Tepung terigu, tapioka, tepung beras, tepung ketan, dan tahu memiliki kadar air berkisar antara 10-15% berdasarkan berat basah dan 12-15% berdasarkan berat kering. Kadar air tahu paling tinggi yaitu sekitar 76% berdasarkan berat basah dan 320% berdasarkan berat kering. Kadar air ditentukan dengan memanaskan sampel di oven hingga berat konstan.
1. Uji Molish dan Uji Karbohidrat pada Buah
Setelah dilakukan uji Molish, bahan yang mengandung karbohidrat karena menghasilkan cincin berwarna ungu setelah ditambahkan pereaksi Molish adalah: Glukosa, Fruktosa, Laktosa, Maltosa, Sukrosa, Jambu Biji Matang, Nanas (Mentah, Ranum, dan Matang), Tomat (Mentah, Ranum, dan Matang), Pisang (Mentah, Ranum, dan Matang), dan Belimbing (Mentah, Ranum, dan Matang).
2. Uji Benedict dan Uji Karbohidrat pada Buah
Uji Benedict yang menghasilkan endapan merah bata setelah dipanaskan sehingga termasuk Gula Pereduksi adalah: Glukosa, Fruktosa, Laktosa, Maltosa, dan Sukrosa. Sedangkan pada Buah yang termasuk Gula Pereduksi Tinggi karena menghasilkan Endapan Merah Bata adalah Tomat Matang, Manggis Mentah dan Belimbing (Mentah, Ranum, dan Matang). Gula Pereduksi Sedang karena menghasilkan Endapan Jingga ada pada buah Cabai Matang, Tomat (Matang dan Ranum), Pisang (Matang dan Ranum), Manggis Matang, Nanas (Ranum dan Matang), dan Jambu Biji (Mentah, Ranum, dan Matang). Terakhir Gula Pereduksi Lemah (tidak mereduksi) karena menghasilkan Endapan Kuning yaitu buah Cabai Ranum, dan Pisang Matang.
3. Uji Seliwanoff dan Uji Karbohidrat pada Buah
Adanya Fruktosa ditemukan pada campuran bahan yang menghasilkan perubahan warna menjadi jingga setelah dipanaskan adalah: Fruktosa, Sukrosa, Nanas (Mentah, Ranum, Matang), Jambu biji Mentah, Pisang (Mentah, Ranum, Matang), dan Manggis Ranum.
4. Uji Iodine dan Uji Karbohidrat pada Buah
Polisakarida terkandung pada bahan yang menghasilkan campuran berwarna biru kehitaman setelah dicampur dengan pereaksi Iodine adalah: Amilum, dan Pisang (Mentah, Ranum, Matang).
1. Uji Molish dan Uji Karbohidrat pada Buah
Setelah dilakukan uji Molish, bahan yang mengandung karbohidrat karena menghasilkan cincin berwarna ungu setelah ditambahkan pereaksi Molish adalah: Glukosa, Fruktosa, Laktosa, Maltosa, Sukrosa, Jambu Biji Matang, Nanas (Mentah, Ranum, dan Matang), Tomat (Mentah, Ranum, dan Matang), Pisang (Mentah, Ranum, dan Matang), dan Belimbing (Mentah, Ranum, dan Matang).
2. Uji Benedict dan Uji Karbohidrat pada Buah
Uji Benedict yang menghasilkan endapan merah bata setelah dipanaskan sehingga termasuk Gula Pereduksi adalah: Glukosa, Fruktosa, Laktosa, Maltosa, dan Sukrosa. Sedangkan pada Buah yang termasuk Gula Pereduksi Tinggi karena menghasilkan Endapan Merah Bata adalah Tomat Matang, Manggis Mentah dan Belimbing (Mentah, Ranum, dan Matang). Gula Pereduksi Sedang karena menghasilkan Endapan Jingga ada pada buah Cabai Matang, Tomat (Matang dan Ranum), Pisang (Matang dan Ranum), Manggis Matang, Nanas (Ranum dan Matang), dan Jambu Biji (Mentah, Ranum, dan Matang). Terakhir Gula Pereduksi Lemah (tidak mereduksi) karena menghasilkan Endapan Kuning yaitu buah Cabai Ranum, dan Pisang Matang.
