BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bentuk teori kepribadian dan terapi psikoanalitik ini muncul dalam konteks medis dengan asumsi dasar bahwa klinisi menangani patologi. Pendekatan psikoanalisis juga dikenal dengan istilah psikodinamik yang dikembangkan oleh Sigmund Freud. Pendekatan-pendekatan psianalisis atau psikodinamik menganggap bahwa tingkah laku abnormal disebabkan oleh faktor-faktor intrapsikis (konflik tak sadar, represi, mekanisme defensive), yang mengganggu penyesuaian diri.
Pikoanalisis merupakan sebuah metode yang sangat berpengaruh mengobati gangguan mental, dibentuk oleh teori psikoanalitik, yang menekankan proses mental bawah sadar dan kadang-kadang digambarkan sebagai "psikologi mendalam."
Gerakan psikoanalitik berasal dari pengamatan klinis dan formulasi dari psikiater Austria yang bernama Sigmund Freud, yang menciptakan istilah itu selama 1890-an, Freud dikaitkan dengan yang lain Wina, Josef Breuer, dalam studi pasien neurotik bawah hipnosist. Freud dan Breuer mengamati bahwa, ketika sumber ide pasien dan impuls dibawa ke dalam kesadaran selama kondisi hipnosis, pasien menunjukkan perbaikan.
Norman D. Sundberg dkk (2007:190) Bagaimana Freud memikirkan tentang masalah psikologis? Hal ini dapat dilihat dari ilustrasi pemikiran awal Freud-Katharina disebuah buku terbitan 1895, Studies on Hysteria (Breuer dan Freud, hal. 125-134).Psikoanalisa dapat dikatakan sebagai aliran psikologi yang paling dikenal meskipun mungkin tidak dipahami seluruhnya. Namun psikoanalisa juga merupakan aliran psikologi yang unik, tidak sama seperti aliran lainnya. Aliran ini juga yang paling banyak pengaruhnya pada bidang lain di luar psikologi, melalui pemikiran Freud.
Konsep dari teori Freud yang paling terkenal adalah tentang adanya alam bawah sadar yang mengendalikan sebagian besar perilaku. Selain itu, dia juga memberikan pernyataan pada awalnya bahwa prilaku manusia didasari pada hasrat seksualitas pada awalnya (eros) yang pada awalnya dirasakan oleh manusia semenjak kecil dari ibunya.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dengan model Psycoanalytical?
2. Bangaimanakah pendekatan psikoanalisa dalam bidang klinis?
3. Sebutkan dan jelaskan struktur kepribadian ?
4. Bangaimanakah dinamika kepribadian ?
5. Bangaimanakah perkembangan kepribadian?
6. Bangaimanakah proses terapi dalam psikoanalitik?
7. Sebutkan dan jelaskan teknik-teknik dalam psikoanalitik?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui pegertian dari model Psycoanalytical.
2. Untuk mengetahui bangaimana pendekatan psikoanalisa dalam bidang klinis.
3. Untuk mengetahui struktur kepribadian .
4. Untuk mengetahui bangaimana dinamika kepribadian .
5. Untuk mengetahui bangaimana perkembangan kepribadian.
6. Untuk mengetahui bangaimana proses terapi dalam psikoanalitik.
7. Untuk mengetahui teknik-teknik dalam psikoanalitik.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Model Psycoanalytical merupakan model yang pertama yang ditemukan oleh Sigmun Freud yang meyakini bahwa penyimpangan
Makalah Konsep Akhlak dan Ruang Lingkup Dalam Berpolitik, Berdagang, dan Berumahtangga
1. i
MAKALAH
Konsep Akhlak dan Ruang Lingkup Dalam Berpolitik, Berdagang, dan
Berumah Tangga
Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas pada mata kuliah
Agama Islam 3
Dosen Pengampu : Rochmad Afandi, M.Pd.I
Disusun Oleh :
1. Shevi Nur Azizah NPM : 16310730014
2. Aditya Oki P NPM : 16310730012
Program Studi Teknik Elektro
Fakultas Teknik
Universitas Islam Kadiri
Tahun 2017
2. ii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
“Konsep Akhlak dan Ruang Lingkup dalam Berpolitik, Berdagang, dan Berumahtangga“.
Makalah ini disususn untuk memenuhi salah satu tugas terstruktur pada mata kuliah Agama
Islam 3.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna baik mengenai
isi maupun penulisannya. Untuk itu kritik, saran dan bimbingan sangat penulis harapkan.
Akhirnya dengan selesainya penulisan makalah ini, penulis mengucapkan terimakasih
kepada semua pihak yang turut membantu dan membimbing dalam penulisan makalh ini,
kepada yang terhormat :
1. Bapak Rochmad Afandi, M.Pd.I selaku dosen mata kuliah Agama Islam 3,
2. Ayah, dan Ibu tercinta yang telah memberikan bantuan baik berupa moril ataupun
materil,
3. Rekan-rekan seperjuangan.
Semoga amal baik mereka mendapat pahala dari Allah SWT. Amin.
Penyusun
3. iii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .....................................................................ii
DAFTAR ISI....................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN .................................................................1
A. Latar Belakang............................................................................1
B. Rumusan Masalah ......................................................................1
BAB II PEMBAHASAN..................................................................2
A. Konsep Akhlak..........................................................................2
B. Akhlak Dalam Berpolitik............................................................2
C. Akhlak Dalam Berdagang...........................................................6
D. Akhlak Dalam Berumah tangga ..................................................13
BAB III PENUTUP .........................................................................22
A. Kesimpulan ...............................................................................22
B. Saran.........................................................................................22
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................23
4. 1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Allah SWT telah menciptakan manusia untuk saling melengkapi. masing-masing
saling membutuhkan satu sama lain, supaya mereka tolong menolong, tukar-menukar
keperluan dalam segala urusan kepentingan hidup masing-masing, beberapa diantaranya
adalah perdagangan, pernikahan dan politik yang tentunya Allah sudah mengatur dalam Al-
Qur’an mengenai ketiga hal tersebut.
Politik adalah hal yang berkaitan dengan penyelengaraan pemerintahan dan Negara.
Perdagangan adalah dimana dua orang melakukan suatu transaksi, pertukaran atau biasa kita
sebut jual beli. Sedangkan pernikahan adalah suatu ikatan lahir batin antara seorang laki-laki
dan perempuan yang bukan muhrim sebagai suami istri dengan tujuan membina suatu rumah
tangga yang bahagia berdasarkan tuntunan Allah SWT.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana konsep akhlak dalam islam ?
