SlideShare a Scribd company logo
PENGARUH NILAI TUKAR RIIL TERHADAP NARACA
PERDAGANGAN INDONESIA DENGAN CINA
(Analisis Kondisi Marshall-Lerner Dan Fenomena Kurva-J)
Oleh : Reni Wahyu Ningsih
Abstract
Indonesia's tradewithChinais one of thebilateraltrades, which affectIndonesia's
trade balance. It canbe seenfromthe exportmarket
sharebyChineseandIndonesianimports. This study analyzesthe phenomenon ofthe
Marshall-Lerner andJ-curve onIndonesia's bilateral tradewithChinain the
period1986 to2011, whichis usefultolook at the relationshipof realexchange
rateRupiah/YuanandRupiah/USDwithIndonesia-China trade balanceandforeign
exchangemarketIndonesia condition.
This studyusesanalysis ofVECM(Vector Error CorrectionModel) to examine
the relationshipof the Rupiah/YuanandRupiah/USDon the trade balancebetween
Indonesia andChina in theshort term andlong
term,andgeneralistImpulseResponse(GIR) toseetheJ-curve phenomenon.
The resultsexplainedthat theappreciation ofthe real exchange rateof
Rupiah/yuan wouldreduceChina and Indonesiatrade balancewiththeelasticityabout
0.87%, while theappreciation of theRupiah/USDwill continue toincrease thetrade
balace between Indonesia andChina with anelasticity at 0.23%. There is
noMarshall-Lerner conditionontrade between Indonesia andChina, but itlooks aJ-
curve phenomenoninthe real exchange rate Rupiah/Yuanand Rupiah/USD.
Keywords:
Marshall-Lerner condition, J-Curve, VECM, Trade, Indonesia andChina, The
RealExchange Rate, Export-Import, Trade Balance, Gross DomesticProduct.
I. PENDAHULUAN
Perkembangan teknologi, inovasi, dan ilmu pengetahuan mengakibatkan
terjadinya perubahan pola konsumsi dan produksi masyarakat di setiap negara
yang mendorong meluasnya pasar hingga menuju pasar internasional yang disebut
dengan perdagangan internasional. Perdagangan internasional dilakukan oleh
suatu negara guna memenuhi kebutuhan masyarakat dalam negeri yang tidak
terpenuhi oleh produksi domestiknya. Dilain pihak, suatu negara dapat
memanfaatkan perdagangan internasional untuk memperluas pangsa pasar
produksi domestik yang tidak dapat ditampung oleh konsumsi masyarakatnya.
Peningkatan perdagangan internasional secara berkelanjutan akan
mengakibatkan semakin terkaitnya satu negara dengan negara lain. Menurut
Salvator (1997), hubungan saling keterkaitan perekonomian antar negara dapat
dilihat melalui rasio ekspor dan impor barang dan jasa terhadap PDB (Produk
Domestik Bruto), PDB mengacu kepada total produksi barang dan jasa di suatu
negara. Peningkatan PDB menggambarkan adanya peningkatan produksi sehingga
memungkinkan terdapat produk yang berlebih dan harus diekspor. Dilain pihak,
untuk menunjang produksi domestik maka akan dibutuhkan impor bahan baku,
teknologi maupun jasa.
Indonesia melakukan perdagangan internasional dengan beberapa negara
sebagai mitra dagang, baik secara bilateral maupun multilateral. Salah satu mitra
Indonesia dalam perdagangan bilateral adalah Cina. Kesepakatan pertama
perdagangan bilateral Indonesia dengan Cina dilakukan pada agustus tahun 1953.
Namun demikian, hubungan bilateral antara Cina dan Indonesia sempat terputus
antara tahun 1967 hingga tahun 1989 diakibatkan oleh adanya isu kudeta
komunisme di Indonesia yang mengakibatkan terjadinya gerakan 30 September
1965 (Kustia, 2001). Hubungan ekonomi antara Indonesia dan Cina tumbuh
kembali setelah ditandatanganinya nota kesepahaman, (MoU) Memorandum of
Understanding, untuk pembentukan hubungan perdagangan antara kedua negara
oleh Kamar Dagang dan Industri Indonesia (KADIN) dan Dewan Promosi
Perdagangan International Cina (China Council for the Promotion of
International Trade, CCPIT).
Menurut Matondang, et al (1997), Cina merupakan negara yang mengalami
perubahan ekonomi yang cukup pesat pada tahun 1994-1995. Hal ini disebabkan
oleh reformasi struktur perekonomian dan liberalisasi perdagangan Cina Sehingga
Cina mampu melakukan efisiensi dalam menghasilkan outputnya. Dengan
demikian, produk Cina mampu masuk ke pasar internasional dengan harga yang
bersaing termasuk di pasar domestik Indonesia. Berdasarkan data Badan Pusat
Statistik (BPS) (Agustus, 2012) pada periode januari sampai dengan juli 2011
Cina mampu menguasai pasar ekspor maupun Impor Indonesia. Pangsa pasar
ekspor Indonesia dikuasai oleh Cina sebesar 11,8 persen. Jika dibandingkan
dengan mitra dagang utama Indonesia lainnya seperti Jepang dan India, Cina
merupakan negara yang menguasai pangsa pasar impor maupun ekpor tertinggi.
Jepang dengan pangsa pasar sebesar 11,3 persen menduduki posisi kedua.
Selanjutnya, India merupakan negara tujuan ekspor Indonesia dengan pangsa
pasar kelima yaitu sebesar 8,3 persen. Pangsa pasar impor Indonesia didominasi
oleh negara Cina sebesar 18,7 persen dan Jepang menguasai pasar Indonesia
sebesar 13,6 persen.
Berdasarkan Statistik Ekspor dan Impor Indonesia, neraca perdagangan
Indonesia-Cina selama ini menunjukan nilai surplus. Surplus tertinggi yang dapat
dicapai Indonesia sebesar US$ 1,71 miliar pada tahun 2006. Namun, neraca
perdagangan Indonesia terhadap Cina mengalami defisit sejak tahun 2008. Defisit
tertinggi yang dialami Indonesia pada tahun 2010 sebesar US$ 4,73 miliar. Hal ini
menggambarkan pesatnya perkembangan industri Cina sehingga dapat
menghasilkan output yang cukup tinggi. Sedangkan Indonesia terlihat belum
mampu menyaingi kemampuan perkembangan industri Cina.
Untuk dapat melakukan transaksi dalam perdagangan Internasional, maka
dibutuhkan adanya nilai perbandingan antara mata uang domestik dan luar negeri
untuk melakukan transaksi yang disebut nilai tukar atau kurs. Menurut Salvator
(1997), Kurs memiliki peranan sentral dalam perdagangan internasional karena
kurs merupakan suatu alat yang dapat membandingkan harga barang maupun jasa
yang dihasilkan oleh berbagai negara. Perdagangan bilateral Indonesia dengan
Cina tidak terlepas dari perkembangan nilai tukar rupiah terhadap yuan.
Berdasarkan data Bank Indonesia, nilai tukar rupiah terhadap yuan terus
meningkat hingga tahun 2010. Fluktuasi nilai tukar rupiah terhadap yuan terjadi
antara tahun 2010 hingga tahun 2011. Hal ini terjadi karena dampak dari
perjanjian perdagangan AC-FTA (ASEAN–China Free Trade Area) yang
diterapkan sejak 1 januari 2010. Seiring pertumbuhan perdagangan Cina dan
Indonesia, pada data kurs bank Indonesia terlihat semakin melemahnya
perkembangan nilai kurs rupiah terhadap yuan dengan harga puncak berada pada
dikisaran Rp 1.500/Yuan hingga Rp 1.550/Yuan.
Perdagangan internasional cenderung membandingkan nilai perdagangan
dengan menggunakan kurs Dolar Amerika Serikat (USD) yang dianggap sebagai
mata uang internasional. Indonesia telah menerapkan sistem nilai tukar
mengambang (freely floating system) pada tahun 1997. Sistem nilai tukar
mengambang disebut juga dengan sistem nilai tukar pasar dimana tingkat nilai
tukar ditentukan oleh penawaran dan permintaan pasar tanpa campur tangan
pemerintah untuk mengaturnya (Case dan Fair : 2007). Sejak diberlakukannya
sistem nilai tukar mengambang penuh di Indonesia, pergerakan nilai tukar rupiah
(khususnya terhadap US Dolar) terus mengalami penurunan.
Fluktuasi Kurs dapat mengakibatkan sektor–sektor perdagangan dan sektor
riil lainnya kolaps dan mengakibatkan beban utang luar negeri untuk
pembangunan akan semakin besar. Harga domestik maupun harga luar negeri
dipengaruhi oleh seberapa besar nilai tukar negara tersebut. Terjadinya apresiasi
nilai tukar suatu negara menggambarkan peningkatan harga domestik yang berarti
harga barang domestik lebih mahal dibandingkan dengan harga barang impor. Hal
ini dapat mengakibatkan beralihnya konsumsi masyarakat domestik ke produk
impor yang lebih murah, demikian sebalikya (Salvator, 1997). Tetapi, dengan
terjadinya depresiasi mata uang domestik akan dapat memperbaiki neraca
perdagangan dengan meningkatkan ekspor sekaligus mengurangi impor dari mitra
dagangnya.
Dari uraian penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa Cina merupakan
negara yang memiliki peran penting dalam perdagangan Indonesia. Cina
menguasai pangsa pasar terbesar dalam barang impor Indonesia dan merupakan
negara dengan pangsa pasar ekspor terbesar. Selain itu, produksi Cina yang
efisien menghasilkan barang dengan harga murah sehingga sangat mempengaruhi
konsumsi domestik, dimana persaingan tingkat harga antara barang domestik dan
impor tidak terlepas dari nilai tukar. Sehingga, peran nilai tukar dalam
perdagangan Indonesia-Cina dianggap penting. Namun, baik Produksi maupun
nilai tukar memberikan pengaruh yang berbeda-beda bagi setiap perdagangan
suatu negara sehingga diperlukannya pengkajian lebih lanjut pada pada
perdagangan Indonesia-Cina. Dengan demikian diperlukan adanya pengkajian
lebih lanjut mengenai “Pengaruh Nilai Tukar Riil Terhadap Neraca Perdagangan
Indonesia dengan Cina (Analisis Kondisi Marshall-Lerner dan Fenomena Kurva-
J)”.
Organisasi penulisan terdiri dari lima bagian yaitu : pertama, pendahuluan ;
kedua, model dan metodologi yang digunakan; ketiga uraian data yang digunakan;
keempat, hasil estimasi dan analisis ; dan lima, kesimpulan dan saran.
II.LANDASAN TEORI
II.1 Teori Perdagangan Internasional
“Teori Keunggulan Absolut (The Theory of Absolute Advantage)”
merupakan teori klasik perdagangan internasional yang dikemukakan pertama kali
yang lebih dikenal dengan teori murni perdagangan internasional oleh Adam
Smith (1776). Apabila suatu negara melakukan efisiensi, negara tersebut akan
mendapatkan keuntungan absolut sehingga negara tersebut akan mengekspor
barang produksinya. Sedangkan, ketika negara tersebut inefisiensi dalam
berproduksi, negara tersebut akan mengalami kerugian absolut yang
memungkinkan negara tersebut untuk mengimpor barang. Teori ini
mengasumsikan bahwa hanya terdapat satu faktor produksi yaitu tenaga kerja
dimana tenaga kerja bersifat homogen.
Selanjutnya adalah “Teori Keunggulan Komparatif (The Theory of
Comparative Advantage)” yang dikemukakan oleh J.S Mill. Menurut Teori
Keunggulan Komparatif, dasar dari perdagangan (The bassis of trade) adalah
keuntungan yang diperoleh dari perdagangan internasional; Seberapa besar
keuntungan yang didapat dari perdagangan internasional; Tujuan penting
pembagian keuntungan perdagangan internasional tiap negara. Sedangkan pola
perdagangan (The pattern of trade) dipengaruhi oleh jenis komoditi yang
diperdagangkan.
Teori Klasik yang terakhir yaitu “Teori Biaya Komparatif (The Theory of
Comparatif Cost)” dikemukakan pada tahun 1817 oleh David Ricardo. Teori ini
disebut juga dengan Labor Cost Value Theory. Teori didasari oleh nilai/value dari
suatu barang. Menurut Ricardo, nilai suatu barang dipengaruhi oleh seberapa
banyak tenaga kerja yang digunakan dalam memproduksi barang tersebut. Dalam
teori ini, perdagangan antar negara akan terjadi apabila masing–masing negara
memiliki biaya komparatif yang terkecil.
Teori modern yang terkenal dalam perdagangan internasional adalah teori
yang diutarakan oleh Hecksher–Ohlin. Hecksher–Ohlin mengemukakan “Teori
Kepemilikan Faktor” (Factor Endowment Theory) dan “Teori Proporsi Faktor”
(Factor Proportions Theory). Heckshser–Ohlin mengatakan bahwa sebuah negara
akan mengekspor komoditi yang produksinya lebih banyak menggunakan faktor
produksi yang relatif melimpah dan murah di negara tersebut, dan dalam waktu
bersamaan ia akan mengimpor komoditi yang produksinya memerlukan sumber
daya yang relatif langka dan mahal di negara tersebut. (Salvator, 1997).
Pola perdagangan berdasarkan teori H-O menunjukkan bahwa keunggulan
komparatif barang yang dihasilkan suatu negara ditentukan oleh harga relatif
faktor produksi maupun harga relatif barang sebelum perdagangan internasional
dilakukan. Artinya, dalam pola perdagangan tersebut suatu negara harus
menentukan harga relatif melalui perbandingan dengan negara lain. Perbandingan
harga relatif tersebut akan menentukan derajat spesialisasi atau keunggulan
komparatif bagi komoditi yang akan diproduksi. Teori modern lainnya adalah
“Teori Penyamaan harga faktor produksi (Theory of Factor Price Equalization)”
oleh Hecksher–Ohlin dan P. Samuelson. Teori ini menyatakan akan terjadi
penyamaan harga–harga faktor produksi baik secara relatif maupun secara absolut
dalam perdagangan internasional.
II.2 Faktor–Faktor yang Mempengaruhi Ekspor dan Impor
Hukum penawaran menjelaskan sifat hubungan antara penawaran suatu
barang dengan tingkat harganya. Hukum penawaran pada hakikatnya merupakan
suatu hipotesis yang menyatakan bahwa semakin rendah harga suatu barang maka
semakin sedikit penawaran terhadap barang tersebut. Sedangkan semakin tinggi
harga suatu barang maka semakin tinggi penawaran akan barang tersebut dengan
asumsi cateris paribus (faktor lain dianggap tetap atau tidak mengalami
perubahan kecuali harga) (Sukirno, 2000). Oleh karena itu, penawaran akan
barang-barang ekspor juga ditentukan oleh besarnya harga dari barang ekspor
tersebut, dimana semakin tinggi harga dari barang-barang ekspor maka penawaran
akan barang-barang ekspor tersebut akan bertambah dan sebaliknya. Dapat
disimpulkan bahwa terdapat hubungan positif antara harga ekspor suatu barang
dengan volume ekspor barang tersebut.
Menurut sukirno (2000), kurs valuta asing mempunyai hubungan yang
searah dengan volume ekspor. Dalam sistem kurs mengambang, depresiasi atau
apresiasi nilai mata uang akan mengakibatkan perubahan terhadap ekspor maupun
impor. Jika kurs luar negeri mengalami depresiasi, yaitu nilai mata uang dalam
negeri akan melemah dan nilai mata uang asing akan menguat sehingga
menyebabkan ekspor meningkat dan impor cenderung menurun.
Gejolak fluktuasi nilai tukar di salah satu negara akan mempengaruhi nilai
ekspor maupun impor negara tersebut yang secara langsung akan mempengaruhi
perdagangan negara mitra dagang. Sehingga, dibutuhkan kecermatan dalam
mengaplikasikan suatu kebijakan terhadap kurs agar tidak memperburuk
perdagangan. Kebijakan perdagangan luar negeri, dalam hal ini kebijakan ekspor
pada dasarnya ditujukan untuk mendukung upaya mewujudkan iklim usaha yang
kondusif serta persaingan yang sehat baik atas dasar kepentingan nasional maupun
kewajiban dari adanya perjanjian dan pengaturan perdagangan internasional yang
pada gilirannya dapat meningkatkan daya saing produk. Diharapkan setelah
dikeluarkannya kebijakan ekspor yang ditujukan untuk meningkatkan daya saing
produk, akan dapat mendorong peningkatan ekspor (Ditjen Perdagangan Luar
Negeri, 2006).
II.3 Konsep Penghitungan Nilai Tukar Riil
Kurs atau nilai tukar dibagi menjadi dua, yaitu : nilai tukar riil dan nilai
tukar nominal. Nilai tukar nominal (nominal exchange rate, ner) merupakan harga
relatif dari nilai mata uang dua negara. Sedangkan nilai tukar riil (real axchange
rate, rer) merupakan harga relatif dari barang–barang yang diperdagangkan
diantara dua negara (Mankiw, 2006).
Menurut Dornbusch (1997), permintaan agregat dipengaruhi oleh tingkat
harga. Tingkat harga yang rendah menggambarkan saldo riil yang rendah,
tingginya suku bunga dan rendahnya pengeluaran. Dalam suatu perekonomian
dengan sistem ekonomi terbuka, kenaikan harga barang domestik akan
menurunkan permintaan terhadap barang domestik baik melalui kenaikan suku
bunga (dan menurunkan permintaan investasi), maupun penurunan ekspor netto
karena adanya kenaikan harga barang domestik menyebabkan barang domestik
kurang mampu bersaing dengan barang produksi luar negeri.
Nilai tukar riil dapat dihitung dengan rumus (Dornbusch, 1997) :
.....................................................................................................(1)
dimana, R merupakan nilai kurs riil, e adalah nilai kurs nominal, Pf adalah tingkat
harga ekspor dan P merupakan tingkat harga domestik. Tingkat harga di suatu
negara digambarkan dengan Indeks Harga Konsumen (IHK). Menurut Case dan
Fair (2007) maupun Fischer dan Dornbusch (1997) IHK mengukur harga pokok
untuk membeli sejumlah barang tertentu. Indeks harga dihitung setiap bulan oleh
biro statistik dengan menggunakan perwakilan konsumsi para konsumen di kota
pada umumnya.
II.4 Kondisi Marshall-Lerner dan Kurva-J
Suatu kebijakan yang akan diterapkan oleh pemerintah dengan
menggunakan variabel nilai tukar harus mengetahui kondisi pasar valuta asing
terlebih dahulu. Pasar valuta asing bisa dalam keadaan stabil maupun tidak
stabil.Keadaan pasar valuta asing dapat dilihat melalui kondisi Marshall-
Lerner.Pandangan mengenai kondisi Marshall-Lerner dicetuskan pada tahun 1923
oleh Marshall dan beberapa ekonom lainnya dalam buku berjudul Money, Credit
and Commerce. Teori kondisi Marshall-Lerner menyatakan bahwa kondisi suatu
pasar bersifat stabil ketika penjumlahan elastisitas harga dari permintaan impor
dan penawaran ekspor memiliki nilai lebih dari satu.Namun, ketika nilai elastisitas
lebih kecil dari pada 1 (satu) maka pasar valuta asing negara tersebut dinyatakan
tidak stabil, sedangkan ketika nilai elastisitas sama dengan satu, maka perubahan
kurs tidak akan mempengaruhi neraca pembayaran negara tersebut (Salvator,
1997).
KondisiMarshall-Lerneryang terpenuhi, yaitu apabila jumlah elastisitas
ekspor dan elastisitas impor terhadap nilai tukar riil lebih besar dari satu (Lindert
dan Kindleberger, 1998). Hubungan elastisitas neraca pedagangan terhadap nilai
tukar dapat ditulis dalam rumus berikut :
1)/(
1
1)/(
1
mm
m
xx
x
m
x
tb
ds
s
sd
d
V
V
E .....................................................................(2)
Dimana, Vx/m merupakan nilai ekspor atau impor dalam neraca barang dan jasa
atau transaksi berjalan, sx/m merupakan penawaran ekspor atau impor dalam
neraca barang dan jasa atau transaksi berjalan, sedangkan dx/m adalah permintaan
ekspor atau impor dalam neraca barang dan jasa atau transaksi berjalan.
Kondisi Marshall-Lerner kemungkinan hanya akanmempengaruhi pada
jangka panjang dan jangka menengah karena elastisitas akan cenderung lebih
rendah pada jangka pendek, fenomena ini dinamakan Kurva-J.
Gambar 1. Kurva-J
2.8 Penelitian Terdahulu
Perdagangan Internasional dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya
adalah nilai tukar dan PDB yang akan mempengaruhi neraca perdagangan.
Sehingga dibutuhkan analisis lebih lanjut untuk melihat bagaimana perkembangan
nilai tukar dan PDB dalam mempengaruhi neraca perdagangan disuatu negara.
Kemudian, kondisi nilai tukar di suatu negara juga akan mengambil bagian dalam
0
+
-
Saldo Neraca Perdagangan
Kurun WaktuA
mempengaruhi neraca perdagangan yang dapat dilihat melalui kondisi Marshall-
Lerner nilai tukar negara tersebut. Pengaruh nilai tukar dan PDB terhadap neraca
perdagangan dijelaskan melalui berbagai teori seperti teori ekonomi klasik. Selain
itu, banyak peneliti yang tertarik dengan hubungan tersebut sehingga
menghasilkan berbagai jurnal nasional maupun internasional.
Berbagai penelitian mengindikasikan bahwa terdapat hubungan positif
antara nilai tukar riil dengan neraca perdagangan (Astiah dan Santoso, 2005). Hal
ini berarti bahwa apresiasi nilai tukar akan meningkatkan neraca perdagangan dan
sebaliknya. Hasil ini didukung oleh penelitian husman (2005) pada kasus
perdagangan Indonesia dengan Amerika, Jepang, Korea Selatan, Taiwan dan
Jerman. Selanjutnya penelitian Oskooee dan Kantipong (2001) pada perdagangan
Thailand dengan Inggris dan Amerika. Kemudian penelitian Onafowora (2003)
pada perdagangan Indonesia dengan Jepang pada tahun 1990-2001; Ling, et al
(2008) pada perdagangan Malaysia-Amerika Serikat; Napoline (2009) pada kasus
perdagangan Indonesia dengan Jepang, Lal dan Lowiger (2002) pada perdagangan
Bangladesh, Pakistan dan Srilanka dengan 10 negara mitra dagang utamanya
dalam jangka pendek. Namun, Zuhroh dan Kaluge (2007) menyatakan bahwa
nilai tukar riil memiliki pengaruh yang sangat rendah pada perdagangan
Indonesia-Amerika Serikat. Pada penelitian Wilson (2001), terdapat hasil positif
namun memiliki efek yang berbeda di kedua negara yaitu pada perdagangan
singapura dengan Amerika serikat dan Korea, nilai tukar memberikan pengaruh
yang lemah tehadap neraca perdagangan. Namun, pada perdagangan Korea
dengan Jepang terdapat pengaruh nilai tukar yang kuat terhadap neraca
perdagangan.
Penelitian mengenai hubungan Nilai tukar riil terhadap neraca perdagangan
menunjukkan hasil yang berbeda. Sebagai contoh, Penelitian Wilson (2001)
menjelaskan bahwa nilai tukar tidak mempengaruhi neraca perdagangan antara
Malaysia dan Amerika Serikat. Kemudian, Nawatmi (2012) pada neraca
perdagangan Indonesia. Selanjutnya Lal dan Lowiger (2002) menjelaskan adanya
hubungan negatif antara nilai tukar dengan neraca perdagangan, yaitu depresiasi
nilai tukar akan meningkatkan neraca perdagangan pada perdagangan India dan
Nepal dengan 10 negara mitra dagang utamanya dalam jangka panjang. Yazici
dan Islam (2011) mengungkapkan hal yang sama pada perdagangan Turki dengan
Uni Eropa dan Husman (2005) pada neraca perdagangan Indonesia dengan
Singapura, Jerman dan Inggris.
Pada komoditi tertentu seperti barang manufaktur, pengaruh nilai tukar
berbeda pada barang manufaktur yang mengandung impor tinggi dan barang
manufaktur dengan kandungan impor rendah pada perdagangan manufaktur antara
Indonesia dengan Jepang, Amerika Setikat, Singapura, Jerman, Hongkong,
Inggris, Belanda dan Prancis (Ekananda, 2004). Sedangkan pada komoditi non-
Migas pada penelitian Hariadi (2008), perubahan nilai tukar tidak mempengaruhi
neraca perdagangan non-migas. Namun, pada penelitian Huda (2009) kurs valuta
asing sangat mempengaruhi neraca perdagangan non-migas antara Indonesia-
Jepang. Selanjutnya, Murianda (2008) menjelaskan bahwa depresiasi nilai tukar
akan meningkatkan volume ekspor non-migas Sumatera Utara.
Perdagangan internasional tentunya dipengaruhi oleh PDB kedua negara
yang berdagang. Kenaikan PDB negara domestik akan menurunkan neraca
perdagangan karena meningkatnya permintaan barang impor dan sebaliknya.
Namun, kenaikan PDB negara mitra dagang akan meningkatkan neraca
perdagangan negara domestik. Hal ini sejalan dengan penelitian Husman (2005)
pada perdagangan Indonesia dengan delapan mitra dagang utama, Onafowara
(2003) dan Napoline (2009) pada perdagangan Indonesia dengan Jepang,
Murianda (2008) pada neraca perdagangan provinsi Sumatera Utara, Astiah dan
Santoso (2005), Lal dan Lowiger (2002) pada negara Bangladesh, Pakistan dan
Sri Lanka. dan Huda (2006).
Pendapat lain mengenai pengaruh PDB terhadap neraca perdagangan dapat
dilihat melalui penelitian Ling, et al (2008) yang menyatakan bahwa peningkatan
PDB domestik (Malaysia) akan meningkatkan neraca perdagangan dan
sebaliknya, penurunan PDB negara mitra dagang (Amerika Serikat) akan
menurunkan neraca perdagangan. Hasil yang sama ditemukan oleh Lal dan
