1. Buku ini membahas berbagai pemikiran tentang kemungkinan keselamatan bagi non-Muslim. Termasuk konsep bahwa mayoritas non-Muslim belum tentu kafir karena ketidaktahuan, serta kemungkinan keselamatan bagi golongan orang awam yang tidak tahu.
Dokumen tersebut membahas tentang akhlakul karimah yang meliputi mujahadah an-nafs (kontrol diri), husnuzan (berprasangka baik), dan ukhuwah (persaudaraan). Terdapat penjelasan mengenai arti dan manfaat dari ketiga akhlak tersebut beserta contoh-contoh ayat Al-Quran dan hadis yang relevan. Juga disebutkan cara-cara memerangi godaan nafsu dan setan serta menjaga hati agar tetap bersih.
Dokumen tersebut membahas tentang pelajaran Pendidikan Agama Islam yang mencakup kompetensi inti, kompetensi dasar, indikator, tujuan pembelajaran, dan materi ajar yang meliputi ayat-ayat Alquran dan hadis tentang kontrol diri, prasangka baik, dan persaudaraan."
Dokumen tersebut membahas tentang akhlakul karimah yang meliputi mujahadah an-nafs (kontrol diri), husnuzan (berprasangka baik), dan ukhuwah (persaudaraan). Terdapat penjelasan mengenai arti dan manfaat dari ketiga akhlak tersebut beserta contoh-contoh ayat Al-Quran dan hadis yang relevan. Juga disebutkan cara-cara memerangi godaan nafsu dan setan serta menjaga hati agar tetap bersih.
Dokumen tersebut membahas tentang pelajaran Pendidikan Agama Islam yang mencakup kompetensi inti, kompetensi dasar, indikator, tujuan pembelajaran, dan materi ajar yang meliputi ayat-ayat Alquran dan hadis tentang kontrol diri, prasangka baik, dan persaudaraan."
Tiga kalimat:
1. Khutbah membahas perbedaan nikmat sementara seperti harta dan kekuasaan dengan nikmat yang abadi seperti iman.
2. Contoh Nabi Sulaiman dan Firaun yang sama-sama kaya tetapi berbeda sikap, menunjukkan pentingnya menjalani ujian dengan iman.
3. Umat Islam diseru untuk memperbaiki pandangan agar mengutamakan kepentingan agama daripada nafsu, serta berdakwah
Dokumen tersebut berisi biodata seseorang beserta pengalaman mengajarnya. Terdapat juga beberapa bab yang membahas tentang kontrol diri, prasangka baik, dan persaudaraan berdasarkan ayat Al Qur'an dan hadis.
Kontrol diri (mujahadah), prasangka baik (husnudzan), dan persaudaraan (ukhuwah)Aida Anisa
1. Dokumen tersebut membahas tentang tiga ayat Al-Qur'an yaitu QS. Al Anfal (8): 72, QS. Al Hujurat (49):12, dan QS Al Hujurat (49) : 10 yang membahas tentang tiga golongan umat Islam, larangan berprasangka buruk, dan manfaat persatuan.
2. Juga membahas hadis tentang kontrol diri dan hikmah-hikmah prasangka baik, ukhuwah Islamiyah, dan persatuan.
Dokumen tersebut membahas tentang iman kepada kitab-kitab Allah yang merupakan salah satu rukun iman yang ketiga. Dokumen ini menjelaskan pengertian iman kepada kitab-kitab Allah, kitab-kitab yang diturunkan Allah kepada para nabi, dan faedah serta fungsi dari kitab-kitab suci bagi kehidupan manusia.
Makalah pendidikan agama islam iman islam ihsanElsashania26
Makalah ini membahas tentang iman, islam, dan ihsan. Iman adalah kepercayaan kepada Allah dan segala yang dibawa oleh rasul-Nya. Terdiri dari rukun iman dan tahap-tahap iman. Islam adalah penyerahan diri kepada Allah dengan melaksanakan ajaran-Nya. Memiliki karakteristik dan aspek seperti aqidah dan syariah. Ihsan adalah mengerjakan ibadah seolah melihat Allah atau dit
Aqidah Islamiyah adalah keyakinan utama dalam Islam yang meliputi tauhid (keesaan Allah), malaikat, kitab-kitab suci, nabi-nabi, hari kiamat, dan takdir Allah. Aqidah ini penting karena menjadi landasan bagi seluruh tindakan dan kehidupan umat. Penyimpangan dari aqidah ini dapat berakibat fatal bagi kehidupan seseorang di dunia dan akhirat.
Beriman kepada Allah sebagai pusat segala keimanan membahasakan:
1) Beriman kepada Allah sebagai Tuhan yang Maha Esa dan mencipta segala sesuatu.
2) Mengenali Allah melalui akal dengan memahami sifat-sifat kesempurnaan-Nya.
3) Beriman kepada Allah membawa kesan positif dalam kehidupan seperti ketenangan jiwa dan ketenteraman.
Dokumen tersebut membahasikan konsep aqidah Islam, peranan syahadah dan rukun iman dalam membentuk keyakinan seseorang. Ia juga menjelaskan implikasi yang timbul akibat kekuatan atau kelemahan ikatan aqidah terhadap hati, lisan dan perbuatan seseorang.
Buku ini membahas tentang konsep hawa dan nafs dalam diri manusia, serta hubungannya dengan akal dan perilaku manusia. Hawa adalah sumber fitnah dan kesesatan yang berasal dari keinginan tercela dalam diri manusia. Untuk menjauhinya, diperlukan usaha memerangi hawa (mujahadah) dan menentangnya (mukhalafah) agar agama dan akhlak tetap terjaga. Pengenalan diri yang mendalam diperlukan untuk me
Dokumen tersebut merangkum kata sambutan seorang penceramah bernama Awangku Norizam bin Awangku Abdul Rahman tentang apa itu Islam dan sifat-sifat penting untuk menjadi seorang Muslim. Dokumen tersebut juga menjelaskan pengertian aqidah Islamiyah dan hal-hal yang termasuk didalamnya seperti kepercayaan terhadap Allah, malaikat, kitab-kitab suci, hari akhir, dan lainnya.
Tiga ayat Al-Quran mengajarkan tentang pentingnya kontrol diri, prasangka baik, dan persaudaraan. Ayat pertama menjelaskan tentang melindungi orang-orang yang beriman dan berhijrah. Ayat kedua menyeru untuk memperbaiki hubungan antara saudara dan takut kepada Allah. Ayat ketiga melarang prasangka buruk dan menggunjing serta mengingatkan untuk menjauhi dosa.
Makalah ini membahas tentang aqidah Islamiyah dengan membahas pengertian, sumber, ruang lingkup, dasar-dasar, bahaya penyimpangan, dan pengaruh aqidah terhadap kehidupan seorang muslim. Aqidah Islamiyah merupakan keyakinan teguh yang bersumber dari Al-Quran, sunnah, ijma' ulama, dan akal sehat manusia. Ruang lingkup aqidah meliputi ilahiyah, nubuwat, ruhaniyat,
El documento describe las funciones y competencias profesionales del maestro en educación infantil según la normativa española y europea. Enumera las funciones del profesorado como programar la enseñanza, evaluar el aprendizaje, orientar a los estudiantes, promover actividades complementarias y colaborar con familias. También define las competencias docentes desde un enfoque basado en competencias, incluyendo competencias cognitivas, metacognitivas, comunicativas, sociales, tecnológicas e investigadoras.
Este documento describe las características generales de la innovación educativa en la etapa de educación infantil. 1) La innovación implica un cambio positivo que mejora los procesos educativos. 2) Puede surgir de las necesidades del contexto, iniciativa del profesorado o líneas de mandos. 3) Es un proceso complejo que involucra aspectos sustantivos, políticos, tecnológicos y personales.
Tiga kalimat:
1. Khutbah membahas perbedaan nikmat sementara seperti harta dan kekuasaan dengan nikmat yang abadi seperti iman.
2. Contoh Nabi Sulaiman dan Firaun yang sama-sama kaya tetapi berbeda sikap, menunjukkan pentingnya menjalani ujian dengan iman.
3. Umat Islam diseru untuk memperbaiki pandangan agar mengutamakan kepentingan agama daripada nafsu, serta berdakwah
Dokumen tersebut berisi biodata seseorang beserta pengalaman mengajarnya. Terdapat juga beberapa bab yang membahas tentang kontrol diri, prasangka baik, dan persaudaraan berdasarkan ayat Al Qur'an dan hadis.
Kontrol diri (mujahadah), prasangka baik (husnudzan), dan persaudaraan (ukhuwah)Aida Anisa
1. Dokumen tersebut membahas tentang tiga ayat Al-Qur'an yaitu QS. Al Anfal (8): 72, QS. Al Hujurat (49):12, dan QS Al Hujurat (49) : 10 yang membahas tentang tiga golongan umat Islam, larangan berprasangka buruk, dan manfaat persatuan.
2. Juga membahas hadis tentang kontrol diri dan hikmah-hikmah prasangka baik, ukhuwah Islamiyah, dan persatuan.
Dokumen tersebut membahas tentang iman kepada kitab-kitab Allah yang merupakan salah satu rukun iman yang ketiga. Dokumen ini menjelaskan pengertian iman kepada kitab-kitab Allah, kitab-kitab yang diturunkan Allah kepada para nabi, dan faedah serta fungsi dari kitab-kitab suci bagi kehidupan manusia.
Makalah pendidikan agama islam iman islam ihsanElsashania26
Makalah ini membahas tentang iman, islam, dan ihsan. Iman adalah kepercayaan kepada Allah dan segala yang dibawa oleh rasul-Nya. Terdiri dari rukun iman dan tahap-tahap iman. Islam adalah penyerahan diri kepada Allah dengan melaksanakan ajaran-Nya. Memiliki karakteristik dan aspek seperti aqidah dan syariah. Ihsan adalah mengerjakan ibadah seolah melihat Allah atau dit
Aqidah Islamiyah adalah keyakinan utama dalam Islam yang meliputi tauhid (keesaan Allah), malaikat, kitab-kitab suci, nabi-nabi, hari kiamat, dan takdir Allah. Aqidah ini penting karena menjadi landasan bagi seluruh tindakan dan kehidupan umat. Penyimpangan dari aqidah ini dapat berakibat fatal bagi kehidupan seseorang di dunia dan akhirat.
Beriman kepada Allah sebagai pusat segala keimanan membahasakan:
1) Beriman kepada Allah sebagai Tuhan yang Maha Esa dan mencipta segala sesuatu.
2) Mengenali Allah melalui akal dengan memahami sifat-sifat kesempurnaan-Nya.
3) Beriman kepada Allah membawa kesan positif dalam kehidupan seperti ketenangan jiwa dan ketenteraman.
Dokumen tersebut membahasikan konsep aqidah Islam, peranan syahadah dan rukun iman dalam membentuk keyakinan seseorang. Ia juga menjelaskan implikasi yang timbul akibat kekuatan atau kelemahan ikatan aqidah terhadap hati, lisan dan perbuatan seseorang.
Buku ini membahas tentang konsep hawa dan nafs dalam diri manusia, serta hubungannya dengan akal dan perilaku manusia. Hawa adalah sumber fitnah dan kesesatan yang berasal dari keinginan tercela dalam diri manusia. Untuk menjauhinya, diperlukan usaha memerangi hawa (mujahadah) dan menentangnya (mukhalafah) agar agama dan akhlak tetap terjaga. Pengenalan diri yang mendalam diperlukan untuk me
Dokumen tersebut merangkum kata sambutan seorang penceramah bernama Awangku Norizam bin Awangku Abdul Rahman tentang apa itu Islam dan sifat-sifat penting untuk menjadi seorang Muslim. Dokumen tersebut juga menjelaskan pengertian aqidah Islamiyah dan hal-hal yang termasuk didalamnya seperti kepercayaan terhadap Allah, malaikat, kitab-kitab suci, hari akhir, dan lainnya.
Tiga ayat Al-Quran mengajarkan tentang pentingnya kontrol diri, prasangka baik, dan persaudaraan. Ayat pertama menjelaskan tentang melindungi orang-orang yang beriman dan berhijrah. Ayat kedua menyeru untuk memperbaiki hubungan antara saudara dan takut kepada Allah. Ayat ketiga melarang prasangka buruk dan menggunjing serta mengingatkan untuk menjauhi dosa.
Makalah ini membahas tentang aqidah Islamiyah dengan membahas pengertian, sumber, ruang lingkup, dasar-dasar, bahaya penyimpangan, dan pengaruh aqidah terhadap kehidupan seorang muslim. Aqidah Islamiyah merupakan keyakinan teguh yang bersumber dari Al-Quran, sunnah, ijma' ulama, dan akal sehat manusia. Ruang lingkup aqidah meliputi ilahiyah, nubuwat, ruhaniyat,
El documento describe las funciones y competencias profesionales del maestro en educación infantil según la normativa española y europea. Enumera las funciones del profesorado como programar la enseñanza, evaluar el aprendizaje, orientar a los estudiantes, promover actividades complementarias y colaborar con familias. También define las competencias docentes desde un enfoque basado en competencias, incluyendo competencias cognitivas, metacognitivas, comunicativas, sociales, tecnológicas e investigadoras.
Este documento describe las características generales de la innovación educativa en la etapa de educación infantil. 1) La innovación implica un cambio positivo que mejora los procesos educativos. 2) Puede surgir de las necesidades del contexto, iniciativa del profesorado o líneas de mandos. 3) Es un proceso complejo que involucra aspectos sustantivos, políticos, tecnológicos y personales.
El documento describe una lección sobre el significado y uso de símbolos. Los estudiantes discuten ejemplos de símbolos en celebraciones como el Día de Muertos y realizan una investigación sobre la idea de la muerte en la cultura precolombina. Como proyecto final, los estudiantes participan en la creación de una revista escolar usando software de diseño para destacar e interpretar el significado de símbolos relacionados con conceptos cubiertos en la lección.
Dropbox es un servicio de almacenamiento en la nube que permite a los usuarios sincronizar y compartir archivos entre dispositivos de forma gratuita o pagando una suscripción. Ofrece cuentas gratuitas de 2GB y cuentas de pago individuales y empresariales con más espacio de almacenamiento y funciones. Sus principales ventajas son permitir compartir archivos fácilmente, acceder a los archivos desde cualquier dispositivo con internet, y almacenar versiones anteriores de los archivos. Algunas desventajas son que solo sincron
El documento discute dos movimientos para reformar la educación pública en Texas en respuesta al agotamiento de los maestros: 1) La estandarización y exámenes para maestros, que resultó en el despido de muchos maestros, especialmente afroamericanos; 2) La descentralización y gestión a nivel de escuela, asumiendo que se necesitaba una reestructuración total del sistema descentralizado.
This document summarizes a presentation about exploring mental health awareness and obstacles among Chinese international students. It discusses common issues international students face related to identity, acculturation, social class, discrimination, and communication styles. The top four psychological challenges are identified as separation from parents, issues of face and shame in Chinese culture, clashes between Chinese and Western cultures, and challenges with identity formation during college. Barriers to seeking treatment include low mental health literacy, stigma, and cultural beliefs. The presentation provides recommendations for programming, outreach, and addressing myths to improve mental health support for these students.
Health Information Exchanges offer many benefits, the greatest of which is a consolidated patient record that encompasses the patient’s entire medical history. Onboarding participants quickly and ensuring data quality are essential to deploying a successful HIE solution. In this webcast we discuss best practices to follow when onboarding participants onto either public or private HIE platforms.
Este documento presenta una propuesta de intervención didáctica basada en la pedagogía crítica para un grupo de sexto grado sobre las capas internas de la Tierra. La propuesta incluye tres fases: 1) una apertura para detectar los conocimientos previos de los estudiantes, 2) un desarrollo con investigación en equipos y presentaciones, y 3) un cierre interactivo para evaluar el aprendizaje. El enfoque crítico busca que los estudiantes reconstruyan el conocimiento de manera activa y significativa.
El documento resume la biografía y obra del escritor peruano Mario Vargas Llosa. Nació en Arequipa, Perú en 1936 y estudió Letras y Derecho en la Universidad Nacional Mayor de San Marcos. Algunas de sus novelas más destacadas son La ciudad y los perros, La casa verde y Conversación en la catedral. En 2010 fue galardonado con el premio Nobel de literatura. Su primera novela, La ciudad y los perros, critica el sistema educativo autoritario y violento en el Perú a través de la historia de un grupo de cade
Tutankhamun alternatively spelled with Tutenkh-, -amen, -amon) was an Egyptian pharaoh of the 18th dynasty (ruled c. 1332–1323 BC in the conventional chronology), during the period of Egyptian history known as the New Kingdom or sometimes the New Empire Period.
Kitab ini adalah intisari kecil yang aku karang untuk pemula
penuntut ilmu al-abawi 1 an-nabawiy as-syari’ yang berbicara tentang
rukun yang keempat dari rukun-rukun agama, yang mencakup
tanda-tanda kiamat besar,sedang dan kecil. dan dengan mengkaji
(kitab ini seseorang akan) mengetahui ilmu fiqih tahawulat dan dua
sunnahnya yang dikenal dengan sunnatul mawaqif dan sunnatud
dalalah yang bertujuan sebagai pembaharuan didalam pemahaman
menyeru manusia kepada allah dengan hikmah dan pengajaran yang
baik, juga sebagai konservasi (penjagaan) terhadap ilmu sawabit (al-
islam,al-iman,al-ihsan) dan para pembawa ilmu sawabit yang adil.
Dizaman yang telah banyak keributan dan perdebatan sehingga
banyak lisan serta tulisan ruwaibidot 2 dan para penyebar fitnah
mengukur sesuatu dengan ukuran opini belaka dan kebimbangan.
Dokumen tersebut merangkum berbagai aspek intelektual dan akhlak yang perlu dimiliki oleh seorang Jundullah (pejuang Islam). Termasuk ilmu tentang keimanan, Al Quran, hadis, bahasa Arab, sejarah Islam, dan tantangan zaman modern. Tujuannya agar Jundullah memiliki dasar pengetahuan yang kokoh dalam memperjuangkan dan menyebarkan ajaran Islam.