2. Bagaimana ruang lingkup akhlak dalam berpolitik ?
3. Bagaimana ruang lingkup akhlak dalam berdagang ?
4. Bagaimana ruang lingkup akhlak dalam berumah tangga ?
5. 2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Konsep Akhlak
Akhlak adalah tabiat atau sifat seseorang, yakni keadaan jiwa yang telah terlatih,
sehingga dalam jiwa tersebut benar-benar telah melekat sifat-sifat yang melahirkan
perbuatan-perbuatan dengan mudah dan spontan, tanpa dipikirkan dan diangan-angankan
terlebih dahulu. Hal itu berarti bahwa perbuatan tersebut dilakukan dengan tidak sengaja atau
tidak dikehendaki. Hanya saja karena yang demikian itu dilakukan ber ulang-ulang sehingga
sudah menjadi kebiasaan, maka perbuatan itu muncul dengan mudah tanpa dipikir dan
dipertimbangkan lagi. Sebenarnya akhlak itu sendiri bukanlah perbuatan, melainkan
gambaran batin (jiwa) yang tersembunyi [dalam diri manusia. Oleh karena itu, dapat
dikatakan bahwa akhlak adalah nafsiyah (sesuatu yang bersifat kejiwaan / abstrak),
sedangkan bentuknya yang kelihatan berupa tindakan (mu’amalah) atau tingkah laku (suluk)
merupakan cerminan dari akhlak tadi. Seringkali suatu perbuatan dilakukan secara kebetulan
tanpa adanya kemauan atau kehendak, dan bias juga perbuatan itu dilakukan sekali atau
beberapa kali saja, atau barangkali perbuatan itu dilakukan tanpa disertai ikhtiar (kehendak
bebas) karena adanya tekanan atau paksaan. Maka perbuatan-perbuatan tersebut diatas tidak
dapat dikategorikan sebagai akhlak. Sebagai contoh, seseorang tidak dapat dikatakan
berakhlak dermawan, apabila perbuatan memberikan hartanya itu dilakukan hanya sekali
atau dua kali saja, atau mungkin dia memberikan itu karena terpaksa (disebabkan gengsi atau
dibawah tekanan) yang sebenarnya dia tidak menghendaki untuk melakukannya, atau
mungkin untuk memberikan hartanya itu dia masih berat sehingga memerlukan perhitungan
dan pertimbaagan. Padahal factor kehendak ini memegang peranan yang sangat penting,
karena dia menunjukkan adanya unsur ikhtiar dan kebebasan, sehingga suatu perbuatan bias
disebut perbuatan akhlak.1
B. Akhlak Dalam Berpolitik
Tujuan utama kekuasaan dan kepemimpinan suatu dalam pemerintahan dan negara
adalah menjaga sesuatu sistem ketertiban agar masyarakat menjalankan kehidupannya
1Anwar Khairul. Pengantar Studi Islam. Hal.216-219
6. 3
dengan wajar. Pemerintahan tidak diadakan untuk melayani dirinya sendiri, tetapi untuk
melayani masyarakat, mengembangkan kemampuan dan kreativitas demi tercapainya tujuan
bersama. Oleh karena itu, secara umum tugas pokok pemerintah atu penguasa suatu Negara
adalah menjamin diterpakannya perlakuan adil kepada setiap warga masyarakat tanpa
membedakan status apa pun yang melatar belakangi keberadaan mereka, melakukan
pekerjaan umum dan memberi member pelayanan dalam bidang-bidang yang tidak mungkin
dikerjakan oleh pemerintah, melakukan upaya-upaya untuk meningkatkan kesejahteraan
sosial, menerapkan kebijakan ekonomi yang menguntungkan masyarakat luas, serta
kebijakan lain, menerapkan kebijakan untuk pemeliharaan dan pemanfaatan sumber daya
alam dan lingkungan hidup. Untuk mengemban amanah tersebut diperlukan konstitusi
hukum, etika dan lembaga-lembaga yang tepat dengan para apartur yang selalu semangat
melayani kepentingan umum sebagai dasar dari motivasi mereka memilih karir di bidang
kepemerintahan.
Pemerintah yang baik dalam menyelenggarakan kekuasaan negara harus berdasar
pada :
1. Ketertiban dan kepastian hokum dalam pemerintah,
2. Perencanaan dalam pembangunan,
3. Pertanggungjawaban, baik oleh pejabat dalam arti luas maupun oleh pemerintah,
4. Pengabdian pada kepentingan masyarakat,
5. Pengendalian yang meliputi kegiatan pengawasan, pemeriksaan, penelitian dan
penganalisisan,
6. Keadilan tata usaha/administrasi negara sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.
Akhlak yang disyariatkan oleh islam dalam politik dan keegaraan adalah sebagaimana
Allah SWT berfirman dalam surat An-Nisa ayat 59 :
7. 4
Artinya : “ Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya),
dan ulil amri di antara kamu. kemudian jika kamu berlainan Pendapat tentang sesuatu,
Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-
benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu)
dan lebih baik akibatnya.”2
Rakyat harus berakhlak baik kepada pemimpinnya, yaitu taat sebagaimana taatnya
umat islam kepada Allah SWT dan Rasulullah SAW. Diterangkan dalam surat An-Nisa ayat
58 :
Artinya : “ Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang
berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia
supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang
sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar lagi Maha
melihat.”3
Akhlak berikutnya adalah memutuskan perkara atas dasar musyawarah dalam Al-
Qur’an surat Asy-Syuura ayat 38 Allah SWT berfirman :
2 QS. An-Nisa ayat 59 Qur’an in Word
3 QS. An-Nisa ayat 58 Qur’an in Word
8. 5
Artinya : “Dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhannya dan
mendirikan shalat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarat antara mereka;
dan mereka menafkahkan sebagian dari rezki yang Kami berikan kepada mereka.”4
Akhlak dalam berpolitik sebagaimana disyariatkan dalam ajaran Islam adalah akhlak
yang dibangun oleh dasar-dasar Qur’ani, sehingga para politisi, penguasa, negarawan, dan
masyarakat wajib menerapkan etika politik Islam. Di antaranya selalu saling menghargai
pendapat masing-masing, menegakkan demokrasi, menepati janji-janji politik kepada
masyarakat, jujur, dan amanah dalam memegang dan menjalankan tugastugas negara demi
kesejahteraan dan keadilan sosial.
