1. KARYA TULIS ILMIAH
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN REUMATHOID ARTRITIS
DENGAN MASALAH GANGGUAN MOBILITAS FISIK
DI BSLU MECI ANGI KOTA BIMA.
DI SUSUSN OLEH:
NAMA: ESTI OKTOVIANA
NIM: P00620201010
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
POLITEKNIK KESEHATAN MATARAM
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN BIMA
TAHUN AJARAN 2024
2. KARYA TULIS ILMIAH
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN REUMATHOID ARTRITIS
DENGAN MASALAH GANGGUAN MOBILITAS FISIK
DI BSLU MECI ANGI JATI WANGI KOTA BIMA.
Di Susun Sebagai Salah Satu Persyaratan Menyelesaikan Mata Kuliah Tugas
Akhir pada Program Pendidikan Diploma Jurusan Keperawatan Politeknik
Kesehatan Mataram Tahun Akademik 2024.
OLEH:
ESTI OKTOVIANA
NIM:P00620221010
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
POLITEKNIK KESEHATAN MATARAM
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN BIMA
TAHUN AJARAN 2024
3. PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Esti Oktoviana
NIM : P00620201010
Program Studi: D III keperawatan Bima
Institusi : Poltekkes Kemenkes Mataram
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa tugas akhir karya tulis ilmiah yang tulis ini
adalah benar benar hasil karya sendiri dan bukan merupakan pengambil alihan
tulisan atau pikiran orang lain yang saya akui sebagai hasil tulisan atau pikiran
saya sendiri.
Apabila ditemukan hari terbukti atau dapat dibuktikan tugas ini hasil dijiplak,
maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut.
Bima . 2023
Pembuat Pernyataan
ESTI OKTOVIANA
NIM: P00620201010
Mengetahui:
Pembimbing Utama Pembimbing
Pendamping
4. LEMBAR PERSETUJUAN
Karya Tulis Ilmiah dengan judul “ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN
DENGAN MASALAH GANGGUAN MOBILITAS FISIK” telah mendapat
persetujuan untuk diseminarkan di depan Tim Penguji Program Studi Diploma
Keperawatan Bima Tahun Akademik 2024.
BIMA, 2023
Oleh:
ESTI OKTOVIANA
NIM: P00620201010
Mengetahui,
Pembimbing Utama Pembimbing
Pendamping
5. LEMBAR PENGESAHAN
Dipertahankan di depan tim penguji Tugas Akhir politekhnik kesehatan kemenkes
mataram jurusan keperawatan dan diterima untuk memenuhi salah satu
persyaratan menyelesaikan Tugas Akhir Program Studi Diploma III Tahun
Akademik 2024.
Mengesahkan,
Ketua Jurusan Keperawatan
Politeknik Kesehatan Kemenkes Mataram
6. KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan Rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan
Studi Kasus yang berjudul “ ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN
REUMATHOID ARTRITIS DENGAN MASALAH GANGGUAN MOBILITAS
FISIK DI BSLU MECI ANGI KOTA BIMA”. Penyusunan studi kasus ini
merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan Tugas Akhir Progam Studi D-
III Politeknik Kesehatan Kemenkes Kemenkes RI.
Penulisan studi kasus ini tidak terlepas dari bantuan, bimbingan dan dukungan
dari berbagai pihak . umtuk itu dengan segala kerendahan hati penulis
mengucapkan banyak terimakasih kepada:
1. Bapak dr. Yopi Harwinanda Ardesa M.Kes selaku Direktur Politeknik
Kesehatan Kemenkes Mataram
2. Ibu dewi
3.
4.
5.
6.
7. Cinta pertama dan panutanku, ayahanda usman. Beliau memang tidak
sempat merasakan pendidikan sampai bangku perkuliahan, namun beliau
mampu mendidik penulis, memotivasi, memberikan dukungan hingga
penulis mampu menyelesaikan studinya
8. Pintu surgaku, ibundaku dahlia. Beliau sangat berperan penting dalam
menyelesaikan program studi penulis, beliau juga memang tidak sempat
mersakan pendidikan sampai di bangku perkuliahan , tapi semangat,
motivasi serta do’a yang selalu beliau berikan hingga penulis mampu
menyelesaikan studinya.
9. Untuk ketiga adikku, sopian mardani, m. salamun kiflin dan sebrian
abdilah. Terima kasih sudah menjadi mood boster untuk setiap harinya
7. 10. My best partner sofiyana, jumiati septiasi, rufita dan alifia diah sukma,
terima kasih atas segala bantuan, waktu, support dan kebaikan yang
diberikan kepada penulis disaat masa sulit mengerjakan karya tulis ilmiah
ini.
11. Untuk ketujuh pria bujangku, kim namjoon, kim seokjin, kim teahyung,
min yoongi,
12. Terakhir, terima kasih untuk diri sendiri, karena telah mampu berusaha
keras dan berjuang sejauh ini. Mampu mengendalikan diri dari berbagai
tekanan diluar keadaan dan tak pernah mmutuskan menyerah sesulit
apapun prosesnya, ini merupakan pencapaian yang patut di banggakan
untuk diri sendiri. Penulis menyadari bahwa studi kasus ini masih
banyaknkekurangan baik dari isi maupun sistematika penulisan, oleh
karena itu saran dan kritik yang bersifat membngun sangat penulis
harapkan untuk perbaikan selanjutnya.
Bima, 2024
peneliti
8. BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Penuaan merupakan tahap akhir sebuah proses kehidupan yang normal
terjadi pada seorang manusia. Bagi kebanyakan orang, menjadi tua berarti
mulai beradaptasi dengan perubahan pada struktur dan fungsi tubuh serta
kondisi social lingkungannya. Perubahan yang terjadi pada lansia meliputi
perubahan fisik,social,dan psikologis. Di antara beberapa perubahan fisik yaitu
perubahan pada musculoskeletal. Salah satu penyakit yang sering terjadi pada
system musculoskeletal adalah reumathoid artritis. (Saifudin, D. M. 2018)
Tingginya angka kejadian reumathoid artritis dipengaruhi oleh banyak
factor yaitu usia, jenis kelamin, genetik, hormone seks, serta imunitas. Jadi hal
tersebut bukan proses fisiologis yang terjadi pada lansia melainkan proses
patologis dimana usia menjadi salah satu factor terjadinya reumathoid artritis,
sebagian besar penderita mengeluh nyeri yang kronik dan hilang timbul, yang
jika tidak segera diobati maka akan menyebabkan kerusakan jaringan,
deformitas sendi atau bahkan lanjut kematian.(Saifudin, D. M. 2018).
Gangguan persendian dimana salah satunya gangguan persendian adalah
Reumathoid artritis ( RA). Adalah satu keluhan yang sering diungkapkan lansia
dan menempati urutan ke dua, 14,5% setelah penyakit kardiovaskuler dalam
pola penyakit masyarakat usia>55 tahun.
Menuru WHO tahun 2014 penderita rematik 355 juta penduduk seluruh
dunia. Prevalensi rematik di Indonesia adalah sebesar 32,2% dengan prevalensi
tertinggi Jawa Barat sebanyak 22,3%, Jawa Tengah sebanyak 17,2% dan
Provinsi Jawa Timur sebanyak 17,1%. Resiko rematik paling tinggi terdapat
pada kelompok umur 65 tahun keatas dengan resiko 14,42 kali dibandingkan
dengan kelompik umur 15-24 tahun. Rematik adalah salah satu jenis penyakit
yang bisa dipicu oleh factor pertambahan usia.