Buku ini membahas pentingnya keikhlasan dalam iman dan amal ibadah seseorang menurut ajaran Al-Qur'an. Keikhlasan berarti melakukan sesuatu hanya untuk meraih ridha Allah tanpa memandang balasan duniawi. Faktor kunci keberhasilan seseorang di akhirat adalah tingkat keikhlasannya dalam beribadah, bukan jumlah amal yang dilakukan."
Dokumen tersebut membahas tentang materi tarbiyah muayyid tentang amanah. Secara umum membahas tentang tujuan pembelajaran amanah secara kognitif, afektif, dan psikomotorik serta dalil-dalil Alquran dan hadis tentang pentingnya menunaikan amanat. Juga membahas aktivitas yang dapat dilakukan dalam pembelajaran amanah dan evaluasi pembelajaran.
Dokumen tersebut memberikan penjelasan singkat tentang pentingnya memahami kedudukan suatu hadits, mengingat banyak hadits yang beredar belum tentu sahih. Ditegaskan larangan membawakan hadits palsu atau lemah, karena dianggap berdusta atas nama Nabi. Penyebab pemalsuan hadits dijelaskan seperti ulah kaum zindiq dan yang mengikuti hawa nafsu. Pembaca diajak berhati-hati dan memahami dasar-
Islam adalah agama rahmatan lil'alamin. Islam yang dibawa Nabi Muhammad SAW telah sempurna baik dalam akidah maupun syariah dan merupakan agama untuk seluruh umat manusia. Diutusnya Nabi Muhammad SAW beserta agama Islam merupakan rahmat Allah untuk seluruh makhluk di muka bumi ini, baik muslim maupun nonmuslim.
1) Rasulullah adalah juru dakwah pertama yang diutus Allah untuk menyeru kepada Islam. 2) Tugas utama juru dakwah adalah mengajak manusia kepada Islam dan menyuruh kebajikan serta mencegah kemungkaran. 3) Persiapan penting bagi juru dakwah adalah memiliki ilmu agama yang luas dan iman serta ketakwaan kepada Allah yang kuat.
Islam adalah agama yang membawa rahmat bagi seluruh alam semesta berdasarkan ayat Al-Qur'an. Islam melarang tindakan kejam terhadap makhluk hidup dan mengajarkan kasih sayang kepada semua orang.
Hadits ini menjelaskan tentang iman, Islam, ihsan, dan tanda kiamat menurut Nabi Muhammad SAW. Iman adalah meyakini keesaan Allah dan kenabian Muhammad. Islam adalah melaksanakan shalat, zakat, puasa Ramadhan, dan haji. Ihsan adalah menyembah Allah seolah melihat-Nya atau dengan kesadaran bahwa Allah melihat kita. Tanda kiamat antara lain wanita hamil dan menyusui lupa akibat
Hadits ini menjelaskan tentang iman, Islam, ihsan, dan tanda kiamat menurut Nabi Muhammad SAW. Iman adalah meyakini keesaan Allah dan kenabian Muhammad. Islam adalah melaksanakan shalat, zakat, puasa Ramadhan, dan haji. Ihsan adalah menyembah Allah seolah melihat-Nya atau dengan kesadaran bahwa Allah melihat kita. Tanda kiamat antara lain wanita hamil dan menyusui lupa akibat
Hadits ini menjelaskan tentang iman, Islam, ihsan, dan tanda-tanda kiamat menurut Nabi Muhammad SAW. Iman adalah meyakini keesaan Allah dan kenabian Muhammad. Islam adalah melaksanakan shalat, zakat, puasa Ramadhan, dan haji. Ihsan adalah menyembah Allah seolah melihat-Nya atau mengetahui bahwa Allah selalu melihat. Tanda-tanda kiamat antara lain wanita hamil dan menyusui
Hadis Arbain ke-7 membahas pentingnya nasihat dalam agama Islam. Nasihat diperuntukkan untuk Allah, kitab-Nya, Rasul-Nya, para pemimpin umat Islam, dan manusia pada umumnya. Nasihat memiliki peran besar sebagai penopang agama Islam agar nilai-nilainya terus termanifestasi dalam kehidupan umat.
Dokumen tersebut membahas tentang pengertian Islam sebagai agama rahmatan lil'alamin. Islam dijelaskan sebagai agama yang membawa rahmat dan kesejahteraan bagi seluruh alam semesta, termasuk manusia muslim dan non-muslim. Islam juga mengajarkan perlakuan yang baik terhadap semua makhluk.
Materi ini membahas tentang defenisi dan Usia Anak di Indonesia serta hubungannya dengan risiko terpapar kekerasan. Dalam modul ini, akan diuraikan berbagai bentuk kekerasan yang dapat dialami anak-anak, seperti kekerasan fisik, emosional, seksual, dan penelantaran.
PPT RENCANA AKSI 2 modul ajar matematika berdiferensiasi kelas 1Arumdwikinasih
Pembelajaran berdiferensiasi merupakan pembelajaran yang mengakomodasi dari semua perbedaan murid, terbuka untuk semua dan memberikan kebutuhan-kebutuhan yang dibutuhkan oleh setiap individu.kelas 1 ........
Modul Ajar Matematika Kelas 11 Fase F Kurikulum MerdekaFathan Emran
Modul Ajar Matematika Kelas 11 SMA/MA Fase F Kurikulum Merdeka - abdiera.com. Modul Ajar Matematika Kelas 11 SMA/MA Fase F Kurikulum Merdeka. Modul Ajar Matematika Kelas 11 SMA/MA Fase F Kurikulum Merdeka. Modul Ajar Matematika Kelas 11 SMA/MA Fase F Kurikulum Merdeka. Modul Ajar Matematika Kelas 11 SMA/MA Fase F Kurikulum Merdeka.
Modul Ajar Bahasa Inggris Kelas 11 Fase F Kurikulum MerdekaFathan Emran
Modul Ajar Bahasa Inggris Kelas 11 SMA/MA Fase F Kurikulum Merdeka - abdiera.com, Modul Ajar Bahasa Inggris Kelas 11 SMA/MA Fase F Kurikulum Merdeka, Modul Ajar Bahasa Inggris Kelas 11 SMA/MA Fase F Kurikulum Merdeka, Modul Ajar Bahasa Inggris Kelas 11 SMA/MA Fase F Kurikulum Merdeka, Modul Ajar Bahasa Inggris Kelas 11 SMA/MA Fase F Kurikulum Merdeka, Modul Ajar Bahasa Inggris Kelas 11 SMA/MA Fase F Kurikulum Merdeka
2. 2
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahiim,
Alhamdulillah, buku berjudul Non Muslim belum tentu Kafir dan Tidak Masuk
Syurga ini dapat kami terbitkan dan sudah ada ditangan sobat pembaca. Secara teknis
penulisan buku ini masih menyalahi metode ilmiah, tentang cara penyaduran khususnya
dan masih utuhnya tulisan-tulisan orang dan sumber di luar penulis yang sengaja
dimasukkan dalam buku ini. Sehingga buku ini masih bersifat bunga rampai dan penulis
mohon maaf dan mohon keikhlasan penulis dan sumber lain yang sengaja kami sadur dan
kutip di dalam buku ini. Buku ini merupakan wujud perenungan penulis selama kurang
lebih sejak tahun 2000, dengan berdiskusi lintas agama lewat internet dan browsing
dalam mempelajari tema ini kita dapatkan beberapa sumber internet yang menguatkan
hipotesa saya dalam masalah ini.
Buku ini dapat penulis pastikan akan mengundang kontroversi, sebab pemikiran
bahwa non muslim belum tentu kafir dan tidak masuk syurga secara umum dianggap
tidak benar baik oleh umat Islam kebanyakan maupun sebaliknya oleh umat non muslim
sendiri. Namun, penulis akan dapat membuktikan berdasarkan argument yang benar,
bahwa pendapat umum yang menyatakan bahwa non muslim itu semua kafir dan tidak
selamat adalah pendapat yang tidak tepat. Mayoritas non muslim itu berkeyakinan dan
mengimani agamanya adalah disebabkan oleh keturunan agama orangtuanya. Dan
mayoritas non muslim itu tidak tahu dan belum mengerti dan memahami kebenaran
ajaran agama Islam. Artinya, mayoritas non muslim itu tidak kafir dalam artian kata kafir
yang sebenarnya.
3. 3
Ternyata, mayoritas ulama muslim menyatakan bahwa kafir karena ketidaktahuan
(kebodohan) adalah kafir yang dimaafkan. Orang yang tidaktahu, tidak mengerti dan
orang yang tahu dan mengerti hukum yang dikenakan pada mereka sangat berbeda. Hal
inilah yang penulis ketengahkan dan penulis sengaja publikasikan karena wacana atau
ilmu ini sangat jarang dibahas dan dibicarakan para dai dan ulama dalam pendidikan dan
syiarnya.
Sebagai penutup, Islam adalah rahmatan lil alamin. Ajaran Islam yang penuh
rahmat kepada seluruh alam mestinya dapat membahagiakan seluruh alam semesta. Islam
yang rahmat akan terkotori oleh cara-cara berpikir dan tindakan yang sama sekali jauh
dari rahmat, contohnya anarki, kebencian, dan pengkafiran orang secara sembarangan.
Dengan memahami bahwa mayoritas nonmuslim belum tentu kafir, atau sebaliknya bagi
agama Kristen misalnya memandang mayoritas non kristiani belum tentu kafir, maka
stigma bahwa agama-agama itu saling mencurigai akan sirna menjadi kehidupan
bermasyarakat yang sejuk, saling kenal mengenal secara utuh.
Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan
seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku
supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di
antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu.
Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal. (QS.49:13)
4. 4
DAFTAR ISI
BAB I IDE PEMIKIRAN (Muhammad diutus Allah tidak untuk
menghakimi hati seseorang) ……………….…………………….. 3
BAB II Konsep Wahdat al-Adyan; ANTARA MONO DAN MULTI
sebuah renungan kritis………………………………………… 11
BAB III NON MUSLIM JUGA BISA MASUK SURGA?...................... 14
BAB IV HUKUM ORANG AWAM (bodoh) “TIDAK TAHU” DALAM
KEISLAMAN ………………………………………………… 18
BAB V BEBERAPA PEMIKIRAN TENTANG HUKUM KEYAKINAN
DALAM ISLAM………………………………………………… 21
BAB VI Konsili Vatikan II (DALAM AGAMA KATHOLIK)
PERNYATAAN TENTANG HUBUNGAN GEREJA DENGAN
AGAMA-AGAMA BUKAN KRISTIANI ……………………… 25
BAB VII Untaian Mutiara Dalam Memahami Ayat Hukum…………… 30
BAB VIII PERDEBATAN TENTANG KESELAMATAN DI LUAR
GEREJA KATHOLIK …………………………………………. 42
BAB IX KESELAMATAN BAGI GOLONGAN ORANG AWAM
YANG “TIDAK TAHU” ……………………………………….. 60
BAB X ISLAM ETIC IS UNIVERSAL RELIGION
(Katolik Islami, Kristen Islami, Budha Islami, Hindu Islami dll.) 86
BAB XI PROTOTIPE MANUSIA BERKEYAKINAN………………… 106
BAB XII ISLAM TIDAK MENGENAL JIHAD OFENSIF ……………. 111
5. 5
BAB I
IDE PEMIKIRAN
Muhammad diutus Allah tidak untuk menghakimi hati seseorang
DE PEMIKIRAN
Muhammad diutus Allah tidak untuk menghakimi hati seseorang
Landasan dalam Qur’an:
Sesungguhnya orang-orang mukmin, orang-orang Yahudi, orang-orang Nasrani dan
orang-orang Shabiin, siapa saja di antara mereka yang benar-benar beriman kepada
Allah, hari kemudian dan beramal shaleh, mereka akan menerima pahala dari Tuhan
mereka, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka, dan tidak (pula) mereka bersedih hati.
(QS. 2 : 62)
Riwayat Asbabun nuzul ayat Qur’an tersebut (terjemahan bebas) sbb:
” ada seorang sahabat nabi Muhammad (fulan) bertanya kepada nabi, “Bagaimana nasib
sahabatnya yang beragama yahudi, nasrani, shabiin kelak di hari pembalasan? Nabi pada
awal menjawab, “mereka semua tidak akan selamat.” Mendengar sabda nabi itu si fulan
bermuram durja mukanya. Kemudian turunlah ayat (QS. 2: 62) tersebut untuk
mengingatkan kepada nabi Muhammad bahwa hanya Allah-lah yang berhak mengklaim
keselamatan seseorang di hari pembalasan kelak. selanjutnya kala menerima ayat itu
Muhammad segera sadar dan meralat sabdanya kepada fulan dengan membacakan ayat
itu. Maka, sahabat tersebut langsung berwajah cerah dan berbahagia.
Tafsir ayat ini, mayoritas ulama tafsir memang menyatakan bahwa yang dimaksud
“mukmin, yahudi, nasrani. shabiin itu adalah mereka yg hidup sebelum Muhammad
datanglah yang akan selamat. Bukan setelahnya. Tapi bagi penulis setelah mendalami
kajian tentang HUKUM ORANG AWAM (bodoh) “TIDAK TAHU” DALAM
KEISLAMAN, yang mayoritas ulama menyatakan KESELAMATAN BAGI
GOLONGAN ORANG AWAM
YANG “TIDAK TAHU” dan setelah mendalami dan menyaksikan khusuknya umat
agama2 menyembah Tuhannya masing2 dan beramal sholeh, maka ayat tersebut masih
berlaku bagi mereka yang tergolong orang awam karena ketidaktahuannya dan
ketidakmengertiannya akan kebenaran Islam (baik dari yahudi, Nasrani, Shabiin, Majusi,
Hindu, Budha dll).
6. 6
Penulis juga mencoba membuat prototipe MANUSIA BERKEYAKINAN sbb:
PROTOTIPE MANUSIA BERKEYAKINAN
1. Beriman : Orang yang Iman kepada Allah YME dan beramal sholeh =
(selamat)
2. Kafir : Orang yang ingkar kepada Allah YME = (tidak selamat)
3. Munafik : Orang yang bermuka dua (ingkar dan iman) = (selamat dan tidak
selamat dengan syarat)
4. Dholim : Orang yang banyak berdosa = (selamat dengan syarat)
5. Awam : Orang yang beriman tapi bodoh (selamat dengan syarat)
Tingkat Keselamatan Berdasarkan Pengetahuan, Keimanan dan Amal
(Tahu dan mengerti Islam, Iman kepada Allah YME dan beramal baik)
1. Orang yang Tahu, Mengerti, Iman dan Beramal baik (taqwa)
2. Orang yang Tahu, Mengerti, Iman tapi tidak beramal baik (dholim)
3. Orang yang Tahu, Mengerti , Tidak Iman tapi beramal baik (kufur)
4. Orang yang Tahu, Mengerti , Tidak Iman dan tidak beramal baik (kufur)
5. Orang yang Tahu, Tidak Mengerti , Iman dan Beramal baik (awam)
6. Orang yang Tahu, Tidak Mengerti , Iman dan Tidak Beramal baik (dholim)
7. Orang yang Tahu, Tidak Mengerti, Tidak Iman tapi Beramal baik (kufur)
8. Orang yang Tahu, Tidak Mengerti, Tidak Iman dan Tidak Beramal baik
(kufur)
9. Orang yang Tidak Tahu, Tidak Mengerti, Iman dan Beramal baik (awam)
10. Orang yang Tidak Tahu, Tidak Mengerti, Iman dan Tidak Beramal baik
(dholim)
11. Orang yang Tidak Tahu, Tidak Mengerti, Tidak Iman tapi Beramal baik
(kufur)
12. Orang yang Tidak Tahu, Tidak Mengerti, Tidak Iman dan Tidak Beramal baik
(kufur)
ADA sebuah hadist driwayatkan:
“Dari Miqdad bin ‘Amr ; ia pernah bertanya kepada Nabi : Bagaimana jika ia berperang
dengan kaum kafir, lalu berkelahi dengan seorang diantaranya hingga tangannya terputus
dan dalam satu kesempatan sang musuh berhasil dijatuhkan lalu saat akan dibunuhnya dia
berseru “Aslamtu lillah” – aku Islam kepada Allah – namun masih dibunuhnya, apa
jawab Nabi ?
- Jangan kau bunuh dia, jika kau bunuh dia maka sesungguhnya dia sudah berada dalam
kedudukanmu sebelum engkau membunuhnya, yaitu seorang Muslim, sedangkan kamu
berada dalam posisinya sebelum dia mengucapkan kalimat itu (yaitu kafir).; lalu dijawab
oleh Miqdad bahwa pernyataan orang itu hanya untuk menghindari pembunuhan saja,
jawab Nabi lagi, bahwa dirinya diutus Allah tidak untuk menghakimi hati seseorang.”
7. 7
Sesungguhnya orang-orang beriman, orang-orang Yahudi, orang-orang Shaabi-in,
orangorang
Nasrani, orang-orang Majusi dan orang-orang musyrik, Allah akan memberi
keputusan di antara mereka pada hari kiamat. Sesungguhnya Allah menyaksikan segala
sesuatu. (QS. 22:17)
Hadis riwayat Abu Hurairah ra. :
Bahwa Sahabat bertanya kepada Rasulullah saw: Wahai Rasulullah, apakah kami
dapat melihat Tuhan kami pada hari kiamat? Rasulullah saw. bersabda: Apakah
kalian terhalang melihat bulan di malam purnama? Para sahabat menjawab:
Tidak, wahai Rasulullah. Rasulullah saw. bersabda: Apakah kalian terhalang
melihat matahari yang tidak tertutup awan? Mereka menjawab: Tidak, wahai
Rasulullah. Rasulullah saw. bersabda: Seperti itulah kalian akan melihat Allah.