Dengan pandangan tersebut, politisi yang kemudian dipilih menjadi wakil rakyat,
baik di lembaga legislatif maupun pemegang tampuk kepemimpinan, harus melakukan
fungsinya sesuai dengan konstitusi yang berlaku. Salah satunya adalah melaksanakan fungsi
pengawasan kepada seluruh bawahannya dan masyarakatnya guna mengetahui dan
mengusahakan agar semua tugas negara dapat terlaksana sesuai dengan rencana yang
ditetapkan, dan mencapai hasil yang dikehendaki. Langkah-langkah pengawasannya adalah
sebagai berikut:
1. Memeriksa, artinya meneliti dengan cermat dan melihat secara langsung pada objek yang
diperiksa, sehingga keadaan rakyat diketahui secara objektif, bukan hanya berdasarkan
laporan dari bawahannya.
2. Mengecek, artinya setiap laporan dari bawahannya harus dilihat dengan empirik.
3. Mencocokkan, artinya apa pun bentuk aspirasi masyarakat melalui berbagai aksi, melalui
pesan pendek (SMS) dan sejenisnya perlu dicrosscheck agar kebenarannya terbukti
dengan objektif.
4. Meneliti dan menilai, artinya melakukan pengamatan secara saksama terhadap seluruh
tugas penyelenggara negara, keadaan masyarakat, dan berbagai aspirasi sosial yang
brkembang, kemudian mengevaluasi semua yang telah diteliti untuk diukur tingkat
keberhasilan dan kegagalannya.
5. Menginspirasi, artinya melakukan kunjungan-kunjungan ke berbagai daerah untuk
mengetahui keadaanmasyarakat yang sesungguhnya serta kinerja seluruh penyelenggara
pemerintahan suatu negara.
4 QS. Asy-Syuura 38 Qur’an in Word
9. 6
6. Mengendalikan, artinya memiliki kemampuan menjalankan roda pemerintahan dan
mencegah berbagai keadaan politik dan ekonomi yang dapat meruntuh stabilitas negara.
7. Mengatur, artinya mengelola perjalanan kepemimpinan dengan cara yang professional.
8. Mencegah sebelum terjadi kegagalan, artinya melakukan tindakan-tindakan preventif
terhadap semua keadaan yang dapat mengakibatkan krisis di masyarakat, baik krisis
ekonomi, politik, budaya, maupun krisis kepercayaan terhadap para penyelenggara
Negara dan politisi.
Delapan hal diatas merupakan akhlak para politisi, para pemimpin para
penyelenggara pemerintahan, mulai dari presiden, para menteri, gubernur, walikota, bupati,
camat, lurah, sampai ketingkat RT. Apabila akhlak para pemimpin ini buruk, masyarakat
akan menjadi korban. Sebagai contoh, kerika kinerja Komisi Pemilihan Umum (KPU)
kurang professional, sebagaimana yang terjadi pada pemilihanumum legislatif pada tahun
2009 karena berbagai kasus dan masalah Daftar Pemilih Tetap (DPT), demokrasi di
Indonesia tercoreng-moreng. Kemudian, hak pilih sebagian masyarakat hilang tanpa ada
pertanggung jawaban yang jelas. Oleh karena itu, akhlak dalam berpolitik perluditegakkan, di
antaranya dengan mengamalkan seluruh peratutan perundangan yang berlaku.
C. Akhlaq Dalam Perdagangan
Jual beli (perdagangan) adalah pertukaran benda dengan benda lain dengan prinsip
saling merelakan. Jual beli merupakan proses pemindahan hak milik seseorang kepada orang
lain dengan disertai penggantiannya melalui cara yang di bolehkan. Kata al-bay’ (jual) dan
asy-syira (beli) dipergunakan dalam pengertian yang sama, yaitu perniagaan yang berkaitan
dengan pertukaran barang dengan alat penukar atau barang yang nilainya sama. Menurut
hukum Islam, jual beli adalah persetujuan suatu kontrak yang dilakukan oleh penjual dan
pembeli untuk saling bertukar antara barang dengan alat tukar tertentu, sehingga terjadilah
proses serah terima yang benar menurut hukum perdagangan.
Menurut Sayyid Sabiq, jual beli adalah memberikan sesuatu karena ada penggantian
yang memiliki nilai yang sama dengan harga tertentu. Oleh karena itu, dalam jual beli terjadi
pemberian harta karena menerima harta yang lain dengan ikrar penyerahan dan penerimaan
atau disebut dengan ijab dan kabul.5 Demikian pula, ditegaskan oleh Moh. Anwar, secara
5 Taqiyuddin Abu Bakar bin Muhammad Husaini, Kifayatul Akhyar Juz I, Surabaya : Bina Ilmu, t.th, hlm. 239;
Lihat juga dalam Terjamah Khulasah Kifayatul Akhyar, terj. M. Rifa’I dkk., Semarang : Toha Putra, 1989, hlm.
183.
10. 7
linguistik, jual beli adalah tukar-menukar sesuatu dengan yang lainnya. Sedangkan menurut
istilah fiqh, jual beli merupakan perikatan atau akad yang mengandung pengertian pertukaran
harta benda atau jasa atau harta benda lagi untuk selama-lamanya (menjadi milik masing-
masing) menurut peraturan yang telah ditentukan.
Jual beli secara substansial adalah aktivitas tukar-menukar barang dengan
menggunakan hokum perdagangan yang telah berlaku dan telah disepakati. Dalam hukum
perdagangan. Menurut Suryodiningrat, terdapat suatu perjanian, persetujuan, dan kontrak
antara pihak penjual dan pihak pembeli dengan saling mengikatkan diri antara barang dengan
harga barang yang ditrasaksikan. Karena prosesnya merupakan kesepakatan,dalam jual beli
harus ada sikap saling merelakan. Sayyid Sabiq, mengatakan bahwa pada dasarnya, sikap
tersebut merupakan hakikat dalam perjanjian jual beli di antara para pihak.
Sikap yang harus ada di antara kedua belah pihak tersebut, yaitu adanya akad, yaitu
ijab dan kabul. Pertukarannya dapat berupa barang dengan barang atau barang dengan uang.