Lowiger (2002) pada negara India dan Nepal dan Nawatmi (2012) pada
perdagangan bilateral Indonesia-Amerika Serikat.
Selanjutnya, Untuk menjaga agar nilai tukar mempengaruhi neraca
perdagangan dengan positif maka dibutuhkan suatu kebijakan-kebijakan yang
mendukung salah satunya melalui kebijakan nilai tukar. Namun, Kebijakan nilai
tukar akan terpenuhi jika pasar valuta asing negara tersebut merupakan pasar yang
stabil. Pasar valuta asing yang stabil dapat dilihat melalui terpenuhinya kondisi
Marshall-Lerner, tetapi jika kondisi marshall-Lerner hanya terpenuhi dalam
jangka panjang maka hal ini disebut dengan fenomena kurva-J. Perdagangan antar
negara dengan pasar valuta asing yang memenuhi kondisi Marshall-Lerner yaitu
pada perdagangan Indonesia dengan Amerika Serikat, Jepang, Korea Selatan,
taiwan dan Jerman (Husman, 2005). Selanjutnya, pada penelitian Astiah dan
Santoso (2005). Namun, dalam pasar valuta asing terdapat kondisi Marshall-
Lerner yang tidak terpenuhi seperti pada perdagangan Indonesia-Jepang dalam
penelitian Napoline (2009), kemudian Indonesia dengan Singapura dan Ingris
dalam penelitian Husman (2005). Sedangkan Fenomena Kurva-J dapat ditemukan
pada pada perdagangan Indonesia-Jepang dalam penelitian Napoline (2009) dan
Zuhroh dan Kaluge (2007).
Kondisi Marshall-Lerner dan Fenomena Kurva-J dapat juga dilihat dari
beberapa kasus lainnya seperti pada perdagangan antara Malaysia dengan
Amerika Serikat tidak dapat ditemukan kurva-J, sedangkan pada perdagangan
antara Singapura dengan Amerika Serikat dan korea serta Korea dengan Jepang
ditemukan adanya fenomena kurva-J pada penelitian Wilson (2001). Selanjutnya
dalam Ling, et al (2008) dapat ditemukan kondisi Mashall-Lener pada
perdagangan antara Malaysia dan Amerika Serikat, namun tidak terdapat
fenomena kurva-J. Pada perdagangan antara Amerika serikat dan Jepang
ditemukan adanya kondisi Marshall-Lerner pada jangka panjang dan fenomena
kurva-J pada jangka pendek (Onafowora, 2008). Perdagangan Sumatera Utara
pada penelitian Murianda (2008) menunjukkan terjadinya kondisi Marshall_lerner
pada jangka panjang dan terjadinya fenomena kurva-J. Tidak terdapat fenomena
Kurva-J pada pedagangan Turki dengan uni Eropa pada penelitian Yazici dan
Islam (2011).
Sehingga dapat disimpulkan bahwa berbagai penelitian mengenai hubungan
nilai tukar terhadap neraca perdagangan melalui variabel nilai tukar dan PDB
memberikan hasil yang berberda-beda. Namun, hasil yang dominan menyatakan
bahwa nilai tukar akan memberikan pengaruh positif terhadap neraca perdagangan
yaitu ketika nilai tukar menurun, maka neraca perdagangan akan meningkat. Hal
ini menggambarkan terpenuhinya kondisi Marshall-Lerner di beberapa negara.
Kemudian ketika PDB negara domestik mengalami peningkatan maka akan
menurunkan neraca perdagangan dan sebaliknya, ketika PDB negara mitra dagang
mangalami peningkatan maka akan meningkatkan neraca perdagangan.
III. METODOLOGI DAN DATA PENELITIAN
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang
diperoleh dari berbagai lembaga dan instansi. Data yang diperlukan dalam
penelitian ini adalah data sekunder yang bersifat kuantitatif runtun waktu (time
series) dari tahun 1986 hingga 2011. Data ekspor dan Impor Indonesia yang
digunakan adalah data total impor Indonesia dari Cina dan juga data total ekspor
Indonesia ke Cina yang bersumber dari Statistik Ekspor Indonesia dan Statistik
Impor Indonesia yang diterbitkan oleh BPS (Badan Pusat Statistik) Indonesia.
Sedangkan data PDB (Produk Domestik Bruto) Indonesia maupun Cina
menggunakan data PDB konstan 2000 yang didenominasikan dalam USD yang
bersumber dari website WDI (World Development Indincator). Sedangkan data
IHK (Indeks Harga Konsumen) Indonesia maupun Cina menggunakan data IHK
konstan 2005 yang dikonversi menjadi tahun dasar 2000 dimana data bersumber
dari webside WDI (World Development Indicator). Data yang terakhir yaitu data
nilai tukar nominal Rupiah/Yuan dan Rupiah/USD yang bersumber dari website
UNCTAD (United Nations Conference on Trade and Development).
3.1 Model Analisis Data
Model pada penelitian ini berdasarkan pada model penelitian dua negara
yang diterapkan oleh Husman (2005), yaitu :
tbt = α+ β*yt*- βyt +ηrert…………………………….................………(3)
dimana, tb merupakan neraca perdagangan yang digambarkan dengan rasio ekspor
Indonesia ke Cina terhadap impor Indonesia dari Cina, y* merupakan data PDB
Cina, y merupakan PDB Indonesia sedangkan α = αx - αm dan η = ( ηm +ηx – 1).
kedua persamaan tersebut menggambarkan kondisi Marshall-Lerner. Apabila
peningkatan produksi barang subsidi impor menaikkan nilai yt, maka koefisien yt
itu sendiri akan bernilai positif.
Husman (2005) menggunakan rasio ekspor terhadap impor karena metode
ini digunakan pada Boyd et al (2001), Oskooee dan Kantipong (2001).
Perhitungan dengan menggunakan rasio ekspor terhadap impor lebih
menguntungkan karena akan menghasilkan kondisi marshall-Lerner secara utuh,
dimana rasio tersebut tidak sensitif terhadap satuan unit (Oskooee dan Alse,
1994), dan rasio tersebut juga dapat mewakili neraca perdagangan baik secara riil
maupun secara nominal (Oskooee dan Brook, 1999).
Persamaan (3) menggambarkan hubungan ekuilibrium jangka panjang
antara keempat variabel dalam neraca perdagangan bilateral. Kondisi Marshall-
Lerner akan berbeda dengan persamaan (3) apabila tidak terpenuhinya asumsi
dasar atau jika sisi permintaan tidak elastis sempurna yang mengakibatkan adanya
perubahan harga ekspor terhadap impor yang dapat mempengaruhi sisi
permintaan. Akan dilakukan estimasi VECM untuk tiap hubungan bilateral
apabila terjadi shock pada sistem (khususnya variabel rer) untuk mendapatkan
pola penyesuaian dinamis (dynamic adjustment) dalam jangka pendek dan juga
untuk melihat fenomena J-Curve. Dari persamaan (3), didapatkan simpangan
ekuilibrium jangka panjangnya yaitu :
zt = α + β*yt*- βyt + ηrert – tbt………………………………………....(4)
Meskipun jumlah cointegrating vector dari keempat variable ini merupakan
masalah empiris yang akan diteliti selanjutnya, untuk saat ini persamaan (4)
dianggap sebagai satu-satunya cointegrating vector. Bila xt = (tbt, yt, yt*, rert),
merupakan vektor dari endogenous variabel maka penyesuaian dinamis dapat
dimodelkan dengan vector autoregression (VAR) order ke-p yang dapat
dituliskan sebagai Vector Error Correction Model (VECM) pada hubungan
kointegrasi zt. berikut merupakan model umum dari VECM (Achsani at el, 2005) :
∆xt = µ + α zt-1 +
p
i
ti x
1
1 + ut ………………………………………...(5)
dimana, α merupakan vektor 4 x 1.
Husman (2005) melakukan penurunan rumus seperti berikut : Dimana rasio
ekspor nominal terhadap impor nominal, TB, dapat dituliskan dalam persamaan
sebagai berikut :
…………………………………………………………. (5)
Keterangan :
Xt = Volume Ekspor
Pt = Harga Domestik
Pt* = Harga Luar Negeri
St = Nilai Tukar Nominal
Mt = Volume Impor
dengan me-Log-kan persamaan di atas, persamaan tersebut akan menjadi :
tbt = xt – mt – (st – pt + pt*) = xt – mt – rert……………………………......(6)
dimana rer merupakan nilai tukar riil. Sedangkan permintaan ekspor dan impor
pada jangka panjang dapat dituliskan sebagai berikut :
xt = αx + β*yt*+ ηx rert……………………………………………….....(7)
mt = αm + βyt – ηm rert……………………………………………...…...(8)
Dengan mensubtitusikan persamaan (6) dan (7) ke persamaan (8), maka
akan didapatkan persamaan neraca perdagangan jangka panjang seperti berikut :
tbt = αx - αm + β*yt*- βyt +( ηm +ηx – 1) rert…………………...…….......(9)
Koefisien pada rert menggambarkan kondisi Marshall-Lerner dimana suatu
depresiasi (peningkatan rer) akan meningkatkan neraca perdagangan. Rumus ini
hanya memperlihatkan sisi permintaan dengan asumsi dasar bahwa elastisitas
penawaran ekspor dan impor merupakan elastis sempurna sehingga perubahan
volume permintaan tidak akan mempengaruhi harga.
Dengan menggunakan model umum yang digunakan oleh Husman (2005)
pada persamaan (3) didapatkan 2 (dua) fungsi persamaan linier yang digunakan
dalam penelitian ini, sebagai berikut :
TB = α+ β*PDB_CH- βPDB_IND+ηRERt…………………….….....(10)
dan
TB = α+ β*PDB_CH- βPDB_IND+ηRER$t………………….……...(11)
Selanjutnya dalam bentuk Lin-Log dapat dituliskan sebagai berikut :
TB = α+ β* LNPDB_CH– β LNPDB_IND+ηLNRERt……...…….......(12)
dan
TB = α+ β* LNPDB_CH– β LNPDB_IND+ηLNRER$t……...……....(13)
Dimana, TB = Neraca Perdagangan Indonesia-Cina,
Rasio ekspor terhadap impor Indonesia dari/ke Cina
PDB_CH = PDB (Produk Domestik Bruto) Cina
PDB_IND = PDB (Produk Domestik Bruto) Indonesia
RER = Real Exchange Rate (Nilai Tukar Riil) Rupiah/YCH Cina
RER$ = Real Exchange Rate (Nilai Tukar Riil) Rupiah/USD
α = Konstanta
β* = Elastisitas PDB Cina
β = Elastisitas PDB Indonesia
η = Elastisitas nilai tukar riil (Real Exchange Rate)
3.2 Metode Analisis
Teknik estimasi yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan model
Vector Error Correction (VECM). Menurut Greene (2000), Model Error
Correction merupakan suatu model regresi non-linier, walaupun dalam
kenyataannya model ini merupakan linier secara intrinsik dan dapat memberikan
kesimpulan singkat dari persamaan yang tertutup secara langsung. VECM
digunakan untuk menghitung hubungan jangka pendek antar variabel melalui
koefisien standar dan estimasi jangka panjang dengan menggunakan lag residual
dari regresi yang terkointegrasi antar variabel secara dinamis serta
mengidentifikasi keseimbangan pada jangka pendek dan jangka panjang. Menurut
Ajija et,al (2011), model VECM dapat digunakan jika suatu data time series
model VAR telah terbukti memiliki hubungan kointegrasi.
Menurut Ajija Et,al (2011), penggunaan model ini diawali dengan tiga
langkah utama yang merupakan prosedur standar model autoregressive. Tahap
pertama adalah pengujian unit root sebagai langkah awal yang harus dilakukan
untuk melihat stasioneritas dari tiap variabel. Tahap kedua merupakan pemilihan
lag order pada variable endogen berdasarkan Akaike Information Criteria (AIC)
dan tahap ketiga merupakan pengujian keberadaan kointegrasi dengan
menggunakan metode Johansen. Untuk mendapatkan pola penyesuaian dinamis
pada VECM dilakukan perhitungan fungsi generalized impulse response (GIR)
terhadap tbt (pada persamaan (3.7)) untuk satu standar deviasi shock pada variabel
rert. Metode ini memiliki kelebihan karena tidak sensitif terhadap urutan variable
(ordering) (Pesaran dan shin dalam Husman, 2005).
3.7 Defenisi Operasional
Variabel-variabel yang digunakan dalam model penelitian ini dapat
didefinisikan sebagai berikut:
1. TB = Neraca perdagangan antara Indonesia dan Cina,
didefinisikan sebagai rasio ekspor Indonesia ke Cina
terhadap impor Indonesia dari Cina.
2. PDB_CH = PDB Indonesia (Tahun dasar 2000)
3. PDB_IND = PDB Cina (Tahun dasar 2000)
4. RER = Real Exchange Rate atau Nilai tukar rill antara Rupiah dan
Yuan Cina yang didefinisikan sebagai Pch·NEX/Pi dimana
Pi adalah indeks harga konsumen Indonesia, Pch adalah
indeks harga konsumen Cina dan NEX adalah nilai tukar
nominal yang didefinisikan sebagai jumlah rupiah per unit
Yuan Cina. Sehingga, peningkatan dalam RER merupakan
refleksi dari depresiasi riil rupiah terhadap Yuan Cina.
RER =
IndonesiaIHK
CinaIHK
YuanRupiah/NominalKursNilai
5 RER$ Real Exchange Rate atau Nilai tukar rill antara Rupiah dan
Dolar Amerika Serikat (USD) yang didefinisikan sebagai
Pch·NEX/Pi dimana Pi adalah indeks harga konsumen
Indonesia, Pch adalah indeks harga konsumen Cina dan
NEX adalah nilai tukar nominal Rupiah/USD yang
didefinisikan sebagai jumlah rupiah per unit USD. Sehingga,
peningkatan dalam RER$ merupakan refleksi dari depresiasi
riil rupiah terhadap Dolar Amerika Serikat.
RER$ =
IndonesiaIHK
CinaIHK
Rupiah/USDNominalKursNilai
IV. HASIL DAN ANALISIS
Tingkat stationeritas Data yang digunakan dalam penelitian ini yang
berbeda-beda. PDB Cina stationer pada tingkat level, neraca perdagangan
Indonesia-Cina, RER Rupiah/Yuan dan RER Rupiah/USD stationer pada tingkat
first difference sedangkan, serta PDB Indonesia stationer pada tingkat second
difference. Lag yang optimal adalah 1 berdasarkan kriteria AIC, SC dan HQ.
Selanjutnya, data dalam penelitian ini memiliki hubungan jangka panjang yang
terkointegrasi.
Berdasarkan hasil pengujian kausalitas Granger, ditemukan bahwa terdapat
hubungan timbal balik antara PDB Cina dengan neraca perdagangan Indonesia-
Cina, hubungan searah antara neraca perdagangan Indonesia-Cina dengan RER
(Real Exchange Rate) Rupiah/Yuan, terdapat hubungan timbal balik antara PDB
Cina dan PDB Indonesia dan terdapat hubungan searah antara RER (Real
Exchange Rate) Rupiah/Yuan dengan PDB Cina.
Selanjutnya, dengan RER Rupiah/USD hasil pengujian kausalitas Granger
menunjukkan bahwa terdapat hubungan searah antara neraca perdagangan
Indonesia-Cina dengan PDB Indonesia. Selanjutnya, terdapat hubungan searah
antara PDB Cina dengan PDB Indonesia. Kemudian, terdapat hubungan searah
antara dengan PDB Indonesia.
4.1 Hasil Estimasi Vector Error Correction Model (VECM)
Hasil estimasi VECM pada penelitian ini menggambarkan pengaruh
perubahan variabel PDB Cina, PDB Indonesia dan Real Exchange Rate (RER)
terhadap neraca perdagangan Indonesia-Cina melalui dua model persamaan, yang
pertama dengan menggunakan Real Exchange Rate (RER) Rupiah/Yuan dan
dengan Real Exchange Rate (RER) Rupiah/USD. Neraca perdagangan Indonesia-
Cina sebagai variabel dependen, sedangkan PDB Cina, PDB Indonesia dan Real
Exchange Rate (RER) merupakan variabel independen. Hasil estimasi VECM
(Vector Error Correction Model) dapat dilihat pada jangka panjang maupun jang
pandek. Uji-t dilakukan pada tingkat signifikan α = 5 persen dengan nilai t-
tabel(0,025;22) sebesar 2,074.
4.2 Hasil Estimasi Vector Error Correction Model (VECM) dengan Real
Exchange Rate (RER) Rupiah/Yuan
Hasil estimasi memperlihatkan hubungan antara PDB Cina, PDB Indonesia,
RER Rupiah/Yuan terhadap Neraca perdagangan. Berdasarkan hasil dalam jangka
pendek dari pengolahan VECM (Vector Error Correction Model), peningkatan
neraca perdagangan Indonesia-Cina sebesar 1% akan meningkatkan variabel itu
sendiri sebesar 0,127 persen. Selanjutnya, peningkatan PDB Cina sebesar 1 persen
akan meningkatkan neraca perdagangan Indonesia-Cina sebesar 2,84 persen dan
PDB Indonesia akan meningkatkan neraca perdagangan Indonesia-Cina sebesar
1,32 persen. Sedangkan peningkatan RER Rupiah/Yuan sebesar 1 persen, akan
menurunkan neraca perdagangan Indonesia-Cina sebesar 0,336 persen. Namun,
tidak terdapat variabel yang berpengaruh signifikan. Hasil estimasi VECM dapat
dilihat pada tabel berikut :
Tabel 1.
Hasil Estimasi Vector Error Correction Model (VECM) (Rupiah/Yuan)
Variabel Koefisien t-Statistik
Jangka Panjang
TB(-1) 1.000000
LNPDB_CH(-1) 0.766890 5.82599
LNPDB_IND(-1) -0.861363 -3.07464
LNRER(-1) -0.865696 -7.41887
C 5.381940
Jangka Pendek
CointEq1 -0.845238 -2.26117
D(TB(-1)) 0.126697 0.50627
D(LNPDB_Ch(-1)) 2.835881 0.82635
D(LNPDB_IND(-1)) 1.318793 0.92832
D(LNRER(-1)) -0.335917 -1.28376
C -0.344630 -1.16792
Sumber : Hasil diolah dengan Eviews 6.0
Dalam jangka panjang, PDB Indonesia dan Real Exchange Rate (RER)
Rupiah/Yuan mempengaruhi neraca perdagangan Indonesia-Cina secara negatif,
sedangkan PDB Cina mempengaruhi neraca perdagangan Indonesia-Cina secara
positif. Seluruh variabel independen signifikan mempengaruhi neraca
perdagangan Indonesia-Cina.
4.3 Hasil Estimasi Vector Error Correction Model (VECM) dengan Real
Exchange Rate (RER) Rupiah/USD
Hasil estimasi VECM menggambarkan pengaruh perubahan variabel PDB
Cina, PDB Indonesia dan Real Exchange Rate (RER) Rupiah/USD terhadap
neraca perdagangan Indonesia-Cina. Berdasarkan hasil dalam jangka pendek dari
pengolahan VECM (Vector Error Correction Model), peningkatan neraca
perdagangan Indonesia-Cina sebesar 1% akan menurunkan variabel itu sendiri
sebesar 0,128 persen pada lag 1 dan 0,144 persen pada lag 2. Selanjutnya,
peningkatan PDB Cina sebesar 1 persen akan meningkatkan neraca perdagangan
Indonesia-Cina sebesar 1,83 persen pada lag 1 namun akan menurunkan neraca
perdagangan Indonesia-Cina sebesar 2,78 persen pada lag 2 dan PDB Indonesia
akan meningkatkan neraca perdagangan Indonesia-Cina sebesar 0,836 persen pada
lag 1 dan 0,548 pada lag 2. Peningkatan RER Rupiah/USD sebesar 1 persen, akan
meningkatkan neraca perdagangan Indonesia-Cina sebesar 0,174 persen pada lag
1 dan 0,222 persen pada lag 2. Namun, tidak terdapat variabel yang berpengaruh
signifikan. Hasil estimasi VECM dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 2.
Hasil Estimasi Vector Error Correction Model (VECM) (Rupiah/USD)
Variabel Koefisien T-statistik
Jangka Panjang
TB(-1) 1.000000
LNPDB_CH(-1) 5.251364 5.26281
LNPDB_IND(-1) -1.023958 -3.31602
LNRER$(-1) 0.230866 2.91098
@TREND(86) -0.449113 -5.15399
C -199.3086
Jangka Pendek
CointEq1 -0.401707 -0.44598
D(TB(-1)) -0.128775 -0.19963
D(TB(-2)) -0.144333 -0.36796
D(LNPDB_Ch(-1)) 1.382020 0.42001
D(LNPDB_Ch(-2)) -2.776050 -0.32081
D(LNPDB_IND(-1)) 0.836283 0.20759
D(LNPDB_IND(-2)) 0.547807 0.12925
D(LNRER$(-1)) 0.174154 0.27280
D(LNRER$(-2)) 0.222470 0.26766
C -0.018126 -0.02668
Sumber : Hasil diolah dengan Eviews 6.0
Dalam jangka panjang, PDB Indonesia mempengaruhi neraca perdagangan
Indonesia-Cina secara negatif, sedangkan PDB Cina dan Real Exchange Rate
(RER) Rupiah/USD mempengaruhi neraca perdagangan Indonesia-Cina secara
positif dengan adanya trend yang menurun pada neraca perdagangan Indonesia-
Cina Seluruh variabel independen signifikan mempengaruhi neraca perdagangan
Indonesia-Cina.
4.4 Pengaruh PDB Cina Terhadap Neraca Perdagangan Indonesia-Cina
PDB Cina tidak signifikan mempengaruhi neraca perdagangan Indonesia-
Cina dalam jangka pendek baik menggunakan RER Rupiah/Yuan maupun
Rupiah/Dolar. Sedangkan dalam jangka panjang, PDB Cina berpengaruh
signifikan terhadap neraca perdagangan Indonesia-Cina dengan nilai t-statistik >
t-tabel (5,83 > 2,07)dengan koefisien bernilai positif sebesar 0,767 dengan
menggunakan RER Rupiah/Yuan. Selanjutnya, dengan RER Rupiah/USD, PDB
Cina berpengaruh positif dengan koefisien sebesar 5,25 secara signifikan (5,26 >
2,07). Berarti bahwa peningkatan PDB Cina dengan RER Rupiah/Yuan sebesar 1
persen akan meningkatkan neraca perdagangan Indonesia-Cina sebesar 0,767
persen, sedangkan dengan menggunakan RER Rupiah/USD peningkatan PDB
Cina sebesar 1 persen akan meningkatkan neraca perdagangan Indonesia-Cina
sebesar 5,25 persen dalam jangka panjang.
Peningkatan PDB Cina akan meningkatkan permintaan impor. Maka, dapat
disimpulkan bahwa ketika terjadi peningkatan PDB Cina akan mendorong
peningkatan neraca perdagangan Indonesia-Cina yang berarti meningkatnya
ekspor Indonesia ke Cina. Menurut Salvator (1997), Eskpor suatu negara yang
merupakan impor bagi negara mitra dagang tidak ditentukan atau dipengaruhi
oleh tingkat pendapatan negara pengekspor melainkan oleh tingkat pendapatan
negara-negara pengimpor. Selanjutnya, Impor dipengaruhi oleh pendapatan
nasional. Selanjutnya, menurut Muslikhati dan Kaluge (2010), hubungan positif
dari PDB negara mitra dagang dikarenakan ekspor Indonesia yang sangat
dipengaruhi oleh kondisi global. Dengan terjadinya perbaikan pertumbuhan
ekonomi maka permintaan ekspor Indonesia akan meningkat, sehingga
perusahaan domestik dapat meningkatkan produksinya dan pekerja serta para
buruh akan dapat meningkatkan konsumsi dan investasinya yang akan mendorong
pertumbuhan nasional dan sebaliknya.
Sama halnya dengan pendapat Huda (2006), Apabila PDB negara mitra
dagang tinggi maka tingkat konsumsi akan meningkat sehingga akan
meningkatkan permintaan impor yang selanjutnya akan meningkatkan ekspor
domestik. Pertumbuhan ekonomi Cina berdasarkan PDB yang merupakan balas
jasa yang diterima dari faktor-faktor produksi yang termasuk ke dalam proses
produksi yang dilakukan di negara tersebut. Sehingga, Peningkatan PDB Cina
mengindikasikan meningkatnya konsumsi masyarakat Cina yang berdampak pada
peningkatan permintaan barang domestik yang akan meningkatkan ekspor
Indonesia-Cina yang selanjutnya akan meningkatkan neraca perdagangan
Indonesia. Hasil ini didukung oleh penelitian sebelumnya, yaitu : Yazici dan
Islam (2011); Onafowara (2003); Nawatmi (2012); Huda (2006) dan Napoline
(2009).
4.5 Pengaruh PDB Indonesia Terhadap Neraca Perdagangan Indonesia-Cina
PDB Indonesia tidak signifikan mempengaruhi neraca perdagangan
Indonesia-Cina pada jangka pendek baik menggunakan RER Rupiah/Yuan
maupun Rupiah/USD. Namun, signifikan dalam jangka panjang dengan nilai t-
statistik > t-tabel (3,07 > 2,07). PDB Indonesia mempengaruhi neraca
perdagangan Indonesia-Cina dengan nilai koefisien yang negatif sebesar 0,861
dengan RER Rupiah/Yuan. Selanjutnya, dengan RER Rupiah/USD PDB
Indonesia mempengaruhi neraca perdagangan dengan koefisien negatif sebesar
1,02 secara signifikan (3,32 > 2,07). Hal ini memiliki pengertian bahwa jika
terjadi peningkatan PDB Indonesia sebesar 1 persen, maka akan mengakibatkan
penurunan neraca perdagangan Indonesia-Cina sebesar 0,86 persen dengan RER
Rupiah/Yuan dan 1,02 persen dengan RER Rupiah/USD dalam jangka panjang.
Hubungan yang negatif antara PDB Indonesia dengan neraca perdagangan
Indonesia-Cina mengindikasikan terjadinya penurunan PDB yang berdampak
pada memburuknya neraca perdagangan Indonesia-Cina.
Indonesia memiliki tingkat ketergantungan yang tinggi terhadap impor Cina.
Menurut Tambunan (2001), peranaan neraca perdagangan Indonesia-Cina
terhadap perekonomian suatu negara dapat dilihat melalui hubungan rasio saldo
neraca perdagangan Indonesia-Cina terhadap PDB negara tersebut. Dimana,
Semakin besar nilai positif rasio tersebut maka akan semakin penting peranaan
perdagangan terhadap perekonomian negara tersebut. Dimana dalam hasil ini
ditemukan nilai signifikan negatif yang berarti peranan perdagangan internasional
penting tetapi menurunkan perekonomian Indonesia. Demikian pula pendapat
Matondang, et al (1997) yang menyatakan bahwa terjadinya penurunan ekspor
dan peningkatan impor berkaitan dengan meningkatnya konsumsi dalam negeri
terhadap beberapa jenis produk akibat dari meningkatnya pendapatan masyarakat.
Selanjutnya, munculnya defisit perdagangan merupakan dampak dari pelarian
modal yang dilakukan oleh beberapa pengusaha di Cina yang bekerjasama dengan
mitra dagang mereka diluar negeri untuk menurunkan harga ekspor dan
menurunkan harga impor.
Perdagangan Indonesia dan Cina memiliki pola yang semakin tidak
menguntungkan sehingga Indonesia memiliki masalah yang struktural dalam
menjalin hubungan perdagangan dengan Cina. Terdapat kemungkinan bahwa
perdagangan antara Indonesia dan Cina memiliki hubungan yang asimetris, yaitu
struktur ekspor Indonesia ke Cina yang sangat didominasi oleh produk primer,
