SlideShare a Scribd company logo
i
ii
Dwi H Santoso
Semua Demi Cinta
Insanmandiricendekia

iii
Semua Demi Cinta
Penulis. : Dwi H Santoso
Cover : Illustration from Pixabay
ISBN : 978-623-6996-24-9
Penerbit :
PT Insan Mandiri Cendekia
Redaksi. :
Gedung Palma One Lantai 7 Suite 709
Jl. Rasuna Said Kav. X2 Kuningan Jakarta Selatan 12950
Telp : (021) 522 8094
Cetakan Pertama, Agustus 2021
Hak cipta dilindungi undang-undang.
Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan
dengan cara apa pun tanpa ijin dari penulis.
iv
Daftar Isi
Chapter 1 - Suatu Awal ........... 1
Chapter 2 - Rasa Cinta. ........... 39
Chapter 3 – Emosi & Hijrah. ........... 160
Chapter 4 – Hari (Hari) Persiapan ........... 275
Chapter 5 – Hari Bahagia ........... 358
Chapter 6 – Perkembangan ........... 451
Chapter 7 – Penantian ........... 498
Chapter 8 – Akhir Penantian ........... 560
Chapter 9 – Hikmah ........... 599
v
1
Chapter 1 – Suatu Awal
“Braakk” ... Suara yang cukup keras terdengar
jelas dan detail sampai ke sudut sudut ruangan
meeting yang sebelumnya sangat hening tersebut, tak
lama setelah telapak tanganku mendarat di meja
ruang meeting yang terbuat dari kayu jati tua itu.
Terasa panas pada kulit luar telapak tangan ku, akan
tetapi tidak dapat mengalahkan rasa hati ku yang
panas setelah mendengar presentasi para manajer ku
yang menurutku tidak menjawab persoalan yang
sedang di hadapi oleh perusahaan
Kupandangi satu persatu wajah mereka untuk
mendapatkan penjelasan yang kuinginkan. Semua
senyap dengan ekspresi wajah tegang. Alih alih
mendapatkan jawaban yang memuaskanku, yang
kudapatkan justru kesunyian yang mencekam.
Walaupun temperatur pendingin udara sudah diatur
2
pada tingkat yang paling rendah, tetap saja kulihat
beberapa diantaranya mengusap wajah mereka yang
agak berkeringat dengan tissue yang tersedia di
tengah meja rapat tersebut
Ya, perusahaan yang kurintis 6 tahun silam
tersebut saat ini memang sedang mengalami saat saat
yang menurutku cukup genting. Sudah satu tahun ini
penjualan mengalami zero growth, alias tidak ada
pertumbuhan sama sekali. Langkah antisipasi
bukannya belum dijalankan sebenarnya. Setengah
tahun yang lalu kami sudah mencoba mengetahui
pokok permasalahnnya dan juga pilihan jalan keluar
yang bisa diambil. Setengah tahun itu pula kami
melakukan banyak upaya untuk dapat
mengembalikan angka penjualan setidaknya masih
dapat tumbuh walaupun tidak seperti saat normal
seperti tahun lalu. Sekurang kurangnya pertumbuhan
penjualan tersebut tidak justru menjadi minus. Tapi
kenyatannya, bukannya terhenti malah justru
ancaman petumbuhan minus itu malah semakin
nyata. Setengah tahun ini penjualan malah semakin
menurun sehinga pertumbuhanya menjadi minus
20% dibanding periode yang sama tahun lalu. Ini
tentu pukulan cukup berat bagiku mengingat sejak 6
tahun perusahaan berdiri, setiap tahunnya selalu
mencatat pertumbuhan yang semakin meningkat itu.
3
Bahkan tahun lalu peningkatan penjualan mencapai
rekor sebesar 100% atau 2 kali lipat dari penjualan
tahun sebelumnya, karena perluasan wilayah
penjualan menjadi seluruh wilayah di pulau Jawa
tersebut
Alasan yang dikemukakan mereka seragam,
karena dampak pandemi Covid 19 yang telah melanda
seluruh wilayah dunia selama setahun ini. Satu sisi
aku bisa menerima alasan ini, akan tetapi ini hanya
sebagai salah satu alasan saja. Jika hanya ini
alasannya, menurutku paling besar dampaknya
adalah perusahaan hanya mengalami pertumbuhan
penjualan 10 – 20% saja . Akan tetapi tidak tenggelam
lebih dalam menjadi zero growth, atau bahkan
akhirnya menjadi pertumbuhan yang negatif. Ini pasti
karena ada sebab lain yang berasal dari dalam
perusahaan sendiri. Bisa berupa kesalahan dalam
strategi dan taktik yang diterapkan, yang ditambah
lagi dengan kinerja para manajer dan staff nya yang
tidak optimal atau bahkan kurang baik. Apapun itu,
hal ini yang aku ingin tahu dari mereka, dan
bukannya penjelasan yang menurutku berputar putar
tidak jelas
Sambil sedikit memijit keningku yang mulai
terasa agak pusing sambil menyenderkan
punggungku ke kursi empuk yang saat itu terasa
4
tidak nyaman itu, perlahan pikiranku melayang ke
masa masa yang telah aku jalani jauh sebelumnya
*****
“Selamat ya Taufiq, akhirnya kita bisa lulus
sama sama” kata Rudi, sahabatku satu angkatan di
jurusan Manajemen & Bisnis yang menghampiriku
bersama beberapa teman seangkatan lainnya tak lama
setelah acara wisuda ditutup secara resmi oleh
pembawa acara. Segera kusambut uluran tangan Rudi
dan juga teman temanku lainnya tersebut. “Iya Rud,
nggak terasa ya sudah hampir 5 tahun kita kuliah
bareng dan saatnya kita sekarang sudah harus
berpisah menuju asa dan cita kita masing masing”
jawabku bersungguh sungguh. “Nggaklah Fiq, kita
hanya berpisah di kampus saja dan mungkin juga di
tempat kita berkarya nanti. Tapi kita forever tetap
menjadi saudara, bukan begitu teman teman?” tanya
Rudi pada teman temanku. “Yoii broo” sambut teman
teman ku tersebut
Tak lama kamipun sibuk untuk berfoto
bersama. Rudi tampak sibuk mengatur kami ber
sepuluh orang yang menjadi rombongan lulusan
pertama di angkatan kami itu. Rudi memang pribadi
yang sangat aktif dan supel serta mudah berinteraksi
dengan banyak orang, sehingga tidak heran jika dia
yang sangat sibuk menjadi pengatur gaya pada “pose
5
kebahagiaan” kami tersebut. Dan walaupun kami
bersahabat, aku mempunyai karakter yang cukup
berbeda. Walaupun aku juga dapat berteman cukup
baik dengan teman teman angkatanku, aku
cenderung agak kaku dan kurang bisa akrab dengan
mereka. Aku jarang bercanda dengan mereka. Paling
hanya ngobrol ngobrol biasa saja dengan sedikit
senyum di wajahku. Terkadang bahkan aku dapat
berdiskusi dan berdebat cukup keras dengan
beberapa teman ketika kami membahas satu topik
tertentu
Ya aku memang cukup dikenal sebagai seorang
teman yang agak kaku sekaligus keras dalam
memegang prinsip. Yaa, masih kerabat jauh lah dari
sifat keras kepala he..he.. Bedanya aku akan bersikap
keras jika memang aku punya argumen dan alasan
yang kuat. Kalau bahasa halusnya dari Rudi, dia
menyebutku sebagai si Idealis lah, walau menurutku
kurang tepat juga sih. Diluar itu, ya aku masih cukup
bisa lah bersosialisasi dengan teman teman yang lain,
nggak pendiam pendiam amat tapi bukan juga pribadi
extrovert yang selalu membuka pembicaraan panjang
dengan semua orang. Walaupun aku dikenal sebagai
aktivis kampus, tapi aku kurang menyukai
pembicaraan diluar dengan agenda agenda kegiatan
kampus, tidak seperti kebanyakan teman teman
6
aktivis yang juga menjadikan aktifitas mereka disini
juga sebagai sarana sosialisasi dan untuk mengobrol
hal hal di luar topik aktivitas kampus. Menurutku itu
kurang berguna dan agak membuang buang waktu.
Yaa ... tapi seperti itulah aku dikenal, tidak kurang
tidak lebih
Tak lama setelah foto bersama tersebut selesai
dilakukan, setelah kembali bersalaman, kamipun
berpisah dan bergegas menuju keluarga kami masing
masing yang sudah menunggu di luar ruang
auditorium kampus kami yang megah tersebut.
Sebelumnya mereka pun juga menyaksikan acara
wisuda kami walaupun dari jauh di balkon
auditorium, itupun hanya dibatasi hanya untuk 2
orang saja untuk setiap wisudawan dan wisudawati.
Akupun segera berjalan ke sudut kanan auditorium
dekat pintu gerbang masuk auditorium, tempat
dimana papa dan mama ku sudah menunggu sesuai
dengan informasi mereka melalui pesan singkat di
telepon selular ku
Setelah sedikit mencari di antara kerumunan
para wisudawan dan keluarganya, akhirnya
kutemukan juga mereka didekat tangga menuju
balkon auditorium. Kulihat mereka ber-empat sedang
mengobrol. Papa dengan jas lengkap gagah yang
dikenakannya, Mama dengan busana gamis syar'i nya
7
yang anggun dan serasi, Zhafira adikku tercinta
dengan gamis modis nya dan yang selalu
mengembangkan senyum diwajahnya itu. And ... the
last but not least, Santi ku tersayang yang selalu
menemani hari hari kuliahku dengan setia, termasuk
menemaniku di perpustakaan ketika menyusun
skripsi, walaupun saat itu dia masih belum sampai
tahap menyusun skripsi. Maklum, Santi 2 angkatan di
bawahku dan mengambil jurusan Akuntansi yang
berbeda dengan jurusanku. Dengan gaun panjang
berwarna krem yang sangat indah, yang engkau
kenakan saat ini, engkau terlihat sangat manis sekali
hari ini deh Santi .. ehhhmmm ..
“Selamat ya Mas, sudah berhasil menunaikan
satu tahapan dalam kehidupanmu dengan sangat
baik. Papa sangat bangga padamu” kata papa
menyambut kedatanganku. Segera kucium tangan
papa dan mama untuk mengucapkan rasa hormat
dan terima kasihku atas segala hal yang telah mereka
lakukan untuk ku selama ini. Lama sekali kucium
tangan mereka sambil mengungkapkan rasa hormat
ku tersebut yang disambut dengan nasihat nasihat
dari mereka berdua, sampai kemudian tangan
Zhafirah menarik tanganku dengan lembut sambil
berkata,”Mas Taufiq, gantian dong cium tangannya,
aku dan Mbak Santi kan juga banyak berjasa untuk
8
kelulusan yang Summa cumlaude ini lho” katanya
setengah merajuk. Segera kualihkan pandangan ku
padanya dan kudapati wajah Zhafirah yang berbinar
tersenyum bahagia atas kelulusanku itu. Tidak pakai
lama, Zhafirah segera mencium tanganku dan
memelukku. Hubungan kami berdua memang sangat
dekat dengan beda usia yang sekitar 4 tahun ini,
walau bukan berarti juga tidak pernah ada konflik di
antara kami.
“Terima kasih ya adikku sayang atas
dukungannya selama ini. Nanti giliran Mas Taufiq
yang akan mendukung kuliah mu yang baru semester
satu ini ya,” kataku sambil mengedipkan mata untuk
menggodanya yang segera disambut dengan cubitan
lembut jemarinya di lenganku. “Aduuh, jangan pakai
adegan nyubit segala ah. Sakit tau” kataku sambil
menggodanya dengan raut wajah seolah kesakitan.
“Biariin, habis Mas Taufiq malah mengingatkan kalau
perjalananku masih panjang banget” katanya sambil
merajuk. Aku hanya tertawa saja melihatnya,
sementara papa dan mama ku tersenyum saja
memperhatikan tingkah polah kedua putra putri nya
tercinta itu.
“Udah ah jangan godain aku lagi. Tuh kasihan
Mbak Santi dari tadi dianggurin terus melihat
kelakukan kita” kata Zhafirah. Eh iya, aku belum
9
mengucapkan terima kasih atas dukungan Santi
selama ini. Kulihat Santi memperhatikan kami sambil
tersenyum yang sangaaatt maniiisss sekali ..
“Eh maaf ya Santi tadi perhatianku terpecah
ke adikku yang bawel ini” kataku sambil tersenyum.
Kulihat nada protes pada wajah Zhafirah, tapi
kubiarkan saja he..he “Nggak apa apa Mas, kalau
nggak begitu bukan Zhafirah namanya” jawabnya
dengan pandangan menggoda ke Zhafirah yang
disambut dengan senyum adikku tersebut. “Selamat
atas kelulusannya ya Mas. Semoga ilmu yang sudah
didapatkan dengan summa cumlaude tersebut
nantinya dapat bermanfaat bagi banyak orang” lanjut
Santi dengan suara lembut dan wajahnya yang penuh
dengan senyum yang amaat maniiiss tersebut. Aku
sempat terperangah melihatnya dan tidak bereaksi
apa apa sampai Zhafirah kemudian mengarahkan
telapak tanganku ke arah tangan Santi. Sedikit
terkaget, dengan diiringi sedikit rona malu di
wajahku, aku sambut uluran tanggannya. “Terima
kasih atas dukungan selama ini dari Santi ke Mas
Taufik ya. Tanpa Santi, mungkin Mas Taufik akan
agak malas malasan kuliah dan menyusun skripsi
nya” balasku dengan tulus, yang kemudian disambut
dengan ciuman Santi ke ......... telapak tanganku.
Jangan berpikir yang ndaki ndaki dulu ya he..he..
10
Walaupun hanya ciuman di telapak tanganku, itu saja
sudah membuatku lagi lagi terperangah karena
adegan ini belum pernah terjadi sebelumnya. Beneran
deehhhh ... Sweeaarrrr ...
“Yaaahh, kok cuma begitu sajaaa .. “ kata
Zhafira dengan nada suara kecewa tapi diiringi
dengan raut wajah menggoda itu. ”Memangnya Mbak
Santi harus meluk aku seperti kamu tadi. Aku nya sih
nggak menolak”, jawabku cepat. “Huuuhh ... dassaarr,
maunya Mas Taufik ya begitu ... weeekk”, jawab
Zhafira sambil bersungut sungut. “Ya, Mas Taufiq
balas cium kening Mbak Santi lah sebagai tanda
sayang” tukas Zhafira lagi.
“Nggak ah, ada kamu sih” kataku cepat. “Lho,
memangnya kalau nggak ada aku, Mas Taufiq akan
mencium kening Mbak Santi” tanya Zhafira
penasaran. “Rahasia dong, iya kan Santi,” jawabku
menggoda Zhafira sambil meminta dukungan Santi.
Santi tersenyum saja menanggapinya. Tentunya
dengan sangat manis .. ehhmm. “Huh ... curaaang”
sengit Zhafira. Kami semua tersenyum saja melihat
ekspresi wajah cemberutnya. “Sudah ... sudah...” lerai
papa yang kemudian melanjutkan,” ayo kita foto foto
dulu, sehabis itu kita makan siang di restoran favorit
papa dan mama di dekat sini,” kata papa dengan
lembut.
11
Kami pun kemudian segera mencari beberapa
spot foto yang bagus untuk foto bersama di sekitar
area auditorium kampus. Zhafira dengan gaya
photografer profesional sibuk menata gaya kami
berfoto dengan kamera DSLR nya. Zhafira memang
sangat menyenangi dunia fotografi dan audio visual.
Itulah kenapa dia memilih kuliah di jurusan itu
komunikasi di Universitas negeri terkemuka di kota
ku, sama dengan kampus dimana aku baru saja
diwisuda. Dan yang paling “menyebalkan” adalah
ketika dia menata gaya foto aku dan Santi.
Permintaannya aneh aneh dan “memaksa” kami
terlihat mesra di depan kamera. Santi terlihat malu
malu menanggapinya. Walaupun beberapa diantara
pose foto yang diminta kami berdua sebenarnya tidak
membuat kami canggung, akan tetapi kalau dalam
konteks diminta oleh Zhafira apalagi disaksikan papa
dan mama, ya jadi canggung juga sih he..he . Selepas
kami melakukan banyak pengambilan foto bersama,
kami pun menuju restoran favorit papa dan mama
untuk makan siang, sekaligus bentuk rasa syukur
atas acara wisuda ku yang baru saja selesai
dilaksanakan tersebut
****
Bagi kebanyakan para eks wisudawan dan
wisudawati, alias para lulusan baru atau fresh
12
graduated itu, tantangan yang terpampang di depan
mata adalah masuk kedalam barisan pencari kerja.
Mau jaman dahulu kesana kemari membawa map
berisi lamaran kerja dan daftar riwayat hidup,
atauyang bahasa kerennya Curriculum Vitae tersebut,
atau di jaman Now yang semua proses tersebut
dilakukan secara online sambil “mager” di rumah,
esensinya tetap sama. Sama sama harap harap cemas
(2HC) menunggu panggilan test wawancara, yang
kemudian ditingkatkan lagi rumusnya menjadi 2HC
kuadrat, pada saat menunggu kabar hasil test
interview yang telah dilakukan
Alhamdulillah, aku tidak perlu harus
melakukan proses itu semua. Bukan karena langsung
diterima bekerja di perusahaan milik orang tua seperti
kebanyakan anak anak pengusaha ya, secara papa
adalah seorang Pegawai Negeri Sipil, akan tetapi
karena aku sudah diterima bekerja sebelum aku di
wisuda. Lho kok bisa? Ya bisa bisa saja he..he ..
Begini ceritanya
Jadi walaupun aku di wisuda pada bulan
September, sebenarnya aku sudah lulus sidang
skripsi pada bulan Mei lalu. Akan tetapi karena
kampusku hanya melakukan acara wisuda 4 kali
setahun saja yaitu bulan Maret, Juni, September, dan
Desember, ya terpaksa aku harus menunggu jadwal
13
Wisuda bulan September karena sidang skripsi ku
dilakukan setelah acara wisuda akhir bulan Mei
dilakukan. Nah sambil menunggu waktu wisuda,
dengan berbekal Surat Tanda Kelulusan dari
Universitas aku mencoba adu peruntungan dengan
mengikuti kegiatan perekrutan di kampus yang
diadakan di kampusku untuk para lulusannya. Dari
beberapa perusahaan yang aku ikuti proses
rekruitmennya, Alhamdulillah aku nyangkut di satu
perusahaan farmasi yang berlokasi di tetangga kota
ku sebagai supervisor marketing. Aku mulai bekerja
awal bulan Juni setelah proses pelatihan singkat
selama 2 minggu. Jadi saat acara wisuda, statusku
sudah karyawan di perusahaan tersebut dan aku
meminta izin khusus untuk menghadiri acara wisuda.
Karenanya, setelah acara wisuda, aku kembali ke kota
tetangga untuk melanjutkan pekerjaanku.
Sebagai supervisor marketing, tugasku lebih
banyak dilapangan untuk melakukan supervisi dan
pengawasan kegiatan event & promosi perusahaan,
seperti pameran, promo penjualan di toko, event
seperti acara musik atau jumpa artis, pemasangan
alat promosi seperti Billboard atau spanduk di toko
maupun tempat lain, atau sekedar bagi bagi sampel di
toko atau pasar. Juga kegiatan kerjasama dengan
14
perusahaan lainnya n atau media seperti koran dan
radio lokal.
Walaupun untuk pelaksanaannya dilakukan
oleh tim lapangan perusahaan seperti tim promosi dan
SPG (Sales Promotion Girls), akan tetapi perlu
dikoordinasikan dan di awasi. Untuk itulah aku
ditugaskan. Wilayah tugasku cukup luas meliputi
seluruh pulau Jawa dimana kami mempunyai
beberapa kantor perwakilan di kota kota besar. Jadi
aku membuat perencanaan aktivitas event dan
promosi setiap kantor perwakilan sesuai dengan
arahan dari tim marketing di kantor pusat dan
mengkoordinasikannya dengan tim marketing di
kantor perwakilan sampai menjadi jadwal aktivitas
yang tetap dan disetujui semua pihak terkait.
Untuk selanjutnya untuk pelaksanannya
harus aku supervisi agar dapat berjalan sesuai
dengan yang telah dijadwalkan. Supervisi dapat
dilakukan dari jauh atau jika diperlukan aku harus
datang ke lokasi event dan promosi di berbagai kota,
terutama untuk event yang berskala cukup besar dan
menggunakan buget dari kantor pusat. Jadi bisa
dibilang tugasku adalah menjadi jembatan antara
kepentingan tim marketing kantor pusat untuk
berjalannya program event dan promosi, dengan
kepentingan kantor perwakilan agar program event
15
dan promosi yang akan dijalankan dapat berdampak
besar meningkatkan penjualan tanpa harus
membebani tim kantor perwakilan dengan hal hal
yang dianggap tidak perlu dilakukan.
Ruwet ?? Lumayan, secara mempertemukan
kepentingan sekian banyak pihak. Ditambah lagi
walaupun pada saat kuliah aku cukup aktif di
organisasi kemahasiswaan yang mengelola cukup
banyak kegiatan yang melibatkan banyak orang, tetap
saja di dunia kerja aku dianggap sebagai fresh
graduate yang belum tahu banyak tentang dunia kerja
dengan segala lika likunya
Pandangan itu terutama datang dari para
senior ku di kantor pusat. Maklumlah, selain memiliki
jenjang pendidikan yang setara atau bahkan lebih
tinggi dariku, sebagian besar dari mereka telah
bekerja cukup lama di perusahaan, beberapa bahkan
sudah lebih dari 10 tahun. Walaupun dengan sedikit
kesal, aku pun bisa maklum dan menerimanya. Hal
ini justru aku jadikan cambuk pemacu untuk banyak
belajar dari mereka mengenai berbagai lingkup
tugasku. Tapi disini jugalah letak persoalannya. Entah
karena kesibukan mereka atau justru mereka kurang
mau berbagi ilmu, cukup sulit aku mendapatkan
berbagai informasi mengenai ruang lingkup tugasku.
Tidak semua sih, tapi sebagian besar seperti itu.
16
Walaupun demikian, masih ada juga yang mau
berbagi informasi dan juga ilmu dengan ku, walau
bisa jadi bidang tugasnya agak berbeda dari ku. Ya
sudahlah, dari mereka mereka inilah aku berusaha
untuk belajar lebih banyak
Beruntungnya atasan langsungku Pak
Setiawan yang menjabat sebagai manajer event dan
promosi adalah yang termasuk cukup mendukungku
dengan data dan informasi terkait tugasku. Hanya
sayangnya beliau masih termasuk baru di
perusahaan, baru sekitar 4 bulanan setelah
sebelumnya bekerja di posisi yang sama di
perusahaan lain. Secara otomatis, data dan informasi
yang dipahaminya relatif masih cukup terbatas. Selain
aku, di tim Pak Setiawan ada Mas Baskoro menangani
wilayah Sumatera dan Kalimantan, dan Mas Roni
yang menangani wilayah Sulawesi, Maluku, Bali-
Nusa Tenggara, dan Papua. Sebenarnya keduanya
cukup kooperatif, akan tetapi karena kesibukan,
kesempatan mengobrol dengan mereka cukup
terbatas. Mungkin karena wilayah tugas mereka yang
sangat luas ya. Belum lagi jika mereka kunjungan ke
kantor perwakilan di area tugasnya, waktunya cukup
lama mengingat luasnya area kerjanya. Sepertinya ada
pertimbangan biaya transportasi juga, sehingga sekali
perjalanan harus mengunjungi beberapa kantor
17
perwakilan sekaligus. Boleh dibilang 2 Minggu dalam
sebulan mereka pasti tugas keluar kota. Tapi
setidaknya di saat mengobrol dengan mereka, aku
usahakan untuk bisa mendapatkan informasi yang
aku perlukan. Setidaknya secara garis besarlah.
Sedangkan untuk tim marketing lainnya,
disitulah letak permasalahan utamanya. Tim Produk
yang dipimpin Bu Susanti sebagai Group Product
Manager yang dibantu oleh beberapa Product Manager
dan Supervisor relatif agak berjarak denganku.
Sebetulnya dengan tim event & promotion lainnya
juga sih, hanya karena aku yang paling junior di tim
sehingga hal tersebut lebih terasa pada diriku.
Padahal banyak program di tim event dan promosi
datang dari tim produk, tapi aku merasa cukup
kesulitan untuk menanyakan lebih detail mengenai
hal tersebut, terutama untuk program yang telah
berlalu. Padahal kan untuk memahami program yang
saat ini sedang berjalan, aku perlu memahami juga
program program yang telah berlalu sebagai referensi
dan diambil pelajarannya
Tim marketing lainnya di kantor pusat adalah
tim Marketing Communication atau yang sering
disingkat sebagai tim marcomm itu. Terkait dengan
tim event & promotion, tim marcomm mendukung
dengan desain grafis untuk material promosi seperti
18
Billboard, spanduk, banner, sampai dengan brosur
dan bahkan stiker, yang semuanya terkait dengan
tema program event dan promosi yang kami lakukan
di kantor perwakilan perusahaan di berbagai kota.
Tidak hanya dari sisi desainnya saja, untuk produksi
dan pencetakannya juga menjadi tugas mereka.
Melihat hal ini, seharusnya sih hubungan kami sangat
dekat. Akan tetapi menurut perasaanku kenyataannya
tidak demikian. Tim marcomm sering membuat design
tanpa meminta pertimbangan dari kami. Tahu tahu
kami sudah menerima hasil cetakannya tanpa kami
diajak diskusi dulu. Nah, apalagi jika aku bertanya ini
itu mengenai hal hal terkait material promosi untuk
program program yang sudah berlalu, bisa bisa aku
disuruh pelajari sendiri semua design tersebut dari
jaringan komputer kantor yang terhubung ke server
data tim marcom he..he
Bukan lingkungan yang sangat kondusif untuk
anak bawang seperti aku sih. Apalagi bos marketing
alias General Manager Marketing, Pak Suhardi, yang
dikenal cukup galak, eh maksudnya keras dan “tegas”
ding he..he Terlihat saat para manager meeting
dengan beliau, wajah wajah mereka umumnya tegang
dan kadang terlihat agak “tertekuk” wkk wkkk .. Aku
sendiri sih saat ini masih jarang meeting dengan
19
beliau. Mungkin masih belum dipercaya karena masih
anak bawang kali ya
Situasi yang sebaliknya justru aku terima dari
tim event dan promosi di kantor perwakilan di
beberapa kota di Jawa. Aku justru merasa jauh lebih
“dianggap” oleh mereka. Walaupun kami lebih sering
berkomunikasi melalui telepon atau e-mail, akan
tetapi sangat terasa penghargaan mereka terhadapku.
Jika ada hal hal yang aku tanyakan, termasuk
program program yang sudah berlalu, umumnya
mereka meresponsnya dengan cepat dan memberikan
informasi dan data yang cukup lengkap. Komunikasi
lewat telephone juga berlangsung akrab walaupun
kami belum pernah bertemu secara langsung. Hhmmh
... mungkin mereka sangat berharap aku dapat
menjadi “jembatan” yang baik yang dapat membawa
aspirasi mereka ke tim marketing kantor pusat.
Sehingga program program event dan promo yang
akan dijalankan dapat sesuai dengan kepentingan dan
kondisi di masing masing kantor perwakilan di
daerah. Karenanya, walau aku baru bekerja sekitar
2,5 bulanan, aku sudah merasa dekat dengan mereka
dan lebih bisa memahami kondisi yang mereka alami
di masing masing daerah. Bahkan mungkin lebih baik
pemahamannya daripada tim marketing kantor pusat
lainnya. Lambat laun mulai tumbuh rasa
20
“keberpihakanku” terhadap mereka jika sedang
membahas program program event & promosi saat
meeting dengan tim marketing kantor pusat lainnya.
Disinilah kemudian sering menimbulkan selisih
pendapat antara aku dan mereka.
Dan sampailah aku pada bulan ke 3 bekerja, di
akhir masa percobaan ku disana. Pada suatu pagi,
Pak Setiawan memanggilku ke ruangannya. Aku
sudah ada feeling bahwa ini adalah pembicaraan
mengenai hal tersebut. Walaupun aku cukup yakin
bahwa aku akan lolos masa percobaan 3 bulanku
tersebut, tetap saja dalam hatiku ada rasa berdesir
saat Pak Setiawan memintaku untuk menutup pintu
ruangan saat dia akan memulai perbincangannya
denganku. Ini bukan kebiasaannya. Biasanya saat
berbicara dengan anggota tim di ruangannya, dia akan
membiarkan saja pintu terbuka lebar
“Bagaimana kabarmu hari ini Taufiq?” kata
Pak Setiawan ramah membuka percakapan denganku.
“Kabar baik pak, luar biasa” jawabku dengan sedikit
bercanda untuk melepaskan rasa tegang dalam
hatiku. Kulihat ada senyum lebar di wajah Pak
Setiawan. Agak lega sedikit aku melihatnya.
“Pekerjaanmu lancar kan?” tanyanya lebih lanjut.
“Sepanjang yang saya mengerti sih lumayan lancar
Pak. Kalaupun ada kesulitan masih belum menganggu
21
lah. Maklum Pak, saya kan juga masih harus belajar
banyak karena masih fresh graduated” jawabku
meminta pengertiannya, yang dibalasnya dengan
senyum tipis. Sambil memperbaiki posisi duduknya,
Pak Setiawan berkata,”Tapi kan kamu kan cukup
punya pengalaman organisasi kemahasiswaan cukup
banyak. Saya kira itu cukup membantumu lah dalam
memahami dinamika dunia kerja”, yang segera aku
jawab “Benar Pak, cukup membantu”
“Kalau dari sisi saya, kamu cukupan lah dalam
menjalankan tugasmu. Cukup cekatan, walau masih
ada kesan kamu menunggu perintah baru jalan”
katanya kemudian sambil menatapku wajahku,”
Kadang memang demikian sih Pak. Tapi itu juga
hanya untuk sosialisasi program dari tim produk saja
sih Pak. Walaupun mereka sudah keluarkan memo
internal tapi mereka kadang minta tunda program
sampai stok produk yang di promo selesai di produksi
semua. Posisi saya kan menunggu info dari mereka
Pak?” kataku mencoba berargumen. “Ya tapi kamu
kan bisa coba cari tahu informasi sendiri. Bisa kamu
cek daftar stok produk yang setiap kali di-update dari
warehouse di server data mereka, atau telpon
langsung mereka kalau sedang tidak sibuk” kata Pak
Setiawan dengan lugas.
22
“Tapi kan sebenarnya itu tugas mereka kan
Pak, mereka yang lebih mengerti hitung hitungan stok
produk dengan keperluan program promo. Saya
khawatir kalau saya ambil keputusan sendiri, saya
malah jadi kesalahan Pak”, jawabku lagi. “Ya, tapi
kamu kan bisa koordinasi dengan mereka kan dari
data yang kamu dapat tersebut? Bisa jadi mereka saat
itu sibuk dengan perencanaan program promosi” kejar
Pak Setiawan lagi. “Baik Pak, akan saya coba lain kali
seperti itu” jawabku singkat. Sebenarnya aku ingin
mendebatnya lagi secara berkoordinasi dengan tim
produk tidak semudah seperti yang dibicarakan Pak
Setiawan. Apalagi tugas untuk mengecek stok
sebelum sebuah program promo diinformasikan ke
kantor perwakilan itu adalah tanggung jawab tim
Produk. Kenapa harus aku yang melakukannya hanya
karena aku yang mengkoordinasikan pelaksanannya
ke kantor perwakilan? Tapi aku lagi malas berdebat
dengan Pak Setiawan seperti kadang kulakukan
dengannya. Apalagi ini kan sedang evaluasi kinerja
pada 3 bulan masa percobaanku, jadi aku mengalah
sajalah
“Selanjutnya untuk masalah komunikasi,”
lanjutnya. Aku segera menegakkan posisi dudukku
untuk dapat lebih berkonsentrasi pada kelanjutan
perkataan Pak Setiawan. “Dari tim kantor perwakilan,
23
umumnya mereka menganggap kamu cukup responsif
menanggapi input dan permintaan mereka. Kamu juga
cukup sering berkomunikasi dan menanyakan hal hal
yang belum jelas. Relatif tidak adalah komplain dan
keluhan dari mereka. Hanya terkadang kamu kurang
membuka ruang untuk berdiskusi untuk beberapa
penyesuaian pelaksanaan program promosi di
lapangan” ujar Pak Setiawan. Aku mengangguk
mendengarnya, secara memang perkataannya banyak
benarnya.
Tapi aku perlu meluruskan pernyataan
terakhirnya dengan memberikan argumen,”Kurang
lebih sih seperti itu Pak. Hanya soal saya kurang mau
berdiskusi tentang penyesuaian pelaksanaan program
di lapangan itu lebih karena tim produk memang
menginginkannya seperti itu. Mereka tidak mau ada
terlalu banyak modifikasi program dilapangan. Karena
nanti mempersulit pemantauan dan monitoring nya,
menghindari komplain dari tim akunting juga” kataku
sambil menatap tajam wajah Pak Setiawan yang
kemudian segera membalas pernyataan ku tadi. “Ya
tapi kan juga tidak harus terlalu kaku juga. Kamu kan
bisa berdiskusi dengan tim produk, toleransi seperti
apa yang masih dimungkinkan,”tukasnya lagi.
Nah ini, harus aku luruskan lagi. “Sebenarnya
saya juga sudah mendiskusikannya dengan mereka,
24
tapi kadang kriteria mereka tidak jelas dan kadang
berubah ubah. Daripada saya sudah beri toleransi
yang cukup besar pada kantor perwakilan ternyata
ditarik lagi, mending nggak usah saya berikan saja
sekalian” kataku membela diri
“Ya nggak begitu juga Taufiq. Sekali lagi saya
bilang, kamu kan bisa duduk bareng dengan tim
produk dan kalau perlu juga dengan tim marcomm
bahas segala hal mengenai promo yang akan
dilakukan. Jadi kamu benar benar jelas mengenai
promo tersebut, juga modifikasi seperti apa yang bisa
diberikan” tegas Pak Setiawan. Yaelah, nggak
semudah itu bicara dengan mereka Pak, gumamku
dalam hati. Belum selesai aku berbicara dalam hati,
atasan ku itu melanjutkan,” kamu kan juga bisa
bertanya ke tim kantor perwakilan, modifikasi
program promo apa saja yang pernah dilakukan
untuk program promo yang mirip dengan yang saat ini
berjalan. Dari situ kamu dapat memperkirakan
modifikasi promo apa yang bisa dilakukan,”
tandasnya lagi.
“Tapi kan saya nggak bisa memperkirakan
apakah hal tersebut akan disetujui tim produk,
sementara tim produk tidak mau terus terusan
ditanyakan modifikasi promo apa saja yang mungkin
dilakukan” tukasku dengan nada mempertanyakan.
25
“Ya, kamu kan bisa kelompokkan beberapa modifikasi
dalam 1 kelompok, buat beberapa kelompok dan
minta persetujuan ke tim produk. Dan jika berikutnya
ada modifikasi promo yang masih termasuk dalam
kelompok yang sudah disetujui, kamu tidak usah
minta persetujuan tim produk. Kecuali kalau
modifikasi promo itu diluar kelompok kelompok tadi,”
kata Pak Setiawan dengan nada tegas. Aku
sebenarnya tidak terlalu paham dengan yang
disampaikannya, tapi segera aku sambut dengan
anggukan kepala. Aku tidak mau terlalu berlama lama
berdebat, karena sebenarnya fokus utamaku adalah
menunggu keputusan aku lanjut atau tidak bekerja di
perusahaan ini. Kalau soal adu argumen, sepanjang
aku bisa lanjut kan masih banyak kesempatannya
wkkk.. wkkkk ..
“Persoalannya terbesar kamu justru pada
komunikasi dengan tim marketing kantor pusat” kata
Pak Setiawan. Deeggg ... Jantung ku mendadak
berdetak kencang. Segera kutegakkan posisi dudukku
seraya bertanya,”Maksudnya bagaimana Pak?”. Pak
Setiawan tidak langsung menjawab pertanyaanku dan
untuk beberapa lama dia tampak berpikir. Sepertinya
ia sedang merangkai kata yang pas untuk
disampaikan padaku. “Sebetulnya kalau di internal
tim event dan promosi sendiri saya rasa tidak ada
26
masalah ya. Saya lihat kamu dapat berinteraksi
dengan Roni dan Baskoro secara cukup baik. Dengan
saya juga relatif nggak ada masalah, walau kamu
adalah anggota tim yang paling banyak berdebat
dengan saya” lanjut Pak Setiawan yang diikuti dengan
senyum kecilnya. Aku pun ikut tersenyum dengan
lebih lebar lagi sambil menimpali pernyataannya
tadi,”Bukan berdebat kok Pak, hanya bertukar fikiran
saja. Samalah dengan Mas Roni dan Mas Baskoro,
hanya mereka lebih kalem saja menyampaikannya.
Kalau saya sedikit ceplas ceplos saja, sekedar beda
karakter saja” jawabku sambil tertawa kecil, yang
disambut dengan senyum Pak Setiawan yang cukup
lebar.
“Oke dapat diterima. Masalahnya tim lain kan
belum tentu bisa menerima gaya dan karakter kamu
yang seperti itu. Tim produk misalnya. Saya cukup
sering melihat kamu meeting dengan perdebatan yang
cukup sengit dengan mereka, terutama saat
membahas program program promosi. Dengan Roni
dan Baskoro, jarang tim produk sesengit itu dalam
berdebat. Yang saya ingin tahu, selain masalah
karakter kamu yang memang agak keras ada masalah
apalagi sih dengan mereka?” tanya Pak Setiawan
dengan pandangan ingin tahu.
27
“Hmmmh begini Pak, boleh saya jelaskan
dengan panjang lebar kan?” tanyaku, yang dibalas
dengan anggukan kepalanya seraya berkata,”Silahkan
Taufiq, panjang x lebar x tinggi juga boleh”, katanya
sambil tertawa kecil, yang kusambut dengan senyum
lebar itu. “Sebenarnya jika disebut perdebatan sengit
juga nggak tepat sih Pak. Kami dulu di organisasi
mahasiswa sering juga berdiskusi dan bertukar
pikiran dengan cukup keras. Tentu semua dengan
argumen yang cukup kuat, jadi bulan berdebat
kosong saja. Tapi ya setelah selesai meeting ya kami
kembali berteman baik seperti biasa, ngobrol ngobrol
santai di kantin dan tidak lagi membahas topik
meeting. Nggak ada yang dimasukkan kedalam hati,
nggak ada hard feelling. Itu juga yang saya lakukan
disini. Tapi terus terang saya nggak tahu bagaimana
tim produk atau tim marcomm atau bahkan tim
