SlideShare a Scribd company logo
1
2
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahiim,
Alhamdulillah, buku berjudul Non Muslim belum tentu Kafir dan Tidak Masuk
Syurga ini dapat kami terbitkan dan sudah ada ditangan sobat pembaca. Secara teknis
penulisan buku ini masih menyalahi metode ilmiah, tentang cara penyaduran khususnya
dan masih utuhnya tulisan-tulisan orang dan sumber di luar penulis yang sengaja
dimasukkan dalam buku ini. Sehingga buku ini masih bersifat bunga rampai dan penulis
mohon maaf dan mohon keikhlasan penulis dan sumber lain yang sengaja kami sadur dan
kutip di dalam buku ini. Buku ini merupakan wujud perenungan penulis selama kurang
lebih sejak tahun 2000, dengan berdiskusi lintas agama lewat internet dan browsing
dalam mempelajari tema ini kita dapatkan beberapa sumber internet yang menguatkan
hipotesa saya dalam masalah ini.
Buku ini dapat penulis pastikan akan mengundang kontroversi, sebab pemikiran
bahwa non muslim belum tentu kafir dan tidak masuk syurga secara umum dianggap
tidak benar baik oleh umat Islam kebanyakan maupun sebaliknya oleh umat non muslim
sendiri. Namun, penulis akan dapat membuktikan berdasarkan argument yang benar,
bahwa pendapat umum yang menyatakan bahwa non muslim itu semua kafir dan tidak
selamat adalah pendapat yang tidak tepat. Mayoritas non muslim itu berkeyakinan dan
mengimani agamanya adalah disebabkan oleh keturunan agama orangtuanya. Dan
mayoritas non muslim itu tidak tahu dan belum mengerti dan memahami kebenaran
ajaran agama Islam. Artinya, mayoritas non muslim itu tidak kafir dalam artian kata kafir
yang sebenarnya.
3
Ternyata, mayoritas ulama muslim menyatakan bahwa kafir karena ketidaktahuan
(kebodohan) adalah kafir yang dimaafkan. Orang yang tidaktahu, tidak mengerti dan
orang yang tahu dan mengerti hukum yang dikenakan pada mereka sangat berbeda. Hal
inilah yang penulis ketengahkan dan penulis sengaja publikasikan karena wacana atau
ilmu ini sangat jarang dibahas dan dibicarakan para dai dan ulama dalam pendidikan dan
syiarnya.
Sebagai penutup, Islam adalah rahmatan lil alamin. Ajaran Islam yang penuh
rahmat kepada seluruh alam mestinya dapat membahagiakan seluruh alam semesta. Islam
yang rahmat akan terkotori oleh cara-cara berpikir dan tindakan yang sama sekali jauh
dari rahmat, contohnya anarki, kebencian, dan pengkafiran orang secara sembarangan.
Dengan memahami bahwa mayoritas nonmuslim belum tentu kafir, atau sebaliknya bagi
agama Kristen misalnya memandang mayoritas non kristiani belum tentu kafir, maka
stigma bahwa agama-agama itu saling mencurigai akan sirna menjadi kehidupan
bermasyarakat yang sejuk, saling kenal mengenal secara utuh.
Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan
seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku
supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di
antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu.
Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal. (QS.49:13)
4
DAFTAR ISI
BAB I IDE PEMIKIRAN (Muhammad diutus Allah tidak untuk
menghakimi hati seseorang) ……………….…………………….. 3
BAB II Konsep Wahdat al-Adyan; ANTARA MONO DAN MULTI
sebuah renungan kritis………………………………………… 11
BAB III NON MUSLIM JUGA BISA MASUK SURGA?...................... 14
BAB IV HUKUM ORANG AWAM (bodoh) “TIDAK TAHU” DALAM
KEISLAMAN ………………………………………………… 18
BAB V BEBERAPA PEMIKIRAN TENTANG HUKUM KEYAKINAN
DALAM ISLAM………………………………………………… 21
BAB VI Konsili Vatikan II (DALAM AGAMA KATHOLIK)
PERNYATAAN TENTANG HUBUNGAN GEREJA DENGAN
AGAMA-AGAMA BUKAN KRISTIANI ……………………… 25
BAB VII Untaian Mutiara Dalam Memahami Ayat Hukum…………… 30
BAB VIII PERDEBATAN TENTANG KESELAMATAN DI LUAR
GEREJA KATHOLIK …………………………………………. 42
BAB IX KESELAMATAN BAGI GOLONGAN ORANG AWAM
YANG “TIDAK TAHU” ……………………………………….. 60
BAB X ISLAM ETIC IS UNIVERSAL RELIGION
(Katolik Islami, Kristen Islami, Budha Islami, Hindu Islami dll.) 86
BAB XI PROTOTIPE MANUSIA BERKEYAKINAN………………… 106
BAB XII ISLAM TIDAK MENGENAL JIHAD OFENSIF ……………. 111
5
BAB I
IDE PEMIKIRAN
Muhammad diutus Allah tidak untuk menghakimi hati seseorang
DE PEMIKIRAN
Muhammad diutus Allah tidak untuk menghakimi hati seseorang
Landasan dalam Qur’an:
Sesungguhnya orang-orang mukmin, orang-orang Yahudi, orang-orang Nasrani dan
orang-orang Shabiin, siapa saja di antara mereka yang benar-benar beriman kepada
Allah, hari kemudian dan beramal shaleh, mereka akan menerima pahala dari Tuhan
mereka, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka, dan tidak (pula) mereka bersedih hati.
(QS. 2 : 62)
Riwayat Asbabun nuzul ayat Qur’an tersebut (terjemahan bebas) sbb:
” ada seorang sahabat nabi Muhammad (fulan) bertanya kepada nabi, “Bagaimana nasib
sahabatnya yang beragama yahudi, nasrani, shabiin kelak di hari pembalasan? Nabi pada
awal menjawab, “mereka semua tidak akan selamat.” Mendengar sabda nabi itu si fulan
bermuram durja mukanya. Kemudian turunlah ayat (QS. 2: 62) tersebut untuk
mengingatkan kepada nabi Muhammad bahwa hanya Allah-lah yang berhak mengklaim
keselamatan seseorang di hari pembalasan kelak. selanjutnya kala menerima ayat itu
Muhammad segera sadar dan meralat sabdanya kepada fulan dengan membacakan ayat
itu. Maka, sahabat tersebut langsung berwajah cerah dan berbahagia.
Tafsir ayat ini, mayoritas ulama tafsir memang menyatakan bahwa yang dimaksud
“mukmin, yahudi, nasrani. shabiin itu adalah mereka yg hidup sebelum Muhammad
datanglah yang akan selamat. Bukan setelahnya. Tapi bagi penulis setelah mendalami
kajian tentang HUKUM ORANG AWAM (bodoh) “TIDAK TAHU” DALAM
KEISLAMAN, yang mayoritas ulama menyatakan KESELAMATAN BAGI
GOLONGAN ORANG AWAM
YANG “TIDAK TAHU” dan setelah mendalami dan menyaksikan khusuknya umat
agama2 menyembah Tuhannya masing2 dan beramal sholeh, maka ayat tersebut masih
berlaku bagi mereka yang tergolong orang awam karena ketidaktahuannya dan
ketidakmengertiannya akan kebenaran Islam (baik dari yahudi, Nasrani, Shabiin, Majusi,
Hindu, Budha dll).
6
Penulis juga mencoba membuat prototipe MANUSIA BERKEYAKINAN sbb:
PROTOTIPE MANUSIA BERKEYAKINAN
1. Beriman : Orang yang Iman kepada Allah YME dan beramal sholeh =
(selamat)
2. Kafir : Orang yang ingkar kepada Allah YME = (tidak selamat)
3. Munafik : Orang yang bermuka dua (ingkar dan iman) = (selamat dan tidak
selamat dengan syarat)
4. Dholim : Orang yang banyak berdosa = (selamat dengan syarat)
5. Awam : Orang yang beriman tapi bodoh (selamat dengan syarat)
Tingkat Keselamatan Berdasarkan Pengetahuan, Keimanan dan Amal
(Tahu dan mengerti Islam, Iman kepada Allah YME dan beramal baik)
1. Orang yang Tahu, Mengerti, Iman dan Beramal baik (taqwa)
2. Orang yang Tahu, Mengerti, Iman tapi tidak beramal baik (dholim)
3. Orang yang Tahu, Mengerti , Tidak Iman tapi beramal baik (kufur)
4. Orang yang Tahu, Mengerti , Tidak Iman dan tidak beramal baik (kufur)
5. Orang yang Tahu, Tidak Mengerti , Iman dan Beramal baik (awam)
6. Orang yang Tahu, Tidak Mengerti , Iman dan Tidak Beramal baik (dholim)
7. Orang yang Tahu, Tidak Mengerti, Tidak Iman tapi Beramal baik (kufur)
8. Orang yang Tahu, Tidak Mengerti, Tidak Iman dan Tidak Beramal baik
(kufur)
9. Orang yang Tidak Tahu, Tidak Mengerti, Iman dan Beramal baik (awam)
10. Orang yang Tidak Tahu, Tidak Mengerti, Iman dan Tidak Beramal baik
(dholim)
11. Orang yang Tidak Tahu, Tidak Mengerti, Tidak Iman tapi Beramal baik
(kufur)
12. Orang yang Tidak Tahu, Tidak Mengerti, Tidak Iman dan Tidak Beramal baik
(kufur)
ADA sebuah hadist driwayatkan:
“Dari Miqdad bin ‘Amr ; ia pernah bertanya kepada Nabi : Bagaimana jika ia berperang
dengan kaum kafir, lalu berkelahi dengan seorang diantaranya hingga tangannya terputus
dan dalam satu kesempatan sang musuh berhasil dijatuhkan lalu saat akan dibunuhnya dia
berseru “Aslamtu lillah” – aku Islam kepada Allah – namun masih dibunuhnya, apa
jawab Nabi ?
- Jangan kau bunuh dia, jika kau bunuh dia maka sesungguhnya dia sudah berada dalam
kedudukanmu sebelum engkau membunuhnya, yaitu seorang Muslim, sedangkan kamu
berada dalam posisinya sebelum dia mengucapkan kalimat itu (yaitu kafir).; lalu dijawab
oleh Miqdad bahwa pernyataan orang itu hanya untuk menghindari pembunuhan saja,
jawab Nabi lagi, bahwa dirinya diutus Allah tidak untuk menghakimi hati seseorang.”
7
Sesungguhnya orang-orang beriman, orang-orang Yahudi, orang-orang Shaabi-in,
orangorang
Nasrani, orang-orang Majusi dan orang-orang musyrik, Allah akan memberi
keputusan di antara mereka pada hari kiamat. Sesungguhnya Allah menyaksikan segala
sesuatu. (QS. 22:17)
Hadis riwayat Abu Hurairah ra. :
Bahwa Sahabat bertanya kepada Rasulullah saw: Wahai Rasulullah, apakah kami
dapat melihat Tuhan kami pada hari kiamat? Rasulullah saw. bersabda: Apakah
kalian terhalang melihat bulan di malam purnama? Para sahabat menjawab:
Tidak, wahai Rasulullah. Rasulullah saw. bersabda: Apakah kalian terhalang
melihat matahari yang tidak tertutup awan? Mereka menjawab: Tidak, wahai
Rasulullah. Rasulullah saw. bersabda: Seperti itulah kalian akan melihat Allah.
Barang siapa yang menyembah sesuatu, maka ia mengikuti sembahannya itu.
Orang yang menyembah matahari mengikuti matahari, orang yang menyembah
bulan mengikuti bulan, orang yang menyembah berhala mengikuti berhala.
Tinggallah umat ini, termasuk di antaranya yang munafik. Kemudian Allah datang
kepada mereka dalam bentuk selain bentuk-Nya yang mereka kenal, seraya
berfirman: Akulah Tuhan kalian. Mereka (umat ini) berkata: Kami berlindung
kepada Allah darimu. Ini adalah tempat kami, sampai Tuhan kami dating kepada
kami. Apabila Tuhan datang, kami tentu mengenal-Nya. Lalu Allah Taala dating
kepada mereka dalam bentuk-Nya yang telah mereka kenal. Allah berfirman:
Akulah Tuhan kalian. Mereka pun berkata: Engkau Tuhan kami. Mereka
mengikuti-Nya.
Dan Allah membentangkan jembatan di atas neraka Jahanam. Aku (Rasulullah saw.) dan
umatkulah yang pertama kali melintas. Pada saat itu, yang berbicara hanyalah para rasul.
Doa para rasul saat itu adalah: Ya Allah, selamatkanlah, selamatkanlah. Di dalam neraka
Jahanam terdapat besi berkait seperti duri Sakdan (nama tumbuhan yang berduri besar di
setiap sisinya). Pernahkah kalian melihat Sakdan? Para sahabat menjawab: Ya, wahai
Rasulullah. Rasulullah saw. melanjutkan: Besi berkait itu seperti duri Sakdan, tetapi
hanya Allah yang tahu seberapa besarnya. Besi berkait itu merenggut manusia dengan
amal-amal mereka. Di antara mereka ada orang yang beriman, maka tetaplah amalnya.
Dan di antara mereka ada yang dapat melintas, hingga selamat. Setelah Allah selesai
memberikan keputusan untuk para hamba dan dengan rahmat-Nya Dia ingin
mengeluarkan orang-orang di antara ahli neraka yang Dia kehendaki, maka Dia
memerintah para malaikat untuk mengeluarkan orang-orang yang tidak pernah
menyekutukan Allah. Itulah orang-orang yang dikehendaki Allah untuk mendapatkan
rahmat-Nya, yang mengucap: “Laa ilaaha illallah”. Para malaikat mengenali mereka di
neraka dengan adanya bekas sujud. Api neraka memakan tubuh anak keturunan Adam,
kecuali bekas sujud. Allah melarang neraka memakan bekas sujud. Mereka dikeluarkan
dari neraka, dalam keadaan hangus. Lalu mereka disiram dengan air kehidupan, sehingga
mereka menjadi tumbuh seperti biji-bijian tumbuh dalam kandungan banjir (lumpur).
Kemudian selesailah Allah Ta’ala memberi keputusan di antara para hamba. Tinggal
seorang lelaki yang menghadapkan wajahnya ke neraka. Dia adalah ahli surga yang
terakhir masuk. Dia berkata: Ya Tuhanku, palingkanlah wajahku dari neraka, anginnya
benar-benar menamparku dan nyala apinya membakarku. Dia terus memohon apa yang
8
dibolehkan kepada Allah. Kemudian Allah Taala berfirman: Mungkin, jika Aku
mengabulkan permintaanmu, engkau akan meminta yang lain. Orang itu menjawab: Aku
tidak akan minta yang lain kepada-Mu. Maka ia pun berjanji kepada Allah. Lalu Allah
memalingkan wajahnya dari neraka. Ketika ia telah menghadap dan melihat surga, ia pun
diam tertegun, kemudian berkata: Ya Tuhanku, majukanlah aku ke pintu surga. Allah
berkata: Bukankah engkau telah berjanji untuk tidak meminta kepada-Ku selain apa yang
sudah Kuberikan, celaka engkau, hai anak-cucu Adam, ternyata engkau tidak menepati
janji. Orang itu berkata: Ya Tuhanku! Dia memohon terus kepada Allah, hingga Allah
berfirman kepadanya: Mungkin jika Aku memberimu apa yang engkau pinta, engkau
akan meminta yang lain lagi. Orang itu berkata: Tidak, demi Keagungan-Mu. Dan ia
berjanji lagi kepada Tuhannya. Lalu Allah mendekatkannya ke pintu surga. Setelah ia
berdiri di ambang pintu surga, ternyata pintu surga terbuka lebar baginya, sehingga ia
dapat melihat dengan jelas keindahan dan kesenangan yang ada di dalamnya. Dia pun
diam tertegun. Kemudian berkata: Ya Tuhanku, masukkanlah aku ke dalam surga. Allah
Taala berfirman kepadanya: Bukankah engkau telah berjanji tidak akan meminta selain
apa yang telah Aku berikan? Celaka engkau, hai anak cucu Adam, betapa engkau tidak
dapat menepati janji! Orang itu berkata: Ya Tuhanku, aku tidak ingin menjadi makhluk-
Mu yang paling malang. Dia terus memohon kepada Allah, sehingga membuat Allah
Taala tertawa (rida). Ketika Allah Taala tertawa Dia berfirman: Masuklah engkau ke
surga. Setelah orang itu masuk surga, Allah berfirman kepadanya: Inginkanlah sesuatu!
Orang itu meminta kepada Tuhannya, sampai Allah mengingatkannya tentang ini dan itu.
Ketika telah habis keinginan-keinginannya, Allah Taala berfirman: Itu semua untukmu,
begitu pula yang semisalnya. (Shahih Muslim No.267)
Titik Temu (kalimat Sawa’)
“Katakanlah olehmu (Muhammad): wahai Ahli Kitab! Marilah menuju ke titik
pertemuan (kalimah sawa’) antara kami dan kamu: yaitu bahwa kita tidak menyembah
selain Allah dan tidak memperserikatkan-Nya kepada apa pun, dan bahwa sebagian dari
kita tidak mengangkat sebagian yang lain sebagai “tuhan-tuhan ” selain Allah. “(QS.
3:64)
Budi Munawar Rachman dalam artikelnya yang berjudul Filsafat Perennial dan Masalah
Klaim Kebenaran berpendapat; Salah satu kesadaran yang sangat berakar dalam
pandangan seorang Muslim: Agama Islam adalah sebuah agama universal untuk sekalian
umat manusia. Landasan prinsip-prinsip tersebut adalah Tunggal, meskipun ada berbagai
manifestasi lahiriahnya yang beraneka ragam. Ini juga yang telah menghasilkan
pandangan antropologis bahwa pada mulanya umat manusia adalah Tunggal, karena
berpegang kepada Kebenaran Tunggal (Tuhan). Tapi kemudian manusia berselisih
paham, justru setelah penjelasan tentang Kebenaran itu datang, dan mereka berusaha
memahami Kebenaran itu, setaraf dengan kemampuan atau sesuai dengan keterbatasan
mereka. Sehingga di sinilah mulai terjadi perbedaan penafsiran terhadap kebenaran Yang
Tunggal itu. Perbedaan itu itu kemudian dipertajam oleh kepentingan pribadi dan
kelompok (vested interest).
Kesatuan asal umat manusia itu dilukiskan Alqur’an, “…adalah manusia itu melainkan
semvia merupakan umat yang tunggal, kemudian mereka berselisih.” (QS.10:19)
9
Pokok pangkal kebenaran universal yang tunggal itu ialah paham Ketuhanan Yang Maha
Esa, atau Tauhid. Tugas para rasul adalah menyampaikan ajaran tentang Tauhid ini, serta
ajaran tentang keharusan manusia tunduk patuh hanya kepada-Nya saja (Islam).Dan,
justru berdasarkan paham ketauhidan inilah, Alqur’an mengajarkan paham kemajemukan
keagamaan (religious plurality). “Tidak ada paksaan untuk beragama, sesungguhnya telah
jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. Karena itu barang siapa ingkar kepada
Thaghut (syaitan dan apa saja yang disembah selain Allah), dan beriman kepada Allah,
maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amatkuat yang tidak akan
putus.”(QS. 2:256)
Dalam pandangan teologi Islam, sikap ini dapat ditafsirkan sebagai suatu harapan kepada
semua agama yang ada: Bahwa semua agama itu pada mulanya menganut prinsip yang
sama. Karena alasan inilah Alqur’an mengajak kepada “titik pertemuan” atau dalam
istilah Alqur’annya adalah: kalimatun Sawa’. “Katakanlah olehmu (Muhammad): wahai
Ahli Kitab! Marilah menuju ke titik pertemuan (kalimah sawa’) antara kami dan kamu:
yaitu bahwa kita tidak menyembah selain Allah dan tidak memeperserikatkan-Nya
kepada apa pun, dan bahwa sebagian dari kita tidak mengangkat sebagian yang lain
sebagai “tuhan-tuhan ” selain Allah. “(QS. 3:64)
Implikasi dari kalimah sawa’ ini adalah: siapa pun dapat memperoleh “keselamatan”
asalkan dia beriman kepada Allah, kepada hari kemudian, dan berbuat baik. Pandangan
ini akan mendorong umat Islam secara normatif untuk menghargai kemajemukan
keagamaan lewat sikap-sikap toleransi, dan keterbukaan seperti dicerminkan dalam
konsep tentang siapa yang digolongkan sebagai Ahli Kitab.
10
Sketsa gambar itu adalah hasil renungan saya yang dapat diartikan sebagai berikut:
Islam adalah Dinullah (Agama Allah yg Real) diberikan kepada manusia lewat seluruh
para nabi dan rasul. Islam-lah yg dibawa Adam, Ibrahim, Musa, Nuh, Isa sampai
Muhammad. Bukti mudahnya adalah arti kata Islam itu sendiri adalah Islam
mengandung arti berserah diri, tunduk, patuh dan taat sepenuhnya kepada kehendak
Allah. Kepatuhan dan ketundukkan kepada Allah itu melahirkan keselamatan dan
kesejahteraan diri serta kedamaian kepada sesama manusia dan lingkungannya.
Silahkan artikan kata Agama yang lain, tidak sedalam dan sejalan dgn substansi ajaran
Allah. Jadi, secara substansi (esoteris) Non-Muslim adalah masih mempunyai sifat
Islami dan beragama Islam kalau mereka masih sepakat kepada Kalimat Kalimatun
Sawa’= kalimat titik temu yaitu IMAN KEPADA ALLAH YANG ESA. ALLAH artinya
TUHAN secara Dzat maupun sifatNYA.
dari landasan Qur’an dan Hadist dan Ijtihad di atas Islam mengajarkan dengan pasti
bahwa:
1. Muhammad diutus Allah tidak untuk menghakimi hati seseorang.
2. Keselamatan seseorang di akherat kelak adalah mutlak hak Allah semata.
3. Islam melarang meng”kafir”kan secara sembarangan seseorang (non muslim).
Syiar yang Rahmatan lil alamin tidak mengenal slogan pengkafiran yang
sembarangan. Jangan sebut mereka (non muslim itu kafir), sebut saja mereka ahli
kitab dari Nasrani, Yahudi, Budhis, Hinduis dll.
4. Orang mukmin, yahudi, nasrani, shabiin, majusi dll sebagai seorang manusia
mempunyai derajat yang sama di mata Tuhan.
5. Titik temu (kalimat Sawa’) : kita tidak menyembah selain Allah dan tidak
memperserikatkan-Nya kepada apa pun, dan bahwa sebagian dari kita tidak
mengangkat sebagian yang lain sebagai “tuhan-tuhan ” selain Allah.
11
BAB II
Konsep Wahdat al-Adyan;
ANTARA MONO DAN MULTI
sebuah renungan nakal
Pandangan beberapa ulama Islam popular yang kontroversial, seperti al-Hallaj, al-
Rumi, dan ibn Arabi tentang konsep wahdat al-adyan, yaitu konsep yang menyatakan
bahwa pada dasarnya sumber agama adalah satu, yaitu Tuhan yang sama, yang juga
menghadirkan polemik kontroversi antara monotheisme dan politheisme paling tidak
cukup menarik untuk disimak dan direnungi.
Al-Hallaj pernah mengatakan: “Kufur dan iman hanya berbeda dari segi nama,
bukan dari segi hakikat, karena keduanya tidak ada perbedaan.” Oleh karena itu, maka
al-Hallaj menyalahkan orang yang menyalahkan agama orang lain (Abd al-Hakim Hasan.
1954: 375). Barang siapa mencaci maki orang dengan mengatakan agamanya batal,
maka berarti ia telah menghukumi agamanya sendiri. Lebih ekstrim lagi ia mengatakan:
“Ketahuilah bahwa Yahudi, Nasrani, Islam dan sebagainya adalah julukan yang
berbeda-beda”. Hal ini tersirat dalam syairnya:
“Aku memikirkan agama-agama dengan sungguh-sungguh. Kemudian sampailah
pada kesimpulan bahwa ia mempunyai banyak sekali cabang. Maka jangan
sekali-kali mengajak seorang terhadap suatu agama, karena sesungguhnya akan
menghalangi untuk sampai pada tujuan yang kokoh. Tetapi ajaklah mereka melihat
asal/sumber segala kemuliaan dan makna, maka dia akan memahaminya.” (Abd. al-
Hafidz bin Muhammad Madani Hasyim, t.th. : 39).
Demikianlah, konsep wahdat al-adyan yang memandang bahwa sumber agama
adalah satu, yakni Tuhan yang sama, memandang bahwa wujud agama hanyalah bungkus
lahirnya saja.
Selanjutnya al-Hallaj juga berpendapat:
“If the well-Guided was pleased with indirect information how searches the route not
suffice himself whit an indirect race. From the Burning Bush on the side of Sinai
What he heard speak from the Bush was not the Bush nor its seed, but Allah. And my
role is like this Bush.” (al-Hallaj, 1974 : 28 ).
Pandangan ini merupakan konsekuensi dari kesadaran diri atas “kehadiran” Tuhan
di setiap tempat, dalam semua agama. Karena pada dasarnya agama yang dipeluk oleh
seseorang secara tidak langsung merupakan “bukan hasil pilihan sendiri” (Abu al-Wafa
al-Ghanami al-Taftazani, 1983 : 132). Senada dengan itu John Hock berpendapat bahwa
99% keyakinan agama tergantung kepada tempat di mana seseorang dilahirkan.
Seseorang yang lahir di Thailand sangat mungkin beragama Budha, yang lahir di Saudi
Arabia sangat mungkin beragama Islam dan sebagainya (John Hick t.th. : 1-2)
Menurut Louis Massignon, faham wahdat al-adyan-nya al-Hallaj ini dilandaskan
pada pandangan tauhidnya. Banyak orang sulit memahami pemikiran ini, karena
12
nampaknya ada sesuatu yang kontradiktif. Bagaimana mungkin dapat terjadi, tauhid
menghendaki konsep keesaan Tuhan secara mutlak, sementara wahdat al-adyan
mempersilahkan kehadiran konsep ketuhanan vang bagaimanapun bentuknya (Louis
Lassignon, t.th. : 316). Bagi al-Hallaj, Tuhan itu satu, unik, sendiri, dan terbukti satu.
Dalam sya'irnya al-Hallaj menulis :
“He is Allah the living. Allah is One. Unique, Alone and testifid as One. Both the One
and the progession of Unity of the One are in Him and form Him. From Him comes
the distance that separates others From His Unity. The knowledge if Tawhid is an
autonomous abstract cognizance.” (al-Hallaj, 1974 : 52-53).
Baginya, Tuhan tidak bisa disifati apapun. Pensifatan pada-Nya hanya akan
membatasi-Nya (Louis Lassignon, t.th. :.319). Maka konsep Tuhan yang satu harus pula
dipahami secara unik, karena Tuhan adalah kesatuan yang mutlak dari keseluruhannya.
Menurut al-Hallaj, penyembahan melalui konsep monotheisme, ataupun politheisme, tak
masalah bagi Tuhan. Pada dasarnya keduanya hanya berkaitan dengan logika, yakni
antara yang satu dan yang banyak. Dari situ juga ditelusuri akan dijumpai kepercayaan-
kepercayaan yang apabila ditafsirkan akan mengarah kepada satu Tuhan (Kautsar Azhar
Noer, t.th. : 321).
Konsep wahdat al-adyan ini juga dikembangkan oleh Ibn Arabi dengan agama
universalnya, yaitu suatu agama yang mistikal dan bukan sekedar theistikal, yakni suatu
faham bahwa Tuhan tidak dapat disifati dan dibatasi oleh suatu apapun. Ibnu Arabi
mengatakan :
“Sungguh hatiku telah menerima berbagai bentuk. Tempat pengembalaan bagi kijang
dan biara bagi pendeta, rumah bagi berhala dan ka'bah bagi yang thawaf, sabak
bagi taurat dan cinta… cinta itulah agama dan imanku.” (Ibnu Arabi, 1980: 77-78 ).
Pemikiran Ibn Arabi mengenai wahdat al-adyan ini dapat kita lacak dari
pemahaman logikanya mengenai makna yang satu (al-wahid) dan yang banyak (al-
katsir), di sini Ibn Arabi memulainya dengan konsep wahdat al-wujud, dasar filosofis
dalam memahami Tuhan dalam hubungan-Nya dengan alam. Tuhan tidak bisa dipahami
kecuali dengan memadukan dua sifat yang berlawanan padanya. Bahwa wujud hakiki
hanyalah satu, yakni Tuhan, Al-Hallaq. Meski wujud-Nya hanya satu, Tuhan
menampakkan dirinya [tajjala] dalam banyak bentuk yang tidak terbatas pada alam.
(Kautsar Azhari Noer, 1995 : 74)
Lebih lanjut ia berpendapat, hubungan ontologis antara yang satu dan yang
banyak menggunakan penjelasan matematis. Bilangan-bilangan berasal dari yang satu
(dari pengulangannya) menurut pengelompokkan yang telah diketahui. Yang satu
mewujudkan satu bilangan. Sedang bilangan menyebarkan yang satu. Hukum bilangan
hanya ada karena adanya yang dibilang, dihitung. Setiap unit bilangan adalah realitas
seperti sembilan dan sepuluh sampai kepada yang terkecil dan yang tertinggi hingga
tanpa batas. Tak satupun dari unit itu yang merupakan kumpulan (dari satu-satu) semata,
namun pada pihak lain, masing-masing unit merupakan kumpulan satu-satu (Ibnu Arabi,
1980 : 77-78)
Bagi al-Rumi, ia dengan ekstrimnya pernah menyatakan :
13
“Aku seorang Muslim, tetapi aku juga seorang Nasrani, Brahmanisme, dan
Zaratustraisme. Aku pasrah kepada-Mu wahai al-Haqq yang Mulia ... aku hanya
mempunyai satu tempat ibadah masjid atau gereja atau rumah berhala. Tujuanku
hanya pada Dzat Yang Mulia. (Ahmad Amin, 1993 : xi-xix).
Sisa hidupnya sebagaimana digambarkan oleh anaknya (Sultan Walad) ditandai
oleh keintiman mistik untuk mencapai tingkat “manusia sempurna” yaitu seorang dari
orang-orang vang mencerminkan sifat-sifat Illahi (Ahmad Amin, 1993 : x1 - xix).
Filsafat al-Rumi diilhami oleh gagasan monistik. Dia mengatakan
“Matsnawi” adalah kedai kesatuan (wahdah) : setiap sesuatu yang engkau lihat dari sana
selain yang Esa adalah berhala. Mengenai medan pertempuran dalam kehidupan, ia
pahami bahwa seluruh pertentangan dan perselisihan itu hanya berperan melaksanakan
tugasnya dalam menjaga fungsi keharmonisan alam semesta yang hanya disadari oleh
para sufi (Ahmad Amin, 1993 : xi-xix).
Beberapa pernyataan al-Hallaj, ibn-Arabi dan Rumi di atas memang mengandung
pengertian yang saling bertolak belakang. Namun kebertolak-belakangannya bukannya
tidak mungkin mengandung pengertian hakekat kebenaran. Puncak-puncak pikiran
orang-orang unik yang didapat dari hasil pengembaraan pengalaman keagamaannya patut
menjadi sebuah harapan hakiki. Paling tidak, dalam merenungi kenyataan diciptakannya
perbedaan di muka bumi ini oleh Allah, dapat kita dapati hakekat tujuan dan maknanya.
Perbedaan multikultural adalah rahmat Allah. Di mana dalam perbedaan itu kita
diwajibkan saling kenal-mengenal, bukannya saling menghujat dan menyalahkan.
Apalagi untuk bermusuhan dan saling membunuh. Setelah kita saling kenal maka kita
akan bisa saling mengetahui, memahami dan mengasihi satu sama lainnya tanpa syarat.
Hanya keimanan yang terwujud dalam kepatuhan dan kepasrahan serta amalan kita saja
yang nanti akan dinilai oleh Allah. Dan Kalimatun Sawa yang mengandung kembalinya
segala perbedaan itu ke asalnya yang Hakiki adalah wujud puncak dari kepatuhan atas
segala perbedaan yang diharapkan.
Persepsi kebenaran manusia adalah nisbih. Kebenaran adalah hanya Haq Allah.
Dan penulis mengakhiri kolom ini dengan pernyataan;
“Kepada orang-orang yang sholeh, baik itu beragama Kristen, Katholik, Islam,
Hindu, Budha, Khonghucu, Santho, Yahudi, Kejawen, aliran dinamisme maupun
animisme, dll di segenap penjuru bumi dan di dalam ruang waktu kapan pun, smoga
mereka mendapat curahan kebahagiaan dan keselamatan Tuhan di hari akhir kelak.
Sebab, mereka semua secara tulus telah berusaha beribadah dan menggapai wajah
Tuhan dengan mengharap kasih, cinta, dan ridho-Nya. Apakah orang-orang yang
begitu tulus dan sholeh tersebut tidak terselamatkan, gara-gara klaim setiap agama
yang mengaku bahwa golongan mereka sendirilah yang terselamatkan? Apakah
Allah yang katanya Maha Adil dan Maha Kasih akan bertindak demikian,
menghukum orang-orang yang sedemikian tulus mengharapkan Kasih dan sayang-
Nya?”
Waallahu ‘alam bi shawab.
Awan Lembayung
14
BAB III
NON MUSLIM JUGA BISA MASUK SURGA?
Aug 20, '07 3:33 AM
for everyone
Siapakah mereka yang Masuk Surga!
Selama ini kita umat Islam mengenal kafir sebagai orang yang bukan beragama Islam,
dan seperti diketahui kata kafir berarti suatu cap kalau orang itu bakal dipastikan masuk
neraka! Artinya jika seseorang terlahir dari keluarga Islam dan tercetak kata Islam di
KTP-nya karcis untuk masuk surga sudah di tangan. Tapi apa benar demikian? Coba lihat
ayat ini..
“Sesungguhnya orang yang beriman, orang-orang Yahudi, Sabiin, dan orang-orang
Nasrani; barangsiapa yang beriman kepada Allah, kepada Hari Kemudian, dan berbuat
kebaikan, maka tidak ada rasa khawatir padanya dan tidak perlu bersedih hati.”
(5:69/2:62)
“Ahli Kitab ada yang baik, mereka mengagungkan wahyu Allah sepanjang malam,
mereka ada yang beriman kepada Allah dan hari akhir, mereka menyuruh berbuat baik,
dan mereka adalah orang saleh! Apa saja kebaikan mereka maka tidak diingkari
pahalanya” (3:113-115)
“Orang-orang yang telah kami beri kitab mereka baca sebagaimana mestinya, mereka
itulah yang beriman” (2:121)
15
“Ahli Kitab ada yang beriman kepada Allah, kepada apa yang diturunkan kepada umat
Islam dan kepada mereka, mereka rendah hati dan tidak memperjualbelikan ayat-ayat
Allah dengan harga murah!” (3:199)
Melihat dalil diatas berarti dapat juga orang yang berlabel agama non muslim dapat
diridhoi atau diberkati oleh Allah. Memang betul ada ayat Qur'an yang mengatakan
bahwa Islam diakui sebagai agama yang diridhoi, “Sesungguhnya agama disisi Allah
ialah Islam” (3:18)
Saya sebagai muslim meyakini itu...namun Islam disini saya lebih melihatnya sebagai
institusi yang diridhoi. Sekarang pertanyaannya kalau begitu apa sudah terjamin sekedar
memasuki institusinya saja kita manusia bakal selamat ke surga? coba lihat apa yang
dikatakan oleh Allah saat bicara tentang siapa-siapa saja yang masuk surga...
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal saleh, maka Tuhan yang Maha
Pengasih akan menanamkan dalam (hati) mereka rasa kasih sayang.” (Q.S. Maryam:96)
“Berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang beriman dan berbuat kebaikan,
bahwasanya mereka itu akan memperoleh surga yang di bawahnya mengalirlah beberapa
sungai.” (Q.S. Al-Baqarah:25)
Terlihat dari banyaknya ayat-ayat Qur'an, syarat pertama masuk surga adalah mereka
yang disebut ‘beriman’ dan bukan mereka yang berlabel ‘agama Islam’. Syarat kedua
adalah beramal saleh atau berbuat kebaikan.
Artinya apa? Dari atas saya bisa menyimpulkan Allah memang memberi sebuah institusi
yang diridhoiNya yakni Islam, tapi siapa saja yang bisa masuk surga bukanlah dinilai dari
institusinya tapi dari hatinya. Syarat surga adalah kesempurnaan kondisi hati manusia.
Ada orang yang label KTP-nya Islam tapi tetap saja hatinya mengakui tuhan yang
lain...dari bentuknya yang memberi sesembahan buat Wali Songo, Nyai Roro Kidul
hingga pengagungan nafsunya, yang bisa buat orang berperilaku tidak jauh beda dengan
perilakunya Robot Gedek...yaa ini sama saja dengan neraka juga jatuhnya...
Ada umat non muslim tapi dia menyadari keEsaan Allah dengan benar (tidak
memperanakannya, tidak berasal dari ibu atau bapak, atau tidak menyamakannya dengan
manusia, hewan atau benda). Namun dia bertahan di dalam institusi agamanya, hanya
karena tidak ada sesuatu atau seseorangpun yang mampu memperkenalkan dan
mengajaknya ke dalam institusi Islam dengan benar, maka akhirnya dia bertahan di
agamanya, apalagi ditambah selama di dunia hidupnya diisi penuh dengan tindakan
