Salinan SK Pencabutan Izin Konsesi Kawasan Hutan 5 Jan 2022CIkumparan
Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan menetapkan pencabutan izin konsesi kawasan hutan untuk 192 perusahaan seluas 3,1 juta hektar dan evaluasi 106 perusahaan seluas 1,4 juta hektar untuk meningkatkan produktivitas hutan, mendorong pembangunan dan pelestarian lingkungan.
Dokumen tersebut membahas tentang inisiatif kebijakan daerah dalam pengelolaan kawasan hutan untuk mendukung implementasi REDD+, termasuk bentuk partisipasi masyarakat dan pengaturan hutan adat serta hutan kota sesuai kewenangan daerah.
Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007 mengatur tentang tata hutan dan penyusunan rencana pengelolaan hutan serta pemanfaatan hutan. Peraturan ini mengatur tentang kesatuan pengelolaan hutan (KPH), yang terdiri dari KPH konservasi, KPH lindung, dan KPH produksi. Peraturan ini juga mengatur tentang penetapan luas wilayah KPH oleh Menteri dengan memperhatikan efisiensi dan efektivitas pengelolaan hutan.
Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007 mengatur tentang tata hutan dan penyusunan rencana pengelolaan hutan serta pemanfaatan hutan. Peraturan ini mengatur tentang kesatuan pengelolaan hutan (KPH), tata cara penetapan KPH, izin pemanfaatan hutan, dan ketentuan umum lainnya terkait pengelolaan hutan di Indonesia.
Salinan SK Pencabutan Izin Konsesi Kawasan Hutan 5 Jan 2022CIkumparan
Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan menetapkan pencabutan izin konsesi kawasan hutan untuk 192 perusahaan seluas 3,1 juta hektar dan evaluasi 106 perusahaan seluas 1,4 juta hektar untuk meningkatkan produktivitas hutan, mendorong pembangunan dan pelestarian lingkungan.
Dokumen tersebut membahas tentang inisiatif kebijakan daerah dalam pengelolaan kawasan hutan untuk mendukung implementasi REDD+, termasuk bentuk partisipasi masyarakat dan pengaturan hutan adat serta hutan kota sesuai kewenangan daerah.
Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007 mengatur tentang tata hutan dan penyusunan rencana pengelolaan hutan serta pemanfaatan hutan. Peraturan ini mengatur tentang kesatuan pengelolaan hutan (KPH), yang terdiri dari KPH konservasi, KPH lindung, dan KPH produksi. Peraturan ini juga mengatur tentang penetapan luas wilayah KPH oleh Menteri dengan memperhatikan efisiensi dan efektivitas pengelolaan hutan.
Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007 mengatur tentang tata hutan dan penyusunan rencana pengelolaan hutan serta pemanfaatan hutan. Peraturan ini mengatur tentang kesatuan pengelolaan hutan (KPH), tata cara penetapan KPH, izin pemanfaatan hutan, dan ketentuan umum lainnya terkait pengelolaan hutan di Indonesia.
LEGALITAS PERIZINAN HTI DI PROVINSI RIAU
Pandangan terhadap komitmen Sustainable Forest Management (APP dan APRIL)
Disampaikan Pada:
Workshop Diseminasi Konflik HTI di Provinsi Riau (Scale Up dan JMGR)
Hotel Alpha Pekanbaru, 6 Februari 2015
Pp no 6_th_2007 tata cara pengelolaan hutanwalhiaceh
Peraturan Pemerintah ini mengatur tentang tata hutan, penyusunan rencana pengelolaan hutan, dan pemanfaatan hutan. Kawasan hutan terbagi menjadi 3 fungsi pokok yaitu hutan konservasi, hutan lindung, dan hutan produksi. Kawasan hutan dikelola dalam satuan Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) yang mencakup satu atau lebih fungsi pokok hutan dan satu wilayah administrasi. Pemerintah dapat melimpahkan pengel
Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan Nomor 728/Kpts-II/1998 mengatur luas maksimum pengusahaan hutan dan pelepasan kawasan hutan untuk perkebunan, yaitu 100.000 ha untuk satu provinsi dan 400.000 ha untuk seluruh Indonesia bagi perusahaan tunggal, serta menetapkan batasan luas untuk komoditas tertentu seperti tebu.
