Dokumen ini membahas latar belakang penggunaan pendekatan problem posing dalam pembelajaran fisika untuk meningkatkan prestasi belajar siswa. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pendekatan mana yang lebih efektif antara pendekatan problem posing berbasis aktivitas dan pendekatan konvensional. Hipotesis penelitian adalah bahwa pendekatan problem posing berbasis aktivitas akan meningkatkan prestasi belajar fisika siswa.
Artikel ptk (Penelitian tinddakan Kelas) SMA KimiaM Wahyudi Haidar
Â
MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA PADA KONSEP REAKSI REDUKSI OKSIDASI MELALUI PEMBELAJARAN KOOPERATIF MODEL TEAM GAMES TOURNAMENT (TGT) DENGAN MEDIA PEMBELAJARAN ULAR TANGGA REDOKS DI KELAS X 2 SMA NEGERI 1 TANJUNG TAHUN PELAJARAN 2011/2012
Artikel ptk (Penelitian tinddakan Kelas) SMA KimiaM Wahyudi Haidar
Â
MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA PADA KONSEP REAKSI REDUKSI OKSIDASI MELALUI PEMBELAJARAN KOOPERATIF MODEL TEAM GAMES TOURNAMENT (TGT) DENGAN MEDIA PEMBELAJARAN ULAR TANGGA REDOKS DI KELAS X 2 SMA NEGERI 1 TANJUNG TAHUN PELAJARAN 2011/2012
PLPG BK 2011: Penelitian Tindakan Bimbingan Konseling (PTBK)Richard Anderson
Â
Materi PLPG BK Rayon 38 tahun 2011 berisi tentang Penelitian Tindakan Bimbingan Konseling, disusun DR. Barus (dosen Prodi BK Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta).
Sebelum mengajar perlu sebagai tenaga pengajar mengetahui dan memahami beberapa macam mengajar agar dapat memilih gaya mengajar yang cocok digunakan untuk anak murid dan melihat situasi dan kondisi agar anak didik tidak mudah jenuh apalagi bosan dengan gaya mengajar yan monoton ( terus menerus)
PLPG BK 2011: Penelitian Tindakan Bimbingan Konseling (PTBK)Richard Anderson
Â
Materi PLPG BK Rayon 38 tahun 2011 berisi tentang Penelitian Tindakan Bimbingan Konseling, disusun DR. Barus (dosen Prodi BK Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta).
Sebelum mengajar perlu sebagai tenaga pengajar mengetahui dan memahami beberapa macam mengajar agar dapat memilih gaya mengajar yang cocok digunakan untuk anak murid dan melihat situasi dan kondisi agar anak didik tidak mudah jenuh apalagi bosan dengan gaya mengajar yan monoton ( terus menerus)
Fundamental gerakan pramuka merupakan dasar dasar apa saja yang harus dimiliki oleh seorang pramuka
Fundamental Gerakan Pramuka meliputi :
1. Definisi dari istilah Pramuka, Pendidikan Kepramukaan, Kepramukaan dan Gerakan Pramuka
2. Tujuan Gerakan Pramuka ( Karakter, Keterampilan, Kebangsaan)
3. Kurikulum Pendidikan Kepramukaan ( SKU, SKK, SPG )
4. PDK dan MK (PDK= Prinsip Dasar Kepramukaan , MK= Metode Kepramukaan )
5. Sistem Among dan Kiasan Dasar
6. Pengembangan Karakter SESOSIF
7. Ketrampilan Kepramukaan dan Teknik Kepramukaan
8. Indikator Ketercapaian Tujuan ( Happy, Healthy, Helpful, Handycraft )
9. Tujuan Akhir (Hidup Bahagia, Mati Bahagia )
Tentang Fundamental Gerakan Pramuka tersebut dapat dijabarkan sbb :
1. Definisi
a. Pramuka adalah setiap warga negara Indonesia yang secara sukarela aktif dalam pendidikan Kepramukaan serta berusaha mengamalkan Satya Pramuka dan Darma Pramuka.
b. Pendidikan Kepramukaan adalah proses pembentukan kepribadian, kecakapan hidup, dan akhlak mulia pramuka melalui penghayatan dan pengamalan nilai-nilai kepramukaan.
