Analisis implikasi hukum pertanahan terhadap pemindahan ibu kota negara dari Jakarta ke Kalimantan Timur, khususnya pengaturan hak nominee dan harapan masyarakat setempat.
1. Mata Kuliah : Teori Pembangunan
Dosen Pengampu : Shahril Budiman, S.Sos., MPM
Tugas
Individu
STISIPOL RAJA HAJI
TANJUNGPINANG 2022
Disusun Oleh:
Bahara Dion Lumban Raja (21102019)
3. Latar Belakang/Pendahuluan
Ibu kota merupakan pusat pemerintahan dari suatu negara yang telah diatur di
dalam Undang - Undang setiap negara. Ibu kota mempunyai peran yang penting bagi segala
aspek kegiatan pemerintahan. Sebagai segala aspek kegiatan pemerintahan, ibu kota
mempunyai fungsi utama yaitu sebagai pusat kekuasaan politik maupun perekonomian suatu
negara. Tidak hanya itu ibu kota juga mencerminkan sisi kebudaya dari negara tersebut yang
menunjukkan sebuah karakter yang unik dan khas dari negara tersebut. Sebagai identitas dari
suatu negara, ibu kota dibangun untuk memajukan negara tersebut agar masyarakatnya
menjadi makmur dan berkehidupan yang cukup. Negara dikatakan maju dan berkembang
apabila pembangunan dan pengelolaannya telah tepat dan tidak merugikan pihak manapun.
Mengelola ibu kota memang bukan hal yang mudah, karena harus diperhitungkan dengan
matang agar di kemudian hari tidak akan menimbulkan banyak permasalahan yang dihadapi.
Dalam pemindahan ibu kota, pemerintah negara juga harus mempertimbangkan segala macam
dampak yang nantinya tidak akan memberatkan negara tersebut.
4. Kajian Pustaka/Literatur
Review
Wardani (2018) yang melakukan penelitian
tantang analisis perbandingan abnormal
retrun saham sebelum dan sesudah
peristiwa Pemilu Presiden dan
Pengumuman Susunan Kabinet pada
saham sektor Industri. Mengungkapkan
bahwa adanya perbedaan abnormal retrun
saham yang signifikan sebelum dan
sesudah peristiwa Pemilu Presiden dan
Pengumuman Susunan Kabinet, reaksi ini
berdampak positif pada saham sektor
industri yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia. Hal ini berarti terdapat informasi
yang dianggap penting oleh para investor.
6. 1. Bagaimana Analisis Landasan Filosofis, Sosiologis, Dan Yuridis Pada
Pembentukan Undang-Undang Ibukota Negara?
2. Bagaimana Problematika Yuridis Prosedural Pemindahan Ibu Kota Negara Baru
Dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia?
3. Bagaimana Pemilihan Ibukota Negara Republik Indonesia Baru Berdasarkan
Tingkat Kebencanaan?
4. Bagaimana Dimensi Etis Pemindahan Ibu Kota Negara: Masalah Ketimpangan
Sosial dan Lingkungan dalam Ruang Perkotaan menurut David Harvey?
5. Bagaimana Isu Strategis Terkait Transportasi dalam Pengembangan
Perencanaan Pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) Baru?
6. Bagaimana Kebutuhan Standar Dalam Pembangunan Ibu Kota Negara Baru :
Antara Konsepsi Dan Implemensi?
7. Bagaimana Pola Hubungan Politik dan Hukum dalam Kebijakan Perpindahan
Ibu Kota Negara ke Kalimantan Timur?
8. Bagaimana Implikasi Hukum Pertanahan Terhadap Pemindahan Ibu Kota
Negara Republik Indonesia Dari Jakarta Ke Kalimantan Timur?
9. Bagaimana Analisis Kesiapan Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah dalam
Wacana Pemindahan Ibu Kota Negara Republik Indonesia ke Kota
Palangkaraya?
10. Bagaimana Proyek Lintas Batas Administrasi: Analisis Partisipasi Publik dalam
Proses Perencanaan Ibu Kota Negara Republik Indonesia?
