Ringkasan dokumen tersebut adalah: (1) Dokumen tersebut membahas peluang penerapan pendekatan Development by Design (DbD) pada sektor Hutan Tanaman Industri (HTI) di Kalimantan Timur untuk mencapai pengelolaan yang berkelanjutan; (2) Pendekatan DbD dapat mengintegrasikan aspek konservasi dalam penetapan alokasi lahan HTI dan manajemen kawasan konsesi; dan (3) Rekomendasi untuk penerapan DbD m
Pelatakan Prinsip FPIC (Padiatapa) dalam Kerangka Konservasi (NKT dan SKT) di...Ninil Jannah
"Pelatakan Prinsip FPIC (Padiatapa) dalam Kerangka Konservasi (NKT dan SKT) di Area Peruntukan Lain (APL)" Presentasi Ninil Jannah dalam Workshop Mitra/Stakeholders Kunci PT.SMART - than 2016
Modul Kebijakan Nasional Perubahan Iklim - IndonesiaAde Soekadis
Materi yang disampaikan dalam modul “Kebijakan Nasional Perubahan Iklim” ini baru merupakan pengetahuan dasar yang terkait dengan kesepakatan internasional dan kebijakan nasional menyikapi isu perubahan iklim dan pemanfaatan karbon hutan.
Pelatakan Prinsip FPIC (Padiatapa) dalam Kerangka Konservasi (NKT dan SKT) di...Ninil Jannah
"Pelatakan Prinsip FPIC (Padiatapa) dalam Kerangka Konservasi (NKT dan SKT) di Area Peruntukan Lain (APL)" Presentasi Ninil Jannah dalam Workshop Mitra/Stakeholders Kunci PT.SMART - than 2016
Modul Kebijakan Nasional Perubahan Iklim - IndonesiaAde Soekadis
Materi yang disampaikan dalam modul “Kebijakan Nasional Perubahan Iklim” ini baru merupakan pengetahuan dasar yang terkait dengan kesepakatan internasional dan kebijakan nasional menyikapi isu perubahan iklim dan pemanfaatan karbon hutan.
Arah Strategi Nasional Pengelolaan Ekosistem MangroveCIFOR-ICRAF
Presented by Dr. Yonvitner, S.Pi, M.Si, Head of Centre for Coastal and Marine Resources Studies/Indonesian Mangrove Society at Webinar - Coastal Zone Rehabilitation for Low Carbon Development on 31 March 2022.
Impact Evaluation Study in East Kalimantan: Green Growth CompactCIFOR-ICRAF
Presented by Dina Riska (Yayasan Konservasi Alam Nusantara) at "Workshop on impact evaluation methods and research collaboration kick-off", Samarinda, Indonesia, on 12 October 2022
Secara historis, implementasi konsep Reduced Impact Logging (RIL) dalam praktek pembalakan hutan di Indonesia dimulai sejak satu hingga dua dekade lalu. Bahkan dalam perkembangannya RIL menjadi salah satu prasyarat pengelolaan hutan lestari agar produksi kayu dapat diterima masyarakat global.
Instrumen pengendalian pemanfaattan ruang di Indonesia.
Sebuah rekomendasi untuk memasukkan aspek-aspek science dan lingkungan hidup dalam proses tata ruang di Indonesia
Arah Strategi Nasional Pengelolaan Ekosistem MangroveCIFOR-ICRAF
Presented by Dr. Yonvitner, S.Pi, M.Si, Head of Centre for Coastal and Marine Resources Studies/Indonesian Mangrove Society at Webinar - Coastal Zone Rehabilitation for Low Carbon Development on 31 March 2022.
Impact Evaluation Study in East Kalimantan: Green Growth CompactCIFOR-ICRAF
Presented by Dina Riska (Yayasan Konservasi Alam Nusantara) at "Workshop on impact evaluation methods and research collaboration kick-off", Samarinda, Indonesia, on 12 October 2022
Secara historis, implementasi konsep Reduced Impact Logging (RIL) dalam praktek pembalakan hutan di Indonesia dimulai sejak satu hingga dua dekade lalu. Bahkan dalam perkembangannya RIL menjadi salah satu prasyarat pengelolaan hutan lestari agar produksi kayu dapat diterima masyarakat global.
Instrumen pengendalian pemanfaattan ruang di Indonesia.