lainnya seperti tim sales atau tim akunting, apakah
mereka bawa perasaan atau tidak dalam meeting
dengan saya,” jelasku panjang. Tapi belum dikali
dengan lebar dan tinggi he..he. “Ya kamu kan bisa
coba cari tahu dengan sedikit lebih peka dalam
menanggapi reaksi orang lain” balas Pak Setiawan. “Ya
saya berusaha sih Pak, tapi ini kan urusan menebak
perasaan orang, nggak gampang juga saya
menyimpulkanya. Saya lanjutkan penjelasan saya ya
Pak?” pintaku yang disambut anggukan kepalanya.
28
“Saya sih sebenarnya berusaha keras untuk
membatasi meeting kami sebatas bertukar ide dan
gagasan nya saja. Tidak sampai beradu argumen,
karena saya kan juga sadar bahwa saya masih
karyawan baru sedangkan mereka sudah
berpengalaman cukup lama di sini sehingga
semestinya sudah mengerti betul seluk beluk
tugasnya disini. Tapi ternyata justru di situlah letak
masalahnya” aku menghentikan perkataannya untuk
mengetahui reaksi Pak Setiawan. Nggak pake nungu
lama, dia pun menanggapi perkataanku dengan
bertanya,”Maksud Taufik bagaimana?”
“Tadi kan Pak Setiawan bilang kalau saya
punya hubungan cukup baik dengan tim di kantor
perwakilan kan? Nah dari komunikasi intens yang
saya lakukan dengan mereka itu, sedikit banyak saya
jadi tahu permasalahan dan persoalan yang mereka
hadapi dalam menjalankan program promo dan juga
event dari pusat. Saya berusaha mengidentifikasi
semua persoalan yang ada dan saya kelompokkan dan
kategorisasikan. Berdasarkan informasi itulah saya
berusaha untuk tukar ide dan gagasan ketika meeting
dengan semua pihak, termasuk tim produk. Nah disini
saya menemukan kesenjangan informasi di tim kantor
pusat. Banyak persoalan di kantor perwakilan mereka
kurang paham, sehingga misalnya tim produk
29
membuat program promo atau event kurang sesuai
dengan kondisi di lapangan. Karena tugas saya adalah
menjadi jembatan antara kantor pusat dengan tim
lapangan di kantor perwakilan, saya sampaikan segala
kemungkinan permasalahan yang mungkin muncul
dari program yang akan dijalankan. Jadinya saya
ajukan keberatan dengan program tersebut dan saya
berikan usulan perubahan yang perlu dilakukan. Nah,
seringkali tim produk menolak permintaan saya
dengan alasan mereka membuat program itu untuk
seluruh kantor perwakilan, jadi harus dibuat seragam.
Kalaupun ada modifikasi untuk beberapa kantor
perwakilan ya nggak bisa terlalu jauh dari konsep
mereka. Disinilah kemudian terjadi adu argumen
karena saya kan harus membawa aspirasi dan
kepentingan tim di lapangan. Saya tahu, kewenangan
membuat program ada di mereka, tapi saya mewakili
tim lapangan kan punya hak veto juga, setidaknya
hak untuk membuat program itu menjadi lebih baik
lah” jelasku dengan nada yang menggebu-gebu itu.
Sengaja kuhentikan penjelasannya, selain untuk
mengambil nafas juga untuk mengetahui reaksi Pak
Setiawan. Sebelumnya kulihat dia menyimak
penjelasanku dengan serius. Dan begitu dia melihatku
mengakhiri penjelasan, ia segera menanggapi
penjelasan tadi.
30
“Ya itu kan dari sudut pandangmu Taufik.
Saya tidak menyalahkan kamu juga sih, tapi dalam
hal ini kamu juga harus bisa memahami posisi dan
kepentingan tim lain, dalam hal ini tim produk. Inti
dari sebuah diskusi sebenarnya kan adalah saling
memahami pihak lain. Kamu boleh saja mempunyai
pandangan tertentu mengenai pelaksanaan program
promosi selama ini berdasarkan informasi dari tim di
lapangan. Tapi itu kan masih dari satu sisi yang bisa
jadi lebih bersifat subyektif berdasarkan kepentingan
tim lapangan yang mungkin kurang sejalan dengan
tujuan dari program promo yang dijalankan. Ini saya
beri contoh agar kamu lebih dapat memahami. Misal
tim produk sedang meluncurkan produk baru yang
terdiri dari 4 varian produk baru. Tim produk kan
pasti membuat promo berupa tambahan discount
untuk toko agar mau beli 4 varian produk tersebut
dalam jumlah tertentu sebagai stok di toko kan?”,
tanya Pak Setiawan padaku. Segera kujawab dengan
pasti,”Iya Pak, pasti begitu agar toko mau beli produk
baru tersebut”. “
Nah, harapan dari tim produk ke 4 varian itu
dapat dibeli toko, kalau bisa dengan jumlah yang
sama. Paling tidak tidak terlalu berbeda jauh lah. Tapi
kenyataannya di lapangan, tim kita bisa menetapkan
hal seperti itu tidak?” tanya Pak Setiawan yang
31
membuatku agak tergagap menjawabnya. Maklum,
aku tidak menyangka akan mendapat pertanyaan
seperti itu. “Hmmmmmhh ... Setahu saya ... hmmh ..
nggak selalu bisa sih Pak. Toko biasanya akan melihat
penjualan produk kita selama ini yang kurang lebih
sama dengan produk yang baru. Jika misalnya hanya
2 variant yang toko yakin bisa jual, ya mereka akan
minta agar program discount berlaku tanpa harus
membeli 4 variant. Dan tim lapangan biasanya akan
minta dispensasi untuk toko tersebut. Tapi ini kan
wajar kan Pak, tentu toko dan tim lapangan lebih tahu
bagaimana situasi di lapangan?”, tanyaku balik.
“Ya tidak begitu Taufik. Kita harus bisa
menempatkan posisi kita di sisi perusahaan.
Perusahaan mempunyai kepentingan agar semua
produk baru yang di produksi dapat laku terjual
semua dan tidak ada stok varian yang menumpuk di
gudang. Justru tugas tim di lapangan untuk
meyakinkan toko agar mau beli 4 varian produk
tersebut. Bisa jadi jika hanya sebagian produk kita
yang laku terjual di toko tersebut, karena toko hanya
menawarkan produk kita yang laku tersebut.
Sementara itu produk kita yang lain tidak ditawarkan
ke konsumen karena untuk produk produk tersebut
toko malah menawarkan produk merek lain. Nah,
justru kita dengan memaksa mereka untuk membeli 4
32
varian produk baru kita baru dapat discount khusus,
kita berharap semua produk kita akan ditawarkan ke
konsumen. Jadi bukannya malah kita mengalah pada
keinginan toko. Itu yang diinginkan tim produk untuk
setiap promo yang mereka buat” jelas Pak Setiawan
panjang lebar
Aku mengiyakan ucapannya. Tapi karena aku
merasa ada yang kurang sesuai, akupun mencoba
berargumen,”Iya sih Pak, dari sisi perusahaan
memang wajar mempunyai tujuan seperti itu. Tapi
kita perlu win-win solution juga kan Pak. Saya setuju
kalau toko harus order 4 variant baru tersebut. Tapi
tidak harus banyak semuanya. Mungkin kita bisa
wajibkan toko beli 2 variant baru dengan jumlah yang
besar, sedangkan sisanya jumlahnya sedikit saja. Ini
yang tim produk yang sering berkeras bahwa ke 4
variant mengambil banyak walaupun jumlahnya tiap
variant yang berbeda. Hal hal seperti ini lah yang saya
sering beradu argumen cukup keras dengan tim
produk. Karena mereka sering bersifat kaku dalam
berdiskusi. Seharusnya kan mereka berpikiran
terbuka lah dan mau merubah program promosi jika
ingin program mereka berjalan efektif di lapangan”
kataku mengakhiri argumenku. Kulihat Pak Setiawan
berfikir sejenak sebelum menanggapi pernyataannya
barusan,”Hhhmmhh .. kalau bicara kondisi ideal sih
33
mungkin bisa begitu, tapi kan kita tidak selalu, atau
boleh dibilang jarang kita berada dalam kondisi ideal
seperti itu. Sering kali kita justru berada dalam
keadaan yang tidak ideal. Misalnya, perusahaan
mempunyai tujuan menghabiskan stok semua varian
produk baru, sementara kondisi di lapangan secara
kasuistis seperti yang kamu bilang tadi. Dalam
kondisi ini kamu harus mengedepankan kepentingan
perusahaan. Sedangkan kepentingan toko bisa
didiskusikan. Misalnya, mereka tetap kita haruskan
order 4 variant baru dalam jumlah besar dan dengan
proporsi yang sama, tapi untuk 1 atau 2 varian yang
di toko itu sudah jual, kita bisa beri dukungan untuk
menjual ke konsumen, misalnya kita bisa memberikan
hadiah langsung ke konsumen agar tertarik membeli
variant tadi di toko. Atau dengan cara lain yang masih
sesuai dengan ketentuan perusahaan. Yang penting
toko mau order 4 varian baru tadi dalam jumlah
sesuai dengan yang kita inginkan. Itu yang harus
kamu ajukan ke tim produk, dan tidak hanya
berargumen dengan menggunakan informasi dari tim
di lapangan. Mereka karena sehari hari berinteraksi
dengan toko, bisa jadi lebih mementingkan keinginan
toko daripada keinginan perusahaan. Saya yakin,
kalau argumen kamu juga memperhatikan
kepentingan perusahaan yang dibawa oleh tim
produk, adu argumen tidak akan terjadi. Justru
34
diskusi untuk mencari solusi dari setiap
permasalahan yang ditemui di lapangan. Taufik
paham kan maksud pembicaraan saya tadi?”, tanya
Pak Setiawan sambil memandang tajam padaku.
“Paham Pak” jawabku singkat, karena memang aku
menyadari bahwa apa yang dikatakannya banyak
benarnya juga.
Tak lama Pak Setiawan melanjutkan’,Jadi
catatan saya terhadap Taufik adalah pada pola
komunikasi dengan tim internal perusahaan di kantor
pusat, khususnya dengan tim marketing lainnya.
Kamu harus bisa menempatkan kepentingan
perusahaan sebagai prioritas utama dalam berdiskusi,
sehingga kamu lebih bisa menerima pandangan tim
lain yang berdasarkan pada kepentingan perusahaan.
Yang kedua, kamu harus bisa berfikiran terbuka
dalam menerima pendapat orang lain. Jangan
beranggapan kamu yang paling tahu untuk sesuatu
hal dan orang lain tidak tahu. Bisa jadi pendapat
orang lain jauh lebih tepat dari pendapatmu walau
kamu merasa lebih tahu. Contohnya soal situasi di
lapangan tadi, belum tentu juga tim produk tidak
tahu situasi di lapangan, walaupun kamu yang lebih
sering berinteraksi dengan tim lapangan. Berfikir
positif bahwa orang lain juga bisa punya pemahaman
yang sama dengan kamu. Dan yang ketiga, kamu
35
kurangilah sikap keras mu dalam berinteraksi dengan
orang lain, terutama dalam meeting. Nggak salah
kamu punya sifat ...hhhhmmhhh .. katakanlah idealis
... atau agak perfeksionist ... tapi kamu juga perlu
sadari juga bahwa kamu belum tentu benar, bisa jadi
kamu salah. Bukankah tujuan diskusi adalah untuk
mencari kebenaran yang terbaik melalui siapa saja
yang dapat berkontribusi, bukan?”, tanya Pak
Setiawan mengakhiri penilaian dirinya terhadapku.
Aku mengangguk ringan saja mendengar
pertanyaan itu, walaupun sebenarnya banyak hal
yang ingin aku sampaikan menyangkut penilaiannya
terhadapku. Aku agak malas menanggapinya karena
aku lebih fokus menunggu keputusan : apakah aku
diangkat sebagai pegawai tetap, atau dianggap gagal
dalam masa percobaan 3 bulan ini. “Baik Pak, terima
kasih atas segala input nya terhadap saya. Saya akan
berusaha memperbaiki diri jika masih diberi
kesempatan”. Hanya itu kata yang keluar dari
mulutku, sambil aku memperhatikan reaksi Pak
Setiawan menanggapi pernyataanku tadi. Raut
wajahnya kulihat tidak berubah dari sebelumnya.
“Hmmmhh ... Oke ... Setiap orang tentu punya
kelebihan, punya kekurangan. Bisa melakukan hal
benar, tapi di lain waktu pun juga bisa melakukan
kesalahan. Yang terpenting bagaimana dia belajar dan
36
merubah diri untuk menjadi lebih baik. Setiap
perusahaan juga mempunyai tujuan, dan setiap
karyawan juga punya peran. Bagaimana dia berperan
dan seberapa dekat dengan jalan perusahaan
mencapai tujuan , disitulah dia akan dinilai ....” kata
Pak Setiawan sambil memegang dan membaca
beberapa helai kertas berupa formulir yang sudah ada
tulisan tangannya di situ. Yaelllaaah Pak, kok malah
ngomong berputar putar begitu. Langsung saja ke
tujuan kali ... Straight to the point ... Huff .. keluhku
dalam hati
Kulihat Pak Setiawan masih membaca
lembaran kertas tadi dan kemudian menulis untuk
menambahkan keterangan di form tersebut. Cukup
lama dia melakukannya, sampai aku agak gelisah
menunggunya. Walaupun aku sebenarnya nothing to
loose saja alias tidak terlalu memikirkan bagaimana
keputusan ya, mau lanjut ya terserah mau berhenti ya
terserah, akan tetapi tetap saja ada rasa gugup dalam
hatiku. “Terkait dengan evaluasi dan penilaian
kinerjamu selama 3 bulan ini, saya sudah mengisi
formulir yang diberikan oleh HRD ... hhmmmh ...
kamu sudah pernah lihat kan form seperti ini”
katanya sambil sekilas memperlihatka nya padaku.
“Ya Pak, saya pernah lihat” jawabku singkat
37
“Ini harap dibaca dulu penilaian dari saya,
nanti kamu boleh nyatakan keberatan kalau ada yang
menurut kamu kurang sesuai. Nanti kita diskusikan.
Tapi kurang lebih seperti yang saya omongkan tadi
sih” katanya sambil menyerahkan formulir tersebut
kepadaku. Segera kuterima dan membacanya secara
cepat. Kulihat memang mirip mirip dengan yang tadi
kami bicarakan, kalau aku lihat secara umum
penilaiannya setidaknya masih berada dalam batas
minimal aman, bahkan terdapat beberapa indikator
yang dinilai cukup baik. Hanya setelah selesai kubaca,
pada paling akhir dari formulir tersebut masih kosong,
belum di isi. Padahal ini adalah bagian yang
terpenting, soal keputusan diangkat karyawan tetap
atau .... out!
“Maaf Pak, untuk bagian ini kenapa tidak di isi
ya?,” kataku memberanikan diri untuk bertanya. Pak
Setiawan menatap tajam wajahku seraya
berkata,”Kalau menurut Taufik, kamu layak tidak
untuk meneruskan tugasmu di sini?” tanyanya. Lhaaa
... malah balik bertanya. Tapi aku tetap menjawab,”Ya
kalau Pak Setiawan bertanya ke saya, ya saya jawab
walaupun saya harus banyak memperbaiki diri tapi
dengan apa yang telah saya lakukan, saya masih
pantas untuk diangkat menjadi karyawan tetap di
perusahaan ini dan melanjutkan kontribusi saya di
38
sini. Tapi masalahnya kan wewenang yang
menentukan itu ada di Pak Setiawan, bukan di saya?”
jawabku mantap. Sambil tertawa kecil Pak Setiawan
mengambil kembali formulir yang ada di tanganku,
dan kemudian memberi tanda centang pada satu
kolom dan memberikan tanda tangannya.
Alhamdulillah, kolom yang di centang nya bertuliskan
: “diangkat sebagai karyawan tetap”
“Selamat ya Taufik sudah resmi bergabung
dalam keluarga besar perusahaan ini. Tapi jangan
lupa atas semua input dari saya tadi” katanya sambil
mengulurkan tangannya. Segera kusambut uluran
tangannya sambil berkata,”Terima kasih atas
kepercayaan Bapak terhadap saya. Saya akan
berusaha untuk menjadi lebih baik lagi dalam
menjalankan semua tanggung jawab saya”. “Saya
pegang janji kamu ya” balas Pak Setiawan sambil
tersenyum sambil menyerahkan kembali form ini
padaku, kemudian berkata,”ini kamu tanda tangani
ya, setelah itu tolong kamu fotokopi dan nanti asli nya
serahkan ke saya lagi”. “Baik Pak” kataku dan
kemudian aku segera berjalan keluar dari ruangan
Pak Setiawan dengan langkah ringan.
39
Chapter 2 – Rasa Cinta
Dan sampailah pada moment terbesar selama
masa kuliahku dengan rasa plong di dada karena
status yang saat ini sudah menjadi karyawan tetap.
Moment wisuda yang menjadi tanda berakhirnya
statusku sebagai mahasiswa dan titik awal
mengarungi fase kehidupan yang berikutnya untuk
menjadi manusia mandiri yang memberi karya dan
manfaat pada lingkungan yang lebih luas. Termasuk
menikah? Belooooommm
Kisah kasihku dengan Santi memang sudah
cukup lama terjalin, hampir 3 tahun. Kami
dipertemukan melalui ajang kampus yang bertitel
“Masa Orientasi Mahasiswa” itu. Saat dimana aku
yang saat itu menjadi pengurus Badan Eksekutif
Mahasiswa - Fakultas Ekonomi di kampusku
memegang tongkat komando pelaksanaan ajang ini.
Tentunya aku terlibat pada semua aliran proses yang
terjadi dari mulai persiapan sampai pada saat
pelaksanaannya. Tentu sebagai ketua panitia
40
pelaksana, aku tidak secara langsung melaksanakan
kegiatan operasional kegiatan, apalagi sampai menjadi
seksi sibuk yang mengangkut semua hal yang perlu di
angkut. Pun tidak menjadi “juru teror” yang sibuk
memainkan intonasi suara pada megaphone yang
ditenteng kesana kemarin untuk menciptakan
suasana mencekam yang menumbuhkan ketaatan
para mahasiswa baru pada segala instruksi yang
diberikan oleh panitia acara. Tugasku lebih kepada
mengkoordinasikan semua aktivitas acara agar dapat
berjalan lancar sesuai rencana dan mengantisipasi
dan mencari solusi jika ada permasalahan yang
timbul. Selebihnya, aku hanya mensupervisi alias
mengawasi semua aktivitas yang berjalan. Termasuk
juga mengawasi dan memastikan semua mahasiswa
baru berada dalam kondisi yang baik. Eiittss, jangan
dituduh ini modus untuk mencerahkan pandangan
mataku ya, atau malah aksi tebar tebar pesona .....
atau malah tebar tebar jaring. Memangnya mahasiswa
baru itu ikan wkkk...wkkkk.
Fokus perhatianku dinamis kok, selalu
berpindah pindah layaknya layar monitor yang
menayangkankan tangkapan banyak kamera CCTV
dalam 1 layar. Demikian juga saat acara secara acak
menyapa mahasiswa baru untuk mengetahui
pandangan mereka mengenai kegiatan orientasi
41
mahasiswa baru tersebut. Semuanya berjalan secara
obyektif dan tanpa indikasi manipulasi hati para adik
adik mahasiswa baru .... eh maksudnya mahasiswi
ding he..he.
Sampai di siang hari terakhir kegiatan masa
orientasi terjadi peristiwa yang aku tidak duga akan
besar dampaknya di kemudian hari itu. Siang itu,
temanku yang menjadi seksi acara sedang
memberikan informasi mengenai acara penutup masa
orientasi mahasiswa baru berupa acara api unggun
yang akan diadakan di halaman fakultasku yang
sangat luas itu. Saat itu matahari memang bersinar
sangat terik pada tengah hari menjelang makan siang.
Aku sengaja mengambil posisi berdiri di sekitar
mahasiswa baru dengan mengabaikan panasnya
matahari itu. Sambil sesekali aku menyeka keringat di
wajahku dengan sapu tangan, pandangan mataku
tetap terfokus pada teman ku yang sedang memberi
informasi di depan barisan.
Tiba tiba seorang mahasiswi baru yang berdiri
di dekatku berkata dengan suara lemah
kepadaku,”maaf kak, boleh saya istirahat diruang
kesehatan nggak, kepala saya pusing dan mata saya
berkurang kunang,”. Segera kualihkan pandanganku
pada sumber suara tersebut. Ternyata suara tersebut
datang dari seorang mahasiswi baru berpostur tinggi
42
langsing yang berdiri pada barisan paling luar tepat di
belakangku. Kulihat wajahnya memang pucat sekali
dan posisi berdirinya pun terlihat tidak tegap lagi dan
agak bergoyang seolah keseimbangan tubuh sudah
sirna dari dirinya. Melihat kondisinya seperti itu, aku
segera berkata,”Boleh dik, kakak panggil tim P3K ya
agar dibawakan tandu jadi adik tidak perlu berjalan
ke ruang kesehatan” kataku dengan agak gugup
melihat kondisinya yang sudah sangat lemah tersebut.
Kulihat dia menganggukan kepalanya dengan lemah.
Akan tetapi belum sempat aku membalikkan badanku
ke arah tim P3K yang berdiri cukup jauh dari posisi
ku berdiri, mendadak aku lihat tubuhnya bergerak
jatuh ke arahku. Refleks segera aku raih tubuhnya ke
dalam pelukanku untuk menghindari dia jatuh ke
lantai conblock area parkir mobil yang dipergunakan
untuk kegiatan orientasi mahasiswa baru ini.
Situasinya pun menjadi agak ramai oleh suara para
mahasiswi baru yang berdiri di sekitar tempat kami
berdiri yang bereaksi histeris melihat kejadian ini.
Keriuhan ini segera menarik perhatian tim P3K yang
segera mendekat ke arahku yang masih memeluk
mahasiswi itu menunggu penanganan tim P3K. Segera
mereka sampai kearahku, aku segera menyerahkan
mahasiswi itu ke petugas P3K wanita yang segera
meletakaannya pada tandu yang telah disiapkan
untuk kemudian segera membawanya ke ruangan
43
kesehatan yang letaknya cukup jauh dari lokasi acara
orientasi mahasiswa baru itu. Ingin rasanya aku
mengikuti tim P3K tersebut. Tapi aku masih
mempunyai tanggung jawab untuk mengikuti
pemaparan seksi acara mengenai api unggun nanti
malam. Dengan rasa terpaksa yang amat sangat, aku
urungkan niat tersebut. Dan waktu 20 menit
pemaparan tersebut terasa amat lama sekali buatku.
Dan sesaat setelah temanku menutup penjelasannya
serta para peserta orientasi mahasiswa baru di
arahkan untuk bergerak menuju tempat aktivitas
berikutnya, aku segera bergegas menuju ke ruang
kesehatan.
Sesampainya di sana, kulihat dua orang
petugas P3K wanita sedang duduk di dekat mahasiswi
baru yang tadi pingsan yang terduduk dengan wajah
lemas di matras tebal yang diletakkan diatas lantai.
Kulihat petugas P3K tersebut sesekali meletakkan
selang oksigen ke wajah mahasiswi baru tersebut.
Setelah mengamati beberapa saat, aku pun bertanya
pada mereka,”Bagaimana keadaannya, Nita?”. Mereka
terlihat agak terkejut karena tidak menyadari
kedatanganku. “Ohh kamu Taufik. Sudah baikkan
sekarang. Tadi dia pingsan sekitar 10 menit, dan
setelah siuman dia bilang kalau punya riwayat
asthma. Makanya sesekali kami berikan selang dari
44
tabung oksigen untuk membantu pernafasannya,”
jelas Nita. “Oh pantesan tadi aku lihat wajahnya pucat
sekali, mungkin sinar matahari yang terik
membuatnya sesak nafas” kataku dengan nada sok
tahu. “Kemungkinan seperti itu Taufik. Ditambah juga
dengan kecapekan mengikuti kegiatan beberapa hari
ini,” balas Nita. “Ohhh begitu,” kataku sambil
memandang mahasiswi baru itu. “Tapi kok dia duduk
dan tidak tiduran?” tanyaku lagi. “Oh itu dia yang
minta, katanya lebih nyaman begitu. Toh dia kan juga
duduk sambil bersender di dinding kan, jadi memang
nggak memberatkan dia” jelas Nita. “Ohh begitu, ya
sudah, tolong dirawat yang baik ya Nita. Semoga dia
nanti bisa bergabung di acara api unggun nanti
malam. Oke Nita, aku balik ke ruang panitia ya untuk
koordinasi persiapan acara nanti malam” kataku lagi
yang disambut dengan acungan jempolnya. Dan
sebelum meninggalkan ruang kesehatan,
kusempatkan juga untuk menyapa mahasiswi baru
tersebut. “Cepat sembuh ya Dik, semoga nanti bisa
ikut acara penutup masa orientasi termasuk acara api
unggun” kataku dengan lembut kepadanya. Kulihat
dia mengangguk lemah sambil berusaha tersenyum.
Dari bibir mungilnya tersebut terlihat seperti ingin
mengucapkan sesuatu akan tetapi tidak ada suara
yang keluar. Mungkin dia masih terlalu lemah kataku
dalam hati. Kemudian akupun berjalan menuju ruang
45
panitia yang terletak bersebelahan dengan ruang
kesehatan.
Sesampainya di ruang panitia, kulihat
beberapa teman sebagai panitia inti sudah
berkumpul. Kami memang meng-agendakan meeting
koordinasi terakhir acara penutupan nanti malam.
Kegiatan orientasi mahasiswa baru sih masih berjalan
yang dilakukan oleh tim panitia lapangan sementara
kami meeting. Agenda meeting ini memang hanya
untuk melakukan koordinasi dan pengecekan akhir
persiapan acara nanti malam. Kami memang
merencanakan acara penutupan yang sangat
berkesan bagi semua mahasiswa baru, juga
memberikan “bekal” yang akan terus dibawa mereka
selama mereka menempuh masa pendidikan di
Fakultas ini.
Jika pada hari hari sebelumnya semenjak
kegiatan ini dimulai 4 hari lalu, lebih banyak
diberikan hal hal yang bersifat kedisplinan dan
pembentukan mental pejuang serta setia kawan bagi
seluruh mahasiswa baru, yang mungkin dianggap
oleh sebagian besar peserta cukup menegangkan dan
bahkan menakutkan, pada acara penutupan ini kami
ingin memberikan nuansa yang berbeda dan
memberikan kesan yang mendalam
46
Acara penutupan akan banyak diisi oleh
pemberian materi berupa renungan mengenai hakekat
menjadi mahasiswa dan apa peran yang diharapkan
dapat dilakukan oleh mereka. Tidak saja bagi diri
mereka sendiri ataupun keluarga mereka, akan tetapi
juga untuk lingkungannya, masyarakat, dan bahkan
untuk negara. Tentunya pesan pesan ini dikemas
secara menarik dengan penggunaan konten dan
sarana multimedia yang cukup “wah” lah untuk
ukuran kegiatan mahasiswa. Penggarapan materi ini
pun sudah dilakukan sejak beberapa bulan lalu oleh
tim multimedia senat Fakultas, dengan dibantu oleh
konsultan Teknologi Informasi dari luar .... Fakultas.
Maksudnya kami menggandeng teman teman dari
jurusan Teknik Informatika di Fakultas Teknik, juga
teman teman dari jurusan Ilmu Komunikasi di
Fakultas Ilmu Sosial & Politik. Kalau menggandeng
konsultan professional dari luar Universitas, mana
kami mampu biayanya wkkkkwkkkk. Yang penting
kan tujuan tercapai ...
Nah, setelah suasana haru biru terbentuk
dalam acara yang kami rencanakan dengan durasi 2
jam itu, bahkan seksi acara mentargetkan hujan air
mata air dari para peserta khususnya dari para
mahasiswi baru itu, barulah kami masuk ke dalam
acara puncak untuk mengakrabkan antara kami
47
panitia acara sebagai perwakilan para senior, dengan
adik adik mahasiswa baru sebagai junior. Sekaligus
untuk menghilangkan rasa tidak nyaman yang
mungkin masih tersisa selama mereka mengikuti
kegiatan orientasi mahasiswa baru ini selama 4 hari
ini. Formatnya ya kami buat dengan pentas seni dari
para senior dan para junior, dengan diterangi dengan
kemeriahan api unggun. Acara puncak sekaligus
penutup ini kami harapkan akan meninggalkan kesan
yang amat dalam bagi para junior kami ini
Terus terang aku agak gugup pada acara ini,
terutama pada acara renungan yang difasilitasi multi
media ini. Sebab ide awal acara konsep ini datang
dariku dan pada saat saat awal perumusan konsep
acara pada kegiatan ini aku harus fight habis habisan
untuk meyakinkan teman teman sesama panitia akan
efektifitas konsep ini. Aku bahkan harus mengontak
teman teman dari Fakultas lain yang dapat
mendukung realisasi konsep ini untuk ikut meeting
membahasnya. Alhamdulillah, setelah beberapa kali
meeting, teman teman panitia dapat diyakinkan untuk
dapat menjalankannya. Bahkan pada saat
penggarapan materi multimedia nya, mereka sangat
antusias untuk berpartisipasi.
And ... here we are ... It's show timeeeee ......
Setelah meeting koordinasi selama setengah jam, kami
48
pun segera kembali ke pos masing masing, termasuk
aku yang segera menuju tempat kegiatan orientasi
mahasiswa sedang berlangsung. Saat itu waktu sudah
menjelang sore. Kulihat para mahasiswa baru sudah
berkelompok kelompok berdasarkan jurusan. Saat ini
memang mereka kami jadwalkan untuk
mempersiapkan acara pentas seni untuk acara nanti
malam. Kami telah menetapkan kriteria untuk
performance mereka tersebut, dan tampaknya mereka
saat ini sedang berdiskusi untuk mempersiapkan
performance yang akan masing masing kelompok
siapkan sesuai dengan kriteria yang sudah panitia
tetapkan. Aku pun berpindah pindah ke semua
kelompok untuk memperhatikan bagaimana masing
masing kelompok berdiskusi dan menyiapkan apa
yang akan mereka tampilkan nanti malam. Setelah
berkeliling kelompok, aku pun segera memutuskan
untuk segera menuju tempat persiapan acara api
unggun, khususnya acara renungan akan
dilaksanakan cek & recheck untuk memastikan
kesiapan segala sesuatunya. Kulihat disana beberapa
teman sedang mempersiapkan banyak hal, termasuk
peralatan multi media dan Sound System yang
mumpuni. Lega aku rasa nya ... so far so good .....
Dan akhirnya sampailah pada ajang
pembuktian itu. Setelah melakukan Sholat Maghrib
49
berjamaah bagi yang wajib melaksanakannya, acara
renungan dimulai. Diawali dengan dentuman suara
menggelegar dari Sound System berdaya suara besar
mengiringi tayangan animasi pada layar besar di atas
panggung, serta permainan efek cahaya dan asap,
acarapun mengalir dari satu segmen yang satu ke
segmen yang lain. Sebagian besar materi audio visual
acara memang sudah recorded, alias direkam terlebih
dahulu.
Tapi ada juga segmen yang bersifat langsung
diisi suara dan penampilan di atas panggung yang
ditampilkan dengan konsep teatrikal. Hal ini sengaja
dirancang untuk merespon reaksi dari pemirsa,
dengan tujuan sedapat mungkin menimbulkan
suasana dramatia dan haru biru yang optimal. Dan
hal yang diprediksi pun terjadi. Suasana tangis yang
bermula dari isakan kecil yang kemudian alunannya
membesar bahkan terkadang menjadikan tangisan
histeris pun terjadi pada saat penyampaian renungan
mencapai titik puncaknya. Dramatisasi yang
kemudian menimbulkan suasana yang dramatis pula.
Hujan air mata pun kemudian tumpah dipenghujung
acara renungan. Tidak saja dari adik adik mahasiswi,
tapi cukup banyak pula adik adik mahasiswa. Bahkan
sebagian panitia juga turut menumpahkan air mata
50
nya, padahalkan mereka yang merancang segala
dramatisasi ini. Ini senjata makan tuan namanya
Dan suasana ini pun perlahan mencair
menjadi ceria seiring dengan menyala nya api unggun
sebagai pertanda memasuki suasana ceria melalui
acara keakraban dan pentas seni. Setelah
memberikan sedikit pengantar mewakili seluruh
panitia, aku pun menuruni panggung dan kemudian
mencari posisi duduk yang enak untuk mengikuti
acara pentas seni. Sengaja aku memilih duduk di
tempat yang agak jauh dari panggung dan
menghindari keramaian di sekitar panggung yang
dikerumuni oleh para junior kami tersebut. Setengah
mengantuk aku. Rasa lelah menyiapkan dan terutama
pada pelaksanaan semua kegiatan ini yang
sebelumnya sama sekali tidak terasa, mulai terasa
saat ini saat perasaanku diliputi rasa lega dan
bersyukur karena hasil kerja keras kami beberapa
bulan terakhir ini semua berjalan lancar sesuai
rencana yang puncaknya acara di malam ini.
Semakin lama mata ini terasa semakin berat
sampai tiba tiba terdengar suara lembut
menyapaku,”Selamat malam Kak Taufik”. Agak
terkaget aku sambil mencari sumber suara itu datang
dari arah samping. Dan ... kudapati sesosok wajah
lembut dengan senyumnya yang sangat manis. Agak
51
terperangah aku melihatnya tapi tak lama aku
menyadari bahwa dia adalah adik mahasiswi yang tadi
pingsan dipelukanku
“Eh .... Selamat malam juga adik ... siapa ya
namanya?” tanyaku bertanya setelah tidak berhasil
membaca namanya yang tertulis pada name tag yang
menempel di baju kaos seragam untuk acara orientasi
mahasiswa baru ini. “Santi kak, nama saya Santi”
katanya menjulurkan pergelangan tangannya padaku
tetap dengan senyum manisnya itu. Aku segera
menyambut uluran tangannya sambil berkata,”kalau
saya Taufik” jawabku dengan nada kikuk. Sesaat
kemudian aku menyadari kebodohanku, mengapa aku
memperkenalkan diriku, bukannya Santi pasti sudah
mengetahui namaku. Bodoh ...bodoh....bodoh ... maki
ku dalam hati. Kulihat Santi tertawa cukup lebar
sambil berkata,”Ya Santi pasti tahulah siapa kakak.
Siapa sih yang tidak kenal kakak di Fakultas Ekonomi
ini?” Duh, tambah grogi saja aku
“Ah dik Santi bisa saja” kataku sambil tersipu
malu Kemudian aku pun berkata padanya,”
Alhamdulillah ya Dik Santi sudah sehat dan dapat
mengikuti acara malam ini” yang segera
dibalas,”Alhamdulillah kak, tadi sehabis Sholat Ashar
saya sudah cukup sehat jadi sudah bisa bergabung
dengan kelompok saya. Masih sempat ikutan latihan
52
pentas seni. Tapi memang saya diberi peran kecil
karena menurut mereka saya jangan forsir tenaga
dulu karena baru sembuh,” jelasnya, lagi lagi dengan
senyum manisnya. Ahh, rasa hati jadi nyaman
rasanya ...uhhuuyyy...
“Santi bermaksud mengucapkan rasa terima
kasih Santi yang tak terhingga pada kak Taufik, atas
segala bantuannya pada kejadian tadi siang. Santi
tidak bisa membayangkan seperti apa keadaannya
tadi seandainya kakak tidak sigap menolong Santi”
lanjut Santi dengan nada suara yang sangat
tulus.,”Ah itu biasa saja Santi. Seorang kakak
memang harus selalu melindungi adik nya seperti itu”,
jawab ku cepat, walau kemudian aku sadari bahwa
jawaban seperti itu terkesan aneh juga.
Tapi tampaknya Santi tidak menyadari hal
tersebut. Bahkan kemudian dia melanjutkan
perkataannya, ”Sebenarnya tadi Santi ingin segera
mengucapkan rasa terima kasih Santi saat kak Taufik
datang menengok Santi di ruang kesehatan. Tapi saat
itu Santi terlalu lemah untuk mengeluarkan kata
kata. Maafkan Santi yang kak Taufik”. “Nggak apa apa
kok Santi, kakak juga paham kok situasinya tadi.
Melihat Santi sudah sembuh seperti ini saja, Kak
Taufik sudah sangat senang sekali” jawabku yang
segera disambut senyum manisnya
53
“Eh ngomong ngomong penampilan grup Santi
masih lama kah?” tanyaku. “Kebetulan pas saat
undian tadi, kelompok Santi dapat giliran tampil
terakhir kak. Jadi paling ya sekitar setengah jam lagi
kami kumpul untuk persiapan naik panggung,”
jawabnya. Entah kenapa ada perasaan lega dalam
diriku mendengar jawabannya tersebut. “Oh kalau
begitu kita ngobrol ngobrol dulu ya disini. Yuk kita
duduk, nggak enak ini ngobrol sambil berdiri”, kataku
sambil mempersilahkannya duduk di sebelah ku.
Kulihat sempat ada rasa ragu di wajah Santi. Tapi tak
lama kemudian, ia memutuskan ikut duduk di
sampingku walau dengan agak malu malu
“Kalau menurut penilaian dik Santi,
bagaimana pelaksana masa orientasi mahasiswa baru
di Fakultas Ekonomi ini dari awal hingga saat ini?
Jangan anggap kak Taufiq ketua panitianya ya.
Anggap saja kakak yang bertanya pada adik
kesayangannya”, agak tercekat lidahku ketika
mengucapkan kata yang terakhir. Serius aku nggak
punya maksud apa apa, aku hanya tiba tiba teringat
dengan Zhafira yang adalah adiku satu satunya dan
memang menjadi kesayangan seluruh anggota
keluarga. Tapi tampaknya Santi tidak memperhatikan
ucapanku tersebut. Dia justru menjawab
pertanyaanku,”Jujur kak, kegiatan orientasi
54
mahasiswa di sini bagus sekali. Semua kegiatan ada
tujuan dan maksudnya yang semuanya memberikan
bekal buat kami. Bukan sekedar kakak panitia marah
marah nggak jelas tujuannya apa, seperti yang sering
saya dengar selama ini. Apalagi acara renungannya
tadi, sangat bagus sekali kak. Terus terang tadi Santi
sempat nangis lho kak, terharu sekali dengan acara
renungan tadi. Padahal Santi biasanya jarang terharu
sampai menangis seperti tadi lho kak”, kata Santi
dengan wajah tersipu malu. Aku tertawa mendengar
perkataannya tadi