11. Bagaimana Analisa Pemindahan Ibukota Negara?
Permasalahan
8. Rencana pemindahan ibu kota Negara Republik Indonesia disampaikan Presiden Joko Widodo dalam
pidatonya saat Rapat Terbatas di Kantor Presiden. Rencana ini didasari oleh pertimbangan kondisi
kota Jakarta dinilai sudah tidak memungkinkan sebagai ibu kota, yang Rencana pemindahan ibu kota
ini menuai banyak tanggapan dari kalangan politisi maupun masyarakat khalayak umum, baik berupa
dukungan maupun penolakan. Rancangan UndangUndang (RUU) Ibu kota Negara (IKN) pun
akhirnya disahkan menjadi UU IKN oleh hampir semua fraksi di DPR hingga disahkan pada 18 Januari
2022. Hal tersebut lebih didasarkan pada Pasal 360 Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah, yang mengatur bahwa Pemerintah Pusat dapat membentuk Kawasan Khusus,
yang dalam konteks Naskah Akademik Ibu Kota Negara, maka Kawasan Khusus calon Ibu Kota Negara
akan berlokasi di antara Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU) dan Kabupaten Kutai Kartanegara,
Kalimantan Timur. Lokasi ini dipastikan oleh Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional yang juga
adalah Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Suharso Monoarfa, menyebutkan titik nol
pembangunan IKN dan titik lokasi Istana Negara, tepat berada di tengah-tengah Indonesia.Naskah
Akademik IKN dapat dijadikan sebagai landasan hukum awal dari upaya pemindahan Ibu Kota
Negara.
Analisis Landasan Filosofis, Sosiologis, Dan Yuridis Pada
Pembentukan Undang-Undang Ibukota Negara
9. Problematika Yuridis Prosedural Pemindahan Ibu Kota Negara
Baru Dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia
Wacana pemindahan Ibu Kota Negara Baru (IKNB) memunculkan
beberapa permasalahan yuridis khususnya menyangkut sisi proseduralnya.
Padahal, eksistensi Ibu Kota bagi suatu negara amatlah penting terlebih pada
aspek hukum. Di Indonesia, setidaknya status Ibu Kota Negara diatur melalui
Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2007 tentang Pemerintah Provinsi Daerah
Khusus Ibukota Jakarta dan sejumlah undang-undang lainnya. Prosedural
pemindahan IKNB dinilai cukup pragmatis sebab beberapa sektor seolah dikebut
tanpa adanya pertimbangan yuridis lantaran belum disahkannya undang-undang
yang mengatur perihal pemindahan IKNB tersebut. Hal ini dapat menimbulkan
implikasi hukum baik bagi Jakarta secara khusus maupun bagi sistem
ketatanegaraan di Indonesia. Dari permasalahan tersebut, penelitian ini hendak
menjawab pertanyaan terkait bagaimanakah solusi yang tepat guna mengantisipasi
masalah yuridis pemindahan IKNB dalam sistem ketatanegaraan Indonesia.
Metode penelitian yang dipakai dalam artikel ini adalah yuridis normatif.
10. Pemilihan Ibukota Negara Republik Indonesia Baru Berdasarkan Tingkat
Kebencanaan
Pemikiran pemindahan ibukota NKRI sudah ada pada Era Presiden Soekarno,
Soeharto, Susilo Bambang Yudhoyono, dan Joko Widodo. Alasan pemindahan ibukota,
biasanya disebabkan adanya ekonomi dan politik. Alasan yang rasional adalah daya dukung
dan kapasitas lingkungan yang sudah tidak mampu kegiatan ekonomi ditandai dengan
timbulnya kemacetan lalu lintas, polusi, berbagai bencana. Tujuan kajian ini adalah untuk
melihat persyaratan dari aspek kebencanaan yaitu kejadian bencana, resiko bencana minimal,
potensi bencana yang minimal, dan kearifan lokal. Metode penelitian adalah studi kepustakaan
dengan menggunakan analisis data Miles and Huberman. Hasil dan diskusi menunjukkan
bahwa dari segi kebencanaan ketiga Provinsi yaitu Kalimantan Timur, Kalimantan Tengah dan
Kalimantan Selatan, memiliki jenis bencana yang sama, dengan risiko dan potensi bencana
yang tidak jauh berbeda, seperti kebakaran hutan dan lahan gambut, kekeringan, banjir rob,
gempabumi, dan tsunami. Akan tetapi dari ketiga Provinsi tersebut yang memiliki risiko dan
potensi bencana minimal adalah Provinsi Kalimanta Selatan. Kesimpulan kajian ini
menunjukkan bahwa Provinsi Kalimantan Selatan menjadi pilihan utama dalam aspek
kebencanaan karena risiko dana potensi bencana paling minimal.