kebaikan....maka orang seperti ini menurut saya tidak akan dirugikan oleh Allah!
Di ayat lain Allahpun mengakui keimanan mereka yang 'non muslim' dan berada dalam
institusi agama lain adalah karena dipaksa!
16
“Barangsiapa kafir kepada Allah setelah beriman, kecuali mereka yang dipaksa kafir,
padahal hatinya tetap tenang dalam beriman, namun orang yang melapangkan dadanya
untuk kekafiran, maka kemurkaan Allah akan menimpanya!” (16:106)
Kesimpulannya bagi saya adalah bahwa agama Islam bukanlah agama simbol dan ritual.
Simbol dan ritual dalam institusi agama Islam adalah alat untuk menyempurnakan hati
dan bukan jadi tujuan utamanya. Dengan kata lain, agama Islam adalah agama yang
tujuan utamanya mengukir hati manusia menjadi baik dan mulia, bukan mengukir simbol
dan ritual menjadi agung! Siapa yang Kafir?
Pertanyaannya sekarang siapakah orang kafir kalau gitu? Penelusuran saya terhadap
Qur'an, malah didapat makna kafir yang lain, penjelasan umumnya bukannya ditekankan
pada label ‘non islam’ tetapi lebih banyak ditekankan kepada kondisi hati manusia yang
sengaja dibuat buruk atau digelapkan terhadap kebenaran!
“Mereka menentang untuk mentaati lalu diresapi ke Hati mereka karena kekafiran” (2:93)
“Orang yang dalam Hatinya ada penyakit, maka akan menambah kekafiran yang telah
ada dan mereka akan mati dalam kekafiran!” (9:125)
Mereka ini dipertegas lagi oleh Al Qur’an memakai kata ‘kaum penyangkal’, bukan
dengan kata ‘non muslim’! “Perumpamaan orang kafir adalah seperti mengajak bicara
orang yang Buta dan Tuli “ (11:24)
“Kaum penyangkal diberi peringatan atau tidak sama saja!” (2:6-7)
“Perumpamaan menyeru orang kafir adalah seperti memanggil yang tidak mendengar
selain panggilan dan seruannya saja. Mereka, tuli, bisu dan buta, maka mereka tidak
mengerti” (2:171)
“Sama saja bagi mereka engkau memperingati atau tidak memperingati, mereka tidak
beriman juga.” (36:10)
Kalau mau dibuat perumpamaan, kafir mungkin bisa saya artikan dalam kisah
berikut...kalo di depan ada jalan rusak berat, lalu kita diperingati...tapi karena hati kita
ngotot dan benci sama itu orang yang memperingati, maka saya gak mau dengar apalagi
nurut...ya karena itu, saya jalan terus aja, cuek...lalu BRUUKK! yaa jeblos deh...Intinya
hati yang kafir menyebabkan kita buta sama kebenaran, menyangkalnya hanya karena
kita sombong dan penuh kebencian.
Yang perlu diwaspadai menurut gue adalah bahwa orang yang memakai label agama
Islam pun menurut saya bisa kafir! Seperti kesaksian seorang mantan aktivis Negara
Islam, Matahari Timoer dalam bukunya Jihad Terlarang
(www.mataharitimoer.blogsome.com). Mereka bicara untuk menegakkan Kalimatullah,
menyeru orang untuk masuk berjuang dalam menegakkan negara Islam…tapi ujung-
ujungnya kelompok persaudaraan tersebut tidak lebih dari sarana untuk menarik infak
17
(baca:pajak!) bagi kepentingan hidup dan eksistensi para elit di organisasi perjuangan
tersebut! Orang-orang seperti ini biasa shalat, puasa atau naik haji tetapi mereka biasa
menzalimi manusia lain untuk kepentingan dirinya sendiri, membenarkan dan
memanipulasi dalil-dalil untuk kepentingan diri sendiri...mereka menutup diri dari nasihat
dan pertimbangan orang, gampang menghina dan mengecilkan manusia lain...dan yang
mereka ingin dengar adalah apa yang sesuai dengan keyakinan dirinya sendiri..bukankah
ini ciri-cirinya orang kafir juga...?
Sumber:
http://refleksiman.multiply.com/journal/item/11/NON_MUSLIM_JUGA_BISA_MASU
K_SURGA
18
BAB IV
HUKUM ORANG AWAM (bodoh) “TIDAK TAHU” DALAM KEISLAMAN
Kebodohan bukan sifat yang selalu melekat pada manusia dalam tiap kondisinya. Tetapi
ada bentuk kebodohan yang melekat pada manusia sebagai akibat dari perbuatannya
sendiri yaitu kelalaiannya dalam upaya menghilangkan kebodohan tersebut dengan cara
belajar. Oleh karena itu hukum kebodohan dalam masalah agama berubah sesuai dengan
perubahan hukum kebodohan yang dapat dimaafkan karena sebab-sebab syariat; pertama,
adalah sebab kesulitan untuk melepaskan diri dari kebodohan tersebut. Kedua, adalah
tidak adanya kelalaian mukallaf dalam tindakannya yang muncul dari kebodohan yang
dimaafkan tersebut. Jadi kebodohan tidak dapat dijadikan alasan kecuali jika ada
kesulitan dan kendala untuk menghindarinya jika kesulitan dan kendala itu hilang dan ia
dapat mengetahui hukum agama tetapi ia lalai maka kebodohannya tidak dapat
dimaafkan.
Syekh Islam Ibnu Taimiyah mengatakan, “Orang yang meninggalkan kewajiban dan
melanggar larangan bukan berdasarkan keyakinan dan bukan pula karena kebodohan
yang dapat dimaafkan, tetapi karena kebodohan dan berpaling dari kewajibannya mencari
ilmu dengan kemampuan yang ada pada dirinya atau ia telah mendengar diwajibkannya
hal ini dan diharamkannya hal itu dan ia tidak melaksanakannya karena ia berpaling dan
bukan karena keingkarannya pada kerasulan. Kedua bentuk penyimpangan ini banyak
terjadi karena meninggalkan kewajiban mencari ilmu yang diperintahkan kepadanya
hingga ia meninggalkan kewajiban dan melakukan larangan tanpa mengetahui bahwa
perbuatan itu telah diwajibkan dan yang lain diharamkan atau kabar telah sampai
kepadanya dan ia tidak berusaha mengikutinya karena fanatik terhadap mazhabnya atau
karena mengikuti hawa nafsunya maka tindakan ini telah meninggalkan keyakinan yang
diwajibkan tanpa alasan syar’i. Ibnu al-Luham mengatakan “Jika kami mengatakan
bahwa orang bodoh dapat dimaafkan maka yang kami maksudkan dengan pernyataan ini
adalah apabila ia tidak lalai dan tidak meremehkan dalam mempelajari hukum.
Sedangkan apabila ia lalai maka ia tidak dimaafkan.” (Syadzarat adz-Dzahab juz 7 h. 31
dan Mu’jam al-Mu’allifin juz 2 h. 510).
Ibnu Qayyim Rahimahullah berbicara tentang orang-orang bodoh dari kalangan kaum
kafir yang bertaklid pada pembesar dan pemimpin mereka dalam kekafiran ia
mengatakan, “Dalam kondisi ini perlu ada penjelasan yang memadai yang dapat
menghilangkan praduga macam-macam yaitu perbedaan antara mukallid (kebodohan)
19
yang memungkinkan baginya utk mengetahui kebenaran dan ia berpaling darinya dengan
mukallaid (kebodohan) yang tidak memungkinkan baginya utk mengetahui kebenaran itu.
Kedua bentuk taklid ini ada dalam realitanya maka seorang mukallid (bodoh) yang
memungkinkan baginya mengetahui kebenaran tetapi ia berpaling dan melalaikannya
maka ia tidak dimaafkan di hadapan Allah..” Bentuk kebodohan ini adalah kebodohan
yang terjadi akibat berpaling dari dan menghindari ilmu. Kebodohan bentuk ini
merupakan kebodohan yang dapat dihindari dan dihilangkan; karena mukallaf yang tetap
dalam kebodohan ini adalah pilihannya dan keberadaannya yang tanpa ilmu merupakan
kehendaknya. Maka seseorang yang bodoh yang tidak mengetahui hukum agama karena
ia berpaling dari ilmu yang memungkinkan baginya untuk memperolehnya sama dengan
orang yang ingkar yang melihat kebenaran tetapi ia tidak melaksanakannya. Berdasarkan
analisis terhadap pendapat beberapa ulama dapat dilihat bahwa sebagian mereka
berpendapat bahwa kebodohan yang dapat dihindari oleh mukallaf tidak dapat dijadikan
alasan baik karena kelalaian si mukallaf sendiri dalam mencari ilmu dan ia lebih memilih
tetap dalam kebodohan tersebut maupun karena kebodohan tersebut berkaitan dengan
masalah-masalah yang hukumnya telah diketahui secara jelas dan umum di kalangan
masyarakat.
Imam Suyuthi Rahimahullah berkata, “Setiap orang yang tidak mengetahui mengenai
sesuatu yang telah diharamkan dan diketahui oleh mayoritas masyarakat ia tidak
dimaafkan kecuali orang tersebut baru mengenal Islam atau hidup di daerah terpencil
yang sulit mengetahui hal tersebut.”
Imam al-Muqarri Rahimahullah mengatakan, “Allah Azza wa Jalla telah memerintahkan
kepada para ulama utk menjelaskan hukum-hukum, Maka tidaklah diterima kebodohan
seseorang yang memungkinkan baginya untuk mempelajarinya.”
Imam Ibnu Rajab mengatakan, “Jika seseorang yang hidup di negara Islam dalam
lingkungan kaum muslimin berbuat zina dan ia mengaku tidak mengetahui bahwa zina
telah diharamkan, perkataannya tidak dapat diterima sebab kenyataannya ia telah
mendustainya meskipun pada dasarnya ia tidak mengetahui hal itu.” Maksud dari
perkataan Ibnu Rajab adalah bahwa hukum zina telah dikenal dan tersiar di negara Islam
sehingga meskipun seseorang berbuat zina mengaku dirinya tidak mengetahui hukum
zina maka ketidaktahuannya tidak dapat diterima karena kelalaiannya dalam upaya
mengetahui hukum-hukum Islam yang merupakan ilmu agama yang sudah semestinya
diketahui dan dikenal secara umum. Demikian juga karena kebodohannya tersebut bukan
sesuatu yang sulit dihindari sehingga tidak dapat dijadikan alasan bagi orang yang
meninggalkan kewajiban atau melakukan perbuatan yang telah diharamkan yang
merupakan hukum agama yang sudah seharusnya diketahui dan telah dikenal secara
umum kecuali orang tersebut baru mengenal Islam atau hidup di daerah terpencil yang
jauh dari perkembangan ilmu sehingga hukum-hukum seperti ini kurang jelas baginya.
Kesimpulan yang dapat diambil dari penjelasan ini adalah bahwa kebodohan yang dapat
dihindari oleh mukallaf dengan melihat tidak adanya kesulitan untuk melepaskan diri
darinya menurut kebiasaan mengingat tidak adanya sebab-sebab kesulitan tersebut juga
dengan melihat kemungkinan mukallaf untuk memperoleh ilmu.. maka kebodohan
20
tersebut tidak dapat dijadikan alasan dan karena itu pula mukallaf akan menerima segala
akibat sesuai dengan perbuatannya.. Allahu a’lam.
Sumber Al-Jahl bi Masail al-I’tiqad wa Hukmuhu Abdurrzzaq bin Thahir bn Ahmad
Ma’asy Al-Islam - Pusat Informasi dan Komunikasi Islam Indonesia
sumber file al_islam.chm
21
BAB V
BEBERAPA PEMIKIRAN TENTANG
HUKUM KEYAKINAN DALAM ISLAM
Semua penjelasan yang dibutuhkan manusia untuk mengetahui, meyakini dan
mempercayai masalah-masalah tauhid kenabian dan hari akhir, masalah halal dan haram
telah dijelaskan Allah dan Rasul-Nya. Karena masalah-masalah tersebut merupakan
masalah-masalah yang paling penting yang harus disampaikan oleh Rasulullah saw
dengan jelas dan beliau telah menjelaskannya. Hal itu juga merupakan hujjah terbesar
yang ditegakkan Allah bagi hamba-hamba-Nya melalui Rasul-Nya yang menyampaikan
dan menjelaskannya kepada mereka. Kitab Allah yang diriwayatkan para sahabat dan
tabi’in dari Rasulullah saw baik lafal maupun maknanya dan hikmah yang merupakan
sunnah Rasulullah saw yang juga diriwayatkan dari nabi telah mencakup semua
persoalan di atas. Dengan demikian jelaslah bahwa syar’i dalam hal ini adalah Rasulullah
saw telah menjelaskan semua hal yang dapat menjaga manusia dari berbagai kerusakan
dan tidak ada yang lebih merusak manusia selain kekafiran dan kemaksiatan. Rasul telah
memberikan penjelasan tersebut yang menggugurkan alasan untuk tidak mempercayai
nya. Allah SWT berfirman:
“Dan Allah sekali-kali tidak akan menyesatkan suatu kaum sesudah Allah memberikan
petunjuk kepada mereka hingga dijelaskan-Nya kepada mereka apa yang mereka harus
jauhi. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” .
“Pada hari ini telah Ku-sempurnakan utk kamu agamamu dan telah Ku-cukupkan
kepada ni’mat-Ku dan telah Kuridhai Islam itu jadi agamu. Maka barangsiapa terpaksa
karena kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi
Penyayang.”
“selaku rasul-rasul pembawa berita gembira dan pemberi peringatan agar supaya tidak
alasan bagi manusia membantah Allah sesudah diutusnya rasul-rasul itu. Dan adalah Allah
Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.”
“Katakanlah ‘Ta’atlah kepada Allah dan ta’atlah kepada Rasul dan jika kamu berpaling
maka sesungguhnya kewajiban Rasul hanyalah apa yang dibebankan kepadanya kewajiban
kamu adalah apa yang dibebankan kepadamu. Dan jika kamu ta’at kepadanya niscaya kamu
mendapatkan petunjuk. Dan tiada lain kewajiban Rasul hanya menyampaikan .”
Abu Dzarr berkata “Rasulullah saw telah wafat dan tidak ada seekor burung pun
yang mengepakkan sayapnya dan tidak menyampaikan ilmu kepada kita.” Di dalam
shahih Muslim dikatakan, “Sebagian orang-orang musyrik berkata kepada Salman, “Nabi
kamu telah mengajarkan kepadamu segala sesuatu hingga persoalan buang air.” Salman
22
menjawab Betul demikian..” Berdasarkan hal di atas maka masalah-masalah tersebut
adalah pengetahuan-pengetahuan dan petunjuk-petunjuk yang pasti. Oleh karena itu
orang yang hidup di Daar al-Islam dan dalam lingkungan keimanan ia tidak mempunyai
alasan untuk tidak mengetahui dan menentang perintah-perintah Allah tersebut.
Imam as-Syafi’i mengatakan, “Ilmu itu terdiri dari dua macam; pertama ilmu
umum yaitu ilmu yang pasti diketahui oleh seorang yang sudah baligh yang tidak hilang
akalnya .. seperti salat lima waktu, kewajiban puasa Ramadhan, haji bagi orang yang
mampu, zakat harta, diharamkannya zina, pembunuhan, pencurian dan khamr serta
persoalan-persoalan lain yang masuk dalam pengertian ini yang telah diperintahkan
kepada hamba-hamba Allah untuk mengetahuinya dan mengamalkannya, mentaatinya
dengan jiwanya dan hartanya dan mencegah dari hal-hal yang telah diharamkan bagi
mereka.” “Bentuk pengetahuan ini secara keseluruhan terdapat dalam kitab Allah dan
diketahui secara umum di kalangan kaum muslimin. Orang-orang awam sekarang
mengetahuinya dari orang-orang terdahulu, mereka meriwayatkan dari Rasulullah saw
dan tidak ada pertentangan dalam cerita mereka dan tidak pula dalam hal kewajiban yang
diperintahkan kepada mereka. Ilmu umum ini merupakan ilmu yang tidak mungkin salah
dalam pemberitaannya dengan penafsirannya dan tidak boleh bertentangan dalam kasus
ini..”
Al-Hafidz Ibnu Rajab mengatakan, “Secara umum Allah dan Rasul-Nya tidak
meninggalkan masalah halal dan haram tanpa menjelaskan keduanya. Akan tetapi
sebagiannya lebih jelas dari sebagian yang lain. Maka masalah yang keterangannya telah
jelas terkenal di kalangan masyarakat dan diketahui secara umum sebagai ajaran agama
sesuai kebutuhan tidak ada keraguan di dalamnya sehingga tidak ada pula alasan bagi
siapapun yang hidup di negeri Islam untuk tidak mengetahuinya.” Oleh karena itu ketika
para ulama ushul memperbincangkan masalah ‘kebodohan’ yang dapat dijadikan alasan
dan yang tidak, mereka mengatakan bahwa kebodohan akan Pencipta Yang Maha Tinggi
dan kenabian Muhammad saw merupakan kebodohan yang bathil yang tidak dapat
dijadikan alasan berpaling dari Islam. Ketentuan-ketentuan syariat yang tidak mungkin
menjadikan kebodohan terhadapnya dipandang sebagai alasan untuk mengingkarinya
secara umum dapat dibagi menjadi dua bagian.
Pertama, kebodohan dalam masalah pokok-pokok agama dan masalah-masalah
akidah yang global seperti kebodohan orang kafir terhadap Dzat Allah SWT dan sifat-
sifat kesempunaan-Nya serta kenabian Muhammad saw. Kedua, masalah agama yang
secara niscaya diketahui, diikuti selanjutnya seluruh hukum syari’at yang telah diketahui
dan tersebar di negara-negara Islam seperti salat, zakat, puasa, haji, haramnya zina,
pembunuhan, khamr dan pencurian. Beberapa pejelasan mengenai masalah ini
1. Tidak ada alasan bagi kebodohan dalam pengakuan keislaman secara global dan
kebebasan yang umum dari tiap agama yang ditentangnya. Maka tiap orang yang
tidak memeluk agama Islam adalah kafir baik sebagai pengingkaran maupun
kebodohan. Ibnu Qayyim ra menjelaskan “Islam adalah agama tauhid Allah, ibadah
hanya kepada-Nya yang tidak ada sekutu bagi-Nya iman kepada Allah dan Rasul-Nya
dan mengikuti ajarannya. Maka seorang hamba yang tidak melaksanakan hal itu
bukanlah muslim jika ia bukan kafir karena ingkar maka ia adalah kafir karena
kebodohannya.” Tingkat tertinggi dari golongan ini adalah orang-orang kafir yang
bodoh yang tidak ingkar tetapi tidak adanya pengingkaran dari mereka tidak lantas
mengeluarkan mereka dari kekafiran. Sebab orang yang kafir adalah orang yang
23
mengingkari keesaan Allah dan mendustakan Rasul-Nya baik karena keingkarannya
maupun karena kebodohannya dan taklidnya kepada orang-orang yang
mengingkarinya.
2. Kebodohan yang tidak dapat dijadikan alasan dalam masalah ini mensyaratkan
adanya penegakan hujjah dan penyampaiannya seperti terwujudnya bentuk konkret
secara syar’i dari penegakan hujjah seperti Daar Islam dan lingkungan ilmu dan iman
tempat terdapat para da’i dari kalangan para ahli yang mengetahui Alquran dan
sunnah sehingga masalah-masalah tersebut menjadi umum dan dikenal di kalangan
kaum muslimin. Mengenai syarat ini banyak dalil-dalil Alquran dan sunnah yang
menjelaskannya dan karena alasan kebodohan tetap berlaku bagi seorang hamba
hingga hujjah Allah ditegakkan dan orang yang meninggalkannya akan dihukum
sesuai dengan pelanggarannya. Allah SWT berfirman, ” selaku rasul-rasul pembawa
berita gembira dan pemberi peringatan agar supaya tidak ada bagi manusia
membantah Allah sesudah diutusnya rasul-rasul itu.” . Firman-Nya yang lain, “Dan
Kami tidak akan mengazab sebelum Kami mengutus seorang rasul.” Pendapat yang
mengatakan bahwa kebodohan dalam masalah-masalah yang besar ini yang dalil-
dalilnya telah jelas tidak dapat dimaafkan secara mutlak meskipun belum ditegakkan
hujjah adalah tidak benar. Dalil-dalil Alquran maupun sunnah juga menolak pendapat
tersebut. Ini merupakan mazhab imam-imam Ahlus Sunnah wal Jamaah. Syekh
Muhammad bin Abdul Wahab mengatakan “Pokok-pokok agama yang telah
dijelaskan oleh Allah dan ditetapkan dalam kitab-Nya adalah hujjah dan karena itulah
hujjah Allah adalah Alquran. Maka orang yang telah mengetahui Alquran ia telah
mengetahui hujjah.” Syekh Hamad bin Mu’ammar ra berkata “Setiap orang yang
sampai kepadanya Alquran tidak ada alasan baginya untuk meninggalkannya. Karena
pokok-pokok besar yang merupakan pokok agama Islam telah dijelaskan oleh Allah
di dalam kitab-Nya dan dengannya Allah menegakkan hujjah bagi hamba-hamba-
Nya.”
3. Kebodohan orang-orang awam yang mengikuti dan bergabung dengan beberapa
golongan yang sesat seperti golongan sufi yang sesat yang pada hakikatnya mazhab
mereka adalah kafir dan mengingkari pokok-pokok agama Islam yang sudah jelas.
Golongan sufi yang sesat meyakini bahwa sampainya pada derajat keyakinan
menjadikan kewajiban-kewajiban mereka gugur dan larangan-larangan dibolehkan
bagi mereka. Mereka juga berpendapat bahwa mereka tidak wajib mengikuti Nabi
Muhammad saw. Imam al-Asy’ari di dalam ‘Maqaalat’nya mengatakan “Ada
segolongan kaum yang berkeyakinan bahwa ibadah mereka telah sampai pada satu
tingkatan yang menjadikan mereka tidak wajib menjalankan ibadah-ibadah yang lain
dan perkara-perkara yang dilarang bagi orang lain seperti zina dan lain-lain
dibolehkan untuk mereka. Abu Muhammad bin Hazm mengatakan “Suatu golongan
dari kaum Sufi menganggap bahwa di antara wali-wali Allah terdapat seseorang yang
lebih utama daripada nabi-nabi dan rasul-rasul secara keseluruhan. Mereka
mengatakan orang yang sudah mencapai puncak kewalian maka gugurlah semua
kewajibannya seperti salat, puasa, zakat, dan lain-lain dan dihalalkan untuknya
perkara-perkara yang diharamkan seperti zina, khamr dan lain-lain dan dengan alasan
ini pula mereka membolehkan berhubungan dengan istri-istri orang lain. Dan mereka
mengatakan “Kami melihat Allah dan berbicara dengan-Nya dan segala sesuatu yang
kamu ucapkan dari hati kami adalah benar.” Tidak diragukan lagi keyakinan seperti
24
ini sangat bertentangan dengan syariat dan merupakan kekafiran terhadap Allah
SWT.
4. Kebodohan orang-orang yang hidup di daerah terpencil mengenai sebagian amalan
yang bercampur dengan ibadah selain kepada Allah. Kesimpulan yang dapat diambil
berdasarkan penjelasan di atas adalah bahwa kebodohan atau ketidaktahuan dalam
masalah agama dan orang bersangkutan tidak dapat menghindarinya maka kebodohan
itu dapat dijadikan alasan dan dimaafkan sampai datang penjelasan agama baginya.
Dalam konteks ini tidak dapat dibedakan apakah kebodohan itu mengenai masalah-
masalah agama yang sudah jelas dalil-dalilnya ataupun masalah-masalah lain yang
tidak dikenal secara umum . Arus utama dalam pembicaraan di sini adalah tentang
tegaknya hujjah syar’iyyah dan kemungkinan mendapatkan ilmu tentang agama dan
mencapai pemahaman terhadapnya. Syekh Muhammad Shalih al-Utsaimin
mengatakan “Kebodohan sebagai alasan telah ditetapkan bagi hamba Allah karena
Allah telah befirman ‘Dan Allah sekali-kali tidak akan menyesatkan suatu kaum
sesudah Allah memberi petunjuk kepada mereka hingga dijelaskan-Nya kepada
mereka apa yang harus mereka jauhi. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala
sesuatu’. “ . Rasulullah saw bersabda “Demi Dzat yang diriku berada di tangan-Nya
tidak ada seorang pun dari umat ini yang mendengar tentang diriku baik yahudi
maupun Nashrani kemudian ia tidak beriman kepada apa yang aku bawa tidak lain ia
adalah termasuk penghuni neraka.” Nash-nash yang menjelaskan masalah ini banyak
kita temukan. Dengan demikian orang yang tidak mengetahui agama ia tidak akan
disiksa karena kebodohannya dalam masalah apa pun dari agama ini.
==============
Sumber Al-Jahlu bi Masa’il al-I’tiqaad wa Hukmuhu Abdur Razzaq bin Thahir bin
Ahmad Ma’asy Al-Islam - Pusat Informasi dan Komunikasi Islam Indonesia dan
dalam sumber file al_islam.chm.
25
BAB VI
Konsili Vatikan II (DALAM AGAMA KATHOLIK)
PERNYATAAN TENTANG HUBUNGAN GEREJA DENGAN AGAMA-AGAMA
BUKAN KRISTIANI
1. (Pendahuluan)
PADA ZAMAN KITA bangsa manusia semakin erat bersatu dan hubungan-hubungan
antara pelbagai bangsa berkembang. Gereja mempertimbangkan dengan lebih cermat,
manakah hubungannya dengan agama-agama bukan kristiani. Dalam tugasnya
mengembangkan kesatuan dan cinta kasih antar manusia, bahkan antar bangsa, gereja
disini terutama mempertimbangkan manakah hal-hal yang pada umumnya terdapat pada
bangsa manusia, dan yang mendorong semua untuk bersama-sama menghadapi situasi
sekarang.
Sebab semua bangsa merupakan satu masyarakat, mempunyai satu asal, sebab Allah
menghendaki segenap umat manusia mendiami seluruh muka bumi[[1]]. Semua juga
mempunyai satu tujuan terakhir, yakni Allah, yang penyelenggaraan-Nya, bukti-bukti
kebaikan-Nya dan rencana penyelamatan-Nya meliputi semua orang[[2]], sampai para
terpilih dipersatukan dalam Kota suci, yang akan diterangi oleh kemuliaan Allah; di sana
bangsa-bangsa akan berjalan dalam cahaya-Nya[[3]].
Dari pelbagai agama manusia mengharapkan jawaban tentang teka-teki keadaan
manusiawi yang tersembunyi, yang seperti di masa silam, begitu pula sekarang
menyentuh hati manusia secara mendalam: apakah manusia itu? Manakah makna dan
tujuan hidup kita? Manakah yang baik dan apakah dosa itu? Dari manakah asal
penderitaan dan manakah tujuannya? Manakah jalan untuk memperoleh kebahagiaan
yang sejati? Apakah arti maut, pengadilan dan pembalasan sesudah mati? Akhirnya
apakah Misteri terakhir dan tak terperikan itu, yang merangkum keberadaan kita, dan
menjadi asal serta tujuan kita?
2. (Berbagai agama bukan kristen)
Sudah sejak dahulu kala hingga sekarang ini diantara pelbagai bangsa terdapat suatu
kesadaran tentang daya-kekuatan yang gaib, yang hadir pada perjalanan sejarah dan
26
peristiwa-peristiwa hidup manusia; bahkan kadang-kadang ada pengakuan terhadap
Kuasa ilahi yang tertinggi atau pun Bapa. Kesadaran dan pengakuan tadi meresapi
kehidupan bangsa-bangsa itu dengan semangat religius yang mendalam. Adapun agama-
agama, yang terikat pada perkembangan kebudayaan, berusaha menanggapi masalah-
masalah tadi dengan faham-faham yang lebih rumit dan bahasa yang lebih
terkembangkan. Demikianlah dalam hinduisme manusia menyelidiki misteri ilahi dan
mengungkapkannya dengan kesuburan mitos-mitos yang melimpah serta dengan usaha-
usaha filsafah yang mendalam. Hinduisme mencari pembebasan dari kesesakan keadaan
kita entah melalui bentuk-bentuk hidup berulah-tapa atau melalui permenungan yang
mendalam, atau dengan mengungsi kepada Allah penuh kasih dan kepercayaan.
Buddhisme dalam pelbagai alirannya mengakui, bahwa dunia yang serba berubah ini
sama sekali tidak mencukupi, dan mengajarkan kepada manusia jalan untuk dengan jiwa
penuh bakti dan kepercayaan memperoleh keadaan kebebasan yang sempurna, atau –
entah dengan usaha sendiri entah berkat bantuan dari atas – mencapai penerangan yang
tertinggi. Demikian pula agama-agama lain, yang terdapat diseluruh dunia, dengan
pelbagai cara berusaha menanggapi kegelisahan hati manusia, dengan menunjukkan
berbagai jalan, yakni ajaran-ajaran serta kaidah-kaidah hidup maupun upacara-upacara
suci.
Gereja katolik tidak menolak apapun, yang dalam agama-agama itu serba benar dan suci.
Dengan sikap hormat yang tulus Gereja merenungkan cara-cara bertindak dan hidup,
kaidah-kaidah serta ajaran-ajaran, yang memang dalam banyak hal berbeda dari apa yang
diyakini dan diajarkannya sendiri, Tetapi tidak jarang toh memantulkan sinar kebenaran,
yang menerangi semua orang. Namun Gereja tiada hentinya mewartakan dan wajib
mewartakan Kristus, yakni “jalan, kebenaran dan hidup” (Yoh 14:6); dalam Dia manusia
menemukan kepenuhan hidup keagamaan, dalam Dia pula Allah mendamaikan segala
sesuatu dengan diri-Nya[[4]].
Maka Gereja mendorong para puteranya, supaya dengan bijaksana dan penuh kasih,
melalui dialog dan kerja sama dengan para penganut agama-agama lain, sambil memberi
kesaksian tentang iman serta perihidup kristiani, mengakui, memelihara dan
mengembangkan harta-kekayaan rohani dan moral serta nilai-nilai sosio-budaya, yang
terdapat pada mereka.
3. (Agama Islam)
Gereja juga menghargai umat Islam, yang menyembah Allah satu-satunya, yang hidup
dan berdaulat, penuh belaskasihan dan mahakuasa, Pencipta langit dan bumi, yang telah
bersabda kepada umat manusia. Kaum muslimin berusaha menyerahkan diri dengan
segenap hati kepada ketetapan-ketetetapan Allah juga yang bersifat rahasia, seperti
dahulu Abraham – iman Islam dengan sukarela mengacu kepadanya – telah menyerahkan
diri kepada Allah. Memang mereka tidak mengakui Yesus sebagai Allah, melainkan
menghormati-Nya sebagai Nabi. Mereka juga menghormati Maria Bunda-Nya yang tetap
perawan, dan pada saat-saat tertentu dengan khidmat berseru kepadanya. Selain itu
mereka mendambakan hari pengadilan, bila Allah akan mengganjar semua orang yang
27
telah bangkit. Maka mereka juga menjunjung tinggi kehidupan susila, dan berbakti
kepada Allah terutama dalam doa, dengan memberi sedekah dan berpuasa.
Memang benar, disepanjang zaman cukup sering timbul pertikaian dan permusuhan
antara umat Kristiani dan kaum Muslimin. Konsili suci mendorong mereka semua,
supaya melupakan yang sudah-sudah, dan dengan tulus hati melatih diri untuk saling
memahami, dan supaya bersama-sama membela serta mengembangkan keadilan sosial
bagi semua orang, nilai-nilai moral maupun perdamaian dan kebebasan.
5. (Agama Yahudi)
Sementara menyelami Misteri gereja, Konsili suci ini mengenangkan ikatan rohani antara
Umat perjanjian Baru dan keturunan Abraham. Sebab Gereja Kristus mengakui bahwa –
menurut rencana ilahi penyelamatan yang bersifat rahasia – awal mula iman serta
pemilihannya sudah terdapat pada para Bapa Bangsa, Musa dan para Nabi. Gereja
mengakui, bahwa semua orang beriman kristiani, putera-putera abraham dalam iman[[5]],
terangkum dalam panggilan Bapa bangsa itu, dan bahwa keselamatan Gereja
dipralambangkan secara misterius dalam keluarnya bangsa yang terpilih dari tanah
perbudakan. Oleh karena itu Gereja tidak dapat melupakan, bahwa ia telah menerima
Wahyu Perjanjian Lama melalui bangsa itu, dan bahwa karena belas-kasihan-Nya yang
tak terhingga Allah telah berkenan mengadakan Perjanjian Lama dengannya. Gereja tetap
ingat, bahwa ia menerima santapannya dari akar zaitun yang baik, dan bahwa cabang-
cabang zaitun yang liar, yakni kaum kafir, telah dicangkokkan pada pohon zaitun itu[[6]].
Sebab Gereja mengimani, bahwa Kristus, Damai kita, melalui salib telah mendamaikan
bangsa Yahudi dan kaum Kafir dan telah menyatukan keduanya dalam diri-Nya[[7]].
Selalu pula Gereja mengenangkan kata-kata rasul paulus tentang sesama sukunya:
“mereka telah diangkat menjadi anak, dan telah menerima kemuliaan, dan perjanjian, dan
hukum Taurat dan ibadah dan janji-janji; mereka keturunan para bapa leluhur, yang
menurunkan Kristus menurut daging” (Rom 9:4-5), Putera Perawan Maria. Gereja
mengingat juga, bahwa dari bangsa Yahudi lahirlah para Rasul, dasar dan saka guru
Gereja, begitu pula amat banyak murid pertama, yang mewartakan Injil Kristus kepada
dunia.
Menurut Kitab suci Yerusalem tidak mengenal saat Allah melawatnya[[8]], dan sebagian
besar orang-orang Yahudi tidak menerima Injil; bahkan banyak juga yang menentang
penyebarannya[[9]]. Tetapi, menurut Rasul, orang-orang Yahudi tetap masih dicintai oleh
Allah demi para leluhur, sebab Allah tidak menyesalkan kurnia-kurnia serta panggilan-
Nya[[10]]. Bersama dengan para nabi dan Rasul itu juga Gereja mendambakan hari yang
hanya diketahui oleh Allah, saatnya semua bangsa serentak akan menyerukan Tuhan, dan
“mengabdi-Nya bahu-membahu” (Zef 3:9)[[11]].
Maka karena sebesar itulah pusaka rohani yang diwariskan bersama oleh umat Kristiani
dan bangsa Yahudi, Konsili suci ini bermaksud mendukung dan menganjurkan saling
pengertian dan saling penghargaan antara keduanya, dan itu terwujud terutama melalui
studi Kitab suci dan teologi serta dialog persaudaraan.
28
Meskipun para pemuka bangsa Yahudi beserta para penganut mereka mendesak kematian
Kristus[[12]], namun apa yang telah dijalankan selama Ia menderita sengsara tidak begitu
saja dapat dibebankan sebagai kesalahan pada semua orang Yahudi yang hidup ketika itu
atau kepada orang Yahudi zaman sekarang. Walaupun Gereja itu umat Allah yang baru,
namun hendaknya orang-orang Yahudi jangan digambarkan seolah-olah dibuang oleh
Allah atau terkutuk, seakan-akan itu dapat disimpulkan dari Kitab suci. Maka hendaknya
semua berusaha, supaya dalam berkatekese dan mewartakan Sabda Allah jangan
mengajarkan apa pun, yang tidak selaras dengan kebenaran Injil dan semangat Kistus.
Selain itu Gereja, yang mengecam segala penganiayaan terhadap siapapun juga,
mengingat pusaka warisannya bersama bangsa Yahudi. Gereja masih menyesalkan
kebencian, penganiayaan, pun juga unjuk-unjuk rasa antisemitisme terhadap bangsa
Yahudi, kapan pun dan oleh siapa pun itu dijalankan, terdorong bukan karena motivasi-
motivasi politik, melainkan karena cinta kasih keagamaan menurut Injil.
Kecuali itu Kristus, seperti selalu telah dan tetap masih diyakini oleh gereja, demi dosa-
dosa semua orang telah menanggung sengsara dan wafat-Nya dengan sukarela, karena
cinta kasih-Nya yang tiada taranya, supaya semua orang memperoleh keselamatan. Maka
merupakan tugas Gereja pewarta: memberitakan salib Kristus sebagai lambang cinta
kasih Allah terhadap semua orang dan sebagai sumber segala rahmat.
6. (Persaudaraan semesta tanpa diskriminasi)