Hal itu bergantung pada kondisi sosial dan kesepakatannya. Namun, karena sekarang jual
beli lebih umum menukarkan barang dengan uang, tentu saja keberlakuannya lebih diakui
oleh seluruh aktivitas jual beli di dunia.6
Rahmat Syafe’i, mendefinisikan jual beli sebagai aktivitas manusia yang berkaitan
dengan pertukaran harta benda, sehingga terjadi perpindahan hak milik atas benda atau harta
masing-masing.7 Demikian pula, dengan Hasbyi Ash-Shidiqie, yang berpendapat bahwa jual
beli merupakan suatu pertukaran harta dengan harta lain yang bernilai sama berdasarkan cara
khusu yang diperbolehkan, sehingga saling memiliki hak dalam benda yang berbeda serta
manfaat yang berlainan sesuai kebutuhan masing-masing pihak baik penjual maupun
pembeli.8
Dengan pengertian pengertian di atas, arti jual beli adalah pemberian harta karena
menerima harta lain dengan ikrar penyerahan dan penirmaan atau ijab dan kabul sesuai
dnegna hukum dan syarat yang berlaku dalam hukum Islam atau hukum perdagangan di
dunia. Jual beli adalah perikatan dalam pertukaran hak milik atas suatu benda atau jasa
melalui ijab dan kabul.
Dengan seluruh pengertian di atas, dapat diambil pemahaman bahwa jual beli
merupakan kegiatan manusia yang berkaitan dengan hal-hal berikut :
1. Pertukaran harta, benda, dan jasa.
6 (Idris Ahmad, 1993 :5)
7 (Rahmat Syafe’I, 2004 : 74)
8 Muhammad, Hasbi Ash-Shiddieqy, Koleksi Hadits-Hadist Hukum, Jakarta: Yayasan Teungku Muhammad
Hasbi ash-Asidiqi, cet. ke-5, 1994
11. 8
2. Pertukaran nilai benda yang sama dalam jenis yang berbeda atau jasa yang dihargakan
dengan kebendaan dalam harga yang sepadan.
3. Pengambilan manfaat atas benda atau jasa yang berbeda oleh pihak penjual dan pembeli.
4. Perpindahan hak milik dari harta dan jasa seseorang kepada orang lain.
5. Peraturan yang berkaitan dengan legalitas jual beli
6. Sikap saling merelakan diantara penjual dan pembeli.9
Akhlak Islami yang wajib dilaksanakan perdagangan berdasarkan dalil-dalil berikut :
1. Dasar hukum yang dijadikan dalil bolehnya melakukan jual beli dan akhlak yang wajib
dilaksanakan adalah firman Allah SWT. yang terdapat dalam surat An-Nisa’ ayat 29 :
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta
sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang Berlaku
dengan suka sama-suka di antara kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu ;
Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.”10
2. Selain ayat Al-Qur’an yang menjadi dasar hukum sekaligus dalil bolehnya melakukan
jual beli, dasar hukum lainnya adalah hadits-hadits Rasulullah SAW. Yang berkaitan
langsung dengan jual beli. Di antaranya adalah hadits riwayat Ibnu Majjah dan Baihaqi,
Rasullullah SAW. bersabda :
9 Drs. Beni Ahmad Saebani, M.Si., Drs. KH. Abdul Hamid, M.Ag, Ilmu Akhlaq (Pustaka Ceria, Bandung,,
2010), h.298.
10 QS. An-Nisa ayat 29 Qur’an in Word
12. 9
Artinya : “ Jual beli itu hanya sah bila saling merelakan.”(H.R. Ibnu Majjah dan
Baihaqi)11
Hadits lain yang menjadi dasar hukum jual beli :
Artinya : “Rasululah saw ditanya salah seorang sahabat megenai pekerjaan (profesi)
apa yang paling baik? Rasulullah saw. Menjawab : Usaha tangan manusia sendiri dan
setiap jual beli yang diberkati.” (H.R. Rifa’ah bin Rafi,Ibnu Majjah dan Hakim. Menurut
Hakim, hadits ini sahih).12
Jual beli boleh dilakukan dengan syarat tidak menyimpang dari rukun dan berbagai
persyaratannya, sehingga hakikat pertukaran barang atau jasa memberikan manfaat yang
dibenarkan oleh tuntunan Allah SWT dan Rasul-Nya. Dengan penjelasan tersebut diatas,
pelaksanaan jual beli harus selalu berlandaskan pada sikap ‘antaradhin. Dalam memelihara
dan menjaga sikap‘antaradhin, ada beberapa hal yang berkaitan dengan proses ijab kabul
dalam jual beli, yaitu sebagai berikut :
1. Lafadz dalam jual beli sebagai bentuk ijab kabul harus dapat dipahami oleh kedua belah
pihak.
2. Barang yang diperjualbelikan harus dikenal dengan baik dari manfaat dan harganya. Bila
barang tersebut merupakan barang pokok, harga pasarannya harus jelas.
3. Cara penjualannya tidak mengandung unsur penipuan, spekulasi, dan riba’.
4. Barang yang dijual adalah milik penjual sendiri atau mendapat kuasa dari pemilik barang.
5. Tidak membeli barang yang sedang ditawar oleh orang lain dan tidak menjual barang
dengan dua harga.
6. Membayar harga barang setelah ada ijab kabul di tempat berlangsungnya transaksi.
7. Tidak membeli barang dengan cara menghadang di jalanan atau dengan cara tengkulak.
8. Tidak memperjualbelikan barang barang yang diharamkan oleh Allah SWT dan
barangbarang yang najis.
Sebagaimana telah diuraikan di atas, untuk memelihara sikap‘antaradhin, kedua
pihak harus memenuhi rukun dan syarat yang benar, sebagaimana diuraikan secara praktis
11 H.R. Ibnu Majjah dan Baihaqi
12 H.R. Rifa’ah bin Rafi,Ibnu Majjah dan Hakim. Menurut Hakim, hadits ini sahih
13. 10
oleh fiqh muamalah adalah pihak penjual dan pembeli, barang yang diperjualbelikan, dan
akad yang diperjualbelikan dalam bentuk perjanjian.
Syarat bagi penjual dan pembeli adalah:
1. Sudah baligh, sehat lahiriah, dan batiniah.
2. Atas kehendak sendiri, tidak ada unsur paksaan.
Syarat-syarat akad adalah :
1. Adanya kesepakatan yang tidak terpisahkan, terjadi secara bersamaan.
2. Tidak diselingi oleh kata-kata lain .
3. Menggunakan kalimat yang jelas, mudah dipahami oleh kedua belah pihak .
Syarat barang yang dijual adalah :
1. Barang yang suci dan mungkin dapat disucikan.
2. Barang yang memberikan manfaat satu sama lain.
3. Tidak mengkaitkan barang dengan syarat tertentu, misalnya ‘aku menjual barang jika
ayahku meninggal’.