Sebuah rekomendasi untuk memasukkan aspek-aspek science dan lingkungan hidup dalam proses tata ruang di Indonesia
Analisis Konten Pendekatan Fear Appeal dalam Kampanye #TogetherPossible WWF.pdfBrigittaBelva
Berada dalam kerangka Mata Kuliah Riset Periklanan, tim peneliti menganalisis penggunaan pendekatan "fear appeal" atau memicu rasa takut dalam kampanye #TogetherPossible yang dilakukan oleh World Wide Fund (WWF) untuk mengedukasi masyarakat tentang isu lingkungan.
Analisis dilakukan dengan metode kualitatif, meliputi analisis konten media sosial WWF, observasi, dan analisis naratif. Tidak hanya itu, penelitian ini juga memberikan strategi nyata untuk meningkatkan keterlibatan dan dampak kampanye serupa di masa depan.
Studi Kasus : Oksidasi Pirit dan Pengaruhnya Terhadap Ekosistemd1051231041
Pirit merupakan zat di dalam tanah yang terbawa karena adanya arus pasang surut. Zat ini dapat membahayakan ekosistem sekitar apabila mengalami reaksi oksidasi dan penyebab utama mengapa tanah menjadi masam, karena mengandung senyawa besi dan belerang. Studi kasus ini bertujuan untuk menganalisis pembentukan, dampak, peran, pengaruh, hingga upaya pengelolaan lingkungan yang dapat dilakukan guna mengatasi masalah ekosistem yang terjadi.
KERUSAKAN LAHAN GAMBUT ANALISIS EMISI KARBON DARI DEGRADASI LAHAN GAMBUT DI A...d1051231072
Lahan gambut adalah salah satu ekosistem penting di dunia yang berfungsi sebagai penyimpan karbon yang sangat efisien. Di Asia Tenggara, lahan gambut memainkan peran krusial dalam menjaga keseimbangan ekologi dan ekonomi. Namun, seiring dengan meningkatnya tekanan terhadap lahan untuk aktivitas pertanian, perkebunan, dan pembangunan infrastruktur, degradasi lahan gambut telah menjadi masalah lingkungan yang signifikan. Degradasi lahan gambut terjadi ketika lahan tersebut mengalami penurunan kualitas, baik secara fisik, kimia, maupun biologis, yang pada akhirnya mengakibatkan pelepasan karbon dalam jumlah besar ke atmosfer.
Lahan gambut di Asia Tenggara, khususnya di negara-negara seperti Indonesia dan Malaysia, menyimpan cadangan karbon yang sangat besar. Diperkirakan bahwa lahan gambut di wilayah ini menyimpan sekitar 68,5 miliar ton karbon, yang jika terlepas, akan memberikan kontribusi yang signifikan terhadap emisi gas rumah kaca global.
Hasil dari #INC4 #TraktatPlastik, #plastictreaty masih saja banyak reaksi ketidak puasan, tetapi seluruh negara anggota PBB bertekad melanjutkan putaran negosiasi
berikutnya: #INC5 di bulan November 2024 di Busan Korea Selatan
Cerita sukses desa-desa di Pasuruan kelola sampah dan hasilkan PAD ratusan juta adalah info inspiratif bagi khalayak yang berdiam di perdesaan
.
#PartisipasiASN dalam #bebersihsampah nyata biarpun tidak banyak informasinya
PAPER KIMIA LINGKUNGAN MENINGKATNYA GAS RUMAH KACA IMPLIKASI DAN SOLUSI BAGI ...muhammadnoorhasby04
Gas rumah kaca memainkan peran penting dalam mempengaruhi iklim Bumi melalui mekanisme efek rumah kaca. Fenomena ini alami dan esensial untuk menjaga suhu Bumi tetap hangat dan layak huni. Namun, peningkatan konsentrasi gas rumah kaca akibat aktivitas manusia, seperti pembakaran bahan bakar fosil, deforestasi, dan praktik pertanian intensif, telah memperkuat efek ini, menyebabkan pemanasan global dan perubahan iklim yang signifikan.Pemanasan global membawa dampak luas pada berbagai aspek lingkungan, termasuk suhu rata-rata global, pola cuaca, kenaikan permukaan laut, serta frekuensi dan intensitas fenomena cuaca ekstrem seperti badai dan kekeringan. Dampak ini juga meluas ke ekosistem alami, menyebabkan gangguan pada habitat, distribusi spesies, dan interaksi ekologi, yang berdampak pada keanekaragaman hayati.
