hukum perusahaan analisis putusan pengadilan mengenai berkaitan dengan kasus di bidang internal perusahaaan yang ditinjau dari UUPT yang menjadi landasan dalam menganalisis dan menentukan apakah putusan hakim sudah sesuai dengan regulasi yang berlaku. sehingga dapat menyimpulkan dan mendpatkan hasil analisis
ANALISIS PUTUSAN NOMOR 080 PK/Pdt.Sus/2009 TENTANG KEPAILITAN PT ARTA GLORY BUANA TERHADAP UNDANG-UNDANG NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN
KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG
Oleh:
Annisa S E0014
Arini Al Haq E0014040
Debora Mona Jovanka E0014087
Dina Anisa E0014106
Larasati Luthfi P E0014232
M Algi Fahri E0014270
Rossi E0014
Sulton Abdu Dhohir E0014390
ANALISIS PUTUSAN NOMOR 080 PK/Pdt.Sus/2009 TENTANG KEPAILITAN PT ARTA GLORY BUANA TERHADAP UNDANG-UNDANG NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN
KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG
Oleh:
Annisa S E0014
Arini Al Haq E0014040
Debora Mona Jovanka E0014087
Dina Anisa E0014106
Larasati Luthfi P E0014232
M Algi Fahri E0014270
Rossi E0014
Sulton Abdu Dhohir E0014390
2. Raffi Radityo Samiadji Fairuzarien Talitha Ariqoh
Daffa Putra Pratama Mochammad Alif Fajri
Fadlina Nur Saffanah Putri Nova Permata Sari
3. Terdapat fakta pada perkara yang berkaitan dengan
Direksi suatu Perseroan Terbatas yang diberhentikan
secara sepihak melalui Rapat Umum Pemegang Saham
(RUPS), seperti pada Putusan Mahkamah Agung Nomor
1888 K/Pdt/2020, bahwa Penggugat adalah Pendiri dan
Direktur Utama PT. Multi Daya Wonua (PT. MDW),
sedangkan para Tergugat merupakan para Pemegang
Saham PT. MDW. Pada Januari 2019, Penggugat
diberhentikan (pemberhentian atau pemecatan) melalui
RUPS secara lisan dan tanpa alasan oleh Para Tergugat
yang hingga saat ini tidak ada surat tertulis yang
diberikan kepada Penggugat, tanpa adanya pembelaan
diri dari Penggugat, dan tidak adanya kompensasi.
4. • Apakah pertimbangan hakim dalam Putusan
Mahkamah Agung Nomor 1888 K/Pdt/2020
telah memperhatikan keadilan bagi Direksi
yang diberhentikan sepihak melalui Rapat
Umum Pemegang Saham ditinjau dari
pengaturan badan hukum Perseroan Terbatas di
Indonesia?
• Bagaimana perlindungan hukum terhadap hak
Direksi Perseroan Terbatas atas pemberhentian
sepihak melalui Rapat Umum Pemegang Saham
berdasarkan Putusan Mahkamah Agung Nomor
1888 K/Pdt/2020?
5.
6. Berdasarkan Teori Keadilan dari John Rawls tersebut,
peneliti berpandangan bahwa perlu adanya keadilan bagi
setiap orang apabila terdapat ketidakadilan yang
dirasakan. Dalam hal ini seperti adanya ketidakadilan
yang dilakukan terhadap Direksi Perseroan Terbatas
akibat pemberhentian secara sepihak melalui Rapat
Umum Pemegang Saham.
Rawls berargumen bahwa setiap orang memiliki hal yang sama terhadap
kebebasan asasi, dan bila terjadi ketidakadilan maka kaum yang
tertinggallah yang harus diuntungkan. Inti pemikiran Rawls terletak
pemahaman mengenai keadilan sebagai fairness. Keadilan sebagai fairness
dalam suatu struktur masyarakat mengacu pada adanya kebebasan dan
kesetaraan, di mana hak dan kewajiban harus dipenuhi secara adil.
7. Dalam teori Otto von Gierke, Direksi sebagai organ
ataupun sarana dalam badan hukum. Sebagaimana
manusia memiliki organ dan setiap gerakan organ tersebut
dikehendaki ataupun ditentukan oleh otak manusia,
demikian pula setiap gerak atau tindakan Direksi pada
suatu badan hukum juga memiliki kehendak atau
ditentukan oleh badan hukum itu sendiri
organ perseroan terdiri atas Rapat Umum Pemegang Saham, Komisaris, dan
Direksi. Bahwa ketiga organ tersebut mempunyai tugas, kewenangan, beserta
pertanggungjawaban yang berbeda-beda. Direksi bertugas dan bertanggung
jawab dalam mengurus perseroan sebagai organ perseroan untuk mencapai
tujuan serta mewakili perseroan di dalam maupun di luar pengadilan.
8. Setiap orang mempunyai pertanggungjawaban dan
tanggung jawab tersebut merupakan suatu hal yang harus
dipikul oleh setiap orang dalam menanggung segala risiko.
