UNTUK DOSEN Materi Sosialisasi Pengelolaan Kinerja Akademik DosenAdrianAgoes9
sosialisasi untuk dosen dalam mengisi dan memadankan sister akunnya, sehingga bisa memutakhirkan data di dalam sister tersebut. ini adalah untuk kepentingan jabatan akademik dan jabatan fungsional dosen. penting untuk karir dan jabatan dosen juga untuk kepentingan akademik perguruan tinggi terkait.
1. Workshop Manajemen Infeksi Laten Tuberkulosis
dan Terapi Pencegahan Tuberkulosis Tahun 2022
PAPARAN MEKANISME DAN
PEMBERIAN TPT
Dr.dr. Jamaluddin M, SpP(K), FAPSR
2. WORKSHOP
MANAJEMEN
ILTB
DAN
TPT
Pendahuluan
• Infeksi Laten Tuberkulosis (ILTB)
Suatu keadaaan dimana sistem kekebalan tubuh orang yang terinfeksi tidak
mampu mengeliminasi bakteri Mycobacterium tuberculosis dari tubuh secara
sempurna tetapi mampu mengendalikan bakteri TBC sehingga tidak timbul
gejala sakit TBC
• Orang dengan ILTB
• Tuberculin Skin Test (TST) atau Interferon Gamma-Release Assay (IGRA) positif
• Foto toraks normal
• Pemeriksaan dahak dan Xpert MTB/Rif® negatif
3. WORKSHOP
MANAJEMEN
ILTB
DAN
TPT
Pendahuluan
• Risiko ILTB menjadi ILTB TB aktif
• 5-10% ILTB dalam 5 tahun pertama sejak terinfeksi
• 24,4 – 69,2% anak < 15 th kontak dengan TB aktif; 3,3- 5,5% akan menjadi TB aktif
• Faktor risiko:
• Kekebalan tubuh lemah
• ODHIV
• Malnutrisi
• Sedang pengobatan kanker
• Sedang menjalani hemodialisis
• Sedang menggunakan steroid jangka panjang
• TPT mengurangi risiko TB aktif
5. WHO TPT RECOMMENDATION RELEVANT
TO TB INFECTION TESTING
• Orang dewasa dan remaja yang tinggal serumah dengan pasien
HIV yang mungkin memiliki infeksi TB harus diberikan TPT. TPT
juga diberikan pada individu yang menerima pengobatan
antiretroviral, wanita hamil, dan individu yang memiliki riwayat
pengobatan OAT
(Strong recommendation, high certainly evidence)
• Anak <5 tahun yang memiliki kontak dengan pasien TB paru
bakteriologis dan yang tidak memiliki TB aktif pada evaluasi klinis
yang sesuai atau menurut pedoman nasional harus diberikan
pengobatan pencegahan TB bahkan jika tes LTBI tidak tersedia
(Strong recommendation, high certainly evidence)
• Anak >5 tahun, remaja, dan dewasa yang memiliki kontak dengan
pasien TB Paru bakteriologis.
(Strong recommendation, low certainty of evidence)
6. WHO TPT RECOMMENDATION RELEVANT TO TB
INFECTION TESTING (2)
• LTBI test and treatment Individu yang mendapat anti-TNF
treatment, dialisis rutin, atau transplantasi organ, silicosis
(Strong recommendation, low to very low certainty of evidence)
• LTBI test and treatment dapat dipertimbangkan untuk diberikan
pada tahanan, pekerja Kesehatan, dan imigran dari negara
dengan insiden TB yang tinggi, tunawisma, dan pengguna obat-
obatan.
(Conditional recommendation, low to very low certainty in the
estimates of effect)
• LTBI test and treatment tidak direkomendasikan pada pasien
DM, alcoholic, perokok, dan gizi buruk
(Conditional recommendation, very low certainty in the estimates
of effect)
*LTBI : latent tuberculosis infection
7. WORKSHOP
MANAJEMEN
ILTB
DAN
TPT
Kontak erat dengan
pasien TB
60 – 70%
TERINFEKSI TB
TIDAK
TERINFEKSITB
30 – 40 %
SAKIT TB INFEKSI TB LATEN
REAKTIVASI
TDK DIOBATI
50% MENINGGAL
DGN TETAP
MENULAR
DIOBATI
95% SEMBUH
5 – 10% 90 - 95%
INFEKSI LATEN
TB
5%
95%
8. WORKSHOP
MANAJEMEN
ILTB
DAN
TPT
Sasaran TPT pada ILTB
1. Orang dengan HIV (ODHIV)
2. Kontak serumah dengan pasien TBC paru yang terkonfirmasi bakteriologis:
a. Anak usia <5 tahun
b. Anak usia 5-14 tahun
c. Remaja dan dewasa (usia ≥15 tahun)
3. Kelompok risiko lainnya dengan HIV negatif
a. Pasien immunokompromais lainnya (Pasien yang menjalani pengobatan kanker, pasien yang
mendapatkan perawatan dialisis, pasien yang mendapat kortikosteroid jangka panjang, pasien
yang sedang persiapan transplantasi organ, dll).
b. Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP), petugas kesehatan, sekolah berasrama, barak militer,
pengguna narkoba suntik.
10. WORKSHOP
MANAJEMEN
ILTB
DAN
TPT
Apa syarat pemberian TPT ?
1. Kelompok risiko tinggi
2. Tidak sakit TBC
3. Infeksi laten TBC*
4. Tidak ada kontra indikasi pemberian TPT
• Kecuali pasien HIV dan anak kontak usia < 5 tahun
(akan dijelaskan kemudian)
11. Workshop Manajemen Infeksi Laten Tuberkulosis
dan Terapi Pencegahan Tuberkulosis Tahun 2022
Bagaimana menentukan seseorang tidak
sakit TB dan terindikasi pemberian TPT ?
12. Bagaimana menentukan seseorang tidak sakit TB dan terindikasi pemberian
TPT ?
