Sebagai salah satu pertanggungjawab pembangunan manusia di Jawa Timur, dalam bentuk layanan pendidikan yang bermutu dan berkeadilan, Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur terus berupaya untuk meningkatkan kualitas pendidikan masyarakat. Untuk mempercepat pencapaian sasaran pembangunan pendidikan, Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur telah melakukan banyak terobosan yang dilaksanakan secara menyeluruh dan berkesinambungan. Salah satunya adalah Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) jenjang Sekolah Menengah Atas, Sekolah Menengah Kejuruan, dan Sekolah Luar Biasa Provinsi Jawa Timur tahun ajaran 2024/2025 yang dilaksanakan secara objektif, transparan, akuntabel, dan tanpa diskriminasi.
Pelaksanaan PPDB Jawa Timur tahun 2024 berpedoman pada Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Nomor 1 Tahun 2021 tentang Penerimaan Peserta Didik Baru, Keputusan Sekretaris Jenderal Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi nomor 47/M/2023 tentang Pedoman Pelaksanaan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 1 Tahun 2021 tentang Penerimaan Peserta Didik Baru pada Taman Kanak-Kanak, Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, Sekolah Menengah Atas, dan Sekolah Menengah Kejuruan, dan Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor 15 Tahun 2022 tentang Pedoman Pelaksanaan Penerimaan Peserta Didik Baru pada Sekolah Menengah Atas, Sekolah Menengah Kejuruan dan Sekolah Luar Biasa. Secara umum PPDB dilaksanakan secara online dan beberapa satuan pendidikan secara offline. Hal ini bertujuan untuk mempermudah peserta didik, orang tua, masyarakat untuk mendaftar dan memantau hasil PPDB.
More Related Content
Similar to Filsafat_Hukum dan Teori Hukum oleh Zen Zanibar
Sebagai salah satu pertanggungjawab pembangunan manusia di Jawa Timur, dalam bentuk layanan pendidikan yang bermutu dan berkeadilan, Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur terus berupaya untuk meningkatkan kualitas pendidikan masyarakat. Untuk mempercepat pencapaian sasaran pembangunan pendidikan, Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur telah melakukan banyak terobosan yang dilaksanakan secara menyeluruh dan berkesinambungan. Salah satunya adalah Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) jenjang Sekolah Menengah Atas, Sekolah Menengah Kejuruan, dan Sekolah Luar Biasa Provinsi Jawa Timur tahun ajaran 2024/2025 yang dilaksanakan secara objektif, transparan, akuntabel, dan tanpa diskriminasi.
Pelaksanaan PPDB Jawa Timur tahun 2024 berpedoman pada Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Nomor 1 Tahun 2021 tentang Penerimaan Peserta Didik Baru, Keputusan Sekretaris Jenderal Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi nomor 47/M/2023 tentang Pedoman Pelaksanaan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 1 Tahun 2021 tentang Penerimaan Peserta Didik Baru pada Taman Kanak-Kanak, Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, Sekolah Menengah Atas, dan Sekolah Menengah Kejuruan, dan Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor 15 Tahun 2022 tentang Pedoman Pelaksanaan Penerimaan Peserta Didik Baru pada Sekolah Menengah Atas, Sekolah Menengah Kejuruan dan Sekolah Luar Biasa. Secara umum PPDB dilaksanakan secara online dan beberapa satuan pendidikan secara offline. Hal ini bertujuan untuk mempermudah peserta didik, orang tua, masyarakat untuk mendaftar dan memantau hasil PPDB.
Konflik menurut Robbins, adalah suatu proses yang dimulai apabila satu pihak merasakan bahwa pihak lain telah mempengaruhi secara negatif atau akan segera mempengaruhi secara negatif pihak lain
Analisis kritis jurnal ini membahas peran filsafat pendidikan dalam pembentukan moralitas siswa, mengkaji hubungan antara bahasa dan filsafat dalam konteks filsafat bahasa, serta menyoroti pentingnya pendidikan karakter yang melibatkan peran aktif orang tua dan guru. Artikel ini juga menekankan kompleksitas bahasa sebagai sistem simbol yang memengaruhi persepsi kita tentang realitas, serta pentingnya analisis kritis terhadap bahasa dalam memahami konsep-konsep filosofis.
Modul P5 Berekayasa dan Berteknologi untuk Membangun NKRI.pptxSriayuAnisaToip
Modul ini kami buat dengan teknis ATM (Amati, Tiru dan Modifikasi) . Modul ini sudah diterapkan oleh sekolah kami pada pelaksanaan P5 di kelas 5 semester 1 Tahun Ajaran 2023/2024.
Apakah program Sekolah Alkitab Liburan ada di gereja Anda? Perlukah diprogramkan? Jika sudah ada, apa-apa saja yang perlu dipertimbangkan lagi? Pak Igrea Siswanto dari organisasi Life Kids Indonesia membagikannya untuk kita semua.
Informasi lebih lanjut: 0821-3313-3315 (MLC)
#SABDAYLSA #SABDAEvent #ylsa #yayasanlembagasabda #SABDAAlkitab #Alkitab #SABDAMLC #ministrylearningcenter #digital #sekolahAlkitabliburan #gereja #SAL
1. FILSAFAT & TEORI HUKUM
Zen Zanibar M.Z.
TEORI: suatu konstruksi yang disusun dari
realitas sosial
Teori hukum dipahami dari dua aspek:
1. sebagai ilmu pengetahuan; dan
2. sebagai kumpulan teori hukum yang
diperkenalkan oleh ahli/pakar
2. • Bagaimana menemukan realitas?
• Bagaimana mengkonstruksikan?
• Apakah teori suatu kebenaran?
• Apa makna suatu kebenaran?
3. • Kebenaran metafisiskebenaran yg
bersumber dari hukum alam atau agama
• Kebenaran etiskebenaran yg bersumber dari
kebudayaan sifatnya relatif
• Kebenaran logiskebenaran yg berasal dari
hasil olah pikir manusia (rasional)
• Kebenaran empiris kebenaran yang berasal
dari realita
4. FUNGSI FILSAFAT HUKUM
• Merefleksi semua masalah fundamental yang
berkaitan dengan hukum.
• Masalah pokok dalam filsafat hukum adalah
hubungan hukum dengan etika.