Barang siapa yang menyembah sesuatu, maka ia mengikuti sembahannya itu.
Orang yang menyembah matahari mengikuti matahari, orang yang menyembah
bulan mengikuti bulan, orang yang menyembah berhala mengikuti berhala.
Tinggallah umat ini, termasuk di antaranya yang munafik. Kemudian Allah datang
kepada mereka dalam bentuk selain bentuk-Nya yang mereka kenal, seraya
berfirman: Akulah Tuhan kalian. Mereka (umat ini) berkata: Kami berlindung
kepada Allah darimu. Ini adalah tempat kami, sampai Tuhan kami dating kepada
kami. Apabila Tuhan datang, kami tentu mengenal-Nya. Lalu Allah Taala dating
kepada mereka dalam bentuk-Nya yang telah mereka kenal. Allah berfirman:
Akulah Tuhan kalian. Mereka pun berkata: Engkau Tuhan kami. Mereka
mengikuti-Nya.
Dan Allah membentangkan jembatan di atas neraka Jahanam. Aku (Rasulullah saw.) dan
umatkulah yang pertama kali melintas. Pada saat itu, yang berbicara hanyalah para rasul.
Doa para rasul saat itu adalah: Ya Allah, selamatkanlah, selamatkanlah. Di dalam neraka
Jahanam terdapat besi berkait seperti duri Sakdan (nama tumbuhan yang berduri besar di
setiap sisinya). Pernahkah kalian melihat Sakdan? Para sahabat menjawab: Ya, wahai
Rasulullah. Rasulullah saw. melanjutkan: Besi berkait itu seperti duri Sakdan, tetapi
hanya Allah yang tahu seberapa besarnya. Besi berkait itu merenggut manusia dengan
amal-amal mereka. Di antara mereka ada orang yang beriman, maka tetaplah amalnya.
Dan di antara mereka ada yang dapat melintas, hingga selamat. Setelah Allah selesai
memberikan keputusan untuk para hamba dan dengan rahmat-Nya Dia ingin
mengeluarkan orang-orang di antara ahli neraka yang Dia kehendaki, maka Dia
memerintah para malaikat untuk mengeluarkan orang-orang yang tidak pernah
menyekutukan Allah. Itulah orang-orang yang dikehendaki Allah untuk mendapatkan
rahmat-Nya, yang mengucap: “Laa ilaaha illallah”. Para malaikat mengenali mereka di
neraka dengan adanya bekas sujud. Api neraka memakan tubuh anak keturunan Adam,
kecuali bekas sujud. Allah melarang neraka memakan bekas sujud. Mereka dikeluarkan
dari neraka, dalam keadaan hangus. Lalu mereka disiram dengan air kehidupan, sehingga
mereka menjadi tumbuh seperti biji-bijian tumbuh dalam kandungan banjir (lumpur).
Kemudian selesailah Allah Ta’ala memberi keputusan di antara para hamba. Tinggal
seorang lelaki yang menghadapkan wajahnya ke neraka. Dia adalah ahli surga yang
terakhir masuk. Dia berkata: Ya Tuhanku, palingkanlah wajahku dari neraka, anginnya
benar-benar menamparku dan nyala apinya membakarku. Dia terus memohon apa yang
8. 8
dibolehkan kepada Allah. Kemudian Allah Taala berfirman: Mungkin, jika Aku
mengabulkan permintaanmu, engkau akan meminta yang lain. Orang itu menjawab: Aku
tidak akan minta yang lain kepada-Mu. Maka ia pun berjanji kepada Allah. Lalu Allah
memalingkan wajahnya dari neraka. Ketika ia telah menghadap dan melihat surga, ia pun
diam tertegun, kemudian berkata: Ya Tuhanku, majukanlah aku ke pintu surga. Allah
berkata: Bukankah engkau telah berjanji untuk tidak meminta kepada-Ku selain apa yang
sudah Kuberikan, celaka engkau, hai anak-cucu Adam, ternyata engkau tidak menepati
janji. Orang itu berkata: Ya Tuhanku! Dia memohon terus kepada Allah, hingga Allah
berfirman kepadanya: Mungkin jika Aku memberimu apa yang engkau pinta, engkau
akan meminta yang lain lagi. Orang itu berkata: Tidak, demi Keagungan-Mu. Dan ia
berjanji lagi kepada Tuhannya. Lalu Allah mendekatkannya ke pintu surga. Setelah ia
berdiri di ambang pintu surga, ternyata pintu surga terbuka lebar baginya, sehingga ia
dapat melihat dengan jelas keindahan dan kesenangan yang ada di dalamnya. Dia pun
diam tertegun. Kemudian berkata: Ya Tuhanku, masukkanlah aku ke dalam surga. Allah
Taala berfirman kepadanya: Bukankah engkau telah berjanji tidak akan meminta selain
apa yang telah Aku berikan? Celaka engkau, hai anak cucu Adam, betapa engkau tidak
dapat menepati janji! Orang itu berkata: Ya Tuhanku, aku tidak ingin menjadi makhluk-
Mu yang paling malang. Dia terus memohon kepada Allah, sehingga membuat Allah
Taala tertawa (rida). Ketika Allah Taala tertawa Dia berfirman: Masuklah engkau ke
surga. Setelah orang itu masuk surga, Allah berfirman kepadanya: Inginkanlah sesuatu!
Orang itu meminta kepada Tuhannya, sampai Allah mengingatkannya tentang ini dan itu.
Ketika telah habis keinginan-keinginannya, Allah Taala berfirman: Itu semua untukmu,
begitu pula yang semisalnya. (Shahih Muslim No.267)
Titik Temu (kalimat Sawa’)
“Katakanlah olehmu (Muhammad): wahai Ahli Kitab! Marilah menuju ke titik
pertemuan (kalimah sawa’) antara kami dan kamu: yaitu bahwa kita tidak menyembah
selain Allah dan tidak memperserikatkan-Nya kepada apa pun, dan bahwa sebagian dari
kita tidak mengangkat sebagian yang lain sebagai “tuhan-tuhan ” selain Allah. “(QS.
3:64)
Budi Munawar Rachman dalam artikelnya yang berjudul Filsafat Perennial dan Masalah
Klaim Kebenaran berpendapat; Salah satu kesadaran yang sangat berakar dalam
pandangan seorang Muslim: Agama Islam adalah sebuah agama universal untuk sekalian
umat manusia. Landasan prinsip-prinsip tersebut adalah Tunggal, meskipun ada berbagai
manifestasi lahiriahnya yang beraneka ragam. Ini juga yang telah menghasilkan
pandangan antropologis bahwa pada mulanya umat manusia adalah Tunggal, karena
berpegang kepada Kebenaran Tunggal (Tuhan). Tapi kemudian manusia berselisih
paham, justru setelah penjelasan tentang Kebenaran itu datang, dan mereka berusaha
memahami Kebenaran itu, setaraf dengan kemampuan atau sesuai dengan keterbatasan
mereka. Sehingga di sinilah mulai terjadi perbedaan penafsiran terhadap kebenaran Yang
Tunggal itu. Perbedaan itu itu kemudian dipertajam oleh kepentingan pribadi dan
kelompok (vested interest).
Kesatuan asal umat manusia itu dilukiskan Alqur’an, “…adalah manusia itu melainkan
semvia merupakan umat yang tunggal, kemudian mereka berselisih.” (QS.10:19)
9. 9
Pokok pangkal kebenaran universal yang tunggal itu ialah paham Ketuhanan Yang Maha
Esa, atau Tauhid. Tugas para rasul adalah menyampaikan ajaran tentang Tauhid ini, serta
ajaran tentang keharusan manusia tunduk patuh hanya kepada-Nya saja (Islam).Dan,
justru berdasarkan paham ketauhidan inilah, Alqur’an mengajarkan paham kemajemukan
keagamaan (religious plurality). “Tidak ada paksaan untuk beragama, sesungguhnya telah
jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. Karena itu barang siapa ingkar kepada
Thaghut (syaitan dan apa saja yang disembah selain Allah), dan beriman kepada Allah,
maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amatkuat yang tidak akan
putus.”(QS. 2:256)
Dalam pandangan teologi Islam, sikap ini dapat ditafsirkan sebagai suatu harapan kepada
semua agama yang ada: Bahwa semua agama itu pada mulanya menganut prinsip yang
sama. Karena alasan inilah Alqur’an mengajak kepada “titik pertemuan” atau dalam
istilah Alqur’annya adalah: kalimatun Sawa’. “Katakanlah olehmu (Muhammad): wahai
Ahli Kitab! Marilah menuju ke titik pertemuan (kalimah sawa’) antara kami dan kamu:
yaitu bahwa kita tidak menyembah selain Allah dan tidak memeperserikatkan-Nya
kepada apa pun, dan bahwa sebagian dari kita tidak mengangkat sebagian yang lain
sebagai “tuhan-tuhan ” selain Allah. “(QS. 3:64)
Implikasi dari kalimah sawa’ ini adalah: siapa pun dapat memperoleh “keselamatan”
asalkan dia beriman kepada Allah, kepada hari kemudian, dan berbuat baik. Pandangan
ini akan mendorong umat Islam secara normatif untuk menghargai kemajemukan
keagamaan lewat sikap-sikap toleransi, dan keterbukaan seperti dicerminkan dalam
konsep tentang siapa yang digolongkan sebagai Ahli Kitab.
10. 10
Sketsa gambar itu adalah hasil renungan saya yang dapat diartikan sebagai berikut:
Islam adalah Dinullah (Agama Allah yg Real) diberikan kepada manusia lewat seluruh
para nabi dan rasul. Islam-lah yg dibawa Adam, Ibrahim, Musa, Nuh, Isa sampai
Muhammad. Bukti mudahnya adalah arti kata Islam itu sendiri adalah Islam
mengandung arti berserah diri, tunduk, patuh dan taat sepenuhnya kepada kehendak
Allah. Kepatuhan dan ketundukkan kepada Allah itu melahirkan keselamatan dan
kesejahteraan diri serta kedamaian kepada sesama manusia dan lingkungannya.
Silahkan artikan kata Agama yang lain, tidak sedalam dan sejalan dgn substansi ajaran
Allah. Jadi, secara substansi (esoteris) Non-Muslim adalah masih mempunyai sifat
Islami dan beragama Islam kalau mereka masih sepakat kepada Kalimat Kalimatun
Sawa’= kalimat titik temu yaitu IMAN KEPADA ALLAH YANG ESA. ALLAH artinya
TUHAN secara Dzat maupun sifatNYA.
dari landasan Qur’an dan Hadist dan Ijtihad di atas Islam mengajarkan dengan pasti
bahwa:
1. Muhammad diutus Allah tidak untuk menghakimi hati seseorang.
2. Keselamatan seseorang di akherat kelak adalah mutlak hak Allah semata.
3. Islam melarang meng”kafir”kan secara sembarangan seseorang (non muslim).
Syiar yang Rahmatan lil alamin tidak mengenal slogan pengkafiran yang
sembarangan. Jangan sebut mereka (non muslim itu kafir), sebut saja mereka ahli
kitab dari Nasrani, Yahudi, Budhis, Hinduis dll.
4. Orang mukmin, yahudi, nasrani, shabiin, majusi dll sebagai seorang manusia
mempunyai derajat yang sama di mata Tuhan.
5. Titik temu (kalimat Sawa’) : kita tidak menyembah selain Allah dan tidak
memperserikatkan-Nya kepada apa pun, dan bahwa sebagian dari kita tidak
mengangkat sebagian yang lain sebagai “tuhan-tuhan ” selain Allah.
11. 11
BAB II
Konsep Wahdat al-Adyan;
ANTARA MONO DAN MULTI
sebuah renungan nakal
Pandangan beberapa ulama Islam popular yang kontroversial, seperti al-Hallaj, al-
Rumi, dan ibn Arabi tentang konsep wahdat al-adyan, yaitu konsep yang menyatakan
bahwa pada dasarnya sumber agama adalah satu, yaitu Tuhan yang sama, yang juga
menghadirkan polemik kontroversi antara monotheisme dan politheisme paling tidak
cukup menarik untuk disimak dan direnungi.
Al-Hallaj pernah mengatakan: “Kufur dan iman hanya berbeda dari segi nama,
bukan dari segi hakikat, karena keduanya tidak ada perbedaan.” Oleh karena itu, maka
al-Hallaj menyalahkan orang yang menyalahkan agama orang lain (Abd al-Hakim Hasan.
1954: 375). Barang siapa mencaci maki orang dengan mengatakan agamanya batal,
maka berarti ia telah menghukumi agamanya sendiri. Lebih ekstrim lagi ia mengatakan:
“Ketahuilah bahwa Yahudi, Nasrani, Islam dan sebagainya adalah julukan yang
berbeda-beda”. Hal ini tersirat dalam syairnya:
“Aku memikirkan agama-agama dengan sungguh-sungguh. Kemudian sampailah
pada kesimpulan bahwa ia mempunyai banyak sekali cabang. Maka jangan
sekali-kali mengajak seorang terhadap suatu agama, karena sesungguhnya akan
menghalangi untuk sampai pada tujuan yang kokoh. Tetapi ajaklah mereka melihat
asal/sumber segala kemuliaan dan makna, maka dia akan memahaminya.” (Abd. al-
Hafidz bin Muhammad Madani Hasyim, t.th. : 39).
Demikianlah, konsep wahdat al-adyan yang memandang bahwa sumber agama
adalah satu, yakni Tuhan yang sama, memandang bahwa wujud agama hanyalah bungkus
lahirnya saja.
Selanjutnya al-Hallaj juga berpendapat:
“If the well-Guided was pleased with indirect information how searches the route not
suffice himself whit an indirect race. From the Burning Bush on the side of Sinai
What he heard speak from the Bush was not the Bush nor its seed, but Allah. And my
role is like this Bush.” (al-Hallaj, 1974 : 28 ).
Pandangan ini merupakan konsekuensi dari kesadaran diri atas “kehadiran” Tuhan
di setiap tempat, dalam semua agama. Karena pada dasarnya agama yang dipeluk oleh
seseorang secara tidak langsung merupakan “bukan hasil pilihan sendiri” (Abu al-Wafa
al-Ghanami al-Taftazani, 1983 : 132). Senada dengan itu John Hock berpendapat bahwa
99% keyakinan agama tergantung kepada tempat di mana seseorang dilahirkan.
Seseorang yang lahir di Thailand sangat mungkin beragama Budha, yang lahir di Saudi
Arabia sangat mungkin beragama Islam dan sebagainya (John Hick t.th. : 1-2)
Menurut Louis Massignon, faham wahdat al-adyan-nya al-Hallaj ini dilandaskan
pada pandangan tauhidnya. Banyak orang sulit memahami pemikiran ini, karena
12. 12
nampaknya ada sesuatu yang kontradiktif. Bagaimana mungkin dapat terjadi, tauhid
menghendaki konsep keesaan Tuhan secara mutlak, sementara wahdat al-adyan
mempersilahkan kehadiran konsep ketuhanan vang bagaimanapun bentuknya (Louis
Lassignon, t.th. : 316). Bagi al-Hallaj, Tuhan itu satu, unik, sendiri, dan terbukti satu.
Dalam sya'irnya al-Hallaj menulis :
“He is Allah the living. Allah is One. Unique, Alone and testifid as One. Both the One
and the progession of Unity of the One are in Him and form Him. From Him comes
the distance that separates others From His Unity. The knowledge if Tawhid is an
autonomous abstract cognizance.” (al-Hallaj, 1974 : 52-53).
Baginya, Tuhan tidak bisa disifati apapun. Pensifatan pada-Nya hanya akan
membatasi-Nya (Louis Lassignon, t.th. :.319). Maka konsep Tuhan yang satu harus pula
dipahami secara unik, karena Tuhan adalah kesatuan yang mutlak dari keseluruhannya.
Menurut al-Hallaj, penyembahan melalui konsep monotheisme, ataupun politheisme, tak
masalah bagi Tuhan. Pada dasarnya keduanya hanya berkaitan dengan logika, yakni
antara yang satu dan yang banyak. Dari situ juga ditelusuri akan dijumpai kepercayaan-
kepercayaan yang apabila ditafsirkan akan mengarah kepada satu Tuhan (Kautsar Azhar
Noer, t.th. : 321).
Konsep wahdat al-adyan ini juga dikembangkan oleh Ibn Arabi dengan agama
universalnya, yaitu suatu agama yang mistikal dan bukan sekedar theistikal, yakni suatu
faham bahwa Tuhan tidak dapat disifati dan dibatasi oleh suatu apapun. Ibnu Arabi
mengatakan :
“Sungguh hatiku telah menerima berbagai bentuk. Tempat pengembalaan bagi kijang
dan biara bagi pendeta, rumah bagi berhala dan ka'bah bagi yang thawaf, sabak
bagi taurat dan cinta… cinta itulah agama dan imanku.” (Ibnu Arabi, 1980: 77-78 ).
Pemikiran Ibn Arabi mengenai wahdat al-adyan ini dapat kita lacak dari
pemahaman logikanya mengenai makna yang satu (al-wahid) dan yang banyak (al-
katsir), di sini Ibn Arabi memulainya dengan konsep wahdat al-wujud, dasar filosofis
dalam memahami Tuhan dalam hubungan-Nya dengan alam. Tuhan tidak bisa dipahami
kecuali dengan memadukan dua sifat yang berlawanan padanya. Bahwa wujud hakiki
hanyalah satu, yakni Tuhan, Al-Hallaq. Meski wujud-Nya hanya satu, Tuhan
menampakkan dirinya [tajjala] dalam banyak bentuk yang tidak terbatas pada alam.