Tetapi kita tidak dapat menyerukan nama Allah Bapa semua orang, bila terhadap orang-
orang tertentu, yang diciptakan menurut citra kesamaan Allah, kita tidak mau bersikap
sebagai saudara. Hubungan manusia dengan Allah Bapa dan hubungannya dengan
sesama manusia saudaranya begitu erat, sehingga Alkitab berkata: “Barang siapa tidak
mencintai, ia tidak mengenal Allah” (1Yoh 4:8).
Jadi tiadalah dasar bagi setiap teori atau praktik, yang mengadakan pembedaan mengenai
martabat manusia serta hak-hak yang bersumber padanya antara manusia dan manusia,
antara bangsa dan bangsa.
Maka Gereja mengecam setiap diskriminasi antara orang-orang atau penganiayaan
berdasarkan keturunan atau warna kulit, kondisi hidup atau agama, sebagai berlawanan
dengan semangat kristus. Oleh karena itu Konsili suci, mengikuti jejak para Rasul kudus
Petrus dan Paulus, meminta dengan sangat kepada Umat beriman kristiani, supaya bila ini
mungkin “memelihara cara hidup yang baik diantara bangsa-bangsa bukan Yahudi” (1Ptr
2:12), dan sejauh tergantung dari mereka hidup dalam damai dengan semua orang[[13]],
sehingga mereka sungguh-sungguh menjadi putera Bapa di sorga[[14]].
Semua itu dan setiap hal yang diungkapkan dalam pernyataan ini telah berkenan kepada
para Bapa Konsili suci. Adapun kami, dengan kuasa kerasulan yang diserahkan kristus
kepada Kami, bersama para Bapa yang terhormat, mengesahkan, menetapkan serta
29
mengundangkannya dalam roh Kudus. Dan kami memerintahkan, agar apa yang telah
ditetapkan bersama dalam Konsili ini diumumkan demi kemuliaan Allah.
Roma, di gereja Santo Petrus, tanggal 28 bulan Oktober tahun 1965.
30
BAB VII
Untaian Mutiara Dalam Memahami Ayat Hukum
Muhaddits Abad Ini Al Allamah Muhammad Nashiruddin Al Albani
(wafat tahun 1421 H)
Beliau berkata dalam At Tahdzir min Fitnatit Takfir (hal. 56):
” … ﴿ ‫َﻮ‬‫ﻤ‬َ‫ﻧ‬ ‫ّﻞ‬َ‫ﻣ‬ْ‫َﻲ‬‫ﺤ‬ْ‫ﻜ‬ُ‫ﻣ‬ ‫ِﺐ‬‫ﻣ‬َ‫ا‬ ‫َﺄ‬‫ﻧ‬‫َﺰ‬‫ﻟ‬َ‫ّﻠﻼ‬‫ھ‬ُ‫َف‬‫أ‬ُ‫ﻮ‬ْ‫ﻠ‬َ‫ـ‬‫ِﺌ‬‫ﻛ‬َ‫ُﮫ‬‫ﻣ‬ُ‫ْﻼ‬‫ﻛ‬َ‫ﺎ‬‫ِﻓ‬‫ر‬ُ‫ﻮ‬‫َﻧ‬﴾‫؛‬ ‫اﻣﻒ‬ ‫دارﻣﻼ‬ ‫رﻓﻜﻼب‬ ‫؟اھﯿﻒ‬ ‫ﻟﮫ‬ ‫وه‬ ‫ﺟﻮرﺧﻼ‬ ‫ﻧﻊ‬ ‫؟ةﻟﻤﻼ‬
‫وأ‬ ‫هنأ‬ ‫ريغ‬ ‫،؟كلذ‬ ‫:لوقأف‬ ‫ال‬ ‫دب‬ ‫نم‬ ‫ةقدلا‬ ‫يف‬ ‫مهف‬ ‫؛ةيآلا‬ ‫اهنإف‬ ‫دق‬ ‫ينعت‬ ‫رفكلا‬ ‫؛يلمعلا‬ ‫وهو‬
‫جورخلا‬ ‫لامعألاب‬ ‫نع‬ ‫ضعب‬ ‫ماكحأ‬ ‫.مالسإلا‬ ‫سيو‬ ‫ﺑﻦ‬ ‫اﷲ‬ ‫ﻋﺒﺪ‬ ‫اﻟﻘﺮآن‬ ‫وﺗﺮﺟﻤﺎن‬ ،‫اﻷﻣﺔ‬ ‫ﺣﺒﺮ‬ ‫اﻟﻔﮭﻢ‬ ‫ھﺬا‬ ‫ﻓﻲ‬ ‫اﻋﺪﻧﺎ‬
ً‫ﺎ‬‫ﺟﻤﯿﻌ‬ ‫اﻟﻤﺴﻠﻤﻮن‬ ‫أﺟﻤﻊ‬ ‫اﻟﺬي‬ ،‫ﻋﻨﮭﻤﺎ‬ ‫اﷲ‬ ‫رﺿﻲ‬ ‫–ﻋﺒﺎس‬ ‫اﻟﻀﺎﻟﺔ‬ ‫اﻟﻔﺮق‬ ‫ﻣﻦ‬ ‫ﻛﺎن‬ ‫ﻣﻦ‬ ‫–إﻻ‬ ‫ﻓﻲ‬ ‫ﻓﺮﯾﺪ‬ ‫إﻣﺎم‬ ‫أﻧﮫ‬ ‫ﻋﻠﻰ‬
‫.اﻟﺘﻔﺴﯿﺮ‬ ‫ﺳﻤﻌﮫ‬ ‫ﻃﺮق‬ ‫–ﻓﻜﺄﻧﮫ‬ ‫–ﯾﻮﻣﺌﺬ‬ ‫ﺳﻄﺤ‬ ً‫ﺎ‬‫ﻓﮭﻤ‬ ‫اﻷﯾﺔ‬ ‫ھﺬه‬ ‫ﯾﻔﮭﻤﻮن‬ ً‫ﺎ‬‫أﻧﺎﺳ‬ ‫ھﻨﺎك‬ ‫أن‬ ‫ﻣﻦ‬ ً‫ﺎ‬‫ﺗﻤﺎﻣ‬ ‫اﻟﯿﻮم‬ ‫ﻧﺴﻤﻌﮫ‬ ‫ﻣﺎ‬ ‫ﻏﯿﺮ‬ ‫ﻣﻦ‬ ،ً‫ﺎ‬‫ﯿ‬
‫ﻋﻨﮫ‬ ‫اﷲ‬ ‫رﺿﻲ‬ ‫ﻓﻘﺎل‬ ،‫:ﺗﻔﺼﯿﻞ‬ “‫إﻟﯿﮫ‬ ‫ﺗﺬھﺒﻮن‬ ‫اﻟﺬي‬ ‫اﻟﻜﻔﺮ‬ ‫،”ﻟﯿﺲ‬ ‫اﻟﻤﻠﺔ”:و‬ ‫ﻋﻦ‬ ‫ﯾﻨﻘﻞ‬ ً‫ا‬‫ﻛﻔﺮ‬ ‫ﻟﯿﺲ‬ ‫،”أﻧﮫ‬ ‫وه”:و‬ ‫رفك‬ ‫نود‬
‫،”رفك‬ ‫هلعلو‬ ‫:ينعي‬ ‫كلذب‬ ‫جراوخلا‬ ‫نيذلا‬ ‫اوجرخ‬ ‫ىلع‬ ‫ريمأ‬ ‫نينمؤملا‬ ‫يلع‬ ‫يضر‬ ‫هللا‬ ‫،هنع‬ ‫مث‬
‫ناك‬ ‫نم‬ ‫بقاوع‬ ‫كلذ‬ ‫مهنأ‬ ‫اوكفس‬ ‫ءامد‬ ‫،نينمؤملا‬ ‫اولعفو‬ ‫مهيف‬ ‫ام‬ ‫مل‬ ‫اولعفي‬ ‫،نيكرشملاب‬ ‫:لاقف‬
‫سيل‬ ‫رمألا‬ ‫امك‬ ‫!اولاق‬ ‫وأ‬ ‫امك‬ ‫!اونظ‬ ‫امنإ‬ ‫:وه‬ ‫رفك‬ ‫نود‬ ‫.”…رفك‬
“……Barang siapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, Maka
mereka itu adalah orang-orang yang kafir. Kekufuran apakah yang dimaksud dalam ayat
ini? Apakah kekufuran yang mengeluarkan pelakunya dari Islam ataukah tidak? Aku
berkata, (kita) harus teliti dalam memahami ayat ini. Dan terkadang yang dimaksud oleh
ayat adalah kufur amali, yaitu melakukan beberapa perbuatan yang mengeluarkan
pelakunya dari sebagian hukum-hukum Islam.
Pemahaman kita ini didukung oleh Habrul Ummah dan Penafsir al-Qur’an Abdullah bin
Abbas radhiyallahu anhuma, yang telah disepakati oleh seluruh kaum muslimin -kecuali
kelompok-kelompok sesat- bahwa beliau adalah seorang imam yang tiada bandingnya
dalam tafsir al-Qur’an. (dengan penafsiran beliau terhadap ayat ini -pent) seakan-akan
beliau ketika itu telah mendengar apa yang kita dengar pada hari ini bahwa di sana ada
sekelompok orang yang memahami ayat ini dengan pemahaman yang dangkal tanpa
perincian.
Beliau berkata (tentang tafsir ayat ini -pent): “(Kekufuran yang dimaksud -pent) bukan
seperti yang kalian duga, bukan kekufuran yang mengeluarkan pelakunya dari agama”.
(Akan tetapi yang dimaksud -pent) adalah kufrun duna kufrin.”
31
Mungkin yang beliau maksudkan dengan hal itu adalah kaum Khawarij yang
memberontak terhadap Amirul Mukminin Ali radhiyallahu ‘anhu, dan termasuk akibat
dari perbuatan mereka adalah tertumpahnya darah kaum mukminin, mereka melakukan
perbuatan keji terhadap kaum mukminin yang tidak mereka lakukan kepada kaum
musyrikin, maka beliau berkata terhadap mereka, “Bukanlah perkara itu sebagaimana
yang mereka katakan dan mereka duga, akan tetapi yang dimaksud adalah kufrun duna
kufrin (kekafiran yang tidak mengeluarkan dari islam).”
Samahatusy Syaikh Al Allamah Abdul Aziz bin Baaz (wafat tahun 1420 H)
Beliau berkata dalam surat kabar Asy Syarq Al Ausath nomor 6156 tanggal 12/5/1416,
beliau berkata di dalamnya:
‫ﻣﺢ‬ ‫اﻟﺸﯿﺦ‬ ‫اﻟﻔﻀﯿﻠﺔ‬ ‫ﺻﺎﺣﺐ‬ ‫ﺑﮫ‬ ‫ﺗﻔﻀﻞ‬ ‫اﻟﺬي‬ ‫ّﻢ‬‫ﯿ‬‫اﻟﻘ‬ ‫اﻟﻤﻔﯿﺪ‬ ‫اﻟﺠﻮاب‬ ‫ﻋﻠﻰ‬ ‫دماﻃﻠﻌﺖ‬ ‫رصان‬ ‫نيدلا‬ ‫ينابلألا‬ – ‫هقفو‬
‫هللا‬ – ‫روشنملا‬ ‫يف‬ ‫ةديرج‬ “‫قرشلا‬ ‫”طسوألا‬ ‫ةفيحصو‬ “‫”نوملسملا‬ ‫يذلا‬ ‫باجأ‬ ‫هب‬ ‫هتليضف‬
‫نم‬ ‫هلأس‬ ‫نع‬ ‫ريفكت‬ ‫نم‬ ‫مكح‬ ‫ريغب‬ ‫ام‬ ‫لزنأ‬ ‫هللا‬ – ‫نم‬ ‫ريغ‬ ‫ليصفت‬ -، ‫اهتيفلأف‬ ‫ةملك‬ ‫ةميق‬
‫دق‬ ‫باصأ‬ ‫هيف‬ ‫،قحلا‬ ‫كلسو‬ ‫اهيف‬ ‫ليبس‬ ‫،نينمؤملا‬ ‫حضوأو‬ – ‫هقفو‬ ‫هللا‬ – ‫هنأ‬ ‫ال‬ ‫ﻣﻦ‬ ‫ﻷﺣﺪ‬ ‫ﯾﺠﻮز‬
‫اﷲ‬ ‫أﻧﺰل‬ ‫ﻣﺎ‬ ‫ﺑﻐﯿﺮ‬ ‫ﺣﻜﻢ‬ ‫ﻣﻦ‬ ‫ﯾﻜﻔﺮ‬ ‫أن‬ ‫–اﻟﻨﺎس‬ ‫اﻟﻔﻌﻞ‬ ‫–ﺑﻤﺠﺮد‬ ‫ﻓﻲ‬ ‫ﺟﺎء‬ ‫ﺑﻤﺎ‬ ‫واﺣﺘﺞ‬ ،‫ﺑﻘﻠﺒﮫ‬ ‫ذﻟﻚ‬ ّ‫ﻞ‬‫اﺳﺘﺤ‬ ‫أﻧﮫ‬ ‫ﯾﻌﻠﻢ‬ ‫أن‬ ‫دون‬ ‫ﻣﻦ‬
‫ﻋﺒﺎس‬ ‫اﺑﻦ‬ ‫ﻋﻦ‬ ‫–ذﻟﻚ‬ ‫ﻋﻨﮭﻤﺎ‬ ‫اﷲ‬ ‫–رﺿﻲ‬ ‫اﻷﻣﺔ‬ ‫ﺳﻠﻒ‬ ‫ﻣﻦ‬ ‫.وﻏﯿﺮه‬ ‫ﺗﻌﺎﻟﻰ‬ ‫ﻗﻮﻟﮫ‬ ‫ﺗﻔﺴﯿﺮ‬ ‫ﻓﻲ‬ ‫ﺟﻮاﺑﮫ‬ ‫ﻓﻲ‬ ‫ذﻛﺮه‬ ‫ﻣﺎ‬ ‫أن‬ ‫ﺷﻚ‬ ‫:وﻻ‬
﴿ ‫َﻮ‬‫ﻤ‬َ‫ﻧ‬ ‫ّﻞ‬َ‫ﻣ‬ْ‫َﻲ‬‫ﺤ‬ْ‫ﻜ‬ُ‫ﻣ‬ ‫ِﺐ‬‫ﻣ‬َ‫ا‬ ‫َﺄ‬‫ﻧ‬﴿ ،﴾ َ‫ﻧ‬‫ُﻮ‬‫ر‬ِ‫ﻓ‬‫َﺎ‬‫ﻛ‬ْ‫ﻼ‬ ُ‫ﻣ‬ُ‫ﮫ‬ َ‫ﻛ‬ِ‫ﺌ‬‫َـ‬‫ﻠ‬ْ‫ﻮ‬ُ‫أ‬َ‫ف‬ ُ‫ھ‬ّ‫ﻠ‬‫ﻼ‬ َ‫ﻟ‬َ‫ﺰ‬… ﴿ ،﴾ َ‫ن‬‫ُﻮ‬‫ﻤ‬ِ‫ﻟ‬‫ﱠﺎ‬‫ﻈ‬‫…اﻟ‬ ‫أوﺿﺢ‬ ‫وﻗﺪ‬ ،‫اﻟﺼﻮاب‬ ‫ھﻮ‬ ،﴾ َ‫ن‬‫ُﻮ‬‫ﻘ‬ِ‫ﺳ‬‫َﺎ‬‫ﻔ‬ْ‫ﻟ‬‫ا‬
– ‫هقفو‬ ‫هللا‬ – ‫نأ‬ ‫رفكلا‬ ‫:نارفك‬ ‫ربكأ‬ ‫،رغصأو‬ ‫امك‬ ‫نأ‬ ‫ملظلا‬ ‫،ناملظ‬ ‫اذكهو‬ ‫قسفلا‬ ‫:ناقسف‬
‫ربكأ‬ ‫،رغصأو‬ ‫نمف‬ ‫لحتسا‬ ‫مكحلا‬ ‫ريغب‬ ‫ام‬ ‫لزنأ‬ ‫هللا‬ ‫وأ‬ ‫انزلا‬ ‫وأ‬ ‫ابرلا‬ ‫وأ‬ ‫غ‬ ‫اﻟﻤﺤﺮﻣﺎت‬ ‫ﻣﻦ‬ ‫ﯾﺮھﻤﺎ‬
‫وھﻜﺬا‬ ‫أﺻﻐﺮ‬ ً‫ﺎ‬‫ﻇﻠﻤ‬ ‫وﻇﻠﻤﮫ‬ ‫أﺻﻐﺮ‬ ً‫ا‬‫ﻛﻔﺮ‬ ‫ﻛﻔﺮه‬ ‫ﻛﺎن‬ ‫اﺳﺘﺤﻼل‬ ‫ﺑﺪون‬ ‫ﻓﻌﻠﮭﺎ‬ ‫وﻣﻦ‬ ،‫أﻛﺒﺮ‬ ً‫ا‬‫ﻛﻔﺮ‬ ‫ﻛﻔﺮ‬ ‫ﻓﻘﺪ‬ ‫ﺗﺤﺮﯾﻤﮭﺎ‬ ‫ﻋﻠﻰ‬ ‫اﻟﻤﺠﻤﻊ‬
‫.”هقسف‬
“Aku telah meneliti jawaban yang sangat bermanfaat yang diberikan oleh shohibul
fadlilah, Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani -semoga Allah memberikan taufik
padanya- yang beredar pada surat kabar Asy Syarq Al Ausath dan Al Muslimun sebagai
jawaban atas seseorang yang telah bertanya kepada beliau tentang pengkafiran terhadap
orang yang tidak berhukum kepada hukum Allah secara mutlak tanpa perincian. Maka
aku temukan jawaban yang berharga di dalamnya, sesuai dengan kebenaran dan hal
tersebut merupakan jalannya orang-orang mukmin.
Beliau (Syaikh Al Albani -pent) menjelaskan bahwa tidak boleh bagi siapapun
mengkafirkan seseorang yang tidak berhukum kepada hukum Allah dengan hanya
melihat perbuatannya semata tanpa mengetahui apakah dia menghalalkan perbuatan
tersebut dengan hatinya, dan beliau beralasan dengan riwayat dari Ibnu Abbas
radhiyallahu ‘anhu dan imam-imam salaf selain beliau.
Dan tidak diragukan lagi, apa yang beliau sebutkan dalam jawaban tentang tafsir firman
Allah pada surat Al Maidah ayat 44, 45 dan ayat 47 adalah benar. Beliau telah
menjelaskan bahwa kekufuran itu ada 2 jenis, yakni kufur akbar dan asghar demikian
pula kezaliman dan kefasikan. Maka barang siapa menghalalkan untuk berhukum dengan
hukum selain Allah, menghalalkan zina, riba atau perbuatan-perbuatan yang telah
disepakati keharamannya maka sungguh dia telah kafir dengan kekufuran akbar. Akan
tetapi barang siapa yang melakukan perbuatan tersebut tanpa menghalalkannya maka
32
kekufuran yang dilakukannya merupakan kekufuran ashghar dan demikian pula
kezaliman dan kefasikan yang dia lakukan.”
Faqihuz Zaman, Al Allamah Muhammad bin Shalih Al Utsaimin
(wafat tahun 1421 H)
Dalam sebuah kaset berjudul At Tahrir fii Mas’alatit Takfir pada tanggal 22/4/1420
beliau ditanya:
‫اذإ‬ ‫مزلأ‬ ‫مكاحلا‬ ‫سانلا‬ ‫ةعيرشب‬ ‫فلاخم‬ ‫ﯾﺮى‬ ‫ﻟﻜﻨﮫ‬ ‫واﻟﺴﻨﺔ‬ ‫اﻟﻜﺘﺎب‬ ‫ﻓﻲ‬ ‫ﻣﺎ‬ ‫اﻟﺤﻖ‬ ‫ﺑﺄن‬ ‫اﻋﺘﺮاﻓﮫ‬ ‫ﻣﻊ‬ ‫واﻟﺴﻨﺔ‬ ‫ﻟﻠﻜﺘﺎب‬ ‫ة‬
‫ھﺬه‬ ‫ﻓﻲ‬ ‫اﻋﺘﻘﺎده‬ ‫ﻓﻲ‬ ‫ُﻨﻈﺮ‬‫ﯾ‬ ‫أن‬ ‫ﻻﺑﺪ‬ ‫أم‬ ً‫ا‬‫ﻛﺎﻓﺮ‬ ‫ھﺬا‬ ‫ﺑﻔﻌﻠﮫ‬ ‫ﯾﻜﻮن‬ ‫ھﻞ‬ ،‫أﺧﺮى‬ ‫ﻻﻋﺘﺒﺎرات‬ ‫أو‬ ‫ﺷﮭﻮة‬ ‫اﻟﺸﺮﯾﻌﺔ‬ ‫ﺑﮭﺬا‬ ‫اﻟﻨﺎس‬ ‫إﻟﺰام‬
‫؟ةلأسملا‬
“Apabila seorang hakim mewajibkan manusia untuk mengikuti aturan yang menyelisihi
al-Qur’an dan as-Sunnah padahal dia mengetahui kebenaran adalah segala yang berada
dalam al-Qur’an dan as-Sunnah akan tetapi dia memaksa manusia untuk mengikuti aturan
ini karena itulah yang sesuai dengan keinginannya atau pertimbangan yang lain, maka
apakah dengan perbuatannya tersebut dia kafir atau harus meneliti keyakinannya dalam
masalah tersebut?”
‫:ﻓﺄﺟﺎب‬ “… ‫أﻗﺴﺎم‬ ‫ﺛﻼﺛﺔ‬ ‫إﻟﻰ‬ ‫ﯾﻨﻘﺴﻢ‬ ،‫اﻟﻌﺰﯾﺰ‬ ‫ﻛﺘﺎﺑﮫ‬ ‫ﻓﻲ‬ ‫ﻛﻤﺎ‬ ‫ﻓﮭﻮ‬ ‫اﷲ؛‬ ‫أﻧﺰل‬ ‫ﻣﺎ‬ ‫ﺑﻐﯿﺮ‬ ‫ﺑﺎﻟﺤﻜﻢ‬ ‫ﯾﺘﻌﻠﻖ‬ ‫ﻣﺎ‬ ‫ﻓﻲ‬ ‫:أﻣﺎ‬ ،‫وﻇﻠﻢ‬ ،‫ﻛﻔﺮ‬
‫أن‬ ‫ﻋﻠﻤﮫ‬ ‫ﻣﻊ‬ ‫ﻟﮭﻮاه‬ ً‫ﺎ‬‫ﺗﺒﻌ‬ ‫اﷲ‬ ‫أﻧﺰل‬ ‫ﻣﺎ‬ ‫ﺑﻐﯿﺮ‬ ‫ﯾﺤﻜﻢ‬ ‫اﻟﺮﺟﻞ‬ ‫ﻛﺎن‬ ‫ﻓﺈذا‬ ،‫اﻟﺤﻜﻢ‬ ‫ھﺬا‬ ‫ﻋﻠﯿﮭﺎ‬ ‫ُﻨﻲ‬‫ﺑ‬ ‫اﻟﺘﻲ‬ ‫اﻷﺳﺒﺎب‬ ‫ﺣﺴﺐ‬ ‫ﻋﻠﻰ‬ ،‫وﻓﺴﻖ‬
‫نأب‬ ‫قحلا‬ ‫اميف‬ ‫ىضق‬ ‫هللا‬ ‫هب‬ ‫؛‬ ‫اذهف‬ ‫ال‬ ‫ﺗﻤﺸﻲ‬ ً‫ﺎ‬‫ﻋﺎﻣ‬ ً‫ﺎ‬‫ﺣﻜﻤ‬ ‫ﯾﺸﺮع‬ ‫ﻛﺎن‬ ‫إذا‬ ‫وأﻣﺎ‬ ،‫وﻇﺎﻟﻢ‬ ‫ﻓﺎﺳﻖ‬ ‫ﺑﯿﻦ‬ ‫ﻟﻜﻨﮫ‬ ‫ﯾﻜﻔﺮ‬
‫ﺑﻌﻠﻢ‬ ‫ﺟﮭﻞ‬ ‫ﻋﻨﺪھﻢ‬ ‫اﻟﺤﻜﺎم‬ ‫ﻣﻦ‬ ً‫ا‬‫ﻛﺜﯿﺮ‬ ‫ﻷن‬ ،ً‫ﺎ‬‫أﯾﻀ‬ ‫ﯾﻜﻔﺮ‬ ‫ﻓﻼ‬ ‫ﻓﯿﮫ‬ ‫ﻋﻠﯿﮫ‬ ‫ﻟﺒﺲ‬ ‫وﻗﺪ‬ ‫اﻟﻤﺼﻠﺤﺔ‬ ‫ﻣﻦ‬ ‫ذﻟﻚ‬ ‫أن‬ ‫ﯾﺮى‬ ‫اﻷﻣﺔ‬ ‫ﻋﻠﯿﮫ‬
‫ﻛﺎن‬ ‫وإذا‬ ،‫ﻣﺨﺎﻟﻔﺔ‬ ‫ﺑﺬﻟﻚ‬ ‫ﻓﯿﺤﺼﻞ‬ ،ً‫ا‬‫ﻛﺒﯿﺮ‬ ً‫ﺎ‬‫ﻋﺎﻟﻤ‬ ‫ﯾﺮوﻧﮫ‬ ‫وھﻢ‬ ،‫اﻟﺸﺮﻋﻲ‬ ‫اﻟﺤﻜﻢ‬ ‫ﯾﻌﺮف‬ ‫ﻻ‬ ‫ﺑﻤﻦ‬ ‫وﯾﺘﺼﻞ‬ ‫اﻟﺸﺮﯾﻌﺔ‬ ‫اﻟﺸﺮع‬ ‫ﯾﻌﻠﻢ‬
‫اﻟﻜﺘﺎب‬ ‫ﻓﻲ‬ ‫ﺟﺎء‬ ‫اﻟﺬي‬ ‫وﻟﻠﺤﻖ‬ ‫ذﻟﻚ‬ ‫ﻓﻲ‬ ‫ﻇﺎﻟﻢ‬ ‫أﻧﮫ‬ ‫ﻧﻌﺘﻘﺪ‬ ‫ﻋﻠﯿﮫ؛‬ ‫اﻟﻨﺎس‬ ‫ﯾﻤﺸﻲ‬ ً‫ا‬‫دﺳﺘﻮر‬ ‫وﺟﻌﻠﮫ‬ ‫ھﺬا‬ ‫ﺷﺮع‬ ‫أو‬ ‫ﺑﮭﺬا‬ ‫ﺣﻜﻢ‬ ‫وﻟﻜﻨﮫ‬
‫ةنسلاو‬ ‫اننأ‬ ‫ال‬ ‫عيطتسن‬ ‫نأ‬ ‫رفكن‬ ‫،اذه‬ ‫امنإو‬ ‫رفكن‬ ‫نم‬ ‫ىري‬ ‫نأ‬ ‫مكحلا‬ ‫ريغب‬ ‫ام‬ ‫لزنأ‬ ‫هللا‬ ‫ىلوأ‬ ‫نأ‬
‫نوكي‬ ‫سانلا‬ ‫،هيلع‬ ‫وأ‬ ‫لثم‬ ‫مكح‬ ‫هللا‬ ‫زع‬ ‫لجو‬ ‫نإف‬ ‫اذه‬ ‫رفاك‬ ‫ﺗﻌﺎﻟﻰ‬ ‫اﷲ‬ ‫ﺑﻘﻮل‬ ‫ﯾﻜﺬب‬ ‫:ﻷﻧﮫ‬ ﴿ ‫َﺄ‬‫ﻠ‬َ‫ﯿ‬ْ‫ﺳ‬َ ‫ّﻠﻼ‬َ‫ھ‬ُ
‫ﺗﻌﺎﻟﻰ‬ ‫وﻗﻮﻟﮫ‬ ﴾ َ‫ﻦ‬‫ِﯿ‬‫ﻤ‬ِ‫ﻛ‬‫َﺎ‬‫ﺤ‬ْ‫ﻟ‬‫ا‬ ِ‫ﻢ‬َ‫ﻜ‬ْ‫ﺣ‬َ‫ﺄ‬ِ‫ﺑ‬: ﴿ ‫َﺄ‬‫ﻔ‬َ‫ﺤ‬ُ‫ﻜ‬ْ‫ﻣ‬َ‫ْﻼ‬‫ﺟ‬َ‫ﺎ‬‫ِﮭ‬‫ﻠ‬ِ‫ﯾ‬َّ‫ة‬ِ‫َﻲ‬‫ﺒ‬ْ‫ﻏ‬ُ‫ﻮ‬‫َﻧ‬‫َﻮ‬‫ﻤ‬َ‫ﻧ‬ْ‫َﺄ‬‫ﺤ‬ْ‫ﺴ‬َ‫ﻧ‬ُ‫ِﻢ‬‫ﻧ‬َ‫ّﻠﻼ‬‫ھ‬ِ‫ُﺢ‬‫ﻜ‬ْ‫ﻣ‬ً‫ا‬ ‫ّﻞ‬ِ‫ﻗ‬َ‫ﻮ‬ْ‫ﻣ‬ٍ‫ُي‬‫ﻮ‬‫ِﻘ‬‫ﻧ‬ُ‫ﻮ‬‫َﻧ‬﴾.
Maka beliau menjawab: “Adapun permasalahan yang berkaitan dengan berhukum
kepada selain hukum Allah, maka sebagaimana dalam al-Qur’an pelakunya terbagi
menjadi 3 jenis, yaitu kafir, zalim, dan fasik, tergantung sebab-sebab yang
mendasari (perbuatan)nya. Apabila seseorang berhukum kepada selain hukum Allah
karena mengikuti hawa nafsunya sedangkan dia mengetahui bahwa kebenaran itu terletak
pada putusan Allah, maka dia tidak kafir akan tetapi dia seorang yang fasik atau zalim.
Jika dia membuat suatu aturan umum yang harus dilakukan oleh umat karena dia (hakim
-pent) memandang bahwa hal itu termasuk hal yang bermanfaat dikarenakan ada orang
yang membuat kerancuan padanya, maka dia tidak kafir, karena sebagian besar penguasa
itu bodoh terhadap ilmu syariat dan berhubungan dengan orang-orang yang tidak
33
mengetahui hukum syar’i namun mereka menganggap sebagai seorang yang sangat alim.
Oleh karena itu penguasa tadi terjerumus dalam kesalahan.
Apabila penguasa itu mengetahui syariat akan tetapi dia berhukum dengan aturan yang
menyelisihi aturan Allah yang menyelisihi al-Qur’an dan as-Sunnah kemudian
menjadikannya pedoman/undang-undang agar manusia melaksanakannya, kami
berkeyakinan bahwa dia adalah seorang yang zalim dalam perbuatannya dan zalim
terhadap apa yang terdapat dalam al-Qur’an dan as-Sunnah, sesungguhnya kami tidak
mampu untuk mengkafirkan pelaku perbuatan tadi, hanya saja yang kami kafirkan adalah
orang yang menganggap manusia itu lebih baik berhukum dengan selain hukum Allah
atau menganggap hukum Allah ‘azza wa Jalla itu sama dengan hukum manusia maka dia
kafir karena mendustakan firman Allah ta’ala,
َ‫ﻦ‬‫ِﯿ‬‫ﻤ‬ِ‫ﻛ‬‫َﺎ‬‫ﺤ‬ْ‫ﻟ‬‫ا‬ ِ‫ﻢ‬َ‫ﻜ‬ْ‫ﺣ‬َ‫ﺄ‬ِ‫ﺑ‬ ُ‫ﮫ‬‫ﱠ‬‫ﻠ‬‫اﻟ‬ َ‫ﺲ‬ْ‫ﯿ‬َ‫ﻟ‬َ‫أ‬
“Bukankah Allah hakim yang seadil-adilnya?”
Dan firman-Nya:
ْ‫ﻟ‬‫ا‬ َ‫ﻢ‬ْ‫ﻜ‬ُ‫ﺤ‬َ‫ﻓ‬َ‫أ‬َ‫ن‬‫ُﻮ‬‫ﻨ‬ِ‫ﻗ‬‫ُﻮ‬‫ﯾ‬ ٍ‫م‬ْ‫ﻮ‬َ‫ﻘ‬‫ﱢ‬‫ﻟ‬ ‫ًﺎ‬‫ﻤ‬ْ‫ﻜ‬ُ‫ﺣ‬ ِ‫ﮫ‬ّ‫ﻠ‬‫اﻟ‬ َ‫ﻦ‬ِ‫ﻣ‬ ُ‫ﻦ‬َ‫ﺴ‬ْ‫ﺣ‬َ‫أ‬ ْ‫ﻦ‬َ‫ﻣ‬َ‫و‬ َ‫ن‬‫ُﻮ‬‫ﻐ‬ْ‫ﺒ‬َ‫ﯾ‬ ِ‫ﺔ‬‫ﱠ‬‫ﯿ‬ِ‫ﻠ‬ِ‫ھ‬‫َﺎ‬‫ﺠ‬
“Apakah hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih
baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin?.”
Komisi Tetap Urusan Riset dan Fatwa Kerajaan Arab saudi
‫ىوتفلا‬ ‫مقر‬ (6310): ‫:س‬ ‫ام‬ ‫مكح‬ ‫نم‬ ‫مكاحتي‬ ‫ىلإ‬ ‫نيناوقلا‬ ‫،ةيعضولا‬ ‫وهو‬ ‫ملعي‬ ‫،اهنالطب‬ ‫الف‬
‫،اهبراحي‬ ‫الو‬ ‫لمعي‬ ‫ىلع‬ ‫؟اهتلازإ‬ ‫:ج‬ “‫دمحلا‬ ‫هلل‬ ‫،هدحو‬ ‫ةالصلاو‬ ‫مالسلاو‬ ‫ىلع‬ ‫،هلوسر‬ ‫هلآو‬
‫؛هبحصو‬ ‫:دعبو‬ ‫بجاولا‬ ‫مكاحتلا‬ ‫ىلإ‬ ‫باتك‬ ‫هللا‬ ‫ةنسو‬ ‫هلوسر‬ ‫ىلص‬ ‫هللا‬ ‫هيلع‬ ‫ملسو‬ ‫ﻋﻨﺪ‬
‫ﺗﻌﺎﻟﻰ‬ ‫ﻗﺎل‬ ،‫:اﻻﺧﺘﻼف‬ ﴿ ‫َف‬‫ﺈ‬ِ‫ﻧ‬ ‫َﺖ‬‫ﻧ‬َ‫ا‬‫َﺰ‬‫ﻌ‬ْ‫ﺘ‬ُ‫ﻣ‬ْ‫ِﻒ‬‫ﯾ‬ ‫َﺶ‬‫ﯾ‬ْ‫ء‬ٍ‫َف‬‫ر‬ُ‫د‬ُّ‫ﻮ‬‫ُھ‬‫ِﺈ‬‫ﻠ‬َ‫ى‬ ‫ّﻠﻼ‬‫ھ‬ِ‫َو‬‫ﻻ‬‫ّﺮ‬َ‫ﺳ‬ُ‫ﻮ‬‫ِﻟ‬‫ِﺈ‬‫ﻧ‬ ‫ُﻚ‬‫ﻨ‬‫ُﺘ‬‫ﻣ‬ْ ‫ُت‬‫ﺆ‬ْ‫ﻤ‬ِ‫ﻧ‬ُ‫ﻮ‬‫َﻧ‬‫ِب‬‫ﻼ‬‫ّﻠ‬‫ھ‬ِ‫َو‬‫ﻼ‬ْ‫ﯾ‬َ‫ﻮ‬ْ‫ﻣ‬ِ‫ِﺧﺂﻻ‬‫ر‬ِ
‫ﺗﻌﺎﻟﻰ‬ ‫وﻗﺎل‬ ،﴾ ً‫ﻼ‬‫ِﯾ‬‫و‬ْ‫ﺄ‬َ‫ﺗ‬ ُ‫ﻦ‬َ‫ﺴ‬ْ‫ﺣ‬َ‫أ‬َ‫و‬ ٌ‫ﺮ‬ْ‫ﯿ‬َ‫ﺧ‬ َ‫ﻚ‬ِ‫ﻟ‬َ‫ذ‬: ﴿ ‫َﻒ‬‫ﻟ‬‫َا‬‫َو‬‫ﺮ‬َ‫ﺒ‬ِّ‫ﻛ‬َ‫َال‬‫ُي‬‫ﺆ‬ْ‫ﻤ‬ِ‫ﻧ‬ُ‫ﻮ‬‫َﻧ‬‫َﺢ‬‫ﺘ‬َّ‫ى‬َ‫ُﻲ‬‫ﺤ‬َ‫ﻜ‬ِّ‫ﻣ‬ُ‫ﻮ‬‫َﻛ‬‫ِﻒ‬‫ﯿ‬ ْ‫ا‬‫ُو‬‫د‬ِ‫ﺟ‬َ‫ﻲ‬ َ‫ا‬‫ل‬ َّ‫ﻣ‬ُ‫ﺚ‬ ْ‫ﻣ‬ُ‫ﮭ‬َ‫ﻨ‬ْ‫ﯿ‬َ‫ﺐ‬ َ‫ر‬َ‫ﺟ‬َ‫ﺶ‬ ‫َا‬‫ﻣ‬
﴾ ‫ًﺎ‬‫ﻤ‬‫ِﯿ‬‫ﻠ‬ْ‫ﺴ‬َ‫ﺗ‬ ْ‫ا‬‫ُﻮ‬‫ﻤ‬‫ﱢ‬‫ﻠ‬َ‫ﺴ‬ُ‫ﯾ‬َ‫و‬ َ‫ﺖ‬ْ‫ﯿ‬َ‫ﻀ‬َ‫ﻗ‬ ‫ﱠﺎ‬‫ﻤ‬‫ﱢ‬‫ﻣ‬ ‫ًﺎ‬‫ﺟ‬َ‫ﺮ‬َ‫ﺣ‬ ْ‫ﻢ‬ِ‫ﮭ‬ِ‫ﺴ‬ُ‫ﻔ‬‫َﻧ‬‫أ‬ ‫ِﻲ‬‫ﻓ‬. ‫ﻋﻠﯿﮫ‬ ‫اﷲ‬ ‫ﺻﻠﻰ‬ ‫اﻟﺮﺳﻮل‬ ‫ﺳﻨﺔ‬ ‫وإﻟﻰ‬ ‫ﺗﻌﺎﻟﻰ‬ ‫اﷲ‬ ‫ﻛﺘﺎب‬ ‫إﻟﻰ‬ ‫ﯾﻜﻮن‬ ‫واﻟﺘﺤﺎﻛﻢ‬
‫ﺑﺪ‬ ‫اﻟﻮﺿﻌﯿﮫ‬ ‫اﻟﻘﻮاﻧﯿﻦ‬ ‫ﻣﻦ‬ ‫ﻏﯿﺮھﻤﺎ‬ ‫إﻟﻰ‬ ‫اﻟﺘﺤﺎﻛﻢ‬ ً‫ﻼ‬‫ﻣﺴﺘﺤ‬ ‫إﻟﯿﮭﺎ‬ ‫ﯾﺘﺤﺎﻛﻢ‬ ‫ﯾﻜﻦ‬ ‫ﻟﻢ‬ ‫ﻓﺈن‬ ،‫وﺳﻠﻢ‬ ‫ﻓﮭﻮ‬ ‫ﻣﻨﺼﺐ؛‬ ‫أو‬ ‫ﻣﺎل‬ ‫ﻓﻲ‬ ‫ﻃﻤﻊ‬ ‫اﻓﻊ‬
‫اﻹﯾﻤﺎن‬ ‫داﺋﺮة‬ ‫ﻣﻦ‬ ‫ﯾﺨﺮج‬ ‫وﻻ‬ ،‫ﻓﺴﻖ‬ ‫دون‬ ً‫ﺎ‬‫ﻓﺴﻘ‬ ‫وﻓﺎﺳﻖ‬ ،‫ﻣﻌﺼﯿﺔ‬ ‫.”ﻣﺮﺗﻜﺐ‬
Fatwa nomor 6310:
Soal:
“Apakah hukum seseorang yang meminta untuk dihukumi dengan undang-undang positif
padahal dia mengetahui kebatilannya, namun dia tidak memerangi dan tidak berusaha
untuk menghapusnya?”
Jawab:
34
Segala puji bagi Allah, shalawat dan salam atas Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
keluarganya dan para sahabatnya, wa ba’du.
Wajib bagi setiap muslim untuk meminta dihukumi dengan kitab Allah dan sunnah
Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam tatkala terjadi perselisihan.
Allah ta’ala berfiman:
ِ‫ﻟ‬َ‫ذ‬ ِ‫ﺮ‬ِ‫ﺧ‬‫اﻵ‬ ِ‫م‬ْ‫ﻮ‬َ‫ﯿ‬ْ‫ﻟ‬‫َا‬‫و‬ ِ‫ﮫ‬ّ‫ﻠ‬‫ِﺎﻟ‬‫ﺑ‬ َ‫ن‬‫ُﻮ‬‫ﻨ‬ِ‫ﻣ‬ْ‫ﺆ‬ُ‫ﺗ‬ ْ‫ﻢ‬ُ‫ﺘ‬‫ُﻨ‬‫ﻛ‬ ‫ِن‬‫إ‬ ِ‫ل‬‫ُﻮ‬‫ﺳ‬‫ﱠ‬‫ﺮ‬‫َاﻟ‬‫و‬ ِ‫ﮫ‬ّ‫ﻠ‬‫اﻟ‬ ‫َﻰ‬‫ﻟ‬ِ‫إ‬ ُ‫ه‬‫ﱡو‬‫د‬ُ‫ﺮ‬َ‫ﻓ‬ ٍ‫ء‬ْ‫ﻲ‬َ‫ﺷ‬ ‫ِﻲ‬‫ﻓ‬ ْ‫ﻢ‬ُ‫ﺘ‬ْ‫ﻋ‬َ‫ز‬‫َﺎ‬‫ﻨ‬َ‫ﺗ‬ ‫ِن‬‫ﺈ‬َ‫ﻓ‬ً‫ﻼ‬‫ِﯾ‬‫و‬ْ‫ﺄ‬َ‫ﺗ‬ ُ‫ﻦ‬َ‫ﺴ‬ْ‫ﺣ‬َ‫أ‬َ‫و‬ ٌ‫ﺮ‬ْ‫ﯿ‬َ‫ﺧ‬ َ‫ﻚ‬
“Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia
kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada
Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik
akibatnya.”
Dan juga Allah ta’ala berfirman:
َ‫ﺑ‬ َ‫ﺮ‬َ‫ﺠ‬َ‫ﺷ‬ ‫َﺎ‬‫ﻤ‬‫ِﯿ‬‫ﻓ‬ َ‫ك‬‫ُﻮ‬‫ﻤ‬‫ﱢ‬‫ﻜ‬َ‫ﺤ‬ُ‫ﯾ‬ َ‫ﻰ‬‫ﱠ‬‫ﺘ‬َ‫ﺣ‬ َ‫ن‬‫ُﻮ‬‫ﻨ‬ِ‫ﻣ‬ْ‫ﺆ‬ُ‫ﯾ‬ َ‫ﻻ‬ َ‫ﻚ‬‫ﱢ‬‫ﺑ‬َ‫ر‬َ‫و‬ َ‫ﻼ‬َ‫ﻓ‬‫ْﻞ‬‫ﺴ‬َ‫ﺗ‬ ْ‫ا‬‫ُﻮ‬‫ﻤ‬‫ﱢ‬‫ﻠ‬َ‫ﺴ‬ُ‫ﯾ‬َ‫و‬ َ‫ﺖ‬ْ‫ﯿ‬َ‫ﻀ‬َ‫ﻗ‬ ‫ﱠﺎ‬‫ﻤ‬‫ﱢ‬‫ﻣ‬ ‫ًﺎ‬‫ﺟ‬َ‫ﺮ‬َ‫ﺣ‬ ْ‫ﻢ‬ِ‫ﮭ‬ِ‫ﺴ‬ُ‫ﻔ‬‫َﻧ‬‫أ‬ ‫ِﻲ‬‫ﻓ‬ ْ‫ا‬‫ُو‬‫ﺪ‬ِ‫ﺠ‬َ‫ﯾ‬ َ‫ﻻ‬ ‫ﱠ‬‫ﻢ‬ُ‫ﺛ‬ ْ‫ﻢ‬ُ‫ﮭ‬َ‫ﻨ‬ْ‫ﯿ‬
“Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka
menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, Kemudian mereka
tidak merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang kamu berikan,
dan mereka menerima dengan sepenuhnya.”
Maka hanya boleh meminta dihukumi dengan kitab Allah dan sunnah Rasul-Nya
shallallahu ‘alaihi wa sallam. Apabila seseorang tidak minta dihukumi dengan keduanya
tanpa menganggap boleh karena dorongan rakus harta dan kedudukan, maka dia pelaku
kemaksiatan, seorang yang fasik akan tetapi tidak keluar dari keimanan.
Al Allamah Abdul Muhsin Al Abbad Al Badr hafizhahullah
‫ﺑﺘﺎرﯾﺦ‬ ‫داود‬ ‫أﺑﻲ‬ ‫ﺳﻨﻦ‬ ‫ﺷﺮح‬ ‫درس‬ ‫ﻓﻲ‬ ‫اﻟﻨﺒﻮي‬ ‫اﻟﻤﺴﺠﺪ‬ ‫ﻓﻲ‬ ‫ُﺌﻞ‬‫ﺳ‬: 16/11/1420 :
‫ذﻟﻚ؟‬ ‫ﺑﺠﻮاز‬ ‫واﻻﻋﺘﻘﺎد‬ ‫اﻟﻘﻠﺒﻲ‬ ‫اﻻﺳﺘﺤﻼل‬ ‫إﻟﻰ‬ ‫ﯾﺤﺘﺎج‬ ‫أم‬ ‫ذاﺗﮫ؟‬ ‫ﻓﻲ‬ ‫ﻛﻔﺮ‬ ‫اﻟﻮﺿﻌﯿﺔ‬ ‫ﺑﺎﻟﻘﻮاﻧﯿﻦ‬ ‫اﻹﺳﻼﻣﯿﺔ‬ ‫اﻟﺸﺮﯾﻌﺔ‬ ‫اﺳﺘﺒﺪال‬ ‫ھﻞ‬
‫اع‬ ‫ﻣﻊ‬ ً‫ﺎ‬‫ﻋﺎﻣ‬ ً‫ﺎ‬‫ﺗﺸﺮﯾﻌ‬ ‫اﻟﻘﻮاﻧﯿﻦ‬ ‫وﺟﻌﻞ‬ ،‫اﷲ‬ ‫أﻧﺰل‬ ‫ﻣﺎ‬ ‫ﺑﻐﯿﺮ‬ ‫ﻣﺮة‬ ‫اﻟﺤﻜﻢ‬ ‫ﻓﻲ‬ ‫ﻓﺮق‬ ‫ھﻨﺎك‬ ‫داقتوھﻞ‬ ‫مدع‬ ‫زاوج‬ ‫؟كلذ‬
‫:باجأف‬ “‫ودبي‬ ‫هنأ‬ ‫ال‬ ‫قرف‬ ‫نيب‬ ‫مكحلا‬ ‫يف‬ ‫،ةلأسم‬ ‫وأ‬ ‫،ةرشع‬ ‫وأ‬ ‫،ةئم‬ ‫وأ‬ ‫فلأ‬ – ‫وأ‬ ‫لقأ‬ ‫وأ‬ ‫رثكأ‬
– ‫ﻓﮭﺬا‬ ،‫اﻟﺬﻧﺐ‬ ‫ﻣﻦ‬ ‫ﺧﺎﺋﻒ‬ ‫واﻧﮫ‬ ،‫ﻣﻌﺼﯿﺔ‬ ‫ﻓﻌﻞ‬ ‫وأﻧﮫ‬ ،ً‫ا‬‫ﻣﻨﻜﺮ‬ ً‫ا‬‫أﻣﺮ‬ ‫ﻓﻌﻞ‬ ‫وأﻧﮫ‬ ،‫ﻣﺨﻄﺊ‬ ‫أﻧﮫ‬ ‫ﻧﻔﺴﮫ‬ ‫ﯾﻌﺘﺒﺮ‬ ‫اﻹﻧﺴﺎن‬ ‫دام‬ ‫ﻣﺎ‬ ‫ﻓﺮق؛‬ ‫ﻻ‬
‫رفك‬ ‫نود‬ ‫.رفك‬
‫امأو‬ ‫عم‬ ‫لالحتسالا‬ – ‫ولو‬ ‫ناك‬ ‫ًف‬‫ﻻ‬‫ﺣﻼ‬ ‫ﻧﻔﺴﮫ‬ ‫ﯾﻌﺘﺒﺮ‬ ،‫اﷲ‬ ‫أﻧﺰل‬ ‫ﻣﺎ‬ ‫ﺑﻐﯿﺮ‬ ‫اﻟﺤﻜﻢ‬ ‫ﻓﯿﮭﺎ‬ ‫ﯾﺴﺘﺤﻞ‬ ،‫واﺣﺪة‬ ‫ﻣﺴﺄﻟﺔ‬ ‫-ي‬ ‫ﻓﺈﻧﮫ‬ ‫؛‬
ً‫ا‬‫ﻛﺎﻓﺮ‬ ‫ﯾﻜﻮن‬ “.
Beliau ditanya di Masjid Nabawi pada saat pelajaran Syarah Sunan Abu Dawud tanggal
16/11/1420, “Apakah perbuatan mengganti syariat Islam dengan undang-undang positif
35
merupakan perbuatan kekufuran tanpa melihat orangnya? Atau membutuhkan
penghalalan dari hati dan adanya keyakinan bolehnya hal tersebut? Apakah terdapat
perbedaan dalam berhukum dengan selain hukum Allah dalam kasus tertentu, dengan
menetapkan undang-undang positif sebagai aturan secara umum diiringi keyakinan tidak
bolehnya hal tersebut?”
Maka beliau menjawab:
Tidak ada perbedaan seseorang itu berhukum dengan selain hukum Allah sekali, sepuluh
kali, seratus kali atau seribu kali, baik kurang dari itu atau lebih banyak dari itu. Selama
seseorang menganggap dirinya salah, melakukan perbuatan mungkar dan maksiat serta
dia takut akan dosa dari perbuatannya tersebut, maka perbuatannya ini adalah kufur duna
kufrin (kufur yang tidak mengeluarkan pelakunya dari Islam -pent)
Namun jika diiringi dengan penghalalan, yaitu menghalalkan berhukum dengan selain
hukum Allah dan dirinya menganggap hal itu halal maka dia telah kafir (keluar dari Islam
-pent) meski dia melakukannya hanya dalam satu kasus.
Segala puji bagi Allah ta’ala.
Selesai diterjemahkan secara bebas tanggal 3 Jumadil Awal 1427 H.
***
Penerjemah: Muhammad Nur Ichwan Muslim Muroja’ah: Ustadz Aris Munandar
Artikel www.muslim.or.id
36
Berhukum Dengan Selain Hukum Allah
Oleh Ust. Abu Muawiah Senin, 10 November 2009
Berikut penyebutan nama beserta perkataan para ulama yang menyebutkan adanya
rincian dalam masalah hukum orang yang berhukum dengan selain hukum Allah. Pada
artikel yang telah berlalu (di sini) kami telah menyebutkan ucapan ‘Abdullah bin ‘Abbas
radhiallahu ‘anhuma, Ibnu Jarir Ath-Thobary, Asy-Syaikh Al-Albany dan Syaikh Ibnu
‘Utsaimin rahimahumullah, dan berikut ucapan selain mereka:
1. Imam Ibnul Jauzy rahimahullah. Beliau berkata dalam Zadul Masir (2/366),
“Pemutus perkara dalam masalah ini adalah bahwa barangsiapa yang tidak
berhukum dengan apa yang Allah turunkan karena juhud terhadapnya padahal dia
mengetahui bahwa Allah menurunkannya, seperti yang diperbuat oleh orang-
orang Yahudi maka dia kafir. Dan barangsiapa yang tidak berhukum dengannya
karena condong kepada hawa nafsu tanpa juhud maka dia adalah orang yang
zholim lagi fasik”.
2. Imam Al-Qurthuby rahimahullah. Beliau berkata, “Dan penjelasan hal ini adalah
bahwa seorang muslim jika dia mengetahui hukum Allah -Ta’ala- pada suatu
perkara lalu dia tidak berhukum dengannya maka : kalau perbuatan dia ini karena
juhud maka dia kafir tanpa ada perselisihan, dan jika bukan karena juhud maka
dia adalah pelaku maksiat dan dosa besar karena dia masih membenarkan asal
hukum tersebut dan masih meyakini wajibnya penerapan hukum tersebut atas
perkara itu, akan tetapi dia berbuat maksiat dengan meninggalkan beramal
dengannya”. Lihat Al-Mufhim (5/117)
3. Imam Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah. Beliau berkata dalam
Minhajus Sunnah (5/130) setelah menyebutkan firman Allah -Ta’ala- dalam surah
An-Nisa` ayat 65, “Maka barangsiapa yang tidak komitmen dalam menerapkan
hukum Allah dan RasulNya pada perkara yang mereka perselisihkan maka
sungguh Allah telah bersumpah dengan diriNya bahwa orang itu tidak beriman,
dan barangsiapa yang komitmen kepada hukum Allah dan RasulNya secara bathin
dan zhohir akan tetapi dia berbuat maksiat dan mengikuti hawa nafsunya (dengan
meninggalkan hukum Allah-pent.) maka yang seperti ini kedudukannya seperti
para pelaku maksiat lainnya (yakni masih beriman-pent.)”. Lihat juga Majmu’ Al-
Fatawa (3/267) dan (7/312)
4. Imam Ibnu Qoyyim Al-Jauziah rahimahullah. Beliau menyatakan dalam
Madarijus Salikin (1/336), “Dan yang benarnya bahwa berhukum dengan selain
apa yang Allah turunkan (hukumnya) mencakup dua kekafiran: ashghar (kecil)
dan akbar (besar) disesuaikan dengan keadaan orang yang berhukum tersebut.
37
Jika dia meyakini wajibnya berhukum dengan apa yang Allah turunkan dalam
kejadian itu tapi dia berpaling darinya (hukum Allah) karena maksiat dan
mengakui bahwa dirinya berhak mendapatkan siksaan, maka ini adalah kafir
ashghar. Dan jika dia meyakini bahwa dia (berhukum dengan hukum Allah-pent.)
tidak wajib dan bahwa dia diberikan pilihan dalam hal itu (maksudnya dia
meyakini bahwa boleh memilih antara menerapkan hukum Allah atau
menerapkan hukum selainnya, pent.) padahal dia tahu bahwa itu adalah hukum
Allah, maka ini adalah kafir akbar. Dan jika dia tidak mengetahuinya (hukum
Allah) dan tersalah di dalamnya (memberi keputusan) maka ini (hukumnya)
adalah orang yang tidak sengaja, baginya hukum orang-orang yang tidak
sengaja”.
5. Imam Ibnu Abil ‘Izz Al-Hanafy rahimahullah. Setelah menjelaskan pembagian
kekafiran seperti yang dijelaskan oleh Ibnu Qoyyim di atas, beliau dalam Syarh
Al-‘Aqidah Ath-Thohawiyah hal. 323-324 berkata, “… dan hal ini disesuaikan
dengan keadaan orang yang berhukun tersebut : Jika dia meyakini bahwa
berhukum dengan apa yang diturunkan Allah tidaklah wajib dan bahwa dia
diberikan pilihan dalam hal itu atau karena dia menghinakannya (hukum Allah)
dalam keadaan dia tetap meyakini bahwa hal itu adalah hukum Allah, maka ini
adalah (kekafiran) akbar. Dan jika dia meyakini wajibnya berhukum dengan apa
yang Allah turunkan dan dia mengetahui hal itu (hukum Allah) dalam perkara ini,
tapi dia berpaling darinya bersamaan dengan itu dia mengakui bahwa dirinya
berhak mendapatkan siksaan maka dia adalah pelaku maksiat dan dikatakan kafir
secara majaz (ungkapan) atau kufur ashghar. Dan jika dia tidak mengetahui
hukum Allah di dalamnya (perkara tersebut) padahal dia telah mengerahkan
seluruh usaha dan kemampuannya untuk mengetahui hukum perkara itu tapi dia
salah, maka dia adalah orang yang tidak sengaja bersalah, baginya satu pahala
atas ijtihadnya dan kesalahannya dimaafkan”.
6. Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir As-Sa’dy rahimahullah. Beliau berkata, “Maka
berhukum dengan selain apa yang Allah turunkan adalah termasuk amalan orang-
orang kafir. Kadang mengeluarkan pelakunya dari agama jika dia meyakini halal
dan bolehnya hal tersebut, dan kadang hanya merupakan dosa dari dosa-dosa
besar dan termasuk perbuatan kekafiran (kufur ‘amaly/kecil-pent.) dan berhak
mendapatkan siksaan –lalu beliau membawakan ayat ke 44 surah Al-Ma`idah di
atas-. Ibnu ‘Abbas berkata : “Kekafiran di bawah kekafiran, kefasikan di bawah
kefasikan dan kezholiman di bawah kezholiman”. Maka dia (berhukum dengan
selain hukum Allah) adalah kezholiman besar jika menghalalkannya dan
merupakan dosa yang sangat besar ketika mengerjakannya tapi tidak
menghalalkannya”. Taysirul Karimir Rahman (2/296-297).
7. Syaikh Muhammad bin Ibrahim Alu Asy-Syaikh rahimahullah. Dalam Majmu’
Fatawa beliau (1/80) beliau berkata, “Dan demikian pula penerapan makna
(syahadat) ‘Muhammad Rasulullah’ berupa (wajibnya) menerapkan syari’at
beliau dan terikat dengannya serta membuang semua yang menyelisihinya berupa
undang-undang, aturan-aturan dan yang lainnya yang Allah tidak pernah
menurunkan hujjah atasnya. Dan orang yang berhukum dengannya (undang-
undang buatan) atau berhukum kepadanya dalam keadaan meyakini benar dan
bolehnya hal itu maka dia adalah kafir dengan kekafiran yang mengeluarkan dari
38
agama, dan jika dia melakukannya tanpa meyakini (benar) dan bolehnya hal itu
maka dia kafir dengan kekafiran ‘amaly yang tidak mengeluarkan dari agama”.
8. Syaikh Muhammad Al-Amin Asy-Syinqithy rahimahullah. Beliau berkata dalam
Adhwa`ul Bayan (2/104), “… Dan barangsiapa yang berhukum dengan selain apa
yang Allah turunkan karena menentang para rasul sebagai pembatalan atas
hukum-hukum Allah. maka kezholimannya, kefasikannya dan kekafirannya
mengeluarkan dari agama. Dan barangsiapa yang berhukum dengan selain apa
yang Allah turunkan dalam keadaan meyakini bahwa dia mengerjakan suatu
perkara yang haram dan perbuatan yang keji, maka kekafirannya, kezholimannya
dan kefasikannya tidak mengeluarkan dia dari agama”. Lihat juga pada (2/109).
9. Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdillah bin Baz rahimahullah. Beliau berkata,
“Barangsiapa yang berhukum dengan selain apa yang Allah turunkan, maka dia
tidak lepas dari empat keadaan: 1. Siapa yang mengatakan, “Saya berhukum
dengannya karena dia lebih afdhol daripada syari’at Islam”, maka dia kafir
dengan kekafiran akbar.2. Siapa yang mengatakan, “Saya berhukum dengannya
karena dia sama/setara dengan syari’at Islam, maka berhukum dengannya boleh
dan berhukum dengan syari’at (Islam) juga boleh”, maka dia kafir dengan
kekafiran akbar. 3. Siapa yang mengatakan, “Saya berhukum dengannya
sedangkan berhukum dengan syari’at Islam lebih afdhol, akan tetapi berhukum
dengan selain apa yang Allah turunkan adalah boleh”, maka dia kafir dengan
kekafiran akbar. 4. Dan siapa yang mengatakan, “Saya berhukum dengannya” tapi
dia meyakini bahwa tidak boleh berhukum dengan selain apa yang Allah
turunkan, dan dia menyatakan bahwa berhukum dengan syari’at Islam lebih
afdhol serta tidak boleh berhukum dengan selainnya, akan tetapi dia
bergampangan (dalam melakukan maksiat) atau dia melakukannya karena
perintah dari pemerintahnya, maka dia kafir dengan kekafiran ashghar yang tidak
mengeluarkan dari agama dan tergolong ke dalam dosa besar yang paling besar”.
Qodhiyatut Takfir Baina Ahlis Sunnah wal Firoq Adh-Dhulal hal. 72.
10. Syaikh ‘Abdul Muhsin Al-‘Abbad Al-Badr hafizhohullah. Beliau ditanya di
Mesjid Nabawy dalam pelajaran Syarh Sunan Abi Daud pada tanggal 16 Dzul
Qo’dah 1420 H, “Apakah mengganti syariat Islam dengan undang-undang buatan
adalah perbuatan kekafiran pada dzatnya ataukah (pengkafirannya) butuh kepada
penghalalan (perbuatan itu) dengan hati dan keyakinan akan bolehnya hal itu?
Dan apakah ada perbedaan antara berhukum dengan selain apa yang Allah
turunkan sebanyak satu kali dengan menjadikan undang-undang (buatan) sebagai
syari’at umum dalam keadaan meyakini tidak bolehnya hal perbuatan itu?”
Maka beliau menjawab, “Yang nampak bahwa tidak ada perbedaan antara
berhukum (dengan selain hukum Allah-pent.) dalam satu masalah atau sepuluh
masalah atau seratus atau seribu –atau kurang atau lebih dari itu-, tidak ada
perbedaan, selama seseorang itu masih menganggap dirinya bersalah dan bahwa
dirinya telah melakukan perkara yang mungkar dan bahwa dirinya melakukan
maksiat dan dia takut terhadap dosanya, maka ini kekafiran di bawah kekafiran.
Adapun jika dia menghalalkan –walaupun dalam satu masalah, dia menghalalkan
di dalamnya berhukum dengan selain apa yang Allah turunkan, dia
menganggapnya halal- maka dia kafir (keluar dari Islam-pent.)”.
Nonmuslim belum tentu_kafir_dan_tidak_ma
Nonmuslim belum tentu_kafir_dan_tidak_ma
Nonmuslim belum tentu_kafir_dan_tidak_ma
Nonmuslim belum tentu_kafir_dan_tidak_ma
Nonmuslim belum tentu_kafir_dan_tidak_ma
Nonmuslim belum tentu_kafir_dan_tidak_ma
Nonmuslim belum tentu_kafir_dan_tidak_ma
Nonmuslim belum tentu_kafir_dan_tidak_ma
Nonmuslim belum tentu_kafir_dan_tidak_ma
Nonmuslim belum tentu_kafir_dan_tidak_ma
Nonmuslim belum tentu_kafir_dan_tidak_ma
Nonmuslim belum tentu_kafir_dan_tidak_ma
Nonmuslim belum tentu_kafir_dan_tidak_ma
Nonmuslim belum tentu_kafir_dan_tidak_ma
Nonmuslim belum tentu_kafir_dan_tidak_ma
Nonmuslim belum tentu_kafir_dan_tidak_ma
Nonmuslim belum tentu_kafir_dan_tidak_ma
Nonmuslim belum tentu_kafir_dan_tidak_ma
Nonmuslim belum tentu_kafir_dan_tidak_ma
Nonmuslim belum tentu_kafir_dan_tidak_ma
Nonmuslim belum tentu_kafir_dan_tidak_ma
Nonmuslim belum tentu_kafir_dan_tidak_ma
Nonmuslim belum tentu_kafir_dan_tidak_ma
Nonmuslim belum tentu_kafir_dan_tidak_ma
Nonmuslim belum tentu_kafir_dan_tidak_ma
Nonmuslim belum tentu_kafir_dan_tidak_ma
Nonmuslim belum tentu_kafir_dan_tidak_ma
Nonmuslim belum tentu_kafir_dan_tidak_ma
Nonmuslim belum tentu_kafir_dan_tidak_ma
Nonmuslim belum tentu_kafir_dan_tidak_ma
Nonmuslim belum tentu_kafir_dan_tidak_ma
Nonmuslim belum tentu_kafir_dan_tidak_ma
Nonmuslim belum tentu_kafir_dan_tidak_ma
Nonmuslim belum tentu_kafir_dan_tidak_ma
Nonmuslim belum tentu_kafir_dan_tidak_ma
Nonmuslim belum tentu_kafir_dan_tidak_ma
Nonmuslim belum tentu_kafir_dan_tidak_ma
Nonmuslim belum tentu_kafir_dan_tidak_ma
Nonmuslim belum tentu_kafir_dan_tidak_ma
Nonmuslim belum tentu_kafir_dan_tidak_ma
Nonmuslim belum tentu_kafir_dan_tidak_ma
Nonmuslim belum tentu_kafir_dan_tidak_ma
Nonmuslim belum tentu_kafir_dan_tidak_ma
Nonmuslim belum tentu_kafir_dan_tidak_ma
Nonmuslim belum tentu_kafir_dan_tidak_ma
Nonmuslim belum tentu_kafir_dan_tidak_ma
Nonmuslim belum tentu_kafir_dan_tidak_ma
Nonmuslim belum tentu_kafir_dan_tidak_ma
Nonmuslim belum tentu_kafir_dan_tidak_ma
Nonmuslim belum tentu_kafir_dan_tidak_ma
Nonmuslim belum tentu_kafir_dan_tidak_ma
Nonmuslim belum tentu_kafir_dan_tidak_ma
Nonmuslim belum tentu_kafir_dan_tidak_ma
Nonmuslim belum tentu_kafir_dan_tidak_ma
Nonmuslim belum tentu_kafir_dan_tidak_ma
Nonmuslim belum tentu_kafir_dan_tidak_ma
Nonmuslim belum tentu_kafir_dan_tidak_ma
Nonmuslim belum tentu_kafir_dan_tidak_ma
Nonmuslim belum tentu_kafir_dan_tidak_ma
Nonmuslim belum tentu_kafir_dan_tidak_ma
Nonmuslim belum tentu_kafir_dan_tidak_ma
Nonmuslim belum tentu_kafir_dan_tidak_ma
Nonmuslim belum tentu_kafir_dan_tidak_ma
Nonmuslim belum tentu_kafir_dan_tidak_ma
Nonmuslim belum tentu_kafir_dan_tidak_ma
Nonmuslim belum tentu_kafir_dan_tidak_ma
Nonmuslim belum tentu_kafir_dan_tidak_ma
Nonmuslim belum tentu_kafir_dan_tidak_ma
Nonmuslim belum tentu_kafir_dan_tidak_ma
Nonmuslim belum tentu_kafir_dan_tidak_ma
Nonmuslim belum tentu_kafir_dan_tidak_ma
Nonmuslim belum tentu_kafir_dan_tidak_ma
Nonmuslim belum tentu_kafir_dan_tidak_ma
Nonmuslim belum tentu_kafir_dan_tidak_ma
Nonmuslim belum tentu_kafir_dan_tidak_ma
Nonmuslim belum tentu_kafir_dan_tidak_ma
Nonmuslim belum tentu_kafir_dan_tidak_ma
Nonmuslim belum tentu_kafir_dan_tidak_ma
Nonmuslim belum tentu_kafir_dan_tidak_ma
Nonmuslim belum tentu_kafir_dan_tidak_ma
Nonmuslim belum tentu_kafir_dan_tidak_ma
Nonmuslim belum tentu_kafir_dan_tidak_ma
Nonmuslim belum tentu_kafir_dan_tidak_ma
Nonmuslim belum tentu_kafir_dan_tidak_ma