Peluang Perhutanan Sosial dan Hutan Adat dalam Mendukung Moratorium septianm
Dokumen tersebut membahas tentang peluang perhutanan sosial dan hutan adat dalam mendukung moratorium kehutanan di Indonesia. Secara ringkas, dokumen menjelaskan definisi moratorium, poin penting dalam Inpres No. 10 Tahun 2011, catatan penting selama moratorium berjalan, dan catatan penting untuk perpanjangan moratorium agar dapat mengurangi deforestasi dan konflik sosial.
Pp nomor 6 tahun 1999 pengusahaan dan pemungutan hasil hutan 2walhiaceh
Peraturan Pemerintah ini mengatur tentang pengusahaan hutan dan pemungutan hasil hutan pada hutan produksi. Regulasi ini menetapkan prinsip-prinsip pengelolaan hutan secara lestari dan optimal untuk kemakmuran rakyat, serta memberikan hak pengusahaan hutan dan pemungutan hasil hutan kepada badan usaha milik negara, daerah, dan swasta nasional.
Peraturan Menteri Kehutanan ini mengatur tentang penatausahaan hasil hutan yang berasal dari hutan hak, meliputi pemanenan, pengukuran, penetapan jenis, pengangkutan, pengolahan, dan pelaporan. Dokumen yang diperlukan untuk pengangkutan hasil hutan hak adalah Nota Angkutan, Nota Angkutan Penggunaan Sendiri, atau Surat Keterangan Asal Usul yang menyatakan kepemilikan dan menjadi bukti legal
Inpres 6 Tahun 2013 tentang Moratorium Izin Hutan dan Penyempurnaan Tata KelolaYossy Suparyo
Instruksi Presiden ini memerintahkan penundaan pemberian izin baru hutan alam primer dan lahan gambut selama 2 tahun untuk menyempurnakan tata kelola hutan dan lahan, kecuali untuk beberapa pengecualian seperti proyek vital nasional. Instruksi ini juga memerintahkan revisi berkala peta hutan dan lahan serta kerja sama lintas kementerian dalam pelaksanaannya.
Sistem silvikultur Tebang Pilih Tanam Indonesia (TPTI) merupakan sistem pengelolaan hutan alam produksi yang mengatur cara penebangan dan permudaan buatan untuk mencapai tegakan hutan campuran yang dapat menghasilkan kayu secara lestari. TPTI mengalami beberapa kali penyempurnaan sejak pertama kali diterapkan pada tahun 1989 hingga pedoman terbaru pada tahun 2009.
Penerapan UU tindak pidana korupsi dalam penyalahgunaan penyelengaraan kehutananCIFOR-ICRAF
Presentation by KPK,
Penerapan UU tindak pidana korupsi dalam penyalahgunaan penyelengaraan kehutanan
Objective : Seminar Upaya Penegakan Hukum Terpadu
dalam Memberantas Pembalakan Liar.
29 June 2010, Jakarta
LEGALITAS PERIZINAN HTI DI PROVINSI RIAU
Pandangan terhadap komitmen Sustainable Forest Management (APP dan APRIL)
Disampaikan Pada:
Workshop Diseminasi Konflik HTI di Provinsi Riau (Scale Up dan JMGR)
Hotel Alpha Pekanbaru, 6 Februari 2015
Pp no 6_th_2007 tata cara pengelolaan hutanwalhiaceh
Peraturan Pemerintah ini mengatur tentang tata hutan, penyusunan rencana pengelolaan hutan, dan pemanfaatan hutan. Kawasan hutan terbagi menjadi 3 fungsi pokok yaitu hutan konservasi, hutan lindung, dan hutan produksi. Kawasan hutan dikelola dalam satuan Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) yang mencakup satu atau lebih fungsi pokok hutan dan satu wilayah administrasi. Pemerintah dapat melimpahkan pengel
Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan Nomor 728/Kpts-II/1998 mengatur luas maksimum pengusahaan hutan dan pelepasan kawasan hutan untuk perkebunan, yaitu 100.000 ha untuk satu provinsi dan 400.000 ha untuk seluruh Indonesia bagi perusahaan tunggal, serta menetapkan batasan luas untuk komoditas tertentu seperti tebu.