seperti minyak dan gas, hasil pertanian dan pertambangan. Struktur perdagangan
barang primer ke Cina terus mengalami peningkatan. Disisi lain, struktur impor
Indonesia dari Cina lebih banyak didominasi oleh produk industri pengolahan
yang juga memiliki kecenderungan meningkat (Muslikhati dan Kaloge, 2010).
Menurut Tambunan (2006) dan Nusantara (2013), Indonesia merupakan
negara yang tergantung pada impor barang-barang konsumsi dan Industri
(khususnya barang-barang modal) dan bahan baku serta penolong untuk
memproduksi barang-barang ekspor. Namun, Kebanyakan bahan baku yang
diimpor oleh Indonesia dalam bentuk sudah diolah setengah jadi dan siap
digunakan merupakan barang yang berasal dari Indonesia. Pada januari-juli 2012,
Indonesia mengimpor bahan baku/penolong sebesar 57,5 persen dari total impor.
Sehingga, peningkatan PDB Indonesia habis untuk membiayai impor bahan baku,
cicilan bunga dan juga hutang luar negeri. Peningkatan PDB Indonesia yang
seharusnya dapat meningkatkan ekspor Indonesia, tetapi karena pasar domestik
Indonesia yang sangat luas mengakibatkan sebagian besar barang yang
seharusnya di ekspor ke luar negeri terserap oleh pasar domestik.
Penelitian ini didukung oleh hasil penelitian Husman (2005) dimana PDB
Indonesia memiliki nilai negatif jika kenaikan pendapatan domestik menyebabkan
kenaikan permintaan impor dan diperkuat oleh penelitian sebelumnya, yaitu :
Yazici dan Islam (2011) yang menyatakan bahwa adanya efek negatif dan
signifikan terhadap pendapatan riil domestik sehingga diperlukannya kebijakan
untuk mendukung perusahaan dalam negeri untuk mengurangi impor input dan
menggunakan lebih banyak input dari barang domestik agar dapat mengurangi
efek negatif terhadap pertumbuhan neraca perdagangan Indonesia-Cina;
Onafowara (2003) menjelaskan bahwa pendapatan riil domestik mempengaruhi
neraca perdagangan Indonesia secara negatif pada perdagangan Indonesia-Jepang,
Indonesia-Amerika Serikat dan Malaysia-Amerika Serikat; Lal dan Lowiger
(2002) menunjukkan hasil yang sama pada negara Bangladesh, Pakistan dan
Srilanka, yaitu peningkatan PDB ketiga negara ini akan menurunkan neraca
perdagangannya; dan Napoline (2009) yang menjelaskan bahwa pertumbuhan
PDB Indonesia mengakibatkan penurunan neraca perdagangan Indonesia-Jepang.
Nilai negatif yang ditunjukkan oleh PDB Indonesia mengindikasikan bahwa
peningkatan PDB Indonesia mengakibatkan rasio ekspor terhadap impor
menurun. Hal ini menggambarkan bahwa seiring dengan peningkatan PDB
Indonesia akan mendorong meningkatnya permintaan impor. Hal ini didukung
oleh penelitian Murianda (2009) menjelaskan bahwa peningkatan PDRB
Sumatera Utara akan meningkatkan total impor Sumatera Utara serta penelitian
Astiyah dan Santoso (2005) menyatakan bahwa peningkatan PDB domestik
Indonesia akan meningkatkan permintaan impor.
Peningkatan PDB Indonesia yang memnggambarkan peningkatan ekspor
Indonesia tidak dapat meningkat karena produksi Indonesia sangat dipengaruhi
produk impor, dengan kata lain, Indonesia memiliki ketergantungan yang tinggi
terhadap produk impor. Maka, untuk meningkatkan produksi dalam negeri akan
meningkatkan impor bahan baku. Peningkatan impor bahan baku belum tentu
dapat diimbangi oleh kenaikan ekspor barang domestik sehingga mengakibatkan
terjadinya defisit neraca perdagangan. Tingginya produksi domestik lebih banyak
digunakan untuk memenuhi kebutuhan domestik sehingga peningkatan produksi
tidak meningkatkan ekspor. Selain itu, Indonesia merupakan negara pengekspor
barang-barang primer dengan harga yang lebih murah dan mengimpor barang-
barang setengah jadi yang harganya lebih mahal. Secara otomatis, nilai neraca
perdagangan akan mengalami defisit.
4.6 Pengaruh Real Exchange Rate (RER) Terhadap Neraca perdagangan
Indonesia-Cina
Real Exchange Rate (RER) Rupiah/Yuan dan Rupiah/USD berpengaruh
tidak signifikan terhadap neraca perdagangan Indonesia-Cina dalam jangka
pendek. Dalam jangka panjang, RER Rupiah/Yuan mempengaruhi neraca
perdagangan secara negatif sedangkan, RER Rupiah/Dolar mempengaruhi neraca
perdagangan secara positif. Hasil estimasi dari RER Rupiah/Yuan dan RER
Rupiah/USD menunjukkan pengaruh yang signifikan.
4.6.a Pengaruh Real Exchange Rate (RER) Rupiah/Yuan Terhadap Neraca
perdagangan Indonesia-Cina
Dalam jangka panjang, RER Rupiah/Yuan memiliki nilai koefisien yang
negatif sebesar 0,866 berpengaruh signifikan terhadap neraca perdagangan
Indonesia-Cina dengan nilai t-statistik > t-tabel (7,42 > 2,07) artinya dengan
peningkatan RER Rupiah/Yuan sebesar 1 persen akan menurunkan neraca
perdagangan Indonesia-Cina sebesar 0,87 persen.
Terjadinya peningkatan nilai tukar riil akan mengakibatkan turunnya neraca
perdagangan Indonesia-Cina dikarenakan oleh tingginya impor. Ketika nilai kurs
riil tinggi, barang-barang domestik akan cenderung lebih mahal jika dibandingkan
dengan barang impor dari luar negeri sehingga penduduk domestik akan
cenderung mengkonsumsi barang impor dan mengurangi konsumsi barang
domestik. Dengan keadaan seperti ini, maka ekspor netto negara domestik akan
menurun.
Menurut Kasrori (2006), banyak negara berkembang melakukan kebijakan
devaluasi. Dimana, devaluasi diharapkan dapat mendorong ekspor dan membatasi
impor. Sedangkan hanya sedikit negara berkembang yang melakukan kebijakan
revaluasi karena kebijakan ini akan membatasi ekspor dan mendorong impor yang
dapat mengakibatkan defisit neraca perdagangan. Selanjutnya depresiasi yang
sering terjadi di negara berkembang. Depresiasi berkaitan dengan kurs
mengambang yang digunakan oleh negara yang bersangkutan yang sering juga
disebut dengan devalusi terselubung, karena adanya campur tangan pemerintah
dalam mengendalikan kurs yang berlaku. Depresiasi sering juga disebut sebagai
penyesuaian mata uang dimana depresiasi akan mendorong ekspor dan menahan
impor.
Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian Zuhroh dan Kaluge (2007) dan
Husman (2005) menyatakan bahwa pengaruh nilai tukar riil memiliki kontribusi
yang sangat rendah terhadap neraca perdagangan Indonesia walaupun memiliki
pengaruh yang signifikan. Sejalan dengan pendapat Sukirno (2000) dan Mankiw
(2006) menyatakan bahwa depresiasi nilai tukar akan meningkatkan ekspor dan
menurunkan impor.
4.6.b Pengaruh Real Exchange Rate (RER) Rupiah/USD Terhadap Neraca
perdagangan Indonesia-Cina
Real Exchange Rate (RER) Rupiah/Dolar memiliki koefisien positif sebesar
0,231 yang berpengaruh secara signifikan terhadap neraca perdagangan dengan
nilai t-statistik > t-tabel (2,91 > 2,07) dengan arti, peningkatan RER Rupiah/USD
sebesar 1 persen akan meningkatkan neraca perdagangan sebesar 0,23 persen
dalam jangka panjang. Dengan kata lain, apresiasi nilai tukar rupiah terhadap
USD akan meningkatkan neraca perdagangan Indonesia-Cina.
Apresiasi nilai tukar rupiah terhadap USD menjadikan harga barang
domestik lebih mahal maka masyarakat domestik lebih cenderung untuk
mengkonsumsi barang impor. Dengan demikian maka produksi domestik akan
dialihkan untuk ekspor yang selanjutnya akan dapat meningkatkan neraca
perdagangan Indonesia-Cina. Kebutuhan akan adanya ekspor dan impor dengan
menggunakan nilai tukar Rupiah/USD dimana USD dianggap sebagai mata uang
internasional, menjadikan indonesia tetap harus melakukan ekspor maupun impor
meski keadaan Dolar Amerika Serikat sedang terapresiasi. Meskipun Rupiah
sedang terapresiasi terhadap USD, tetapi ada kemungkinan terjadinya depresiasi
USD terhadap mata uang negara mitra dagang Indonesia sehingga jika dikonversi
terhadap mata uang mitra dagang, rupiah mungkin saja terdepresiasi sehingga
ekspor akan meningkat. Berbagai penelitian mengindikasikan bahwa terdapat
hubungan positif antara nilai tukar riil dengan neraca perdagangan (Astiah dan
Santoso, 2005).
4.7 Marshall-Lerner Condition dan Fenomena J-Curve
Hasil estimasi jangka panjang dari VECM memperlihatkan tidak
terpenuhinya kondisi Marshall-Lerner dalam perdagangan Indonesia-Cina.
Kondisi Marshall-Lerner akan terpenuhi pada keseimbangan neraca perdagangan
Indonesia-Cina, depresiasi nilai tukar akan mengakibatkan surplus neraca
perdagangan Indonesia-Cina dengan nilai elastisitas ekspor dan impor lebih besar
dari 1. Sedangkan, jumlah elastisitas ekspor dan impor hasil estimasi lebih kecil
dari 1 yaitu -0,87 (RER Rupiah/Yuan) dan 0,231 (RER Rupiah/Dolar). Kondisi
Marshall-Lerner tidak terpenuhi karena rendahnya elastisitas impor akibat
tingginya ketergantungan impor Indonesia dari Cina, terutama impor bahan
baku/penolong.
Menurut Husman (2005), terdapat kecenderungan elastisitas jangka pendek
yang lebih rendah. Sehingga kondisi Marshall-Lerner hanya dapat dipenuhi dalam
jangka pendek dan menengah, kondisi ini disebut dengan fenomena J-Curve,
dimana depresiasi nilai tukar menyebabkan neraca perdagangan Indonesia-Cina
memburuk sebelum mengalami peningkatan secara permanen. Hal ini didukung
oleh nilai koefisien RER Rupiah/Yuan pada jangka pendek bernilai negatif
sebesar 0,336 dan nilai koefisien RER Rupiah/USD pada jangka pendek bernilai
positif sebesar 0,174 pada lag 1 dan 0,222 pada lag 2.
Gambar 2.
GIR dari RER Rupiah/Yuan terhadap neraca perdagangan Indonesia-Cina
Sumber : Hasil diolah dengan Eviews 6.0
Gambar 3.
GIR dari RER Rupiah/USD terhadap neraca perdagangan Indonesia-Cina
Sumber : Hasil diolah dengan Eviews 6.0
Melalui Generalized Impulse Response (GIR) pada gambar 5.2 dan
gamabar 5.3 dapat dilihat bahwa depresiasi nilai tukar Rupiah/Yuan dan
Rupiah/USD dapat memperbaiki neraca perdagangan Indonesia-Cina dalam
jangka panjang. Pada awalnya, perubahan nilai tukar riil Rupiah/Yuan akan
memberikan pengaruh negatif yang cukup besar terhadap neraca perdagangan
Indonesia-Cina ditunjukkan dengan shock pada satu standar deviasi yang
menimbulkan efek sekitar 0,06 SD s/d 0,19 SD. Selanjutnya periode tahun ke
.04
.06
.08
.10
.12
.14
.16
.18
.20
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Response of DTB to Generalized One
S.D. DLNRER Innovation
-.04
.00
.04
.08
.12
.16
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Response of DTB to Generalized One
S.D. DLNRER$ Innovation
empat hingga tahun ke 6, shock yang terjadi akan memberikan pengaruh positif
diantara 0,03 SD s/d 0,09 SD yang selanjutnya cenderung stabilSedangkan
perubahan nilai tukar riil rupiah terhadap dolar akan memberikan pengaruh
negatif yang cukup besar terhadap neraca perdagangan Indonesia-Cina hingga
mencapai nilei negatif sebesar 0,016 SD pada periode tahun keempat. Selanjutnya
periode tahun ke empat hingga tahun ke 6, shock yang terjadi akan memberikan
pengaruh positif diantara 0,02 SD s/d 0,03 SD yang selanjutnya cenderung stabil
pada kisaran 0,01 SD. Kedua fenomena ini disebut dengan Kurva-J karena
adanya guncangan yang diakibatkan oleh RER dalam jangka panjang akan
cenderung stabil. Maka, dapat disimpulkan bahwa walaupun pada awalnya
depresiasi nilai tukar akan menurunkan neraca perdagangan Indonesia-Cina, tetapi
dalam jangka panjang akan memperbaiki neraca perdagangan Indonesia-Cina.
Walaupun depresiasi nilai tukar akan memperbaiki neraca perdagangan,
tetapi nilai koefisien dari nilai tukar tidak lebih daripada 1. Nilai koefisien nilai
tukar yang leih kecil daripada 1 menggambarkan tidak stabilnya pasar valuta
asing Indonesia. Menurut Salvator (1997), pasar valuta asing yang tidak stabil
menunjukkan semakin menyimpang dan jauhnya kurs dari keadaan equilibrium
apabila terjadinya suatu gangguan. Hal ini menggambarkan bahwa kebijakan
devaluasi nilai tukar bukan kebijakan yang efektif dilakukan oleh pemerintah
untuk mendorong neraca perdagangan Indonesia-Cina. Sehingga, menurut
Rahutami (2008) menjaga stabilitas nilai tukar merupakan faktor yang penting
dalam menunjang globalisasi bisnis indonesia. Nilai tukar yang tidak stabil akan
membebani biaya transaksi bisnis yang dapat menurunkan kemempuan bisnis
domestik untuk berkompetisi di pasar internasional.
Perdagangan antar negara dengan pasar valuta asing yang tidak memenuhi
kondisi Marshall-Lerner seperti pada perdagangan Indonesia-Jepang dalam
penelitian Napoline (2009), kemudian Indonesia dengan Singapura dan Inggris
dalam penelitian Husman (2005). Sedangkan Fenomena Kurva-J dapat ditemukan
pada pada perdagangan Indonesia-Jepang dalam penelitian Napoline (2009) dan
Zuhroh dan Kaluge (2007). Kondisi Marshall-Lerner dan Fenomena Kurva-J
dapat juga dilihat dari beberapa kasus lainnya seperti pada perdagangan antara
Malaysia dengan Amerika Serikat tidak dapat ditemukan kurva-J sedangkan pada
perdagangan antara Singapura dengan Amerika Serikat dan korea serta Korea
dengan Jepang ditemukan adanya fenomena kurva-J pada penelitian Wilson
(2001). Perdagangan Sumatera Utara pada penelitian Murianda (2008)
menunjukkan terjadinya kondisi Marshall-lerner pada jangka panjang dan
terjadinya fenomena kurva-J.
V. KESIMPULAN DAN SARAN
Kinerja neraca perdagangan Indonesia-Cina selama periode penelitian
memiliki kecendrungan yang meningkat. Neraca perdagangan Indonesia-Cina
dipengaruhi secara signifikan oleh PDB Cina, PDB Indonesia dan RER (Real
Exchange Rate). Berdasarkan hasil estimasi VECM pada tingkat signifikan α = 5
persen, tidak terdapat hubungan jangka pendek secara signifikan tetapi dalam
jangka panjang PDB Cina dan RER (Real Exchange Rate) Rupiah/Dolar
berpengaruh positif dan signifikan terhadap neraca perdagangan Indonesia-Cina.
Sedangkan PDB Indonesia dan RER (Real Exchange Rate) Rupiah/Yuan
berpengaruh negatif secara signifikan.
Dalam jangka panjang, peningkatan PDB Cina dengan nilai tukar
Rupiah/Yuan maupun Rupiah/USD akan meningkatkan neraca perdagangan
Indonesia-Cina. Sedangkan peningkatan PDB Indonesia dengan nilai tukar
Rupiah/Yuan maupun Rupiah/Dolar akan menurunkan neraca perdagangan
Indonesia-Cina. Selanjutnya depresiasi Rupiah terhadap Yuan akan meningkatkan
neraca perdagangan Indonesia-Cina dan sebaliknya, depresiasi Rupiah terhadap
dolar justru akan menurunkan neraca perdagangan Indonesia-Cina dan sebaliknya.
Kondisi Marshall-Lerner dalam periode penelitian ini tidak terpenuhi, tetapi
berdasarkan generalized impulse response ditemukan adanya fenomena kurva-J.
Peningkatan PDB Cina mengindikasikan meningkatnya konsumsi
masyarakat Cina yang berdampak pada peningkatan permintaan barang domestik
yang akan meningkatkan ekspor Indonesia ke Cina yang selanjutnya akan
meningkatkan neraca perdagangan Indonesia-Cina. Peningkatan PDB Indonesia
yang memnggambarkan peningkatan output Indonesia tidak dapat meningkat
karena produksi Indonesia sangat dipengaruhi produk impor, dengan kata lain,
Indonesia memiliki ketergantungan yang tinggi terhadap produk impor.
Terjadinya peningkatan nilai tukar riil Rupiah/Yuan akan mengakibatkan
turunnya neraca perdagangan Indonesia-Cina dikarenakan oleh tingginya impor.
Ketika nilai kurs riil tinggi, barang-barang domestik akan cenderung lebih mahal
jika dibandingkan dengan barang impor dari luar negeri sehingga penduduk
domestik akan cenderung mengkonsumsi barang impor dan mengurangi konsumsi
barang domestik. Dengan keadaan seperti ini, maka ekspor netto negara domestik
akan menurun. Namun, meningkatnya nilai tukar riil Rupiah/USD belum tettu
akan menurunkan neraca perdagangan Indonesia-Cina. Hal ini karena adanya
kemungkinan depresiasi USD/Yuan.
Kedua model yang digunakan dalam penelitian ini sudah memenuhi seluruh
uji asumsi klasik yaitu uji multikolinearitas, uji heterokedastisitas dan uji
autokorelasi. Sehingga penggunaan model regresi VECM (Vector Error
Correction Model) dalam penelitian ini sudah layak.
DAFTAR PUSTAKA
Ajija, Shochrul. R. et al. 2011. Cara Cerdas Menguasai Eviews. Jakarta :
Penerbit Salemba Empat.
Astiyah, Siti dan Santoso, M. Setiawan. 2005. Nilai Tukar dan Trade Flows.
Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan. Desember 2005.
Badan Pusat Statistik, BPS. 2012. Laporan Bulanan : Data Sosial Ekonomi.
Edisi 29. Oktober 2012. Katalog BPS : 9199017.
Badan Pusat Statistik, BPS. Statistik Ekspor Indonesia. 1986-2011.
Badan Pusat Statistik, BPS. Statistik Impor Indonesia. 1986-2011.
Bapennas. 2011. Sekilas Info : Perkembangan Perdagangan dan Investasi.
Edisi 3 Tahun II, September 2011. Jakarta : Direktorat Perdagangan,
Investasi dan Kerjasama Ekonomi Internasional.
Bank Indonesia. 2004. Bank Indonesia, Bank Sentral Republik Indonesia :
Sebuah Pengantar. Jakarta : Pusat pendidikan dan Studi Kebanksentralan.
Bahmani-Oskooee, M. dan T. Kantipong. 2001. Bilateral J-curve Between
Thailand and Her Trading Partners. Journal Of Economic Development.
Vol.26
Case, Karl E. dan Ray C. Fair, 2007. Prinsip–Prinsip Ekonomi. Edisi 8. Jilid 2.
Jakarta : Erlangga.
Ditjen Perdagangan Luar Negeri, 2006. Kebijaksanaan Umum di Bidang
Ekspor. Jakarta : Departemen Perindustrian dan Perdagangan.
Ekananda, Mahyus. 2004. Analisis Pengaruh Volatilitas Nilai Tukar Pada
Ekspor Komoditi Manufaktur Di Indonesia. Buletin Ekonomi Moneter
dan Perbankan.
Greene, William. H. 2000. Econometric Analysis. Fourth Edition. New Jersey :
Prentice-Hall International,Inc
Gujarati, Damodar. 2003. Basic Econometrics, International Edition. Singapura
: Mc. Graw-Hill Book Co.
Hadis, Syafril. 1996. Ekonomi internasional. Edisi pertama. Jakarta : Rajawali
Pers.
Hariadi, Pramono. 2008. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Ekspor
Non Migas Indonesia. VENTURA. Vol, 11. No, 3. Desember 2008.
Huda, Nurul dan Zulihar. 2009. Perdagangan Bilateral Indonesia-Cina Periode
2000-2009. Dikta Ekonomi. Volume 6 Nomor 3, Desember 2009.
Huda, Syamsul. 2006. Analisis Beberapa Faktor Yang mempengaruhi Ekspor
Non Migas Indonesia ke Jepang. Jurnal Imu-Ilmu Ekonomi. Vol,6. No,2.
September 2006. Hal : 117-124.
Husman, Jardine A. 2005. Pengaruh Nilai Tukar Riil Terhadap Neraca
Perdagangan Bilateral Indonesia : Kondisi Marshall-Lerner dan
Fenomena J-curve. Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Desember
2005.
Halim, Siana dan Arif, Candra. 2011. Pemodelan Time Series Multivariat
secara Automatis. Jurnal Teknik Industri. Vol 13, No 1, Juni 2011, Hal
19-26.
Kasrori, Jusuf. 2006. Analisis Tentang Pengaruh Perubahan Kurs Pada Bisnis
Internasional. Jurnal Aplikasi Manajemen. Vol.4, No.3, Desember 2006.
Kuncoro, Mudrajad. 2001. Metode Kuantitatif (Teori dan Aplikasi untuk
Bisnis danEkonomi). Yogyakarta : UPPAMP YKPN.
Kustia, A. 2001. Hubungan Indonesia dan Republik Rakyat Cina. Laporan
KBRI-Beijing. Departemen Luar Negeri Republik Indonesia.
Krugman, Paul R., dan maurice Obstfeld. 1999. Ekonomi Internasional : Teori
dan Kebijakan. Edisi kedua. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada.
Lal, Anil K. Dan Thomas C. Lowinger. 2002. Nominal Effective Exchange Rate
and Trade Balance Adjustment in South Asia Countries. Jurnal of Asian
Econimics 13 (2002). Hal : 371-383.
Lindert, Peter H., dan Charles P. Kindleberger. 1988. Ekonomi Internasional
Edisi kedelapan. Alih bahasa : Burhanuddin Abdullah. Jakarta : Erlangga.
Ling, Ng Yuen. Et al. 2008. Real Exchange Rate and Trade Balance
Relationship: An Empirical Study on Malaysia. International Jurnal of
Bussiness and Management. Vol3, No. 8.
Mankiw, N. Gregory. 2003. Teori Makroekonomi edisi kelima. Jakarta :
Erlangga.
Mankiw, N. Gregory. 2006. Teori Makroekonomi edisi keenam. Jakarta :
Erlangga.
Matondang, M.H. et al. 1997. Intisari Ekonomi Internasional. Jakarta : Program
Pasca Sarjana Universitas Krisnadwipayana.
Murianda. 2008. Analisis Pengaruh Nilai Tukar Riil Terhadap Trade Flows
Provinsi Sumatera Utara (Kondisi Marshall-lerner dan Fenomena
J-Curve). Wahana Hijau : Jurnal Perencanaan dan Pengembangan Wilayah.
Vol. 4, No. 1, Agustus 2008.
Muslikhati dan Kaluge, David. 2010. Analisis Perdagangan Indonesia Pasca
Pemberlakuan ACFTA : Studi Komparatif Indonesia-China. Jurnal
Ekonomi Pembangunan. Vol.8, No.2, 2 Desember 2010.
Nawatmi, Sri. 2012. Volatilitas Nilai Tukar dan Perdagangan Internasional.
Jurnal Dinamika Akuntansi, Keuangan dan Perbankan. Vol.1, No.1 Hal 41-
56. ISSN : 1979-4878
Nopeline, Nancy. 2009. Pengaruh Nilai Tukar Riil Terhadap Neraca
Perdagangan Bilateral Indonesia (Marshall-Lerner Condition Dan
Fenomena J-Curve). Tesis USU Repository © 2008.
Nopirin. 2000. Ekonomi Moneter .Edisi 1. Yogyakarta : BPFE.
Nusantara, Agung. 2013. Pengaruh Fluktusi Kurs Terhadap Neraca
Perdagangan. Jurnal Ilmiah Dinamika Ekonomi dan Bisnis. Vol.1, No.1,
Februari 2013.
Onafowora, Olugbenga. 2003. Exchange Rate And Trade Balance In East Asia:
Is There A J-Curve ?. Economics Bulletin. Vol. 5, No. 18 pp. 1-13.
Pesaran, M. H. and Shin, Y. 1998. Generalized Impulse Response Analysis in
Linear Mulltivariate Model. Economic Letters. Vol, 58.
Rahutami, A. Ika. 2008. Menjaga Volatilitas Nilai Tukar : Faktor Pendukung
Pengembangan Bisnis di ASEAN. Jurnal Kinerja. Volume 12, No.1, Th :
2008, Hal. 51-54.
Rosadi, Dedi. 2012. Ekonometrika dan Analisis runtun waktu terapan dengan
Eviews. Yogyakarta : Penerbit Andi.
Salvator, Dominick. 1997. Ekonomi Internasional. Jilid pertama. Edisi kelima.
Jakarta : Penerbit Erlangga.
Salvator, Dominick. 1997. Ekonomi Internasional. Jilid kedua. Edisi kelima.
Jakarta : Penerbit Erlangga.
Samuelson, Paul A. dan Nordhaus, William D. 1992. Makro Ekonomi. Edisi
keempatbelas. Jakarta : Penerbit Erlangga.
Sofyardi. 2011. Buku Ajar : Statistik Multivariat. Tanpa publikasi. Fakultas
Ekonomi. Universitas Andalas.
Sukirno, Sadono. 2004. Teori Pengantar Makroekonomi edisi ketiga. Jakarta :
PT Rajagrafindo Persada.
Tambunan, Tulus. 2001. Perdagangan Internasional dan Neraca Pembayaran
: Teori dan Temuan Empiris. Jakarta : Pustaka LP3ES Indonesia.
Tambunan, Tulus. 2006. Perkembangan Ekspor dan Impor Indonesia dan
Permasalahannya. Working Paper Series No. 6. Pusat Studi Industri dan
UKM. Fakultas Ekonomi : Universitas Trisakti.
Wilson, Peter. 2001. Exchange Rate and the Trade Balance for ynamic Asian
Economics – Does The J-Curve Exist fr Singapure, Malaysia and Korea?.
Open Economies Review. Vol, 12. 389 – 413.
Winarno, Wing Wahyu. 2009. Analisis Ekonometrika dan Statistika dengan
Eviews. Edisi kedua. Yogyakarta : Unit Penerbit dan Percetakan Sekolah
Tinggi Ilmu Manajemen YKPN.
Wong, John. 1987. Politik Perdagangan Cina di Asia Tenggara. Jakarta :
Penerbit Bumi Aksara.
Yazici, Mehmed dan M. Qamarul Islam. Impact of Exchange Rate and Customs
Union on Trade Balance of Turkey with EU. International Journal of
Business and Social Science.Vol. 2 No. 9 [Special Issue - May 2011].
Zuhroh, Idah dan David Kaluge. Dampak Pertumbuhan Nilai Tukar Riil
Terhadap Pertumbuhan Neraca perdagangan Indonesia (Suatu Aplikasi
Model Vector Autoregressive, VAR). Journal of Indonesian Applied
Economics. Vol.1 No.1 Oktober 2007, 59-73.