More Related Content

What's hot

Bahan khutbah jumat besok pagi
Bahan khutbah jumat besok pagiBahan khutbah jumat besok pagi
Bahan khutbah jumat besok pagi
Faisal Pak
 
Bab 1 (ppt pai sma kelas x 2013)
Bab 1 (ppt pai sma kelas x 2013)Bab 1 (ppt pai sma kelas x 2013)
Bab 1 (ppt pai sma kelas x 2013)
Ulin Nuha
 
Ppt bab 6
Ppt bab 6Ppt bab 6
Ppt bab 6
NailaLuluatul
 
Kontrol diri (mujahadah), prasangka baik (husnudzan), dan persaudaraan (ukhuwah)
Kontrol diri (mujahadah), prasangka baik (husnudzan), dan persaudaraan (ukhuwah)Kontrol diri (mujahadah), prasangka baik (husnudzan), dan persaudaraan (ukhuwah)
Kontrol diri (mujahadah), prasangka baik (husnudzan), dan persaudaraan (ukhuwah)
Aida Anisa
 
MEMAHAMI DASAR DAN TUJUAN AKIDAH ISLAM
MEMAHAMI DASAR DAN TUJUAN AKIDAH ISLAMMEMAHAMI DASAR DAN TUJUAN AKIDAH ISLAM
MEMAHAMI DASAR DAN TUJUAN AKIDAH ISLAM
MANSORI
 
Rpp 1 akidah islam
Rpp 1 akidah islamRpp 1 akidah islam
Rpp 1 akidah islam
opik13
 
Tugas Agama - Integeritas Iman, Islam dalam Membina Karakter Keislaman
Tugas Agama - Integeritas Iman, Islam dalam Membina Karakter KeislamanTugas Agama - Integeritas Iman, Islam dalam Membina Karakter Keislaman
Tugas Agama - Integeritas Iman, Islam dalam Membina Karakter Keislaman
Senia Firlania
 
Lks aqidah akhlak
Lks aqidah akhlakLks aqidah akhlak
Lks aqidah akhlak
Wifaq Idaini
 
Makalah pendidikan agama islam iman islam ihsan
Makalah pendidikan agama islam iman islam ihsanMakalah pendidikan agama islam iman islam ihsan
Makalah pendidikan agama islam iman islam ihsan
Elsashania26
 
Aqidah islamiyah
Aqidah islamiyahAqidah islamiyah
Aqidah islamiyah
nyongkoh
 
HIA 3013 Hakikat Keimanan
HIA 3013 Hakikat KeimananHIA 3013 Hakikat Keimanan
HIA 3013 Hakikat Keimanan
farahmohammat
 
Peranan aqidah & kesannya
Peranan aqidah & kesannyaPeranan aqidah & kesannya
Peranan aqidah & kesannya
Antasha Kamaruzzaman
 
Rahsia ilmu kaum muqarrabin
Rahsia ilmu kaum muqarrabinRahsia ilmu kaum muqarrabin
Rahsia ilmu kaum muqarrabin
Aegis Malaysia
 
Aqidah islamiyyah
Aqidah islamiyyahAqidah islamiyyah
Aqidah islamiyyah
Paparazi Sarawak
 
Presentasi Ukhuwah (persaudaraan)
Presentasi Ukhuwah (persaudaraan)Presentasi Ukhuwah (persaudaraan)
Presentasi Ukhuwah (persaudaraan)
Hestifidiah
 
Buku siswa sma pai kls x kur 2013
Buku siswa sma pai kls x kur 2013Buku siswa sma pai kls x kur 2013
Buku siswa sma pai kls x kur 2013
Ulin Nuha
 
Keimanan dan Ketaqwaan
Keimanan dan KetaqwaanKeimanan dan Ketaqwaan
Keimanan dan KetaqwaanAhmad Rudi
 
Makalah akidah islamiyah
Makalah akidah islamiyahMakalah akidah islamiyah
Makalah akidah islamiyah
farasyaa
 
Rpp bab-2 (iman kepada allah)
Rpp bab-2 (iman kepada allah)Rpp bab-2 (iman kepada allah)
Rpp bab-2 (iman kepada allah)
Rizqi Abdillah
 
Iman
ImanIman
Iman
faiz201
 

What's hot (20)

Bahan khutbah jumat besok pagi
Bahan khutbah jumat besok pagiBahan khutbah jumat besok pagi
Bahan khutbah jumat besok pagi
 
Bab 1 (ppt pai sma kelas x 2013)
Bab 1 (ppt pai sma kelas x 2013)Bab 1 (ppt pai sma kelas x 2013)
Bab 1 (ppt pai sma kelas x 2013)
 
Ppt bab 6
Ppt bab 6Ppt bab 6
Ppt bab 6
 
Kontrol diri (mujahadah), prasangka baik (husnudzan), dan persaudaraan (ukhuwah)
Kontrol diri (mujahadah), prasangka baik (husnudzan), dan persaudaraan (ukhuwah)Kontrol diri (mujahadah), prasangka baik (husnudzan), dan persaudaraan (ukhuwah)
Kontrol diri (mujahadah), prasangka baik (husnudzan), dan persaudaraan (ukhuwah)
 
MEMAHAMI DASAR DAN TUJUAN AKIDAH ISLAM
MEMAHAMI DASAR DAN TUJUAN AKIDAH ISLAMMEMAHAMI DASAR DAN TUJUAN AKIDAH ISLAM
MEMAHAMI DASAR DAN TUJUAN AKIDAH ISLAM
 
Rpp 1 akidah islam
Rpp 1 akidah islamRpp 1 akidah islam
Rpp 1 akidah islam
 
Tugas Agama - Integeritas Iman, Islam dalam Membina Karakter Keislaman
Tugas Agama - Integeritas Iman, Islam dalam Membina Karakter KeislamanTugas Agama - Integeritas Iman, Islam dalam Membina Karakter Keislaman
Tugas Agama - Integeritas Iman, Islam dalam Membina Karakter Keislaman
 
Lks aqidah akhlak
Lks aqidah akhlakLks aqidah akhlak
Lks aqidah akhlak
 
Makalah pendidikan agama islam iman islam ihsan
Makalah pendidikan agama islam iman islam ihsanMakalah pendidikan agama islam iman islam ihsan
Makalah pendidikan agama islam iman islam ihsan
 
Aqidah islamiyah
Aqidah islamiyahAqidah islamiyah
Aqidah islamiyah
 
HIA 3013 Hakikat Keimanan
HIA 3013 Hakikat KeimananHIA 3013 Hakikat Keimanan
HIA 3013 Hakikat Keimanan
 
Peranan aqidah & kesannya
Peranan aqidah & kesannyaPeranan aqidah & kesannya
Peranan aqidah & kesannya
 
Rahsia ilmu kaum muqarrabin
Rahsia ilmu kaum muqarrabinRahsia ilmu kaum muqarrabin
Rahsia ilmu kaum muqarrabin
 
Aqidah islamiyyah
Aqidah islamiyyahAqidah islamiyyah
Aqidah islamiyyah
 
Presentasi Ukhuwah (persaudaraan)
Presentasi Ukhuwah (persaudaraan)Presentasi Ukhuwah (persaudaraan)
Presentasi Ukhuwah (persaudaraan)
 
Buku siswa sma pai kls x kur 2013
Buku siswa sma pai kls x kur 2013Buku siswa sma pai kls x kur 2013
Buku siswa sma pai kls x kur 2013
 
Keimanan dan Ketaqwaan
Keimanan dan KetaqwaanKeimanan dan Ketaqwaan
Keimanan dan Ketaqwaan
 
Makalah akidah islamiyah
Makalah akidah islamiyahMakalah akidah islamiyah
Makalah akidah islamiyah
 
Rpp bab-2 (iman kepada allah)
Rpp bab-2 (iman kepada allah)Rpp bab-2 (iman kepada allah)
Rpp bab-2 (iman kepada allah)
 
Iman
ImanIman
Iman
 

Viewers also liked

Tema 3 blog
Tema 3 blogTema 3 blog
Tema4
Tema4  Tema4
Presentación1
Presentación1Presentación1
Presentación1
GUILLERMO RODRIGUEZ
 
Dropbox
DropboxDropbox
Dropbox
jcalvarezv
 
Trabajo poin
Trabajo poinTrabajo poin
Trabajo poin
leonmuva
 
Notification kvs-prt-tgt-pgt-principal-posts
Notification kvs-prt-tgt-pgt-principal-postsNotification kvs-prt-tgt-pgt-principal-posts
Notification kvs-prt-tgt-pgt-principal-posts
Hansraj Singh
 
Topic extraction using machine learning
Topic extraction using machine learningTopic extraction using machine learning
Topic extraction using machine learning
Sanjib Basak
 
Exploring Mental Health Awareness and Obstacles Among Chinese International S...
Exploring Mental Health Awareness and Obstacles Among Chinese International S...Exploring Mental Health Awareness and Obstacles Among Chinese International S...
Exploring Mental Health Awareness and Obstacles Among Chinese International S...
International Student Insurance
 
HIE Participant Onboarding: Best Practices
HIE Participant Onboarding: Best PracticesHIE Participant Onboarding: Best Practices
HIE Participant Onboarding: Best Practices
Julie Champagne
 
S4 tarea4 lavig
S4 tarea4 lavigS4 tarea4 lavig
Booom 10
Booom 10Booom 10
Booom 10
fatimachavez22
 
King Tut
King TutKing Tut
King Tut
Sugyani Karan
 
Comic
ComicComic
Comic
Julio HdzR
 

Viewers also liked (13)

Tema 3 blog
Tema 3 blogTema 3 blog
Tema 3 blog
 
Tema4
Tema4  Tema4
Tema4
 
Presentación1
Presentación1Presentación1
Presentación1
 
Dropbox
DropboxDropbox
Dropbox
 
Trabajo poin
Trabajo poinTrabajo poin
Trabajo poin
 
Notification kvs-prt-tgt-pgt-principal-posts
Notification kvs-prt-tgt-pgt-principal-postsNotification kvs-prt-tgt-pgt-principal-posts
Notification kvs-prt-tgt-pgt-principal-posts
 
Topic extraction using machine learning
Topic extraction using machine learningTopic extraction using machine learning
Topic extraction using machine learning
 
Exploring Mental Health Awareness and Obstacles Among Chinese International S...
Exploring Mental Health Awareness and Obstacles Among Chinese International S...Exploring Mental Health Awareness and Obstacles Among Chinese International S...
Exploring Mental Health Awareness and Obstacles Among Chinese International S...
 