3. Uji Seliwanoff dan Uji Karbohidrat pada Buah
Adanya Fruktosa ditemukan pada campuran bahan yang menghasilkan perubahan warna menjadi jingga setelah dipanaskan adalah: Fruktosa, Sukrosa, Nanas (Mentah, Ranum, Matang), Jambu biji Mentah, Pisang (Mentah, Ranum, Matang), dan Manggis Ranum.
4. Uji Iodine dan Uji Karbohidrat pada Buah
Polisakarida terkandung pada bahan yang menghasilkan campuran berwarna biru kehitaman setelah dicampur dengan pereaksi Iodine adalah: Amilum, dan Pisang (Mentah, Ranum, Matang).
Pengeringan merupakan salah satu cara pengawetan pangan yang paling tua. Cara ini merupakan suatu proses yang ditiru dari alam dengan memperbaiki pelaksanaannya pada bagian-bagian tertentu. Pengeringan merupakan suatu metode pengawetan pangan yang paling luas digunakan
Biokimia Pangan (Beras, Jagung dan Sagu)Fathmasari
Sumber bahan pangan alternatif adalah sumber bahan makanan selain makanan pokok (nasi) yang kandungan kalori dan gizinya menyerupai nasi. Sumber bahan pangan biasanya berasal dari tanaman contohnya jagung dan sagu
1. Laporan Praktikum Analisis Pangan
Kadar Air
Kelompok 9
I Dewa Ayu Bintang Damayanti/ 1311105051
Jurusan Ilmu dan Teknologi Pangan
Fakultas Teknologi Pertanian
Universitas Udayana
2015
2. I. PENDAHULUAN
Setiap bahan pangan memiliki kandungan air yang berbeda. Kadar air dalam
suatu bahan makanan sangat mempengaruhi kualitas dan daya simpan dari bahan
pangan tersebut. Bahan pangan segar cenderung memiliki kandungan air yang
lebih tinggi daripada bahan kering sehingga bahan pangan segar menjadi lebih
mudah rusak. Hal tersebut disebabkan mikroorganisme lebih mudah tumbuh pada
bahan pangan segar karena tingginya kadar. Bahan pangan pun menjadi tidak
layak dikonsumsi.
Analisis kadar air pada suatu bahan pangan menjadi hal yang sangat
penting. Dengan mengetahui kadar air suatu bahan pangan maka kita dapat
memberikan penanganan yang tepat pada proses pengolahan maupun
pendistribusian. Bahan pangan yang diberi perlakuan pengurangan kadar air atau
bahan pangan kering akan memiliki daya simpan yang lebih tinggi.
Penentuan kadar air dalam makanan dapat dilakukan dengan beberapa
metode yaitu metode pengeringan (dengan oven biasa), metode destilasi, metode
kimia, metode khusus. Metode pengeringan (dengan oven biasa) dilakukan untuk
menentukan kadar air dari bahan pangan yang mengandung banyak air dan
umumnya stabil terhadap pemanasan tinggi. Penentuan kadar air suatu bahan
pangan digunakan untuk menentukan banyaknya zat gizi yang dikandung oleh
bahan pangan tersebut. Dengan memanaskan suatu bahan pangan dengan suhu
tertentu maka air dalam bahan pangan tersebut akan menguap dan berat bahan
pangan tersebut akan konstan. Berkurangnya berat bahan pangan tersebut berarti
banyaknya air yang terkandung dalam bahan pangan tersebut.
