Dokumen tersebut membahas pentingnya peran komisi di DPRD dalam mendukung fungsi legislasi. Komisi diharapkan dapat memberikan inisiasi rancangan peraturan daerah dan rekomendasi hasil pengawasan secara lebih optimal sesuai dengan bidangnya. Namun demikian, komisi belum sepenuhnya memainkan peran strategis ini. Diperlukan anggota komisi yang memiliki kualifikasi teknis sesuai bidangnya.
1. Proceeding Simposium Nasional ASIAN III ISBN: XXX-XX-XXXX-X-X
Universitas 17 Agustus 1945 Semarang
REVITALISASI PERAN KOMISI DI DPRD DALAM MENDUKUNG FUNGSI
LEGISLASI
Muhammad Farid Ma’ruf, S. Sos,.M.AP
Prodi D3 Administrasi Negara, Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Surabaya (UNESA)
Jl.Ketintang Surabaya Jawa Timur
E-mail: hagarfm@yahoo.com
DPRD ERA SAAT INI BUKAN HANYA MENJALANKAN FUNGSI REPRESENTASI, LEGISLASI
DAN PENGAWASAN NAMUN JUGA BERKONTRIBUSI DALAM MENYUSUN ANGGARAN DI
DAERAH (APBD). DPRD DALAM MENJALANKAN TUGAS DAN FUNGSINYA JUGA
DIFASILITASI DENGAN BERBAGAI ALAT KELENGKAPAN DEWAN.
Kata Kunci: dprd, komisi, legislasi
Pendahuluan
Demokrasi telah menjadi pilihan cara
paling utama bagi negara modern dalam
mewujudkan organisasi pemerintahan yang
mampu mendekati kepentingan, kebutuhan
dan kehendak rakyatnya. Pemerintah
sebagai organ/lembaga/institusi yang secara
formal memiliki legalitas dan memperoleh
mandat mengatur, mengelola negara
berkewajiban menjalankan tugas tersebut
dalam koridor prinsip demokrasi yang telah
disepakati. Implementasi praktisnya adalah
bahwa pemerintahan yang demokratis
memberikan kesempatan pada rakyat untuk
terlibat dalam formulasi, implementasi
sekaligus pengawasan terhadap kebijakan
dan keputusan penyelenggara pemerintahan
negara. Dengan kata lain pemerintahan
yang demokratis dapat diukur dari
sejauhmana pemerintah menyediakan peran
dan partisipasi rakyat dalam
penyelenggaraan pemerintahan sebuah
negara.
Mekanisme penyaluran aspirasi rakyat
dalam penyelenggara pemerintahan Negara
di Indonesia menganut praktik demokrasi
perwakilan. Rakyat memandatkan
kedaulatan dan mewakilkan aspirasinya
melalui lembaga perwakilan yang dipilih
melalui mekanisme pemilihan legislatif.
Berdasarkan konsensus tersebut, maka
lembaga Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)
menjadi pilar penting dalam merealisasi
gagasan normatif bahwa pemerintahan
harus dijalankan dengan kehendak dan
partisipasi rakyat. Indikator penting
kekuatan demokrasi suatu negara dapat
dinilai dari kemampuan lembaga
perwakilannya mentransformasi kehendak
dan aspirasi rakyat menjadi bagian penting
dalam pembuatan keputusan.
Lembaga Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah (DPRD) dalam perjalanan
desentralisasi dan otonomi daerah
sebagaimana dalam praktek Undang-
Undang Nomor 32 tahun 2004 telah
mengalami pergeseran (penguatan) peran.
Perubahan tersebut dalam wujud tugas dan
kewenangan yang lebih besar dari era
sebelumnya. Perubahan tersebut sejalan
dengan perubahan tujuan desentralisasi
yang ikut mengkontruksi demokrasi di level
masyarakat daerah.
Selanjutnya, demokrasi sebagai tujuan
desentralisasi menurut Hoessein, (2009:8)
membawa konsekuensi penempatan DPRD
pada posisi penting dalam penyelenggaraan
pemerintahan daerah. Penguatan fungsi
kelembagaan DPRD diwujudkan dengan
pemaknaan yang lebih nyata dari fungsi
Legislasi, Budgeting dan Controling di
DPRD yang mengikuti penguatan fungsi
DPR di tingkat pusat. Dengan penguatan
fungsi tersebut diharapkan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah/DPRD mampu
meningkatkan peran sebagai perwakilan
dan menyusun peraturan daerah yang sesuai
dengan kondisi karakteristik dan kebutuhan
masyarakat di daerah.