Reumathoid Artritis ( RA) adalah kelainan inflamasi yang terutama
mengenai membrane synovial dari persendian dan umunya ditandai dengan
nyeri persendian, kaku sendi, penurunan mobilitas dan keletihan. Sendi terasa
9. nyeri akibat inflamasi ringan yang timbul karena gesekan ujung-ujung tulang
penyusun sendi. (Muhammad Purqan,2019)
Reumathoid Artritis akan muncul bertahap selama beberapa minggu
hingga bulandan diikuti dengan gejala sistematik, kelelahan, nyeri otot dan
kaku. Nyeri sendi dan pembengkakan berhubungan dengan kaku dipagi hari
selama beberapa jam. Keterlibatan sendi biasannya simetris dan artikuler,
paling sering terjadi pada jari tangan serta pada kaki. (Muhammad
Purqan,2019)
Dampak dari keadaan ini dapat mengancam jiwa penderitanya atau hanya
menimbulkan gangguan kenyamanan dan masalah yang disebabkan oleh
penyakit rematik tidak hanya berupa keterbatasan yang tampak jelas pada
mobilitas hingga terjadi hal yang paling ditakuti yaitu menimbulkan kecacatan
seperti kelumpuhan dan gangguan aktivitas hidup sehari-hari. (Saifudin, D. M.
2018)
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan uraian di atas maka rumusan masalah dalam proposal ini
adalah “Bagaimanakah penerapan Asuhan Keperawatan terhadap pasien lansia
yang mmengalami Rheomatoid Arthritis (RA) di BSLU meci angi jati wangi
kota bima?
C. TUJUAN PENELITIAN
Tujuan umum: secara umum penilitian ini dilakukan untuk mengetahui
bagaimana asuhan keperawatan di berikan pada lansia dengan masalah
Reumathoid Athriris.
Tujuan Khusus:
a. Melakukan pengkajian pada lansia dengan Reumathoid Artritis baik secara
anamnesa maupun observasi
b. Menegakkan diagnosa keperawatan pada lansia dengan masalah
Reumathoid Artritis
c. Menyusun rencana asuhan keperawatan pada lansia dengan
Reumathoid Artritis
d. Melakukan evaluasi keperawatan pada lansia dengan Reumathoid Artritis
sesuai dengan rencana keperawatan
10. e. Membuat dokumentasi asuhan keperawatan pada lansia dengan
Reumathoid Artritis
D. MANFAAT PENELITIAN
a. BagiPeneliti
Hasil dari studi kasus ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan
pengetahuan dan menambah wawasan dalam melakukan asuhan
keperawatan dengan kasus Reumathoid Artritis
b. Bagi Tempat Penelitian
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan dan
sebagai bukti yang nyata mengenai penerapan asuhan keperawatan keluarga
pada lansia dengan kasus Reumathoid Artritis
c. Bagi Perkembangan Ilmu Keperawatan
Penulisan Karya tulis Ilmiah (KTI) ini diharapkan dapat menambah
pengetahuan dan wawasan bagi mahasiswa Keperawatan mengenai penyakit
Reumathoid Artritis, khususnya pada lansia serta dapat dan memberikan
tindakan yang tepat, baik secara promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif
11. BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. KONSEP LANSIA
1. DEFINISI
Pengertian lanjut usia menurut undang-undang No. 13/1998 tentang
kesejahteraan lanjut usia yang berbunyi “ Lanjut Usia adalah seseorang yang
mencapai usia 60 (enam puluh) tahun ke atas. Menurut Santrock (2002), ada
dua pandangan tentang definisi orang lanjut usia atau lansia, yaitu menurut
pandangan orang barat dan orang Indonesia. Pandangan orang barat
menyebutkan bahwa yang tergolong lansia adalah orang yang sudah
berumur 65 tahun ke atas, dimana usia ini akan membedakan seseorang
masih dewasa atau sudah lanjut usia. Di pihak lain, pandangan orang
Indonesia menyebutkan bahwa lansia adalah orang yang berumur 60 tahun
ke atas. Pada umur 60 tahun seseorang sudah mulai tampak ciri-ciri
ketuaaan. (Purqan Nur, 2019)
2. Teori- teori proses penuaan
Menurut Stanley & Beare ( 2007 dalam Sunaryo , 2016), teori-teori
yang menjelaskan tentang bagaimana dan mengaapa penuaan terjadi
biasannya dikelompokkan ke dalam dua kelompok besar, yaitu teori
biologis dan psikososial.
a. Teori Biologis
Teori biologis mencoba untuk menjelaskan proses penuaan ,
termasuk perubahan fungsi dan struktur, perkembangan , panjang usia
dan kematian . Perubahan-perubahan dalam tubuh termasuk perubahan
molekular dan seluler dalam system organ utama dan kemampuan tubuh
untuk berfungsi secara adekuat dan melawan penyakit. Teori biologis
juga mencoba untuk menjelaskan mengapa orang yang mengalami
penuaan dengan cara yang berbeda dari waktu ke waktu dan factor apa
yang mempengaruhi umur panjang, perlawanan terhadap organsime , dan
kematian atau perubahan seluler.
12. b. Teori Psikososiologis
Teori psikososial memusatkan perhatian pada perubahan sikap dan
perilaku yang menyertai peningkatan usia, sebagai lawan dari implikasi
biologi pada kerusakan anatomis.
1) Teori Kepribadian
Teori kepribadian menyebutkan aspek-aspek pertumbuhan psikologis
tampa menggambarkan harapan atau tugas spesifik lansia.
2) Teori Tugas Perkembangan
Tugas perkembangan adalah aktivitas dan tantangan yang harus
dipenuhi oleh seseorang pada tahap tahap spesifik dalam hidupnya
untuk mencapai penuaan yanf sukses.
3) Teori Disengagement( Teori Pemutusan Hubungan)
Menggambarkan proses penarikan diri oleh lansia dari peran
bermasyarakat dan tanggung jawabnya. Menurut ahli teori ini, proses
penarikan diri ini dapat diprediksi, sistematis, tidak dapat dihindari,
dan penting untuk fungsi yang tepat dari masyarakat yang sedang
tumbuh.
4) Teori Aktivitas
Teori ini menyatakan bahwa jalan menuju penuaan yang sukses
adalah dengan cara tetap aktiv.
5) Teori Kontinuitas
Teori ini menekankan pada kemampuan koping individu sebelumnya
dan kepribadian sebagai dasar untuk memprediksi bagaimana
seseorang dapat menyusuaikan diri terhadap perubahan akibat
penuaan.( anisa fadila)
3. Proses Menua
Menua adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan
kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri dan mempertahankan fungsi
normalnya sehingga tidak dapat bertahan dari infeksi dan memperbaiki
kerusakan yang diderita. Proses menua merupakan suatu roses yang terjadi
secara terus menerus ( Berkelanjutan ) secara alami. Dimulai semenjak lahir
dan umumnya dialami oleh semua makhluk hidup.
13. Proses menua merupakan kombinasi bermacam-macam factor yang
saling berkaitan. Secara umum, proses menua didefinisikan sebagai
perubahan yang terkait waktu, bersifat universal, intrinsic, progresif dan
detrimental. Keadaan tersebut dapat menyebabkan berkurangnya
kemampuan beradaptasi terhadap lingkungan untuk bertahan hidup.( anisa
fadila)
4. Batasan Umur Lanjut Usia
Batasan umur pada lanjut usia menurut Undang-Undang Nomor 13
tahun 1998 dalam bab 1 pasal 1 ayat 2 yang berbunyi “ lanjut usia adalah
seseorang yang mencapai usia 60 tahun ke atas”( Efendi,2009).