Peluang Perhutanan Sosial dan Hutan Adat dalam Mendukung Moratorium septianm
Dokumen tersebut membahas tentang peluang perhutanan sosial dan hutan adat dalam mendukung moratorium kehutanan di Indonesia. Secara ringkas, dokumen menjelaskan definisi moratorium, poin penting dalam Inpres No. 10 Tahun 2011, catatan penting selama moratorium berjalan, dan catatan penting untuk perpanjangan moratorium agar dapat mengurangi deforestasi dan konflik sosial.
Pp nomor 6 tahun 1999 pengusahaan dan pemungutan hasil hutan 2walhiaceh
Peraturan Pemerintah ini mengatur tentang pengusahaan hutan dan pemungutan hasil hutan pada hutan produksi. Regulasi ini menetapkan prinsip-prinsip pengelolaan hutan secara lestari dan optimal untuk kemakmuran rakyat, serta memberikan hak pengusahaan hutan dan pemungutan hasil hutan kepada badan usaha milik negara, daerah, dan swasta nasional.
Peraturan Menteri Kehutanan ini mengatur tentang penatausahaan hasil hutan yang berasal dari hutan hak, meliputi pemanenan, pengukuran, penetapan jenis, pengangkutan, pengolahan, dan pelaporan. Dokumen yang diperlukan untuk pengangkutan hasil hutan hak adalah Nota Angkutan, Nota Angkutan Penggunaan Sendiri, atau Surat Keterangan Asal Usul yang menyatakan kepemilikan dan menjadi bukti legal
Inpres 6 Tahun 2013 tentang Moratorium Izin Hutan dan Penyempurnaan Tata KelolaYossy Suparyo
Instruksi Presiden ini memerintahkan penundaan pemberian izin baru hutan alam primer dan lahan gambut selama 2 tahun untuk menyempurnakan tata kelola hutan dan lahan, kecuali untuk beberapa pengecualian seperti proyek vital nasional. Instruksi ini juga memerintahkan revisi berkala peta hutan dan lahan serta kerja sama lintas kementerian dalam pelaksanaannya.
Sistem silvikultur Tebang Pilih Tanam Indonesia (TPTI) merupakan sistem pengelolaan hutan alam produksi yang mengatur cara penebangan dan permudaan buatan untuk mencapai tegakan hutan campuran yang dapat menghasilkan kayu secara lestari. TPTI mengalami beberapa kali penyempurnaan sejak pertama kali diterapkan pada tahun 1989 hingga pedoman terbaru pada tahun 2009.
Penerapan UU tindak pidana korupsi dalam penyalahgunaan penyelengaraan kehutananCIFOR-ICRAF
Presentation by KPK,
Penerapan UU tindak pidana korupsi dalam penyalahgunaan penyelengaraan kehutanan
Objective : Seminar Upaya Penegakan Hukum Terpadu
dalam Memberantas Pembalakan Liar.
29 June 2010, Jakarta
2. Dasar Hukum
PP 6/2007 jo PP 3/2008 Pasal 33 ayat (1) tentang Tata Hutan dan Penyusunan
Rencana Pengelolaan Hutan, Serta Pemanfaatan Hutan, dinyatakan bahwa salah satu bentuk
pemanfaatan jasa lingkungan pada hutan produksi dan hutan lindung adalah penyerapan
dan/atau penyimpanan karbon;
PP 6/2007 jo PP3/2008 Pasal 19 huruf b, pemanfaatan jasa lingkungan pada
hutan produksi dan hutan lindung diberikan dalam bentuk Izin Usaha
Pemanfaatan Jasa Lingkungan (IUPJL)
PERMENHUT P.50/Menhut-II/2014 Tentang Perdagangan Sertifikat Penurunan Emisi
Karbon Hutan Indonesia Atau Indonesia Certified Emission Reduction
PERMENHUT P. 36/Menhut-II/2009 Tentang Tata Cara Perizinan Usaha Pemanfaatan
Penyerapan Dan/Atau Penyimpanan Karbon Pada Hutan Produksi Dan Hutan Lindung
dan/atau penyimpanan karbon;
3. SPEKHI (Sertifikat Penurunan Emisi Karbon Hutan Indonesia) atau ICER (Indonesia
Certified Emission Reductions) adalah suatu bentuk dokumen pengakuan yang
menjelaskan tentang RAP/PAN dan pengurangan emisi karbon setara CO2 dan manfaat
lainnya yang dihasilkan melalui kegiatan konservasi dan penanaman hutan, atau
pencegahan dari deforestasi dan degradasi hutan yang dapat diperdagangkan.