II. TUJUAN
Tujuan dari praktikum ini adalah:
2.1 Untuk mengetahui cara penentuan kadar air dalam suatu bahan pangan.
2.2 Untuk mengetahui jumlah kadar air yang ada dalam suatu bahan pangan.
3. III. TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Air
Air berwujud cair pada suhu 0-100oC dengan tekanan 1 atm. Perubahan
suhu pada air menyebabkan air mengalamu perubahan fisik. Apabila air
dipanaskan, jumlah rata-rata air dalam satu kelompok molekul air menurun dan
ikatan hidrogen putus kemudian terbentuk lagi secara cepat. Bila suhu pemanasan
air makin tinggi maka molekul air akan bergerak dengan sangat cepat dan pada
saat tekanan uap air melebihi tekanan atmosfer, beberapa molekul dapat terlepas
dari permukaan dan membentuk gas. Perubahan fisik air dari cair menjadi gas
inilah yang dijadikan prinsip pengeluaran air dari suatu bahan pangan terutama
dalam penentuan kadar air pangan dengan metode pengeringan.
(Andarwulan,2011)
Menurut Sudarmadji,2010, air dalam suatu bahan makanan terdapat dalam
berbagai bentuk, yaitu:
1. Air bebas, terdapat dalam ruang-ruang antar sel dan inter-granular dan pori-
pori yang terdapat dalam bahan.
2. Air yang terikat secara lemah karena terserap (teradsorpsi) pada permukaan
koloid makromolekular seperti protein, pektin pati, selulosa. Selain itu air
juga terdispersi diantara kolloid tersebut dan merupakan pelarut zat-zat yang
ada didalam sel. Air yang ada dalam bentuk ini masih tetap mempunyai sifat
air bebas dan dapat dikristalkan pada pembekuan.
3. Air yang dalam keadaan terikat kuat, yaitu membentuk hidrat. Ikatanya
bersifat ionik sehingga relatif sukar dihilangkan atau diuapkan.
3.2 Kadar Air
Kadar air merupakan banyaknya air yang terkandung dalam bahan yang
dinyatakan dalam persen. Kadar air juga merupakan satu karakteristik yang sangat
penting pada bahan pangan, karena air dapat mempengaruhi penampakan, tekstur,
dan citarasa pada bahan pangan. Kadar air dalam bahan pangan ikut menentukan
kesegaran dan daya awet bahan pangan tersebut (Sandjaja 2009).
Kadar air adalah persentase kandungan air suatu bahan yang dapat
dinyatakan berdasarkan berat basah (wet basis) atau berdasarkan berat kering (dry
basis). Kadar air berat basah mempunyai batas maksimum teoritis sebesar 100
4. persen, sedangkan kadar air berdasarkan berat kering dapat lebih dari 100 persen
(Syarif dan Halid, 1993).
3.3 Penentuan Kadar Air
Penentuan kadar air dapat dilakukan dengan beberapa cara. Hal ini
tergantung pada sifat bahannya. Pada umumnya penentuan kadar air dilakukan
dengan mengeringkan bahan dalam oven pada suhu 105-110ºC selama 3 jam atau
sampai didapat berat yang konstan. Selisih berat sebelum dan sesudah
pengeringan adalah banyaknya air yang diuapkan (Winarno,2004).
Penentuan kadar air dengan metode oven dilakukan dengan cara
mengeluarkan air dari bahan dengan bantuan panas yang disebut dengan proses
pengeringan. Analisis kadar air dengan metode oven didasarkan atas berat yang
hilang, oleh karena itu sampel seharusnya mempunyai kestabilan panas yang
tinggi dan tidak mengandung komponen yang mudah menguap. Beberapa faktor
yang dapat memengaruhi analisis air metode oven diantaranya adalah yang
berhubungan dengan penimbangan sampel, kondisi oven, pengeringan sampel,
dan perlakuan setelah pengeringan. Faktor-faktor yang berkaitan dengan kondisi
oven seperti suhu, gradien suhu, kecepatan aliran dan kelembaban udara adalah
faktor-faktor yang sangat penting diperhatikan dalam metode pengeringan dengan
oven. (Andarwulan,2011)
Prinsip metode penetapan kadar air dengan oven atau thermogravitimetri
yaitu mengupakan air yang ada dalam bahan dengan jalan pemanasan.
