Dokumen tersebut merupakan panduan Ramadhan yang membahas tentang: keutamaan bulan Ramadhan dan puasa, hukum-hukum puasa, zakat fitrah, shalat Tarawih, shalat Witir, Lailatul Qadar, I'tikaf, dan Idul Fitri.
Panduan Ramadhan
KeutamaanRamadhan & Puasa
Hukum Puasa
Zakat Fitrah
Shalat Tarawih
Shalat Witir
Lailatul Qadar
I'tikaf
Idul Fitri dan Puasa Syawal
Penyusun
Abdullah Haidir, Lc.
4.
i | Pa n d u a n R a m a d h a n
رمضان في للمسلم موجز دليل
(اإلندونيسية باللغة)
Judul Buku
Panduan Ramadhan
Penyusun
Abdullah Haidir, Lc.
Perwajahan Isi dan Tata Letak
Muhammad Fachrie
Penerbit
CISS - Center of Islamic Studies in Seoul (Pusat Kajian
Islam di Seoul, Korea Selatan)
Kantor Dakwah Sulay, Riyadh, Saudi Arabia (sampai
Cetakan Keempat)
Cetakan Kelima, Sya’ban 1436 H - Juni 2015
5.
P a nd u a n R a m a d h a n | ii
Mutiara Wahyu
Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas
kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas
orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.
(Q.S. Al Baqarah: 183)
6.
iii | Pa n d u a n R a m a d h a n
DAFTAR ISI
RAMADHAN DAN PUASA _1
Definisi Puasa dan Hukumnya _1
Keutamaan Bulan Ramadhan dan Puasa _2
Golongan Manusia di Bulan Ramadhan _7
Bagaimana Menyambut Ramadhan _8
Penentuan Awal dan Akhir Ramadhan _10
Doa Ketika Hilal Terlihat _13
Larangan Berpuasa Sehari Dua Sari Sebelum
Ramadhan dan pada Hari yang Meragukan _14
Syarat dan Rukun Puasa _16
Syarat Wajib Puasa _16
Uzur Tidak Berpuasa _17
Rukun Puasa _20
Perkara yang Membatalkan Puasa _22
Perkara yang Tidak Membatalkan Puasa _27
Perkara yang Harus Dijauhi Saat Berpuasa _28
Syarat-syarat Batal Puasa _29
Perbuatan yang Dianjurkan _30
ZAKAT FITRAH _35
Arti zakat fitrah _35
Dalil dan Hikmahnya _35
Siapa yang Diwajibkan? _36
Jenis Makanan yang Dikeluarkan _37
Ukuran yang Wajib Dikeluarkan _38
7.
P a nd u a n R a m a d h a n | iv
Waktu Mengeluarkan Zakat Fitrah _39
Kepada Siapa Zakat Fitrah Diberikan _40
Beberapa Permasalahan Terkait Zakat Fitrah _40
SHALAT TARAWIH _43
Arti Tarawih _43
Shalat Tarawih pada zaman Rasulullah ﷺ dan
Khulafaurrasyidin _43
Hukum dan Keutamaannya _46
Jumlah Rakaat Shalat Tarawih _48
Latar Belakang Masalah _48
Beberapa Hukum Terkait dengan Shalat Tarawih _52
Keutamaan Sepuluh Malam Terakhir Ramadhan _54
SHALAT WITIR _56
Arti dan Kedudukannya _56
Waktu Pelaksanaanya _56
Jumlah Rakaat dan Sunnahnya _58
LAILATUL QADAR _60
Kapan Datangnya Lailatul Qadar _60
I'TIKAF _63
Definisi I’tikaf _63
Landasan Hukum _63
Lama I'tikaf dan Waktunya _64
Masjid Tempat I'tikaf _65
I'tikaf Bagi Wanita _67
8.
v | Pa n d u a n R a m a d h a n
Keluar dari Masjid Saat I'tikaf _67
Pembatal I'tikaf _68
Perkara yang Dianjurkan, Dibolehkan dan Dilarang
_69
IDUL FITRI _70
Adab-adab yang Disyariatkan _70
Perkara yang Tidak Sesuai dengan Ajaran Islam pada
Hari Id _71
Puasa Enam Hari di Bulan Syawal _71
REFERENSI _73
1 | Pa n d u a n R a m a d h a n
RAMADHAN DAN PUASA
Definisi Puasa dan Hukumnya
Puasa dalam bahasa Arab disebut (الصيام) , menurut
bahasa berarti: Menahan (اإلمسيم) . Sedangkan menurut
istilah, puasa adalah: Ibadah kepada Allah Ta’ala
dengan meninggalkan sesuatu yang membatalkan sejak
terbit fajar hingga matahari terbenam.
Menahan makan dan minum untuk tujuan lain selain
ibadah, seperti pengobatan atau semacamnya, tidak
dapat dinamakan puasa, meskipun istilah puasa biasa
dipakai untuk hal-hal semacam itu.
Puasa Ramadhan merupakan salah satu rukun Islam
yang diwajibkan atas setiap muslim yang baligh,
berakal, mampu melakukannya dan menetap (tidak
sedang safar). Allah Ta’ala berfirman:
﴿
﴾(البقرة سورة:381)
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu ber-
puasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum
kamu agar kamu bertaqwa.” (QS. Al-Baqarah: 183)
Rasulullah ﷺ bersabda:
«سْمَخ ىَلَع ُمَالْسِإلْا َيِنُـب:-منها-َانَضَمَر ِمْوَصَو»(عليه متفق)
“Islam dibangun di atas lima perkara: (di antaranya
disebutkan) puasa Ramadhan.” (Muttafaq alaih)
12.
P a nd u a n R a m a d h a n | 2
Keutamaan Bulan Ramadhan dan Puasa
1. Al-Quran diturunkan di bulan Ramadhan
Firman Allah Taala:
“Bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan
(permulaan) Al-Quran." (QS. Al-Baqarah : 185)
2. Di dalamnya terdapat Lailatul Qadar
Lailatul Qadar adalah malam yang nilainya lebih
utama di sisi Allah Ta’ala dari seribu bulan.
Allah Ta'ala befirman, “Malam kemuliaan itu lebih baik
dari seribu bulan." (QS. Al-Qadar: 1-3)
3. Doa orang yang puasa mustajabah (terkabul)
Rasulullah ﷺ bersabda:
«اتَباَجَتْسُم اتََوعَد ُثَالَث:ِئَّاصال ُةَوْعَدِرِفاَسُمْال ُةَوْعَدَو ،ِم،
ِمْوُلْظَمْال ُةَوْعَدَو»(البيهقي اهور)
“Ada tiga doa yang dikabulkan: Doa orang yang puasa,
doa orang yang safar, dan doa orang yang dizalimi.”
(HR. Baihaqi)
13.
3 | Pa n d u a n R a m a d h a n
4. Setan diikat, pintu surga dibuka dan pintu neraka
ditutup
Rasulullah ﷺ bersabda:
«ُابَْوبَأ ْتَقِّلُغَو ، ِةَّنَجْال ُابَْوبَأ ْتَحِتُف ، ُانَضَمَر َلَخَد اَذِإ
ُْنيِطاَيَّشال ِتَلِسُْلسَو ، َمَّنَهَج»(عليه متفق)
“Jika datang Ramadhan, pintu surga dibuka, pintu neraka
ditutup dan setan-setan diikat.” (Muttafaq alaih)
5. Puasa melindungi kesucian diri (Iffah)
Rasulullah ﷺ bersabda:
«ْنِم َعاَطَتْسا ِنَم ؛ِباَبَّشال َرَشْعَم اَيـــــ،ْجَّوََزتَيْلَف َةَءاَبْال ُمُك
ِهْيَلَعَف ْعَِطتْسَي ْمَل ْنَمَو ،ِجْرَفْلِل ُنَصْحَأَو ِرَصَبْلِل َُّضغَأ ُهَّنِإَف
َّصلِابِمْو،اءَجِو ُهَل ُهَّنِإَف»(عليه متفق)
“Wahai para pemuda; siapa di antara kalian yang sudah
mampu, maka menikahlah, karena menikah dapat
menundukkan pandangan dan menjaga kemaluan. Siapa
yang tidak mampu (menikah), maka hendaklah dia
puasa, karena puasa merupakan pelindung.” (Muttafaq
alaih)
6. Puasa sebagai tameng dari neraka
Rasulullah ﷺ bersabda:
«ِارَّنال َنِم ُدْبَعْال اَهِب ُّنِجَتْسَي ةَّنُج ُماَيِّالص»(أمحد اهور)
“Puasa adalah tameng, orang yang sedang puasa
berlindung dengannya dari api neraka.” (HR. Ahmad)
14.
P a nd u a n R a m a d h a n | 4
7. Puasa Tidak Ada Tandingannya
Dari Umamah radiallahu anhu dia berkata, "Aku ber-
kata, 'Ya Rasulullah tunjukkanlah kepadaku perbuatan
yang dapat memasukkan aku ke dalam surga.' Maka beliau
bersabda,
«ْثِم َال ،ِمَّْوصالِب َكْيَلَعُهَل َل»(النسائيو أمحد اهور)
“Hendaklah kamu puasa, tidak ada yang sebanding
dengannya” (HR. Ahmad dan Nasa’i)
8. Puasa dan Al-Quran Memberi syafaat
Rasulullah ﷺ bersabda:
«َيِقْال َمْوَي ِدْبَعْلِل ِانَعَفْشَي ُآنْرُقْالَو ُماَيِّالصـــــــِةَما،ُلْوُقَي
ُماَيِّالص:ِّبَر ْيَأ،َنَمْعُلْوُقَيَو ،ِهيِف يِنْعِّفَشَف ،َةَْوهَّشالَو َماَعَّالط ُهُت
ُآنْرُقْال:ْعَنَمُهُتَمْوَّنالَالَق ،ِهيِف يِنْعِّفَشَف ،ِْليَّلالِب:ِناَعَّفَشُيَف»
(أمحد اهور)
“Puasa dan Al-Quran menjadi syafaat kepada seorang
hamba di hari kiamat. Puasa berkata, 'Ya Rabb, aku telah
mencegahnya dari makanan dan syahwat, jadikanlah aku
syafaat baginya.' Dan Al-Quran berkata, “Ya Rabb, aku
telah mencegahnya dari tidur di waktu malam, jadikanlah
aku syafaat baginya.” Dia berkata: “Keduanya dapat
memberi syafaat." (HR. Ahmad)
15.
5 | Pa n d u a n R a m a d h a n
9. Pintu Ar-Rayyan bagi yang puasa
Rasulullah ﷺ bersabda:
«ُهَل ُلاَقُي ًاابَب ِةَّنَجْال يِف َّنِإ:َمْوَي َونُمِئَّاصال ُهْنِم ُلُخْدَي ،ُنَّاَّيرال
ِةَماَيِقْال،ْيَغ دَحَأ ُهْنِم ُلُخْدَي َالـْمُهُر،ْمَلَف ،َقِلْغُأ واُلَخَد اَذِإَف
دَحَأ ُهْنِم ْلُخْدَي»(عليه متفق)
“Sungguh, di surga terdapat pintu bernama: Ar-Rayyan.
Mereka yang puasa akan memasukinya pada hari kiamat.
Tidak ada seorang pun yang masuk melaluinya selain
mereka. Jika mereka telah masuk, maka pintu itu pun
ditutup dan tidak ada seorang pun yang memasukinya.”
(Muttafaq alaih)
10. Ganjaran yang tidak terbatas
Rasulullah ﷺ bersabda:
«ُلوُقَي ْمُكَّبَر َّنِإ:ْفعِض ِةَئاِمِعْبَس ىَلِإ اَهِلاَثْمَأ ِرْشَعِب َةنَسَح ُّلُك
،َّصالَوـــِهِب يِزْجَأ َانَأَو يِل ُمْو»(الرتمذي اهور)
“Sesungguhnya Rabb kalian berfirman, "Setiap kebaikan
akan dibalas sepuluh kebaikan hingga tujuh ratus kali
lipat. Puasa adalah untuk-Ku dan Akulah yang
membalasnya.” (HR. Tirmizi)
Karena puasa sangat erat kaitannya dengan
kesabaran. Dan orang sabar, Allah nyatakan dalam
Al-Quran akan dibalas tanpa batas.
(الزمر سورة:31)
16.
P a nd u a n R a m a d h a n | 6
"Sesungguhnya, hanya orang-orang yang bersabarlah
yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas." (QS. Az-
Zumar: 10)
11. Puasa khusus untuk Allah Ta’ala
Allah Ta’ala berfirman (hadits qudsi):
«ُمَّْوصاليِلَانَأَويِزْجَأِهِبُعَدَيَشُهَتَْوهُهَلْكَأَوُهَبْرُشَوْنِم
يِلْجَأ»(عليه متفق)
“Puasa untuk-Ku dan Akulah yang akan membalasnya.
Dia meninggalkan syahwat dan makan-minumnya
karena-Ku.” (HR. Muslim)
13. Bau mulut orang puasa lebih harum dari wangi
minyak kesturi
Rasulullah ﷺ bersabda,
«ُخَلِْحيِر ْنِم ِهللا َدْنِع ُبَيْطَأ ِمِئَّاصال ِمَف ُفْوُلِْكسِمْال»
(البخاري اهور)
“Bau mulut orang yang puasa lebih harum di sisi Allah
dari wangi minyak kesturi.” (HR. Bukhari)
14. Ampunan atas dosa yang telah lalu
Rasulullah ﷺ bersabda,
«َمْنِم َمَّدَقَت اَم ُهَل َرِفُغ ًاابَسِتْاحَو ًاانَمْيِإ َانَضَمَر َماَص ْنِهِبْنَذ
»(عليه متفق)
"Siapa yang puasa pada bulan Ramadhan dengan iman
dan harapan mendapatkan pahala maka akan diampuni
dosa-dosanya yang telah lalu.” (Muttafaq alaih)
17.
7 | Pa n d u a n R a m a d h a n
Golongan Manusia di Bulan Ramadhan
1. Muslim, baligh, berakal dan menetap: Wajib
baginya berpuasa, jika mampu dan tidak memiliki
halangan.
2. Anak kecil yang belum balig: Tidak diwajibkan ber-
puasa. Namun walinya agar melatihnya berpuasa.
3. Tidak mampu puasa karena sebab yang tetap:
Seperti orang tua renta dan orang sakit yang tidak
ada harapan sembuh. Dia boleh berbuka, dan setiap
hari yang puasanya dia tinggalkan, diganti dengan
memberi makan seorang miskin.
4. Orang sakit yang ada harapan sembuh: Jika berat
baginya berpuasa dia dapat berbuka, namun harus
menggantinya (qadha) setelah sembuh.
5. Wanita haid dan Nifas: Tidak boleh baginya ber-
puasa, namun dia wajib mengganti puasa yang
ditinggalkan .
6. Wanita hamil atau menyusui: Jika berat baginya
berpuasa karena hamil atau menyusui atau khawatir
akan kondisi anaknya, dia dapat berbuka dan meng-
gantinya tatkala keadaannya sudah pulih dan
kekhawatirannya telah hilang.
7. Musafir (orang yang pergi jauh): Dia boleh berpuasa
atau berbuka sesuai keinginannya. Akan tetapi jika
berat dan lelah maka berbuka lebih utama. Bahkan
jika membahayakan dirinya, dia wajib berbuka. Jika
tidak berpuasa, dia harus menggantinya, baik
safarnya bersifat sementara seperti umrah atau
bersifat tetap seperti sopir angkutan luar kota.