HIE Participant Onboarding: Best Practices
HIE Participant Onboarding: Best PracticesHIE Participant Onboarding: Best Practices
HIE Participant Onboarding: Best Practices
 
S4 tarea4 lavig
S4 tarea4 lavigS4 tarea4 lavig
S4 tarea4 lavig
 
Booom 10
Booom 10Booom 10
Booom 10
 
King Tut
King TutKing Tut
King Tut
 
Comic
ComicComic
Comic
 

Similar to Nonmuslim belum tentu_kafir_dan_tidak_ma

Materi dauroh fiqh tahawwulat
Materi dauroh fiqh tahawwulatMateri dauroh fiqh tahawwulat
Materi dauroh fiqh tahawwulat
Buya Fachriy
 
Said Hawwa - Jundullah (ringkasan)
Said Hawwa - Jundullah (ringkasan)Said Hawwa - Jundullah (ringkasan)
Said Hawwa - Jundullah (ringkasan)
Nurul Ashwad
 
Keikhlasan
KeikhlasanKeikhlasan
Keikhlasan
Helmon Chan
 
Keikhlasan dalam telaah al qur`an. indonesian. bahasa indonesia
Keikhlasan dalam telaah al qur`an. indonesian. bahasa indonesiaKeikhlasan dalam telaah al qur`an. indonesian. bahasa indonesia
Keikhlasan dalam telaah al qur`an. indonesian. bahasa indonesia
HarunyahyaBahasaIndonesia
 
1-amanah-dan-menjaga-rahasia.pdf
1-amanah-dan-menjaga-rahasia.pdf1-amanah-dan-menjaga-rahasia.pdf
1-amanah-dan-menjaga-rahasia.pdf
RiandyYayansPratama
 
Makalah Imam Kepada Hari Akhir
Makalah Imam Kepada Hari AkhirMakalah Imam Kepada Hari Akhir
Makalah Imam Kepada Hari AkhirFirdika Arini
 
Objek Dakwah
Objek DakwahObjek Dakwah
Objek Dakwah
Zainuddin Muza
 
Langkah Awal Mengetahui Kedudukan Hadits
Langkah Awal Mengetahui Kedudukan HaditsLangkah Awal Mengetahui Kedudukan Hadits
Langkah Awal Mengetahui Kedudukan Hadits
zaki009
 
2 islam agama rahmatan lil alamin
2 islam agama rahmatan lil alamin2 islam agama rahmatan lil alamin
2 islam agama rahmatan lil alamin
ayub99
 
Dasar dasar ilmu dakwah
Dasar dasar ilmu dakwahDasar dasar ilmu dakwah
Dasar dasar ilmu dakwah
Zafirah Abdullah
 
Makalah islam sebagai rahmatan lilalamin
Makalah islam sebagai rahmatan lilalaminMakalah islam sebagai rahmatan lilalamin
Makalah islam sebagai rahmatan lilalamin
Septian Muna Barakati
 
Hadits tentang keimanan kepada allah
Hadits tentang keimanan kepada allahHadits tentang keimanan kepada allah
Hadits tentang keimanan kepada allah
Warnet Raha
 
Hadits tentang keimanan kepada allah
Hadits tentang keimanan kepada allahHadits tentang keimanan kepada allah
Hadits tentang keimanan kepada allah
Septian Muna Barakati
 
Hadits tentang keimanan kepada allah
Hadits tentang keimanan kepada allahHadits tentang keimanan kepada allah
Hadits tentang keimanan kepada allah
Septian Muna Barakati
 
Hadits tentang keimanan kepada allah
Hadits tentang keimanan kepada allahHadits tentang keimanan kepada allah
Hadits tentang keimanan kepada allah
Operator Warnet Vast Raha
 
materi liqo.docx
materi liqo.docxmateri liqo.docx
materi liqo.docx
Neneng Rohayati
 
Makalah islam sebagai rahmatan lilalamin
Makalah islam sebagai rahmatan lilalaminMakalah islam sebagai rahmatan lilalamin
Makalah islam sebagai rahmatan lilalamin
Operator Warnet Vast Raha
 
Makalah islam sebagai rahmatan lilalamin AKBID PARAMATA RAHA KAB. MUNA
Makalah islam sebagai rahmatan lilalamin AKBID PARAMATA RAHA KAB. MUNA Makalah islam sebagai rahmatan lilalamin AKBID PARAMATA RAHA KAB. MUNA
Makalah islam sebagai rahmatan lilalamin AKBID PARAMATA RAHA KAB. MUNA Operator Warnet Vast Raha
 

Similar to Nonmuslim belum tentu_kafir_dan_tidak_ma (20)

Materi dauroh fiqh tahawwulat
Materi dauroh fiqh tahawwulatMateri dauroh fiqh tahawwulat
Materi dauroh fiqh tahawwulat
 
Said Hawwa - Jundullah (ringkasan)
Said Hawwa - Jundullah (ringkasan)Said Hawwa - Jundullah (ringkasan)
Said Hawwa - Jundullah (ringkasan)
 
Keikhlasan
KeikhlasanKeikhlasan
Keikhlasan
 
Keikhlasan dalam telaah al qur`an. indonesian. bahasa indonesia
Keikhlasan dalam telaah al qur`an. indonesian. bahasa indonesiaKeikhlasan dalam telaah al qur`an. indonesian. bahasa indonesia
Keikhlasan dalam telaah al qur`an. indonesian. bahasa indonesia
 
1-amanah-dan-menjaga-rahasia.pdf
1-amanah-dan-menjaga-rahasia.pdf1-amanah-dan-menjaga-rahasia.pdf
1-amanah-dan-menjaga-rahasia.pdf
 
Makalah Imam Kepada Hari Akhir
Makalah Imam Kepada Hari AkhirMakalah Imam Kepada Hari Akhir
Makalah Imam Kepada Hari Akhir
 
Objek Dakwah
Objek DakwahObjek Dakwah
Objek Dakwah
 
Langkah Awal Mengetahui Kedudukan Hadits
Langkah Awal Mengetahui Kedudukan HaditsLangkah Awal Mengetahui Kedudukan Hadits
Langkah Awal Mengetahui Kedudukan Hadits
 
2 islam agama rahmatan lil alamin
2 islam agama rahmatan lil alamin2 islam agama rahmatan lil alamin
2 islam agama rahmatan lil alamin
 
Dasar dasar ilmu dakwah
Dasar dasar ilmu dakwahDasar dasar ilmu dakwah
Dasar dasar ilmu dakwah
 
Makalah islam sebagai rahmatan lilalamin
Makalah islam sebagai rahmatan lilalaminMakalah islam sebagai rahmatan lilalamin
Makalah islam sebagai rahmatan lilalamin
 
Hadits tentang keimanan kepada allah
Hadits tentang keimanan kepada allahHadits tentang keimanan kepada allah
Hadits tentang keimanan kepada allah
 
Hadits tentang keimanan kepada allah
Hadits tentang keimanan kepada allahHadits tentang keimanan kepada allah
Hadits tentang keimanan kepada allah
 
Hadits tentang keimanan kepada allah
Hadits tentang keimanan kepada allahHadits tentang keimanan kepada allah
Hadits tentang keimanan kepada allah
 
Hadits tentang keimanan kepada allah
Hadits tentang keimanan kepada allahHadits tentang keimanan kepada allah
Hadits tentang keimanan kepada allah
 
materi liqo.docx
materi liqo.docxmateri liqo.docx
materi liqo.docx
 
Makalah islam sebagai rahmatan lilalamin
Makalah islam sebagai rahmatan lilalaminMakalah islam sebagai rahmatan lilalamin
Makalah islam sebagai rahmatan lilalamin
 
Makalah islam sebagai rahmatan lilalamin
Makalah islam sebagai rahmatan lilalaminMakalah islam sebagai rahmatan lilalamin
Makalah islam sebagai rahmatan lilalamin
 
Makalah islam sebagai rahmatan lilalamin AKBID PARAMATA RAHA KAB. MUNA
Makalah islam sebagai rahmatan lilalamin AKBID PARAMATA RAHA KAB. MUNA Makalah islam sebagai rahmatan lilalamin AKBID PARAMATA RAHA KAB. MUNA
Makalah islam sebagai rahmatan lilalamin AKBID PARAMATA RAHA KAB. MUNA
 
Makalah islam sebagai rahmatan lilalamin
Makalah islam sebagai rahmatan lilalaminMakalah islam sebagai rahmatan lilalamin
Makalah islam sebagai rahmatan lilalamin
 

Recently uploaded

AKSI NYATA TRANSISI PAUD-SD : PENGUATAN DI TAHUN AJARAN BARU
AKSI NYATA TRANSISI PAUD-SD : PENGUATAN DI TAHUN AJARAN BARUAKSI NYATA TRANSISI PAUD-SD : PENGUATAN DI TAHUN AJARAN BARU
AKSI NYATA TRANSISI PAUD-SD : PENGUATAN DI TAHUN AJARAN BARU
junaedikuluri1
 
Novel - PERISTIWA YANG MEMBERIKAN TELADAN.pptx
Novel - PERISTIWA YANG MEMBERIKAN TELADAN.pptxNovel - PERISTIWA YANG MEMBERIKAN TELADAN.pptx
Novel - PERISTIWA YANG MEMBERIKAN TELADAN.pptx
NirmalaJane
 
RPH BAHASA MELAYU TAHUN 6 SJKC 2024.pptx
RPH BAHASA MELAYU TAHUN 6 SJKC 2024.pptxRPH BAHASA MELAYU TAHUN 6 SJKC 2024.pptx
RPH BAHASA MELAYU TAHUN 6 SJKC 2024.pptx
YongYongYong1
 
Defenisi Anak serta Usia Anak dan Kekerasan yang mungki terjadi pada Anak
Defenisi Anak serta Usia Anak dan Kekerasan yang mungki terjadi pada AnakDefenisi Anak serta Usia Anak dan Kekerasan yang mungki terjadi pada Anak
Defenisi Anak serta Usia Anak dan Kekerasan yang mungki terjadi pada Anak
Yayasan Pusat Kajian dan Perlindungan Anak
 
92836246-Soap-Pada-Pasien-Dengan-as-Primer.pdf
92836246-Soap-Pada-Pasien-Dengan-as-Primer.pdf92836246-Soap-Pada-Pasien-Dengan-as-Primer.pdf
92836246-Soap-Pada-Pasien-Dengan-as-Primer.pdf
tsuroyya38
 
Modul Ajar Kimia Kelas 10 Fase E Kurikulum Merdeka
Modul Ajar Kimia Kelas 10 Fase E Kurikulum MerdekaModul Ajar Kimia Kelas 10 Fase E Kurikulum Merdeka
Modul Ajar Kimia Kelas 10 Fase E Kurikulum Merdeka
Fathan Emran
 
PPT RENCANA AKSI 2 modul ajar matematika berdiferensiasi kelas 1
PPT RENCANA AKSI 2 modul ajar matematika berdiferensiasi kelas 1PPT RENCANA AKSI 2 modul ajar matematika berdiferensiasi kelas 1
PPT RENCANA AKSI 2 modul ajar matematika berdiferensiasi kelas 1
Arumdwikinasih
 
Modul Ajar Matematika Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka
Modul Ajar Matematika Kelas 11 Fase F Kurikulum MerdekaModul Ajar Matematika Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka
Modul Ajar Matematika Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka
Fathan Emran
 
Panduan Penggunaan Rekomendasi Buku Sastra.pdf
Panduan Penggunaan Rekomendasi Buku Sastra.pdfPanduan Penggunaan Rekomendasi Buku Sastra.pdf
Panduan Penggunaan Rekomendasi Buku Sastra.pdf
MildayantiMildayanti
 
peluang kejadian total dan kaidah nbayes
peluang kejadian total dan kaidah nbayespeluang kejadian total dan kaidah nbayes
peluang kejadian total dan kaidah nbayes
ayyurah2004
 
Kisi-kisi PAT IPS Kelas 8 semester 2.pdf
Kisi-kisi PAT IPS Kelas 8 semester 2.pdfKisi-kisi PAT IPS Kelas 8 semester 2.pdf
Kisi-kisi PAT IPS Kelas 8 semester 2.pdf
indraayurestuw
 
Modul Ajar Bahasa Inggris Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka
Modul Ajar Bahasa Inggris Kelas 11 Fase F Kurikulum MerdekaModul Ajar Bahasa Inggris Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka
Modul Ajar Bahasa Inggris Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka
Fathan Emran
 
JURNAL REFLEKSI DWI MINGGUAN MODUL 1.4 BUDAYA POSITIF.pdf
JURNAL REFLEKSI DWI MINGGUAN MODUL 1.4 BUDAYA POSITIF.pdfJURNAL REFLEKSI DWI MINGGUAN MODUL 1.4 BUDAYA POSITIF.pdf
JURNAL REFLEKSI DWI MINGGUAN MODUL 1.4 BUDAYA POSITIF.pdf
HERIHERI52
 
Juknis Materi KSM Kabkota - Pendaftaran[1].pdf
Juknis Materi KSM Kabkota - Pendaftaran[1].pdfJuknis Materi KSM Kabkota - Pendaftaran[1].pdf
Juknis Materi KSM Kabkota - Pendaftaran[1].pdf
HendraSagita2
 
Tugas Refleksi Dwi Mingguan Modul 1.4.pdf
Tugas Refleksi Dwi Mingguan Modul 1.4.pdfTugas Refleksi Dwi Mingguan Modul 1.4.pdf
Tugas Refleksi Dwi Mingguan Modul 1.4.pdf
Thahir9
 
PELAKSANAAN + Link2 Materi WORKSHOP Nasional _"Penerapan Regulasi Terbaru P...
PELAKSANAAN + Link2 Materi WORKSHOP Nasional _"Penerapan  Regulasi  Terbaru P...PELAKSANAAN + Link2 Materi WORKSHOP Nasional _"Penerapan  Regulasi  Terbaru P...
PELAKSANAAN + Link2 Materi WORKSHOP Nasional _"Penerapan Regulasi Terbaru P...
Kanaidi ken
 
Pemutakhiran Data dosen pada sister.pptx
Pemutakhiran Data dosen pada sister.pptxPemutakhiran Data dosen pada sister.pptx
Pemutakhiran Data dosen pada sister.pptx
ssuser4dafea
 
Perencanaan Berbasis Data Satuan Pendidikan Jenjang SMP
Perencanaan Berbasis Data Satuan Pendidikan Jenjang SMPPerencanaan Berbasis Data Satuan Pendidikan Jenjang SMP
Perencanaan Berbasis Data Satuan Pendidikan Jenjang SMP
TriSutrisno48
 
Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila SD.pdf.pdf
Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila SD.pdf.pdfProjek Penguatan Profil Pelajar Pancasila SD.pdf.pdf
Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila SD.pdf.pdf
anikdwihariyanti
 
Modul Ajar Statistika Data Fase F kelas
Modul Ajar Statistika Data Fase F  kelasModul Ajar Statistika Data Fase F  kelas
Modul Ajar Statistika Data Fase F kelas
ananda238570
 

Recently uploaded (20)

AKSI NYATA TRANSISI PAUD-SD : PENGUATAN DI TAHUN AJARAN BARU
AKSI NYATA TRANSISI PAUD-SD : PENGUATAN DI TAHUN AJARAN BARUAKSI NYATA TRANSISI PAUD-SD : PENGUATAN DI TAHUN AJARAN BARU
AKSI NYATA TRANSISI PAUD-SD : PENGUATAN DI TAHUN AJARAN BARU
 
Novel - PERISTIWA YANG MEMBERIKAN TELADAN.pptx
Novel - PERISTIWA YANG MEMBERIKAN TELADAN.pptxNovel - PERISTIWA YANG MEMBERIKAN TELADAN.pptx
Novel - PERISTIWA YANG MEMBERIKAN TELADAN.pptx
 
RPH BAHASA MELAYU TAHUN 6 SJKC 2024.pptx
RPH BAHASA MELAYU TAHUN 6 SJKC 2024.pptxRPH BAHASA MELAYU TAHUN 6 SJKC 2024.pptx
RPH BAHASA MELAYU TAHUN 6 SJKC 2024.pptx
 
Defenisi Anak serta Usia Anak dan Kekerasan yang mungki terjadi pada Anak
Defenisi Anak serta Usia Anak dan Kekerasan yang mungki terjadi pada AnakDefenisi Anak serta Usia Anak dan Kekerasan yang mungki terjadi pada Anak
Defenisi Anak serta Usia Anak dan Kekerasan yang mungki terjadi pada Anak
 
92836246-Soap-Pada-Pasien-Dengan-as-Primer.pdf
92836246-Soap-Pada-Pasien-Dengan-as-Primer.pdf92836246-Soap-Pada-Pasien-Dengan-as-Primer.pdf
92836246-Soap-Pada-Pasien-Dengan-as-Primer.pdf
 
Modul Ajar Kimia Kelas 10 Fase E Kurikulum Merdeka
Modul Ajar Kimia Kelas 10 Fase E Kurikulum MerdekaModul Ajar Kimia Kelas 10 Fase E Kurikulum Merdeka
Modul Ajar Kimia Kelas 10 Fase E Kurikulum Merdeka
 
PPT RENCANA AKSI 2 modul ajar matematika berdiferensiasi kelas 1
PPT RENCANA AKSI 2 modul ajar matematika berdiferensiasi kelas 1PPT RENCANA AKSI 2 modul ajar matematika berdiferensiasi kelas 1
PPT RENCANA AKSI 2 modul ajar matematika berdiferensiasi kelas 1
 
Modul Ajar Matematika Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka
Modul Ajar Matematika Kelas 11 Fase F Kurikulum MerdekaModul Ajar Matematika Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka
Modul Ajar Matematika Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka
 
Panduan Penggunaan Rekomendasi Buku Sastra.pdf
Panduan Penggunaan Rekomendasi Buku Sastra.pdfPanduan Penggunaan Rekomendasi Buku Sastra.pdf
Panduan Penggunaan Rekomendasi Buku Sastra.pdf
 
peluang kejadian total dan kaidah nbayes
peluang kejadian total dan kaidah nbayespeluang kejadian total dan kaidah nbayes
peluang kejadian total dan kaidah nbayes
 
Kisi-kisi PAT IPS Kelas 8 semester 2.pdf
Kisi-kisi PAT IPS Kelas 8 semester 2.pdfKisi-kisi PAT IPS Kelas 8 semester 2.pdf
Kisi-kisi PAT IPS Kelas 8 semester 2.pdf
 
Modul Ajar Bahasa Inggris Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka
Modul Ajar Bahasa Inggris Kelas 11 Fase F Kurikulum MerdekaModul Ajar Bahasa Inggris Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka
Modul Ajar Bahasa Inggris Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka
 
JURNAL REFLEKSI DWI MINGGUAN MODUL 1.4 BUDAYA POSITIF.pdf
JURNAL REFLEKSI DWI MINGGUAN MODUL 1.4 BUDAYA POSITIF.pdfJURNAL REFLEKSI DWI MINGGUAN MODUL 1.4 BUDAYA POSITIF.pdf
JURNAL REFLEKSI DWI MINGGUAN MODUL 1.4 BUDAYA POSITIF.pdf
 
Juknis Materi KSM Kabkota - Pendaftaran[1].pdf
Juknis Materi KSM Kabkota - Pendaftaran[1].pdfJuknis Materi KSM Kabkota - Pendaftaran[1].pdf
Juknis Materi KSM Kabkota - Pendaftaran[1].pdf
 
Tugas Refleksi Dwi Mingguan Modul 1.4.pdf
Tugas Refleksi Dwi Mingguan Modul 1.4.pdfTugas Refleksi Dwi Mingguan Modul 1.4.pdf
Tugas Refleksi Dwi Mingguan Modul 1.4.pdf
 
PELAKSANAAN + Link2 Materi WORKSHOP Nasional _"Penerapan Regulasi Terbaru P...
PELAKSANAAN + Link2 Materi WORKSHOP Nasional _"Penerapan  Regulasi  Terbaru P...PELAKSANAAN + Link2 Materi WORKSHOP Nasional _"Penerapan  Regulasi  Terbaru P...
PELAKSANAAN + Link2 Materi WORKSHOP Nasional _"Penerapan Regulasi Terbaru P...
 
Pemutakhiran Data dosen pada sister.pptx
Pemutakhiran Data dosen pada sister.pptxPemutakhiran Data dosen pada sister.pptx
Pemutakhiran Data dosen pada sister.pptx
 
Perencanaan Berbasis Data Satuan Pendidikan Jenjang SMP
Perencanaan Berbasis Data Satuan Pendidikan Jenjang SMPPerencanaan Berbasis Data Satuan Pendidikan Jenjang SMP
Perencanaan Berbasis Data Satuan Pendidikan Jenjang SMP
 
Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila SD.pdf.pdf
Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila SD.pdf.pdfProjek Penguatan Profil Pelajar Pancasila SD.pdf.pdf
Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila SD.pdf.pdf
 
Modul Ajar Statistika Data Fase F kelas
Modul Ajar Statistika Data Fase F  kelasModul Ajar Statistika Data Fase F  kelas
Modul Ajar Statistika Data Fase F kelas
 