• Hukum dan etika keduanya merumuskan
kriteria untuk penilaian prilaku manusia dengan
sudut pandangan masing-masing.
• Hukum adalah satu momen dari etika.
5. • Etika normatif: keseluruhan kriteria yang
berdasarkannya orang dan tindakannya dinilai
sebagai baik-buruk.
• Etos: penampilan aktual dari etika normatif
sebagaimana dalam masyarakat konkret pada
suatu waktu tertentu berlaku.
6. Filsafat hukum bergelut dengan 3 hal:
• Mempertanyakan landasan dari kekuatan
mengikat dari hukum. Mengapa hukum
mengikat?
• Kriteria untuk menilai kebenaran dari
hukum
• Bagaimana menilai kebenaran dr
pandangan filsafat hukum
• Nilaiasas1. norma; 2. etika
7. TEORI HUKUM
Teori hukum berada pada tataran yg lebih
tinggi ketimbang ilmu hukum.
Teori hukum mewujudkan peralihan ke filsafat
hukum [ilmu hukumteori hukumfilsafat
hukum]
8. FUNGSI TEORI HUKUM
Menganalisis dan menerangkan pengertian
hukum [hukum subyektif, hukum obyektif,
hubungan hukum, asas hukum, milik, hukuman,
itikad baik dll];
Bergelut dengan hubungan antara hukum
dengan logika. Apakah berpikir yuridis atau
penalaran yuidis adalah sesuatu yang
berbeda dari berpikir atau penalaran biasa?
Bergelut dengan metodelogi
9. • Teori hukum berada di antara filsafat dan
teori politik.
• Teori hukum dalam kajiannya tidak dapat
melepaskan diri dari filsafat dan politik.
• Filsafat hukum mempersoalkan hakekat
hukum, dasar kekuatan mengikat hukum
dan tujuan hukum.
• Filsafat hukum mendekati hukum sebagai
fenomena universal.
• Ilmu hukum mengamati gejala-gejala
hukum.
10. SISTEM HUKUM (Legal system)
Bruggink:
• Sistem hukum hanya merupakan
upaya rasionalisasi (melalui proses
sistematisasi logis) untuk
memperoleh suatu gambaran yg
menyeluruh yg tersusun dalam
suatu ikhtisar berkenaan dengan
hukum positif.
11. • Sistem hukum tidak selalu
menunjukkan hirarkis dari asas s.d.
kaidah khusus. Karena sistem
demikian merupakan sistem tertutup.
Membentuk sistem total dan yang
secara logis bersifat tertutup mustahil
• Sistem hukum bersifat terbuka. Sistem
hukum yang terbuka yang
memungkinkannya mengikuti
perkembangan dalam masyarakat.
12. • Perekat sistem hukum:
• Hans Kelsen Grundnorm berfungsi sebagai
perekat sistem hukum . Grundnorm
membentuk penilaian etis terhadap sistem
hukum.
• Dias: perekat sistem adalah keabsahannya
karena pembentukan kaidah berbasis sama.
• Fuller sistem hukum mengandung
moralitas tertentu (principles of legality):
mengandung peraturan hukum yang
konstan, diumumkan, tidak berlaku surut
(asas retroactive), mudah difahami,
konsisten, tidak mudah diubah dan
ditegakkan.
13. • Sistematisasi sistem hukum positip
tergantung pada kepentingan masyarakat
dan tujuan politik yg berkembang.
• Sistem hukum merupakan suatu
keseluruhan yg terbatas, yg memperlihatkan
aturan-aturan hukum dan putusan hakim yg
berlaku dalam masyarakat tertentu.
• Sistem hukum terbentuk oleh asas-asas
hukum.
14. Unsur sistem hukum:
Satjipto Rahardjo: struktur hukum, kategori,
dan konsep hukum.
Kees Schuit: 1. unsur idiel (terbentuk oleh
sistem makna hukum, yaitu aturan, kaidah-
kaidah dan asas-asas); 2. unsur operasional
(keseluruhan organisasi dan lembaga2 yg
didirikan dalam suatu sistem hukum, termasuk
para pengemban jabatan yg menjalankan
lembaga tersebut); 3. unsur aktual
(keseluruhan putusan-putusan dan perbuatan
konkrit yg berkaitan dgn sistem makna hukum,
baik yg berasal dari pengemban jabatan
maupun yg berasal dari warga.
15. Friedmann: Substansi hukum, struktur
hukum, dan budaya hukum
Substansi hukum mencakup seluruh
aturan yang berlaku
Struktur hukum mencakup semua
perangkat organisasi dan fasilitas
penegakan hukum
Budaya hukum mencakup budaya
masyarakat yang mempengaruhi prilaku
ketaatan/kepatuhan dan penegakan
16. TEORI HUKUM BERBICARA TENTANG
Sebagai contoh:
Teori keberlakuan hukum
Teori Hukum Posistif (legal positivism);
The pure theory (Hans Kelsen);
Pendekatan-pendekatan hukum (legal
aproaches): sejarah, antropologi, ekonomi,
sosiologi, realisme hukum modern dan
hukum alam;
Teori pertanggungjawaban hukum
Interpretasi
Dll
17. • Teori Keberlakuan hukum:
Keberlakuan sosial atau faktual (dipatuhi dan
diterapkan)
Keberlakuan yuridis (dibentuk menurut
prosedur dan oleh badan berwenang dan
secara substansial tidak bertentangan dengan
dengan kaidah hukum lainnya terutama yg
lebih tinggi)
Keberlakuan moral isi dari hukum secara etis
atas dasar yang logis dapat dibenarkan.
18. • ILMU HUKUM
• Mempelajari gejala-gejala kemasyarakatan
yang mengandung aspek hukum.
• Ada 2 aspek ilmu hukum:
Ilmu hukum normatif/ilmu hukum
dogmatis/ilmu hukum praktis: memaparkan,
menganalisis, mensistimatisasi dan
menginterpretasi hukum positif yg berlaku.
Tujuannya agar penerapan dan pelaksanaan
hukum di dalam praktek dilaksanakan secara
lebih bertanggung jawab;
19. • Ilmu hukum empiris: mempelajari hukum
sebagaimana tampak dalam sikap dan prilaku
warga masyarakat yg dapat diamati secara
empiris. Mengapa banyak kasus tidak
dilaporkan ke penegak hukum, mengapa
banyak kasus pidana diselesaikan secara
kekeluargaan?