Batasan umur pada lanjut usia dari waktu ke waktu berbeda. Menurut
WHO lansia meliputi:
a. Usia pertengahan ( middle age) antara usia 49 sampai 59
b. Lanjut usia ( elderly) antara usia 60 sampai 74
c. Lanjut usia (old) antara usia 75 sampai 90
d. Usia sangat tua ( very old) diatas usia 90 tahun
Berbeda dengan WHO, menurut Departeman Kesehatan RI ( 2006)
pengelompokkan lansia menjadi:
a. Viralitas (prasenium) yaitu masa persiapan usia lanjut yang
menampakkan kematangan jiwa ( usia 55-59 tahun)
b. Usia lanjut dini (senescen) yaitu kelompok yang mulai memasukki masa
usia lanjut dini ( usia 60-64 tahun)
c. Lansia berisiko tinggi untuk menderita berbagai penyakit degenerative
(usia >65 tahun) ( anisa fadila)
5. Masalah yang sering terjadi pada lansia
Waston (2003) menyatakan terdapat empat besar persoalan yang
terjadi pada lansia, diantaranya yaitu:
a. Imobilisasi
Bermacam macam penyebab dan komplikasi yang mungkin terjadi pada
imobilisasi. Lansia dapat mengalami imobilisasi karena alasan fisik dan
psikologis. Alas an psikologis yang dapat menyebabkan imobilisasi
adalah apatis, depresi, dan kebingungan.
14. b. Ketidakstabilan
Masalah nyata dari ketidakstabilan adalah jatuh, dan kejadian ini sering
terjadi pada lansia. Terdapat banyak penyebab ketidakstabilan yang dapat
menimbulkan imobilisasi, mulai dari factor neurologis ( penyakit
Parkinson) dan fisiologis ( sinkop). Jatuh yang dialami lansia adalah
kejadian yang tidak normal dan tidak dapat diterima sebagian dari
penuaan yang normal.
c. Inkontenensia
Yaitu keluarnya air seni tanpa disadari dan frekuensinnya sering.
Meskipun keadaan ini normal pada lansia tetapi sebenarnya tidak
dikehendaki oleh lansia dan keluargannya. Hal ini membuat lansia
mengurangi minum untuk mengurangi keluhan tersebut, sehingga
menyebabkan kekurangan cairan.
6. Perubahan yang terjadi pada lansia
Perubahan yang terjadi pada lansia yaitu:
a. Perubahan fisik
1) Sel
Terjadi penurunan jumlah sel; ukuran sel lebih besar; jumlah
cairan tubuh dan cairan intraseluler berkurang; proposi protein di otak;
ginjal, darah dan hati menurun; jumlah sel otak menurun; mekanisme
perbaikan sel terganggu; otak menjadi atrofi, beratnya berkurang 5-
10%; lekukan otak akan menjadi lebih dangka dan melebar.
2) System Pernafasan
Terjadi penurunan hubungan persarafan;berat otak menurun 0-
20%; respond an waktu untuk bereaksi lambat, khususnya terhadap
stress;saraf panca-indra mengecil; lebih sensitive terhadap perubahan
suhu dan rendahnya ketahanan terhadap dingin; kurang sensitive
terhadap sentuhan; serta deficit memori.
3) System pendengaran
Terjadi gangguan pendengaran; daya pendengaran pada telinga
dalam menghilang, terutama terhadap bunyi suara atau nada yang
15. tinggi, suara yang tidak jelas , dan sulit mengerti kata-kata; membran
timpani menjadi atrofi menyebabkan otosklerosis; terjadi
pengumpulan serumen, dan dapat mengeras karena meningkatanya
keratin; fungsi pendengaran semakin menurun pada lansia yang
mengalami keteganga/stress; terjadi tinnitus, yaitu bising yang bersifat
mendengung , bisa bernada tinggi atau rendah dan bisa terjadi secara
terus- menerus.
4) System penglihatan
Sfingter pupil timbul sclerosis dan respon terhadap sinar
menghilang; kornea lebih berbentuk sferis (bola); lensa lebih suram (
kekeruhan pada lensa) dan berlanjut menjadi katarak: terjadi
peningkatan ambang, pengamatan sinar,daya adaptasi terhadap
kegelapan lebih lambat, dan susah melihat dalam gelap; terjadi
penurunan atau menghilangnya daya akomodasi, dengan tanda dan
gejala presbyopia, lansia juga sulit melihat dekat karena dipengaruhi
oleh berkurangnya elastisitas lensa; luas pandangan berkurang , dan
daya membedakan warna menurun terutama warna hijau dan biru pada
skala.
5) System kardiovaskuler
Pada lansia seiring bertambahnya usia katup jantung menebal
dan kaku; elastisitas dinding aorta menurun; kemampuan jantung
memompa darah menurun 1% setiap tahun sesudah berumur 20 tahun,
dapat menyebabkan kontraksi dan volume menurun; curah jantung
menurun; elastisitas pembuluh darah menurun, efektivitas pembuluh
darah perifer untuk oksigenasi berkurang, perubahan posisi dari tidur
ke duduk dapat menyebabkan tekanan darah menurun menjadi 65
mmHgyang mengakibatkan pusing mendadak; kinerja jantung lebih
rentang terhadap kondis dehidrasi dan perdarahan; tekanan darah
meninggi akibat resistensi pembuluh darah perifer meningkat.
6) System pernafasan
Otot pernafasan mengalami kelemahan akibat atrofi, kehilangan
kekuatan, dan menjadi kaku; aktivitas silia mnurun; paru kehilangan
16. elastisitas , kapasitas residu meningkat, menarik napas lebih berat,
kapasitas pernapasan maksimum menurun dengan kedalaman
bernapas menurun;ukuran alveoli melebar( membesar secara
progresif) dan jumlah berkurang; elastisitas bronkus berkurang ;
pertukaran gas terganggu; reflek dan kemampuan untuk batuk
berkurang: sensitifitas terhadap hipoksia dan hiperkarbia menurun;
sering terjadi emfisema senilis: serta kemampuan pegas dinding dada
dan kekakuan otot pernapasan menurun seiring pertambahan usia.
7) System endokrin
Kelenjar endokrin adalah kelenjar buntu dalam tubuh manusia
yang memproduksi hormone. Hormon pertumbuhan berperan sangat
penting dalam pertumbuhan, pematangan, pemeliharaan, dan
metabolism organ tubuh.
8) System integument
a. Kulit mengkerut atau keriput akibat kehilangan jaringan lemak
b. Permukaan kulit cenderung kusam, kasar dan bersisik karena
kehilangan proses keraninasi serta perubahan ukuran dan bentuk sel
epidermis
c. Timbul bercak pigmentasi akibat proses melanogenesis yang tidak
merata pada permukaan ulit sehingga tampak bintik-bintik atau
noda coklat.
d. Terjadi perubahan pada daerah seitar mata, timbulnya kerut-kerut
halus diujung mata akibat lapisan kulit menipis
e. Respons terhadap trauma menurun
f. Mekanisme proteksi kulit menurun
g. Kulit kepala dan rambut menipis dan berwarna kelabu
h. Berkurangnya elastisitas akibat menurunya cairan dan vaskularisasi
i. Pertumbuhan kuku lebih lambat
j. Kuku menjadi keras dan rapuh
k. Jumlah dan fungsi kelenjar keringat berkurang
17. b. Perubahan psikologis
Perubahan psikologis pada lansia meliputi memori, frustasi,
kesepian, takut kehilangan kebebasan, takut menghadapi kematian,
perubahan keinginan, depresi, dan kecemasan.
B. KONSEP PENYAKIT
1. DEFINISI
Reumathoid artritis adalah penyakit peradangan sistemis kronis
yang tidak diketahui penyebabnya dengan manifestasi sendi perifer dengan
pola simetris. Konstitusi gejala , termasuk kelelahan, malaise, dan kekakuan
sendi, dipagi hari. Pada reumathoid artritis sering melibatkan organ ekstra-
artikuler seperti, kulit, jantung, paru-paru dan mata.