Penimbangan bahan dengan berat konstan yang berarti semua air sudah diuapkan
dam cara ini relatif mudah dan murah. Percepatan penguapan air serta
menghindari terjadinya reaksi yang lain karena pemanasan maka dapat dilakukan
pemanasan dengan suhu rendah atau vakum. Namun, terdapat kelemahan cara
analisa kadar air dengan cara pengeringan, yaitu bahan lain selain air juga ikut
menguap dan ikut hilang misalnya alkohol, asam asetat, minyak atsiri. Kelemahan
lain yaitu dapat terjadi reaksi selama pemanasan yang menghasilkan air atau zat
mudah menguap lainya, dan juga bahan yang mengandung zat pengikat air akan
sulit melepaskan airnya walaupun sudah dipanaskan. (Sudarmadji,2010)
Suatu bahan yang telah mengalami pengeringan lebih bersifat hidroskopis
daripada bahan asalnya. Oleh karena itu selama pendinginan sebelum
5. penimbangan, bahan telah ditempatkan dalam ruangan tertutup kering misalnya
dalam eksikator atau desikator yang telah diberi zat penyerap air. Penyerapan air
atau uap ini dapat menggunakan kapur aktif, asam sulfat, silica gel, klorida,
kalium hidroksid, kalium sulfat atau bariumoksida. (Sudarmadji, 2010).
3.4 Tepung
Terigu
Terigu adalah tepung yang terbuat dari biji gandum melalui proses
penggilingan. Kata “terigu” sendiri diserap dari bahasa Portugis “trigo”
yang berarti gandum. Definisi tepung terigu sebagai bahan makanan
menurut SNI (Standard Nasional Indonesia) adalah tepung yang dibuat
dari endosperm biji gandum Triticum aestivum L. (Club
wheat) dan/atau Triticum campactum Hostatau campuran keduanya
dengan penambahan fortifikan zat besi (Fe), seng (Zn), vitamin B1,
vitamin B2 dan asam folat. Boleh juga ditambahkan BTP (bahan
tambahan pangan) yang diijinkan sesuai peraturan tentang BTP (Anonim
2010). Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI) 01-3751-2009 tepung
terigu merupakan tepung/bubuk halus yang berasal dari
biji gandum dengan kadar air (%bb) tepung terigu maksimal sebesar
14,5% dan kadar abu (%bb) maksimal sebesar 0,70%.
Tapioka
Tapioka yang diolah menjadi sirup glukosa dan destrin sangat
diperlukan oleh berbagai industri, antara lain industri kembang gula,
penggalengan buah-buahan, pengolahan es krim, minuman dan industri
peragian. Tapioka juga banyak digunakan sebagai bahan pengental,
bahan pengisi dan bahan pengikat dalam industri makanan, seperti dalam
pembuatan puding, sop, makanan bayi, es krim, pengolahan sosis daging,
industri farmasi, dan lain-lain. Menurut SNI 01-3451-1994, syarat mutu
tepung tapioka diantara lain memiliki kadar air maks. 15%, kadar abu
maks. 0,60%.
Tepung Beras
Menurut SNI 3549:2009 (BSN 2009), syarat mutu tepung beras
diantara lain memiliki kadar air maks. 13%, kadar abu maks. 1,0%.
6. Tepung Ketan
Tepung beras ketan adalah salah satu jenis tepung yang berasal dari
beras ketan (Oryza sativa glutinous) yaitu varietas dari padi (Oryza
sativa) famili graminae yang termasuk dalam biji-bijian (cereals) yang
ditumbuk atau digiling dengan mesin penggiling.
Tepung beras ketan memberi sifat kental sehingga membentuk
tekstur jenang menjadi elastis. Kadar amilopektin yang tinggi
menyebabkan sangat mudah terjadi gelatinisasi bila ditambah dengan air
dan memperoleh perlakuan pemanasan pada suhu 56oC. Hal ini terjadi
karena adanya pengikatan hidrogen dan molekul-molekul tepung beras
ketan (gel) yang bersifat kental.
