1. Pajak dan zakat memiliki perbedaan mendasar dalam Islam. Zakat wajib bagi Muslim untuk mensucikan harta dan diri, sedangkan pajak dapat dikenakan kepada non-Muslim.
2. Terdapat pendapat yang mengharamkan pajak karena dianggap sama dengan sistem jahiliyah, namun ada juga pendapat yang mengizinkan pajak asalkan memenuhi syarat-syarat tertentu seperti untuk kemaslahatan umat.
3
Jared Smith is a problem solver and communicator from New Jersey who is currently living in Vermont. He graduated from Norwich University with a BS in Computer Engineering. His skills include SQL Server, IIS, system administration, security, virtualization, and networking. He has experience developing and maintaining web applications as well as customer service. His goals are to continue learning new technologies and acquiring additional skills and certifications through continued education.
5 tips to build awesome mobile enterprise apps.Pascal Jaillon
An introduction to great app development using moTwin Platform.
Learn about the moTwin Connector API, what “real-time” performance actually means for mobile devices, and why “context” is at the foundation of moTwin’s application design philosophy.
This guide is a great way to learn about the power of our Platform and how it can help you build the next generation of mobile apps right now.
The document discusses various aspects of conducting a financial analysis for a new project, including:
1. Calculating the total cost of the project, means of financing, production plans, and cost of production.
2. Estimating working capital requirements, sources of working capital financing, and projected sales, costs, profits, and cash flows.
3. Preparing financial statements like the balance sheet, cash flow statement, and cost flow statement to analyze the project's viability and profitability.
4. Considering factors like demand and supply, economic and financial analyses, and environmental impacts to comprehensively evaluate the project.
Este documento contiene más de 50 observaciones para informes de rendimiento escolar. Las observaciones se dividen en cuatro categorías: felicitaciones, rendimiento regular, mal rendimiento y rendimiento y conocimiento. Algunas observaciones elogian el buen compromiso y rendimiento del estudiante, mientras que otras enfatizan la necesidad de mayor esfuerzo y compromiso para mejorar el rendimiento.
Jared Smith is a problem solver and communicator from New Jersey who is currently living in Vermont. He graduated from Norwich University with a BS in Computer Engineering. His skills include SQL Server, IIS, system administration, security, virtualization, and networking. He has experience developing and maintaining web applications as well as customer service. His goals are to continue learning new technologies and acquiring additional skills and certifications through continued education.
5 tips to build awesome mobile enterprise apps.Pascal Jaillon
An introduction to great app development using moTwin Platform.
Learn about the moTwin Connector API, what “real-time” performance actually means for mobile devices, and why “context” is at the foundation of moTwin’s application design philosophy.
This guide is a great way to learn about the power of our Platform and how it can help you build the next generation of mobile apps right now.
The document discusses various aspects of conducting a financial analysis for a new project, including:
1. Calculating the total cost of the project, means of financing, production plans, and cost of production.
2. Estimating working capital requirements, sources of working capital financing, and projected sales, costs, profits, and cash flows.
3. Preparing financial statements like the balance sheet, cash flow statement, and cost flow statement to analyze the project's viability and profitability.
4. Considering factors like demand and supply, economic and financial analyses, and environmental impacts to comprehensively evaluate the project.
Este documento contiene más de 50 observaciones para informes de rendimiento escolar. Las observaciones se dividen en cuatro categorías: felicitaciones, rendimiento regular, mal rendimiento y rendimiento y conocimiento. Algunas observaciones elogian el buen compromiso y rendimiento del estudiante, mientras que otras enfatizan la necesidad de mayor esfuerzo y compromiso para mejorar el rendimiento.
TONGKUNO
Cipt. Moses La Kahya
Voc. Ebet
DI POST OLEH OPERATOR WARNET VAST SMA NEGERI 1 RAHA KAB. MUNA
TONGKUNO LIWUNO BHARAKATI
WITENO WUNA KALENTEHAKU
ASUMULI AMOWANU LIWUKU RAHA
RAMPAHANO KALEMBOHANO REAKU
TONGKUNO LIWUNO KODHARATI
WITENO WUNA LIWUNTO BUGHOU
ASUMULIMO AMARINTANGI LIWUKU RAHA
RAMPANO RAHA KALEMBOHANO REAKU
LAHA-LAHAE MANGKAFINO
POGAUNO KAMOKULAHI
SO MARINTANO NSAIDI HENDE BOGHOU
DA SUMABARA DA KUMAPIHI SO KADADIHA
SO KARUNSAHA GHOLEO MBURU MAINO
TONGKUNO LIWUNO KODHARATI
WITENO WUNA LIWUNTO BUGHOU
ASUMULIMO AMARINTANGI LIWUKU RAHA
RAMPANO RAHA KALEMBOHANO REAKU
LAHA-LAHAE MANGKAFINO
POGAUNO KAMOKULAHI
SO MARINTANO NSAIDI HENDE BOGHOU
DA SUMABARA DA KUMAPIHI SO KADADIHA
SO KARUNSAHA GHOLEO MBURU MAINO
DA SUMABARA DA KUMAPIHI SO KADADIHA
SO KARUNSAHA GHOLEO MBURU MAINO
Ringkasan dari dokumen tersebut adalah:
1. Dokumen tersebut membahas tentang pengertian riba dan bunga serta perbedaan antara keduanya dalam perspektif Islam.
2. Terdapat perbedaan pendapat ulama tentang apakah bunga bank dapat dikategorikan sebagai riba atau tidak.
3. Secara umum, riba dalam Islam meliputi pengambilan tambahan dari pinjaman tanpa adanya transaksi pengganti yang sah.
1. Teori pajak menurut syariat Islam didasarkan pada prinsip bahwa semua harta adalah milik Allah dan manusia hanya mengelolanya sebagai khalifah. Pajak dikenakan untuk membiayai kepentingan umum seperti pertahanan dan kesejahteraan masyarakat.
Dokumen tersebut membahas tentang sistem ekonomi Islam, etos kerja dalam Islam, dan respons Islam terhadap transaksi ekonomi modern seperti e-commerce dan bunga bank. Sistem ekonomi Islam didasarkan pada nilai-nilai kepemilikan, keseimbangan, dan keadilan berdasarkan al-Quran dan sunnah. Etos kerja kuat dan kemandirian diri merupakan prinsip penting dalam Islam.
Tiga sistem ekonomi utama (sosialisme, kapitalisme, dan ekonomi syariah) memiliki kelemahan yang menonjol dibandingkan kelebihannya. Hal ini mendorong munculnya pemikiran tentang ekonomi syariah yang didasarkan pada Al-Quran dan Hadis sebagai alternatif bagi negara-negara Muslim.
Dokumen tersebut membahas tentang kebijakan fiskal dalam ekonomi Islam, mencakup zakat, wakaf, dan instrumen kebijakan lainnya seperti pajak. Tujuan kebijakan fiskal adalah mencapai kesejahteraan dengan tetap memperhatikan nilai-nilai spiritual. Zakat dan wakaf merupakan komponen penting dalam kebijakan fiskal Islam untuk mendistribusikan kekayaan secara merata.