Gejala
Pastikan ada gejala TBC atau tidak:
• batuk
• Demam
• BB turun atau tidak naik
• Lesu, males-malesan
Test infeksi TBC
Foto Rontgen dada
Tes cepat molekular
• Pada ODHA dan anak kontak usia
di bawah 5 tahun pemberian TPT
dapat dilakukan dengan skrining
gejala TBC tanpa harus dilakukan
pemeriksaan TST atau IGRA
maupun rontgen thorax.
• Bayi <1 tahun dengan HIV tanpa
gejala TBC hanya diberi TPT jika
kontak serumah dengan pasien
TBC
13. WORKSHOP
MANAJEMEN
ILTB
DAN
TPT
1. Anak < 10 tahun & salah satu gejala (batuk,
demam, atau penurunan BB yang dilaporkan
atau terkonfirmasi > 5% sejak kunjungan
terakhir atau kurva pertumbuhan datar atau
BB untuk usia <-2 Z-skor.
2.Batuk, demam, keringat di malam hari, batuk
darah, nyeri dada, sesak napas, lemah dan lesu,
atau penurunan BB
(misal anak <5 tahun tidak terdapat anoreksia/
nafsu makan normal meskipun sudah diberikan
perbaikan gizi tetapi berat badan tetap tidak
naik/gagal tumbuh).
Lesu atau anak kurang aktif bermain, keringat
malam saja bukan merupakan gejala spesifik
TBC pada anak apabila tidak disertai gejala
umum lainnya.
Alur Pemeriksaan ILTB
14. WORKSHOP
MANAJEMEN
ILTB
DAN
TPT
3. Kelompok risiko lainnya dengan HIV negatif
a. Pasien immunokompromais lainnya
(pasien yang menjalani pengobatan kanker,
mendapat perawatan dialisis, kortikosteroid jangka
panjang, sedang persiapan transplantasi organ, dll)
langsung diperiksa dengan TST atau IGRA (tanpa
harus melihat ada tidaknya gejala TBC).
b. Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP), petugas
kesehatan, sekolah berasrama, barak militer,
pengguna narkoba suntik.
6. Rontgen thorax atau chest X-ray (CXR) dapat
dilakukan diawal sebagai bagian dari penemuan
kasus intensif.
Jika gambaran rontgen dada mendukung TBC
(abnormal) maka orang tersebut terdiagnosis klinis.
Alur Pemeriksaan ILTB
15. Kontak serumah
Ada gejala ?
TIDAK ADA
Pemeriksaan untuk diagnosis sakit TB
Bukan TBC Sakit TBC
Tidak ada kontra indikasi TPT
OAT
TPT
Usia < 5 th Usia > 5 th
16. WORKSHOP
MANAJEMEN
ILTB
DAN
TPT
Kontak dengan gejala
Periksa TST/IGRA, TCM
dan Rontgen dada
Bila TST/IGRA, TCM dan
Rontgen TIDAK TERSEDIA
Pelacakan TBC
TCM dan/ atau foto
Rontgen dada mendukung
TB
OAT
TCM dan/ atau foto
Rontgen dada tidak
mendukung TB
TST/IGRA (+) TST/IGRA (-)
TPT observasi
Dokter menentukan
diagnosis TB atau
bukan. Jika bukan
TB, berikan TPT
17. WORKSHOP
MANAJEMEN
ILTB
DAN
TPT
pemeriksaan TST/IGRA positif atau
tidak tersedia
Bila TST/IGRA, TCM dan
Rontgen TIDAK TERSEDIA
TCM dan/ atau foto
Rontgen dada mendukung
TB
OAT
TCM dan/ atau foto
Rontgen dada tidak
mendukung TB atau tidak
tersedia
TPT
TPT
pemeriksaan TST/IGRA negatif
Periksa TST atau IGRA
Kontak tanpa gejala
18. Kelompok risiko lainnya
Ada gejala ?
Ada Tidak
Pemeriksaan untuk diagnosis sakit TB
Sakit TBC Bukan TBC
Tidak ada kontra indikasi TPT
OAT
TPT
Usia < 5 th Usia > 5 th
Kelompok 3B Kelompok 3A
Uji tuberculin atau IGRA
Positif Tidak ada Neg
Rontgent
Normal atau
tidak tersedia
Sugestif TB
OAT
19. Alur petugas membawa kontak TBC SO/RO ke fasilitas layanan kesehatan (fasyankes)
WORKSHOP
MANAJEMEN
ILTB
DAN
TPT
20. WORKSHOP
MANAJEMEN
ILTB
DAN
TPT
TARGET PRIORITAS PEMBERIAN TERAPI PENCEGAHAN TBC
1. Orang dengan HIV/AIDS (ODHA)
2. Kontak serumah dg pasien TBC paru terkonfirmasi bakteriologis
• Anak usia di bawah 5 tahun
• Dewasa, remaja dan anak usia di atas 5 tahun
3. Kelompok risiko lainnya dengan HIV negatif
A. Pasien immunokompromais lainnya (keganasan,
hemodialisis, mendapat kortikosteroid jangka panjang,
persiapan transplantasi organ, dll).
B. Warga Binaan Pemasyarakatan petugas kesehatan, sekolah
berasrama, barak militer, pengguna narkoba suntik.
21. WORKSHOP
MANAJEMEN
ILTB
DAN
TPT
Tuberculin Skin Test (TST)
• Mengetahui ada atau tidaknya bakteri penyebab TBC pada tubuh.
• Cairan tuberculin purified protein derivative PPD RT-23 atau PPD-S 5 TU
• Disuntik 0,1 mL intrakutan pada bagian volar lengan bawah
• Hasil dibaca 48-72 jam setelah penyuntikan (pengukuran indurasi)
• Penyimpanan suhu 2 – 8 ◦C dan terlindung dari cahaya
• Setelah dibuka, suhu penyimpanan dijaga 2 – 8 ◦C dan sisa digunakan dalam
maksimal 30 hari.
