Shigella spp. merupakanbakteri gram negatif, tidak
membentuk spora, basil anaerob fakultatif yang pada
manusia dan primata lain menyebabkan penyakit diare.
Penyakit ini disebut Shigellosis.
Patogenesis: bakteri invasif masuk ke sel epitel kolon,
berkembang biak, lalu menyebar ke sel lain.
Penularan: feses-oral / melalui konsumsi makanan dan
air yang terkontaminasi
Diagnosis: kultur feses (gold standard) pada media
selektif , dapat juga dengan PCR untuk deteksi cepat.
Shigella spp: Shigellosis
5.
Escherichia coli O157:H7merupakan salah satu serotype
E. coli patogen yang menyebabkan diare dan kolitis
berdarah pada manusia. Kolitis berdarah dapat
berkembang menjadi hemorraghic colitis (HC) dan
hemolytic-uremic syndrome (HUS)
Mekanisme: Tidak invasif, tapi menghasilkan Shiga-like
toxin →kerusakan endotel, diare berdarah, risiko HUS.
Penularan: Daging setengah matang, Sayur dan buah
terkontaminasi feses hewan
E. coli O157:H7 (EHEC)
6.
Non-typhoid Salmonella adalahserotipe S. enterotica, famili
Enterobacteriaceae, Gram negatif, tidak membentuk spora,
berbentuk batang, fakultatif anaerob.
Patogenesis:
Masuk lewat makanan hewani dan Bersifat invasif →
menyebabkan enterokolitis (inflamasi usus halus & usus besar)
→ diare berdarah + demam tinggi, nyeri perut. Komplikasi:
menyebabkan bakterimia, atritis reaktif dan infeksi sistemik
Penularan: Konsumsi makanan dan minuman terkontaminasi
bakteri
Non-typhoid Salmonella
7.
Entamoeba histolytica adalahprotozoa kelas Rhizopoda yang
menyebabkan penyakit amubiasis. Parasit ini hidup dalam
bentuk kista maupun trofozoit.
Patogenesis: Trofozoit Merusak mukosa kolon → ulkus
berbentuk "flask-shaped" →diare berdarah berlendir.
Penularan: menelan kista melalui makanan atau air yang
terkontaminasi feses.
Diagnosis: Mikroskopi feses untuk menemukan trofozoit
dengan eritrosit di dalam sitoplasma, atau antigen detection
test
Entamoeba histolytica
Escherichia coli 0157:H7adalah strain patogen dari kelompok EHEC
(Enterohemorrhagic E. coli).
Merupakan penyebab utama foodborne disease, terutama melalui konsumsi
daging sapi mentah/kurang matang, susu tidak dipasteurisasi, sayur
terkontaminasi, atau air tercemar (transmisi).
Karakteristik:
a.Gram-negatif, berbentuk batang, fakultatif fakultatif anderob, umumnya tidak
memfermentasi sorbitol →koloni bening pada Sorbitol- MacConkey (SMAC).
b.Tidak memfermentasi sorbitol (berbeda dari kebanyakan E. coli).
c. Ketahanan & reservoir: Tahan asam (gad-system), dosis infeksius rendah (~10-
100 kuman) → gampang menimbulkan wabah; reservoir utama ruminansia
(sapi).
d.Menghasilkan toksin Shiga-like (Stxl, Stx2) yang mirip dengan toksin Shigella
dysenteriae.
e.Dapat menyebabkan hemorrhagic colitis (diare berdarah) dan komplikasi
serius Hemolytic
Karakteristik E.Coli O157:H7
10.
1.Shiga toxin (Stx1,Stx2) → menghambat sintesis protein, merusak endotel
kolon & ginjal →diare berdarah, gagal ginjal, HUS.
2.Locus of Enterocyte Effacement (LEE) → mengkode protein untuk
membentuk lesi attaching and effacing (mikrovili usus rusak).
3.Intimin → protein adhesi yang membantu bakteri melekat erat ke
enterosit.
4.Hemolysin (EHEC-Hly) →melisiskan eritrosit & sel epitel.
5.Plasmid pO157 → membawa gen tambahan (enzim katalase-
peroksidase, protein adhesi).
6.Fimbriae/adhesin →kolonisasi awal di usus.
7.Acid resistance system →melindungi bakteri dari asam lambung.
Karakteristik E.Coli O157:H7
11.
EHEC (O157:H7):
Tidak invasif,tetapi
menghasilkan toksin
Shiga-like kerusakan
pembuluh darah.
Gejala: diare berdarah,
HUS.
PERBEDAAN UTAMA EHEC VS EIEC
EIEC:
Bersifat invasif, masuk ke
dalam sel epitel kolon (mirip
Shigella).
Gejala: disentri (diare
berdarah + lendir, disertai
demam & tenesmus)
Penularan umumnya melaluimakanan/minuman terkontaminasi (daging
sapi kurang matang, susu tidak dipasteurisasi, sayuran terkontaminasi,
atau air).