2. Proceeding Simposium Nasional ASIAN III ISBN: XXX-XX-XXXX-X-X
Universitas 17 Agustus 1945 Semarang
Perubahan Paradigma Penyelenggaraan
Pemerintahan di Daerah: Penguatan
Fungsi dan kebutuhan Kualitas Anggota
Dewan
Wujud pencapaian reformasi dalam
bidang pemerintahan dan ketatanegaraan di
indonesia adalah diterapkannya konsep
desentralisasi dalam kerangka otonomi
daerah secara kontekstual. Kebijakan
otonomi daerah diyakini membawa
perubahan paradigma dalam sistem
pemerintahan Indonesia yang bertujuan
menciptakan iklim demokrasi terkait
dengan pola hubungan pemerintah pusat
dan daerah. Babak baru dalam sistim
pemerintahan tersebut diterjemahkan
dengan memperbaiki kelemahan UU nomor
5 tahun 1974 menjadi UU No. 22 dan 25
tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah
dan Perimbangan Keuangan antara Pusat
dan Daerah yang disempurnakan lagi
dengan diganti UU No. 32 tahun 2004
tentang pemerintahan daerah.
Pertimbangan penting dari perubahan
paradigma sistem penyelenggaraan
pemerintahan sebagaimana di atur dalam
UU 32 tahun 2004 tersebut adalah harapan
untuk mendekatkan pada tujuan pelayanan
publik kepada masyarakat lokal,
peningkatan peran aktif dan menguatkan
daya saing daerah dalam kerangka untuk
mewujudkan kesejahteraan masyarakat
lokal. Dengan demikian pilihan
desentralisasi dalam wujud otonomi daerah
diharapkan dapat mempromosikan
demokrasi lokal, membawa negara lebih
dekat kepada masyarakat, menghargai
identitas lokal yang beragam, memperbaiki
kualitas layanan publik yang relevan
dengan kebutuhan lokal, membangkitkan
potensi dan prakasa lokal, memperkuat
partisipasi masyarakat lokal .
Transisi paradigma penyelenggaran
pemerintahan daerah dari paradigm
sentralistis menjadi desentralisasi tidak
serta merta membuahkan hasil dalam tempo
yang singkat. Adanya pertentangan arus
desentralisasi politik dengan pemaknaan
kebutuhan desentralisasi administrasi
(Administrative Needs and Political
Demands) seperti diprediksi Smith
(1985:46-47) banyak menuai masalah,
tantangan, dilema dan benturan yang
muncul menyertai kebangkitan
desentralisasi dan penguatan demokrasi
lokal.
Perubahan pendekatan penyelenggaraan
pemerintahan termasuk pola hubungan
antara pemerintah pusat dengan
pemerintahan lokal mensyaratkan
pendefinisian ulang tentang konsep
pemerintahan daerah. Pendefinisian
tersebut termasuk struktur, kelembagaan
dan pola hubungan pemerintahan di tingkat
lokal yang mencakup Kepala Daerah
beserta organisasi perangkat daerahnya dan
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD)
sebagai lembaga yang mengaspirasi
kepentingan rakyat lokal. Gafar (2000)
menegaskan bahwa “ Untuk mewujudkan
pemerintahan daerah yang dekat dengan
rakyat di daerah, maka perlu redefinisi
tentang pemerintahan daerah, sehingga
pemerintahan daerah sebelumnya UU
No.5/1974 sudah seharusnya diubah dengan
sebuah UU Pemerintahan Daerah yang
baru, yang lebih mencerminkan kehendak
masyarakat di daerah. Rekruitmen pejabat
pemerintahan di daerah, dengan sendirinya,
sudah seharusnya melibatkan warga
masyarakat di daerah, terutama DPRD.”
Dialektika antara kebutuhan dan tuntutan
masyarakat terhadap aplikasi dan
pemaknaan yang nyata tentang
desentralisasi dalam penyelenggaraan
pemerintahan di Indonesia berimplikasi
serius terhadap Kedudukan dan fungsi
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).
Pola penyelenggaraan pemerintahan di
daerah, terutama yang berkaitan dengan
kedudukan kepala daerah dan optimalisasi
peran DPRD sebagai penyalur aspirasi
rakyat di daerah mengalami perubahan
yang mengarah pada tujuan revitalisasi
fungsi sekaligus struktur lembaga.
3. Proceeding Simposium Nasional ASIAN III ISBN: XXX-XX-XXXX-X-X
Universitas 17 Agustus 1945 Semarang
Namun pergeseran penguatan fungsi dan
tugas pada lembaga DPRD di daerah tidak
serta merta memberikan jawaban terhadap
tuntutan kualitas, derajat aspirasi dan
produktitas kerja lembaga DPRD. Lembaga
DPRD dengan berbagai alat kelengkapan
yang dimiliki dinilai masih belum mampu
menjalankan fungsi kedewanannya dengan
dasar aspirasi dan representasi kepentingan
dan kebutuhan rakyat.
