Program Bantuan Operasional Sekolah muncul akibat adanya Program Kompensasi Pengurangan Subsidi Bahan Bakar Minyak pada Maret 2005 sebesar Rp. 6,2 triliun. Awalnya, Depdiknas Mengusulkan sebagai beasiswa bagi 9,6 juta peserta didik di semua jenjang sekolah. Akan tetapi, dalam perkembangannya program Bantuan Operasional Sekolah mengalami beberapa kali perubahan, terutama berkaitan dengan alokasi dana pada 2006, unit cost/murid tetap, Depdiknas menambah alokasi untuk BOS buku sebesar Rp. 20 ribu/murid/tahun. Setahun kemudian, pada 2007, unit cost/murid bertambah. BOS untuk SD sebesar Rp 19 ribu, dan SMP sebesar Rp 30 ribu. Begitu pula BOS buku, menjadi Rp 22 ribu/murid/ tahun. Tapi 2008, porsi BOS justru berkurang, terutama BOS buku menjadi Rp11 ribu/murid/tahun
Peran Pemerintah Pusat dan Daerah dalam Menyediakan Pendidikan Dasar Bermutu ...Wajoku Digital Library
Indonesia yang berdaulat, maju, adil, dan makmur telah ditetapkan sebagai Visi Indonesia 2045. Sebuah visi yang merangkum tujuan besar suatu negara dalam menempatkan dirinya baik dalam konteks internal maupun eksternal sebagai bagian dari peradaban dunia. Visi ini sekaligus menjadi acuan sekaligus dasar dalam pembangunan sumber daya manusia (SDM) untuk mendukung perwujudannya. Pembagian urusan pendidikan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah menjadi tantangan tersendiri dalam mewujudkan SDM yang bermutu. Pemerintah Pusat di satu sisi mempunyai kewenangan sebagai regulator standarisasi sistem pendidikan nasional. Pemerintah Daerah di sisi lain menghendaki sistem pendidikan yang mengakomodasi kebutuhan, keunikan, dan keunggulan daerahnya. Lalu bagaimana peran keduanya dalam penyediaan pendidikan yang bermutu? Apa saja tantangan yang harus dihadapi? Studi literatur ini akan mengupas dimensi kelayakan dalam kualitas pendidikan, serta peran Pemerintah Pusat dan Daerah dalam menyediakan pendidikan bermutu demi mewujudkan Visi Indonesia 2045.
1. Perkembangan hasil Pendidikan di Indonesia dari tahun ke tahun terus mengalami
kemajuan, walaupun harus disadari bahwa tantangan pendidikan di indonesia besar sekali.
Bahkan boleh dikatakan bahwa perkerjaan paling sulit yang harus dikerjakan di indonesia
adalah pendidikan, karena siapa saja mengerti akan pendidikan. Tapi apabila kita berbicara
mengenai pendidikan di Indonesia saat ini, dua perbandingan harus dilakukan. Pertama
membandingkan indonesia dengan negara lain, yang kedua membandingkan indonesia hari
ini dengan Indonesia masa lalu. Yang sering dilakukan adalah membandingkan pendidikan
indonesia saat ini dengan pendidikan Indonesia sekarang, dan jaang sekali membandingkan
pendidikan indonesia dengan masa lalu. Hal itu sangat penting karena kita harus memulai
dengan mensyukuri. Apabila kita lihat pada tahun 1945, 95% penduduk Indonesia buta huruf,
tapi sekarang sekitar hanya 5% dari penduduk di Indonesia yang buta huruf, bahkan beberapa
waktu lalu UNESCO memberikan literacy award kepada Indonesia. Penghargaan ini
diberikan karena Indonesia dipandang berhasil dalam program pengentasan buta aksara.
Acuan penilaian yang dilakukan UNESCO yakni pada capaian Indonesia dalam
meningkatkan kualitas pendidikan sekaligus mengurangi angka buta huruf melalui kegiatan
membaca,
pendekatan
budaya,
pelatihan-pelatihan,
bahkan
kewirausahaan
(entrepreneurship).
Begitu juga UNDP yang di bulan Maret 2013 lalu menaikkan peringkat Indeks
Pembangunan Manusia (IPM) 2012 di Indonesia. Peringkat ini menempatkan Indonesia ke
dalam kelompok-menengah di bidang pembangunan manusia. Sepanjang 1980-2012, nilai
IPM Indonesia meningkat dari 0.422 menjadi 0.629 dengan peningkatan rata-rata 1.3% per
tahun. Harapan lama sekolah meningkat dari 8.3 tahun di 1980 menjadi 12.9 tahun pada
tahun 2012. Artinya, anak usia sekolah di Indonesia memiliki harapan mengenyam bangku
pendidikan selama 12,9 tahun atau mencapai tingkat pertama jenjang perguruan tinggi.
Angka harapan ini jauh di atas nilai rata-rata harapan sekolah untuk negara dengan indeks
Pertumbuhan Manusia-Menengah, yaitu 11.4 tahun.
Indikator pembangunan manusia bidang pendidikan sampai dengan 2012 telah
menunjukkan perkembangan sesuai dengan arah pencapaian target RPJMN. Pencapaian dua
indikator utama bidang pendidikan yakni; rata-rata lama sekolah Penduduk usia 15 tahun ke
atas meningkat dari 7.72 tahun pada 2009 menjadi 7.92 tahun pada 2011, dan juga angka buta
aksara pada penduduk usia 15 Tahun ke atas juga telah berhasil diturunkan dari 5.3% pada
2009 menjadi 4.43% pada 2011. Peningkatan layanan pendidikan yang berkualitas terus
ditingkatkan melalui sejumlah program seperti Bantuan Operasional Sekolah (BOS) untuk
SD/MI dan SMP/MTs, penyediaan bantuan Beasiswa Siswa Miskin (BSM), pembangunan
2. unit sekolah baru (USB), ruang kelas baru (RKB), dan rehabilitasi ruang kelas SD/MISMP/MTs yang rusak.