20. Teori Hukum Positif
Positivisme hukum mengatakan, hukum
adalah perintah yang mengalir dari
sumber tertentu.
Pembuat perintah mengharapkan pihak
yang diperintah berbuat sesuatu atau
menahan diri.
Apabila perintah diabaikan, maka pemberi
perintah akan menjatuhkan sanksi.
21. Positivisme hukum mengatakan:
• Hukum dibuat oleh negara.
• Sumber hukum adalah kemauan yang
berdaulat (The source of a law is the will
of the sovereign).
• Negara adalah pembentuk hukum,
sebagai kekuatan dan kekuasaan moral di
belakang hukum, sebagai ‘tuhan’ dunia
hukum (the god of the world of law).
• John Austin “…the State as the creator of
law, as the power and moral authority
behind the law, as the god of the world of
law”
22. • Positivis pd dasarnya mengimplikasikan wwsan
skeptis setidaknya dg merujuk pada filsafat (Apk ini
disebbkn olh krn positivstis dalam berfilsaft tdk
memiliki makna dan tdk juga nilai?)
• Mnrt positivis yg mnjd soal adlah analisis yg sistemtis
dan andal secara empiris ats materi hukum positif
sbgmn yg disajikan dlm per perUU dan praktek
pemerintahan.
• Karena bgt sulit menata materinya. Bg positivis pndktn
scr formal murni bdsrkn penilaian kritis ats batas2
pemhaman manusia, atau kembali ke akal sehat atau
nurani, communis opinio doctorandum dlm konsepsi2
serupa.
• Kebenaran dlm arti obyektif, keadilan memerlukan
kesesuaian dgn kebenaran.
• Kebenaran dalam arti subyektif menutut kesesuaian
dgn apa yg dianggap benar.
23. Menurut positivisme, hukum positif
memiliki empat unsur:
perintah yang mengalir dari sumber tertentu;
sanksi, yaitu sesuatu yang buruk yang
mungkin melekat pada perintah;
kewajiban, yaitu keharusan yang diciptakan
oleh pembuat perintah;
kedaulatan dari pembentuk perintah.
24. • Bagi positivisme hukum, satu-satunya
hukum yang diterima sebagai hukum
adalah tata hukum.
• Hukum hanya berlaku karena bentuk
positifnya ditetapkan oleh instansi
yang berwenang.
• Hukum hanya ada hubungan dengan
bentuk formalnya.
25. • Salah seorang panganut
positivisme, Rudolf von Jhering,
mengatakan bahwa hukum
adalah alat untuk mencapai
tujuan.
• Artinya hukum tergantung dari
paksaan, dan hak untuk
memaksa adalah monopoli
mutlak negara.
26. Tesis-tesis pokok positivisme:
• hanya ilmu yang dapat memberikan pengetahuan
yang sah;
• hanya fakta yang dapat menjadi obyek pengetahuan;
metode filsafat tidak berbeda dengan metode ilmu;
• tugas filsafat adalah menemukan asas umum yang
berlaku bagi semua ilmu dan menggunakannya
sebagai pedoman bagi prilaku manusia dan menjadi
landasan bagi organsasi sosial;
• semua interpretasi tentang dunia harus didasarkan
semat-mata atas pengalaman (empiris-vefikatif);
bertitik tolak pada ilmu-ilmu alam;
• berusaha memperoleh suatu pandangan tunggal
tentang dunia fenomena, baik dunia fisik maupun
dunia manusia, melalui aplikasi metode-metode dan
perluasan jangkauan hasil-hasil ilmu alam.
27. TEORI PERTANGGUNGJAWABAN
• Hukuman bg pelaku kriminal diperlukan?
• Diprlukan sbg fasilitas negara utk menjga
kpentingan umum
• Pantaskan pelaku kejahatan dimintai
tnggungjawab hukum?
• Syaratnya: terbukti bersalahapakah hukumn
yg dijatuhkan tepat?
• Morawetz”diperlukn analisis utk mntkan
ketepatan hukuman yg dijatuhkan, krn itu perlu
diprhtkn kaitan pikrn, perasaan dan tndkn utk
mprtimbngkan kesalahan dan hukumannya.
28. • Tanggngjawab hukum hanya relevan ktka plaku
memiliki kmpuan utk mlkukn atau tdk
melakukan apa yg diharskn olh hukum
• 2 kriteria utk mmnta tanggung jawb hukum
(Morawetz 1980): 1. mens rea dan atau guilty
mind; dan 2. actus reus atau guilty act mens
rea = plku pantas dihukum karena dia
mengetahui hal yg dikukannya dan mengerti ttg
apa yg dilakukannya; actus reus terbukti
melakukan perbuatan yg dituduhkan
kepadanya sbg bukti bhw dia memiliki
kemampuan melakukan perbuatan yg
dipersalahkan kepadanya.
29. • Hukum menurut Jhering (penganut
positivisme hukum):
• Adalah aturan hidup bersama, yang dianggap
sesuai dengan kepentingan negara.
• Hukum, adalah pernyataan egoisme nasional.
• Hukum dikembangkan secara sistematis dan
rasional, sesuai dengan kebutuhan hidup
bernegara.
30. • Positivisme aliran yang berasal dari pemikiran
Auguste Comte.
• Comte sebgai sosiolog ingin menerapkan
metode ilmu alam (Naturwissenscahft) yang
sifat utamanya experimental-empiris
(experimenteel empirisch), sehingga ilmu
hukumpun, menurut Comte, dalam
pengkajiannya melakukan penelitian empiris
atau hasil pengamatan pancaindra.
• Bagi Comte hanya hasil pengamatan
pancaindra yang berharga sebagai bahan ilmu
pengetahuan. Mengapa Comte berpendapat
demikian?
31. •Teori terkenal yang dikembangkan
Comte:
•“de drie stadien leer” atau tiga tingkat
(stadium) perkembangan pikiran
manusia (de drie phasen van
ontwikkeling van het menselijk denken).