Untuk mengatasi tantangan yang ditimbulkan oleh peningkatan gas rumah kaca dan perubahan iklim, upaya mitigasi dan adaptasi menjadi sangat penting. Langkah-langkah mitigasi meliputi transisi ke sumber energi terbarukan, peningkatan efisiensi energi, dan pengelolaan lahan yang berkelanjutan. Di sisi lain, langkah-langkah adaptasi mencakup pembangunan infrastruktur yang tahan terhadap cuaca ekstrem, pengelolaan sumber daya air yang lebih baik, dan perlindungan terhadap wilayah pesisir.Selain itu, mengurangi konsumsi daging, memanfaatkan metode kompos, dan pembangunan infrastruktur yang tahan terhadap perubahan iklim adalah beberapa tindakan konkret yang dapat diambil untuk mengurangi dampak gas rumah kaca.Dengan pemahaman yang lebih baik tentang mekanisme dan dampak dari efek rumah kaca, serta melalui kolaborasi global yang kuat dan langkah-langkah konkret yang efektif, kita dapat melindungi planet kita dan memastikan kesejahteraan bagi generasi mendatang.
Peluang implementasi Development by Design (DbD) di Sektor HTI
1. Peluang Penerapan
Development by Design (DbD)
Pada Sektor HTI
The Viewpoint by Non-Governmental Organization (NGO)
Regarding Sustainable Pulp & Paper Industry in accordance
with Eco-friendly Environment
Musnanda Satar
2. Outline
• Kajian Singkat HTI
• Konsep Development by Design (DbD)
• Peluang Penerapan DbD pada sektor HTI:
Studi Kasus Kalimantan Timur
• Rekomendasi
3. PEMBANGUNAN
ADALAH KEHARUSAN
KEBERLANJUTAN
ADALAH KENISCAYAAN
KEADILAN dengan
dimensi::
1. Spatial
2. Volume/nilai
3. Antar Generasi.
Disadur dari: Wardojo, 2014
4. Pentingnya Pendekatan
Berkelanjutan di Sektor HTI
• HTI merupakan pilihan sektor
kehutanan dimana semakin
berkurangnya hutan alam untuk
produksi harus disubstitusi
dengan HTI.
• Pengelolaan HTI belum dilakukan
dengan mempertimbangkan
faktor-faktor keberlanjutan
secara penuh.
• Isu-isu dalam sektor HTI ada
banyak seperti misalnya
pengelolaan kawasan yang
belum maksimal, dimana luas
konsesi dengan realisasi
penanaman masih minim.
• Implementasi kebijakan di Kaltim
untuk lokasi HTI belum dilakukan
dengan baik. Dimana seharusnya
HTI berada dikawasan HP yang
tidak prduktif.
Area konsesi vs Realisasi
7087812 7154832
Penanaman
Planting Concession Area
10046839.4
86730168975375.43
3 9834744 9931516
412892 305465 279959 457776 374728 399176 188107
2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
5. Alokasi ruang untuk konsesi HPH terus berkurang
70
60
50
40
30
20
10
0
23.41
Area of HPH
Sementara itu alokasi ruang untuk HTI
meningkat
12,000,000 10,046,839
10,000,000
8,000,000
6,000,000
4,000,000
2,000,000
-
Area of HTI
6. Kajian Singkat sektor HTI
• Sampai tahun 2013 diketahui
jumlah konsesi HTI di Kaltim
sejumlah 48 konsesi dengan
total luas lahan 2,063,314 ha
• Kapasitas produksi industri
pengolahan di Kaltim adalah
6,995,509 m3 sementara
realiasi produksi hanya pada
kisaran 31 %.
• Analisis produksi di Kaltim
menunjukkan bahwa
kapasitas produksi dapat
dipenuhi tanpa harus
membuka kawasan konsesi
yang baru.
600,000
500,000
400,000
300,000
200,000
100,000
-
LARGE MEDIUM SMALL UNKNOWN
18%
20%
30%
22% 21%
27%
32% 31%
23%
33%
36% 37%
45%
33% 35%
29%
24%
22%
0% 2% 3%
12%
3% 3%
2%
1%
7%
2%
5%
0%
100%
90%
80%
70%
60%
50%
40%
30%
20%
10%
0%
2008 2009 2010 2011 2012 2013
Sawn Wood Plywood & Veneer Laminated Lumber Pulp Wood Chip Veneer
7. Konsep DbD
• Development by Design (DBD) adalah proses
perencanaan mitigasi berbasis ilmu pengetahuan
yang menyeimbangkan kebutuhan perencanaan
pembangunan seperti perkebunan, kehutanan, minyak
dan gas, pertambangan, dan infrastruktur, dengan
aspek konservasi keanekaragaman hayati. Tujuannya
adalah untuk efisiensi dalam perencanaan
pembangunan dan mitigasi dampak, sementara
mencapai konservasi yang mendorong penyelamatan
dari nilai-nilai keanekaragaman hayati.