22. Interpretasi TST (Kriteria TST positif)
Kriteria
(diameter
indurasi)
Epidemiologi dan kondisi klinis
5mm HIV
Anak gizi buruk berat
Kontak TB Paru
Gagal ginjal (hemodialisa)
Silicosis
Transplantasi organ dan immunosupresan yang menerima agen sitotoksik
(cyclophosphamide or methotrexate
Immunosupresan (prednisone >15mg/hari dalam waktu 1 bulan atau lebih
10mm Imigran yang berasal dari negara endemik
Alkoholik atau obat-obatan
Resiko tinggi perkumpulan (tahanan, rumah sakit dan fasilitas Kesehatan,
tunawisma)
Malnutrisi
Anak usia <5 tahun, remaja dan dewasa yang kontak pada penderita resiko tinggi
15mm Individu sehat dengan tidak ada gejala spesifik atau faktor resiko
23. WORKSHOP
MANAJEMEN
ILTB
DAN
TPT
Negatif Palsu Positif palsu
Inadekuat respon sel T Riwayat vaksinasi BCG sebelumnya
Riwayat infeksi tuberkulosis baru (kurang
dari 8 minggu)
Infeksi karena bakteri non tuberkulosis
Infeksi tuberkulosis lama Penyutikkan tidak sesuai
Anak-anak usia < 6 bulan Kesalahan saat pembacaan hasil
Infeksi virus (cacar air, campak, dll)
Riwayat baru vaksinasi dengan virus hidup
(cacar, campak) dalam waktu 4-6 minggu
Penyutikkan tidak sesuai
Kesalahan saat pembacaan hasil
Interpretasi Uji Tuberkulin
25. Uji Tuberkulin
Persetujuan dari ortu/wali
Prosedur Mantoux
Petugas: Cuci tangan
Desinfeksi : Kapas
alkohol
Lokasi : volar lengan bawah 5-10cm dari lipat siku
Cara : 0.1 ml intra kutan PPD RT 23
Pembacaan : 48-72 jam setelah injeksi
Pengukuran : raba-tandai-ukur indurasi
transversal
Pencatatan : catat di buku register tuberkulin dan rekam medis beserta
nama-tandatangan pembaca
Pelaporan : dalam mm meskipun ‘0 mm’
WORKSHOP
MANAJEMEN
ILTB
DAN
TPT
26. 32
Uji IGRA dan Tuberkulin
TST
WORKSHOP
MANAJEMEN
ILTB
DAN
TPT
28. METODE PALPASI
• Lakukan palpasi untuk menentukan tepi
indurasi
• garislah dengan ballpoint kedua tepi indurasi
tsb
• hasil adalah diameter transversal terlebar
indurasi, diukur dalam milimeter.
METODE PEMBACAAN
WORKSHOP
MANAJEMEN
ILTB
DAN
TPT
29. METODE SOKAL
• Gunakan ballpoint untuk menyusuri indurasi,
mulai dari luar indurasi sampai menemukan
tepinya
• Beri tanda pada tepi tsb
• Lakukan juga dari tepi kontra lateralnya,
sehingga didapatkan kedua tepi indurasi
transversal kemudian diukur dalam milimeter
METODE PEMBACAAN
WORKSHOP
MANAJEMEN
ILTB
DAN
TPT
30. Paduan obat TPT
1.INH selama 6 bulan, diminum tiap hari
2.Paduan INH dan Rifampicin selama 3 bulan, diminum tiap hari
3.Paduan INH dan Rifapentin, selama 3 bulan, diminum 1x per
minggu
WORKSHOP
MANAJEMEN
ILTB
DAN
TPT
31. P
T
6H (INH) 3HP (INH & Rifapentin) 3HR (INH & Rifampicin)
Intervalpemberian Harian Mingguan Harian
Durasi 6 bulan 3 bulan 3 bulan
Dosis 180 dosis 12 dosis 84 dosis
<10 thn: 10 mg/kg BB
Maksimal 300 mg per hari
2-14 thn dengan BB:
10-15 kg: INH 300 mg, RPT 300 mg
16-23 kg: INH 500 mg, RPT 450 mg
24-30 kg: INH 600 mg, RPT 600 mg
≥ 31 kg: INH 700 mg, RPT 750 mg
<10 thn: INH 10 mg/kg
BB, RIF 15 mg/kg BB
≥ 10 thn: 5 mg/kg BB
Maksimal 300 mg per hari
>14 thn untuk semua BB
≥ 30 kg: INH 900 mg, RPT 900 mg
≥10 thn: INH 5 mg/kg
BB, RIF 10 mg/kg BB
Sediaan 300mg Anak: lepasan RPT 150 mg, INH 300mg
Dewasa: KDT HP 300mg/300 mg
RH 150mg/300 mg
Anak: RH 50/75
Kriteria umur Semua umur; sesuai utk anak HIV+
yg menerima LPV-RTV, NVP, DTG
≥ 2 tahun Semua umur
Interaksidengan ARV Tidak ada Semua PIs, NVP/NNRTIs, TAF Semua PIs, NVP/hampir
semua NNRTIs
WORKSHOP
MANAJEMEN
ILTB
DAN
TPT
32. 1. Paduan 6H
• Dosis dan lama pemberian
▪ Dosis obat di sesuaikan dengan kenaikan berat badan
setiap bulan (untuk anak).
▪ Obat di konsumsi satu kali sehari, sebaiknya pada waktu
yang sama (pagi, siang, sore atau malam) saat perut
kosong (1 jam sebelum makan atau 2 jam setelah
makan).
▪ Lama pemberian 6 bulan (1 bulan = 30 hari pengobatan) 🡪
180 dosis
▪ Obat tetap diberikan selama 6 bulan walaupun kasus
indeks meninggal, pindah atau terkonfirmasi
bakterilogisnya atau BTA nya sudah menjadi negatif.
A. Tuberkulosis Sensitif Obat
WORKSHOP
MANAJEMEN
ILTB
DAN
TPT
33. • Pemberian vitamin B6
▪ Anak dengan gizi buruk atau HIV
▪ Jika dosis INH ≤ 200 mg/hari: vit B6 10 mg per hari (1x
sehari)
▪ Jika dosis INH > 200 mg: vit B6 10 mg per 12 jam mg (2x
sehari)
▪ Dewasa yang memiliki risiko efek samping (seperti pada
HIV, malnutrisi, alkoholik, gagal ginjal kronik, DM, wanita
hamil atau menyusui): vitamin B6 25 mg/hari.