TUGAS PERBANKAN SYARIAH RAPEM 1 SAMPAI DENGAN 7 - UNIVERSITAS MERCUBUANA REGU...nishannisa
Tugas kelompok ini membahas perkembangan lembaga keuangan syariah secara historis mulai dari masa Nabi Muhammad SAW hingga masa modern. Terdapat pembahasan mengenai lembaga-lembaga keuangan yang ada pada masa Nabi seperti Baitul Maal dan Wilayatul Hisbah, perkembangannya pada masa kekhalifahan, pendirian bank syariah pertama di Mesir, serta peran lembaga internasional seperti IDB dan AAOIFI dalam peng
1. Ada perbedaan pendapat ulama tentang zakat harus disalurkan langsung oleh muzakki atau melalui badan amil. Mazhab Syafi'i, Hambali, dan Maliki membolehkan melalui badan amil asalkan adil, sedangkan Hanafi lebih menyarankan disalurkan langsung.
2. Alquran dan hadits menunjukkan perlunya pengumpul zakat, meski tanpa diambil tetap kewajiban muzakki. Sejarah menunjukkan prakt
Bagaimana sejarah dari seorang ulama besar Asy-Syatibi? Bagaimana konsep ekonomi islam menurut Asy-syatibi? lalu bagaimana kaitannya dengan maqashid syariah?
Teks tersebut membahas konsep dasar ekonomi Islam dan karakteristik sistem ekonomi Islam yang berbeda dengan ilmu ekonomi konvensional. Ekonomi Islam didasarkan pada al-Quran dan sunnah, memandang manusia sebagai khalifah Allah, dan mengedepankan prinsip keadilan dan kemitraan dalam bermuamalah.
7uru harus lebih selekti dalam memilihmet!de yang !!k
7uru ber-eksperimen terhadap met!de yangdiajarkan
7uru mengajak peserta didik untukmengetahui latar belakang 'asal( dari setiapmateri yang akan disampaikan
7uru harus lebih selekti dalam memilihmet!de yang !!k
7uru ber-eksperimen terhadap met!de yangdiajarkan
7uru mengajak peserta didik untukmengetahui latar belakang 'asal( dari setiapmateri yang akan disampaikan
7uru harus lebih selekti dalam memilihmet!de yang !!k
7uru ber-eksperimen terhadap met!de yangdiajarkan
7uru mengajak peserta didik untukmengetahui latar belakang 'asal( dari setiapmateri yang akan disampaikan
7uru harus lebih selekti dalam memilihmet!de yang !!k
7uru ber-eksperimen terhadap met!de yangdiajarkan
7uru mengajak peserta didik untukmengetahui latar belakang 'asal( dari setiapmateri yang akan disampaikan
7uru harus lebih selekti dalam memilihmet!de yang !!k
7uru ber-eksperimen terhadap met!de yangdiajarkan
7uru mengajak peserta didik untukmengetahui latar belakang 'asal( dari setiapmateri yang akan disampaikan
7uru harus lebih selekti dalam memilihmet!de yang !!k
7uru ber-eksperimen terhadap met!de yangdiajarkan
7uru mengajak peserta didik untukmengetahui latar belakang 'asal( dari setiapmateri yang akan disampaikan
7uru harus lebih selekti dalam memilihmet!de yang !!k
7uru ber-eksperimen terhadap met!de yangdiajarkan
7uru mengajak peserta didik untukmengetahui latar belakang 'asal( dari setiapmateri yang akan disampaikan
7uru harus lebih selekti dalam memilihmet!de yang !!k
7uru ber-eksperimen terhadap met!de yangdiajarkan
7uru mengajak peserta didik untukmengetahui latar belakang 'asal( dari setiapmateri yang akan disampaikan
7uru harus lebih selekti dalam memilihmet!de yang !!k
7uru ber-eksperimen terhadap met!de yangdiajarkan
7uru mengajak peserta didik untukmengetahui latar belakang 'asal( dari setiapmateri yang akan disampaikan
7uru harus lebih selekti dalam memilihmet!de yang !!k
7uru ber-eksperimen terhadap met!de yangdiajarkan
7uru mengajak peserta didik untukmengetahui latar belakang 'asal( dari setiapmateri yang akan disampaikan
7uru harus lebih selekti dalam memilihmet!de yang !!k
7uru ber-eksperimen terhadap met!de yangdiajarkan
7uru mengajak peserta didik untukmengetahui latar belakang 'asal( dari setiapmateri yang akan disampaikan
7uru harus lebih selekti dalam memilihmet!de yang !!k
7uru ber-eksperimen terhadap met!de yangdiajarkan
7uru mengajak peserta didik untukmengetahui latar belakang 'asal( dari setiapmateri yang akan disampaikan
7uru harus lebih selekti dalam memilihmet!de yang !!k
7uru ber-eksperimen terhadap met!de yangdiajarkan
7uru mengajak peserta didik untukmengetahui latar belakang 'asal( dari setiapmateri yang akan disampaikan
7uru harus lebih selekti dalam memilihmet!de yang !!k
7uru ber-eksperimen terhadap met!de yangdiajarkan
7uru mengajak peserta didik untukmengetahui latar belakang 'asal( da
TONGKUNO
Cipt. Moses La Kahya
Voc. Ebet
DI POST OLEH OPERATOR WARNET VAST SMA NEGERI 1 RAHA KAB. MUNA
TONGKUNO LIWUNO BHARAKATI
WITENO WUNA KALENTEHAKU
ASUMULI AMOWANU LIWUKU RAHA
RAMPAHANO KALEMBOHANO REAKU
TONGKUNO LIWUNO KODHARATI
WITENO WUNA LIWUNTO BUGHOU
ASUMULIMO AMARINTANGI LIWUKU RAHA
RAMPANO RAHA KALEMBOHANO REAKU
LAHA-LAHAE MANGKAFINO
POGAUNO KAMOKULAHI
SO MARINTANO NSAIDI HENDE BOGHOU
DA SUMABARA DA KUMAPIHI SO KADADIHA
SO KARUNSAHA GHOLEO MBURU MAINO
TONGKUNO LIWUNO KODHARATI
WITENO WUNA LIWUNTO BUGHOU
ASUMULIMO AMARINTANGI LIWUKU RAHA
RAMPANO RAHA KALEMBOHANO REAKU
LAHA-LAHAE MANGKAFINO
POGAUNO KAMOKULAHI
SO MARINTANO NSAIDI HENDE BOGHOU
DA SUMABARA DA KUMAPIHI SO KADADIHA
SO KARUNSAHA GHOLEO MBURU MAINO
DA SUMABARA DA KUMAPIHI SO KADADIHA
SO KARUNSAHA GHOLEO MBURU MAINO
Ringkasan dari dokumen tersebut adalah:
1. Dokumen tersebut membahas tentang pengertian riba dan bunga serta perbedaan antara keduanya dalam perspektif Islam.
2. Terdapat perbedaan pendapat ulama tentang apakah bunga bank dapat dikategorikan sebagai riba atau tidak.
3. Secara umum, riba dalam Islam meliputi pengambilan tambahan dari pinjaman tanpa adanya transaksi pengganti yang sah.
1. Teori pajak menurut syariat Islam didasarkan pada prinsip bahwa semua harta adalah milik Allah dan manusia hanya mengelolanya sebagai khalifah. Pajak dikenakan untuk membiayai kepentingan umum seperti pertahanan dan kesejahteraan masyarakat.