32. • Tiga perkembangan pikiran manusia:
Theologisch phase: manusia belum belajar
berpikir sendiri, semua kejadian disandarkan kepada
kemauan Tuhan yg tercermin dalam kitab-kitab suci;
Metaphysische phase: manusia mulai berpikir
sendiri, membuat pengertian dan penjelasan sendiri,
abstrak, spekulatif (trancendent) yg belum diuji
dengan kenyataan atau belum didasarkan
pengalaman atau observasi dg pancaindra;
Positieve Phase: manusia lebih mengedepankan
kenyataan. Kenyataan adalah hasil observasi
pancaindra. Aksioma, dalil, hukum, proposisi dan
segala bentuk statement dianggap benar jika sudah
teruji secara empiris.
33. • Uraian di atas menunjukkan bagaimana asal
muasal positivisme hukum.
• Hukum memang sangat dikaitkan dengan
hukum tertulis dan dibentuk oleh penguasa
(hukum sebagai perintah atau larangan) dan
ditopang oleh sanksi agar setiap orang
mematuhinya (memaksa atau dwang).
• Paul Scholten mengatakan “hukum itu suatu
petunjuk tentang apa yang layak dikerjakan dan
apa yang tidak, hukum itu bersifat suatu
perintah”
34. • Penganut positivisme berpencar menjadi
positivisme analitis dan pragmatisme.
• Positivisme analitis dan positivisme pragmatis
berhubungan dengan empirisme dengan atau
melalui cara berbeda.
• Manifestasi positivisme analitis yang diletakkan
secara ilmiah oleh John Austin (1790-1859) dan
pengikutnya, yang kemudian dimodifikasi oleh
Kelsen dan Mazhab Wina.
35. • Positivisme analitis mencurahkan perhatiannya
pada susunan sistem hukum yang “positif”.
• Susunan sistem hukum positif: susunan hukum
yang rinci dalam negara moderen
• Sistem hukum yg bersumber pada “perintah
yang berdaulat” (Austin) ke dalam stufentheori
(Kelsen) yaitu norma-norma yang secara
hirarkis diambil atau bersumber dari Grundnorm
yang hipotetis.
36. • Konsep hukum sebagai perintah yang berdaulat
versi Austin diadopsi oleh Kelsen dalam
susunan hirakis sistem hukum yang berpuncak
pada grundnorm.
• Positivisme pragmatis atau positivisme versi
yang berkembang di Amerika Serikat menolak
abstraksi dan hal-hal yang tidak memadai, cara
penyelesaian verbal, alasan-alasan a priori
yang tidak baik, prinsip-prinsip yang ditentukan,
sistem-sistem yang tertutup, hal-hal yang
dianggap mutlak dan asli.
37. • Sebaliknya pragmatisme terfokus pada hasil-
hasil dan akibat-akibat, tidak seperti
dipahamkan oleh positivisme analitis yg lebih
mengutamakan logika.
• Hukum adalah proses eksperimental di
mana faktor logika hanya salah satu dari faktor-
faktor yg utama untuk menarik kesimpulan
tertentu.
• Ketentuan-ketentuan hukum bekerja tidak
sebagaimana adanya di atas kertas tetapi
memanfaatkan ilmu-ilmu pengetahuan
observatif empiris.
38. • Pragmatisme adalah gerakan realis yg
menggunakan metode pendekatan
modern untuk mengetahui apa
hukum itu, bukan bagaimana hukum
yg seharusnya itu.
• Hukum, bagi pragmatisme, adalah
hasil dari kekuatan dan alat kontrol
sosial.
39. Hans Kelsen salah seorang pakar yg
menganut positivisme analitis
mengatakan bahwa:
• Hukum adalah ekspresi dari
keharusan.
• Hukum adalah keharusan atau
seharusnya demikian sebagaimana
tercermin dalam rumusan formal
dalam suatu UU.
40. • Bagi Kelsen: satu-satunya hukum adalah
hukum positif; hukum lain tidak ada, orang-
orang yg hidup bersama membentuk hukum
guna mengatur hidup bersama itu.
• Keharusan dari pada hukum mungkin saja
bersumber dari keharusan yg lainnya. Hak dan
kewajiban hanya ada kalau ditentukan oleh
hukum positif.
• Kaedah hukum mewajibkan karena segi
formalnya.
41. Pandangan lain (Sutandyo):
• Hukum secara epistimologi sebagai produk
positivisme yang bertolak dari keputusan politik
rezim-rezim yang tengah berkuasa dan
berhegemoni (antara legislatif, eksekutif dan
bahkan judisial).
• Ilmu hukum sebagai ajaran murni yang
doktrinal (didoktrin, berdasarkan doktrin) untuk
kebutuhan peradilan kalangan profesional
(hakim, jaksa dan advokat).
42. • Hukum adalah norma-norma positif as it is
written in the book atau nomos-nomos atau
behavioral regularities as it is observed as
social realities.
Sutandyo:
Pemikiran hukum dikontrol oleh academics
jurists yang tidak bergeser dari ajaran
jurisprudence positivism.
43. • Bagi jurusprudence positivism ilmu hukum
sebagi ajaran yang murni tentang
penyelenggaraan hukum.
• Hukum adalah lege atau constitutum sebagai
produk positivisasi. Positivisasi adalah proses
objektivisasi sejumlah norma metayuridis (asas)
menjadi sejumlah norma yang positif. Dengan
kata lain norma positif dibangun berdasarkan
logika normologi dan tidak berlogika nomologis
yang induktif.(logika nomologis yang induktif=
menemukan sejumlah norma yang eksis
sebagai fenomena empiris yang siginifikan
dalam kehidupan sosial dan kultural.)
44. • Hukum positif hakikatnya adalah fenomena
normatif.
Hubungan kausal antara fakta (fakta hukum)
dan akibat (akibat hukum) menurut positivisme
adalah hasil normative judgments, bukan hasil
observasi yg mendayagunakan motode sains
guna menjamin obyektivitas dan reabilitas
(Gordon, 1991 dalam Sutandyo)
45. • Positivisme lahir didorong oleh perkembangan ilmu-
ilmu alam sejak tahun 1600. Filsafat ini menemukan
bentuknya yang jelas dalam karya August Comte
“Cours de Philosophie Positive” (1830-1842). Tesis-
tesis pokok positivisme: hanya ilmu yang dapat
memberikan pengetahuan yang sah; hanya fakta yang
dapat menjadi obyek pengetahuan; metode filsafat
tidak berbeda dengan metode ilmu; tugas filsafat
adalah menemukan asas umum yang berlaku bagi
semua ilmu dan menggunakannya sebagai pedoman
bagi prilaku manusia dan menjadi landasan bagi
organsasi sosial; semua iinterpretasi tentang dunia
harus didasarkan semat-mata atas pengalaman
(empiris-vefikatif); bertitik tolak pada ilmu-ilmu alam;
berusaha memperoleh suatu pandangan tunggal
tentang dunia fenomena, baik dunia fisik maupun
dunia manusia, melalui aplikasi metode-metode dan
perluasan jangkauan hasil-hasil ilmu alam.
