TERBAIK!!! WA 0821 7001 0763 (FORTRESS) Aneka Pintu Aluminium di Banda Aceh.pptx
Hubungan kesehatan masyarakat
1. HUBUNGAN KESEHATAN MASYARAKAT DENGAN KESEHATAN
LINGKUNGAN
Perkembangan Ilmu Kesehatan
Ilmu kesehatan berkembang atas dasar adanya penyakit. Pemahaman masyarakat
terhadap konsep penyakit akan menentukan cara pengobatan terhadap penyakit tersebut.
Kebutuhan akan penyembuhan, menyebabkan orang-orang mencoba mengatasi penyakit
dengan mencari cara pengobatan beserta obat-obatannya.
Perkembangan pengetahuan dan keyakinan masyarakat terhadap konsep penyakit mengalami
perubahan dari waktu ke waktu. Semula, orang-orang beranggapan bahwa penyakit disebabkan
oleh kekuatan gaib/kekuatan supernatural, sehingga pengobatan yang dilakukan pun
disesuaikan dengan konsep tersebut. Para dukunlah yang dianggap mampu mengatasinya.
Selain itu, ada pula anggapan bahwa penyakit timbul akibat perbuatan dosa. Maka, seiring
dengan konsep tersebut, pengobatan dilakukan oleh para tokoh kepercayaan, agama, dan
sebagainya.
Berdasarkan hal tersebut di atas, dapatlah dimengerti, bahwa pengobatan seperti ini tidaklah
efektif. Hal ini disebabkan oleh beberapa alasan sebagai berikut : Pertama, karena konsep
tentang penyakit tersebut tidak seluruhnya benar ; Kedua, apabila konsepnya benar, obatnya
masih sangat primitif, begitu pula cara pengobatannya. Oleh karena itu, agar usaha pengobatan
dapat efektif, perlu diketahui penyebab penyakit dan diupayakan menghilangkan penyebabnya.
Selanjutnya, pengetahuan perkembangan ilmu kesehatan dapat kita bagi dalam beberapa fase
sebagai berikut (Slamet, 1994) :
Ilmu kedokteran
Ilmu kedokteran lahir seiring dengan perkembangan pemikiran rasional manusia untuk
mempelajari lebih dalam struktur dan fungsi tubuh manusia, baik dalam keadaan sehat maupun
dalam keadaan sakit. Atas dasar pengetahuan ini, orang dapat belajar mendapatkan gejala
fungsi badan yang abnormal, membuat alat bantu diagnostik sehingga dapat mendiagnosis
2. penyakit, serta belajar dan berusaha untuk dapat memulihkan fungsi yang tidak normal menjadi
normal kembali.
Ilmu kedokteran pencegahan
Ilmu kedokteran walaupun telah mampu menyembuhkan penyakit, ternyata masih belum dapat
mengatasi wabah-wabah yang melanda masyarakat, karena ilmu kedokteran tidak mencegah
penularan penyakit, hanya mengobati orang yang telah sakit secara individual. Artinya, ilmu
kedokteran hanya memperhatikan elemen manusia. Atas dasar kebutuhan untuk mencegah
penyakit secara massal inilah, maka lahirlah ilmu kedokteran pencegahan.
Ilmu kesehatan masyarakat
Perkembangan selanjutnya dalam upaya mencegah penyakit adalah dengan memperhatikan
seluruh elemen penentu terjadinya penyakit. Hal ini disadari karena pada dasarnya timbulnya
penyakit ditentukan oleh berbagai faktor, di antaranya faktor perilaku masyarakat itu sendiri.
Jika sebelumnya, dalam ilmu kedokteran pencegahan, faktor yang diperhatikan hanya elemen
manusia, maka dalam ilmu kesehatan masyarakat, dipadukan dengan dua elemen lainnya yang
berkaitan dengan perilaku masyarakat itu sendiri, yaitu agent penyakit dan lingkungan.