• Pengawas minum obat: orang tua atau keluarga pasien.
• Bisa diberikan di semua tingkat layanan termasuk di praktik
swasta (dengan catatan sudah bekerja sama dengan
puskesmas dan/atau dinas kesehatan setempat).
WORKSHOP
MANAJEMEN
ILTB
DAN
TPT
34. 2. Paduan 3HP (INH dan Rifapentin)
• DOSIS dan lama pemberian
▪ Dosis INH dan Rifapentine berdasarkan usia dan
berat
▪ Dosis obat disesuaikan dengan kenaikan berat badan
setiap bulan.
▪ Dosis Rifapentine maksimal 900 mg/hari
▪ Diberikan seminggu sekali
▪ Lama pemberian 3 bulan (1 bulan = 4 minggu) 🡪 12
dosis
▪ Obat tetap diberikan selama 3 bulan walaupun kasus
indeks meninggal, pindah atau sputumnya sudah
menjadi negatif
• Kontra indikasi:
• Usia < 2 tahun dan ibu hamil
• Wanita yang menggunakan kontrasepsi hormonal
harus disarankan untuk menggunakan metode
kontrasepsi penghalang tambahan seperti kondom,
kap serviks, contraceptive sponge, diafragma untuk
mencegah kehamilan.
WORKSHOP
MANAJEMEN
ILTB
DAN
TPT
35. ▪ Pemberian 3HP
• Sebaiknya pada waktu yang sama (pagi, siang, sore atau malam)
• Saat perut kosong (1 jam sebelum makan atau 2 jam setelah
makan)
• Pada anak, rifapentine dapat dikonsumsi dengan cara
dihancurkan dan dicampur dengan sedikit makanan, seperti
bubur, pudding, yogurt, es krim dan makanan lain yang disukai
anak
• Namun rifapentine tidak boleh dikonsumsi bersamaan dengan
buah atau makanan yang berbasis buah.
WORKSHOP
MANAJEMEN
ILTB
DAN
TPT
36. Pemberian vitamin B6
▪Anak dengan gizi buruk atau HIV
-ika dosis INH ≤ 200 mg/hari: vit B6 10 mg per hari (1x
sehari)
-Jika dosis INH > 200 mg: vit B6 10 mg per 12 jam mg (2x
sehari)
▪Dewasa dengan HIV: vitamin B6 25 mg/hari, diberikan sekali
seminggu
• Pengawas minum obat: orang tua atau keluarga pasien.
• Bisa diberikan di semua tingkat layanan termasuk di praktik
swasta (dengan catatan sudah bekerja sama dengan puskesmas
dan/atau dinas kesehatan setempat).
WORKSHOP
MANAJEMEN
ILTB
DAN
TPT
37. • 3HP dapat diberikan kepada pasien HIV yang menjalani pengobatan ARV
yang umum digunakan kecuali Nevirapine dan golongan protase inhibitor.
ARV seperti efavirenz atau raltegravir termasuk didalamnya dolutegravir
aman digunakan tanpa adanya perubahan dosis
• Dokter maupun perawat dapat memilih metode directly observed treatment
(DOT) atau Self-administered treatment (SAT) dalam memberikan 3HP
kepada pasien. Pemilihan metode bisa disesuaikan dengan konteks lokal,
preferensi pasien dan atau pertimbangan lain seperti risiko berkembang
menjadi sakit TBC yang parah.
• Suplemen (obat herbal) yang belum diatur dosis pemakaiannya harus
dihindari ketika mengkonsumsi 3HP karena efeknya pada rejimen tidak
dapat diantisipasi atau diukur
WORKSHOP
MANAJEMEN
ILTB
DAN
TPT
38. • Jika selama menjalani TPT dengan paduan 3HP pasien
didiagnosis malaria. Lakukan pengobatan malaria terlebih
dahulu dan lanjutkan setelah pengobatan malaria selesai dan
gejala menghilang.
• Yang berperan sebagai pengawas minum obat adalah orang tua
atau keluarga pasien
• Bisa diberikan di semua tingkat layanan termasuk di praktik
swasta (dengan catatan sudah bekerja sama dengan
puskesmas dan/atau dinas kesehatan setempat)
WORKSHOP
MANAJEMEN
ILTB
DAN
TPT
40. Paduan 3HR
▪ Dosis dan lama pemberian
• Usia < 10 tahun: INH 10mg/kg BB/hari (maks 300 mg/hari) ; Rifampicin 15kg/mg
BB/hari (maks 600 mg/hari)
• usia > 10 tahun: INH 5 mg/kgBB/hari (maksi 300 mg/hari); Rifmpicin 10
mg/kgBB/hari
• Dosis obat disesuaikan dengan kenaikan berat badan setiap bulan.
• Lama pemberian 3 bulan (1 bulan = 28 hari) --> 84 dosis
• Obat tetap diberikan selama 3 bulan walaupun kasus indeks meninggal, pindah
atau sputumnya sudah negatif.
▪ Pemberian
▪ Obat dikonsumsi satu kali sehari, sebaiknya pada waktu yang sama (pagi,
siang, sore atau malam) saat perut kosong (1 jam sebelum makan atau 2 jam
setelah makan).
▪ Pengambilan obat dilakukan pada saat kontrol setiap 1 bulan, dan dapat
disesuaikan dengan jadwal kontrol
kasus indeks.
WORKSHOP
MANAJEMEN
ILTB
DAN
TPT
41. • Paduan 1HP
• Paduan yang bisa digunakan oleh program TBC Nasional untuk
masa yang akan datang.
• 1HP merupakan kombinasi INH dan Rifapentine yang dikonsumsi
setiap hari selama satu bulan.
• Paduan ini hanya diberikan untuk kategori umur ≥ 13 tahun.