SPEKHI atau ICER mengikuti PKS/VCM (Pasar Karbon Sukarela)
Apa sih SPEKHI/ICER itu?
SPEKHI atau ICER mengikuti PKS/VCM (Pasar Karbon Sukarela)
1. Hutan Negara
2. Hutan Hak/Hutan Adat
Hutan Mana Saja yang bisa dilakukan
SPEKHI/ICER
Usaha pemanfaatan Penyerapan Karbon dan/atau Penyimpanan Karbon (UP RAP-
KARBON dan/atau UP PAN-KARBON) adalah usaha pemanfaatan jasa lingkungan pada
hutan produksi dan hutan lindung
4. Kegiatan Usaha RAP-KARBON
terkait Pengelolaan Hutan Produksi Lestari
1. Penanaman dan pemeliharaan dari bagian kegiatan IUPHHK-HT atau IUPHHK-HTR
yaitu penyiapan lahan, pembibitan, penanaman, pemeliharaan, pemanenan, dan
pemasaran sesuai dengan sistem silvikultur yang ditetapkan pada seluruh areal atau
bagian hutan atau blok hutan;
2. Penanaman dan pemeliharaan sampai daur tanaman pada seluruh areal atau bagian
hutan atau blok hutan IUPHHK-HA dan IUPHHK-RE;
3. Pengayaan pada areal bekas tebangan dalam seluruh areal atau bagian hutan atau blok
3. Pengayaan pada areal bekas tebangan dalam seluruh areal atau bagian hutan atau blok
hutan dalam areal IUPHHK-HA atau IUPHHK-RE atau IUPHHK-HT atau IUPHHK-HTR;
4. Penanaman pada jalur tanam di IUPHHK-HA atau IUPHHK-RE atau IUPHHK- HT yang
menggunakan sistem silvikultur Tebang Pilih Tanam Jalur atau menerapkan teknik
silvikultur Tebang Pilih Tanam Intensif;
5. Peningkatan produktivitas melalui peningkatan riap tegakan dengan penerapan
teknik silvikultur.
5. 1. Perpanjangan siklus tebang atau penundaan tebangan pada areal tertentu pada
areal kerja IUPHHK-HA
2. Perpanjangan rotasi tebang atau penundaan tebangan pada bagian hutan atau
blok dalam areal IUPHHK-HTI atau IUPHHK-HTR
3. Penerapan penebangan ramah lingkungan pada bagian hutan atau blok
hutan dalam areal IUPHHK-HA
4. Pemeliharaan dan pengamanan pada jalur antara di IUPHHK yang
Kegiatan Usaha PAN-KARBON terkait
Pengelolaan Hutan Produksi Lestari (PHPL)
4. Pemeliharaan dan pengamanan pada jalur antara di IUPHHK yang
menggunakan sistem tebang tanam jalur atau teknik silvikultur Tebang Pilih
Tanam Intensif
5. Perluasan areal perlindungan dan konservasi di dalam areal IUPHHK-HA dan
IUPHH-HT
6. perlindungan dan pengamanan dalam areal yang berfungsi perlindungan
diseluruh areal atau bagian hutan atau blok dalam areal IUPHHK-HA atau
IUPHHK- RE atau IUPHHK-HT atau IUPHHK-HTR atau IUPHHBK
7. Perlindungan dan pengamanan pada seluruh areal atau bagian hutan atau blok
dalam areal IUPHHK-HA atau IUPHHK-RE
6. Kegiatan Usaha RAP-KARBON
pada Hutan Lindung
1. Penanaman dan pemeliharaan dari bagian kegiatan izin usaha
pemanfaatan kawasan hutan, atau izin usaha pemanfaatan hutan
kemasyarakatan, dan hutan desa yaitu penyiapan lahan,
pembibitan, penanaman, pemeliharaan, pemanenan, dan
pemasaran sesuai dengan sistem silvikultur yang ditetapkan pada
pemasaran sesuai dengan sistem silvikultur yang ditetapkan pada
seluruh areal atau bagian hutan atau blok hutan
2. Penanaman dan pemeliharaan sampai daur tanaman pada
seluruh areal atau bagian hutan atau blok hutan pada izin usaha
pemanfaatan kawasan hutan, atau izin usaha pemanfaatan hutan
kemasyarakatan, dan hutan desa;
3. Peningkatan produktivitas melalui peningkatan riap tegakan
dengan penerapan teknik silvikultur
7. Kegiatan PAN-KARBON
pada hutan lindung
1. Pemeliharaan dan pengamanan pada areal izin usaha pemanfaatan
kawasan hutan, atau izin usaha pemanfaatan hutan kemasyarakatan, dan
hutan desa.