Norma serta budaya yang menentukan gaya hidup masyarakat akan menciptakan keadaan
lingkungan yang sesuai dengannya serta akan menimbulkan penyakit yang sesuai pula dengan
gaya hidup tersebut. Bagaimana sekelompok masyarakat memperlakukan air, udara, dan
sebagainya, akan mengakibatkan penyakit yang sesuai pula dengan perlakuan tersebut. Dengan
demikian, dapat disimpulkan bahwa untuk menjadi sehat, tidak cukup hanya dengan
pencegahan penyakit secara perseorangan, tetapi harus melihat dan mengelola masyarakat
sebagai satu kesatuan bersama lingkungan hidupnya. Ini artinya, kesehatan erat sekali
hubungannya dengan sumberdaya sosial ekonomi, tidak hamya tergantung dari fasilitas
kesehatan yang ada.
Atas dasar pengetahuan ini, timbullah ilmu kesehatan masyarakat. Ilmu ini jelas lebih luas
cakupannya daripada ilmu kesehatan dengan konsep-konsep pengetahuan sebelumnya.
3. Kesehatan Masyarakat
Definisi kesehatan menurut World Health Organization (WHO) adalah sebagai berikut : “health
is defined as a state of complete physical, mental, and social well being and not merely the
absence of disease or infirmity.”
Definisi yang selaras dikemukakan pula dalam Undang-undang No. 9 tahun 1960, tentang
Pokok-pokok, Bab I Pasal 2 : “yang dimaksud kesehatan adalah keadaan yang meliputi
kesehatan badan, rohani (mental), dan sosial, bukan hanya keadaan yang bebas dari penyakit,
cacat, dan kelemahan.”
Selanjutnya definisi di atas mengalami sedikit revisi sebagaimana tercantum dalam Undang-
undang Republik Indonesia No. 23 tahun 1992 tentang Kesehatan Bab I Pasal 1 sebagai berikut
: “Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang memungkinkan setiap
orang hidup produktif secara sosial ekonomis. “
Berdasarkan definisi-definisi yang dikemukakan di atas, maka pada dasarnya seseorang belum
dianggap sehat sekalipun ia tidak berpenyakit jiwa dan/atau pun raga. Orang tersebut masih
harus dinyatakan sehat secara sosial. Hal ini dianggap perlu karena penyakit yang diderita
seseorang/sekelompok masyarakat umumnya sangat ditentukan pula oleh perilaku/keadaan
sosial budayanya.
Sebaliknya, lawan dari sehat adalah sakit. Secara sederhana, pengertian sakit adalah sebagai
berikut : keadaan menyimpang dari keadaan normal, baik struktur maupun fungsi tubuh ;
keadaan di mana tubuh/organisme atau bagian dari organisme/populasi tidak dapat berfungsi
sebagaimana mestinya ; keadaan patologis.
4. Definisi Kesehatan Masyarakat
Menurut Winslow (1920), definisi kesehatan masyarakat adalah sebagai berikut :
Kesehatan masyarakat adalah ilmu dan kiat untuk : (1) mencegah penyakit, (2) memperpanjang
harapan hidup, dan (3) meningkatkan kesehatan dan efisiensi masyarakat, melalui usaha
masyarakat yang terorganisir untuk : (1) sanitasi lingkungan, (2) pengendalian penyakit
menular, (3) pendidikan hygiene perseorangan (personal hygiene), (4) mengorganisir pelayanan
medis dan perawatan agar dapat dilakukan diagnosis dini dan pengobatan pencegahan, dan (5)
membangun mekanisme sosial, sehingga setiap insan dapat menikmati standar kehidupan yang
cukup baik untuk dapat memelihara kesehatan
Dengan demikian, dari pengertian kesehatan masyarakat menurut Winslow di atas, maka dapat
disimpulkan bahwa setiap warga negara hendaknya menyadari haknya atas kehidupan yang
sehat dan panjang dengan melakukan usaha-usaha sadar, terorganisir, dan terpadu untuk
mewujudkannya. Usaha mewujudkan kesehatan yang tidak hanya bersifat individu tetapi juga
usaha kolektif.
