Pancasila dan gerakan mahasiswa atau pemuda tahun 1928radja nauval
Â
Menyatukan keanekaragaman budaya, agama dan kepercayaan ke dalam satu ikatan bangsa dan negara seperti Indonesia, tentu bukan hal sederhana. Dalam catatan sejarah negeri ini, setidaknya ada dua peristiwa historis yang menandai terbentuknya bangsa dan negara Indonesia. Peristiwa Gerakan pemuda Tahun 1928 adalah momen yang memperkuat terbentuknya bangsa Indonesia yang sebelumnya sudah dirintis dalam Kongres Pemuda pertama tahun 1926. Dalam peristiwa Gerakan Pemuda 1928 itu, para pemuda yang berasal dari berbagai daerah di Indonesia mendeklarasikan suatu kehendak kuat akan rasa memiliki suatu tanah air, kebangsaan dan bahasa secara perdana kepada publik. Gerakan Pemuda1928 adalah peristiwa yang memperkenalkan pertama kalinya bangsa bernama Indonesia. Peristiwa itu seakan menyediakan suatu nuansa baru bagi masyarakat Indonesia yang terhimpun dari berbagai macam daerah kepada satu rumah bangsa yang khas dan tersendiri, yakni bangsa Indonesia.
Pancasila dan gerakan mahasiswa atau pemuda tahun 1928radja nauval
Â
Menyatukan keanekaragaman budaya, agama dan kepercayaan ke dalam satu ikatan bangsa dan negara seperti Indonesia, tentu bukan hal sederhana. Dalam catatan sejarah negeri ini, setidaknya ada dua peristiwa historis yang menandai terbentuknya bangsa dan negara Indonesia. Peristiwa Gerakan pemuda Tahun 1928 adalah momen yang memperkuat terbentuknya bangsa Indonesia yang sebelumnya sudah dirintis dalam Kongres Pemuda pertama tahun 1926. Dalam peristiwa Gerakan Pemuda 1928 itu, para pemuda yang berasal dari berbagai daerah di Indonesia mendeklarasikan suatu kehendak kuat akan rasa memiliki suatu tanah air, kebangsaan dan bahasa secara perdana kepada publik. Gerakan Pemuda1928 adalah peristiwa yang memperkenalkan pertama kalinya bangsa bernama Indonesia. Peristiwa itu seakan menyediakan suatu nuansa baru bagi masyarakat Indonesia yang terhimpun dari berbagai macam daerah kepada satu rumah bangsa yang khas dan tersendiri, yakni bangsa Indonesia.
Sejarah Wajib - Membangun Jati Diri Keindonesiaanmaghfiraputeri
Â
Membangun jati diri keindonesiaan dimulai dari adanya Politik Etis, perjuangan organisasi nasional, dan masa berakhirnya pemerintah kolonial di Indonesia.
Sejarah Wajib - Membangun Jati Diri Keindonesiaanmaghfiraputeri
Â
Membangun jati diri keindonesiaan dimulai dari adanya Politik Etis, perjuangan organisasi nasional, dan masa berakhirnya pemerintah kolonial di Indonesia.
Sebuah buku foto yang berjudul Lensa Kampung Ondel-Ondelferrydmn1999
Â
Indonesia, negara kepulauan yang kaya akan keragaman budaya, suku, dan tradisi, memiliki Jakarta sebagai pusat kebudayaan yang dinamis dan unik. Salah satu kesenian tradisional yang ikonik dan identik dengan Jakarta adalah ondel-ondel, boneka raksasa yang biasanya tampil berpasangan, terdiri dari laki-laki dan perempuan. Ondel-ondel awalnya dianggap sebagai simbol budaya sakral dan memainkan peran penting dalam ritual budaya masyarakat Betawi untuk menolak bala atau nasib buruk. Namun, seiring dengan bergulirnya waktu dan perubahan zaman, makna sakral ondel-ondel perlahan memudar dan berubah menjadi sesuatu yang kurang bernilai. Kini, ondel-ondel lebih sering digunakan sebagai hiasan atau sebagai sarana untuk mencari penghasilan. Buku foto Lensa Kampung Ondel-Ondel berfokus pada Keluarga Mulyadi, yang menghadapi tantangan untuk menjaga tradisi pembuatan ondel-ondel warisan leluhur di tengah keterbatasan ekonomi yang ada. Melalui foto cerita, foto feature dan foto jurnalistik buku ini menggambarkan usaha Keluarga Mulyadi untuk menjaga tradisi pembuatan ondel-ondel sambil menghadapi dilema dalam mempertahankan makna budaya di tengah perubahan makna dan keterbatasan ekonomi keluarganya. Buku foto ini dapat menggambarkan tentang bagaimana keluarga tersebut berjuang untuk menjaga warisan budaya mereka di tengah arus modernisasi.