Reumathoid artritis merupakan kelainan autoimun yang menyebabkan
inflamasi sendi, termasuk didalamnya nyeri, pembengkakan, kekakuan,
kehilangan fungsi sendi, dan kerusakan sendi sinovial yang berlangsung
kronik dan mengenai dari 5 sendi ( poliartritis). Kelainan ini sering
mengenai sendi pergelangan tangan dan jari tangan. Inflamasi pada
normalnya dikarenakan respon system imun tubuh terhadap serangan
infeksi, luka atau benda asing. Pada reumathoid artritis, inflamasi tersebut
salah sasaran dan mengenai sendi. Namun, inlamasi tersebut dapat juga
mengenai organ lain selain sendi, seperti mata, mulut dan paru- paru. (
Saifudin, D. M. 2018).
2. ETIOLOGI DAN FAKTOR RESIKO
Penyebab reumathoid artritis tidak diketahui. Factor genetic di
yakini memainkan peran dalam perkembanganya,, kemungkinan kombinasi
dengan factor lingkungan. Diperkirakan bahwa agen infeksius, seperti
mikroplasma, virus Epstein Barr, atau virus lain dapat memainkan peran
dalam memulai respon imun abnormal yang tampak di reumathoid artritis. (
Saifudin, D. M. 2018).
Genetik : sekitar 60% dari pasien reumathoid artritis membawa epitope
bersama dari clutser HLA-DR4 yang merupakan salah satu situs
pengikatan peptide-molekul HLA- DR tertentu yang berkaitan
dengan reumathoid artritis.
18. Lingkungan : untuk beberapa decade, sejumlah agen infeksi seperti
organisme mycoplasma. Epstein Barr dan virus Rubella menjadi
predisposisi peningkatan reumathoid artritis.
Hormonal : hormone seks mungkin memainkan peran, terbukti
dengan jumlah perempuan yang tidak proporsional dengan
reumathoid artritis , ameliorasi selama kehamilan, kambuh dalam
periode post partum dini, dan insiden berkurang pada wanita yang
menggunakan kontrasepsi oral.
Imunologi: semua imunologi utama memainkan peran penting dalam
propagasi, inisiasi dan pemeliharaan dari proses autoimun
reumathoid artritis. ( Saifudin, D. M. 2018).
Factor resiko yang berhubungan dengan peningkatan terjadinya
reumathoid artritis antara lain jenis kelamin, ada riwayat keluarga yang
menderita reumathoid artritis, umur lebih tua, paparan salisilat, dan
merokok. Konsumsi kopi lebih dari tiga cangkir sehari, khususnya kopi
decaffeinated mungkin juga beresiko. Makanan tinggi vitamin D, konsumsi
the dan penggunaan kontrasepsi oral berhubunngan dengan penurunan
resiko. Tiga dari empat perempuan yang mengalami reumathoid artritis
mengalami perbaikan gejala yang bermakna selama kehamilan dan biasanya
akan kambuh kembali setelah melahirkan. Hiperprolaktinemia dapat
menjadi factor resiko terjadinya reumathoid artritis. ( Saifudin, D. M. 2018).
3. PATOFISIOLOGI
Dipercaya bahwa pajanan terhadap antigen yang tidak teridentifikasi (
misalnya virus) menyebabkan respon imun menyimpang pada pejamu yang
rentang secara genetic. Sebagai akibatnya antibody normal ( imunoglobilin)
menjadi autoantibodi dan menyerang jaringan pejamu. Antibody yang berubah
ini, biasanya terdapat pada orang yang mengalami reumathoid artritis, disebut
factor reumathoid. Andibodi yang dihasilkan sendiri berikatan dengan antigen
target mereka dalam darah dan membrane synovial, membentuk kompleks
imun. Komplemen diaktivitasi oleh komplek imun, memicu repon inflamasi
pada jaringan synovial.
19. Leukosit tertarik ke membran synovial dari sirkulasi, tempat neutrophil
dan makrofag mengingesti kompleks imun dan melepaskan enzim yang
mendegradasi jaringan sinovian dan kartilago articular. Aktivasi limfosit B dan
T menyebabkan peningkatan produksi factor reumathoid dan enzim yang
meningkatkan dan melanjutkan proses inflamasi.
Leukosit tertarik pada membrane synovial dari sirkulasi, tempat
neutrophil dan magrofag mengingesti kompleks imun dan melepaskan enzim
yang mendegradasi jaringan sinoivial dan kartilago articular.aktivasi limfosit B
dan T menyebabkan peningkatan produksi factor reumathoid dan enzim yang
meningkat dan melanjurkan proses inflamasi.
Membran synovial rusak akibat proses inflamasi dan imun. Membrane
synovial membengkak akibat infiltrasi leukosit dan menebal karena sel
berpoliferasi dan membesar secara abnormal . prostaglandin memicu
vasodilatasi, dan sel synovial dan jaringan menjadi hiperaktif. Pembulu darah
baru tumbuh untuk menyokong hyperplasia synovial, membentuk jaringan
granulasi vascular disebut pannus.
4. MANIFESTASI KLINIS
Ada beberapa gejala klinis yang lazim ditemukan pada penderita
reumathoid artritis. Gejala klinis ini tidak harus timbul sekaligus pada sat yang
bersamaan oleh karena itu penyakit ini memiliki gejala arah klinis yang sangat
bervariasi.
a. Gejala gejala konstutional, misalnya lelah, anoreksia, berat badan menurun,
dan demam. Terkadang kelelahan dapat demikian hebatnya .
b. Poliartritis simetris terutama pada sendi perifer , termasuk sendi-sendi
ditangan, namun biasanya melibatkan sendi-sendi interfalangs distal.hampir
semua sendi diartrodial dapat terserang.
c. Pentingnya membedakan nyeri yang disebabkan perubahan mekanis dengan
nyeri yang disebabkan inflamasi . nyeri yang timbul setelah aktivitas dan
hilang setelah istirahat serta tidak timbul di pagi hari merupakan tnda nyeri
mekanis.sedangkan nyeri inflamasi akan bertambah berat pada pagi hari saat
bangun tidur dan disertai kaku sendi atau nyeri hebat pada awal gerak dan
berkurang setelah melakukan aktivitas.
20. d. Kekakuan sendi dipagi hari lebih dari 1 jam, dapat bersifat generalisita
tetapi terutama menyerang sendi-sendi, kekakuan ini berbeda dengan
kekakuan sendi pada osteoarthritis, yang biasanya anya berlangsung selama
beberapa menit dan selalu kurang dari satu jam.
e. Artritis erosif merupakan ciri khas penyakit ini pada gambaran radiologik.
Peradangan sendi yang kronik mengakibatkan erosi di tepi tulang.
f. Deformitas, kerusakan dari struktur struktur penunjang sendi dengan
perjalanan penyakit. Pergeseran ulnar atau devisiasi jari, sublukasi sendi,
metakarpofalangeal, ada beberapa deformitas tangan yang dijumpai pada
penderita. Pada kaki tertapat protusi ( tonjolan) kaput metatarsal yang
timbul sekunder dari sublukasi metatarsal. Sendi–sendi yang besar juga
dapat terangsang dan mengalami pengurangan kemampuan bergerang
terutama dalam melakukan gerakan estensi.
g. Nodula- nodula reumathoid, lokasi paling sering pada deformitas ini adalah
bursa olecranon( sendi siku)atau disepanjang permukaaan ekstensor dari
lengan, walaupun demikian nodula- nodula ini dapat juga timbul pada
tempat tempat lainnya.
h. Manifestasi ekstra ekstikuler, rheumathoid artritis juga dapat menyerang
organ organ lain diluar sendi. Jantung ( perikarditis), paru-paru ( pleuritis)
mata dan pembuluh darah dapat rusak ( Aspiani,2014).
5. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
a. Pemeriksaan darah untuk mendeteksi:
1) Anemia, defisiensi sel darah merah
2) Factor reumathoid artritis, yaitu anti bodi yang sering ditemukan dalam
darah individu yang mengalami reumathoid artritis.
3) Elevasi laju endap darah ( LED), yaitu indicator proses inflamasi dalam
tubuh dan juga keparahan penyakit.
4) C – reactive protein ( CRP) merupakan pemeriksaan tambahan yang
digunakan untuk mengkaji inflamasi dalam tubuh. Pada beberapa kasus,
LED tidak akan mengalami elevasi, tetapi CRP akan naik atau
sebaliknya.
21. 5) Sinar – X digunakan untuk mendeteksi kerusakan sendi dan melihat
apakah penyakit berkembang.
6. PENATALAKSANAAN
a. Farmakologi
Tiga metode umum yang digunakan dalam memanajemen farmakologi
pasien yang mengalami reumathoid artritis.
1) NSAID ( obat antiinflamasi non steroid) dan analgesic ringan untuk
meredakan proses inflamasi dan mengelola manifestasi penyakit.
Meskipun obat ini dapat meredakan gejala reumathoid artritis mereka
tampaknya memiliki sedikit efek terhadap perkembangan penyakit.
2) Metode kedua menggunakan kortikosteroid oral dosis rendah meredakan
nyeri dan inflamasi.
3) Kelompok obt berbeda di kelompokkan sebagai obat antireumatik
permodifikasi penyakit, digunakan pada metode ketiga untuk mengatasi
rheumatoid artritis. Obat ini, yang mencakup DMARD sintetik (
nonbiologik) seperti metotreksat, sulfasalazine, dan agens antimalarial,
dan DMARD biologic seperti nekrosis anti tumor alfa, abatacepts, dan
rituximab, tampak menganggu rangkaian penyakit, mengurangi
kerusakan sendi. Panduan terbaru dari America Collage of Rheumatology
mengganjurkan penguanaan DMARD terutama untuk pasien yang
mengalami aktivitas penyakit tinggi, keterbatasan fngsional, atau
penyakit ekstra-artikular.
b. Non Farmakologi
Terapi utama dalam menangani rheumatoid artritis adalah meredakan nyeri
dan inflamasi, memelihara fungsi , dan mencegah deformitas.
1) Cukup istirahat pada sendi yang mengalami artritis reumathoid
2) Mengurangi berat badan jika gemuk dan obesitas
3) Fisioterapi ( diakukan beberapa pergerakan sendi secara sistematis)
4) Kompres dingin atau hangat
5) Nutris, beberapa lemak biasa dengan asam lemak omega 3 yang
ditemukan pada minyak ikan tertentu.
22. 7. KOMPLIKASI
a. System respiratori, gejala keterlibatan saluran nafas atas ini dapat berupa
nyeri tenggorokan, nyeri menelan, atau disfonia yang umunya terasa lebih
berat pada pagi hari. Pada reumathoid artritis yang lanjut dapat pula
dijumpai efusi pleura dan fibrosis paru yang luas.
b. System kardiovaskuler, seperti halnya system respiratorik, pada reumathoid
artritis jarang dijumpai gejala pericarditis berupa nyeri dada atau gangguan
faal jantung. Akan tetapi pada beberapa pasien dapat pula dijumpai gejala
pericarditis yang berat. Lesi inflamatif yang menyerupai nodul reumathoid
dapat dijumpai miokardium dan katup jantung. Lesi ini dapat menyebabkan
disfungsi katup, fenomena embolisasi , gangguan konduksi, aortritis dan
kardiomiopati.
c. System gastrointestinal, kelainan system pencernaan yang sering dijumpai
adalah gastritis dan ulkus paptic yang merupakan komplikasi utama
penggunaan Obat Anti Inflamasi Nonsteroid ( OAINS) atau obat pengubah
perjalanan penyakit yang mejadi factor penyebab morbiditas dan mortalitas
utama reumathoid artritis.
d. System persarafan, komplikasi neurologis yang sering dijumpai pada
reumathoid artritis umunya tidak memberikan gambaran yang jelas sehingga
sukar untuk membedakan komplikasi neurologis akibat lesi articular dan lesi
neuropatik. Pathogenesis komplikasi neurologis pada umunya berhubungan
dengan melopati akibat instabilitas vertebre, servikal, neuropati jepitan atau
neuropati iskemik akibat vaskulitis.
e. System perkemihan : Ginjal, berbeda dengan lupus eritomatosus sistemik
pada reumatois artritis jarang sekali dijumpai kelainan glomelural. Jika pada
pasien reumathoid artritis dijumpai proteinuria, umunya hal tersebut lebih
sering disebabkan karena efek samping pengobatan seperti garam emas dan
D-penisilamin atau terjadi sekunder akibat amyloidosis. Penggunaan
OAINS yang tidak terkontrol dapat sampai menimbulkan nekrosis papilar
ginjal.
f. System hematologis, anemia akibat penyakit kronik yang ditandai dengan
gambaran eritrosit normosistik-normokromik ( hipokromok ringan) yang
23. disetai dengan kadar besi serum yang rendah serta kapasitas pengikatan besi
yang normal atau rendah merupakan gambaran umum yang sering dijumpai
pada reumathoid artritis akibat pengunaaan OAINS atau DMARD yang
menyebabkan erosi mukosa lambung. (Saifudin, D. M. 2018)
C. KONSEP MOBILISASI FISIK
1. Pengertian
Mobilisasi adalah pergerakan yang memberikan kebebasab dan
kemandirian bagi seseorang. Imobilitas didefinisiskan secara luas sebagai
tingkat aktivitas yang kurang dari mobilitas normal. Imobilitas atau
imobilisasi merupakan keadaan dimana seseorang tidak dapat bergerak
secara bebas karena kondisi yang menganggu pergerakan( aktivitas).
Mobilitas atau mobilisasi merupakan kemampuan individu untuk
bergerak secara bebas, mudah dan teratur yang bertujuan untuk memenuhi
kebutuhan aktivitas guna mempertahankan kesehatannya.
Berdasarkan jenisnya, menurut ( Hidayat,2014) mobilisasi terbagi atas
dua jenis, yaitu:
a. Mobilisasi penuh
Mobilisasi penuh merupakan kemampuan individu untuk bergerak secara
penuh dab bebas sehingga dapat melakukan interaksi social dan
menjalankan peran sehari-hari. Mobilitas penuh merupakan fungsi saraf
motoric volunteer dan sensoris untuk dapat mengontrol seluruh area
tubuh.
b. Mobilisasi sebagian
Mobilisasi sebagian merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak
dengan batasan jelas dan tidak mampu bergerak secara bebas karena
dipengaruhi oleh gangguan saraf motoric dan sensoris pada area
tubuhnya.