Dokumen tersebut membahas tentang sistem ekonomi Islam, etos kerja dalam Islam, dan respons Islam terhadap transaksi ekonomi modern seperti e-commerce dan bunga bank. Sistem ekonomi Islam didasarkan pada nilai-nilai kepemilikan, keseimbangan, dan keadilan berdasarkan al-Quran dan sunnah. Etos kerja kuat dan kemandirian diri merupakan prinsip penting dalam Islam.
Tiga sistem ekonomi utama (sosialisme, kapitalisme, dan ekonomi syariah) memiliki kelemahan yang menonjol dibandingkan kelebihannya. Hal ini mendorong munculnya pemikiran tentang ekonomi syariah yang didasarkan pada Al-Quran dan Hadis sebagai alternatif bagi negara-negara Muslim.
Dokumen tersebut membahas tentang kebijakan fiskal dalam ekonomi Islam, mencakup zakat, wakaf, dan instrumen kebijakan lainnya seperti pajak. Tujuan kebijakan fiskal adalah mencapai kesejahteraan dengan tetap memperhatikan nilai-nilai spiritual. Zakat dan wakaf merupakan komponen penting dalam kebijakan fiskal Islam untuk mendistribusikan kekayaan secara merata.
TUGAS PERBANKAN SYARIAH RAPEM 1 SAMPAI DENGAN 7 - UNIVERSITAS MERCUBUANA REGU...nishannisa
Tugas kelompok ini membahas perkembangan lembaga keuangan syariah secara historis mulai dari masa Nabi Muhammad SAW hingga masa modern. Terdapat pembahasan mengenai lembaga-lembaga keuangan yang ada pada masa Nabi seperti Baitul Maal dan Wilayatul Hisbah, perkembangannya pada masa kekhalifahan, pendirian bank syariah pertama di Mesir, serta peran lembaga internasional seperti IDB dan AAOIFI dalam peng
1. Ada perbedaan pendapat ulama tentang zakat harus disalurkan langsung oleh muzakki atau melalui badan amil. Mazhab Syafi'i, Hambali, dan Maliki membolehkan melalui badan amil asalkan adil, sedangkan Hanafi lebih menyarankan disalurkan langsung.
2. Alquran dan hadits menunjukkan perlunya pengumpul zakat, meski tanpa diambil tetap kewajiban muzakki. Sejarah menunjukkan prakt
Bagaimana sejarah dari seorang ulama besar Asy-Syatibi? Bagaimana konsep ekonomi islam menurut Asy-syatibi? lalu bagaimana kaitannya dengan maqashid syariah?
Teks tersebut membahas konsep dasar ekonomi Islam dan karakteristik sistem ekonomi Islam yang berbeda dengan ilmu ekonomi konvensional. Ekonomi Islam didasarkan pada al-Quran dan sunnah, memandang manusia sebagai khalifah Allah, dan mengedepankan prinsip keadilan dan kemitraan dalam bermuamalah.
7uru harus lebih selekti dalam memilihmet!de yang !!k
7uru ber-eksperimen terhadap met!de yangdiajarkan
7uru mengajak peserta didik untukmengetahui latar belakang 'asal( dari setiapmateri yang akan disampaikan
7uru harus lebih selekti dalam memilihmet!de yang !!k
7uru ber-eksperimen terhadap met!de yangdiajarkan
7uru mengajak peserta didik untukmengetahui latar belakang 'asal( dari setiapmateri yang akan disampaikan
7uru harus lebih selekti dalam memilihmet!de yang !!k
7uru ber-eksperimen terhadap met!de yangdiajarkan
7uru mengajak peserta didik untukmengetahui latar belakang 'asal( dari setiapmateri yang akan disampaikan
7uru harus lebih selekti dalam memilihmet!de yang !!k
7uru ber-eksperimen terhadap met!de yangdiajarkan
7uru mengajak peserta didik untukmengetahui latar belakang 'asal( dari setiapmateri yang akan disampaikan
7uru harus lebih selekti dalam memilihmet!de yang !!k
7uru ber-eksperimen terhadap met!de yangdiajarkan
7uru mengajak peserta didik untukmengetahui latar belakang 'asal( dari setiapmateri yang akan disampaikan
7uru harus lebih selekti dalam memilihmet!de yang !!k
7uru ber-eksperimen terhadap met!de yangdiajarkan
7uru mengajak peserta didik untukmengetahui latar belakang 'asal( dari setiapmateri yang akan disampaikan
7uru harus lebih selekti dalam memilihmet!de yang !!k
7uru ber-eksperimen terhadap met!de yangdiajarkan
7uru mengajak peserta didik untukmengetahui latar belakang 'asal( dari setiapmateri yang akan disampaikan
7uru harus lebih selekti dalam memilihmet!de yang !!k
7uru ber-eksperimen terhadap met!de yangdiajarkan
7uru mengajak peserta didik untukmengetahui latar belakang 'asal( dari setiapmateri yang akan disampaikan
7uru harus lebih selekti dalam memilihmet!de yang !!k
7uru ber-eksperimen terhadap met!de yangdiajarkan
7uru mengajak peserta didik untukmengetahui latar belakang 'asal( dari setiapmateri yang akan disampaikan
7uru harus lebih selekti dalam memilihmet!de yang !!k
7uru ber-eksperimen terhadap met!de yangdiajarkan
7uru mengajak peserta didik untukmengetahui latar belakang 'asal( dari setiapmateri yang akan disampaikan
7uru harus lebih selekti dalam memilihmet!de yang !!k
7uru ber-eksperimen terhadap met!de yangdiajarkan
7uru mengajak peserta didik untukmengetahui latar belakang 'asal( dari setiapmateri yang akan disampaikan
7uru harus lebih selekti dalam memilihmet!de yang !!k
7uru ber-eksperimen terhadap met!de yangdiajarkan
7uru mengajak peserta didik untukmengetahui latar belakang 'asal( dari setiapmateri yang akan disampaikan
7uru harus lebih selekti dalam memilihmet!de yang !!k
7uru ber-eksperimen terhadap met!de yangdiajarkan
7uru mengajak peserta didik untukmengetahui latar belakang 'asal( dari setiapmateri yang akan disampaikan
7uru harus lebih selekti dalam memilihmet!de yang !!k
7uru ber-eksperimen terhadap met!de yangdiajarkan
7uru mengajak peserta didik untukmengetahui latar belakang 'asal( da
1. KompasianaKompas.comCetakePaperKompas
TVBolaEntertainmentTeknoOtomotifFemaleHealthPropertiUrbanesiaImagesMore
Berita Politik Humaniora Ekonomi Hiburan Olahraga Lifestyle Wisata Kesehatan
Tekno Media Muda Green Lipsus Fiksiana Freez
Home
Ekonomi
Moneter
Artikel
Jadikan Teman | Kirim Pesan
karyawan
0inShare
Pajak Dalam Perspektif Islam
OPINI | 19 September 2012 | 10:26 Dibaca: 519 Komentar: 0 1 bermanfaat
Samakah Pajak dengan Zakat?