Menurut Hendrik L.Blum (1974), terdapat empat faktor utama yang dapat mempengaruhi
derajat kesehatan masyarakat, yaitu : lingkungan, perilaku manusia, pelayanan kesehatan, dan
keturunan. Keempat faktor tersebut saling terkait dengan beberapa faktor lain, yaitu sumber
daya alam, keseimbangan ekologi, kesehatan mental, sistem budaya, dan populasi sebagai satu
kesatuan. Lingkungan mempunyai pengaruh paling besar terhadap derajat kesehatan
masyarakat (Gumilar, 2004). Gambar 1 menjelaskan hubungan antara faktor lingkungan,
perilaku manusia, pelayanan kesehatan, dan keturunan terhadap derajat kesehatan masyarakat.
5. Usaha Kesehatan Masyarakat
Menurut American Public Health Association (APHA), Emerson and Luginbuhl (EM), dan
World Health Organization (WHO), dalam upaya meningkatkan kesehatan masyarakat,
sedikitnya diperlukan enam usaha dasar yang dikenal dalam Ilmu Kesehatan Masyarakat
sebagai “The Basic Six”. Tabel 1 di bawah ini mermperlihatkan “The Basic Six”, dengan
penggunaan istilah yang sedikit berbeda tersebut dilihat dari ketiga konsep yang dikemukakan :
6. Dalam prakteknya, mengingat berbagai negara memiliki permasalahan kesehatan yang tidak
sama, maka selain konsep “The Basic Six”, diperlukan pula upaya-upaya lain yang khas sesuai
dengan karakter masing-masing negara. Di Indonesia, selain “The Basic Six”, terdapat pula
upaya-upaya lain yang diperlukan untuk dilakukan. Dalam Undang-undang RI No. 23 tahun
1992 Bab V Pasal 11, tertulis bahwa upaya kesehatan dilaksanakan melalui 15 kegiatan sebagai
berikut : (a) kesehatan keluarga, (b) perbaikan gizi, (c) pengamanan makanan dan minuman, (d)
kesehatan lingkungan, (e) kesehatan kerja, (f) kesehatan jiwa, (g) pemberantasan penyakit, (h)
penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan, (i) penyuluhan kesehatan masyarakat, (j)
pengamanan sediaan farmasi dan alat kesehatan, (k) pengamanan zat aditif, (l) kesehatan
sekolah, (m) kesehatan olahraga, (n) pengobatan tradisional, dan (o) kesehatan matra.
Sejak Pelita V, 15 kegiatan pokok kesehatan tersebut diubah menjadi 18 kegiatan, yaitu
meliputi : (a) kesejahteraan ibu dan anak, (b) keluarga berencana, (c) gizi, (d) kesehatan
lingkungan, (e) pemberantasan penyakit, (f) penyuluhan kesehatan, (g) pengobatan dan
penanggulangan kecelakaan, (h) perawatan kesehatan masyarakat, (i) usaha kesehatan sekolah,
(j) kesehatan gigi dan mulut, (k) kesehatan jiwa, (l) pemeriksaan laboratorium sederhana, (m)
pencatatan dan pelaporan, (n) kesehatan mata, (o) kesehatan olahraga, (p) kesehatan pekerja
non formal, (q) pembinaan pengobatan tradisional, serta (r) peningkatan dana sehat masyarakat.
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1457/MENKES/SK/X/2003 tentang
Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan Di Kabupaten/Kota, pelayanan kesehatan itu
meliputi : pelayanan kesehatan ibu dan anak, pelayanan kesehatan anak pra sekolah dan usia
sekolah, pelayanan Keluarga Berencana, pelayanan imunisasi, pelayanan
pengobatan/perawatan, pelayanan kesehatan jiwa, pemantauan pertumbuhan balita, pelayanan
7. gizi, pelayanan obstetrik dan neonatal emergensi dasar dan komprehensif, pelayanan gawat
darurat, penyelenggaraan penyelidikan epidemiologi dan penanggulangan Kejadian Luar Biasa
(KLB) dan
gizi buruk, pencegahan dan pemberantasan penyakit polio, pencegahan dan pemberantasan
penyakit ISPA, pencegahan dan pemberantasan penyakit HIV/AIDS, pencegahan dan
pemberantasan penyakit Demam
Berdarah Dengue (DBD), pencegahan dan pemberantasan penyakit diare, pelayanan kesehatan
lingkungan, pelayanan pengendalian vektor, pelayanan hygiene sanitasi di tempat umum,
penyuluhan perilaku sehat, penyuluhan pencegahan dan penanggulangan penyalahgunaan
Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif (NAPZA) berbasis masyarakat, pelayanan penyediaan
obat dan perbekalan kesehatan, pelayanan penggunaan obat generik, penyelenggaraan
pembiayaan untuk pelayanan kesehatan perorangan, serta penyelenggaraan pembiayaan untuk
keluarga miskin dan masyarakat rentan.