2. Perluasan areal perlindungan dan konservasi di dalam areal izin
usaha pemanfaatan kawasan hutan, atau izin usaha pemanfaatan
usaha pemanfaatan kawasan hutan, atau izin usaha pemanfaatan
hutan kemasyarakatan, dan hutan desa.
3. perlindungan dan pengamanan dalam areal yang berfungsi
perlindungan diseluruh areal atau bagian hutan atau blok dalam areal izin
usaha pemanfaatan kawasan hutan, atau izin usaha pemanfaatan
hutan kemasyarakatan, dan hutan desa.
4. Perlindungan dan pengamanan pada seluruh areal atau bagian hutan
atau blok dalam areal izin usaha pemanfaatan kawasan hutan, atau izin
usaha pemanfaatan hutan kemasyarakatan, dan hutan desa.
8. Lembaga apa saja yang diperlukan dalam
SPEKHI/ICER
1. Pengembang Proyek: pemegang izin atau pengelola yang mendapatkan izin untuk melakukan usaha
penyerapan dan/atau penyimpanan (RAP/PAN), dan pengurangan emisi karbon.
2. Lembaga Akreditasi yaitu lembaga independen yang mengakreditasi Lembaga Verifikasi Independen
(LVrI) dan Lembaga Validasi Independen (LVI).
3. Lembaga Verifikasi Independen (LVrI) yaitu lembaga yang dibentuk untuk
menilai/memverifikasiDokumen Rancangan Proyek (Project Design Document/PDD) dari
pengembang proyek.
4. Lembaga Validasi Independen (LVI) yaitu lembaga yang dibentuk untuk memvalidasi Dokumen
4. Lembaga Validasi Independen (LVI) yaitu lembaga yang dibentuk untuk memvalidasi Dokumen
Rancangan Proyek (Project Design Document/PDD) dari pengembang proyek.
5. Lembaga Pemantau Independen (LPI) yaitu lembaga yang dapat menjalankan fungsi
pengawasan/pemantauan yang berkaitan dengan pengembang proyek, antara lain lembaga
swadaya masyarakat (LSM) di bidang kehutanan.
6. Badan Registrasi Nasional adalah badan yang bertugas melakukan pencatatan pendaftaran Dokumen
Rancangan Proyek yang diajukan oleh Pengembang Proyek.
7. Badan Pengawas Pasar Sertifikat Penurunan Emisi Karbon Hutan Indonesia (SPEKHI) adalah badan
yang bertugas membina, mengatur dan mengawasi kegiatan sehari-hari.
8. Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (BAPPEBTI) adalah badan pengawas nasional
bertugas membina, mengatur dan mengawasi kegiatan sehari-hari pasar sertifikat karbon sebelum
terbentuk Badan Pengawas Pasar SPEKHI.