18.
P a nd u a n R a m a d h a n | 8
Bagaimana Menyambut Ramadhan
1. Bergembira dengan kedatangan bulan Ramadhan
Setiap muslim yang benar keimanannya dan selalu
mengharap rahmat Allah, semestinya bergembira
untuk menyambut kedatangan bulan Ramadhan.
Sebab di bulan Ramadhan, Allah sediakan begitu
banyak rahmat dan keutamaan yang sangat
berharga. Allah Ta'ala berfirman,
(يونس سورة:85)
"Katakanlah: "Dengan karunia Allah dan rahmat-Nya,
hendaknya dengan itu mereka bergembira. Karunia Allah
dan rahmat-Nya itu adalah lebih baik dari apa yang
mereka kumpulkan." (QS. Yunus: 58)
Rasa gembira ini akan mendorong seorang muslim
semangat beramal kebaikan, tak mudah mengeluh
dan bermalas-malasan.
2. Menyucikan diri
Hal tersebut dilakukan dengan bertaubat kepada
Allah dari segala dosa serta meninggalkan maksiat.
Setiap orang hendaklah mengoreksi lembaran-
lembaran kehidupannya sebelum Ramadhan tiba.
Karena kemampuan seseorang meraih keutamaan
Ramadhan lewat ibadah dan amal saleh serta taqarub
kepada Allah, sangat erat kaitannya dengan
bersihnya hati dari segala maksiat dan noda.
19.
9 | Pa n d u a n R a m a d h a n
Allah Ta'ala berfirman,
(الشمس سورة:5-6)
"Beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu, dan
sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya."
(QS. Asy-Syams: 5-6)
2. Menyusun agenda
Sebagaimana seorang pedagang cerdik yang
menggunakan kesempatan sebaik-baiknya saat
perdagangan sedang ramai, maka begitu jugalah
seharusnya seorang muslim. Dia menyusun agenda
kerja yang terpadu dalam rangka beramal saleh yang
dilakukan dengan disiplin selama bulan Ramadhan
sehingga dapat mengambil keuntungan setiap saat
yang terdapat di dalamnya.
Agenda kegiatan ini pun dapat digunakan sebagai
bahan evaluasi sejauh mana seseorang telah
melaksanakan agenda kebaikannya sesuai target
yang telah dicanangkan.
3. Berdoa
Seseorang diperintahkan untuk mengusahakan agar
dirinya selalu berada dalam ibadah kepada Allah.
Namun pada akhirnya, taufiq dari Allah yang paling
menentukan.
Maka hendaknya dia berdoa semoga Allah memberi-
nya kemudahan dalam berpuasa dan beribadah di
dalamnya lebih baik dari bulan-bulan sebelumnya,
20.
P a nd u a n R a m a d h a n | 10
serta melakukan setiap perbuatan yang diridhai-Nya
dan dijauhkan dari segala sesuatu yang dapat
merusak puasanya, atau mengurangi pahalanya.
Penentuan Awal dan Akhir Ramadhan
Penetapan awal dan akhir Ramadhan berdasarkan
petunjuk Rasulullah ,ﷺ terdapat dua cara secara
berurutan. Cara pertama harus digunakan dahulu. Jika
terhalang, baru kemudian menggunakan cara kedua.
Kedua urutan tersebut adalah;
1. Ru'yatul Hilal.
Ru'yatul hilal adalah terlihatnya hilal (bulan sabit di
awal bulan) tepatnya di awal malam setelah maghrib
tanggal 29 bulan hijriah.
2. Menyempurnakan bilangan bulan hijriah menjadi 30
hari.
Langkah kedua ini diambil apabila langkah pertama,
ru'yatul hilal terhalang. Seperti karena mendung,
kabut, dsb. Penentuan 30 hari, karena jumlah hari
dalam bulan-bulan hijriah maksimal hanya 30.
Ketentuan ini berdasarkan hadits Rasulullah J.
«ُصُموواِلُرْؤَيِتِه،َوَأْفِطُرواِلُرْؤَيِتِه،َفِإْنُغَّمَعَلْيُكْمَفَأْكِمُلوا
َشْعَابنَثَالِثَينَيْوًام»(عليه متفق)
"Berpuasalah kalian (menetapkan awal Ramadhan)
setelah melihat (hilal) dan berbukalah kalian
(menetapkan akhir Ramadhan) setelah melihat hilal. Jika
21.
11 | Pa n d u a n R a m a d h a n
kalian terhalang mendung, maka sempurnakan
(bilangan) Sya'ban 30 hari." (Muttafaq alaih)
Berbagai riwayat lainnya seputar masalah ini
menunjukkan bahwa Rasulullah ﷺ semasa hidupnya
menetapkan awal Ramadhan dan mengumumkannya
setelah menerima laporan ada yang melihat hilal
(ru'yatul hilal). Karenanya, jumhur ulama berpendapat
demikian.
Hanya saja, yang perlu ditekankan di sini adalah
bahwa masalah penetapan awal dan akhir Ramadhan
dan mengumumkannya, bukanlah wewenang individu
atau kelompok dalam sebuah negeri Islam. Tetapi dia
adalah wewenang penguasa jika mereka telah berusaha
menetapkannya sesuai dengan kaidah-kaidah syar'i.
Agar masyarakat terhindar dari kesimpangsiuran
informasi dan kekacauan.
Maka sebagai masyarakat, hendaknya mengikuti
keputusan pemerintah yang telah berupaya
menetapkan awal dan akhir Ramadhan berdasarkan
ketentuan syari. Apalagi jika pemerintah telah
membentuk kepanitiaan khusus untuk itu. Walaupun
keputusannya berbeda dengan negeri-negeri Islam
lainnya.
Pandangan seperti ini dikenal dengan istilah ikhtilaful
mathali (perbedaan tempat terbit hilal). Yaitu bahwa
setiap negeri boleh menentukan awal dan akhir
Ramadhan sesuai terbitnya hilal di negerinya,
walaupun berbeda dengan negeri Islam lainnya.
22.
P a nd u a n R a m a d h a n | 12
Adapun pandangan lainnya dikenal dengan istilah
wihdatul mathali' (kesatuan mathla') maksudnya
penyeragaman ketetapan. Yaitu, jika ada satu negeri
yang telah melihat hilal dan diumumkan, maka negeri-
negeri lain hendaknya mengikutinya tanpa
memperdulikan apakah hilal di negerinya terlihat atau
tidak. Pendapat ini cukup kuat pula dalil dan
argumentasinya.
Namun, pendapat yang dikuatkan sebagian ulama
dan kini dipraktekkan di negeri-negeri Islam adalah
ikhtilaful mathali'. Di samping hal ini lebih
mendatangkan kesatuan dan keutuhan di tengah
masyarakat, juga sesuai dengan sabda Rasulullah ,ﷺ
«الصوميومتصومونوالفطريومتفطرونوالضحىيومتضحون
»(الرتمذي اهور)
"Puasa adalah di hari kalian berpuasa, dan berbuka (ber-
lebaran) adalah di hari kalian berbuka, dan berkurban
adalah di hari kalian berkurban." (HR. Tirmizi)
Juga terdapat dalam riwayat bahwa pada masa
Mu'awiyah, kaum muslimin yang berada di Syam ber-
beda awal Ramadhannya dengan yang berada di
Madinah. Ibnu Abbas berkomentar tentang hal tersebut,
"Demikianlah Rasulullah ﷺ memerintahkan kita."
(HR. Muslim)
Hal inilah yang difatwakan oleh Al-Lajnah Da'imah
Lil Buhuts Wal Ifta (Lembaga Fatwa Arab Saudi). Mereka
menyatakan bahwa masing-masing negeri hendaknya
23.
13 | Pa n d u a n R a m a d h a n
berpuasa berdasarkan ru'yatul hilalnya masing-masing.
Lihat fatwa-fatwa mereka pada no. 313, 388, 3686.
Hal ini juga berlaku bagi pendatang yang tinggal di
negara-negara tersebut. Hendaknya awal dan akhir
Ramadhan mengikuti pengumuman negara tempat dia
tinggal saat itu, bukan negara asalnya.
Adapun bagi mereka yang tinggal di negeri non
muslim yang pemerintahnya tidak memperdulikan
masalah ru'yatul hilal, maka mereka dapat berpedoman
pada lembaga-lembaga Islam yang dipercaya dalam
menetapkan awal dan akhir Ramadhan dengan
ketentuan syar'i. Atau jika tidak ada, mereka dapat
berpedoman dengan negeri-negeri Islam yang mereka
percaya pengamalannya terhadap ajara Islam atau
penetapan awal dan akhir bulannya ditentukan
berdasarkan petunjuk syariat.
Doa Ketika Hilal Terlihat
Jika hilal terlihat dan diumumkan secara resmi, maka
disunahkan membaca doa yang Rasulullah ﷺ ajarkan,
َّمُهَّلالُهَّلَِهأاَنْيَلَعِنْمُْيلاِبِانَيمِإلاَوَلَّالسَوِةَمْاَوَلْسِإلِميِّبَرَكُّبَرَوُهَّلال
"Ya Allah, semoga hilal (awal bulan) mendatangi kami
dengan kebaikan dan iman, keselamatan dan Islam.
Tuhanku dan Tuhanmu adalah Allah." (HR. Ahmad dan
Tirmizi)
24.
P a nd u a n R a m a d h a n | 14
Larangan Berpuasa Sehari Dua Hari Sebelum
Ramadhan dan pada Hari yang Meragukan
Terdapat larangan berpuasa pada sehari atau dua
hari sebelum Ramadhan, berdasarkan hadits Rasulullah
,ﷺ
«الاومدقتانضمرموصبويموأيمويإال ،الجرانكومصي
ااموصهمصيلف»(عليه متفق)
"Jangan kalian mendahulukan Ramadhan dengan berpuasa
sehari atau dua hari (sebelumnya). Kecuali seseorang yang
(memang seharusnya/biasanya) melakukan puasanya pada
hari itu. Maka hendaklah ia berpuasa." (Muttafaq alaih)
Larangan ini berlaku bagi orang yang melakukan
puasa dengan niat hati-hati kalau hari-hari tersebut
termasuk Ramadhan. Sebab, yang diperintahkan adalah
memastikan datangnya bulan Ramadhan dengan
terlihatnya hilal Ramadhan. Kalau hilal tidak terlihat,
maka bulan Sya'ban digenapkan menjadi tiga puluh
hari berdasarkan riwayat shahih yang telah disebutkan
di atas.
Adapun jika hari itu bertepatan dengan hari-hari
sunnah berpuasa yang biasa dia lakukan (seperti Senen
dan Kamis), atau dia berpuasa pada hari itu karena
hendak membayar qadha puasanya, atau nazar atau
kaffarat, maka dibolehkan.
Hikmah pelarangan ini adalah agar ada pemisah
antara puasa Ramadhan yang fardhu dengan puasa-
puasa sunah sebelum dan sesudahnya. Disamping
menunjukkan bahwa waktu ibadah bulan Ramadhan
25.
15 | Pa n d u a n R a m a d h a n
sudah tetap awal dan akhirnya, tidak dapat ditambah
atau dikurang. Maka, dilarang puasa sehari atau dua
hari sebelumnya dan dilarang pula puasa sehari
sesudahnya, yaitu pada hari Idul Fitri.
Adapula larangan berpuasa pada hari yang dikenal
dengan istilah Yaumusy-Syak (الكي ايم) . Yaitu, jika pada
sore tanggal 29 Sya'ban hilal Ramadhan tidak terlihat
karena mendung atau terhalang oleh sebab lainnya,
maka keesokan harinya dianggap sebagai tanggal 30
Sya'ban. Dikatakan hari meragukan, karena pada hari
tersebut tidak jelas apakah malam sebelumnya hilal
telah terbit namun tidak terlihat, atau hilal memang
benar-benar belum terbit. Pada hari tersebut, menurut
jumhur ulama, seseorang dilarang berpuasa jika
tujuannya sekedar ingin hati-hati agar tidak ada hari
yang tertinggal dari bulan Ramadhan.
Berdasarkan hadits,
«نمامصاليومالذييشكفيهدقفىصعابأماسقال
(له اللفظو ،النسائيو الرتمذيو داود اهأبوور)
"Siapa yang berpuasa pada hari yang diragukan padanya,
maka sungguh dia telah bermaksiat kepada Abu Qasim
(Rasulullah ﷺ)." (HR. Abu Daud, Tirmizi dan Nasa'i,
redaksi berasal dari riwayat Nasa'i)
26.
P a nd u a n R a m a d h a n | 16
Syarat dan Rukun Puasa
Syarat Wajib Puasa
Ibadah puasa diwajibkan bagi seseorang yang
memiliki kriteria berikut.
1. Muslim
Syarat dasar ibadah adalah keimanan. Tanpa
keimanan, maka ibadah apapun tidak akan diterima.
Apalagi ayat tentang perintah puasa secara khusus
Allah Ta'ala menyeru kepada orang beriman,
﴿
﴾(البقرة سورة:381)
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu
berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang
sebelum kamu agar kamu bertaqwa.” (QS. Al-Baqarah:
183)
Maka, orang kafir tidak diwajibkan berpuasa dan
tidak sah puasanya kalaupun mereka melakukannya.
Akan tetapi mereka tidak boleh memperlihatkan
perbuatannya yang tidak berpuasa di tengah
masyarakat muslim yang berpuasa.
2. Baligh
Anak kecil yang belum berusia baligh tidak terkena
kewajiban puasa. Akan tetapi kedua orang tuanya
hendak melatih mereka sedikit demi sedikit untuk
berpuasa. Sehingga saat mereka telah masuk usia
baligh dan telah terkena kewajiban puasa, dirinya
telah siap melakukannya.
27.
17 | Pa n d u a n R a m a d h a n
3. Berakal
Orang gila tidak diwajibkan berpuasa hingga
sembuh. Rasulullah ﷺ bersabda,
«َعِفُرُمَلَقْالَْننعنةَثَالَثَِننعِمِئناَّنالنىَّتَحَ ِقْيَتْنسَيَِننعَوِّىِبَّنصال
ىَّتَحَمِلَتْحَيَِنعَوِونُنْجَمْالىَّتَحَلِقْعَي»(ماجه ابنو داود أبو اهور)
"Pena diangkat (kewajiban tidak dibebankan) terhadap
tiga (golongan); Orang yang tertidur hingga dia bangun,
anak kecil hingga dia mimpi (baligh) dan orang gila
hingga dia berakal." (HR. Abu Daud dan Ibnu Majah)
Uzur Tidak Berpuasa
Adapula orang-orang yang disebut Ashabul A'zaar
(pemilik uzur) untuk tidak berpuasa. Yaitu mereka yang
telah memiliki syarat wajib, namun memiliki alasan
untuk tidak berpuasa. Karenanya, walaupun
dibolehkan tidak berpuasa, mereka tetap diharuskan
mengqadhanya atau membayar fidyah di hari yang lain
sesuai jenis uzurnya.
Beberapa uzur tersebut adalah;
1. Sakit yang ada harapan sembuh
Orang sakit, jika khawatir dengan bepuasa akan
semakin lama sembuhnya atau semakin bertambah
sakitnya atau dirinya merasa sangat berat
menjalaninya, maka dia memiliki uzur untuk tidak
berpuasa. Boleh baginya berbuka dan mengganti
puasanya di kemudian hari, jika sakit yag
dideritanya termasuk sakit yang ada kemungkinan
sembuh.