(Kautsar Azhari Noer, 1995 : 74)
Lebih lanjut ia berpendapat, hubungan ontologis antara yang satu dan yang
banyak menggunakan penjelasan matematis. Bilangan-bilangan berasal dari yang satu
(dari pengulangannya) menurut pengelompokkan yang telah diketahui. Yang satu
mewujudkan satu bilangan. Sedang bilangan menyebarkan yang satu. Hukum bilangan
hanya ada karena adanya yang dibilang, dihitung. Setiap unit bilangan adalah realitas
seperti sembilan dan sepuluh sampai kepada yang terkecil dan yang tertinggi hingga
tanpa batas. Tak satupun dari unit itu yang merupakan kumpulan (dari satu-satu) semata,
namun pada pihak lain, masing-masing unit merupakan kumpulan satu-satu (Ibnu Arabi,
1980 : 77-78)
Bagi al-Rumi, ia dengan ekstrimnya pernah menyatakan :
13. 13
“Aku seorang Muslim, tetapi aku juga seorang Nasrani, Brahmanisme, dan
Zaratustraisme. Aku pasrah kepada-Mu wahai al-Haqq yang Mulia ... aku hanya
mempunyai satu tempat ibadah masjid atau gereja atau rumah berhala. Tujuanku
hanya pada Dzat Yang Mulia. (Ahmad Amin, 1993 : xi-xix).
Sisa hidupnya sebagaimana digambarkan oleh anaknya (Sultan Walad) ditandai
oleh keintiman mistik untuk mencapai tingkat “manusia sempurna” yaitu seorang dari
orang-orang vang mencerminkan sifat-sifat Illahi (Ahmad Amin, 1993 : x1 - xix).
Filsafat al-Rumi diilhami oleh gagasan monistik. Dia mengatakan
“Matsnawi” adalah kedai kesatuan (wahdah) : setiap sesuatu yang engkau lihat dari sana
selain yang Esa adalah berhala. Mengenai medan pertempuran dalam kehidupan, ia
pahami bahwa seluruh pertentangan dan perselisihan itu hanya berperan melaksanakan
tugasnya dalam menjaga fungsi keharmonisan alam semesta yang hanya disadari oleh
para sufi (Ahmad Amin, 1993 : xi-xix).
Beberapa pernyataan al-Hallaj, ibn-Arabi dan Rumi di atas memang mengandung
pengertian yang saling bertolak belakang. Namun kebertolak-belakangannya bukannya
tidak mungkin mengandung pengertian hakekat kebenaran. Puncak-puncak pikiran
orang-orang unik yang didapat dari hasil pengembaraan pengalaman keagamaannya patut
menjadi sebuah harapan hakiki. Paling tidak, dalam merenungi kenyataan diciptakannya
perbedaan di muka bumi ini oleh Allah, dapat kita dapati hakekat tujuan dan maknanya.
Perbedaan multikultural adalah rahmat Allah. Di mana dalam perbedaan itu kita
diwajibkan saling kenal-mengenal, bukannya saling menghujat dan menyalahkan.
Apalagi untuk bermusuhan dan saling membunuh. Setelah kita saling kenal maka kita
akan bisa saling mengetahui, memahami dan mengasihi satu sama lainnya tanpa syarat.
Hanya keimanan yang terwujud dalam kepatuhan dan kepasrahan serta amalan kita saja
yang nanti akan dinilai oleh Allah. Dan Kalimatun Sawa yang mengandung kembalinya
segala perbedaan itu ke asalnya yang Hakiki adalah wujud puncak dari kepatuhan atas
segala perbedaan yang diharapkan.
Persepsi kebenaran manusia adalah nisbih. Kebenaran adalah hanya Haq Allah.
Dan penulis mengakhiri kolom ini dengan pernyataan;
“Kepada orang-orang yang sholeh, baik itu beragama Kristen, Katholik, Islam,
Hindu, Budha, Khonghucu, Santho, Yahudi, Kejawen, aliran dinamisme maupun
animisme, dll di segenap penjuru bumi dan di dalam ruang waktu kapan pun, smoga
mereka mendapat curahan kebahagiaan dan keselamatan Tuhan di hari akhir kelak.
Sebab, mereka semua secara tulus telah berusaha beribadah dan menggapai wajah
Tuhan dengan mengharap kasih, cinta, dan ridho-Nya. Apakah orang-orang yang
begitu tulus dan sholeh tersebut tidak terselamatkan, gara-gara klaim setiap agama
yang mengaku bahwa golongan mereka sendirilah yang terselamatkan? Apakah
Allah yang katanya Maha Adil dan Maha Kasih akan bertindak demikian,
menghukum orang-orang yang sedemikian tulus mengharapkan Kasih dan sayang-
Nya?”
Waallahu ‘alam bi shawab.
Awan Lembayung
14. 14
BAB III
NON MUSLIM JUGA BISA MASUK SURGA?
Aug 20, '07 3:33 AM
for everyone
Siapakah mereka yang Masuk Surga!
Selama ini kita umat Islam mengenal kafir sebagai orang yang bukan beragama Islam,
dan seperti diketahui kata kafir berarti suatu cap kalau orang itu bakal dipastikan masuk
neraka! Artinya jika seseorang terlahir dari keluarga Islam dan tercetak kata Islam di
KTP-nya karcis untuk masuk surga sudah di tangan. Tapi apa benar demikian? Coba lihat
ayat ini..
“Sesungguhnya orang yang beriman, orang-orang Yahudi, Sabiin, dan orang-orang
Nasrani; barangsiapa yang beriman kepada Allah, kepada Hari Kemudian, dan berbuat
kebaikan, maka tidak ada rasa khawatir padanya dan tidak perlu bersedih hati.”
(5:69/2:62)
“Ahli Kitab ada yang baik, mereka mengagungkan wahyu Allah sepanjang malam,
mereka ada yang beriman kepada Allah dan hari akhir, mereka menyuruh berbuat baik,
dan mereka adalah orang saleh! Apa saja kebaikan mereka maka tidak diingkari
pahalanya” (3:113-115)
“Orang-orang yang telah kami beri kitab mereka baca sebagaimana mestinya, mereka
itulah yang beriman” (2:121)
15. 15
“Ahli Kitab ada yang beriman kepada Allah, kepada apa yang diturunkan kepada umat
Islam dan kepada mereka, mereka rendah hati dan tidak memperjualbelikan ayat-ayat
Allah dengan harga murah!” (3:199)
Melihat dalil diatas berarti dapat juga orang yang berlabel agama non muslim dapat
diridhoi atau diberkati oleh Allah. Memang betul ada ayat Qur'an yang mengatakan
bahwa Islam diakui sebagai agama yang diridhoi, “Sesungguhnya agama disisi Allah
ialah Islam” (3:18)
Saya sebagai muslim meyakini itu...namun Islam disini saya lebih melihatnya sebagai
institusi yang diridhoi. Sekarang pertanyaannya kalau begitu apa sudah terjamin sekedar
memasuki institusinya saja kita manusia bakal selamat ke surga? coba lihat apa yang
dikatakan oleh Allah saat bicara tentang siapa-siapa saja yang masuk surga...
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal saleh, maka Tuhan yang Maha
Pengasih akan menanamkan dalam (hati) mereka rasa kasih sayang.” (Q.S. Maryam:96)
“Berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang beriman dan berbuat kebaikan,
bahwasanya mereka itu akan memperoleh surga yang di bawahnya mengalirlah beberapa
sungai.” (Q.S. Al-Baqarah:25)
Terlihat dari banyaknya ayat-ayat Qur'an, syarat pertama masuk surga adalah mereka
yang disebut ‘beriman’ dan bukan mereka yang berlabel ‘agama Islam’. Syarat kedua
adalah beramal saleh atau berbuat kebaikan.
Artinya apa? Dari atas saya bisa menyimpulkan Allah memang memberi sebuah institusi
yang diridhoiNya yakni Islam, tapi siapa saja yang bisa masuk surga bukanlah dinilai dari
institusinya tapi dari hatinya. Syarat surga adalah kesempurnaan kondisi hati manusia.
Ada orang yang label KTP-nya Islam tapi tetap saja hatinya mengakui tuhan yang
lain...dari bentuknya yang memberi sesembahan buat Wali Songo, Nyai Roro Kidul
hingga pengagungan nafsunya, yang bisa buat orang berperilaku tidak jauh beda dengan
perilakunya Robot Gedek...yaa ini sama saja dengan neraka juga jatuhnya...
Ada umat non muslim tapi dia menyadari keEsaan Allah dengan benar (tidak
memperanakannya, tidak berasal dari ibu atau bapak, atau tidak menyamakannya dengan
manusia, hewan atau benda). Namun dia bertahan di dalam institusi agamanya, hanya
karena tidak ada sesuatu atau seseorangpun yang mampu memperkenalkan dan
mengajaknya ke dalam institusi Islam dengan benar, maka akhirnya dia bertahan di
agamanya, apalagi ditambah selama di dunia hidupnya diisi penuh dengan tindakan
kebaikan....maka orang seperti ini menurut saya tidak akan dirugikan oleh Allah!
Di ayat lain Allahpun mengakui keimanan mereka yang 'non muslim' dan berada dalam
institusi agama lain adalah karena dipaksa!
16. 16
“Barangsiapa kafir kepada Allah setelah beriman, kecuali mereka yang dipaksa kafir,
padahal hatinya tetap tenang dalam beriman, namun orang yang melapangkan dadanya
untuk kekafiran, maka kemurkaan Allah akan menimpanya!” (16:106)
Kesimpulannya bagi saya adalah bahwa agama Islam bukanlah agama simbol dan ritual.
Simbol dan ritual dalam institusi agama Islam adalah alat untuk menyempurnakan hati
dan bukan jadi tujuan utamanya. Dengan kata lain, agama Islam adalah agama yang
tujuan utamanya mengukir hati manusia menjadi baik dan mulia, bukan mengukir simbol
dan ritual menjadi agung! Siapa yang Kafir?
Pertanyaannya sekarang siapakah orang kafir kalau gitu? Penelusuran saya terhadap
Qur'an, malah didapat makna kafir yang lain, penjelasan umumnya bukannya ditekankan
pada label ‘non islam’ tetapi lebih banyak ditekankan kepada kondisi hati manusia yang
sengaja dibuat buruk atau digelapkan terhadap kebenaran!
“Mereka menentang untuk mentaati lalu diresapi ke Hati mereka karena kekafiran” (2:93)
“Orang yang dalam Hatinya ada penyakit, maka akan menambah kekafiran yang telah
ada dan mereka akan mati dalam kekafiran!” (9:125)
Mereka ini dipertegas lagi oleh Al Qur’an memakai kata ‘kaum penyangkal’, bukan
dengan kata ‘non muslim’! “Perumpamaan orang kafir adalah seperti mengajak bicara
orang yang Buta dan Tuli “ (11:24)
“Kaum penyangkal diberi peringatan atau tidak sama saja!” (2:6-7)
“Perumpamaan menyeru orang kafir adalah seperti memanggil yang tidak mendengar
selain panggilan dan seruannya saja. Mereka, tuli, bisu dan buta, maka mereka tidak
mengerti” (2:171)
“Sama saja bagi mereka engkau memperingati atau tidak memperingati, mereka tidak
beriman juga.” (36:10)
Kalau mau dibuat perumpamaan, kafir mungkin bisa saya artikan dalam kisah
berikut...kalo di depan ada jalan rusak berat, lalu kita diperingati...tapi karena hati kita
ngotot dan benci sama itu orang yang memperingati, maka saya gak mau dengar apalagi
nurut...ya karena itu, saya jalan terus aja, cuek...lalu BRUUKK! yaa jeblos deh...Intinya
hati yang kafir menyebabkan kita buta sama kebenaran, menyangkalnya hanya karena
kita sombong dan penuh kebencian.
Yang perlu diwaspadai menurut gue adalah bahwa orang yang memakai label agama
Islam pun menurut saya bisa kafir! Seperti kesaksian seorang mantan aktivis Negara
Islam, Matahari Timoer dalam bukunya Jihad Terlarang
(www.mataharitimoer.blogsome.com). Mereka bicara untuk menegakkan Kalimatullah,
menyeru orang untuk masuk berjuang dalam menegakkan negara Islam…tapi ujung-
ujungnya kelompok persaudaraan tersebut tidak lebih dari sarana untuk menarik infak
17. 17
(baca:pajak!) bagi kepentingan hidup dan eksistensi para elit di organisasi perjuangan
tersebut! Orang-orang seperti ini biasa shalat, puasa atau naik haji tetapi mereka biasa
menzalimi manusia lain untuk kepentingan dirinya sendiri, membenarkan dan
memanipulasi dalil-dalil untuk kepentingan diri sendiri...mereka menutup diri dari nasihat
dan pertimbangan orang, gampang menghina dan mengecilkan manusia lain...dan yang
mereka ingin dengar adalah apa yang sesuai dengan keyakinan dirinya sendiri..bukankah
ini ciri-cirinya orang kafir juga...?
Sumber:
http://refleksiman.multiply.com/journal/item/11/NON_MUSLIM_JUGA_BISA_MASU
K_SURGA
18. 18
BAB IV
HUKUM ORANG AWAM (bodoh) “TIDAK TAHU” DALAM KEISLAMAN
Kebodohan bukan sifat yang selalu melekat pada manusia dalam tiap kondisinya. Tetapi
ada bentuk kebodohan yang melekat pada manusia sebagai akibat dari perbuatannya
sendiri yaitu kelalaiannya dalam upaya menghilangkan kebodohan tersebut dengan cara
belajar. Oleh karena itu hukum kebodohan dalam masalah agama berubah sesuai dengan
perubahan hukum kebodohan yang dapat dimaafkan karena sebab-sebab syariat; pertama,
adalah sebab kesulitan untuk melepaskan diri dari kebodohan tersebut. Kedua, adalah
tidak adanya kelalaian mukallaf dalam tindakannya yang muncul dari kebodohan yang
dimaafkan tersebut. Jadi kebodohan tidak dapat dijadikan alasan kecuali jika ada
kesulitan dan kendala untuk menghindarinya jika kesulitan dan kendala itu hilang dan ia
dapat mengetahui hukum agama tetapi ia lalai maka kebodohannya tidak dapat
dimaafkan.
Syekh Islam Ibnu Taimiyah mengatakan, “Orang yang meninggalkan kewajiban dan
melanggar larangan bukan berdasarkan keyakinan dan bukan pula karena kebodohan
yang dapat dimaafkan, tetapi karena kebodohan dan berpaling dari kewajibannya mencari
ilmu dengan kemampuan yang ada pada dirinya atau ia telah mendengar diwajibkannya
hal ini dan diharamkannya hal itu dan ia tidak melaksanakannya karena ia berpaling dan
bukan karena keingkarannya pada kerasulan. Kedua bentuk penyimpangan ini banyak
terjadi karena meninggalkan kewajiban mencari ilmu yang diperintahkan kepadanya
hingga ia meninggalkan kewajiban dan melakukan larangan tanpa mengetahui bahwa
perbuatan itu telah diwajibkan dan yang lain diharamkan atau kabar telah sampai
kepadanya dan ia tidak berusaha mengikutinya karena fanatik terhadap mazhabnya atau
karena mengikuti hawa nafsunya maka tindakan ini telah meninggalkan keyakinan yang
diwajibkan tanpa alasan syar’i. Ibnu al-Luham mengatakan “Jika kami mengatakan
bahwa orang bodoh dapat dimaafkan maka yang kami maksudkan dengan pernyataan ini
adalah apabila ia tidak lalai dan tidak meremehkan dalam mempelajari hukum.
Sedangkan apabila ia lalai maka ia tidak dimaafkan.” (Syadzarat adz-Dzahab juz 7 h. 31
dan Mu’jam al-Mu’allifin juz 2 h. 510).
Ibnu Qayyim Rahimahullah berbicara tentang orang-orang bodoh dari kalangan kaum
kafir yang bertaklid pada pembesar dan pemimpin mereka dalam kekafiran ia
mengatakan, “Dalam kondisi ini perlu ada penjelasan yang memadai yang dapat
menghilangkan praduga macam-macam yaitu perbedaan antara mukallid (kebodohan)
19. 19
yang memungkinkan baginya utk mengetahui kebenaran dan ia berpaling darinya dengan
mukallaid (kebodohan) yang tidak memungkinkan baginya utk mengetahui kebenaran itu.
Kedua bentuk taklid ini ada dalam realitanya maka seorang mukallid (bodoh) yang
memungkinkan baginya mengetahui kebenaran tetapi ia berpaling dan melalaikannya
maka ia tidak dimaafkan di hadapan Allah..” Bentuk kebodohan ini adalah kebodohan
yang terjadi akibat berpaling dari dan menghindari ilmu. Kebodohan bentuk ini
merupakan kebodohan yang dapat dihindari dan dihilangkan; karena mukallaf yang tetap
dalam kebodohan ini adalah pilihannya dan keberadaannya yang tanpa ilmu merupakan
kehendaknya. Maka seseorang yang bodoh yang tidak mengetahui hukum agama karena
ia berpaling dari ilmu yang memungkinkan baginya untuk memperolehnya sama dengan
orang yang ingkar yang melihat kebenaran tetapi ia tidak melaksanakannya. Berdasarkan
analisis terhadap pendapat beberapa ulama dapat dilihat bahwa sebagian mereka
berpendapat bahwa kebodohan yang dapat dihindari oleh mukallaf tidak dapat dijadikan
alasan baik karena kelalaian si mukallaf sendiri dalam mencari ilmu dan ia lebih memilih
tetap dalam kebodohan tersebut maupun karena kebodohan tersebut berkaitan dengan
masalah-masalah yang hukumnya telah diketahui secara jelas dan umum di kalangan
masyarakat.
Imam Suyuthi Rahimahullah berkata, “Setiap orang yang tidak mengetahui mengenai
sesuatu yang telah diharamkan dan diketahui oleh mayoritas masyarakat ia tidak
dimaafkan kecuali orang tersebut baru mengenal Islam atau hidup di daerah terpencil
yang sulit mengetahui hal tersebut.”
Imam al-Muqarri Rahimahullah mengatakan, “Allah Azza wa Jalla telah memerintahkan
kepada para ulama utk menjelaskan hukum-hukum, Maka tidaklah diterima kebodohan
seseorang yang memungkinkan baginya untuk mempelajarinya.”