Dalam istilah bahasa Arab, pajak dikenal dengan nama Al-Usyr (Lihat Lisanul Arab 9/217-
218, Al-Mu‟jam Al-Wasith hal. 602, Cet. Al-Maktabah Al-Islamiyyah dan Mukhtar Ash-Shihah hal.
182) atau Al-Maks, atau bisa juga disebut Adh-Dharibah, yang artinya adalah “Pungutan yang ditarik
dari rakyat oleh para penarik pajak” (Lihat Lisanul Arab 9/217-218 dan 13/160 Cet Dar Ihya At-
Turats Al-Arabi, Shahih Muslim dengan syarahnya oleh Imam Nawawi 11/202, dan Nailul Authar
4/559 Cet Darul Kitab Al-Arabi)
atau suatu ketika bisa disebut Al-Kharaj, akan tetapi Al-Kharaj biasa digunakan untuk pungutan-
pungutan yang berkaitan dengan tanah secara khusus (Lihat Al-Mughni 4/186-203).
Perdebatan antara yang pro dan kontra terhadap sistem pajak sebenarnya bukanlah hal yang
baru, karena telah banyak tulisan baik berupa buku, naskah hasil penelitian, proceeding seminar dan
diskusi, dan lain-lain dari berbagai ulama dan para pemikir Islam. Tulisan tersebut banyak memuat
kutipan hadis hingga pendapat para ulama dari berbagai masa atau zaman dari yang paling ekstrim
menentang hingga yang menghalalkan pemungutan pajak dengan kondisi dan syarat tertentu. Hanya
saja memang, seperti diakui oleh DR. Umer Chapra, pendapat ulama atau pemikir Islam yang
2. menentang dipungutnya pajak lebih banyak dibandingkan yang sebaliknya. Oleh beliau pemikiran-
pemikiran seperti ini dianggap sebagai pemikiran yang aneh untuk diterapkan pada zaman atau situasi
seperti saat ini (Umer Chapra, 2000, Islam dan Tantangan Ekonomi, penerjemah Ikhwan Abidin B,
Tazkia Institute, hal. 294. Ragam istilah yang berbeda digunakan oleh beberapa ulama untuk pajak,
diantaranya dhara‟ib, wazha‟if, kharaj, nawa‟ib dan kilaf as-sulthaniyyah).
Dasar diharamkannya pajak oleh sebagian ulama didasarkan pemikiran bahwa pajak
berbeda dari zakat. Zakat pada intinya adalah kewajiban yang melekat pada dirinya sebagai
seorang muslim sebagaimana rukun Islam lainnya yang diwajibkan oleh Allah SWT,
sedangkan konsep pajak dalam Islam menyatakan bahwa pajak hanya dapat dikenakan pada
kelebihan harta bukan pada penghasilan. Negara tidak dapat mengenakan pajak langsung
seperti pajak penjualan pada barang dan jasa juga pajak dalam bentuk biaya peradilan, biaya
petisi , penjualan atau pendaftaran tanah, bangunan, atau jenis pajak lain selain yang shari‟ah.
Perbedaan yang sangat jelas antara zakat dan pajak diantaranya:
1. Zakat adalah memberikan sebagian harta menurut kadar yang ditentukan oleh Allah bagi
orang yang mempunyai kelebihan harta yang telah sampai nisabnya, sedangkan pajak
tidak ada kekuatan yang jelas kecuali ditentukan oleh penguasa di suatu tempat.
2. Zakat berlaku bagi kaum muslimin saja, hal ini lantaran zakat berfungsi untuk mensucikan
baik harta atau diri pelakunya. Sedangkan pajak pada zaman Rasulullah SAW berlaku
pada orang-orang kafir yang tinggal di kekuasaan kaum mislimin.
3. Rasulullah SAW menghapuskan skema penarikan persepuluh dari harta manusia yang
biasa ditarik oleh kaum jahiliyah yang kita kenal saat ini sebagai retribusi atau pajak.
Sedangkan zakat tidak dapat diperlakukan sama dengan pajak karena zakat termasuk
bagian dari harta yang wajib ditarik oleh imam sebagai pemimpin dan dikembalikan
kepada orang yang berhak.
4. Zakat adalah suatu bentuk syari‟at yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW. Sedangkan
pajak merupakan sunnahnya orang-orang jahiliyah yang asal usulnya biasa dipungut oleh
para raja Arab atau non Arab, dan di antara kebiasaan mereka adalah menarik
sepersepuluh dari barang dagangan manusia yang melalui/melewati daerah kekuasaan-
nya.
Mengapa Pajak Diharamkan Dalam Islam?
Pendapat golongan yang mendukung pengharaman pemungutan pajak salah satunya diperkuat
oleh hadist (HR Ahmad dan Abu Dawud). ”Dari abu Khair Radhiyallahu‟anhu beliau berkata,
Maslamah bin Makhlad (gubernur Mesir saat itu) menawarkan tugas penarikan pajak kepada Ruwafi
bin Tsabit Radhiyallahu ‟anhu, maka Ia berkata: ‟Sesungguhnya para penarik/pemungut pajak
(diazab) di neraka‟”( HR Ahmad 4/143, Abu Dawud 2930).
Imam Abu Ja‟far Ath Thawawi Rahimahumullah ( Imam Abu Ja‟far Ath Thawawi
Rahimahumullah, kitab Syarh Ma‟ani Al-Atsar (2/30-31), berkata bahwa Al-Usyr yang telah
dihapus kewajibannya oleh Rasulullah SAW atas kaum muslimin adalah pajak yang biasa
dipungut oleh kaum jahilliyah. Kemudian beliau melanjutkan, ” …………. hal ini sangat
berbeda dengan kewajiban zakat”.
