain di Indonesia. 2. Internet sebagai Media Edukasi dan Advokasi yang Aman Sebenarnya teknologi itu digunakan orang lebih, sebagai alat. Jadi, apapun ideologinya, apapun kepentingannya, pasti dampaknya akan sangat membantu mereka. Untuk feminis, teknologi bukan sekedar alat, sebetulnya konteksnya. Teknologi adalah pengetahuan. Kalau misalnya orang bisa menyebarkan rasisme, sexual harrasment, eksploitasi perempuan melalui teknologi telekomunikasi, kami membuat hal untuk mencegah semua itu, melalui teknologi. Jadi, karena kami melihat teknologi sebagai pengetahuan dan pendidikan, maka dampaknya bagus untuk penyadaran. (Mariana Ammiruddin, Yayasan Jurnal Perempuan) Pemberitaan pada media-media utama yang sering diskriminatif terhadap komunitas LBT di Indonesia, mendorong IPP menerbitkan media independen yang bersumber dari suara komunitas LBT. Mulai tahun 2007, IPP mempublikasikan media dalam bentuk digital, seperti majalah dan komik digital dalam bentuk CD, buku elektronik, untuk menciptakan media yang menyuarakan LBT dan aman untuk diakses anggota komunitas. Pilihan media digital ini juga sebagai jawaban IPP pada kebutuhan
  • 35. 23 rasa aman komunitas. Publikasi terbitan IPP dalam bentuk cetak tidak sepenuhnya menolong komunitas. Beberapa anggota komunitas merasa takut dan tidak nyaman untuk membawa dan membacanya. Mereka khawatir publikasi cetak tersebut ditemukan oleh orang tua, rekan kerja, teman sekolah atau kuliah yang akan menimbulkan pertanyaan pada orientasiseksualatauidentitasgendermereka.Kekhawatiranituterutama datang dari LBT muda yang memutuskan belum atau tidak coming out pada lingkungannya. Kemudian IPP membentuk publikasi digital yang dapat diakses di internet atau dalam bentuk CD yang dikemas secara taktis seperti CD musik. Tujuannya untuk untuk menyamarkan konten dari media tersebut. Dengan pendekatan ini, komunitas LBT merasa privasi dan keamanan mereka terjaga selama mengakses informasi terkait seksualitas lesbian. Temuanitujugamenunjukkanbahwahakatasinformasimestidilakukan bersamaan dengan hak privasi dan rasa aman bagi komunitas LBT muda. Terutama bagi mereka yang hidup di lingkungan rumah, sekolah atau kampus, tempat kerja dan ruang publik yang homofobik. Publikasi digital juga membantu sebaran edukasi dan advokasi dari tingkat nasional ke internasional. Pada tahun 2010, IPP menerbitkan komik Yogyakarta Principles25 dalam versi bahasa Indonesia. Kemudian versi bahasa Inggrisnya terbit pada tahun 2011. Komik ini merupakan kumpulan kisah-kisah nyata LBT muda di wilayah Jakarta yang dikemas dalam bentuk fiksi, kemudian dianalisa dengan Prinsip-pinsip Yogyakarta. Penerbitan dan publikasi komik ini bertujuan untuk memudahkan para pembaca (LBT muda) untuk memahami bahasa hukum dan HAM dari prinsip-prinsip Yogyakarta melalui media popular (komik). Pemilihan dalam bentuk format komik juga untuk menjaga hak privasi dan rasa aman para responden yang menjadi nara sumber pencatatan kasus kekerasan tersebut. IPP mempublikasikan komik Prinsip-prinsip Yogyakarta dalam bentuk cetak (buku) dan digital. Penyebaran komik Prinsip-prinsip Yogyakarta dalam bentuk digital di internet mendapat respon positif dari pembaca, 25 Komik Yogyakarta Principles. http://www.pelangiperempuan.or.id/buku/komik-yogya- karta-principles/
  • 36. 24 Queering Tata Kelola Internet di Indonesia karena memberikan rasa aman dan nyaman juga murah secara biaya serta jangkauan distribusi yang lebih luas dan cepat. Dengan mengurangi biaya yang berkaitan dengan penerbitan dan mengakses informasi pergerakan, TIK memiliki potensi untuk mengubah arus informasi politik, untuk mengurangi biaya bentuk-bentuk partisipasi konvensional, dan untuk menciptakan bentuk-bentuk partisipasi yang murah dan baru, pada akhirnya berkontribusi terhadap partisipasi yang meningkat tajam (Leizerov, 2000). Bonchek menyatakan bahwa dengan menurunkan biaya komunikasi dan koordinasi, TIK memfasilitasi pembentukan kelompok, perekrutan, dan pertahanan sambil meningkatkan efisiensi kelompok, yang semuanya berkontribusi untuk meningkatkan partisipasi politik. (Bonchek, 1995; 1997) Sumber: www.pelangiperempuan.or.id Dukungan untuk sebarannya datang dari jaringan nasional dan internasional. Organisasi perempuan feminis muslim di lingkungan pesantren Cirebon Jawa Barat, mendiskusikan komik Yogyakarta
  • 37. 25 Principles sebagai materi pendidikan seksualitas LGBTIQ bagi para santri muda dan remaja di pesantren. Pada Februari 2011, IPP mempresentasikan komik Yogyakarta Principles pada pertemuan Persatuan Bangsa-Bangsa, Commission on the Status of Women (CSW) ke-55 di New York, Amerika Serikat. Organisasi LGBTIQ di Belgia bernama Rainbow House dan Tel Quel Jeunes bekerjasama dengan Secretary of the State Brussels, menterjemahkan dan mempublikasikan komik Yogyakarta Principles ke dalam bahasa Perancis dan Belanda diluncurkan pada peringatan International Day Against Homophobia, Biphobia dan Transphobia (IDAHOBIT) atau Hari Internasional Melawan Homofobia, Bifobia dan Transfobia pada 17 Mei 2012. Inisiasi ini dimaksudkan menjadikan komik Yogyakarta Principles sebagai media edukasi pendidikan HAM LGBTIQ bagi kelompok LGBTIQ muda di Belgia. Intinya, Komik YP dapat diakses oleh beragam individu dan kelompok dari berbagai daerah dan negara berkat penyebarannya melalui internet. Pada posisi ini, Internet telah berperan memperluas ruang kampanye wacana LBT muda Indonesia pada tingkat nasional dan internasional. 3. Mengkreasi Portal LGBTIQ yang bertautan dengan isu HAM Lainnya Kami memilih dengan sadar, sangat politis kami pilih internet sebagai media gerakan. Saya merasa lebih bebas gitu ya, internet jangkauannya lebih luas. Terus kita bisa masuk ke lubang-lubang yang selama ini kita nggak ngerti lubangnya itu. Misalnya, kita bisa nemuin orang-orangyangLGBT,yangnon-LGBT,yangdiaawarebangetdengan LGBT. Dan itu muncul di website. (Hartoyo, Suara Kita) Sejarah penyebaran aktivisme HAM LGBTIQ juga ditorehkan oleh Suara Kita. Suara Kita adalah organisasi sosial masyarakat yang bekerja untuk perjuangan hak-hak keragaman orientasi seksual dan identitas gender di wilayah Indonesia. Bentuk organisasinya perkumpulan tertutup yang keanggotaannya terdiri dari kelompok lesbian, gay, biseksual, transgender (LGBT) dan kelompok heteroseksual yang mendukung