Imam Ibnu Rajab mengatakan, “Jika seseorang yang hidup di negara Islam dalam
lingkungan kaum muslimin berbuat zina dan ia mengaku tidak mengetahui bahwa zina
telah diharamkan, perkataannya tidak dapat diterima sebab kenyataannya ia telah
mendustainya meskipun pada dasarnya ia tidak mengetahui hal itu.” Maksud dari
perkataan Ibnu Rajab adalah bahwa hukum zina telah dikenal dan tersiar di negara Islam
sehingga meskipun seseorang berbuat zina mengaku dirinya tidak mengetahui hukum
zina maka ketidaktahuannya tidak dapat diterima karena kelalaiannya dalam upaya
mengetahui hukum-hukum Islam yang merupakan ilmu agama yang sudah semestinya
diketahui dan dikenal secara umum. Demikian juga karena kebodohannya tersebut bukan
sesuatu yang sulit dihindari sehingga tidak dapat dijadikan alasan bagi orang yang
meninggalkan kewajiban atau melakukan perbuatan yang telah diharamkan yang
merupakan hukum agama yang sudah seharusnya diketahui dan telah dikenal secara
umum kecuali orang tersebut baru mengenal Islam atau hidup di daerah terpencil yang
jauh dari perkembangan ilmu sehingga hukum-hukum seperti ini kurang jelas baginya.
Kesimpulan yang dapat diambil dari penjelasan ini adalah bahwa kebodohan yang dapat
dihindari oleh mukallaf dengan melihat tidak adanya kesulitan untuk melepaskan diri
darinya menurut kebiasaan mengingat tidak adanya sebab-sebab kesulitan tersebut juga
dengan melihat kemungkinan mukallaf untuk memperoleh ilmu.. maka kebodohan
20. 20
tersebut tidak dapat dijadikan alasan dan karena itu pula mukallaf akan menerima segala
akibat sesuai dengan perbuatannya.. Allahu a’lam.
Sumber Al-Jahl bi Masail al-I’tiqad wa Hukmuhu Abdurrzzaq bin Thahir bn Ahmad
Ma’asy Al-Islam - Pusat Informasi dan Komunikasi Islam Indonesia
sumber file al_islam.chm
21. 21
BAB V
BEBERAPA PEMIKIRAN TENTANG
HUKUM KEYAKINAN DALAM ISLAM
Semua penjelasan yang dibutuhkan manusia untuk mengetahui, meyakini dan
mempercayai masalah-masalah tauhid kenabian dan hari akhir, masalah halal dan haram
telah dijelaskan Allah dan Rasul-Nya. Karena masalah-masalah tersebut merupakan
masalah-masalah yang paling penting yang harus disampaikan oleh Rasulullah saw
dengan jelas dan beliau telah menjelaskannya. Hal itu juga merupakan hujjah terbesar
yang ditegakkan Allah bagi hamba-hamba-Nya melalui Rasul-Nya yang menyampaikan
dan menjelaskannya kepada mereka. Kitab Allah yang diriwayatkan para sahabat dan
tabi’in dari Rasulullah saw baik lafal maupun maknanya dan hikmah yang merupakan
sunnah Rasulullah saw yang juga diriwayatkan dari nabi telah mencakup semua
persoalan di atas. Dengan demikian jelaslah bahwa syar’i dalam hal ini adalah Rasulullah
saw telah menjelaskan semua hal yang dapat menjaga manusia dari berbagai kerusakan
dan tidak ada yang lebih merusak manusia selain kekafiran dan kemaksiatan. Rasul telah
memberikan penjelasan tersebut yang menggugurkan alasan untuk tidak mempercayai
nya. Allah SWT berfirman:
“Dan Allah sekali-kali tidak akan menyesatkan suatu kaum sesudah Allah memberikan
petunjuk kepada mereka hingga dijelaskan-Nya kepada mereka apa yang mereka harus
jauhi. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” .
“Pada hari ini telah Ku-sempurnakan utk kamu agamamu dan telah Ku-cukupkan
kepada ni’mat-Ku dan telah Kuridhai Islam itu jadi agamu. Maka barangsiapa terpaksa
karena kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi
Penyayang.”
“selaku rasul-rasul pembawa berita gembira dan pemberi peringatan agar supaya tidak
alasan bagi manusia membantah Allah sesudah diutusnya rasul-rasul itu. Dan adalah Allah
Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.”
“Katakanlah ‘Ta’atlah kepada Allah dan ta’atlah kepada Rasul dan jika kamu berpaling
maka sesungguhnya kewajiban Rasul hanyalah apa yang dibebankan kepadanya kewajiban
kamu adalah apa yang dibebankan kepadamu. Dan jika kamu ta’at kepadanya niscaya kamu
mendapatkan petunjuk. Dan tiada lain kewajiban Rasul hanya menyampaikan .”
Abu Dzarr berkata “Rasulullah saw telah wafat dan tidak ada seekor burung pun
yang mengepakkan sayapnya dan tidak menyampaikan ilmu kepada kita.” Di dalam
shahih Muslim dikatakan, “Sebagian orang-orang musyrik berkata kepada Salman, “Nabi
kamu telah mengajarkan kepadamu segala sesuatu hingga persoalan buang air.” Salman
22. 22
menjawab Betul demikian..” Berdasarkan hal di atas maka masalah-masalah tersebut
adalah pengetahuan-pengetahuan dan petunjuk-petunjuk yang pasti. Oleh karena itu
orang yang hidup di Daar al-Islam dan dalam lingkungan keimanan ia tidak mempunyai
alasan untuk tidak mengetahui dan menentang perintah-perintah Allah tersebut.
Imam as-Syafi’i mengatakan, “Ilmu itu terdiri dari dua macam; pertama ilmu
umum yaitu ilmu yang pasti diketahui oleh seorang yang sudah baligh yang tidak hilang
akalnya .. seperti salat lima waktu, kewajiban puasa Ramadhan, haji bagi orang yang
mampu, zakat harta, diharamkannya zina, pembunuhan, pencurian dan khamr serta
persoalan-persoalan lain yang masuk dalam pengertian ini yang telah diperintahkan
kepada hamba-hamba Allah untuk mengetahuinya dan mengamalkannya, mentaatinya
dengan jiwanya dan hartanya dan mencegah dari hal-hal yang telah diharamkan bagi
mereka.” “Bentuk pengetahuan ini secara keseluruhan terdapat dalam kitab Allah dan
diketahui secara umum di kalangan kaum muslimin. Orang-orang awam sekarang
mengetahuinya dari orang-orang terdahulu, mereka meriwayatkan dari Rasulullah saw
dan tidak ada pertentangan dalam cerita mereka dan tidak pula dalam hal kewajiban yang
diperintahkan kepada mereka. Ilmu umum ini merupakan ilmu yang tidak mungkin salah
dalam pemberitaannya dengan penafsirannya dan tidak boleh bertentangan dalam kasus
ini..”
Al-Hafidz Ibnu Rajab mengatakan, “Secara umum Allah dan Rasul-Nya tidak
meninggalkan masalah halal dan haram tanpa menjelaskan keduanya. Akan tetapi
sebagiannya lebih jelas dari sebagian yang lain. Maka masalah yang keterangannya telah
jelas terkenal di kalangan masyarakat dan diketahui secara umum sebagai ajaran agama
sesuai kebutuhan tidak ada keraguan di dalamnya sehingga tidak ada pula alasan bagi
siapapun yang hidup di negeri Islam untuk tidak mengetahuinya.” Oleh karena itu ketika
para ulama ushul memperbincangkan masalah ‘kebodohan’ yang dapat dijadikan alasan
dan yang tidak, mereka mengatakan bahwa kebodohan akan Pencipta Yang Maha Tinggi
dan kenabian Muhammad saw merupakan kebodohan yang bathil yang tidak dapat
dijadikan alasan berpaling dari Islam. Ketentuan-ketentuan syariat yang tidak mungkin
menjadikan kebodohan terhadapnya dipandang sebagai alasan untuk mengingkarinya
secara umum dapat dibagi menjadi dua bagian.
Pertama, kebodohan dalam masalah pokok-pokok agama dan masalah-masalah
akidah yang global seperti kebodohan orang kafir terhadap Dzat Allah SWT dan sifat-
sifat kesempunaan-Nya serta kenabian Muhammad saw. Kedua, masalah agama yang
secara niscaya diketahui, diikuti selanjutnya seluruh hukum syari’at yang telah diketahui
dan tersebar di negara-negara Islam seperti salat, zakat, puasa, haji, haramnya zina,
pembunuhan, khamr dan pencurian. Beberapa pejelasan mengenai masalah ini
1. Tidak ada alasan bagi kebodohan dalam pengakuan keislaman secara global dan
kebebasan yang umum dari tiap agama yang ditentangnya. Maka tiap orang yang
tidak memeluk agama Islam adalah kafir baik sebagai pengingkaran maupun
kebodohan. Ibnu Qayyim ra menjelaskan “Islam adalah agama tauhid Allah, ibadah
hanya kepada-Nya yang tidak ada sekutu bagi-Nya iman kepada Allah dan Rasul-Nya
dan mengikuti ajarannya. Maka seorang hamba yang tidak melaksanakan hal itu
bukanlah muslim jika ia bukan kafir karena ingkar maka ia adalah kafir karena
kebodohannya.” Tingkat tertinggi dari golongan ini adalah orang-orang kafir yang
bodoh yang tidak ingkar tetapi tidak adanya pengingkaran dari mereka tidak lantas
mengeluarkan mereka dari kekafiran. Sebab orang yang kafir adalah orang yang
23. 23
mengingkari keesaan Allah dan mendustakan Rasul-Nya baik karena keingkarannya
maupun karena kebodohannya dan taklidnya kepada orang-orang yang
mengingkarinya.
2. Kebodohan yang tidak dapat dijadikan alasan dalam masalah ini mensyaratkan
adanya penegakan hujjah dan penyampaiannya seperti terwujudnya bentuk konkret
secara syar’i dari penegakan hujjah seperti Daar Islam dan lingkungan ilmu dan iman
tempat terdapat para da’i dari kalangan para ahli yang mengetahui Alquran dan
sunnah sehingga masalah-masalah tersebut menjadi umum dan dikenal di kalangan
kaum muslimin. Mengenai syarat ini banyak dalil-dalil Alquran dan sunnah yang
menjelaskannya dan karena alasan kebodohan tetap berlaku bagi seorang hamba
hingga hujjah Allah ditegakkan dan orang yang meninggalkannya akan dihukum
sesuai dengan pelanggarannya. Allah SWT berfirman, ” selaku rasul-rasul pembawa
berita gembira dan pemberi peringatan agar supaya tidak ada bagi manusia
membantah Allah sesudah diutusnya rasul-rasul itu.” . Firman-Nya yang lain, “Dan
Kami tidak akan mengazab sebelum Kami mengutus seorang rasul.” Pendapat yang
mengatakan bahwa kebodohan dalam masalah-masalah yang besar ini yang dalil-
dalilnya telah jelas tidak dapat dimaafkan secara mutlak meskipun belum ditegakkan
hujjah adalah tidak benar. Dalil-dalil Alquran maupun sunnah juga menolak pendapat
tersebut. Ini merupakan mazhab imam-imam Ahlus Sunnah wal Jamaah. Syekh
Muhammad bin Abdul Wahab mengatakan “Pokok-pokok agama yang telah
dijelaskan oleh Allah dan ditetapkan dalam kitab-Nya adalah hujjah dan karena itulah
hujjah Allah adalah Alquran. Maka orang yang telah mengetahui Alquran ia telah
mengetahui hujjah.” Syekh Hamad bin Mu’ammar ra berkata “Setiap orang yang
sampai kepadanya Alquran tidak ada alasan baginya untuk meninggalkannya. Karena
pokok-pokok besar yang merupakan pokok agama Islam telah dijelaskan oleh Allah
di dalam kitab-Nya dan dengannya Allah menegakkan hujjah bagi hamba-hamba-
Nya.”
3. Kebodohan orang-orang awam yang mengikuti dan bergabung dengan beberapa
golongan yang sesat seperti golongan sufi yang sesat yang pada hakikatnya mazhab
mereka adalah kafir dan mengingkari pokok-pokok agama Islam yang sudah jelas.
Golongan sufi yang sesat meyakini bahwa sampainya pada derajat keyakinan
menjadikan kewajiban-kewajiban mereka gugur dan larangan-larangan dibolehkan
bagi mereka. Mereka juga berpendapat bahwa mereka tidak wajib mengikuti Nabi
Muhammad saw. Imam al-Asy’ari di dalam ‘Maqaalat’nya mengatakan “Ada
segolongan kaum yang berkeyakinan bahwa ibadah mereka telah sampai pada satu
tingkatan yang menjadikan mereka tidak wajib menjalankan ibadah-ibadah yang lain
dan perkara-perkara yang dilarang bagi orang lain seperti zina dan lain-lain
dibolehkan untuk mereka. Abu Muhammad bin Hazm mengatakan “Suatu golongan
dari kaum Sufi menganggap bahwa di antara wali-wali Allah terdapat seseorang yang
lebih utama daripada nabi-nabi dan rasul-rasul secara keseluruhan. Mereka
mengatakan orang yang sudah mencapai puncak kewalian maka gugurlah semua
kewajibannya seperti salat, puasa, zakat, dan lain-lain dan dihalalkan untuknya
perkara-perkara yang diharamkan seperti zina, khamr dan lain-lain dan dengan alasan
ini pula mereka membolehkan berhubungan dengan istri-istri orang lain. Dan mereka
mengatakan “Kami melihat Allah dan berbicara dengan-Nya dan segala sesuatu yang
kamu ucapkan dari hati kami adalah benar.” Tidak diragukan lagi keyakinan seperti
24. 24
ini sangat bertentangan dengan syariat dan merupakan kekafiran terhadap Allah
SWT.
4. Kebodohan orang-orang yang hidup di daerah terpencil mengenai sebagian amalan
yang bercampur dengan ibadah selain kepada Allah. Kesimpulan yang dapat diambil
berdasarkan penjelasan di atas adalah bahwa kebodohan atau ketidaktahuan dalam
masalah agama dan orang bersangkutan tidak dapat menghindarinya maka kebodohan
itu dapat dijadikan alasan dan dimaafkan sampai datang penjelasan agama baginya.
Dalam konteks ini tidak dapat dibedakan apakah kebodohan itu mengenai masalah-
masalah agama yang sudah jelas dalil-dalilnya ataupun masalah-masalah lain yang
tidak dikenal secara umum . Arus utama dalam pembicaraan di sini adalah tentang
tegaknya hujjah syar’iyyah dan kemungkinan mendapatkan ilmu tentang agama dan
mencapai pemahaman terhadapnya. Syekh Muhammad Shalih al-Utsaimin
mengatakan “Kebodohan sebagai alasan telah ditetapkan bagi hamba Allah karena
Allah telah befirman ‘Dan Allah sekali-kali tidak akan menyesatkan suatu kaum
sesudah Allah memberi petunjuk kepada mereka hingga dijelaskan-Nya kepada
mereka apa yang harus mereka jauhi. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala
sesuatu’. “ . Rasulullah saw bersabda “Demi Dzat yang diriku berada di tangan-Nya
tidak ada seorang pun dari umat ini yang mendengar tentang diriku baik yahudi
maupun Nashrani kemudian ia tidak beriman kepada apa yang aku bawa tidak lain ia
adalah termasuk penghuni neraka.” Nash-nash yang menjelaskan masalah ini banyak
kita temukan. Dengan demikian orang yang tidak mengetahui agama ia tidak akan
disiksa karena kebodohannya dalam masalah apa pun dari agama ini.
==============
Sumber Al-Jahlu bi Masa’il al-I’tiqaad wa Hukmuhu Abdur Razzaq bin Thahir bin
Ahmad Ma’asy Al-Islam - Pusat Informasi dan Komunikasi Islam Indonesia dan
dalam sumber file al_islam.chm.
25. 25
BAB VI
Konsili Vatikan II (DALAM AGAMA KATHOLIK)
PERNYATAAN TENTANG HUBUNGAN GEREJA DENGAN AGAMA-AGAMA
BUKAN KRISTIANI
1. (Pendahuluan)
PADA ZAMAN KITA bangsa manusia semakin erat bersatu dan hubungan-hubungan
antara pelbagai bangsa berkembang. Gereja mempertimbangkan dengan lebih cermat,
manakah hubungannya dengan agama-agama bukan kristiani. Dalam tugasnya
mengembangkan kesatuan dan cinta kasih antar manusia, bahkan antar bangsa, gereja
disini terutama mempertimbangkan manakah hal-hal yang pada umumnya terdapat pada
bangsa manusia, dan yang mendorong semua untuk bersama-sama menghadapi situasi
sekarang.
Sebab semua bangsa merupakan satu masyarakat, mempunyai satu asal, sebab Allah
menghendaki segenap umat manusia mendiami seluruh muka bumi[[1]]. Semua juga
mempunyai satu tujuan terakhir, yakni Allah, yang penyelenggaraan-Nya, bukti-bukti
kebaikan-Nya dan rencana penyelamatan-Nya meliputi semua orang[[2]], sampai para
terpilih dipersatukan dalam Kota suci, yang akan diterangi oleh kemuliaan Allah; di sana
bangsa-bangsa akan berjalan dalam cahaya-Nya[[3]].
Dari pelbagai agama manusia mengharapkan jawaban tentang teka-teki keadaan
manusiawi yang tersembunyi, yang seperti di masa silam, begitu pula sekarang
menyentuh hati manusia secara mendalam: apakah manusia itu? Manakah makna dan
tujuan hidup kita? Manakah yang baik dan apakah dosa itu? Dari manakah asal
penderitaan dan manakah tujuannya? Manakah jalan untuk memperoleh kebahagiaan
yang sejati? Apakah arti maut, pengadilan dan pembalasan sesudah mati? Akhirnya
apakah Misteri terakhir dan tak terperikan itu, yang merangkum keberadaan kita, dan
menjadi asal serta tujuan kita?