More Related Content

What's hot

Resume ekonomi internasional
Resume ekonomi internasionalResume ekonomi internasional
Resume ekonomi internasional
ciciliya11
 
Tugas 1 Ekonomi Internasional - Vera Handayani - 11150546
Tugas 1 Ekonomi Internasional - Vera Handayani - 11150546Tugas 1 Ekonomi Internasional - Vera Handayani - 11150546
Tugas 1 Ekonomi Internasional - Vera Handayani - 11150546
Vera Handayani
 
Masalah eko makro
Masalah eko makroMasalah eko makro
Masalah eko makro
GustiMarliani
 
Tugas perekonomian terbuka
Tugas perekonomian terbukaTugas perekonomian terbuka
Tugas perekonomian terbukaazelia
 
Makalah pertumbuhan uang dan inflasi
Makalah pertumbuhan uang dan inflasiMakalah pertumbuhan uang dan inflasi
Makalah pertumbuhan uang dan inflasiAjeng Faiza
 
Resume tugas 1 dan 2 devi annisa 11150545
Resume tugas 1 dan 2 devi annisa 11150545Resume tugas 1 dan 2 devi annisa 11150545
Resume tugas 1 dan 2 devi annisa 11150545
Universitas Bina Bangsa
 
Makalah 2 (eka)
Makalah 2 (eka)Makalah 2 (eka)
Makalah 2 (eka)
Deska13
 
Uang dan inflasi
Uang dan inflasiUang dan inflasi
Uang dan inflasi
9elevenStarUnila
 
Tugas 2 Ekonomi Internasional - Vera Handayani - 11150546
Tugas 2 Ekonomi Internasional - Vera Handayani - 11150546Tugas 2 Ekonomi Internasional - Vera Handayani - 11150546
Tugas 2 Ekonomi Internasional - Vera Handayani - 11150546
Vera Handayani
 
Makro: Pertumbuhan Uang dan Inflasi
Makro: Pertumbuhan Uang dan InflasiMakro: Pertumbuhan Uang dan Inflasi
Makro: Pertumbuhan Uang dan Inflasi
Esterina Danar Puja
 
Resume ekonomi internasional bab 2-7
Resume ekonomi internasional bab 2-7Resume ekonomi internasional bab 2-7
Resume ekonomi internasional bab 2-7
universitas bina bangsa banten
 
Tugas kelompok pak marja1
Tugas kelompok pak marja1Tugas kelompok pak marja1
Tugas kelompok pak marja1IPDN
 
Resume ekonomi internasional 2
Resume ekonomi internasional 2Resume ekonomi internasional 2
Resume ekonomi internasional 2
ciciliya11
 
Uang dan Inflasi (mine)
Uang dan Inflasi (mine)Uang dan Inflasi (mine)
Uang dan Inflasi (mine)Tri Yani
 
ruang lingkup ekonomi mikro islam
ruang lingkup ekonomi mikro islam ruang lingkup ekonomi mikro islam
ruang lingkup ekonomi mikro islam
Desi Ariani
 
Menurut teori keynes ,,,,
Menurut teori keynes ,,,,Menurut teori keynes ,,,,
Menurut teori keynes ,,,,bradpull
 
Mnd001 manajemen keuangan internasional-modul-sesi 6
Mnd001 manajemen keuangan internasional-modul-sesi 6Mnd001 manajemen keuangan internasional-modul-sesi 6
Mnd001 manajemen keuangan internasional-modul-sesi 6
Yoyo Sudaryo
 
Mnd001 manajemen keuangan internasional-modul-sesi 5
Mnd001 manajemen keuangan internasional-modul-sesi 5Mnd001 manajemen keuangan internasional-modul-sesi 5
Mnd001 manajemen keuangan internasional-modul-sesi 5
Yoyo Sudaryo
 
Mnd001 manajemen keuangan internasional-modul-sesi 4
Mnd001 manajemen keuangan internasional-modul-sesi 4Mnd001 manajemen keuangan internasional-modul-sesi 4
Mnd001 manajemen keuangan internasional-modul-sesi 4
Yoyo Sudaryo
 

What's hot (20)

Resume ekonomi internasional
Resume ekonomi internasionalResume ekonomi internasional
Resume ekonomi internasional
 
Tugas 1 Ekonomi Internasional - Vera Handayani - 11150546
Tugas 1 Ekonomi Internasional - Vera Handayani - 11150546Tugas 1 Ekonomi Internasional - Vera Handayani - 11150546
Tugas 1 Ekonomi Internasional - Vera Handayani - 11150546
 
Masalah eko makro
Masalah eko makroMasalah eko makro
Masalah eko makro
 
Tugas perekonomian terbuka
Tugas perekonomian terbukaTugas perekonomian terbuka
Tugas perekonomian terbuka
 
Makalah pertumbuhan uang dan inflasi
Makalah pertumbuhan uang dan inflasiMakalah pertumbuhan uang dan inflasi
Makalah pertumbuhan uang dan inflasi
 
Resume tugas 1 dan 2 devi annisa 11150545
Resume tugas 1 dan 2 devi annisa 11150545Resume tugas 1 dan 2 devi annisa 11150545
Resume tugas 1 dan 2 devi annisa 11150545
 
Makalah 2 (eka)
Makalah 2 (eka)Makalah 2 (eka)
Makalah 2 (eka)
 
Uang dan inflasi
Uang dan inflasiUang dan inflasi
Uang dan inflasi
 
Tugas 2 Ekonomi Internasional - Vera Handayani - 11150546
Tugas 2 Ekonomi Internasional - Vera Handayani - 11150546Tugas 2 Ekonomi Internasional - Vera Handayani - 11150546
Tugas 2 Ekonomi Internasional - Vera Handayani - 11150546
 
Makro: Pertumbuhan Uang dan Inflasi
Makro: Pertumbuhan Uang dan InflasiMakro: Pertumbuhan Uang dan Inflasi
Makro: Pertumbuhan Uang dan Inflasi
 
Resume ekonomi internasional bab 2-7
Resume ekonomi internasional bab 2-7Resume ekonomi internasional bab 2-7
Resume ekonomi internasional bab 2-7
 
Tugas kelompok pak marja1
Tugas kelompok pak marja1Tugas kelompok pak marja1
Tugas kelompok pak marja1
 
Resume ekonomi internasional 2
Resume ekonomi internasional 2Resume ekonomi internasional 2
Resume ekonomi internasional 2
 
Uang dan Inflasi (mine)
Uang dan Inflasi (mine)Uang dan Inflasi (mine)
Uang dan Inflasi (mine)
 
ruang lingkup ekonomi mikro islam
ruang lingkup ekonomi mikro islam ruang lingkup ekonomi mikro islam
ruang lingkup ekonomi mikro islam
 
Menurut teori keynes ,,,,
Menurut teori keynes ,,,,Menurut teori keynes ,,,,
Menurut teori keynes ,,,,
 
Mnd001 manajemen keuangan internasional-modul-sesi 6
Mnd001 manajemen keuangan internasional-modul-sesi 6Mnd001 manajemen keuangan internasional-modul-sesi 6
Mnd001 manajemen keuangan internasional-modul-sesi 6
 
Mnd001 manajemen keuangan internasional-modul-sesi 5
Mnd001 manajemen keuangan internasional-modul-sesi 5Mnd001 manajemen keuangan internasional-modul-sesi 5
Mnd001 manajemen keuangan internasional-modul-sesi 5
 