Teori Tanggung Jawab pada perbuatan melanggar hukum dibedakan atas
beberapa teori, yakni:
• Tanggung jawab terhadap tindakan melawan hukum yang sengaja,
tergugat melakukan perbuatan yang membawa kerugian penggugat atau
mengetahui yang dilakukan tergugat membawa kerugian.
• Tanggung jawab terhadap tindakan melawan hukum akibat lalai yang
didasari pada konsep kesalahan berkaitan dengan moral serta hukum yang
tercampur.
• Tanggung jawab mutlak diakibatkan tindakan melanggar hukum
9. Regulasi dan Peraturan Perundang-Undangan yang Mengatur
regulasi yang menjadi fokus analisis dapat diuraikan
berdasarkan sumber data yang disebutkan:
• Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD)
• Undang-Undang Dasar Tahun 1945
• Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan
• Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1999 tentang Jasa
Konstruksi
• Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan
Terbatas
• Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal
• Putusan MA Nomor 1888 K/Pdt/2020
10.
11. Kasus tersebut melibatkan pemberhentian sepihak terhadap Sadikin, mantan
Direktur Utama PT Multi Daya Wonua (MDW), yang merasa dirugikan dan
menuntut keadilan. Sadikin mengklaim bahwa pemberhentian tersebut tidak
sesuai dengan aturan, karena dia diangkat sebagai Direksi berdasarkan proses
dan aturan yang jelas dalam akta notaris. Menurutnya, Undang-Undang Nomor
13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan menyatakan bahwa pengakhiran
perjanjian kerja harus diikuti pembayaran sisa jabatan sebagai sanksi.
Setelah upaya mediasi oleh Dinas Ketenagakerjaan dan Perindustrian tidak
mencapai kesepakatan, Sadikin memutuskan untuk menempuh jalur hukum.
Proses hukum tersebut melibatkan Pengadilan Negeri Kolaka, Pengadilan Tinggi
Sulawesi Tenggara, dan akhirnya Mahkamah Agung. Meskipun telah melalui
beberapa putusan pengadilan, termasuk Mahkamah Agung, Sadikin masih
merasa belum mendapatkan keadilan sesuai dengan haknya.
Para pihak yang terlibat dalam kasus ini adalah Sadikin sebagai penggugat dan
PT Multi Daya Wonua beserta pemegang sahamnya sebagai tergugat. Sadikin
memperjuangkan haknya melalui peradilan dengan bantuan kuasa hukumnya.
Kasus ini mencerminkan ketidaksetujuan antara mantan Direksi dan perusahaan
terkait pemecatan yang dianggap sepihak dan tidak sesuai dengan peraturan
yang berlaku.
12. 1.Pihak Penggugat
Penggugat dalam kasus ini adalah Sadikin, yang merupakan Pendiri dan Direktur Utama PT
MDW, dalam hal ini memberikan kuasa kepada Saddam Husein, S.H., Juita, S.H., Muh.
Baidar Maulid, S.H., Subair, S.H., berdasarkan Surat Kuasa Khusus tanggal 08 April 2018.
2.Pihak Tergugat
Dalam kasus ini yang menjadi Pihak Tergugat adalah:
• PT Multi Daya Wonua (PT MDW), sebagai Tergugat I.
• Agung Adrianto, selaku pemegang saham PT MDW, selanjutnya disebut sebagai
Tergugat II.
• Achmad Munir, selaku pemegang saham PT MDW, selanjutnya disebut sebagai
Tergugat III.
• Ivan Kariman, selaku pemegang saham PT MDW, selanjutnya disebut sebagai Tergugat
IV.
• Ruslan Amir, selaku pemegang saham PT MDW, selanjutnya disebut sebagai Tergugat
V.
• f.Suwarman Sakoy, selaku pemegang saham PT MDW, selanjutnya disebut sebagai
Tergugat VI.
• Yustiana, selaku pemegang saham PT MDW, selanjutnya disebut sebagai Tergugat VII.
Dalam hal ini memberi kuasa pada Beni Suswanto, S.H., M.H., Sendy Fery Yoesoef, S.H.,
dan M. Akbar, S.H., berdasar Surat Kuasa Khusus
13.
14. Pertimbangan hakim dalam kasus ini menunjukkan bahwa Mahkamah Agung
memutuskan untuk menolak permohonan kasasi yang diajukan oleh Sadikin, mantan
Direktur Operasional PT Multi Daya Wonua (MDW). Hakim menyatakan bahwa putusan
Pengadilan Tinggi Kendari yang menguatkan putusan Pengadilan Negeri Kolaka telah
tepat dan benar.
Pertimbangan tersebut didasarkan pada keyakinan bahwa tindakan Para Tergugat,
yaitu memberhentikan Sadikin sebagai Direktur Operasional PT MDW melalui Rapat
Umum Pemegang Saham (RUPS), telah sesuai dengan Anggaran Dasar atau Akta
Pendirian PT MDW dan tidak bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun
2007 tentang Perseroan Terbatas. Hakim berpendapat bahwa tidak ada perbuatan
melawan hukum yang dilakukan oleh Para Tergugat.