Kelemahan DPRD dalam pelaksanaan
fungsi legislasi semakin nyata terlihat dari
produktifitas dan kualitas Perda yang
disusun oleh DPRD beberapa daerah di
Indonesia. Dari segi kuantitas, sebagian
besar produk perda yang dihasilkan
kabupaten dan kota adalah atas inisiasi
Bupati/Walikotanya.
Sedangkan dari segi kualitas produk,
banyak sekali perda yang bermasalah
seperti pengakuan mendagri Gamawan
Fauzi berikut:
“Kita sudah mengevaluasi lebih
dari 8.000 perda selama 3 tahun ini.
Tahun kemarin 173 perda yang kami
cabut,kami batalkan, dan sebagainya.
Nah tahun 2013 ini ada 3.000 (Perda)
lagi yang dievaluasi. Tapi bisa saja
yang keliru itu hanya dua pasal, tiga
pasal, atau konstruksi Perda itu yang
salah. Tentu kami batalkan kalau
seperti itu” (Vivanews.11 Januari
2013).
Pentingnya Peran Komisi di DPRD
Untuk mendukung pelaksanaan tugas,
wewenang dan fungsinya, DPRD di
lengkapi dengan berbagai alat kelengkapan.
Salah satu alat kelengkapan DPRD yang
memilki peran dan tugas strategis dalam
mendukung fungsi penyusunan peraturan
daerah dan pengawasan adalah komisi –
komisi dalam struktur DPRD. Komisi
dalam struktur DPRD memilki tugas yang
terfokus pada bidang-bidang tertentu.
Dalam perkembangan prakteknya,
komisi dalam struktur DPRD secara umum
belum menunjukan kontribusi kerja yang
maksimal dalam mendukung fungsi DPRD
yang mencakup fungsi penyusunan perda,
fungsi anggaran dan fungsi pengawasan.
Dalam menjalankan fungsi pengawasan
misalnya, pengawasan yang dilakukan
anggota DPRD belum memunculkan secara
keseluruhan dan orsinilitas rekomendasi
kerja komisi yang membidangi bidang-
bidang tertentu, Demikian halnya dengan
rancangan peraturan daerah, komisi belum
mampu menjadi dapur utama dalam
memberikan inisiasi rancangan peraturan
sesuai dengan bidang kerjanya.
Dalam Peraturan Pemerintah No. 1 tahun
2001 Pasal 29. Ayat 1 menyebutkan
bahwa: “Komisi merupakan alat
kelengkapan yang dibentuk oleh Pimpinan
DPRD untuk menangani bidang tugas
umum tertentu”. Bidang – bidang yang di
tangani dalam komisi di kelompokan dalam
bidang-bidang yang memiliki keterkaitan.
Bidang komisi di DPRD
(a) Komisi A, bidang pemerintahan
meliputi: pemerintahan umum,
kepegawaian/Aparatur,ketentraman,
ketertiban, dan perlindungan
masyarakat, Hubungan Masyarakat,
Komunikasi/Pers,Hukum/Perundang
-undangan, Perizinan, Pertanahan,
kependudukan dan catatan Sipil,
Sosial politik, Organisasi
Masyarakat;
(b) Komisi B, bidang Perekonomian,
meliput: Perndustrian dan
perdagangan, pertanian dan
kehutanan, perikanan, peternakan
dan kelautan, Usaha Kecil
menengah dan Koperasi, Pariwisata,
Badan penanaman Modal,
pemberdayaan Aset /kekayaan
Daerah, dan perusahaan Daerah,
badan penglola, PT Patungan, dan
Taman Margasatwa Ragunan.
(c) Komisi C, bidang keuangan
meliputi: Keuangan Daerah,
Perpajakan, Retribusi, Perbankan,
Aset Daerah/Aset milik Daerah,
Perusahaan Daerah, Badan
4. Proceeding Simposium Nasional ASIAN III ISBN: XXX-XX-XXXX-X-X
Universitas 17 Agustus 1945 Semarang
Pengelola, Perusahaan Patungan,
dan Yayasan
(d) Komisi D, bidang pembangunan,
meliput: pekerjaan umum, pemetaan
dan tata ruang wilayah, Penataan
dan pengawasan bangunan,
pertamanan, kebersihan, Badan
pengelola yang terkait dengan
Perhubungan/Transportasi,Pertamba
ngandan Energi, Perumahan Rakyat,
Lingkungan Hidup, Penerangan
Jalan Umum dan Sarana Jaringan
Utilitas;
(e) Komisi E, bidang Kesejahteraan
rakyat, meliputi: Ketenaga kerjaan
dan Transmigrasi, Pendidikan
(Dasar, Menengah, Tinggi), Ilmu
Pengetahuan dan Teknologi,
Kepemudaan dan Olahraga, Agama,
Kebudayaan, Sosial, Kesehatan, dan
Keluarga Berencana, Peranan
Wanita, Museum dan Cagar
Budaya.