4. KEHIDUPAN EKTIK TIONGHOA
Runtuhnya rezim Orde Lama membawa kebankitan
terhadap diskriminasi etnis Tionghoa di Indonesia, measa
pemerintahan Orde Baru tetap mebuat etnis Tionghoa
mengalami diskriminasi rasial dan hilangnya hak asasi
manusia, contohnya sebagai berikut ;
• mengeluarkan kebijakan penandaan khusus pada Kartu
Tanda Penduduk
• tidak bolehnya warga etnis Tionghoa menjadi pegawai
negeri serta tentara
• pelarangan warga etnis Tionghoa untuk memiliki tanah
di pedesaan.
5. Di masa demokrasi terpimpin golongan etnis
Tionghoa mendapatkan peran dan pengaruh politik
Inodesia, seperti terdapat beberapa menteri dari etnis
Tionghoa salah satunya ialah Oei Tjoe Tat yan menjadi
menteri yang diperbantukan dalam presidium kabinet Bung
karno ia cenderung menjadi tangan kanan Bung Karno
terutama ketika terjadi Konflik dengan Malaysia.
Pada masa dibentuk lembaga yang bertujuan
membela keturunan Tionghoa dari diskriminasi aturan
negara, mulanya tercetus nama Badan Permusjawaratan
Kewarganegaraan Turuanan Tionghoa (Baperwat), namun
mengalami berdebatan karena menggunakan kata
“Tionghoa” dan pada akhirnya merubah menjadi Badan
Permusyawaratan Kewarganegaraan Indonesia (Baperki)
yang diketuai Siauw Giok Tjhan dan wakilnya Yap Thiam
Hien.
6. Dengan tebentuknya Baperki, maka leburlah
PDTI (pusat maupun cabang) otomatis berubah
menjadi Baperki. Sebagai golongan etnis Tionghoa,
langkah ini merupakan sejarah besar serta sejalan
dengan sambutan hangat oleh Bung Karno yang
mengatakan “Di dalam negara kita tidak boleh
adanya mayokrasi, tapi tidak boleh juga minokrasi”.
Selama pemerintahan Orde Baru, yang
dipimpin oleh Soeharto selam 32 tahun, golongan
etnis Tionghoa mengalami kekangan keras terhadap
aspek politik dan aspek budaya. Pada aspek politik
pemerintah Orde Baru mengeluarkan Ketetapan
MPRS Nomor XXV/MPRS/1996 tentang Larangan
Komunisme dan Marxisme-Leninisme karena
dianggap bahaya laten bagi ketahanan nasional.
7. PERMASALAHAN SOSIAL MASYARAKAT
Pemerintahan pada masa demokrais
terpimpin dianggap tidak dapat berhasil
menyediakan kebutuhan sandang dan pangan bagi
rakyat. Selain itu, biaya kbutuhan hidup juga terus
meningkat.
pada masa demokrasi terpimpin kekuatan PKI
mendominasi. PKI berhasil mempengaruhi sebagian
besar masyarakat di pedesaan. PKI menaggap desa
sebagai tempat teraman untuk bertahan terhadap
kaaum kontrovelis
8. Di jawa barat PKI mengadakan gerakan turun
ke bawah (Turba) dengan mengirim sekitar 4000-
5000 kader ke desa-desa untuk melaksanakan aksi
tiga sama yang meliputi
• Sama tinggal
• Sama makan
• Sama bekerja
aksi ini dilakukan untuk mengetahui keluh
kesah para petani. PKI juga berusaha menghapus
pengaruh para ulama untuk mencari dukungan
kepada golongan muda nonsantri, sekaligus
mematahkan ormas-ormas partai islam.