46. • Kritik muncul justru mempertanyakan
pengertian ‘fenomena positif’ yg difahamkan
kalangan penganut positivisme sendiri pada
tahun 1920 (Kelompok Wina yg menakam diri
The Vienna Circle). Hasil kerja kelompok inilah
yg kemudian turut berpengaruh thd
pendekatan paradigma positivisme.
47. • Kelompok Wina yg kemudian menyatakan
bahwa metode ilmu-ilmu alam kodrat satu-
satunya sumber/prosedur yg rasional
(pengukuran dan manipulasi statistika utk
memperoleh pengetahuan universal, sehingga
harus digunakan dalam penelitian termasuk
penelitian sosial) agar pada dasarnya
ditentukan oleh bukti empiris, terukur dan
obyektif. Dengan begitu subyektifitas terkontrol
sekaligus adanya komitmen pada nilai-nlai
kenetralan asasi (Hammersley dalam
Sutandyo). Kebenaran keilmuan tidak boleh
melibatkan emosi dan keberpihakan.
48. • Positivisme yg dibangun Kelompok Wina
menamakan diri The Logical Positivism, yaitu
gerakan intlektual yg progresif untuk
membebaskan dunia keilmuan dari ideologi
rezim pemerintahan otokratis yg selenajutnya
memfungsikan ilmu pengetahuan sbg sumber
kebenaran (the original source of empirical truth)
yg dikelola oleh akademisi buka oleh pembenar
(the normative source of legal justification) yg
dikelola oleh sarjana tukang.
49. 2. Teori hukum murni
Hans Kelsen (1881-1973)- baca Dias
“Jurisprudence’ 5th edt.
A theory of law menurut Kelsen “…must be
free from etics, politics, sociology, history etc; it
must, in other words, be ‘pure’ (rein).
Kelsen tidak menolak nilai-nilai yang mencakupi
kehidupan manusia dimana hukum dibuat dan
diberlakukan. Bagi Kelsen hukum harus dijaga
dari pengaruh berbagai faktor yang dapat
merusak hukum itu sendiri.
50. • ‘…laws being ‘ought proposistions, knowledge
of law means a knowledge of ‘ought’, ie ‘norms’
and norm is a proposition in hypothetical form’.
‘…a dynamic system is one in which fresh
norms are constantly being created on the
authority of an original, or basic, norm, a
Grundnorm; a static system is one which is at
rest in the the basic norm determines the
content of those derived from it in addition to
imparting vaklidity to them.’
51. • Legal norms are expressions of ‘ought’
‘…the distinction between legal and
other ‘ought’ in that the former are
backed by the force of the state, the
preoccupation of law being with the
prospect of disobedience rather than
obidience.’
‘Law is the primary norm, which
stipulates the sanction’.
52. • Kelsen menolak hukum sebagai perintah
(command), seperti dikatakan Austin, karena
perintah adalah elemen psikologi yang ditolak
Kelsen dalam teori hukum murninya.
Sanksi menurut Kelsen adalah konsekuensi
bekerjanya rules of law bukan karena adanya
paksaan sebagai ciri validitas norma, seperti
dimaksud Austin. Ketaatan kepada aturan
berarti kesediaan menerima sanksi jika aturan
diingkari.
53. • Hukum secara epistimologi sebagai
produk positivisme yg bertolak dari
keputusan politik rezim-rezim yang
tengah berkuasa dan berhegemoni
(antara legislatif, eksekutif dan bahkan
judisial). Ilmu hukum sebagai ajaran murni
yg doktrinal (didoktrinkan atau
berdasarkan doktrin) untuk kebutuhan
peradilan kalangan profesional (hakim,
jaksa dan advokat).
54. 3. Teori Pendekatan Hukum
Pendekatan dalam studi SOSIOLOGI HUKUM
Milovanovic:
Sosiologi hukum bukanlah disiplin hukum tetapi
merupakan pendekatan dalam mempelajari
hukum
Pendekatan hukum versi sosiologi hukum
dilakukan dua pendekatan utama:
Jurisprudence (legal science atau legal
dogmatics): berkembang sejak tahun 1800s,
pendekatan hukum sebagai sistem aturan
tertulis yang ditetapkan oleh negara.
55. • Hukum dilihat sebagai aturan hidup
bersama yang dinilai sesuai dengan
kepentingan negara. Hukum adalah
sejumlah norma yang secara imperatif
berhubungan dengan kelakuan manusia
dan sah karena diterima oleh mereka
yang hidup ditempat dalam wilayah
hukum yang sama (Bierling).
56. • Penganut analitycal jurisprudence (John Austin)
menganggap bahwa hukum merupakan suatu
sistem yg logis, tetap dan bersifat tertutup. Oleh
karena itu hukum positif memiliki 4 ciri:
perintah yg berkuasa, sanksi, kewajiban dan
kedaulatan.
• Menurut sudut pandang jurispudence negara
adalah institusi yg terpenting, terkuat dan
memaksa, karena itu hukum merupakan suatu
sistem yg mencerminkan adanya hiraki antara
hukum yg lebih tinggi karena kedudukannya
sbg sumber dari hukum yg lebih rendah dan
tidak boleh bertentangan dgn hukum yg lebih
tinggi dari mana ia bersumber.
57. Sosciology of Law: berkembang sejak 1840-
an adalah cabang studi sosiologi yg
memfokuskan pada ikhwal hukum sbgmn
terwujud dari pengalaman dalam kehidupan
masyarakat sehari-hari.
Hukum sebagai refleksi prilaku masyarakat
dalam memelihara ikatan-ikatan di antara para
anggotanya (Roberto Unger).