Dengan berbagai tugas, fungsi serta
kewenangan tersebut, idealnya komisi
di DPRD ditempati oleh orang-orang
yang memiliki kualifikasi spesifik dan
teknis. Kualifikasi yang dimiliki
anggota komisi tersebut sebagaimana
disyaratkan Bowman dan Kearney.
(2007: 226-229) memberikan gambaran
yang kuat tentang komposisi kualitas
yang harus dimiliki oleh anggota
Dewan, sebagaimana ditulis berikut :
“A substantive standing committee
tends to be made up of legislators
who are interested in that
committee’s subject matter. Thus
you find farmers on the agriculture
committee, teachers on the
education committee, bankers on the
banking committee, lawyers on the
judicial committee, and so on. These
legislators bring knowledge and
enthusiasm to their committee”;
Menurut mereka variasi kompetensi
yang dapat dilihat dari ragam keilmuan,
kemampuan, interest dan kekayaan
pengalaman anggota DPRD dalam komisi
tertentu menjadi penting untuk dapat
menampung dan menindaklanjuti aspirasi
masyarakat secara tepat. Untuk itu orang
orang yang di tempatkan di komisi bias
berasal dari ragam profesi seperti Dokter,
Advokat, Guru/Dosen, Bankir, petani dan
profesi lainya.
Komisi A yang membidangai masalah
pemerintahan, hukum dan Sosial politik,
tentunya harus di isi dari anggota yang
memiliki latar belakang pendidikan sarjana
hokum, sarjana Administrasi pblik dan
sarjana ilmu social dan politik yang di
tunjang dengan pengalaman dalam bidang
tersebut.
Komisi B yang membidangi masalah
Ekonomi, industry, perdagangan, pertanian,
perikanan idealnya diisi oleh anggota yang
memiliki kapasitas dan pengalaman dalam
bidang keuangan, manajemen,
pertanian,koperasi dan lainya.
Komisi C yang membidangi masalah
keuangan daerah, di tempati oleh anggota
yang memiliki pengetahuan dan
pengalaman dalam bidang perpajakan,
retribusi,perbankan, perusahaan daerah dan
lain-lain.
Komisi D yang membidangi masalah
pembangunan sangat relevan di tempati
oleh anggota DPRD yang berasal dari
disiplin ilmu teknik sipil, planologi,
geografi, pertambangan, transportasi dan
keahlian teknis lain.
Komisi E yang fokus pada bidang
kesejahteraan rakyat membutuhkan anggota
DPRD yang memiliki pengalaman dan latar
pendidikan dalam bidang pendidikan,
organisasi kepemudaan,olahraga,
kesehatan, sejarah, sosiologi dan bidang
lain yang memiliki keterkaitan dengan
bidang tersebut.
Berdasarkan pembidangan tersebut,
maka anggota DPRD mampu dan
kapabilitas, dalam menjalankan tugas dan
kewajiban bidang komisinya yang
meliputi:: (1) menyusun program kerja dan
agenda tahunan DPRD, (2) melakukan
5. Proceeding Simposium Nasional ASIAN III ISBN: XXX-XX-XXXX-X-X
Universitas 17 Agustus 1945 Semarang
pembahasan terhadap Rancangan Peraturan
Daerah sesuai dengan bidang tugas masing-
masing Komisi, (3) melakukan pembahasan
terhadap Rancangan Peraturan Daerah,
yang menjadi bidang tugas masing-masing
komisi, (4) sesuai bidang tugas Komisi
masing-masing melakukan pengawasan
terhadap :(a) pelaksanaan peraturan daerah
dan peraturan perundang-undangan lain :(b)
pelaksanaan peraturan dan keputusan
Gubernur Kepala Daerah : (c) pelaksanaan
APBD : (d) Kebijaksanaan pemerintahan
daerah yang disesuaikan dengan peraturan
daerah dan pembangunan daerah dan (e)
pelaksanaan kerjasama internasional di
daerah : (5) memberikan pendapat dan
pertimbangan kepada pimpinan
menyangkut kepentingan daerah sesuai
dengan bidang tugas Komisi, (6) menerima,
menampung, membahas aspirasi
masyarakat dan menyampaikan
pendapat/saran kepada Ketua DPRD untuk
memperoleh penyelesaian,(7) dalam rangka
melaksanakan tugas kewajiban
sebagaimana dimaksud, Komisi dapat
mengadakan rapat intern, rapat kerja dan
atau peninjauan bersama pemerintah
daerah, serta dengar pendapat dengan
lembaga, badan, organisasi
kemasyarakatan, perusahaan dan
perorangan, (8) mengajukan kepada
pimpinan DPRD usul saran yang termasuk
dalam ruang lingkup bidang tugas masing-
masing komisi, (9) menyusun pertanyaan
tertulis dalam rangka pembahasan suatu
masalah yang menjadi tugas masing-masing
komisi, dan (10) menyampaikan laporan
kepada pimpinan dewan tentang hasil
pekerjaan Komisi.