“Siapa dulu ketua panitianya ya Kak Taufiq”,
lanjut Santi. Aku lumayan terkejut mendengar
perkataannya ini,”Ah dik Santi bisa saja” jawabku.
Kali ini aku yang tersipu malu. “Benar kak, dari cerita
cerita kakak kakak senior, konsep acara orientasi
mahasiswa baru ini, sebagian besar dirancang oleh
kak Taufiq. Apalagi acara renungan tadi, 100% itu
hasil pemikiran kakak”, kata Santi sambil
memandang kagum kepadaku. Ahh terasa terangkat
diriku mendengar pujian dari adik junior yang manis
ini. Tapi aku harus jaga image lah, nggak boleh
terlihat berbesar hati mendengar pujiannya. Alih alih
berbangga hati, aku malah memilih sikap
merendah,”Ah itu teman teman terlalu berlebihan lah,
kontribusi mereka besar kok. Aku malah hanya
55
sekedar menjadi koordinator tugas mereka saja,”
kataku yang segera disambutnya dengan nada
protes,”Dimana mana komandan kan yang paling
memiliki kontribusi terbesar untuk pembuatan
strategi dan keberhasilan pasukan lho kak,”. Aku
tertawa melihat ekspresi wajahnya. Wah, calon
aktivitas mahasiswa nih, gumamku dalam hati.
“Komandan ..., memang nya ini perang” kataku
dengan nada menggoda. ,”Ahh .. Kak Taufiq bercanda
terus sih”, balasnya dengan nada merajuk.
“Ha..ha..ha.. Iya iya maaf maf ya dik Santi. Sekarang
serius deh”, kataku sambil memperbaiki posisi
dudukku yang sempat bersender pada sebuah pohon.
“Iya kak, Santi juga sudah sering dengar
tentang acara orientasi mahasiswa baru dari kakak
kakak kelas saya di SMA dulu, belum ada yang
acaranya seperti ini” lanjut Santi. “Iya dik Santi,
terima kasih atas apresiasinya terhadap apa yang
kakak kakak panitia lakukan ya” kataku sungguh
sungguh yang lagi lagi disambut dengan senyum
manisnya. Haddeeeuuuhhh .... Sesaat kemudian
kami masing masing terdiam sambil memandang ke
arah panggung saat ada penampilan pentas seni dari
salah dari kelompok mahasiswa baru. Aku kembali
menyenderkan punggungku ke pohon. Tidak saja agar
dapat lebih nyaman melihat pertunjukkan tersebut,
56
akan tetapi juga aku dapat mencuri pandang ke arah
Santi yang duduk tegak agak didepan posisi dudukku.
Kulihat wajah manisnya tampak tersenyum senyum
kecil menyaksikan penampilan komedi di atas
panggung tersebut. Sesekali dia menyibakkan rambut
panjang nya yang tergerai sampai kepunggungnya.
Mungkin pancaran panas dari api unggun yang
terletak cukup dekat dari posisi duduk kami
membuatnya agak kepanasan. Aku sendiri sudah
merasa nyaman dan “adem” cukup dengan
memandang wajah Santi walau hanya dari samping
saja ehheemm .. Cukup lama juga aku memandang
wajahnya yang tersenyum senyum memandang ke
arah panggung. Sampai pada suatu saat tiba tiba
Santi memalingkan pandangannya ke arahku. Panik
aku segera menundukkan pandanganku dan dengan
agak gugup aku segera bertanya padanya untuk
mengalihkan kegugupanku,”Hhmmh .. Santi
kepanasan dekat api unggun disini ya” kataku agak
tergagap. “Enggak kok kak, Santi Cuma mau ngecek
kak Taufik tertidur apa enggak. Kok nggak
kedengaran suaranya he..he”, katanya bercanda
Ooohhh ... bisa bercanda juga ini ternyata ya adik
junior ku yang manis ini. “Ah bisa saja dik Santi, aku
cuma mengantuk sedikit aja kok.. , dik Santi malah
kelihatan menikmati penampilan kelompok itu ya,”
kataku sambil menunjuk ke arah panggung. “Iya kak,
57
bagus itu penampilannya, lucu juga parodi nya”
jawabnya dengan wajah berbinar binar. Aku
mengangguk membenarkan ucapannya
“Oh iya, dik Santi dari jurusan apa ya? Maaf
kakak belum bisa hafal semua adik adik mahasiswa
baru” kataku ingin tahu banget. “Nggak apa apa kak,
orang sibuk seperti kakak pasti banyak yang
dikerjakan. Maklum belum kenal kenal kami ini
he..he..” kata Santi bercanda, kemudian
melanjutkan,”Santi dari jurusan Akuntansi kak”
jawabnya mantap. “Oohh, Santi suka angka angka
ya”, kataku menggodanya. “He..he.. kakak bisa saja.
Ini jurusan saya ambil juga atas saran guru di sekolah
saya waktu mau menentukan jurusan yang saya
ambil untuk program masuk tanpa test” jelas Santi
dengan malu malu. “Wuiiihhh ... ternyata dik Santi
masuk ke sini tanpa test ya, kalah kakak yang harus
ikut test dulu sebelum masuk ke sini”kataku
memujinya. “Ahh biasa saja kok kak, belum terbukti
di sini kok. Beda dengan kak Taufiq yang sampai saat
ini IPK nya sudah termasuk nilai cum laude kan” kata
Santi setengah bertanya. Aku kaget mendengarnya,
kok Santi bisa tahu? “Lhoo .. kok Santi bisa tahu sih?”
tanyaku heran. “Ohh, Santi tahu nya dari kakak
kakak panitia yang lain kok. Lagian kak Taufik kan
terkenal di Fakultas kita ini” jawab Santi sambil
58
tertawa. Aku hanya bisa tertawa mendengarnya,
sambil berkata “Dik Santi bisa saja”.
“Lho, memang nya dulu Santi, SMA nya
dimana?” tanyaku mulai menggali informasi tentang
dirinya. “Oo .. saya dari Jakarta kak” katanya sambil
menyebutkan SMA Negeri yang sangat favorit disana.
“Woow, keren ya sekolahnya. Apalagi masuk kesini
dengan jalur tanpa test, tentu persaingan untuk dapat
jatah itu di SMA dik Santi ketat sekali ya. Dan dik
Santi bisa mendapatkan tiket itu,” kataku dengan
kagum. Tulus ini, bukan modus he..he.. Kali ini
giliran Santi yang tersipu sipu malu. “Ah, biasa saja
kok kak Taufiq” jawabnya pelan. Kulihat terdapat
semu merah di pipi nya yang putih itu.
“Berarti di sini Santi kost ya?” tanyaku lagi.
“Oohh saya tinggal di rumah Bude saya kak”
jawabnya kembali dengan senyum manisnya. “Ohhh
... enak dong ya, masih ada mengurusi disini” kataku
lagi. “Ahh enggak kok kak, saya kuliah keluar kota
kan tujuannya untuk latihan mandiri juga. Tadinya
saya juga mau kost saja, tapi Bude memaksa saya
untuk tinggal di rumah beliau. Ya sudah, akhirnya
saya tinggal di sana kak” jelasnya. Aku mengangguk
anggukan kepalaku mendengar jawabannya tersebut.
“Rumah Bude dimana dik Santi” tanyaku ingin
tahu. Naahh ... kalau ini memang ada modus
59
...sedikiitt . Santi pun segera menyebutkan nama
sebuah perumahaan yang cukup besar di utara kota
yang tidak terlalu jauh dari kampus. “Oohhh ... nggak
terlalu jauh dari kampus ya. Lho, berarti nanti kita
selesai acara jam 10 malam Santi pulang ke rumah
Bude bagaimana?” tanyaku. Nah, kalau ini bolehlah
dituduh sebagai modus wkkk..wkkk ..
“Ohh Santi bawa kendaraan kok kak, jadi
nggak khawatir kalau pulang malam” jawabnya.
“Oohh, ya sudah nanti hati hati saja bawa
kendaraannya ya” kataku yang segera dijawab,”Terima
kasih kak. Kak Taufiq seperti polisi saja ya” kata Santi
dengan nada suara menggoda. Hmmmh .. ternyata
suka melucu juga ya junior yang manis ini, batinku
dalam hati. “Iya dik Santi, nanti aku tilang lho”
jawabku balas menggoda yang disambut tawa kecil
Santi.
“Oh iya kak, ini sudah hampir saatnya
kelompok Santi tampil. Santi ijin ke tempat kumpul
teman teman sekelompok Santi ya kak” ijin Santi. “Iya
dik, semoga sukses ya penampilannya nanti. Hati hati
di jalan, biar tidak kak Taufiq tilang” candaku
padanya yang disambut dengan tawa kecilnya.
Kuperhatikan Santi menjauh dari diriku sampai
hilang ditengah kerumunan mahasiswa baru di
sekitar panggung. Ada sedikit rasa kehilangan dalam
60
diriku. 20 menit bersama Santi tadi menimbulkan
kesan yang cukup dalam pada hatiku
****
Sudah beberapa bulan berselang dari kegiatan
orientasi mahasiswa baru. Semua mahasiswa sudah
sibuk dengan kegiatan masing masing di kampus.
Untuk aktivis kuliah sudah sibuk dengan berbagai
jadwal kuliah dan kunjungan ke perpustakaan. Untuk
aktivis organisasi kampus juga sudah sibuk dengan
berbagai aktivitas kampus, baik yang bersifat
akedemis seperti kegiatan seminar ataupun juga
aktivitas sosial politik seperti kegiatan pemberdayaan
sosial maupun juga peningkatan kesadaran berpolitik
mahasiswa misalnya penyampaian pendapat alias
demonstrasi he..he . Bahkan para aktivis kantin pun
juga sudah berkhidmat pada aktivitasnya dengan
menguasai kantin bahkan pada saat mahasiswa
lainnya sedang berkonsentrasi mendengarkan dosen
memberikan kuliah di ruang kelas wkkkwkkk
Termasuk juga diriku yang dikenal sebagai
aktivis kampus ini juga sudah sibuk dengan berbagai
agenda kegiatan organisasi mahasiswa di tingkat
Fakultas dan Universitas. Walaupun aku juga
berusaha untuk tetap dapat mengikuti jadwal kuliah
yang telah kuambil. Karenanya hari hari ku berjalan
sangat padat dari pagi hari hingga menjelang malam,
61
dan tidak sempat lagi memikirkan hal hal lain diluar
urusan aktivitas kampus dan kuliah. Tapi ada yang
berbeda pada semester ini. Di sela sela waktu yang
padat, dalam relung hatiku masih sering muncul
kenangan atas apa yang terjadi pada saat acara api
unggun saat kegiatan orientasi mahasiswa baru lalu.
Ya, 20 menit mengobrol bersama Santi memang
menimbulkan kesan yang mendalam dalam diriku ..
Melankonis? Eitss jangan langsung
menuduhku seperti itu ya. Oke, aku akui saat itu
memang sedang sendiri ... alias jomblo itu. Tapi
bukan berarti aku belum pernah dekat seorang
perempuan. Saat aku kelas 2 SMP aku sudah dekat
dengan teman perempuanku 1 kelas. Dan walaupun
cinta monyet itu berakhir dalam 1 tahun, dengan
alasan ingin berkonsentrasi menghadapi ujian akhir di
kelas 3, tidak berarti pula berakhir pula hubungannya
dengan teman dekat perempuan. Hal ini kubuktikan
ketika aku kembali dekat dengan teman perempuanku
saat kami sama sama di kelas 2 SMA, walaupun kami
berada di kelas yang berbeda. Memang kemudian
hubungan ini kembali kandas saat kami lulus dan
kami harus berpisah jarak sangat jauh karena teman
dekatku itu melanjutkan pendidikannya ke Amerika
Serikat. Walau saat itu sarana komunikasi sudah
62
cukup tersedia walau belum seperti saat ini, kami
memutuskan hubungan kami secara baik baik
Saat aku di tahun pertama kuliah dan mulai
aktif di kegiatan kampus ini, aku juga menjalin
hubungan dengan teman perempuanku sesama
aktivitas yang berasal dari Fakultas Ilmu Sosial &
Politik. Tapi memang karena karakter yang sama
sama keras, hubungan kami hanya dapat bertahan
selama 1 tahun. Itupun banyak diisi dengan
perbedaan pendapat yang sering kali berakhir dengan
konflik. Bahkan tidak jarang perbedaan pandangan
kami saat rapat di organisasi mahasiswa terbawa
sampai di hubungan pribadi kami. Ya sudahlah,
daripada keretakan hubungan kami merembet pada
hubungan kami di organisasi kampus, kami sepakat
untuk mengakhiri hubungan. Dan walaupun setelah
itu kami masih sering bertemu, tapi dalam diriku
sudah tidak menyisakan rasa sayang pada dirinya,
selain sebagai teman biasa saja.
Walaupun demikian bukan berarti kemudian
aku menutup diriku pada perempuan lain. Tapi
memang belum ada lagi yang bisa mengisi relung
hatiku. Belum ada lagi perempuan yang bisa
membuatku ingin menjadikannya sebagai teman
dekatku. Kalau yang ingin dekat denganku ya ada,
cukup banyak pula. Bukan aku ge er alias gede rasa
63
ya. Tapi mungkin karena citra sebagai aktivis
mahasiswa dengan nilai IPK yang tergolong cumlaude
itu membuatku banyak dikenal seantero Fakultas
Ekonomi, dan bahkan ke Fakultas lain. Apalagi secara
penampilan, yaaa .. aku tergolong di atas rata rata lah
... ehheemm ... Tapi ya itu, belum ada yang
membuatku tertarik. Dan itu berjalan selama 1
tahunan ini sampai aku pada satu kesimpulan bahwa
dunia kampusku selanjutnya akan diisi hanya dengan
aktivitas kampus dan kuliah saja, tidak lebih!
Tapi kehadiran Santi secara tidak terduga itu
sudah memporakporandakan keyakinanku tersebut.
Pertemuan singkat lalu telah meninggalkan kesan
yang tidak bisa kuhapus, walaupun aku sempat
berusaha menghapusnya. Sampai akhirnya aku
menyerah dan mulai mengikuti kata hatiku tersebut.
Sehari hari di kampus aku memang jarang bertemu
dengannya. Selain karena kami berbeda jurusan
sehingga berbeda gedung kuliah walaupun tetap
berada pada satu lokasi yang sama, juga karena
perbedaan kami yang 2 angkatan ini juga memperkecil
peluang kami mengambil mata kuliah yang sama.
Apalagi aku dengan mayoritas nilai A dan hanya
sedikit nilai B sebagai asesoris saja, tidak ada alasan
bagiku untuk mengulang mata kuliah he..he Mungkin
satu satunya jalan ya bertanya dengan teman
64
temanku. Problemnya aku kurang akrab dengan
teman teman angkatan di jurusan Manajemen karena
aku jarang bisa mengobrol panjang dengan mereka.
Bukan karena aku sombong, akan tetapi aku memang
jarang bisa kongkow kongkow di loby jurusan saat
sebelum atau sesudah kuliah. Hal tersebut
disebabkan kesibukanku di organisasi mahasiswa
yang menyebabkanku seringkali hanya bisa mengikuti
kuliah tanpa sempat mengobrol banyak dengan
mereka. Tentu akan terasa aneh jika tiba tiba aku
bertanya informasi tentang adik angkatan apalagi
beda jurusan. Apa kata dunia ...?
Kemungkinannya adalah bertanya dengan
teman di organisasi mahasiswa karena ada beberapa
aku cukup dekat dengan mereka. Persoalannya
mereka semua sudah mengetahui “insiden”
pingsannya Santi dalam pangkuanku saat kegiatan
orientasi mahasiswa baru yang lalu. Pasti mereka
langsung dapat menebak maksudku bertanya tentang
Santi. Walaupun aku cukup yakin mereka dapat
dipercaya untuk tidak menceritakannya pada orang
lain, tetap saja aku tidak percaya diri untuk bertanya.
Ya sudahlah .. aku pasrah saja mengabaikan kata
hatiku sampai saatnya nanti tiba. Entah kapan. Siapa
tahu perasaan itu perlahan akan menghilang seiring
dengan berjalannya waktu.
65
Dan kesempatan itu pun datang beberapa
bulan kemudian. Saat itu fakultasku sedang
mempersiapkan diri untuk mengadakan pemilu
mahasiswa, berupa pemilihan ketua senat mahasiswa
yang baru. Semua mahasiswa yang memenuhi syarat
dipersilahkan untuk mendaftar sebagai kandidat. Dan
setelah memikirkan ya cukup lama, akhirnya aku
memutuskan untuk mendaftar. Pertimbanganku
karena 2,5 tahun aku aktif di Badan Eksekutif
Mahasiswa (BEM) tingkat Fakultas, sebagai organisasi
mahasiswa yang bertugas menjalankan berbagai
kegiatan kemahsiswaan melalui berbagai unit
kegiatannya, aku merasa sudah memiliki kemampuan
untuk memegang pucuk pimpinan Senat Mahasiswa
(SeMa) Fakultas. Iya, Senat Mahasiswa Fakultas yang
berfungsi sebaga perwakilan mahasiswa dan menjadi
pengawas serta Pengatur anggaran untuk semua
kegiatan BEM Fakultas, memang membutuhkan
pemahaman yang sangat baik terhadap fungsi BEM.
Karenanya, dengan didukung oleh banyak temanku di
BEM Fakultas dan teman temanku dari jurusan
manajemen, aku memberanikan diri untuk maju
dalam pemilihan ini
Selain diriku, ada 2 orang temanku yang sama
sama aktif di organisasi mahasiswa yang juga
mengajukan diri. Berarti akan ada persaingan ketat
66
untuk merebut hati mahasiswa di fakultasku untuk
memilih kandidat yang disukai. Untuk itu, masing
masing kandidat perlu membuat program kerja yang
menarik hati mereka. Akupun segera membentuk tim
pemenangan untuk merancang program kerja serta
teknik kampanye yang tepat. Panitia pemilihan
memang sudah menjadwalkan jadwal kampanye dan
debat program untuk setiap kandidat
Tim Pemenanganku pun segera bekerja.
Kegiatan kampanye pun segera di rancang untuk
dilakukan di setiap jurusan yang ada di fakultasku,
tidak terkecuali jurusan Akuntansi. Sempat terbersit
harapanku bahwa aku bisa bertemu dengan Santi
pada acara tersebut. Tapi segera kutepis, tidak
mungkin dia datang. Apalagi Rudi sebagai salah satu
kandidat yang berasal dari jurusan Akuntansi, pasti
akan memobilisasi dukungan dari mahasiswa baru
seperti Santi. Tapi ya sudahlah, aku fokus saja pada
program kerja ku dan sosialisasinya lewat kegiatan
kampanye
Dan masa kampanye pun tiba. Aku dan
seluruh tim pemenangan fokus untuk memberikan
yang terbaik untuk dapat meyakinkan para calon
pemilih. Semua kegiatan kampanye kami lakukan
dengan serius tapi juga santai untuk menumbuhkan
67
citra fun dan menyenangkan, termasuk juga saat
kami melakukannya di jurusan Akuntansi.
Di luar dugaan kami, ternyata para
pendukungku yang berasal dari jurusan ini sangat
banyak. Ruangan kuliah besar yang dijadikan sebagai
ruang kampanye hampir tidak bisa menampung
pendukungku yang hadir. Surprised juga kami
dibuatnya. Hal inilah yang secara psikologis
mendorongku untuk semakin semangat dan berapi
api memaparkan semua program kerjaku. Demikian
pula saat sesi tanya jawab, juga berlangsung dengan
sangat dinamis dan aku juga sangat antusias
menjawab semua pertanyaan yang ditanyakan para
pendukung, sampai acara kampanye tersebut selesai
jadwal sesuai dengan ditetapkan oleh Panitia
Pemilihan. Sesaat setelah kampanye ditutup dan para
pendukung kami sudah meninggalkan ruangan, aku
dan seluruh Tim Pemenangan larut dalam perasaan
yang sangat bahagia atas apa yang kami peroleh hari
itu. Dan setelah melakukan evaluasi kecil, kami pun
bersiap untuk meninggalkan ruangan.
Sesaat aku berjalan menjauhi ruangan
kampanye, tiba tiba kudengar sapaan dari suara
lembut yang sangat kukenal,”Selamat kampanyenya
tadi sukses ya kak Taufiq”. Segera kuhentikan
langkahku dan mengalihkan pandanganku ke arah
68
sumber suara. Saat itulah pandanganku mengarah
pada wajah manis yang selama ini kurindukan. Ya ...
Santi .
“Eh..... dik Santi, apa kabar. Tadi juga hadir di
acara kampanye kan?, “ kataku agak grogi sambil
mengulurkan tangan untuk menyalaminya. Santi
segera membalas uluran tanganku sambil
berkata,”Pasti dong kak, Santi dan teman teman kan
pendukung berat kak Taufiq” jawabnya sambil
tersenyum lebar, senyum manis yang selama ini
kurindukan. “Lho kan ada kak Rudi, kenapa pilih
kakak,” tanyaku lagi ingin tahu bangett .. Santi pun
segera menjawab,”Kami kan tidak memilih
berdasarkan kesamaan jurusan kak. Tapi
berdasarkan kemampuan dan juga prestasi selama
ini, selain dari program program kerja yang
ditawarkan. Pengalaman kami mahasiswa baru dalam
program orientasi yang lalu kan juga telah
menunjukkan bagaimana kualitas kak Taufiq” jelas
Santi dengan wajah yang berbinar binar. Wah benar
benar merasa tersanjung aku mendengarnya.
Sebelum aku sempat berkomentar, Santi
melanjutkan perkataannya,”Apalagi dengan Santi,
Santi kan punya pengalaman khusus dengan kak
Taufiq” lanjut Santi dengan nada malu malu diiringi
dengan semburat merah di wajahnya
69
Degggg ... Jantungku serasa berhenti berdetak
mendengar pengakuan Santi tersebut. Segera dengan
lembut kutarik tangannya untuk duduk di kursi yang
terletak di dekat tempat kami berdiri. “Duduk yuk dik
Santi, nggak enak ngobrolnya sambil berdiri” pintaku
lembut. Dengan tetap tersipu Santi pun duduk dikursi
bersebelahan denganku. “Maaf ya kak Taufiq,
perkataan Santi terakhir itu bercanda aja kok, nggak
ada maksud apa apa. Jangan tersinggung ya kak”
kata Santi dengan wajah penuh harap. “Enggak ada
yang perlu dimaafkan kok, kakak nggak tersinggung
kok. Kenapa pula kak Taufiq harus tersinggung,”
jawabku menenangkannya. Kulihat ada raut kelegaan
pada wajahnya.
Kemudian aku melanjutkan,”Kak Taufiq malah
senang kok kita bisa bertemu seperti itu, apalagi saat
kita ngobrol berdua saat acara api unggun lalu. Kalau
dik Santi berkenan, kakak ingin kita bisa mengobrol
lagi seperti dulu lagi” kataku perlahan. Kulihat
wajahnya agak bersemu merah dan berusaha
menjawab pernyataannku, sebelum tiba tiba terdengar
suara teriakan dari kejauhan,”Taufiq, kita jadi nggak
rapat buat persiapan acara debat minggu depan?”
Kulihat ke arah sumber suara, Randy yang adalah
ketua tim Pemenanganku berdiri menunggu jawabku.
Haaaaddeeeeuhhh ... nggak bisa melihat orang senang
70
apa gerutuku dalam hati. Tapi dia nggak salah juga
sih, kami memang ada jadwal rapat untuk persiapan
acara debat kandidat minggu depan. Hmmmmhhh ...
ya sudah, aku harus komitmen dengan jadwal yang
telah ditetapkan. “Jadi kok Randy, sebentar lagi aku
ke sana ya” jawabku setengah berteriak. Segera
kupalingkan wajahku ke arah Santi sambil berkata
,”Huh ada ada saja. Maaf ya dik Santi, kakak harus
rapat. Nanti lain waktu kita ngobrol lagi yang lama.
Oh iya, mungkin sementara kita bisa ngobrol di
telepon dulu. Kalau boleh kakak tahu, dik Santi bisa
tulis nomor handphone dan pin Blackberry
Messengger nya Santi ya,” kataku penuh harap sambil
menyodorkan buku agendaku dan bolpoin. Kali ini
aku tidak mau kehilangan kontak lagi dengan Santi.
Santi segera mengambil buku agendaku sambil
berkata,”Boleh dong kak, ini Santi tulis ya” katanya
sambil tersenyum manis. “Alhamdulillah” jawabku
dengan rasa syukur. Segera setelah aku menerima
kembali buku agendaku, aku pamit pada Santi sambil
berpesan agar dapat datang saat aku melakukan
debat kandidat nanti. Santi pun segera menyanggupi,
lagi lagi sambil tersenyum manis. Akupun segera
berjalan ke ruang rapat dengan langkah yang sangat
ringan serasa melayang di atas awan
****
71
Sampailah pada puncak kegiatan sosialisasi
program kerja pada pemilihan ketua senat mahasiswa
di fakultasku, berupa kegiatan debat kandidat. Dalam
kegiatan ini seluruh kandidat akan berdebat
berdasarkan berbagai pertanyaan yang akan diberikan
oleh panelis, yang diselenggarakan secara terbuka di
gedung auditorium Fakultas dan dapat dihadiri oleh
seluruh mahasiswa di fakultasku. Kegiatan ini juga
akan menjadi ajang pembuktian, apakah program
kerja yang dilakukan oleh masing masing kandidat
adalah gagasan konkrit yang dapat diterapkan, atau
sekedar pepasan kosong yang terdengar Indah tapi
tiada makna. Karenanya, semua kandidat
mempersiapkan diri sebaik mungkin dengan menggali
informasi sebanyak banyaknya dari calon pemilih
kami mengenai harapan mereka kepada kami jika
kelak kami terpilih.
Tidak terkecuali padaku. Dengan dibantu oleh
seluruh tim Pemenanganku, kami bergerilya mencari
informasi tersebut, sekaligus untuk memperoleh
dukungan mereka. Hal ini kami lakukan sejak awal
masa kampanye, dan makin meningkat sejak sesi
kampanye kami terakhir di minggu lalu, saat aku
bertemu kembali dengan Santi setelah terpisah
beberapa bulan ini .. ehheemm ...
72
Disela sela persiapan acara debat kandidat ini,
aku menyempatkan diri untuk menyambung
komunikasi kembali dengan Santi. Tidak bertemu
langsung memang, lebih banyak melalui Blackberry
Masangger (BBM) di perangkat telepon pintar alias
smartphone masing masing. Sesekali saja menelepon,
secara pulsaku juga agak tipis karena banyak terpakai
untuk keperluan pemilihan he..he.. Topik
pembicaraan kami memang masih bersifat umum,
belum ada yang “menjurus” ke hal yang lebih dekat.
Paling banyak mengenai persiapan acara debat
kandidat. Aku banyak mendapat sudut pandang
mahasiswa baru dari pembicaraan BBM kami
tersebut. Lumayan membantulah untuk menperkaya
pengetahuan mengenai harapan dan keinginan
pemilih terhadap para kandidat. Lagi pula saat ini aku
belum mau berpikir hal hal selain urusan pemilihan
ini. Nanti sajalah setelah pemilihan, apapun hasilnya,
baru aku bisa berfikir mengenai hal hal lainnya.
Dan sampailah pada D-Day nya, hari
pelaksanaan ajang debat kandidat. Pada waktu yang
sudah ditetapkan, 3 kandidat sudah siap di mimbar
masing masing di atas panggung aula. Kami berdiri
menghadapi tim panelis yang duduk di depan kami
dan sudah siap dengan pertanyaannya. Tepat jam 9
acara dimulai dengan diiringi gemuruh para
73
pendukung masing masing yang juga sudah siap di
aula fakultas lengkap dengan berbagai atributnya
tersebut. Acara pun mengalir selama sekitar 3 jam.
Berbagai pertanyaan panelis yang dibalas dengan
berbagai argumen para kandidat pun silih berganti
mengisi ruang aula yang luas tersebut, dengan
sesekali diiringi dengan gemuruh dukungan para
pendukung kami dengan segala yel yel kreatif mereka.
Dan tepat di tengah hari yang sangat terik, acara
debat kandidat pun berakhir.
Tidak seperti ujian akhir semester yang
menghendaki jawaban benar, pada ajang ini semua
jawaban kandidat tidak ada yang benar dan tidak ada
pula yang salah. Yang ada apakah semua jawaban
kami tadi dapat memenuhi harapan para calon
pemilih kami atau tidak. Dan hal itu hanya akan kami
ketahui 2 hari lagi, saat acara pamungkas, yaitu saat
pemilihan suara dilaksanakan. Siapa kandidat yang
akan terpilih, dia lah yang mempunyai jawaban paling
benar dibandingkan kandidat lainnya
Itulah yang kemudian terjadi. Pada hari
pemilihan suara, semua mahasiswa di Fakultas
Ekonomi memberikan suara di beberapa tempat
pemungutan suara di masing masing jurusan dengan
mekanisme yang telah ditetapkan. Menjelang tengah
hari, pemungutan suara pun berakhir. Setelah semua
74
kotak suara dikumpulkan di aula fakultas, dimulailah
proses penghitungan suara oleh Panitia Pemilihan.
Sesuai mekanisme penghitungan suara, kandidat
dengan perolehan suara tertinggi secara otomatis
akan menjadi ketua senat mahasiswa Fakultas
Ekonomi terpilih. Kejar mengejar suara antar kandidat
pun dimulai, diiringi dengan sorak sorai para
pendukung setiap nama kandidat yang didukungnya
disebut memperoleh suara. Para kandidat dan tim
pemenangan nya pun memantau proses perhitungan
suara tersebut didalam aula dengan harap harap
cemas. Tidak terkecuali pada tim Pemenanganku
dengan wajah tegangnya.
Aku sendiri sebenarnya lebih nothing loose
saja, jika terpilih ya aku akan mengucapkan
Alhamdulillah dan akan menjalankan amanah yang
diterima. Kalaupun tidak terpilih ya aku akan siap
membantu kandidat terpilih jika diminta berada
dalam struktur Senat Mahasiswa Fakultas. Kalaupun
tidak ya aku akan meneruskan kontribusi di Badan
Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas. Karenanya,
merasa udara di aula terasa sangat panas karena
penuhnya aula, maka aku memutuskan untuk keluar
aula untuk membeli minuman dalam kemasan dingin
yang ada di Refrigerator kantin. Segera kuterima
minuman dingin, segera kuminum sambil duduk di
75
kursi kantin sambil menyambut sapaan teman
temanku yang kebetulan datang ke kantin. Setelah
tetes terakhir dalam botol minuman itu habis kuteguk
dan membuangnya ke tempat sampah yang tersedia,
kuputuskan untuk kembali ke aula untuk mengetahui
hasil perhitungan suara.
Sesampainya di pintu aula, sayup sayup
kudengar proses perhitungan suara masih
berlangsung. Segera kuputuskan untuk memasuki
aula. Sesaat aku berada dalam aula, pecah aula
dengan gemuruh suara yang bersahut sahutan.
Belum sempat aku berfikir apa yang terjadi, tiba tiba
tubuhku sudah diangkat oleh banyak orang
didekatku. Sempat panik sebelum akhirnya aku
menyadari apa yang terjadi. Kulihat mereka membawa
atribut dukungan kepadaku dan menyanyikan lagu
“We are the Champion” nya Queen. Alhamdulillah,
walaupun perhitungan suara belum selesai, tapi
kemungkinan suara ku sudah mencapai 50%+1,
sehingga tidak mungkin lagi terkejar oleh 2 kandidat
lainnya. Setelah para pendukungku puas meluapkan
rasa gembiranya, mereka menurunkanku di dekat tim
Pemenanganku, yang segera memelukku dengan
bahagia. Tapi ini khusus tim Pemenanganku yang laki
laki saja ya, yang perempuan ya hanya menyalamiku
saja he..he.. Andi dan Rudi sebagai kandidat lainnya
76
pun segera mengucapkan selamat kepadaku. Kami
pun berpelukan, dan segera hilanglah aura
persaingan diantara kami, digantikan dengan
semangat untuk bekerja sama nantinya.
Dan setelah penghitungan suara selesai
dilakukan, dan semua saksi dari tim pemenangan
masing masing kandidat membutuhkan tanda tangan
sebagai tanda menerima hasil penghitungan suara,
aku segera dibawa oleh tim Pemenanganku ke posko
kami di lobi jurusan manajemen. Di sana kami
disambut dengan meriah oleh teman temanku yang
ada di sana, menyambut kemenangan telakku dengan
perolehan suara 60% itu. Cukup lama juga kami
berada suasana eforia itu, sampai Randy mengajakku
untuk mendiskusikan langkah lanjut setelah
kemenangan ini. Hal terdekat yang harus dilakukan
adalah pembentukan susunan pengurus dan
pelantikan oleh pihak Fakultas. Karenanya aku harus
berkoordinasi dengan Pembantu Dekan bidang
Kemahasiswaan dan pihak pihak lainnya. Kalau
dariku sih, akan mengajukan agar Andi dan Rudi juga
dimasukan dalam susunan pengurus yang akan
dibentuk, jika mereka bersedia. Selanjutnya, ya mulai
bekerja dan merealisasikan program program ku yang
sudah diterima oleh sebagian besar teman teman
mahasiswa itu.
77
Tak terasa sore telah menjelang ketika kami
mengakhiri diskusi dan memutuskan untuk pulang ke
rumah masing masing. Sambil berjalan menuju
parkiran motor, aku melihat telepon pintar ku untuk
melihat pesan BBM yang masuk. Sangat banyak
pesan yang masuk dan aku segera scrolling inbox
untuk melihat siapa saja yang mengirimkan pesan,
sampai pandanganku berhenti pada pesan dengan
profile picture dengan wajah manis yang sangat
kukenal. Ya, wajah Santi.
Segera kulihat pesan yang dikirim olehnya,
dan kubaca pesan indah darinya : “Kak Taufiq,
selamat atas amanah yang diterima sebagai Ketua
Senat Mahasiswa Fakultas ya. Semoga dapat
mengemban amanah dengan sebaik baiknya. Salam
dari adik mu, Santi”. Jleb.. kalimat terakhir pesan itu
sangat dalam sekaligus multi tafsir. Segera kucari
nomor teleponnya di phone book telepon pintar ku
dan segera kutelepon. Sesaat terdengar nada tunggu
dari telepon pintar nya sebelum kemudian terdengar
suara lembut, “Hallo Kak Taufiq, selamat ya atas
menjadi pilihan utama mahasiswa Fakultas Ekonomi
untuk dapat membawa aspirasi kami,” jawab Santi
dengan tawa renyah. “Alhamdulillah dik Santi, doakan
kak Taufiq untuk dapat menjalankan amanah dengan
baik ya” kata ku yang segera di Amin kan oleh Santi
78
“Eh iya Santi sudah di rumah Bude sekarang?”
tanyaku yang segera dijawabnya,”Iya kak, ini juga
baru sampai. Tadi sehabis selesai perhitungan suara,
Santi ada kuliah sampai sore. Kak Taufik dimana
sekarang” Santi balik bertanya,”Mmmhhh, masih di
kampus kok. Tadi rapat dulu dengan Randy dan tim
yang lain membahas pembentukan pengurus dan
pelantikan minggu depan. Ini juga baru mau pulang
kok” jawabku yang segera dibalas olehnya,”Ooh kalau
begitu hati hati saja ya bawa sepeda motor nya ya
kak. Jangan ngebut ngebut,” pesannya sambil tertawa
renyah. “Hhmmh ... terima kasih ya dik Santi,”
jawabku singkat. Mendadak aku terfikir sesuatu yang
segera aku utarakan kepadanya,” Hmmmhh ... Santi
besok siang ada kuliah nggak” kataku memberanikan
diri untuk bertanya. Pertanyaan yang langsung
dijawabnya,”Ada kak, besok kuliah pagi jam 9.30 –
12.00 dan kuliah siang jam 15.00 – 17.30 Memangnya
kenapa kak?” tanyanya ingin tahu. “Mmmhhh ...
kalau aku ajak makan siang di luar kampus, dik Santi
bersedia. Ya sebagai rasa terima kasih kak Taufik atas
dukungan dik Santi sekaligus sebagai syukuran lah
atas apa yang sudah kak Taufik raih barusan” kataku
dengan hati hati. Sejenak tidak ada suara diseberang
telepon, yang membuatku bertanya tanya dalam hati.
“Hhmmmhh ... memangnya tidak apa apa kak?”
kudengar Santi bertanya balik dengan nada ragu.
79
“Lho, memangnya kenapa dik Santi” jawabku cepat.
“Hhmmmh .... Kak Taufik kan tokoh mahasiswa di
Fakultas, apalagi saat ini sudah terpilih menjadi ketua
senat mahasiswa. Apalah Santi dibanding kak Taufiq,
sampai diajak makan siang oleh kakak” balasnya
pelan. “Hahaha .... justru kakak yang mendapatkan
kehormatan jika dik Santi mau meluangkan waktu
untuk makan siang dengan kakak” kataku sambil
tertawa lebar. Kudengar juga suara tertawa Santi
dibalik telepon. “Baik kak, Santi bersedia kalau kakak
tidak berkeberatan” kudengar suara Santi dengan
nada suara lega.”Ya pasti kak Taufik nggak
keberatanlah, bahkan kakak merasa senang. Besok
jam 12 kakak telepon ya. Ya udah, kak Taufiq jalan
dulu ya, selamat istirahat ya dik Santi”, kataku sambil
menutup telepon. Tak lama kemudian aku sudah
mengendarai motor sport ku meninggalkan halaman
Fakultas.
****
Waktu di jam tanganku sudah menunjukkan
jam 12 siang. Santi pasti sudah selesai kuliah.
Saatnya untuk meneleponnya. Belum sempat aku
mengambil telpon pintar di kantong, ternyata Santi
sudah menelepon duluan. “Halo dik Santi, baru kakak
mau telepon”, sapaku ramah. “Iya kak Taufiq, ini juga
Santi baru selesai kuliah kok” balas Santi tak kalah
80
ramah. “Ya udah, Santi lagi mau makan siang apa
nih, nanti kakak pilihan tempat yang paling enak”
kataku menawarkan. “Hmmh .. terserah kakak saja,
Santi nggak pilih pilih kalau makan kok kak”, balas
Santi cepat. “Hahaha ... kok malah dibalikin ke kakak
sih ... ya udah, dik Santi lagi pingin Western Food,
Chinesse Food, atau malah Indonesia Food deh,”
tanyaku memberi alternatif. “Hehehe ... Indonesia food
saja kak” jawabnya sambil tertawa kecil. “Oke, aku
susul ke ruang kuliah dik Santi ya” balasku cepat
“Emmmhh, maaf kak Taufiq, kalau kita pergi
makannya pakai mobil Santi saja nggak apa apa ya
kak” tanya Santi ragu ragu. “Nggak apa apa kok Santi,
cuaca siang ini memang panas sekali kalau naik
motor” jawabku cepat. “Hhmmhh .. bukan masalah itu
kak. Santi sebetulnya nggak masalah kok kalau naik
motor. Tapi Santi malu kak kalau ada teman teman
yang lihat Santi dibonceng kakak. Nanti mereka
berfikir macam macam lagi. Apalagi kak Taufik kan
public figure di sini, ketua Senat Mahasiswa lagi.
Nggak apa apa ya kak?” pintanya penuh harap.
Ooohh, aku maklum dengan alasan itu. “Nggak apa
apa dik Santi, kak Taufiq paham kok. Ya udah, kita
langsung ketemu di parkiran mobil ya” kataku.
“Terima kasih ya kak. Iya, kita langsung ketemu di
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso

More Related Content

Similar to Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso

Social magazine
Social magazineSocial magazine
Social magazine
03bmai
 
Antologi cerpen-klab-menulis
Antologi cerpen-klab-menulisAntologi cerpen-klab-menulis
Antologi cerpen-klab-menulis
indi rahmayani
 
Laporan KKN (Ainun Sa'diyah)
 Laporan KKN  (Ainun Sa'diyah) Laporan KKN  (Ainun Sa'diyah)
Laporan KKN (Ainun Sa'diyah)
AinunSadiyah1
 
Memimpikannya percaya terjadi
Memimpikannya percaya terjadiMemimpikannya percaya terjadi
Memimpikannya percaya terjadi
AFif RvGs
 
Laporan Akhir KKN QURRATA A`YUN
Laporan Akhir KKN QURRATA A`YUNLaporan Akhir KKN QURRATA A`YUN
Laporan Akhir KKN QURRATA A`YUN
QurrataAyun16
 
Laporan kkn lukman_selesai[1]
Laporan kkn lukman_selesai[1]Laporan kkn lukman_selesai[1]
Laporan kkn lukman_selesai[1]
omixkimaw
 
KKN UNUSIDA BERDAYA 2020 DESA DAMARSI
KKN UNUSIDA BERDAYA 2020 DESA DAMARSIKKN UNUSIDA BERDAYA 2020 DESA DAMARSI
KKN UNUSIDA BERDAYA 2020 DESA DAMARSI
Mochammad Rifqi Haris
 
Laporan Akhir KKN UNUSIDA BERDAYA Tahun 2020-Lailatur Rohmah-Akuntansi-C24170010
Laporan Akhir KKN UNUSIDA BERDAYA Tahun 2020-Lailatur Rohmah-Akuntansi-C24170010Laporan Akhir KKN UNUSIDA BERDAYA Tahun 2020-Lailatur Rohmah-Akuntansi-C24170010
Laporan Akhir KKN UNUSIDA BERDAYA Tahun 2020-Lailatur Rohmah-Akuntansi-C24170010
LailaturRohmah5
 
Bahasa indonesia (b)
Bahasa indonesia (b)Bahasa indonesia (b)
Bahasa indonesia (b)iruldarken06
 
Proposal RAMES (Reuni Alumni Mahasiswa El rahma Satria ) Purwokerto 2009
Proposal RAMES (Reuni Alumni Mahasiswa El rahma Satria ) Purwokerto 2009Proposal RAMES (Reuni Alumni Mahasiswa El rahma Satria ) Purwokerto 2009
Proposal RAMES (Reuni Alumni Mahasiswa El rahma Satria ) Purwokerto 2009
Enie SiiBontot Dicinta
 
Kkn unusida berdaya 2020 desa damarsi
Kkn unusida berdaya 2020 desa damarsiKkn unusida berdaya 2020 desa damarsi
Kkn unusida berdaya 2020 desa damarsi
Ukhies Ukhies
 
Laporan kkn 2021 ella nur f c24180013_akuntansi2018
Laporan kkn 2021 ella nur f c24180013_akuntansi2018Laporan kkn 2021 ella nur f c24180013_akuntansi2018
Laporan kkn 2021 ella nur f c24180013_akuntansi2018
EllaNurFadhila
 
Laporan KKN Unusida Berdaya Desa Lajuk Kecamatan Porong
Laporan KKN Unusida Berdaya Desa Lajuk  Kecamatan PorongLaporan KKN Unusida Berdaya Desa Lajuk  Kecamatan Porong
Laporan KKN Unusida Berdaya Desa Lajuk Kecamatan Porong
AhmadRizal103
 
Laporan akhir kkn sherly wulan sahi yunita
Laporan akhir kkn sherly wulan sahi yunitaLaporan akhir kkn sherly wulan sahi yunita
Laporan akhir kkn sherly wulan sahi yunita
SherdyoAP
 
Laporan Akhir KKN UNUSIDA BERDAYA 2020
Laporan Akhir KKN UNUSIDA BERDAYA 2020Laporan Akhir KKN UNUSIDA BERDAYA 2020
Laporan Akhir KKN UNUSIDA BERDAYA 2020
faizahrohmah1
 
The Coconut Principles: Prinsip sederhana menciptakan solusi di kantor kita (...
The Coconut Principles: Prinsip sederhana menciptakan solusi di kantor kita (...The Coconut Principles: Prinsip sederhana menciptakan solusi di kantor kita (...
The Coconut Principles: Prinsip sederhana menciptakan solusi di kantor kita (...
Gede Manggala
 
LAPORAN KKN UNUSIDA DESA KAJEKSAN
LAPORAN KKN UNUSIDA DESA KAJEKSANLAPORAN KKN UNUSIDA DESA KAJEKSAN
LAPORAN KKN UNUSIDA DESA KAJEKSAN
FaridatulHasanah4
 
History Juli 2019
History Juli 2019History Juli 2019
History Juli 2019
turchammedia
 
Laporan Akhir KKN UNUSIDA 2021 (As'ad Nasrulloh)
Laporan Akhir KKN UNUSIDA 2021 (As'ad Nasrulloh)Laporan Akhir KKN UNUSIDA 2021 (As'ad Nasrulloh)
Laporan Akhir KKN UNUSIDA 2021 (As'ad Nasrulloh)
omixkimaw
 

Similar to Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso (20)

Social magazine
Social magazineSocial magazine
Social magazine
 
Antologi cerpen-klab-menulis
Antologi cerpen-klab-menulisAntologi cerpen-klab-menulis
Antologi cerpen-klab-menulis
 
Laporan KKN (Ainun Sa'diyah)
 Laporan KKN  (Ainun Sa'diyah) Laporan KKN  (Ainun Sa'diyah)
Laporan KKN (Ainun Sa'diyah)
 
Memimpikannya percaya terjadi
Memimpikannya percaya terjadiMemimpikannya percaya terjadi
Memimpikannya percaya terjadi
 
Laporan Akhir KKN QURRATA A`YUN
Laporan Akhir KKN QURRATA A`YUNLaporan Akhir KKN QURRATA A`YUN
Laporan Akhir KKN QURRATA A`YUN
 
Laporan kkn lukman_selesai[1]
Laporan kkn lukman_selesai[1]Laporan kkn lukman_selesai[1]
Laporan kkn lukman_selesai[1]
 
KKN UNUSIDA BERDAYA 2020 DESA DAMARSI
KKN UNUSIDA BERDAYA 2020 DESA DAMARSIKKN UNUSIDA BERDAYA 2020 DESA DAMARSI
KKN UNUSIDA BERDAYA 2020 DESA DAMARSI
 
Laporan Akhir KKN UNUSIDA BERDAYA Tahun 2020-Lailatur Rohmah-Akuntansi-C24170010
Laporan Akhir KKN UNUSIDA BERDAYA Tahun 2020-Lailatur Rohmah-Akuntansi-C24170010Laporan Akhir KKN UNUSIDA BERDAYA Tahun 2020-Lailatur Rohmah-Akuntansi-C24170010
Laporan Akhir KKN UNUSIDA BERDAYA Tahun 2020-Lailatur Rohmah-Akuntansi-C24170010
 
Bahasa indonesia (b)
Bahasa indonesia (b)Bahasa indonesia (b)
Bahasa indonesia (b)
 
Proposal RAMES (Reuni Alumni Mahasiswa El rahma Satria ) Purwokerto 2009
Proposal RAMES (Reuni Alumni Mahasiswa El rahma Satria ) Purwokerto 2009Proposal RAMES (Reuni Alumni Mahasiswa El rahma Satria ) Purwokerto 2009
Proposal RAMES (Reuni Alumni Mahasiswa El rahma Satria ) Purwokerto 2009
 
Kkn unusida berdaya 2020 desa damarsi
Kkn unusida berdaya 2020 desa damarsiKkn unusida berdaya 2020 desa damarsi
Kkn unusida berdaya 2020 desa damarsi
 
Laporan kkn 2021 ella nur f c24180013_akuntansi2018
Laporan kkn 2021 ella nur f c24180013_akuntansi2018Laporan kkn 2021 ella nur f c24180013_akuntansi2018
Laporan kkn 2021 ella nur f c24180013_akuntansi2018
 
Laporan KKN Unusida Berdaya Desa Lajuk Kecamatan Porong
Laporan KKN Unusida Berdaya Desa Lajuk  Kecamatan PorongLaporan KKN Unusida Berdaya Desa Lajuk  Kecamatan Porong
Laporan KKN Unusida Berdaya Desa Lajuk Kecamatan Porong
 
Laporan akhir kkn sherly wulan sahi yunita
Laporan akhir kkn sherly wulan sahi yunitaLaporan akhir kkn sherly wulan sahi yunita
Laporan akhir kkn sherly wulan sahi yunita
 
Laporan Akhir KKN UNUSIDA BERDAYA 2020
Laporan Akhir KKN UNUSIDA BERDAYA 2020Laporan Akhir KKN UNUSIDA BERDAYA 2020
Laporan Akhir KKN UNUSIDA BERDAYA 2020
 
Buletin SYF #4
Buletin SYF #4Buletin SYF #4
Buletin SYF #4
 
The Coconut Principles: Prinsip sederhana menciptakan solusi di kantor kita (...
The Coconut Principles: Prinsip sederhana menciptakan solusi di kantor kita (...The Coconut Principles: Prinsip sederhana menciptakan solusi di kantor kita (...
The Coconut Principles: Prinsip sederhana menciptakan solusi di kantor kita (...
 