Nonmuslim belum tentu_kafir_dan_tidak_ma

  • 1. 1
  • 2. 2 KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahiim, Alhamdulillah, buku berjudul Non Muslim belum tentu Kafir dan Tidak Masuk Syurga ini dapat kami terbitkan dan sudah ada ditangan sobat pembaca. Secara teknis penulisan buku ini masih menyalahi metode ilmiah, tentang cara penyaduran khususnya dan masih utuhnya tulisan-tulisan orang dan sumber di luar penulis yang sengaja dimasukkan dalam buku ini. Sehingga buku ini masih bersifat bunga rampai dan penulis mohon maaf dan mohon keikhlasan penulis dan sumber lain yang sengaja kami sadur dan kutip di dalam buku ini. Buku ini merupakan wujud perenungan penulis selama kurang lebih sejak tahun 2000, dengan berdiskusi lintas agama lewat internet dan browsing dalam mempelajari tema ini kita dapatkan beberapa sumber internet yang menguatkan hipotesa saya dalam masalah ini. Buku ini dapat penulis pastikan akan mengundang kontroversi, sebab pemikiran bahwa non muslim belum tentu kafir dan tidak masuk syurga secara umum dianggap tidak benar baik oleh umat Islam kebanyakan maupun sebaliknya oleh umat non muslim sendiri. Namun, penulis akan dapat membuktikan berdasarkan argument yang benar, bahwa pendapat umum yang menyatakan bahwa non muslim itu semua kafir dan tidak selamat adalah pendapat yang tidak tepat. Mayoritas non muslim itu berkeyakinan dan mengimani agamanya adalah disebabkan oleh keturunan agama orangtuanya. Dan mayoritas non muslim itu tidak tahu dan belum mengerti dan memahami kebenaran ajaran agama Islam. Artinya, mayoritas non muslim itu tidak kafir dalam artian kata kafir yang sebenarnya.
  • 3. 3 Ternyata, mayoritas ulama muslim menyatakan bahwa kafir karena ketidaktahuan (kebodohan) adalah kafir yang dimaafkan. Orang yang tidaktahu, tidak mengerti dan orang yang tahu dan mengerti hukum yang dikenakan pada mereka sangat berbeda. Hal inilah yang penulis ketengahkan dan penulis sengaja publikasikan karena wacana atau ilmu ini sangat jarang dibahas dan dibicarakan para dai dan ulama dalam pendidikan dan syiarnya. Sebagai penutup, Islam adalah rahmatan lil alamin. Ajaran Islam yang penuh rahmat kepada seluruh alam mestinya dapat membahagiakan seluruh alam semesta. Islam yang rahmat akan terkotori oleh cara-cara berpikir dan tindakan yang sama sekali jauh dari rahmat, contohnya anarki, kebencian, dan pengkafiran orang secara sembarangan. Dengan memahami bahwa mayoritas nonmuslim belum tentu kafir, atau sebaliknya bagi agama Kristen misalnya memandang mayoritas non kristiani belum tentu kafir, maka stigma bahwa agama-agama itu saling mencurigai akan sirna menjadi kehidupan bermasyarakat yang sejuk, saling kenal mengenal secara utuh. Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal. (QS.49:13)
  • 4. 4 DAFTAR ISI BAB I IDE PEMIKIRAN (Muhammad diutus Allah tidak untuk menghakimi hati seseorang) ……………….…………………….. 3 BAB II Konsep Wahdat al-Adyan; ANTARA MONO DAN MULTI sebuah renungan kritis………………………………………… 11 BAB III NON MUSLIM JUGA BISA MASUK SURGA?...................... 14 BAB IV HUKUM ORANG AWAM (bodoh) “TIDAK TAHU” DALAM KEISLAMAN ………………………………………………… 18 BAB V BEBERAPA PEMIKIRAN TENTANG HUKUM KEYAKINAN DALAM ISLAM………………………………………………… 21 BAB VI Konsili Vatikan II (DALAM AGAMA KATHOLIK) PERNYATAAN TENTANG HUBUNGAN GEREJA DENGAN AGAMA-AGAMA BUKAN KRISTIANI ……………………… 25 BAB VII Untaian Mutiara Dalam Memahami Ayat Hukum…………… 30 BAB VIII PERDEBATAN TENTANG KESELAMATAN DI LUAR GEREJA KATHOLIK …………………………………………. 42 BAB IX KESELAMATAN BAGI GOLONGAN ORANG AWAM YANG “TIDAK TAHU” ……………………………………….. 60 BAB X ISLAM ETIC IS UNIVERSAL RELIGION (Katolik Islami, Kristen Islami, Budha Islami, Hindu Islami dll.) 86 BAB XI PROTOTIPE MANUSIA BERKEYAKINAN………………… 106 BAB XII ISLAM TIDAK MENGENAL JIHAD OFENSIF ……………. 111
  • 5. 5 BAB I IDE PEMIKIRAN Muhammad diutus Allah tidak untuk menghakimi hati seseorang DE PEMIKIRAN Muhammad diutus Allah tidak untuk menghakimi hati seseorang Landasan dalam Qur’an: Sesungguhnya orang-orang mukmin, orang-orang Yahudi, orang-orang Nasrani dan orang-orang Shabiin, siapa saja di antara mereka yang benar-benar beriman kepada Allah, hari kemudian dan beramal shaleh, mereka akan menerima pahala dari Tuhan mereka, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka, dan tidak (pula) mereka bersedih hati. (QS. 2 : 62) Riwayat Asbabun nuzul ayat Qur’an tersebut (terjemahan bebas) sbb: ” ada seorang sahabat nabi Muhammad (fulan) bertanya kepada nabi, “Bagaimana nasib sahabatnya yang beragama yahudi, nasrani, shabiin kelak di hari pembalasan? Nabi pada awal menjawab, “mereka semua tidak akan selamat.” Mendengar sabda nabi itu si fulan bermuram durja mukanya. Kemudian turunlah ayat (QS. 2: 62) tersebut untuk mengingatkan kepada nabi Muhammad bahwa hanya Allah-lah yang berhak mengklaim keselamatan seseorang di hari pembalasan kelak. selanjutnya kala menerima ayat itu Muhammad segera sadar dan meralat sabdanya kepada fulan dengan membacakan ayat itu. Maka, sahabat tersebut langsung berwajah cerah dan berbahagia. Tafsir ayat ini, mayoritas ulama tafsir memang menyatakan bahwa yang dimaksud “mukmin, yahudi, nasrani. shabiin itu adalah mereka yg hidup sebelum Muhammad datanglah yang akan selamat. Bukan setelahnya. Tapi bagi penulis setelah mendalami kajian tentang HUKUM ORANG AWAM (bodoh) “TIDAK TAHU” DALAM KEISLAMAN, yang mayoritas ulama menyatakan KESELAMATAN BAGI GOLONGAN ORANG AWAM YANG “TIDAK TAHU” dan setelah mendalami dan menyaksikan khusuknya umat agama2 menyembah Tuhannya masing2 dan beramal sholeh, maka ayat tersebut masih berlaku bagi mereka yang tergolong orang awam karena ketidaktahuannya dan ketidakmengertiannya akan kebenaran Islam (baik dari yahudi, Nasrani, Shabiin, Majusi, Hindu, Budha dll).
  • 6. 6 Penulis juga mencoba membuat prototipe MANUSIA BERKEYAKINAN sbb: PROTOTIPE MANUSIA BERKEYAKINAN 1. Beriman : Orang yang Iman kepada Allah YME dan beramal sholeh = (selamat) 2. Kafir : Orang yang ingkar kepada Allah YME = (tidak selamat) 3. Munafik : Orang yang bermuka dua (ingkar dan iman) = (selamat dan tidak selamat dengan syarat) 4. Dholim : Orang yang banyak berdosa = (selamat dengan syarat) 5. Awam : Orang yang beriman tapi bodoh (selamat dengan syarat) Tingkat Keselamatan Berdasarkan Pengetahuan, Keimanan dan Amal (Tahu dan mengerti Islam, Iman kepada Allah YME dan beramal baik) 1. Orang yang Tahu, Mengerti, Iman dan Beramal baik (taqwa) 2. Orang yang Tahu, Mengerti, Iman tapi tidak beramal baik (dholim) 3. Orang yang Tahu, Mengerti , Tidak Iman tapi beramal baik (kufur) 4. Orang yang Tahu, Mengerti , Tidak Iman dan tidak beramal baik (kufur) 5. Orang yang Tahu, Tidak Mengerti , Iman dan Beramal baik (awam) 6. Orang yang Tahu, Tidak Mengerti , Iman dan Tidak Beramal baik (dholim) 7. Orang yang Tahu, Tidak Mengerti, Tidak Iman tapi Beramal baik (kufur) 8. Orang yang Tahu, Tidak Mengerti, Tidak Iman dan Tidak Beramal baik (kufur) 9. Orang yang Tidak Tahu, Tidak Mengerti, Iman dan Beramal baik (awam) 10. Orang yang Tidak Tahu, Tidak Mengerti, Iman dan Tidak Beramal baik (dholim) 11. Orang yang Tidak Tahu, Tidak Mengerti, Tidak Iman tapi Beramal baik (kufur) 12. Orang yang Tidak Tahu, Tidak Mengerti, Tidak Iman dan Tidak Beramal baik (kufur) ADA sebuah hadist driwayatkan: “Dari Miqdad bin ‘Amr ; ia pernah bertanya kepada Nabi : Bagaimana jika ia berperang dengan kaum kafir, lalu berkelahi dengan seorang diantaranya hingga tangannya terputus dan dalam satu kesempatan sang musuh berhasil dijatuhkan lalu saat akan dibunuhnya dia berseru “Aslamtu lillah” – aku Islam kepada Allah – namun masih dibunuhnya, apa jawab Nabi ? - Jangan kau bunuh dia, jika kau bunuh dia maka sesungguhnya dia sudah berada dalam kedudukanmu sebelum engkau membunuhnya, yaitu seorang Muslim, sedangkan kamu berada dalam posisinya sebelum dia mengucapkan kalimat itu (yaitu kafir).; lalu dijawab oleh Miqdad bahwa pernyataan orang itu hanya untuk menghindari pembunuhan saja, jawab Nabi lagi, bahwa dirinya diutus Allah tidak untuk menghakimi hati seseorang.”
  • 7. 7 Sesungguhnya orang-orang beriman, orang-orang Yahudi, orang-orang Shaabi-in, orangorang Nasrani, orang-orang Majusi dan orang-orang musyrik, Allah akan memberi keputusan di antara mereka pada hari kiamat. Sesungguhnya Allah menyaksikan segala sesuatu. (QS. 22:17) Hadis riwayat Abu Hurairah ra. : Bahwa Sahabat bertanya kepada Rasulullah saw: Wahai Rasulullah, apakah kami dapat melihat Tuhan kami pada hari kiamat? Rasulullah saw. bersabda: Apakah kalian terhalang melihat bulan di malam purnama? Para sahabat menjawab: Tidak, wahai Rasulullah. Rasulullah saw. bersabda: Apakah kalian terhalang melihat matahari yang tidak tertutup awan? Mereka menjawab: Tidak, wahai Rasulullah. Rasulullah saw. bersabda: Seperti itulah kalian akan melihat Allah. Barang siapa yang menyembah sesuatu, maka ia mengikuti sembahannya itu. Orang yang menyembah matahari mengikuti matahari, orang yang menyembah bulan mengikuti bulan, orang yang menyembah berhala mengikuti berhala. Tinggallah umat ini, termasuk di antaranya yang munafik. Kemudian Allah datang kepada mereka dalam bentuk selain bentuk-Nya yang mereka kenal, seraya berfirman: Akulah Tuhan kalian. Mereka (umat ini) berkata: Kami berlindung kepada Allah darimu. Ini adalah tempat kami, sampai Tuhan kami dating kepada kami. Apabila Tuhan datang, kami tentu mengenal-Nya. Lalu Allah Taala dating kepada mereka dalam bentuk-Nya yang telah mereka kenal. Allah berfirman: Akulah Tuhan kalian. Mereka pun berkata: Engkau Tuhan kami. Mereka mengikuti-Nya. Dan Allah membentangkan jembatan di atas neraka Jahanam. Aku (Rasulullah saw.) dan umatkulah yang pertama kali melintas. Pada saat itu, yang berbicara hanyalah para rasul. Doa para rasul saat itu adalah: Ya Allah, selamatkanlah, selamatkanlah. Di dalam neraka Jahanam terdapat besi berkait seperti duri Sakdan (nama tumbuhan yang berduri besar di setiap sisinya). Pernahkah kalian melihat Sakdan? Para sahabat menjawab: Ya, wahai Rasulullah. Rasulullah saw. melanjutkan: Besi berkait itu seperti duri Sakdan, tetapi hanya Allah yang tahu seberapa besarnya. Besi berkait itu merenggut manusia dengan amal-amal mereka. Di antara mereka ada orang yang beriman, maka tetaplah amalnya. Dan di antara mereka ada yang dapat melintas, hingga selamat. Setelah Allah selesai memberikan keputusan untuk para hamba dan dengan rahmat-Nya Dia ingin mengeluarkan orang-orang di antara ahli neraka yang Dia kehendaki, maka Dia memerintah para malaikat untuk mengeluarkan orang-orang yang tidak pernah menyekutukan Allah. Itulah orang-orang yang dikehendaki Allah untuk mendapatkan rahmat-Nya, yang mengucap: “Laa ilaaha illallah”. Para malaikat mengenali mereka di neraka dengan adanya bekas sujud. Api neraka memakan tubuh anak keturunan Adam, kecuali bekas sujud. Allah melarang neraka memakan bekas sujud. Mereka dikeluarkan dari neraka, dalam keadaan hangus. Lalu mereka disiram dengan air kehidupan, sehingga mereka menjadi tumbuh seperti biji-bijian tumbuh dalam kandungan banjir (lumpur). Kemudian selesailah Allah Ta’ala memberi keputusan di antara para hamba. Tinggal seorang lelaki yang menghadapkan wajahnya ke neraka. Dia adalah ahli surga yang terakhir masuk. Dia berkata: Ya Tuhanku, palingkanlah wajahku dari neraka, anginnya benar-benar menamparku dan nyala apinya membakarku. Dia terus memohon apa yang
  • 8. 8 dibolehkan kepada Allah. Kemudian Allah Taala berfirman: Mungkin, jika Aku mengabulkan permintaanmu, engkau akan meminta yang lain. Orang itu menjawab: Aku tidak akan minta yang lain kepada-Mu. Maka ia pun berjanji kepada Allah. Lalu Allah memalingkan wajahnya dari neraka. Ketika ia telah menghadap dan melihat surga, ia pun diam tertegun, kemudian berkata: Ya Tuhanku, majukanlah aku ke pintu surga. Allah berkata: Bukankah engkau telah berjanji untuk tidak meminta kepada-Ku selain apa yang sudah Kuberikan, celaka engkau, hai anak-cucu Adam, ternyata engkau tidak menepati janji. Orang itu berkata: Ya Tuhanku! Dia memohon terus kepada Allah, hingga Allah berfirman kepadanya: Mungkin jika Aku memberimu apa yang engkau pinta, engkau akan meminta yang lain lagi. Orang itu berkata: Tidak, demi Keagungan-Mu. Dan ia berjanji lagi kepada Tuhannya. Lalu Allah mendekatkannya ke pintu surga. Setelah ia berdiri di ambang pintu surga, ternyata pintu surga terbuka lebar baginya, sehingga ia dapat melihat dengan jelas keindahan dan kesenangan yang ada di dalamnya. Dia pun diam tertegun. Kemudian berkata: Ya Tuhanku, masukkanlah aku ke dalam surga. Allah Taala berfirman kepadanya: Bukankah engkau telah berjanji tidak akan meminta selain apa yang telah Aku berikan? Celaka engkau, hai anak cucu Adam, betapa engkau tidak dapat menepati janji! Orang itu berkata: Ya Tuhanku, aku tidak ingin menjadi makhluk- Mu yang paling malang. Dia terus memohon kepada Allah, sehingga membuat Allah Taala tertawa (rida). Ketika Allah Taala tertawa Dia berfirman: Masuklah engkau ke surga. Setelah orang itu masuk surga, Allah berfirman kepadanya: Inginkanlah sesuatu! Orang itu meminta kepada Tuhannya, sampai Allah mengingatkannya tentang ini dan itu. Ketika telah habis keinginan-keinginannya, Allah Taala berfirman: Itu semua untukmu, begitu pula yang semisalnya. (Shahih Muslim No.267) Titik Temu (kalimat Sawa’) “Katakanlah olehmu (Muhammad): wahai Ahli Kitab! Marilah menuju ke titik pertemuan (kalimah sawa’) antara kami dan kamu: yaitu bahwa kita tidak menyembah selain Allah dan tidak memperserikatkan-Nya kepada apa pun, dan bahwa sebagian dari kita tidak mengangkat sebagian yang lain sebagai “tuhan-tuhan ” selain Allah. “(QS. 3:64) Budi Munawar Rachman dalam artikelnya yang berjudul Filsafat Perennial dan Masalah Klaim Kebenaran berpendapat; Salah satu kesadaran yang sangat berakar dalam pandangan seorang Muslim: Agama Islam adalah sebuah agama universal untuk sekalian umat manusia. Landasan prinsip-prinsip tersebut adalah Tunggal, meskipun ada berbagai manifestasi lahiriahnya yang beraneka ragam. Ini juga yang telah menghasilkan pandangan antropologis bahwa pada mulanya umat manusia adalah Tunggal, karena berpegang kepada Kebenaran Tunggal (Tuhan). Tapi kemudian manusia berselisih paham, justru setelah penjelasan tentang Kebenaran itu datang, dan mereka berusaha memahami Kebenaran itu, setaraf dengan kemampuan atau sesuai dengan keterbatasan mereka. Sehingga di sinilah mulai terjadi perbedaan penafsiran terhadap kebenaran Yang Tunggal itu. Perbedaan itu itu kemudian dipertajam oleh kepentingan pribadi dan kelompok (vested interest). Kesatuan asal umat manusia itu dilukiskan Alqur’an, “…adalah manusia itu melainkan semvia merupakan umat yang tunggal, kemudian mereka berselisih.” (QS.10:19)
  • 9. 9 Pokok pangkal kebenaran universal yang tunggal itu ialah paham Ketuhanan Yang Maha Esa, atau Tauhid. Tugas para rasul adalah menyampaikan ajaran tentang Tauhid ini, serta ajaran tentang keharusan manusia tunduk patuh hanya kepada-Nya saja (Islam).Dan, justru berdasarkan paham ketauhidan inilah, Alqur’an mengajarkan paham kemajemukan keagamaan (religious plurality). “Tidak ada paksaan untuk beragama, sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. Karena itu barang siapa ingkar kepada Thaghut (syaitan dan apa saja yang disembah selain Allah), dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amatkuat yang tidak akan putus.”(QS. 2:256) Dalam pandangan teologi Islam, sikap ini dapat ditafsirkan sebagai suatu harapan kepada semua agama yang ada: Bahwa semua agama itu pada mulanya menganut prinsip yang sama. Karena alasan inilah Alqur’an mengajak kepada “titik pertemuan” atau dalam istilah Alqur’annya adalah: kalimatun Sawa’. “Katakanlah olehmu (Muhammad): wahai Ahli Kitab! Marilah menuju ke titik pertemuan (kalimah sawa’) antara kami dan kamu: yaitu bahwa kita tidak menyembah selain Allah dan tidak memeperserikatkan-Nya kepada apa pun, dan bahwa sebagian dari kita tidak mengangkat sebagian yang lain sebagai “tuhan-tuhan ” selain Allah. “(QS. 3:64) Implikasi dari kalimah sawa’ ini adalah: siapa pun dapat memperoleh “keselamatan” asalkan dia beriman kepada Allah, kepada hari kemudian, dan berbuat baik. Pandangan ini akan mendorong umat Islam secara normatif untuk menghargai kemajemukan keagamaan lewat sikap-sikap toleransi, dan keterbukaan seperti dicerminkan dalam konsep tentang siapa yang digolongkan sebagai Ahli Kitab.
  • 10. 10 Sketsa gambar itu adalah hasil renungan saya yang dapat diartikan sebagai berikut: Islam adalah Dinullah (Agama Allah yg Real) diberikan kepada manusia lewat seluruh para nabi dan rasul. Islam-lah yg dibawa Adam, Ibrahim, Musa, Nuh, Isa sampai Muhammad. Bukti mudahnya adalah arti kata Islam itu sendiri adalah Islam mengandung arti berserah diri, tunduk, patuh dan taat sepenuhnya kepada kehendak Allah. Kepatuhan dan ketundukkan kepada Allah itu melahirkan keselamatan dan kesejahteraan diri serta kedamaian kepada sesama manusia dan lingkungannya. Silahkan artikan kata Agama yang lain, tidak sedalam dan sejalan dgn substansi ajaran Allah. Jadi, secara substansi (esoteris) Non-Muslim adalah masih mempunyai sifat Islami dan beragama Islam kalau mereka masih sepakat kepada Kalimat Kalimatun Sawa’= kalimat titik temu yaitu IMAN KEPADA ALLAH YANG ESA. ALLAH artinya TUHAN secara Dzat maupun sifatNYA. dari landasan Qur’an dan Hadist dan Ijtihad di atas Islam mengajarkan dengan pasti bahwa: 1. Muhammad diutus Allah tidak untuk menghakimi hati seseorang. 2. Keselamatan seseorang di akherat kelak adalah mutlak hak Allah semata. 3. Islam melarang meng”kafir”kan secara sembarangan seseorang (non muslim). Syiar yang Rahmatan lil alamin tidak mengenal slogan pengkafiran yang sembarangan. Jangan sebut mereka (non muslim itu kafir), sebut saja mereka ahli kitab dari Nasrani, Yahudi, Budhis, Hinduis dll. 4. Orang mukmin, yahudi, nasrani, shabiin, majusi dll sebagai seorang manusia mempunyai derajat yang sama di mata Tuhan. 5. Titik temu (kalimat Sawa’) : kita tidak menyembah selain Allah dan tidak memperserikatkan-Nya kepada apa pun, dan bahwa sebagian dari kita tidak mengangkat sebagian yang lain sebagai “tuhan-tuhan ” selain Allah.
  • 11. 11 BAB II Konsep Wahdat al-Adyan; ANTARA MONO DAN MULTI sebuah renungan nakal Pandangan beberapa ulama Islam popular yang kontroversial, seperti al-Hallaj, al- Rumi, dan ibn Arabi tentang konsep wahdat al-adyan, yaitu konsep yang menyatakan bahwa pada dasarnya sumber agama adalah satu, yaitu Tuhan yang sama, yang juga menghadirkan polemik kontroversi antara monotheisme dan politheisme paling tidak cukup menarik untuk disimak dan direnungi. Al-Hallaj pernah mengatakan: “Kufur dan iman hanya berbeda dari segi nama, bukan dari segi hakikat, karena keduanya tidak ada perbedaan.” Oleh karena itu, maka al-Hallaj menyalahkan orang yang menyalahkan agama orang lain (Abd al-Hakim Hasan. 1954: 375). Barang siapa mencaci maki orang dengan mengatakan agamanya batal, maka berarti ia telah menghukumi agamanya sendiri. Lebih ekstrim lagi ia mengatakan: “Ketahuilah bahwa Yahudi, Nasrani, Islam dan sebagainya adalah julukan yang berbeda-beda”. Hal ini tersirat dalam syairnya: “Aku memikirkan agama-agama dengan sungguh-sungguh. Kemudian sampailah pada kesimpulan bahwa ia mempunyai banyak sekali cabang. Maka jangan sekali-kali mengajak seorang terhadap suatu agama, karena sesungguhnya akan menghalangi untuk sampai pada tujuan yang kokoh. Tetapi ajaklah mereka melihat asal/sumber segala kemuliaan dan makna, maka dia akan memahaminya.” (Abd. al- Hafidz bin Muhammad Madani Hasyim, t.th. : 39). Demikianlah, konsep wahdat al-adyan yang memandang bahwa sumber agama adalah satu, yakni Tuhan yang sama, memandang bahwa wujud agama hanyalah bungkus lahirnya saja. Selanjutnya al-Hallaj juga berpendapat: “If the well-Guided was pleased with indirect information how searches the route not suffice himself whit an indirect race. From the Burning Bush on the side of Sinai What he heard speak from the Bush was not the Bush nor its seed, but Allah. And my role is like this Bush.” (al-Hallaj, 1974 : 28 ). Pandangan ini merupakan konsekuensi dari kesadaran diri atas “kehadiran” Tuhan di setiap tempat, dalam semua agama. Karena pada dasarnya agama yang dipeluk oleh seseorang secara tidak langsung merupakan “bukan hasil pilihan sendiri” (Abu al-Wafa al-Ghanami al-Taftazani, 1983 : 132). Senada dengan itu John Hock berpendapat bahwa 99% keyakinan agama tergantung kepada tempat di mana seseorang dilahirkan. Seseorang yang lahir di Thailand sangat mungkin beragama Budha, yang lahir di Saudi Arabia sangat mungkin beragama Islam dan sebagainya (John Hick t.th. : 1-2) Menurut Louis Massignon, faham wahdat al-adyan-nya al-Hallaj ini dilandaskan pada pandangan tauhidnya. Banyak orang sulit memahami pemikiran ini, karena
  • 12. 12 nampaknya ada sesuatu yang kontradiktif. Bagaimana mungkin dapat terjadi, tauhid menghendaki konsep keesaan Tuhan secara mutlak, sementara wahdat al-adyan mempersilahkan kehadiran konsep ketuhanan vang bagaimanapun bentuknya (Louis Lassignon, t.th. : 316). Bagi al-Hallaj, Tuhan itu satu, unik, sendiri, dan terbukti satu. Dalam sya'irnya al-Hallaj menulis : “He is Allah the living. Allah is One. Unique, Alone and testifid as One. Both the One and the progession of Unity of the One are in Him and form Him. From Him comes the distance that separates others From His Unity. The knowledge if Tawhid is an autonomous abstract cognizance.” (al-Hallaj, 1974 : 52-53). Baginya, Tuhan tidak bisa disifati apapun. Pensifatan pada-Nya hanya akan membatasi-Nya (Louis Lassignon, t.th. :.319). Maka konsep Tuhan yang satu harus pula dipahami secara unik, karena Tuhan adalah kesatuan yang mutlak dari keseluruhannya. Menurut al-Hallaj, penyembahan melalui konsep monotheisme, ataupun politheisme, tak masalah bagi Tuhan. Pada dasarnya keduanya hanya berkaitan dengan logika, yakni antara yang satu dan yang banyak. Dari situ juga ditelusuri akan dijumpai kepercayaan- kepercayaan yang apabila ditafsirkan akan mengarah kepada satu Tuhan (Kautsar Azhar Noer, t.th. : 321). Konsep wahdat al-adyan ini juga dikembangkan oleh Ibn Arabi dengan agama universalnya, yaitu suatu agama yang mistikal dan bukan sekedar theistikal, yakni suatu faham bahwa Tuhan tidak dapat disifati dan dibatasi oleh suatu apapun. Ibnu Arabi mengatakan : “Sungguh hatiku telah menerima berbagai bentuk. Tempat pengembalaan bagi kijang dan biara bagi pendeta, rumah bagi berhala dan ka'bah bagi yang thawaf, sabak bagi taurat dan cinta… cinta itulah agama dan imanku.” (Ibnu Arabi, 1980: 77-78 ). Pemikiran Ibn Arabi mengenai wahdat al-adyan ini dapat kita lacak dari pemahaman logikanya mengenai makna yang satu (al-wahid) dan yang banyak (al- katsir), di sini Ibn Arabi memulainya dengan konsep wahdat al-wujud, dasar filosofis dalam memahami Tuhan dalam hubungan-Nya dengan alam. Tuhan tidak bisa dipahami kecuali dengan memadukan dua sifat yang berlawanan padanya. Bahwa wujud hakiki hanyalah satu, yakni Tuhan, Al-Hallaq. Meski wujud-Nya hanya satu, Tuhan menampakkan dirinya [tajjala] dalam banyak bentuk yang tidak terbatas pada alam. (Kautsar Azhari Noer, 1995 : 74) Lebih lanjut ia berpendapat, hubungan ontologis antara yang satu dan yang banyak menggunakan penjelasan matematis. Bilangan-bilangan berasal dari yang satu (dari pengulangannya) menurut pengelompokkan yang telah diketahui. Yang satu mewujudkan satu bilangan. Sedang bilangan menyebarkan yang satu. Hukum bilangan hanya ada karena adanya yang dibilang, dihitung. Setiap unit bilangan adalah realitas seperti sembilan dan sepuluh sampai kepada yang terkecil dan yang tertinggi hingga tanpa batas. Tak satupun dari unit itu yang merupakan kumpulan (dari satu-satu) semata, namun pada pihak lain, masing-masing unit merupakan kumpulan satu-satu (Ibnu Arabi, 1980 : 77-78) Bagi al-Rumi, ia dengan ekstrimnya pernah menyatakan :
  • 13. 13 “Aku seorang Muslim, tetapi aku juga seorang Nasrani, Brahmanisme, dan Zaratustraisme. Aku pasrah kepada-Mu wahai al-Haqq yang Mulia ... aku hanya mempunyai satu tempat ibadah masjid atau gereja atau rumah berhala. Tujuanku hanya pada Dzat Yang Mulia. (Ahmad Amin, 1993 : xi-xix). Sisa hidupnya sebagaimana digambarkan oleh anaknya (Sultan Walad) ditandai oleh keintiman mistik untuk mencapai tingkat “manusia sempurna” yaitu seorang dari orang-orang vang mencerminkan sifat-sifat Illahi (Ahmad Amin, 1993 : x1 - xix). Filsafat al-Rumi diilhami oleh gagasan monistik. Dia mengatakan “Matsnawi” adalah kedai kesatuan (wahdah) : setiap sesuatu yang engkau lihat dari sana selain yang Esa adalah berhala. Mengenai medan pertempuran dalam kehidupan, ia pahami bahwa seluruh pertentangan dan perselisihan itu hanya berperan melaksanakan tugasnya dalam menjaga fungsi keharmonisan alam semesta yang hanya disadari oleh para sufi (Ahmad Amin, 1993 : xi-xix). Beberapa pernyataan al-Hallaj, ibn-Arabi dan Rumi di atas memang mengandung pengertian yang saling bertolak belakang. Namun kebertolak-belakangannya bukannya tidak mungkin mengandung pengertian hakekat kebenaran. Puncak-puncak pikiran orang-orang unik yang didapat dari hasil pengembaraan pengalaman keagamaannya patut menjadi sebuah harapan hakiki. Paling tidak, dalam merenungi kenyataan diciptakannya perbedaan di muka bumi ini oleh Allah, dapat kita dapati hakekat tujuan dan maknanya. Perbedaan multikultural adalah rahmat Allah. Di mana dalam perbedaan itu kita diwajibkan saling kenal-mengenal, bukannya saling menghujat dan menyalahkan. Apalagi untuk bermusuhan dan saling membunuh. Setelah kita saling kenal maka kita akan bisa saling mengetahui, memahami dan mengasihi satu sama lainnya tanpa syarat. Hanya keimanan yang terwujud dalam kepatuhan dan kepasrahan serta amalan kita saja yang nanti akan dinilai oleh Allah. Dan Kalimatun Sawa yang mengandung kembalinya segala perbedaan itu ke asalnya yang Hakiki adalah wujud puncak dari kepatuhan atas segala perbedaan yang diharapkan. Persepsi kebenaran manusia adalah nisbih. Kebenaran adalah hanya Haq Allah. Dan penulis mengakhiri kolom ini dengan pernyataan; “Kepada orang-orang yang sholeh, baik itu beragama Kristen, Katholik, Islam, Hindu, Budha, Khonghucu, Santho, Yahudi, Kejawen, aliran dinamisme maupun animisme, dll di segenap penjuru bumi dan di dalam ruang waktu kapan pun, smoga mereka mendapat curahan kebahagiaan dan keselamatan Tuhan di hari akhir kelak. Sebab, mereka semua secara tulus telah berusaha beribadah dan menggapai wajah Tuhan dengan mengharap kasih, cinta, dan ridho-Nya. Apakah orang-orang yang begitu tulus dan sholeh tersebut tidak terselamatkan, gara-gara klaim setiap agama yang mengaku bahwa golongan mereka sendirilah yang terselamatkan? Apakah Allah yang katanya Maha Adil dan Maha Kasih akan bertindak demikian, menghukum orang-orang yang sedemikian tulus mengharapkan Kasih dan sayang- Nya?” Waallahu ‘alam bi shawab. Awan Lembayung
  • 14. 14 BAB III NON MUSLIM JUGA BISA MASUK SURGA? Aug 20, '07 3:33 AM for everyone Siapakah mereka yang Masuk Surga! Selama ini kita umat Islam mengenal kafir sebagai orang yang bukan beragama Islam, dan seperti diketahui kata kafir berarti suatu cap kalau orang itu bakal dipastikan masuk neraka! Artinya jika seseorang terlahir dari keluarga Islam dan tercetak kata Islam di KTP-nya karcis untuk masuk surga sudah di tangan. Tapi apa benar demikian? Coba lihat ayat ini.. “Sesungguhnya orang yang beriman, orang-orang Yahudi, Sabiin, dan orang-orang Nasrani; barangsiapa yang beriman kepada Allah, kepada Hari Kemudian, dan berbuat kebaikan, maka tidak ada rasa khawatir padanya dan tidak perlu bersedih hati.” (5:69/2:62) “Ahli Kitab ada yang baik, mereka mengagungkan wahyu Allah sepanjang malam, mereka ada yang beriman kepada Allah dan hari akhir, mereka menyuruh berbuat baik, dan mereka adalah orang saleh! Apa saja kebaikan mereka maka tidak diingkari pahalanya” (3:113-115) “Orang-orang yang telah kami beri kitab mereka baca sebagaimana mestinya, mereka itulah yang beriman” (2:121)
  • 15. 15 “Ahli Kitab ada yang beriman kepada Allah, kepada apa yang diturunkan kepada umat Islam dan kepada mereka, mereka rendah hati dan tidak memperjualbelikan ayat-ayat Allah dengan harga murah!” (3:199) Melihat dalil diatas berarti dapat juga orang yang berlabel agama non muslim dapat diridhoi atau diberkati oleh Allah. Memang betul ada ayat Qur'an yang mengatakan bahwa Islam diakui sebagai agama yang diridhoi, “Sesungguhnya agama disisi Allah ialah Islam” (3:18) Saya sebagai muslim meyakini itu...namun Islam disini saya lebih melihatnya sebagai institusi yang diridhoi. Sekarang pertanyaannya kalau begitu apa sudah terjamin sekedar memasuki institusinya saja kita manusia bakal selamat ke surga? coba lihat apa yang dikatakan oleh Allah saat bicara tentang siapa-siapa saja yang masuk surga... “Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal saleh, maka Tuhan yang Maha Pengasih akan menanamkan dalam (hati) mereka rasa kasih sayang.” (Q.S. Maryam:96) “Berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang beriman dan berbuat kebaikan, bahwasanya mereka itu akan memperoleh surga yang di bawahnya mengalirlah beberapa sungai.” (Q.S. Al-Baqarah:25) Terlihat dari banyaknya ayat-ayat Qur'an, syarat pertama masuk surga adalah mereka yang disebut ‘beriman’ dan bukan mereka yang berlabel ‘agama Islam’. Syarat kedua adalah beramal saleh atau berbuat kebaikan. Artinya apa? Dari atas saya bisa menyimpulkan Allah memang memberi sebuah institusi yang diridhoiNya yakni Islam, tapi siapa saja yang bisa masuk surga bukanlah dinilai dari institusinya tapi dari hatinya. Syarat surga adalah kesempurnaan kondisi hati manusia. Ada orang yang label KTP-nya Islam tapi tetap saja hatinya mengakui tuhan yang lain...dari bentuknya yang memberi sesembahan buat Wali Songo, Nyai Roro Kidul hingga pengagungan nafsunya, yang bisa buat orang berperilaku tidak jauh beda dengan perilakunya Robot Gedek...yaa ini sama saja dengan neraka juga jatuhnya... Ada umat non muslim tapi dia menyadari keEsaan Allah dengan benar (tidak memperanakannya, tidak berasal dari ibu atau bapak, atau tidak menyamakannya dengan manusia, hewan atau benda). Namun dia bertahan di dalam institusi agamanya, hanya karena tidak ada sesuatu atau seseorangpun yang mampu memperkenalkan dan mengajaknya ke dalam institusi Islam dengan benar, maka akhirnya dia bertahan di agamanya, apalagi ditambah selama di dunia hidupnya diisi penuh dengan tindakan kebaikan....maka orang seperti ini menurut saya tidak akan dirugikan oleh Allah! Di ayat lain Allahpun mengakui keimanan mereka yang 'non muslim' dan berada dalam institusi agama lain adalah karena dipaksa!