• DBD mendukung pelaksanaan “ tingkat mitigasi "
pada setiap tahapan yaitu; avoid/menghindari,
minimize/ restore meminimalkan, dan
penyeimbang/offset- dengan cara yang transparan
kepada pelaku dan pengambil kebijakan, dengan
melengkapi proses pengkajian lingkungan.
8. Avoid Minimize/Restore Offset
Biodiversity
breakeven
point
No net loss for biodiversity
Net positive output
for biodiversity
+
- (Zero impact)
Anticipated
impacts
Residual
impacts
Avoided
impacts
Minimize/
Restore
Avoided
impacts
Offset for
impacts
Avoided
impacts
Positive contributions to
biodiversity
Size of offset
Residual
impacts
Minimize/
Restore
TIME
1. Conforming with
mitigation hierarchy:
avoid vs. offset
2. Selecting suitable
offset sites
3. Achieving no net loss
Kiesecker, J.M, H. Copeland, A. Pocewicz, N. Nibbelink, B. McKenney J. Dahlke, M. Holloran and D. Stroud 2009 A Framework
for Implementing Biodiversity Offsets: Selecting Sites and Determining Scale. BioScience 59:77-84.
Kiesecker, J.M., H. Copeland, A. Pocewicz, B. McKenney et al. Development by Design: Blending Landscape Level Planning with
the Mitigation Hierarchy. Frontiers In Ecology and the Environment
9. Kerangka Dasar DbD
• Menentukan Prioritas : konservasi, jasa lingkungan,
nilai-nilai lain (kajian ecoregional, HCV, HCS)
• Mengukur Dampak: untuk banyak tujuan, dampak
komulatif, “early warning” konflik, mengidentifikasi
hal-hal yang harus dihindari, peluang untuk hasil yang
berkelanjutan
• Mengidentifikasi Pilihan Terbaik: peluang-peluang
untuk menentukan strategi mitigasi untuk mengatasi
dampak padatingkat site (avoid, minimize, restore,
offset)
• Mengukur Tahapan Perkembangan: tahap lanjutan
untuk melihat kegiatan mengatasi dampak dan
mendukung tujuan-tujuan perlindungan.
Pada
tingkat
landscape
Pada
tingkat
proyek
10. Tahapan Pelaksanaan
• Step 1: Develop a landscape conservation plan:
Menentukan dimana prioritas area untuk konservasi dan jasa
lingkungan?
• Step 2: Blend landscape planning with mitigation
hierarchy: Menentukan bagaimana pembangunan dipadukan
dengan hirarki mitigasi (mis; dimana dampak dapat dihindari
dan dimana offset dapat diterapkan)?
• Step 3: Determine project impacts and identify portfolio
of best offset opportunities: Menentukan bagaimana pilihan
offset mampu memberikan nilai ekologi yang minimal
sebanding dengan kehilangan, diwilayah yang terkena dampak,
dan berkontribusi pada tujuan perlindungan
landscape/wilayah?
• Step 4: Evaluate potential offset contribution to
conservation goals: Sampai tingkatan apa kompensasi dari
offset dapat mencapai tujuan penghilangan dampak/menuju
dampak positive? Pilihan terbaik yang mendukung konservasi
terbaik pada suatu kegiatan pembangunan– nilai konservasi
tertinggi berdasarkan nilai dan resiko?
11. Peluang Penerapan DbD pada
Sektor HTI (contoh wilayah Kaltim)
• Sektor HTI merupakan sektor berbasis lahan
yang jika tidak dikelola dengan baik akan
memberikan kontribusi pada tujuan
kegiatan penurunan emisi. Alokasi ruang HTI
di Kaltim pada kawasan HP yang tidak
seluruhnya adalah kawasan kritis/tidak
produktif.
• Pendekatan pada sektor HTI akan
memberikan masukan dalam kebijakan
mitigasi dan praktek dibidang HTI.