c. Kepramukaan adalah proses pendidikan nonformal di luar lingkungan sekolah dan diluar linkungan keluarga dalam bentuk kegiatan menarik, menyenangkan, sehat, teratur, terarah, praktis yang dilakukan di alam terbuka denga Prinsip Dasar Kepramukaan dan Metode Kepramukaan, yang sasaran akhirnya pembentukan watak, akhlak, dan budi pekerti luhur (SK Kwarnas No. 231 Tahun 2017)
d. Gerakan Pramuka adalah organisasi yang dibentuk oleh pramuka untuk menyelenggarakan pendidikan Kepramukaan
b. 8 MK (Metode Kepramukaan), meliputi:
1. Pengamalan Kode Kehormatan Pramuka;
2. Belajar sambil melakukan;
3. Kegiatan berkelompok, bekerjasama, dan berkompetisi;
4. Kegiatan yang menarik dan menantang;
5. Kegiatan di alam terbuka;
6. Kehadiran orang dewasa yang memberikan bimbingan, dorongan, dan dukungan;
7. Penghargaan berupa tanda kecakapan; dan
8. Satuan terpisah antara putra dan putri.
5. Sistem Among dan Kiasan Dasar
Dalam melaksanakan pendidikan kepramukaan digunakan Sistem Among.
Sistem Among merupakan proses pendidikan kepramukaan yang membentuk peserta didik agar berjiwa merdeka, disiplin, dan mandiri dalam hubungan timbal balik antarmanusia.
Sistem Among memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan diri dengan bimbingan orang dewasa melalui prinsip kepemimpinan sebagai berikut:
Ing ngarso sung tulodo maksudnya di depan menjadi teladan;
Ing madyo mangun karso maksudnya di tengah membangun kemauan; dan
Tutwuri handayani maksudnya di belakang memberi dorongan ke arah kemandirian yang lebih baik.
. Pengembangan Karakter SESOSIF
Di dalam SKU, SKK, dan SPG mengandung inti SESOSIF, yaitu : Spiritual, Emosional, Sosial, Intelektual, dan Fisik.
Yang kesemuanya itu ditumbuhkembangkan dalam diri seorang pramuka. Keterpaduan kelima area pengembangan diri itu akan mengantarkan sang Pramuka menjadi generasi bangsa yang unggul.
7. Ketrampilan Kepramukaan dan Teknik Kepramukaan
Teori Fungsionalisme Kulturalisasi Talcott Parsons (Dosen Pengampu : Khoirin ...nasrudienaulia
Â
Dalam teori fungsionalisme kulturalisasi Talcott Parsons, konsep struktur sosial sangat erat hubungannya dengan kulturalisasi. Struktur sosial merujuk pada pola-pola hubungan sosial yang terorganisir dalam masyarakat, termasuk hierarki, peran, dan institusi yang mengatur interaksi antara individu. Hubungan antara konsep struktur sosial dan kulturalisasi dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Pola Interaksi Sosial: Struktur sosial menentukan pola interaksi sosial antara individu dalam masyarakat. Pola-pola ini dipengaruhi oleh norma-norma budaya yang diinternalisasi oleh anggota masyarakat melalui proses sosialisasi. Dengan demikian, struktur sosial dan kulturalisasi saling memengaruhi dalam membentuk cara individu berinteraksi dan berperilaku.
2. Distribusi Kekuasaan dan Otoritas: Struktur sosial menentukan distribusi kekuasaan dan otoritas dalam masyarakat. Nilai-nilai budaya yang dianut oleh masyarakat juga memengaruhi bagaimana kekuasaan dan otoritas didistribusikan dalam struktur sosial. Kulturalisasi memainkan peran dalam melegitimasi sistem kekuasaan yang ada melalui nilai-nilai yang dianut oleh masyarakat.
3. Fungsi Sosial: Struktur sosial dan kulturalisasi saling terkait dalam menjalankan fungsi-fungsi sosial dalam masyarakat. Nilai-nilai budaya dan norma-norma yang terinternalisasi membentuk dasar bagi pelaksanaan fungsi-fungsi sosial yang diperlukan untuk menjaga keseimbangan dan stabilitas dalam masyarakat.
Dengan demikian, konsep struktur sosial dalam teori fungsionalisme kulturalisasi Parsons tidak dapat dipisahkan dari kulturalisasi karena keduanya saling berinteraksi dan saling memengaruhi dalam membentuk pola-pola hubungan sosial, distribusi kekuasaan, dan pelaksanaan fungsi-fungsi sosial dalam masyarakat.
Laporan Pembina Pramuka SD dalam format doc dapat anda jadikan sebagai rujukan dalam membuat laporan. silakan download di sini https://unduhperangkatku.com/contoh-laporan-kegiatan-pramuka-format-word/
ppt profesionalisasi pendidikan Pai 9.pdfNur afiyah
Â
Pembelajaran landasan pendidikan yang membahas tentang profesionalisasi pendidikan. Semoga dengan adanya materi ini dapat memudahkan kita untuk memahami dengan baik serta menambah pengetahuan kita tentang profesionalisasi pendidikan.