2. (Berbagai agama bukan kristen)
Sudah sejak dahulu kala hingga sekarang ini diantara pelbagai bangsa terdapat suatu
kesadaran tentang daya-kekuatan yang gaib, yang hadir pada perjalanan sejarah dan
26. 26
peristiwa-peristiwa hidup manusia; bahkan kadang-kadang ada pengakuan terhadap
Kuasa ilahi yang tertinggi atau pun Bapa. Kesadaran dan pengakuan tadi meresapi
kehidupan bangsa-bangsa itu dengan semangat religius yang mendalam. Adapun agama-
agama, yang terikat pada perkembangan kebudayaan, berusaha menanggapi masalah-
masalah tadi dengan faham-faham yang lebih rumit dan bahasa yang lebih
terkembangkan. Demikianlah dalam hinduisme manusia menyelidiki misteri ilahi dan
mengungkapkannya dengan kesuburan mitos-mitos yang melimpah serta dengan usaha-
usaha filsafah yang mendalam. Hinduisme mencari pembebasan dari kesesakan keadaan
kita entah melalui bentuk-bentuk hidup berulah-tapa atau melalui permenungan yang
mendalam, atau dengan mengungsi kepada Allah penuh kasih dan kepercayaan.
Buddhisme dalam pelbagai alirannya mengakui, bahwa dunia yang serba berubah ini
sama sekali tidak mencukupi, dan mengajarkan kepada manusia jalan untuk dengan jiwa
penuh bakti dan kepercayaan memperoleh keadaan kebebasan yang sempurna, atau –
entah dengan usaha sendiri entah berkat bantuan dari atas – mencapai penerangan yang
tertinggi. Demikian pula agama-agama lain, yang terdapat diseluruh dunia, dengan
pelbagai cara berusaha menanggapi kegelisahan hati manusia, dengan menunjukkan
berbagai jalan, yakni ajaran-ajaran serta kaidah-kaidah hidup maupun upacara-upacara
suci.
Gereja katolik tidak menolak apapun, yang dalam agama-agama itu serba benar dan suci.
Dengan sikap hormat yang tulus Gereja merenungkan cara-cara bertindak dan hidup,
kaidah-kaidah serta ajaran-ajaran, yang memang dalam banyak hal berbeda dari apa yang
diyakini dan diajarkannya sendiri, Tetapi tidak jarang toh memantulkan sinar kebenaran,
yang menerangi semua orang. Namun Gereja tiada hentinya mewartakan dan wajib
mewartakan Kristus, yakni “jalan, kebenaran dan hidup” (Yoh 14:6); dalam Dia manusia
menemukan kepenuhan hidup keagamaan, dalam Dia pula Allah mendamaikan segala
sesuatu dengan diri-Nya[[4]].
Maka Gereja mendorong para puteranya, supaya dengan bijaksana dan penuh kasih,
melalui dialog dan kerja sama dengan para penganut agama-agama lain, sambil memberi
kesaksian tentang iman serta perihidup kristiani, mengakui, memelihara dan
mengembangkan harta-kekayaan rohani dan moral serta nilai-nilai sosio-budaya, yang
terdapat pada mereka.
3. (Agama Islam)
Gereja juga menghargai umat Islam, yang menyembah Allah satu-satunya, yang hidup
dan berdaulat, penuh belaskasihan dan mahakuasa, Pencipta langit dan bumi, yang telah
bersabda kepada umat manusia. Kaum muslimin berusaha menyerahkan diri dengan
segenap hati kepada ketetapan-ketetetapan Allah juga yang bersifat rahasia, seperti
dahulu Abraham – iman Islam dengan sukarela mengacu kepadanya – telah menyerahkan
diri kepada Allah. Memang mereka tidak mengakui Yesus sebagai Allah, melainkan
menghormati-Nya sebagai Nabi. Mereka juga menghormati Maria Bunda-Nya yang tetap
perawan, dan pada saat-saat tertentu dengan khidmat berseru kepadanya. Selain itu
mereka mendambakan hari pengadilan, bila Allah akan mengganjar semua orang yang
27. 27
telah bangkit. Maka mereka juga menjunjung tinggi kehidupan susila, dan berbakti
kepada Allah terutama dalam doa, dengan memberi sedekah dan berpuasa.
Memang benar, disepanjang zaman cukup sering timbul pertikaian dan permusuhan
antara umat Kristiani dan kaum Muslimin. Konsili suci mendorong mereka semua,
supaya melupakan yang sudah-sudah, dan dengan tulus hati melatih diri untuk saling
memahami, dan supaya bersama-sama membela serta mengembangkan keadilan sosial
bagi semua orang, nilai-nilai moral maupun perdamaian dan kebebasan.
5. (Agama Yahudi)
Sementara menyelami Misteri gereja, Konsili suci ini mengenangkan ikatan rohani antara
Umat perjanjian Baru dan keturunan Abraham. Sebab Gereja Kristus mengakui bahwa –
menurut rencana ilahi penyelamatan yang bersifat rahasia – awal mula iman serta
pemilihannya sudah terdapat pada para Bapa Bangsa, Musa dan para Nabi. Gereja
mengakui, bahwa semua orang beriman kristiani, putera-putera abraham dalam iman[[5]],
terangkum dalam panggilan Bapa bangsa itu, dan bahwa keselamatan Gereja
dipralambangkan secara misterius dalam keluarnya bangsa yang terpilih dari tanah
perbudakan. Oleh karena itu Gereja tidak dapat melupakan, bahwa ia telah menerima
Wahyu Perjanjian Lama melalui bangsa itu, dan bahwa karena belas-kasihan-Nya yang
tak terhingga Allah telah berkenan mengadakan Perjanjian Lama dengannya. Gereja tetap
ingat, bahwa ia menerima santapannya dari akar zaitun yang baik, dan bahwa cabang-
cabang zaitun yang liar, yakni kaum kafir, telah dicangkokkan pada pohon zaitun itu[[6]].
Sebab Gereja mengimani, bahwa Kristus, Damai kita, melalui salib telah mendamaikan
bangsa Yahudi dan kaum Kafir dan telah menyatukan keduanya dalam diri-Nya[[7]].
Selalu pula Gereja mengenangkan kata-kata rasul paulus tentang sesama sukunya:
“mereka telah diangkat menjadi anak, dan telah menerima kemuliaan, dan perjanjian, dan
hukum Taurat dan ibadah dan janji-janji; mereka keturunan para bapa leluhur, yang
menurunkan Kristus menurut daging” (Rom 9:4-5), Putera Perawan Maria. Gereja
mengingat juga, bahwa dari bangsa Yahudi lahirlah para Rasul, dasar dan saka guru
Gereja, begitu pula amat banyak murid pertama, yang mewartakan Injil Kristus kepada
dunia.
Menurut Kitab suci Yerusalem tidak mengenal saat Allah melawatnya[[8]], dan sebagian
besar orang-orang Yahudi tidak menerima Injil; bahkan banyak juga yang menentang
penyebarannya[[9]]. Tetapi, menurut Rasul, orang-orang Yahudi tetap masih dicintai oleh
Allah demi para leluhur, sebab Allah tidak menyesalkan kurnia-kurnia serta panggilan-
Nya[[10]]. Bersama dengan para nabi dan Rasul itu juga Gereja mendambakan hari yang
hanya diketahui oleh Allah, saatnya semua bangsa serentak akan menyerukan Tuhan, dan
“mengabdi-Nya bahu-membahu” (Zef 3:9)[[11]].
Maka karena sebesar itulah pusaka rohani yang diwariskan bersama oleh umat Kristiani
dan bangsa Yahudi, Konsili suci ini bermaksud mendukung dan menganjurkan saling
pengertian dan saling penghargaan antara keduanya, dan itu terwujud terutama melalui
studi Kitab suci dan teologi serta dialog persaudaraan.
28. 28
Meskipun para pemuka bangsa Yahudi beserta para penganut mereka mendesak kematian
Kristus[[12]], namun apa yang telah dijalankan selama Ia menderita sengsara tidak begitu
saja dapat dibebankan sebagai kesalahan pada semua orang Yahudi yang hidup ketika itu
atau kepada orang Yahudi zaman sekarang. Walaupun Gereja itu umat Allah yang baru,
namun hendaknya orang-orang Yahudi jangan digambarkan seolah-olah dibuang oleh
Allah atau terkutuk, seakan-akan itu dapat disimpulkan dari Kitab suci. Maka hendaknya
semua berusaha, supaya dalam berkatekese dan mewartakan Sabda Allah jangan
mengajarkan apa pun, yang tidak selaras dengan kebenaran Injil dan semangat Kistus.
Selain itu Gereja, yang mengecam segala penganiayaan terhadap siapapun juga,
mengingat pusaka warisannya bersama bangsa Yahudi. Gereja masih menyesalkan
kebencian, penganiayaan, pun juga unjuk-unjuk rasa antisemitisme terhadap bangsa
Yahudi, kapan pun dan oleh siapa pun itu dijalankan, terdorong bukan karena motivasi-
motivasi politik, melainkan karena cinta kasih keagamaan menurut Injil.
Kecuali itu Kristus, seperti selalu telah dan tetap masih diyakini oleh gereja, demi dosa-
dosa semua orang telah menanggung sengsara dan wafat-Nya dengan sukarela, karena
cinta kasih-Nya yang tiada taranya, supaya semua orang memperoleh keselamatan. Maka
merupakan tugas Gereja pewarta: memberitakan salib Kristus sebagai lambang cinta
kasih Allah terhadap semua orang dan sebagai sumber segala rahmat.
6. (Persaudaraan semesta tanpa diskriminasi)
Tetapi kita tidak dapat menyerukan nama Allah Bapa semua orang, bila terhadap orang-
orang tertentu, yang diciptakan menurut citra kesamaan Allah, kita tidak mau bersikap
sebagai saudara. Hubungan manusia dengan Allah Bapa dan hubungannya dengan
sesama manusia saudaranya begitu erat, sehingga Alkitab berkata: “Barang siapa tidak
mencintai, ia tidak mengenal Allah” (1Yoh 4:8).
Jadi tiadalah dasar bagi setiap teori atau praktik, yang mengadakan pembedaan mengenai
martabat manusia serta hak-hak yang bersumber padanya antara manusia dan manusia,
antara bangsa dan bangsa.
Maka Gereja mengecam setiap diskriminasi antara orang-orang atau penganiayaan
berdasarkan keturunan atau warna kulit, kondisi hidup atau agama, sebagai berlawanan
dengan semangat kristus. Oleh karena itu Konsili suci, mengikuti jejak para Rasul kudus
Petrus dan Paulus, meminta dengan sangat kepada Umat beriman kristiani, supaya bila ini
mungkin “memelihara cara hidup yang baik diantara bangsa-bangsa bukan Yahudi” (1Ptr
2:12), dan sejauh tergantung dari mereka hidup dalam damai dengan semua orang[[13]],
sehingga mereka sungguh-sungguh menjadi putera Bapa di sorga[[14]].
Semua itu dan setiap hal yang diungkapkan dalam pernyataan ini telah berkenan kepada
para Bapa Konsili suci. Adapun kami, dengan kuasa kerasulan yang diserahkan kristus
kepada Kami, bersama para Bapa yang terhormat, mengesahkan, menetapkan serta
29. 29
mengundangkannya dalam roh Kudus. Dan kami memerintahkan, agar apa yang telah
ditetapkan bersama dalam Konsili ini diumumkan demi kemuliaan Allah.
Roma, di gereja Santo Petrus, tanggal 28 bulan Oktober tahun 1965.
30. 30
BAB VII
Untaian Mutiara Dalam Memahami Ayat Hukum
Muhaddits Abad Ini Al Allamah Muhammad Nashiruddin Al Albani
(wafat tahun 1421 H)
Beliau berkata dalam At Tahdzir min Fitnatit Takfir (hal. 56):
” … ﴿ َﻮﻤَﻧ ّﻞَﻣَْﻲﺤْﻜُﻣ ِﺐﻣَا َﺄﻧَﺰﻟَّﻠﻼھَُفأُﻮْﻠَـِﺌﻛَُﮫﻣُْﻼﻛَﺎِﻓرُﻮَﻧ﴾؛ اﻣﻒ دارﻣﻼ رﻓﻜﻼب ؟اھﯿﻒ ﻟﮫ وه ﺟﻮرﺧﻼ ﻧﻊ ؟ةﻟﻤﻼ
وأ هنأ ريغ ،؟كلذ :لوقأف ال دب نم ةقدلا يف مهف ؛ةيآلا اهنإف دق ينعت رفكلا ؛يلمعلا وهو
جورخلا لامعألاب نع ضعب ماكحأ .مالسإلا سيو ﺑﻦ اﷲ ﻋﺒﺪ اﻟﻘﺮآن وﺗﺮﺟﻤﺎن ،اﻷﻣﺔ ﺣﺒﺮ اﻟﻔﮭﻢ ھﺬا ﻓﻲ اﻋﺪﻧﺎ
ًﺎﺟﻤﯿﻌ اﻟﻤﺴﻠﻤﻮن أﺟﻤﻊ اﻟﺬي ،ﻋﻨﮭﻤﺎ اﷲ رﺿﻲ –ﻋﺒﺎس اﻟﻀﺎﻟﺔ اﻟﻔﺮق ﻣﻦ ﻛﺎن ﻣﻦ –إﻻ ﻓﻲ ﻓﺮﯾﺪ إﻣﺎم أﻧﮫ ﻋﻠﻰ
.اﻟﺘﻔﺴﯿﺮ ﺳﻤﻌﮫ ﻃﺮق –ﻓﻜﺄﻧﮫ –ﯾﻮﻣﺌﺬ ﺳﻄﺤ ًﺎﻓﮭﻤ اﻷﯾﺔ ھﺬه ﯾﻔﮭﻤﻮن ًﺎأﻧﺎﺳ ھﻨﺎك أن ﻣﻦ ًﺎﺗﻤﺎﻣ اﻟﯿﻮم ﻧﺴﻤﻌﮫ ﻣﺎ ﻏﯿﺮ ﻣﻦ ،ًﺎﯿ
ﻋﻨﮫ اﷲ رﺿﻲ ﻓﻘﺎل ،:ﺗﻔﺼﯿﻞ “إﻟﯿﮫ ﺗﺬھﺒﻮن اﻟﺬي اﻟﻜﻔﺮ ،”ﻟﯿﺲ اﻟﻤﻠﺔ”:و ﻋﻦ ﯾﻨﻘﻞ ًاﻛﻔﺮ ﻟﯿﺲ ،”أﻧﮫ وه”:و رفك نود
،”رفك هلعلو :ينعي كلذب جراوخلا نيذلا اوجرخ ىلع ريمأ نينمؤملا يلع يضر هللا ،هنع مث
ناك نم بقاوع كلذ مهنأ اوكفس ءامد ،نينمؤملا اولعفو مهيف ام مل اولعفي ،نيكرشملاب :لاقف
سيل رمألا امك !اولاق وأ امك !اونظ امنإ :وه رفك نود .”…رفك
“……Barang siapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, Maka
mereka itu adalah orang-orang yang kafir. Kekufuran apakah yang dimaksud dalam ayat
ini? Apakah kekufuran yang mengeluarkan pelakunya dari Islam ataukah tidak? Aku
berkata, (kita) harus teliti dalam memahami ayat ini. Dan terkadang yang dimaksud oleh
ayat adalah kufur amali, yaitu melakukan beberapa perbuatan yang mengeluarkan
pelakunya dari sebagian hukum-hukum Islam.
Pemahaman kita ini didukung oleh Habrul Ummah dan Penafsir al-Qur’an Abdullah bin
Abbas radhiyallahu anhuma, yang telah disepakati oleh seluruh kaum muslimin -kecuali
kelompok-kelompok sesat- bahwa beliau adalah seorang imam yang tiada bandingnya
dalam tafsir al-Qur’an. (dengan penafsiran beliau terhadap ayat ini -pent) seakan-akan
beliau ketika itu telah mendengar apa yang kita dengar pada hari ini bahwa di sana ada
sekelompok orang yang memahami ayat ini dengan pemahaman yang dangkal tanpa
perincian.
Beliau berkata (tentang tafsir ayat ini -pent): “(Kekufuran yang dimaksud -pent) bukan
seperti yang kalian duga, bukan kekufuran yang mengeluarkan pelakunya dari agama”.
(Akan tetapi yang dimaksud -pent) adalah kufrun duna kufrin.”
31. 31
Mungkin yang beliau maksudkan dengan hal itu adalah kaum Khawarij yang
memberontak terhadap Amirul Mukminin Ali radhiyallahu ‘anhu, dan termasuk akibat
dari perbuatan mereka adalah tertumpahnya darah kaum mukminin, mereka melakukan
perbuatan keji terhadap kaum mukminin yang tidak mereka lakukan kepada kaum
musyrikin, maka beliau berkata terhadap mereka, “Bukanlah perkara itu sebagaimana
yang mereka katakan dan mereka duga, akan tetapi yang dimaksud adalah kufrun duna
kufrin (kekafiran yang tidak mengeluarkan dari islam).”