Presentation1
Presentation1Presentation1
Presentation1
 
Mnd001 manajemen keuangan internasional-modul-sesi 4
Mnd001 manajemen keuangan internasional-modul-sesi 4Mnd001 manajemen keuangan internasional-modul-sesi 4
Mnd001 manajemen keuangan internasional-modul-sesi 4
 

Similar to Jurnal

Seminar hasil -_copy
Seminar hasil -_copySeminar hasil -_copy
Seminar hasil -_copyReni Ningsih
 
Ekonomi Internasional
Ekonomi InternasionalEkonomi Internasional
Ekonomi Internasional
IkaYulianti4
 
Eksternalitas Ekspor ke Jepang dan Amerika Serikat - Ady soejoto
Eksternalitas Ekspor ke Jepang dan Amerika Serikat - Ady soejoto Eksternalitas Ekspor ke Jepang dan Amerika Serikat - Ady soejoto
Eksternalitas Ekspor ke Jepang dan Amerika Serikat - Ady soejoto
Perpus Maya
 
Analisis Neraca Pembayaran Indonesia Pendekatan Model ECM.pdf
Analisis Neraca Pembayaran Indonesia Pendekatan Model ECM.pdfAnalisis Neraca Pembayaran Indonesia Pendekatan Model ECM.pdf
Analisis Neraca Pembayaran Indonesia Pendekatan Model ECM.pdf
poppy251661
 
Uas ekonomi internasional
Uas ekonomi internasionalUas ekonomi internasional
Uas ekonomi internasional
ciciliya11
 
Resume i
Resume iResume i
Resume i
indraaaim
 
BMP ESPA4226
BMP ESPA4226BMP ESPA4226
BMP ESPA4226
Mang Engkus
 
Resume Ekonomi.internasional
Resume Ekonomi.internasionalResume Ekonomi.internasional
Resume Ekonomi.internasional
DikiSupriadi3
 
Resume ekonomi internasional
Resume ekonomi internasionalResume ekonomi internasional
Resume ekonomi internasional
reni setyo noviya sari
 
Ekonomi Internasional
Ekonomi InternasionalEkonomi Internasional
Ekonomi Internasional
Montisa Rizki
 
Tugas Ekonomi Tamara XI MIPA 5 Ranti Pusriana Konsep Dan Kebijakan Perdaganga...
Tugas Ekonomi Tamara XI MIPA 5 Ranti Pusriana Konsep Dan Kebijakan Perdaganga...Tugas Ekonomi Tamara XI MIPA 5 Ranti Pusriana Konsep Dan Kebijakan Perdaganga...
Tugas Ekonomi Tamara XI MIPA 5 Ranti Pusriana Konsep Dan Kebijakan Perdaganga...
Tamara Aisa
 
Tugas Ekonomi IkmallAziiezz XI MIPA 5 Ranti Pusriana S.Pd Konsep & Kebijakan ...
Tugas Ekonomi IkmallAziiezz XI MIPA 5 Ranti Pusriana S.Pd Konsep & Kebijakan ...Tugas Ekonomi IkmallAziiezz XI MIPA 5 Ranti Pusriana S.Pd Konsep & Kebijakan ...
Tugas Ekonomi IkmallAziiezz XI MIPA 5 Ranti Pusriana S.Pd Konsep & Kebijakan ...
Ikmall Aziiezz
 
Tugas Ekonomi ALIFYA NURUL W XI MIPA 5 Ranti Pusriana Konsep Dan Kebijakan Pe...
Tugas Ekonomi ALIFYA NURUL W XI MIPA 5 Ranti Pusriana Konsep Dan Kebijakan Pe...Tugas Ekonomi ALIFYA NURUL W XI MIPA 5 Ranti Pusriana Konsep Dan Kebijakan Pe...
Tugas Ekonomi ALIFYA NURUL W XI MIPA 5 Ranti Pusriana Konsep Dan Kebijakan Pe...
fya classic
 
makalah ekonomi makro
makalah ekonomi makromakalah ekonomi makro
makalah ekonomi makro
zuhrofial imaniah
 
Makalah ekonomi internasional
Makalah ekonomi internasionalMakalah ekonomi internasional
Makalah ekonomi internasional
NiaKusnia
 
UAS Ekonomi Internasional
UAS Ekonomi InternasionalUAS Ekonomi Internasional
UAS Ekonomi Internasional
nurohadawiyah
 
Peranan sektor luar negri pada perekonomian
Peranan sektor luar negri pada perekonomianPeranan sektor luar negri pada perekonomian
Peranan sektor luar negri pada perekonomian
Rosa Adelia
 
Makalah Discussion
Makalah Discussion Makalah Discussion
Makalah Discussion
Defina Nurzamzam
 
Mnd001 manajemen keuangan internasional-modul-sesi 3
Mnd001 manajemen keuangan internasional-modul-sesi 3Mnd001 manajemen keuangan internasional-modul-sesi 3
Mnd001 manajemen keuangan internasional-modul-sesi 3
Yoyo Sudaryo
 
Analisis neraca perdagangan
Analisis neraca perdaganganAnalisis neraca perdagangan
Analisis neraca perdaganganNha803
 

Similar to Jurnal (20)

Seminar hasil -_copy
Seminar hasil -_copySeminar hasil -_copy
Seminar hasil -_copy
 
Ekonomi Internasional
Ekonomi InternasionalEkonomi Internasional
Ekonomi Internasional
 
Eksternalitas Ekspor ke Jepang dan Amerika Serikat - Ady soejoto
Eksternalitas Ekspor ke Jepang dan Amerika Serikat - Ady soejoto Eksternalitas Ekspor ke Jepang dan Amerika Serikat - Ady soejoto
Eksternalitas Ekspor ke Jepang dan Amerika Serikat - Ady soejoto
 
Analisis Neraca Pembayaran Indonesia Pendekatan Model ECM.pdf
Analisis Neraca Pembayaran Indonesia Pendekatan Model ECM.pdfAnalisis Neraca Pembayaran Indonesia Pendekatan Model ECM.pdf
Analisis Neraca Pembayaran Indonesia Pendekatan Model ECM.pdf
 
Uas ekonomi internasional
Uas ekonomi internasionalUas ekonomi internasional
Uas ekonomi internasional
 
Resume i
Resume iResume i
Resume i
 
BMP ESPA4226
BMP ESPA4226BMP ESPA4226
BMP ESPA4226
 
Resume Ekonomi.internasional
Resume Ekonomi.internasionalResume Ekonomi.internasional
Resume Ekonomi.internasional
 
Resume ekonomi internasional
Resume ekonomi internasionalResume ekonomi internasional
Resume ekonomi internasional
 
Ekonomi Internasional
Ekonomi InternasionalEkonomi Internasional
Ekonomi Internasional
 
Tugas Ekonomi Tamara XI MIPA 5 Ranti Pusriana Konsep Dan Kebijakan Perdaganga...
Tugas Ekonomi Tamara XI MIPA 5 Ranti Pusriana Konsep Dan Kebijakan Perdaganga...Tugas Ekonomi Tamara XI MIPA 5 Ranti Pusriana Konsep Dan Kebijakan Perdaganga...
Tugas Ekonomi Tamara XI MIPA 5 Ranti Pusriana Konsep Dan Kebijakan Perdaganga...
 
Tugas Ekonomi IkmallAziiezz XI MIPA 5 Ranti Pusriana S.Pd Konsep & Kebijakan ...
Tugas Ekonomi IkmallAziiezz XI MIPA 5 Ranti Pusriana S.Pd Konsep & Kebijakan ...Tugas Ekonomi IkmallAziiezz XI MIPA 5 Ranti Pusriana S.Pd Konsep & Kebijakan ...
Tugas Ekonomi IkmallAziiezz XI MIPA 5 Ranti Pusriana S.Pd Konsep & Kebijakan ...
 
Tugas Ekonomi ALIFYA NURUL W XI MIPA 5 Ranti Pusriana Konsep Dan Kebijakan Pe...
Tugas Ekonomi ALIFYA NURUL W XI MIPA 5 Ranti Pusriana Konsep Dan Kebijakan Pe...Tugas Ekonomi ALIFYA NURUL W XI MIPA 5 Ranti Pusriana Konsep Dan Kebijakan Pe...
Tugas Ekonomi ALIFYA NURUL W XI MIPA 5 Ranti Pusriana Konsep Dan Kebijakan Pe...
 
makalah ekonomi makro
makalah ekonomi makromakalah ekonomi makro
makalah ekonomi makro
 
Makalah ekonomi internasional
Makalah ekonomi internasionalMakalah ekonomi internasional
Makalah ekonomi internasional
 
UAS Ekonomi Internasional
UAS Ekonomi InternasionalUAS Ekonomi Internasional
UAS Ekonomi Internasional
 
Peranan sektor luar negri pada perekonomian
Peranan sektor luar negri pada perekonomianPeranan sektor luar negri pada perekonomian
Peranan sektor luar negri pada perekonomian
 
Makalah Discussion
Makalah Discussion Makalah Discussion
Makalah Discussion
 
Mnd001 manajemen keuangan internasional-modul-sesi 3
Mnd001 manajemen keuangan internasional-modul-sesi 3Mnd001 manajemen keuangan internasional-modul-sesi 3
Mnd001 manajemen keuangan internasional-modul-sesi 3
 
Analisis neraca perdagangan
Analisis neraca perdaganganAnalisis neraca perdagangan
Analisis neraca perdagangan
 