3. Jika pandangan dan kepercayaan yang mengharamkan pajak dipungut terhadap kaum
muslimin tersebut dianut oleh sebagian besar muslim di negara-negara yang masih
menerapkan sistem perpajakan dalam mengumpulkan pendapatan negara guna membiayai
pengeluaran sektor publik, maka bagi mereka tentu bukan pelanggaran etika atau
moral untuk menghindarkan diri darikewajiban membayar pajak (tax evasion), meskipun
mereka juga termasuk orang-orang yang menikmati pelayanan sektor publik yang dibiayai
dari pajak yang tidak mereka patuhi tersebut (free rider). Manakah yang lebih
etis, tidak membayar pajak (karena dicap sebagai praktik yang diharamkan) namun secara
„gratis‟ memanfaatkan fasilitas layanan publik dibandingkan dengan sikap yang konsekuen
membayar pajak karena menyadari telah memanfaatkan fasilitas layanan publik untuk
mencapai suatu kesejahteraan?
Apakah kita siap untuk tidak menggunakan jalan umum yang dibangun dari
penerimaan pajak, atau tidak bersekolah di sekolah negeri, tidak berobat di rumah sakit
umum, tidak menggunakan BBM yang bersubsidi, dan fasilitas-fasilitas umum lainnya yang
sebagian besar dibiayai dengan penerimaan pajak? Jika jawabannya siap, maka bolehlah kita
tanpa bersalah tidak membayar pajak, tetapi apakah itu mungkin, setidaknya untuk saat ini?
Wallahu „alam bissawab.
Argumentasi Pajak Diperbolehkan Dalam Islam
Robert W. McGee menyatakan bahwa Sistem perpajakan dalam Islam adalah sesuatu
yang bersifat sukarela (voluntary). Dalam tulisannya yang berjudul “The Ethics of Tax
Evasion and Trade Protectionism from Islamic Perspective” McGee menyatakan bahwa
sebagian besar muslim percaya bahwa tidak ada suatu keharusan moral bagi mereka untuk
mematuhi peraturan yang mewajibkan membayar pajak yang dikeluarkan oleh pemerintah
( Robert W. McGee, 1997, The Ethics Of Tax Evasion and Trade Protection From an Islamic
Perspective, Commentaries on Law & Public Policy: 1:250-
262,(http://papers.ssrn.com/sol3/papers.cfm?abstract_id=461397, diakses 15 Juni 2009).
Adapun dalam Fiqih Islam telah ditegaskan bahwa pemerintah memiliki kekuasaan
untuk memaksa warga negara membayar pajak bila jumlah zakat tidak mencukupi untuk
menjalankan semua kegiatan pemerintahan. Hak negara untuk meningkatkan sumber daya
lewat pajak di samping zakat telah dipertahankan oleh sejumlah fuqaha yang pada prinsipnya
mewakili semua mazhab fiqih(Ibid 4 ) . Hal ini disebabkan karena pada prinsipnya dana zakat
dipergunakan untuk kesejahteraan kaum miskin padahal negara memerlukan sumber-sumber
dana yang lain agar dapat melakukan fungsi alokasi, distribusi, dan stabilisasi secara efektif.
Hak ini dibela oleh para fuqaha berdasarkan hadits Rasulullah SAW:
“Pada hartamu ada kewajiban lain selain zakat”( Ad-Darimi, Sunan Ad-Darimi (1349 H),
vol.1, dan Abu Ubayd, Kitabul Amwaal,dalam Umer Chapra, ibid 4. Untuk penjelasan yang
memuaskan tentang hadis ini, lihat Al-Qardhawi, Fiqhuz-Zakah (1969), vol.2. hal. 963 ).
Argumen ini juga diperkokoh dengan kaidah ushul (prinsip) yang menyatakan bahwa, “Suatu
pengorbanan yang lebih kecil dapat direlakan untuk menghindari pengorbanan yang lebih besar” dan
bahwa “Sesuatu yang apabila suatu kewajiban tidak dapat dilakukan tanpanya, maka sesuatu itu
hukumnya wajib.”( Ibid 4 )
Adapun tentang kaidah ushul tersebut, Dr. Umer Chapra memberikan pembahasan lebih rinci
terkait dengan komitmen kepada nilai-nilai Islam dan Maqashid (tujuan-tujuan syariat), dengan
ilustrasi yang menarik dan relevan (Ibid 4, hal.287-289). Beliau mengatakan Komitmen kepada nilai-
nilai Islam dan maqashid harus dilakukan serentak pada empat perkara. Maqashid akan membantu
4. terutama mereduksi kesimpangsiuran keputusan pengeluaran pemerintah dengan memberikan kriteria
untuk membangun prioritas. Maqashid akan dapat diperkokoh dengan sandaran kepada enam prinsip
di bawah ini yang diambil dari kaidah ushul yang telah dikembangkan selama berabad-abad oleh para
fuqaha untuk menyediakan sebuah basis rasional dan konsisten bagi implementasi kaidah hukum
Islam(Majallah al-ahkam al-adliyyah, yang dikenal dengan nama Majallah, menyebutkan 100
kaidahushul dalam pembukaannya. Terjemahan ke dalam bahasa Inggris oleh C.R. Tyser, et al.
berjudulThe Majelle diterbitkan tahun 1967 oleh All Pakistan Legal Decision, Nabha Road, Lahore.
Meskipun Majallah merupakan kumpulan maszhab Hanafi yang dikodifikasikan pada periode
Utsmaniyah, kaidah-kaidah tersebut nyaris dipakai secara universal oleh para fuqaha dari seluruh
mazhab. Lihat juga Mustafa A., Az-Zarqa, al-Fiqhu al-Islami wa Tsaubuhu al-Jadid (1967), vol.2,
hal.945-1060; dan Ali Ahmad an-Nadwi, al-Qawaid al-Fiqhiyyah (1986). Nomor-nomor yang berada
dalam tanda kurung sesudah penukilan kaidah mengacu kepada pasal Majallah di mana prinsip-
prinsip tersebut diturunkan).
1. Kriteria pokok semua alokasi pengeluaran pajak harus diperuntukan bagi
kesejahteraan rakyat (pasal 58).
2. Pencegahan kesulitan dan bahaya harus didahulukan daripada penyediaan
kenyamanan (pasal 17, 18, 19, 20, 30, 31, dan 32).
3. Kepentingan mayoritas yang lebih besar harus didahulukan daripada
kepentingan minoritas yang lebih sempit (pasal 28).
4. Suatu pengorbanan atau kerugian individu dapat dilakukan untuk
menyelamatkan korban atau kerugian publik, dan suatu pengorbanan atau
kerugian yang lebih besar dapat dihindari dengan merelakan suatu
pengorbanan atau kerugian yang lebih kecil (pasal 26, 27, dan 28).
5. Siapa saja yang menerima manfaat harus membayar ongkosnya (pasal 87 dan
88).
6. Sesuatu yang tanpanya suatu kewajiban tidak dapat dipenuhi, maka sesuatu itu
wajib hukumnya(Lihat Asy-Syatibi, al-Muwafaqat, vol. 2, hal.394; lihat juga
Mustafa az-Zarqa (1967), vol.2, hal 784 dan 1088).