28.
P a nd u a n R a m a d h a n | 18
2. Safar
Orang yang melakukan safar dalam jarak yang mem-
bolehkannya untuk melakukan qashar shalat, maka
dia juga memiliki uzur untuk tidak berpuasa. Boleh
baginya berbuka dan mengganti puasanya di
kemudian hari.
Kedua uzur di atas dilandasi oleh firman Allah
Ta'ala,
(سورةالبقرة:٤٨١)
"Maka, siapa di antara kalian ada yang sakit atau safar
(lalu berbuka), maka wajib baginya berpuasa sebanyak
hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain." (QS.
Al-Baqarah: 184)
3. Orang tua renta dan orang sakit yang tidak ada
harapan sembuh
Orang yang sanga tua renta sehingga sulit baginya
berpuasa, begitu pula orang sakit yang diperkirakan
tidak dapat sembuh berdasarkan informasi
terpercaya dan dengan sakit tersebut sulit baginya
berpuasa, maka kedua jenis orang ini juga memiliki
uzur untuk tidak berpuasa dan tidak diwajibkan
mengqadha puasa Ramadhan yang ditinggalkan.
Sebagai gantinya adalah membayar fidyah, yaitu
mengeluarkan setengah sha' (kurang lebih seliter
seperempat) makanan pokok (beras atau gandum,
29.
19 | Pa n d u a n R a m a d h a n
dll) untuk setiap hari puasa Ramadhan yang
ditinggalkan dan diberikan kepada orang miskin.
Inilah kesimpulan yang dtetapkan shahabat dan para
ulama berdasarkan firman Allah Ta'ala,
(سورةالبقرة:٤٨١)
"Dan wajib bagi orang yang berat menjalankannya (jika
dia tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu), memberi
makan seorang miskin." (QS. Al-Baqarah: 184)
4. Haid dan nifas
Wanita yang haid dan nifas tidak wajib berpuasa,
bahkan mereka dilarang berpuasa. Sabda Rasulullah
,ﷺ
«َْسيَلَأاَذِإْتَاضَحْمَلِّلَصُتْمَلَوْمُصَتَكِلَذَفُانَصْقُناَهِنيِد»
(البخاري اهور)
"Bukankah jika dia (wanita) sedang haid, dia tidak shalat
dan tidak puasa? Itulah kekurangannya dalam agama."
(HR. Bukhari)
Wanita tersebut diwajibkan mengqadha puasanya
sebanyak hari yang ditinggalkan. Sebagaimana
ucapan Aisyah ra,
«اَّنُكُيضَِحنىَلَعِدْهَعُولسَرِ َّهللاىَّلَصُ َّهللاِهْيَلَعَمَّلَسَوَّمُث
ُرُهَْطنَانُرُمْأَيَفِءاَضَقِبِامَيِّالصَالَوَانُرُمْأَيِءاَضَقِبِة ََّالصال»
(النسائيو الرتمذي اهور)
"Kami mengalami haid pada masa Rasulullah ﷺ.
Kemudian kami suci. Maka Rasulullah ﷺ
30.
P a nd u a n R a m a d h a n | 20
memerintahkan kami untuk mengqadha puasa dan beliau
tidak memerintahkan kami untuk mengqadha shalat."
(HR. Tirmizi dan Nasa'i)
5. Wanita Hamil dan Menyusui
Para ulama menyebutkan bahwa wanita hamil dan
menyusui, jika berat baginya untuk berpuasa, baik
kekhawatirannya bersumber terhadap dirinya atau
janinnya, maka dia termasuk orang yang memiliki
uzur untuk tidak berpuasa. Para ulama umumnya
mengaitkan kondisi mereka dengan orang sakit yang
tidak kuat berpuasa. Maka konsekuensinya, jika
mereka tidak berpuasa adalah mengqadhanya di hari
lainnya. Adapula pendapat yang mengaitkan mereka
dalam penafsiran surat Al-Baqarah ayat 184 yang
disebutkan di atas, sehingga mereka hanya
diwajibkan membayar fidyah. Akan tetapi pendapat
yang mewajibkan mereka untuk mengqadha puasa
yang ditinggalkannya, lebih kuat.
Rukun Puasa
Rukun puasa secara garis besar ada 2, yaitu; Niat dan
menahan diri dari segala sesuatu yang membatalkan
sejak terbit fajar hingga matahari terbenam.
1. Niat
Niat diharuskan dalam setiap ibadah. Secara khusus,
Rasulullah J menyatakan keharusan niat di malam
hari sebelum masuk waktu fajar bagi orang yang
berpuasa. Beliau bersabda,
31.
21 | Pa n d u a n R a m a d h a n
«ْنَمْمَلِعِمُْجيَماَيِّالصَْلبَقِرْجَفْالَالَفَماَيِصُهَل»
(الرتمذيو داود أبو اهور)
"Siapa yang tidak niat untuk berpuasa sebelum fajar,
maka tidak ada puasa baginya." (HR. Abu Daud dan
Tirmizi)
Para ulama berpendapat bahwa perkara ini berlaku
dalam puasa wajib. Adapun puasa sunah, seseorang
boleh memulai niat setelah fajar selama dia belum
makan dan minum.
Niat dilakukan di dalam hati. Tidak ada redaksi khu-
sus untuk melafazkannya. Selama seseorang telah
memantapkan niat di dalam hatinya bahwa dia besok
akan berpuasa Ramadhan, maka hal itu sudah
cukup.
Niat dilakukan setiap malam. Ada sebagian ulama
yang membolehkan niat sekaligus untuk satu bulan
Ramadhan.
2. Meninggalkan sesuatu yang membatalkan puasa,
sejak terbit fajar hingga matahari terbenam.
Perkara-perkara yang membatalkan puasa telah dite-
tapkan dalam Al-Quran dan Sunah. Ada yang yang
telah disepakati oleh para ulama, ada pula yang
diperselisihkan.
Ada dua perkara yang penting diperhatikan dalam
masalah ini. Pertama adalah perkara yang
membatalkan puasa (akan dibahas dalam bab
berikutnya). Dan kedua terkait dengan waktu
32.
P a nd u a n R a m a d h a n | 22
pelaksanaanya yang berawal dari sejak terbit fajar
dan berakhir hingga terbenam matahari.
Hal ini berdasarkan firman Allah Ta'ala,
(سورةالبقرة:٤٨١)
"Dan makan minumlah hingga terang bagimu benang
putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian
sempurnakanlah puasa itu sampai datang malam." (QS.
Al-Baqarah: 187)
Juga berdasarkan ucapan dan pengamalan
Rasulullah ﷺ dalam berapa riwayat terkait. Maka,
tidak dibenarkan menambah atau mengurangi waktu
puasa yang ditentukan berdasarkan syariat.
Perkara yang Membatalkan Puasa
1. Jimak (bersetubuh)
Berdasarkan firman Allah Ta'ala,
(سورةالبقرة:٤٨١)
"Dihalalkan bagi kamu pada malam hari bulan puasa
bercampur dengan istri-istri kamu." (QS. Al-Baqarah:
187)
Juga berdasarkan riwayat tentang kisah seseorang
yang mengaku berjimak di bulan Ramadhan.
Kemudian Rasulullah ﷺ perintahkan dia untuk
membayar kaffarat yang berat akibat perbuatannya,
berupa memerdekakan budak, jika tidak mampu
33.
23 | Pa n d u a n R a m a d h a n
berpuasa dua bulan berturut-turut, dan jika tidak
mampu memberi makan 60 orang miskin (Muttafaq
alaih).
Para ulama sepakat bahwa berjimak membatalkan
puasa. Bahkan, orang yang sengaja berjimak di siang
hari bulan Ramadhan dikenakan kaffarat yang berat
sebagaimana telah disebutkan dalam riwayat di atas.
Ketentuan ini berlaku bagi suami istri jika keduanya
melakukan secara suka rela. Adapun jika suami
memaksa istri untuk melakukan hal tersebut, maka
ketentuan kaffarat tidak berlaku bagi istri.
2. Makan dan minum dengan sengaja.
(سورةالبقرة:٤٨١)
"Dan makan minumlah hingga terang bagimu benang
putih dari benang hitam, yaitu fajar." (QS. Al-Baqarah:
187)
Adapun makan dan minum karena lupa, tidak mem-
batalkan puasa. Sebagaimana sabda Raslullah .ﷺ
«ْنَمَىِسَنَوُهَومِئاَصَلَكَأَفْوَأَبِرَشَّمِتُيْلَفُهَمْوَصاَمَّنِإَف
ُهَمَعْطَأُ َّهللاُهاَقَسَو»(عليه متفق)
"Siapa yang lupa saat berpuasa, kemudian dia makan
atau minum, maka hendaknya dia menyempurnakan
puasanya. Sesungguhnya Allah memberinya makan dan
minum." (Muttafaq alaih)
Termasuk dianggap yang membatalkan adalah
semua tindakan yang dianggap menggantikan fungsi
34.
P a nd u a n R a m a d h a n | 24
makan dan minum atau memasukkan sesuatu
partikel ke dalam saluran pencernaan. Seperti suntik
atau infus untuk mengganti zat makanan dan
menghisap rokok.
3. Haid dan Nifas
Disepakati pula bahwa wanita yang kedatangan haid
atau nifas saat puasa, maka puasanya batal. Bahkan
tidak dibolehkan dia berpuasa. Berdasarkan hadits-
hadits yang telah disebutkan di atas, di antaranya;
"Bukankah jika dia (wanita) sedang haid, dia tidak shalat
dan tidak puasa? Itulah kekurangannya dalam agama."
(HR. Bukhari)
4. Muntah dengan sengaja
Jumhur ulama berpendapat bahwa muntah tanpa
sengaja tidak membatalkan puasa. Adapun sengaja
agar muntah, membatalkan puasa. Ada sebagian
pendapat yang mengatakan bahwa muntah secara
mutlak, disengaja atau tidak, tidak membatalkan
puasa. Namun yang dikuatkan adalah pendapat
jumhur ulama. Berdasarkan hadits Rasulullah ,ﷺ
«ْنَمُهَعَرَذُءْىَقْالَوُهَومِئاَصَْسيَلَفِهْيَلَعضاءَقَومِنَءاَقَتْسا
ًادْمَعِضْقَيْلَف»(ماجه وابن الترمذي رواه)
"Siapa keluar muntah (tanpa sengaja) saat dia berpuasa,
maka tidak diwajibkan baginya qadha. Dan siapa yang
sengaja muntah, maka dia harus qadha." (HR. Tirmizi,
Ibnu Majah, dll)
35.
25 | Pa n d u a n R a m a d h a n
5. Bekam
Para ulama berbeda pendapat apakah bekam
membatalkan puasa atau tidak. Jumhur ulama
berpendapat bahwa bekam tidak membatalkan
puasa. Sedangkan Imam Ahmad berpendapat bahwa
bekam membatalkan puasa.
Jumhur berdalil dengan ucapan Ibnu Abbas yang
diriwayatkan oleh Bukhari,
«َّنَأَّيِبَّنالىَّلَصُ َّهللاِهْيَلَعَمَّلَسَوَمَجَتْاحَوُهَومِرْحُمَمََجتْاحَو
َوُهَومِئاَص»(البخاري رواه)
"Sesungguhnya Rasulullah ﷺ melakukan bekam saat
dia sedang ihram dan saat dia sedang puasa."
(HR.Bukhari)
Juga terdapat beberapa riwayat lainnya yang
menguatkan pendapat jumhur ulama.
Adapun Imam Ahmad berdalil dengan hadits
Rasulullah ﷺ yang berkata saat melihat ada orang
yang berbekam di siang hari bulan Ramadhan,
«َأْفَطَرْالَحِاجُمَوْالَمْحُجُمو»(داود أبو رواه)
"Orang yang melakukan bekam dan yang dibekam telah
berbuka (batal puasanya)." (HR. Abu Daud)
Turunan dalam masalah ini adalah melakukan donor
darah karena dianggap sama-sama mengeluarkan
darah cukup besar dari dalam tubuh. Jika mengikuti
pendapat jumhur ulama, maka donor darah tidak
membatalkan puasa. Tapi jika berpedoman dengan
36.
P a nd u a n R a m a d h a n | 26
pendapat Imam Ahmad, maka donor darah tidak
membatalkan puasa.
Yang lebih hati-hati adalah menunda pelaksanaan
hal tersebut hingga malam hari, jika memungkinkan.
Karena pendapat Imam Ahmad dan argumentasinya
cukup kuat. Wallahua'lam.
6. Keluar mani secara sengaja
Misalnya dengan bercumbu, onani, atau sengaja
melihat dan membaca sesuatu yang membangkitkan
syahwat.
Para ulama sepakat bahwa keluar mani karena ber-
cumbu dan semacamnya membatalkan puasa. Akan
tetapi orang tersebut tidak diharuskan membayar
kaffarat seperti orang yang berjimak. Dia hanya
diwajibkan meneruskan puasanya dan diwajibkan
mengqadha puasa hari tersebut di kemudian hari.
Disamping dia harus bertaubat atas dosa sengaja
melakukan perbuatan yang dapat membatalkan
puasanya. Adapun jika bercumbu namun tidak
keluar mani, maka tidak membatalkan puasa.
Apakah bercumbu dengan istri dibolehkan ketika
berpuasa? Jumhur ulama mengatakan bahwa jika
seseorang dapat mengendalikan syahwatnya, maka
hal itu dibolehkan, akan tetapi jika dia khawatir tidak
dapat mengendalikan syahwatnya, seperti khawatir
akan keluar mani atau akan mendorongnya berbuat
jimak, maka hal tersebut diharamkan.
Berdasarkan riwayat Aisyah radhiallahu anha,
37.
27 | Pa n d u a n R a m a d h a n
«َانُّيِبَّنالﷺُلِّبَقُيُرِشاَبُيَوَوُهَومِئاَصَانَكَوْمُكَكَلْمَأِهِبْرِإل
(عليه متفق)
"Sesungguhnya Nabi ﷺ mencium dan mencumbu
istrinya saat beliau sedang puasa. Dan beliau adalah
orang yang paling mampu mengendalikan keinginannya
di antara kalian." (Muttafaq alaih)
Perkara yang Tidak Membatalkan Puasa
1. Periksa darah dan suntik yang tujuannya tidak
untuk memasukkan zat makanan. Seperti untuk
berobat, tes darah, vaksin, atau kepeluan lainnya.
2. Mencicipi masakan jika dibutuhkan, dengan syarat:
tidak sampai masuk ke dalam kerongkongan.
3. Menggunakan celak mata atau tetes mata atau
semacamnya yang dimasukkan ke dalam mata.
4. Menuangkan air dingin di atas kepala atau mandi
dengannya.
5. Menelan ludah, namun jika berupa lendir
hendaklah dikeluarkan.
6. Menggunakan minyak wangi dan menciumnya.
7. Bermimpi hingga keluar mani.
8. Junub sebelum terbit fajar dan belum mandi janabah
hingga terbit fajar sementara dia sudah niat puasa.
9. Boleh menghirup sesuatu yang tidak bersifat
partikel untuk melegakan hidung tersumbat, atau
melegakan dada bagi orang yang sesak nafas.