Dari rincian usaha-usaha pelayanan kesehatan tersebut di atas, maka jelas diperlukan kerja
multidisiplin di bidang kesehatan. Seluruh program di atas hendaknya dilaksanakan secara
terpadu, menyeluruh, dan berkesinambungan agar dapat memecahkan permasalahan kesehatan
yang dihadapi.
Paradigma Sehat
Paradigma sehat merupakan cara pandang, pola pikir, atau model pembangunan bersifat
holistik dalam melihat masalah kesehatan yang dipengaruhi oleh banyak faktor yang bersifat
8. lintas sektor dan upayanya lebih diarahkan pada peningkatan, pemeliharaan, dan perlindungan
kesehatan, bukan hanya penyembuhan orang sakit atau pemulihan kesehatan.
Definisi secara makro, paradigma sehat berarti pembangunan semua sektor harus
memperhatikan dampaknya di bidang kesehatan, minimal pembangunan tersebut harus
memberikan kontribusi positif bagi pengembangan perilaku dan lingkungan sehat. Sedangkan
definisi secara mikro, paradigma sehat berarti pembangunan kesehatan lebih menekankan
upaya promotif dan preventif tanpa mengesampingkan upaya kuratif dan rehabilitatif. Tabel 2
berikut menggambarkan secara ringkas mengenai konsep paradigma sehat.
Kesehatan Lingkungan
Kesehatan lingkungan merupakan ilmu yang mempelajari dinamika hubungan
interaktif antara kelompok penduduk atau masyarakat dan segala macam perubahan
komponen lingkungan hidup seperti berbagai spesies kehidupan, bahan, zat, atau
kekuatan di sekitar manusia, yang menimbulkan ancaman, atau berpotensi
mengganggu kesehatan masyarakat, serta bagaimana mencari upaya-upaya
pencegahannya (UFA, 1991).
Adapun komponen-komponen lingkungan yang memiliki potensi bahaya penyakit
adalah sebagai berikut : komponen fisik (kebisingan, radiasi, cuaca, panas, dll),
komponen kimia (pestisida dalam makanan, asap rokok, limbah pabrik, pewarna
makanan, polutan udara, dll), komponen biologi (spora, jamur, bakteri, cacing, dll),
serta komponen sosial (tetangga, atasan, pesaing, dll).
Masalah kesehatan lingkungan dipengaruhi oleh :
Pertumbuhan dan persebaran penduduk. Masalah kesehatan lingkungan cenderung
timbul karena daerah dengan kepadatan penduduk tinggi.
9. Kebijakan (policy) para pengambil keputusan. Sebagai contoh, kebijakan penggunaan
Tetra Ethyl Level (TEL) untuk campuran bahan bakar bensin mampu meningkatkan
pencemaran lingkungan.
Mentalitas dan perilaku penduduk. Sebagai contoh, perilaku membuang sampah
sembarangan.