  • 16. 16 “Barangsiapa kafir kepada Allah setelah beriman, kecuali mereka yang dipaksa kafir, padahal hatinya tetap tenang dalam beriman, namun orang yang melapangkan dadanya untuk kekafiran, maka kemurkaan Allah akan menimpanya!” (16:106) Kesimpulannya bagi saya adalah bahwa agama Islam bukanlah agama simbol dan ritual. Simbol dan ritual dalam institusi agama Islam adalah alat untuk menyempurnakan hati dan bukan jadi tujuan utamanya. Dengan kata lain, agama Islam adalah agama yang tujuan utamanya mengukir hati manusia menjadi baik dan mulia, bukan mengukir simbol dan ritual menjadi agung! Siapa yang Kafir? Pertanyaannya sekarang siapakah orang kafir kalau gitu? Penelusuran saya terhadap Qur'an, malah didapat makna kafir yang lain, penjelasan umumnya bukannya ditekankan pada label ‘non islam’ tetapi lebih banyak ditekankan kepada kondisi hati manusia yang sengaja dibuat buruk atau digelapkan terhadap kebenaran! “Mereka menentang untuk mentaati lalu diresapi ke Hati mereka karena kekafiran” (2:93) “Orang yang dalam Hatinya ada penyakit, maka akan menambah kekafiran yang telah ada dan mereka akan mati dalam kekafiran!” (9:125) Mereka ini dipertegas lagi oleh Al Qur’an memakai kata ‘kaum penyangkal’, bukan dengan kata ‘non muslim’! “Perumpamaan orang kafir adalah seperti mengajak bicara orang yang Buta dan Tuli “ (11:24) “Kaum penyangkal diberi peringatan atau tidak sama saja!” (2:6-7) “Perumpamaan menyeru orang kafir adalah seperti memanggil yang tidak mendengar selain panggilan dan seruannya saja. Mereka, tuli, bisu dan buta, maka mereka tidak mengerti” (2:171) “Sama saja bagi mereka engkau memperingati atau tidak memperingati, mereka tidak beriman juga.” (36:10) Kalau mau dibuat perumpamaan, kafir mungkin bisa saya artikan dalam kisah berikut...kalo di depan ada jalan rusak berat, lalu kita diperingati...tapi karena hati kita ngotot dan benci sama itu orang yang memperingati, maka saya gak mau dengar apalagi nurut...ya karena itu, saya jalan terus aja, cuek...lalu BRUUKK! yaa jeblos deh...Intinya hati yang kafir menyebabkan kita buta sama kebenaran, menyangkalnya hanya karena kita sombong dan penuh kebencian. Yang perlu diwaspadai menurut gue adalah bahwa orang yang memakai label agama Islam pun menurut saya bisa kafir! Seperti kesaksian seorang mantan aktivis Negara Islam, Matahari Timoer dalam bukunya Jihad Terlarang (www.mataharitimoer.blogsome.com). Mereka bicara untuk menegakkan Kalimatullah, menyeru orang untuk masuk berjuang dalam menegakkan negara Islam…tapi ujung- ujungnya kelompok persaudaraan tersebut tidak lebih dari sarana untuk menarik infak
  • 17. 17 (baca:pajak!) bagi kepentingan hidup dan eksistensi para elit di organisasi perjuangan tersebut! Orang-orang seperti ini biasa shalat, puasa atau naik haji tetapi mereka biasa menzalimi manusia lain untuk kepentingan dirinya sendiri, membenarkan dan memanipulasi dalil-dalil untuk kepentingan diri sendiri...mereka menutup diri dari nasihat dan pertimbangan orang, gampang menghina dan mengecilkan manusia lain...dan yang mereka ingin dengar adalah apa yang sesuai dengan keyakinan dirinya sendiri..bukankah ini ciri-cirinya orang kafir juga...? Sumber: http://refleksiman.multiply.com/journal/item/11/NON_MUSLIM_JUGA_BISA_MASU K_SURGA
  • 18. 18 BAB IV HUKUM ORANG AWAM (bodoh) “TIDAK TAHU” DALAM KEISLAMAN Kebodohan bukan sifat yang selalu melekat pada manusia dalam tiap kondisinya. Tetapi ada bentuk kebodohan yang melekat pada manusia sebagai akibat dari perbuatannya sendiri yaitu kelalaiannya dalam upaya menghilangkan kebodohan tersebut dengan cara belajar. Oleh karena itu hukum kebodohan dalam masalah agama berubah sesuai dengan perubahan hukum kebodohan yang dapat dimaafkan karena sebab-sebab syariat; pertama, adalah sebab kesulitan untuk melepaskan diri dari kebodohan tersebut. Kedua, adalah tidak adanya kelalaian mukallaf dalam tindakannya yang muncul dari kebodohan yang dimaafkan tersebut. Jadi kebodohan tidak dapat dijadikan alasan kecuali jika ada kesulitan dan kendala untuk menghindarinya jika kesulitan dan kendala itu hilang dan ia dapat mengetahui hukum agama tetapi ia lalai maka kebodohannya tidak dapat dimaafkan. Syekh Islam Ibnu Taimiyah mengatakan, “Orang yang meninggalkan kewajiban dan melanggar larangan bukan berdasarkan keyakinan dan bukan pula karena kebodohan yang dapat dimaafkan, tetapi karena kebodohan dan berpaling dari kewajibannya mencari ilmu dengan kemampuan yang ada pada dirinya atau ia telah mendengar diwajibkannya hal ini dan diharamkannya hal itu dan ia tidak melaksanakannya karena ia berpaling dan bukan karena keingkarannya pada kerasulan. Kedua bentuk penyimpangan ini banyak terjadi karena meninggalkan kewajiban mencari ilmu yang diperintahkan kepadanya hingga ia meninggalkan kewajiban dan melakukan larangan tanpa mengetahui bahwa perbuatan itu telah diwajibkan dan yang lain diharamkan atau kabar telah sampai kepadanya dan ia tidak berusaha mengikutinya karena fanatik terhadap mazhabnya atau karena mengikuti hawa nafsunya maka tindakan ini telah meninggalkan keyakinan yang diwajibkan tanpa alasan syar’i. Ibnu al-Luham mengatakan “Jika kami mengatakan bahwa orang bodoh dapat dimaafkan maka yang kami maksudkan dengan pernyataan ini adalah apabila ia tidak lalai dan tidak meremehkan dalam mempelajari hukum. Sedangkan apabila ia lalai maka ia tidak dimaafkan.” (Syadzarat adz-Dzahab juz 7 h. 31 dan Mu’jam al-Mu’allifin juz 2 h. 510). Ibnu Qayyim Rahimahullah berbicara tentang orang-orang bodoh dari kalangan kaum kafir yang bertaklid pada pembesar dan pemimpin mereka dalam kekafiran ia mengatakan, “Dalam kondisi ini perlu ada penjelasan yang memadai yang dapat menghilangkan praduga macam-macam yaitu perbedaan antara mukallid (kebodohan)
  • 19. 19 yang memungkinkan baginya utk mengetahui kebenaran dan ia berpaling darinya dengan mukallaid (kebodohan) yang tidak memungkinkan baginya utk mengetahui kebenaran itu. Kedua bentuk taklid ini ada dalam realitanya maka seorang mukallid (bodoh) yang memungkinkan baginya mengetahui kebenaran tetapi ia berpaling dan melalaikannya maka ia tidak dimaafkan di hadapan Allah..” Bentuk kebodohan ini adalah kebodohan yang terjadi akibat berpaling dari dan menghindari ilmu. Kebodohan bentuk ini merupakan kebodohan yang dapat dihindari dan dihilangkan; karena mukallaf yang tetap dalam kebodohan ini adalah pilihannya dan keberadaannya yang tanpa ilmu merupakan kehendaknya. Maka seseorang yang bodoh yang tidak mengetahui hukum agama karena ia berpaling dari ilmu yang memungkinkan baginya untuk memperolehnya sama dengan orang yang ingkar yang melihat kebenaran tetapi ia tidak melaksanakannya. Berdasarkan analisis terhadap pendapat beberapa ulama dapat dilihat bahwa sebagian mereka berpendapat bahwa kebodohan yang dapat dihindari oleh mukallaf tidak dapat dijadikan alasan baik karena kelalaian si mukallaf sendiri dalam mencari ilmu dan ia lebih memilih tetap dalam kebodohan tersebut maupun karena kebodohan tersebut berkaitan dengan masalah-masalah yang hukumnya telah diketahui secara jelas dan umum di kalangan masyarakat. Imam Suyuthi Rahimahullah berkata, “Setiap orang yang tidak mengetahui mengenai sesuatu yang telah diharamkan dan diketahui oleh mayoritas masyarakat ia tidak dimaafkan kecuali orang tersebut baru mengenal Islam atau hidup di daerah terpencil yang sulit mengetahui hal tersebut.” Imam al-Muqarri Rahimahullah mengatakan, “Allah Azza wa Jalla telah memerintahkan kepada para ulama utk menjelaskan hukum-hukum, Maka tidaklah diterima kebodohan seseorang yang memungkinkan baginya untuk mempelajarinya.” Imam Ibnu Rajab mengatakan, “Jika seseorang yang hidup di negara Islam dalam lingkungan kaum muslimin berbuat zina dan ia mengaku tidak mengetahui bahwa zina telah diharamkan, perkataannya tidak dapat diterima sebab kenyataannya ia telah mendustainya meskipun pada dasarnya ia tidak mengetahui hal itu.” Maksud dari perkataan Ibnu Rajab adalah bahwa hukum zina telah dikenal dan tersiar di negara Islam sehingga meskipun seseorang berbuat zina mengaku dirinya tidak mengetahui hukum zina maka ketidaktahuannya tidak dapat diterima karena kelalaiannya dalam upaya mengetahui hukum-hukum Islam yang merupakan ilmu agama yang sudah semestinya diketahui dan dikenal secara umum. Demikian juga karena kebodohannya tersebut bukan sesuatu yang sulit dihindari sehingga tidak dapat dijadikan alasan bagi orang yang meninggalkan kewajiban atau melakukan perbuatan yang telah diharamkan yang merupakan hukum agama yang sudah seharusnya diketahui dan telah dikenal secara umum kecuali orang tersebut baru mengenal Islam atau hidup di daerah terpencil yang jauh dari perkembangan ilmu sehingga hukum-hukum seperti ini kurang jelas baginya. Kesimpulan yang dapat diambil dari penjelasan ini adalah bahwa kebodohan yang dapat dihindari oleh mukallaf dengan melihat tidak adanya kesulitan untuk melepaskan diri darinya menurut kebiasaan mengingat tidak adanya sebab-sebab kesulitan tersebut juga dengan melihat kemungkinan mukallaf untuk memperoleh ilmu.. maka kebodohan
  • 20. 20 tersebut tidak dapat dijadikan alasan dan karena itu pula mukallaf akan menerima segala akibat sesuai dengan perbuatannya.. Allahu a’lam. Sumber Al-Jahl bi Masail al-I’tiqad wa Hukmuhu Abdurrzzaq bin Thahir bn Ahmad Ma’asy Al-Islam - Pusat Informasi dan Komunikasi Islam Indonesia sumber file al_islam.chm
  • 21. 21 BAB V BEBERAPA PEMIKIRAN TENTANG HUKUM KEYAKINAN DALAM ISLAM Semua penjelasan yang dibutuhkan manusia untuk mengetahui, meyakini dan mempercayai masalah-masalah tauhid kenabian dan hari akhir, masalah halal dan haram telah dijelaskan Allah dan Rasul-Nya. Karena masalah-masalah tersebut merupakan masalah-masalah yang paling penting yang harus disampaikan oleh Rasulullah saw dengan jelas dan beliau telah menjelaskannya. Hal itu juga merupakan hujjah terbesar yang ditegakkan Allah bagi hamba-hamba-Nya melalui Rasul-Nya yang menyampaikan dan menjelaskannya kepada mereka. Kitab Allah yang diriwayatkan para sahabat dan tabi’in dari Rasulullah saw baik lafal maupun maknanya dan hikmah yang merupakan sunnah Rasulullah saw yang juga diriwayatkan dari nabi telah mencakup semua persoalan di atas. Dengan demikian jelaslah bahwa syar’i dalam hal ini adalah Rasulullah saw telah menjelaskan semua hal yang dapat menjaga manusia dari berbagai kerusakan dan tidak ada yang lebih merusak manusia selain kekafiran dan kemaksiatan. Rasul telah memberikan penjelasan tersebut yang menggugurkan alasan untuk tidak mempercayai nya. Allah SWT berfirman: “Dan Allah sekali-kali tidak akan menyesatkan suatu kaum sesudah Allah memberikan petunjuk kepada mereka hingga dijelaskan-Nya kepada mereka apa yang mereka harus jauhi. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” . “Pada hari ini telah Ku-sempurnakan utk kamu agamamu dan telah Ku-cukupkan kepada ni’mat-Ku dan telah Kuridhai Islam itu jadi agamu. Maka barangsiapa terpaksa karena kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Penyayang.” “selaku rasul-rasul pembawa berita gembira dan pemberi peringatan agar supaya tidak alasan bagi manusia membantah Allah sesudah diutusnya rasul-rasul itu. Dan adalah Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” “Katakanlah ‘Ta’atlah kepada Allah dan ta’atlah kepada Rasul dan jika kamu berpaling maka sesungguhnya kewajiban Rasul hanyalah apa yang dibebankan kepadanya kewajiban kamu adalah apa yang dibebankan kepadamu. Dan jika kamu ta’at kepadanya niscaya kamu mendapatkan petunjuk. Dan tiada lain kewajiban Rasul hanya menyampaikan .” Abu Dzarr berkata “Rasulullah saw telah wafat dan tidak ada seekor burung pun yang mengepakkan sayapnya dan tidak menyampaikan ilmu kepada kita.” Di dalam shahih Muslim dikatakan, “Sebagian orang-orang musyrik berkata kepada Salman, “Nabi kamu telah mengajarkan kepadamu segala sesuatu hingga persoalan buang air.” Salman
  • 22. 22 menjawab Betul demikian..” Berdasarkan hal di atas maka masalah-masalah tersebut adalah pengetahuan-pengetahuan dan petunjuk-petunjuk yang pasti. Oleh karena itu orang yang hidup di Daar al-Islam dan dalam lingkungan keimanan ia tidak mempunyai alasan untuk tidak mengetahui dan menentang perintah-perintah Allah tersebut. Imam as-Syafi’i mengatakan, “Ilmu itu terdiri dari dua macam; pertama ilmu umum yaitu ilmu yang pasti diketahui oleh seorang yang sudah baligh yang tidak hilang akalnya .. seperti salat lima waktu, kewajiban puasa Ramadhan, haji bagi orang yang mampu, zakat harta, diharamkannya zina, pembunuhan, pencurian dan khamr serta persoalan-persoalan lain yang masuk dalam pengertian ini yang telah diperintahkan kepada hamba-hamba Allah untuk mengetahuinya dan mengamalkannya, mentaatinya dengan jiwanya dan hartanya dan mencegah dari hal-hal yang telah diharamkan bagi mereka.” “Bentuk pengetahuan ini secara keseluruhan terdapat dalam kitab Allah dan diketahui secara umum di kalangan kaum muslimin. Orang-orang awam sekarang mengetahuinya dari orang-orang terdahulu, mereka meriwayatkan dari Rasulullah saw dan tidak ada pertentangan dalam cerita mereka dan tidak pula dalam hal kewajiban yang diperintahkan kepada mereka. Ilmu umum ini merupakan ilmu yang tidak mungkin salah dalam pemberitaannya dengan penafsirannya dan tidak boleh bertentangan dalam kasus ini..” Al-Hafidz Ibnu Rajab mengatakan, “Secara umum Allah dan Rasul-Nya tidak meninggalkan masalah halal dan haram tanpa menjelaskan keduanya. Akan tetapi sebagiannya lebih jelas dari sebagian yang lain. Maka masalah yang keterangannya telah jelas terkenal di kalangan masyarakat dan diketahui secara umum sebagai ajaran agama sesuai kebutuhan tidak ada keraguan di dalamnya sehingga tidak ada pula alasan bagi siapapun yang hidup di negeri Islam untuk tidak mengetahuinya.” Oleh karena itu ketika para ulama ushul memperbincangkan masalah ‘kebodohan’ yang dapat dijadikan alasan dan yang tidak, mereka mengatakan bahwa kebodohan akan Pencipta Yang Maha Tinggi dan kenabian Muhammad saw merupakan kebodohan yang bathil yang tidak dapat dijadikan alasan berpaling dari Islam. Ketentuan-ketentuan syariat yang tidak mungkin menjadikan kebodohan terhadapnya dipandang sebagai alasan untuk mengingkarinya secara umum dapat dibagi menjadi dua bagian. Pertama, kebodohan dalam masalah pokok-pokok agama dan masalah-masalah akidah yang global seperti kebodohan orang kafir terhadap Dzat Allah SWT dan sifat- sifat kesempunaan-Nya serta kenabian Muhammad saw. Kedua, masalah agama yang secara niscaya diketahui, diikuti selanjutnya seluruh hukum syari’at yang telah diketahui dan tersebar di negara-negara Islam seperti salat, zakat, puasa, haji, haramnya zina, pembunuhan, khamr dan pencurian. Beberapa pejelasan mengenai masalah ini 1. Tidak ada alasan bagi kebodohan dalam pengakuan keislaman secara global dan kebebasan yang umum dari tiap agama yang ditentangnya. Maka tiap orang yang tidak memeluk agama Islam adalah kafir baik sebagai pengingkaran maupun kebodohan. Ibnu Qayyim ra menjelaskan “Islam adalah agama tauhid Allah, ibadah hanya kepada-Nya yang tidak ada sekutu bagi-Nya iman kepada Allah dan Rasul-Nya dan mengikuti ajarannya. Maka seorang hamba yang tidak melaksanakan hal itu bukanlah muslim jika ia bukan kafir karena ingkar maka ia adalah kafir karena kebodohannya.” Tingkat tertinggi dari golongan ini adalah orang-orang kafir yang bodoh yang tidak ingkar tetapi tidak adanya pengingkaran dari mereka tidak lantas mengeluarkan mereka dari kekafiran. Sebab orang yang kafir adalah orang yang
  • 23. 23 mengingkari keesaan Allah dan mendustakan Rasul-Nya baik karena keingkarannya maupun karena kebodohannya dan taklidnya kepada orang-orang yang mengingkarinya. 2. Kebodohan yang tidak dapat dijadikan alasan dalam masalah ini mensyaratkan adanya penegakan hujjah dan penyampaiannya seperti terwujudnya bentuk konkret secara syar’i dari penegakan hujjah seperti Daar Islam dan lingkungan ilmu dan iman tempat terdapat para da’i dari kalangan para ahli yang mengetahui Alquran dan sunnah sehingga masalah-masalah tersebut menjadi umum dan dikenal di kalangan kaum muslimin. Mengenai syarat ini banyak dalil-dalil Alquran dan sunnah yang menjelaskannya dan karena alasan kebodohan tetap berlaku bagi seorang hamba hingga hujjah Allah ditegakkan dan orang yang meninggalkannya akan dihukum sesuai dengan pelanggarannya. Allah SWT berfirman, ” selaku rasul-rasul pembawa berita gembira dan pemberi peringatan agar supaya tidak ada bagi manusia membantah Allah sesudah diutusnya rasul-rasul itu.” . Firman-Nya yang lain, “Dan Kami tidak akan mengazab sebelum Kami mengutus seorang rasul.” Pendapat yang mengatakan bahwa kebodohan dalam masalah-masalah yang besar ini yang dalil- dalilnya telah jelas tidak dapat dimaafkan secara mutlak meskipun belum ditegakkan hujjah adalah tidak benar. Dalil-dalil Alquran maupun sunnah juga menolak pendapat tersebut. Ini merupakan mazhab imam-imam Ahlus Sunnah wal Jamaah. Syekh Muhammad bin Abdul Wahab mengatakan “Pokok-pokok agama yang telah dijelaskan oleh Allah dan ditetapkan dalam kitab-Nya adalah hujjah dan karena itulah hujjah Allah adalah Alquran. Maka orang yang telah mengetahui Alquran ia telah mengetahui hujjah.” Syekh Hamad bin Mu’ammar ra berkata “Setiap orang yang sampai kepadanya Alquran tidak ada alasan baginya untuk meninggalkannya. Karena pokok-pokok besar yang merupakan pokok agama Islam telah dijelaskan oleh Allah di dalam kitab-Nya dan dengannya Allah menegakkan hujjah bagi hamba-hamba- Nya.” 3. Kebodohan orang-orang awam yang mengikuti dan bergabung dengan beberapa golongan yang sesat seperti golongan sufi yang sesat yang pada hakikatnya mazhab mereka adalah kafir dan mengingkari pokok-pokok agama Islam yang sudah jelas. Golongan sufi yang sesat meyakini bahwa sampainya pada derajat keyakinan menjadikan kewajiban-kewajiban mereka gugur dan larangan-larangan dibolehkan bagi mereka. Mereka juga berpendapat bahwa mereka tidak wajib mengikuti Nabi Muhammad saw. Imam al-Asy’ari di dalam ‘Maqaalat’nya mengatakan “Ada segolongan kaum yang berkeyakinan bahwa ibadah mereka telah sampai pada satu tingkatan yang menjadikan mereka tidak wajib menjalankan ibadah-ibadah yang lain dan perkara-perkara yang dilarang bagi orang lain seperti zina dan lain-lain dibolehkan untuk mereka. Abu Muhammad bin Hazm mengatakan “Suatu golongan dari kaum Sufi menganggap bahwa di antara wali-wali Allah terdapat seseorang yang lebih utama daripada nabi-nabi dan rasul-rasul secara keseluruhan. Mereka mengatakan orang yang sudah mencapai puncak kewalian maka gugurlah semua kewajibannya seperti salat, puasa, zakat, dan lain-lain dan dihalalkan untuknya perkara-perkara yang diharamkan seperti zina, khamr dan lain-lain dan dengan alasan ini pula mereka membolehkan berhubungan dengan istri-istri orang lain. Dan mereka mengatakan “Kami melihat Allah dan berbicara dengan-Nya dan segala sesuatu yang kamu ucapkan dari hati kami adalah benar.” Tidak diragukan lagi keyakinan seperti
  • 24. 24 ini sangat bertentangan dengan syariat dan merupakan kekafiran terhadap Allah SWT. 4. Kebodohan orang-orang yang hidup di daerah terpencil mengenai sebagian amalan yang bercampur dengan ibadah selain kepada Allah. Kesimpulan yang dapat diambil berdasarkan penjelasan di atas adalah bahwa kebodohan atau ketidaktahuan dalam masalah agama dan orang bersangkutan tidak dapat menghindarinya maka kebodohan itu dapat dijadikan alasan dan dimaafkan sampai datang penjelasan agama baginya. Dalam konteks ini tidak dapat dibedakan apakah kebodohan itu mengenai masalah- masalah agama yang sudah jelas dalil-dalilnya ataupun masalah-masalah lain yang tidak dikenal secara umum . Arus utama dalam pembicaraan di sini adalah tentang tegaknya hujjah syar’iyyah dan kemungkinan mendapatkan ilmu tentang agama dan mencapai pemahaman terhadapnya. Syekh Muhammad Shalih al-Utsaimin mengatakan “Kebodohan sebagai alasan telah ditetapkan bagi hamba Allah karena Allah telah befirman ‘Dan Allah sekali-kali tidak akan menyesatkan suatu kaum sesudah Allah memberi petunjuk kepada mereka hingga dijelaskan-Nya kepada mereka apa yang harus mereka jauhi. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu’. “ . Rasulullah saw bersabda “Demi Dzat yang diriku berada di tangan-Nya tidak ada seorang pun dari umat ini yang mendengar tentang diriku baik yahudi maupun Nashrani kemudian ia tidak beriman kepada apa yang aku bawa tidak lain ia adalah termasuk penghuni neraka.” Nash-nash yang menjelaskan masalah ini banyak kita temukan. Dengan demikian orang yang tidak mengetahui agama ia tidak akan disiksa karena kebodohannya dalam masalah apa pun dari agama ini. ============== Sumber Al-Jahlu bi Masa’il al-I’tiqaad wa Hukmuhu Abdur Razzaq bin Thahir bin Ahmad Ma’asy Al-Islam - Pusat Informasi dan Komunikasi Islam Indonesia dan dalam sumber file al_islam.chm.
  • 25. 25 BAB VI Konsili Vatikan II (DALAM AGAMA KATHOLIK) PERNYATAAN TENTANG HUBUNGAN GEREJA DENGAN AGAMA-AGAMA BUKAN KRISTIANI 1. (Pendahuluan) PADA ZAMAN KITA bangsa manusia semakin erat bersatu dan hubungan-hubungan antara pelbagai bangsa berkembang. Gereja mempertimbangkan dengan lebih cermat, manakah hubungannya dengan agama-agama bukan kristiani. Dalam tugasnya mengembangkan kesatuan dan cinta kasih antar manusia, bahkan antar bangsa, gereja disini terutama mempertimbangkan manakah hal-hal yang pada umumnya terdapat pada bangsa manusia, dan yang mendorong semua untuk bersama-sama menghadapi situasi sekarang. Sebab semua bangsa merupakan satu masyarakat, mempunyai satu asal, sebab Allah menghendaki segenap umat manusia mendiami seluruh muka bumi[[1]]. Semua juga mempunyai satu tujuan terakhir, yakni Allah, yang penyelenggaraan-Nya, bukti-bukti kebaikan-Nya dan rencana penyelamatan-Nya meliputi semua orang[[2]], sampai para terpilih dipersatukan dalam Kota suci, yang akan diterangi oleh kemuliaan Allah; di sana bangsa-bangsa akan berjalan dalam cahaya-Nya[[3]]. Dari pelbagai agama manusia mengharapkan jawaban tentang teka-teki keadaan manusiawi yang tersembunyi, yang seperti di masa silam, begitu pula sekarang menyentuh hati manusia secara mendalam: apakah manusia itu? Manakah makna dan tujuan hidup kita? Manakah yang baik dan apakah dosa itu? Dari manakah asal penderitaan dan manakah tujuannya? Manakah jalan untuk memperoleh kebahagiaan yang sejati? Apakah arti maut, pengadilan dan pembalasan sesudah mati? Akhirnya apakah Misteri terakhir dan tak terperikan itu, yang merangkum keberadaan kita, dan menjadi asal serta tujuan kita? 2. (Berbagai agama bukan kristen) Sudah sejak dahulu kala hingga sekarang ini diantara pelbagai bangsa terdapat suatu kesadaran tentang daya-kekuatan yang gaib, yang hadir pada perjalanan sejarah dan
  • 26. 26 peristiwa-peristiwa hidup manusia; bahkan kadang-kadang ada pengakuan terhadap Kuasa ilahi yang tertinggi atau pun Bapa. Kesadaran dan pengakuan tadi meresapi kehidupan bangsa-bangsa itu dengan semangat religius yang mendalam. Adapun agama- agama, yang terikat pada perkembangan kebudayaan, berusaha menanggapi masalah- masalah tadi dengan faham-faham yang lebih rumit dan bahasa yang lebih terkembangkan. Demikianlah dalam hinduisme manusia menyelidiki misteri ilahi dan mengungkapkannya dengan kesuburan mitos-mitos yang melimpah serta dengan usaha- usaha filsafah yang mendalam. Hinduisme mencari pembebasan dari kesesakan keadaan kita entah melalui bentuk-bentuk hidup berulah-tapa atau melalui permenungan yang mendalam, atau dengan mengungsi kepada Allah penuh kasih dan kepercayaan. Buddhisme dalam pelbagai alirannya mengakui, bahwa dunia yang serba berubah ini sama sekali tidak mencukupi, dan mengajarkan kepada manusia jalan untuk dengan jiwa penuh bakti dan kepercayaan memperoleh keadaan kebebasan yang sempurna, atau – entah dengan usaha sendiri entah berkat bantuan dari atas – mencapai penerangan yang tertinggi. Demikian pula agama-agama lain, yang terdapat diseluruh dunia, dengan pelbagai cara berusaha menanggapi kegelisahan hati manusia, dengan menunjukkan berbagai jalan, yakni ajaran-ajaran serta kaidah-kaidah hidup maupun upacara-upacara suci. Gereja katolik tidak menolak apapun, yang dalam agama-agama itu serba benar dan suci. Dengan sikap hormat yang tulus Gereja merenungkan cara-cara bertindak dan hidup, kaidah-kaidah serta ajaran-ajaran, yang memang dalam banyak hal berbeda dari apa yang diyakini dan diajarkannya sendiri, Tetapi tidak jarang toh memantulkan sinar kebenaran, yang menerangi semua orang. Namun Gereja tiada hentinya mewartakan dan wajib mewartakan Kristus, yakni “jalan, kebenaran dan hidup” (Yoh 14:6); dalam Dia manusia menemukan kepenuhan hidup keagamaan, dalam Dia pula Allah mendamaikan segala sesuatu dengan diri-Nya[[4]]. Maka Gereja mendorong para puteranya, supaya dengan bijaksana dan penuh kasih, melalui dialog dan kerja sama dengan para penganut agama-agama lain, sambil memberi kesaksian tentang iman serta perihidup kristiani, mengakui, memelihara dan mengembangkan harta-kekayaan rohani dan moral serta nilai-nilai sosio-budaya, yang terdapat pada mereka. 3. (Agama Islam) Gereja juga menghargai umat Islam, yang menyembah Allah satu-satunya, yang hidup dan berdaulat, penuh belaskasihan dan mahakuasa, Pencipta langit dan bumi, yang telah bersabda kepada umat manusia. Kaum muslimin berusaha menyerahkan diri dengan segenap hati kepada ketetapan-ketetetapan Allah juga yang bersifat rahasia, seperti dahulu Abraham – iman Islam dengan sukarela mengacu kepadanya – telah menyerahkan diri kepada Allah. Memang mereka tidak mengakui Yesus sebagai Allah, melainkan menghormati-Nya sebagai Nabi. Mereka juga menghormati Maria Bunda-Nya yang tetap perawan, dan pada saat-saat tertentu dengan khidmat berseru kepadanya. Selain itu mereka mendambakan hari pengadilan, bila Allah akan mengganjar semua orang yang
  • 27. 27 telah bangkit. Maka mereka juga menjunjung tinggi kehidupan susila, dan berbakti kepada Allah terutama dalam doa, dengan memberi sedekah dan berpuasa. Memang benar, disepanjang zaman cukup sering timbul pertikaian dan permusuhan antara umat Kristiani dan kaum Muslimin. Konsili suci mendorong mereka semua, supaya melupakan yang sudah-sudah, dan dengan tulus hati melatih diri untuk saling memahami, dan supaya bersama-sama membela serta mengembangkan keadilan sosial bagi semua orang, nilai-nilai moral maupun perdamaian dan kebebasan. 5. (Agama Yahudi) Sementara menyelami Misteri gereja, Konsili suci ini mengenangkan ikatan rohani antara Umat perjanjian Baru dan keturunan Abraham. Sebab Gereja Kristus mengakui bahwa – menurut rencana ilahi penyelamatan yang bersifat rahasia – awal mula iman serta pemilihannya sudah terdapat pada para Bapa Bangsa, Musa dan para Nabi. Gereja mengakui, bahwa semua orang beriman kristiani, putera-putera abraham dalam iman[[5]], terangkum dalam panggilan Bapa bangsa itu, dan bahwa keselamatan Gereja dipralambangkan secara misterius dalam keluarnya bangsa yang terpilih dari tanah perbudakan. Oleh karena itu Gereja tidak dapat melupakan, bahwa ia telah menerima Wahyu Perjanjian Lama melalui bangsa itu, dan bahwa karena belas-kasihan-Nya yang tak terhingga Allah telah berkenan mengadakan Perjanjian Lama dengannya. Gereja tetap ingat, bahwa ia menerima santapannya dari akar zaitun yang baik, dan bahwa cabang- cabang zaitun yang liar, yakni kaum kafir, telah dicangkokkan pada pohon zaitun itu[[6]]. Sebab Gereja mengimani, bahwa Kristus, Damai kita, melalui salib telah mendamaikan bangsa Yahudi dan kaum Kafir dan telah menyatukan keduanya dalam diri-Nya[[7]]. Selalu pula Gereja mengenangkan kata-kata rasul paulus tentang sesama sukunya: “mereka telah diangkat menjadi anak, dan telah menerima kemuliaan, dan perjanjian, dan hukum Taurat dan ibadah dan janji-janji; mereka keturunan para bapa leluhur, yang menurunkan Kristus menurut daging” (Rom 9:4-5), Putera Perawan Maria. Gereja mengingat juga, bahwa dari bangsa Yahudi lahirlah para Rasul, dasar dan saka guru Gereja, begitu pula amat banyak murid pertama, yang mewartakan Injil Kristus kepada dunia. Menurut Kitab suci Yerusalem tidak mengenal saat Allah melawatnya[[8]], dan sebagian besar orang-orang Yahudi tidak menerima Injil; bahkan banyak juga yang menentang penyebarannya[[9]]. Tetapi, menurut Rasul, orang-orang Yahudi tetap masih dicintai oleh Allah demi para leluhur, sebab Allah tidak menyesalkan kurnia-kurnia serta panggilan- Nya[[10]]. Bersama dengan para nabi dan Rasul itu juga Gereja mendambakan hari yang hanya diketahui oleh Allah, saatnya semua bangsa serentak akan menyerukan Tuhan, dan “mengabdi-Nya bahu-membahu” (Zef 3:9)[[11]]. Maka karena sebesar itulah pusaka rohani yang diwariskan bersama oleh umat Kristiani dan bangsa Yahudi, Konsili suci ini bermaksud mendukung dan menganjurkan saling pengertian dan saling penghargaan antara keduanya, dan itu terwujud terutama melalui studi Kitab suci dan teologi serta dialog persaudaraan.