10. Sikat gigi dengan pasta gigi dengan syarat tidak ada
partikel yang ditelan.
11. Bersiwak di siang hari, walaupun setelah matahari
tergeincir.
38.
P a nd u a n R a m a d h a n | 28
12. Keluar mazi atau madi.
13. Menelan debu tanpa sengaja.
Perkara yang Harus Dijauhi Saat Berpuasa
1. Berdusta
Rasulullah ﷺ bersabda:
«ِهِب َلَمَعْالَو ِورُّالز َلْوَق ْعَدَي ْمَل ْنَم،ةَـاجَح َّلَجَو َّزَع ِهلل َْسيَلَف
ُهَباَرَشَو ُهَمـاَعَط َعَدـَي ْنَأ يِف»(البخاري اهور)
“Siapa yang tidak meninggalkan perkataan dusta dan
perbuatan buruk, maka tidak ada bagi Allah Ta’ala
nilainya dia meninggalkan makanan dan minumannya.”
(HR. Bukhari)
2. Lalai dan berkata kotor
Rasulullah ﷺ bersabda:
«ِوْغَّلال َنِم ُماَيِّالص َامَّنِإ ،ِبْرُّشالَو ِلْكَألْا َنِم ُماَيِّالص َْسيَل
َوِثَفَّرال»(احلاكم اهور)
“Puasa bukan hanya (menahan) makan dan minum saja,
akan tetapi puasa juga (menahan) dari perbuatan sia-sia
dan perkataan kotor." (HR. Hakim)
Rasulullah ﷺ juga bersabda:
«ُشَطَعْالَو ُعُوجْال ِهِماَيِص ْنِم ُهُّظَح مِئاَص َُّبر»
(ماجه ابنو أمحد اهور)
“Betapa banyak orang yang puasa tidak mendapatkan
apa-apa dari puasanya kecuali lapar dan dahaga.” (HR.
Ahmad dan Ibnu Majah)
39.
29 | Pa n d u a n R a m a d h a n
Catatan: Orang yang melakukan perbuatan seperti
ini, status puasanya secara hukum tidak batal. Akan
tetapi pahalnya gugur, bahkan berdosa karenanya.
Namun, jika dia bertaubat saat itu juga dan mohon
ampun kepada Allah, maka dia dapat meneruskan
puasanya tanpa keharusan mengqadhanya.
Syarat-Syarat Batal Puasa
1. Mengerti
Jika seseorang melakukan perkara yang
membatalkan puasa karena ketidaktahuannya maka
tidaklah membatalkan, berdasarkan firman Allah
Ta’ala:
(ابزالح سورة:5)
“Dan tidak ada dosa atasmu terhadap apa yang kamu
khilaf padanya, tetapi yang (ada dosanya) apa yang
disengaja oleh hatimu.” (QS. Al-Ahzab : 5)
2. Sadar
Jika seseorang lupa ketika melakukan perbuatan
yang membatalkan, seperti lupa makan dan minum,
maka puasanya sah selama dia tinggalkan langsung
ketika ingat, dan dia tidak wajib meng-qadha-nya.
40.
P a nd u a n R a m a d h a n | 30
3. Kehendak sendiri
Jika seseorang dipaksa (untuk berbuka) maka
puasanya sah dan tidak meng-qadha, sebagaimana
hadits Rasulullah :ﷺ
«ََجت َهللا َّنِإواُهِرْكُتْسا اَمَو َانَيْسِّنالَو َأَطَخْال يِتَّمُأ َْنع َزَاو
ِهيَلَع»(البيهقيو ماجه ابن اهور)
“Sesungguhnya Allah melampaui (mengampuni)
ummatku yang melakukan kesalahan, kelupaan dan yang
terpaksa” (HR. Ibnu Majah dan Baihaqi)
Perbuatan yang Dianjurkan
1. Tilawatul Quran
Ramadhan adalah bulan diturunkannya Al-Quran.
Seorang muslim hendaknya semakin dekat dengan
Al-Quran di bulan ini dengan membaca dan
mempelajarinya.
Ibnu Abbas radhiallahu anhuma berkata,
«ِ َّهللا ُلُوسَر َانَكﷺِاسَّنال َدَوْجَأيِف ُونُكَي اَم ُدَوْجَأ َانَكَو
َقْلَي ُليِْربِج َانَكَو ُليِْربِج ُهاَقْلَي َينِح َانَضَمَرــْنِم ةَلْيَل ِّلُك يِف ُها
َآنْرُقْال ُهُسَِاردُيَف َانَضَمَر»(البخاري اهور)
"Rasulullah ﷺ adalah orang yang paling dermawan.
Beliau lebih dermawan lagi di bulan Ramadhan, ketika
Jibril menemuinya. Jibril menemuinya setiap malam di
bulan Ramadhan untuk mengulang bacaan Al-Quran."
(HR. Bukhari)
41.
31 | Pa n d u a n R a m a d h a n
2. Qiyamullail dan Tarawih (akan diuraikan dalam bab
berikutnya)
3. Banyak Bersadaqah
Berdasarkan isyarat hadits di atas, Ramadhan adalah
sarana kita untuk meningkatkan sadaqah dibanding
waktu lainnya. Karena rahmat dan ampunan Allah
sedang dilimpahkan di bulan mulia ini.
4. Banyak Berdoa
Ramadhan adalah waktu mustajabah untuk berdoa.
Isyarat tersebut dapat ditangkap dalam pembahasan
tentang Ramadhan dan puasa dalam Al-Quran surat
Al-Baqarah ayat 183 dan seterusnya. Di tengah-
tengah pembahasan, Allah menyelipkan ayat tentang
anjuran berdoa, yaitu pada surat Al-Baqarah, ayat
186.
(البقرة سورة:381)
"Dan apabila hamba-hamba-Ku, bertanya kepadamu
tentang Aku, maka (jawablah) bahwa Aku dekat. Aku
mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia
memohon kepada-Ku. Maka hendaklah mereka itu
memenuhi (segala perintah)Ku dan hendaklah mereka
beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam
kebenaran." (QS. Al-Baqarah: 186)
42.
P a nd u a n R a m a d h a n | 32
5. Umrah
Rasulullah ﷺ berkata kepada seorang wanita
Anshar,
«اَذِإَفَءاَجُانَضَمَرىِرِمَتْعاَفَّنِإَفًةَرْمُعِهيِفُلِدْعَتًةَّجَح»
(عليه متفق)
"Jika datang bulan Ramadhan, lakukanlah umrah. Karena
umrah di dalamnya sebanding dengan haji." (Muttafaq
alaih)
6. Menghadirkan sifat-sifat utama
Ibadah di bulan ini menyediakan sifat-sifat mulia
yang harus kita serap dalam kehidupan sehari-hari.
Seperti zuhud terhadap dunia, cinta fakir miskin,
gemar beribadah, sabar, syukur, tawakal, dll.
7. Disunahkan sahur dan mengakhirkannya.
Rasulullah ﷺ memerintahkan sahur untuk
membedakan antara puasa kita dengan puasa ahli
kitab.
Beliau ﷺ bersabda:
«ُِورحَّسال ُةَلَكَأ ِبَاتِكْال ِلْهَأ ِمْوَصَو َانِماَيِص َنْيَب اَم ُلْصَف»
(مسلم رواه)
“Yang membedakan antara puasa kita dengan puasa ahli
kitab adalah makan sahur." (HR. Muslim)
Terdapat riwayat dari Zaid, dia berkata:
“Kami sahur bersama Nabi ,ﷺ lalu beliau bangkit untuk
melaksanakan shalat”. Dia (Zaid) ditanya, ”Berapa lama
jarak antara azan dan sahur?” Dia menjawab, “sekedar
(membaca) lima puluh ayat.” (Muttafaq alaih)
43.
33 | Pa n d u a n R a m a d h a n
Disunahkan memakan korma saat melakukan sahur.
8. Sunah mempercepat Ifthar (berbuka puasa).
Ifthar hendaknya dilakukan saat matahari terbenam.
Mempercepat ifthar merupakan sunah Rasulullah
,ﷺ karena beliau bersabda:
«ُلاََزت َالَمُوجُّنال َاهِرْطِفِب ْرَِظتْنَت ْمَلاَم يِتَّنُس ىَلَع يِتَّمُأ»
(حبان ابن اهور)
“Umatku selalu berada dalam sunnahku selama dia tidak
menunggu bintang-bintang (waktu malam) untuk
berbuka.” (HR. Ibnu Hibban)
9. Memberi makan berbuka kepada orang yang puasa.
Hendaknya setiap orang berupaya untuk memberi
makan bagi orang yang berbuka, karena di dalamnya
terdapat pahala yang besar dan kebaikan yang
banyak. Rasulullah ﷺ bersabda :
«ْنَي َال ُهَّنَأ َْريَغ ِهِرْجَأ ُلْثِم ُهَل َانَك ًامِئاَص َرَّطَف ْنَمِرْجَأ ْنِم ُصُق
ًاْئيَش ِمِئَّاصال»(الرتمذيو أمحد اهور)
“Siapa yang memberi makan orang yang puasa maka
baginya (pahala puasa) orang itu, tanpa mengurangi
pahala orang yang puasa tersebut.” (HR. Ahmad dan
Tirmizi)
10. Rasulullah ﷺ biasanya berbuka dengan ruthab
(korma muda) sebelum shalat. Jika tidak ada, maka
dengan beberapa tamr (korma masak). Jika tidak ada,
dia cukup meminum beberapa teguk air.” (HR.
Ahmad)
44.
P a nd u a n R a m a d h a n | 34
Jika berbuka, beliau ﷺ membaca:
َش ْإن ُرْاألج َتَبَثَو ُقُورُعال ِتََّلتْباَو ُأَمَّالظ َبَهَذهللا َءا
"Telah hilang dahaga dan urat-urat telah basah dan
pahala telah tetap Insya Allah." (HR. Abu Daud dan
Nasa'i)
11. Ketika ifthar, disunahkan berdoa. Karena bagi orang
yang puasa -pada saat itu- doanya mustajabah
(terkabul). Rasulullah ﷺ bersabda :
«َثْمُهُتَوْعَد ُّدَرُت َال ثةَال:ُرِطْفُي َينِح ُمِئَّاصال،،ُلِداَعْال ُماَمِإلْاَو
ومُلْظَمْال ُةَوْعَدَو»(حبان ابنو ماجه ابنو الرتمذي اهور)
“Ada tiga golongan yang doanya tidak ditolak: Orang
yang puasa saat dia ifthar (berbuka), Imam (pemimpin)
yang adil, dan doa orang yang dizalimi.” (HR. Tirmizi,
Ibnu Majah dan Ibnu Hibban)
12. I'tikaf, khususnya pada sepuluh hari terakhir (akan
diuraikan pada bab berikut)
45.
35 | Pa n d u a n R a m a d h a n
ZAKAT FITRAH
Arti Zakat Fitrah1)
Fitr (فطي) artinya berbuka, maksudnya adalah bulan
Ramadhan telah usai, dan kita boleh kembali tidak
berpuasa. Zakat Fitrah adalah zakat yang dikeluarkan
karena berakhirnya bulan Ramadhan.
Dalil dan Hikmahnya
Zakat Fitrah disyariatkan berdasarkan umumnya
nash Al-Quran, hadits shahih dan ijmak kaum
muslimin. Allah Ta’ala berfirman:
﴾(العلى سورة:41) ﴿
“Sesungguhnya beruntunglah orang yang membersihkan
diri." (QS. Al-A'la: 14)
Lebih dari satu orang dari kalangan salaf yang
menafsirkan bahwa yang dimaksud ayat di atas adalah
Zakat Fitrah. Hal tersebut diriwayatkan secara marfu’
dari Rasulullah ,ﷺ dari Ibnu Khuzaimah dan lainnya.
Terdapat riwayat dalam Ash-Shahihain dari Abdullah
bin Umar, beliau berkata,
رْطِفْال َةاَكَز ِهللا ُلُوسَر َضَرَف(عليه متقف)
“Rasulullah ﷺ telah mewajibkan zakat fitrah.” (Muttafaq
alaih)
Kaum muslimin sejak dahulu hingga sekarang
sepakat (ijmak) tentang kewajiban zakat fitrah.
1.
Istilah asalnya adalah Zakatul Fithr. Namun di tengah
masyarakat lebih dikenal dengan istilah Zakat Fitrah.
46.
P a nd u a n R a m a d h a n | 36
Zakat fitrah disyariatkan sebagai pensuci jiwa dari
segala kotoran, sifat bakhil dan akhlak yang buruk lain-
nya, penyempurna pahala, juga sebagai pensuci puasa
yang mungkin berkurang pahalanya karena ucapan
atau prilaku yang tak baik atau lainnya.
Dia juga berfungsi untuk menghibur dan memberi
kecukupan kepada fakir miskin di hari Id sehingga
menumbuhkan rasa cinta di antara sesama.
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas :
،ِثَفَّرالَو ِوْغَّلال َنِم ِمِئَّاصلِل ًةَْرهُط ِرْطِفْال َةاَكَز ِهللا ُلُوسَر َضَرَف
ًةَمْعُطَوِينِكاَسَمْلِل(احلاكمو داود أبو اهور)
“Rasulullah telah mewajibkan zakat fitrah sebagai pensuci
bagi yang berpuasa dari tindakan dan ucapan buruk serta
memberi makan orang-orang miskin.” (HR. Abu Daud,
Hakim dan yang lainnya)
Siapa yang Diwajibkan?
Zakat fitrah adalah untuk mensucikan diri. Maka
diwajibkan bagi setiap muslim, baik laki-laki maupun
wanita, merdeka ataupun budak, penduduk kota
ataupun desa, berdasarkan ijmak. Juga diwajibkan
mengeluarkan zakat untuk orang-orang yang wajib
diberikan nafkah. Misalnya, seorang bapak wajib
mengeluarkan zakat untuk istri dan anak-anaknya,
walaupun mereka masih kecil.
47.
37 | Pa n d u a n R a m a d h a n
Ibnu Umar radiallahuanhuma berkata:
ِهللا ُلُوسَر َضَرَفﷺْنِم ًااعَص ْوَأ رْمَت ْنِم ًااعَص ِرْطِفْال َةاَكَز
َنِم ِيرِبَكْالَو ِيرِغَّصالَو ىَثْنُاألَو ِرَكَّذالَو ُِّرحْالَو ِدْبَعْال ىَلَع ،يرِعَش
َينِمِلْسُمْال.َّصال َلىِإ ِاسَّنال ُِوجرُخ َْلبَق ىَّدَؤُت ْنَأ اَهِب َرَمَأَوِةَال
(عليه متفق)
“Rasulullah ﷺ telah mewajibkan zakat fitrah satu sha’
korma, atau satu sha’ gandum, baik kepada budak atau
orang merdeka, laki-laki maupun wanita, anak kecil maupun
orang dewasa dari kalangan muslimin. Beliau
memerintahkan agar ditunaikan sebelum keluarnya manusia
untuk shalat (Id)." (Muttafaq alaih)
Kekayaan dengan nishab tertentu bukan syarat diwa-
jibkannya zakat fitrah sebagaimana pada zakat mal
(harta).
Standarnya adalah: Siapa saja yang memiliki
makanan pokok bagi diri dan keluarganya serta mereka
yang wajib dinafkahinya pada hari dan malam Id, maka
dia terkena kewajiban zakat fitrah.