2. Etiologi
a. Penyebab
Penyebab utama imobilisasi adalah adanya rasa nyeri, lemah,
kekakuan otot, ketidakseimbangan, dan masalah psikologis. Rasa lemah
24. sering kali disebabkan oleh malnutrisi, gangguan elektrolit, tidak
digunakannya otot, anemia, gangguan neurologis atau niopati
Osteoarthritis merupakan penyebab utama kekakuan pada usia
lanjut. Parkinson, artritis reunathoid, gout, dan obat-obatan antipsikotik
seperti haloperidol juga dapat menyebabkan kekakuan.
b. Factor Yang Mempengaruhi Mobilitas
Mobilitas seseorang dapat dipengaruhi oleh beberapa factor diantaranya:
1) Gaya hidup
Perubahan gaya hidup dapat mempengaruhi kemampuan mobilitas
seseorang karya gaya hidup berdampak pada perilaku atau kebiasaan
sehari-hari. Orang yang terbiasa berolah raga akan memiliki mobilitas
yang lebih lentur dan lebih kuat dari pada orang yang tidak terbiasa
berolah raga.
2) Proses penyakit/cedera
Proses penyakit dapat mempengaruhi kemampuan mobilits karena
dapat mempengaruhi fungsi system tubuh. Sebagian contoh, orang
yang menderita fraktur femur akan mengalami keterbatasan
pergerakan dalam ekstermitas bawah.
3) Kebudayaan
Kebudayaan dapat mempengaruhi pola dan sikap dalam melakukan
aktifitas.
4) Tingkat energy
Setiap orang mobilisasi jelas memerlukan tenaga atau energy, orang
yang lagi sakit akan berbeda mobilitasnya dibandingan dengan orang
sehat apalagi dengan seorang pelari.
5) Usia dan status perkembangan
Seorang anak akan berbeda tingkat kemampuan mobilitasnya
dibandingkan dengan seorang remaja.
c. Factor Resiko
Berbagai faktor fisik, psikologis, dan lingkungan dapat menyebabkan
imobilisasi pada usia lanjut, seperti:
Gangguan musculoskeletal:
25. 1) Artritis
2) Osteoporosis
3) Fraktur ( terutama panggul dan femur)
4) Problem kaki ( bunion, kalus)
5) Lain-lain ( misalnya penyakit paget)
Gangguan neurologis;
1) Stroke
2) Parkinson
3) Penyakit lain-lain ( disfungsi serebelar, neuropati)
Penyakit kardiovaskular
1) Gagal jantung kongensif ( berat)
2) Penyakit jantung coroner ( nyeri dada yang sering)
Penyakit paru
1) Penyakit paru obstruksi kronis ( berat)
Factor sensorik
1) Gangguan penglihatan
2) Takut ( instabilitas dan takut akan jatuh)
Penyebab lingkungan
1) Imobilisasi yang dipaksakan ( di rumah sakit atau panti)
2) Alat bantu mobilitas yang tidak adeuat
d. Tingkat kemandirian lansia
Mandiri adalah kebebasan untuk bertindak, tidak tergantung pada orang
lain, tidak terpengaruh pada orang lain bebas mengatur diri sendiri atau
aktivitas seseorang baik individu maupun kelompok dari berbagai
kesehatan atau penyakit. Kemandirian lansia dalam melakukan aktivitas
harus tetap ditetapkan. Aktivitas yang tetap dipertahankan pada lansia
akan membentuk konsep diri positif.
Factor yang mempengaruhi tingkat kemandirian lansia:
1) Usia
2) Imobilitas
3) Mudah jatuh
26. 3. Patofisiologi
Mobilisasi sangat dipengaruhi oleh system neuroskular, meliputi
system otot, skeletal, sendi, ligament, tendon, kartilago, dan saraf. Otot
skeletal mengatur gerakan tulang karena adanya kemampuan otot
berkontrasi dan relaksasi yang bekerja sebagai sitem pengungkit. Ada dua
tipe kontraks otot: isotonic dan isometric. Pada kontraksi isotonik,
peningkatan tekanan otot menyebabkan otot memendek. Kontraksi
isometric menyebabkan peningkatan tekanan otot atau kerja otot tetapi tidak
pemendekatan atau gerakan aktif dari otot, misalnya, menganjurkan klien
untuk latihan kuadrisep.
Gerakan volunteer adalah kombinisasi dari kontra isotonic dan
isometric. Meskipun kontarasi isometric tidak menyebabkan otot
memendek, namun pemakaian energy meningkat.
4. Manifestasi klinis
Terjadi imobilisasi dalam tubuh dapat berpengaruh pada system tubuh
seperti:
a. Perubahan mobilisme
Perubahan mobilisme imobilisasi dapat mengakibatkan proses
anabolisme menurun dan katabolisme meningkat. Proses imobilisasi juga
dpat menurunkan ekskersi urine dan peningkatan nitrogen.
b. Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit
Dampak dari imobilisasi dapat mengakibatkan persediaan protein
menurun dan kosentrasi protein serum berkurang sehngga dapat
menganggu kebutahan cairan tubuh.
c. Gangguan pengubahan zat gizi
Terjadinya gangguan zat gizi yang disebabkan oleh menurunya
pemasukan protein dan kalori dapat mengakibatkan perubahan zat-zat
makanan pada tingkat sel menurun, dimana sel tidak lagi menerima
glukosa, asam amino, lemak dan oksigen dalam jumlah yang cukup
untuk melaksanakan aktivitas yang cukup untuk melaksanakan aktivitas
mobilisme.
27. d. Gangguan fungsi gastrointerstinal
Imobilisasi dapat menurunkan hasil makanan yang di cerna, sehingga
penurunan jumlah masukan yang cukup dapat menyebabkan keluhan,
seperti perut kembung, mual dan nyeri lambung yang dapat gangguan
proses eliminasi.
e. Perubahan system pernafasan
Akibat immobilisasi, kadar heamoglobin menurun, ekspansi paru
menurun, dan terjadinya lemah otak yang dapat menyebabkan proses
metabolisme terganggu. Terjadinya penurunan kadar hemoglobin dapat
menyebabkan penurunan aliran oksigen dari alveoli ke jaringan, sehingga
menyebabkan anemia. Penurunan ekspansi paru dapat terjadi karena
tekanan yang meningkat oleh permukaan paru.
f. Perubahan kardiovaskuler
Perubahan kardiovaskuler akibat immobilisasi antara lain berupa
hipotensi ortostatik, meningkatnya kerja jantung dan terjadinya
pembentukan thrombus.
g. Perubahan moskuleskeletal
1) Gangguan muscular:Menurunnya massa otot sebagai dampak
.immobilisasi dapat menyebabkan turunnya kekuatan otot secara
langsug. Menurunnya fungsi kapasitas otot ditandai dengan
menurunnya stabilitas.
2) Gangguan skeletal: akan mudah terjadi kontraktur sendi dan
osteoporosis. Kontraktur merupakan kondisi abnormal dan kriteria
adanya fleksi dan faksasi yang disebabkan otropi dan memendeknya
otot.
5. Komplikasi
Komplikasi pada pasie immobilisasi antara lain:
a. Thrombosis
Thrombosis vena dalam merupakan salah satu gangguan vaskuler perifer
yang penyebabnya multifactorial, meliputi factor genetic dan lingkungan
.
28. b. Emboli paru
Emboli paru menghambat aliran darah ke paru dan memicu reflex
tertentu yang menyebabkan panas yang mengakibatkan nafas berhenti
secara tiba-tiba.
c. Kelemahan otot
Immobilisasi akan menyebabkan atrofi otot dengan penurunan dan
kekuatan otot. Penurunan kekuatan otot diperkirakan 1-2% sehari.