Kemampuan alam untuk mengendalikan pencemaran
Beberapa hal tentang kesehatan lingkungan berdasarkan Pasal 22 Undang-Undang
Nomor 23 tahun 1992 antara lain :
Kesehatan lingkungan diselenggarakan untuk mewujudkan kualitas lingkungan yang
sehat
Kesehatan lingkungan dilaksanakan terhadap tempat umum, lingkungan permukiman,
lingkungan kerja, angkutan umum, dan lingkungan lainnya
Kesehatan lingkungan meliputi penyehatan air dan udara, pengamanan limbah padat,
limbah cair, limbah gas, radiasi dan kebisingan, pengendalian vektor penyakit, dan
penyehatan atau pengamanan lainnya
Setiap tempat/sarana pelayanan umum wajib memelihara dan meningkatkan
lingkungan yang sehat sesuai dengan standar dan persyaratan
Resiko Kesehatan Lingkungan
Beberapa definisi mengenai resiko kesehatan lingkungan adalah sebagai berikut
(Gumilar, 2004) :
Resiko kesehatan lingkungan merupakan resiko terhadap kesehatan manusia yang
disebabkan oleh faktor lingkungan (fisik, kimia, biologi, dan sosial)
Resiko kesehatan lingkungan merupakan suatu faktor atau proses dalam lingkungan
yang mempunyai probability tertentu untuk menyebabkan konsekuensi yang
merugikan manusia dan lingkungannya
Resiko kesehatan lingkungan mengandung unsur yang tidak pasti, probabilitas
terjadinya dapat rendah atau tinggi, dan tidak dapat dikatakan pasti akan terjadi
Ketidakpastian dalam memperkirakan adanya resiko dapat berasal dari beberapa hal,
yaitu :
Kesalahan metodologi
Pengetahuan yang terbatas tentang sifat dan kelakuan sistem yang diperkirakan
Probabilitas terjadinya yang rendah (flow probability event)
Kejadian yang tidak dapat diperkirakan
10. Resiko kesehatan lingkungan dapat dikatakan sebagai probabilitas dari beberapa
kondisi yang tidak menyenangkan
Secara terbatas, resiko kesehatan lingkungan dapat diartikan sebagai gambaran
kemungkinan bahwa seseorang yang sehat tetapi terpapar oleh beberapa faktor
resiko, maka akan dapat menderita suatu penyakit
Faktor Resiko Lingkungan
Faktor resiko lingkungan merupakan faktor resiko di dalam lingkungan yang turut
berperan dalam kesehatan masyarakat (Gumilar, 2004). Atau dengan kata lain, faktor
resiko lingkungan merupakan faktor yang berhubungan dengan kematian ataupun
resiko untuk terjadinya suatu penyakit/kelainan yang disebabkan faktor lingkungan.
Faktor resiko ini terbentuk karena adanya interaksi antara komunitas manusia dengan
lingkungan yang berimbas pada kesehatan masyarakat. Faktor resiko lingkungan
dapat dikendalikan agar kesehatan masyarakat dapat dijaga dan ditingkatkan kepada
tahap yang lebih baik, sehingga interaksi antara komunitas manusia dan lingkungan
memberikan tingkat kesehatan masyarakat yang sebaik-baiknya.
Pengendalian faktor resiko lingkungan diawali dengan mengidentifikasi faktor resiko
lingkungan yang berperan setempat, menganalisisnya, kemudian mencari jalan serta
merencanakan dan mengimplementasikan rancangan pengendalian faktor resiko
lingkungan dalam program kesehatan lingkungan.
Berikut ini beberapa hal yang termasuk faktor resiko lingkungan :
Faktor resiko lingkungan fisik : radiasi, kepadatan lalu lintas, dll
Faktor resiko lingkungan kimia : pestisida, dll
Faktor resiko lingkungan biologi : jamur, spora, dll
Faktor resiko lingkungan sosial : life style, hubungan sosial, dll
Faktor resiko lain : umur, sex, ras, etnis, pekerjaan, dll
Proses Terjadinya Penyakit
Pada dasarnya penyakit terjadi karena adanya interaksi antara berbagai elemen yang
saling mempengaruhi. Seorang dokter, John Gordon, menggambarkan terjadinya
penyakit pada masyarakat dalam sebuah model yang pada akhirnya dinamakan
sesuai dengan nama pencetusnya, yaitu Model Gordon. Menurutnya, penyakit itu
ditentukan oleh tiga faktor pengaruh, yaitu (Fox,1970) :
11. A = Agent/penyebab penyakit
Agent adalah faktor esensial yang harus ada agar penyakit dapat terjadi. Agent dapat
berupa benda hidup, tidak hidup, energi, dan lain sebagainya, yang dalam jumlah
berlebih atau kurang merupakan sebab utama dalam terjadinya penyakit. Agent hidup
atau agent yang terdiri atas benda hidup seperti metazoa, fungi, protozoa, bakteri,
rickettsia, dan virus menyebabkan penyakit yang bersifat menular. Agent tak hidup
dapat berupa zat kimia, zat fisis, kekuatan mekanis, faktor fisiologis, faktor psikologis,
dan faktor turunan.