Jenis Makanan yang Dikeluarkan
Terdapat riwayat dari Abu Sa’id Al-Khudry
radhiallahu anhu, dia berkata:
«اَّنُكُجِرْخُنَةاَكَزِرْطِفْالًاعاَصْنِمامَعَطْوَأًاعاَصْنِميرِعَشْوَأ
ًاعاَصْنِمرْمَتْوَأًاعاَصْنِمطِقَأْوَأًاعاَصْنِميبِبَز»
(عليه متفق)
“Dahulu, kami mengeluarkannya Zakat Fitrah dalam bentuk
satu sha’ makanan, atau satu sha’ gandum, atau satu
48.
P a nd u a n R a m a d h a n | 38
korma atau satu sha’ aqith (keju kering) atau satu sha'
zabib (korma kering)." (Muttafaq alaih)
Dalam riwayat lain beliau ﷺ berkata :
“Dahulu makanan kami adalah gandum, zabib, susu kering
dan korma.” (HR. Bukhari)
Sebaiknya dikeluarkan jenis yang paling baik dan
paling bermanfaat bagi orang miskin.
Allah Ta’ala berfirman:
“Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang
sempurna) sebelum kamu menafkahkan sebagian harta
yang kamu cintai." (QS. Ali-Imran: 92)
Ukuran yang Wajib Dikeluarkan
Terdapat riwayat dari hadits shahih, bahwa
Rasulullah ﷺ "Mewajibkan zakat fitrah sebanyak satu
sha’…”
Yang dimaksud adalah satu sha’ Nabi ﷺ yaitu
sebanyak empat mud. Sedang satu mud adalah sepenuh
dua telapak tangan orang dewasa berukuran sedang.
Berat keseluruhannya (empat mud) kurang lebih 2.5 kg.
Jika lebih dari ukuran wajib maka hal tersebut dihi-
tung sebagai shadaqah.
Jumhur ulama mengharuskan zakat fitrah
dikeluarkan dalam bentuk makanan pokok. Namun
Abu Hanifah membolehkan mengeluarkan Zakat Fitrah
49.
39 | Pa n d u a n R a m a d h a n
dalam bentuk uang senilai makanan yang wajib
dikeluarkan.
Waktu Mengeluarkan Zakat Fitrah
Waktu mengeluarkan zakat fitrah terbagi dua:
1. Waktu utama:
Dimulai sejak matahari terbenam pada malam Id
hingga shalat Id. Lebih utama antara shalat Fajar dan
shalat Id.
Ibnu Umar radhiallahu anhuma berkata,
ِةَالَّصال ىَلِإ ِاسَّنال ُِوجرُخ َْلبَق ىَّدَؤُت ْنَأ َرَمَأَو» »
(عليه متفق)
“Beliau (Rasulullah ﷺ) memerintahkan agar (zakat
fitrah) ditunaikan sebelum orang-orang keluar untuk
shalat (Id)." (Mutafaq alaih)
Telah dijelaskan sebelumnya, tafsir kalangan salaf
atas firman Allah Ta’ala:
“Sesungguhnya beruntunglah orang yang membersihkan
dirinya (dengan beriman). dan dia ingat nama Tuhannya,
lalu dia shalat." (QS. Al-A’la : 14-15)
Bahwa yang dimaksud ayat ini adalah seseorang
yang menyerahkan zakatnya pada hari Idul Fitri
sesaat sebelum shalat.
2. Waktu yang dibolehkan
Yaitu, sehari atau dua hari sebelum Id. sebagaimana
terdapat dalam shahih Bukhari:
50.
P a nd u a n R a m a d h a n | 40
«واُناَكَوَونُطْعُيَْلبَقِرْطِفْالمْوَيِبْوَأِْنيَمْوَي»
(البخاري رواه)
“Mereka (para shahabat) biasanya memberikan (zakat
fitrah) kepada orang-orang miskin sehari atau dua hari
sebelum Idul fitri.” (HR. Bukhari)
Maka hal tersebut merupakan ijmak para shahabat.
Jika seseorang menunda pelaksanaannya hingga sele-
sai shalat Id, maka dia wajib meng-qhada-nya, karena
kewajiban tersebut tidak berarti gugur hanya karena
habis waktunya. Namun -menurut para ulama- dia
tetap berdosa jika menunda pelaksanaannya dengan
sengaja.
Kepada Siapa Zakat Fitrah Diberikan?
Dalam hadits Ibnu Abbas radiallahuanhuma, beliau
berkata:
“Rasulullah ﷺ mewajibkan zakat fitrah sebagai pensuci
bagi orang yang berpuasa dari perkataan dan perbuatan
buruk dan (juga berfungsi sebagai) pemberi makan orang
miskin.” (HR. Abu Daud, Hakim dan yang lainnya)
Dalam hadits tersebut dinyatakan bahwa zakat fitrah
diserahkan kepada orang-orang miskin saja.
Zakat fitrah hendaknya tidak digunakan untuk
untuk hal-hal yang bersifat pembangunan materi,
seperti pembangunan masjid atau sekolah, tetapi
langsung diberikan kepada fakir miskin.
Beberapa Permasalahan Terkait Zakat Fitrah
1. Zakat fitrah adalah zakat badan, bukan zakat maal
(harta), tujuannya mensucikan badan. Karenanya
51.
41 | Pa n d u a n R a m a d h a n
kewajibannya tidak terkait nisab dan haul. Cukup
seseorang memiliki kelebihan persediaan makan
untuk dirinya dan keluarganya hari itu, dia sudah
wajib mengeluarkan zakat fitrah. Bahkan diwajibkan
pula memberikan zakat kepada orang yang menjadi
tanggungannya, seperti istri dan anak kecil. Para
ulama juga menyatakan sunnah mengeluarkan zakat
fitrah bagi janin yang masih dalam kandungan,
berdasarkan perbuatan Utsman bin Affan
radhiallahu'anhu yang melakukan hal tersebut.
2. Karena zakat fitrah adalah zakat badan, maka
hendaknya dia dikeluarkan di tempat seseorang
berada dengan standar yang berlaku di negeri
tersebut. Jika kemudian, berdasarkan pertimbangan
manfaat sebaiknya disalurkan ke daerah lain, hal
tersebut tidak mengapa, sebab dibolehkan
menyalurkan zakat fitrah ke daerah/negeri lain, jika
dipertimbangkan bahwa negeri lain sangat
membutukkan dibanding negeri tempat dia berada.
3. Jika kita mengetahui langsung ada orang yang benar-
benar berhak menerima zakat, lalu kita berikan
secara langsung, itu tidak mengapa. Namun
menyalurkan zakat fitrah ke lembaga-lembaga
penyalur zakat terpercaya lebih baik, lebih terarah
dan relative lebih merata, apalagi jika kita tidak tahu
siapa yang paling berhak menerima zakat di sekitar
kita.
4. Orang yang berhak menerima zakat fithrah, hanyalah
fakir miskin. Ada sebagian ulama yang
membolehkan penyalurannya ke delapan ashnaf
52.
P a nd u a n R a m a d h a n | 42
(golongan) yang dikenal dalam zakat maal (harta).
Namun berdasarkan hadits-hadits yang ada, serta
maqashid syari'ah (tujuan syari'ah) dalam ibadah ini,
maka pendapat yang mengkhususkan
penyalurannya kepada fakir miskin lebih kuat.
Sebagian orang menyalurkan zakat fitrah kepada
orang yang disebut sebagai amil, padahal dia kaya,
hal ini tidak tepat. Wallahua'lam.
5. Mengeluarkan zakat fitrah, tidak menggugurkan
kewajiban seseorang mengeluarkan zakat harta jika
dia telah memiliki kriteria sebagai orang yang wajib
zakat harta.
53.
43 | Pa n d u a n R a m a d h a n
SHALAT TARAWIH
Arti Tarawih
Tarawih (اما ييالت) dalam bahasa Arab adalah kata
jamak dari tarwiihah (ماحي ت) , artinya beristirahat atau
santai sejenak.
Kalimat ini pada mulanya bermakna 'duduk' secara
umum. Kemudian dikenal sebagai 'duduk' yang dilaku-
kan setelah melakukan shalat empat rakaat di malam
bulan Ramadhan”.
Karena pada saat itu, mereka yang shalat
beristirahat sebentar dari shalatnya, mengingat
panjangnya shalat yang mereka lakukan. Akhirnya
istilah tersebut dilekatkan kepada nama shalat itu
sendiri. 2)
Shalat Tarawih pada Zaman Rasulullah ﷺ dan
KhulufaurRasyidin
Diriwayatkan dari Aisyah radhiallahu anha, bahwa
saat masuk bulan Ramadhan, Rasulullah ﷺ shalat di
masjid (Nabawi), lalu diikuti oleh beberapa orang.
Kemudian beliau shalat lagi pada hari keduanya, yang
mengikutinya semakin banyak. Lalu pada malam ketiga
atau keempat para shahabat sudah berkumpul (untuk
shalat bersama Rasulullah ,)ﷺ namun beliau ﷺ tak
kunjung muncul.
2.
Lihat al-Mu’jamul al-Wasith, 1/380, al-Mulakhash al-Fiqhi,
1/167
54.
P a nd u a n R a m a d h a n | 44
Di pagi harinya Rasulullah ﷺ bersabda kepada
mereka:
»ْمُتْعَنَص يِذَّلا ُْتيَأَر،ُرُخلْا َنِم يِنْعَنْمَي ْمَلَفيِّنَأ َّالِإ ْمُكْيَلِإ ِجْو
ْمُكْيَلَع َضَرْفُت ْنَأ ُْتيِشَخ»(عليه متفق)
“Saya melihat apa yang kalian lakukan (tadi malam). Tidak
ada yang mencegah saya keluar (untuk shalat) bersama
kalian, hanya saja saya khawatir (shalat Tarawih tersebut)
diwajibkan kepada kalian.” (Muttafaq alaih)
Kesimpulannya, pada awalnya shalat Tarawih
zaman Rasulullah ﷺ dilaksanakan secara berjamaah.
Kemudian tidak dilakukan secara berjamaah, karena
Rasulullah ﷺ khawatir, jika shalat tersebut
dilaksanakan secara ber-jamaah terus menerus, akan
turun ayat yang mewajibkannya kepada kaum
muslimin, sehingga mereka tidak mampu
melakukannya.
Begitulah seterusnya hal tersebut berlanjut; shalat
Tarawih dilakukan sendiri atau berkelompok hingga
Rasulullah ﷺ wafat, dan seterusnya juga berlangsung
di masa khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq radhiallahu
anhu.
Baru kemudian pada zaman khalifah Umar bin
Khattab radhiallahu anhu, pelaksanaannya dikembalikan
seperti semula, yaitu dengan berjamaah.
Abdurrahman bin Abdun Al-Qory meriwayatkan:
“Aku keluar bersama Umar bin Khattab radhiallahu
anhu di (malam) bulan Ramadhan menuju mesjid. Di
sana orang-orang melakukan shalat terpisah-pisah; Ada
55.
45 | Pa n d u a n R a m a d h a n
yang shalat seorang diri, ada yang shalat mengimami
beberapa orang. Menyaksikan hal tersebut Umar
berkata:
“Saya berpendapat, akan lebih baik jika mereka
dikumpulkan dengan satu imam,”
Maka beliau segera wujudkan keinginannya dengan
memerintahkan Ubai bin Ka’ab untuk menjadi imam
bagi orang yang shalat Tarawih…
Kemudian di malam berikutnya saya keluar (menuju
mesjid) dan menyaksikan orang-orang yang shalat
(Tarawih) dipimpin oleh seorang imam. Maka saat itu
Umar radhiallahu anhu:
»ِهِذَه ُةَعْدِبْال َمْعِن»(البخاري اهور)
“Inilah sebaik-baik bid’ah.” (HR. Bukhari)
Maka sejak zaman itu hingga kini, pelaksanaan
shalat Tarawih dilakukan secara berjamaah di masjid-
masjid dan telah menjadi sunnah yang diterima dan
dilaksanakan kaum muslimin di seluruh dunia.
Catatan:
Perlu dijelaskan bahwa yang dimaksud 'bid'ah'
dalam perkataan Umar di sini adalah pengertian bid’ah
secara bahasa. Artinya 'sesuatu yang baru', karena
shalat Tarawih berjamaah secara terus menerus baru
dilakukan pada zaman Umar bin Khattab radhiallahu
anhu, di mana sebelumnya hanya dilakukan oleh
Rasulullah ﷺ beberapa kali saja.
56.
P a nd u a n R a m a d h a n | 46
Adapun bid’ah dalam pengertian istilah yang
maksudnya 'Mengada-adakan ibadah yang tidak
diajarkan dalam Islam', tidaklah termasuk apa yang
dilakukan oleh Umar bin Khattab ini. Karena
sebenarnya perkara tersebut telah dilakukan oleh
Rasulullah ﷺ sehingga tetap memiliki landasan syar’i,
disamping kekhawatiran shalat Tarawih akan
diwajibkan terhadap umat Islam yang menyebabkan
Rasulullah ﷺ menghentikannya secara berjamaah
sudah tidak ada lagi, karena terputusnya wahyu setelah
Rasulullah ﷺ wafat.
Hukum dan Keutamaannya
Shalat Tarawih sangat dianjurkan (sunnah
mu’akkadah). Pelaksanannya pada awal malam selama
bulan Ramadhan, sesudah shalat Isya.
Shalat Tarawih juga digolongkan sebagai shalat
malam (qiyamullail). Karena itu, keutamaan shalat tara-
weh dapat dinilai dari keutamaan shalat malam yang
banyak disebutkan dalam ayat-ayat dan hadits-hadits
Rasulullah .ﷺ
Di antaranya firman Allah Ta’ala:
(ياترالذا سورة:41-41)
“Mereka sedikit sekali tidur di waktu malam. Dan di akhir-
akhir malam mereka memohon ampun (kepada Allah).”
(QS. Adz-Dzariat: 17-18)
57.
47 | Pa n d u a n R a m a d h a n
Rasulullah ﷺ bersabda:
ِْليَّلال ُةَالَص ِةَْضيِرَفْال َدْعَب ِةَالَّصال ُلَضْفَأ»(مسلم اهور) »
“Shalat yang paling utama setelah shalat fardu adalah
shalat malam.” (HR. Muslim)
Maka, jika shalat malam secara umum memiliki
keutamaan yang besar, apalagi jika shalat tersebut
dilakukan pada bulan Ramadhan; bulan yang paling
utama dari bulan-bulan yang ada.
Hal tersebut semakin dikuatkan dengan kenyataan
bahwa bulan Ramadhan bukan hanya dikenal sebagai
syahrush-shiyam (bulan puasa), tetapi juga dikenal
sebagai syahrul-qiyam (bulan ibadah shalat).
Maka hadits Rasulullah ﷺ yang menerangkan
tentang keutamaan puasa di bulan Ramadhan sepadan
dengan keutamaan shalat malam di bulan tersebut.
Rasulullah ﷺ bersabda:
ْنَمْنِم َمَّدَقَت اَم ُهَل َرِفُغ ًاابَسِتْاحَو ًاانَمْيِإ َانَضَمَر َماَصِهِبْنَذ» »
(عليه متفق)
“Siapa yang puasa (di bulan) Ramadhan dengan iman dan
penuh harap pahala, maka akan diampuni dosanya yang
telah lalu.” (Muttafaq alaih)
Beliau juga bersabda:
ِهِبْنَذ ْنِم َمَّدَقَت اَم ُهَل َرِفُغ ًاابَسِتْاحَو ًاانَمْيِإ َانَضَمَر َماَق ْنَم» »
(عليه متفق)
“Siapa yang beribadah (shalat) (di bulan) Ramadhan
dengan iman dan penuh harap pahala, maka akan diampuni
dosanya yang telah lalu.” (Muttafaq alaih)
58.