10. PERTENTANGAN LEKRA DENGAN MANIFES
KEBUDAYAAN
Lembaga Kebudayaan rakyat → organisasi yg bekerja di
bidang kebudayaan, kesenian, dan ilmu pengetahuan. Jargon
lekra seperti seni untuk rakyat, politik adalah panglima , dan
realisme social dianggap bagian PKI. Di tengah maraknya
Doktrin komunis dalam bidang seni dan sastra, pada 17
Agustus 1963 H.B. Jasin, Wiratmo Sukito, dan trisno Sumardjo
mengumumkan pembentukan Manifes Kebudayaan
(Manikebu).
Manikebu dibentuk melawan dominasi dan tekanan
bagi PKI. PKI pun merasa perlu menyerang manikebu.
Serangan terhadap manikebu dilancarkan melalui tulisan
Harian Rakyat, Bintang Timur, dan Zaman Baru.
11. Manikebu mendapat dukungan dari AD.
Manikebu dan AD sependapat bahwa agama adalah
unsur pokok dalam national and character building.
Pernyataan ini mendapat pukulan bagi PKI yang
sering melupakan nilai-nilai agama.
Aksi Lekra turut memengaruhi Presiden
Soekarno. Dalam pidato Manipol 17 agustus 1959.
Soekarno mengancam kebudayaan Barat yang
memperkenalkan tarian “Rock and Roll”, dansa ala
“Cha-cha”. Bahkan pada 8 Mei 1964 Presiden
Soekarno mengeluarkan larangan kepada manikebu
karena dianggap tandingan dari Manipol Negara.
12. SISTEM PENDIDIKAN
Sistem Pendidikan pada masa itu didasari
Manifesto Politik (manipol). Pendidikan berwatak
manipol harus mengakomodasi kepentingan rakyat
Indonesia dan menjadi bagian umum rencana
revolusi Indonesia.
Untuk memberikan dasar dalam pendidikan
nasional sesuai halua Negara, pada 10 Okt 1960
Menteri pendidikan, pengajaran, dan kebudayaan
(PP dan K) mengeluarkan instruksi No. 2 1959
mengenai Pancawardhana:
13. 1.Mengembangkan cinta bangsa dan tanah air,
moral nasional,serta keagamaan
2.Mengembangkan kecerdasan
3.Mengembangkan emosional artistic
4.Mengembangkan kerajinan tangan
5.Mengembangkan kesehatan jasmani
Pemerintah juga gerakan menabung bagi
peserta didik yang cara menabungnya di
kantor pos dan diatur oleh departemen PP dan
K bersama direksi Bank Tabungan Pos.
14. PERKEMBANGAN PERS
Pada masa demokrasi terpimpin partai politik dna
organisasi politik tidak bias lepas dari peran pers. Ini
disebabkan karena hampir setiap partai politik memiliki
surat kabar, baik yang terbit secara harian, mingguan,
maupun bulanan.
Beberapa partai politik ini memiliki surat kabar
sendiri, contohnya seperti Surat kabar suluh indonesia (
PNI ), Harian abadi ( masyumi ), Duta masjarakat ( nu),
Harian rakyat dan warta bhakti ( pki ), dan pada
tahun1960 Angkatan darat juga menerbitkan surat
kabar Angkatan bersendjata dan berita yudha.
15. MANIPOL-USDEK yang diperkenalkan presiden telah
merubah dasar pelaksanaan dari pers tersebut. Dan
menjadikan kebebasan pers semakin terbatas, persyaratan
untuk mendapatkan surat izin tjetak ( SIT ) dan menerbitkan
suatu kabar pers harus mendukung sepenuhnya MANIPOL-
USDEK.