4. Tidak dibatasi dengan waktu, misalnya menjual barang hanya untuk satu bulan.
Dalam masalah akad, yaitu yang berbentuk ijab dan kabul, Hamzah Ya’qub,
mengeaskan bahwa “ijab kabul harus diucapkan dengan shigat yang jelas karena bila shigat-
nya tidak jelas, jual belinya tidak sah.”
Ijab kabul dalam bentuk shigat yang diucapkan bukan hanya yang terucap dan
berbunyi, melainkan harus dipahami oleh kedua belah pihak. Oleh karena itu, meskipun tidak
berbunyi karena dalam bentuk tulisan, apabila dipahami dengan jelas oleh kedua belah pihak,
ijab kabul tersebut sah.
Ada pula penyampaian akad dengan bentuk perbuatan atau disebut dengan al-‘aqad
bi almu’athah. Akad dengan mu’athah adalah memberikan dan mengambil tanpa perkataan
(ijab dan kabul), sebagaimana seseorang membeli sesuatu yang telah diketahui harganya,
kemudian ia mengambilnya dari penjual dan memberikan uang sebagai pembayaran.
Bentuk jual beli dengan akad tersebut, dikenal dengan istilah ijab kabulmubadalah
karena yang diuatamakannya adalah pertukarannya. Karena adanya jual beli secara
mu’athah, lahirlah perbedaan pendapat mengenai hal yang berkaitan dengan ijab kabul,
terutama dalam masalah melafalkan ijab kabul, yaitu di satu sisi, prinsip ‘antaradhin adalah
perbuatan hati, disisi lain wajib diucapkan.
14. 11
Tujuh prinsip jual beli adalah sebagai berikut:
1. ‘Adam al-gharar, tidak boleh ada salah satu pihak yang tertipu.
2. ‘Adam ar-riba, tidak boleh ada beban berat yang mengandung riba’.
3. ‘Adam al-maisir , tidak boleh mengandung unsur judi.
4. ‘Adam al-ihtiqar wa at-tas’ir, tidak boleh ada penimbunan barang.
5. Musyarakah, kerja sama saling menguntungkan.
6. Al-birr wa at-taqwa, asas yang menean bentuk muamalah dalam rangla tolong-menolong
dalam kebaikan dan takwa.
7. Takafful al-ijtima’, proses lalu lintas pemindahan hak milik harta atas dasar kesadaran
solidaritas sosial untuk saling memenuhi kebutuhan satu pihak dengan pihak lainnya serta
atas dasar tanggung jawab bersama demi kemaslahatan umum yang lebih bermakna bagi
kehidupan yang lebih luas.
Tujuh prinsip diatas mengungkapkan bahwa jual beli bukan hanya sekedar kegiatan
tukarmenukar barang karena kedua belah pihak saling membutuhkan, tetapi jual beli
merupakan manifestasi antarmanusia untuk saling menolong. Dengan demikian, tidak
dibenarkan bila dalam jual beli terdapat sikap saling merugikan.
Menurut Hamzah Ya’qub, hikmah adanya jual beli yang diatur oleh syariat islam
dengan merujuk pada ketentuan Al-Qur’an dan Al-Hadits adalah sebagai berikut:
1. Membina ketentraman dan kebahagiaan karena dengan adanya perdagangan, kenutuhan
manusia setiap hari dapt berganti dan setiap orang akan mendapat manfaat barang dan
jasa secara beraturan dan bergiliran, hal tersebut akan melahirkan kebahagiaan dan
ketentraman. Sebaliknya, manusia bila sehari saja tidak menemukan beras, padahal ia
sangat membutuhkan, kebahagiaan dalam hidupnya akan terasa terganggu dan ia tidak
akan tentram.
2. Memenuhi nafkah keluarga, sebagaimana keluarga yang memiliki hak dan kewajiban
masingmasing. Suami berkewajiban memberi nafkah keluarga, dan jual beli adalah usaha
yang dibolehkan untuk mendapatkan uang sebagai rezeki yang digunakan untuk
menafkahi keluarga. Firman Allah SWT dalam surat Al-Baqarah ayat 233 :
16. 13
4. Sebagai sara ibadah kepada Allah SWT dan perupaya mengikuti contoh Rasulullah SAW,
terutama hikmah yang didapatkan dari kehidupan pedagang yang jujur dan amanah.
Semua pekerjaan yang dilakukan oleh orang Islam dengan cara tersebut adalah ibadah
kepada Allah SWT, pedagang yang jujur akan mendapat keberkahan yang luar biasa dari
Allah SWT. Bekerja keras mendapatkan rezeki yang halah dan bersih sebagai bagian
penting agar manusia naik derajatnya, menjadi pembayar zakat karena pembayar zakat
lebih mulia dibandingkan penerima zakat. Dengan usahanya, seorang pedagang mampu
menunaikan ibadah haji ke Baitullah.
5. Menjaga keturunan dari jasad yang lemah. Dengan terus mengembangkan usaha
perdanganyan dan sukses dalam berbisnis, keturunan akan lebih kuat jasadnya karena
pemenuhan sanang, pangan, dan papan dengan mudah terpenuhi.
6. Menolak praktik kemungkaran dari berbagai usaha yang mengandung unsur riba’ dan
penipuan. Perdagangan ilegal yang dikembangkan dengan sistem yang menjungjung
tinggi kejujuran dengan pedoman Al-Qur’an dan As-Sunnah, sebagaimana perbangkan
syariah yang terus berkembang dewasa ini telah ikut menggeser praktek riba’ yang
diterapkan oleh perbankan konvensional, sehingga lembaga ekonomi yang islamai
mendapatkan tempat yang layak di tengah-tengah masyarakat pelaku bisnis.
7. Meningkatkan taraf hidup dan derajat pendidikan masyarakat. Semenjak Rasulullah SAW
memberikan contoh dalam bisnis dan perdagangan, beliau memberikan kebebasan umat
Islam untuk mengembangkannya, dengan tetap berpsinsi[ pada sikap saling merelakan
dan menghindarkan diri dari praktik riba’ dan penipuan.
Oleh karena itu, perdagangan terus berkembang, baik dalam sistem pemasaran
maupun dalam teknis pemberdayaannya.