  • 38. 26 Queering Tata Kelola Internet di Indonesia gerakan ini, dengan perbandingan 75% LGBT : 25% heteroseksual.26 Suara Kita diinisiasi oleh beberapa aktivis gay pada 5 September 2007. Suara Kita mulai aktif membangun komunitasnya pada tahun 2007. Para pendiri Suara Kita menyatakan bahwa pertemuan dan komunikasi intensif mereka, dibangun melalui internet. Pada Maret 2009, organisasi Suara Kita berbadan hukum, dan melakukan kegiatan di ranah internet dan pertemuan-pertemuan di ruang fisik. Di ranah internet Suara Kita bekerja membangun media alternatif yang mendorong aktivis LGBTIQ dari seluruh Indonesia untuk berdiskusi bersama dan mempublikasikan karyanya. Media alternatif ini kemudian menjadi sebuah portal daring untukberita-beritaLGBTIQdiwww.ourvoice.org(sekarangmenjadiwww. suarakita.org) yang aktif sejak tahun 2009. Selain menyediakan berbagai informasi terkait LGBTIQ, portal Suara Kita juga menyediakan informasi terkait isu HAM yang lain, seperti pemberitaan mengenai warga Syiah yang didiskriminasi, pemikiran-pemikiran feminis dan pluralis. Hingga 11 Juli 2013, jumlah pengunjung website Suara Kita mencapai angka yang signifikan yaitu sebanyak 308.335. Kunjungan per harinya mencapai 300 hingga 400 pengunjung. Para pegiat Suara Kita menyatakan menggunakan internet sebagai pilihan politis mereka untuk beraktivitas dengan tujuan jangkaun gerakan yanglebihcepatdanluas.Merekajugamelakukanperekrutananggotadan sukarelawan melalui ruang berbincang (chatting) di internet. Jangkauan pengorganisasian Suara Kita melalui internet tidak hanya meraih kalangan aktivis HAM LGBTIQ, tetapi juga gay yang berlatar belakang mahasiswa, pekerja, seniman, dan lainnya. Juga mereka yang bukan LGBTIQ. Aksi-aksi progresif dari Suara Kita memperlihatkan hubungan antara TIK dan partisipasi adalah untuk mempromosikan identitas kolektif, persepsi antara individu-individu dimana mereka merupakan anggota dari sebuah komunitas yang lebih besar berdasarkan keluhan-keluhan sama yang mereka bagikan. TIK memungkinkan untuk dapat menumbuhkan identitas kolektif seluruh dari sebuah populasi tersebar, yang kemudian pihak pengorganisir dapat memobilisasi untuk mendukung aksi kolektif 26 Suara Kita. www.suarakita.org
  • 39. 27 (Arquilla dan Ronfeldt 2001; Myers 2000; Brainard dan Siplon 2000). Dari data survei EROTICS global diketahui 47.05% dari responden mengatakan bahwa pekerjaan akan sulit dan sangat tidak mungkin untuk melakukan kerja aktifitas mereka tanpa internet. B Pengabaian Hak LGBTIQ Melalui Internet Di satu sisi keberadaan internet mendukung visibilitas gerakan HAM LGBTIQ dan memajukan advokasi HAM LGBTIQ. Di sisi lain, oleh mereka yang belum menghormati HAM LGBTIQ, internet digunakan sebagai alat untuk melanggengkan praktik-praktik diskriminasi dan kekerasan berbasis identitas gender dan orientasi seks, yang sebelumnya sudah berlangsung di ruang luring. Praktik-praktik tersebut dilakukan negara melaluitatakelolainternet,sepertipengabaianHAMLGBTIQpadaregulasi konten porno yang pada pelaksanaannya antara lain mengakibatkan pemblokiran website yang memiliki konten LGBTIQ. Juga perundungan homofobik melalui media TIK (Cyberhomophobia) baik yang dilakukan orang perorangan, organisasi masyarakat maupun negara. 1. Pelembagaan diskriminasi dan kriminalisasi berbasis orientasi seks pada perundang-undangan dan peraturan daerah Dalam UUD 1945, pemerintah Indonesia menjamin hak setiap dan seluruh warga Indonesia tanpa diskriminasi berbasis apapun termasuk identitas gender dan orientasi seksual. Jaminan hak ini diperkuat oleh ratifikasi DUHAM melalui Undang-Undang No. 39 tahun 1999 tentang ratifikasi DUHAM. Terkait kriminalisasi LGBTIQ di Indonesia, pemerintah kota Palembang, Sumatra Selatan, memberlakukan Peraturan Daerah (Perda) Kota Palembang No. 2 tahun 2004 tentang Pemberantasan Pelacuran. Pasal 8 Perda tersebut menyatakan bahwa homoseks, lesbian, sodomi, dan pelecehan seksual termasuk dalam perbuatan pelacuran.27 Kemudian pada tahun 2008, pemerintah Republik Indonesia 27 Hukum Online tentang Perda Kota Palembang No. 2 tahun 2004 tentang Pemberan- tasan Pelacuran. http://www.hukumonline.com/pusatdata/detail/lt5117268acbc06/ node/lt4a0a533e31979/sodomi,-tindak-pidana-atau-bukan?-
  • 40. 28 Queering Tata Kelola Internet di Indonesia mengesahkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 tahun 2008 tentang Pornografi.28 Dalam Bab I Ketentuan Umum yang dimaksud Pornografi adalah gambar, sketsa, ilustrasi, foto, tulisan, suara, bunyi, gambar bergerak, animasi, kartun, percakapan, gerak tubuh, atau bentuk pesan lainnya melalui berbagai bentuk media komunikasi dan/atau pertunjukan di muka umum, yang memuat kecabulan atau eksploitasi seksual yang melanggar norma kesusilaan dalam masyarakat. Dalam penjelasan Undang-Undang tentang Pornografi pasal 4 ayat 1 butir a, homoseksual didefinisikan sebagai persenggamaan menyimpang. Akibatnya, segala bentuk media dan publikasi terkait isu LGBTIQ dikriminalkan karena dianggap termasuk kategori konten pornografi. Interpretasi itu membuat warga LGBTIQ rentan untuk dikriminalisasi,29 walaupun negara tidak menyatakan keberadaan LGBTIQ ilegal secara langsung pada konstitusi dan hukum