P a nd u a n R a m a d h a n | 48
Jumlah Rakaat Shalat Tarawih
Sering terjadi pertentangan tentang jumlah rakaat
shalat Tarawih. Tidak jarang hal tersebut berakibat pada
perpecahan di tengah masyarakat muslim.
Sesuatu yang sangat ironis. Mengingat shalat
Tarawih hukumnya sunah, sedangkan ukhuwah dan
persatuan di kalangan kaum muslimin tidak diragukan
lagi kewajibannya. Namun sayang, demi membela yang
sunnah (tanpa diringi pemahaman yang benar), yang
wajib justru diabaikan .
Hal tersebut terjadi karena permasalahan ini sering
dilihat dari sudut pandang golongan. Dikatakan bahwa
yang shalat dua puluh rakaat adalah cara orang NU,
sedang yang sebelas rakaat adalah cara orang Muhama-
diyah, tanpa meneliti dalil yang ada serta petunjuk
pemahaman yang benar dan menyeluruh serta
perkataan para ulama tentang hal tersebut.
Padahal para salafusshaleh melihat perkara ini sebagai
perkara yang muwassa’ (luas dan luwes). Bukan pada
tempatnya menjadikan hal ini sebagai ajang untuk
membid’ahkan atau menyatakan seseorang bukan
golongannya.
Latar Belakang Masalah
Karena shalat Tarawih juga digolongkan sebagai
shalat malam (qiyamullail), maka hukum yang terkait
dengannya juga mengikuti hukum yang berlaku pada
shalat malam, termasuk masalah jumlah bilangan
rakaatnya.
59.
49 | Pa n d u a n R a m a d h a n
Sejumlah ulama berpendapat bahwa jumlah rakaat
shalat malam adalah dua rakaat-dua rakaat secara mut-
lak, tanpa ada pembatasan jumlah maksimal dari rakaat
yang boleh dikerjakan.
Sebagaimana hadits Rasulullah :ﷺ
ًةَعْكَر ىَّلَص َْحبُّالص ْمُكُدَحَأ َيِشَخ اَذِإَف ، َىنْثَم َىنْثَم ِْليَّلال ُةَالَص
ىَّلَص ْدَق اَم ُهَل ُرِتْوُت ًةَدِاحَو»(عليه متفق)
“Shalat malam, dua (rakaat) dua (rakaat), jika salah
seorang di antara kalian khawatir (datang) waktu shubuh,
maka hendaklah dia shalat (witir) satu rakaat,
mengganjilkan shalat yang telah dilakukan.” (Muttafaq
alaih)
Hadits ini Rasulullah ﷺ sampaikan ketika
menjawab pertanyaan seseorang tentang pelaksanaan
shalat malam. Maka dari jawaban tersebut ada dua hal
yang dapat disimpulkan:
1. Shalat malam hendaklah dilakukan dua rakaat-dua
rakaat. Maksudnya adalah setiap dua rakaat
melakukan salam.
2. Shalat malam tidak ada batasan maksimalnya.
Karena kalaulah hal tersebut ditentukan, mestinya
Rasulullah ﷺ sampaikan masalahnya, mengingat
pertanyaan orang tersebut bersifat umum tentang
shalat malam, baik tata caranya maupun jumlah
rakaatnya. 3)
3.
Duruus Ramadhaniah, Waqafaat Li as-Sho’imin, Salman bin
Fahd al-Audah
60.
P a nd u a n R a m a d h a n | 50
Adapun hadits Aisyah radhiallahu anha yang sering
dijadikan landasan sebagai batas maksimal dari pelak-
sanaan shalat malam terdapat dalam riwayat Bukhari
dan Muslim, Aisyah radiallahuanha berkata:
ِهللا ُلُْوسَر َانَك اَمﷺىَلَع ِهِْريَغ يِف َالَو َانَضَمَر يِف ُدْيِزَي
ًةَعْكَر َةَرْشَع َىدْحِإَّنِهِنْسُح َْنع ْلَْأسَت َالَف ًاعَبْرَأ يِّلَُصي ،
َّمُث ، َّنِهِلْوُطَو َّنِهِنْسُح َْنع ْلَْأسَت َالَف ًاعَبْرَأ يِّلُصي َّمُث ، َّنِهِلْوُطَو
ًاثَالَث يِّلَُصيُُ
“Rasulullah ﷺ tidak menambah (rakaat shalat) di bulan
Ramadhan atau bulan lainnya lebih dari sebelas rakaat,
beliau shalat empat rakaat, jangan tanya bagusnya dan
panjangnya, kemudian beliau shalat lagi empat rakaat,
jangan tanya tentang bagusnya dan panjangnya, kemudian
beliau shalat tiga rakaat.” (Muttafaq alaih)
Dalam hadits ini, dengan gamblang Aisyah
radhiallahuanha menjelaskan tentang jumlah rakaat
shalat malam yang dilakukan Rasulullah ,ﷺ baik di
bulan Ramadhan ataupun di luar bulan Ramadhan,
yaitu: 11 rakaat.
Namun yang patut diperhatikan adalah: Bahwa
hadits Aisyah radhiallahuanha di atas, tidak berarti
menunjukkan bahwa shalat malam (shalat Tarawih)
maksimal sebelas rakaat, sehingga jika lebih dari itu
dianggap menyalahi sunnah Rasul.
Karena dalam riwayat tersebut, Aisyah sekedar
menyampaikan bahwa demikianlah shalat malam yang
Rasulullah ﷺ lakukan. Sehingga para ulama
berkesimpulan bahwa apa yang disampaikan Aisyah
radhiallahu anha adalah merupakan kebiasaan Rasulullah
61.
51 | Pa n d u a n R a m a d h a n
ﷺ dalam bilangan rakaat shalat malam dan tidak ada
petunjuk bahwa beliau melarang pelaksanaan shalat
malam lebih dari itu. 4)
Yang menguatkan pendapat tersebut adalah adanya
riwayat lain yang shahih yang menunjukkan bahwa
Rasulullah ﷺ melakukan shalat malam tiga belas
rakaat, atau sepuluh rakaat. Bahkan Aisyah
radhialluanha termasuk yang meriwayatkan
Dari Aisyah radhiallahuanha, dia berkata:
«َانَكُلُوسَرِ َّهللاﷺىِّلَُصيَنِمِْليَّلالَرْشَعاتَعَكَرُرِتُويَو
َةدْجَسِب»(داود أبو رواه)
“Adalah Rasulullah ﷺ shalat pada malam hari sepuluh
rakaat, kemudian melakukan shalat witir satu rakaat.” (HR.
Abu Daud)
Dari Abu Salamah dia berkata, "Aku bertanya
tentang shalat Rasulullah .ﷺ Maka dia berkata,
«َانَكىِّلَُصيَثَالَثَةَرْشَعًةَعْكَرىِّلَُصيَانَمَثاتَعَكَرَّمُثُرِتُويَّمُث
ىِّلَُصيِْنيَتَعْكَرَوُهَوسِلاَجاَذِإَفَداَرَأْنَأَعَكْرَيَماَقَعَكَرَفَّمُثىِّلَُصي
ِْنيَتَعْكَرَنْيَبِءَادِّنالِةَماَقِاإلَوْنِمِةَالَصِْحبُّالص»(مسلم رواه)
“Beliau shalat tiga belas rakaat; Shalat delapan rakaat,
kemudian shalat witir. Kemudian shalat dua rakaat dalam
keadaan duduk, jika hendak ruku' beliau bangkit, lalu ruku'.
Kemudian beliau shalat dua rakaat antara azan dan iqamah
shalat Shubuh.” (HR. Muslim)
4.
Lihat Syarh Shahih Muslim, oleh Imam An-Nawawi, 6/ 262.
Lihat juga Fatawa Lajnah Da’imah (Kumpulan Fatwa yang
dikeluarkan oleh komisi fatwa Kerajaan Saudi Arabia), 7/195
62.
P a nd u a n R a m a d h a n | 52
Kesimpulannya, yang utama shalat Tarawih dilaku-
kan 11 rakaat, berdasarkan hadits Aisyah radhiallahu
anha, namun jika ada yang shalat dua puluh rakaat
ditambah tiga witir, maka hal tersebut tidaklah
mengapa. 5)
Bagi makmum, yang perlu diketahui adalah hendak-
lah dia melakukan shalat Tarawih bersama imam
hingga selesai (apakah imam melakukannya 11 atau 20
rakaat), berdasarkan hadits:
«َّنِإةَلْيَل ُماَيِق ُهَل َبِتُك َفِرَصْنَي ىَّتَح ِامَمِإلْا َعَم َماَق اَذِإ َُلجَّرال»
“Seseorang, jika dia shalat bersama imam hingga selesai,
maka dicatat baginya (pahala) qiyamullail.” (HR. Abu Daud,
Tirmizi, Nasa’i)
Disamping hal tersebut lebih dekat kepada kesatuan
dan persatuan.
Jika terjadi perbedaan pendapat dalam suatu masjid
masalah ini, sebaiknya diatasi dengan semangat
ukhuwah islamiyah dan memperjelas permasalahannya.
Beberapa Hukum Terkait dengan Shalat Tarawih
1. Hendaknya shalat Tarawih dilakukan dengan tenang
dan khusyu. Memperhatikan thuma’ninah, syarat dan
rukunnya, serta tidak tergesa-gesa.
Semakin lama shalatnya, maka semakin baik
nilainya. Karena sesungguhnya nilai shalat ini
terletak pada lamanya dia dilakukan. Karena itu
5.
Lihat Al-Mughni, oleh Ibnu Qudamah, 2/604, Fatawa Lajnah
Da’imah, 7/198
63.
53 | Pa n d u a n R a m a d h a n
pada zaman Rasulullah ﷺ mereka beristirahat di
pertengahannya untuk menghilangkan letih.
Namun penting juga dalam hal ini memperhatikan
kondisi orang yang tua renta atau mereka yang
lemah.
2. Betapapun besarnya kedudukan shalat Tarawih,
tetap saja shalat Fardhu lebih utama kedudukannya.
Karena itu, sebesar apapun perhatian seseorang
untuk shalat Tarawih, tidak boleh mengalahkan
perhatian dia dalam melaksanakan shalat Fardhu.
3. Tidak ada surat-surat khusus yang dibaca setelah
membaca surat Al-Fatihah. Bahkan para ulama
menganjurkan agar imam membaca seluruh Al-
Quran sejak awal hingga akhir Ramadhan, agar
makmum mendengarkan semua isi Al-Quran.
Namun tidak mengapa jika dia membaca
semampunya.
4. Terkait point di atas, dibolehkan bagi imam, jika dia
tidak hafal Al-Quran, memegang mushaf saat shalat.
Namun bagi ma’mum selayaknya hal tersebut tidak
dilakukan. 6)
5. Tidak ada dalil yang menunjukkan zikir atau
shalawat khusus yang dilakukan di sela-sela shalat
Tarawih atau sesudahnya yang dibaca bersama-
sama. Cukuplah masing-masing jamaah berzikir
seorang diri, atau membaca Al-Quran atau membaca
shalawat, atau berdoa tanpa batasan-batasan
6.
Majmu Fatawa, Syekh Ibn Baz, 11/339-340
64.
P a nd u a n R a m a d h a n | 54
tertentu. Atau, jika tidak membaca sesuatupun, tidak
mengapa.
6. Jika seseorang datang ke mesjid, sedangkan pelak-
sanaan shalat Tarawih telah dimulai dan dia belum
melaksanakan shalat Isya. Maka dia harus
melakukan shalat Isya terlebih dahulu sebelum shalat
Tarawih. Adapun pelaksanaannya, dia dapat
bergabung dengan jamaah shalat Tarawih dengan
niat shalat Isya, kemudian jika imam melakukan
salam, dia melanjutkan sisa raka’atnya. 7)
7. Jika seseorang terhalang melakukan shalat Tarawih
secara berjamaah, maka hal tersebut tidak
menghalanginya untuk shalat Tarawih seorang diri
di tempatnya.
Keutamaan Sepuluh Malam Terakhir Ramadhan
Pada malam sepuluh hari terakhir (Al-Asyrul
Awakhir) dianjurkan meningkatkan ibadah, khususnya
shalat malam. Pelaksanaannya dapat dilakukan secara
berjamaah pada akhir malam.
Aisyah radhiallahuanha berkata :
«ُّيِبَّنال َانَكﷺَأَو ،ْْليَّلال اَيْحَأ َرْشَعْال َلَخَد اَذِإَّدََوج ، ُهَلْهَأ َ َقْي
َرَزْئِمْال َّدَشَو»
“Rasulullah ﷺ biasanya jika telah memasuki sepuluh (hari
terakhir bulan Ramadhan), beliau menghidupkan
malamnya, membangunkan keluarganya, bersungguh-
7.
Lihat Majmu Fatawa, Syekh Ibn Baz, 12/181
65.
55 | Pa n d u a n R a m a d h a n
sungguh dan mengencangkan kainnya (tidak menggauli
istrinya).” (Muttafaq alaih)
Aisyah radhiallahuanha juga berkata:
«َانَكُلُوسَرِ َّهللاﷺُدِهَتْجَيىِفِرْشَعْالِرِاخَوَاألاَمَالُدِهَتْجَي
ىِفِهِْريَغ»(مسلم رواه)
“Adalah Rasulullah ﷺ bersungguh-sungguh pada sepuluh
hari terakhir melebihi kesungguhan pada selainnya.” (HR.
Muslim)
Kitapun disunnahkan pada sepuluh hari terakhir ini
untuk melakukan i’tikaf, yaitu tinggal dan diam di
mesjid dengan niat ibadah, agar lebih total beribadah
kepada Allah dan tidak terganggu dengan kesibukan
dunia.
Perkara ini hendaknya mendapat perhatian serius,
karena yang sering terjadi di tengah masyarakat justru
sebaliknya. Yaitu semakin berkurangnya aktifitas
ibadah di hari-hari terakhir bulan Ramadhan dan
berganti dengan kesibukan duniawi yang terkait
dengan penyambutan Idul Fitri.
66.
P a nd u a n R a m a d h a n | 56
SHALAT WITIR
Arti dan Kedudukannya
Witir (اليمت) berarti ganjil. Maka shalat ini dinamakan
Witir karena jumlah rakaatnya bersifat ganjil.
Shalat witir bukan shalat yang khusus dilaksanakan
pada bulan Ramadhan saja, tetapi dia adalah shalat
sunnah yang sangat dianjurkan (Sunnah Mu’akkadah)
untuk dilakukan seorang muslim setiap malam.
Rasulullah ﷺ bersabda,
«، ْلَعْفَيْلَف ثَالَثِب َرِتُْوي ْنَأ َّبَحَأ ْنَمَف ، مِلْسُم ِّلُك ىَلَع ٌّقَح ُرْتِوْال
َدِاحَوِب َرِتُْوي ْنَأ َّبَحَأ ْنَمَوْلَعْفَيْلَف ة»(ماجه ابنو النسائيو داود أبو اهور)
“Witir merupakan tuntutan terhadap setiap muslim. Siapa
yang ingin melakukan witir sebanyak tiga rakaat, maka
lakukanlah, dan siapa yang ingin melaksanakan witir satu
rakaat, maka lakukanlah.” (HR. Abu Daud, an-Nasa’i dan
Ibnu Majah)
Waktu Pelaksanaanya
Waktunya dilakukan setelah shalat Isya hingga
masuk waktu Subuh.