Kaidah-kaidah ini memiliki bobot yang sangat penting pada perpajakan dan
pengeluaran pemerintah di negara-negara muslim. Untuk memperjelas implikasinya pada
program-program pengeluaran pemerintah, akan di ilustrasikan dalam contoh di bawah ini.
Oleh karena kesejahteraan harus menjadi tujuan pokok dari pengeluaran publik
menurut kaidah 1, maka kaidah 6 menuntut semua proyek infrastruktur fisik dan sosial yang
akan membantu merealisasikan tujuan ini melalui pertumbuhan ekonomi yang cepat,
penciptaan lapangan pekerjaan, dan pemenuhan kebutuhan, harus diberikan prioritas dari
proyek-proyek yang tidak memberikan kontribusi semacam itu. Bahkan, diantara proyek
infrastruktur yang harus dibangun, kaidah 2 menuntut pemberian preferensi kepada proyek-
proyek yang akan membantu menghapuskan kesulitan dan penderitaan yang disebabkan,
misalnya, oleh kekurangan gizi, buta huruf, tuna wisma, dan epidemik, dan kekurangan
fasilitas medis, pasokan air bersih dan sehat, dan limbah. Begitu pula dengan pengembangan
sebuah sistem transportasi publik yang efisien, harus memperoleh prioritas menurut kaidah 3
5. karena ketiaadaannya akan mengakibatkan kesulitan bagi mayoritas penduduk perkotaan, dan
berdampak buruk pada efisiensi dan pembangunan, dan menimbulkan impor kendaraan
berlebihan dan pemborosan BBM. Memang mobil-mobil ini akan memberikan kenyamanan
ekstra kepada sebagian kecil penduduk perkotaan, suatu reduksi pada impor dan diversi
tabungan untuk mengimpor kendaraan umum dapat dibenarkan atas dasar kaidah 4. Tindakan
demikian bukan saja akan mengurangi tekanan pada sumber-sumber devisa, tetapi juga akan
menyediakan pelayanan transportasi bagi mayoritas penduduk, dengan tingkat kepadatan dan
polusi yang lebih rendah di jalan-jalan perkotaan.
Jika prioritas diberikan kepada pemenuhan kepentingan mayoritas menurut kaidah 3,
maka karena mayoritas penduduk tinggal di pedesaan dan memiliki kecenderungan untuk
melakukan urbanisasi ke perkotaan sehingga menimbulkan persoalan-persoalan
sosioekonomi, untuk itu perlu diberikan stimulasi agar mereka tetap tinggal di pedesaan
melalui upaya pengembangan wilayah pedesaan untuk meningkatkan produktivitas pertanian,
memperluas peluang wirausaha dan lapangan kerja, dan memenuhi kebutuhan pokok mereka
harus didahulukan. Hal ini dengan sendirinya akan meningkatkan kondisi kehidupan
perkotaan dengan mereduksi tingkat kepadatan dan desakan-desakan dalam pelayanan publik.
Jika ketidakmerataan penghasilan dan kekayaan harus dikurangi, maka yang wajib
dilakukan, menurut kaidah 6, adalah peningkatan kemampuan orang miskin untuk dapat
memperoleh penghasilan yang lebih tinggi dan akses pada fasilitas pelatihan, pendidikan, dan
keuangan yang lebih baik. Hal ini menuntut pemberian prioritas dalam program pendidikan
vokasional di wilayah-wilayah pedesaan, sehingga siapa saja yang memenuhi syarat dapat
memiliki akses yang sama. Disamping itu, perlu merestrukturisasi sistem keuangan untuk
membiayai pengusaha-pengusaha di pedesaan dan di perkotaan agar dapat meningkatkan
peluang wirausaha dan meningkatkan pasokan barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan
masyarakat.
Abu Yusuf mendukung hak penguasa untuk meningkatkan atau menurunkan pajak
menurut kemampuan rakyat yang terbebani (Abu Yusuf, Kitabul Kharaj (1353 H), dalam
Umer Chapra, ibid 4., hal. 294 ). Marghinanii berpendapat bahwa jika sumber-sumber daya
negara tidak mencukupi, negara harus menghimpun dana dari rakyat untuk memenuhi
kepentingan umum. Jika manfaat itu memang dinikmati rakyat, kewajiban mereka membayar
ongkosnya (Al-Marghinani, al-Hidayah (1965), dalam Umer Chapra, ibid 4.)
Semua khulafa ar-rasyidin, terutama Umar, Ali, dan Umar bin Abdul Aziz dilaporkan
telah menekankan bahwa pajak harus dikumpulkan dengan keadilan dan kemurahan, tidak
diperbolehkan melebihi kemampuan rakyat untuk membayar,juga jangan sampai membuat
mereka tidak mampu memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari. Abu Yusuf berpendapat bahwa
sebuah sistem pajak yang baik tidak saja akan meningkatkan penerimaan, tetapi juga
meningkatkan pembangunan Negara(Abu Yusuf, Ibid., dalam Umer Chapra, Ibid 4. hal.
295). Imam Mawardi berpendapat bahwa sistem pajak yang adil akan memberikan keadilan
kepada para pembayarnya dan bagi kas penerimaan negara. Terlalu banyak menarik pajak
akan menyebabkan ketidakadilan terhadap hak-hak rakyat dan terlalu sedikit berarti tidak adil
terhadap kas penerimaan Negara (Ibnu Kaldun, Muqaddimah, dalam Umer Chapra, Ibid 4.
hal 295-297). Ibnu Khaldun dengan cara yang sangat bagus merefleksikan arus pemikiran
para sarjana muslim yang hidup pada zamannya berkenaan dengan distribusi beban pajak
yang merata dengan mengutip sebuah surat dari Thahir bin al-Husain kepada anaknya yang
menjadi seorang gubernur di salah satu provinsi,
6. “Oleh karena itu, sebarkanlah pajak pada semua orang dengan keadilan dan pemerataan,
perlakukan semua orang sama dan jangan memberi perkecualian kepada siapa pun karena
kedudukannya di masyarakat atau kekayaan, dan jangan mengecualikan kepada siapa pun
sekalipun itu adalah petugasmu sendiri atau kawan akrabmu atau pengikutmu. Dan jangan
kamu menarik pajak dari orang melebihi kemampuan membayarnya (Ibnu Kaldun,
Muqaddimah, dalam Umer Chapra, Ibid 4. hal 295-297).