Jurnal

  • 1. PENGARUH NILAI TUKAR RIIL TERHADAP NARACA PERDAGANGAN INDONESIA DENGAN CINA (Analisis Kondisi Marshall-Lerner Dan Fenomena Kurva-J) Oleh : Reni Wahyu Ningsih Abstract Indonesia's tradewithChinais one of thebilateraltrades, which affectIndonesia's trade balance. It canbe seenfromthe exportmarket sharebyChineseandIndonesianimports. This study analyzesthe phenomenon ofthe Marshall-Lerner andJ-curve onIndonesia's bilateral tradewithChinain the period1986 to2011, whichis usefultolook at the relationshipof realexchange rateRupiah/YuanandRupiah/USDwithIndonesia-China trade balanceandforeign exchangemarketIndonesia condition. This studyusesanalysis ofVECM(Vector Error CorrectionModel) to examine the relationshipof the Rupiah/YuanandRupiah/USDon the trade balancebetween Indonesia andChina in theshort term andlong term,andgeneralistImpulseResponse(GIR) toseetheJ-curve phenomenon. The resultsexplainedthat theappreciation ofthe real exchange rateof Rupiah/yuan wouldreduceChina and Indonesiatrade balancewiththeelasticityabout 0.87%, while theappreciation of theRupiah/USDwill continue toincrease thetrade balace between Indonesia andChina with anelasticity at 0.23%. There is noMarshall-Lerner conditionontrade between Indonesia andChina, but itlooks aJ- curve phenomenoninthe real exchange rate Rupiah/Yuanand Rupiah/USD. Keywords: Marshall-Lerner condition, J-Curve, VECM, Trade, Indonesia andChina, The RealExchange Rate, Export-Import, Trade Balance, Gross DomesticProduct.
  • 2. I. PENDAHULUAN Perkembangan teknologi, inovasi, dan ilmu pengetahuan mengakibatkan terjadinya perubahan pola konsumsi dan produksi masyarakat di setiap negara yang mendorong meluasnya pasar hingga menuju pasar internasional yang disebut dengan perdagangan internasional. Perdagangan internasional dilakukan oleh suatu negara guna memenuhi kebutuhan masyarakat dalam negeri yang tidak terpenuhi oleh produksi domestiknya. Dilain pihak, suatu negara dapat memanfaatkan perdagangan internasional untuk memperluas pangsa pasar produksi domestik yang tidak dapat ditampung oleh konsumsi masyarakatnya. Peningkatan perdagangan internasional secara berkelanjutan akan mengakibatkan semakin terkaitnya satu negara dengan negara lain. Menurut Salvator (1997), hubungan saling keterkaitan perekonomian antar negara dapat dilihat melalui rasio ekspor dan impor barang dan jasa terhadap PDB (Produk Domestik Bruto), PDB mengacu kepada total produksi barang dan jasa di suatu negara. Peningkatan PDB menggambarkan adanya peningkatan produksi sehingga memungkinkan terdapat produk yang berlebih dan harus diekspor. Dilain pihak, untuk menunjang produksi domestik maka akan dibutuhkan impor bahan baku, teknologi maupun jasa. Indonesia melakukan perdagangan internasional dengan beberapa negara sebagai mitra dagang, baik secara bilateral maupun multilateral. Salah satu mitra Indonesia dalam perdagangan bilateral adalah Cina. Kesepakatan pertama perdagangan bilateral Indonesia dengan Cina dilakukan pada agustus tahun 1953. Namun demikian, hubungan bilateral antara Cina dan Indonesia sempat terputus antara tahun 1967 hingga tahun 1989 diakibatkan oleh adanya isu kudeta komunisme di Indonesia yang mengakibatkan terjadinya gerakan 30 September 1965 (Kustia, 2001). Hubungan ekonomi antara Indonesia dan Cina tumbuh kembali setelah ditandatanganinya nota kesepahaman, (MoU) Memorandum of Understanding, untuk pembentukan hubungan perdagangan antara kedua negara oleh Kamar Dagang dan Industri Indonesia (KADIN) dan Dewan Promosi Perdagangan International Cina (China Council for the Promotion of International Trade, CCPIT). Menurut Matondang, et al (1997), Cina merupakan negara yang mengalami perubahan ekonomi yang cukup pesat pada tahun 1994-1995. Hal ini disebabkan oleh reformasi struktur perekonomian dan liberalisasi perdagangan Cina Sehingga Cina mampu melakukan efisiensi dalam menghasilkan outputnya. Dengan demikian, produk Cina mampu masuk ke pasar internasional dengan harga yang bersaing termasuk di pasar domestik Indonesia. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) (Agustus, 2012) pada periode januari sampai dengan juli 2011 Cina mampu menguasai pasar ekspor maupun Impor Indonesia. Pangsa pasar ekspor Indonesia dikuasai oleh Cina sebesar 11,8 persen. Jika dibandingkan dengan mitra dagang utama Indonesia lainnya seperti Jepang dan India, Cina merupakan negara yang menguasai pangsa pasar impor maupun ekpor tertinggi. Jepang dengan pangsa pasar sebesar 11,3 persen menduduki posisi kedua. Selanjutnya, India merupakan negara tujuan ekspor Indonesia dengan pangsa pasar kelima yaitu sebesar 8,3 persen. Pangsa pasar impor Indonesia didominasi
  • 3. oleh negara Cina sebesar 18,7 persen dan Jepang menguasai pasar Indonesia sebesar 13,6 persen. Berdasarkan Statistik Ekspor dan Impor Indonesia, neraca perdagangan Indonesia-Cina selama ini menunjukan nilai surplus. Surplus tertinggi yang dapat dicapai Indonesia sebesar US$ 1,71 miliar pada tahun 2006. Namun, neraca perdagangan Indonesia terhadap Cina mengalami defisit sejak tahun 2008. Defisit tertinggi yang dialami Indonesia pada tahun 2010 sebesar US$ 4,73 miliar. Hal ini menggambarkan pesatnya perkembangan industri Cina sehingga dapat menghasilkan output yang cukup tinggi. Sedangkan Indonesia terlihat belum mampu menyaingi kemampuan perkembangan industri Cina. Untuk dapat melakukan transaksi dalam perdagangan Internasional, maka dibutuhkan adanya nilai perbandingan antara mata uang domestik dan luar negeri untuk melakukan transaksi yang disebut nilai tukar atau kurs. Menurut Salvator (1997), Kurs memiliki peranan sentral dalam perdagangan internasional karena kurs merupakan suatu alat yang dapat membandingkan harga barang maupun jasa yang dihasilkan oleh berbagai negara. Perdagangan bilateral Indonesia dengan Cina tidak terlepas dari perkembangan nilai tukar rupiah terhadap yuan. Berdasarkan data Bank Indonesia, nilai tukar rupiah terhadap yuan terus meningkat hingga tahun 2010. Fluktuasi nilai tukar rupiah terhadap yuan terjadi antara tahun 2010 hingga tahun 2011. Hal ini terjadi karena dampak dari perjanjian perdagangan AC-FTA (ASEAN–China Free Trade Area) yang diterapkan sejak 1 januari 2010. Seiring pertumbuhan perdagangan Cina dan Indonesia, pada data kurs bank Indonesia terlihat semakin melemahnya perkembangan nilai kurs rupiah terhadap yuan dengan harga puncak berada pada dikisaran Rp 1.500/Yuan hingga Rp 1.550/Yuan. Perdagangan internasional cenderung membandingkan nilai perdagangan dengan menggunakan kurs Dolar Amerika Serikat (USD) yang dianggap sebagai mata uang internasional. Indonesia telah menerapkan sistem nilai tukar mengambang (freely floating system) pada tahun 1997. Sistem nilai tukar mengambang disebut juga dengan sistem nilai tukar pasar dimana tingkat nilai tukar ditentukan oleh penawaran dan permintaan pasar tanpa campur tangan pemerintah untuk mengaturnya (Case dan Fair : 2007). Sejak diberlakukannya sistem nilai tukar mengambang penuh di Indonesia, pergerakan nilai tukar rupiah (khususnya terhadap US Dolar) terus mengalami penurunan. Fluktuasi Kurs dapat mengakibatkan sektor–sektor perdagangan dan sektor riil lainnya kolaps dan mengakibatkan beban utang luar negeri untuk pembangunan akan semakin besar. Harga domestik maupun harga luar negeri dipengaruhi oleh seberapa besar nilai tukar negara tersebut. Terjadinya apresiasi nilai tukar suatu negara menggambarkan peningkatan harga domestik yang berarti harga barang domestik lebih mahal dibandingkan dengan harga barang impor. Hal ini dapat mengakibatkan beralihnya konsumsi masyarakat domestik ke produk impor yang lebih murah, demikian sebalikya (Salvator, 1997). Tetapi, dengan terjadinya depresiasi mata uang domestik akan dapat memperbaiki neraca perdagangan dengan meningkatkan ekspor sekaligus mengurangi impor dari mitra dagangnya.
  • 4. Dari uraian penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa Cina merupakan negara yang memiliki peran penting dalam perdagangan Indonesia. Cina menguasai pangsa pasar terbesar dalam barang impor Indonesia dan merupakan negara dengan pangsa pasar ekspor terbesar. Selain itu, produksi Cina yang efisien menghasilkan barang dengan harga murah sehingga sangat mempengaruhi konsumsi domestik, dimana persaingan tingkat harga antara barang domestik dan impor tidak terlepas dari nilai tukar. Sehingga, peran nilai tukar dalam perdagangan Indonesia-Cina dianggap penting. Namun, baik Produksi maupun nilai tukar memberikan pengaruh yang berbeda-beda bagi setiap perdagangan suatu negara sehingga diperlukannya pengkajian lebih lanjut pada pada perdagangan Indonesia-Cina. Dengan demikian diperlukan adanya pengkajian lebih lanjut mengenai “Pengaruh Nilai Tukar Riil Terhadap Neraca Perdagangan Indonesia dengan Cina (Analisis Kondisi Marshall-Lerner dan Fenomena Kurva- J)”. Organisasi penulisan terdiri dari lima bagian yaitu : pertama, pendahuluan ; kedua, model dan metodologi yang digunakan; ketiga uraian data yang digunakan; keempat, hasil estimasi dan analisis ; dan lima, kesimpulan dan saran. II.LANDASAN TEORI II.1 Teori Perdagangan Internasional “Teori Keunggulan Absolut (The Theory of Absolute Advantage)” merupakan teori klasik perdagangan internasional yang dikemukakan pertama kali yang lebih dikenal dengan teori murni perdagangan internasional oleh Adam Smith (1776). Apabila suatu negara melakukan efisiensi, negara tersebut akan mendapatkan keuntungan absolut sehingga negara tersebut akan mengekspor barang produksinya. Sedangkan, ketika negara tersebut inefisiensi dalam berproduksi, negara tersebut akan mengalami kerugian absolut yang memungkinkan negara tersebut untuk mengimpor barang. Teori ini mengasumsikan bahwa hanya terdapat satu faktor produksi yaitu tenaga kerja dimana tenaga kerja bersifat homogen. Selanjutnya adalah “Teori Keunggulan Komparatif (The Theory of Comparative Advantage)” yang dikemukakan oleh J.S Mill. Menurut Teori Keunggulan Komparatif, dasar dari perdagangan (The bassis of trade) adalah keuntungan yang diperoleh dari perdagangan internasional; Seberapa besar keuntungan yang didapat dari perdagangan internasional; Tujuan penting pembagian keuntungan perdagangan internasional tiap negara. Sedangkan pola perdagangan (The pattern of trade) dipengaruhi oleh jenis komoditi yang diperdagangkan. Teori Klasik yang terakhir yaitu “Teori Biaya Komparatif (The Theory of Comparatif Cost)” dikemukakan pada tahun 1817 oleh David Ricardo. Teori ini disebut juga dengan Labor Cost Value Theory. Teori didasari oleh nilai/value dari suatu barang. Menurut Ricardo, nilai suatu barang dipengaruhi oleh seberapa banyak tenaga kerja yang digunakan dalam memproduksi barang tersebut. Dalam
  • 5. teori ini, perdagangan antar negara akan terjadi apabila masing–masing negara memiliki biaya komparatif yang terkecil. Teori modern yang terkenal dalam perdagangan internasional adalah teori yang diutarakan oleh Hecksher–Ohlin. Hecksher–Ohlin mengemukakan “Teori Kepemilikan Faktor” (Factor Endowment Theory) dan “Teori Proporsi Faktor” (Factor Proportions Theory). Heckshser–Ohlin mengatakan bahwa sebuah negara akan mengekspor komoditi yang produksinya lebih banyak menggunakan faktor produksi yang relatif melimpah dan murah di negara tersebut, dan dalam waktu bersamaan ia akan mengimpor komoditi yang produksinya memerlukan sumber daya yang relatif langka dan mahal di negara tersebut. (Salvator, 1997). Pola perdagangan berdasarkan teori H-O menunjukkan bahwa keunggulan komparatif barang yang dihasilkan suatu negara ditentukan oleh harga relatif faktor produksi maupun harga relatif barang sebelum perdagangan internasional dilakukan. Artinya, dalam pola perdagangan tersebut suatu negara harus menentukan harga relatif melalui perbandingan dengan negara lain. Perbandingan harga relatif tersebut akan menentukan derajat spesialisasi atau keunggulan komparatif bagi komoditi yang akan diproduksi. Teori modern lainnya adalah “Teori Penyamaan harga faktor produksi (Theory of Factor Price Equalization)” oleh Hecksher–Ohlin dan P. Samuelson. Teori ini menyatakan akan terjadi penyamaan harga–harga faktor produksi baik secara relatif maupun secara absolut dalam perdagangan internasional. II.2 Faktor–Faktor yang Mempengaruhi Ekspor dan Impor Hukum penawaran menjelaskan sifat hubungan antara penawaran suatu barang dengan tingkat harganya. Hukum penawaran pada hakikatnya merupakan suatu hipotesis yang menyatakan bahwa semakin rendah harga suatu barang maka semakin sedikit penawaran terhadap barang tersebut. Sedangkan semakin tinggi harga suatu barang maka semakin tinggi penawaran akan barang tersebut dengan asumsi cateris paribus (faktor lain dianggap tetap atau tidak mengalami perubahan kecuali harga) (Sukirno, 2000). Oleh karena itu, penawaran akan barang-barang ekspor juga ditentukan oleh besarnya harga dari barang ekspor tersebut, dimana semakin tinggi harga dari barang-barang ekspor maka penawaran akan barang-barang ekspor tersebut akan bertambah dan sebaliknya. Dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan positif antara harga ekspor suatu barang dengan volume ekspor barang tersebut. Menurut sukirno (2000), kurs valuta asing mempunyai hubungan yang searah dengan volume ekspor. Dalam sistem kurs mengambang, depresiasi atau apresiasi nilai mata uang akan mengakibatkan perubahan terhadap ekspor maupun impor. Jika kurs luar negeri mengalami depresiasi, yaitu nilai mata uang dalam negeri akan melemah dan nilai mata uang asing akan menguat sehingga menyebabkan ekspor meningkat dan impor cenderung menurun. Gejolak fluktuasi nilai tukar di salah satu negara akan mempengaruhi nilai ekspor maupun impor negara tersebut yang secara langsung akan mempengaruhi
  • 6. perdagangan negara mitra dagang. Sehingga, dibutuhkan kecermatan dalam mengaplikasikan suatu kebijakan terhadap kurs agar tidak memperburuk perdagangan. Kebijakan perdagangan luar negeri, dalam hal ini kebijakan ekspor pada dasarnya ditujukan untuk mendukung upaya mewujudkan iklim usaha yang kondusif serta persaingan yang sehat baik atas dasar kepentingan nasional maupun kewajiban dari adanya perjanjian dan pengaturan perdagangan internasional yang pada gilirannya dapat meningkatkan daya saing produk. Diharapkan setelah dikeluarkannya kebijakan ekspor yang ditujukan untuk meningkatkan daya saing produk, akan dapat mendorong peningkatan ekspor (Ditjen Perdagangan Luar Negeri, 2006). II.3 Konsep Penghitungan Nilai Tukar Riil Kurs atau nilai tukar dibagi menjadi dua, yaitu : nilai tukar riil dan nilai tukar nominal. Nilai tukar nominal (nominal exchange rate, ner) merupakan harga relatif dari nilai mata uang dua negara. Sedangkan nilai tukar riil (real axchange rate, rer) merupakan harga relatif dari barang–barang yang diperdagangkan diantara dua negara (Mankiw, 2006). Menurut Dornbusch (1997), permintaan agregat dipengaruhi oleh tingkat harga. Tingkat harga yang rendah menggambarkan saldo riil yang rendah, tingginya suku bunga dan rendahnya pengeluaran. Dalam suatu perekonomian dengan sistem ekonomi terbuka, kenaikan harga barang domestik akan menurunkan permintaan terhadap barang domestik baik melalui kenaikan suku bunga (dan menurunkan permintaan investasi), maupun penurunan ekspor netto karena adanya kenaikan harga barang domestik menyebabkan barang domestik kurang mampu bersaing dengan barang produksi luar negeri. Nilai tukar riil dapat dihitung dengan rumus (Dornbusch, 1997) : .....................................................................................................(1) dimana, R merupakan nilai kurs riil, e adalah nilai kurs nominal, Pf adalah tingkat harga ekspor dan P merupakan tingkat harga domestik. Tingkat harga di suatu negara digambarkan dengan Indeks Harga Konsumen (IHK). Menurut Case dan Fair (2007) maupun Fischer dan Dornbusch (1997) IHK mengukur harga pokok untuk membeli sejumlah barang tertentu. Indeks harga dihitung setiap bulan oleh biro statistik dengan menggunakan perwakilan konsumsi para konsumen di kota pada umumnya. II.4 Kondisi Marshall-Lerner dan Kurva-J Suatu kebijakan yang akan diterapkan oleh pemerintah dengan menggunakan variabel nilai tukar harus mengetahui kondisi pasar valuta asing terlebih dahulu. Pasar valuta asing bisa dalam keadaan stabil maupun tidak stabil.Keadaan pasar valuta asing dapat dilihat melalui kondisi Marshall-
  • 7. Lerner.Pandangan mengenai kondisi Marshall-Lerner dicetuskan pada tahun 1923 oleh Marshall dan beberapa ekonom lainnya dalam buku berjudul Money, Credit and Commerce. Teori kondisi Marshall-Lerner menyatakan bahwa kondisi suatu pasar bersifat stabil ketika penjumlahan elastisitas harga dari permintaan impor dan penawaran ekspor memiliki nilai lebih dari satu.Namun, ketika nilai elastisitas lebih kecil dari pada 1 (satu) maka pasar valuta asing negara tersebut dinyatakan tidak stabil, sedangkan ketika nilai elastisitas sama dengan satu, maka perubahan kurs tidak akan mempengaruhi neraca pembayaran negara tersebut (Salvator, 1997). KondisiMarshall-Lerneryang terpenuhi, yaitu apabila jumlah elastisitas ekspor dan elastisitas impor terhadap nilai tukar riil lebih besar dari satu (Lindert dan Kindleberger, 1998). Hubungan elastisitas neraca pedagangan terhadap nilai tukar dapat ditulis dalam rumus berikut : 1)/( 1 1)/( 1 mm m xx x m x tb ds s sd d V V E .....................................................................(2) Dimana, Vx/m merupakan nilai ekspor atau impor dalam neraca barang dan jasa atau transaksi berjalan, sx/m merupakan penawaran ekspor atau impor dalam neraca barang dan jasa atau transaksi berjalan, sedangkan dx/m adalah permintaan ekspor atau impor dalam neraca barang dan jasa atau transaksi berjalan. Kondisi Marshall-Lerner kemungkinan hanya akanmempengaruhi pada jangka panjang dan jangka menengah karena elastisitas akan cenderung lebih rendah pada jangka pendek, fenomena ini dinamakan Kurva-J. Gambar 1. Kurva-J 2.8 Penelitian Terdahulu Perdagangan Internasional dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya adalah nilai tukar dan PDB yang akan mempengaruhi neraca perdagangan. Sehingga dibutuhkan analisis lebih lanjut untuk melihat bagaimana perkembangan nilai tukar dan PDB dalam mempengaruhi neraca perdagangan disuatu negara. Kemudian, kondisi nilai tukar di suatu negara juga akan mengambil bagian dalam 0 + - Saldo Neraca Perdagangan Kurun WaktuA
  • 8. mempengaruhi neraca perdagangan yang dapat dilihat melalui kondisi Marshall- Lerner nilai tukar negara tersebut. Pengaruh nilai tukar dan PDB terhadap neraca perdagangan dijelaskan melalui berbagai teori seperti teori ekonomi klasik. Selain itu, banyak peneliti yang tertarik dengan hubungan tersebut sehingga menghasilkan berbagai jurnal nasional maupun internasional. Berbagai penelitian mengindikasikan bahwa terdapat hubungan positif antara nilai tukar riil dengan neraca perdagangan (Astiah dan Santoso, 2005). Hal ini berarti bahwa apresiasi nilai tukar akan meningkatkan neraca perdagangan dan sebaliknya. Hasil ini didukung oleh penelitian husman (2005) pada kasus perdagangan Indonesia dengan Amerika, Jepang, Korea Selatan, Taiwan dan Jerman. Selanjutnya penelitian Oskooee dan Kantipong (2001) pada perdagangan Thailand dengan Inggris dan Amerika. Kemudian penelitian Onafowora (2003) pada perdagangan Indonesia dengan Jepang pada tahun 1990-2001; Ling, et al (2008) pada perdagangan Malaysia-Amerika Serikat; Napoline (2009) pada kasus perdagangan Indonesia dengan Jepang, Lal dan Lowiger (2002) pada perdagangan Bangladesh, Pakistan dan Srilanka dengan 10 negara mitra dagang utamanya dalam jangka pendek. Namun, Zuhroh dan Kaluge (2007) menyatakan bahwa nilai tukar riil memiliki pengaruh yang sangat rendah pada perdagangan Indonesia-Amerika Serikat. Pada penelitian Wilson (2001), terdapat hasil positif namun memiliki efek yang berbeda di kedua negara yaitu pada perdagangan singapura dengan Amerika serikat dan Korea, nilai tukar memberikan pengaruh yang lemah tehadap neraca perdagangan. Namun, pada perdagangan Korea dengan Jepang terdapat pengaruh nilai tukar yang kuat terhadap neraca perdagangan. Penelitian mengenai hubungan Nilai tukar riil terhadap neraca perdagangan menunjukkan hasil yang berbeda. Sebagai contoh, Penelitian Wilson (2001) menjelaskan bahwa nilai tukar tidak mempengaruhi neraca perdagangan antara Malaysia dan Amerika Serikat. Kemudian, Nawatmi (2012) pada neraca perdagangan Indonesia. Selanjutnya Lal dan Lowiger (2002) menjelaskan adanya hubungan negatif antara nilai tukar dengan neraca perdagangan, yaitu depresiasi nilai tukar akan meningkatkan neraca perdagangan pada perdagangan India dan Nepal dengan 10 negara mitra dagang utamanya dalam jangka panjang. Yazici dan Islam (2011) mengungkapkan hal yang sama pada perdagangan Turki dengan Uni Eropa dan Husman (2005) pada neraca perdagangan Indonesia dengan Singapura, Jerman dan Inggris. Pada komoditi tertentu seperti barang manufaktur, pengaruh nilai tukar berbeda pada barang manufaktur yang mengandung impor tinggi dan barang manufaktur dengan kandungan impor rendah pada perdagangan manufaktur antara Indonesia dengan Jepang, Amerika Setikat, Singapura, Jerman, Hongkong, Inggris, Belanda dan Prancis (Ekananda, 2004). Sedangkan pada komoditi non- Migas pada penelitian Hariadi (2008), perubahan nilai tukar tidak mempengaruhi neraca perdagangan non-migas. Namun, pada penelitian Huda (2009) kurs valuta asing sangat mempengaruhi neraca perdagangan non-migas antara Indonesia- Jepang. Selanjutnya, Murianda (2008) menjelaskan bahwa depresiasi nilai tukar akan meningkatkan volume ekspor non-migas Sumatera Utara.