11. Dimensi Etis Pemindahan Ibu Kota Negara: Masalah
Ketimpangan Sosial dan Lingkungan dalam Ruang
Perkotaan menurut David Harvey
Membahas dampak pembangunan ruang perkotaan di bawah gerak kapitalisme menurut
pemikiran David Harvey. Sebagai seorang ilmuwan geografi, Harvey berpandangan bahwa pembentukan
ruang perkotaan telah meningkatkan ketimpangan akibat sifat modal dalam sistem kapitalisme yang hakikatnya
selalu berputar dan mencari keuntungan. Harvey berargumen bahwa pembentukan kota-kota baru telah terjadi
sejak ratusan tahun lalu sebagai konsekuensi dari sifat modal yang terus berakumulasi mencari keuntungan.
Rencana Pemerintah Indonesia untuk memindahkan ibu kota negara ke Kalimantan Timur dapat dianalisis dari
sudut pandang teori Harvey. Rencana tersebut bertujuan mengubah arah pembangunan nasional menjadi lebih
merata dan berkelanjutan serta memberikan harapan pemerataan ekonomi. Namun agar harapan tersebut
menjadi kenyataan, aspek-aspek etis perlu dipertimbangkan dalam pembangunan ruang perkotaan baru. Hal
ini karena menurut Harvey, sepanjang sejarah kapitalisme, pembangunan ruang perkotaan umumnya
menyebabkan ketimpangan yang semakin lebar dan berulangnya krisis ekonomi.
12. Permasalahan transportasi menjadi salah satu factor pendorong pemindahan
Ibu Kota Negara (IKN) ke lokasi baru. Oleh sebab itu sudah selayaknya
aspek transportasi perlu dipertimbangkan secara matang dalam
perencanaan pembangunan IKN baru. Artikel ini bertujuan untuk
membahas beberapa isu strategis terkait transportasi sebagai bahan
pertimbangan dan masukan untuk mendukung perencanaan
pembangunan IKN. Artikel ini disusun melalui desk study dengan
menggunakan sumber data dari buku, publikasi ilmiah, dan media elektronik.
Penekanan pembahasan isu strategis diarahkan pada lessons learned
negara yang berpengalaman memindahkan IKN terutama dalam aspek
manajemen transportasi, tinjauan literature terkait potensi penerapan TOD
pada simpul transportasi di IKN, dan tinjauan literature tentang prospek
penggunaan system transportasi berkelanjutan di IKN.
Isu Strategis Terkait Transportasi dalam Pengembangan
Perencanaan Pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) Baru
13. Kebutuhan Standar Dalam Pembangunan Ibu Kota Negara Baru : Antara Konsepsi Dan
Implemensi
Otorita dan Satgas Pembangunan Infrastruktur Ibu Kota Negara Baru (IKNB)
dapat bersinergi dalam membuat standar prosedur operasi (SPO) penerapan
standar dan instrumen Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) di dalam
pelaksanaan pembangunan di wilayah IKNB dengan Tim Ahli sebagai pelaksana
monevnya. Hal ini untuk memastikan bahwa pelaksanaan pembangunannya
telah menerapkan standar dan instrumen LHK yang tersedia.
14. Pola Hubungan Politik dan Hukum dalam Kebijakan
Perpindahan Ibu Kota Negara ke Kalimantan Timur
Semua negara memerlukan sistem pemerintahan untuk mengatur jalannya
roda pemerintahan. Indonesia sebagai negara demokrasi yang menganut sistem
presidensial, menerapkan konsep Trias Politika sebaga upaya memisahkan kekuasaan
menjadi tiga cabang, yaitu eksekutif, legilslatif, dan yudikatif. UUD 1945 secara tersirat
mendukung konsep tersebut dengan menjelaskan masing-masing tugas dan
kewenangan cabang kekuasaan dalam pasal yang berbeda. Tugas dan wewenang
Presiden sebagai lembaga eksekutif diatur dalam Pasal 4 ayat 1, Pasal 5 ayat 2, dan Pasal 20
ayat 4. Adapun DPR sebagai lembaga legislatif diatur secara jelas dalam Pasal 19 s.d.