LAPORAN KKN UNUSIDA DESA KAJEKSAN
LAPORAN KKN UNUSIDA DESA KAJEKSANLAPORAN KKN UNUSIDA DESA KAJEKSAN
LAPORAN KKN UNUSIDA DESA KAJEKSAN
 
History Juli 2019
History Juli 2019History Juli 2019
History Juli 2019
 
Laporan Akhir KKN UNUSIDA 2021 (As'ad Nasrulloh)
Laporan Akhir KKN UNUSIDA 2021 (As'ad Nasrulloh)Laporan Akhir KKN UNUSIDA 2021 (As'ad Nasrulloh)
Laporan Akhir KKN UNUSIDA 2021 (As'ad Nasrulloh)
 

More from Dwi Hertyanto Santoso

Branding Mistakes - Final.pdf
Branding Mistakes - Final.pdfBranding Mistakes - Final.pdf
Branding Mistakes - Final.pdf
Dwi Hertyanto Santoso
 
Novel - Merawat Takdir Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Merawat Takdir Cinta by Dwi H SantosoNovel - Merawat Takdir Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Merawat Takdir Cinta by Dwi H Santoso
Dwi Hertyanto Santoso
 
Novel - Setengah Abad by Dwi H Santoso
Novel - Setengah Abad by Dwi H SantosoNovel - Setengah Abad by Dwi H Santoso
Novel - Setengah Abad by Dwi H Santoso
Dwi Hertyanto Santoso
 
Novel - Semua Bisa Kena : Kisah Penyintas Serangan Jantung by Dwi H Santoso
Novel - Semua Bisa Kena : Kisah Penyintas Serangan Jantung by Dwi H SantosoNovel - Semua Bisa Kena : Kisah Penyintas Serangan Jantung by Dwi H Santoso
Novel - Semua Bisa Kena : Kisah Penyintas Serangan Jantung by Dwi H Santoso
Dwi Hertyanto Santoso
 
Buku - Trade & Shopper Marketing : Sebuah Perspektif by Dwi H Santoso
Buku - Trade & Shopper Marketing : Sebuah Perspektif  by Dwi H SantosoBuku - Trade & Shopper Marketing : Sebuah Perspektif  by Dwi H Santoso
Buku - Trade & Shopper Marketing : Sebuah Perspektif by Dwi H Santoso
Dwi Hertyanto Santoso
 
Buku - #BFNBC Branding For Non Branding Company by Dwi H Santoso
Buku - #BFNBC Branding For Non Branding Company by Dwi H SantosoBuku - #BFNBC Branding For Non Branding Company by Dwi H Santoso
Buku - #BFNBC Branding For Non Branding Company by Dwi H Santoso
Dwi Hertyanto Santoso
 
Buku - Bosque Otoriter by Dwi H Santoso
Buku - Bosque Otoriter by Dwi H SantosoBuku - Bosque Otoriter by Dwi H Santoso
Buku - Bosque Otoriter by Dwi H Santoso
Dwi Hertyanto Santoso
 
Novel - Citaku Berawal dari Pesantren by Dwi H Santoso
Novel - Citaku Berawal dari Pesantren by Dwi H SantosoNovel - Citaku Berawal dari Pesantren by Dwi H Santoso
Novel - Citaku Berawal dari Pesantren by Dwi H Santoso
Dwi Hertyanto Santoso
 
Rasa yang tertinggal
Rasa yang tertinggalRasa yang tertinggal
Rasa yang tertinggal
Dwi Hertyanto Santoso
 
Marketing saat Krisis : Dampak & Solusi
Marketing saat Krisis : Dampak & SolusiMarketing saat Krisis : Dampak & Solusi
Marketing saat Krisis : Dampak & Solusi
Dwi Hertyanto Santoso
 
Kembangkan Layar Arungi Asa : Strategi MArketing untuk UMKM
Kembangkan Layar Arungi Asa : Strategi MArketing untuk UMKMKembangkan Layar Arungi Asa : Strategi MArketing untuk UMKM
Kembangkan Layar Arungi Asa : Strategi MArketing untuk UMKM
Dwi Hertyanto Santoso
 
Marketing di New Normal : Strategi & Taktik Melewati Badai
Marketing di New Normal : Strategi & Taktik Melewati BadaiMarketing di New Normal : Strategi & Taktik Melewati Badai
Marketing di New Normal : Strategi & Taktik Melewati Badai
Dwi Hertyanto Santoso
 

More from Dwi Hertyanto Santoso (12)

Branding Mistakes - Final.pdf
Branding Mistakes - Final.pdfBranding Mistakes - Final.pdf
Branding Mistakes - Final.pdf
 
Novel - Merawat Takdir Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Merawat Takdir Cinta by Dwi H SantosoNovel - Merawat Takdir Cinta by Dwi H Santoso
Novel - Merawat Takdir Cinta by Dwi H Santoso
 
Novel - Setengah Abad by Dwi H Santoso
Novel - Setengah Abad by Dwi H SantosoNovel - Setengah Abad by Dwi H Santoso
Novel - Setengah Abad by Dwi H Santoso
 
Novel - Semua Bisa Kena : Kisah Penyintas Serangan Jantung by Dwi H Santoso
Novel - Semua Bisa Kena : Kisah Penyintas Serangan Jantung by Dwi H SantosoNovel - Semua Bisa Kena : Kisah Penyintas Serangan Jantung by Dwi H Santoso
Novel - Semua Bisa Kena : Kisah Penyintas Serangan Jantung by Dwi H Santoso
 
Buku - Trade & Shopper Marketing : Sebuah Perspektif by Dwi H Santoso
Buku - Trade & Shopper Marketing : Sebuah Perspektif  by Dwi H SantosoBuku - Trade & Shopper Marketing : Sebuah Perspektif  by Dwi H Santoso
Buku - Trade & Shopper Marketing : Sebuah Perspektif by Dwi H Santoso
 
Buku - #BFNBC Branding For Non Branding Company by Dwi H Santoso
Buku - #BFNBC Branding For Non Branding Company by Dwi H SantosoBuku - #BFNBC Branding For Non Branding Company by Dwi H Santoso
Buku - #BFNBC Branding For Non Branding Company by Dwi H Santoso
 
Buku - Bosque Otoriter by Dwi H Santoso
Buku - Bosque Otoriter by Dwi H SantosoBuku - Bosque Otoriter by Dwi H Santoso
Buku - Bosque Otoriter by Dwi H Santoso
 
Novel - Citaku Berawal dari Pesantren by Dwi H Santoso
Novel - Citaku Berawal dari Pesantren by Dwi H SantosoNovel - Citaku Berawal dari Pesantren by Dwi H Santoso
Novel - Citaku Berawal dari Pesantren by Dwi H Santoso
 
Rasa yang tertinggal
Rasa yang tertinggalRasa yang tertinggal
Rasa yang tertinggal
 
Marketing saat Krisis : Dampak & Solusi
Marketing saat Krisis : Dampak & SolusiMarketing saat Krisis : Dampak & Solusi
Marketing saat Krisis : Dampak & Solusi
 
Kembangkan Layar Arungi Asa : Strategi MArketing untuk UMKM
Kembangkan Layar Arungi Asa : Strategi MArketing untuk UMKMKembangkan Layar Arungi Asa : Strategi MArketing untuk UMKM
Kembangkan Layar Arungi Asa : Strategi MArketing untuk UMKM
 
Marketing di New Normal : Strategi & Taktik Melewati Badai
Marketing di New Normal : Strategi & Taktik Melewati BadaiMarketing di New Normal : Strategi & Taktik Melewati Badai
Marketing di New Normal : Strategi & Taktik Melewati Badai
 

Recently uploaded

aksi nyata TRANSISI PAUD-SD 1 BU HJ. EUIS SRININGRUM, S.Pd.pptx
aksi nyata TRANSISI PAUD-SD 1 BU HJ. EUIS SRININGRUM, S.Pd.pptxaksi nyata TRANSISI PAUD-SD 1 BU HJ. EUIS SRININGRUM, S.Pd.pptx
aksi nyata TRANSISI PAUD-SD 1 BU HJ. EUIS SRININGRUM, S.Pd.pptx
AsepTarsa
 
Materi terbaru PPT PPPK_01052024_rev.pdf
Materi terbaru PPT PPPK_01052024_rev.pdfMateri terbaru PPT PPPK_01052024_rev.pdf
Materi terbaru PPT PPPK_01052024_rev.pdf
6682agus
 
Modul Adaptif pembelajaran SD Negeri 65 Prabumulih
Modul Adaptif pembelajaran SD Negeri 65  PrabumulihModul Adaptif pembelajaran SD Negeri 65  Prabumulih
Modul Adaptif pembelajaran SD Negeri 65 Prabumulih
ade927
 
BABHI SOAL FIGURAL 2 NI BOS SENGGOL DONG YAA ALLAHH RIBET BENER.pdf
BABHI SOAL FIGURAL 2 NI BOS SENGGOL DONG YAA ALLAHH RIBET BENER.pdfBABHI SOAL FIGURAL 2 NI BOS SENGGOL DONG YAA ALLAHH RIBET BENER.pdf
BABHI SOAL FIGURAL 2 NI BOS SENGGOL DONG YAA ALLAHH RIBET BENER.pdf
FreakiesJunkies
 
UK_Perizinan Produk_Maulana Aljabar_jabir_jabirun.pdf
UK_Perizinan Produk_Maulana Aljabar_jabir_jabirun.pdfUK_Perizinan Produk_Maulana Aljabar_jabir_jabirun.pdf
UK_Perizinan Produk_Maulana Aljabar_jabir_jabirun.pdf
hk2738624
 
Powerpoint Ujian Dinas Penyesuaian Ijazah.pptx
Powerpoint Ujian Dinas Penyesuaian Ijazah.pptxPowerpoint Ujian Dinas Penyesuaian Ijazah.pptx
Powerpoint Ujian Dinas Penyesuaian Ijazah.pptx
ALfiraSiLarukmi1
 

Recently uploaded (6)

aksi nyata TRANSISI PAUD-SD 1 BU HJ. EUIS SRININGRUM, S.Pd.pptx
aksi nyata TRANSISI PAUD-SD 1 BU HJ. EUIS SRININGRUM, S.Pd.pptxaksi nyata TRANSISI PAUD-SD 1 BU HJ. EUIS SRININGRUM, S.Pd.pptx
aksi nyata TRANSISI PAUD-SD 1 BU HJ. EUIS SRININGRUM, S.Pd.pptx
 
Materi terbaru PPT PPPK_01052024_rev.pdf
Materi terbaru PPT PPPK_01052024_rev.pdfMateri terbaru PPT PPPK_01052024_rev.pdf
Materi terbaru PPT PPPK_01052024_rev.pdf
 
Modul Adaptif pembelajaran SD Negeri 65 Prabumulih
Modul Adaptif pembelajaran SD Negeri 65  PrabumulihModul Adaptif pembelajaran SD Negeri 65  Prabumulih
Modul Adaptif pembelajaran SD Negeri 65 Prabumulih
 
BABHI SOAL FIGURAL 2 NI BOS SENGGOL DONG YAA ALLAHH RIBET BENER.pdf
BABHI SOAL FIGURAL 2 NI BOS SENGGOL DONG YAA ALLAHH RIBET BENER.pdfBABHI SOAL FIGURAL 2 NI BOS SENGGOL DONG YAA ALLAHH RIBET BENER.pdf
BABHI SOAL FIGURAL 2 NI BOS SENGGOL DONG YAA ALLAHH RIBET BENER.pdf
 
UK_Perizinan Produk_Maulana Aljabar_jabir_jabirun.pdf
UK_Perizinan Produk_Maulana Aljabar_jabir_jabirun.pdfUK_Perizinan Produk_Maulana Aljabar_jabir_jabirun.pdf
UK_Perizinan Produk_Maulana Aljabar_jabir_jabirun.pdf
 
Powerpoint Ujian Dinas Penyesuaian Ijazah.pptx
Powerpoint Ujian Dinas Penyesuaian Ijazah.pptxPowerpoint Ujian Dinas Penyesuaian Ijazah.pptx
Powerpoint Ujian Dinas Penyesuaian Ijazah.pptx
 