System demokrasi terpimpin mempengaruhi fungsi
pers menjadi tombak dari pemerintahan, tetapi tidak semua
pers mengikuti kehendak pemerintah. Akibatnya pada saat itu
tejadi perselisihan antara pers pemerintahan dan pers oposisi.
Seperti yang terjadipada barisan pendukung soekarno ( BPS )
Pemerintah melakukan peringatan dan pemberhentian
terhadap beebrapa pers yang tidak mendukung pemerintah
yait, majalah baarau ( samarinda ), berita minggu ( Jakarta ),
Indonesia raya ( Jakarta ), dan pembangunan ( Palembang )
16. PERKEMBANGAN ARSISTEKTUR
Pada tahun 1959-1965 perkembangan arsistektur
di beberapa kota di Indonesia dipengaruhi oleh gaya
arsistektur soekarno yang disebut “ padu padan “ . gaya
ini pada masa demokrasi terpimpin direalisasikan
pertama kalinya ketika menjadi tuan rumah
penyelenggaraan asean game IV pada tahun 1962.
Untuk konsekuensinya Indonesia harus membuat
sport vanues yang sekarang kita sebut dengan gelora
bung karno yang bertaraf internasioanl seperti yang telah
disyarat kan oleh komite asean games.
17. Di Jakarta sendiri ornament yang tercipta dari
gagasan ide soekarno adalah hotel Indonesia, masjid
instiqlal, pusat perbelanjaan sarinah, gedung PMI Jakarta,
monument nasional yang berada di Jakarta.
Sedangkan rancangan soekarno yang lainya diluar
Jakarta adalah bundaran besar yang berada di tengah
kota palangkaraya, gedung herbarium bogor, hotel
ambarukmo Yogyakarta, dan hotel bali beach dnepasar.
Untuk memperindah banyak kota di Indonesia beliau
membuat banyak monument di kota berupa patung.
Patung – patung tersebut antara lain patung
selamat dating, patung pangeran diponogoro, patung
tani, patung pembebasan irian barat, dan patung
dirgantara.
20. AKSI TRITURA
Naiknya Letnan Jenderal Soeharto ke kursi
kepresidenan tidak dapat dilepaskan dari peristiwa Gerakan
30 September 1965 atau G 30 S PKI. Ini merupakan
peristiwa yang menjadi titik awal berakhirnya kekuasaan
Presiden Soekarno dan hilangnya kekuatan politik PKI dari
percaturan politik Indonesia.
Peristiwa tersebut telah menimbulkan kemarahan
rakyat. Keadaan politik dan keamanan negara menjadi
kacau, keadaan perekonomian makin memburuk dimana
inflasi mencapai 600% sedangkan upaya pemerintah
melakukan devaluasi rupiah dan kenaikan menyebabkan
timbulnya keresahan masyarakat. Aksi-aksi tuntutan
penyelesaian yang seadil-adilnya terhadap pelaku G30 S
PKI semakin meningkat.
21. Gerakan tersebut dipelopori oleh kesatuan aksi
pemuda-pemuda, mahasiswa dan pelajar (KAPPI, KAMI,
KAPI), kemudian muncul pula KABI (buruh), KASI
(sarjana), KAWI (wanita), KAGI (guru) dan lain-lain.
Kesatuan-kesatuan aksi tersebut dengan gigih menuntut
penyelesaian politis yang terlibat G-30S/PKI, dan
kemudian pada tanggal 26 Oktober 1965 membulatkan
barisan mereka dalam satu front, yaitu Front Pancasila.
Setelah lahir barisan Front Pancasila, gelombang
demonstrasi yang menuntut pembubaran PKI makin
bertambah meluas. Situasi yang menjurus ke arah konflik
politik makin bertambah panas oleh keadaan ekonomi yang
semakin memburuk. Perasaan tidak puas terhadap keadaan
saat itu mendorong para pemuda dan mahasiswa
mencetuskan Tri Tuntunan Hati Nurani Rakyat yang lebih
dikenal dengan sebutan Tritura (Tri Tuntutan Rakyat).