Hukum sebagai kaidah bersanksi (Durkheim).
Kaidah hukum dalam masyarakat muncul
dalam dua bentuk: kaidah hukum represive
(sanksinya mendatangkan kesengsaraan/
penderitaan) dan kaidah hukum restitutive
(pemulihan kepada kondisi semula).
58. • Max Weber mengatakan sistem hukum
sebagai suatu sistem pengelolalan baik
tradisional,kharismatik maupun legal rational.
Hukum sebagai susunan prosedur yang teratur
dan mempunyai standar normatif, berlaku
dalam suatu kelompok sosial tertentu, mengikat
orang-orang yang ada di dalamnya, bersifat
pasti dan dapat memberi sanksi kepada
pelanggarnya. Hukum cenderung regulatoris
dan sekaligus represif dan emansipatoris.
59. • Black mengatakan, hukum sebagai socio legal studies,
sbg fenomena empiris yg dijadikan obyek kajian yg
dapat diukur sebagai variabel yg dikuantifikasikan;
Hukum yg diidentikan dgn aturan tertulis abstrak berat
sebelah dan terbatas sifatnya. Buktinya kata Eugen
Erlich, UU yg dikodifikasikan sejak tahun 1811
ternyata dianggap aneh oleh penduduk, sementara
penguasa tidak menghiraukan perasaan masyarakat.
Menurut Erlich, petani-petani Austria prilakunya
ternyata tidak seperti UU tetapi menghayati petunjuk-
petunjuk lain di luar UU. Prilaku tersebut adalah
hukum yg sesungguhnya hidup dalam masyarakat
petani Austria (living law).
60. • Living law adalah hukum yg mendominasi
kehidupan masyarakat sekalipun tidak
dicantumkan dalam proposisi yuridis (Ihromi,
2000: 102-103).
• Hukum yg hidup bukanlah bagian dari naskah
yang diterapkan pengadilan (diakui sebagai
ketentuan yg mengikat ketika dijatuhkan
putusan) tetapi hanyalah bagian yg dalam
kehidupan nyata-nyata ditaati oleh pihak-pihak
yg bersengketa (Ihromi, Ibid).
61. Selain pendekatan utama juga ada pendekatan
lainnya:
• Sociological Jurisprudence: berkembang sejak
1900-an hukum sbg fenomena sosial atau eksistensi
hukum dalam masyarakat dalam berlaku, manfaat dan
dampaknya.
Bagi Roscoe Pound ada perbedaan yg amat tegas
antara hukum dalam kitab (law in books) dgn hukum
dalam bekerjanya (law in action).
Hukum adalah proses bukan kondisi. Hukum
berkorelasi dengan fakta sosial di mana hukum itu
diciptakan dan difungsikan bagi masyarakat ybs.
Efektivitas hukum sangat penting sbg tolok ukur
bagaimana hukum bekerja dalam masyarakat.
62. • Legal Realism/Realism Jurisprudence:
berkembang sejak 1920-an di Amerika
dan Skandinavia.
• Aliran yg berkembang di Amerika lazim
dikenal dgn cirinya pragmatis.
Pragmatisme/positivisme versi yg
berkembang di AS menolak abstraksi dan
hal2 yg tidak memadai, cara penyelesaian
verbal, alasan2 a priori yg tidak baik,
prinsip2 yg ditentukan, sistem2 yg tertutup,
hal2 yg dianggap mutlak dan asli.
63. • Pragmatisme melihat ke arah hasil-hasil dan
akibat-akibat.Hukum, bagi pragmatisme,
adalah proses eksperimental di mana faktor
logika hanya salah satu dari faktor-faktor yg
utama untuk menarik kesimpulan tertentu.
Ketentuan2 hukum bekerja tidak sbgmn adanya
di atas kertas tetapi memanfaatkan ilmu-ilmu
pengetahuan yg memulai pengamatan thd
prilaku manusia dalam masyarakat (ekonomi,
kriminologi, sosiologi umum, dan psikologi).
64. • Pragmatisme adalah gerakan realis yang
menggunakan metode pendekatan modern
untuk mengetahui apa hukum itu, bukan apa
hukum yg seharusnya itu. Hukum, bagi
pragmatisme, adalah hasil dari kekuatan dan
alat kontrol sosial.
• Hukum bagi pragmatisme adalah generalisasi
dari prilaku hakim, karena hakimlah yang
menjalankan dan membuat hukum.
65. • Hukum tidak bisa diidentikkan dengan aturan
hukum yg permanen/konstan.
• Aliran yg berkembang di Skandinavia
mendasarkan kpd manifestasi positivisme
analitis yg memfokuskan perhatiannya pada
susunan sistem hukum yg “positif”.
• Susunan sistem hukum positif secara rinci sbg
susunan hukum dalam negara moderen yaitu
dari “perintah yg berdaulat” (Austin) ke dalam
stufentheori (Kelsen) yaitu norma2 yg secara
hirarkis diambil atau bersumber dari Grundnorm
yg hipotetis.
66. • Critical Legal Study Movement: gerakan yg
berkembang sejak 1970-an yg berpendapat
bahwa di belakang hukum selalu ada
kepentingan politik tertentu, shg tidak ada
pilihan lain kecuali semua produk hukum harus
dikritisi, misalnya latar belakang mengapa
suatu produk ukum dibuat, untuk siapa suatu
produk hukum, siapa yg mengkreasikannya dan
kelompok mana yg paling berkepentingan.
67. • Ambiguitas suatu produk hukum kerapkali
tampil secara mencolok, dan tidak jarang pula
secara sengaja disamarkan. Kalau dari segi
konsep sudah mengandung ambiguitas, maka
penerapannyapun memunculkan perlakuan
pilih kasih.
• Hukum menjadi sarana pengabsahan dan
dominasi elit kekuasaan. Dikesankan kpd
masyarakat bahwa yg berkuasa adalah hukum,
padahal hukum yg diberlakukan adalah buatan
penguasa sendiri. Karena itu pendekatan CLS
disebut pendekatan strukturalis karena melihat
masyarakat sbg susunan yg terdiri atas lapisan
atau klas.
68. • Feminist jurisprudence: berkembang sejak
1980-an hukum nyatanya membatasi realisasi
dari nilai-nilai sosial, hukum lebih
mencerminkan keberpihakan kepada laki
(phallocentris).