Novel - Semua Demi Cinta by Dwi H Santoso

  • 1.
  • 2. i
  • 3. ii Dwi H Santoso Semua Demi Cinta Insanmandiricendekia 
  • 4. iii Semua Demi Cinta Penulis. : Dwi H Santoso Cover : Illustration from Pixabay ISBN : 978-623-6996-24-9 Penerbit : PT Insan Mandiri Cendekia Redaksi. : Gedung Palma One Lantai 7 Suite 709 Jl. Rasuna Said Kav. X2 Kuningan Jakarta Selatan 12950 Telp : (021) 522 8094 Cetakan Pertama, Agustus 2021 Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan dengan cara apa pun tanpa ijin dari penulis.
  • 5. iv Daftar Isi Chapter 1 - Suatu Awal ........... 1 Chapter 2 - Rasa Cinta. ........... 39 Chapter 3 – Emosi & Hijrah. ........... 160 Chapter 4 – Hari (Hari) Persiapan ........... 275 Chapter 5 – Hari Bahagia ........... 358 Chapter 6 – Perkembangan ........... 451 Chapter 7 – Penantian ........... 498 Chapter 8 – Akhir Penantian ........... 560 Chapter 9 – Hikmah ........... 599
  • 6. v
  • 7. 1 Chapter 1 – Suatu Awal “Braakk” ... Suara yang cukup keras terdengar jelas dan detail sampai ke sudut sudut ruangan meeting yang sebelumnya sangat hening tersebut, tak lama setelah telapak tanganku mendarat di meja ruang meeting yang terbuat dari kayu jati tua itu. Terasa panas pada kulit luar telapak tangan ku, akan tetapi tidak dapat mengalahkan rasa hati ku yang panas setelah mendengar presentasi para manajer ku yang menurutku tidak menjawab persoalan yang sedang di hadapi oleh perusahaan Kupandangi satu persatu wajah mereka untuk mendapatkan penjelasan yang kuinginkan. Semua senyap dengan ekspresi wajah tegang. Alih alih mendapatkan jawaban yang memuaskanku, yang kudapatkan justru kesunyian yang mencekam. Walaupun temperatur pendingin udara sudah diatur
  • 8. 2 pada tingkat yang paling rendah, tetap saja kulihat beberapa diantaranya mengusap wajah mereka yang agak berkeringat dengan tissue yang tersedia di tengah meja rapat tersebut Ya, perusahaan yang kurintis 6 tahun silam tersebut saat ini memang sedang mengalami saat saat yang menurutku cukup genting. Sudah satu tahun ini penjualan mengalami zero growth, alias tidak ada pertumbuhan sama sekali. Langkah antisipasi bukannya belum dijalankan sebenarnya. Setengah tahun yang lalu kami sudah mencoba mengetahui pokok permasalahnnya dan juga pilihan jalan keluar yang bisa diambil. Setengah tahun itu pula kami melakukan banyak upaya untuk dapat mengembalikan angka penjualan setidaknya masih dapat tumbuh walaupun tidak seperti saat normal seperti tahun lalu. Sekurang kurangnya pertumbuhan penjualan tersebut tidak justru menjadi minus. Tapi kenyatannya, bukannya terhenti malah justru ancaman petumbuhan minus itu malah semakin nyata. Setengah tahun ini penjualan malah semakin menurun sehinga pertumbuhanya menjadi minus 20% dibanding periode yang sama tahun lalu. Ini tentu pukulan cukup berat bagiku mengingat sejak 6 tahun perusahaan berdiri, setiap tahunnya selalu mencatat pertumbuhan yang semakin meningkat itu.
  • 9. 3 Bahkan tahun lalu peningkatan penjualan mencapai rekor sebesar 100% atau 2 kali lipat dari penjualan tahun sebelumnya, karena perluasan wilayah penjualan menjadi seluruh wilayah di pulau Jawa tersebut Alasan yang dikemukakan mereka seragam, karena dampak pandemi Covid 19 yang telah melanda seluruh wilayah dunia selama setahun ini. Satu sisi aku bisa menerima alasan ini, akan tetapi ini hanya sebagai salah satu alasan saja. Jika hanya ini alasannya, menurutku paling besar dampaknya adalah perusahaan hanya mengalami pertumbuhan penjualan 10 – 20% saja . Akan tetapi tidak tenggelam lebih dalam menjadi zero growth, atau bahkan akhirnya menjadi pertumbuhan yang negatif. Ini pasti karena ada sebab lain yang berasal dari dalam perusahaan sendiri. Bisa berupa kesalahan dalam strategi dan taktik yang diterapkan, yang ditambah lagi dengan kinerja para manajer dan staff nya yang tidak optimal atau bahkan kurang baik. Apapun itu, hal ini yang aku ingin tahu dari mereka, dan bukannya penjelasan yang menurutku berputar putar tidak jelas Sambil sedikit memijit keningku yang mulai terasa agak pusing sambil menyenderkan punggungku ke kursi empuk yang saat itu terasa
  • 10. 4 tidak nyaman itu, perlahan pikiranku melayang ke masa masa yang telah aku jalani jauh sebelumnya ***** “Selamat ya Taufiq, akhirnya kita bisa lulus sama sama” kata Rudi, sahabatku satu angkatan di jurusan Manajemen & Bisnis yang menghampiriku bersama beberapa teman seangkatan lainnya tak lama setelah acara wisuda ditutup secara resmi oleh pembawa acara. Segera kusambut uluran tangan Rudi dan juga teman temanku lainnya tersebut. “Iya Rud, nggak terasa ya sudah hampir 5 tahun kita kuliah bareng dan saatnya kita sekarang sudah harus berpisah menuju asa dan cita kita masing masing” jawabku bersungguh sungguh. “Nggaklah Fiq, kita hanya berpisah di kampus saja dan mungkin juga di tempat kita berkarya nanti. Tapi kita forever tetap menjadi saudara, bukan begitu teman teman?” tanya Rudi pada teman temanku. “Yoii broo” sambut teman teman ku tersebut Tak lama kamipun sibuk untuk berfoto bersama. Rudi tampak sibuk mengatur kami ber sepuluh orang yang menjadi rombongan lulusan pertama di angkatan kami itu. Rudi memang pribadi yang sangat aktif dan supel serta mudah berinteraksi dengan banyak orang, sehingga tidak heran jika dia yang sangat sibuk menjadi pengatur gaya pada “pose
  • 11. 5 kebahagiaan” kami tersebut. Dan walaupun kami bersahabat, aku mempunyai karakter yang cukup berbeda. Walaupun aku juga dapat berteman cukup baik dengan teman teman angkatanku, aku cenderung agak kaku dan kurang bisa akrab dengan mereka. Aku jarang bercanda dengan mereka. Paling hanya ngobrol ngobrol biasa saja dengan sedikit senyum di wajahku. Terkadang bahkan aku dapat berdiskusi dan berdebat cukup keras dengan beberapa teman ketika kami membahas satu topik tertentu Ya aku memang cukup dikenal sebagai seorang teman yang agak kaku sekaligus keras dalam memegang prinsip. Yaa, masih kerabat jauh lah dari sifat keras kepala he..he.. Bedanya aku akan bersikap keras jika memang aku punya argumen dan alasan yang kuat. Kalau bahasa halusnya dari Rudi, dia menyebutku sebagai si Idealis lah, walau menurutku kurang tepat juga sih. Diluar itu, ya aku masih cukup bisa lah bersosialisasi dengan teman teman yang lain, nggak pendiam pendiam amat tapi bukan juga pribadi extrovert yang selalu membuka pembicaraan panjang dengan semua orang. Walaupun aku dikenal sebagai aktivis kampus, tapi aku kurang menyukai pembicaraan diluar dengan agenda agenda kegiatan kampus, tidak seperti kebanyakan teman teman
  • 12. 6 aktivis yang juga menjadikan aktifitas mereka disini juga sebagai sarana sosialisasi dan untuk mengobrol hal hal di luar topik aktivitas kampus. Menurutku itu kurang berguna dan agak membuang buang waktu. Yaa ... tapi seperti itulah aku dikenal, tidak kurang tidak lebih Tak lama setelah foto bersama tersebut selesai dilakukan, setelah kembali bersalaman, kamipun berpisah dan bergegas menuju keluarga kami masing masing yang sudah menunggu di luar ruang auditorium kampus kami yang megah tersebut. Sebelumnya mereka pun juga menyaksikan acara wisuda kami walaupun dari jauh di balkon auditorium, itupun hanya dibatasi hanya untuk 2 orang saja untuk setiap wisudawan dan wisudawati. Akupun segera berjalan ke sudut kanan auditorium dekat pintu gerbang masuk auditorium, tempat dimana papa dan mama ku sudah menunggu sesuai dengan informasi mereka melalui pesan singkat di telepon selular ku Setelah sedikit mencari di antara kerumunan para wisudawan dan keluarganya, akhirnya kutemukan juga mereka didekat tangga menuju balkon auditorium. Kulihat mereka ber-empat sedang mengobrol. Papa dengan jas lengkap gagah yang dikenakannya, Mama dengan busana gamis syar'i nya
  • 13. 7 yang anggun dan serasi, Zhafira adikku tercinta dengan gamis modis nya dan yang selalu mengembangkan senyum diwajahnya itu. And ... the last but not least, Santi ku tersayang yang selalu menemani hari hari kuliahku dengan setia, termasuk menemaniku di perpustakaan ketika menyusun skripsi, walaupun saat itu dia masih belum sampai tahap menyusun skripsi. Maklum, Santi 2 angkatan di bawahku dan mengambil jurusan Akuntansi yang berbeda dengan jurusanku. Dengan gaun panjang berwarna krem yang sangat indah, yang engkau kenakan saat ini, engkau terlihat sangat manis sekali hari ini deh Santi .. ehhhmmm .. “Selamat ya Mas, sudah berhasil menunaikan satu tahapan dalam kehidupanmu dengan sangat baik. Papa sangat bangga padamu” kata papa menyambut kedatanganku. Segera kucium tangan papa dan mama untuk mengucapkan rasa hormat dan terima kasihku atas segala hal yang telah mereka lakukan untuk ku selama ini. Lama sekali kucium tangan mereka sambil mengungkapkan rasa hormat ku tersebut yang disambut dengan nasihat nasihat dari mereka berdua, sampai kemudian tangan Zhafirah menarik tanganku dengan lembut sambil berkata,”Mas Taufiq, gantian dong cium tangannya, aku dan Mbak Santi kan juga banyak berjasa untuk
  • 14. 8 kelulusan yang Summa cumlaude ini lho” katanya setengah merajuk. Segera kualihkan pandangan ku padanya dan kudapati wajah Zhafirah yang berbinar tersenyum bahagia atas kelulusanku itu. Tidak pakai lama, Zhafirah segera mencium tanganku dan memelukku. Hubungan kami berdua memang sangat dekat dengan beda usia yang sekitar 4 tahun ini, walau bukan berarti juga tidak pernah ada konflik di antara kami. “Terima kasih ya adikku sayang atas dukungannya selama ini. Nanti giliran Mas Taufiq yang akan mendukung kuliah mu yang baru semester satu ini ya,” kataku sambil mengedipkan mata untuk menggodanya yang segera disambut dengan cubitan lembut jemarinya di lenganku. “Aduuh, jangan pakai adegan nyubit segala ah. Sakit tau” kataku sambil menggodanya dengan raut wajah seolah kesakitan. “Biariin, habis Mas Taufiq malah mengingatkan kalau perjalananku masih panjang banget” katanya sambil merajuk. Aku hanya tertawa saja melihatnya, sementara papa dan mama ku tersenyum saja memperhatikan tingkah polah kedua putra putri nya tercinta itu. “Udah ah jangan godain aku lagi. Tuh kasihan Mbak Santi dari tadi dianggurin terus melihat kelakukan kita” kata Zhafirah. Eh iya, aku belum
  • 15. 9 mengucapkan terima kasih atas dukungan Santi selama ini. Kulihat Santi memperhatikan kami sambil tersenyum yang sangaaatt maniiisss sekali .. “Eh maaf ya Santi tadi perhatianku terpecah ke adikku yang bawel ini” kataku sambil tersenyum. Kulihat nada protes pada wajah Zhafirah, tapi kubiarkan saja he..he “Nggak apa apa Mas, kalau nggak begitu bukan Zhafirah namanya” jawabnya dengan pandangan menggoda ke Zhafirah yang disambut dengan senyum adikku tersebut. “Selamat atas kelulusannya ya Mas. Semoga ilmu yang sudah didapatkan dengan summa cumlaude tersebut nantinya dapat bermanfaat bagi banyak orang” lanjut Santi dengan suara lembut dan wajahnya yang penuh dengan senyum yang amaat maniiiss tersebut. Aku sempat terperangah melihatnya dan tidak bereaksi apa apa sampai Zhafirah kemudian mengarahkan telapak tanganku ke arah tangan Santi. Sedikit terkaget, dengan diiringi sedikit rona malu di wajahku, aku sambut uluran tanggannya. “Terima kasih atas dukungan selama ini dari Santi ke Mas Taufik ya. Tanpa Santi, mungkin Mas Taufik akan agak malas malasan kuliah dan menyusun skripsi nya” balasku dengan tulus, yang kemudian disambut dengan ciuman Santi ke ......... telapak tanganku. Jangan berpikir yang ndaki ndaki dulu ya he..he..
  • 16. 10 Walaupun hanya ciuman di telapak tanganku, itu saja sudah membuatku lagi lagi terperangah karena adegan ini belum pernah terjadi sebelumnya. Beneran deehhhh ... Sweeaarrrr ... “Yaaahh, kok cuma begitu sajaaa .. “ kata Zhafira dengan nada suara kecewa tapi diiringi dengan raut wajah menggoda itu. ”Memangnya Mbak Santi harus meluk aku seperti kamu tadi. Aku nya sih nggak menolak”, jawabku cepat. “Huuuhh ... dassaarr, maunya Mas Taufik ya begitu ... weeekk”, jawab Zhafira sambil bersungut sungut. “Ya, Mas Taufiq balas cium kening Mbak Santi lah sebagai tanda sayang” tukas Zhafira lagi. “Nggak ah, ada kamu sih” kataku cepat. “Lho, memangnya kalau nggak ada aku, Mas Taufiq akan mencium kening Mbak Santi” tanya Zhafira penasaran. “Rahasia dong, iya kan Santi,” jawabku menggoda Zhafira sambil meminta dukungan Santi. Santi tersenyum saja menanggapinya. Tentunya dengan sangat manis .. ehhmm. “Huh ... curaaang” sengit Zhafira. Kami semua tersenyum saja melihat ekspresi wajah cemberutnya. “Sudah ... sudah...” lerai papa yang kemudian melanjutkan,” ayo kita foto foto dulu, sehabis itu kita makan siang di restoran favorit papa dan mama di dekat sini,” kata papa dengan lembut.
  • 17. 11 Kami pun kemudian segera mencari beberapa spot foto yang bagus untuk foto bersama di sekitar area auditorium kampus. Zhafira dengan gaya photografer profesional sibuk menata gaya kami berfoto dengan kamera DSLR nya. Zhafira memang sangat menyenangi dunia fotografi dan audio visual. Itulah kenapa dia memilih kuliah di jurusan itu komunikasi di Universitas negeri terkemuka di kota ku, sama dengan kampus dimana aku baru saja diwisuda. Dan yang paling “menyebalkan” adalah ketika dia menata gaya foto aku dan Santi. Permintaannya aneh aneh dan “memaksa” kami terlihat mesra di depan kamera. Santi terlihat malu malu menanggapinya. Walaupun beberapa diantara pose foto yang diminta kami berdua sebenarnya tidak membuat kami canggung, akan tetapi kalau dalam konteks diminta oleh Zhafira apalagi disaksikan papa dan mama, ya jadi canggung juga sih he..he . Selepas kami melakukan banyak pengambilan foto bersama, kami pun menuju restoran favorit papa dan mama untuk makan siang, sekaligus bentuk rasa syukur atas acara wisuda ku yang baru saja selesai dilaksanakan tersebut **** Bagi kebanyakan para eks wisudawan dan wisudawati, alias para lulusan baru atau fresh
  • 18. 12 graduated itu, tantangan yang terpampang di depan mata adalah masuk kedalam barisan pencari kerja. Mau jaman dahulu kesana kemari membawa map berisi lamaran kerja dan daftar riwayat hidup, atauyang bahasa kerennya Curriculum Vitae tersebut, atau di jaman Now yang semua proses tersebut dilakukan secara online sambil “mager” di rumah, esensinya tetap sama. Sama sama harap harap cemas (2HC) menunggu panggilan test wawancara, yang kemudian ditingkatkan lagi rumusnya menjadi 2HC kuadrat, pada saat menunggu kabar hasil test interview yang telah dilakukan Alhamdulillah, aku tidak perlu harus melakukan proses itu semua. Bukan karena langsung diterima bekerja di perusahaan milik orang tua seperti kebanyakan anak anak pengusaha ya, secara papa adalah seorang Pegawai Negeri Sipil, akan tetapi karena aku sudah diterima bekerja sebelum aku di wisuda. Lho kok bisa? Ya bisa bisa saja he..he .. Begini ceritanya Jadi walaupun aku di wisuda pada bulan September, sebenarnya aku sudah lulus sidang skripsi pada bulan Mei lalu. Akan tetapi karena kampusku hanya melakukan acara wisuda 4 kali setahun saja yaitu bulan Maret, Juni, September, dan Desember, ya terpaksa aku harus menunggu jadwal
  • 19. 13 Wisuda bulan September karena sidang skripsi ku dilakukan setelah acara wisuda akhir bulan Mei dilakukan. Nah sambil menunggu waktu wisuda, dengan berbekal Surat Tanda Kelulusan dari Universitas aku mencoba adu peruntungan dengan mengikuti kegiatan perekrutan di kampus yang diadakan di kampusku untuk para lulusannya. Dari beberapa perusahaan yang aku ikuti proses rekruitmennya, Alhamdulillah aku nyangkut di satu perusahaan farmasi yang berlokasi di tetangga kota ku sebagai supervisor marketing. Aku mulai bekerja awal bulan Juni setelah proses pelatihan singkat selama 2 minggu. Jadi saat acara wisuda, statusku sudah karyawan di perusahaan tersebut dan aku meminta izin khusus untuk menghadiri acara wisuda. Karenanya, setelah acara wisuda, aku kembali ke kota tetangga untuk melanjutkan pekerjaanku. Sebagai supervisor marketing, tugasku lebih banyak dilapangan untuk melakukan supervisi dan pengawasan kegiatan event & promosi perusahaan, seperti pameran, promo penjualan di toko, event seperti acara musik atau jumpa artis, pemasangan alat promosi seperti Billboard atau spanduk di toko maupun tempat lain, atau sekedar bagi bagi sampel di toko atau pasar. Juga kegiatan kerjasama dengan
  • 20. 14 perusahaan lainnya n atau media seperti koran dan radio lokal. Walaupun untuk pelaksanaannya dilakukan oleh tim lapangan perusahaan seperti tim promosi dan SPG (Sales Promotion Girls), akan tetapi perlu dikoordinasikan dan di awasi. Untuk itulah aku ditugaskan. Wilayah tugasku cukup luas meliputi seluruh pulau Jawa dimana kami mempunyai beberapa kantor perwakilan di kota kota besar. Jadi aku membuat perencanaan aktivitas event dan promosi setiap kantor perwakilan sesuai dengan arahan dari tim marketing di kantor pusat dan mengkoordinasikannya dengan tim marketing di kantor perwakilan sampai menjadi jadwal aktivitas yang tetap dan disetujui semua pihak terkait. Untuk selanjutnya untuk pelaksanannya harus aku supervisi agar dapat berjalan sesuai dengan yang telah dijadwalkan. Supervisi dapat dilakukan dari jauh atau jika diperlukan aku harus datang ke lokasi event dan promosi di berbagai kota, terutama untuk event yang berskala cukup besar dan menggunakan buget dari kantor pusat. Jadi bisa dibilang tugasku adalah menjadi jembatan antara kepentingan tim marketing kantor pusat untuk berjalannya program event dan promosi, dengan kepentingan kantor perwakilan agar program event
  • 21. 15 dan promosi yang akan dijalankan dapat berdampak besar meningkatkan penjualan tanpa harus membebani tim kantor perwakilan dengan hal hal yang dianggap tidak perlu dilakukan. Ruwet ?? Lumayan, secara mempertemukan kepentingan sekian banyak pihak. Ditambah lagi walaupun pada saat kuliah aku cukup aktif di organisasi kemahasiswaan yang mengelola cukup banyak kegiatan yang melibatkan banyak orang, tetap saja di dunia kerja aku dianggap sebagai fresh graduate yang belum tahu banyak tentang dunia kerja dengan segala lika likunya Pandangan itu terutama datang dari para senior ku di kantor pusat. Maklumlah, selain memiliki jenjang pendidikan yang setara atau bahkan lebih tinggi dariku, sebagian besar dari mereka telah bekerja cukup lama di perusahaan, beberapa bahkan sudah lebih dari 10 tahun. Walaupun dengan sedikit kesal, aku pun bisa maklum dan menerimanya. Hal ini justru aku jadikan cambuk pemacu untuk banyak belajar dari mereka mengenai berbagai lingkup tugasku. Tapi disini jugalah letak persoalannya. Entah karena kesibukan mereka atau justru mereka kurang mau berbagi ilmu, cukup sulit aku mendapatkan berbagai informasi mengenai ruang lingkup tugasku. Tidak semua sih, tapi sebagian besar seperti itu.
  • 22. 16 Walaupun demikian, masih ada juga yang mau berbagi informasi dan juga ilmu dengan ku, walau bisa jadi bidang tugasnya agak berbeda dari ku. Ya sudahlah, dari mereka mereka inilah aku berusaha untuk belajar lebih banyak Beruntungnya atasan langsungku Pak Setiawan yang menjabat sebagai manajer event dan promosi adalah yang termasuk cukup mendukungku dengan data dan informasi terkait tugasku. Hanya sayangnya beliau masih termasuk baru di perusahaan, baru sekitar 4 bulanan setelah sebelumnya bekerja di posisi yang sama di perusahaan lain. Secara otomatis, data dan informasi yang dipahaminya relatif masih cukup terbatas. Selain aku, di tim Pak Setiawan ada Mas Baskoro menangani wilayah Sumatera dan Kalimantan, dan Mas Roni yang menangani wilayah Sulawesi, Maluku, Bali- Nusa Tenggara, dan Papua. Sebenarnya keduanya cukup kooperatif, akan tetapi karena kesibukan, kesempatan mengobrol dengan mereka cukup terbatas. Mungkin karena wilayah tugas mereka yang sangat luas ya. Belum lagi jika mereka kunjungan ke kantor perwakilan di area tugasnya, waktunya cukup lama mengingat luasnya area kerjanya. Sepertinya ada pertimbangan biaya transportasi juga, sehingga sekali perjalanan harus mengunjungi beberapa kantor
  • 23. 17 perwakilan sekaligus. Boleh dibilang 2 Minggu dalam sebulan mereka pasti tugas keluar kota. Tapi setidaknya di saat mengobrol dengan mereka, aku usahakan untuk bisa mendapatkan informasi yang aku perlukan. Setidaknya secara garis besarlah. Sedangkan untuk tim marketing lainnya, disitulah letak permasalahan utamanya. Tim Produk yang dipimpin Bu Susanti sebagai Group Product Manager yang dibantu oleh beberapa Product Manager dan Supervisor relatif agak berjarak denganku. Sebetulnya dengan tim event & promotion lainnya juga sih, hanya karena aku yang paling junior di tim sehingga hal tersebut lebih terasa pada diriku. Padahal banyak program di tim event dan promosi datang dari tim produk, tapi aku merasa cukup kesulitan untuk menanyakan lebih detail mengenai hal tersebut, terutama untuk program yang telah berlalu. Padahal kan untuk memahami program yang saat ini sedang berjalan, aku perlu memahami juga program program yang telah berlalu sebagai referensi dan diambil pelajarannya Tim marketing lainnya di kantor pusat adalah tim Marketing Communication atau yang sering disingkat sebagai tim marcomm itu. Terkait dengan tim event & promotion, tim marcomm mendukung dengan desain grafis untuk material promosi seperti
  • 24. 18 Billboard, spanduk, banner, sampai dengan brosur dan bahkan stiker, yang semuanya terkait dengan tema program event dan promosi yang kami lakukan di kantor perwakilan perusahaan di berbagai kota. Tidak hanya dari sisi desainnya saja, untuk produksi dan pencetakannya juga menjadi tugas mereka. Melihat hal ini, seharusnya sih hubungan kami sangat dekat. Akan tetapi menurut perasaanku kenyataannya tidak demikian. Tim marcomm sering membuat design tanpa meminta pertimbangan dari kami. Tahu tahu kami sudah menerima hasil cetakannya tanpa kami diajak diskusi dulu. Nah, apalagi jika aku bertanya ini itu mengenai hal hal terkait material promosi untuk program program yang sudah berlalu, bisa bisa aku disuruh pelajari sendiri semua design tersebut dari jaringan komputer kantor yang terhubung ke server data tim marcom he..he Bukan lingkungan yang sangat kondusif untuk anak bawang seperti aku sih. Apalagi bos marketing alias General Manager Marketing, Pak Suhardi, yang dikenal cukup galak, eh maksudnya keras dan “tegas” ding he..he Terlihat saat para manager meeting dengan beliau, wajah wajah mereka umumnya tegang dan kadang terlihat agak “tertekuk” wkk wkkk .. Aku sendiri sih saat ini masih jarang meeting dengan
  • 25. 19 beliau. Mungkin masih belum dipercaya karena masih anak bawang kali ya Situasi yang sebaliknya justru aku terima dari tim event dan promosi di kantor perwakilan di beberapa kota di Jawa. Aku justru merasa jauh lebih “dianggap” oleh mereka. Walaupun kami lebih sering berkomunikasi melalui telepon atau e-mail, akan tetapi sangat terasa penghargaan mereka terhadapku. Jika ada hal hal yang aku tanyakan, termasuk program program yang sudah berlalu, umumnya mereka meresponsnya dengan cepat dan memberikan informasi dan data yang cukup lengkap. Komunikasi lewat telephone juga berlangsung akrab walaupun kami belum pernah bertemu secara langsung. Hhmmh ... mungkin mereka sangat berharap aku dapat menjadi “jembatan” yang baik yang dapat membawa aspirasi mereka ke tim marketing kantor pusat. Sehingga program program event dan promo yang akan dijalankan dapat sesuai dengan kepentingan dan kondisi di masing masing kantor perwakilan di daerah. Karenanya, walau aku baru bekerja sekitar 2,5 bulanan, aku sudah merasa dekat dengan mereka dan lebih bisa memahami kondisi yang mereka alami di masing masing daerah. Bahkan mungkin lebih baik pemahamannya daripada tim marketing kantor pusat lainnya. Lambat laun mulai tumbuh rasa
  • 26. 20 “keberpihakanku” terhadap mereka jika sedang membahas program program event & promosi saat meeting dengan tim marketing kantor pusat lainnya. Disinilah kemudian sering menimbulkan selisih pendapat antara aku dan mereka. Dan sampailah aku pada bulan ke 3 bekerja, di akhir masa percobaan ku disana. Pada suatu pagi, Pak Setiawan memanggilku ke ruangannya. Aku sudah ada feeling bahwa ini adalah pembicaraan mengenai hal tersebut. Walaupun aku cukup yakin bahwa aku akan lolos masa percobaan 3 bulanku tersebut, tetap saja dalam hatiku ada rasa berdesir saat Pak Setiawan memintaku untuk menutup pintu ruangan saat dia akan memulai perbincangannya denganku. Ini bukan kebiasaannya. Biasanya saat berbicara dengan anggota tim di ruangannya, dia akan membiarkan saja pintu terbuka lebar “Bagaimana kabarmu hari ini Taufiq?” kata Pak Setiawan ramah membuka percakapan denganku. “Kabar baik pak, luar biasa” jawabku dengan sedikit bercanda untuk melepaskan rasa tegang dalam hatiku. Kulihat ada senyum lebar di wajah Pak Setiawan. Agak lega sedikit aku melihatnya. “Pekerjaanmu lancar kan?” tanyanya lebih lanjut. “Sepanjang yang saya mengerti sih lumayan lancar Pak. Kalaupun ada kesulitan masih belum menganggu
  • 27. 21 lah. Maklum Pak, saya kan juga masih harus belajar banyak karena masih fresh graduated” jawabku meminta pengertiannya, yang dibalasnya dengan senyum tipis. Sambil memperbaiki posisi duduknya, Pak Setiawan berkata,”Tapi kan kamu kan cukup punya pengalaman organisasi kemahasiswaan cukup banyak. Saya kira itu cukup membantumu lah dalam memahami dinamika dunia kerja”, yang segera aku jawab “Benar Pak, cukup membantu” “Kalau dari sisi saya, kamu cukupan lah dalam menjalankan tugasmu. Cukup cekatan, walau masih ada kesan kamu menunggu perintah baru jalan” katanya kemudian sambil menatapku wajahku,” Kadang memang demikian sih Pak. Tapi itu juga hanya untuk sosialisasi program dari tim produk saja sih Pak. Walaupun mereka sudah keluarkan memo internal tapi mereka kadang minta tunda program sampai stok produk yang di promo selesai di produksi semua. Posisi saya kan menunggu info dari mereka Pak?” kataku mencoba berargumen. “Ya tapi kamu kan bisa coba cari tahu informasi sendiri. Bisa kamu cek daftar stok produk yang setiap kali di-update dari warehouse di server data mereka, atau telpon langsung mereka kalau sedang tidak sibuk” kata Pak Setiawan dengan lugas.
  • 28. 22 “Tapi kan sebenarnya itu tugas mereka kan Pak, mereka yang lebih mengerti hitung hitungan stok produk dengan keperluan program promo. Saya khawatir kalau saya ambil keputusan sendiri, saya malah jadi kesalahan Pak”, jawabku lagi. “Ya, tapi kamu kan bisa koordinasi dengan mereka kan dari data yang kamu dapat tersebut? Bisa jadi mereka saat itu sibuk dengan perencanaan program promosi” kejar Pak Setiawan lagi. “Baik Pak, akan saya coba lain kali seperti itu” jawabku singkat. Sebenarnya aku ingin mendebatnya lagi secara berkoordinasi dengan tim produk tidak semudah seperti yang dibicarakan Pak Setiawan. Apalagi tugas untuk mengecek stok sebelum sebuah program promo diinformasikan ke kantor perwakilan itu adalah tanggung jawab tim Produk. Kenapa harus aku yang melakukannya hanya karena aku yang mengkoordinasikan pelaksanannya ke kantor perwakilan? Tapi aku lagi malas berdebat dengan Pak Setiawan seperti kadang kulakukan dengannya. Apalagi ini kan sedang evaluasi kinerja pada 3 bulan masa percobaanku, jadi aku mengalah sajalah “Selanjutnya untuk masalah komunikasi,” lanjutnya. Aku segera menegakkan posisi dudukku untuk dapat lebih berkonsentrasi pada kelanjutan perkataan Pak Setiawan. “Dari tim kantor perwakilan,
  • 29. 23 umumnya mereka menganggap kamu cukup responsif menanggapi input dan permintaan mereka. Kamu juga cukup sering berkomunikasi dan menanyakan hal hal yang belum jelas. Relatif tidak adalah komplain dan keluhan dari mereka. Hanya terkadang kamu kurang membuka ruang untuk berdiskusi untuk beberapa penyesuaian pelaksanaan program promosi di lapangan” ujar Pak Setiawan. Aku mengangguk mendengarnya, secara memang perkataannya banyak benarnya. Tapi aku perlu meluruskan pernyataan terakhirnya dengan memberikan argumen,”Kurang lebih sih seperti itu Pak. Hanya soal saya kurang mau berdiskusi tentang penyesuaian pelaksanaan program di lapangan itu lebih karena tim produk memang menginginkannya seperti itu. Mereka tidak mau ada terlalu banyak modifikasi program dilapangan. Karena nanti mempersulit pemantauan dan monitoring nya, menghindari komplain dari tim akunting juga” kataku sambil menatap tajam wajah Pak Setiawan yang kemudian segera membalas pernyataan ku tadi. “Ya tapi kan juga tidak harus terlalu kaku juga. Kamu kan bisa berdiskusi dengan tim produk, toleransi seperti apa yang masih dimungkinkan,”tukasnya lagi. Nah ini, harus aku luruskan lagi. “Sebenarnya saya juga sudah mendiskusikannya dengan mereka,
  • 30. 24 tapi kadang kriteria mereka tidak jelas dan kadang berubah ubah. Daripada saya sudah beri toleransi yang cukup besar pada kantor perwakilan ternyata ditarik lagi, mending nggak usah saya berikan saja sekalian” kataku membela diri “Ya nggak begitu juga Taufiq. Sekali lagi saya bilang, kamu kan bisa duduk bareng dengan tim produk dan kalau perlu juga dengan tim marcomm bahas segala hal mengenai promo yang akan dilakukan. Jadi kamu benar benar jelas mengenai promo tersebut, juga modifikasi seperti apa yang bisa diberikan” tegas Pak Setiawan. Yaelah, nggak semudah itu bicara dengan mereka Pak, gumamku dalam hati. Belum selesai aku berbicara dalam hati, atasan ku itu melanjutkan,” kamu kan juga bisa bertanya ke tim kantor perwakilan, modifikasi program promo apa saja yang pernah dilakukan untuk program promo yang mirip dengan yang saat ini berjalan. Dari situ kamu dapat memperkirakan modifikasi promo apa yang bisa dilakukan,” tandasnya lagi. “Tapi kan saya nggak bisa memperkirakan apakah hal tersebut akan disetujui tim produk, sementara tim produk tidak mau terus terusan ditanyakan modifikasi promo apa saja yang mungkin dilakukan” tukasku dengan nada mempertanyakan.
  • 31. 25 “Ya, kamu kan bisa kelompokkan beberapa modifikasi dalam 1 kelompok, buat beberapa kelompok dan minta persetujuan ke tim produk. Dan jika berikutnya ada modifikasi promo yang masih termasuk dalam kelompok yang sudah disetujui, kamu tidak usah minta persetujuan tim produk. Kecuali kalau modifikasi promo itu diluar kelompok kelompok tadi,” kata Pak Setiawan dengan nada tegas. Aku sebenarnya tidak terlalu paham dengan yang disampaikannya, tapi segera aku sambut dengan anggukan kepala. Aku tidak mau terlalu berlama lama berdebat, karena sebenarnya fokus utamaku adalah menunggu keputusan aku lanjut atau tidak bekerja di perusahaan ini. Kalau soal adu argumen, sepanjang aku bisa lanjut kan masih banyak kesempatannya wkkk.. wkkkk .. “Persoalannya terbesar kamu justru pada komunikasi dengan tim marketing kantor pusat” kata Pak Setiawan. Deeggg ... Jantung ku mendadak berdetak kencang. Segera kutegakkan posisi dudukku seraya bertanya,”Maksudnya bagaimana Pak?”. Pak Setiawan tidak langsung menjawab pertanyaanku dan untuk beberapa lama dia tampak berpikir. Sepertinya ia sedang merangkai kata yang pas untuk disampaikan padaku. “Sebetulnya kalau di internal tim event dan promosi sendiri saya rasa tidak ada
  • 32. 26 masalah ya. Saya lihat kamu dapat berinteraksi dengan Roni dan Baskoro secara cukup baik. Dengan saya juga relatif nggak ada masalah, walau kamu adalah anggota tim yang paling banyak berdebat dengan saya” lanjut Pak Setiawan yang diikuti dengan senyum kecilnya. Aku pun ikut tersenyum dengan lebih lebar lagi sambil menimpali pernyataannya tadi,”Bukan berdebat kok Pak, hanya bertukar fikiran saja. Samalah dengan Mas Roni dan Mas Baskoro, hanya mereka lebih kalem saja menyampaikannya. Kalau saya sedikit ceplas ceplos saja, sekedar beda karakter saja” jawabku sambil tertawa kecil, yang disambut dengan senyum Pak Setiawan yang cukup lebar. “Oke dapat diterima. Masalahnya tim lain kan belum tentu bisa menerima gaya dan karakter kamu yang seperti itu. Tim produk misalnya. Saya cukup sering melihat kamu meeting dengan perdebatan yang cukup sengit dengan mereka, terutama saat membahas program program promosi. Dengan Roni dan Baskoro, jarang tim produk sesengit itu dalam berdebat. Yang saya ingin tahu, selain masalah karakter kamu yang memang agak keras ada masalah apalagi sih dengan mereka?” tanya Pak Setiawan dengan pandangan ingin tahu.
  • 33. 27 “Hmmmh begini Pak, boleh saya jelaskan dengan panjang lebar kan?” tanyaku, yang dibalas dengan anggukan kepalanya seraya berkata,”Silahkan Taufiq, panjang x lebar x tinggi juga boleh”, katanya sambil tertawa kecil, yang kusambut dengan senyum lebar itu. “Sebenarnya jika disebut perdebatan sengit juga nggak tepat sih Pak. Kami dulu di organisasi mahasiswa sering juga berdiskusi dan bertukar pikiran dengan cukup keras. Tentu semua dengan argumen yang cukup kuat, jadi bulan berdebat kosong saja. Tapi ya setelah selesai meeting ya kami kembali berteman baik seperti biasa, ngobrol ngobrol santai di kantin dan tidak lagi membahas topik meeting. Nggak ada yang dimasukkan kedalam hati, nggak ada hard feelling. Itu juga yang saya lakukan disini. Tapi terus terang saya nggak tahu bagaimana tim produk atau tim marcomm atau bahkan tim lainnya seperti tim sales atau tim akunting, apakah mereka bawa perasaan atau tidak dalam meeting dengan saya,” jelasku panjang. Tapi belum dikali dengan lebar dan tinggi he..he. “Ya kamu kan bisa coba cari tahu dengan sedikit lebih peka dalam menanggapi reaksi orang lain” balas Pak Setiawan. “Ya saya berusaha sih Pak, tapi ini kan urusan menebak perasaan orang, nggak gampang juga saya menyimpulkanya. Saya lanjutkan penjelasan saya ya Pak?” pintaku yang disambut anggukan kepalanya.