22. Pada 12 Januari 1966 dipelopori oleh KAMI dan
KAPPI, kesatuan-kesatuan aksi yang tergabung dalam Front
Pancasila mendatangi DPR-GR mengajukan tiga buah tuntutan
yaitu:
a. Pembubaran PKI,
b. Pembersihan kabinet dari unsur-unsur G30S PKI,
c. Penurunan harga/perbaikan ekonomi.
Tuntutan rakyat agar Presiden Soekarno membubarkan
PKI ternyata tidak dipenuhi Presiden danuntuk menenangkan
rakyat Presiden Soekarno mengadakan perubahan Kabinet
Dwikora menjadi Kabinet 100 Menteri, yang ternyata belum
juga memuaskan hati rakyat karena di dalamnya masih
bercokol tokoh-tokoh yang terlibat dalam peristiwa G30S PKI.
Pada saat pelantikan Kabinet 100 Menteri pada tgl 24 Pebruari
1966, para mahasiswa, pelajar dan pemuda memenuhi jalan-
jalan menuju Istana Merdeka.
23. Aksi itu dihadang oleh pasukan Cakrabirawa sehingga
menyebabkan bentrok antara pasukan Cakrabirawa dengan para
demonstran yang menyebabkan gugurnya mahasiswa Universitas
Indonesia bernama Arief Rachman Hakim. Sebagai akibat dari
aksi itu keesokan harinya yaitu pada tanggal 25 Februari 1966
berdasarkan keputusan Panglima Komando Ganyang Malaysia
(Kogam) yaitu Presiden Soekarno sendiri, KAMI dibubarkan.
Insiden berdarah yang terjadi ternyata menyebabkan
makin parahnya krisis kepemimpinan nasional. Keputusan
membubarkan KAMI dibalas oleh mahasiswa Bandung dengan
mengeluarkan “Ikrar Keadilan dan Kebenaran” yang memprotes
pembubaran KAMI dan mengajak rakyat untuk meneruskan
perjuangan. Perjuangan KAMI kemudian dilanjutkan dengan
munculnya masa Kesatuan Aksi Pelajar Indonesia (KAPI), krisis
nasional makin tidak terkendalikan. Dalam pada itu mahasiswa
membentuk Resimen Arief Rachman Hakim, melanjutkan aksi
KAMI.
24. Protes terhadap pembubaran KAMI juga dilakukan
oleh Front Pancasila, dan meminta kepada pemerintah agar
meninjau kembali pembubaran KAMI. Dalam suasana yang
demikian, pada 8 Maret 1966 para pelajar dan mahasiswa
yang melakukan demonstrasi menyerbu dan mengobrak -
abrik gedung Departemen Luar Negeri, selain itu mereka
juga membakar kantor berita Republik Rakyat Cina (RRC),
Hsin Hua. Aksi para demonstran tersebut menimbulkan
kemarahan Presiden Soekarno.
Pada hari itu juga Presiden mengeluarkan perintah
harian supaya agar seluruh komponen bangsa waspada
terhadap usaha-usaha yang ingin membelokkan revolusi
bangsa Indonesia dan supaya siap sedia untuk
menghancurkan setiap usaha yang langsung maupun tidak
langsung bertujuan merongrong kepemimpinan, kewibawaan,
atau kebijakan Presiden,
25. SUPERSEMAR
Surat Perintah Sebelas Maret atau Surat Perintah
11 Maret yang disingkat menjadiSupersemar adalah surat
perintah yang ditandatangani oleh Presiden Republik
Indonesia Soekarno pada tanggal 11 Maret1966.
Surat ini berisi perintah yang menginstruksikan
Soeharto, selaku Panglima Komando Operasi Keamanan
dan Ketertiban (Pangkopkamtib) untuk mengambil segala
tindakan yang dianggap perlu untuk mengatasi situasi
keamanan yang buruk pada saat itu.