Tepung beras ketan mengandung zat gizi yang cukup tinggi yaitu
karbohidrat 80%, lemak 4%, protein 6%, dan air 10%. Ada dua senyawa
dalam beras ketan yaitu amilosa 1% dan amilopektin 99% (Sardjono,
1989).
3.5 Tahu
Tahu merupakan hasil olahan dari bahan dasar kacang kedelai melalui
proses pengendapan dan penggumpalan oleh bahan penggumpal. Tahu ikut
berperan dalam pola makan sehari-hari sebagai lauk pauk maupun sebagai
makanan ringan. Kacang kedelai sebagai bahan dasar tahu mempunyai kandungan
protein sekitar 30-45%. Prinsip pengukuran kadar air pada tahu dengan
menguapkan air yang terkandung pada tahu menggunakan oven kering dengan
suhu 100-105oC dan kehilangan berat bahan diukur sebagai kadar air. Hasil
penelitian Midayanto dan Yuwono (2014), menunjukkan bahwa kadar air
terhadap produk tahu dari berbagai produk yang diambil berkisar antara 78.82% -
85.27%.
IV. BAHAN DAN ALAT
Pada praktikum penentuan kadar air menggunakan sampel terigu, tapioka,
tepung beras, tepung ketan, dan tahu. Alat yang digunakan untuk praktikum
meliputi desikator, botol timbang, oven, timbangan analitik, pinset, dan spatula.
7. V. PROSEDUR KERJA
Botol timbangdiovenpadasuhu
105oC
Didinginkandalameksikator
(±15 menit)
Ditimbangberatbotol timbang
kosong
Ditambahkansampel (±2 g)
Dioven(± 3 jam dengan suhu
100-105oC)
Didinginkandi dalameksikator
(±15 menit)
Ditimbang
Dioven(± 1 jam dengan suhu
100-105oC)
Ditimbangsampai beratkonstan
(selisihberat±0,002 mg)
8. VI. HASIL DAN PEMBAHASAN
6.1 Hasil
Jenis sampel
Kadar air ulangan
1
Kadar air ulangan
2
Rata-rata
%bb %bk %bb %bk %bb %bk
Terigu 11,26% 12,69% 11,52% 13,02% 11,39% 12,85%
Tapioka 12,12% 13,79% 12,59% 14,39% 12,35% 14,09%
Tepung Beras 10,65% 11,92% 10,91% 12,25% 10,78% 12,08%
Tepung ketan 12,84% 14,73% 13,09% 15,06% 12,96% 14,84%
Tahu 75,77% 312,75% 76,64% 328,13% 76,20% 320,44%
Perhitungan
Ulangan 1
Diketahui : a = 1,7734 gram
b = 1,5457 gram
Ditanya : a. kadar air % bb = …..?
b. kadar air %bk = …..?
Jawab : a. kadar air % bb =
𝑎−𝑏
𝑎
𝑥 100%
=
1,7734 𝑔𝑟−1,5457𝑔𝑟
1,7734 𝑔𝑟
𝑥 100%
= 12,8397%
= 12,84%
Jadi, kadar air %bb dari tepung ketan uji pada ulangan 1adalah 12,84%.
b. kadar air % bk =
𝑎−𝑏
𝑏
𝑥 100%
=
1,7734 𝑔𝑟−1,5457𝑔𝑟
1,5457𝑔𝑟
𝑥 100%
= 14, 7312%
= 14,73%
Jadi, kadar air %bk dari tepung ketan uji pada ulangan 1 adalah 14,73%.
9. Ulangan 2
Diketahui : a = 2,0023 gram
b = 1,7403 gram
Ditanya : a. kadar air % bb = …..?
b. kadar air %bk = …..?