1. 1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Belajar merupakan hal yang sangat mendasar yang tidak bisa lepas dari
kehidupan semua orang. Seiring dengan perkembangan masyarakat dan kebutuhan
yang meningkat, pemerintah berupaya untuk meningkatkan dunia pendidikan. Hal
yang harus dilakukan oleh dunia pendidikan tentunya harus mempersiapkan sumber
daya manusia yang kreatif, mampu memecahkan persoalan-persoalan yang aktual
dalam kehidupan dan mampu menghasilkan teknologi baru yang merupakan
perbaikan dari sebelumnya.
Untuk dapat menciptakan teknologi baru dan agar tidak terbelakang dari
dunia ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) serta mempersiapkan sumber daya
manusia yang kreatif dalam memecahkan persoalan-persoalan aktual kehidupan,
maka peranan fisika sangat penting bahkan dapat dikatakan teknologi takkan ada
tanpa fisika. Oleh karena itu penguasaan suatu konsep fisika sangat penting dalam
mendukung hal tersebut.
Dalam belajar fisika hendaknya fakta konsep dan prinsip-prinsip fakta tidak
diterima secara prosedural tanpa pemahaman dan penalaran. Pengetahuan tidak dapat
dipindahkan begitu saja dari otak seseorang (guru) ke kepala orang lain (siswa).
Siswa sendirilah yang harus mengartikan apa yang telah diajarkan dengan
2. 2
menyesuaikan terhadap pengalaman-pengalaman mereka. Pengetahuan atau
pengertian dibentuk oleh siswa secara aktif, bukan hanya diterima secara pasif dari
guru mereka.
Penelitian pendidikan sains pada tahun-tahun terakhir telah menunjukkan
suatu pergeseran ke arah paradigma konstruktivis. Berkenaan dengan pembelajaran
konstruktivis, tugas seorang guru adalah menyediakan atau memberikan kegiatan
yang dapat merangsang keingintahuan siswa dan membantu mereka mengekspresikan
gagasan-gagasan mereka serta mengkomunikasikan ide ilmiah mereka. Jadi peranan
guru dalam pembelajaran adalah mediator dan fasilitator dalam pembentukan
pengetahuan dan pemahaman siswa (Suparno, 1997:65).
Untuk mendukung hal itu, para pakar pendidikan telah mengembangkan
berbagai sistem pembelajaran yang lebih memperhatikan aspek siswa, salah satunya
adalah pembelajaran dengan pendekatan problem posing. Problem posing (pengajuan
soal) adalah salah satu model pembelajaran yang berorientasi pada aliran
konstruktivis, berbeda dengan pembelajaran yang bersifat konvensional yang lebih
menekankan pada hapalan yang cenderung mematikan daya nalar dan kreativitas
berpikir anak (Hudojo, 1998).
Beberapa hasil penelitian telah menunjukkan manfaat dari pembelajaran
problem posing, problem posing merupakan salah satu bentuk kegiatan dalam
pembelajaran fisika yang dapat mengaktifkan siswa, mengembangkan kemampuan
berpikir siswa dalam menyelesaikan masalah serta menimbulkan sikap positif
terhadap fisika. Membiasakan siswa dalam merumuskan, menghadapi dan
menyelesaikan soal merupakan salah satu cara untuk mencapai penguasaan suatu
3. 3
konsep akan menjadi lebih baik. Hal ini sejalan dengan pendapat aliran Behaviorisme
yang menyatakan bahwa untuk mencapai pemahaman yang lebih baik dapat
dilakukan dengan cara mengulang-ulang masalah yang disampaikan (Hudojo,
1988:32).
Dikaitkan dengan pengertian fisika sebagai bagian dari IPA, model
pembelajaran dengan problem posing berbasis aktivitas ini cocok untuk diterapkan
dalam pembelajaran fisika. Hal ini karena problem posing berbasis aktivitas lebih
menekankan pada keaktifan siswa dalam belajar, siswa terlebih dahulu mengadakan
kegiatan-kegiatan di laboratorium yaitu proses mengamati, mencatat hasil
pengamatan, menganalisis dan menyimpulkan kegiatan praktikum yang telah
dirancang oleh guru. Hal itu akan lebih membuat belajar fisika menjadi
menyenangkan dan lebih berkesan, karena siswa terlibat langsung dalam proses
pembelajaran. Fisika merupakan generalisasi dari gejala alam yang tidak perlu
dihapal tetapi perlu dimengerti, dipahami dan diterapkan.
Pada tingkat SLTP dan SMU, strategi pengajuan soal selaras dengan tujuan
khusus pengajaran yaitu agar siswa dapat mempunyai pandangan luas dan
mempunyai sikap logis, kritis, cermat, kreatif dan disiplin serta menghargai kegunaan
fisika. Dalam pembelajaran, guru hendaknya memilih strategi yang melibatkan siswa
baik secara mental, fisik maupun sosial.