• Pendekatan ini akan mampu mencegah
kerusakan hutan dan menjaga wilayah
penting konservasi dengan memberikan
pilihan-pilihan mitigasi yang sesuai pada
konteks pembangunan HTI.
12. Prioritas Konservasi Kalimantan
30% Goal Scenario
Source: TNC Marxan analysis 2008
(May 2008, Sept 2008 Workshop revised)
Kilometers
0 50 100 200 300 400 500
Base Legend
Stratif ication Boundary
Project area is split (stratified) by major
watersheds in order to get representation across
entire project area.
Selected River (2 per strata)*
Recommended portfolio to capture goals**
* Used as a lock-in (or anchor) for defining portfol io.
** See report for goals used for this analyisis.
Timur
13. • Menggabungkan aspek
konservasi dalam
penentuan alokasi ruang
untuk HTI
– Habitat species dilindungi
– Kawasan hutan primer
dan gambut
– HCV (High Conservation
Value (HCV )
– HCS (High Carbon Stock)
• Memasukkan aspek-aspek
konservasi dalam
pengelolaan kawasan
konsesi
– Melindungi kawasan-kawasan
penting
konservasi
14. Pilihan Mitigasi
AVOID
MINIMIZE/
RESTORE
OFFSET
Jika memang tidak dapat dihindari
• Mendukung aspek konservasi (melalui trust
fund)
• Land swapping
16. Mengukur Dampak
• Menilai dampak kebijakan alokasi ruang HTI dengan
menggunakan KLHS sesuai amanah UU 32 tahun 2009.
• Mengukur dampak secara general dengan
menggunakan beberapa skenario seperti skenario
BAU, skenario skenario pilihan mitigasi.
• TNC menggunakan aplikasi Marxan with Zone untuk
mengukur dampak terhadap biodiversity dengan
beberapa skenario.
• Menghitung dampak lingkungan dan dampak ekonomi
dengan mengunakan beberapa pendekatan seperti
Invest (NatCap) dan pendekatan ekonomi dengan
menghitung produktifitas/ha.
• Menghitung dampak berdasarkan Kebijakan Ijin
Lingkungan (AMDAL).
17. Mengevaluasi Pilihan Offset Pada
Dampak Konservasi
• Kebijakan-kebijakan yang mendukung offset,
insentif dan disentif.
o Insentif untuk pelaksana BMP
• Offset melalui MoU dengan pemerintah lokal
o Membangun mekanisme untuk strategi offset pada
tingkat pemerintahan lokal (mis: PKHB, DDPI, Lembaga
REDD)
• Offset yang dikaitkan dengan kegiatan komitmen
perlindungan masyarakat.
o Program CSR untuk mendukung masyarakat yang
melakukan perlindungan atas kawasan penting bagi
perlindungan alam.
18. Pilihan Offset pada kebijakan HTI
• Offset dikaitkan dengan kebijakan lembaga
keuangan (misalnya Equatorial Principles).
• Pilihan offset yang didukung oleh kebijakan-kebijakan
pemerintah (misalnya AMDAL,
Kebijakan pajak, kebijakan perijinan).
• Offset dikaitkan dengan pelaksanaan FSC
prinsip 6 terkait konservasi biodiversity,
water, soil dan ekosistem.
19. Rekomendasi
• Sesuai dengan amanah UU no 32/2009 bahwa review Rencana
Tata Ruang Wilayah dilakukan dengan KLHS dengan
menerapkan ‘valuing nature’ dalam mempertimbangkan
derajat sensitivitas dari aspek ekologis, physik, sosial-budaya,
economi, dan stok karbon.
• Pendekatan DbD dapat menjadi masukan dalam pengambilan
kebijakan di sektor HTI. Dengan pilihan mitigasi nya dan meng-adopsi
pendekatan HCV dan HCS akan memberikan
rekomendasi yang dapat diimplementasikan.
• Sektor HTI memiliki trend perkembangan kedepan yang besar
dimana prduksi dari hutan alam semakin berkurang.
• Sebagai sebuah kegiatan berbasis lahan, maka pelaksanaan
mitigasi yang tepat pada sektor HTI akan mampu berkontribusi
pada tujuan-tujuan pembangunan rendah emisi.
20. Peluang-peluang
• Menggunakan KPH sebagai institusi yang mampu
melakukan proses verifikasi kesesuaian alokasi ruang
untuk HTI.