Melihat tujuan keadilan sosial dan distribusi pendapatan yang merata, maka
perkembangan sistem perpajakan tampaknya seirama dengan sasaran-sasaran Islam. Namun,
perlu ditekankan bahwa sesuatu yang sangat relevan bagi kehidupan modern adalah adanya
hak negara untuk mengenakan pajak dengan memenuhi rasa keadilan. Sistem pajak harus
disesuaikan dengan perubahan tingkat kebutuhan, terutama kebutuhan masal terhadap
infrastruktur sosial dan fisik bagi sebuah negara berkembang dan perekonomian modern yang
efisien serta komitmen untuk meralisasikan maqashid (Maqashid Asy-Syariah
(Maqashid) adalah tujuan-tujuan syariatmengandung semua yang diperlukan manusia untuk
merealisasikan falah dan hayatan thayyibahdalam batas-batas syariat. Imam Ghazali, al-
Mustasyfa (1937) dalam Umer Chapra, Ibid., hal 7-9, memasukkan semua perkara yang
dianggap penting untuk melindungi dan memperkaya keimanan, kehidupan, akal, keturunan,
dan harta benda dalam maqashid. Dengan sangat bijaksana Imam Ghazalii meletakkan iman
pada urutan pertama dalam daftar maqashid. Karena, dalam perspektif Islam, iman adalah isi
yang sangat penting bagi kebahagiaan manusia. Imanlah yang meletakkan hubungan-
hubungan kemanusiaan pada fondasi yang benar, memungkinkan umat manusia berinteraksi
satu sama lain dalam suatu pergaulan yang seimbang dan saling menguntungkan dalam
mencapai kebahagiaan bersama. Iman juga memberikan suatu filter moral bagi alokasi dan
distribusi sumber-sumber daya menurut kehendak persaudaraan dan keadilan sosial-ekonomi,
disamping menyediakan pula suatu system pendorong untuk mencapai sasaran seperti
pemenuhan kebutuhan dan distribusi pendapatan dan kekayaan yang merata. Tanpa
menyuntikan dimensi keimanan ke dalam semua keputusan yang dibuat oleh manusia dengan
mengabaikan di mana hal itu terjadi baik itu dalam rumah tangga, ruang direksi perusahaan,
padar atau politbiro, maka tidaklah mungkin diwujudkan efisiensi dan pemerataan dalam
alokasi dan distribusi sumber-sumber daya untuk mengurangi ketidakseimbangan
makroekonomi dan ketidakstabilan ekonomi atau memberantas kejahatan, keresahan,
ketegangan, dan berbagai simptom penyakit anomie) dalam konteks masa sekarang. Sistem
tersebut tidak saja harus adil, tetapi juga harus menghasilkan, tanpa berdampak buruk pada
dorongan untuk bekerja, tabungan, dan investasi, serta penerimaan yang memadai sehingga
memungkinkan negara melaksanakan tanggung jawabnya secara efektif.
Dalam hukum Islam klasik dikenal tiga sistem pemungutan pajak yaitu:
1. Jizyah atau pajak kepala yang dikenakan kepada kafir zimmi, yaitu non muslim yang hidup di
negara/pemerintahan Islam dengan mematuhi peraturan dan perundang-undangan pemerintahan
Islam untuk melindungi jiwa, keselamatan, kemerdekaan dan hak-hak asasi mereka. Dalam
menghadapi negara non Islam terdapat tiga pilihan yang ditawarkan Islam. (1) masuk Islam, (2)
membayar jizyah atau (3) diperangi. Bagi yang masuk Islam mereka aman, tidak diperangi dan
tidak ada kewajiban membayar jizyah. Bagi yang tidak mau masuk Islam ada dua pilihan yaitu
membayar jizyah atau diperangi.
2. Kharaj, yaitu pajak bumi. Ini berlaku bagi tanah yang diperoleh kaum muslimin lewat peperangan
yang kemudian dikembalikan dan digarap oleh para pemiliknya. Sebagai imbalannya maka
pemiliknya mengeluarkan pajak bumi kepada pemerintah Islam.
3. ‘Usyur, yaitu pajak perdagangan, atau bea cukai (pajak Impor dan Ekspor). Mengingat bahwa
kebutuhan biaya pembangunan dalam arti luas sangat besar termasuk jalannya roda
7. pemerintahan, maka dibutuhkan dana yang cukup besar yang tidak dapat ditopang oleh zakat
semata, Islam membenarkan pemungutan pajak.
Para ulama sejak zaman sahabat, seperti Ibnu Umar, Atha‟, Ibnu Mas‟ud, Ali bin Abi Thalib,
Umar bin Khathab dan lainnya, demikian pula ulama-ulama mazhab, memberitakan bahwa di
samping zakat masih ada lagi kewajiban muslim terhadap hartanya yang perlu di keluarkan seperti:
Infaq, Shadaqah ataupun pajak.
Dalam hal ini Imam Asy-Syathiby menyatakan secara tegas “Bila kas negara telah kosong,
kebutuhan rakyat dan kemaslahatan umum tidak terpenuhi, roda pemerintahan tidak akan lancar
karena kurangnya devisa/ pendapatan maka pemerintah yang adil dapat memungut pajak pada orang-
orang yang mampu selain zakat.”
Pajak hukumnya mubah atau boleh (dapat dibenarkan oleh Islam), sebab kita sepakat bahwa
tidak diragukan lagi adanya manfaat besar yang dapat diraih lewat pajak tersebut.
Pemungutan pajak diperbolehkan dalam Islam seperti yang dikatakan oleh Monzer Kahf
(seorang ahli ekonomi muslim), harus terlebih dahulu memperhatikan beberapa hal penting
diantaranya bahwa:
1) Pajak yang dikeluarkan harus sesuai dengan kemampuan baik kekayaan maupun sumber
penghasilan Wajib Pajak.
2) Orang yang miskin harus dibebaskan dari membayar pajak.
3) Pajak dapat dilaksanakan jika telah disetujui oleh wakil rakyat.
4) Alokasi penerimaan pajak harus dikeluarkan dengan ketentuan syaria‟ah.
Dari pendapat Monzer Kahf tersebut dapat disimpulkan bahwa pajak dapat dikenakan
di bawah sistem Islam, selama pendapatan dari pajak tersebut diperlukan untuk
pengembangan dan pertahanan negara serta kesejahteraan sosial.
Pajak yang diakui dan dianggap sebagai sistem yang dibenarkan dalam sejarah fiqh
Islam harus memenuhi beberapa syarat yaitu:
1. Apabila penerimaan tersebut betul-betul dibutuhkan dan mendesak, sementara tidak
ditemukanadanya sumber lain.