• Dosis pemberian 1HP adalah isoniazid 300mg dan rifapentine
600mg untuk semua BB
• 1HP dapat diberikan kepada pasien HIV yang menjalani pengobatan
ARV
yang umum digunakan kecuali Nevirapine dan golongan protase
inhibitor.
• Paduan 1HP belum dapat digunakan dalam program TPT nasional
karena masih dibutuhkan bukti ilmiah yang lebih untuk memastikan
keamanan paduan ini.
WORKSHOP
MANAJEMEN
ILTB
DAN
TPT
42. Pilihan Paduan TPT
No Sasaran Plihan paduan TPT
3HP 3HR 6H 6Lfx+E
1 Kontak serumah usia < 2 tahun √ √
2 Kontak serumah usia 2 – 5 tahun √ √ √
3 Kontak serumah usia > 5 tahun √ √ √
4 ODHA usia < 2 tahun √ √
5 ODHA usia > 2 tahun √ √
6 Kelompok risiko lainnya √ √ √
7 Kontak serumah semua usia dengan
kasus indeks TB RO
√
WORKSHOP
MANAJEMEN
ILTB
DAN
TPT
43. ALUR PEMILIHAN OBAT TPT TB SO
Anak terindikasi
TPT
Usia < 2
tahun
Tersedia
RH
RH 3 bulan
Tidak
tersedia RH
INH 6 bulan
Usia ≥ 2
tahun
Tersedia HP
HP 3 bulan
Tidak
tersedia
Tersedia
RH*
RH 3 bulan
Tidak
tersedia RH
INH 6 bulan
(*) Pasien ODHIV tidak direkomendasikan pemberian obat Rifampisin karena risiko
interaksi dengan anti retroviral, pilihan adalah INH 6 bulan
WORKSHOP
MANAJEMEN
ILTB
DAN
TPT
44. Rekomendasi TPT untuk TBC-RO
• Fluoroquinolon (moksifloksasin, levofloksasin) dengan atau tanpa
obat lain (etambutol, etionamid), lama 6 bulan
• Indonesia: Lefofloksasin + etambutol
• Rejimen disesuaikan dengan profile resistensi obat sumber
penularan, pada pasien Pre-XDR/XDR TBC
• Dosis obat:
i.Levofloksasin: 15-20 mg/kgBB/hari
ii.Etambutol 15-25 mg/kgBB/hari
iii.Diminum setiap hari selama 6 bulan
B. Tuberkulosis Resisten Obat
WORKSHOP
MANAJEMEN
ILTB
DAN
TPT
49. WORKSHOP
MANAJEMEN
ILTB
DAN
TPT
ANAK DEWASA ODHIV
1. Penurunan berat badan atau tidak
naik dari 2 bulan sebelumnya atau
terjadi gagal tumbuh (failure to thrive)
meskipun telah diberikan upaya
perbaikan gizi yang baik dalam waktu
1-2 bulan.
2. Demam disertai dengan atau tanpa
keringat malam.
3. Batuk dengan karakteristik: batuk
persisten >2 minggu, non-remitting
(tidak pernah reda atau intensitas
semakin lama semakin parah), tidak
membaik dengan pemberian
antibiotik.
4. Kelelahan, anak kurang aktif bermain,
aktivitas anak tidak aktif.
1. Batuk selama ≥2 minggu, dapat
berdahak atau berdarah.
2. Demam yang umumnya
subfebris selama ≥2 minggu.
3. Berat badan turun.
4. Berkeringat pada malam hari.
5. Malaise: lesu, mudah lelah.
6. Pembesaran kelenjar getah
bening di leher, ketiak, dan
inguinal.
7. Gejala TBC di organ lain.
1. Batuk saat ini (tidak perlu ≥
2 minggu).
2. Berat badan turun drastis.
3. Demam yang umumnya
subfebris selama ≥2
minggu.
4. Berkeringat pada malam
hari.
5. Pembesaran kelenjar getah
bening di leher, ketiak, dan
inguinal.
6. Gejala TBC di organ lain.
a. Evaluasi munculnya gejala TBC
50. WORKSHOP
MANAJEMEN
ILTB
DAN
TPT
b. Efek samping obat
(ESO)
ESO adalah efek tidak diinginkan yang timbul pada dosis
normal yang umumnya terkait dengan farmakologi obat.
Evaluasi
ESO
Tanyakan keluhan seperti mual muntah,
tampak kuning, kulit gatal.
Periksa apakah ada tanda efek samping
seperti ikterik, hepatomegali, ruam di kulit.
Identifikasi efek samping obat dan tatalaksana.
51. WORKSHOP
MANAJEMEN
ILTB
DAN
TPT
Kriteria ESO Definisi
Adverse drug reaction (ADR)
atau reaksi obat yang merugikan
respon berbahaya dan tidak diinginkan terhadap obat TBC yang
digunakan dalam dosis normal.
Adverse event (AE) atau
kejadian tidak diharapkan (KTD)
setiap kejadian medis yang tidak diinginkan yang mungkin terjadi
saat penderita mengkonsumsi obat TBC, tetapi tidak selalu memiliki
hubungan sebab akibat dengan obat TBC tersebut.
Serious adverse event (SAE)
atau KTD serius
KTD yang menyebabkan kematian atau kondisi mengancam nyawa,
rawat inap atau perpanjangan rawat inap, disabilitas persisten atau
bermakna, kelainan kongenital, memerlukan intervensi pencegahan
agar tidak sampai terjadi, atau membutuhkan intervensi drastis
seperti penghentian obat yang diduga menjadi penyebab.
Adverse event of clinical
significance atau KTD yang
bermakna secara klinis
KTD yang bersifat serius, perlu mendapatkan perhatian khusus,
menyebabkan penghentian atau perubahan pengobatan, dinilai
bermakna secara klinis oleh dokter.
Averse event of special interest
atau KTD yang menjadi
perhatian khusus
KTD yang telah terjadi selama uji klinis dan perlu dilaporkan secara
khusus selama pemantauan tanpa memandang derajat berat atau
hubungan sebab akibat dengan pengobatan TBC.