Jawab : a. kadar air % bb =
𝑎−𝑏
𝑎
𝑥 100%
=
2,0023 𝑔𝑟−1,7403𝑔𝑟
2,0023 𝑔𝑟
𝑥 100%
= 13,085%
= 13,09
Jadi, kadar air %bb dari tepung ketan uji pada ulangan 2 adalah 13,09%.
b. kadar air % bk =
𝑎−𝑏
𝑏
𝑥 100%
=
2,0023 𝑔𝑟−1,7403𝑔𝑟
1,7403𝑔𝑟
𝑥 100%
= 15,055%
= 15,06%
Jadi, kadar air %bk dari tepung ketan uji pada ulangan 2 adalah 15,06%
6.2 Rata-rata
Kadar air %bb =
𝑘𝑎 %𝑏𝑏 𝑢𝑙𝑎𝑛𝑔𝑎 𝑛 1+𝑘𝑎 %𝑏𝑏 𝑢𝑙𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 2
2
=
12,84 %+13 ,09%
2
= 12,96%
Jadi, kadar air %bb tepung ketan rata-rata adalah 12,96%.
Kadar air %bk =
𝑘𝑎 %𝑏𝑘 𝑢𝑙𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 1+𝑘𝑎 %𝑏𝑘 𝑢𝑙𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 2
2
=
14,73 %+15 ,06%
2
= 14,89%
Jadi, kadar air %bk tepung ketan rata-rata adalah 14,89%.
6.2 Pembahasan
Pada pratikum ini metode yang digunakan adalah metode pengeringan
dengan oven. Sampel yang digunakan meliputi terigu, tapioka, tepung beras,
tepung ketan, dan tahu. Berat sampel yang digunakan yaitu ± 2 gram. Setelah
sampel dimasukan ke dalam botol timbang, botol timbang dikeringkan di dalam
oven selama 3 jam dengan suhu 105oC. Setelah keluar dari oven, botol timbang
10. dimasukkan ke dalam desikator yang bertujuan untuk menghindari penyerapan air
kembali oleh sampel jika ditaruh dalam keadaan terbuka. Di dalam desikator
terdapat silica gel yang berfungsi menyerap air sehingga berat sampel akan tetap
konstan. Sampel ditimbang setelah didinginkan selama 15 menit di dalam
desikator. Kemudian di oven kembali selama 1 jam untuk mendapatkan berat
sampel yang konstan. Walaupun hanya melakukan dua kali pemanasan, berat
sampel diasumsikan telah mencapai berat konstan.
Berdasarkan pratikum analisis kadar air yang kami telah lakukan, maka
diperoleh data yaitu sampel terigu memiliki rata-rata kadar air berat basah (%bb)
sebesar 11,39%. Hal tersebut sesuai dengan SNI tentang terigu (2009) bahwa
kadar air maksimal untuk terigu adalah 14,5%. Sampel tapioka memiliki rata-rata
kadar air berat basah sebesar 12,35%, besaran ini sesuai dengan sumber pustaka
yang menunjukan kadar air maksimal tapioka sebesar 15%. Sampel tepung beras
menunjukan angka rata-rata 10,78%. Angka tersebut masih sesuai dengan sumber
pustaka yang menunjukan angka maksimal untuk kadar air tepung beras yaitu
13%. Sampel tepung ketan memiliki rata-rata kadar air berat basah sebesar
12,96%. Menurut Sardjono (1989), kandungan air yang dimiliki tepung ketan
adalah 10%. Tidak ditemukan adanya sumber pustaka dari SNI tentang kadar air
dari tepung ketan. Hal tersebut menunjukan adanya perbedaan antara hasil
pratikum dengan sumber pustaka. Penyebab yang paling mendasari adalah sumber
sampel yang berbeda. Kesalahan dalam proses penyimpanan juga dapat
mempengaruhi perbedaan hasil yang diperoleh. Sampel selanjutnya adalah tahu.
Tahu memiliki rata-rata kadar air berat basah sebesar 76,20%. Menurut penelitian
Midayanto dan Yuwono (2014), kadar air pada tahu berkisar 78,82-85,27%.
Meskipun tidak sesuai, namun hasil yang diperoleh mendekati sumber pustaka.