1. Masuknya bakteri ke tubuh
2. Bakteri bertahan hidup di lambung
E. coli O157:H7 memiliki beberapa sistem acid resistance (AR system):
Glutamate-dependent acid resistance system (AR2)
Arginine-dependent system (AdiA/AdiC)
Induksi asam lambat (acid tolerance response, ATR)
16.
Bakteri menempel dimukosa usus besar dengan mekanisme attaching and
effacing (A/E lesion), menggunakan protein adhesin (intimin) dan sistem
sekresi tipe III. Proses ini menyebabkan mikrovili usus hilang, sehingga
absorpsi terganggu.
3. Kolonisasi di usus
4. Produksi toxin
E. coli 0157:H7 menghasilkan Shiga-like toxin (Stxl dan/atau Stx2) yang
sangat patogen dengan struktur dan mekanismenya yang mirip toksin
Shigella dysenteriae. Toksin ini terdiri dari :
Subunit B → menempel pada reseptor Gb3 (globotriaosylceramide) yang
banyak terdapat pada sel endotel pembuluh darah, khususnya di usus
dan ginjal.
Subunit A → masuk ke dalam sel, menghambat sintesis protein dengan
memotong RNA 285 ribosom →kematian sel.
17.
Sel epitel glomerulusmengalami kerusakan yang sama seperti enterosit, dan
sebagai akibat dari kematian sel, terlepas dari membran glomerulus.
Peradangan dan kerusakan mukosa menimbulkan diare berdarah
(hemoragik).
Karena bakteri ini tidak invasif (tidak masuk ke dalam sel epitel seperti
Shigella), gejala sistemiknya lebih disebabkan oleh toksin, bukan invasi.
5. Efek lokal di usus
6. Efek Sistemik
Toksin Shiga-like dapat masuk ke sirkulasi
Keadaan inflamasi ini mengakibatkan trombosis dan aktivasi kaskade
koagulasi yang menghasilkan trombositopenia, anemia, dan kerusakan
Utama: feses pasien
Bisajuga dilakukan kultur dari sisa makanan
yang dicurigai (misalnya daging burger).
1.Sampel:
2. PemerikasaanKultur
Media: SMAC (Sorbitol MacConkey Agar)
Sorbitol MacConkey Agar (SMAC) adalah media selektif
diferensial yang digunakan khusus untuk mendeteksi
Escherichia coli O157:H7.
Media ini merupakan modifikasi dari MacConkey Agar
biasa, di mana laktosa diganti dengan sorbitol sebagai
sumber karbohidrat.
20.
Tujuan:
Mendeteksi antigen O157(somatik) dan H7 (flagelar) dari bakteri.
Bisa juga mendeteksi Shiga toxin langsung dari feses pasien.
Latex agglutination test atau ELISA mendeteksi antigen O157
(somatik) dan H7 (flagelar).
Bisa juga mendeteksi langsung Shiga toxin di feses dengan ELISA.
Hasil pada kasus: positif E. coli O157:H7.
3.UjiSerologi
Hasil:
Positif: ada reaksi aglutinasi (uji latex) atau perubahan
warna (ELISA) menunjukkan adanya E. coli O157:H7 atau
toksinnya.
Negatif: tidak ada reaksi kemungkinan bukan O157:H7.
21.
Tujuan:
Membedakan E. colipatogen (EHEC) dengan strain komensal E. coli
biasa.
Mendeteks gen virulensi:
stx1 dan stx2: gen pengkode Shiga toxin.
eae: gen intimin (faktor perlekatan).
PCR lebih spesifik dan sensitif, konfirmasi paling akurat.
4.PemeriksaanMolekuler(PCR)
Hasil:
PCR menunjukkan adanya gen stx1/stx2 (menegakkan
diagnosis infeksi oleh E. coli O157:H7.
1. Pencegahan DiareBerdarah Akibat Infeksi Bakteri
Pencegahan ini berfokus pada kebersihan makanan, air, dan
sanitasi pribadi.
Keamanan Makanan:
Masak daging hingga matang sempurna.
Gunakan talenan dan pisau yang berbeda untuk daging
mentah dan makanan matang untuk mencegah kontaminasi
silang.
Hindari mengonsumsi susu, jus, dan sari buah yang tidak
dipasteurisasi.
Cuci bersih buah dan sayuran sebelum dikonsumsi.
Higienitas Diri:
Cuci tangan dengan sabun dan air mengalir selama minimal
20 detik, terutama setelah dari toilet dan sebelum makan.
24.
2. Pencegahan DiareBerdarah Akibat Infeksi Virus
Pencegahan ini lebih menekankan pada menjaga sistem kekebalan
tubuh dan menghindari penularan.
Jaga Daya Tahan Tubuh: Konsumsi makanan bergizi, cukup
istirahat, dan berolahraga secara teratur.
Hindari Kontak Fisik: Kurangi kontak dengan orang yang sedang
sakit dan hindari berbagi peralatan makan atau minum.
3. Pencegahan Diare Berdarah Akibat Infeksi Parasit
Strategi pencegahannya mirip dengan infeksi bakteri, namun
dengan penekanan pada sanitasi yang ketat.
Konsumsi Air dan Makanan Aman: Pastikan air dan makanan
bersih dan telah diolah dengan benar.