52. WORKSHOP
MANAJEMEN
ILTB
DAN
TPT
Klasifikasi Adverse
event
Definisi
Derajat 1 (Ringan) Gejala ringan atau asimptomatik, tidak memerlukan
intervensi
Derajat 2 (Moderat) Membutuhkan intervensi minimal atau lokal atau non-invasif
Derajat 3 (Berat) Gejala berat atau bermakna secara klinis tetapi tidak
mengancam nyawa, membutuhkan rawat inap atau
perpanjangan rawat inap, menyebabkan disabilitas atau
pembatasan aktivitas perawatan diri sehari-hari
Derajat 4 Mengancam nyawa yang membutuhkan intervensi urgen
Derajat 5 Menyebabkan kematian
53. WORKSHOP
MANAJEMEN
ILTB
DAN
TPT
Tatalaksana
Umum ESO
Periksa dosis obat yang dikonsumsi
Eksklusi penyebab lain
Tentukan derajat efek samping
Berikan tata laksana
Laporkan
Bila gejala sudah membaik, obat diberikan kembali secara gradual
Cegah timbulnya resistensi obat
54. WORKSHOP
MANAJEMEN
ILTB
DAN
TPT
Tabel 2.1 Efek samping obat dan tatalaksana
Obat Efek Samping Tatalaksana
Isoniazid (H) Neuropati perifer (Angka kejadian < 0,2%)* ∙ Berikan atau tingkatkan dosis piridoksin (B6)
∙ Jika menetap atau berat, hentikan INH
Hepatotoksisitas (angka kejadian 2-6%)* ∙ Hentikan minum obat, tes fungsi hati; tunggu
sampai fungsi hati normal
∙ Obat diberikan sekuensial satu demi satu setiap 2
hari sebelum menambah obat lain (pada
penggunaan panduan 3HP/3HR
Gangguan neuropsikiatri
∙ Verifikasi dosis obat, hentikan obat yang diduga
menjadi penyebab
∙ Jika gejala menetap, hentikan obat yang paling
mungkin jadi penyebab
∙ Jika gejala berat atau menetap hentikan obat
yang paling mungkin menjadi penyebab atau
mengurangi dosis (pada panduan 3HP/3HR)
*) Persentasi kejadian ESO diambil dari buku operasional WHO untuk TBC yang dikeluarkan Maret 2020, Bila terdapat gejala efek samping seperti di atas, maka:
• Obat sementara dihentikan dan lakukan tatalaksana efek samping.
• Jika reaksi efek samping obat berat segera diberikan perawatan suportif dan lakukan rujukan.
• Jika reaksi efek samping obat sedang/ringan, pastikan oleh tenaga kesehatan bahwa reaksi yang timbul akibat TPT, berikan perawatan suportif dan observasi
hingga reaksi obat menghilang. Jika reaksi akibat obat terus muncul lakukan pemeriksaan lebih lanjut. Ditambahkan disesuaikan gejala efek sampingnya.
55. WORKSHOP
MANAJEMEN
ILTB
DAN
TPT
Tabel 2.1 Efek samping obat dan tatalaksana (Lanjutan)
Obat Efek Samping Tatalaksana
Rifampisin (R)
dan
Rifapentine (P)
Reaksi seperti flu (flu-like syndrome) berupa
demam disertai lemas, lelah, sakit kepala,
nyeri otot, takikardi atau palpitasi, berkeringat
atau gejala lainnya
∙ Hentikan obat
∙ Pertimbangkan pemberian obat anti-histamin
(diphenhydramine, loratadine dll)
∙ Antiemetik, antidiare
∙ Tunggu sampai gejala klinis membaik
Hepatotoksisitas (Sekitar 1% orang yang
menjalani 3HP mengalaminya)*
∙ Hentikan minum obat, tes fungsi hati; tunggu
sampai fungsi hati normal
∙ Obat diberikan sekuensial satu demi satu setiap 2
hari sebelum menambah obat lain
Ruam kulit Identifikasi ringan, sedang atau berat.
Bila ringan / sedang atasi secara supportif sampai
gejala menghilang
Bila berat lakukan rujukan ke RS terdekat
Gejala gangguan pencernaan seperti mual, Identifikasi ringan, sedang atau berat.
56. WORKSHOP
MANAJEMEN
ILTB
DAN
TPT
Obat Efek Samping Tatalaksana
Rifampisin (R)
dan
Rifapentine (P)
Perubahan warna cairan tubuh seperti
urin, keringat atau air mata
Beri konseling agar pasien tahu bahwa
perubahan warna cairan tubuh adalah hal yang
normal karena hasil ekskresi dari pengobatan
dan tidak berbahaya
Pada saat awal pemberian TPT, lakukan KIE
mengenai hal ini
Hipersensitivitas seperti hipotensi,
pingsan, takikardi, anafilaksis atau
bronkospasme. Reaksi ini sangat jarang
terjadi (Angka kejadian sekitar 4%)*
∙ Hentikan minum obat
∙ Berikan perawatan dukungan pada kondisi
mendesak
∙ Melakukan rujukan untuk pemeriksaan dan
tatalaksana lanjut yang dibutuhkan
∙ Bronkodilator
∙ Steroid
*) Persentasi kejadian ESO diambil dari buku operasional WHO untuk TBC yang dikeluarkan Maret 2020, Bila terdapat gejala efek samping seperti di atas, maka:
• Obat sementara dihentikan dan lakukan tatalaksana efek samping.
• Jika reaksi efek samping obat berat segera diberikan perawatan suportif dan lakukan rujukan.
• Jika reaksi efek samping obat sedang/ringan, pastikan oleh tenaga kesehatan bahwa reaksi yang timbul akibat TPT, berikan perawatan suportif dan observasi
hingga reaksi obat menghilang. Jika reaksi akibat obat terus muncul lakukan pemeriksaan lebih lanjut. Ditambahkan disesuaikan gejala efek sampingnya.