perundang-undangan. Pada 3 Maret 2014 Kementrian Komunikasi dan Informasi (Kemenkominfo) secara resmi melalui siaran pers mengeluarkan Rencana Peraturan Mentri (RPM) tentang Pengendalian Situs Internet Bermuatan Negatif yang mengatur konten internet terkait pornografi, perjudian dan kegiatan ilegal lainnya.30 Dalam Bab I Ketentuan Umum pasal 1 ayat 2 menjelaskan definisi pornografi yang mengacu pada UU tentang Pornografi, yang pada penjelasannya memasukkan homoseksual sebagai persenggamaan menyimpang. Draft Permen (selanjutnya disebut draft) menyatakan bahwa Pemblokiran Situs Internet Bermuatan Negatif yang selanjutnya disebut Pemblokiran adalah aksi yang diambil untuk menghentikan masyarakat 28 Undang-Undang Republik Indonesia No.44 tahun 2008 tentang Pornografi http:// www.kemenag.go.id/file/dokumen/442008.pdf 29 Position Paper Reformasi KUHP No. #2/2007 Tindak Pidana Pornografi dan Pornoaksi dalam RUU KUHP. Jakarta: Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM) oleh Syahrial Wiryawan Martanto & Wahyu Wagiman http://docs.perpustakaan-elsam.or.id/ ruu_kuhp/files/briefing/13.pdf 30 Siaran Pers Tentang Uji Publik RPM Yang Mengatur Tata Cara Pemblokiran Konten Internet Negatif http://kominfo.go.id/index.php/content/detail/3879/Siaran+Pers+- No.+24-PIH-KOMINFO-3-2014+tentang+Uji+Publik+RPM+Yang+Mengatur+Tata+- Cara+Pemblokiran+Konten+Internet+Negatif+/0/siaran_pers
  • 41. 29 untuk mengakses informasi dari sebuah situs bermuatan negatif. Menurut draft, apa yang menjadi tujuan Peraturan Menteri ini, adalah untuk memberikan acuan bagi Pemerintah dan masyarakat terhadap pemahaman situs internet bermuatan negatif dan peran bersama dalam penanganannya; melindungi kepentingan umum dari konten internet yang berpotensi memberikan dampak negatif dan atau merugikan. Sedangkan apa yang menjadi ruang lingkup draft ini adalah penentuan situs internet bermuatan negatif yang perlu ditangani; peran Pemerintah dan masyarakat dalam penanganan situs internet bermuatan negatif; tanggung jawab Penyelenggara Jasa Akses Internet dalam penanganan situs bermuatan negatif; tata cara pemblokiran dan normalisasi pemblokiran dalam penanganan situs internet bermuatan negatif .31 Tata kelola internet ini harus diatur dengan UU, kedua karena berhubungan dengan UU maka yang dibatasi harus yang berhubungan dengan pidana. Jadi kata-kata ilegal dalam peraturan menteri itu bahaya sekali, dia harus pidana bukan illegal karena itu berbeda jauh. karena dia berhubungan dengan hukum maka Negara yang berhak mengatakan itu adalah penegak hukum. Misalnya didakwa lelu merekomendasikan ke nawala untuk menutup itu harusnya bukan menkominfo tapi hukum paling kurang jaksa. Atau itu melalui putusan pengadilan, ketiga multistakeholder bisa kita bentuk lembaga yang oleh UU diberikan UU untuk itu dan bukan menkominfo. (Erasmus, ICJR, peserta FGD riset EROTICS Indonesia) 2. Program Nasional Pengendalian Konten Internet yang Berdampak pada Diskriminasi Berbasis Orientasi Seks dan Identitas Gender Salah satu implementasi dari UU tentang Pornografi adalah pembentukan program oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia (Kemenkominfo RI) untuk memantau pornografi 31 Position Paper 1/2014 tentang Menolak Rencana PerMen Sensor Sapujagat 2013-2014, Indonesian Media Defense Litigation Network (IMDLN) dan Institute for Criminal Jus- tice Reform (ICJR), oleh Supriyadi Widodo Eddyono & Anggara, http://icjr.or.id/data/ wp-content/uploads/2014/06/Position-Paper-Hukum-Internet-1-bloking-dan-Filtering-in- ternet_Final.pdf
  • 42. 30 Queering Tata Kelola Internet di Indonesia diantaranya konten homoseksual pada internet. Pada tahun 2009 Kemenkominfo RI, membangun jaringan bersama organisasi masyarakat sipil, akademisi dan sektor industri internet untuk meluncurkan Program Internet Sehat dan Aman (INSAN).32 Termasuk di dalamnya program Trust Positif, yang digunakan oleh beberapa Internet Service Provider (ISP) atau Penyedia Jasa Layanan Internet untuk mengatur konten internet di Indonesia. Khususnya penapisan konten pornografi (termasuk LGBT), perjudian atau kegiatan yang dianggap ilegal atas permintaan instansi yang berwenang. Penapisan konten internet itu dilakukan oleh Penyelenggara Layanan Pemblokiran atas perintah Kementerian atau Lembaga Pemerintah melalui instruksi Direktur Jendral Aplikasi Informatika dibawah koordinasi Keminfo. Dalam hal Penerimaan laporan berupa pelaporan atas: situs internet bermuatan negatif; Pelaporan disampaikan oleh masyarakat kepada Menteri c.q. Direktur Genderal melalui fasilitas penerimaan pelaporan berupa e-mail aduan dan atau pelaporan berbasis situs yang disediakan; Pelaporan dari masyarakat dapat dikategorikan sebagai pelaporan darurat apabila menyangkut hak pribadi, pornografi anak, dan dampak negatif yang cepat di masyarakat dan atau permintaan yang bersifat khusus. Laporan harus telah melalui penilaian di Kementerian/ Lembaga terkait dengan memuat alamat situs, jenis muatan negatif, jenis pelanggaran dan keterangan; Laporan disampaikan oleh Pejabat berwenangkepadaMenteric.q.DirekturJenderal,dengandilampiridaftar alamat situs dan hasil penilaian; Terhadap pelaporan Direktur Jenderal kemudian melakukan pemantauan terhadap situs yang dilaporkan.33 Di Indonesia ada 7 pemain penapisan dan hanya Nawala yang terbuka yang juga dipakai kementerian lain untuk kepentingan 32 Internet Sehat dan Aman (INSAN) http://www.insan.or.id/ 33 Position Paper 1/2014 tentang Menolak Rencana PerMen Sensor Sapujagat 2013-2014 , Indonesian Media Defense Litigation Network (IMDLN) dan Institute for Criminal Jus- tice Reform (ICJR), oleh Supriyadi Widodo Eddyono & Anggara, http://icjr.or.id/data/ wp-content/uploads/2014/06/Position-Paper-Hukum-Internet-1-bloking-dan-Filtering-in- ternet_Final.pdf