Catatan: Lembaga 1 s/d 5 yang sudah ada di pasar Internasional atau dibentuk Masyarakat Madani
9. 1. Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu dalam Hutan Alam, yang selanjutnya disingkat (IUPHHK-HA) /
Hak Pengusahaan Hutan (HPH);
2. Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu dalam Hutan Tanaman, yang selanjutnya disingkat (IUPHHK-HT) /
Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri (HPHTI);
3. Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada Hutan Tanaman Rakyat, yang selanjutnya disingkat (IUPHHK-
HTR);
4. Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Restorasi Ekosistem, yang selanjutnya disingkat (IUPHHK-RE);
5. Izin Usaha Pemanfaatan Hutan Kemasyarakatan, yang selanjutnya disingkat (IUPHKm);
6. Izin Hak Pengelolaan Hutan Desa adalah izin yang diberikan kepada desa untuk mengelola hutan negara
A. Penjual/sellers:
Siapa Seller dan Buyer SPEKHI/ICER
6. Izin Hak Pengelolaan Hutan Desa adalah izin yang diberikan kepada desa untuk mengelola hutan negara
dalam batas waktu dan luasan tertentu;
7. Hak Pengelolaan Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi, yang selanjutnya disingkat (KPHP);
8. Hak Pengelolaan Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung, yang selanjutnya disingkat (KPHL);
9. Hak Pengelolaan Kesatuan Pengelolaan Hutan Konservasi, yang selanjutnya disingkat (KPHK);
10. Izin Kawasan Hutan dengan Tujuan Khusus, yang selanjutnya disingkat (KHDTK) pada hutan produksi
dan/atau hutan lindung;
11. Hak Pengelolaan Hutan Hak atau Hutan Rakyat, yang selanjutnya disingkat (HR);
12. Hak Pengelolaan Hutan Adat
Perusahaan-perusahaan dalam negeri atau luar negeri yang memiliki kewajiban untuk mengurangi emisi
karbon dari kegiatan proses produksinya (emiter).
B. Pembeli
10. Lainnya yang diperlukan.. SPEKHI/ICER
1. Risk Management Buffer (RMB) adalah upaya pengembang proyek menyiapkan
cadangan Karbon dari SPEKHI.
2. Emission Reduction Purchase Agreement (ERPA) adalah kesepakatan yang
melibatkan dua pihak, dapat antara dua negara atau antara satu negara
melibatkan dua pihak, dapat antara dua negara atau antara satu negara
dengan perusahaan besar dalam perdagangan sertifikat karbon.
11. 1. Penjual/Seller yaitu pemegang izin/hak pengelola, dapat menjadi pengembang
proyek bersama calon investor dengan menyusun Dokumen Rancangan
Proyek(DRP)/Project Design Document (PDD) yang ada di pasar dan dapat
menggunakan tenaga konsultas berbadan hukum Indonesia.
2. Pengembang proyek mendaftarkan DRP/PDD kepada Badan Registrasi Nasional dan
PDD dicatat (listed) secara online oleh Badan Registrasi Nasional
Pembuatan DRP/PDD
1. Validasi PDD di lakukan oleh Lembaga Validasi Independen berbadan hukum Indonesia dan
Standar validasi tercantum dalam Lampiran I P.50/Menhut-II/2014.
2. Perhitungan karbon kredit hasil validasi dapat diperdagangkan melalui Emission
Reduction Purchase Agreement (ERPA).
3. Lembaga Validasi Independen (LVI) diakreditasi oleh Lembaga Akreditasi Nasional (KAN).
Validasi DRP/PDD
12. 1. ERPA dapat dilakukan oleh konsultan hukum yang sudah memiliki sertifikat
kompetensi.
2. Badan Registrasi berbentuk organisasi non struktural yang menerapkan Pola
Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum (PPK BLU).
3. Berdasarkan laporan ERPA, Badan Register Nasional wajib memantau distribusi
ERPA dan
Badan Registrasi Nasional
3. Berdasarkan laporan ERPA, Badan Register Nasional wajib memantau distribusi
manfaat yang diperoleh Pengembang Proyek.
4. Distribusi manfaat mengikuti Peraturan Menteri Kehutanan No. P.36/Menhut-
II/2009.
5. Nilai Jual Jasa Lingkungan (NJ2L) RAP-KARBON dan/atau PAN-KARBON adalah
pendapatan dari penjualan kredit karbon yang telah disertifikasi dan dibayar
berdasarkan ERPA (Emission Reduction Purchase Agrement).
6. Distribusi dari NJ2L adalah sebagaimana dalam Lampiran III Peraturan ini.
7. Dana yang diterima oleh pemerintah merupakan PNBP Kehutanan.
14. 1. Hasil validasi Dokumen Rancangan Proyek selanjutnya dilakukan verifikasi oleh Lembaga
Verifikasi Independen (LVrI).