  • 9. Perdagangan internasional tentunya dipengaruhi oleh PDB kedua negara yang berdagang. Kenaikan PDB negara domestik akan menurunkan neraca perdagangan karena meningkatnya permintaan barang impor dan sebaliknya. Namun, kenaikan PDB negara mitra dagang akan meningkatkan neraca perdagangan negara domestik. Hal ini sejalan dengan penelitian Husman (2005) pada perdagangan Indonesia dengan delapan mitra dagang utama, Onafowara (2003) dan Napoline (2009) pada perdagangan Indonesia dengan Jepang, Murianda (2008) pada neraca perdagangan provinsi Sumatera Utara, Astiah dan Santoso (2005), Lal dan Lowiger (2002) pada negara Bangladesh, Pakistan dan Sri Lanka. dan Huda (2006). Pendapat lain mengenai pengaruh PDB terhadap neraca perdagangan dapat dilihat melalui penelitian Ling, et al (2008) yang menyatakan bahwa peningkatan PDB domestik (Malaysia) akan meningkatkan neraca perdagangan dan sebaliknya, penurunan PDB negara mitra dagang (Amerika Serikat) akan menurunkan neraca perdagangan. Hasil yang sama ditemukan oleh Lal dan Lowiger (2002) pada negara India dan Nepal dan Nawatmi (2012) pada perdagangan bilateral Indonesia-Amerika Serikat. Selanjutnya, Untuk menjaga agar nilai tukar mempengaruhi neraca perdagangan dengan positif maka dibutuhkan suatu kebijakan-kebijakan yang mendukung salah satunya melalui kebijakan nilai tukar. Namun, Kebijakan nilai tukar akan terpenuhi jika pasar valuta asing negara tersebut merupakan pasar yang stabil. Pasar valuta asing yang stabil dapat dilihat melalui terpenuhinya kondisi Marshall-Lerner, tetapi jika kondisi marshall-Lerner hanya terpenuhi dalam jangka panjang maka hal ini disebut dengan fenomena kurva-J. Perdagangan antar negara dengan pasar valuta asing yang memenuhi kondisi Marshall-Lerner yaitu pada perdagangan Indonesia dengan Amerika Serikat, Jepang, Korea Selatan, taiwan dan Jerman (Husman, 2005). Selanjutnya, pada penelitian Astiah dan Santoso (2005). Namun, dalam pasar valuta asing terdapat kondisi Marshall- Lerner yang tidak terpenuhi seperti pada perdagangan Indonesia-Jepang dalam penelitian Napoline (2009), kemudian Indonesia dengan Singapura dan Ingris dalam penelitian Husman (2005). Sedangkan Fenomena Kurva-J dapat ditemukan pada pada perdagangan Indonesia-Jepang dalam penelitian Napoline (2009) dan Zuhroh dan Kaluge (2007). Kondisi Marshall-Lerner dan Fenomena Kurva-J dapat juga dilihat dari beberapa kasus lainnya seperti pada perdagangan antara Malaysia dengan Amerika Serikat tidak dapat ditemukan kurva-J, sedangkan pada perdagangan antara Singapura dengan Amerika Serikat dan korea serta Korea dengan Jepang ditemukan adanya fenomena kurva-J pada penelitian Wilson (2001). Selanjutnya dalam Ling, et al (2008) dapat ditemukan kondisi Mashall-Lener pada perdagangan antara Malaysia dan Amerika Serikat, namun tidak terdapat fenomena kurva-J. Pada perdagangan antara Amerika serikat dan Jepang ditemukan adanya kondisi Marshall-Lerner pada jangka panjang dan fenomena kurva-J pada jangka pendek (Onafowora, 2008). Perdagangan Sumatera Utara pada penelitian Murianda (2008) menunjukkan terjadinya kondisi Marshall_lerner pada jangka panjang dan terjadinya fenomena kurva-J. Tidak terdapat fenomena
  • 10. Kurva-J pada pedagangan Turki dengan uni Eropa pada penelitian Yazici dan Islam (2011). Sehingga dapat disimpulkan bahwa berbagai penelitian mengenai hubungan nilai tukar terhadap neraca perdagangan melalui variabel nilai tukar dan PDB memberikan hasil yang berberda-beda. Namun, hasil yang dominan menyatakan bahwa nilai tukar akan memberikan pengaruh positif terhadap neraca perdagangan yaitu ketika nilai tukar menurun, maka neraca perdagangan akan meningkat. Hal ini menggambarkan terpenuhinya kondisi Marshall-Lerner di beberapa negara. Kemudian ketika PDB negara domestik mengalami peningkatan maka akan menurunkan neraca perdagangan dan sebaliknya, ketika PDB negara mitra dagang mangalami peningkatan maka akan meningkatkan neraca perdagangan. III. METODOLOGI DAN DATA PENELITIAN Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh dari berbagai lembaga dan instansi. Data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang bersifat kuantitatif runtun waktu (time series) dari tahun 1986 hingga 2011. Data ekspor dan Impor Indonesia yang digunakan adalah data total impor Indonesia dari Cina dan juga data total ekspor Indonesia ke Cina yang bersumber dari Statistik Ekspor Indonesia dan Statistik Impor Indonesia yang diterbitkan oleh BPS (Badan Pusat Statistik) Indonesia. Sedangkan data PDB (Produk Domestik Bruto) Indonesia maupun Cina menggunakan data PDB konstan 2000 yang didenominasikan dalam USD yang bersumber dari website WDI (World Development Indincator). Sedangkan data IHK (Indeks Harga Konsumen) Indonesia maupun Cina menggunakan data IHK konstan 2005 yang dikonversi menjadi tahun dasar 2000 dimana data bersumber dari webside WDI (World Development Indicator). Data yang terakhir yaitu data nilai tukar nominal Rupiah/Yuan dan Rupiah/USD yang bersumber dari website UNCTAD (United Nations Conference on Trade and Development). 3.1 Model Analisis Data Model pada penelitian ini berdasarkan pada model penelitian dua negara yang diterapkan oleh Husman (2005), yaitu : tbt = α+ β*yt*- βyt +ηrert…………………………….................………(3) dimana, tb merupakan neraca perdagangan yang digambarkan dengan rasio ekspor Indonesia ke Cina terhadap impor Indonesia dari Cina, y* merupakan data PDB Cina, y merupakan PDB Indonesia sedangkan α = αx - αm dan η = ( ηm +ηx – 1). kedua persamaan tersebut menggambarkan kondisi Marshall-Lerner. Apabila peningkatan produksi barang subsidi impor menaikkan nilai yt, maka koefisien yt itu sendiri akan bernilai positif. Husman (2005) menggunakan rasio ekspor terhadap impor karena metode ini digunakan pada Boyd et al (2001), Oskooee dan Kantipong (2001).
  • 11. Perhitungan dengan menggunakan rasio ekspor terhadap impor lebih menguntungkan karena akan menghasilkan kondisi marshall-Lerner secara utuh, dimana rasio tersebut tidak sensitif terhadap satuan unit (Oskooee dan Alse, 1994), dan rasio tersebut juga dapat mewakili neraca perdagangan baik secara riil maupun secara nominal (Oskooee dan Brook, 1999). Persamaan (3) menggambarkan hubungan ekuilibrium jangka panjang antara keempat variabel dalam neraca perdagangan bilateral. Kondisi Marshall- Lerner akan berbeda dengan persamaan (3) apabila tidak terpenuhinya asumsi dasar atau jika sisi permintaan tidak elastis sempurna yang mengakibatkan adanya perubahan harga ekspor terhadap impor yang dapat mempengaruhi sisi permintaan. Akan dilakukan estimasi VECM untuk tiap hubungan bilateral apabila terjadi shock pada sistem (khususnya variabel rer) untuk mendapatkan pola penyesuaian dinamis (dynamic adjustment) dalam jangka pendek dan juga untuk melihat fenomena J-Curve. Dari persamaan (3), didapatkan simpangan ekuilibrium jangka panjangnya yaitu : zt = α + β*yt*- βyt + ηrert – tbt………………………………………....(4) Meskipun jumlah cointegrating vector dari keempat variable ini merupakan masalah empiris yang akan diteliti selanjutnya, untuk saat ini persamaan (4) dianggap sebagai satu-satunya cointegrating vector. Bila xt = (tbt, yt, yt*, rert), merupakan vektor dari endogenous variabel maka penyesuaian dinamis dapat dimodelkan dengan vector autoregression (VAR) order ke-p yang dapat dituliskan sebagai Vector Error Correction Model (VECM) pada hubungan kointegrasi zt. berikut merupakan model umum dari VECM (Achsani at el, 2005) : ∆xt = µ + α zt-1 + p i ti x 1 1 + ut ………………………………………...(5) dimana, α merupakan vektor 4 x 1. Husman (2005) melakukan penurunan rumus seperti berikut : Dimana rasio ekspor nominal terhadap impor nominal, TB, dapat dituliskan dalam persamaan sebagai berikut : …………………………………………………………. (5) Keterangan : Xt = Volume Ekspor Pt = Harga Domestik Pt* = Harga Luar Negeri St = Nilai Tukar Nominal Mt = Volume Impor dengan me-Log-kan persamaan di atas, persamaan tersebut akan menjadi : tbt = xt – mt – (st – pt + pt*) = xt – mt – rert……………………………......(6)
  • 12. dimana rer merupakan nilai tukar riil. Sedangkan permintaan ekspor dan impor pada jangka panjang dapat dituliskan sebagai berikut : xt = αx + β*yt*+ ηx rert……………………………………………….....(7) mt = αm + βyt – ηm rert……………………………………………...…...(8) Dengan mensubtitusikan persamaan (6) dan (7) ke persamaan (8), maka akan didapatkan persamaan neraca perdagangan jangka panjang seperti berikut : tbt = αx - αm + β*yt*- βyt +( ηm +ηx – 1) rert…………………...…….......(9) Koefisien pada rert menggambarkan kondisi Marshall-Lerner dimana suatu depresiasi (peningkatan rer) akan meningkatkan neraca perdagangan. Rumus ini hanya memperlihatkan sisi permintaan dengan asumsi dasar bahwa elastisitas penawaran ekspor dan impor merupakan elastis sempurna sehingga perubahan volume permintaan tidak akan mempengaruhi harga. Dengan menggunakan model umum yang digunakan oleh Husman (2005) pada persamaan (3) didapatkan 2 (dua) fungsi persamaan linier yang digunakan dalam penelitian ini, sebagai berikut : TB = α+ β*PDB_CH- βPDB_IND+ηRERt…………………….….....(10) dan TB = α+ β*PDB_CH- βPDB_IND+ηRER$t………………….……...(11) Selanjutnya dalam bentuk Lin-Log dapat dituliskan sebagai berikut : TB = α+ β* LNPDB_CH– β LNPDB_IND+ηLNRERt……...…….......(12) dan TB = α+ β* LNPDB_CH– β LNPDB_IND+ηLNRER$t……...……....(13) Dimana, TB = Neraca Perdagangan Indonesia-Cina, Rasio ekspor terhadap impor Indonesia dari/ke Cina PDB_CH = PDB (Produk Domestik Bruto) Cina PDB_IND = PDB (Produk Domestik Bruto) Indonesia RER = Real Exchange Rate (Nilai Tukar Riil) Rupiah/YCH Cina RER$ = Real Exchange Rate (Nilai Tukar Riil) Rupiah/USD α = Konstanta β* = Elastisitas PDB Cina β = Elastisitas PDB Indonesia η = Elastisitas nilai tukar riil (Real Exchange Rate) 3.2 Metode Analisis Teknik estimasi yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan model Vector Error Correction (VECM). Menurut Greene (2000), Model Error Correction merupakan suatu model regresi non-linier, walaupun dalam
  • 13. kenyataannya model ini merupakan linier secara intrinsik dan dapat memberikan kesimpulan singkat dari persamaan yang tertutup secara langsung. VECM digunakan untuk menghitung hubungan jangka pendek antar variabel melalui koefisien standar dan estimasi jangka panjang dengan menggunakan lag residual dari regresi yang terkointegrasi antar variabel secara dinamis serta mengidentifikasi keseimbangan pada jangka pendek dan jangka panjang. Menurut Ajija et,al (2011), model VECM dapat digunakan jika suatu data time series model VAR telah terbukti memiliki hubungan kointegrasi. Menurut Ajija Et,al (2011), penggunaan model ini diawali dengan tiga langkah utama yang merupakan prosedur standar model autoregressive. Tahap pertama adalah pengujian unit root sebagai langkah awal yang harus dilakukan untuk melihat stasioneritas dari tiap variabel. Tahap kedua merupakan pemilihan lag order pada variable endogen berdasarkan Akaike Information Criteria (AIC) dan tahap ketiga merupakan pengujian keberadaan kointegrasi dengan menggunakan metode Johansen. Untuk mendapatkan pola penyesuaian dinamis pada VECM dilakukan perhitungan fungsi generalized impulse response (GIR) terhadap tbt (pada persamaan (3.7)) untuk satu standar deviasi shock pada variabel rert. Metode ini memiliki kelebihan karena tidak sensitif terhadap urutan variable (ordering) (Pesaran dan shin dalam Husman, 2005). 3.7 Defenisi Operasional Variabel-variabel yang digunakan dalam model penelitian ini dapat didefinisikan sebagai berikut: 1. TB = Neraca perdagangan antara Indonesia dan Cina, didefinisikan sebagai rasio ekspor Indonesia ke Cina terhadap impor Indonesia dari Cina. 2. PDB_CH = PDB Indonesia (Tahun dasar 2000) 3. PDB_IND = PDB Cina (Tahun dasar 2000) 4. RER = Real Exchange Rate atau Nilai tukar rill antara Rupiah dan Yuan Cina yang didefinisikan sebagai Pch·NEX/Pi dimana Pi adalah indeks harga konsumen Indonesia, Pch adalah indeks harga konsumen Cina dan NEX adalah nilai tukar nominal yang didefinisikan sebagai jumlah rupiah per unit Yuan Cina. Sehingga, peningkatan dalam RER merupakan refleksi dari depresiasi riil rupiah terhadap Yuan Cina. RER = IndonesiaIHK CinaIHK YuanRupiah/NominalKursNilai 5 RER$ Real Exchange Rate atau Nilai tukar rill antara Rupiah dan Dolar Amerika Serikat (USD) yang didefinisikan sebagai Pch·NEX/Pi dimana Pi adalah indeks harga konsumen Indonesia, Pch adalah indeks harga konsumen Cina dan NEX adalah nilai tukar nominal Rupiah/USD yang didefinisikan sebagai jumlah rupiah per unit USD. Sehingga, peningkatan dalam RER$ merupakan refleksi dari depresiasi
  • 14. riil rupiah terhadap Dolar Amerika Serikat. RER$ = IndonesiaIHK CinaIHK Rupiah/USDNominalKursNilai IV. HASIL DAN ANALISIS Tingkat stationeritas Data yang digunakan dalam penelitian ini yang berbeda-beda. PDB Cina stationer pada tingkat level, neraca perdagangan Indonesia-Cina, RER Rupiah/Yuan dan RER Rupiah/USD stationer pada tingkat first difference sedangkan, serta PDB Indonesia stationer pada tingkat second difference. Lag yang optimal adalah 1 berdasarkan kriteria AIC, SC dan HQ. Selanjutnya, data dalam penelitian ini memiliki hubungan jangka panjang yang terkointegrasi. Berdasarkan hasil pengujian kausalitas Granger, ditemukan bahwa terdapat hubungan timbal balik antara PDB Cina dengan neraca perdagangan Indonesia- Cina, hubungan searah antara neraca perdagangan Indonesia-Cina dengan RER (Real Exchange Rate) Rupiah/Yuan, terdapat hubungan timbal balik antara PDB Cina dan PDB Indonesia dan terdapat hubungan searah antara RER (Real Exchange Rate) Rupiah/Yuan dengan PDB Cina. Selanjutnya, dengan RER Rupiah/USD hasil pengujian kausalitas Granger menunjukkan bahwa terdapat hubungan searah antara neraca perdagangan Indonesia-Cina dengan PDB Indonesia. Selanjutnya, terdapat hubungan searah antara PDB Cina dengan PDB Indonesia. Kemudian, terdapat hubungan searah antara dengan PDB Indonesia. 4.1 Hasil Estimasi Vector Error Correction Model (VECM) Hasil estimasi VECM pada penelitian ini menggambarkan pengaruh perubahan variabel PDB Cina, PDB Indonesia dan Real Exchange Rate (RER) terhadap neraca perdagangan Indonesia-Cina melalui dua model persamaan, yang pertama dengan menggunakan Real Exchange Rate (RER) Rupiah/Yuan dan dengan Real Exchange Rate (RER) Rupiah/USD. Neraca perdagangan Indonesia- Cina sebagai variabel dependen, sedangkan PDB Cina, PDB Indonesia dan Real Exchange Rate (RER) merupakan variabel independen. Hasil estimasi VECM (Vector Error Correction Model) dapat dilihat pada jangka panjang maupun jang pandek. Uji-t dilakukan pada tingkat signifikan α = 5 persen dengan nilai t- tabel(0,025;22) sebesar 2,074. 4.2 Hasil Estimasi Vector Error Correction Model (VECM) dengan Real Exchange Rate (RER) Rupiah/Yuan Hasil estimasi memperlihatkan hubungan antara PDB Cina, PDB Indonesia, RER Rupiah/Yuan terhadap Neraca perdagangan. Berdasarkan hasil dalam jangka pendek dari pengolahan VECM (Vector Error Correction Model), peningkatan neraca perdagangan Indonesia-Cina sebesar 1% akan meningkatkan variabel itu sendiri sebesar 0,127 persen. Selanjutnya, peningkatan PDB Cina sebesar 1 persen akan meningkatkan neraca perdagangan Indonesia-Cina sebesar 2,84 persen dan
  • 15. PDB Indonesia akan meningkatkan neraca perdagangan Indonesia-Cina sebesar 1,32 persen. Sedangkan peningkatan RER Rupiah/Yuan sebesar 1 persen, akan menurunkan neraca perdagangan Indonesia-Cina sebesar 0,336 persen. Namun, tidak terdapat variabel yang berpengaruh signifikan. Hasil estimasi VECM dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 1. Hasil Estimasi Vector Error Correction Model (VECM) (Rupiah/Yuan) Variabel Koefisien t-Statistik Jangka Panjang TB(-1) 1.000000 LNPDB_CH(-1) 0.766890 5.82599 LNPDB_IND(-1) -0.861363 -3.07464 LNRER(-1) -0.865696 -7.41887 C 5.381940 Jangka Pendek CointEq1 -0.845238 -2.26117 D(TB(-1)) 0.126697 0.50627 D(LNPDB_Ch(-1)) 2.835881 0.82635 D(LNPDB_IND(-1)) 1.318793 0.92832 D(LNRER(-1)) -0.335917 -1.28376 C -0.344630 -1.16792 Sumber : Hasil diolah dengan Eviews 6.0 Dalam jangka panjang, PDB Indonesia dan Real Exchange Rate (RER) Rupiah/Yuan mempengaruhi neraca perdagangan Indonesia-Cina secara negatif, sedangkan PDB Cina mempengaruhi neraca perdagangan Indonesia-Cina secara positif. Seluruh variabel independen signifikan mempengaruhi neraca perdagangan Indonesia-Cina. 4.3 Hasil Estimasi Vector Error Correction Model (VECM) dengan Real Exchange Rate (RER) Rupiah/USD Hasil estimasi VECM menggambarkan pengaruh perubahan variabel PDB Cina, PDB Indonesia dan Real Exchange Rate (RER) Rupiah/USD terhadap neraca perdagangan Indonesia-Cina. Berdasarkan hasil dalam jangka pendek dari pengolahan VECM (Vector Error Correction Model), peningkatan neraca perdagangan Indonesia-Cina sebesar 1% akan menurunkan variabel itu sendiri sebesar 0,128 persen pada lag 1 dan 0,144 persen pada lag 2. Selanjutnya, peningkatan PDB Cina sebesar 1 persen akan meningkatkan neraca perdagangan Indonesia-Cina sebesar 1,83 persen pada lag 1 namun akan menurunkan neraca perdagangan Indonesia-Cina sebesar 2,78 persen pada lag 2 dan PDB Indonesia akan meningkatkan neraca perdagangan Indonesia-Cina sebesar 0,836 persen pada lag 1 dan 0,548 pada lag 2. Peningkatan RER Rupiah/USD sebesar 1 persen, akan meningkatkan neraca perdagangan Indonesia-Cina sebesar 0,174 persen pada lag 1 dan 0,222 persen pada lag 2. Namun, tidak terdapat variabel yang berpengaruh signifikan. Hasil estimasi VECM dapat dilihat pada tabel berikut :
  • 16. Tabel 2. Hasil Estimasi Vector Error Correction Model (VECM) (Rupiah/USD) Variabel Koefisien T-statistik Jangka Panjang TB(-1) 1.000000 LNPDB_CH(-1) 5.251364 5.26281 LNPDB_IND(-1) -1.023958 -3.31602 LNRER$(-1) 0.230866 2.91098 @TREND(86) -0.449113 -5.15399 C -199.3086 Jangka Pendek CointEq1 -0.401707 -0.44598 D(TB(-1)) -0.128775 -0.19963 D(TB(-2)) -0.144333 -0.36796 D(LNPDB_Ch(-1)) 1.382020 0.42001 D(LNPDB_Ch(-2)) -2.776050 -0.32081 D(LNPDB_IND(-1)) 0.836283 0.20759 D(LNPDB_IND(-2)) 0.547807 0.12925 D(LNRER$(-1)) 0.174154 0.27280 D(LNRER$(-2)) 0.222470 0.26766 C -0.018126 -0.02668 Sumber : Hasil diolah dengan Eviews 6.0 Dalam jangka panjang, PDB Indonesia mempengaruhi neraca perdagangan Indonesia-Cina secara negatif, sedangkan PDB Cina dan Real Exchange Rate (RER) Rupiah/USD mempengaruhi neraca perdagangan Indonesia-Cina secara positif dengan adanya trend yang menurun pada neraca perdagangan Indonesia- Cina Seluruh variabel independen signifikan mempengaruhi neraca perdagangan Indonesia-Cina. 4.4 Pengaruh PDB Cina Terhadap Neraca Perdagangan Indonesia-Cina PDB Cina tidak signifikan mempengaruhi neraca perdagangan Indonesia- Cina dalam jangka pendek baik menggunakan RER Rupiah/Yuan maupun Rupiah/Dolar. Sedangkan dalam jangka panjang, PDB Cina berpengaruh signifikan terhadap neraca perdagangan Indonesia-Cina dengan nilai t-statistik > t-tabel (5,83 > 2,07)dengan koefisien bernilai positif sebesar 0,767 dengan menggunakan RER Rupiah/Yuan. Selanjutnya, dengan RER Rupiah/USD, PDB Cina berpengaruh positif dengan koefisien sebesar 5,25 secara signifikan (5,26 > 2,07). Berarti bahwa peningkatan PDB Cina dengan RER Rupiah/Yuan sebesar 1 persen akan meningkatkan neraca perdagangan Indonesia-Cina sebesar 0,767 persen, sedangkan dengan menggunakan RER Rupiah/USD peningkatan PDB Cina sebesar 1 persen akan meningkatkan neraca perdagangan Indonesia-Cina sebesar 5,25 persen dalam jangka panjang. Peningkatan PDB Cina akan meningkatkan permintaan impor. Maka, dapat disimpulkan bahwa ketika terjadi peningkatan PDB Cina akan mendorong peningkatan neraca perdagangan Indonesia-Cina yang berarti meningkatnya ekspor Indonesia ke Cina. Menurut Salvator (1997), Eskpor suatu negara yang merupakan impor bagi negara mitra dagang tidak ditentukan atau dipengaruhi oleh tingkat pendapatan negara pengekspor melainkan oleh tingkat pendapatan negara-negara pengimpor. Selanjutnya, Impor dipengaruhi oleh pendapatan
  • 17. nasional. Selanjutnya, menurut Muslikhati dan Kaluge (2010), hubungan positif dari PDB negara mitra dagang dikarenakan ekspor Indonesia yang sangat dipengaruhi oleh kondisi global. Dengan terjadinya perbaikan pertumbuhan ekonomi maka permintaan ekspor Indonesia akan meningkat, sehingga perusahaan domestik dapat meningkatkan produksinya dan pekerja serta para buruh akan dapat meningkatkan konsumsi dan investasinya yang akan mendorong pertumbuhan nasional dan sebaliknya. Sama halnya dengan pendapat Huda (2006), Apabila PDB negara mitra dagang tinggi maka tingkat konsumsi akan meningkat sehingga akan meningkatkan permintaan impor yang selanjutnya akan meningkatkan ekspor domestik. Pertumbuhan ekonomi Cina berdasarkan PDB yang merupakan balas jasa yang diterima dari faktor-faktor produksi yang termasuk ke dalam proses produksi yang dilakukan di negara tersebut. Sehingga, Peningkatan PDB Cina mengindikasikan meningkatnya konsumsi masyarakat Cina yang berdampak pada peningkatan permintaan barang domestik yang akan meningkatkan ekspor Indonesia-Cina yang selanjutnya akan meningkatkan neraca perdagangan Indonesia. Hasil ini didukung oleh penelitian sebelumnya, yaitu : Yazici dan Islam (2011); Onafowara (2003); Nawatmi (2012); Huda (2006) dan Napoline (2009). 4.5 Pengaruh PDB Indonesia Terhadap Neraca Perdagangan Indonesia-Cina PDB Indonesia tidak signifikan mempengaruhi neraca perdagangan Indonesia-Cina pada jangka pendek baik menggunakan RER Rupiah/Yuan maupun Rupiah/USD. Namun, signifikan dalam jangka panjang dengan nilai t- statistik > t-tabel (3,07 > 2,07). PDB Indonesia mempengaruhi neraca perdagangan Indonesia-Cina dengan nilai koefisien yang negatif sebesar 0,861 dengan RER Rupiah/Yuan. Selanjutnya, dengan RER Rupiah/USD PDB Indonesia mempengaruhi neraca perdagangan dengan koefisien negatif sebesar 1,02 secara signifikan (3,32 > 2,07). Hal ini memiliki pengertian bahwa jika terjadi peningkatan PDB Indonesia sebesar 1 persen, maka akan mengakibatkan penurunan neraca perdagangan Indonesia-Cina sebesar 0,86 persen dengan RER Rupiah/Yuan dan 1,02 persen dengan RER Rupiah/USD dalam jangka panjang. Hubungan yang negatif antara PDB Indonesia dengan neraca perdagangan Indonesia-Cina mengindikasikan terjadinya penurunan PDB yang berdampak pada memburuknya neraca perdagangan Indonesia-Cina. Indonesia memiliki tingkat ketergantungan yang tinggi terhadap impor Cina. Menurut Tambunan (2001), peranaan neraca perdagangan Indonesia-Cina terhadap perekonomian suatu negara dapat dilihat melalui hubungan rasio saldo neraca perdagangan Indonesia-Cina terhadap PDB negara tersebut. Dimana, Semakin besar nilai positif rasio tersebut maka akan semakin penting peranaan perdagangan terhadap perekonomian negara tersebut. Dimana dalam hasil ini ditemukan nilai signifikan negatif yang berarti peranan perdagangan internasional penting tetapi menurunkan perekonomian Indonesia. Demikian pula pendapat Matondang, et al (1997) yang menyatakan bahwa terjadinya penurunan ekspor dan peningkatan impor berkaitan dengan meningkatnya konsumsi dalam negeri terhadap beberapa jenis produk akibat dari meningkatnya pendapatan masyarakat.