26. Adapun latar belakang keluarnya Surat Perintah
pada tanggal 11 Maret 1966 ini, versi resminya adalah
sebagai berikut. Menjelang akhir tahun 1965, operasi
militer terhadap sisa-sisa G-30-S/PKI boleh dikatakan
sudah selesai, hanya penyelesaian politik terhadap
peristiwa tersebut belum dilaksanakan oleh Presiden
Soekarno. PKI belum dibubarkan. Sementara krisis
ekonomi semakin parah.
Laju inflasi mencapai 650%. Tanggal 13 Desember
1965 bahkan dilakukan devaluasi, uang bernilai Rp
1.000,00 turun menjadi Rp 1,00. Sementara itu, harga-
harga membumbung naik. Hingga pada bulan Januari
1966 para mahasiswa dan pelajar yang tergabung dalam
KAMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia) dan KAPI
(Kesatuan Aksi Pelajar Indonesia) dengan salah satu
pentolannya Soe Hok Gie telah melakukan aksi
demonstrasi kepada pemerintahan Soekarno.
27. Selama 60 hari, dengan dipelopori para
Mahasiswa Universitas Indonesia, seluruh jalanan
ibukota dipenuhi demonstran. Aksi yang
dilancarkan melalui demonstrasi maupun melalui
surat kabar tersebut intinya mengecam Soekarno
dan jajarannya yang tidak peduli kepada rakyat.
Mreka menyampaikan Tri tuntutan rakyat (Tritura),
yang isinya: Bubarkan PKI, Retool Kabinet Dwikora,
dan Turunkan Harga.
Pada tanggal 11 Maret 1966, Kabinet yang
dijuluki “Kabinet 100 menteri” (karena jumlah
menterinya mencapai 102 orang) mengadakan
sidang paripurna untuk mencari jalan keluar dari
krisis. Sidang diboikot, para mahasiswa
mengadakan pengempesan ban mobil di jalan-jalan
menuju ke istana
28. Ketika Presiden berpidato, Brigjen Sabur, Komandan
Cakrabirawa (Pengawal Presiden) memberitahukan bahwa
istana sudah dikepung pasukan tak dikenal. Meskipun ada
jaminan dari Pangdam Jaya brigjen Amir Mahmud, bahwa
keadaan tetap aman, Presiden Soekarno yang tetap merasa
khawatir, pergi dengan helikopter ke Istana Bogor bersama
Wakil Perdana Menteri Dr. Soebandrie dan Dr. Khairul Saleh.
Lepas tengah malam tanggal 11 Maret 1966, Jenderal
Soeharto membubarkan PKI dengan dasar hukum surat
perintah tersebut. PKI beserta ormas-ormasnya dilarang di
seluruh Indonesia terhitung sejak 12 Maret 1966. Seminggu
kemudian, 15 menteri yang dinilai terlibat dalam G-30-S
ditahan. Dengan demikian, dua dari Tritura, sudah
dilaksanakan, Namun kewibawaan Presiden Soekarno tidak
pulih. Antara tahun 1966-1967 terjadi dualisme
kepemimpinan nasional, yaitu Soekarno sebagai presiden dan
Soeharto sebagai Pengemban Super Semar yang dikukuhkan
dalam ketetapan MPRS No. IX/MPRS/66.
29. DUALISME KEPIMPINAN NASIONAL
Memasuki tahun 1966 terlihat gejala krisis kepemimpinan
nasional yang mengarah pada dualisme kepemimpinan. Disatu pihak
Presiden Soekarno masih menjabat presiden, namun pamornya telah
kian merosot. Soekarno dianggap tidak aspiratif terhadap tuntutan
masyarakat yang mendesak agar PKI dibubarkan.
Hal ini ditambah lagi dengan ditolaknya pidato
pertanggungjawabannya hingga dua kali oleh MPRS. Sementara itu
Soeharto setelah mendapat Surat Perintah Sebelas Maret atau
Supersemar dari Presiden Soekarno dan sehari sesudahnya
membubarkan PKI, namanya semakin populer. Dalam pemerintahan
yang masih dipimpin oleh Soekarno, Soeharto sebagai pengemban
Supersemar, diberi mandat oleh MPRS untuk membentuk kabinet,
yang diberi nama Kabinet Ampera.