  • 28. 28 Meskipun para pemuka bangsa Yahudi beserta para penganut mereka mendesak kematian Kristus[[12]], namun apa yang telah dijalankan selama Ia menderita sengsara tidak begitu saja dapat dibebankan sebagai kesalahan pada semua orang Yahudi yang hidup ketika itu atau kepada orang Yahudi zaman sekarang. Walaupun Gereja itu umat Allah yang baru, namun hendaknya orang-orang Yahudi jangan digambarkan seolah-olah dibuang oleh Allah atau terkutuk, seakan-akan itu dapat disimpulkan dari Kitab suci. Maka hendaknya semua berusaha, supaya dalam berkatekese dan mewartakan Sabda Allah jangan mengajarkan apa pun, yang tidak selaras dengan kebenaran Injil dan semangat Kistus. Selain itu Gereja, yang mengecam segala penganiayaan terhadap siapapun juga, mengingat pusaka warisannya bersama bangsa Yahudi. Gereja masih menyesalkan kebencian, penganiayaan, pun juga unjuk-unjuk rasa antisemitisme terhadap bangsa Yahudi, kapan pun dan oleh siapa pun itu dijalankan, terdorong bukan karena motivasi- motivasi politik, melainkan karena cinta kasih keagamaan menurut Injil. Kecuali itu Kristus, seperti selalu telah dan tetap masih diyakini oleh gereja, demi dosa- dosa semua orang telah menanggung sengsara dan wafat-Nya dengan sukarela, karena cinta kasih-Nya yang tiada taranya, supaya semua orang memperoleh keselamatan. Maka merupakan tugas Gereja pewarta: memberitakan salib Kristus sebagai lambang cinta kasih Allah terhadap semua orang dan sebagai sumber segala rahmat. 6. (Persaudaraan semesta tanpa diskriminasi) Tetapi kita tidak dapat menyerukan nama Allah Bapa semua orang, bila terhadap orang- orang tertentu, yang diciptakan menurut citra kesamaan Allah, kita tidak mau bersikap sebagai saudara. Hubungan manusia dengan Allah Bapa dan hubungannya dengan sesama manusia saudaranya begitu erat, sehingga Alkitab berkata: “Barang siapa tidak mencintai, ia tidak mengenal Allah” (1Yoh 4:8). Jadi tiadalah dasar bagi setiap teori atau praktik, yang mengadakan pembedaan mengenai martabat manusia serta hak-hak yang bersumber padanya antara manusia dan manusia, antara bangsa dan bangsa. Maka Gereja mengecam setiap diskriminasi antara orang-orang atau penganiayaan berdasarkan keturunan atau warna kulit, kondisi hidup atau agama, sebagai berlawanan dengan semangat kristus. Oleh karena itu Konsili suci, mengikuti jejak para Rasul kudus Petrus dan Paulus, meminta dengan sangat kepada Umat beriman kristiani, supaya bila ini mungkin “memelihara cara hidup yang baik diantara bangsa-bangsa bukan Yahudi” (1Ptr 2:12), dan sejauh tergantung dari mereka hidup dalam damai dengan semua orang[[13]], sehingga mereka sungguh-sungguh menjadi putera Bapa di sorga[[14]]. Semua itu dan setiap hal yang diungkapkan dalam pernyataan ini telah berkenan kepada para Bapa Konsili suci. Adapun kami, dengan kuasa kerasulan yang diserahkan kristus kepada Kami, bersama para Bapa yang terhormat, mengesahkan, menetapkan serta
  • 29. 29 mengundangkannya dalam roh Kudus. Dan kami memerintahkan, agar apa yang telah ditetapkan bersama dalam Konsili ini diumumkan demi kemuliaan Allah. Roma, di gereja Santo Petrus, tanggal 28 bulan Oktober tahun 1965.
  • 30. 30 BAB VII Untaian Mutiara Dalam Memahami Ayat Hukum Muhaddits Abad Ini Al Allamah Muhammad Nashiruddin Al Albani (wafat tahun 1421 H) Beliau berkata dalam At Tahdzir min Fitnatit Takfir (hal. 56): ” … ﴿ ‫َﻮ‬‫ﻤ‬َ‫ﻧ‬ ‫ّﻞ‬َ‫ﻣ‬ْ‫َﻲ‬‫ﺤ‬ْ‫ﻜ‬ُ‫ﻣ‬ ‫ِﺐ‬‫ﻣ‬َ‫ا‬ ‫َﺄ‬‫ﻧ‬‫َﺰ‬‫ﻟ‬َ‫ّﻠﻼ‬‫ھ‬ُ‫َف‬‫أ‬ُ‫ﻮ‬ْ‫ﻠ‬َ‫ـ‬‫ِﺌ‬‫ﻛ‬َ‫ُﮫ‬‫ﻣ‬ُ‫ْﻼ‬‫ﻛ‬َ‫ﺎ‬‫ِﻓ‬‫ر‬ُ‫ﻮ‬‫َﻧ‬﴾‫؛‬ ‫اﻣﻒ‬ ‫دارﻣﻼ‬ ‫رﻓﻜﻼب‬ ‫؟اھﯿﻒ‬ ‫ﻟﮫ‬ ‫وه‬ ‫ﺟﻮرﺧﻼ‬ ‫ﻧﻊ‬ ‫؟ةﻟﻤﻼ‬ ‫وأ‬ ‫هنأ‬ ‫ريغ‬ ‫،؟كلذ‬ ‫:لوقأف‬ ‫ال‬ ‫دب‬ ‫نم‬ ‫ةقدلا‬ ‫يف‬ ‫مهف‬ ‫؛ةيآلا‬ ‫اهنإف‬ ‫دق‬ ‫ينعت‬ ‫رفكلا‬ ‫؛يلمعلا‬ ‫وهو‬ ‫جورخلا‬ ‫لامعألاب‬ ‫نع‬ ‫ضعب‬ ‫ماكحأ‬ ‫.مالسإلا‬ ‫سيو‬ ‫ﺑﻦ‬ ‫اﷲ‬ ‫ﻋﺒﺪ‬ ‫اﻟﻘﺮآن‬ ‫وﺗﺮﺟﻤﺎن‬ ،‫اﻷﻣﺔ‬ ‫ﺣﺒﺮ‬ ‫اﻟﻔﮭﻢ‬ ‫ھﺬا‬ ‫ﻓﻲ‬ ‫اﻋﺪﻧﺎ‬ ً‫ﺎ‬‫ﺟﻤﯿﻌ‬ ‫اﻟﻤﺴﻠﻤﻮن‬ ‫أﺟﻤﻊ‬ ‫اﻟﺬي‬ ،‫ﻋﻨﮭﻤﺎ‬ ‫اﷲ‬ ‫رﺿﻲ‬ ‫–ﻋﺒﺎس‬ ‫اﻟﻀﺎﻟﺔ‬ ‫اﻟﻔﺮق‬ ‫ﻣﻦ‬ ‫ﻛﺎن‬ ‫ﻣﻦ‬ ‫–إﻻ‬ ‫ﻓﻲ‬ ‫ﻓﺮﯾﺪ‬ ‫إﻣﺎم‬ ‫أﻧﮫ‬ ‫ﻋﻠﻰ‬ ‫.اﻟﺘﻔﺴﯿﺮ‬ ‫ﺳﻤﻌﮫ‬ ‫ﻃﺮق‬ ‫–ﻓﻜﺄﻧﮫ‬ ‫–ﯾﻮﻣﺌﺬ‬ ‫ﺳﻄﺤ‬ ً‫ﺎ‬‫ﻓﮭﻤ‬ ‫اﻷﯾﺔ‬ ‫ھﺬه‬ ‫ﯾﻔﮭﻤﻮن‬ ً‫ﺎ‬‫أﻧﺎﺳ‬ ‫ھﻨﺎك‬ ‫أن‬ ‫ﻣﻦ‬ ً‫ﺎ‬‫ﺗﻤﺎﻣ‬ ‫اﻟﯿﻮم‬ ‫ﻧﺴﻤﻌﮫ‬ ‫ﻣﺎ‬ ‫ﻏﯿﺮ‬ ‫ﻣﻦ‬ ،ً‫ﺎ‬‫ﯿ‬ ‫ﻋﻨﮫ‬ ‫اﷲ‬ ‫رﺿﻲ‬ ‫ﻓﻘﺎل‬ ،‫:ﺗﻔﺼﯿﻞ‬ “‫إﻟﯿﮫ‬ ‫ﺗﺬھﺒﻮن‬ ‫اﻟﺬي‬ ‫اﻟﻜﻔﺮ‬ ‫،”ﻟﯿﺲ‬ ‫اﻟﻤﻠﺔ”:و‬ ‫ﻋﻦ‬ ‫ﯾﻨﻘﻞ‬ ً‫ا‬‫ﻛﻔﺮ‬ ‫ﻟﯿﺲ‬ ‫،”أﻧﮫ‬ ‫وه”:و‬ ‫رفك‬ ‫نود‬ ‫،”رفك‬ ‫هلعلو‬ ‫:ينعي‬ ‫كلذب‬ ‫جراوخلا‬ ‫نيذلا‬ ‫اوجرخ‬ ‫ىلع‬ ‫ريمأ‬ ‫نينمؤملا‬ ‫يلع‬ ‫يضر‬ ‫هللا‬ ‫،هنع‬ ‫مث‬ ‫ناك‬ ‫نم‬ ‫بقاوع‬ ‫كلذ‬ ‫مهنأ‬ ‫اوكفس‬ ‫ءامد‬ ‫،نينمؤملا‬ ‫اولعفو‬ ‫مهيف‬ ‫ام‬ ‫مل‬ ‫اولعفي‬ ‫،نيكرشملاب‬ ‫:لاقف‬ ‫سيل‬ ‫رمألا‬ ‫امك‬ ‫!اولاق‬ ‫وأ‬ ‫امك‬ ‫!اونظ‬ ‫امنإ‬ ‫:وه‬ ‫رفك‬ ‫نود‬ ‫.”…رفك‬ “……Barang siapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, Maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir. Kekufuran apakah yang dimaksud dalam ayat ini? Apakah kekufuran yang mengeluarkan pelakunya dari Islam ataukah tidak? Aku berkata, (kita) harus teliti dalam memahami ayat ini. Dan terkadang yang dimaksud oleh ayat adalah kufur amali, yaitu melakukan beberapa perbuatan yang mengeluarkan pelakunya dari sebagian hukum-hukum Islam. Pemahaman kita ini didukung oleh Habrul Ummah dan Penafsir al-Qur’an Abdullah bin Abbas radhiyallahu anhuma, yang telah disepakati oleh seluruh kaum muslimin -kecuali kelompok-kelompok sesat- bahwa beliau adalah seorang imam yang tiada bandingnya dalam tafsir al-Qur’an. (dengan penafsiran beliau terhadap ayat ini -pent) seakan-akan beliau ketika itu telah mendengar apa yang kita dengar pada hari ini bahwa di sana ada sekelompok orang yang memahami ayat ini dengan pemahaman yang dangkal tanpa perincian. Beliau berkata (tentang tafsir ayat ini -pent): “(Kekufuran yang dimaksud -pent) bukan seperti yang kalian duga, bukan kekufuran yang mengeluarkan pelakunya dari agama”. (Akan tetapi yang dimaksud -pent) adalah kufrun duna kufrin.”
  • 31. 31 Mungkin yang beliau maksudkan dengan hal itu adalah kaum Khawarij yang memberontak terhadap Amirul Mukminin Ali radhiyallahu ‘anhu, dan termasuk akibat dari perbuatan mereka adalah tertumpahnya darah kaum mukminin, mereka melakukan perbuatan keji terhadap kaum mukminin yang tidak mereka lakukan kepada kaum musyrikin, maka beliau berkata terhadap mereka, “Bukanlah perkara itu sebagaimana yang mereka katakan dan mereka duga, akan tetapi yang dimaksud adalah kufrun duna kufrin (kekafiran yang tidak mengeluarkan dari islam).” Samahatusy Syaikh Al Allamah Abdul Aziz bin Baaz (wafat tahun 1420 H) Beliau berkata dalam surat kabar Asy Syarq Al Ausath nomor 6156 tanggal 12/5/1416, beliau berkata di dalamnya: ‫ﻣﺢ‬ ‫اﻟﺸﯿﺦ‬ ‫اﻟﻔﻀﯿﻠﺔ‬ ‫ﺻﺎﺣﺐ‬ ‫ﺑﮫ‬ ‫ﺗﻔﻀﻞ‬ ‫اﻟﺬي‬ ‫ّﻢ‬‫ﯿ‬‫اﻟﻘ‬ ‫اﻟﻤﻔﯿﺪ‬ ‫اﻟﺠﻮاب‬ ‫ﻋﻠﻰ‬ ‫دماﻃﻠﻌﺖ‬ ‫رصان‬ ‫نيدلا‬ ‫ينابلألا‬ – ‫هقفو‬ ‫هللا‬ – ‫روشنملا‬ ‫يف‬ ‫ةديرج‬ “‫قرشلا‬ ‫”طسوألا‬ ‫ةفيحصو‬ “‫”نوملسملا‬ ‫يذلا‬ ‫باجأ‬ ‫هب‬ ‫هتليضف‬ ‫نم‬ ‫هلأس‬ ‫نع‬ ‫ريفكت‬ ‫نم‬ ‫مكح‬ ‫ريغب‬ ‫ام‬ ‫لزنأ‬ ‫هللا‬ – ‫نم‬ ‫ريغ‬ ‫ليصفت‬ -، ‫اهتيفلأف‬ ‫ةملك‬ ‫ةميق‬ ‫دق‬ ‫باصأ‬ ‫هيف‬ ‫،قحلا‬ ‫كلسو‬ ‫اهيف‬ ‫ليبس‬ ‫،نينمؤملا‬ ‫حضوأو‬ – ‫هقفو‬ ‫هللا‬ – ‫هنأ‬ ‫ال‬ ‫ﻣﻦ‬ ‫ﻷﺣﺪ‬ ‫ﯾﺠﻮز‬ ‫اﷲ‬ ‫أﻧﺰل‬ ‫ﻣﺎ‬ ‫ﺑﻐﯿﺮ‬ ‫ﺣﻜﻢ‬ ‫ﻣﻦ‬ ‫ﯾﻜﻔﺮ‬ ‫أن‬ ‫–اﻟﻨﺎس‬ ‫اﻟﻔﻌﻞ‬ ‫–ﺑﻤﺠﺮد‬ ‫ﻓﻲ‬ ‫ﺟﺎء‬ ‫ﺑﻤﺎ‬ ‫واﺣﺘﺞ‬ ،‫ﺑﻘﻠﺒﮫ‬ ‫ذﻟﻚ‬ ّ‫ﻞ‬‫اﺳﺘﺤ‬ ‫أﻧﮫ‬ ‫ﯾﻌﻠﻢ‬ ‫أن‬ ‫دون‬ ‫ﻣﻦ‬ ‫ﻋﺒﺎس‬ ‫اﺑﻦ‬ ‫ﻋﻦ‬ ‫–ذﻟﻚ‬ ‫ﻋﻨﮭﻤﺎ‬ ‫اﷲ‬ ‫–رﺿﻲ‬ ‫اﻷﻣﺔ‬ ‫ﺳﻠﻒ‬ ‫ﻣﻦ‬ ‫.وﻏﯿﺮه‬ ‫ﺗﻌﺎﻟﻰ‬ ‫ﻗﻮﻟﮫ‬ ‫ﺗﻔﺴﯿﺮ‬ ‫ﻓﻲ‬ ‫ﺟﻮاﺑﮫ‬ ‫ﻓﻲ‬ ‫ذﻛﺮه‬ ‫ﻣﺎ‬ ‫أن‬ ‫ﺷﻚ‬ ‫:وﻻ‬ ﴿ ‫َﻮ‬‫ﻤ‬َ‫ﻧ‬ ‫ّﻞ‬َ‫ﻣ‬ْ‫َﻲ‬‫ﺤ‬ْ‫ﻜ‬ُ‫ﻣ‬ ‫ِﺐ‬‫ﻣ‬َ‫ا‬ ‫َﺄ‬‫ﻧ‬﴿ ،﴾ َ‫ﻧ‬‫ُﻮ‬‫ر‬ِ‫ﻓ‬‫َﺎ‬‫ﻛ‬ْ‫ﻼ‬ ُ‫ﻣ‬ُ‫ﮫ‬ َ‫ﻛ‬ِ‫ﺌ‬‫َـ‬‫ﻠ‬ْ‫ﻮ‬ُ‫أ‬َ‫ف‬ ُ‫ھ‬ّ‫ﻠ‬‫ﻼ‬ َ‫ﻟ‬َ‫ﺰ‬… ﴿ ،﴾ َ‫ن‬‫ُﻮ‬‫ﻤ‬ِ‫ﻟ‬‫ﱠﺎ‬‫ﻈ‬‫…اﻟ‬ ‫أوﺿﺢ‬ ‫وﻗﺪ‬ ،‫اﻟﺼﻮاب‬ ‫ھﻮ‬ ،﴾ َ‫ن‬‫ُﻮ‬‫ﻘ‬ِ‫ﺳ‬‫َﺎ‬‫ﻔ‬ْ‫ﻟ‬‫ا‬ – ‫هقفو‬ ‫هللا‬ – ‫نأ‬ ‫رفكلا‬ ‫:نارفك‬ ‫ربكأ‬ ‫،رغصأو‬ ‫امك‬ ‫نأ‬ ‫ملظلا‬ ‫،ناملظ‬ ‫اذكهو‬ ‫قسفلا‬ ‫:ناقسف‬ ‫ربكأ‬ ‫،رغصأو‬ ‫نمف‬ ‫لحتسا‬ ‫مكحلا‬ ‫ريغب‬ ‫ام‬ ‫لزنأ‬ ‫هللا‬ ‫وأ‬ ‫انزلا‬ ‫وأ‬ ‫ابرلا‬ ‫وأ‬ ‫غ‬ ‫اﻟﻤﺤﺮﻣﺎت‬ ‫ﻣﻦ‬ ‫ﯾﺮھﻤﺎ‬ ‫وھﻜﺬا‬ ‫أﺻﻐﺮ‬ ً‫ﺎ‬‫ﻇﻠﻤ‬ ‫وﻇﻠﻤﮫ‬ ‫أﺻﻐﺮ‬ ً‫ا‬‫ﻛﻔﺮ‬ ‫ﻛﻔﺮه‬ ‫ﻛﺎن‬ ‫اﺳﺘﺤﻼل‬ ‫ﺑﺪون‬ ‫ﻓﻌﻠﮭﺎ‬ ‫وﻣﻦ‬ ،‫أﻛﺒﺮ‬ ً‫ا‬‫ﻛﻔﺮ‬ ‫ﻛﻔﺮ‬ ‫ﻓﻘﺪ‬ ‫ﺗﺤﺮﯾﻤﮭﺎ‬ ‫ﻋﻠﻰ‬ ‫اﻟﻤﺠﻤﻊ‬ ‫.”هقسف‬ “Aku telah meneliti jawaban yang sangat bermanfaat yang diberikan oleh shohibul fadlilah, Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani -semoga Allah memberikan taufik padanya- yang beredar pada surat kabar Asy Syarq Al Ausath dan Al Muslimun sebagai jawaban atas seseorang yang telah bertanya kepada beliau tentang pengkafiran terhadap orang yang tidak berhukum kepada hukum Allah secara mutlak tanpa perincian. Maka aku temukan jawaban yang berharga di dalamnya, sesuai dengan kebenaran dan hal tersebut merupakan jalannya orang-orang mukmin. Beliau (Syaikh Al Albani -pent) menjelaskan bahwa tidak boleh bagi siapapun mengkafirkan seseorang yang tidak berhukum kepada hukum Allah dengan hanya melihat perbuatannya semata tanpa mengetahui apakah dia menghalalkan perbuatan tersebut dengan hatinya, dan beliau beralasan dengan riwayat dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu dan imam-imam salaf selain beliau. Dan tidak diragukan lagi, apa yang beliau sebutkan dalam jawaban tentang tafsir firman Allah pada surat Al Maidah ayat 44, 45 dan ayat 47 adalah benar. Beliau telah menjelaskan bahwa kekufuran itu ada 2 jenis, yakni kufur akbar dan asghar demikian pula kezaliman dan kefasikan. Maka barang siapa menghalalkan untuk berhukum dengan hukum selain Allah, menghalalkan zina, riba atau perbuatan-perbuatan yang telah disepakati keharamannya maka sungguh dia telah kafir dengan kekufuran akbar. Akan tetapi barang siapa yang melakukan perbuatan tersebut tanpa menghalalkannya maka
  • 32. 32 kekufuran yang dilakukannya merupakan kekufuran ashghar dan demikian pula kezaliman dan kefasikan yang dia lakukan.” Faqihuz Zaman, Al Allamah Muhammad bin Shalih Al Utsaimin (wafat tahun 1421 H) Dalam sebuah kaset berjudul At Tahrir fii Mas’alatit Takfir pada tanggal 22/4/1420 beliau ditanya: ‫اذإ‬ ‫مزلأ‬ ‫مكاحلا‬ ‫سانلا‬ ‫ةعيرشب‬ ‫فلاخم‬ ‫ﯾﺮى‬ ‫ﻟﻜﻨﮫ‬ ‫واﻟﺴﻨﺔ‬ ‫اﻟﻜﺘﺎب‬ ‫ﻓﻲ‬ ‫ﻣﺎ‬ ‫اﻟﺤﻖ‬ ‫ﺑﺄن‬ ‫اﻋﺘﺮاﻓﮫ‬ ‫ﻣﻊ‬ ‫واﻟﺴﻨﺔ‬ ‫ﻟﻠﻜﺘﺎب‬ ‫ة‬ ‫ھﺬه‬ ‫ﻓﻲ‬ ‫اﻋﺘﻘﺎده‬ ‫ﻓﻲ‬ ‫ُﻨﻈﺮ‬‫ﯾ‬ ‫أن‬ ‫ﻻﺑﺪ‬ ‫أم‬ ً‫ا‬‫ﻛﺎﻓﺮ‬ ‫ھﺬا‬ ‫ﺑﻔﻌﻠﮫ‬ ‫ﯾﻜﻮن‬ ‫ھﻞ‬ ،‫أﺧﺮى‬ ‫ﻻﻋﺘﺒﺎرات‬ ‫أو‬ ‫ﺷﮭﻮة‬ ‫اﻟﺸﺮﯾﻌﺔ‬ ‫ﺑﮭﺬا‬ ‫اﻟﻨﺎس‬ ‫إﻟﺰام‬ ‫؟ةلأسملا‬ “Apabila seorang hakim mewajibkan manusia untuk mengikuti aturan yang menyelisihi al-Qur’an dan as-Sunnah padahal dia mengetahui kebenaran adalah segala yang berada dalam al-Qur’an dan as-Sunnah akan tetapi dia memaksa manusia untuk mengikuti aturan ini karena itulah yang sesuai dengan keinginannya atau pertimbangan yang lain, maka apakah dengan perbuatannya tersebut dia kafir atau harus meneliti keyakinannya dalam masalah tersebut?” ‫:ﻓﺄﺟﺎب‬ “… ‫أﻗﺴﺎم‬ ‫ﺛﻼﺛﺔ‬ ‫إﻟﻰ‬ ‫ﯾﻨﻘﺴﻢ‬ ،‫اﻟﻌﺰﯾﺰ‬ ‫ﻛﺘﺎﺑﮫ‬ ‫ﻓﻲ‬ ‫ﻛﻤﺎ‬ ‫ﻓﮭﻮ‬ ‫اﷲ؛‬ ‫أﻧﺰل‬ ‫ﻣﺎ‬ ‫ﺑﻐﯿﺮ‬ ‫ﺑﺎﻟﺤﻜﻢ‬ ‫ﯾﺘﻌﻠﻖ‬ ‫ﻣﺎ‬ ‫ﻓﻲ‬ ‫:أﻣﺎ‬ ،‫وﻇﻠﻢ‬ ،‫ﻛﻔﺮ‬ ‫أن‬ ‫ﻋﻠﻤﮫ‬ ‫ﻣﻊ‬ ‫ﻟﮭﻮاه‬ ً‫ﺎ‬‫ﺗﺒﻌ‬ ‫اﷲ‬ ‫أﻧﺰل‬ ‫ﻣﺎ‬ ‫ﺑﻐﯿﺮ‬ ‫ﯾﺤﻜﻢ‬ ‫اﻟﺮﺟﻞ‬ ‫ﻛﺎن‬ ‫ﻓﺈذا‬ ،‫اﻟﺤﻜﻢ‬ ‫ھﺬا‬ ‫ﻋﻠﯿﮭﺎ‬ ‫ُﻨﻲ‬‫ﺑ‬ ‫اﻟﺘﻲ‬ ‫اﻷﺳﺒﺎب‬ ‫ﺣﺴﺐ‬ ‫ﻋﻠﻰ‬ ،‫وﻓﺴﻖ‬ ‫نأب‬ ‫قحلا‬ ‫اميف‬ ‫ىضق‬ ‫هللا‬ ‫هب‬ ‫؛‬ ‫اذهف‬ ‫ال‬ ‫ﺗﻤﺸﻲ‬ ً‫ﺎ‬‫ﻋﺎﻣ‬ ً‫ﺎ‬‫ﺣﻜﻤ‬ ‫ﯾﺸﺮع‬ ‫ﻛﺎن‬ ‫إذا‬ ‫وأﻣﺎ‬ ،‫وﻇﺎﻟﻢ‬ ‫ﻓﺎﺳﻖ‬ ‫ﺑﯿﻦ‬ ‫ﻟﻜﻨﮫ‬ ‫ﯾﻜﻔﺮ‬ ‫ﺑﻌﻠﻢ‬ ‫ﺟﮭﻞ‬ ‫ﻋﻨﺪھﻢ‬ ‫اﻟﺤﻜﺎم‬ ‫ﻣﻦ‬ ً‫ا‬‫ﻛﺜﯿﺮ‬ ‫ﻷن‬ ،ً‫ﺎ‬‫أﯾﻀ‬ ‫ﯾﻜﻔﺮ‬ ‫ﻓﻼ‬ ‫ﻓﯿﮫ‬ ‫ﻋﻠﯿﮫ‬ ‫ﻟﺒﺲ‬ ‫وﻗﺪ‬ ‫اﻟﻤﺼﻠﺤﺔ‬ ‫ﻣﻦ‬ ‫ذﻟﻚ‬ ‫أن‬ ‫ﯾﺮى‬ ‫اﻷﻣﺔ‬ ‫ﻋﻠﯿﮫ‬ ‫ﻛﺎن‬ ‫وإذا‬ ،‫ﻣﺨﺎﻟﻔﺔ‬ ‫ﺑﺬﻟﻚ‬ ‫ﻓﯿﺤﺼﻞ‬ ،ً‫ا‬‫ﻛﺒﯿﺮ‬ ً‫ﺎ‬‫ﻋﺎﻟﻤ‬ ‫ﯾﺮوﻧﮫ‬ ‫وھﻢ‬ ،‫اﻟﺸﺮﻋﻲ‬ ‫اﻟﺤﻜﻢ‬ ‫ﯾﻌﺮف‬ ‫ﻻ‬ ‫ﺑﻤﻦ‬ ‫وﯾﺘﺼﻞ‬ ‫اﻟﺸﺮﯾﻌﺔ‬ ‫اﻟﺸﺮع‬ ‫ﯾﻌﻠﻢ‬ ‫اﻟﻜﺘﺎب‬ ‫ﻓﻲ‬ ‫ﺟﺎء‬ ‫اﻟﺬي‬ ‫وﻟﻠﺤﻖ‬ ‫ذﻟﻚ‬ ‫ﻓﻲ‬ ‫ﻇﺎﻟﻢ‬ ‫أﻧﮫ‬ ‫ﻧﻌﺘﻘﺪ‬ ‫ﻋﻠﯿﮫ؛‬ ‫اﻟﻨﺎس‬ ‫ﯾﻤﺸﻲ‬ ً‫ا‬‫دﺳﺘﻮر‬ ‫وﺟﻌﻠﮫ‬ ‫ھﺬا‬ ‫ﺷﺮع‬ ‫أو‬ ‫ﺑﮭﺬا‬ ‫ﺣﻜﻢ‬ ‫وﻟﻜﻨﮫ‬ ‫ةنسلاو‬ ‫اننأ‬ ‫ال‬ ‫عيطتسن‬ ‫نأ‬ ‫رفكن‬ ‫،اذه‬ ‫امنإو‬ ‫رفكن‬ ‫نم‬ ‫ىري‬ ‫نأ‬ ‫مكحلا‬ ‫ريغب‬ ‫ام‬ ‫لزنأ‬ ‫هللا‬ ‫ىلوأ‬ ‫نأ‬ ‫نوكي‬ ‫سانلا‬ ‫،هيلع‬ ‫وأ‬ ‫لثم‬ ‫مكح‬ ‫هللا‬ ‫زع‬ ‫لجو‬ ‫نإف‬ ‫اذه‬ ‫رفاك‬ ‫ﺗﻌﺎﻟﻰ‬ ‫اﷲ‬ ‫ﺑﻘﻮل‬ ‫ﯾﻜﺬب‬ ‫:ﻷﻧﮫ‬ ﴿ ‫َﺄ‬‫ﻠ‬َ‫ﯿ‬ْ‫ﺳ‬َ ‫ّﻠﻼ‬َ‫ھ‬ُ ‫ﺗﻌﺎﻟﻰ‬ ‫وﻗﻮﻟﮫ‬ ﴾ َ‫ﻦ‬‫ِﯿ‬‫ﻤ‬ِ‫ﻛ‬‫َﺎ‬‫ﺤ‬ْ‫ﻟ‬‫ا‬ ِ‫ﻢ‬َ‫ﻜ‬ْ‫ﺣ‬َ‫ﺄ‬ِ‫ﺑ‬: ﴿ ‫َﺄ‬‫ﻔ‬َ‫ﺤ‬ُ‫ﻜ‬ْ‫ﻣ‬َ‫ْﻼ‬‫ﺟ‬َ‫ﺎ‬‫ِﮭ‬‫ﻠ‬ِ‫ﯾ‬َّ‫ة‬ِ‫َﻲ‬‫ﺒ‬ْ‫ﻏ‬ُ‫ﻮ‬‫َﻧ‬‫َﻮ‬‫ﻤ‬َ‫ﻧ‬ْ‫َﺄ‬‫ﺤ‬ْ‫ﺴ‬َ‫ﻧ‬ُ‫ِﻢ‬‫ﻧ‬َ‫ّﻠﻼ‬‫ھ‬ِ‫ُﺢ‬‫ﻜ‬ْ‫ﻣ‬ً‫ا‬ ‫ّﻞ‬ِ‫ﻗ‬َ‫ﻮ‬ْ‫ﻣ‬ٍ‫ُي‬‫ﻮ‬‫ِﻘ‬‫ﻧ‬ُ‫ﻮ‬‫َﻧ‬﴾. Maka beliau menjawab: “Adapun permasalahan yang berkaitan dengan berhukum kepada selain hukum Allah, maka sebagaimana dalam al-Qur’an pelakunya terbagi menjadi 3 jenis, yaitu kafir, zalim, dan fasik, tergantung sebab-sebab yang mendasari (perbuatan)nya. Apabila seseorang berhukum kepada selain hukum Allah karena mengikuti hawa nafsunya sedangkan dia mengetahui bahwa kebenaran itu terletak pada putusan Allah, maka dia tidak kafir akan tetapi dia seorang yang fasik atau zalim. Jika dia membuat suatu aturan umum yang harus dilakukan oleh umat karena dia (hakim -pent) memandang bahwa hal itu termasuk hal yang bermanfaat dikarenakan ada orang yang membuat kerancuan padanya, maka dia tidak kafir, karena sebagian besar penguasa itu bodoh terhadap ilmu syariat dan berhubungan dengan orang-orang yang tidak
  • 33. 33 mengetahui hukum syar’i namun mereka menganggap sebagai seorang yang sangat alim. Oleh karena itu penguasa tadi terjerumus dalam kesalahan. Apabila penguasa itu mengetahui syariat akan tetapi dia berhukum dengan aturan yang menyelisihi aturan Allah yang menyelisihi al-Qur’an dan as-Sunnah kemudian menjadikannya pedoman/undang-undang agar manusia melaksanakannya, kami berkeyakinan bahwa dia adalah seorang yang zalim dalam perbuatannya dan zalim terhadap apa yang terdapat dalam al-Qur’an dan as-Sunnah, sesungguhnya kami tidak mampu untuk mengkafirkan pelaku perbuatan tadi, hanya saja yang kami kafirkan adalah orang yang menganggap manusia itu lebih baik berhukum dengan selain hukum Allah atau menganggap hukum Allah ‘azza wa Jalla itu sama dengan hukum manusia maka dia kafir karena mendustakan firman Allah ta’ala, َ‫ﻦ‬‫ِﯿ‬‫ﻤ‬ِ‫ﻛ‬‫َﺎ‬‫ﺤ‬ْ‫ﻟ‬‫ا‬ ِ‫ﻢ‬َ‫ﻜ‬ْ‫ﺣ‬َ‫ﺄ‬ِ‫ﺑ‬ ُ‫ﮫ‬‫ﱠ‬‫ﻠ‬‫اﻟ‬ َ‫ﺲ‬ْ‫ﯿ‬َ‫ﻟ‬َ‫أ‬ “Bukankah Allah hakim yang seadil-adilnya?” Dan firman-Nya: ْ‫ﻟ‬‫ا‬ َ‫ﻢ‬ْ‫ﻜ‬ُ‫ﺤ‬َ‫ﻓ‬َ‫أ‬َ‫ن‬‫ُﻮ‬‫ﻨ‬ِ‫ﻗ‬‫ُﻮ‬‫ﯾ‬ ٍ‫م‬ْ‫ﻮ‬َ‫ﻘ‬‫ﱢ‬‫ﻟ‬ ‫ًﺎ‬‫ﻤ‬ْ‫ﻜ‬ُ‫ﺣ‬ ِ‫ﮫ‬ّ‫ﻠ‬‫اﻟ‬ َ‫ﻦ‬ِ‫ﻣ‬ ُ‫ﻦ‬َ‫ﺴ‬ْ‫ﺣ‬َ‫أ‬ ْ‫ﻦ‬َ‫ﻣ‬َ‫و‬ َ‫ن‬‫ُﻮ‬‫ﻐ‬ْ‫ﺒ‬َ‫ﯾ‬ ِ‫ﺔ‬‫ﱠ‬‫ﯿ‬ِ‫ﻠ‬ِ‫ھ‬‫َﺎ‬‫ﺠ‬ “Apakah hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin?.” Komisi Tetap Urusan Riset dan Fatwa Kerajaan Arab saudi ‫ىوتفلا‬ ‫مقر‬ (6310): ‫:س‬ ‫ام‬ ‫مكح‬ ‫نم‬ ‫مكاحتي‬ ‫ىلإ‬ ‫نيناوقلا‬ ‫،ةيعضولا‬ ‫وهو‬ ‫ملعي‬ ‫،اهنالطب‬ ‫الف‬ ‫،اهبراحي‬ ‫الو‬ ‫لمعي‬ ‫ىلع‬ ‫؟اهتلازإ‬ ‫:ج‬ “‫دمحلا‬ ‫هلل‬ ‫،هدحو‬ ‫ةالصلاو‬ ‫مالسلاو‬ ‫ىلع‬ ‫،هلوسر‬ ‫هلآو‬ ‫؛هبحصو‬ ‫:دعبو‬ ‫بجاولا‬ ‫مكاحتلا‬ ‫ىلإ‬ ‫باتك‬ ‫هللا‬ ‫ةنسو‬ ‫هلوسر‬ ‫ىلص‬ ‫هللا‬ ‫هيلع‬ ‫ملسو‬ ‫ﻋﻨﺪ‬ ‫ﺗﻌﺎﻟﻰ‬ ‫ﻗﺎل‬ ،‫:اﻻﺧﺘﻼف‬ ﴿ ‫َف‬‫ﺈ‬ِ‫ﻧ‬ ‫َﺖ‬‫ﻧ‬َ‫ا‬‫َﺰ‬‫ﻌ‬ْ‫ﺘ‬ُ‫ﻣ‬ْ‫ِﻒ‬‫ﯾ‬ ‫َﺶ‬‫ﯾ‬ْ‫ء‬ٍ‫َف‬‫ر‬ُ‫د‬ُّ‫ﻮ‬‫ُھ‬‫ِﺈ‬‫ﻠ‬َ‫ى‬ ‫ّﻠﻼ‬‫ھ‬ِ‫َو‬‫ﻻ‬‫ّﺮ‬َ‫ﺳ‬ُ‫ﻮ‬‫ِﻟ‬‫ِﺈ‬‫ﻧ‬ ‫ُﻚ‬‫ﻨ‬‫ُﺘ‬‫ﻣ‬ْ ‫ُت‬‫ﺆ‬ْ‫ﻤ‬ِ‫ﻧ‬ُ‫ﻮ‬‫َﻧ‬‫ِب‬‫ﻼ‬‫ّﻠ‬‫ھ‬ِ‫َو‬‫ﻼ‬ْ‫ﯾ‬َ‫ﻮ‬ْ‫ﻣ‬ِ‫ِﺧﺂﻻ‬‫ر‬ِ ‫ﺗﻌﺎﻟﻰ‬ ‫وﻗﺎل‬ ،﴾ ً‫ﻼ‬‫ِﯾ‬‫و‬ْ‫ﺄ‬َ‫ﺗ‬ ُ‫ﻦ‬َ‫ﺴ‬ْ‫ﺣ‬َ‫أ‬َ‫و‬ ٌ‫ﺮ‬ْ‫ﯿ‬َ‫ﺧ‬ َ‫ﻚ‬ِ‫ﻟ‬َ‫ذ‬: ﴿ ‫َﻒ‬‫ﻟ‬‫َا‬‫َو‬‫ﺮ‬َ‫ﺒ‬ِّ‫ﻛ‬َ‫َال‬‫ُي‬‫ﺆ‬ْ‫ﻤ‬ِ‫ﻧ‬ُ‫ﻮ‬‫َﻧ‬‫َﺢ‬‫ﺘ‬َّ‫ى‬َ‫ُﻲ‬‫ﺤ‬َ‫ﻜ‬ِّ‫ﻣ‬ُ‫ﻮ‬‫َﻛ‬‫ِﻒ‬‫ﯿ‬ ْ‫ا‬‫ُو‬‫د‬ِ‫ﺟ‬َ‫ﻲ‬ َ‫ا‬‫ل‬ َّ‫ﻣ‬ُ‫ﺚ‬ ْ‫ﻣ‬ُ‫ﮭ‬َ‫ﻨ‬ْ‫ﯿ‬َ‫ﺐ‬ َ‫ر‬َ‫ﺟ‬َ‫ﺶ‬ ‫َا‬‫ﻣ‬ ﴾ ‫ًﺎ‬‫ﻤ‬‫ِﯿ‬‫ﻠ‬ْ‫ﺴ‬َ‫ﺗ‬ ْ‫ا‬‫ُﻮ‬‫ﻤ‬‫ﱢ‬‫ﻠ‬َ‫ﺴ‬ُ‫ﯾ‬َ‫و‬ َ‫ﺖ‬ْ‫ﯿ‬َ‫ﻀ‬َ‫ﻗ‬ ‫ﱠﺎ‬‫ﻤ‬‫ﱢ‬‫ﻣ‬ ‫ًﺎ‬‫ﺟ‬َ‫ﺮ‬َ‫ﺣ‬ ْ‫ﻢ‬ِ‫ﮭ‬ِ‫ﺴ‬ُ‫ﻔ‬‫َﻧ‬‫أ‬ ‫ِﻲ‬‫ﻓ‬. ‫ﻋﻠﯿﮫ‬ ‫اﷲ‬ ‫ﺻﻠﻰ‬ ‫اﻟﺮﺳﻮل‬ ‫ﺳﻨﺔ‬ ‫وإﻟﻰ‬ ‫ﺗﻌﺎﻟﻰ‬ ‫اﷲ‬ ‫ﻛﺘﺎب‬ ‫إﻟﻰ‬ ‫ﯾﻜﻮن‬ ‫واﻟﺘﺤﺎﻛﻢ‬ ‫ﺑﺪ‬ ‫اﻟﻮﺿﻌﯿﮫ‬ ‫اﻟﻘﻮاﻧﯿﻦ‬ ‫ﻣﻦ‬ ‫ﻏﯿﺮھﻤﺎ‬ ‫إﻟﻰ‬ ‫اﻟﺘﺤﺎﻛﻢ‬ ً‫ﻼ‬‫ﻣﺴﺘﺤ‬ ‫إﻟﯿﮭﺎ‬ ‫ﯾﺘﺤﺎﻛﻢ‬ ‫ﯾﻜﻦ‬ ‫ﻟﻢ‬ ‫ﻓﺈن‬ ،‫وﺳﻠﻢ‬ ‫ﻓﮭﻮ‬ ‫ﻣﻨﺼﺐ؛‬ ‫أو‬ ‫ﻣﺎل‬ ‫ﻓﻲ‬ ‫ﻃﻤﻊ‬ ‫اﻓﻊ‬ ‫اﻹﯾﻤﺎن‬ ‫داﺋﺮة‬ ‫ﻣﻦ‬ ‫ﯾﺨﺮج‬ ‫وﻻ‬ ،‫ﻓﺴﻖ‬ ‫دون‬ ً‫ﺎ‬‫ﻓﺴﻘ‬ ‫وﻓﺎﺳﻖ‬ ،‫ﻣﻌﺼﯿﺔ‬ ‫.”ﻣﺮﺗﻜﺐ‬ Fatwa nomor 6310: Soal: “Apakah hukum seseorang yang meminta untuk dihukumi dengan undang-undang positif padahal dia mengetahui kebatilannya, namun dia tidak memerangi dan tidak berusaha untuk menghapusnya?” Jawab:
  • 34. 34 Segala puji bagi Allah, shalawat dan salam atas Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, keluarganya dan para sahabatnya, wa ba’du. Wajib bagi setiap muslim untuk meminta dihukumi dengan kitab Allah dan sunnah Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam tatkala terjadi perselisihan. Allah ta’ala berfiman: ِ‫ﻟ‬َ‫ذ‬ ِ‫ﺮ‬ِ‫ﺧ‬‫اﻵ‬ ِ‫م‬ْ‫ﻮ‬َ‫ﯿ‬ْ‫ﻟ‬‫َا‬‫و‬ ِ‫ﮫ‬ّ‫ﻠ‬‫ِﺎﻟ‬‫ﺑ‬ َ‫ن‬‫ُﻮ‬‫ﻨ‬ِ‫ﻣ‬ْ‫ﺆ‬ُ‫ﺗ‬ ْ‫ﻢ‬ُ‫ﺘ‬‫ُﻨ‬‫ﻛ‬ ‫ِن‬‫إ‬ ِ‫ل‬‫ُﻮ‬‫ﺳ‬‫ﱠ‬‫ﺮ‬‫َاﻟ‬‫و‬ ِ‫ﮫ‬ّ‫ﻠ‬‫اﻟ‬ ‫َﻰ‬‫ﻟ‬ِ‫إ‬ ُ‫ه‬‫ﱡو‬‫د‬ُ‫ﺮ‬َ‫ﻓ‬ ٍ‫ء‬ْ‫ﻲ‬َ‫ﺷ‬ ‫ِﻲ‬‫ﻓ‬ ْ‫ﻢ‬ُ‫ﺘ‬ْ‫ﻋ‬َ‫ز‬‫َﺎ‬‫ﻨ‬َ‫ﺗ‬ ‫ِن‬‫ﺈ‬َ‫ﻓ‬ً‫ﻼ‬‫ِﯾ‬‫و‬ْ‫ﺄ‬َ‫ﺗ‬ ُ‫ﻦ‬َ‫ﺴ‬ْ‫ﺣ‬َ‫أ‬َ‫و‬ ٌ‫ﺮ‬ْ‫ﯿ‬َ‫ﺧ‬ َ‫ﻚ‬ “Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” Dan juga Allah ta’ala berfirman: َ‫ﺑ‬ َ‫ﺮ‬َ‫ﺠ‬َ‫ﺷ‬ ‫َﺎ‬‫ﻤ‬‫ِﯿ‬‫ﻓ‬ َ‫ك‬‫ُﻮ‬‫ﻤ‬‫ﱢ‬‫ﻜ‬َ‫ﺤ‬ُ‫ﯾ‬ َ‫ﻰ‬‫ﱠ‬‫ﺘ‬َ‫ﺣ‬ َ‫ن‬‫ُﻮ‬‫ﻨ‬ِ‫ﻣ‬ْ‫ﺆ‬ُ‫ﯾ‬ َ‫ﻻ‬ َ‫ﻚ‬‫ﱢ‬‫ﺑ‬َ‫ر‬َ‫و‬ َ‫ﻼ‬َ‫ﻓ‬‫ْﻞ‬‫ﺴ‬َ‫ﺗ‬ ْ‫ا‬‫ُﻮ‬‫ﻤ‬‫ﱢ‬‫ﻠ‬َ‫ﺴ‬ُ‫ﯾ‬َ‫و‬ َ‫ﺖ‬ْ‫ﯿ‬َ‫ﻀ‬َ‫ﻗ‬ ‫ﱠﺎ‬‫ﻤ‬‫ﱢ‬‫ﻣ‬ ‫ًﺎ‬‫ﺟ‬َ‫ﺮ‬َ‫ﺣ‬ ْ‫ﻢ‬ِ‫ﮭ‬ِ‫ﺴ‬ُ‫ﻔ‬‫َﻧ‬‫أ‬ ‫ِﻲ‬‫ﻓ‬ ْ‫ا‬‫ُو‬‫ﺪ‬ِ‫ﺠ‬َ‫ﯾ‬ َ‫ﻻ‬ ‫ﱠ‬‫ﻢ‬ُ‫ﺛ‬ ْ‫ﻢ‬ُ‫ﮭ‬َ‫ﻨ‬ْ‫ﯿ‬ “Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, Kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya.” Maka hanya boleh meminta dihukumi dengan kitab Allah dan sunnah Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam. Apabila seseorang tidak minta dihukumi dengan keduanya tanpa menganggap boleh karena dorongan rakus harta dan kedudukan, maka dia pelaku kemaksiatan, seorang yang fasik akan tetapi tidak keluar dari keimanan. Al Allamah Abdul Muhsin Al Abbad Al Badr hafizhahullah ‫ﺑﺘﺎرﯾﺦ‬ ‫داود‬ ‫أﺑﻲ‬ ‫ﺳﻨﻦ‬ ‫ﺷﺮح‬ ‫درس‬ ‫ﻓﻲ‬ ‫اﻟﻨﺒﻮي‬ ‫اﻟﻤﺴﺠﺪ‬ ‫ﻓﻲ‬ ‫ُﺌﻞ‬‫ﺳ‬: 16/11/1420 : ‫ذﻟﻚ؟‬ ‫ﺑﺠﻮاز‬ ‫واﻻﻋﺘﻘﺎد‬ ‫اﻟﻘﻠﺒﻲ‬ ‫اﻻﺳﺘﺤﻼل‬ ‫إﻟﻰ‬ ‫ﯾﺤﺘﺎج‬ ‫أم‬ ‫ذاﺗﮫ؟‬ ‫ﻓﻲ‬ ‫ﻛﻔﺮ‬ ‫اﻟﻮﺿﻌﯿﺔ‬ ‫ﺑﺎﻟﻘﻮاﻧﯿﻦ‬ ‫اﻹﺳﻼﻣﯿﺔ‬ ‫اﻟﺸﺮﯾﻌﺔ‬ ‫اﺳﺘﺒﺪال‬ ‫ھﻞ‬ ‫اع‬ ‫ﻣﻊ‬ ً‫ﺎ‬‫ﻋﺎﻣ‬ ً‫ﺎ‬‫ﺗﺸﺮﯾﻌ‬ ‫اﻟﻘﻮاﻧﯿﻦ‬ ‫وﺟﻌﻞ‬ ،‫اﷲ‬ ‫أﻧﺰل‬ ‫ﻣﺎ‬ ‫ﺑﻐﯿﺮ‬ ‫ﻣﺮة‬ ‫اﻟﺤﻜﻢ‬ ‫ﻓﻲ‬ ‫ﻓﺮق‬ ‫ھﻨﺎك‬ ‫داقتوھﻞ‬ ‫مدع‬ ‫زاوج‬ ‫؟كلذ‬ ‫:باجأف‬ “‫ودبي‬ ‫هنأ‬ ‫ال‬ ‫قرف‬ ‫نيب‬ ‫مكحلا‬ ‫يف‬ ‫،ةلأسم‬ ‫وأ‬ ‫،ةرشع‬ ‫وأ‬ ‫،ةئم‬ ‫وأ‬ ‫فلأ‬ – ‫وأ‬ ‫لقأ‬ ‫وأ‬ ‫رثكأ‬ – ‫ﻓﮭﺬا‬ ،‫اﻟﺬﻧﺐ‬ ‫ﻣﻦ‬ ‫ﺧﺎﺋﻒ‬ ‫واﻧﮫ‬ ،‫ﻣﻌﺼﯿﺔ‬ ‫ﻓﻌﻞ‬ ‫وأﻧﮫ‬ ،ً‫ا‬‫ﻣﻨﻜﺮ‬ ً‫ا‬‫أﻣﺮ‬ ‫ﻓﻌﻞ‬ ‫وأﻧﮫ‬ ،‫ﻣﺨﻄﺊ‬ ‫أﻧﮫ‬ ‫ﻧﻔﺴﮫ‬ ‫ﯾﻌﺘﺒﺮ‬ ‫اﻹﻧﺴﺎن‬ ‫دام‬ ‫ﻣﺎ‬ ‫ﻓﺮق؛‬ ‫ﻻ‬ ‫رفك‬ ‫نود‬ ‫.رفك‬ ‫امأو‬ ‫عم‬ ‫لالحتسالا‬ – ‫ولو‬ ‫ناك‬ ‫ًف‬‫ﻻ‬‫ﺣﻼ‬ ‫ﻧﻔﺴﮫ‬ ‫ﯾﻌﺘﺒﺮ‬ ،‫اﷲ‬ ‫أﻧﺰل‬ ‫ﻣﺎ‬ ‫ﺑﻐﯿﺮ‬ ‫اﻟﺤﻜﻢ‬ ‫ﻓﯿﮭﺎ‬ ‫ﯾﺴﺘﺤﻞ‬ ،‫واﺣﺪة‬ ‫ﻣﺴﺄﻟﺔ‬ ‫-ي‬ ‫ﻓﺈﻧﮫ‬ ‫؛‬ ً‫ا‬‫ﻛﺎﻓﺮ‬ ‫ﯾﻜﻮن‬ “. Beliau ditanya di Masjid Nabawi pada saat pelajaran Syarah Sunan Abu Dawud tanggal 16/11/1420, “Apakah perbuatan mengganti syariat Islam dengan undang-undang positif
  • 35. 35 merupakan perbuatan kekufuran tanpa melihat orangnya? Atau membutuhkan penghalalan dari hati dan adanya keyakinan bolehnya hal tersebut? Apakah terdapat perbedaan dalam berhukum dengan selain hukum Allah dalam kasus tertentu, dengan menetapkan undang-undang positif sebagai aturan secara umum diiringi keyakinan tidak bolehnya hal tersebut?” Maka beliau menjawab: Tidak ada perbedaan seseorang itu berhukum dengan selain hukum Allah sekali, sepuluh kali, seratus kali atau seribu kali, baik kurang dari itu atau lebih banyak dari itu. Selama seseorang menganggap dirinya salah, melakukan perbuatan mungkar dan maksiat serta dia takut akan dosa dari perbuatannya tersebut, maka perbuatannya ini adalah kufur duna kufrin (kufur yang tidak mengeluarkan pelakunya dari Islam -pent) Namun jika diiringi dengan penghalalan, yaitu menghalalkan berhukum dengan selain hukum Allah dan dirinya menganggap hal itu halal maka dia telah kafir (keluar dari Islam -pent) meski dia melakukannya hanya dalam satu kasus. Segala puji bagi Allah ta’ala. Selesai diterjemahkan secara bebas tanggal 3 Jumadil Awal 1427 H. *** Penerjemah: Muhammad Nur Ichwan Muslim Muroja’ah: Ustadz Aris Munandar Artikel www.muslim.or.id
  • 36. 36 Berhukum Dengan Selain Hukum Allah Oleh Ust. Abu Muawiah Senin, 10 November 2009 Berikut penyebutan nama beserta perkataan para ulama yang menyebutkan adanya rincian dalam masalah hukum orang yang berhukum dengan selain hukum Allah. Pada artikel yang telah berlalu (di sini) kami telah menyebutkan ucapan ‘Abdullah bin ‘Abbas radhiallahu ‘anhuma, Ibnu Jarir Ath-Thobary, Asy-Syaikh Al-Albany dan Syaikh Ibnu ‘Utsaimin rahimahumullah, dan berikut ucapan selain mereka: 1. Imam Ibnul Jauzy rahimahullah. Beliau berkata dalam Zadul Masir (2/366), “Pemutus perkara dalam masalah ini adalah bahwa barangsiapa yang tidak berhukum dengan apa yang Allah turunkan karena juhud terhadapnya padahal dia mengetahui bahwa Allah menurunkannya, seperti yang diperbuat oleh orang- orang Yahudi maka dia kafir. Dan barangsiapa yang tidak berhukum dengannya karena condong kepada hawa nafsu tanpa juhud maka dia adalah orang yang zholim lagi fasik”. 2. Imam Al-Qurthuby rahimahullah. Beliau berkata, “Dan penjelasan hal ini adalah bahwa seorang muslim jika dia mengetahui hukum Allah -Ta’ala- pada suatu perkara lalu dia tidak berhukum dengannya maka : kalau perbuatan dia ini karena juhud maka dia kafir tanpa ada perselisihan, dan jika bukan karena juhud maka dia adalah pelaku maksiat dan dosa besar karena dia masih membenarkan asal hukum tersebut dan masih meyakini wajibnya penerapan hukum tersebut atas perkara itu, akan tetapi dia berbuat maksiat dengan meninggalkan beramal dengannya”. Lihat Al-Mufhim (5/117) 3. Imam Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah. Beliau berkata dalam Minhajus Sunnah (5/130) setelah menyebutkan firman Allah -Ta’ala- dalam surah An-Nisa` ayat 65, “Maka barangsiapa yang tidak komitmen dalam menerapkan hukum Allah dan RasulNya pada perkara yang mereka perselisihkan maka sungguh Allah telah bersumpah dengan diriNya bahwa orang itu tidak beriman, dan barangsiapa yang komitmen kepada hukum Allah dan RasulNya secara bathin dan zhohir akan tetapi dia berbuat maksiat dan mengikuti hawa nafsunya (dengan meninggalkan hukum Allah-pent.) maka yang seperti ini kedudukannya seperti para pelaku maksiat lainnya (yakni masih beriman-pent.)”. Lihat juga Majmu’ Al- Fatawa (3/267) dan (7/312) 4. Imam Ibnu Qoyyim Al-Jauziah rahimahullah. Beliau menyatakan dalam Madarijus Salikin (1/336), “Dan yang benarnya bahwa berhukum dengan selain apa yang Allah turunkan (hukumnya) mencakup dua kekafiran: ashghar (kecil) dan akbar (besar) disesuaikan dengan keadaan orang yang berhukum tersebut.
  • 37. 37 Jika dia meyakini wajibnya berhukum dengan apa yang Allah turunkan dalam kejadian itu tapi dia berpaling darinya (hukum Allah) karena maksiat dan mengakui bahwa dirinya berhak mendapatkan siksaan, maka ini adalah kafir ashghar. Dan jika dia meyakini bahwa dia (berhukum dengan hukum Allah-pent.) tidak wajib dan bahwa dia diberikan pilihan dalam hal itu (maksudnya dia meyakini bahwa boleh memilih antara menerapkan hukum Allah atau menerapkan hukum selainnya, pent.) padahal dia tahu bahwa itu adalah hukum Allah, maka ini adalah kafir akbar. Dan jika dia tidak mengetahuinya (hukum Allah) dan tersalah di dalamnya (memberi keputusan) maka ini (hukumnya) adalah orang yang tidak sengaja, baginya hukum orang-orang yang tidak sengaja”. 5. Imam Ibnu Abil ‘Izz Al-Hanafy rahimahullah. Setelah menjelaskan pembagian kekafiran seperti yang dijelaskan oleh Ibnu Qoyyim di atas, beliau dalam Syarh Al-‘Aqidah Ath-Thohawiyah hal. 323-324 berkata, “… dan hal ini disesuaikan dengan keadaan orang yang berhukun tersebut : Jika dia meyakini bahwa berhukum dengan apa yang diturunkan Allah tidaklah wajib dan bahwa dia diberikan pilihan dalam hal itu atau karena dia menghinakannya (hukum Allah) dalam keadaan dia tetap meyakini bahwa hal itu adalah hukum Allah, maka ini adalah (kekafiran) akbar. Dan jika dia meyakini wajibnya berhukum dengan apa yang Allah turunkan dan dia mengetahui hal itu (hukum Allah) dalam perkara ini, tapi dia berpaling darinya bersamaan dengan itu dia mengakui bahwa dirinya berhak mendapatkan siksaan maka dia adalah pelaku maksiat dan dikatakan kafir secara majaz (ungkapan) atau kufur ashghar. Dan jika dia tidak mengetahui hukum Allah di dalamnya (perkara tersebut) padahal dia telah mengerahkan seluruh usaha dan kemampuannya untuk mengetahui hukum perkara itu tapi dia salah, maka dia adalah orang yang tidak sengaja bersalah, baginya satu pahala atas ijtihadnya dan kesalahannya dimaafkan”. 6. Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir As-Sa’dy rahimahullah. Beliau berkata, “Maka berhukum dengan selain apa yang Allah turunkan adalah termasuk amalan orang- orang kafir. Kadang mengeluarkan pelakunya dari agama jika dia meyakini halal dan bolehnya hal tersebut, dan kadang hanya merupakan dosa dari dosa-dosa besar dan termasuk perbuatan kekafiran (kufur ‘amaly/kecil-pent.) dan berhak mendapatkan siksaan –lalu beliau membawakan ayat ke 44 surah Al-Ma`idah di atas-. Ibnu ‘Abbas berkata : “Kekafiran di bawah kekafiran, kefasikan di bawah kefasikan dan kezholiman di bawah kezholiman”. Maka dia (berhukum dengan selain hukum Allah) adalah kezholiman besar jika menghalalkannya dan merupakan dosa yang sangat besar ketika mengerjakannya tapi tidak menghalalkannya”. Taysirul Karimir Rahman (2/296-297). 7. Syaikh Muhammad bin Ibrahim Alu Asy-Syaikh rahimahullah. Dalam Majmu’ Fatawa beliau (1/80) beliau berkata, “Dan demikian pula penerapan makna (syahadat) ‘Muhammad Rasulullah’ berupa (wajibnya) menerapkan syari’at beliau dan terikat dengannya serta membuang semua yang menyelisihinya berupa undang-undang, aturan-aturan dan yang lainnya yang Allah tidak pernah menurunkan hujjah atasnya. Dan orang yang berhukum dengannya (undang- undang buatan) atau berhukum kepadanya dalam keadaan meyakini benar dan bolehnya hal itu maka dia adalah kafir dengan kekafiran yang mengeluarkan dari
  • 38. 38 agama, dan jika dia melakukannya tanpa meyakini (benar) dan bolehnya hal itu maka dia kafir dengan kekafiran ‘amaly yang tidak mengeluarkan dari agama”. 8. Syaikh Muhammad Al-Amin Asy-Syinqithy rahimahullah. Beliau berkata dalam Adhwa`ul Bayan (2/104), “… Dan barangsiapa yang berhukum dengan selain apa yang Allah turunkan karena menentang para rasul sebagai pembatalan atas hukum-hukum Allah. maka kezholimannya, kefasikannya dan kekafirannya mengeluarkan dari agama. Dan barangsiapa yang berhukum dengan selain apa yang Allah turunkan dalam keadaan meyakini bahwa dia mengerjakan suatu perkara yang haram dan perbuatan yang keji, maka kekafirannya, kezholimannya dan kefasikannya tidak mengeluarkan dia dari agama”. Lihat juga pada (2/109). 9. Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdillah bin Baz rahimahullah. Beliau berkata, “Barangsiapa yang berhukum dengan selain apa yang Allah turunkan, maka dia tidak lepas dari empat keadaan: 1. Siapa yang mengatakan, “Saya berhukum dengannya karena dia lebih afdhol daripada syari’at Islam”, maka dia kafir dengan kekafiran akbar.2. Siapa yang mengatakan, “Saya berhukum dengannya karena dia sama/setara dengan syari’at Islam, maka berhukum dengannya boleh dan berhukum dengan syari’at (Islam) juga boleh”, maka dia kafir dengan kekafiran akbar. 3. Siapa yang mengatakan, “Saya berhukum dengannya sedangkan berhukum dengan syari’at Islam lebih afdhol, akan tetapi berhukum dengan selain apa yang Allah turunkan adalah boleh”, maka dia kafir dengan kekafiran akbar. 4. Dan siapa yang mengatakan, “Saya berhukum dengannya” tapi dia meyakini bahwa tidak boleh berhukum dengan selain apa yang Allah turunkan, dan dia menyatakan bahwa berhukum dengan syari’at Islam lebih afdhol serta tidak boleh berhukum dengan selainnya, akan tetapi dia bergampangan (dalam melakukan maksiat) atau dia melakukannya karena perintah dari pemerintahnya, maka dia kafir dengan kekafiran ashghar yang tidak mengeluarkan dari agama dan tergolong ke dalam dosa besar yang paling besar”. Qodhiyatut Takfir Baina Ahlis Sunnah wal Firoq Adh-Dhulal hal. 72. 10. Syaikh ‘Abdul Muhsin Al-‘Abbad Al-Badr hafizhohullah. Beliau ditanya di Mesjid Nabawy dalam pelajaran Syarh Sunan Abi Daud pada tanggal 16 Dzul Qo’dah 1420 H, “Apakah mengganti syariat Islam dengan undang-undang buatan adalah perbuatan kekafiran pada dzatnya ataukah (pengkafirannya) butuh kepada penghalalan (perbuatan itu) dengan hati dan keyakinan akan bolehnya hal itu? Dan apakah ada perbedaan antara berhukum dengan selain apa yang Allah turunkan sebanyak satu kali dengan menjadikan undang-undang (buatan) sebagai syari’at umum dalam keadaan meyakini tidak bolehnya hal perbuatan itu?” Maka beliau menjawab, “Yang nampak bahwa tidak ada perbedaan antara berhukum (dengan selain hukum Allah-pent.) dalam satu masalah atau sepuluh masalah atau seratus atau seribu –atau kurang atau lebih dari itu-, tidak ada perbedaan, selama seseorang itu masih menganggap dirinya bersalah dan bahwa dirinya telah melakukan perkara yang mungkar dan bahwa dirinya melakukan maksiat dan dia takut terhadap dosanya, maka ini kekafiran di bawah kekafiran. Adapun jika dia menghalalkan –walaupun dalam satu masalah, dia menghalalkan di dalamnya berhukum dengan selain apa yang Allah turunkan, dia menganggapnya halal- maka dia kafir (keluar dari Islam-pent.)”.