  • 18. Selanjutnya, munculnya defisit perdagangan merupakan dampak dari pelarian modal yang dilakukan oleh beberapa pengusaha di Cina yang bekerjasama dengan mitra dagang mereka diluar negeri untuk menurunkan harga ekspor dan menurunkan harga impor. Perdagangan Indonesia dan Cina memiliki pola yang semakin tidak menguntungkan sehingga Indonesia memiliki masalah yang struktural dalam menjalin hubungan perdagangan dengan Cina. Terdapat kemungkinan bahwa perdagangan antara Indonesia dan Cina memiliki hubungan yang asimetris, yaitu struktur ekspor Indonesia ke Cina yang sangat didominasi oleh produk primer, seperti minyak dan gas, hasil pertanian dan pertambangan. Struktur perdagangan barang primer ke Cina terus mengalami peningkatan. Disisi lain, struktur impor Indonesia dari Cina lebih banyak didominasi oleh produk industri pengolahan yang juga memiliki kecenderungan meningkat (Muslikhati dan Kaloge, 2010). Menurut Tambunan (2006) dan Nusantara (2013), Indonesia merupakan negara yang tergantung pada impor barang-barang konsumsi dan Industri (khususnya barang-barang modal) dan bahan baku serta penolong untuk memproduksi barang-barang ekspor. Namun, Kebanyakan bahan baku yang diimpor oleh Indonesia dalam bentuk sudah diolah setengah jadi dan siap digunakan merupakan barang yang berasal dari Indonesia. Pada januari-juli 2012, Indonesia mengimpor bahan baku/penolong sebesar 57,5 persen dari total impor. Sehingga, peningkatan PDB Indonesia habis untuk membiayai impor bahan baku, cicilan bunga dan juga hutang luar negeri. Peningkatan PDB Indonesia yang seharusnya dapat meningkatkan ekspor Indonesia, tetapi karena pasar domestik Indonesia yang sangat luas mengakibatkan sebagian besar barang yang seharusnya di ekspor ke luar negeri terserap oleh pasar domestik. Penelitian ini didukung oleh hasil penelitian Husman (2005) dimana PDB Indonesia memiliki nilai negatif jika kenaikan pendapatan domestik menyebabkan kenaikan permintaan impor dan diperkuat oleh penelitian sebelumnya, yaitu : Yazici dan Islam (2011) yang menyatakan bahwa adanya efek negatif dan signifikan terhadap pendapatan riil domestik sehingga diperlukannya kebijakan untuk mendukung perusahaan dalam negeri untuk mengurangi impor input dan menggunakan lebih banyak input dari barang domestik agar dapat mengurangi efek negatif terhadap pertumbuhan neraca perdagangan Indonesia-Cina; Onafowara (2003) menjelaskan bahwa pendapatan riil domestik mempengaruhi neraca perdagangan Indonesia secara negatif pada perdagangan Indonesia-Jepang, Indonesia-Amerika Serikat dan Malaysia-Amerika Serikat; Lal dan Lowiger (2002) menunjukkan hasil yang sama pada negara Bangladesh, Pakistan dan Srilanka, yaitu peningkatan PDB ketiga negara ini akan menurunkan neraca perdagangannya; dan Napoline (2009) yang menjelaskan bahwa pertumbuhan PDB Indonesia mengakibatkan penurunan neraca perdagangan Indonesia-Jepang. Nilai negatif yang ditunjukkan oleh PDB Indonesia mengindikasikan bahwa peningkatan PDB Indonesia mengakibatkan rasio ekspor terhadap impor menurun. Hal ini menggambarkan bahwa seiring dengan peningkatan PDB Indonesia akan mendorong meningkatnya permintaan impor. Hal ini didukung oleh penelitian Murianda (2009) menjelaskan bahwa peningkatan PDRB
  • 19. Sumatera Utara akan meningkatkan total impor Sumatera Utara serta penelitian Astiyah dan Santoso (2005) menyatakan bahwa peningkatan PDB domestik Indonesia akan meningkatkan permintaan impor. Peningkatan PDB Indonesia yang memnggambarkan peningkatan ekspor Indonesia tidak dapat meningkat karena produksi Indonesia sangat dipengaruhi produk impor, dengan kata lain, Indonesia memiliki ketergantungan yang tinggi terhadap produk impor. Maka, untuk meningkatkan produksi dalam negeri akan meningkatkan impor bahan baku. Peningkatan impor bahan baku belum tentu dapat diimbangi oleh kenaikan ekspor barang domestik sehingga mengakibatkan terjadinya defisit neraca perdagangan. Tingginya produksi domestik lebih banyak digunakan untuk memenuhi kebutuhan domestik sehingga peningkatan produksi tidak meningkatkan ekspor. Selain itu, Indonesia merupakan negara pengekspor barang-barang primer dengan harga yang lebih murah dan mengimpor barang- barang setengah jadi yang harganya lebih mahal. Secara otomatis, nilai neraca perdagangan akan mengalami defisit. 4.6 Pengaruh Real Exchange Rate (RER) Terhadap Neraca perdagangan Indonesia-Cina Real Exchange Rate (RER) Rupiah/Yuan dan Rupiah/USD berpengaruh tidak signifikan terhadap neraca perdagangan Indonesia-Cina dalam jangka pendek. Dalam jangka panjang, RER Rupiah/Yuan mempengaruhi neraca perdagangan secara negatif sedangkan, RER Rupiah/Dolar mempengaruhi neraca perdagangan secara positif. Hasil estimasi dari RER Rupiah/Yuan dan RER Rupiah/USD menunjukkan pengaruh yang signifikan. 4.6.a Pengaruh Real Exchange Rate (RER) Rupiah/Yuan Terhadap Neraca perdagangan Indonesia-Cina Dalam jangka panjang, RER Rupiah/Yuan memiliki nilai koefisien yang negatif sebesar 0,866 berpengaruh signifikan terhadap neraca perdagangan Indonesia-Cina dengan nilai t-statistik > t-tabel (7,42 > 2,07) artinya dengan peningkatan RER Rupiah/Yuan sebesar 1 persen akan menurunkan neraca perdagangan Indonesia-Cina sebesar 0,87 persen. Terjadinya peningkatan nilai tukar riil akan mengakibatkan turunnya neraca perdagangan Indonesia-Cina dikarenakan oleh tingginya impor. Ketika nilai kurs riil tinggi, barang-barang domestik akan cenderung lebih mahal jika dibandingkan dengan barang impor dari luar negeri sehingga penduduk domestik akan cenderung mengkonsumsi barang impor dan mengurangi konsumsi barang domestik. Dengan keadaan seperti ini, maka ekspor netto negara domestik akan menurun. Menurut Kasrori (2006), banyak negara berkembang melakukan kebijakan devaluasi. Dimana, devaluasi diharapkan dapat mendorong ekspor dan membatasi impor. Sedangkan hanya sedikit negara berkembang yang melakukan kebijakan revaluasi karena kebijakan ini akan membatasi ekspor dan mendorong impor yang dapat mengakibatkan defisit neraca perdagangan. Selanjutnya depresiasi yang sering terjadi di negara berkembang. Depresiasi berkaitan dengan kurs mengambang yang digunakan oleh negara yang bersangkutan yang sering juga
  • 20. disebut dengan devalusi terselubung, karena adanya campur tangan pemerintah dalam mengendalikan kurs yang berlaku. Depresiasi sering juga disebut sebagai penyesuaian mata uang dimana depresiasi akan mendorong ekspor dan menahan impor. Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian Zuhroh dan Kaluge (2007) dan Husman (2005) menyatakan bahwa pengaruh nilai tukar riil memiliki kontribusi yang sangat rendah terhadap neraca perdagangan Indonesia walaupun memiliki pengaruh yang signifikan. Sejalan dengan pendapat Sukirno (2000) dan Mankiw (2006) menyatakan bahwa depresiasi nilai tukar akan meningkatkan ekspor dan menurunkan impor. 4.6.b Pengaruh Real Exchange Rate (RER) Rupiah/USD Terhadap Neraca perdagangan Indonesia-Cina Real Exchange Rate (RER) Rupiah/Dolar memiliki koefisien positif sebesar 0,231 yang berpengaruh secara signifikan terhadap neraca perdagangan dengan nilai t-statistik > t-tabel (2,91 > 2,07) dengan arti, peningkatan RER Rupiah/USD sebesar 1 persen akan meningkatkan neraca perdagangan sebesar 0,23 persen dalam jangka panjang. Dengan kata lain, apresiasi nilai tukar rupiah terhadap USD akan meningkatkan neraca perdagangan Indonesia-Cina. Apresiasi nilai tukar rupiah terhadap USD menjadikan harga barang domestik lebih mahal maka masyarakat domestik lebih cenderung untuk mengkonsumsi barang impor. Dengan demikian maka produksi domestik akan dialihkan untuk ekspor yang selanjutnya akan dapat meningkatkan neraca perdagangan Indonesia-Cina. Kebutuhan akan adanya ekspor dan impor dengan menggunakan nilai tukar Rupiah/USD dimana USD dianggap sebagai mata uang internasional, menjadikan indonesia tetap harus melakukan ekspor maupun impor meski keadaan Dolar Amerika Serikat sedang terapresiasi. Meskipun Rupiah sedang terapresiasi terhadap USD, tetapi ada kemungkinan terjadinya depresiasi USD terhadap mata uang negara mitra dagang Indonesia sehingga jika dikonversi terhadap mata uang mitra dagang, rupiah mungkin saja terdepresiasi sehingga ekspor akan meningkat. Berbagai penelitian mengindikasikan bahwa terdapat hubungan positif antara nilai tukar riil dengan neraca perdagangan (Astiah dan Santoso, 2005). 4.7 Marshall-Lerner Condition dan Fenomena J-Curve Hasil estimasi jangka panjang dari VECM memperlihatkan tidak terpenuhinya kondisi Marshall-Lerner dalam perdagangan Indonesia-Cina. Kondisi Marshall-Lerner akan terpenuhi pada keseimbangan neraca perdagangan Indonesia-Cina, depresiasi nilai tukar akan mengakibatkan surplus neraca perdagangan Indonesia-Cina dengan nilai elastisitas ekspor dan impor lebih besar dari 1. Sedangkan, jumlah elastisitas ekspor dan impor hasil estimasi lebih kecil dari 1 yaitu -0,87 (RER Rupiah/Yuan) dan 0,231 (RER Rupiah/Dolar). Kondisi Marshall-Lerner tidak terpenuhi karena rendahnya elastisitas impor akibat
  • 21. tingginya ketergantungan impor Indonesia dari Cina, terutama impor bahan baku/penolong. Menurut Husman (2005), terdapat kecenderungan elastisitas jangka pendek yang lebih rendah. Sehingga kondisi Marshall-Lerner hanya dapat dipenuhi dalam jangka pendek dan menengah, kondisi ini disebut dengan fenomena J-Curve, dimana depresiasi nilai tukar menyebabkan neraca perdagangan Indonesia-Cina memburuk sebelum mengalami peningkatan secara permanen. Hal ini didukung oleh nilai koefisien RER Rupiah/Yuan pada jangka pendek bernilai negatif sebesar 0,336 dan nilai koefisien RER Rupiah/USD pada jangka pendek bernilai positif sebesar 0,174 pada lag 1 dan 0,222 pada lag 2. Gambar 2. GIR dari RER Rupiah/Yuan terhadap neraca perdagangan Indonesia-Cina Sumber : Hasil diolah dengan Eviews 6.0 Gambar 3. GIR dari RER Rupiah/USD terhadap neraca perdagangan Indonesia-Cina Sumber : Hasil diolah dengan Eviews 6.0 Melalui Generalized Impulse Response (GIR) pada gambar 5.2 dan gamabar 5.3 dapat dilihat bahwa depresiasi nilai tukar Rupiah/Yuan dan Rupiah/USD dapat memperbaiki neraca perdagangan Indonesia-Cina dalam jangka panjang. Pada awalnya, perubahan nilai tukar riil Rupiah/Yuan akan memberikan pengaruh negatif yang cukup besar terhadap neraca perdagangan Indonesia-Cina ditunjukkan dengan shock pada satu standar deviasi yang menimbulkan efek sekitar 0,06 SD s/d 0,19 SD. Selanjutnya periode tahun ke .04 .06 .08 .10 .12 .14 .16 .18 .20 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Response of DTB to Generalized One S.D. DLNRER Innovation -.04 .00 .04 .08 .12 .16 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Response of DTB to Generalized One S.D. DLNRER$ Innovation
  • 22. empat hingga tahun ke 6, shock yang terjadi akan memberikan pengaruh positif diantara 0,03 SD s/d 0,09 SD yang selanjutnya cenderung stabilSedangkan perubahan nilai tukar riil rupiah terhadap dolar akan memberikan pengaruh negatif yang cukup besar terhadap neraca perdagangan Indonesia-Cina hingga mencapai nilei negatif sebesar 0,016 SD pada periode tahun keempat. Selanjutnya periode tahun ke empat hingga tahun ke 6, shock yang terjadi akan memberikan pengaruh positif diantara 0,02 SD s/d 0,03 SD yang selanjutnya cenderung stabil pada kisaran 0,01 SD. Kedua fenomena ini disebut dengan Kurva-J karena adanya guncangan yang diakibatkan oleh RER dalam jangka panjang akan cenderung stabil. Maka, dapat disimpulkan bahwa walaupun pada awalnya depresiasi nilai tukar akan menurunkan neraca perdagangan Indonesia-Cina, tetapi dalam jangka panjang akan memperbaiki neraca perdagangan Indonesia-Cina. Walaupun depresiasi nilai tukar akan memperbaiki neraca perdagangan, tetapi nilai koefisien dari nilai tukar tidak lebih daripada 1. Nilai koefisien nilai tukar yang leih kecil daripada 1 menggambarkan tidak stabilnya pasar valuta asing Indonesia. Menurut Salvator (1997), pasar valuta asing yang tidak stabil menunjukkan semakin menyimpang dan jauhnya kurs dari keadaan equilibrium apabila terjadinya suatu gangguan. Hal ini menggambarkan bahwa kebijakan devaluasi nilai tukar bukan kebijakan yang efektif dilakukan oleh pemerintah untuk mendorong neraca perdagangan Indonesia-Cina. Sehingga, menurut Rahutami (2008) menjaga stabilitas nilai tukar merupakan faktor yang penting dalam menunjang globalisasi bisnis indonesia. Nilai tukar yang tidak stabil akan membebani biaya transaksi bisnis yang dapat menurunkan kemempuan bisnis domestik untuk berkompetisi di pasar internasional. Perdagangan antar negara dengan pasar valuta asing yang tidak memenuhi kondisi Marshall-Lerner seperti pada perdagangan Indonesia-Jepang dalam penelitian Napoline (2009), kemudian Indonesia dengan Singapura dan Inggris dalam penelitian Husman (2005). Sedangkan Fenomena Kurva-J dapat ditemukan pada pada perdagangan Indonesia-Jepang dalam penelitian Napoline (2009) dan Zuhroh dan Kaluge (2007). Kondisi Marshall-Lerner dan Fenomena Kurva-J dapat juga dilihat dari beberapa kasus lainnya seperti pada perdagangan antara Malaysia dengan Amerika Serikat tidak dapat ditemukan kurva-J sedangkan pada perdagangan antara Singapura dengan Amerika Serikat dan korea serta Korea dengan Jepang ditemukan adanya fenomena kurva-J pada penelitian Wilson (2001). Perdagangan Sumatera Utara pada penelitian Murianda (2008) menunjukkan terjadinya kondisi Marshall-lerner pada jangka panjang dan terjadinya fenomena kurva-J. V. KESIMPULAN DAN SARAN Kinerja neraca perdagangan Indonesia-Cina selama periode penelitian memiliki kecendrungan yang meningkat. Neraca perdagangan Indonesia-Cina dipengaruhi secara signifikan oleh PDB Cina, PDB Indonesia dan RER (Real Exchange Rate). Berdasarkan hasil estimasi VECM pada tingkat signifikan α = 5 persen, tidak terdapat hubungan jangka pendek secara signifikan tetapi dalam jangka panjang PDB Cina dan RER (Real Exchange Rate) Rupiah/Dolar berpengaruh positif dan signifikan terhadap neraca perdagangan Indonesia-Cina.
  • 23. Sedangkan PDB Indonesia dan RER (Real Exchange Rate) Rupiah/Yuan berpengaruh negatif secara signifikan. Dalam jangka panjang, peningkatan PDB Cina dengan nilai tukar Rupiah/Yuan maupun Rupiah/USD akan meningkatkan neraca perdagangan Indonesia-Cina. Sedangkan peningkatan PDB Indonesia dengan nilai tukar Rupiah/Yuan maupun Rupiah/Dolar akan menurunkan neraca perdagangan Indonesia-Cina. Selanjutnya depresiasi Rupiah terhadap Yuan akan meningkatkan neraca perdagangan Indonesia-Cina dan sebaliknya, depresiasi Rupiah terhadap dolar justru akan menurunkan neraca perdagangan Indonesia-Cina dan sebaliknya. Kondisi Marshall-Lerner dalam periode penelitian ini tidak terpenuhi, tetapi berdasarkan generalized impulse response ditemukan adanya fenomena kurva-J. Peningkatan PDB Cina mengindikasikan meningkatnya konsumsi masyarakat Cina yang berdampak pada peningkatan permintaan barang domestik yang akan meningkatkan ekspor Indonesia ke Cina yang selanjutnya akan meningkatkan neraca perdagangan Indonesia-Cina. Peningkatan PDB Indonesia yang memnggambarkan peningkatan output Indonesia tidak dapat meningkat karena produksi Indonesia sangat dipengaruhi produk impor, dengan kata lain, Indonesia memiliki ketergantungan yang tinggi terhadap produk impor. Terjadinya peningkatan nilai tukar riil Rupiah/Yuan akan mengakibatkan turunnya neraca perdagangan Indonesia-Cina dikarenakan oleh tingginya impor. Ketika nilai kurs riil tinggi, barang-barang domestik akan cenderung lebih mahal jika dibandingkan dengan barang impor dari luar negeri sehingga penduduk domestik akan cenderung mengkonsumsi barang impor dan mengurangi konsumsi barang domestik. Dengan keadaan seperti ini, maka ekspor netto negara domestik akan menurun. Namun, meningkatnya nilai tukar riil Rupiah/USD belum tettu akan menurunkan neraca perdagangan Indonesia-Cina. Hal ini karena adanya kemungkinan depresiasi USD/Yuan. Kedua model yang digunakan dalam penelitian ini sudah memenuhi seluruh uji asumsi klasik yaitu uji multikolinearitas, uji heterokedastisitas dan uji autokorelasi. Sehingga penggunaan model regresi VECM (Vector Error Correction Model) dalam penelitian ini sudah layak.
  • 24. DAFTAR PUSTAKA Ajija, Shochrul. R. et al. 2011. Cara Cerdas Menguasai Eviews. Jakarta : Penerbit Salemba Empat. Astiyah, Siti dan Santoso, M. Setiawan. 2005. Nilai Tukar dan Trade Flows. Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan. Desember 2005. Badan Pusat Statistik, BPS. 2012. Laporan Bulanan : Data Sosial Ekonomi. Edisi 29. Oktober 2012. Katalog BPS : 9199017. Badan Pusat Statistik, BPS. Statistik Ekspor Indonesia. 1986-2011. Badan Pusat Statistik, BPS. Statistik Impor Indonesia. 1986-2011. Bapennas. 2011. Sekilas Info : Perkembangan Perdagangan dan Investasi. Edisi 3 Tahun II, September 2011. Jakarta : Direktorat Perdagangan, Investasi dan Kerjasama Ekonomi Internasional. Bank Indonesia. 2004. Bank Indonesia, Bank Sentral Republik Indonesia : Sebuah Pengantar. Jakarta : Pusat pendidikan dan Studi Kebanksentralan. Bahmani-Oskooee, M. dan T. Kantipong. 2001. Bilateral J-curve Between Thailand and Her Trading Partners. Journal Of Economic Development. Vol.26 Case, Karl E. dan Ray C. Fair, 2007. Prinsip–Prinsip Ekonomi. Edisi 8. Jilid 2. Jakarta : Erlangga. Ditjen Perdagangan Luar Negeri, 2006. Kebijaksanaan Umum di Bidang Ekspor. Jakarta : Departemen Perindustrian dan Perdagangan. Ekananda, Mahyus. 2004. Analisis Pengaruh Volatilitas Nilai Tukar Pada Ekspor Komoditi Manufaktur Di Indonesia. Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan. Greene, William. H. 2000. Econometric Analysis. Fourth Edition. New Jersey : Prentice-Hall International,Inc Gujarati, Damodar. 2003. Basic Econometrics, International Edition. Singapura : Mc. Graw-Hill Book Co. Hadis, Syafril. 1996. Ekonomi internasional. Edisi pertama. Jakarta : Rajawali Pers. Hariadi, Pramono. 2008. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Ekspor Non Migas Indonesia. VENTURA. Vol, 11. No, 3. Desember 2008. Huda, Nurul dan Zulihar. 2009. Perdagangan Bilateral Indonesia-Cina Periode 2000-2009. Dikta Ekonomi. Volume 6 Nomor 3, Desember 2009. Huda, Syamsul. 2006. Analisis Beberapa Faktor Yang mempengaruhi Ekspor Non Migas Indonesia ke Jepang. Jurnal Imu-Ilmu Ekonomi. Vol,6. No,2. September 2006. Hal : 117-124. Husman, Jardine A. 2005. Pengaruh Nilai Tukar Riil Terhadap Neraca Perdagangan Bilateral Indonesia : Kondisi Marshall-Lerner dan Fenomena J-curve. Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Desember 2005. Halim, Siana dan Arif, Candra. 2011. Pemodelan Time Series Multivariat secara Automatis. Jurnal Teknik Industri. Vol 13, No 1, Juni 2011, Hal 19-26. Kasrori, Jusuf. 2006. Analisis Tentang Pengaruh Perubahan Kurs Pada Bisnis Internasional. Jurnal Aplikasi Manajemen. Vol.4, No.3, Desember 2006.
  • 25. Kuncoro, Mudrajad. 2001. Metode Kuantitatif (Teori dan Aplikasi untuk Bisnis danEkonomi). Yogyakarta : UPPAMP YKPN. Kustia, A. 2001. Hubungan Indonesia dan Republik Rakyat Cina. Laporan KBRI-Beijing. Departemen Luar Negeri Republik Indonesia. Krugman, Paul R., dan maurice Obstfeld. 1999. Ekonomi Internasional : Teori dan Kebijakan. Edisi kedua. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada. Lal, Anil K. Dan Thomas C. Lowinger. 2002. Nominal Effective Exchange Rate and Trade Balance Adjustment in South Asia Countries. Jurnal of Asian Econimics 13 (2002). Hal : 371-383. Lindert, Peter H., dan Charles P. Kindleberger. 1988. Ekonomi Internasional Edisi kedelapan. Alih bahasa : Burhanuddin Abdullah. Jakarta : Erlangga. Ling, Ng Yuen. Et al. 2008. Real Exchange Rate and Trade Balance Relationship: An Empirical Study on Malaysia. International Jurnal of Bussiness and Management. Vol3, No. 8. Mankiw, N. Gregory. 2003. Teori Makroekonomi edisi kelima. Jakarta : Erlangga. Mankiw, N. Gregory. 2006. Teori Makroekonomi edisi keenam. Jakarta : Erlangga. Matondang, M.H. et al. 1997. Intisari Ekonomi Internasional. Jakarta : Program Pasca Sarjana Universitas Krisnadwipayana. Murianda. 2008. Analisis Pengaruh Nilai Tukar Riil Terhadap Trade Flows Provinsi Sumatera Utara (Kondisi Marshall-lerner dan Fenomena J-Curve). Wahana Hijau : Jurnal Perencanaan dan Pengembangan Wilayah. Vol. 4, No. 1, Agustus 2008. Muslikhati dan Kaluge, David. 2010. Analisis Perdagangan Indonesia Pasca Pemberlakuan ACFTA : Studi Komparatif Indonesia-China. Jurnal Ekonomi Pembangunan. Vol.8, No.2, 2 Desember 2010. Nawatmi, Sri. 2012. Volatilitas Nilai Tukar dan Perdagangan Internasional. Jurnal Dinamika Akuntansi, Keuangan dan Perbankan. Vol.1, No.1 Hal 41- 56. ISSN : 1979-4878 Nopeline, Nancy. 2009. Pengaruh Nilai Tukar Riil Terhadap Neraca Perdagangan Bilateral Indonesia (Marshall-Lerner Condition Dan Fenomena J-Curve). Tesis USU Repository © 2008. Nopirin. 2000. Ekonomi Moneter .Edisi 1. Yogyakarta : BPFE. Nusantara, Agung. 2013. Pengaruh Fluktusi Kurs Terhadap Neraca Perdagangan. Jurnal Ilmiah Dinamika Ekonomi dan Bisnis. Vol.1, No.1, Februari 2013. Onafowora, Olugbenga. 2003. Exchange Rate And Trade Balance In East Asia: Is There A J-Curve ?. Economics Bulletin. Vol. 5, No. 18 pp. 1-13. Pesaran, M. H. and Shin, Y. 1998. Generalized Impulse Response Analysis in Linear Mulltivariate Model. Economic Letters. Vol, 58. Rahutami, A. Ika. 2008. Menjaga Volatilitas Nilai Tukar : Faktor Pendukung Pengembangan Bisnis di ASEAN. Jurnal Kinerja. Volume 12, No.1, Th : 2008, Hal. 51-54. Rosadi, Dedi. 2012. Ekonometrika dan Analisis runtun waktu terapan dengan Eviews. Yogyakarta : Penerbit Andi. Salvator, Dominick. 1997. Ekonomi Internasional. Jilid pertama. Edisi kelima. Jakarta : Penerbit Erlangga.
  • 26. Salvator, Dominick. 1997. Ekonomi Internasional. Jilid kedua. Edisi kelima. Jakarta : Penerbit Erlangga. Samuelson, Paul A. dan Nordhaus, William D. 1992. Makro Ekonomi. Edisi keempatbelas. Jakarta : Penerbit Erlangga. Sofyardi. 2011. Buku Ajar : Statistik Multivariat. Tanpa publikasi. Fakultas Ekonomi. Universitas Andalas. Sukirno, Sadono. 2004. Teori Pengantar Makroekonomi edisi ketiga. Jakarta : PT Rajagrafindo Persada. Tambunan, Tulus. 2001. Perdagangan Internasional dan Neraca Pembayaran : Teori dan Temuan Empiris. Jakarta : Pustaka LP3ES Indonesia. Tambunan, Tulus. 2006. Perkembangan Ekspor dan Impor Indonesia dan Permasalahannya. Working Paper Series No. 6. Pusat Studi Industri dan UKM. Fakultas Ekonomi : Universitas Trisakti. Wilson, Peter. 2001. Exchange Rate and the Trade Balance for ynamic Asian Economics – Does The J-Curve Exist fr Singapure, Malaysia and Korea?. Open Economies Review. Vol, 12. 389 – 413. Winarno, Wing Wahyu. 2009. Analisis Ekonometrika dan Statistika dengan Eviews. Edisi kedua. Yogyakarta : Unit Penerbit dan Percetakan Sekolah Tinggi Ilmu Manajemen YKPN. Wong, John. 1987. Politik Perdagangan Cina di Asia Tenggara. Jakarta : Penerbit Bumi Aksara. Yazici, Mehmed dan M. Qamarul Islam. Impact of Exchange Rate and Customs Union on Trade Balance of Turkey with EU. International Journal of Business and Social Science.Vol. 2 No. 9 [Special Issue - May 2011]. Zuhroh, Idah dan David Kaluge. Dampak Pertumbuhan Nilai Tukar Riil Terhadap Pertumbuhan Neraca perdagangan Indonesia (Suatu Aplikasi Model Vector Autoregressive, VAR). Journal of Indonesian Applied Economics. Vol.1 No.1 Oktober 2007, 59-73.