Untuk hasil perhitungan rata-rata kadar air berat kering (%bk), semua
sampel menunjukan nilai kadar air berat kering lebih besar daripada nilai kadar air
basis basah. Nilai rata-rata kadar air berat kering tertinggi dimiliki oleh tahu yaitu
sebesar 320,44%. Hasil tersebut sesuai dengan sumber pustaka dari Syarif dan
Halid (1993) bahwa kadar air berat basah mempunyai batas maksimum teoritis
sebesar 100 persen, sedangkan kadar air berdasarkan berat kering dapat lebih dari
100 persen. Menurut saya, hal tersebut terjadi karena pembagi dalam perhitungan
11. berat basah adalah berat awal sampel, sedangkan pembagi dalam perhitungan
berat kering adalah berat akhir sampel yang telah konstan. Berat awal sampel
lebih besar daripada berat akhir sampel sehingga nilai dari berat basah lebih kecil
dari pada nilai berat kering.
Urutan nilai kadar air dari yang terendah hingga tertinggi adalah tepung
beras, terigu, tapioka, tepung ketan, dan tahu. Tahu memiliki kadar air yang paling
tinggi sehingga memiliki masa simpan yang paling cepat diantara bahan pangan
lainnya.
VII. KESIMPULAN
Adapun kesimpulan pada pratikum ini adalah:
6.1 Pada pratikum analisis kadar air ini digunakan metode pengeringan
menggunakan oven. Metode ini diterapkan untuk menguji kadar air pada
bahan pangan terigu, tapioka, tepung beras, tepung ketan, dan tahu.
6.2 Data hasil pratikum menunjukan nilai kadar air berat basah dan berat kering
dari masing-masing sampel. Urutan sampel yang memiliki nilai kadar air
berat basah dan berat kering dari terendah hingga tertinggi yaitu tepung
beras, terigu, tapioka, tepung ketan, dan tahu. Tepung beras memiliki nilai
rata-rata kadar air (%bb) sebesar 10,78% dan kadar air (%bk) 12,08%.
Terigu memiliki nilai rata-rata kadar air (%bb) sebesar 11,39% dan kadar air
(%bk) 12,85%. Tapioka memiliki nilai rata-rata kadar air (%bb) sebesar
12,35% dan kadar air (%bk) 14,09%. Tepung ketan memiliki nilai rata-rata
kadar air (%bb) sebesar 12,96% dan kadar air (%bk) 14,84%. Tahu
memiliki nilai rata-rata kadar air (%bb) sebesar 76,20% dan kadar air (%bk)
320,44%.
12. DAFTAR PUSTAKA
Andarwulan, Nuri ,dkk. 2011. Analisis Pangan. Dian Rakyat. Jakarta.
Midayanto dan Yuwono. 2014. Penentuan Atribut Mutu Tekstur Tahu Untuk
Direkomendasikan Sebagai Syarat Tambahan Dalam Standar Nasional
Indonesia. Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol. 2 No 4 p.259-267.
Universitas Brawijaya Malang.
Sandjaja dan Atmarita. 2009. Kamus Gizi Pelengkap Kesehatan Keluarga. PT
Kompas Media Nusantara. Jakarta.
Sardjono. Dkk. 1988/1989. Penelitian dan Pengembangan Uji Coba. Terapan
dodol ekspor. No. Komunikasi 272.
SNI. 2009. Tepung Terigu sebagai Bahan Makanan. 01-3751-2009.
SNI. 1994. Tapioka sebagai Bahan Makanan. 01-3451-1994.
SNI. 2009. Syarat Mutu Tepung Beras. 3549:2009 (BSN 2009).
Syarief, R. dan H. Halid. 1993. Teknologi Penyimpanan Pangan. Arcan, Jakarta.
Sudarmadji,Slamet dkk. 2010. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Liberty
Yogyakarta. Yogyakarta.
Winarno,F.G. 2004. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta
13. Lampiran Foto
Gambar 1. Proses penimbangan
sampel dan botol timbang
Gambar 2. Proses
pengovenan
Gambar 1. Botol timbang yang telah dioven di dalam oven, kemudian didinginkan
selama 15 menit di dalam eksikator.