Sanitasi Lingkungan: Jaga kebersihan lingkungan, terutama
toilet, untuk mencegah penyebaran parasit
Penanganan Umum
Apapun penyebabnya,yang utama adalah
rehidrasi!
Dehidrasi ringan–sedang: Oralit (ORS)
Dehidrasi berat: Cairan infus (Ringer
Laktat/NaCl 0,9%)
ASI jangan dihentikan pada bayi
27.
Penanganan spesifik
1.Penyebab bakteri
Shigella/ Salmonella: biasanya perlu
antibiotik Ciprofloxacin / Ceftriaxone
(sesuai pedoman lokal)
E. coli O157:H7 (EHEC): jangan beri antibiotik
bisa memicu komplikasi (HUS)
Simptomatik: istirahat, cairan, nutrisi
28.
Penanganan spesifik
2. Penyebabvirus
Tidak ada obat khusus (antivirus jarang
dipakai)
Terapi suportif:
Rehidrasi
Nutrisi cukup
Obati demam (paracetamol)
29.
Penanganan spesifik
3. Penyebabparasit
Obat: Metronidazol lanjutkan dengan obat
luminal (misalnya paramomisin) agar kista
benar-benar hilang
Perlu terapi tuntas supaya tidak kambuh
30.
KAPAN HARUS DIRUJUK?
Dehidrasi berat
Anak <5 tahun dengan diare berdarah
Tidak bisa minum / muntah terus
Ada komplikasi: kejang, gagal ginjal, anemia
berat
Cara Pengambilan:
1.Pasien dimintabuang air besar langsung
ke wadah bersih atau potty.
2.Ambil feses dengan spatula steril
sebanyak 5–10 gram (atau 5 ml bila cair).
3.Hindari kontaminasi dengan urine, air, atau
tisu toilet
Feses segar (spesimen utama)
33.
Feses segar (spesimenutama)
Pengelolaan:
1.Segera dimasukkan ke dalam wadah steril,
kering, dan kedap udara.
2.Tutup rapat dan beri label identitas pasien,
tanggal, dan waktu.
Transportasi:
1.Dikirim ke laboratorium dalam waktu ≤ 2
jam.
2.Jika ada penundaan simpan pada 4 °C
(lemari es) hingga 24 jam.
3.Untuk penyimpanan lebih lama
4.gunakan media transport Cary-Blair
34.
Darah (Jika adakomplikasi seperti
HUS atau sepsis)
Cara Pengambilan:
1.Dilakukan oleh tenaga medis dengan
teknik aseptik.
2.Ambil darah vena menggunakan jarum
suntik steril.
3.Volume tergantung tujuan:
Hematologi/serologi: 3–5 ml ke
tabung EDTA atau tanpa
antikoagulan.
Kultur darah: 5–10 ml ke dalam botol
kultur darah steril
35.
Darah (Jika adakomplikasi seperti
HUS atau sepsis)
Pengelolaan:
Tabung/ botol segera ditutup rapat dan
diberi label pasien.
Jika untuk kultur darah jangan disimpan
di kulkas, langsung diinkubasi.
Jika untuk serologi/PCR bisa disimpan
suhu 4 °Csementara
Transportasi:
Kultur darah harus dikirim segera ke
laboratorium dalam kondisi suhu ruang.
Serum/plasma untuk serologi bisa
dikirim dalam cold box (4 °C) bila ada
penundaan
36.
1.Pinaud L, SansonettiPJ, Phalipon A. Host Cell Targeting by Enteropathogenic Bacteria T3SS
Effectors. Trends Microbiol. 2018 Apr;26(4):266-283.
2.Mueller M, Tainter CR. Escherichia coli Infection. [Updated 2023 Jul 13]. In: StatPearls
[Internet].
3.Nasution SA, Sofia R, Zubir Z. Analisis Faktor Resiko Kontaminasi Entamoeba Histolytica
pada Air Sumur Masayarakat Desa Ujong Blang Kecamatan Banda Sakti Kota
Lhokseumawe. GALENICAL: Jurnal Kedokteran dan Kesehatan Mahasiswa Malikussaleh.
2023 Nov 12;2(5):79-87.
4.Nurhakim A, Lukman DW, Pisestyani H. Kontaminasi Escherichia coli O157: H7 Pada Daging
Ayam di Pasar Tradisional Kota Pangkalpinang Escherichia coli O157: H7 Contamination in
Chicken Meat at Traditional Markets in Pangkalpinang City. Jurnal Sain Veteriner. 2022
Dec;40(3).
5.Engki Z. Non-Typhoid Salmonella Penyebab Foodborne Diseases: Pencegahan dan
Penanggulangannya (Non-Typhoid. Salmonella Causes Food-borne Diseases: Prevention
and Control). WARTAZOA Buletin Ilmu Peternakan dan Kesehatan Hewan Indonesia.
2020;30(4):221-9.
6.Putri MH, Himayani R, Sari RD. Bacillary Dysentery. Medical Profession Journal of Lampung.
2021;11(3):277-84
Daftar Pustaka