  • 43. 31 mereka. (Yamin, Nawala – Penyelenggara Layanan Pemblokiran, peserta FGD riset EROTICS Indonesia) Penyelenggara Layanan Pemblokiran harus memiliki kriteria sekurang- kurangnya: terdaftar sebagai Penyelenggara Sistem Elektronik; berbadan hukum Indonesia; menempatkan pusat datanya di Indonesia; memiliki prosedur operasi yang transparan dan akuntabel. Penyelenggara Jasa Akses Internet wajib melakukan pemblokiran terhadap situs-situs yang terdapat dalam TRUST + Positif. Pemblokiran dapat dilakukan sebagai berikut: pemblokiran mandiri; atau pemblokiran menggunakan layanan pemblokiran yang disediakan Penyelenggara Layanan Pemblokiran. Dalam hal Penyelenggara Jasa Akses Internet tidak melakukan pemblokiran. Penyelenggara Jasa Akses Internet dapat dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan. Penyelenggara Jasa Akses Internet yang telah menjalankan pemblokiran sebagaimana maka Penyelenggara Jasa Akses Internet tersebut telah memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan terkait.34 Pembentukan program INSAN dan Trust Positif ini berpotensi pada pembatasan akses dan kelola internet berkonten LGBTIQ sebagai konsekuensi homoseksual dipersamakan dengan pornografi. 3. Pemblokiran website LGBTIQ oleh Swasta dan Negara Interprestasi homoseksual sebagai pornografi pada UU Pornografi juga berdampak pada pemblokiran website LGBTIQ. Pada April 2011, seorang aktivis transgender muda melaporkan kepada IPP bahwa ia tidak dapat mengakses tautan (link) komik Yogyakarta Principle terbitan IPP yang dipublikasikan di website International LGBTI Association (ILGA) , www.ilga.org. Saat pengguna mencoba untuk mengakses situs tersebut, muncul pemberitahuan: “Situs yang hendak Anda buka tidak dapat diakses 34 Position Paper 1/2014 tentang Menolak Rencana PerMen Sensor Sapujagat 2013-2014 , Indonesian Media Defense Litigation Network (IMDLN) dan Institute for Criminal Jus- tice Reform (ICJR), oleh Supriyadi Widodo Eddyono & Anggara, http://icjr.or.id/data/ wp-content/uploads/2014/06/Position-Paper-Hukum-Internet-1-bloking-dan-Filtering-in- ternet_Final.pdf
  • 44. 32 Queering Tata Kelola Internet di Indonesia karena mengandung unsur pornografi.” Pemblokiran juga dilakukan pada situs web International LGBTIQ Human Rights Commission (IGLHRC), www.iglhrc.org. Terhitung Mei 2011 tiga ISP di Indonesia yang melakukan pemblokiran terhadap website LGBTIQ, yaitu Telkomsel Flash, IM2 Indosat dan Lintasarta. Pada Juli 2013, pemblokiran kembali terjadi pada situs www.ourvice. org (saat ini www.suarakita.org). Menurut aktivis Suara Kita, situs www.ourvoice.org menemui kendala pemblokiran oleh beberapa ISP. Pemblokiran ini dilakuakn tanpa pemberitahuan terlebih dahulu kepada pihak Suara Kita dan tanpa alasan yang transparan dan akuntabel dari pihak ISP. Jika mengakses situs www.ourvoice.org menggunakan ISP XL maka akan keluar keterangan pada layar monitor seperti ini: “Pelanggan terhormat, sesuai dengan peraturan perundangan, situs tujuan Anda tidak dapat diakses. Mohon maaf untuk ketidaknyamanan. Silakan mencoba kembali.“ Di bawahnya terdapat kalimat “AKSES DITUTUP” dengan ukuran huruf lebih besar. Tertanda logo DEPKOMINFO.
  • 45. 33 4. Cyber - homophobia terhadap LGBTIQ oleh Individu dan Organisasi Masyarakat “Perundungan homofobik (homophobic bullying) adalah kebiadaban moral, pelanggaran berat terhadap hak asasi manusia dan krisis kesehatan masyarakat.” (Sekretaris Jenderal PBB, Ban Ki- moon)35 Selain pembatasan internet berkonten homoseksualitas oleh swasta dan negara, warga LGBTIQ juga mengalami cyber-homophobia ketika mereka mengekspresikan identitas gender dan orientasi seksual mereka di media daring. Cyber-homophobia atau homophobic bullying (perundungan atau penindasan) serta kebencian terhadap identitas gender dan orientasi seksual non heteronormatif di internet semakin umum terjadi. Target serangan homofobia tidak selalu tertuju pada orang- orang dengan orientasi seksual dan identitas gender yang ‘nampak’ berbeda saja. Akan tetapi heteroseksual dengan ekspresi gender yang terlihat berlawanan dengan konstruksi masyarakat yang berlaku umum 35 Secretary-General, in Message to Event on Ending Sexuality-based Violence, Bias, Calls Homophobic Bullying ‘a Moral Outrage, a Grave Violation of Human Rights’ http:// www.un.org/News/Press/docs/2011/sgsm14008.doc.htm
  • 46. 34 Queering Tata Kelola Internet di Indonesia bisa juga menjadi korban. Berdasarkan data yang dikeluarkan oleh United Nations Educational Scientific and Cultural Organization (UNESCO), homophobic bullying adalah bullying yang berada dalam posisi kedua terbesar di seluruh dunia. Antara lain terjadi pada pegiat Suara Kita yang sering meliput dan menulis isu LGBTIQ di portal Suara Kita dan akun Facebook (FB) pribadi kerap mengalami komentar yang intimidatif sampai ancaman pembunuhan. Berikut paparannya: “Hati gw juga sedih kan dibully, terus dibilang, ‘banci masuk neraka aja Lu, nyebar-nyebarin berita’. Ada banget, Misalnya, ‘eh... Lu ngomong-ngomongin kayak gitu-gitu, gw bunuh ya!” yang kayak gitu- gitu. Ya memang sih, kadang-kadang, ini bener nggak sih orang? Takut juga kan?! Suatu saat mungkin, karena gw orang yang sering koar- koar, mungkin bisa aja di jalan atau dimana, gitu kan?! “ (Supriyatna, Suara Kita) Intimidasi dan ancaman seperti itu tidak pernah dilaporkan Supriyatna kepada aparat penegak hukum karena tidak ada jaminan perlindungan hukum bagi individu LGBTIQ atau pegiat HAM LGBTIQ. Dan siapa yang mampu membela dan melakukan advokasi terhadap masalah seperti itu. Selain itu, mereka merasa tidak ada pembelaan hukum terhadap isu LGBTIQ, juga kekhawatiran mengalami diskriminatif atau kekerasan kembali dari aparat penegak hukum saat mereka melapor. Ancaman melalui media daring juga berpengaruh buruk pada psikologis para pegiat HAM LGBTIQ. Situasi serupa disampaikan oleh Association for Progressive Communications (APC) melalui peluncuran survei EROTICS. Survei, yang didistribusikan oleh EROTICS Indonesia kepada jaringan aktivis dan organisasi hak asasi manusia telah menemukan beberapa data dalam konteks hak-hak seksual dan internet. Dua belas responden mengatakan bahwa mereka mengalami intimidasi ketika berbicara tentang masalah seksualitas seperti tentang LGBTIQ, orang yang hidup dengan HIV/AIDS, kebebasan beragama dan bahkan tentang kesehatan reproduksi. Ini