Samahatusy Syaikh Al Allamah Abdul Aziz bin Baaz (wafat tahun 1420 H)
Beliau berkata dalam surat kabar Asy Syarq Al Ausath nomor 6156 tanggal 12/5/1416,
beliau berkata di dalamnya:
ﻣﺢ اﻟﺸﯿﺦ اﻟﻔﻀﯿﻠﺔ ﺻﺎﺣﺐ ﺑﮫ ﺗﻔﻀﻞ اﻟﺬي ّﻢﯿاﻟﻘ اﻟﻤﻔﯿﺪ اﻟﺠﻮاب ﻋﻠﻰ دماﻃﻠﻌﺖ رصان نيدلا ينابلألا – هقفو
هللا – روشنملا يف ةديرج “قرشلا ”طسوألا ةفيحصو “”نوملسملا يذلا باجأ هب هتليضف
نم هلأس نع ريفكت نم مكح ريغب ام لزنأ هللا – نم ريغ ليصفت -، اهتيفلأف ةملك ةميق
دق باصأ هيف ،قحلا كلسو اهيف ليبس ،نينمؤملا حضوأو – هقفو هللا – هنأ ال ﻣﻦ ﻷﺣﺪ ﯾﺠﻮز
اﷲ أﻧﺰل ﻣﺎ ﺑﻐﯿﺮ ﺣﻜﻢ ﻣﻦ ﯾﻜﻔﺮ أن –اﻟﻨﺎس اﻟﻔﻌﻞ –ﺑﻤﺠﺮد ﻓﻲ ﺟﺎء ﺑﻤﺎ واﺣﺘﺞ ،ﺑﻘﻠﺒﮫ ذﻟﻚ ّﻞاﺳﺘﺤ أﻧﮫ ﯾﻌﻠﻢ أن دون ﻣﻦ
ﻋﺒﺎس اﺑﻦ ﻋﻦ –ذﻟﻚ ﻋﻨﮭﻤﺎ اﷲ –رﺿﻲ اﻷﻣﺔ ﺳﻠﻒ ﻣﻦ .وﻏﯿﺮه ﺗﻌﺎﻟﻰ ﻗﻮﻟﮫ ﺗﻔﺴﯿﺮ ﻓﻲ ﺟﻮاﺑﮫ ﻓﻲ ذﻛﺮه ﻣﺎ أن ﺷﻚ :وﻻ
﴿ َﻮﻤَﻧ ّﻞَﻣَْﻲﺤْﻜُﻣ ِﺐﻣَا َﺄﻧ﴿ ،﴾ َﻧُﻮرِﻓَﺎﻛْﻼ ُﻣُﮫ َﻛِﺌَـﻠْﻮُأَف ُھّﻠﻼ َﻟَﺰ… ﴿ ،﴾ َنُﻮﻤِﻟﱠﺎﻈ…اﻟ أوﺿﺢ وﻗﺪ ،اﻟﺼﻮاب ھﻮ ،﴾ َنُﻮﻘِﺳَﺎﻔْﻟا
– هقفو هللا – نأ رفكلا :نارفك ربكأ ،رغصأو امك نأ ملظلا ،ناملظ اذكهو قسفلا :ناقسف
ربكأ ،رغصأو نمف لحتسا مكحلا ريغب ام لزنأ هللا وأ انزلا وأ ابرلا وأ غ اﻟﻤﺤﺮﻣﺎت ﻣﻦ ﯾﺮھﻤﺎ
وھﻜﺬا أﺻﻐﺮ ًﺎﻇﻠﻤ وﻇﻠﻤﮫ أﺻﻐﺮ ًاﻛﻔﺮ ﻛﻔﺮه ﻛﺎن اﺳﺘﺤﻼل ﺑﺪون ﻓﻌﻠﮭﺎ وﻣﻦ ،أﻛﺒﺮ ًاﻛﻔﺮ ﻛﻔﺮ ﻓﻘﺪ ﺗﺤﺮﯾﻤﮭﺎ ﻋﻠﻰ اﻟﻤﺠﻤﻊ
.”هقسف
“Aku telah meneliti jawaban yang sangat bermanfaat yang diberikan oleh shohibul
fadlilah, Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani -semoga Allah memberikan taufik
padanya- yang beredar pada surat kabar Asy Syarq Al Ausath dan Al Muslimun sebagai
jawaban atas seseorang yang telah bertanya kepada beliau tentang pengkafiran terhadap
orang yang tidak berhukum kepada hukum Allah secara mutlak tanpa perincian. Maka
aku temukan jawaban yang berharga di dalamnya, sesuai dengan kebenaran dan hal
tersebut merupakan jalannya orang-orang mukmin.
Beliau (Syaikh Al Albani -pent) menjelaskan bahwa tidak boleh bagi siapapun
mengkafirkan seseorang yang tidak berhukum kepada hukum Allah dengan hanya
melihat perbuatannya semata tanpa mengetahui apakah dia menghalalkan perbuatan
tersebut dengan hatinya, dan beliau beralasan dengan riwayat dari Ibnu Abbas
radhiyallahu ‘anhu dan imam-imam salaf selain beliau.
Dan tidak diragukan lagi, apa yang beliau sebutkan dalam jawaban tentang tafsir firman
Allah pada surat Al Maidah ayat 44, 45 dan ayat 47 adalah benar. Beliau telah
menjelaskan bahwa kekufuran itu ada 2 jenis, yakni kufur akbar dan asghar demikian
pula kezaliman dan kefasikan. Maka barang siapa menghalalkan untuk berhukum dengan
hukum selain Allah, menghalalkan zina, riba atau perbuatan-perbuatan yang telah
disepakati keharamannya maka sungguh dia telah kafir dengan kekufuran akbar. Akan
tetapi barang siapa yang melakukan perbuatan tersebut tanpa menghalalkannya maka
32. 32
kekufuran yang dilakukannya merupakan kekufuran ashghar dan demikian pula
kezaliman dan kefasikan yang dia lakukan.”
Faqihuz Zaman, Al Allamah Muhammad bin Shalih Al Utsaimin
(wafat tahun 1421 H)
Dalam sebuah kaset berjudul At Tahrir fii Mas’alatit Takfir pada tanggal 22/4/1420
beliau ditanya:
اذإ مزلأ مكاحلا سانلا ةعيرشب فلاخم ﯾﺮى ﻟﻜﻨﮫ واﻟﺴﻨﺔ اﻟﻜﺘﺎب ﻓﻲ ﻣﺎ اﻟﺤﻖ ﺑﺄن اﻋﺘﺮاﻓﮫ ﻣﻊ واﻟﺴﻨﺔ ﻟﻠﻜﺘﺎب ة
ھﺬه ﻓﻲ اﻋﺘﻘﺎده ﻓﻲ ُﻨﻈﺮﯾ أن ﻻﺑﺪ أم ًاﻛﺎﻓﺮ ھﺬا ﺑﻔﻌﻠﮫ ﯾﻜﻮن ھﻞ ،أﺧﺮى ﻻﻋﺘﺒﺎرات أو ﺷﮭﻮة اﻟﺸﺮﯾﻌﺔ ﺑﮭﺬا اﻟﻨﺎس إﻟﺰام
؟ةلأسملا
“Apabila seorang hakim mewajibkan manusia untuk mengikuti aturan yang menyelisihi
al-Qur’an dan as-Sunnah padahal dia mengetahui kebenaran adalah segala yang berada
dalam al-Qur’an dan as-Sunnah akan tetapi dia memaksa manusia untuk mengikuti aturan
ini karena itulah yang sesuai dengan keinginannya atau pertimbangan yang lain, maka
apakah dengan perbuatannya tersebut dia kafir atau harus meneliti keyakinannya dalam
masalah tersebut?”
:ﻓﺄﺟﺎب “… أﻗﺴﺎم ﺛﻼﺛﺔ إﻟﻰ ﯾﻨﻘﺴﻢ ،اﻟﻌﺰﯾﺰ ﻛﺘﺎﺑﮫ ﻓﻲ ﻛﻤﺎ ﻓﮭﻮ اﷲ؛ أﻧﺰل ﻣﺎ ﺑﻐﯿﺮ ﺑﺎﻟﺤﻜﻢ ﯾﺘﻌﻠﻖ ﻣﺎ ﻓﻲ :أﻣﺎ ،وﻇﻠﻢ ،ﻛﻔﺮ
أن ﻋﻠﻤﮫ ﻣﻊ ﻟﮭﻮاه ًﺎﺗﺒﻌ اﷲ أﻧﺰل ﻣﺎ ﺑﻐﯿﺮ ﯾﺤﻜﻢ اﻟﺮﺟﻞ ﻛﺎن ﻓﺈذا ،اﻟﺤﻜﻢ ھﺬا ﻋﻠﯿﮭﺎ ُﻨﻲﺑ اﻟﺘﻲ اﻷﺳﺒﺎب ﺣﺴﺐ ﻋﻠﻰ ،وﻓﺴﻖ
نأب قحلا اميف ىضق هللا هب ؛ اذهف ال ﺗﻤﺸﻲ ًﺎﻋﺎﻣ ًﺎﺣﻜﻤ ﯾﺸﺮع ﻛﺎن إذا وأﻣﺎ ،وﻇﺎﻟﻢ ﻓﺎﺳﻖ ﺑﯿﻦ ﻟﻜﻨﮫ ﯾﻜﻔﺮ
ﺑﻌﻠﻢ ﺟﮭﻞ ﻋﻨﺪھﻢ اﻟﺤﻜﺎم ﻣﻦ ًاﻛﺜﯿﺮ ﻷن ،ًﺎأﯾﻀ ﯾﻜﻔﺮ ﻓﻼ ﻓﯿﮫ ﻋﻠﯿﮫ ﻟﺒﺲ وﻗﺪ اﻟﻤﺼﻠﺤﺔ ﻣﻦ ذﻟﻚ أن ﯾﺮى اﻷﻣﺔ ﻋﻠﯿﮫ
ﻛﺎن وإذا ،ﻣﺨﺎﻟﻔﺔ ﺑﺬﻟﻚ ﻓﯿﺤﺼﻞ ،ًاﻛﺒﯿﺮ ًﺎﻋﺎﻟﻤ ﯾﺮوﻧﮫ وھﻢ ،اﻟﺸﺮﻋﻲ اﻟﺤﻜﻢ ﯾﻌﺮف ﻻ ﺑﻤﻦ وﯾﺘﺼﻞ اﻟﺸﺮﯾﻌﺔ اﻟﺸﺮع ﯾﻌﻠﻢ
اﻟﻜﺘﺎب ﻓﻲ ﺟﺎء اﻟﺬي وﻟﻠﺤﻖ ذﻟﻚ ﻓﻲ ﻇﺎﻟﻢ أﻧﮫ ﻧﻌﺘﻘﺪ ﻋﻠﯿﮫ؛ اﻟﻨﺎس ﯾﻤﺸﻲ ًادﺳﺘﻮر وﺟﻌﻠﮫ ھﺬا ﺷﺮع أو ﺑﮭﺬا ﺣﻜﻢ وﻟﻜﻨﮫ
ةنسلاو اننأ ال عيطتسن نأ رفكن ،اذه امنإو رفكن نم ىري نأ مكحلا ريغب ام لزنأ هللا ىلوأ نأ
نوكي سانلا ،هيلع وأ لثم مكح هللا زع لجو نإف اذه رفاك ﺗﻌﺎﻟﻰ اﷲ ﺑﻘﻮل ﯾﻜﺬب :ﻷﻧﮫ ﴿ َﺄﻠَﯿْﺳَ ّﻠﻼَھُ
ﺗﻌﺎﻟﻰ وﻗﻮﻟﮫ ﴾ َﻦِﯿﻤِﻛَﺎﺤْﻟا ِﻢَﻜْﺣَﺄِﺑ: ﴿ َﺄﻔَﺤُﻜْﻣَْﻼﺟَﺎِﮭﻠِﯾَّةَِﻲﺒْﻏُﻮَﻧَﻮﻤَﻧَْﺄﺤْﺴَﻧُِﻢﻧَّﻠﻼھُِﺢﻜْﻣًا ّﻞِﻗَﻮْﻣٍُيﻮِﻘﻧُﻮَﻧ﴾.
Maka beliau menjawab: “Adapun permasalahan yang berkaitan dengan berhukum
kepada selain hukum Allah, maka sebagaimana dalam al-Qur’an pelakunya terbagi
menjadi 3 jenis, yaitu kafir, zalim, dan fasik, tergantung sebab-sebab yang
mendasari (perbuatan)nya. Apabila seseorang berhukum kepada selain hukum Allah
karena mengikuti hawa nafsunya sedangkan dia mengetahui bahwa kebenaran itu terletak
pada putusan Allah, maka dia tidak kafir akan tetapi dia seorang yang fasik atau zalim.
Jika dia membuat suatu aturan umum yang harus dilakukan oleh umat karena dia (hakim
-pent) memandang bahwa hal itu termasuk hal yang bermanfaat dikarenakan ada orang
yang membuat kerancuan padanya, maka dia tidak kafir, karena sebagian besar penguasa
itu bodoh terhadap ilmu syariat dan berhubungan dengan orang-orang yang tidak
33. 33
mengetahui hukum syar’i namun mereka menganggap sebagai seorang yang sangat alim.
Oleh karena itu penguasa tadi terjerumus dalam kesalahan.
Apabila penguasa itu mengetahui syariat akan tetapi dia berhukum dengan aturan yang
menyelisihi aturan Allah yang menyelisihi al-Qur’an dan as-Sunnah kemudian
menjadikannya pedoman/undang-undang agar manusia melaksanakannya, kami
berkeyakinan bahwa dia adalah seorang yang zalim dalam perbuatannya dan zalim
terhadap apa yang terdapat dalam al-Qur’an dan as-Sunnah, sesungguhnya kami tidak
mampu untuk mengkafirkan pelaku perbuatan tadi, hanya saja yang kami kafirkan adalah
orang yang menganggap manusia itu lebih baik berhukum dengan selain hukum Allah
atau menganggap hukum Allah ‘azza wa Jalla itu sama dengan hukum manusia maka dia
kafir karena mendustakan firman Allah ta’ala,
َﻦِﯿﻤِﻛَﺎﺤْﻟا ِﻢَﻜْﺣَﺄِﺑ ُﮫﱠﻠاﻟ َﺲْﯿَﻟَأ
“Bukankah Allah hakim yang seadil-adilnya?”
Dan firman-Nya:
ْﻟا َﻢْﻜُﺤَﻓَأَنُﻮﻨِﻗُﻮﯾ ٍمْﻮَﻘﱢﻟ ًﺎﻤْﻜُﺣ ِﮫّﻠاﻟ َﻦِﻣ ُﻦَﺴْﺣَأ ْﻦَﻣَو َنُﻮﻐْﺒَﯾ ِﺔﱠﯿِﻠِھَﺎﺠ
“Apakah hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih
baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin?.”
Komisi Tetap Urusan Riset dan Fatwa Kerajaan Arab saudi
ىوتفلا مقر (6310): :س ام مكح نم مكاحتي ىلإ نيناوقلا ،ةيعضولا وهو ملعي ،اهنالطب الف
،اهبراحي الو لمعي ىلع ؟اهتلازإ :ج “دمحلا هلل ،هدحو ةالصلاو مالسلاو ىلع ،هلوسر هلآو
؛هبحصو :دعبو بجاولا مكاحتلا ىلإ باتك هللا ةنسو هلوسر ىلص هللا هيلع ملسو ﻋﻨﺪ
ﺗﻌﺎﻟﻰ ﻗﺎل ،:اﻻﺧﺘﻼف ﴿ َفﺈِﻧ َﺖﻧَاَﺰﻌْﺘُﻣِْﻒﯾ َﺶﯾْءٍَفرُدُّﻮُھِﺈﻠَى ّﻠﻼھَِوﻻّﺮَﺳُﻮِﻟِﺈﻧ ُﻚﻨُﺘﻣْ ُتﺆْﻤِﻧُﻮَﻧِبﻼّﻠھَِوﻼْﯾَﻮْﻣِِﺧﺂﻻرِ
ﺗﻌﺎﻟﻰ وﻗﺎل ،﴾ ًﻼِﯾوْﺄَﺗ ُﻦَﺴْﺣَأَو ٌﺮْﯿَﺧ َﻚِﻟَذ: ﴿ َﻒﻟَاَوﺮَﺒِّﻛََالُيﺆْﻤِﻧُﻮَﻧَﺢﺘَّىَُﻲﺤَﻜِّﻣُﻮَﻛِﻒﯿ ْاُودِﺟَﻲ َال َّﻣُﺚ ْﻣُﮭَﻨْﯿَﺐ َرَﺟَﺶ َاﻣ
﴾ ًﺎﻤِﯿﻠْﺴَﺗ ْاُﻮﻤﱢﻠَﺴُﯾَو َﺖْﯿَﻀَﻗ ﱠﺎﻤﱢﻣ ًﺎﺟَﺮَﺣ ْﻢِﮭِﺴُﻔَﻧأ ِﻲﻓ. ﻋﻠﯿﮫ اﷲ ﺻﻠﻰ اﻟﺮﺳﻮل ﺳﻨﺔ وإﻟﻰ ﺗﻌﺎﻟﻰ اﷲ ﻛﺘﺎب إﻟﻰ ﯾﻜﻮن واﻟﺘﺤﺎﻛﻢ
ﺑﺪ اﻟﻮﺿﻌﯿﮫ اﻟﻘﻮاﻧﯿﻦ ﻣﻦ ﻏﯿﺮھﻤﺎ إﻟﻰ اﻟﺘﺤﺎﻛﻢ ًﻼﻣﺴﺘﺤ إﻟﯿﮭﺎ ﯾﺘﺤﺎﻛﻢ ﯾﻜﻦ ﻟﻢ ﻓﺈن ،وﺳﻠﻢ ﻓﮭﻮ ﻣﻨﺼﺐ؛ أو ﻣﺎل ﻓﻲ ﻃﻤﻊ اﻓﻊ
اﻹﯾﻤﺎن داﺋﺮة ﻣﻦ ﯾﺨﺮج وﻻ ،ﻓﺴﻖ دون ًﺎﻓﺴﻘ وﻓﺎﺳﻖ ،ﻣﻌﺼﯿﺔ .”ﻣﺮﺗﻜﺐ
Fatwa nomor 6310:
Soal:
“Apakah hukum seseorang yang meminta untuk dihukumi dengan undang-undang positif
padahal dia mengetahui kebatilannya, namun dia tidak memerangi dan tidak berusaha
untuk menghapusnya?”
Jawab:
34. 34
Segala puji bagi Allah, shalawat dan salam atas Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
keluarganya dan para sahabatnya, wa ba’du.
Wajib bagi setiap muslim untuk meminta dihukumi dengan kitab Allah dan sunnah
Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam tatkala terjadi perselisihan.