30. Meskipun Soekarno masih memimpin sebagai
pemimpin kabinet, tetapi pelaksanaan pimpinan dan
tugas harian dipegang oleh Soeharto. Kondisi seperti ini
berakibat pada munculnya “dualisme kepemimpinan
nasional”, yaitu Soekarno sebagai pimpinan
pemerintahan sedangkan Soeharto sebagai pelaksana
pemerintahan. Presiden Soekarno sudah tidak banyak
melakukan tindakan-tindakan pemerintahan, sedangkan
sebaliknya Letjen. Soeharto banyak menjalankan tugas-
tugas harian pemerintahan.
Adanya “Dualisme kepemimpinan nasional” ini
akhirnya menimbulkan pertentangan politik dalam
masyarakat, yaitu mengarah pada munculnya pendukung
Soekarno dan pendukung Soeharto. Hal ini jelas
membahayakan persatuan dan kesatuan bangsa.
31. Dalam Sidang MPRS yang digelar sejak akhir bulan
Juni sampai awal Juli 1966 memutuskan menjadikan
Supersemar sebagai Ketetapan (Tap) MPRS. Dengan
dijadikannya Supersemar sebagai Tap MPRS secara
hukum Supersemar tidak lagi bisa dicabut sewaktu-waktu
oleh Presiden Soekarno. Bahkan sebaliknya secara hukum
Soeharto mempunyai kedudukan yang sama dengan
Soekarno, yaitu Mandataris MPRS.
Dalam Sidang MPRS itu juga, majelis mulai
membatasi hak prerogatif Soekarno selaku Presiden.
Secara eksplisit dinyatakan bahwa gelar “Pemimpin Besar
Revolusi” tidak lagi mengandung kekuatan hukum.
Presiden sendiri masih diizinkan untuk membacakan
pidato pertanggungjawabannya yang diberi judul
“Nawaksara
32. Pada tanggal 22 Juni 1966, presiden Soekarno
menyampaikan pidato “Nawaksara” dalam persidangan MPRS.
“Nawa” berasal dari bahasa Sansekerta yang berarti sembilan,
dan “Aksara” berarti huruf atau istilah. Pidato itu memang
berisi sembilan pokok persoalan yang dianggap penting oleh
presiden Soekarno selaku mandataris MPR. Isi pidato tersebut
hanya sedikit menyinggung sebab-sebab meletusnya peristiwa
berdarah yang terjadi pada tanggal 30 September 1965.
Pada tanggal 10 Januari 1967 Presiden menyampaikan
surat kepada pimpinan MPRS yang berisi Pelengkap
Nawaksara. Dalam Pelengkap Nawaksara itu presiden
mengemukakan bahwa mandataris MPRS hanya
mempertanggungjawabkan pelaksanaan Garis-garis Besar
Haluan Negara dan bukan hal-hal yang lain. Nawaksara
baginya hanya sebagai progress report yang ia sampaikan
secara sukarela. Ia juga menolak untuk seorang diri
mempertanggungjawabkan terjadinya peristiwa Gerakan 30
September, kemerosotan ekonomi, dan akhlak.
33. Salah seorang sahabat Soekarno, Mr. Hardi,
menemui Presiden Soekarno dan memohon agar
Presiden Soekarno membuka prakarsa untuk mengakhiri
dualisme kepemimpinan negara, karena dualisme
kepemimpinan inilah yang menjadi sumber konflik politik
yang tidak kunjung berhenti. Mr. Hardi menyarankan agar
Soekarno sebagai mandataris MPRS, menyatakan non
aktif di depan sidang Badan Pekerja MPRS dan
menyetujui pembubaran PKI.
Ia meminta agar diumumkan pada hari Rabu
tanggal 22 Februari 1967. Tepat pada pukul 19.30,
Presiden Soekarno membacakan pengumuman resmi
pengunduran dirinya. Pada tanggal 12 Maret 1967
Jenderal Soeharto dilantik menjadi pejabat Presiden
Republik Indonesia oleh Ketua MPRS Jenderal Abdul Haris
Nasution.