  • 47. 35 termasukseranganfrontaldimediasosialataumelaluisuratelektronik.Hal inidipertegasoleh64,70%respondenyangmengatakantidakmemberikan kondisi yang lebih aman daripada pertemuan tatap muka. Hanya 35,29% responden mengatakan bahwa internet adalah berguna untuk bekerja pada hak-hak seksual karena memungkinkan kelompok untuk jaringan dalam kondisi relatif lebih aman. Beberapa responden merasa bahwa mereka tidak merasa aman dan damai. Takut melakukan kerja-kerja advokasi mereka tentang isu seksualitas dalam realitas luring. Meskipun pada dasarnya intimidasi dilakukan dalam internet, perasaan psikologis menjadi mempengaruhi kehidupan sehari-hari mereka. Cyber-homophobia juga menjadi kebiasaan di sebuah forum Internet Indonesia bernama Kaskus.36 Kaskus berasal dari kata Kasak-Kusuk atau bermakna gosip, yang didirikan di Amerika Serikat mulai tahun 1999 oleh dua orang pelajar Indonesia di Seattle, Amerika Serikat. Kaskus memiliki lebih dari 4,5 juta pengguna terdaftar. Pengguna Kaskus umumnya berasal dari kalangan remaja hingga orang dewasa yang berdomisili di Indonesia maupun di luar Indonesia. Kaskus dikunjungi sedikitnya oleh 900 ribu orang, dengan jumlah page view melebihi 15.000.000 setiap harinya. 36 Kaskus http://www.kaskus.co.id/ http://www.apc.org/
  • 48. 36 Queering Tata Kelola Internet di Indonesia Hingga bulan Juli 2012, Kaskus sudah mempunyai lebih dari 601 juta posting.37 Para anggota Kaskus atau sering disebut Kaskuser mempopulerkan istilah ‘Maho’ atau manusia homo (orang homoseksual) untuk meledek, melakukan guyonan atau humor bahkan berkomentar untuk hal- hal yang dianggap tidak layak dan baik. Istilah ‘Maho’ memiliki konotasi menjadi abnormal, jelek, aneh, cacat dan sakit. Bahkan mereka mempopulerkan beberapa avatar untuk menggambarkan Maho di Kaskus. Sumber: kaskus.co.id 37 Tentang Kaskus https://id.wikipedia.org/wiki/Kaskus
  • 49. 37 Sumber: kaskus.co.id Saya juga suka game online dan ada diskriminasi disana (Kaskus) seperti Maho dan Hode dimana laki-laki tidak bole pakai karakter perempuandansebaliknya.KalaucrossgenderitudisebutHode(dalam Kamus Besar Bahasa Kaskus: Hoax Detected atau karakter game perempuan yang dimainkan oleh laki-laki)38 (Emmy, Transgender, peserta FGD riset EROTICS) 38 Kamus Besar Bahasa Kaskus http://support.kaskus.co.id/kamus-kaskus/kamus_kaskus. html
  • 50. 38 Queering Tata Kelola Internet di Indonesia SebagianorangjugamelanggengkanpraktikCyber-homophobiamelalui situs media sosial seperti Facebook atau Twitter. Satu Facebook Group bernama Komunitas Anti Homosexual39 , secara eksplisit mengumumkan bahwa mereka anti homoseksual. Berikut komentar-komentar dari pengguna group ini: Sumber: Facebook 39 Komunitas Anti Homoseksual. https://www.facebook.com/pages/Komunitas-Anti-Ho- moseksual/149990501703182
  • 51. 39 Cyber-homophobia juga dilakukan oleh individu antara lain Fahira Idris. Fahira Idris, seorang politisi yang terpilih sebagai anggota Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) untuk wilayah Jakarta pada tahun 2014, mengkampanyekan homofobia di situs sosial media Twitter pribadi miliknya sebagai berikut: Fahira Idris juga pemenang polling yang bertajuk The Most Inspiring Twitter tahun 2010, Fahira Idris (@fahiraidris). Penghargaan dan apresiasi terhadap Fahira dalam situs jejaring sosial itu dikarenakan keberaniannya mengkritik kelompok fundamentalis FPI, ia bahkan mendatangi markas FPI, berdialog dan menyampaikan kritikan masyarakat terhadap FPI.40 Pada tahun 2005 ia juga dinobatkan sebagai The Most Favourite Inspiring Woman oleh salah satu media. Di bulan Januari 2013, Fahira terpilih lagi sebagai salah satu dari 8 Wanita Inspiratif & Informatif di Twitter versi Fimela.com.41 Hingga bulan Desember 2013, situs media sosial Twitter milik Fahira Idris memiliki 136055 follower. Fahira Idris sering menggambarkan diri sebagai citra penjaga moral untuk memenangkan suara pada Pemilu 2014, kepentingannya dibawa untuk menarik perhatian publik yang diperlihatkan dalam jumlah follower akun Twitter. Perannya sebagai tokoh publik, serta penghargaan- 40 Fahira Fahmi Idris: Islam Mengajarkan Damai http://www.suarapembaruan.com/home/ fahira-fahmi-idris-islam-mengajarkan-damai/74 41 Delapan (8) Perempuan Ini Paling Inspiratif, Lucu dan Informatif di Twitter! http://www.fimela.com/read/2013/01/25/8-perempuan-ini-paling-inspiratif-lucu-in- formatif-di-twitter?p=1