• Perbaikan kebijakan alokasi ruang makro dan mikro
untuk memperbaiki proses penentuan kawasan.
• Menggali peluang untuk memadukan konsep HTI
dan konsep pengelolaan hutan alam.
• Menerapkan Insentif dan Disinsentif Melalui
Mekanisme Fiscal untuk mendukung aspek
keberlanjutan.
• Menggali peluang-peluang offset biodiversity
melalui skema multi sektoral (mis: Trust Fund untuk
Konservasi).
1. Kebijakan FSC yang menekankan bahwa kawasan hutan yang didentifikasi sejak tahun 1994 harus dicegah untuk dikonversi menjadi fungsi lain. Under the FSC's current rules, areas of natural forest that have been cut down and converted into industrial tree plantations later than 1994.
2.
http://www.nature.org/ourinitiatives/urgentissues/smart-development/publications/index.htm
http://www.nature.org/ourinitiatives/urgentissues/smart-development/
Development by design: blending landscape level planning with the mitigation hierarchy; 2010 merupakan satu artikel yang menjelaskan mengenai konsep DbD diterbitkan dalam jurnal frontiersinecology.org
TNC telah melakukan di US (Wyoming), Australia (Western Australia), Mongolia
1. TNC melakukan kajian ecoregion berbasis pulau tahun 2008-2009
2. TNC telah melakukan kajian ecoregional wilayah Kaltim pada tahun 2010
3. TNC melakukan kajian HCV untuk Kaltim dan fokus di Berau dan Kutai Timur tahun 2010, dan update terbaru yang saat ini sedang dilakukan.
UNEP (2014) memperkirakan nilai ekonomi hutan alam tropika mencapai angka sekitar US $ 6.120/ha/tahun dari berbagai peran dan jasanya secara langsung maupun tidak langsung.
INVEST - InVEST models are spatially-explicit, using maps as information sources and producing maps as outputs. InVEST returns results in either biophysical terms (e.g., tons of carbon sequestered) or economic terms (e.g., net present value of that sequestered carbon). InVEST models are based on production functions that define how an ecosystem's structure and function affect the flows and values of environmental services. The models account for both service supply (e.g. living habitats as buffers for storm waves) and the location and activities of people who benefit from services (e.g. location of people and infrastructure potentially affected by coastal storms). http://www.naturalcapitalproject.org/InVEST.html.
Dasar hukum AMDAL PP no 27 tahun 2012 tentang Ijin Lingkungan, PermenLH no 16 tahun 2012 tentang Tata cara AMDAL.
Offset dapat dilakukan dengan skema Mandatory atau Voluntary.
Biodiversity Offsets: Voluntary and Compliance Regimes, UNEP, August 2012 telah menggunakan pilihan-pilihan mitigasi yang sama dengan pendekatan DbD.
Lebih lengkap mengenai biodiversity offset dapat dilihat dalam http://bbop.forest-trends.org/ yang merupakan kerjasama UNDP, GEF, MacArthur Foundation, BOP's Advisory Group is a collaboration of more than 75 different companies, financial institutions, government agencies, civil society organizations and service providers. The Advisory Group provides a global, multi-stakeholder forum for networking and reaching agreement upon standards of best practice for biodiversity offsets and conservation banking.
The Equator Principles (EPs) are a credit risk management framework for determining, assessing and managing environmental and social risks in project finance transactions. They are adopted voluntarily by financial institutions and are applied where total project capital costs exceed USD 10 million. The EPs are primarily intended to provide a minimum standard for due diligence to support responsible risk decision-making. (31)
1. The Equator Principles (EPs) is a risk management framework, adopted by financial institutions, for determining, assessing and managing environmental and social risk in projects and is primarily intended to provide a minimum standard for due diligence to support responsible risk decision-making.
The EP apply globally, to all industry sectors and to four financial products 1) Project Finance Advisory Services 2) Project Finance 3) Project-Related Corporate Loans and 4) Bridge Loans. The relevant thresholds and criteria for application is described in detail in the Scope section of the EP.
Currently 80 Equator Principles Financial Institutions (EPFIs) in 34 countries have officially adopted the EPs, covering over 70 percent of international Project Finance debt in emerging markets.
2. Dikaitkan dengan FSC (Forest Stewardship Council) principle 6 Forest management shall conserve biological diversity and its associated values, water resources, soils, and unique and fragile ecosystems and landscapes, and, by so doing, maintain the ecological functions and the integrity of the forest.