H = Host/pejamu
Host adalah populasi atau organisme yang memiliki resiko untuk sakit. Element host
ini sangat penting dalam proses terjadinya penyakit ataupun dalam pengendaliannya,
karena ia sangat bervariasi keadaannya bila dilihat dari aspek sosial ekonomi budaya,
keturunan, lokasi geografis, dan lainnya. Host juga akan sangat menentukan kualitas
lingkungan yang ada dengan cara-cara perlakuan yang berbeda-beda sesuai dengan
taraf pengetahuan, sikap, dan budaya hidupnya.
Faktor penentu pada host dapat berupa faktor-faktor yang dibawa atau sudah ada
sejak lahir (usia, jenis kelamin, bangsa, keluarga, daya tahan natural) juga faktor-
faktor yang didapat setelah dilahirkan (status kesehatan umum, status fisiologis, status
gizi, pengalaman sakit, stress/tekanan hidup, kekebalan, perilaku host, dan perilaku
lingkungan).
L = Lingkungan
Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada di luar diri host, baik benda mati, benda
hidup, nyata atau abstrak, seperti suasana yang terbentuk akibat interaksi semua
elemen tersebut, termasuk host yang lain. Lingkungan dapat diklasifikasikan menjadi
lingkungan udara (atmosfer), lingkungan air (hidrosfer), lingkungan padat (litosfer),
lingkungan flora dan fauna (biosfer), dan lingkungan sosial (sosiosfer).
Dalam Model Gordon, A, H, dan L dianggap sebagai tiga elemen utama yang
berperan dalam interaksi yang menentukan keadaan sehat atau sakit. Ia
menggambarkan/memodelkan terjadinya penyakit sebagai batang pengungkit yang
mempunyai titik tumpu di tengah-tengahnya.
12. Keadaan ke-1 :
A memberatkan keseimbangan sehingga batang pengungkit miring ke arah A.
Pemberatan A terhadap keseimbangan diartikan sebagai agent/penyebab penyakit
mendapat kemudahan menimbulkan penyakit pada host, misalnya terjadinya mutasi
pada virus influenza.
Keadaan ke-2 :
H memberatkan keseimbangan, sehingga batang pengungkit miring ke arah H.
Keadaan seperti itu dimungkinkan apabila H menjadi lebih peka terhadap suatu
penyakit. Misalnya apabila proporsi jumlah penduduk balita bertambah besar, maka
sebagian besar populasi menjadi lebih peka terhadap penyakit anak.
Keadaan ke-3 :
Ketidakseimbangan disebabkan oleh bergesernya titik tumpu. Hal ini menggambarkan
terjadinya pergeseran kualitas lingkungan sehingga A memberatkan keseimbangan.
Keadaan seperti ini berarti bahwa pergeseran kualitas lingkungan memudahkan A
memasuki tubuh H dan menimbulkan penyakit. Contohnya, terjadinya banjir
menyebabkan air kotor yang mengandung A berkontak dengan masyarakat (H),
sehingga A lebih mudah memasuki H yang kebanjiran.
Keadaan ke-4 :
Ketidakseimbangan terjadi karena pergeseran kualitas lingkungan sedemikian rupa
sehingga H memberatkan keseimbangan atau H menjadi sangat peka terhadap A.
Contohnya, terjadinya pencemaran udara.
Model Gordon ini selain memberikan gambaran umum tentang terjadinya penyakit
pada masyarakat, dapat pula digunakan untuk melakukan analisis dan mencari solusi
terhadap permasalahan kesehatan.