Akhlak dalam perdagangan diatur sedemikian rupa oleh syariat Islam yang disasarkan
pada Al-Qur’an dan As-Sunnah, sehingga perdagangan hanya merupakan sarana atau alat
untuk membangun hubungan hanya meupakan sarana atau alat untuk membangun hubungan
silaturahmi antarmanusia. Perdagangan yang sekarang berkembang pesat telah menjadi
bagian dari kehidupan masyarakat secara globalistik, tidak terkecuali perdagangan melalui
media elektronik. Pasar bebas dan ekonomi liberalistik telah memasuki ranah ekonomi
perdagangan bangsa-bangsa di dunia, tidak terkecuali di Indonesia. Oleh karena itu, akhlak
dalam perdagangan memerlukan pengembangan yang lebih fleksibel dan dapat menjawab
tantangan zaman.
17. 14
D. Akhlaq Dalam Berumah Tangga
Pernikahan atau perkawinan adalah akad yang menghalalkan pergaulan dan
membatasi hak dan kewajiban antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan yang
bukan mahram. Allah SWT berfirman dalam surat An-Nisa ayat 3:
Artinya : “ Dan jika kamu takut tidak akan dapat Berlaku adil terhadap (hak-hak)
perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), Maka kawinilah wanita-wanita
(lain) yang kamu senangi : dua, tiga atau empat. kemudian jika kamu takut tidak akan dapat
Berlaku adil, Maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. yang
demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.”14
Pada hakikatnya, akad nikah adalah perjanjian yang teguh dan kuat dalam kehidupan
manusia, bukan hanya antara suami istri dan keturunannya, melainkan antara dua keluarga.
Dari sisi baiknya, pergaulan antara istri dan suami yang saling mengasihi, akan
mendatangkan kebaikan kepada keluarga kedua belah pihak, sehingga mereka menjadi
integral dalam segala urusan, terutama dalam menjalankan kebaikan dan mencegah segala
kejahatan. Selain itu, dengan pernikahan, seseorang antara terpelihara dari kebinasaan oleh
hawa nafsunya.
Syariat islam yang berkaitan dengan pernikahan, bukan hanya berbicara soal
menumbuhkan keturunan, melainkan juga menjaga keturunan yang merupakan amanah dari
Sang Pencipta. Pernikahan adalah bagian dari tujuan syariat islam, yaitu memelihara
keturunan (hifzh an-nasl), dengan cara memelihara agama, akal, jiwa, dan harta kekayaan.
Oleh karena itu, meskipun persetubuhan ilegal membuahkan keturunan, hal itu dinyatakan
14 QS. An-Nisa’ 3 Qur’an in Word
18. 15
sebagai dosa besar karena sebagai bentuk perzinaan. Keturunan yang dimaksud adalah
keturunan yang sah melalui pernikahan.
1. Hukum Pernikahan
a. Hukum asal nikah adalah mubah
Menurut sebagian besar para ulama, huku masal nikah adalah mubah, artinya
boleh dikerjakan boleh ditinggalkan. Dikerjakan tidak ada pahalanya dan ditinggalkan
tidak berdosa. Meskipun demikian, ditinjau dari segi kondisi orang yang melakukan
pernikahan, hukum nikah dapat berubah menjadi sunnah, wajib, makruh atau haram.
b. Nikah yang hukumnya sunnah
Sebagian besar ulama berpendapat bahwa pada prinsipnya nikah itu sunnah.
Alasan yang mereka kemukakan bahwa perintah nikah dalam Al-Qur’an dan berbagai
hadits hanya merupakan anjuran walaupun banyak kata-kata amar dalam ayat dan
hadits tersebut. Akan tetapi, bukanlah amar yang berarti wajib sebab tidak semua
amar harus wajib, kadangkala menunjukkan sunnah bahkan suatu ketika hanya
mubah. Adapun nikah hukumnya sunnah bagi orang yang sudah mampu
memberinafkah dan berkehendak untuk nikah.
c. Nikah yang hukumnya wajib
Nikah menjadi wajib menurut para pendapat sebagian ulama dengan alasan bahwa
siberbagai ayat dan hadits sebagaimana tersebut diatas disebutkan wajib. Terutama
berdasarkan hadits riwayat Ibnu Majah seperti dalam sabda Rasulullah SAW.,
“Barang siapa yang tidak mau melakukan sunnahku, maka tidaklah termasuk
golonganku”. Selanjutnya nikah itu wajib sesuai dengan faktor dan siuasi. Jika ada
sebab dan factor tertentu yang menyertai nikahmenjadi wajib. Contoh: jika kondisi
seseorang sudah mampu memberi nafkah dan takut jatuh pada perbuatan zina, dalam
situasi dan kondisi seperti itu wajib nikah. Sebab zina adalah perbuatan keji dan
buruk yang dilarang Allah SWT. Rasulullah SAW bersabda: “Dari Aisyah ra., Nabi
SAW bersabda “Nikahilah olehmu wanita wanita itu, sebab sesungguhnya mereka
akan mendatangkan harta bagimu.” (HR. Al Hakim dan Abu Daud)15
d. Nikah yang hukumnya makruh
Nikah menjadi makruh apabila orang yang akan melakukan perkawinan telah
mempunyai keinginan atau hasrat ang kuat, tetapi ia belum mempunyai bekal untuk
memberi nafkah tanggungannya.
15 H.R Al Hakim dan Abu Daud
19. 16
e. Nikah yang hukumnya haram
Nikah menjadi haram bagi seseorang yang mempunyai niat untuk menyakiti
perempuan yang dinikahinya. Dalam sebuah hadits Rasulullah SAW pernah bersabda:
“Barang siapa yag tidak mampu menikah hedaklah dia puasa karena dengan puasa
hawa nafsunya terhadap perempuan akan berkurang”. (HR. Jamaah Ahli Hadits)16
Firman Allah SWT dalam Al-Qur’an, surat An-Nisa ayat 3
Artinya : “Dan jika kamu takut tidak akan dapat Berlaku adil terhadap (hak-hak)
perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), Maka kawinilah wanita-
wanita (lain) yang kamu senangi : dua, tiga atau empat. kemudian jika kamu takut
tidak akan dapat Berlaku adil, Maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak
yang kamu miliki. yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat
aniaya.”