Pajak itu boleh dipungut apabila negara memang benar-benar membutuhkan dana,
sedangkan sumber lain tidak diperoleh. Demikianlah pendapat Syeikh Muhammad Yusuf
Qardhawy. Para ulama dan para ahli fatwa hukum Islam menekankan agar memperhati-
kan syarat ini sejauh mungkin. Sebagian ulama mensyaratkan bolehnya memungut pajak
apabila Baitul Mal benar-benar kosong. Para ulama benar-benar sangat hati-hati dalam
mewajibkan pajak kepada rakyat, karena khawatir akan membebani rakyat dengan
beban yang di luar kemampuannya dan keserakahan pengelola pajak dan penguasa dalam
mencari kekayaan dengan cara melakukan korupsi hasil pajak. Sultan Zahir Baibas
adalah Raja muslim yang berkuasa pada masa Imam Nawawi. Tatkala negara hendak
berperang melawan tentara Tartar di negara Syam, dalam Baitul Mal tidak terdapat biaya
yang cukup untuk perang. Maka dikumpulkanlah para Ulama dalam Musyawarah,
mereka menetapkan keharusan memungut pajak kepada rakyat untuk membantu biaya
perang. Ternyata Imam Nawawi tidak hadir dalam acara itu, sehingga menimbulkan
tanda tanya bagi Sultan itu. Maka akhirnya Imam Nawawi dipanggil, sultan berkata
kepadanya “Berikan tanda tangan anda bersama para ulama lain”, Akan tetapi Imam
Nawawi tidak bersedia, sultan menanyakan kepada Imam Nawawi “Kenapa tuan
8. menolak?” Imam Nawawi berkata, “Saya mengetahui bahwa Sultan dahulu adalah
hamba sahaya dari Amir Banduqdar, anda tak mempunyai apa- apa, lalu Allah SWT
memberikan kekayaan dan dijadikannya seorang raja, saya dengar anda memiliki seribu
orang hamba, setiap hamba mempunyai pakaian kebesaran dari emas dan andapun
mempunyai 200 orang jariah, setiap jariah mempunyai perhiasan. Apabila anda telah
nafkahkan itu semua, dan hamba itu hanya memakai kain wol saja sebagai gantinya,
demikian pula para jariah hanya memakai pakaian tanpa perhiasan, maka saya berfatwa
boleh memungut biaya dari rakyat. Mendengar pendapat Imam Nawawi ini, Sultan Zahir
menjadi sangat marah dan berkata: “Keluarlah dari negeriku Damaskus”. Imam Nawawi
menjawab, “Saya taati perintah Sultan”, lalu pergilah ia ke kampung Nawa (maka itulah
dia digelari Nawawi). Para ahli fiqh berkata kepada Sultan, “Beliau itu adalah ulama
besar, ikutan kami dan sahabat kami”. Lalu Imam Nawawi diminta kembali ke
Damaskus tetapi beliau menolak dan berkata, “Saya tidak akan masuk Damaskus selagi
Zahir ada di sana”, kemudian Sultan pun meninggal. Di antara tulisan berupa nasihat
untuk Sultan Zabir ia berkata, “Tidak halal memungut sesuatu dari rakyat selagi dalam
baitul mal ada uang atau perhiasan, harta benda atau ladang yang dapat dijual”. Semoga
ini menjadi renungan dan i‟tibar bagi umat Islam saat ini, terutama bagi penguasa, wakil
rakyat, dan pejabat pemerintah.
2. Pemungutan Pajak yang Adil.
Apabila pajak itu benar-benar dibutuhkan dan tidak ada sumber lain yang memadai,
maka pemungutan pajak, bukan saja boleh, tapi wajib dengan syarat. Harus dicatat,
pembebanan itu harus adil dan tidak memberatkan, jangan sampai menimbulkan keluhan
dari masyarakat.Keadilan dalam pemungutan pajak didasarkan kepada pertimbangan
ekonomi, sosial, dan kebutuhan yang diperlukan rakyat dan pembangunan (Qardhawi h.
1081-1082). Distribusi hasil pajak juga harus adil, jangan tercemar unsur KKN. Jangan
prioritaskan pembangunan kampung halaman pejabat itu saja, tetapi sesuaikan dengan
kebutuhan.
3. Pajak hendaknya dipergunakan untuk membiayai kepentingan umat, bukan untuk maksiat
dan hawa nafsu.
Hasil pajak harus digunakan untuk kepentingan umum, bukan untuk kepentingan
kelompok , bukan untuk pemuas nafsu para penguasa, kepentingan pribadi, kemewahan
keluarga pejabat dan orang-orang dekatnya. Karena itu, Al-Qur‟an memperhatikan
sasaran zakat secara rinci, jangan sampai menjadi permainan hawa nafsu, keserakahan
atau untuk kepentingan money politic. Justru itulah para Khulafaur Rasyidin dan para
sahabat besar menekankan penggunaan kekayaan rakyat pada sasaran-sasaran yang
ditetapkan syariat. Jangan sampai pajak tersebut menjadi lahan korupsi. Tetapi sangat
disayangkan, tidak sedikit oknum yang menyalahgunakan uang pajak untuk kepentingan
pribadi, golongan dan kroni-kroninya. Itulah bedanya antara Kulafaur Rasyidin dengan
raja dan pejabat yang rakus.
Ibnu Sa‟ad meriwayatkan dalam At-Thabaqat dari Salman bahwa Umar berkata
kepadanya, “Apakah aku ini raja atau Khalifah?”. Salman menjawab, “Kalau engkau
memungut dari negeri muslim satu dirham, kemudian engkau gunakan bukan pada
haknya, maka engkau raja, bukan Khalifah”. Diriwayatkan dari Sufyan bin Abu Aufa,
Umar bin khattab berkata, “Demi Allah, aku tidak tahu, apakah aku ini Khalifah atau
raja, bila aku raja, maka ini masalah yang besar”. Seseorang berkata, “Hai Amirul
Mukminin, sesungguhnya keduanya berbeda, Khalifah tidak akan memungut sesuatu
kecuali dari yang layak dan tidak akan memberikan sesuatu kecuali kepada yang berhak.
9. Alhamdulillah engkau termasuk kepada orang yang demikian, sedangkan raja (zalim)
akan berbuat sekehendaknya”( Ibid 20, hlm. 1083). Maka Umar pun terdiam.
4. Persetujuan para ahli/cendikiawan yang berakhlak.
Para penguasa yaitu Kepala Negara, Gubernur atau Bupati dan Walikota dalam
pemerintahan di daerah tidak boleh bertindak sendiri untuk mewajibkan pajak,
menentukan besarnya, kecuali setelah dimusyawarahkan dan mendapat persetujuan dari
para ahli dan cendikiawan dalam masyarakat serta para wakil rakyat. Selain itu perlu
dijaga harmonisasi ketentuan perpajakan di pusat dan daerah, karena pada dasarnya,
harta seseorang itu haram diganggu dan harta itu bebas dari berbagai beban dan
tanggungan, namun bila ada kebutuhan demi untuk kemaslahatan umum, maka harus
dibicarakan dengan para ahli termasuk ulama. Musyawarah adalah unsur pokok dalam
masyarakat yang beriman, sebagai perintah langsung dari Allah SWT. Para pejabat
pemerintah yang menangani pajak harus mempertimbangkan secara adil, obyektif dan
seksama dan matang dalam menetapkan mekanisme pajak. Para wakil rakyat di Dewan
Perwakilan Rakyat (DPR) harus menyampaikan dan membawa aspirasi rakyat banyak,
bukan hanya memikirkan kepentingan pribadi atau golongan.
(Widi Widodo, Bandung)