  • 34. 28 “Saya sih sebenarnya berusaha keras untuk membatasi meeting kami sebatas bertukar ide dan gagasan nya saja. Tidak sampai beradu argumen, karena saya kan juga sadar bahwa saya masih karyawan baru sedangkan mereka sudah berpengalaman cukup lama di sini sehingga semestinya sudah mengerti betul seluk beluk tugasnya disini. Tapi ternyata justru di situlah letak masalahnya” aku menghentikan perkataannya untuk mengetahui reaksi Pak Setiawan. Nggak pake nungu lama, dia pun menanggapi perkataanku dengan bertanya,”Maksud Taufik bagaimana?” “Tadi kan Pak Setiawan bilang kalau saya punya hubungan cukup baik dengan tim di kantor perwakilan kan? Nah dari komunikasi intens yang saya lakukan dengan mereka itu, sedikit banyak saya jadi tahu permasalahan dan persoalan yang mereka hadapi dalam menjalankan program promo dan juga event dari pusat. Saya berusaha mengidentifikasi semua persoalan yang ada dan saya kelompokkan dan kategorisasikan. Berdasarkan informasi itulah saya berusaha untuk tukar ide dan gagasan ketika meeting dengan semua pihak, termasuk tim produk. Nah disini saya menemukan kesenjangan informasi di tim kantor pusat. Banyak persoalan di kantor perwakilan mereka kurang paham, sehingga misalnya tim produk
  • 35. 29 membuat program promo atau event kurang sesuai dengan kondisi di lapangan. Karena tugas saya adalah menjadi jembatan antara kantor pusat dengan tim lapangan di kantor perwakilan, saya sampaikan segala kemungkinan permasalahan yang mungkin muncul dari program yang akan dijalankan. Jadinya saya ajukan keberatan dengan program tersebut dan saya berikan usulan perubahan yang perlu dilakukan. Nah, seringkali tim produk menolak permintaan saya dengan alasan mereka membuat program itu untuk seluruh kantor perwakilan, jadi harus dibuat seragam. Kalaupun ada modifikasi untuk beberapa kantor perwakilan ya nggak bisa terlalu jauh dari konsep mereka. Disinilah kemudian terjadi adu argumen karena saya kan harus membawa aspirasi dan kepentingan tim di lapangan. Saya tahu, kewenangan membuat program ada di mereka, tapi saya mewakili tim lapangan kan punya hak veto juga, setidaknya hak untuk membuat program itu menjadi lebih baik lah” jelasku dengan nada yang menggebu-gebu itu. Sengaja kuhentikan penjelasannya, selain untuk mengambil nafas juga untuk mengetahui reaksi Pak Setiawan. Sebelumnya kulihat dia menyimak penjelasanku dengan serius. Dan begitu dia melihatku mengakhiri penjelasan, ia segera menanggapi penjelasan tadi.
  • 36. 30 “Ya itu kan dari sudut pandangmu Taufik. Saya tidak menyalahkan kamu juga sih, tapi dalam hal ini kamu juga harus bisa memahami posisi dan kepentingan tim lain, dalam hal ini tim produk. Inti dari sebuah diskusi sebenarnya kan adalah saling memahami pihak lain. Kamu boleh saja mempunyai pandangan tertentu mengenai pelaksanaan program promosi selama ini berdasarkan informasi dari tim di lapangan. Tapi itu kan masih dari satu sisi yang bisa jadi lebih bersifat subyektif berdasarkan kepentingan tim lapangan yang mungkin kurang sejalan dengan tujuan dari program promo yang dijalankan. Ini saya beri contoh agar kamu lebih dapat memahami. Misal tim produk sedang meluncurkan produk baru yang terdiri dari 4 varian produk baru. Tim produk kan pasti membuat promo berupa tambahan discount untuk toko agar mau beli 4 varian produk tersebut dalam jumlah tertentu sebagai stok di toko kan?”, tanya Pak Setiawan padaku. Segera kujawab dengan pasti,”Iya Pak, pasti begitu agar toko mau beli produk baru tersebut”. “ Nah, harapan dari tim produk ke 4 varian itu dapat dibeli toko, kalau bisa dengan jumlah yang sama. Paling tidak tidak terlalu berbeda jauh lah. Tapi kenyataannya di lapangan, tim kita bisa menetapkan hal seperti itu tidak?” tanya Pak Setiawan yang
  • 37. 31 membuatku agak tergagap menjawabnya. Maklum, aku tidak menyangka akan mendapat pertanyaan seperti itu. “Hmmmmmhh ... Setahu saya ... hmmh .. nggak selalu bisa sih Pak. Toko biasanya akan melihat penjualan produk kita selama ini yang kurang lebih sama dengan produk yang baru. Jika misalnya hanya 2 variant yang toko yakin bisa jual, ya mereka akan minta agar program discount berlaku tanpa harus membeli 4 variant. Dan tim lapangan biasanya akan minta dispensasi untuk toko tersebut. Tapi ini kan wajar kan Pak, tentu toko dan tim lapangan lebih tahu bagaimana situasi di lapangan?”, tanyaku balik. “Ya tidak begitu Taufik. Kita harus bisa menempatkan posisi kita di sisi perusahaan. Perusahaan mempunyai kepentingan agar semua produk baru yang di produksi dapat laku terjual semua dan tidak ada stok varian yang menumpuk di gudang. Justru tugas tim di lapangan untuk meyakinkan toko agar mau beli 4 varian produk tersebut. Bisa jadi jika hanya sebagian produk kita yang laku terjual di toko tersebut, karena toko hanya menawarkan produk kita yang laku tersebut. Sementara itu produk kita yang lain tidak ditawarkan ke konsumen karena untuk produk produk tersebut toko malah menawarkan produk merek lain. Nah, justru kita dengan memaksa mereka untuk membeli 4
  • 38. 32 varian produk baru kita baru dapat discount khusus, kita berharap semua produk kita akan ditawarkan ke konsumen. Jadi bukannya malah kita mengalah pada keinginan toko. Itu yang diinginkan tim produk untuk setiap promo yang mereka buat” jelas Pak Setiawan panjang lebar Aku mengiyakan ucapannya. Tapi karena aku merasa ada yang kurang sesuai, akupun mencoba berargumen,”Iya sih Pak, dari sisi perusahaan memang wajar mempunyai tujuan seperti itu. Tapi kita perlu win-win solution juga kan Pak. Saya setuju kalau toko harus order 4 variant baru tersebut. Tapi tidak harus banyak semuanya. Mungkin kita bisa wajibkan toko beli 2 variant baru dengan jumlah yang besar, sedangkan sisanya jumlahnya sedikit saja. Ini yang tim produk yang sering berkeras bahwa ke 4 variant mengambil banyak walaupun jumlahnya tiap variant yang berbeda. Hal hal seperti ini lah yang saya sering beradu argumen cukup keras dengan tim produk. Karena mereka sering bersifat kaku dalam berdiskusi. Seharusnya kan mereka berpikiran terbuka lah dan mau merubah program promosi jika ingin program mereka berjalan efektif di lapangan” kataku mengakhiri argumenku. Kulihat Pak Setiawan berfikir sejenak sebelum menanggapi pernyataannya barusan,”Hhhmmhh .. kalau bicara kondisi ideal sih
  • 39. 33 mungkin bisa begitu, tapi kan kita tidak selalu, atau boleh dibilang jarang kita berada dalam kondisi ideal seperti itu. Sering kali kita justru berada dalam keadaan yang tidak ideal. Misalnya, perusahaan mempunyai tujuan menghabiskan stok semua varian produk baru, sementara kondisi di lapangan secara kasuistis seperti yang kamu bilang tadi. Dalam kondisi ini kamu harus mengedepankan kepentingan perusahaan. Sedangkan kepentingan toko bisa didiskusikan. Misalnya, mereka tetap kita haruskan order 4 variant baru dalam jumlah besar dan dengan proporsi yang sama, tapi untuk 1 atau 2 varian yang di toko itu sudah jual, kita bisa beri dukungan untuk menjual ke konsumen, misalnya kita bisa memberikan hadiah langsung ke konsumen agar tertarik membeli variant tadi di toko. Atau dengan cara lain yang masih sesuai dengan ketentuan perusahaan. Yang penting toko mau order 4 varian baru tadi dalam jumlah sesuai dengan yang kita inginkan. Itu yang harus kamu ajukan ke tim produk, dan tidak hanya berargumen dengan menggunakan informasi dari tim di lapangan. Mereka karena sehari hari berinteraksi dengan toko, bisa jadi lebih mementingkan keinginan toko daripada keinginan perusahaan. Saya yakin, kalau argumen kamu juga memperhatikan kepentingan perusahaan yang dibawa oleh tim produk, adu argumen tidak akan terjadi. Justru
  • 40. 34 diskusi untuk mencari solusi dari setiap permasalahan yang ditemui di lapangan. Taufik paham kan maksud pembicaraan saya tadi?”, tanya Pak Setiawan sambil memandang tajam padaku. “Paham Pak” jawabku singkat, karena memang aku menyadari bahwa apa yang dikatakannya banyak benarnya juga. Tak lama Pak Setiawan melanjutkan’,Jadi catatan saya terhadap Taufik adalah pada pola komunikasi dengan tim internal perusahaan di kantor pusat, khususnya dengan tim marketing lainnya. Kamu harus bisa menempatkan kepentingan perusahaan sebagai prioritas utama dalam berdiskusi, sehingga kamu lebih bisa menerima pandangan tim lain yang berdasarkan pada kepentingan perusahaan. Yang kedua, kamu harus bisa berfikiran terbuka dalam menerima pendapat orang lain. Jangan beranggapan kamu yang paling tahu untuk sesuatu hal dan orang lain tidak tahu. Bisa jadi pendapat orang lain jauh lebih tepat dari pendapatmu walau kamu merasa lebih tahu. Contohnya soal situasi di lapangan tadi, belum tentu juga tim produk tidak tahu situasi di lapangan, walaupun kamu yang lebih sering berinteraksi dengan tim lapangan. Berfikir positif bahwa orang lain juga bisa punya pemahaman yang sama dengan kamu. Dan yang ketiga, kamu
  • 41. 35 kurangilah sikap keras mu dalam berinteraksi dengan orang lain, terutama dalam meeting. Nggak salah kamu punya sifat ...hhhhmmhhh .. katakanlah idealis ... atau agak perfeksionist ... tapi kamu juga perlu sadari juga bahwa kamu belum tentu benar, bisa jadi kamu salah. Bukankah tujuan diskusi adalah untuk mencari kebenaran yang terbaik melalui siapa saja yang dapat berkontribusi, bukan?”, tanya Pak Setiawan mengakhiri penilaian dirinya terhadapku. Aku mengangguk ringan saja mendengar pertanyaan itu, walaupun sebenarnya banyak hal yang ingin aku sampaikan menyangkut penilaiannya terhadapku. Aku agak malas menanggapinya karena aku lebih fokus menunggu keputusan : apakah aku diangkat sebagai pegawai tetap, atau dianggap gagal dalam masa percobaan 3 bulan ini. “Baik Pak, terima kasih atas segala input nya terhadap saya. Saya akan berusaha memperbaiki diri jika masih diberi kesempatan”. Hanya itu kata yang keluar dari mulutku, sambil aku memperhatikan reaksi Pak Setiawan menanggapi pernyataanku tadi. Raut wajahnya kulihat tidak berubah dari sebelumnya. “Hmmmhh ... Oke ... Setiap orang tentu punya kelebihan, punya kekurangan. Bisa melakukan hal benar, tapi di lain waktu pun juga bisa melakukan kesalahan. Yang terpenting bagaimana dia belajar dan
  • 42. 36 merubah diri untuk menjadi lebih baik. Setiap perusahaan juga mempunyai tujuan, dan setiap karyawan juga punya peran. Bagaimana dia berperan dan seberapa dekat dengan jalan perusahaan mencapai tujuan , disitulah dia akan dinilai ....” kata Pak Setiawan sambil memegang dan membaca beberapa helai kertas berupa formulir yang sudah ada tulisan tangannya di situ. Yaelllaaah Pak, kok malah ngomong berputar putar begitu. Langsung saja ke tujuan kali ... Straight to the point ... Huff .. keluhku dalam hati Kulihat Pak Setiawan masih membaca lembaran kertas tadi dan kemudian menulis untuk menambahkan keterangan di form tersebut. Cukup lama dia melakukannya, sampai aku agak gelisah menunggunya. Walaupun aku sebenarnya nothing to loose saja alias tidak terlalu memikirkan bagaimana keputusan ya, mau lanjut ya terserah mau berhenti ya terserah, akan tetapi tetap saja ada rasa gugup dalam hatiku. “Terkait dengan evaluasi dan penilaian kinerjamu selama 3 bulan ini, saya sudah mengisi formulir yang diberikan oleh HRD ... hhmmmh ... kamu sudah pernah lihat kan form seperti ini” katanya sambil sekilas memperlihatka nya padaku. “Ya Pak, saya pernah lihat” jawabku singkat
  • 43. 37 “Ini harap dibaca dulu penilaian dari saya, nanti kamu boleh nyatakan keberatan kalau ada yang menurut kamu kurang sesuai. Nanti kita diskusikan. Tapi kurang lebih seperti yang saya omongkan tadi sih” katanya sambil menyerahkan formulir tersebut kepadaku. Segera kuterima dan membacanya secara cepat. Kulihat memang mirip mirip dengan yang tadi kami bicarakan, kalau aku lihat secara umum penilaiannya setidaknya masih berada dalam batas minimal aman, bahkan terdapat beberapa indikator yang dinilai cukup baik. Hanya setelah selesai kubaca, pada paling akhir dari formulir tersebut masih kosong, belum di isi. Padahal ini adalah bagian yang terpenting, soal keputusan diangkat karyawan tetap atau .... out! “Maaf Pak, untuk bagian ini kenapa tidak di isi ya?,” kataku memberanikan diri untuk bertanya. Pak Setiawan menatap tajam wajahku seraya berkata,”Kalau menurut Taufik, kamu layak tidak untuk meneruskan tugasmu di sini?” tanyanya. Lhaaa ... malah balik bertanya. Tapi aku tetap menjawab,”Ya kalau Pak Setiawan bertanya ke saya, ya saya jawab walaupun saya harus banyak memperbaiki diri tapi dengan apa yang telah saya lakukan, saya masih pantas untuk diangkat menjadi karyawan tetap di perusahaan ini dan melanjutkan kontribusi saya di
  • 44. 38 sini. Tapi masalahnya kan wewenang yang menentukan itu ada di Pak Setiawan, bukan di saya?” jawabku mantap. Sambil tertawa kecil Pak Setiawan mengambil kembali formulir yang ada di tanganku, dan kemudian memberi tanda centang pada satu kolom dan memberikan tanda tangannya. Alhamdulillah, kolom yang di centang nya bertuliskan : “diangkat sebagai karyawan tetap” “Selamat ya Taufik sudah resmi bergabung dalam keluarga besar perusahaan ini. Tapi jangan lupa atas semua input dari saya tadi” katanya sambil mengulurkan tangannya. Segera kusambut uluran tangannya sambil berkata,”Terima kasih atas kepercayaan Bapak terhadap saya. Saya akan berusaha untuk menjadi lebih baik lagi dalam menjalankan semua tanggung jawab saya”. “Saya pegang janji kamu ya” balas Pak Setiawan sambil tersenyum sambil menyerahkan kembali form ini padaku, kemudian berkata,”ini kamu tanda tangani ya, setelah itu tolong kamu fotokopi dan nanti asli nya serahkan ke saya lagi”. “Baik Pak” kataku dan kemudian aku segera berjalan keluar dari ruangan Pak Setiawan dengan langkah ringan.
  • 45. 39 Chapter 2 – Rasa Cinta Dan sampailah pada moment terbesar selama masa kuliahku dengan rasa plong di dada karena status yang saat ini sudah menjadi karyawan tetap. Moment wisuda yang menjadi tanda berakhirnya statusku sebagai mahasiswa dan titik awal mengarungi fase kehidupan yang berikutnya untuk menjadi manusia mandiri yang memberi karya dan manfaat pada lingkungan yang lebih luas. Termasuk menikah? Belooooommm Kisah kasihku dengan Santi memang sudah cukup lama terjalin, hampir 3 tahun. Kami dipertemukan melalui ajang kampus yang bertitel “Masa Orientasi Mahasiswa” itu. Saat dimana aku yang saat itu menjadi pengurus Badan Eksekutif Mahasiswa - Fakultas Ekonomi di kampusku memegang tongkat komando pelaksanaan ajang ini. Tentunya aku terlibat pada semua aliran proses yang terjadi dari mulai persiapan sampai pada saat pelaksanaannya. Tentu sebagai ketua panitia
  • 46. 40 pelaksana, aku tidak secara langsung melaksanakan kegiatan operasional kegiatan, apalagi sampai menjadi seksi sibuk yang mengangkut semua hal yang perlu di angkut. Pun tidak menjadi “juru teror” yang sibuk memainkan intonasi suara pada megaphone yang ditenteng kesana kemarin untuk menciptakan suasana mencekam yang menumbuhkan ketaatan para mahasiswa baru pada segala instruksi yang diberikan oleh panitia acara. Tugasku lebih kepada mengkoordinasikan semua aktivitas acara agar dapat berjalan lancar sesuai rencana dan mengantisipasi dan mencari solusi jika ada permasalahan yang timbul. Selebihnya, aku hanya mensupervisi alias mengawasi semua aktivitas yang berjalan. Termasuk juga mengawasi dan memastikan semua mahasiswa baru berada dalam kondisi yang baik. Eiittss, jangan dituduh ini modus untuk mencerahkan pandangan mataku ya, atau malah aksi tebar tebar pesona ..... atau malah tebar tebar jaring. Memangnya mahasiswa baru itu ikan wkkk...wkkkk. Fokus perhatianku dinamis kok, selalu berpindah pindah layaknya layar monitor yang menayangkankan tangkapan banyak kamera CCTV dalam 1 layar. Demikian juga saat acara secara acak menyapa mahasiswa baru untuk mengetahui pandangan mereka mengenai kegiatan orientasi
  • 47. 41 mahasiswa baru tersebut. Semuanya berjalan secara obyektif dan tanpa indikasi manipulasi hati para adik adik mahasiswa baru .... eh maksudnya mahasiswi ding he..he. Sampai di siang hari terakhir kegiatan masa orientasi terjadi peristiwa yang aku tidak duga akan besar dampaknya di kemudian hari itu. Siang itu, temanku yang menjadi seksi acara sedang memberikan informasi mengenai acara penutup masa orientasi mahasiswa baru berupa acara api unggun yang akan diadakan di halaman fakultasku yang sangat luas itu. Saat itu matahari memang bersinar sangat terik pada tengah hari menjelang makan siang. Aku sengaja mengambil posisi berdiri di sekitar mahasiswa baru dengan mengabaikan panasnya matahari itu. Sambil sesekali aku menyeka keringat di wajahku dengan sapu tangan, pandangan mataku tetap terfokus pada teman ku yang sedang memberi informasi di depan barisan. Tiba tiba seorang mahasiswi baru yang berdiri di dekatku berkata dengan suara lemah kepadaku,”maaf kak, boleh saya istirahat diruang kesehatan nggak, kepala saya pusing dan mata saya berkurang kunang,”. Segera kualihkan pandanganku pada sumber suara tersebut. Ternyata suara tersebut datang dari seorang mahasiswi baru berpostur tinggi
  • 48. 42 langsing yang berdiri pada barisan paling luar tepat di belakangku. Kulihat wajahnya memang pucat sekali dan posisi berdirinya pun terlihat tidak tegap lagi dan agak bergoyang seolah keseimbangan tubuh sudah sirna dari dirinya. Melihat kondisinya seperti itu, aku segera berkata,”Boleh dik, kakak panggil tim P3K ya agar dibawakan tandu jadi adik tidak perlu berjalan ke ruang kesehatan” kataku dengan agak gugup melihat kondisinya yang sudah sangat lemah tersebut. Kulihat dia menganggukan kepalanya dengan lemah. Akan tetapi belum sempat aku membalikkan badanku ke arah tim P3K yang berdiri cukup jauh dari posisi ku berdiri, mendadak aku lihat tubuhnya bergerak jatuh ke arahku. Refleks segera aku raih tubuhnya ke dalam pelukanku untuk menghindari dia jatuh ke lantai conblock area parkir mobil yang dipergunakan untuk kegiatan orientasi mahasiswa baru ini. Situasinya pun menjadi agak ramai oleh suara para mahasiswi baru yang berdiri di sekitar tempat kami berdiri yang bereaksi histeris melihat kejadian ini. Keriuhan ini segera menarik perhatian tim P3K yang segera mendekat ke arahku yang masih memeluk mahasiswi itu menunggu penanganan tim P3K. Segera mereka sampai kearahku, aku segera menyerahkan mahasiswi itu ke petugas P3K wanita yang segera meletakaannya pada tandu yang telah disiapkan untuk kemudian segera membawanya ke ruangan
  • 49. 43 kesehatan yang letaknya cukup jauh dari lokasi acara orientasi mahasiswa baru itu. Ingin rasanya aku mengikuti tim P3K tersebut. Tapi aku masih mempunyai tanggung jawab untuk mengikuti pemaparan seksi acara mengenai api unggun nanti malam. Dengan rasa terpaksa yang amat sangat, aku urungkan niat tersebut. Dan waktu 20 menit pemaparan tersebut terasa amat lama sekali buatku. Dan sesaat setelah temanku menutup penjelasannya serta para peserta orientasi mahasiswa baru di arahkan untuk bergerak menuju tempat aktivitas berikutnya, aku segera bergegas menuju ke ruang kesehatan. Sesampainya di sana, kulihat dua orang petugas P3K wanita sedang duduk di dekat mahasiswi baru yang tadi pingsan yang terduduk dengan wajah lemas di matras tebal yang diletakkan diatas lantai. Kulihat petugas P3K tersebut sesekali meletakkan selang oksigen ke wajah mahasiswi baru tersebut. Setelah mengamati beberapa saat, aku pun bertanya pada mereka,”Bagaimana keadaannya, Nita?”. Mereka terlihat agak terkejut karena tidak menyadari kedatanganku. “Ohh kamu Taufik. Sudah baikkan sekarang. Tadi dia pingsan sekitar 10 menit, dan setelah siuman dia bilang kalau punya riwayat asthma. Makanya sesekali kami berikan selang dari
  • 50. 44 tabung oksigen untuk membantu pernafasannya,” jelas Nita. “Oh pantesan tadi aku lihat wajahnya pucat sekali, mungkin sinar matahari yang terik membuatnya sesak nafas” kataku dengan nada sok tahu. “Kemungkinan seperti itu Taufik. Ditambah juga dengan kecapekan mengikuti kegiatan beberapa hari ini,” balas Nita. “Ohhh begitu,” kataku sambil memandang mahasiswi baru itu. “Tapi kok dia duduk dan tidak tiduran?” tanyaku lagi. “Oh itu dia yang minta, katanya lebih nyaman begitu. Toh dia kan juga duduk sambil bersender di dinding kan, jadi memang nggak memberatkan dia” jelas Nita. “Ohh begitu, ya sudah, tolong dirawat yang baik ya Nita. Semoga dia nanti bisa bergabung di acara api unggun nanti malam. Oke Nita, aku balik ke ruang panitia ya untuk koordinasi persiapan acara nanti malam” kataku lagi yang disambut dengan acungan jempolnya. Dan sebelum meninggalkan ruang kesehatan, kusempatkan juga untuk menyapa mahasiswi baru tersebut. “Cepat sembuh ya Dik, semoga nanti bisa ikut acara penutup masa orientasi termasuk acara api unggun” kataku dengan lembut kepadanya. Kulihat dia mengangguk lemah sambil berusaha tersenyum. Dari bibir mungilnya tersebut terlihat seperti ingin mengucapkan sesuatu akan tetapi tidak ada suara yang keluar. Mungkin dia masih terlalu lemah kataku dalam hati. Kemudian akupun berjalan menuju ruang
  • 51. 45 panitia yang terletak bersebelahan dengan ruang kesehatan. Sesampainya di ruang panitia, kulihat beberapa teman sebagai panitia inti sudah berkumpul. Kami memang meng-agendakan meeting koordinasi terakhir acara penutupan nanti malam. Kegiatan orientasi mahasiswa baru sih masih berjalan yang dilakukan oleh tim panitia lapangan sementara kami meeting. Agenda meeting ini memang hanya untuk melakukan koordinasi dan pengecekan akhir persiapan acara nanti malam. Kami memang merencanakan acara penutupan yang sangat berkesan bagi semua mahasiswa baru, juga memberikan “bekal” yang akan terus dibawa mereka selama mereka menempuh masa pendidikan di Fakultas ini. Jika pada hari hari sebelumnya semenjak kegiatan ini dimulai 4 hari lalu, lebih banyak diberikan hal hal yang bersifat kedisplinan dan pembentukan mental pejuang serta setia kawan bagi seluruh mahasiswa baru, yang mungkin dianggap oleh sebagian besar peserta cukup menegangkan dan bahkan menakutkan, pada acara penutupan ini kami ingin memberikan nuansa yang berbeda dan memberikan kesan yang mendalam
  • 52. 46 Acara penutupan akan banyak diisi oleh pemberian materi berupa renungan mengenai hakekat menjadi mahasiswa dan apa peran yang diharapkan dapat dilakukan oleh mereka. Tidak saja bagi diri mereka sendiri ataupun keluarga mereka, akan tetapi juga untuk lingkungannya, masyarakat, dan bahkan untuk negara. Tentunya pesan pesan ini dikemas secara menarik dengan penggunaan konten dan sarana multimedia yang cukup “wah” lah untuk ukuran kegiatan mahasiswa. Penggarapan materi ini pun sudah dilakukan sejak beberapa bulan lalu oleh tim multimedia senat Fakultas, dengan dibantu oleh konsultan Teknologi Informasi dari luar .... Fakultas. Maksudnya kami menggandeng teman teman dari jurusan Teknik Informatika di Fakultas Teknik, juga teman teman dari jurusan Ilmu Komunikasi di Fakultas Ilmu Sosial & Politik. Kalau menggandeng konsultan professional dari luar Universitas, mana kami mampu biayanya wkkkkwkkkk. Yang penting kan tujuan tercapai ... Nah, setelah suasana haru biru terbentuk dalam acara yang kami rencanakan dengan durasi 2 jam itu, bahkan seksi acara mentargetkan hujan air mata air dari para peserta khususnya dari para mahasiswi baru itu, barulah kami masuk ke dalam acara puncak untuk mengakrabkan antara kami
  • 53. 47 panitia acara sebagai perwakilan para senior, dengan adik adik mahasiswa baru sebagai junior. Sekaligus untuk menghilangkan rasa tidak nyaman yang mungkin masih tersisa selama mereka mengikuti kegiatan orientasi mahasiswa baru ini selama 4 hari ini. Formatnya ya kami buat dengan pentas seni dari para senior dan para junior, dengan diterangi dengan kemeriahan api unggun. Acara puncak sekaligus penutup ini kami harapkan akan meninggalkan kesan yang amat dalam bagi para junior kami ini Terus terang aku agak gugup pada acara ini, terutama pada acara renungan yang difasilitasi multi media ini. Sebab ide awal acara konsep ini datang dariku dan pada saat saat awal perumusan konsep acara pada kegiatan ini aku harus fight habis habisan untuk meyakinkan teman teman sesama panitia akan efektifitas konsep ini. Aku bahkan harus mengontak teman teman dari Fakultas lain yang dapat mendukung realisasi konsep ini untuk ikut meeting membahasnya. Alhamdulillah, setelah beberapa kali meeting, teman teman panitia dapat diyakinkan untuk dapat menjalankannya. Bahkan pada saat penggarapan materi multimedia nya, mereka sangat antusias untuk berpartisipasi. And ... here we are ... It's show timeeeee ...... Setelah meeting koordinasi selama setengah jam, kami
  • 54. 48 pun segera kembali ke pos masing masing, termasuk aku yang segera menuju tempat kegiatan orientasi mahasiswa sedang berlangsung. Saat itu waktu sudah menjelang sore. Kulihat para mahasiswa baru sudah berkelompok kelompok berdasarkan jurusan. Saat ini memang mereka kami jadwalkan untuk mempersiapkan acara pentas seni untuk acara nanti malam. Kami telah menetapkan kriteria untuk performance mereka tersebut, dan tampaknya mereka saat ini sedang berdiskusi untuk mempersiapkan performance yang akan masing masing kelompok siapkan sesuai dengan kriteria yang sudah panitia tetapkan. Aku pun berpindah pindah ke semua kelompok untuk memperhatikan bagaimana masing masing kelompok berdiskusi dan menyiapkan apa yang akan mereka tampilkan nanti malam. Setelah berkeliling kelompok, aku pun segera memutuskan untuk segera menuju tempat persiapan acara api unggun, khususnya acara renungan akan dilaksanakan cek & recheck untuk memastikan kesiapan segala sesuatunya. Kulihat disana beberapa teman sedang mempersiapkan banyak hal, termasuk peralatan multi media dan Sound System yang mumpuni. Lega aku rasa nya ... so far so good ..... Dan akhirnya sampailah pada ajang pembuktian itu. Setelah melakukan Sholat Maghrib
  • 55. 49 berjamaah bagi yang wajib melaksanakannya, acara renungan dimulai. Diawali dengan dentuman suara menggelegar dari Sound System berdaya suara besar mengiringi tayangan animasi pada layar besar di atas panggung, serta permainan efek cahaya dan asap, acarapun mengalir dari satu segmen yang satu ke segmen yang lain. Sebagian besar materi audio visual acara memang sudah recorded, alias direkam terlebih dahulu. Tapi ada juga segmen yang bersifat langsung diisi suara dan penampilan di atas panggung yang ditampilkan dengan konsep teatrikal. Hal ini sengaja dirancang untuk merespon reaksi dari pemirsa, dengan tujuan sedapat mungkin menimbulkan suasana dramatia dan haru biru yang optimal. Dan hal yang diprediksi pun terjadi. Suasana tangis yang bermula dari isakan kecil yang kemudian alunannya membesar bahkan terkadang menjadikan tangisan histeris pun terjadi pada saat penyampaian renungan mencapai titik puncaknya. Dramatisasi yang kemudian menimbulkan suasana yang dramatis pula. Hujan air mata pun kemudian tumpah dipenghujung acara renungan. Tidak saja dari adik adik mahasiswi, tapi cukup banyak pula adik adik mahasiswa. Bahkan sebagian panitia juga turut menumpahkan air mata
  • 56. 50 nya, padahalkan mereka yang merancang segala dramatisasi ini. Ini senjata makan tuan namanya Dan suasana ini pun perlahan mencair menjadi ceria seiring dengan menyala nya api unggun sebagai pertanda memasuki suasana ceria melalui acara keakraban dan pentas seni. Setelah memberikan sedikit pengantar mewakili seluruh panitia, aku pun menuruni panggung dan kemudian mencari posisi duduk yang enak untuk mengikuti acara pentas seni. Sengaja aku memilih duduk di tempat yang agak jauh dari panggung dan menghindari keramaian di sekitar panggung yang dikerumuni oleh para junior kami tersebut. Setengah mengantuk aku. Rasa lelah menyiapkan dan terutama pada pelaksanaan semua kegiatan ini yang sebelumnya sama sekali tidak terasa, mulai terasa saat ini saat perasaanku diliputi rasa lega dan bersyukur karena hasil kerja keras kami beberapa bulan terakhir ini semua berjalan lancar sesuai rencana yang puncaknya acara di malam ini. Semakin lama mata ini terasa semakin berat sampai tiba tiba terdengar suara lembut menyapaku,”Selamat malam Kak Taufik”. Agak terkaget aku sambil mencari sumber suara itu datang dari arah samping. Dan ... kudapati sesosok wajah lembut dengan senyumnya yang sangat manis. Agak
  • 57. 51 terperangah aku melihatnya tapi tak lama aku menyadari bahwa dia adalah adik mahasiswi yang tadi pingsan dipelukanku “Eh .... Selamat malam juga adik ... siapa ya namanya?” tanyaku bertanya setelah tidak berhasil membaca namanya yang tertulis pada name tag yang menempel di baju kaos seragam untuk acara orientasi mahasiswa baru ini. “Santi kak, nama saya Santi” katanya menjulurkan pergelangan tangannya padaku tetap dengan senyum manisnya itu. Aku segera menyambut uluran tangannya sambil berkata,”kalau saya Taufik” jawabku dengan nada kikuk. Sesaat kemudian aku menyadari kebodohanku, mengapa aku memperkenalkan diriku, bukannya Santi pasti sudah mengetahui namaku. Bodoh ...bodoh....bodoh ... maki ku dalam hati. Kulihat Santi tertawa cukup lebar sambil berkata,”Ya Santi pasti tahulah siapa kakak. Siapa sih yang tidak kenal kakak di Fakultas Ekonomi ini?” Duh, tambah grogi saja aku “Ah dik Santi bisa saja” kataku sambil tersipu malu Kemudian aku pun berkata padanya,” Alhamdulillah ya Dik Santi sudah sehat dan dapat mengikuti acara malam ini” yang segera dibalas,”Alhamdulillah kak, tadi sehabis Sholat Ashar saya sudah cukup sehat jadi sudah bisa bergabung dengan kelompok saya. Masih sempat ikutan latihan
  • 58. 52 pentas seni. Tapi memang saya diberi peran kecil karena menurut mereka saya jangan forsir tenaga dulu karena baru sembuh,” jelasnya, lagi lagi dengan senyum manisnya. Ahh, rasa hati jadi nyaman rasanya ...uhhuuyyy... “Santi bermaksud mengucapkan rasa terima kasih Santi yang tak terhingga pada kak Taufik, atas segala bantuannya pada kejadian tadi siang. Santi tidak bisa membayangkan seperti apa keadaannya tadi seandainya kakak tidak sigap menolong Santi” lanjut Santi dengan nada suara yang sangat tulus.,”Ah itu biasa saja Santi. Seorang kakak memang harus selalu melindungi adik nya seperti itu”, jawab ku cepat, walau kemudian aku sadari bahwa jawaban seperti itu terkesan aneh juga. Tapi tampaknya Santi tidak menyadari hal tersebut. Bahkan kemudian dia melanjutkan perkataannya, ”Sebenarnya tadi Santi ingin segera mengucapkan rasa terima kasih Santi saat kak Taufik datang menengok Santi di ruang kesehatan. Tapi saat itu Santi terlalu lemah untuk mengeluarkan kata kata. Maafkan Santi yang kak Taufik”. “Nggak apa apa kok Santi, kakak juga paham kok situasinya tadi. Melihat Santi sudah sembuh seperti ini saja, Kak Taufik sudah sangat senang sekali” jawabku yang segera disambut senyum manisnya
  • 59. 53 “Eh ngomong ngomong penampilan grup Santi masih lama kah?” tanyaku. “Kebetulan pas saat undian tadi, kelompok Santi dapat giliran tampil terakhir kak. Jadi paling ya sekitar setengah jam lagi kami kumpul untuk persiapan naik panggung,” jawabnya. Entah kenapa ada perasaan lega dalam diriku mendengar jawabannya tersebut. “Oh kalau begitu kita ngobrol ngobrol dulu ya disini. Yuk kita duduk, nggak enak ini ngobrol sambil berdiri”, kataku sambil mempersilahkannya duduk di sebelah ku. Kulihat sempat ada rasa ragu di wajah Santi. Tapi tak lama kemudian, ia memutuskan ikut duduk di sampingku walau dengan agak malu malu “Kalau menurut penilaian dik Santi, bagaimana pelaksana masa orientasi mahasiswa baru di Fakultas Ekonomi ini dari awal hingga saat ini? Jangan anggap kak Taufiq ketua panitianya ya. Anggap saja kakak yang bertanya pada adik kesayangannya”, agak tercekat lidahku ketika mengucapkan kata yang terakhir. Serius aku nggak punya maksud apa apa, aku hanya tiba tiba teringat dengan Zhafira yang adalah adiku satu satunya dan memang menjadi kesayangan seluruh anggota keluarga. Tapi tampaknya Santi tidak memperhatikan ucapanku tersebut. Dia justru menjawab pertanyaanku,”Jujur kak, kegiatan orientasi