Rasulullah ﷺ bersabda:
«َّنِإَ َّهللاْمُكَّدَمَأَالَصِبةَيِهْريَخْمُكَلْنِمِرْمُحِمَعَّنال،ُرْتِوْالُهَلَعَج
ُ َّهللاْمُكَلاَميِفَنْيَبَالَصِةِءاَشِعْالىَلِإْنَأَعُلْطَيُرْجَفْال»(أمحد اهور)
“Sesungguhnya Allah telah menambahkan untuk kalian
sebuah shalat yang lebih baik bagi kalian dari onta merah.
67.
57 | Pa n d u a n R a m a d h a n
Yaitu Witir, hendaklah kalian melakukannya sejak selesai
shalat Isya hingga terbit Fajar.” (HR. Ahmad)
Shalat Witir hendaknya dijadikan sebagai penutup
shalat di malam hari. Berdasarkan sabda Rasulullah
:ﷺ
«ًارْتِو ِلْيَّلالِب ْمُكِتَالَص َرِآخ واُلَعْجِإ»(عليه متفق)
“Akhirilah shalat kalian di waktu malam dengan Witir.”
(Muttafaq alaih)
Jika seseorang tidak yakin dapat bangun malam
sebelum Subuh, maka sebaiknya dia melakukan Witir
sebelum tidur. Adapun jika dia yakin dapat bangun
malam sebelum Subuh, maka sebaiknya dia witir di
akhir malam dan menutup shalat malamnya dengan
witir.
Sebagaimana sabda Rasulullah ,ﷺ
«ْنَمَافَخْنَأَالَ ِقْيَتْسَيَرِخآِْليَّلالْرِتُويْلَفُلَّوَأِْليَّلال،َّمُثْدُقْرَيْل
،ْنَمَوَعِمَطْنَأَ ِقْيَتْسَيْنِمِرِآخِْليَّلالْرِتُويْلَفْنِمِرِآخِْليَّلال،َّنِإَف
اَرِقَةَءِرِآخِْليَّلالةَُورضْحَم،َكِلَذَوُلَضْفَأ»(وابن الترمذي رواه
ماجه)
"Siapa yang khawatir tidak dapat bangun malam,
hendaknya dia shalat Witir pada awalnya. Siapa yang
semangat untuk bangun di akhir malam, maka dia shalat
Witir di akhirnya. Karena shalat di akhir malam dihadiri
(malaikat) dan itu lebih utama." (HR. Tirmizi dan Ibnu
Majah)
Namun jika dia sudah melakukan Witir sebelum
tidur, kemudian dia dapat bangun lagi sebelum Subuh,
dia tetap boleh melakukan shalat malam, sedangkan
68.
P a nd u a n R a m a d h a n | 58
witirnya cukup dengan yang sudah dilakukan sebelum
tidur. Hal tersebut dibolehkan karena terdapat riwayat
bahwa Rasulullah ﷺ kadang masih melakukan shalat
setelah shalat Witir. Adapun pesan Rasulullah ﷺ agar
kita menjadikan Witir sebagai akhir shalat di malam
hari, adalah bersifat anjuran, bukan keharusan. Yang
tidak boleh dilakukan adalah melakukan shalat witir
lagi pada malam yang sama, karena Rasulullah ﷺ
bersabda:
«ةَلْيَل يِف ِانَرْتِو َال»(والنسائي والترمذي داود أبو رواه)
“Tidak ada dua Witir dalam satu malam” (HR. Abu Daud,
Tirmizi, Nasa’i)
Jumlah Rakaat dan Sunnahnya
1. Jumlah rakaatnya minimal satu rakaat, selebihnya
dapat dilakukan tiga rakaat hingga sebelas rakaat.
Yang penting bilangannya ganjil.
Jika dilakukan tiga rakaat, ada dua cara yang dapat
dilakukan:
- Dilakukan tiga rakaat langsung, lalu duduk tahiyat
pada rakaat terakhir dan salam.
- Dilakukan dua rakaat terlebih dahulu, lalu tahiyat
pada rakaat kedua kemudian salam. Kemudian
lakukan shalat satu rakaat lagi, lalu tahiyat,
kemudian salam. 8)
8.
Lihat Shalat al-Mu’min, DR. Sa’id Ali bin Wahf al- Qahthani,
hal. 326
69.
59 | Pa n d u a n R a m a d h a n
Jika menjadi imam, hendaknya memperhatikan
kebiasaan jamaah dalam melakukan shalat Witir agar
tidak terjadi kebingungan, atau memberitahunya
sebelum shalat.
Tidak melakukan shalat Witir seperti shalat Maghrib
(melakukannya sebanyak tiga rakaat dengan tasyahud
awal). Sebab ada riwayat yang melarang untuk
menyamakan shalat Witir dengan shalat Maghrib.
2. Disunnahkan -setelah membaca surat al-Fatihah-
pada rakaat pertama membaca surat Al-A’la.
Sedangkan pada rakaat kedua, membaca surat Al-
Kafirun dan pada rakaat ketiga membaca surat Al-
Ikhlas.
3. Setelah shalat witir disunnahkan membaca bacaan
berikut sebanyak tiga kali, dan memanjangkan
bacaan ketiganya:
ِس ُّْودُقْلا ِِكلَمْلا َانَحْبُس
“Maha Suci (Allah) Raja Yang Maha Suci” (HR. Abu
Daudi dan Nasa'i)
4. Disunnahkan melakukan qunut pada rakaat terakhir
dalam shalat Witir, baik sebelum ruku ataupun
sesudah ruku. Qunut ini disunahkan dalam shalat
Witir, baik di bulan Ramadhan atau di luar bulan
Ramadhan.
Sebagian ulama menyatakan bahwa qunut dilakukan
dalam rakaat terakhir shalat Witir sejak pertengahan
akhir di bulan Ramadhan.
70.
P a nd u a n R a m a d h a n | 60
LAILATUL QADAR
Lailatul Qadar adalah malam yang sangat mulia,
malam yang lebih baik dari seribu bulan, malam
diturunkannya Al-Quranul-Karim ke Lauhil Mahfuz.
Malam ini adalah malam yang penuh barokah, karena
banyaknya kebaikan dan keutamaan di dalamnya.
Malam ini juga malam yang mustajabah karena setiap
doa yang dipanjatkan akan dikabulkannya oleh Allah
Ta’ala. Pada malam itu malaikat-malaikat akan turun ke
bumi membawa segala keberkahan dan karunia dari
Allah Ta’ala.
Maka seorang muslim yang beribadah pada malam
ini dengan ikhlas karena Allah Ta’ala dan sesuai ajaran
Rasulullah ,ﷺ dosa-dosanya akan diampuni oleh-
Nya.
Rasulullah ﷺ bersabda :
«ًاانَمْيِإ ِرْدَقْال َةَلْيَل َماَق ْنَمِهِبْنَذ ْنِم َمَّدَقَت اَم ُهَل َرِفُغ ًاابَسِتْاحَو»
(عليه متفق)
“Siapa yang beribadah pada malam Lailatul Qadr dengan
iman dan penuh harap pahala dari Allah, maka dosa-
dosanya yang telah lalu akan diampuni.” (Muttafaq alaih)
Kapan Datangnya Lailatul Qadar?
Tidak ada petunjuk persis kapan Lailatul Qadar
datang. Yang jelas dia datang pada malam bulan
Ramadhan.
71.
61 | Pa n d u a n R a m a d h a n
Hikmahnya adalah agar kaum muslimin
menghidupkan semua malam di bulan Ramadhan
dengan ibadah dan ketakwaan kepada Allah Ta’ala,
jangan sampai ada satu malam pun yang dia lewatkan
tanpa ibadah, dengan harapan dapat bertemu dan
mendapatkan kemuliaan dari Lailatul Qadar.
Namun demikian, Rasulullah ﷺ telah memberikan
perkiraan kepada kita tentang kemungkinan datangnya
malam tersebut.
Kemungkinan pertama adalah bahwa dia datang
pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan.
Rasulullah ﷺ bersabda:
«َانَضَمَر ْنِم ِرِاخَوَألْا ِرْشَعْال يِف ِرْدَقْال َةَلْيَل َّوارََحت»(عليه متفق)
“Carilah Lailatul Qadar di sepuluh hari terakhir di bulan
Ramadhan.” (Muttafaq alaih)
Oleh karena itu pada hari-hari ini kita dianjurkan
untuk meningkatkan ibadah kita kepada Allah Ta’ala.
Selanjutnya dari sepuluh hari terakhir tersebut, ke-
mungkinan yang lebih dekat adalah pada malam-
malam ganjil. Sebagaimana sabda Rasulullah :ﷺ
«َانَضَمَر ْنِم ِرِاخَوَألْا ِرْشَعْال َنِم ِرْتِوْال يِف ِرْدَقْال َةَلْيَل َّوارََحت»
(البخاري رواه)
“Carilah Lailatul Qadr pada malam-malam ganjil di sepuluh
hari terakhir bulan Ramadhan.” (HR. Bukhari)
Dari malam-malam ganjil tersebut, kemungkinan
yang paling dekat adalah malam-malam ganjil pada
tujuh hari terakhir, berdasarkan riwayat bahwa
72.
P a nd u a n R a m a d h a n | 62
sejumlah shahabat ada yang bermimpi melihat Lailatul
Qadr pada malam tujuh hari terakhir, dan hal tersebut
disetujui Rasulullah ,ﷺ sehingga beliau bersabda:
«ِرِاخَوَألْا ِْعبَّسال يِف َاهَّرََحتَيْلَف اَهْيِّرََحتُم َانَك ْنَمَف»(عليه متفق)
“Siapa yang ingin mendapatkannya, hendaknya dia
mencarinya pada tujuh hari terakhir (Bulan Ramadhan).”
(Muttafaq alaih)
Dan dari tujuh hari terakhir tersebut, yang paling
dekat adalah pada malam kedua puluh tujuh
Ramadhan, sebagaimana perkataan Ubay bin Ka’ab
radhiallaahu anhu :
«ِ َّهللا ُلُْوسَر َانَرَمَأ يِتَّلا ُةَلْيلَّلا َيِه ةَلْيَل ُّيَأ ُمَلْعَأل يِّنِإ ِ َّهللاَوﷺ
ِعَو ْعبَس ُةَلْيَل َيِه ،اَهِماَيِقِبَنْيِرْش»(مسلم رواه)
“Demi Allah, saya mengetahui kapan malam tersebut
(Lailatul Qadar) yang kita diperintahkan Rasulullah ﷺ
untuk beribadah di dalamnya, dia adalah malam kedua
puluh tujuh (Ramadhan).” (HR. Muslim)
Namun, yang paling utama adalah jika semua
malam-malam Ramadhan kita isi dengan ibadah kepada
Allah Ta’ala, baik berupa shalat, tilawah Al-Quran,
berzikir, i’tikaf, khususnya pada sepuluh malam
terakhir.
Jika kita bertemu dengan malam Lailatul Qadar, kita
dianjurkan membaca:
َكَّنِإ َّمُهَّلاليِّنَع ُفْاعَف َوْفَعْلا ُِّبحُت ٌّوُفَع
“Ya Allah, sesungguhnya Engkau Maha Pemberi Ma’af, dan
Engkau suka memberi ma’af, maka ma’afkanlah saya.” (HR.
Tirmizi, Ibnu Majah dan Ahmad)
73.
63 | Pa n d u a n R a m a d h a n
I'TIKAF
Definisi I’tikaf
I'tikaf (االعتكمف) dari segi bahasa berasal dari kata
(العكمف) . Artinya; Menetap dan berada di sekitarnya
pada masa yang lama. Seperti firman Allah dalam surat
Al-Anbiya: 52 dan surat Asy-Syu'ara: 71.
Sedangkan dari segi istilah, yang dimaksud i'tikaf
adalah menetap di masjid dalam waktu tertentu dengan
niat beribadah.
Landasan Hukum
Syariat I'tikaf dinyatakan dalam Alquran, hadits dan
perbuatan Rasulullah ﷺ serta para sahabat.
Dalam surat Albaqarah ayat 125 Allah Ta'ala berfir-
man,
…
(سورةالبقرة:٥٢١)
"…Bersihkan rumah-Ku untuk orang-orang yang thawaf,
yang I'tikaf, yang ruku' dan yang sujud." (QS. Albaqarah:
125)
Aisyah radhiallahu anha berkata,
«َّنَأَّيِبَّنالىَّلَصُ َّهللاِهْيَلَعَمَّلَسَوَانَكِكَتْعَيُفَرْشَعْالَرِاخَوَاألْنِم
َانَضَمَرىَّتَحُهاَّفََوتُ َّهللاَّمُثَفَكَتْعاُهُجاَوْزَأْنِمِهِدْعَب»(عليه متفق)
74.
P a nd u a n R a m a d h a n | 64
"Sesungguhnya Nabi ﷺ melakukan I'tikaf pada sepuluh
hari terakhir Ramadhan hingga beliau wafat. Kemudian para
istrinya melakukan I'tikaf sesudahnya." (Muttafaq alaih)
Para ulama sepakat bahwa I'tikaf adalah perbuatan
sunah baik bagi laki-laki maupun wanita. Kecuali jika
seseorang bernazar untuk I'tikaf, maka dia wajib
menunaikan nazarnya.
Lama i'tikaf dan Waktunya
Pendapat yang kuat bahwa lama I'tikaf minimal
sehari atau semalam, berdasarkan riwayat dari Umar
bin Khattab, bahwa beliau menyampaikan kepada
Rasulullah ﷺ bahwa dirinya di masa jahiliah pernah
bernazar untuk I'tikaf di Masjidilharam selama satu
malam, maka Rasulullah ﷺ bersabda, 'Tunaikan
nazarmu." (HR. Abu Daud dan Tirmizi)
Ada pula pendapat yang mengatakan bahwa I'tikaf
dapat dilakukan walau beberapa saat saja diam di
masjid. Namun, selain bahwa hal ini tidak ada landasan
dalilnya, juga tidak sesuai dengan makna I'tikaf yang
menunjukkan berdiam di suatu tempat dalam waktu
yang lama. Bahkan Imam Nawawi yang mazhabnya
(Syafii) berpendapat bahwa I'tikaf boleh dilakukan
walau sesaat tetap menganjurkan agar I'tikaf dilakukan
tidak kurang dari sehari, karena tidak ada riwayat dari
Rasulullah ﷺ dan para shahabat bahwa mereka
melakukan I'tikaf kurang dari sehari.
Sedangkan lama maksimal I'tikaf tidak ada batasnya
dengan syarat seseorang tidk melalaikan kewajiban-
kewajiban yang menjadi tanggung jawabnya atau mela-
75.
65 | Pa n d u a n R a m a d h a n
laikan hak-hak orang lain yang menjadi kewajibannya.
Diriwayatkan bahwa Rasulullah ﷺ di tahun wafatnya
pernah melakukan I'tikaf selama dua puluh hari (HR.