57. WORKSHOP
MANAJEMEN
ILTB
DAN
TPT
c. Kepatuhan dan keteraturan minum
obat
1. Penilaian kepatuhan minum obat dilakukan setiap bulan
2. Penyebab ketidakteraturan minum obat harus dicari dan
didiskusikan pemecahannya
3. Komunikasi Informasi Edukasi (KIE) dilakukan baik pada pasien
maupun anggota keluarga yang berperan sebagai pengawas
menelan obat (PMO)
4. Penting untuk menekankan bahwa TPT diberikan pada orang yang
tidak ada gejala untuk mencegah infeksi dan sakit TBC
5. Hasil evaluasi bulanan, bila saat kontrol tidak ada masalah, maka
pemberian TPT dapat dilanjutkan untuk bulan berikutnya
58. WORKSHOP
MANAJEMEN
ILTB
DAN
TPT
Tabel 2.2 Tatalaksana TPT dosis terlewat
Rejimen
TPT
Durasi terapi
Tertunda
Langkah selanjutnya Saran tindakan
3HR
6H
<2 minggu • Lanjutkan TPT segera dan tambah jumlah hari
berdasarkan dosis yang terlewat dari total
durasi pengobatan.
• Jangan mengubah tanggal yang dijadwalkan
untuk kunjungan berikut, tetapi kunjungan
terakhir akan ditunda sesuai tambahan jumlah
hari untuk mengganti dosis yang terlewat
(misal: jika seorang anak dengan 3HR
melewatkan 3 hari, lanjutkan TPT untuk durasi 3
bulan + 3 hari dari tanggal memulai).
• Menyampaikan alasan
tertundanya TPT.
• Memberikan nasihat kepada
orang penerima TPT dan
pendamping tentang
pentingnya TPT dan
kepatuhan selesai
pengobatan.
• Peninjauan dan persetujuan
dengan orang penerima TPT
dan pendamping mengenai
cara terbaik untuk
meningkatkan kepatuhan.
59. WORKSHOP
MANAJEMEN
ILTB
DAN
TPT
Tabel 2.2 Tatalaksana TPT dosis terlewat
Rejimen
TPT
Durasi terapi
tertunda
Langkah selanjutnya Saran tindakan
3HR
6H >2 minggu • Jika TPT berhenti setelah >80% dosis yang
diharapkan pada rejimen terpilih, tidak perlu
tindakan. Lanjut dan selesaikan sisa perawatan
sesuai rencana awal.
• Jika TPT berhenti <80% dosis yang diharapkan pada
rejimen terpilih, TPT masih bisa diselesaikan sesuai
waktu yang diharapkan, yaitu durasi pengobatan +
33% waktu tambahan, tidak perlu tindakan. Lanjut
dan selesaikan sisa perawatan sesuai rencana awal.
• Jika pasien tetap tidak dapat menyelesaikan
minimal 80% dari total dosis yang diharapkan
setelah diberi perpanjangan waktu, pertimbangkan
memulai TPT kembali secara lengkap.
• Menyampaikan alasan
tertundanya TPT.
• Memberikan nasihat
kepada orang penerima
TPT dan pendamping
tentang pentingnya TPT
dan kepatuhan selesai
pengobatan.
• Peninjauan dan
persetujuan dengan
orang penerima TPT dan
pendamping mengenai
cara terbaik untuk
meningkatkan kepatuhan
61. WORKSHOP
MANAJEMEN
ILTB
DAN
TPT
Tabel 2.2 Tatalaksana TPT dosis terlewat
(Lanjutan)
Rejimen
TPT
Durasi terapi
Tertunda
Langkah selanjutnya Saran tindakan
3HP 1 dosis
terlewat
dalam jadwal
mingguan
• Jika dosis yang terlewat adalah 2 hari ke depan,
orang tersebut dapat segera melanjutkan minum
obat. Lanjutkan jadwal sesuai rencana semula
(misal, terus minum obat sesuai dosis yang
tersisa mengikuti jadwal yang sama).
• Jika dosis yang terlewatkan >2 hari kemudian,
orang tersebut dapat segera mengambil dosis
yang terlewat dan mengubah jadwal asupan
mingguan menjadi hari dosis yang dilewatkan itu
diambil sampai pengobatan selesai. Ini akan
menghindari 2 dosis mingguan yang diambil <4
hari.
• Menyampaikan alasan
tertundanya TPT.
• Memberikan nasihat
kepada orang dengan TPT
dan pendamping tentang
pentingnya TPT dan
kepatuhan selesai
pengobatan.
• Peninjauan dan
persetujuan dengan orang
dengan TPT dan
pendamping mengenai
cara terbaik untuk
meningkatkan kepatuhan.
62. WORKSHOP
MANAJEMEN
ILTB
DAN
TPT
Tabel 2.2 Tatalaksana TPT dosis terlewat
(Lanjutan)
Rejimen
TPT
Durasi terapi
Tertunda
Langkah selanjutnya Saran tindakan
3HP
>1 minggu
dosis yang
terlewat
• Jika antara 1-3 dosis mingguan terlewatkan,
terapi dilanjutkan sampai semua 12 dosis
diminum, sehingga memperpanjang durasi
terapi hingga maksimum 16 minggu.
• Namun, jika 4 atau lebih dosis mingguan
terlewat, pertimbangkan untuk memulai
kembali TPT lengkap.
• Jika kepatuhan terhadap rutinitas mingguan
tidak memungkinkan, pertimbangkan
menghentikan 3HP dan menawarkan rejimen
alternatif (harian).
• Menyampaikan alasan
tertundanya TPT.
• Memberikan nasihat kepada
orang dengan TPT dan
pendamping tentang
pentingnya TPT dan
kepatuhan selesai
pengobatan.
• Peninjauan dan persetujuan
dengan orang dengan TPT dan
pendamping mengenai cara
terbaik untuk meningkatkan
kepatuhan.