  • 52. 40 Queering Tata Kelola Internet di Indonesia penghargaan yang disandang sebagai pengguna sosial media yang inspiratif, tentunya mendapat perhatian publik cukup luas. Sehingga pernyataan-pernyataan dirinya di Twitter, termasuk mempromosikan upaya rehabilitasi untuk LGBTIQ cukup memberikan pengaruh pada opini publik di Indonesia tentang LGBTIQ. C. Keterlibatan Gerakan LGBTIQ Indonesia pada Queering Tata Kelola Internet di Tingkat Nasional dan Dunia Gerakan sosial sebagai usaha kolektif untuk membangun sebuah tata kehidupan yang baru. Mereka memiliki kegelisahan, dan memperoleh motif kekuatan di satu sisi dari sebuah ketidakpuasan akan kehidupan terkini, dan di sisi lain, dari keinginan-keinginan dan harapan-harapan dari skema kehidupan yang baru. (Blumer, 1939). Menyadari peran strategis internet dalam pemajuan HAM LGBTIQ dan tantangan cyber-homophobia, beberapa organisasi LGBTIQ di Indonesia mulai terlibat dalam gerakan sosial untuk queering tata kelola internet, baik advokasi di tingkat nasional maupun internasional. Queer dulu biasanya digunakan sebagai bahasa slang untuk homoseksual dan hal-hal yang ‘buruk’, digunakan untuk pelecehan terhadap kelompok homoseksual. Baru-baru ini, istilah ini telah digunakan sebagai istilah payung untuk kedua identifikasi dan model budaya seksual tradisional untuk studi lesbian dan gay. Tanpa diketahui banyak, Queer lebih sekedar berhubungan dengan gay dan lesbian, tetapi juga cross-dressing, hermaphroditism, ambiguitas gender dan operasi gender korektif. Proyeksi utama Queer teori ini yaitu menjajaki peserta dari kategorisasi gender dan seksualitas, identitas tidak tetap - mereka tidak dapat dikategorikan dan diberi label - karena identitas terdiri dari banyak variasi komponen dan untuk mengkategorikan dengan salah satu karakteristik adalah hal yang salah (Buttler, 2004). Teori Queer adalah bidang-bidang ilmu kritis yang muncul pada awal tahun 1900-an yang meliputi studi-studi ilmu LGBT dan Feminis. Teori Queer meliputi kajian teks-teks dan teorisasi “queerness” itu sendiri. Teori queer dibangun meliputi tantangan-tantangan feminis terhadap pemikiran bahwa gender adalah bagian esensial diri dan melalui pengujian
  • 53. 41 studi-studi gay/lesbian terhadap sifat-sifat yang dikonstruksi secara sosial dari perilaku dan identitas seksual. Dimana studi-studi gay/lesbian berfokus pada pertanyaan-pertanyaan tentang perilaku-perilaku alami dan tidak alami dalam penghormatan terhadap perilaku homoseksual, teori Queer memperluas fokusnya untuk meliputi berbagai keragaman identitas dan aktivitas seksual yang sering dimasukkan dalam kategori- kategori normatif dan penyimpangan. Teori Queer tidak hanya mempermasalahkan dan mengkritisi kewarganegaraan. Tapi juga dimaksudkan untuk membongkar apa yang dimaksud dengan menjadi warga negara dan untuk mempresentasikan konsep sebagai praktik-praktik eksklusif akan definisi siapa saja yang masuk atau tidak dalam kategori marjinal dalam masyarakat (Payne and Davies 2012). Queering tata kelola internet, Queering tata kelola internet berangkat dari pengalaman dan kesadaran bahwa internet adalah subjek/aktor yang memainkan peran sebagai ruang politik dan publik dalam perubahan sosial. Kemudian internet sebagai ruang politik dan publik dipengaruhi para pihak multi pemangku kepentingan yang memiliki keragaman dan kecairan keragaman identitas gender dan orientasi seksual sehingga mewarnai konten dan kebijakan internet yang membutuhkan proses advokasi terus menerus. Konsep ini dikembangkan oleh IPP sebagai upaya teorisasi pengalaman dan hasil riset, serta bersifat terbuka untuk dilakukan falsifikasi dan verifikasi. Pemajuan teori ini bermanfaat untuk strategi dan advokasi melawan cyber-homophobia, antara lain pemblokiran situs-situs LGBTIQ. Pertemuan Tingkat Dunia Masyarakat Informasi tentang Tata Kelola Internet menyebutkan bahwa Tata Kelola Internet adalah pengembangan dan penerapan oleh pemerintah, sektor swasta dan masyarakat sipil, dalam peran masing-masing, berbagi prinsip, norma, aturan, pengambilan keputusan, prosedur dan program yang membentuk evolusi dan penggunaan internet (Kurbalija , 2012). Berkaitan queering tata kelola internet, LGBTIQ sebagai bagian dari masyarakat sipil memilik hak kewarganegaraan untuk melakukan intervensi dalam tata kelola internet. Upaya-upaya queering Tata Kelola Internet di Indonesia, terinisiasi
  • 54. 42 Queering Tata Kelola Internet di Indonesia oleh program riset EROTICS (Exploratory Research on Sexuality and the Internet) atau Riset Eksploratoris terkait Seksualitas di Internet dimulai oleh Association for Progresive Coomunication pada tahun 2008 sebagai sebuah langkah eksploratoris untuk menjembatani kesenjangan antara ukuran-ukurankebijakandanlegislatifyangmeregulasikontendanpraktik di internet, serta praktik-praktik kehidupan yang sebenarnya, termasuk ragam pengalaman dan kepedulian terhadap pengguna internet pada saat mempraktikkan hak-hak seksualnya. Mulai tahun 2012, IPP bekerjasama dengan APC memulai riset dan jaringan advokasi EROTICS Indonesia. Queering tata kelola internet di Indonesia diawali dengan merespon situasi pelanggaran hak atas informasi dan kebebasan ekspresi di internet bagi kelompok LGBTIQ di Indonesia, dengan membentuk jaringan EROTICS Indonesia (jaringan advokasi dan penelitian hak internet dan seksualitas) yang dikoordinasi oleh IPP dan APC. Pengorganisasian pertemuan konsolidasi organisasi hak seksual untuk membicarakan kaitannya hak seksual dan hak internet dalam konteks Indonesia dilakukan pada Juli 2012. Pertemuan yang banyak membahas wacana hak internet, tata kelola internet dan keamanan digital ini dihadiri oleh para akademisi dan aktivis dari kelompok sipil masyarakat seperti LGBTIQ, Hak Pekerja Seks, Komunitas Feminis Muda Indonesia, Perempuan Positif HIV/AIDS, Komunitas Feminis Muda di Pesantren, Anti Perdagangan Perempuan dan Anak, Komnas Perempuan dan lain-lain. Wacana pengintegrasian hak internet sebagai bagian dari feminisme dan HAM LGBTIQ menjadi titik awal kerja kolaborasi jaringan EROTICS Indonesia dalam mengawali riset dan queering tata kelola internet di Indonesia. Queering tata kelola internet menjadi sangat penting, maka pada Agustus 2012, EROTICS Indonesia melakukan tindak lanjut dari pertemuan konsolidasi dengan bekerja sama dengan organisasi perempuan dan LGBTIQ yaitu Solidaritas Perempuan, IPP dan Arus Pelangi untuk melakukan pertemuan dengan organisasi yang memiliki kepedulian terhadap penggunaan TIK yang aman, bijaksana serta bertanggungjawab