Jika dilihat dari kenyataan yang ada di lapangan, bahwa sistem pembelajaran
yang diterapkan di SMUN I Banjarmasin, lebih didominasi oleh pembelajaran
konvensional. Siswa cenderung pasif karena mereka hanya menerima materi dan
latihan soal dari guru, hal itu tidak cukup mendukung penguasaan terhadap konsep
4. 4
fisika menjadi lebih baik. Masih rendahnya penguasaan terhadap konsep fisika
ditandai oleh nilai prestasi fisika siswa yang masih rendah.
Dengan bertolak dari uraian di atas, maka penelitian tentang pendekatan
problem posing terhadap prestasi belajar fisika perlu diungkap melalui sebuah
penelitian yang dirancang dan diimplementasikan dalam suatu studi eksperimen
untuk dilihat efektifitasnya.
B. Rumusan Masalah
Dengan mengacu pada latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Manakah prestasi belajar fisika siswa yang lebih tinggi antara siswa yang diajar
dengan pendekatan problem posing berbasis aktivitas dibandingkan dengan siswa
yang diajar dengan pendekatan konvensional?
2. Bagaimana kemampuan siswa dalam merumuskan soal bagi kelas yang diajar
dengan pendekatan problem posing berbasis aktivitas?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan diadakannya penelitian ini
adalah sebagai berikut.
1. Untuk mengetahui manakah prestasi belajar fisika yang lebih tinggi antara siswa
yang diajar melalui pendekatan problem posing berbasis aktivitas dengan siswa
yang diajar dengan pendekatan konvensional.
2. Untuk mengetahui kemampuan siswa dalam merumuskan soal pada kelas yang
diajar dengan pendekatan problem posing berbasis aktivitas.
5. 5
D. Hipotesis Penelitian
Untuk menjawab permasalahan di atas, perlu diajukan jawaban sementara
melalui hipotesis yaitu prestasi belajar fisika bagi siswa yang diajar melalui
pendekatan problem posing berbasis aktivitas lebih tinggi dibandingkan dengan
prestasi belajar fisika siswa yang diajar melalui pendekatan konvensional.
E. Kegunaan Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi:
1. Pendidik atau calon pendidik: hasil penelitian ini dapat memberikan gambaran
tentang model pembelajaran dalam pembelajaran fisika yang tepat sehingga dapat
digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam proses belajar mengajar di sekolah
sehingga prestasi belajar siswa dapat ditingkatkan.
2. Lembaga pendidikan: guna memberikan informasi awal dan bahan referensi untuk
menambah wawasan dan pengetahuan tentang kondisi objektif di lapangan bagi
pihak-pihak tertentu yang bermaksud mengembangkan atau melakukan penelitian
serupa di tempat lain.
F. Asumsi Penelitian
Sebagai landasan dalam penelitian ini maka asumsi yang digunakan yaitu:
1. Nilai pre-test siswa menggambarkan nilai kemampuan awal siswa.
2. Kondisi fisiologis (misalnya keadaan fisik, sarana dan prasarana belajar di rumah
serta latar belakang orang tua) dan kondisi psikologis siswa (misalnya motivasi,
minat dan bakat) dianggap tidak berpengaruh dalam penelitian ini.
6. 6
3. Responden dalam mengisi tes prestasi belajar fisika tidak dalam keadaan terpaksa,
mengerjakan dengan sungguh-sungguh dan jujur, sehingga hasil tes benar-benar
mencerminkan prestasi belajar yang dicapai siswa.
G. Definisi Operasional
Untuk menghindari kesalahpahaman dalam menginterpretasikan hasil
penelitian, maka perlu adanya batasan istilah sebagai berikut.
1. Prestasi belajar fisika adalah besarnya skor tes fisika yang dicapai siswa setelah
mendapat perlakuan selama proses pembelajaran berlangsung.
2. Problem Posing adalah perumusan masalah (soal) yaitu siswa diarahkan untuk
membuat soalnya sendiri. Problem posing ini merupakan suatu pendekatan
pembelajaran yang menekankan pada kegiatan merumuskan soal yang
memungkinkan dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam menyelesaikan
soal.
3. Pendekatan konvensional adalah suatu pendekatan pembelajaran yang terpusat
pada guru yaitu guru hanya memberikan suatu informasi dan tugas kepada siswa.
4. Berbasis aktivitas yaitu tugas melaksanakan percobaan yang harus dilakukan oleh
siswa baik secara pribadi maupun kelompok.