Program BOS yang diberikan bagi seluruh siswa SD/MI dan SMP/MTs baik satuan
pendidikan negeri maupun swasta, terus diperbaiki efektivitas penyalurannya. Pada tahun
2012 mekanisme penyaluran dengan transfer dari Kas Umum Negara ke Kas Umum Daerah
kab/kota, kemudian disalurkan ke satuan pendidikan. Program BOS berhasil menyediakan
layanan bagi 44,7 juta siswa jenjang pendidikan dasar. Sementara BSM pada tahun 2012,
telah disalurkan untuk 10.097.370 siswa SD dan 2.780.000 siswa MI, serta 4.577.485 siswa
SMP dan 2.280.000 siswa MTs. Kemudian peningkatan kualitas guru juga terus didorong
melalui melalui peningkatan kualifikasi pendidikan dan sertifikasi kompetensi sebagaimana
diamanatkan UU No. 14/2005 tentang Guru dan Dosen. Hingga tahun 2011, jumlah guru
yang berkualifikasi S1/D4 atau lebih telah mencapai 58,0 % dan yang sudah tersertifikasi
sebanyak 45,9 %. Untuk meningkatkan kesejahteraan guru, pada tahun 2012 Pemerintah telah
memberikan tunjangan profesi kepada 994.879 guru PNS dan non-PNS, tunjangan khusus
kepada 53.954 guru PNS, tambahan penghasilan kepada 805.241 guru SD PNS, dan
tunjangan fungsional kepada 259.577 guru.
Namun pertanyaan besarnya adalah, apakah benar dunia pendidikan di
Indonesaia mengalami kemajuan?
Apabila dilihat dari statistik diatas jelas menunjukan bahwa saat ini pendidikan di
indonesia terus mengalami kemajuan. Namun apabila dilihat dari tujuan pendidikan nasional
yang dijabarkan oleh pemerintah dalam UUD 1945 (versi Amendemen), Pasal 31, ayat 3
menyebutkan, "Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan
nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta ahlak mulia dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang." Juga Pasal 31, ayat 5
menyebutkan, "Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menunjang
tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan
umat manusia." Dan Jabaran UUD 1945 tentang pendidikan ini dituangkan dalam UndangUndang No. 20, Tahun 2003. Pasal 3 menyebutkan, "Pendidikan nasional berfungsi
mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang
bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya
potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga
negara yang demokratis serta bertanggung jawab." Jelas terlihat bahwa kondisi pendidikan
saat ini masih jauh dari harapan, bahkan lebih parahnya pendidikan di indonesia cenderung
3. mengalami kemunduran. Sebagai contoh Dulu Ebtanas bukan satu-satunya penentu
kelulusan, nilai Ebtanas dicantumkan dalam NEM – Nilai Ebtanas Murni. Walaupun NEM
bertabur angka 4, siswa tetap bisa lulus kalau nilai ulangan hariannya cukup baik, ulangan
semesternya juga baik dan perilaku siswa sehari-hari relatif baik. NEM hanya dipakai untuk
mendaftar ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi, kalau buruk nilainya, siswa sendiri yang
rugi. Karena itu mereka berjuang demi masa depannya, bertanggung jawab atas kelanjutan
pendidikannya, bukan sekedar demi kelulusan. Kini UN jadi satu-satunya parameter penentu
kelulusan. Proses belajar selama 3 tahun ditentukan vonisnya hanya dalam 4 hari saja,
dimana-mana UN berubah jadi stress nasional, guru senewen, kepala sekolah pening. UN jadi
penentu standar gengsi sekolah, kalau prosentase kelulusan rendah, gengsi sekolah jatuh.
Jadilah siswa ujung tombak harapan orang tua, guru dan sekolah. Beban yang tersampir di
pundaknya sangat berat, UN jadi momok yang menakutkan, seolah kiamat dunia pendidikan.
Belum lagi apabila kita menengok tingkat kriminalitas remaja saat ini, menurut
laporan Polda Metro Jaya, pada penutupan akhir tahun 2012, berbagai catatan penting soal
tingkat
kejahatan dan
pengungkapan
kasus-kasus
kriminalitas
remaja mengalami
peningkatan. Dari 11 kasus yang menonjol, pencurian dengan kekerasan tercatat mengalami
peningkatan sebesar 17 persen dibanding 2011. Sementara itu, kasus kenakalan remaja
mengalami peningkatan cukup signifikan, yaitu sebesar 36,66 persen. Sebaliknya, tindak
kejahatan pemerkosaan termasuk yang menurun cukup banyak, yakni 22,53 persen.
Hal ini tentu sangat tidak sesuai dengan cita-cita pendidikan nasional yaitu
mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang
bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya
potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga
negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Ternyata dulu dan kini seolah semua berjalan mundur, kemunduran sistem,
kemunduran etika dan moral, juga kemunduran akhlak dan amanah. Padahal “dulu” itu baru
satu generasi berlalu, hanya berjarak 20 – 25 tahun yang lalu. Dari penghujung abad XX
menuju dekade awal abad XXI.
Lalu, semakin modern-kah sistem dan peradaban dunia pendidikan kita?
Atau mengalami degradasi moral, etika, komitmen dan tanggung jawab?