Allah ta’ala berfiman:
ِﻟَذ ِﺮِﺧاﻵ ِمْﻮَﯿْﻟَاو ِﮫّﻠِﺎﻟﺑ َنُﻮﻨِﻣْﺆُﺗ ْﻢُﺘُﻨﻛ ِنإ ِلُﻮﺳﱠﺮَاﻟو ِﮫّﻠاﻟ َﻰﻟِإ ُهﱡودُﺮَﻓ ٍءْﻲَﺷ ِﻲﻓ ْﻢُﺘْﻋَزَﺎﻨَﺗ ِنﺈَﻓًﻼِﯾوْﺄَﺗ ُﻦَﺴْﺣَأَو ٌﺮْﯿَﺧ َﻚ
“Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia
kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada
Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik
akibatnya.”
Dan juga Allah ta’ala berfirman:
َﺑ َﺮَﺠَﺷ َﺎﻤِﯿﻓ َكُﻮﻤﱢﻜَﺤُﯾ َﻰﱠﺘَﺣ َنُﻮﻨِﻣْﺆُﯾ َﻻ َﻚﱢﺑَرَو َﻼَﻓْﻞﺴَﺗ ْاُﻮﻤﱢﻠَﺴُﯾَو َﺖْﯿَﻀَﻗ ﱠﺎﻤﱢﻣ ًﺎﺟَﺮَﺣ ْﻢِﮭِﺴُﻔَﻧأ ِﻲﻓ ْاُوﺪِﺠَﯾ َﻻ ﱠﻢُﺛ ْﻢُﮭَﻨْﯿ
“Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka
menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, Kemudian mereka
tidak merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang kamu berikan,
dan mereka menerima dengan sepenuhnya.”
Maka hanya boleh meminta dihukumi dengan kitab Allah dan sunnah Rasul-Nya
shallallahu ‘alaihi wa sallam. Apabila seseorang tidak minta dihukumi dengan keduanya
tanpa menganggap boleh karena dorongan rakus harta dan kedudukan, maka dia pelaku
kemaksiatan, seorang yang fasik akan tetapi tidak keluar dari keimanan.
Al Allamah Abdul Muhsin Al Abbad Al Badr hafizhahullah
ﺑﺘﺎرﯾﺦ داود أﺑﻲ ﺳﻨﻦ ﺷﺮح درس ﻓﻲ اﻟﻨﺒﻮي اﻟﻤﺴﺠﺪ ﻓﻲ ُﺌﻞﺳ: 16/11/1420 :
ذﻟﻚ؟ ﺑﺠﻮاز واﻻﻋﺘﻘﺎد اﻟﻘﻠﺒﻲ اﻻﺳﺘﺤﻼل إﻟﻰ ﯾﺤﺘﺎج أم ذاﺗﮫ؟ ﻓﻲ ﻛﻔﺮ اﻟﻮﺿﻌﯿﺔ ﺑﺎﻟﻘﻮاﻧﯿﻦ اﻹﺳﻼﻣﯿﺔ اﻟﺸﺮﯾﻌﺔ اﺳﺘﺒﺪال ھﻞ
اع ﻣﻊ ًﺎﻋﺎﻣ ًﺎﺗﺸﺮﯾﻌ اﻟﻘﻮاﻧﯿﻦ وﺟﻌﻞ ،اﷲ أﻧﺰل ﻣﺎ ﺑﻐﯿﺮ ﻣﺮة اﻟﺤﻜﻢ ﻓﻲ ﻓﺮق ھﻨﺎك داقتوھﻞ مدع زاوج ؟كلذ
:باجأف “ودبي هنأ ال قرف نيب مكحلا يف ،ةلأسم وأ ،ةرشع وأ ،ةئم وأ فلأ – وأ لقأ وأ رثكأ
– ﻓﮭﺬا ،اﻟﺬﻧﺐ ﻣﻦ ﺧﺎﺋﻒ واﻧﮫ ،ﻣﻌﺼﯿﺔ ﻓﻌﻞ وأﻧﮫ ،ًاﻣﻨﻜﺮ ًاأﻣﺮ ﻓﻌﻞ وأﻧﮫ ،ﻣﺨﻄﺊ أﻧﮫ ﻧﻔﺴﮫ ﯾﻌﺘﺒﺮ اﻹﻧﺴﺎن دام ﻣﺎ ﻓﺮق؛ ﻻ
رفك نود .رفك
امأو عم لالحتسالا – ولو ناك ًفﻻﺣﻼ ﻧﻔﺴﮫ ﯾﻌﺘﺒﺮ ،اﷲ أﻧﺰل ﻣﺎ ﺑﻐﯿﺮ اﻟﺤﻜﻢ ﻓﯿﮭﺎ ﯾﺴﺘﺤﻞ ،واﺣﺪة ﻣﺴﺄﻟﺔ -ي ﻓﺈﻧﮫ ؛
ًاﻛﺎﻓﺮ ﯾﻜﻮن “.
Beliau ditanya di Masjid Nabawi pada saat pelajaran Syarah Sunan Abu Dawud tanggal
16/11/1420, “Apakah perbuatan mengganti syariat Islam dengan undang-undang positif
35. 35
merupakan perbuatan kekufuran tanpa melihat orangnya? Atau membutuhkan
penghalalan dari hati dan adanya keyakinan bolehnya hal tersebut? Apakah terdapat
perbedaan dalam berhukum dengan selain hukum Allah dalam kasus tertentu, dengan
menetapkan undang-undang positif sebagai aturan secara umum diiringi keyakinan tidak
bolehnya hal tersebut?”
Maka beliau menjawab:
Tidak ada perbedaan seseorang itu berhukum dengan selain hukum Allah sekali, sepuluh
kali, seratus kali atau seribu kali, baik kurang dari itu atau lebih banyak dari itu. Selama
seseorang menganggap dirinya salah, melakukan perbuatan mungkar dan maksiat serta
dia takut akan dosa dari perbuatannya tersebut, maka perbuatannya ini adalah kufur duna
kufrin (kufur yang tidak mengeluarkan pelakunya dari Islam -pent)
Namun jika diiringi dengan penghalalan, yaitu menghalalkan berhukum dengan selain
hukum Allah dan dirinya menganggap hal itu halal maka dia telah kafir (keluar dari Islam
-pent) meski dia melakukannya hanya dalam satu kasus.
Segala puji bagi Allah ta’ala.
Selesai diterjemahkan secara bebas tanggal 3 Jumadil Awal 1427 H.
***
Penerjemah: Muhammad Nur Ichwan Muslim Muroja’ah: Ustadz Aris Munandar
Artikel www.muslim.or.id
36. 36
Berhukum Dengan Selain Hukum Allah
Oleh Ust. Abu Muawiah Senin, 10 November 2009
Berikut penyebutan nama beserta perkataan para ulama yang menyebutkan adanya
rincian dalam masalah hukum orang yang berhukum dengan selain hukum Allah. Pada
artikel yang telah berlalu (di sini) kami telah menyebutkan ucapan ‘Abdullah bin ‘Abbas
radhiallahu ‘anhuma, Ibnu Jarir Ath-Thobary, Asy-Syaikh Al-Albany dan Syaikh Ibnu
‘Utsaimin rahimahumullah, dan berikut ucapan selain mereka:
1. Imam Ibnul Jauzy rahimahullah. Beliau berkata dalam Zadul Masir (2/366),
“Pemutus perkara dalam masalah ini adalah bahwa barangsiapa yang tidak
berhukum dengan apa yang Allah turunkan karena juhud terhadapnya padahal dia
mengetahui bahwa Allah menurunkannya, seperti yang diperbuat oleh orang-
orang Yahudi maka dia kafir. Dan barangsiapa yang tidak berhukum dengannya
karena condong kepada hawa nafsu tanpa juhud maka dia adalah orang yang
zholim lagi fasik”.
2. Imam Al-Qurthuby rahimahullah. Beliau berkata, “Dan penjelasan hal ini adalah
bahwa seorang muslim jika dia mengetahui hukum Allah -Ta’ala- pada suatu
perkara lalu dia tidak berhukum dengannya maka : kalau perbuatan dia ini karena
juhud maka dia kafir tanpa ada perselisihan, dan jika bukan karena juhud maka
dia adalah pelaku maksiat dan dosa besar karena dia masih membenarkan asal
hukum tersebut dan masih meyakini wajibnya penerapan hukum tersebut atas
perkara itu, akan tetapi dia berbuat maksiat dengan meninggalkan beramal
dengannya”. Lihat Al-Mufhim (5/117)
3. Imam Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah. Beliau berkata dalam
Minhajus Sunnah (5/130) setelah menyebutkan firman Allah -Ta’ala- dalam surah
An-Nisa` ayat 65, “Maka barangsiapa yang tidak komitmen dalam menerapkan
hukum Allah dan RasulNya pada perkara yang mereka perselisihkan maka
sungguh Allah telah bersumpah dengan diriNya bahwa orang itu tidak beriman,
dan barangsiapa yang komitmen kepada hukum Allah dan RasulNya secara bathin
dan zhohir akan tetapi dia berbuat maksiat dan mengikuti hawa nafsunya (dengan
meninggalkan hukum Allah-pent.) maka yang seperti ini kedudukannya seperti
para pelaku maksiat lainnya (yakni masih beriman-pent.)”. Lihat juga Majmu’ Al-
Fatawa (3/267) dan (7/312)
4. Imam Ibnu Qoyyim Al-Jauziah rahimahullah. Beliau menyatakan dalam
Madarijus Salikin (1/336), “Dan yang benarnya bahwa berhukum dengan selain
apa yang Allah turunkan (hukumnya) mencakup dua kekafiran: ashghar (kecil)
dan akbar (besar) disesuaikan dengan keadaan orang yang berhukum tersebut.
37. 37
Jika dia meyakini wajibnya berhukum dengan apa yang Allah turunkan dalam
kejadian itu tapi dia berpaling darinya (hukum Allah) karena maksiat dan
mengakui bahwa dirinya berhak mendapatkan siksaan, maka ini adalah kafir
ashghar. Dan jika dia meyakini bahwa dia (berhukum dengan hukum Allah-pent.)
tidak wajib dan bahwa dia diberikan pilihan dalam hal itu (maksudnya dia
meyakini bahwa boleh memilih antara menerapkan hukum Allah atau
menerapkan hukum selainnya, pent.) padahal dia tahu bahwa itu adalah hukum
Allah, maka ini adalah kafir akbar. Dan jika dia tidak mengetahuinya (hukum
Allah) dan tersalah di dalamnya (memberi keputusan) maka ini (hukumnya)
adalah orang yang tidak sengaja, baginya hukum orang-orang yang tidak
sengaja”.
5. Imam Ibnu Abil ‘Izz Al-Hanafy rahimahullah. Setelah menjelaskan pembagian
kekafiran seperti yang dijelaskan oleh Ibnu Qoyyim di atas, beliau dalam Syarh
Al-‘Aqidah Ath-Thohawiyah hal. 323-324 berkata, “… dan hal ini disesuaikan
dengan keadaan orang yang berhukun tersebut : Jika dia meyakini bahwa
berhukum dengan apa yang diturunkan Allah tidaklah wajib dan bahwa dia
diberikan pilihan dalam hal itu atau karena dia menghinakannya (hukum Allah)
dalam keadaan dia tetap meyakini bahwa hal itu adalah hukum Allah, maka ini
adalah (kekafiran) akbar. Dan jika dia meyakini wajibnya berhukum dengan apa
yang Allah turunkan dan dia mengetahui hal itu (hukum Allah) dalam perkara ini,
tapi dia berpaling darinya bersamaan dengan itu dia mengakui bahwa dirinya
berhak mendapatkan siksaan maka dia adalah pelaku maksiat dan dikatakan kafir
secara majaz (ungkapan) atau kufur ashghar. Dan jika dia tidak mengetahui
hukum Allah di dalamnya (perkara tersebut) padahal dia telah mengerahkan
seluruh usaha dan kemampuannya untuk mengetahui hukum perkara itu tapi dia
salah, maka dia adalah orang yang tidak sengaja bersalah, baginya satu pahala
atas ijtihadnya dan kesalahannya dimaafkan”.
6. Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir As-Sa’dy rahimahullah. Beliau berkata, “Maka
berhukum dengan selain apa yang Allah turunkan adalah termasuk amalan orang-
orang kafir. Kadang mengeluarkan pelakunya dari agama jika dia meyakini halal
dan bolehnya hal tersebut, dan kadang hanya merupakan dosa dari dosa-dosa
besar dan termasuk perbuatan kekafiran (kufur ‘amaly/kecil-pent.) dan berhak
mendapatkan siksaan –lalu beliau membawakan ayat ke 44 surah Al-Ma`idah di
atas-. Ibnu ‘Abbas berkata : “Kekafiran di bawah kekafiran, kefasikan di bawah
kefasikan dan kezholiman di bawah kezholiman”. Maka dia (berhukum dengan
selain hukum Allah) adalah kezholiman besar jika menghalalkannya dan
merupakan dosa yang sangat besar ketika mengerjakannya tapi tidak
menghalalkannya”. Taysirul Karimir Rahman (2/296-297).
7. Syaikh Muhammad bin Ibrahim Alu Asy-Syaikh rahimahullah. Dalam Majmu’
Fatawa beliau (1/80) beliau berkata, “Dan demikian pula penerapan makna
(syahadat) ‘Muhammad Rasulullah’ berupa (wajibnya) menerapkan syari’at
beliau dan terikat dengannya serta membuang semua yang menyelisihinya berupa
undang-undang, aturan-aturan dan yang lainnya yang Allah tidak pernah
menurunkan hujjah atasnya. Dan orang yang berhukum dengannya (undang-
undang buatan) atau berhukum kepadanya dalam keadaan meyakini benar dan
bolehnya hal itu maka dia adalah kafir dengan kekafiran yang mengeluarkan dari
38. 38
agama, dan jika dia melakukannya tanpa meyakini (benar) dan bolehnya hal itu
maka dia kafir dengan kekafiran ‘amaly yang tidak mengeluarkan dari agama”.
8. Syaikh Muhammad Al-Amin Asy-Syinqithy rahimahullah. Beliau berkata dalam
Adhwa`ul Bayan (2/104), “… Dan barangsiapa yang berhukum dengan selain apa
yang Allah turunkan karena menentang para rasul sebagai pembatalan atas
hukum-hukum Allah. maka kezholimannya, kefasikannya dan kekafirannya
mengeluarkan dari agama. Dan barangsiapa yang berhukum dengan selain apa
yang Allah turunkan dalam keadaan meyakini bahwa dia mengerjakan suatu
perkara yang haram dan perbuatan yang keji, maka kekafirannya, kezholimannya
dan kefasikannya tidak mengeluarkan dia dari agama”. Lihat juga pada (2/109).
9. Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdillah bin Baz rahimahullah. Beliau berkata,
“Barangsiapa yang berhukum dengan selain apa yang Allah turunkan, maka dia
tidak lepas dari empat keadaan: 1. Siapa yang mengatakan, “Saya berhukum
dengannya karena dia lebih afdhol daripada syari’at Islam”, maka dia kafir
dengan kekafiran akbar.2. Siapa yang mengatakan, “Saya berhukum dengannya
karena dia sama/setara dengan syari’at Islam, maka berhukum dengannya boleh
dan berhukum dengan syari’at (Islam) juga boleh”, maka dia kafir dengan
kekafiran akbar. 3. Siapa yang mengatakan, “Saya berhukum dengannya
sedangkan berhukum dengan syari’at Islam lebih afdhol, akan tetapi berhukum
dengan selain apa yang Allah turunkan adalah boleh”, maka dia kafir dengan
kekafiran akbar. 4. Dan siapa yang mengatakan, “Saya berhukum dengannya” tapi
dia meyakini bahwa tidak boleh berhukum dengan selain apa yang Allah
turunkan, dan dia menyatakan bahwa berhukum dengan syari’at Islam lebih
afdhol serta tidak boleh berhukum dengan selainnya, akan tetapi dia
bergampangan (dalam melakukan maksiat) atau dia melakukannya karena
perintah dari pemerintahnya, maka dia kafir dengan kekafiran ashghar yang tidak
mengeluarkan dari agama dan tergolong ke dalam dosa besar yang paling besar”.
Qodhiyatut Takfir Baina Ahlis Sunnah wal Firoq Adh-Dhulal hal. 72.
10. Syaikh ‘Abdul Muhsin Al-‘Abbad Al-Badr hafizhohullah. Beliau ditanya di
Mesjid Nabawy dalam pelajaran Syarh Sunan Abi Daud pada tanggal 16 Dzul
Qo’dah 1420 H, “Apakah mengganti syariat Islam dengan undang-undang buatan
adalah perbuatan kekafiran pada dzatnya ataukah (pengkafirannya) butuh kepada
penghalalan (perbuatan itu) dengan hati dan keyakinan akan bolehnya hal itu?
Dan apakah ada perbedaan antara berhukum dengan selain apa yang Allah
turunkan sebanyak satu kali dengan menjadikan undang-undang (buatan) sebagai
syari’at umum dalam keadaan meyakini tidak bolehnya hal perbuatan itu?”
Maka beliau menjawab, “Yang nampak bahwa tidak ada perbedaan antara
berhukum (dengan selain hukum Allah-pent.) dalam satu masalah atau sepuluh
masalah atau seratus atau seribu –atau kurang atau lebih dari itu-, tidak ada
perbedaan, selama seseorang itu masih menganggap dirinya bersalah dan bahwa
dirinya telah melakukan perkara yang mungkar dan bahwa dirinya melakukan
maksiat dan dia takut terhadap dosanya, maka ini kekafiran di bawah kekafiran.
Adapun jika dia menghalalkan –walaupun dalam satu masalah, dia menghalalkan
di dalamnya berhukum dengan selain apa yang Allah turunkan, dia
menganggapnya halal- maka dia kafir (keluar dari Islam-pent.)”.