  • 60. 54 mahasiswa di sini bagus sekali. Semua kegiatan ada tujuan dan maksudnya yang semuanya memberikan bekal buat kami. Bukan sekedar kakak panitia marah marah nggak jelas tujuannya apa, seperti yang sering saya dengar selama ini. Apalagi acara renungannya tadi, sangat bagus sekali kak. Terus terang tadi Santi sempat nangis lho kak, terharu sekali dengan acara renungan tadi. Padahal Santi biasanya jarang terharu sampai menangis seperti tadi lho kak”, kata Santi dengan wajah tersipu malu. Aku tertawa mendengar perkataannya tadi “Siapa dulu ketua panitianya ya Kak Taufiq”, lanjut Santi. Aku lumayan terkejut mendengar perkataannya ini,”Ah dik Santi bisa saja” jawabku. Kali ini aku yang tersipu malu. “Benar kak, dari cerita cerita kakak kakak senior, konsep acara orientasi mahasiswa baru ini, sebagian besar dirancang oleh kak Taufiq. Apalagi acara renungan tadi, 100% itu hasil pemikiran kakak”, kata Santi sambil memandang kagum kepadaku. Ahh terasa terangkat diriku mendengar pujian dari adik junior yang manis ini. Tapi aku harus jaga image lah, nggak boleh terlihat berbesar hati mendengar pujiannya. Alih alih berbangga hati, aku malah memilih sikap merendah,”Ah itu teman teman terlalu berlebihan lah, kontribusi mereka besar kok. Aku malah hanya
  • 61. 55 sekedar menjadi koordinator tugas mereka saja,” kataku yang segera disambutnya dengan nada protes,”Dimana mana komandan kan yang paling memiliki kontribusi terbesar untuk pembuatan strategi dan keberhasilan pasukan lho kak,”. Aku tertawa melihat ekspresi wajahnya. Wah, calon aktivitas mahasiswa nih, gumamku dalam hati. “Komandan ..., memang nya ini perang” kataku dengan nada menggoda. ,”Ahh .. Kak Taufiq bercanda terus sih”, balasnya dengan nada merajuk. “Ha..ha..ha.. Iya iya maaf maf ya dik Santi. Sekarang serius deh”, kataku sambil memperbaiki posisi dudukku yang sempat bersender pada sebuah pohon. “Iya kak, Santi juga sudah sering dengar tentang acara orientasi mahasiswa baru dari kakak kakak kelas saya di SMA dulu, belum ada yang acaranya seperti ini” lanjut Santi. “Iya dik Santi, terima kasih atas apresiasinya terhadap apa yang kakak kakak panitia lakukan ya” kataku sungguh sungguh yang lagi lagi disambut dengan senyum manisnya. Haddeeeuuuhhh .... Sesaat kemudian kami masing masing terdiam sambil memandang ke arah panggung saat ada penampilan pentas seni dari salah dari kelompok mahasiswa baru. Aku kembali menyenderkan punggungku ke pohon. Tidak saja agar dapat lebih nyaman melihat pertunjukkan tersebut,
  • 62. 56 akan tetapi juga aku dapat mencuri pandang ke arah Santi yang duduk tegak agak didepan posisi dudukku. Kulihat wajah manisnya tampak tersenyum senyum kecil menyaksikan penampilan komedi di atas panggung tersebut. Sesekali dia menyibakkan rambut panjang nya yang tergerai sampai kepunggungnya. Mungkin pancaran panas dari api unggun yang terletak cukup dekat dari posisi duduk kami membuatnya agak kepanasan. Aku sendiri sudah merasa nyaman dan “adem” cukup dengan memandang wajah Santi walau hanya dari samping saja ehheemm .. Cukup lama juga aku memandang wajahnya yang tersenyum senyum memandang ke arah panggung. Sampai pada suatu saat tiba tiba Santi memalingkan pandangannya ke arahku. Panik aku segera menundukkan pandanganku dan dengan agak gugup aku segera bertanya padanya untuk mengalihkan kegugupanku,”Hhmmh .. Santi kepanasan dekat api unggun disini ya” kataku agak tergagap. “Enggak kok kak, Santi Cuma mau ngecek kak Taufik tertidur apa enggak. Kok nggak kedengaran suaranya he..he”, katanya bercanda Ooohhh ... bisa bercanda juga ini ternyata ya adik junior ku yang manis ini. “Ah bisa saja dik Santi, aku cuma mengantuk sedikit aja kok.. , dik Santi malah kelihatan menikmati penampilan kelompok itu ya,” kataku sambil menunjuk ke arah panggung. “Iya kak,
  • 63. 57 bagus itu penampilannya, lucu juga parodi nya” jawabnya dengan wajah berbinar binar. Aku mengangguk membenarkan ucapannya “Oh iya, dik Santi dari jurusan apa ya? Maaf kakak belum bisa hafal semua adik adik mahasiswa baru” kataku ingin tahu banget. “Nggak apa apa kak, orang sibuk seperti kakak pasti banyak yang dikerjakan. Maklum belum kenal kenal kami ini he..he..” kata Santi bercanda, kemudian melanjutkan,”Santi dari jurusan Akuntansi kak” jawabnya mantap. “Oohh, Santi suka angka angka ya”, kataku menggodanya. “He..he.. kakak bisa saja. Ini jurusan saya ambil juga atas saran guru di sekolah saya waktu mau menentukan jurusan yang saya ambil untuk program masuk tanpa test” jelas Santi dengan malu malu. “Wuiiihhh ... ternyata dik Santi masuk ke sini tanpa test ya, kalah kakak yang harus ikut test dulu sebelum masuk ke sini”kataku memujinya. “Ahh biasa saja kok kak, belum terbukti di sini kok. Beda dengan kak Taufiq yang sampai saat ini IPK nya sudah termasuk nilai cum laude kan” kata Santi setengah bertanya. Aku kaget mendengarnya, kok Santi bisa tahu? “Lhoo .. kok Santi bisa tahu sih?” tanyaku heran. “Ohh, Santi tahu nya dari kakak kakak panitia yang lain kok. Lagian kak Taufik kan terkenal di Fakultas kita ini” jawab Santi sambil
  • 64. 58 tertawa. Aku hanya bisa tertawa mendengarnya, sambil berkata “Dik Santi bisa saja”. “Lho, memang nya dulu Santi, SMA nya dimana?” tanyaku mulai menggali informasi tentang dirinya. “Oo .. saya dari Jakarta kak” katanya sambil menyebutkan SMA Negeri yang sangat favorit disana. “Woow, keren ya sekolahnya. Apalagi masuk kesini dengan jalur tanpa test, tentu persaingan untuk dapat jatah itu di SMA dik Santi ketat sekali ya. Dan dik Santi bisa mendapatkan tiket itu,” kataku dengan kagum. Tulus ini, bukan modus he..he.. Kali ini giliran Santi yang tersipu sipu malu. “Ah, biasa saja kok kak Taufiq” jawabnya pelan. Kulihat terdapat semu merah di pipi nya yang putih itu. “Berarti di sini Santi kost ya?” tanyaku lagi. “Oohh saya tinggal di rumah Bude saya kak” jawabnya kembali dengan senyum manisnya. “Ohhh ... enak dong ya, masih ada mengurusi disini” kataku lagi. “Ahh enggak kok kak, saya kuliah keluar kota kan tujuannya untuk latihan mandiri juga. Tadinya saya juga mau kost saja, tapi Bude memaksa saya untuk tinggal di rumah beliau. Ya sudah, akhirnya saya tinggal di sana kak” jelasnya. Aku mengangguk anggukan kepalaku mendengar jawabannya tersebut. “Rumah Bude dimana dik Santi” tanyaku ingin tahu. Naahh ... kalau ini memang ada modus
  • 65. 59 ...sedikiitt . Santi pun segera menyebutkan nama sebuah perumahaan yang cukup besar di utara kota yang tidak terlalu jauh dari kampus. “Oohhh ... nggak terlalu jauh dari kampus ya. Lho, berarti nanti kita selesai acara jam 10 malam Santi pulang ke rumah Bude bagaimana?” tanyaku. Nah, kalau ini bolehlah dituduh sebagai modus wkkk..wkkk .. “Ohh Santi bawa kendaraan kok kak, jadi nggak khawatir kalau pulang malam” jawabnya. “Oohh, ya sudah nanti hati hati saja bawa kendaraannya ya” kataku yang segera dijawab,”Terima kasih kak. Kak Taufiq seperti polisi saja ya” kata Santi dengan nada suara menggoda. Hmmmh .. ternyata suka melucu juga ya junior yang manis ini, batinku dalam hati. “Iya dik Santi, nanti aku tilang lho” jawabku balas menggoda yang disambut tawa kecil Santi. “Oh iya kak, ini sudah hampir saatnya kelompok Santi tampil. Santi ijin ke tempat kumpul teman teman sekelompok Santi ya kak” ijin Santi. “Iya dik, semoga sukses ya penampilannya nanti. Hati hati di jalan, biar tidak kak Taufiq tilang” candaku padanya yang disambut dengan tawa kecilnya. Kuperhatikan Santi menjauh dari diriku sampai hilang ditengah kerumunan mahasiswa baru di sekitar panggung. Ada sedikit rasa kehilangan dalam
  • 66. 60 diriku. 20 menit bersama Santi tadi menimbulkan kesan yang cukup dalam pada hatiku **** Sudah beberapa bulan berselang dari kegiatan orientasi mahasiswa baru. Semua mahasiswa sudah sibuk dengan kegiatan masing masing di kampus. Untuk aktivis kuliah sudah sibuk dengan berbagai jadwal kuliah dan kunjungan ke perpustakaan. Untuk aktivis organisasi kampus juga sudah sibuk dengan berbagai aktivitas kampus, baik yang bersifat akedemis seperti kegiatan seminar ataupun juga aktivitas sosial politik seperti kegiatan pemberdayaan sosial maupun juga peningkatan kesadaran berpolitik mahasiswa misalnya penyampaian pendapat alias demonstrasi he..he . Bahkan para aktivis kantin pun juga sudah berkhidmat pada aktivitasnya dengan menguasai kantin bahkan pada saat mahasiswa lainnya sedang berkonsentrasi mendengarkan dosen memberikan kuliah di ruang kelas wkkkwkkk Termasuk juga diriku yang dikenal sebagai aktivis kampus ini juga sudah sibuk dengan berbagai agenda kegiatan organisasi mahasiswa di tingkat Fakultas dan Universitas. Walaupun aku juga berusaha untuk tetap dapat mengikuti jadwal kuliah yang telah kuambil. Karenanya hari hari ku berjalan sangat padat dari pagi hari hingga menjelang malam,
  • 67. 61 dan tidak sempat lagi memikirkan hal hal lain diluar urusan aktivitas kampus dan kuliah. Tapi ada yang berbeda pada semester ini. Di sela sela waktu yang padat, dalam relung hatiku masih sering muncul kenangan atas apa yang terjadi pada saat acara api unggun saat kegiatan orientasi mahasiswa baru lalu. Ya, 20 menit mengobrol bersama Santi memang menimbulkan kesan yang mendalam dalam diriku .. Melankonis? Eitss jangan langsung menuduhku seperti itu ya. Oke, aku akui saat itu memang sedang sendiri ... alias jomblo itu. Tapi bukan berarti aku belum pernah dekat seorang perempuan. Saat aku kelas 2 SMP aku sudah dekat dengan teman perempuanku 1 kelas. Dan walaupun cinta monyet itu berakhir dalam 1 tahun, dengan alasan ingin berkonsentrasi menghadapi ujian akhir di kelas 3, tidak berarti pula berakhir pula hubungannya dengan teman dekat perempuan. Hal ini kubuktikan ketika aku kembali dekat dengan teman perempuanku saat kami sama sama di kelas 2 SMA, walaupun kami berada di kelas yang berbeda. Memang kemudian hubungan ini kembali kandas saat kami lulus dan kami harus berpisah jarak sangat jauh karena teman dekatku itu melanjutkan pendidikannya ke Amerika Serikat. Walau saat itu sarana komunikasi sudah
  • 68. 62 cukup tersedia walau belum seperti saat ini, kami memutuskan hubungan kami secara baik baik Saat aku di tahun pertama kuliah dan mulai aktif di kegiatan kampus ini, aku juga menjalin hubungan dengan teman perempuanku sesama aktivitas yang berasal dari Fakultas Ilmu Sosial & Politik. Tapi memang karena karakter yang sama sama keras, hubungan kami hanya dapat bertahan selama 1 tahun. Itupun banyak diisi dengan perbedaan pendapat yang sering kali berakhir dengan konflik. Bahkan tidak jarang perbedaan pandangan kami saat rapat di organisasi mahasiswa terbawa sampai di hubungan pribadi kami. Ya sudahlah, daripada keretakan hubungan kami merembet pada hubungan kami di organisasi kampus, kami sepakat untuk mengakhiri hubungan. Dan walaupun setelah itu kami masih sering bertemu, tapi dalam diriku sudah tidak menyisakan rasa sayang pada dirinya, selain sebagai teman biasa saja. Walaupun demikian bukan berarti kemudian aku menutup diriku pada perempuan lain. Tapi memang belum ada lagi yang bisa mengisi relung hatiku. Belum ada lagi perempuan yang bisa membuatku ingin menjadikannya sebagai teman dekatku. Kalau yang ingin dekat denganku ya ada, cukup banyak pula. Bukan aku ge er alias gede rasa
  • 69. 63 ya. Tapi mungkin karena citra sebagai aktivis mahasiswa dengan nilai IPK yang tergolong cumlaude itu membuatku banyak dikenal seantero Fakultas Ekonomi, dan bahkan ke Fakultas lain. Apalagi secara penampilan, yaaa .. aku tergolong di atas rata rata lah ... ehheemm ... Tapi ya itu, belum ada yang membuatku tertarik. Dan itu berjalan selama 1 tahunan ini sampai aku pada satu kesimpulan bahwa dunia kampusku selanjutnya akan diisi hanya dengan aktivitas kampus dan kuliah saja, tidak lebih! Tapi kehadiran Santi secara tidak terduga itu sudah memporakporandakan keyakinanku tersebut. Pertemuan singkat lalu telah meninggalkan kesan yang tidak bisa kuhapus, walaupun aku sempat berusaha menghapusnya. Sampai akhirnya aku menyerah dan mulai mengikuti kata hatiku tersebut. Sehari hari di kampus aku memang jarang bertemu dengannya. Selain karena kami berbeda jurusan sehingga berbeda gedung kuliah walaupun tetap berada pada satu lokasi yang sama, juga karena perbedaan kami yang 2 angkatan ini juga memperkecil peluang kami mengambil mata kuliah yang sama. Apalagi aku dengan mayoritas nilai A dan hanya sedikit nilai B sebagai asesoris saja, tidak ada alasan bagiku untuk mengulang mata kuliah he..he Mungkin satu satunya jalan ya bertanya dengan teman
  • 70. 64 temanku. Problemnya aku kurang akrab dengan teman teman angkatan di jurusan Manajemen karena aku jarang bisa mengobrol panjang dengan mereka. Bukan karena aku sombong, akan tetapi aku memang jarang bisa kongkow kongkow di loby jurusan saat sebelum atau sesudah kuliah. Hal tersebut disebabkan kesibukanku di organisasi mahasiswa yang menyebabkanku seringkali hanya bisa mengikuti kuliah tanpa sempat mengobrol banyak dengan mereka. Tentu akan terasa aneh jika tiba tiba aku bertanya informasi tentang adik angkatan apalagi beda jurusan. Apa kata dunia ...? Kemungkinannya adalah bertanya dengan teman di organisasi mahasiswa karena ada beberapa aku cukup dekat dengan mereka. Persoalannya mereka semua sudah mengetahui “insiden” pingsannya Santi dalam pangkuanku saat kegiatan orientasi mahasiswa baru yang lalu. Pasti mereka langsung dapat menebak maksudku bertanya tentang Santi. Walaupun aku cukup yakin mereka dapat dipercaya untuk tidak menceritakannya pada orang lain, tetap saja aku tidak percaya diri untuk bertanya. Ya sudahlah .. aku pasrah saja mengabaikan kata hatiku sampai saatnya nanti tiba. Entah kapan. Siapa tahu perasaan itu perlahan akan menghilang seiring dengan berjalannya waktu.
  • 71. 65 Dan kesempatan itu pun datang beberapa bulan kemudian. Saat itu fakultasku sedang mempersiapkan diri untuk mengadakan pemilu mahasiswa, berupa pemilihan ketua senat mahasiswa yang baru. Semua mahasiswa yang memenuhi syarat dipersilahkan untuk mendaftar sebagai kandidat. Dan setelah memikirkan ya cukup lama, akhirnya aku memutuskan untuk mendaftar. Pertimbanganku karena 2,5 tahun aku aktif di Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) tingkat Fakultas, sebagai organisasi mahasiswa yang bertugas menjalankan berbagai kegiatan kemahsiswaan melalui berbagai unit kegiatannya, aku merasa sudah memiliki kemampuan untuk memegang pucuk pimpinan Senat Mahasiswa (SeMa) Fakultas. Iya, Senat Mahasiswa Fakultas yang berfungsi sebaga perwakilan mahasiswa dan menjadi pengawas serta Pengatur anggaran untuk semua kegiatan BEM Fakultas, memang membutuhkan pemahaman yang sangat baik terhadap fungsi BEM. Karenanya, dengan didukung oleh banyak temanku di BEM Fakultas dan teman temanku dari jurusan manajemen, aku memberanikan diri untuk maju dalam pemilihan ini Selain diriku, ada 2 orang temanku yang sama sama aktif di organisasi mahasiswa yang juga mengajukan diri. Berarti akan ada persaingan ketat
  • 72. 66 untuk merebut hati mahasiswa di fakultasku untuk memilih kandidat yang disukai. Untuk itu, masing masing kandidat perlu membuat program kerja yang menarik hati mereka. Akupun segera membentuk tim pemenangan untuk merancang program kerja serta teknik kampanye yang tepat. Panitia pemilihan memang sudah menjadwalkan jadwal kampanye dan debat program untuk setiap kandidat Tim Pemenanganku pun segera bekerja. Kegiatan kampanye pun segera di rancang untuk dilakukan di setiap jurusan yang ada di fakultasku, tidak terkecuali jurusan Akuntansi. Sempat terbersit harapanku bahwa aku bisa bertemu dengan Santi pada acara tersebut. Tapi segera kutepis, tidak mungkin dia datang. Apalagi Rudi sebagai salah satu kandidat yang berasal dari jurusan Akuntansi, pasti akan memobilisasi dukungan dari mahasiswa baru seperti Santi. Tapi ya sudahlah, aku fokus saja pada program kerja ku dan sosialisasinya lewat kegiatan kampanye Dan masa kampanye pun tiba. Aku dan seluruh tim pemenangan fokus untuk memberikan yang terbaik untuk dapat meyakinkan para calon pemilih. Semua kegiatan kampanye kami lakukan dengan serius tapi juga santai untuk menumbuhkan
  • 73. 67 citra fun dan menyenangkan, termasuk juga saat kami melakukannya di jurusan Akuntansi. Di luar dugaan kami, ternyata para pendukungku yang berasal dari jurusan ini sangat banyak. Ruangan kuliah besar yang dijadikan sebagai ruang kampanye hampir tidak bisa menampung pendukungku yang hadir. Surprised juga kami dibuatnya. Hal inilah yang secara psikologis mendorongku untuk semakin semangat dan berapi api memaparkan semua program kerjaku. Demikian pula saat sesi tanya jawab, juga berlangsung dengan sangat dinamis dan aku juga sangat antusias menjawab semua pertanyaan yang ditanyakan para pendukung, sampai acara kampanye tersebut selesai jadwal sesuai dengan ditetapkan oleh Panitia Pemilihan. Sesaat setelah kampanye ditutup dan para pendukung kami sudah meninggalkan ruangan, aku dan seluruh Tim Pemenangan larut dalam perasaan yang sangat bahagia atas apa yang kami peroleh hari itu. Dan setelah melakukan evaluasi kecil, kami pun bersiap untuk meninggalkan ruangan. Sesaat aku berjalan menjauhi ruangan kampanye, tiba tiba kudengar sapaan dari suara lembut yang sangat kukenal,”Selamat kampanyenya tadi sukses ya kak Taufiq”. Segera kuhentikan langkahku dan mengalihkan pandanganku ke arah
  • 74. 68 sumber suara. Saat itulah pandanganku mengarah pada wajah manis yang selama ini kurindukan. Ya ... Santi . “Eh..... dik Santi, apa kabar. Tadi juga hadir di acara kampanye kan?, “ kataku agak grogi sambil mengulurkan tangan untuk menyalaminya. Santi segera membalas uluran tanganku sambil berkata,”Pasti dong kak, Santi dan teman teman kan pendukung berat kak Taufiq” jawabnya sambil tersenyum lebar, senyum manis yang selama ini kurindukan. “Lho kan ada kak Rudi, kenapa pilih kakak,” tanyaku lagi ingin tahu bangett .. Santi pun segera menjawab,”Kami kan tidak memilih berdasarkan kesamaan jurusan kak. Tapi berdasarkan kemampuan dan juga prestasi selama ini, selain dari program program kerja yang ditawarkan. Pengalaman kami mahasiswa baru dalam program orientasi yang lalu kan juga telah menunjukkan bagaimana kualitas kak Taufiq” jelas Santi dengan wajah yang berbinar binar. Wah benar benar merasa tersanjung aku mendengarnya. Sebelum aku sempat berkomentar, Santi melanjutkan perkataannya,”Apalagi dengan Santi, Santi kan punya pengalaman khusus dengan kak Taufiq” lanjut Santi dengan nada malu malu diiringi dengan semburat merah di wajahnya
  • 75. 69 Degggg ... Jantungku serasa berhenti berdetak mendengar pengakuan Santi tersebut. Segera dengan lembut kutarik tangannya untuk duduk di kursi yang terletak di dekat tempat kami berdiri. “Duduk yuk dik Santi, nggak enak ngobrolnya sambil berdiri” pintaku lembut. Dengan tetap tersipu Santi pun duduk dikursi bersebelahan denganku. “Maaf ya kak Taufiq, perkataan Santi terakhir itu bercanda aja kok, nggak ada maksud apa apa. Jangan tersinggung ya kak” kata Santi dengan wajah penuh harap. “Enggak ada yang perlu dimaafkan kok, kakak nggak tersinggung kok. Kenapa pula kak Taufiq harus tersinggung,” jawabku menenangkannya. Kulihat ada raut kelegaan pada wajahnya. Kemudian aku melanjutkan,”Kak Taufiq malah senang kok kita bisa bertemu seperti itu, apalagi saat kita ngobrol berdua saat acara api unggun lalu. Kalau dik Santi berkenan, kakak ingin kita bisa mengobrol lagi seperti dulu lagi” kataku perlahan. Kulihat wajahnya agak bersemu merah dan berusaha menjawab pernyataannku, sebelum tiba tiba terdengar suara teriakan dari kejauhan,”Taufiq, kita jadi nggak rapat buat persiapan acara debat minggu depan?” Kulihat ke arah sumber suara, Randy yang adalah ketua tim Pemenanganku berdiri menunggu jawabku. Haaaaddeeeeuhhh ... nggak bisa melihat orang senang
  • 76. 70 apa gerutuku dalam hati. Tapi dia nggak salah juga sih, kami memang ada jadwal rapat untuk persiapan acara debat kandidat minggu depan. Hmmmmhhh ... ya sudah, aku harus komitmen dengan jadwal yang telah ditetapkan. “Jadi kok Randy, sebentar lagi aku ke sana ya” jawabku setengah berteriak. Segera kupalingkan wajahku ke arah Santi sambil berkata ,”Huh ada ada saja. Maaf ya dik Santi, kakak harus rapat. Nanti lain waktu kita ngobrol lagi yang lama. Oh iya, mungkin sementara kita bisa ngobrol di telepon dulu. Kalau boleh kakak tahu, dik Santi bisa tulis nomor handphone dan pin Blackberry Messengger nya Santi ya,” kataku penuh harap sambil menyodorkan buku agendaku dan bolpoin. Kali ini aku tidak mau kehilangan kontak lagi dengan Santi. Santi segera mengambil buku agendaku sambil berkata,”Boleh dong kak, ini Santi tulis ya” katanya sambil tersenyum manis. “Alhamdulillah” jawabku dengan rasa syukur. Segera setelah aku menerima kembali buku agendaku, aku pamit pada Santi sambil berpesan agar dapat datang saat aku melakukan debat kandidat nanti. Santi pun segera menyanggupi, lagi lagi sambil tersenyum manis. Akupun segera berjalan ke ruang rapat dengan langkah yang sangat ringan serasa melayang di atas awan ****
  • 77. 71 Sampailah pada puncak kegiatan sosialisasi program kerja pada pemilihan ketua senat mahasiswa di fakultasku, berupa kegiatan debat kandidat. Dalam kegiatan ini seluruh kandidat akan berdebat berdasarkan berbagai pertanyaan yang akan diberikan oleh panelis, yang diselenggarakan secara terbuka di gedung auditorium Fakultas dan dapat dihadiri oleh seluruh mahasiswa di fakultasku. Kegiatan ini juga akan menjadi ajang pembuktian, apakah program kerja yang dilakukan oleh masing masing kandidat adalah gagasan konkrit yang dapat diterapkan, atau sekedar pepasan kosong yang terdengar Indah tapi tiada makna. Karenanya, semua kandidat mempersiapkan diri sebaik mungkin dengan menggali informasi sebanyak banyaknya dari calon pemilih kami mengenai harapan mereka kepada kami jika kelak kami terpilih. Tidak terkecuali padaku. Dengan dibantu oleh seluruh tim Pemenanganku, kami bergerilya mencari informasi tersebut, sekaligus untuk memperoleh dukungan mereka. Hal ini kami lakukan sejak awal masa kampanye, dan makin meningkat sejak sesi kampanye kami terakhir di minggu lalu, saat aku bertemu kembali dengan Santi setelah terpisah beberapa bulan ini .. ehheemm ...
  • 78. 72 Disela sela persiapan acara debat kandidat ini, aku menyempatkan diri untuk menyambung komunikasi kembali dengan Santi. Tidak bertemu langsung memang, lebih banyak melalui Blackberry Masangger (BBM) di perangkat telepon pintar alias smartphone masing masing. Sesekali saja menelepon, secara pulsaku juga agak tipis karena banyak terpakai untuk keperluan pemilihan he..he.. Topik pembicaraan kami memang masih bersifat umum, belum ada yang “menjurus” ke hal yang lebih dekat. Paling banyak mengenai persiapan acara debat kandidat. Aku banyak mendapat sudut pandang mahasiswa baru dari pembicaraan BBM kami tersebut. Lumayan membantulah untuk menperkaya pengetahuan mengenai harapan dan keinginan pemilih terhadap para kandidat. Lagi pula saat ini aku belum mau berpikir hal hal selain urusan pemilihan ini. Nanti sajalah setelah pemilihan, apapun hasilnya, baru aku bisa berfikir mengenai hal hal lainnya. Dan sampailah pada D-Day nya, hari pelaksanaan ajang debat kandidat. Pada waktu yang sudah ditetapkan, 3 kandidat sudah siap di mimbar masing masing di atas panggung aula. Kami berdiri menghadapi tim panelis yang duduk di depan kami dan sudah siap dengan pertanyaannya. Tepat jam 9 acara dimulai dengan diiringi gemuruh para
  • 79. 73 pendukung masing masing yang juga sudah siap di aula fakultas lengkap dengan berbagai atributnya tersebut. Acara pun mengalir selama sekitar 3 jam. Berbagai pertanyaan panelis yang dibalas dengan berbagai argumen para kandidat pun silih berganti mengisi ruang aula yang luas tersebut, dengan sesekali diiringi dengan gemuruh dukungan para pendukung kami dengan segala yel yel kreatif mereka. Dan tepat di tengah hari yang sangat terik, acara debat kandidat pun berakhir. Tidak seperti ujian akhir semester yang menghendaki jawaban benar, pada ajang ini semua jawaban kandidat tidak ada yang benar dan tidak ada pula yang salah. Yang ada apakah semua jawaban kami tadi dapat memenuhi harapan para calon pemilih kami atau tidak. Dan hal itu hanya akan kami ketahui 2 hari lagi, saat acara pamungkas, yaitu saat pemilihan suara dilaksanakan. Siapa kandidat yang akan terpilih, dia lah yang mempunyai jawaban paling benar dibandingkan kandidat lainnya Itulah yang kemudian terjadi. Pada hari pemilihan suara, semua mahasiswa di Fakultas Ekonomi memberikan suara di beberapa tempat pemungutan suara di masing masing jurusan dengan mekanisme yang telah ditetapkan. Menjelang tengah hari, pemungutan suara pun berakhir. Setelah semua
  • 80. 74 kotak suara dikumpulkan di aula fakultas, dimulailah proses penghitungan suara oleh Panitia Pemilihan. Sesuai mekanisme penghitungan suara, kandidat dengan perolehan suara tertinggi secara otomatis akan menjadi ketua senat mahasiswa Fakultas Ekonomi terpilih. Kejar mengejar suara antar kandidat pun dimulai, diiringi dengan sorak sorai para pendukung setiap nama kandidat yang didukungnya disebut memperoleh suara. Para kandidat dan tim pemenangan nya pun memantau proses perhitungan suara tersebut didalam aula dengan harap harap cemas. Tidak terkecuali pada tim Pemenanganku dengan wajah tegangnya. Aku sendiri sebenarnya lebih nothing loose saja, jika terpilih ya aku akan mengucapkan Alhamdulillah dan akan menjalankan amanah yang diterima. Kalaupun tidak terpilih ya aku akan siap membantu kandidat terpilih jika diminta berada dalam struktur Senat Mahasiswa Fakultas. Kalaupun tidak ya aku akan meneruskan kontribusi di Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas. Karenanya, merasa udara di aula terasa sangat panas karena penuhnya aula, maka aku memutuskan untuk keluar aula untuk membeli minuman dalam kemasan dingin yang ada di Refrigerator kantin. Segera kuterima minuman dingin, segera kuminum sambil duduk di
  • 81. 75 kursi kantin sambil menyambut sapaan teman temanku yang kebetulan datang ke kantin. Setelah tetes terakhir dalam botol minuman itu habis kuteguk dan membuangnya ke tempat sampah yang tersedia, kuputuskan untuk kembali ke aula untuk mengetahui hasil perhitungan suara. Sesampainya di pintu aula, sayup sayup kudengar proses perhitungan suara masih berlangsung. Segera kuputuskan untuk memasuki aula. Sesaat aku berada dalam aula, pecah aula dengan gemuruh suara yang bersahut sahutan. Belum sempat aku berfikir apa yang terjadi, tiba tiba tubuhku sudah diangkat oleh banyak orang didekatku. Sempat panik sebelum akhirnya aku menyadari apa yang terjadi. Kulihat mereka membawa atribut dukungan kepadaku dan menyanyikan lagu “We are the Champion” nya Queen. Alhamdulillah, walaupun perhitungan suara belum selesai, tapi kemungkinan suara ku sudah mencapai 50%+1, sehingga tidak mungkin lagi terkejar oleh 2 kandidat lainnya. Setelah para pendukungku puas meluapkan rasa gembiranya, mereka menurunkanku di dekat tim Pemenanganku, yang segera memelukku dengan bahagia. Tapi ini khusus tim Pemenanganku yang laki laki saja ya, yang perempuan ya hanya menyalamiku saja he..he.. Andi dan Rudi sebagai kandidat lainnya
  • 82. 76 pun segera mengucapkan selamat kepadaku. Kami pun berpelukan, dan segera hilanglah aura persaingan diantara kami, digantikan dengan semangat untuk bekerja sama nantinya. Dan setelah penghitungan suara selesai dilakukan, dan semua saksi dari tim pemenangan masing masing kandidat membutuhkan tanda tangan sebagai tanda menerima hasil penghitungan suara, aku segera dibawa oleh tim Pemenanganku ke posko kami di lobi jurusan manajemen. Di sana kami disambut dengan meriah oleh teman temanku yang ada di sana, menyambut kemenangan telakku dengan perolehan suara 60% itu. Cukup lama juga kami berada suasana eforia itu, sampai Randy mengajakku untuk mendiskusikan langkah lanjut setelah kemenangan ini. Hal terdekat yang harus dilakukan adalah pembentukan susunan pengurus dan pelantikan oleh pihak Fakultas. Karenanya aku harus berkoordinasi dengan Pembantu Dekan bidang Kemahasiswaan dan pihak pihak lainnya. Kalau dariku sih, akan mengajukan agar Andi dan Rudi juga dimasukan dalam susunan pengurus yang akan dibentuk, jika mereka bersedia. Selanjutnya, ya mulai bekerja dan merealisasikan program program ku yang sudah diterima oleh sebagian besar teman teman mahasiswa itu.
  • 83. 77 Tak terasa sore telah menjelang ketika kami mengakhiri diskusi dan memutuskan untuk pulang ke rumah masing masing. Sambil berjalan menuju parkiran motor, aku melihat telepon pintar ku untuk melihat pesan BBM yang masuk. Sangat banyak pesan yang masuk dan aku segera scrolling inbox untuk melihat siapa saja yang mengirimkan pesan, sampai pandanganku berhenti pada pesan dengan profile picture dengan wajah manis yang sangat kukenal. Ya, wajah Santi. Segera kulihat pesan yang dikirim olehnya, dan kubaca pesan indah darinya : “Kak Taufiq, selamat atas amanah yang diterima sebagai Ketua Senat Mahasiswa Fakultas ya. Semoga dapat mengemban amanah dengan sebaik baiknya. Salam dari adik mu, Santi”. Jleb.. kalimat terakhir pesan itu sangat dalam sekaligus multi tafsir. Segera kucari nomor teleponnya di phone book telepon pintar ku dan segera kutelepon. Sesaat terdengar nada tunggu dari telepon pintar nya sebelum kemudian terdengar suara lembut, “Hallo Kak Taufiq, selamat ya atas menjadi pilihan utama mahasiswa Fakultas Ekonomi untuk dapat membawa aspirasi kami,” jawab Santi dengan tawa renyah. “Alhamdulillah dik Santi, doakan kak Taufiq untuk dapat menjalankan amanah dengan baik ya” kata ku yang segera di Amin kan oleh Santi
  • 84. 78 “Eh iya Santi sudah di rumah Bude sekarang?” tanyaku yang segera dijawabnya,”Iya kak, ini juga baru sampai. Tadi sehabis selesai perhitungan suara, Santi ada kuliah sampai sore. Kak Taufik dimana sekarang” Santi balik bertanya,”Mmmhhh, masih di kampus kok. Tadi rapat dulu dengan Randy dan tim yang lain membahas pembentukan pengurus dan pelantikan minggu depan. Ini juga baru mau pulang kok” jawabku yang segera dibalas olehnya,”Ooh kalau begitu hati hati saja ya bawa sepeda motor nya ya kak. Jangan ngebut ngebut,” pesannya sambil tertawa renyah. “Hhmmh ... terima kasih ya dik Santi,” jawabku singkat. Mendadak aku terfikir sesuatu yang segera aku utarakan kepadanya,” Hmmmhh ... Santi besok siang ada kuliah nggak” kataku memberanikan diri untuk bertanya. Pertanyaan yang langsung dijawabnya,”Ada kak, besok kuliah pagi jam 9.30 – 12.00 dan kuliah siang jam 15.00 – 17.30 Memangnya kenapa kak?” tanyanya ingin tahu. “Mmmhhh ... kalau aku ajak makan siang di luar kampus, dik Santi bersedia. Ya sebagai rasa terima kasih kak Taufik atas dukungan dik Santi sekaligus sebagai syukuran lah atas apa yang sudah kak Taufik raih barusan” kataku dengan hati hati. Sejenak tidak ada suara diseberang telepon, yang membuatku bertanya tanya dalam hati. “Hhmmmhh ... memangnya tidak apa apa kak?” kudengar Santi bertanya balik dengan nada ragu.
  • 85. 79 “Lho, memangnya kenapa dik Santi” jawabku cepat. “Hhmmmh .... Kak Taufik kan tokoh mahasiswa di Fakultas, apalagi saat ini sudah terpilih menjadi ketua senat mahasiswa. Apalah Santi dibanding kak Taufiq, sampai diajak makan siang oleh kakak” balasnya pelan. “Hahaha .... justru kakak yang mendapatkan kehormatan jika dik Santi mau meluangkan waktu untuk makan siang dengan kakak” kataku sambil tertawa lebar. Kudengar juga suara tertawa Santi dibalik telepon. “Baik kak, Santi bersedia kalau kakak tidak berkeberatan” kudengar suara Santi dengan nada suara lega.”Ya pasti kak Taufik nggak keberatanlah, bahkan kakak merasa senang. Besok jam 12 kakak telepon ya. Ya udah, kak Taufiq jalan dulu ya, selamat istirahat ya dik Santi”, kataku sambil menutup telepon. Tak lama kemudian aku sudah mengendarai motor sport ku meninggalkan halaman Fakultas. **** Waktu di jam tanganku sudah menunjukkan jam 12 siang. Santi pasti sudah selesai kuliah. Saatnya untuk meneleponnya. Belum sempat aku mengambil telpon pintar di kantong, ternyata Santi sudah menelepon duluan. “Halo dik Santi, baru kakak mau telepon”, sapaku ramah. “Iya kak Taufiq, ini juga Santi baru selesai kuliah kok” balas Santi tak kalah
  • 86. 80 ramah. “Ya udah, Santi lagi mau makan siang apa nih, nanti kakak pilihan tempat yang paling enak” kataku menawarkan. “Hmmh .. terserah kakak saja, Santi nggak pilih pilih kalau makan kok kak”, balas Santi cepat. “Hahaha ... kok malah dibalikin ke kakak sih ... ya udah, dik Santi lagi pingin Western Food, Chinesse Food, atau malah Indonesia Food deh,” tanyaku memberi alternatif. “Hehehe ... Indonesia food saja kak” jawabnya sambil tertawa kecil. “Oke, aku susul ke ruang kuliah dik Santi ya” balasku cepat “Emmmhh, maaf kak Taufiq, kalau kita pergi makannya pakai mobil Santi saja nggak apa apa ya kak” tanya Santi ragu ragu. “Nggak apa apa kok Santi, cuaca siang ini memang panas sekali kalau naik motor” jawabku cepat. “Hhmmhh .. bukan masalah itu kak. Santi sebetulnya nggak masalah kok kalau naik motor. Tapi Santi malu kak kalau ada teman teman yang lihat Santi dibonceng kakak. Nanti mereka berfikir macam macam lagi. Apalagi kak Taufik kan public figure di sini, ketua Senat Mahasiswa lagi. Nggak apa apa ya kak?” pintanya penuh harap. Ooohh, aku maklum dengan alasan itu. “Nggak apa apa dik Santi, kak Taufiq paham kok. Ya udah, kita langsung ketemu di parkiran mobil ya” kataku. “Terima kasih ya kak. Iya, kita langsung ketemu di