69. • Legal Semiotic: berkembang sejak 1980-an
hukum dilihat sebagai tanda-tanda yang
mengandung pesan, sehingga hukum dianggap
sebagai sistem tanda seperti juga insttitusi
sosial lainnya seperti sistem bahasan, sistem
ekonomi, sistem politik, sistem keluarga dan
lain-lain.
70. • Socio-legal studies: disiplin dengan pokok
kajian pada isu-isu bagaimana sebaiknya
membuat hukum agar hukum bekerja lebih
efektif untu mencapai tujuan-tujuan spesifik
dengan cara mengidentifikasi rule of law.
• Dalam konteks sosial menekankan pada
pendekatan empiris terhadap masalah yang
muncul ketika sistem hukum bekerja dalam
masyarakat.
• Hukum lebih dipandang sebagai law in action
ketimbang law in books.
71. • Pendekatan Antropologis
Hukum diidentifikasi dari gejala-gejala dalam
masyarakat yang beraneka ragam dengan
fungsi-fungsi yang secara hakiki
menjalankan/merupakan fungsi hukum (ada
lembaga yg berfungsi sebagai pengendali
sosial, ada lembaga yg menciptakan solusi dsb).
72. • Dalam masyarakat sederhana terdapat
kedamaian dan konflik-konflik dapat
diselesaikan oleh mesyarakat sendiri tanpa
kekuasaan formal yg dibentuk oleh penguasa
negara, maka dalam masyarakat tersebut
secara antropologis terdapat hukum.
• Penekunan hukum dari aspek antropologis
adalah gambaran yg lebih mendalam
mengenai cara bekerjanya hukum sebagai
pengendali sosial dan bagaimana hal itu
berkaitan dengan nilai-nilai budaya (Ihromi,
2000:25)
73. • Mereka yang menekuni hukum dari aspek
antropologis yaitu lebih kepada segi intelektual
dan filosofis. Hukum tidak diamati dalam
hubungan dengan segi praktis (penerapan
hukum)-(Bohannan dalam Ihromi, 2000;25);
74. • Beda pendekatan sosiologis dengan antropologis:
Sosiologi mempelajari tentang:
Struktur sosial dan proses-proses sosial, termasuk
perubahan-perubahan sosial.
Struktur sosial = keseluruhan jalinan antara unsur-
unsur sosial yang pokok (kaidah-kaidah sosial,
lembaga-lembaga sosial, kelompok-kelompok serta
lapisan-lapisan sosial);
Proses sosial = pengaruh timbal balik antara
pelbagai segi kehidupan bersama (politik-ekonomi,
hukum – agama dsb) interaksi sosial sebagai
proses sosial: dapat dikategorikan menjadi:
komunikasi, konflik, konpetisi, akomodasi, asimilasi,
dan kooporasi.
75. • Obyek sosiologi: masyarakat yg dilihat dari
hubungan antar manusia, dan proses yg timbul
dari hubungan manusia di dalam masyarakat
[orang-orang yang hidup bersama yg
menghasilkan kebudayaan]
Sosiologi mempelajari situasi masyarakat
yang aktual.
Sosiologi hukum mempelajari hukum dalam
hubungannya dengan situasi aktual
masyarakat.
Sosiologi hukum dibutuhkan untuk
menghimpun bahan bagi perancangan politik
hukum yang tepat.
76. Antropologi mempelajari tentang:
Umat manusia sbg makhluk masyarakat dgn titik perhatian
pada sifat-sifat khusus badani, cara-cara produksi, tradisi-
tradisi dan nilai-nilai yg membuat pergaulan hidup yg satu
berbeda dengan yg lain.
Antropologi budaya menyelidiki seluruh cara hidup manusia.
Mempelajari bagaimana manusia dgn akal dan struktur fisik yg
khas itu berhasil merubah lingkungannya berdasarkan
pengalaman dan pengajaran dalam arti yg seluas-luasnya.
Karena itu dalam antropologi dikenal Culture universal, yaitu:
1. peralatan dan perlengkapan hidup;
2. mata pencaharian (sistem ekonomi);
3. sistem kemasyarakatan [kekerabatan, organisasi politik,
sistim hukum, sistem perkawinan];
4. sistem bahasa (sistem kmunikasi);
5. sistem kesenian;
6. sistem pengetahuan;
7. sistem relegi (kepercayaan).
77. • 4. Teori Penafsiran dan perkembangan
awalnya
LEGISTEN: Fenomena positivisme dimulai oleh
kalangan yang melihat hukum sebagai undang-
undang yang disebut Legisten.
Bagi penganut legisten hukum melekat pada
undang-undang, karena itu prinsip hakim
mengadili berdasarkan undang-undang,
undang-undang dianggap lengkap, dan hakim
tidak boleh menolak perkara.
78. • BEGRIFFJURISPRUDENZ: paham legisten
diakui kelemahannya, oleh karena ternyata UU
banyak kekosongan (leemten). Muncul paham
baru begriffsjurisprudenz yg menganggap
undang-undang lepas dari kekurangannya
(luckenlos). Bagi kalangan begriffsjuris-
prudenz UU luckenvoll atau penuh
kekurangan-kekurangan.
UU perlu dilengkapi dengan menggunakan
logische expansioniskraft dari UU.
79. Cara melengkapi UU:
Metodenya ialah menyusun konstruksi
(rechtsdogmatiek). Karena itu aliran ini disebut juga
konstuktionsjuris-prudence.
Tujuannya untuk menemukan pengertian (bergrippen)
atau mengkonstruksi pengertian (begripsvorming).
Pengertian-pengertian yang dihasilkan merupakan
cara menutup kekurangan-kekurangan dalam undang-
undang.
Bagaimana cara membangun pengertian dimaksud?
Ada dua cara:
-Analogi hukum (rechtsanalogie); dan
-Diterminasi atau penghalusan hukum
(rechtsverfijning).
80. • Baik Legisten maupun Begriffsjurisprudence
menganggap tugas hakim sama, yaitu
menerapkan UU (rechtstoepassing). Karena itu
muncul reaksi yg berpendapat hakim tidak
menjalankan hukum semata tetapi juga
membentuk hukum (rechtschepping atau
rechtsvorming). Penganut pandangan ini
disebut Freirechts-bewegung atau
Interessen-Jurisprudenz.