Abu Daud dan Ibnu Majah)
Adapun waktu I'tikaf, berdasarkan jumhur ulama,
sunah dilakukan kapan saja, baik di bulan Ramadhan
maupun di luar bulan Ramadhan. Diriwayatkan bahwa
Rasulullah ﷺ pernah melakukan I'tikaf di bulan
Syawal (Muttafaq alaih). Beliau juga diriwayatkan
pernah I'tikaf di awal, di pertengahan dan akhir
Ramadhan (HR. Muslim). Namun waktu I'tikaf yang
paling utama dan selalu Rasulullah ﷺ lakukan hingga
akhir hayatnya adalah pada sepuluh hari terakhir di
bulan Ramadhan.
Masjid Tempat I'tikaf
Masjid yang disyaratkan sebagai tempat i'tikaf
adalah masjid yang biasa dipakai untuk shalat
berjamaah lima waktu. Lebih utama lagi jika masjid
tersebut juga digunakan untuk shalat Jum'at. Lebih
utama lagi jika dilakukan di tiga masjid utama;
Masjidilharam, Masjid Nabawi dan Masjidil Aqsha.
Terdapat atsar dari Ali bin Thalib dan Ibnu Abbas
yang menyatakan bahwa I'tikaf tidak sah kecuali di
masjid yang dilaksanakan di dalamnya shalat
berjamaah (Mushannaf Abdurrazzaq, no. 8009).
Disamping, jika I'tikaf dilakukan di masjid yang tidak
ada jamaah shalat fardhu, peserta i'tikaf akan
dihadapkan dua perkara negatif; Dia tidak dapat shalat
76.
P a nd u a n R a m a d h a n | 66
berjamaah, atau akan sering keluar tempat I'tikafnya
untuk shalat berjamaah di masjid lain.
Yang dimaksud masjid sebagai tempat I'tikaf adalah
tempat yang dikhususkan untuk shalat dan semua area
yang bersambung dengan masjid serta dibatasi pagar
masjid, termasuk halaman, ruang menyimpan barang,
atau kantor di dalam masjid.
Lebih baik lagi jika masjidnya memiliki fasilitas yang
dibutuhkan peserta I'tikaf, seperti tempat MCK yang
cukup, atau ruangan yang luas tempat tidur dan
menyimpan barang bawaan.
Kapan mulai I'tikaf pada sepuluh hari terakhir
Ramadhan dan kapan berakhir?
Jumhur ulama berpendapat bahwa I'tikaf dimulai
sejak sebelum terbenam matahari malam 21 Ramadhan.
Berdasarkan kenyataan bahwa malam 21 adalah bagian
dari sepuluh malam terakhir Ramadhan, bahkan
termasuk malam ganjil yang diharapkan turun Lailatul
Qadar. Ada juga yang berpendapat bahwa awal I'tikaf
dimulai sejak shalat Fajar tanggal 21 Ramadhan.
Berdasarkan hadits Aisyah ra bahwa Rasulullah ﷺ
jika hendak I'tikaf, beliau shalat Fajar, setelah itu beliau
masuk ke tempat I'tikafnya (HR. Muslim).
Adapun waktu berakhirnya, sebagian ulama berpen-
dapat bahwa I'tikaf berakhir ketika dia akan keluar
untuk melakukan shalat Id, namun tidak terlarang jika
dia ingin keluar sebelum waktu itu. Sebagian ulama
lainnya berpendapat bahwa waktu I'tikaf berakhir sejak
matahari terbenam di hari terakhir Ramadhan.
77.
67 | Pa n d u a n R a m a d h a n
I'tikaf Bagi Wanita
Wanita dibolehkan melakukan I'tikaf berdasarkan
keumuman ayat. Juga berdasarkan hadits yang telah
disebutkan bahwa istri-istri Rasulullah ﷺ melakukan
I'tikaf. Terdapat juga riwayat bahwa Rasulullah ﷺ
mengizinkan Aisyah dan Hafshah untuk melakukan
I'tikaf (HR. Bukhari)
Namun para ulama umumnya memberikan syarat
bagi wanita yang hendak melakukan I'tikaf, yaitu
mereka harus mendapatkan izin dari walinya atau
suaminya bagi yang sudah menikah, tidak
menimbulkan fitnah, ada tempat khusus bagi wanita di
masjid dan tidak sedang dalam haidh dan nifas.
Keluar dari Masjid Saat I'tikaf
Secara umum, orang yang sedang I'tikaf tidak boleh
keluar dari masjid. Kecuali jika ada kebutuhan pribadi
mendesak yang membuatnya harus keluar dari masjid.
Aisyah radhillahu anha berkata,
«ْنِإَوَانَكُلُوسَرِ َّهللا J ُلِخْدُيَلَّيَلَعُهَسْأَرَوُهَويِفِدِجْسَمْال
ُهُلِّجَرُأَفَانَكَوَالْدَيُلُخَْتيَبْالَّالِإةَاجَحِلاَذِإَانَكاًفِكَتْعُم»(متفق
عليه)
"Adalah Rasulullah ﷺ menyorongkan kepalanya kepadaku
sedangkan dia berada di dalam masjid, lalu aku menyisir
kepalanya. Beliau tidak masuk rumah kecuali jika ada
kebutuhan jika sedang i'tikaf." (Muttafaq alaih)
Perkara-perkara yang dianggap kebutuhan
mendesak sehingga seorang yang I'tikaf boleh keluar
78.
P a nd u a n R a m a d h a n | 68
masjid adalah; buang hajat, bersuci, makan, minum,
shalat Jumat dan perkara lainnya yang mendesak, jika
semua itu tidak dapat dilakukan atau tidak tersedia
sarananya dalam area masjid.
Keluar dari masjid karena melakukan hal-hal
tersebut tidak membatalkan I'tikaf. Dia dapat pulang ke
rumahnya untuk melakukan hal-hal tersebut, lalu lekas
kembali jika telah selesai dan kemudian meneruskan
kembali I'tikafnya. Termasuk dalam hal ini adalah
wanita yang mengalami haid atau nifas di tengah i'tikaf.
Akan tetapi jika seseorang keluar dari area masjid
tanpa kebutuhan mendesak, seperti berjual beli, bekerja,
berkunjung, dll. Maka I'tikafnya batal. Jika dia ingin
kembali, maka niat I'tikaf lagi dari awal.
Bahkan, orang yang sedang i'tikaf disunahkan tidak
keluar masjid untuk menjenguk orang sakit,
menyaksikan jenazah dan mencumbu istrinya,
sebagaimana perkataan Aisyah dalam hal ini (HR. Abu
Daud).
Pembatal I'tikaf
Berdasarkan ayat yang telah disebutkan, bahwa yang
jelas-jelas dilarang saat I'tikaf adalah berjimak. Maka
para ulama sepakat bahwa berjimak membatalkan
I'tikaf. Adapun bercumbu, sebagian ulama mengatakan
bahwa hal tersebut membatalkan jika diiringi syahwat
dan keluar mani. Adapun jika tidak diiringi syahwat
dan tidak mengeluarkan mani, tidak membatalkan.
Termasuk yang dianggap membatalkan adalah
keluar dari masjid tanpa keperluan pribadi yang
79.
69 | Pa n d u a n R a m a d h a n
mendesak. Begitu pula dianggap membatalkan jika
seseorang niat dengan azam kuat untuk keluar dari
I'tikaf, walaupun dia masih berdiam di masjid.
Seseorang dibolehkan membatalkan I'tikafnya dan
tidak ada konsekwensi apa-apa baginya. Namun jika
tidak ada alasan mendesak, hal tersebut dimakruhkan,
karena ibadah yang sudah dimulai hendaknya diselesai-
kan kecuali ada alasan yang kuat untuk menghenti-
kannya.
Perkara yang Dianjurkan, Dibolehkan dan Dilarang
Dianjurkan untuk fokus dan konsentrasi dalam iba-
dah, khususnya shalat fardhu, dan memperbanyak iba-
dah sunah, seperti tilawatul quran , berdoa, berzikir,
muhasabah, talabul ilmi, membaca bacaan bermanfaat,
dll. Namun tetap dibolehkan berbicara atau ngobrol
seperlunya asal tidak menjadi bagian utama kegiatan
i'tikaf, sebagaimana diriwayatkan bahwa Rasulullah
ﷺ dikunjungi Safhiah binti Huyay, istrinya, saat
beliau I'tikaf dan berbicara dengannya beberapa saat.
Dilarang saat I'tikaf menyibukkan diri dalam urusan
dunia, apalagi melakukan perbuatan yang haram
seperti ghibah, namimah atau memandang pandangan
yang haram baik secara langsung atau melalui
perangkat hp dan semacamnya.
Hindari perkara-perkara yang berlebihan walau
dibolehkan, seperti makan, minum, tidur, ngobrol, dll.
80.
P a nd u a n R a m a d h a n | 70
IDUL FITRI
Idul Fitri merupakan hari raya umat Islam sekaligus
menjadi syi’arnya. Kaum muslimin hendaknya gembira
menyambut kedatangannya, namun tetap dengan adab-
adab yang tidak bertentangan dengan ajaran Islam.
Adab-adab yang Disyariatkan
1. Bersyukur atas nikmat dirinya dapat melalui bulan
Ramadhan hingga akhir dan dapat menunaikan
ibadah di dalamnya.
2. Disyariatkan takbir sejak matahari terbenam di
malam Idul Fitri, hingga dilaksanakan shalat Id.
Disunnahkan bagi orang laki untuk mengeraskan
bacaannya.
3. Mandi dan mengenakan wewangian serta memakai
pakaian yang paling bagus, namun tidak berlebih-
lebihan dan tidak melanggar syariat, seperti
membuka aurat dan semacamnya.
4. Makan korma dengan ganjil sebelum berangkat
shalat.
5. Ikut shalat dan mendengarkan khutbah bersama
kaum muslimin. Bahkan wanita haidh juga
diperintahkan untuk hadir bersama meskipun tidak
shalat dan dijauhkan dari tempat shalat.
6. Disunnahkan menempuh jalan yang berbeda antara
pergi dan pulang shalat.
81.
71 | Pa n d u a n R a m a d h a n
7. Dibolehkan untuk mengucapkan selamat lebaran
satu sama lain. Misalnya dengan mengucapkan :
َو اَّنِم ُ ََّّللا َلَّبَقَتْمُكْنِم
“Semoga Allah menerima amal kita semua.”
8. Diharamkan berpuasa pada hari itu (hari pertama
bulan Syawal)
Perkara yang Tidak Sesuai dengan Ajaran Islam pada
Hari Id
1. Berlebih-lebihan dalam hal pakaian dan makanan.
Apalagi jika disertai menyombongkan diri.
2. Mengendurkan ibadah dengan drastis, seperti mela-
laikan shalat dan tidak berjamaah bagi kaum laki-
laki.
3. Menyepelekan perkara-perkara maksiat dengan
alasan Idul Fitri.
4. Melakukan ibadah khusus yang tidak diajarkan, se-
perti mengkhususkan ibadah tertentu di malam Id,
mengkhususkan ziarah kubur pada Hari Id, zikir
atau ibadah lainnya yang dikhususkan pada hari itu
dan tidak terdapat dalilnya dalam agama.
Puasa Enam Hari di Bulan Syawal
Sebagai pelengkap ibadah Ramadhan, maka
disunahkan berpuasa pada bulan Syawal selama enam
hari. Yang paling utama dilakukan secara berurutan
pada hari kedua dan seterusnya di bulan Syawal. Akan
82.
P a nd u a n R a m a d h a n | 72
tetapi tidak mengapa jika dilakukan secara acak selama
bulan Syawal.
Rasulullah ﷺ bersabda:
«َمْنَصَماَرَمَضَانُثَّمَأْتَبَعُهِسًتِم اْنَشَّوَك الَانَكِصَيِامَّدالْهر»
(مسلم رواه)
“Siapa yang puasa Ramadhan, kemudian diikuti dengan
(puasa) enam hari di bulan Syawal, maka (nilainya)
bagaikan puasa setahun.” (HR. Muslim)
Namun jika seseorang memiliki kewajiban untuk
meng-qadha puasa Ramadhan, maka hendaknya dia
meng-qadha puasanya terlebih dahulu, baru setelah itu
dia dapat puasa sunah Syawal. Akan tetapi, jika
qadhanya terlalu banyak, sehingga sulit baginya untuk
menyelesaikannya di bulan Syawal, maka sebagian
ulama membolehkan baginya untuk puasa Syawal
terlebih dahulu baru setelah itu puasa qadha. Karena
pada dasarnya, qadha puasa Ramadhan bersifat luas,
tidak diharuskan dilakukan pada bulan Syawal.
Wallahua’lam.
83.
73 | Pa n d u a n R a m a d h a n
REFERENSI
1. Tafsir Al-Quranul Azhim, Ibnu Katsir.
2. Shahih Bukhari
3. Shahih Muslim
4. Sunan Abu Daud
5. Sunan Tirmizi
6. Sunan Ibnu Majah
7. Sunan An-Nasai
8. Musnad Ahmad.
9. Fathul Bari, Al-Hafiz Ibnu Hajar Al-Asqalani.
10. Syarah Shahih Muslim, Imam An-Nawawi.
11. Tuhfatul Ahwazi, Syarah Jami Tirmizi, Syekh
Muhammad Abdur-rahman Al-Mubarakfuri.
12. Subulus-Salam Syarah Bulughul Maram, Imam
Ash-Shan'ani.
13. Al-Mughni, Ibnu Qudamah.
14. Al-Majmu, Syarah Muhazab, Imam An-Nawawi.
15. Al-Mausu'ah Al-Fiqhiyah Al-Kuwaitiah, Wazarah
Al-Auqaf Wasy-Syu'uun Al-Islamiyah, Kuwait.
16. Fatawa Al-Lajnah Ad-Daimah, Ar-Ri'asah Al-
Ammah Lil-Buhuts Al-Ilmiah wal Ifta, Arab Saudi.
17. Fiqhus-Sunnah, Sayyid Sabiq.
18. Majmu Fatawa Syaikhul Islam Ibnu Taimiah.
19. Majmu Fatawa Ibn Baz.
20. Majmu Fatawa wa Rasail Ibnu Utsaimin.
21. Al-Mulakhkhas Al-Fiqhi, Syekh Soleh bin Fauzan.
22. Al-Ilmam Bi Syai'in Min Ahkamisshiyam, Syekh
Abdul Aziz Ar-Rajihi.
23. Syarah Bulughul Maram, Syekh 'Athiah bin
Muhammad Salim.
84.
P a nd u a n R a m a d h a n | 74
24. Al-Jami Li Ahkamish-Shiyam, Mahmud bin
Abdullatif Al-Uwaidhah.
25. Tazkiratush-Shuwwaam, Abdullah bin Shaleh Al-
Qushair.
26. Hiwar fil I'tikaf Ma'a Samahatissyekh Al-Allamah
Abdullah bin Jibrin, rahimahullah,
27. Fiqhul I'tikaf, Dr. Khalid bin Ali Al-Musyaiqih.
28. Al-Mu’jamul al-Wasith, 1/380,
29. Duruus Ramadhaniah, Waqafaat Li as-Sho’imin,
Salman bin Fahd al-Audah
30. Shalatul-Mu’min, DR. Sa’id Ali bin Wahf al-
Qahthani, hal. 326
31. Fiqh Nawazil Ash-Shiyam, DR. Abdullah bin Sakakir.
Dll…