  • 55. 43 yaitu ICT Watch.42 Organisasi ICT Watch berdiri semenjak 2002 ini merupakan pencetus program Internet Sehat di Indonesia yang kemudian menjadi salah satu jejaring program Internet Sehat dan Aman (INSAN) dari Kemenkominfo. Pertemuan yang banyak membicarakan tata kelola internet Indonesia ini, untuk melakukan konsultasi terkait dengan pemblokiran situs LGBTIQ di Indonesia. Dalam pertemuan ini diketahui terdapat sebuah Asosiasi yang dibentuk pada tahun 1996 oleh beberapa ISP di Indonesia, untuk mewadahi tata kelola dan pengembangan industri Internet di Indonesia bernama Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII).43 Mengetahui APJII yang dapat menjadi mediator antara kelompok sipil masyarakat dan pihak ISP, kemudian dilakukan pertemuan dengan APJII pada 24 September 2012. Pertemuan dihadiri oleh organisasi LGBTIQ yaitu Arus Pelangi dan IPP, ICT Watch, detik.com, Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM) serta penggiat TIK lainnya bertempat di sekretariat APJII di Cyber Building, Jakarta Selatan. Tujuan dari pertemuan ini untuk menyampaikan kendala kasus pemblokiran situs LGBTIQ di Indonesia, yang diharapkan mendapatkan bantuan dari APJII untuk mengkonsolidasi kepadaISPagarmembukaaksesyangterblokir.Namun,penjelasanproses transparansi dan akuntabilitas dalam pemblokiran situs LGBTIQ tidak didapatkan dalam pertemuan konsolidasi ini. Pertemuan menghasilkan telah dibukanya situs web IGLHRC pada Desember 2012 dan situs web ILGA hingga saat ini masih terblokir. Pada 1 November 2012, diadakan Indonesia Internet Governance Forum (Indo IGF) atau Forum Tata Kelola Internet Indonesia pertama kalinya dalam sepanjang sejarah di Indonesia. Forum Tata Kelola Internet adalah forum multi pemangku kepentingan untuk dialog kebijakan pada isu-isu tata kelola Internet. Forum ini menyatukan semua pemangku kepentingan dalam perdebatan tata kelola Internet. Mereka mewakili pemerintah, sektor swasta atau masyarakat sipil, termasuk kelompok akademik, pada asas yang setara dan melalui proses terbuka dan inklusif. 42 ICT watch http://ictwatch.com/id/ 43 Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia http://www.apjii.or.id/
  • 56. 44 Queering Tata Kelola Internet di Indonesia Deklarasi Tata Kelola Internet Indonesia44 diluncurkan dalam Forum Tata Kelola Internet Indonesia 2012. Deklarasi ditandatangani ragam pemangku kepentingan dan praktisi internet di Indonesia dan secara tegas menyebutkan Tata Kelola Internet Indonesia yang mengutamakan proses transparansi, akuntabilitas dan menunjung tinggi nilai Demokrasi dan Hak Asasi Manusia. Jaringan EROTICS Indonesia bekerjasama dengan kelompok LGBTIQ dan perempuan seperti IPP, Suara Kita, Arus Pelangi, Komnas Perempuan, Solidaritas Perempuan, Peace Women Across The Globe Indonesia serta akademisi kajian Sosiologi Universitas Lampung berpartisipasi dalam Indo IGF 2012. Jaringan ini dibangun atas dasar upaya untuk mendapatkan kesempatan berbicara perspektif HAM LGBTIQ terkait kasus pemblokiran situs LGBTIQ, serta kelompok perempuan menyuarakan wacana kekerasan terhadap perempuan di Internet (violence against women online/ E-VAW) Terhitung hingga tahun 2013, semakin bertambah situs LGBTIQ di Indonesia yang terblokir. Terkait pemblokiran situs web Suara Kita, pertengahantahun2013,SekretarisUmumSuaraKitaberkali-kalimenemui ISPXLyangmemblokirsitusSuaraKitadanduakalimelaluisuratelektronik untuk meminta penjelasan. Akhirnya melalui surat resmi, customer service XL, PT XL Axiata memberikan penjelasan bahwa pemblokiran situs www.ourvoice.or.id atas permintaan Depkominfo (kini Kementerian Komunikasi dan Informatika). Karena situs tersebut termasuk dalam list Trust + positif dan XL sebagai penyelenggara jasa layanan internet, wajib untuk mengikuti peraturan tersebut (pemblokiran). Suara Kita mengirimkan surat resmi dan Short Message Service (SMS) kepada Humas Kemenkominfo. Humas Kemenkominfo melalui SMS memberikan penjelasan bahwa Kemenkominfo tidak memerintahkan pemblokiran. Sementara, logo “Depkominfo” dipakai untuk menandakan telah dilakukan pemblokiran. 45 44 Deklarasi Tata Kelola Internet Indonesia http://id-igf.or.id/?p=127 45 Kendali Internet di Republik Hari Ini. http://www.vhrmedia.com/new/berita_detail. php?id=3438
  • 57. 45 Selama beberapa bulan kemudian, para aktivis Suara Kita berusaha mengadvokasi pemblokiran tersebut. Namun tetap tidak mendapatkan jawaban atau penjelasan konkrit dari pihak terkait. Sampai saat ini situs web tersebut masih terblokir. Dikarenakan merasa belum memiliki aliansi yang cukup kuat untuk melakukan advokasi, kemudian secara organisasi diputuskan untuk mengganti nama domain dari www.ourvoice.org menjadi www.suarakita.org mulai Agustus 2013. Keputusan ini dibuat agar aktivitas portal daring Suara Kita dapat aktif kembali. Di tingkat internasional, IPP sebagai koordinator EROTICS Indonesia46 terlibat pada pertemuan Internet Governance Forum (IGF) atau Forum Tata Kelola Internet Dunia di Bali, Indonesia, pada 22-25 Oktober 2013. EROTICSIndonesiamembantumenghadirkanKetuaKomnasHAMperiode 2013-2014, Siti Noor Laila, untuk menyampaikan dan memberi tanggapan terkait pemblokiran situs-situs LGBTIQ di Indonesia. Komnas HAM adalah sebuah badan negara independen di Indonesia yang kedudukannya setingkat dengan lembaga negara lainnya yang berfungsi melaksanakan kajian, perlindungan, penelitian, penyuluhan, pemantauan, investigasi, dan mediasi terhadap persoalan-persoalan hak asasi manusia. Upaya menghadirkan Ketua Komnas HAM menjadi langkah politis queering tata kelola internet di Indonesia. Antara lain meminta intervensi Komnas HAM dalam kasus pemblokiran situs-situs LGBTIQ di Indonesia, untuk menjadi mediator kelompok sipil masyarakat, institusi pemerintah dan sektor swasta di bidang internet. Secara prinsip internet harus dikelola dengan prinsip-prinsip hak asasi manusia, namun pada praktiknya banyak kasus yang bertentangan dengan hak asasi manusia. Misalnya, kebebasan berpendapat dan berekspresi yang justru itu dikriminalkan; viktimisasi korban, ketika dia menyampaikan pendapatnya justru dipersalahkan, kemudian soal terkait hak atas informasi. Komnas HAM dalam hal ini perannya melakukan kajian dan pemantauan kasus-kasus yang ada, melakukan mediasi bagi beberapa kelompok kepentingan seperti 46 EROTICS Indonesia www.eroticsindonesia.net