Pasal 22. Sedangkan MA dan MK sebagai cabang yudikatif diatur dalam Pasal 24. Tulisan
ini mencoba mengurai pola hubungan politik dan hukum dalam kebijakan perpindahan Ibu
Kota Negara dari Provinsi DKI Jakarta ke Provinsi Kalimantan Timur. Presiden sebagai
pelaksana Undang-Undang tentunya membutuhkan support dari DPR sebagai pembuat
Undang-Undang agar dapat mewujudkan pelaksanaan perpindahan ibu kota negara baru. Hal
ini menjadi penting dikarenakan penetapan dan pelaksanaan undang-undang diawasi oleh
MA dan MK sebagai lembaga yudikatif. Harapannya adalah penyelenggaraan pemerintahan
dapat berjalan sesuai aturan perundang-undangan dan kestabilan negara tetap terjaga.
15. Implikasi Hukum Pertanahan Terhadap Pemindahan Ibu Kota
Negara Republik Indonesia Dari Jakarta Ke Kalimantan Timur
Implikasi hukum pertanahan terhadap pemindahan ibukota Negara berimplikasi langsung terhadap pengaturan
Hak Nominee Dalam Hukum Agraria untuk investasi berdasarkan harapan masyarakat dan kearifan lokal.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mencermati implikasi hukum agraria terhadap pemindahan ibukota negara ke
Kalimantan Timur dan untuk mencermati pengaturan hak nominee dalam hukum agraria untuk investasi
berdasarkan harapan masyarakat dan kearifan lokal terhadap pemindahan ibukota negara ke Kalimantan
Timur. Metode yang digunakan metode yuridis normative. Konsep/teori yang digunakan untuk menganalisis
penelitian ini adalah teori kewenangan, teori penjenjangan norma, teori sistem hukum dan teori perlindungan
hukum. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa keterlibatan secara langsung hukum pertanahan terhadap
pemindahan ibukota Negara diatur berdasarkan kewenangan yang dimiliki oleh Pemerintah Daerah, Pusat,
warga masyarakat (adat/suku), badan hukum pemerintah dan swasta. Pengaturan terhadap penormaan yang
konflik dan kabur diatur berdasarkan tahapan formulasi (kebijakan legislatif), merancang, membentuk hingga
pengesahan sebuah Undang-Undang Tahapan Aplikasi (kebijakan yudikatif/yudisial), mengimplementasikan
peraturan yang telah dibentuk dan disahkan, Tahapan Eksekusi (Kebijakan eksekusi/administrasi),
melaksanakan Undang-Undang yang berlaku dan sah mengikat semua warga masyarakat terutama setiap
orang/badan hukum yang terbukti melakukan menggunakan tanah untuk kepentingan umum dan kepentingan
privat.
16. Analisis Kesiapan Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah dalam
Wacana Pemindahan Ibu Kota Negara Republik Indonesia ke Kota
Palangkaraya
Secara umum, pemerintah daerah Kalimantan Tengah menyatakan kesiapan dan persetujuan terkait
wacana yang digulirkan oleh pemerintah pusat tersebut, namun gubernur Provinsi Kalteng mengingatkan ada beberapa
hal yang perlu untuk diperhatikan jika wacana tersebut benar-benar akan diwujudkan. Beberapa persoalan pokok
tersebut adalah kesiapan anggaran untuk pembangunan infrastruktur, perencanaan tata ruang wilayah yang baik,
perencanaan kesiapan SDM, dan aspek-aspek sosial budaya yang perlu untuk menjadi perhatian. Studi ini dilakukan
dengan wawancara mendalam terhadap beberapa informan serta analisis dokumentatif baik yang bersumber dari surat
kabar, pemberitaan-pemberitaan di radio maupun di televisi dan studi lapangan oleh peneliti. Studi ini menyimpulkan
bahwa, meskipun pemerintah daerah Kalteng sudah menyatakan kesiapannya, namun banyak faktor yang perlu untuk
diperhatikan, terutama aspek sosial, politik, birokrasi, dan daya dukung lingkungan hidup. Peneliti menyimpulkan bahwa
perlu dilakukan kajian mendalam terkait dengan perencanaan tersebut agar tidak menimbulkan permasalahan di
kemudian hari.