2. Lembaga Verifikasi Independen diakreditasi oleh lembaga akreditasi nasional (KAN).
3. Pedoman verifikasi tercantum pada Lampiran II peraturan P.50/Menhut-II/2014.
Verifikasi DRP/PDD
Penerbitan
Penerbitan
SPEKHI/ICER dan RMB
1. Hasil verifikasi DRP/PDD diterbitkan SPEKHI/ICER.
2. SPEKHI/ICER berisi nama lembaga verifikasi, nama lembaga validasi, nama
pengembang proyek, lokasi, jumlah RAP/PAN karbon, pengurangan emisi karbon
setara CO2 dan manfaat lain dalam jangka waktu kesepakatan sesuai ERPA.
3. Pemerintah menetapkan tingkat/presentasi Risk Management Buffer (RMB).
4. RMB ditetapkan berdasarkan hasil verifikasi
15. Badan Registrasi Nasional
(1) SPEKHI didaftarkan ke Badan Registrasi Nasional.
(2) Dalam hal Badan Registrasi Nasional belum terbentuk, Menteri menugaskan Sekretaris
Jenderal untuk mencatat/meregistrasi Perdagangan Karbon Hutan Indonesia (menghindari
duplikasi).
(3) Tugas Badan Registrasi Perdagangan Karbon Hutan Indonesia:
(3) Tugas Badan Registrasi Perdagangan Karbon Hutan Indonesia:
a. memberikan identitas karbon hutan pada areal pengembang proyek;
b. mencatat seluruh PDD yang terkait dengan pengembangan karbon hutan;
c. mencatat seluruh PDD yang telah diverifikasi;
d. mencatat SPEKHI yang telah diterbitkan dan diperdagangkan;
e. mencatat lembaga verifikasi;
f. monitoring dan pelacakan karbon hutan yang diperdagangkan berdasarkan
Emission Reduction Purchase Agreement (ERPA); dan
g. melayani informasi (clearing house) sebagaimana pada huruf a sampai
dengan huruf f.
16. Perdagangan SPEKHI/ICER
1. SPEKHI dapat dijual langsung melalui Pasar Sertifikat Karbon Indonesia.
2. Kementerian LHK memfasilitasi para pengembang proyek dan calon pembeli
untuk membentuk Pasar Sertifikat Karbon Indonesia.
3. Pasar Sertifikat Karbon Indonesia diatur oleh Peraturan Badan Pengawas Pasar
Sertifikat Karbon.
Sertifikat Karbon.
4. Dalam hal Badan Pengawas Pasar Sertifikat Karbon belum terbentuk maka
Perdagangannya dapat diawasi oleh Badan Pengawas Perdagangan Berjangka
Komoditi (BAPPEBTI).
17. Penjaminan (Assurance) dan
Asuransi (Insurance)
1. Kementerian LHK mengakui PDD yang telah diverifikasi sebagai penjamin
SPEKHI dalam Pasar Bursa Karbon Indonesia.
2. Dalam hal belum tersedia lembaga asuransi karbon maka RMB sebagai
kolateral karbon hutan yang diperdagangkan.
3. Setelah diverifikasi pada periode tertentu, RMB dapat diperdagangkan.
18. Perhitungan
Penurunan Emisi GRK
1. Pembeli SPEKHI/ICER Dalam Negeri diperhitungkan sebagai penurunan emisi GRK
Indonesia.
2. Pembeli SPEKHI/ICER Luar Negeri tidak diperhitungkan sebagai pemenuhan
komitmen penurunan emisi GRK dari negara pembeli.
3. Pembeli SPEKHI/ICER dari Luar Negeri tidak boleh menggunakan SPEKHI/ICER
3. Pembeli SPEKHI/ICER dari Luar Negeri tidak boleh menggunakan SPEKHI/ICER
untuk transfer Pricing.
PEMANTAU INDEPENDEN
1. Lembaga Pendidikan Tinggi, Lembaga Penelitian, organisasi masyarakat sipil dapat
menjadi Lembaga Pemantau Independen.
2. Biaya atas kegiatan dapat diperoleh dari pihak ketiga yang tidak mengikat.