QS. An-Nur ayat 32 :
16 HR. Jamaah Ahli Hadits
20. 17
Artinya : “Dan kawinkanlah orang-orang yang sedirian diantara kamu, dan
orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan
hamba-hamba sahayamu yang perempuan. jika mereka miskin Allah akan
memampukan mereka dengan kurnia-Nya. dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya)
lagi Maha mengetahui.”17
2. Rukun Pernikahan
Pernikahan dianggap sah bila terpenuhi syarat dan rukunnya. Rukun nikah
Menurut Mahmud yunus merupakan bagian dari segala hal yang terdapat dalam
pernikahan yang wajib penuhi. Kalau tidak terpenuhi pada saat berlangsung, pernikahan
tersebut dianggap batal. Dalam Komplikasi hokum Islam (pasal 14), rukun nikah terdiri
atas lima macam, yaitu adanya:
a. Calon suami,
b. Calon istri,
c. Wali nikah,
d. Dua orang saksi,
e. Ijab dan Kabul.
3. Syarat Pernikahan
a. Syarat-syarat calon suami
1) Beragama islam,
2) Bukan mahram dari calon istri dan jelas halal kawin dengan calon istri,
3) Terang (jelas) bahwa calon suami itu betul laki-laki,
4) Orangnya diketahui dan tertentu,
5) Calon mempelai laki-laki tahu atau kenal kepada calon istri serta tahu betul calon
istrinya halal baginya,
6) Calon suami rela (tidak dipaksa atau terpaksa) untuk melakukan perkawinan itu
dan atas kemauannya sendiri,
7) Tidak sedang melakukan Ihram,
8) Tidak mempunyai istri yang haram dimadu dengan calon istri.
b. Syarat-syarat calon istri
1) Beragama islam atau ahli kitab,
2) Tidak ada halangan syarak, yaitu tidak bersuami, bukan mahram, tidak sedang
dalam iddah,
17 QS. An-Nur 32 Qur’an in Word
21. 18
3) Terang bahwa ia wanita, bukan khuntsa (banci),
4) Wanita itu tentu orangnya (jelas orangnya),
5) Tidak dipaksa (merdeka, atas kemauan sendiri atau ikhtiyar,
6) Tidak sedang dalam ihram haji atau umrah.
4. Hak Istri Terhadap Suami dan Sebaliknya
Suami dan istri wajib menerima hak dan menjalankan kewajibannya masing
masing secara sinergis. Yang dimaksud dengan hak dan kewajiban suami dan istri adalah
hak-hak istri yang merupakan kewjiban suami dan kewajiban suami yang menjadi hak
istri. Menurut sayyid sabiq, hak dan kewajiban suami istri ada 3 macam :18
a. Hak istri atas suami
b. Hak suami atas istri
c. Hak bersama
Kewajiban suami berakhlak mulia terhadap istrinya dengan memberikan nafkah yang
cukup, biaya keluarga, biaya pendidikan, memberikan tempat tinggal, dan pakaian. Istri harus
mengabdi kepada suami dengan menghormati dan menjaga seluruh amanahnya. Istri yang
shalehah harus selalu meminta izin kepada suaminya apabila bermaksud keluar rumah, dan
bila perlu, hanya keluar rumah bersama muhrimnya agar tidak menimbulkan fitnah bagi
kehidupan rumah tangganya, sehingga akan mengganggu ketentramannya.
Sebagai timbal balik dan pelaksanaan ha-hak yang wajib dipenuhi seorang suami
terhadap istrinya, islam mewajibkan kepada istri untuk mentaati suami diluar perkara
maksiat, serta memelihara hartanya, sehingga seorang istri tidak boleh mempergunakan harta
tersebut, kecuali dengan izinnya. Demikian juga, seorang istri wajib memelihara rumahnya
sehingga tidak boleh memasukkan orang kedalam rumahnya, kecuali atas izin suaminya,
walaupun itu keluarganya.
Diriwayatkan bahwa sesungguhnya Ibnu abbas pernah berdiri di depan cermin untuk
memperbagus penampilannya. Ketika ditanya, ia menjawab, “Aku berhias untuk istriku
sebagaimana istriku berhias untukku,” kemudian mmbacakannya surat Al-Baqarah ayat 228:
18 Sayyid Sabiq (1998 : 52)
22. 19
Artinya : “Wanita-wanita yang ditalak handaklah menahan diri (menunggu) tiga kali
quru'[. tidak boleh mereka Menyembunyikan apa yang diciptakan Allah dalam rahimnya,
jika mereka beriman kepada Allah dan hari akhirat. dan suami-suaminya berhak
merujukinya dalam masa menanti itu, jika mereka (para suami) menghendaki ishlah. dan
Para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang
ma'ruf. akan tetapi Para suami, mempunyai satu tingkatan kelebihan daripada isterinya. dan
Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.”19
Hidup berumah tangga harus diperkuat dengan lima pesan penting, yaitu:
1. Menempatkan kaum wanita sebagai istri yang shalehah dan mampu mengangkat harkat
dan martabatnya sendiri,
2. Mengangkat kepemimpinan istri di dalam mengurus rumah tangga,
3. Menjadikan istri sebagai pendidik anak-anaknya
4. Menggauli istri dengan baik dan benar menurut syariat islam,
5. Menjadikan istri sebagai teladan anak-anaknya.
Suami berkewajiban memberikan nafkah kiswah, artinya nafkah berupa pakaian atau
sandang. Kiswah merupakan kewajiban suami terhadap istrinya. Oleh karena itu, kiswah
merupakan hak istri, sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya.
Pakaian yang dimaksud adalah semua kebutuhan yang erat hubungannya dengan
anggota badan. Suami wajib memberikan nafkah kiswah kepada istrinya berupa pakaian
untuk menutup aurat dan berbagai kebutuhan bathinnya. Di samping berupa pakaian, nafkah
kiswah berupa:
19 QS. Al-Baqarah 228 Qur’an in Word
23. 20
1. Biaya pemeliharaan jasmaniah istri,
2. Biaya pemeliharaan kesehatan,
3. Biaya kebutuhan perhiasan,
4. Biaya kebutuhan rekreasi,
5. Biaya untuk pendidikan anak,
6. Biaya untuk hal-hal yang tidak terduga.
Setelah pernikahan, biasanya ada beberapa hari suami-istri tinggal bersama orang tua
suami di rumah mertua. Setelah itu, suaminya mengajak pindah istrinya kerumah yang telah
diberinya atau di rumah kontrakan. Hal ini dilakukan karena suami berkewajiban memberi
tempat tinggal dan istri berhak atas hal ini. Ada beberapa alasan yang dibenarkan ketika
suami mengajak istrinya berpindah rumah yaitu, sebagai berikut:
1. Suami sudah membeli rumah atau memiliki tempt tinggal sendiri,
2. Suami istri ingin membangun keluarganya dengan mandiri,
3. Pekerjaan suami lebih dekat dengan tempat tinggalnya yang baru,
4. Tempat tinggal yang akan ditempati kondisinya cukup baik dan sehat,
5. Perpindahan yang dilakukan lebih maslahat bagi kehidupan suami istri, terutama untuk
memdidik suami istri dalam berumah tangga,
6. Agar istri terjamin keamanannya dan tidak terlalu bergantung kepada orangtua,
7. Tidak ada sikap ikut campur pihak ketiga dalam kehidupan rumah tangganya.
8. Suami istri akan lebih bebas menentkan masa depan rumah tangganya.
Kaitannya dengan perihal diatas, Allah SWT berfirman dalam surat Al-Ahzab ayat
33:
24. 21
Artinya : “Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan
bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu dan dirikanlah shalat,
tunaikanlah zakat dan taatilah Allah dan Rasul-Nya. Sesungguhnya Allah bermaksud hendak
menghilangkan dosa dari kamu, Hai ahlul bait dan membersihkan kamu sebersih-
bersihnya.”20
Islam menganjurkan dan menggalakkan pernikahan karena banyak sekali dampak
positif yang sangat bermanfaat, baik bagi pelakunya sendiri maupun umat, bahkan manusia
secara keseluruhan. Beberapa hikmah dari pernikahan yang diserukan islam adalah sebagai
berikut:
1. Naluri sex, termasuk naluri yang paling kuat dan keas, serta sex mendesak manusia agar
mencari objek penyalurannya. Ketika tidak dapat dipenuhi, banyak mansia yang terus di
rundung kesedihan dan kegelisahan, lalu menjerumuskan kepada jalan yang sangat buruk.
Pernikahan merupakan kondisi alamiyah yang paling baik dan aspek biologis yang paling
tepat untuk menyalurkan dan memenuhi kebutuhan naluri sex. Dengan cara ini,
kegelisahan akan terendam, gejolak jiwa menjadi tenang, pandangan terjaga dari objek-
objek yang haram, dan perasaan lebih nyaman untuk meraih apa yang dihalalkan oleh
Allah SWT.
2. Nikah merupakan sarana paling baik untuk melahirkan anak da memperbanyak
keturunan, serta melanjutkan estafet kehidupan dengan menjaga keturnan yang dalam
islam mendapat perhatian sangat besar.
3. Naluri kebapaan dan keibuan semakin berkembang dan sempurna seiring dengan
keberadaan anak. Demikian juga perasaan hangat, kasih sayang dan cinta, semu itu
merupakan keistimewan-keistimewaan yang jika tidak dimiliki oleh seorang manusia
maka sisi kemanusiaannya tidak akan sempurna.
4. Rasa tanggungjawab atas pernikahan dan pendidikan anak mendorong semangat hidup
dan kerja keras untuk meningkatkan bakat dan potensi diri, sehingga menjadi giat bekerja
untuk menanggun beban dan menunaikan segala kewajibannya. Dengan cara inilah
berbagai bentuk aktivitas dan investasi semakin semarak sehingga sangat efektif dalam
meningkatkan taraf kesehjateraan ekonomi dan produktifitas, serta menorong esplotasi
sekian banyak karunia Allah SWT berupa sumber daya alam yang sangat bermanfaat.
20 QS. Al-Ahzab 33 Qur’an in Word
25. 22
5. Pembagian wilyah kerja membuat segala urusan didalam ataupun diluar rumah sama-
sama menjadi rapi daan disertai dengan pembagian tanggungjawab yang jelas antara
suami dan istri tas tugas masing-masing. Dengan pembagian tugas yang adil antara suami
dan istri, setiap pihak menjalankan tugas-tugasnya secara normal sesuai cara yang di
ridhoi oleh Allah SWT dan terhomat dalam pandangan manusia, serta membuahkan
sekian banyak hasil yang penuh berkah.
6. Dampak-dampak positif pernikahan berupa terjalinnya hubungan erat antara beberapa
keluarga, terajutnya cinta kasih dan menguatnya berbagai bentuk hubungan social antara
mereka, sangat diberkahi, di dukung dan galakkan oleh islam. Sebab, masyarakat yang
harmonis adalah masyarakat yang kuat dan bahagia.
26. 23
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Allah SWT telah menetapkan banyak hukum-hukum yang tertulis dalam Al-Qur’an
dan hadits yang disampaikan secara mutawattir kepada Nabi Muhammad dan selanjutnya
disampaikan pada umatnya, dan kita sebagai umat islam yang senantiasa beriman kepada
Allah dan Rasul-Nya, sepatutnya mematuhi apa saja yang harus dipatuhi. Sebagaimana
definisi taqwa adalah melaksanakan segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya.
Pembahasan diatas menjelaskan bahwa suatu perkara harus sesuai dengan aturan-
aturan yang ditetapkan, bila tidak sesuai maka azab Allah sebagai balasannya dan manusia
yang melanggar juga akan mendapat dosa yang sangan besar.
B. Saran
Dengan penjelasan makalah konsep akhlak dan ruang lingkup dalam berpolitik,
berdagang, dan berumahtangga ini, semoga pembaca dapat memperluas pengetahuan serta
dapat memahami apa saja yang berkaitan dengan konsep akhlak dan ruang lingkup dalam
berpolitik, berdagang, dan berumahtangga dalam suatu kehidupan sehari-hari dan diharapkan
pembaca dapat mengamalkan dalam kehidupan sehari-hari tidak hanya semata-mata untuk
dibaca saja.
Penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca, karena manusia tidak ada yang
sempurna, begitupun dengan makalah ini yang masih banyak kekurangan didalamnya. Atas
kritik dan saran dari pembaca, penulis ucapkan terimakasih.
27. 24
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur’an al-Karim
Aminah, Siti. Akhlaq,. Kediri: CV. Dinar Intramedia, 2016.
Fauqi Hajjaj, Muhammad. Tasawuf Islam & Akhlak. Jakarta Mathba’ah Al-Fajr Al Jadid,
2011.
Prof. Dr. H. Juhaya S. Praja, M.A. Ilmu Akhlak. Bandung: Pustaka Setia, 2013.
Sulaiman, H. Rasjid. Fiqh Islam, Bandung; Attahiriyah, 1954.
Sabil Huda. Pedoman Berumah Tangga Dalam Islam. Surabaya; Al-Ikhlas, 2009.
Sulaiman, H. Rasjid. Fiqh Islam,Bandung; Sinar Baru Algesindo, 2008