17. Proyek Lintas Batas Administrasi: Analisis Partisipasi Publik
dalam Proses Perencanaan Ibu Kota Negara Republik Indonesia
Pemerintah Pusat Republik Indonesia kembali merumuskan perencanaan pemindahan Ibu
Kota Negara (IKN). Pusat-pusat pemerintahan yang ada di Provinsi DKI Jakarta akan dipindahkan ke
Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU) dan Kabupaten Kutai Kartanegara di Provinsi
Kalimantan Timur. Seiring progres perencanaan dan persiapan implementasi wacana ini, opini publik
masih didominasi sentimen negatif. Salah satu isunya adalah partisipasi publik. Sebagai inti dari demokrasi,
partisipasi publik dalam pengambilan keputusan di Republik Indonesia adalah sebuah keniscayaan.
Penelitian ini bermaksud meninjau proses perencanaan IKN yang sudah terlaksana dari perspektif teori
tangga partisipasi. Metode yang digunakan adalah deskriptif kualitatif dengan menggunakan data dari
media elektronik berupa berita (analisis kronologis) dan media sosial (partisipasi dan persepsi). Selain
itu, data tersebut dikomparasi dengan penelitian terdahulu untuk mendapatkan diskursus partisipasi
publik yang lebih komprehensif. Hasil penelitian menunjukkan perencanaan wilayah partisipatif pada
proyek IKN ada pada derajat tokenisme atau simbolisme. Hal ini diharapkan dapat memberikan
evaluasi bagi pelaksanaan proyek pemindahan IKN untuk proses-proses perencanaan dan tahapan
implementasi selanjutnya yang lebih inklusif.
18. Analisa Pemindahan Ibukota Negara
Jakarta telah ditetapkan sebagai Ibu Kota negara melalui UndangUndang Republik Indonesia Nomor 10
tahun 1964 Tentang Pernyataan Daerah Khusus Ibukota Jakarta Raya Tetap Sebagai Ibu Kota Negera Republik
Indonesia Dengan Nama Jakarta, juga menjadi pusat pemerintahan dan pusat bisnis yang mengubahnya memiliki daya
tarik bagi penduduk untuk tinggal dan mencari nafkah di ibu kota. Indonesia memindahkan Ibu Kota ke Yogyakarta dari
Januari 1946 sampai Desember 1949 karena perang kemerdekaan. Dari Bukittinggi di Sumatera Barat juga sempat
menjadi ibu kota saat Presiden Sukarno membentuk pemerintah darurat sebelum ia ditangkap oleh Belanda antara
Desember 1948 dan Juni 1949. Bireuen di Provinsi Aceh juga pernah menjadi Ibu Kota Negara walau hanya seminggu
lamanya, dan setelah itu ibu kota kembali ke Jakarta menanti kemerdekaan melalui Proklamasi Kemerdekaan Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
Perjalanan pemindahan ibu kota negara terjadi di beberapa negara dan beberapa negara memiliki kisah
sukses dalam upaya mereka memindahkan ibu kota lama ke tempat-tempat baru, seperti Kuala Lumpur ke Putrajaya di
Malaysia, Bonn ke Berlin di Jerman, Melbourne ke Canberra di Australia, Valladolid ke Madrid di Spanyol, atau Kyoto ke
Tokyo di Jepang. Keberhasilan relokasi ibu kota dapat terjadi di negara maju maupun berkembang. Dubai dikenal di
seluruh dunia sebagai kota bisnis utama tetapi Abu Dhabi adalah ibu kota Uni Emirat Arab. Di India, Mumbai adalah ibu
kota bisnis, sementara New Delhi sebagai pusat pemerintahan.
Alasan umum pemindahan ibukota adalah pertimbangan sosial ekonomi, pertimbangan politik, dan
pertimbangan geografis. Indonesia mempertimbangkan ketiga faktor tersebut dalam analisis untuk memindahkan
ibukotanya, tidak hanya analisis di dalam negeri, namun juga analisis dari pengalaman negara lain di dunia yang sudah
memindahkan ibukotanya. Pengalaman dari berbagai negara yang telah memindahkan ibukotanya akan memberikan
masukan dan pertimbangan yang sekiranya dapat digunakan sebagai bahan analisis yang lebih tepat untuk mengkaji
masalah di Indonesia.