63. WORKSHOP
MANAJEMEN
ILTB
DAN
TPT
Senin Selasa Rabu Kamis Jum’at Sabtu Minggu
1 2 3 4 5 6 7
8 9 10 11 12 13 14
15 16 17 18 19 20 21
22 23 24 25 26 27 28
Jadwal minum obat awal
Dosis terlewat dalam 2 hr ke depan Lanjutkan jadwal sesuai rencana semula
Dosis terlewat> 2 hr kemudian : segera mengambil dosis yang terlewat dan
mengubah jadwal asupan mingguan menjadi hari dosis yang dilewatkan itu diambil
sampai pengobatan selesai
(menghindari 2 dosis mingguan yang diambil kurang dari 4 hr
Ubah hari minum obat
64. WORKSHOP
MANAJEMEN
ILTB
DAN
TPT
Tabel 2.2 Tatalaksana TPT dosis terlewat
(Lanjutan)
Rejimen
TPT
Durasi terapi
tertunda
Langkah selanjutnya Saran Tindakan
1HP* <1 minggu Jika >80% dosis yang diharapkan dalam rejimen itu diminum tidak
diperlukan tindakan, cukup lengkapi dosis yang tersisa.
Jika <80% dari dosis yang diharapkan dalam rejimen diambil,
segera melanjutkan terapi segera setelah kembali dan
menambahkan dosis yang terlewat pada total durasi terapi untuk
menyelesaikan rangkaian terapi dalam waktu maksimal 6 minggu.
Menyampaikan alasan
tertundanya TPT.
Memberikan nasihat
kepada orang dengan
TPT dan pendamping
tentang pentingnya TPT
dan kepatuhan selesai
pengobatan.
Peninjauan dan
persetujuan dengan
orang dengan TPT dan
pendamping mengenai
cara terbaik untuk
meningkatkan
kepatuhan.
>1 minggu Jika >7 dosis berturut-turut terlewatkan, pertimbangkan untuk
memulai kembali rangkaian lengkap rejimen 1HP.
Jika >7 dosis terlewat tidak berturut-turut, lanjutkan TPT segera
setelah kembali dan tambahkan dosis yang terlewat ke total durasi
terapi untuk menyelesaikan rangkaian terapi dalam waktu
maksimum 8 minggu.
Jika kepatuhan terhadap 1HP tidak memungkinkan, pertimbangkan
untuk menghentikannya dan menawarkan rejimen harian alternatif
atau 3HP.
Keterangan:
*) Belum disediakan oleh Program TB Nasional
65. WORKSHOP
MANAJEMEN
ILTB
DAN
TPT
B. TINDAK LANJUT PENGOBATAN
Kriteria Definisi
Selesai pengobatan Pengobatan lengkap adalah bila telah menyelesaikan minimal 80%
rangkaian pengobatan pencegahan, kecuali untuk 3HP minimal 90%.
Putus berobat Dikatakan putus berobat apabila penerima TPT tidak minum obat TPT
selama minimal 1 bulan berturut-turut.
Gagal pengobatan Dikatakan gagal pengobatan apabila penerima TPT menjadi sakit TBC.
Meninggal Penerima TPT yang meninggal sebelum menyelesaikan TPT dengan sebab
apapun.
Tidak dievaluasi Penerima TPT yang tidak diketahui hasil akhir terapinya, baik karena
penderita memang berhenti datang atau bila pasien pindah ke fasyankes
lain dimana hasilnya tidak diinformasikan kepada fasyankes pengirim.
66. WORKSHOP
MANAJEMEN
ILTB
DAN
TPT
Pengobatan lengkap
• 6H: 180 dosis selama 6 bulan atau minimal 144 dosis selama 239 hari
• 3 HP: 12 dosis selama 3 bulan atau minimal 11 dosis selama 120 hari
• 3 HR: 90 dosis selama 3 bulan atau minimal 72 dosis selama 120 hari
• 1 HP: 30 dosis selama 1 bulan atau minimal 24 dosis selama 40 hari
68. WORKSHOP
MANAJEMEN
ILTB
DAN
TPT
C. Monitoring efek samping obat (MESO)
MESO adalah evaluasi aktif dan sistematik klinis dan laboratorium pasien
yang sedang mendapatkan suatu terapi.
Tujuan MESO mengurangi risiko bahaya terkait obat dan mengumpulkan
data yang dapat digunakan sebagai dasar untuk kebijakan lebih lanjut
mengenai obat tersebut.
Assessment aktif klinis dan laboratorium secara sistematik kepada
pasien yang sedang mendapatkan terapi.
Efek samping yang terjadi dilakukan tatalaksana sesuai.
Pelaporan dan pencatatan efek samping serius yang terjadi.
3 aktivitas
69. WORKSHOP
MANAJEMEN
ILTB
DAN
TPT
Pertimbangan Pada Kondisi Khusus
ODHIV Kehamilan Infeksi Hepatitis C
Rifapentine aman digunakan pada
ODHIV, tetapi interaksi antara
rifapentine dan antiretroviral tertentu
harus dipertimbangkan, atau sebaiknya
dihindari sama sekali, baik
menggunakan TPT lain atau dengan
mengganti rejimen antiretroviral.
Penggunaan 3HP aman bila diberikan
bersamaan dengan efavirenz, ART
berbasis raltegravir, dan dolutegravir.
Pada orang hamil pemberian TPT
dengan Rifapentine tidak
direkomendasikan karena
kurangnya data keamanan
rifapentine selama kehamilan.
Rekomendasi WHO untuk wanita
hamil dengan HIV diberikan IPT
dan tidak menunda TPT ke
periode postpartum.
Rifamycins termasuk
Rifapentine tidak
dianjurkan digunakan
bersama-sama dengan
obat antivirus hepatitis C,
karena rifamycins dapat
menurunkan konsentrasi
obat antivirus hepatitis C.
70. WORKSHOP
MANAJEMEN
ILTB
DAN
TPT
REFERENSI
• Kemenkes RI. Petunjuk teknis penanganan infeksi laten Tuberkulosis (ILTB).
Kemenkes RI, Jakarta 2020
• WHO. Consolidated guidelines on tuberculosis. WHO Jeneva 2020
• Mike Frick. An Activist’s Guide To Rifapentine For The Treatment Of Tb Infection.
Update April 2020
• An Official ATS Statement: Jussi J.Saukkonen, David L.Cohn, Robert M.Jasmer et al.
Hepatotoxicity of Antituberculosis Therapy.