Kelemahan otot pada pasien dengan imobilosasi sering kali terjadi dan
berkaitan dengan penurunan fungsional, kelemahan dan jatuh.
d. Kontraktur otot dan sendi
Pasien yang mengalami tirah baring lama beresiko kontraktur karena
sendi-sendi tidak digerakkan. Akibatnya timbul nyeri yang menyebabkan
seseorang tidak mau menggerakkan sendi yang kontraktur tersebut.
e. Osteoporosis
Osteoporosis timbul akibat ketidakseimbangan antara resorpsi tulang dan
pembentukan tulang.
f. Ulkus decubitus
Luka akibat tekanan merupakan omplikasi yang sering terjadi pada lanjut
usia dengan imobilisasi
6. Penatalaksanaan
a. Rencana asuhan keperawatan pada residen dengan gangguan system
muskoleskeletal
Pengkajian mobilisasi lansia berfokus pada rentang gerak ,gaya
berjalan, latihan fisik, dan toleransi aktivitas serta kesajajaran tubuh.
Sedangkan intervensi keperawatan yang dilakukan berfokus kepada
upaya untuk memperbaiki fungsi tubuh.
b. Intervensi medis
Estrogen memainkan peran utama dalam memperhatikan integritas
tulang pada wanita. kehilangan unsur-unsur tulang terjadi bila kadar
estrogen menurun. kehilangan tulang bergantung estrogen terjadi secara
cepat selama 5 sampai 10 setelah menopause.
29. c. Intervensi Rentang Gerak Sendi ( ROM)
Aktivitas yang dilakukan secara teratur, terprogram, dengan dosis
tertentu pada kelompok lanjut usia dengan tujuan mempertahankan
kemampuan optimal dari system tubuh terutama kardiorespirasi dan
system otot sebagai bentuk upaya promotive, preventif, kuratif dan
rehabilitatif, baik secara fisiologis, psikologis maupun social.
D. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
Pengkajian keperawatan merupakan proses pengumpulan data untuk
mengidentifikasi masalah keperawatan dengan melakukan observasi,
wawancara meliputi:
1) Data biografi meliputi :
a. Identitas pasien yaitu nama pasien, umur, jenis kelamin, agama, suku
atau bangsa, status perkawainan, pendidikan, pekerjaan, alamat,
tanggal pengkajian dan catat kedatangan pasien.
b. Keluarga terdekat yang dapat di hubungin yaitu nama, umurr, jenis
kelamin, pendidikan, pekerjaan, alamat dan sumber informasi beserta
nomor telepon.
2) Riwayat kesehatan atau perawatan
a. Keluhan utama atau alasan masuk rumah sakit, biasanya dengan
keluhan nyeri pada saat miksi, pasien juga mengeluh sering BAK
berulang, terbangun untuk miksi
b. Riwayat kesehatan sekarang, biasanya pasien mengeluh tidak dapat
melakukan hubungan seksual, pasien mengatakan saat baung air kecil
tidak terasa.
c. Riwayat kesehatan dahulu, tanyakan apakah pasien pernah menderita
BPH dan pernah di rawat di rumah sakit.
d. Riwayat kesehatan keluarga, mungkin di antara keluarga pasien
sebelumnya ada yang menderita penyakit yang sama dengan pasien.
3) Pola fungsi kesehatan meliputi, pola presepsi dam pemeliharaan
kesehatan, pola nutrisi metabolisme, pola eliminasi, pola aktivitas dan
30. tidur, pola kognitif dan presepsi, persepsi diri dan konsep diri, pola peran
hubungan.
4) Pola fungsi kesehatan meliputi, pola presepsi dam pemeliharaan
kesehatan, pola nutrisi metabolisme, pola eliminasi, pola aktivitas dan
tidur, pola kognitif dan presepsi, persepsi diri dan konsep diri, pola peran
hubungan.(Www.kemkes.go.id, 2020)
2. Diagnosis Keperawatan
Diagnosis keperawatan adalah suatu kesimpulan mengenai hasil dari
analisa data yang diambil dari penilaian pada klinik mengenai respon setiap
individu, keluarga dan komunitas mengenai masalah kesehatan yang sedang
di alami dengan proses kehidupan klien yang aktual atau potensial.
(Www.kemkes.go.id, 2020)
3. Perencanaan keperawatan
Perencanaan keperawatan Setelah merumuskan diagnosis
keperawatan, maka intervensi dan tindakan keperawatan perlu dilakukan.
Intervensi keperawatan adalah treatment yang dikerjakan oleh perawat yang
didasarkan pada pengetahuan dan penilaian klinis untuk mencapai luaran
(outcome) yang diharapkan (SIKI, 2018). (Poltekkes Kemenkes
Yogyakarta, 2022.)
4. Pelaksanaan keperawatan
Pelaksanaan atau bisa disebut implementasi keperawatan merupakan
tahap proses keperawatan dimana perawat memberikan intervensi atau
tindakan keperawatan secara langsung dan tidak langsung terhadap klien
(Potter & Perry 2016). Pelaksanaan adalah perwujudan dari rencana
keperawatan yang disusun pada tahap perencanaan atau setelah penyusunan
diagnosis keperawatan dengan tujuan memenuhi kebutuhan klien untuk
meningkatkan status kesehatan. (Poltekkes Kemenkes Yogyakarta, 2022.)
5. Evaluasi
Evaluasi keperawatan merupakan proses keperawatan yang digunakan
perawat untuk menentukan apakah intervensi keperawatan telah berhasil
dalam meningkatkan kondisi klien (Potter & Perry 2016). Evaluasi
32. BAB III
METODE PENELITIAN
A. Desain Studi Kasus
Desain penelitian adalah suatu strategi untuk mencapai tujuan
penelitian yang telah ditetapkan dan berperan sebagai pedoman atau penutup
peneliti pada seluruh proses penelitian ( Nursalam, 2015). Desain yang
digunakan adalah pendekatan asuhan keperawatan yang meliputi identifikasi
data hasil pengkajian, diagnosis keperawatan, perencanaan, pelaksanaan, dan
evaluasi.
Dalam karya tulis ini penulis menggunakan penelitian deskriptif, dengan
rancangan studi kasus. Menurut Nursalam 2015, penelitian deskriptif bertujuan
untuk mendeskripsikan ( memaparkan) peristiwa-peristiwa penting yang terjadi
pada masa ini. Deskripsi peristiwa dilakukan secara sistematis den lebih
menekankan pada data factual dari pada penyimpulan. Fenomena disajikan
secara apa adanya tanpa manipulasi dan peneliti tidak mencoba menganalisis
bagaimana dan mengapa fenomena tersebut bisa terjadi, oleh karena itu tidak
memerlukan adanya suatu hipotesis.
B. Subyek Studi Kasus
Subyek penelitian yang digunakan dalam penelitian keperawatan
merupakan individu dengan kasus yang akan diteliti secra rinci dan mendalam.
Adapun kriteri subyek penelitian yang akan dipilih, sebagai berikut:
1. Subyek terdiri dari 1 orang lansia dengan masalah reumathoid artritis
2. Pasien berjenis kelamin laki-laki atau perempuan
3. Pasien lansia dengan rentang usia 60-70 tahun
C. Fokus Studi
Focus studi kasus adalah kajian utama yang akan dijadikan titik acuan studi
kasus. Focus studi kasus pada karya tulis ini adalah:
1. Asuhan keperawatan pada pasien reumathoid artritis
2. Asuhan keperawatan dengan masalah gangguan mobilisasi fisik
33. D. Ruang Lingkup Studi Kasus
Penelitian ini dilakukan di BSLU Meci Angi Jati Wangi Kota Bima di lakukan
di lingkungan tersebut. Pasien tinggal di wisma 1
E. Definisi operasional studi kasus
1. Lansia
Lanjut usia adalah tahap akhir dari proses penuaan. Menjadi tua (aging)
merupakan proses perubahan biologis secara terus menerus yang dialami
pada semua manusia pada semua tingkat umur dan waktu. Masa usia lanjut
memang masa yang tidak bisa dielakkan oleh siapapun khususnya bagi yang
dikaruniai umur panjang, yang bisa dilakukan oleh manusia hanyalah
menghambat proses menua agar tidak terlalu cepat, karena pada hakikatnya
dalam proses menua menjadi suatu kemunduran dan penurunan.