Dengan komposisi keahlian yang
beragam dan ditunjang dengan latar
pendidikan yang sesuai, komisi-komisi
akan mampu berperan dan memberikan
kontribusi yang maksimal sesuai dengan
tugas masing masing bidang.
Kesimpulan
Revitalisasi peran Komisi dalam struktur
DPRD menjadi pilihan yang rasional dan
penting. Revitalisasi tersebut diharapkan
mampu memenuhi dialektika kebutuhan
dan aspirasi masyakat yang diwujudkan
dengan memberikan kontribusi kerja yang
maksimal dalam mendukung fungsi DPRD.
Berbekal kemampuan, pengalaman dan
latar pendidikan yang sesuai, komisi akan
memberikan orsinilitas rekomendasi dalam
fungsi pengawasan, mampu menjalin
komunikasi sebagai representasi
pemilihnya, kritis dan obyektif terhadap
produk anggaran. Dalam bidang legislasi,
komisi diharapkan menjadi dapur utama
dalam memberikan inisiasi rancangan
peraturan sesuai dengan bidang kerjanya.
Referensi
Bowman, O,’M.Ann & Richard C.
Kearney (2003). State and Local
Government: The Essential, second Edition.
University of South Carolina and East
Carolina University, Boston New York.
P.266-269.
Carolie Bryant dan Lousse G White (1987).
Manajemen Pembangunan untuk Negara
Berkembang, LP3ES Jakarta
Gaffar, Affan (2000). Politik Indonesia
Transisi Menuju Demokrasi, Pustaka
Pelajar Offset Yogyakarta.
Imawan, Riswandha (1998). Membedah
Politik Orde Baru, Pustaka Pelajar,
Yogyakarta
Prasojo, Eko, Irfan Ridwan Maksum dan
Teguh Kurniawan, (2006). Desentralisasi &
Pemerintahan Daerah: Antara Model
Demokrasi Lokal dan Efisiensi
Struktura. Departemen Ilmu Administrasi
FISIP UI Depok Jawa Barat
Smith. C Bryant. (1985) Decentralization
:The Territorial Dimension of the State”
George allen and Unwin (Publisher) Ltd,
London UK. p.54
Said,Mas’ud, 2008. Arah Baru Otonomi
Daerah di Indonesia, UMM Press Malang
6. Proceeding Simposium Nasional ASIAN III ISBN: XXX-XX-XXXX-X-X
Universitas 17 Agustus 1945 Semarang
Vivanews.com.11 Januari 2013 ( diakses
pada 18 Juni 2013)
Biodata Penulis
MUHAMMAD FARID MA’RUF, S.Sos.,
M.AP, lahir di Surabaya, 2 September
1974, menyelesaikan Sarjana tahun 1998 di
Fakultas Ilmu Administrasi Universitas
Brawijaya, Malang Jurusan Administrasi
Negara dan Magister Ilmu Administrasi
Publik di Fakultas Ilmu Administrasi
Universitas Brawijaya Malang tahun
2010.Saat ini menjadi pengajar di Program
Studi Administrasi Negara Fakultas Ilmu
Sosial Universitas Negeri Surabaya. Mata
kuliah yang di ampuh antara lain: Birokrasi
dan Good Governance, Patologi Birokrasi,
Perencanaan Kepegawaian, kepemimpinan,
Administrasi Pemerintahan Daerah,
Administrasi Pembangunan, SIM dll.
Pernah mengikuti Workshop Pendalaman
Pro-Poor Planning,Budgeting and
Monitoring (P3BM) Bappenas, Bogor 3-5
Desember 2012.