  • 58. 46 Queering Tata Kelola Internet di Indonesia pemerintah, sektor swasta dan masyarakat dalam proses tata kelola internet. Terkait dengan pemblokiran situs LGBT, pada pertemuan Asia Europe Meeting (ASEM) di Korea pada tahun 2012, dihimbau bahwa proses pemblokiran itu harusnya diumumkan kepada publik oleh pemerintah ketika ia ingin melakukan pemblokiran. (Siti Noor Laila, Ketua Komnas HAM periode 2013-2014) Adapun tantangan dalam perjalanan queering tata kelola internet di Indonesia adalah masih banyak individu atau aktivis LGBTIQ yang melihat isu pemblokiran situs LGBTIQ sebagai masalah teknis TIK semata. Sehingga beberapa saran atau komentar yang disampaikan para aktivis LGBTIQ sekedar mengganti ISP atau domain dan hosting, agar bisa mengakses situs web yang terblokir. Dan belum banyak yang melihat wacana ini sebagai hak internet sebagai bagian dari hak asasi manusia. Keterbatasan kepemimpinan dan sumber daya LGBTIQ untuk melawan budaya patriarki dan seksisme dalam dunia tata kelola Internet menjadi kendala berikutnya. “Di satu sisi para pegiat internet belum mudeng, belum melek, tentang sexual rights. Di sisi lain yang bergerak di isu seksualitas itu juga nggak paham juga soal tata kelola internet. Jadi, dua-duanya. Harus ada organisasi atauminimaladaaktivisyangdarisexualrightsmasukkewilayahkebebasan informasi ini. Karena kalau nggak, wacana tersebut, ya gak bakalan naik. Orang-orang punya konsen pada hak berinternet ini, tata kelola internet, tapi isu-isu seksualitas dan sebagainya masih tidak diangkat. Mereka lebih mengangkat yang sifatnya general yang kira-kira bisa berimplikasi pada semua orang. (Syaldi Sahude, pegiat TIK dan hak internet, Aliansi laki-laki baru)
  • 59. 47 Bagian V Analisa Kesimpulan dan Rekomendasi KESIMPULAN Berdasarkan temuan-temuan tersebut dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Internet sebagai media strategis bagi promosi dan penegakan HAM LGBTIQ perlu dikelola negara berdasarkan pada prinsip-prinsip HAM termasuk penghormatan identitas gender dan orientasi seksual. Internet memberikan peluang bagi kelompok LGBTIQ untuk saling mencari dan berkenalan satu sama lain di ruang daring“tanpa merasa ketakutan terhadap stigma atau kekerasan” seperti yang mereka hadapi di ruang publik. Mereka dapat membebaskan diri dari pembatasan di lingkup sosial, ekonomi dan politik yang dihadapi. Namun, Friedman juga menyebutkan bagaimanapun membangun komunitas daring tidak dapat “menyelesaikan konflik jangka panjang terkait akuntabilitas dan representasi” tapi sangat memungkinkan untuk sebuah struktur pendukung yang kemungkinan tidak perlu berwujud secara luring (Friedman, 2007). PengalamanIPPdanSuaraKita,ruangamaninternetditransformasi menjadi ruang untuk mengorganisir diri, membangun kesadaran dan pendidikan.Jugaruangadvokasiditingkatnasionaldaninternasional. Antara lain pendidikan komik digital Yogyakarta Principles terbitan IPP yang diterjemahkan ke dalam beberapa bahasa dan mendapat
  • 60. 48 Queering Tata Kelola Internet di Indonesia ruang presentasi pada pertemuan PBB, Commission on the Status of Women (CSW) ke-55 di New York, Amerika Serikat, Februari 2011. Portal yang dibangun Suara Kita juga berhasil mempertemukan isu HAM LGBTIQ dengan persoalan HAM yang lebih luas dan mendapatkan dukungan tidak hanya dari warganegara LGBTIQ juga warganegara heteroseksual. 2. Memperhatikan peran strategis internet terhadap pemajuan HAM LGBTIQ, juga kerentanan warganegara LGBTIQ untuk menghadapi diskriminasi dan kekerasan berbasis identitas gender dan orientasi seksual di internet, upaya perlindungan HAM internet perlu diintegrasikan dengan perlindungan HAM LGBTIQ. Upaya-upaya perlindungan HAM terkait internet telah diserukan oleh Dewan HAM PBB melalui resolusi kunci tentang Promosi, Perlindungan dan Penggunaan HAM di Internet. Resolusi ini mengafirmasi pengoperasiannya pada paragraf 1 yaitu “hak asasi manusia yang dimiliki individu di dunia luring harus juga dilindungi di ruang daring”. Resolusi ini mendapatkan dukungan penuh dari lebih 70 negara anggota dan bukan anggota Dewan Hak Asasi Manusia PBB antara lain China, Brazil, Nigeria, Ukrainan, Tunisia, Amerika Serikat, Inggris termasuk Indonesia. Pemerintah harus memajukan dan melindungi hak-hak identitas gender dan orientasi seksual di tataran luring sekaligus daring merujuk pada Resolusi Dewan Ham PBB, Resolusi: HAM, Orientasi Seksual dan Identitas Gender, A/HRC/RES/17/19 yang diadopsi pada 17 Juni 2011 yang menyatakan keprihatinan tentang tindak kekerasan dan diskriminasi yang dilakukan terhadap individu karena orientasi seksual dan jenis kelamin identitas mereka. Resolusi ini menegaskan kembali Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia diratifikasi oleh Pemerintah Indonesia melalui Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Resolusi ini meminta Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia untuk mempersiapkan studi mendokumentasikan hukum dan praktek diskriminatif dan tindakan kekerasan terhadap orang berdasarkan orientasi seksual dan jenis kelamin identitas mereka. Studi ini dipublikasikan pada Desember