2. Reumathoid Artritis
Arthritis atau biasa disebut rematik adalah penyakit yang menyerang
persendian dan struktur di sekitarnya. reomatoid arthritis (RA) adalah
penyakit inflamasi sistemik kronis yang tidak diketahui penyebabnya.
Karakteristik RA adalah terjadinya kerusakan dan poliferasi pada membran
sinovial, yang menyebabkan kerusakan pada tulang sendi, ankilosis, dan
deformitas. Mekanisme imunologis tampak berperan penting dalam
memulai dan timbulnya penyakit ini. Pendapat lain mengatakan,
arthritis rheomatoid adalah gangguan kronik yang menyerang berbagai
sistem organ. Penyakit ini adalah salah satu dari sekelompok penyakit
jaringan penyambung difus yang diperantai oleh imunitas.
3. Mobilisasi
Mobilisasi adalah kemampuan seseorang untuk bergerak secara bebas,
mudah dan teratur yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehat.
Setiap orang butuh untuk bergerak.
F. Pengumpulan Data
1. Teknik Pengumpulan Data
Pada sub bab ini dijelaskan terkait metode pengumpulan data yang
digunakan:
34. a. Wawancara
Wawancara yaitu hasil anamnesa yang dilakukan pada pasien maupun
pada keluarga. hasil wawancara berisi tentang identitas pasien, keluhan
utama, riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu, dan riwayat
penyakit keluarga.
b. Observasi dan Pemeriksaan fisik
Observasi dan pemeriksaan fisik yang dapat dilakukann dengan teknik
melihat ( inspeksi). Meraba (palpasi), mengetuk ( perkusi), dan
mendengarkan ( auskultasi) ada siste tubuh pasien untuk mengetahui
adanya kelainan
c. Instrument Pengumpulan Data
Alat atau instrument pengumpulan data menggunakan format asuhan
keperawatan gerontik sesuai ketentuan yang berlaku di Poltekkes
Kemenkes Mataram.
G. Penyajian Data dan Analisis Studi Kasus
Keabsahan data yang dilakukan penelitian dimaksudkan untuk
membuktikan kualitas data atau informasi yang diperoleh peneliti dengan
melakukan pengumpulan data mengunakan format asuhan sehingga
menghasilakn sebuah data yang akurat. Selain itu, keabsahan data dilakukan
dengan memperpanjang waktu pengamatan atau tindakan minimal selama tiga
hari, sumber informasi tambahan menggunaka triangulasi dari tiga sumber data
utama yaitu pasien, perawat dan keluarga pasien yang berkaitan dengan
masalah yang diteliti.
Setelah mengumpulkan data melalui observasi, wawancara selanjutnya
mengguanakan analisa data. Analisa data dilakukan sejak peneliti di lapangan,
sewaktu pengumpulan data sampai semua data terkumpul. Teknik analisa dapat
dilakukan dengan cara mengumpulkan jawaban-jawaban dari penelitian yang
diperoleh dari hasil wawancara mendalam yang dilakukan untuk menjawab
rumusan masalah.
Berdasarkan observasi yang dilakukan peneliti didapatkan data untuk
selanjutnya dikumpulkan, data yang dikumpulkan tersebut dapat berupa data
subyektif. Selain itu peneliti menegakkan diagnose keperawatan. Lalu
35. menyusun inntervensi atau rencana asuhan keperawatan. Kemudian melakukan
implementasi atau pelaksanaan serta mengevaluasi asuhan keperawatan yang
telah diberikan pada pasien.
H. Etika Studi Kasus
Pada bagian ini, dicantumkan etika yang mendasari penyusunan studi
kasus, yang terdiri dari respect for persons, beneficience dan distributive justice
1. Menghormati individu
Menghormati otonomi ( respect for persons) yaitu menghargai
kebebasan seseorang terhadap pilihan sendiri, melindungi subyek studi
kasus( protection of persons) yaitu melindungi individu/subyek penelitian
yang memiliki keterbatasan atau kerentanan dari eksploitasi dan bahaya.
Pada bagian ini diuraikan tentang informed consent, anonymity, dan
kerahasiaan.
2. Kemanfaatan ( beneficience)
Kewajiban secara etik untuk memaksimalkan manfaat dan
meminimalkan bahaya. Semua penelitian harus bermnfaat bagi masyarakat,
desain penelitian harus jelas, peneliti yang bertanggung jawab harus
mempunyai kompetensi yang sesuai.
3. Berkeadilan ( distributive justice)
Keseimbangan antara beban dan manfaat ketika berpartisipasi dalam
penelitian. Setiap individu yang berpartisipasi dalam penelitian harus
diperlakukan sesuai dengan latar belakang dan kondisi masing –masing.
Perbedaan perlakuan antara satu individu/kelompok dengan lain dapat
dibenarkan bila dapat dipertanggung jawabkan secara moral dan dapat
diterima oleh masyarakat. Penelitian itu hanya melakukan studi
dokumentasi pada dokumen pasien, sehingga tidak ada perbedaan
perlakukan antara satu subyek dengan subyek yang lain
36. DAFTAR PUSTAKA
Ayuningtyas, Yunita Ragil. LAPORAN ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK
PADA NY. T DENGAN DIABETES MELITUS DI WILAYAH KERJA
PUSKESMAS DEPOK III. Diss. Poltekkes Kemenkes Yogyakarta, 2022.
Saifudin, D. M. (2018). Asuhan Keperawatan pada Lansia Ny. S dan Tn. S yang
Mengalami Reumatoid Artritis dengan Masalah Keperawatan Nyeri Kronis di
UPT PSTW Jember Tahun 2017.
Wakhidah, Shofwatul Ummu Nur. Asuhan Keperawatan Lansia Penderita
Rheumatoid Arthritis Dengan Masalah Keperawatan Hambatan Mobilitas Fisik
Di Puskesmas Siman Kabupaten Ponorogo. Diss. Universitas Muhammadiyah
Ponorogo, 2019.
Hidayah, Nurul. "Asuhan Keperawatan pada Lansia dengan Gout Arthritis di
Panti Sosial Tresna Werdha Nirwana Puri Samarinda." (2019).
Muhammad Purqan. "Penerapan asuhan keperawatan dalam kebutuhan mobilitas
fisik pada rheumatoid arthritis di puskesmas tamalate makassar." Journal of
Health, Education and Literacy (J-Healt) 2.1 (2019): 47-51.
Amalia, Syakira Sierly, et al. Asuhan Keperawatan Lansia Gout Arthritis Dengan
Masalah Keperawatan Nyeri Akut Di Desa Cukurgondang. Diss. Politeknik
Kesehatan Kerta Cendekia, 2021.
Anggrayni, Aldiah Putri. Asuhan Keperawatan Gerontik Dengan Nyeri Akut Pada
Klien Gout Arthritis Di Dusun Rowoglagah Desa Sidomulyo Kecamatan Deket
Kabupaten Lamongan. Diss. UNIVERSITAS AIRLANGGA, 2020.
Rizal, Ahmad, and Wesli Daeli. "Studi Kasus Asuhan Keperawatan Pada Lansia
Dengan Gout Arthritis." Open Access Jakarta Journal of Health Sciences 1.4
(2022): 129-132.
37. Saifudin, D. M. (2018). Asuhan Keperawatan pada Lansia Ny. S dan Tn. S yang
Mengalami Reumatoid Artritis dengan Masalah Keperawatan Nyeri Kronis di
UPT PSTW Jember Tahun 2017.