81. • FREIRECHTS-BEWEGUNG/INTERESSEN-
JURISPRU-DENZ: hakim harus bersikap aktif.
Hakim berhak mempertimbangkan
kepentingan kedua belah pihak (merdeka
dalam arti positif) dan tidak terikat oleh UU
(merdeka dalam arti negatif).
Mengapa hakim harus aktif? Karena hakim
dipengaruhi oleh kemauannya (rechtsgevoel-
nya), tidak hanya pikiran juridis (juridisch
denken) tetapi juga emosi pikirannya
(emotioneel denken).
82. • Paul Scholten: tugas hakim bukan
rechtstoepassing (menerapkan hukum) atau
rechtschepping (membentuk hukum) melainkan
rechtsvinding (menemukan hukum).
Djokosutono: istilah yg tepat digunakan untuk
menjelaskan perkembangan tugas hakim dari
masa ke masa berikut aliran paham
pendukungnya, adalah rechtshantering sebagai
istilah netral yg mencakup ketiga istilah tersebut.
83. • Rechtstoepassing berasal dari pengaruh ajaran
Montesquieu tentang pemisahan “separation of
power” atau “separation des pavoirs” yg
mendalilkan “de wetgever schept recht, de
rechter past het toe” (legislator membuat
hukum dan hakim menjalankannya). Segala
masalah atau perkara ada jawabannya dalam
UU, oleh karena UU sudah lengkap (de wet is
volledig). Hakim adalah mulut UU (la bouche
qui pronence les pareles de la loi). Jika ada
kekosongan dalam UU, maka hakim harus
melakukan konstruksi.
84. • Apa yg menjadi latar belakang pandangan
demikian?
Montesquieu: bahwa boleh jadi suatu UU
mampu melihat ke depan sekaligus buta, dalam
beberapa kasus tertentu, menjadi terlalu keras
atau kaku. Namun hakim dari bangsa ybs tidak
lebih ketimbang sekedar mulut UU; badan tak
berjiwa, yg gagal meniadakan keberlakuan
maupun kekerasan UU tersebut.
85. • J.A. Pontier: pendapat Montesquieu tsb
menjadi landasan bagi kalangan legisten
terutama di Belanda yg menganggap peran
hakim seperti metafora (la bouche de la loi)
atau hanya mulut UU.
Namun, kata Pontier, dewasa ini untuk
berbagai alasan muncul keraguan apa benar
Montesquieu sugguh bermaksud menyatakan
hakim hanya corong legislator, hanya
menerapkan bunyi UU, dan bahwa “loi” yg
dimaksud Montesquieu hanya berarti UU?
Terlepas dari perdebatan tentang pendapat
Montesquie yg menjadi dasar legisten tersebut,
konstruksi ternyata memang tidak cukup.
86. • Kalangan penganut freirechtsbewegung
berpendapat bahwa hakim harus membentuk
hukum (rechtschepping). Pembentukan hukum
masih juga belum memadai, maka hakim,
menurut Paul Scholten, harus menemukan
hukum (rechtsvinding).
87. • Jika ditarik latar belakang mengapa tugas
hakim berkembang? Jawabannya adalah
sejarah hukum Romawi (Corpus Iuris Civilis) yg
ditemukan oleh bangsa Italia dinilai sebagai
kodifikasi atau sistem hukum yg lengkap.
Dalam penerapannya ternyata ditemukan
kekosongan. Bagaimana mengisi kekosongan
itulah kemudian melahirkan aliran pemikiran
tentang fungsi hakim dalam mengadili.
88. – Friedmann: Substansi hukum, struktur
hukum, dan budaya hukum
– Substansi hukum mencakup seluruh aturan
yang berlaku
– Struktur hukum mencakup semua
perangkat organisasi dan fasilitas
penegakan hukum
– Budaya hukum mencakup budaya
measyarakat yang mempengaruhi prilaku
ketaatan/kepatuhan dan penegakan
89. DUA VISI DALAM HISTORITAS SEJARAH YG BERBASIS
PADA PENGEMBANGAN FILSAFAT HUKUM
IDEALISTIS-SPRITUALISTIS
• Gagasan hukum absolut muncul dari satu
gagasan ke gagasan yg lain dan cenderung
a-priori tidak berubah dan karenanya a-
historis, meskipun dapat dikronologiskan
[Ide Plato, Aristoteles, Cicero dst]
• Hukum adalah perwujudan ide, seperti
keadilan, rasio dll sebagai pandangan
hukum statis.
90. IDEALISTIS SPRITUALISTIS
• Jika hukum dianggap sbg perwujudan gagasan
absolut arahnya dan hasilnya pastilah
pandangan hukum statis.
• Benar bahwa ide-ide hukum muncul (lahir) dari
pemikiran secara berurut, dari pemikiran ahli yg
satu ke ahli yg berikutnya, yang belakangan
melengkapi yg terdahulu atau mengkritisi ide
ahli sebelumnya.
• Perkemnbangan dari pemikiran ahli yang
terdahulu ke ahli berikutnya cenderung a-priori
atau a-historis.
• Ide-ide yang berkembang itu bisa diurut secara
kronologis (vertikal) tetapi tidak dalam
pengertian kronologis linier (horizontal).
91. MATERIALISTIS-SOSIOLOGIS
• Hukum tidak semata ide (product ratio)
tetapi yang sangat penting adalah produk
kenyataan kehidupan masyarakat (lokal,
regional, nasional dan global).
• Mazhab historis contoh dari paradigma
hukum sbg produk kenyataan.
• Marxisme adalah contoh pemikiran yg
menghasilkan paradigma hukum empiris.
92. • Uraian di atas menunjukkan bagaimana asal
muasal positivisme hukum. Hukum memang
sangat dikaitkan dgn hukum tertulis dan
dibentuk oleh penguasa (hukum sebagai
perintah atau larangan) dan ditopang oleh
sanksi agar setiap orang mematuhinya
(memaksa atau dwang). Karena itu Paul
Scholten mengatakan “hukum itu suatu
petunjuk tentang apa yg layak dikerjakan dan
apa yg tidak, dengan kata lain hukum itu
bersifat suatu perintah”.