Sebagai hasilnya, Mahkamah Agung memutuskan untuk menolak permohonan kasasi
yang diajukan oleh Sadikin. Selain itu, Sadikin dihukum untuk membayar biaya perkara
dalam tingkat kasasi sejumlah Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah).
Dengan demikian, putusan tersebut menegaskan bahwa tindakan pemberhentian
Sadikin telah sesuai dengan aturan perusahaan dan tidak melanggar hukum, sehingga
gugatan yang diajukannya tidak diterima oleh pengadilan.
15.
16. Pada permasalahan pemberhentian sepihak Direksi PT MDW
ini tentu Direksi tersebut mengalami kerugian dari adanya
pemberhentian secara sepihak seperti kerugian materiil
berupa kehilangan penghasilan, serta kerugian imateriil
karena penggugat mengalami kerugian dalam menuntut
haknya serta mengalami gangguan psikologi dan tekanan
batin akibat perbuatan pemberhentian atau pemecatan
tersebut, serta reputasi Penggugat yang menjadi tercemar
dikalangan pengusaha. Terhadap kerugian-kerugian yang
dirasakan oleh Direksi PT MDW akibat pemberhentian secara
sepihak tersebut, sesuai dengan penjelasan Teori Keadilan
John Rawls, apabila terjadi ketidakadilan maka kaum
tertinggallah yang harus diuntungkan.
17. Pemberhentian tersebut dapat dianggap tidak adil bagi kepentingan dan hak
Direksi Perseroan Terbatas yang bersangkutan, sebab permberhentian
tersebut dilakukan dengan tidak sah dan sewenang-wenang yang tidak sesuai
dengan mekanisme dan/atau prosedur diberhentikannya Direksi dari
jabatannya sebagaimana ketentuan Pasal 21, Pasal 105, dan Pasal 106 UUPT.
Tindakan pemberhentian secara lisan dan tanpa alasan ini bertentangan
dengan Pasal 21 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan
Terbatas, yang seharusnya mendapatkan persetujuan dari Menteri atau cukup
diberitahukan kepada Menteri mengenai perubahan anggaran dasar, serta
perubahan tersebut haruslah dimuat atau dinyatakan dalam akta notaris
maksimal 30 (tiga puluh) hari setelah tanggal RUPS diputuskan, sehingga
pemberhentian secara lisan tanpa surat tertulis ini sangat bertentangan dan
perbuatan tersebut tidak sah, sewenang-wenang, dan melawan hukum.
18. Adapun perlindungan hukum bagi Direksi Perseroan Terbatas yang dilakukan
pemberhentian secara sepihak melalui RUPS, maka dalam hal ini tiap anggota
dewan komisaris dapat pula dimintakan pertanggungjawaban terhadap
kerugian yang diterima oleh perseroan, tanggung jawab pribadi melekat pada
diri anggota dewan komisaris jika salah ataupun lalai dalam mengawasi
ataupun memberikan nasihat. Dalam hal ini luasnya pertanggungjawaban
sebatas kesalahan ataupun kelalaiannya tersebut.
Selanjutnya, upaya hukum yang dapat dilakukan, yakni dapat diadakannya
RUPS Luar Biasa sebagai tindak lanjut dari pemberhentian Direksi, oleh sebab
itu hendaknya Dewan Komisaris dengan segera melakukan pemanggilan
kepada para pemegang saham untuk dilaksanakannya RUPS Luar Biasa demi
mengukuhkan keputusannya.
19.
20. • Pertimbangan hakim dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 1888 K/Pdt/2020
terkait pemberhentian sepihak Direksi oleh PT MDW dinilai kurang memperhatikan
keadilan, hanya merujuk pada Anggaran Dasar PT. Peneliti menyarankan agar hakim
mempertimbangkan aspek-aspek dan fakta lain, serta meninjau regulasi terkait
pemberhentian Direksi dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas (UUPT).
• Pemberhentian Direksi tanpa alasan jelas dan tanpa memberikan kesempatan
membela diri dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) dianggap tidak sah dan
sewenang-wenang. Putusan hakim yang mengabulkan pemberhentian tersebut dapat
berdampak buruk terhadap praktik hukum di Indonesia, memicu tindakan serupa, dan
tidak dianggap sebagai kejahatan.
• Hak perlindungan hukum Direksi Perseroan Terbatas terhadap pemberhentian sepihak
harus dijamin. Jika pemberhentian bertentangan dengan UUPT, RUPS dianggap cacat
hukum dan tidak sah. Konsekuensi hukum termasuk membatalkan hasil keputusan
RUPS, meminta pertanggungjawaban dewan komisaris, dan dapat mengadakan Rapat
Umum Pemegang Saham Luar Biasa sebagai tindak lanjut.
Kesimpulannya, perlindungan hukum terhadap hak Direksi harus diupayakan, dengan
meninjau kembali keabsahan RUPS dan mengambil tindakan hukum yang sesuai dengan
ketentuan UUPT.