SlideShare a Scribd company logo
PENGEMBANGAN SISTEM PENILAIAN PADA PERGURUAN TINGGI
                                  DI ERA OTONOMI1


                                         Dali Santun Naga

         Pada tanggal 18 September 1988, bertepatan dengan peringatan 900 tahun Universitas
Bologna, para rektor dari sejumlah universitas di Eropa menandatangani suatu piagam yang
diberi nama Magna Charta Universitatum. Kalau bukan yang tertua, paling sedikit, Universitas
Bologna merupakan salah satu universitas tertua di dunia. Karena itu, tidak heran, kalau
penandatanganan piagam Magna Charta Universitatum dilakukan di Universitas Bologna.
         Pada saat ini, Magna Charta Universitatum telah diterbitkan dalam 42 bahasa termasuk
bahasa Indonesia. Di dalam Magna Charta Universitatum tercantum pernyataan “. . .
menganggap bahwa kebijakan umum akan keseimbangan status, gelar, ujian (dengan
mempertimbangkan ijazah nasional) dan beasiswa, merupakan cara yang hakiki guna menjamin
keberhasilan tugas mereka [para rektor].” 2 Pernyataan ini menunjukkan bahwa universitas di
Eropa beranggapan bahwa penilaian untuk status, gelar, dan ujian adalah penting bagi
keberhasilan tugas di perguruan tinggi.
         Sistem penilaian di perguruan tinggi adalah hal yang penting bagi perguruan tinggi.
Akreditasi, sertifikasi, dan bahkan transkrip lulusan bergantung kepada sistem penilaian yang
berlaku pada saat-saat penilaian dilakukan. Sistem penilaian yang tidak jelas dengan sendirinya
menyebabkan hasil penilaian juga tidak jelas. Secara bersinambungan, di setiap perguruan
tinggi, hasil penilaian membuahkan lulusan dan bahkan gelar. Ketidakjelasan di dalam sistem
penilaian di perguruan tinggi dengan sendirinya menimbulkan masalah di dalam penyikapan
masyarakat terhadap para lulusan dan para penyandang gelar dari perguruan tinggi.

Sistem Penilaian di Luar Negeri

        Sistem penilaian di perguruan tinggi terjadi di semua negara baik di negara maju
maupun di negara berkembang. Kalau kita ingin belajar dari pengalaman di luar negeri tentunya
kita perlu menelaah berbagai sistem penilaian di perguruan tinggi yang dilaksanakan di negara
maju. Karena sistem penilaian di perguruan tinggi terkait dengan mutu pendidikan, maka kajian
terhadap sistem penilaian di perguruan tinggi di negara maju merupakan juga kajian terhadap
mutu pendidikan di negara maju.
        Sistem penilaian di perguruan tinggi menjadi perhatian di dalam universitas serta di
antara universitas. Perhatian terhadap penilaian di dalam universitas menunjukkan keseriusan
universitas itu dalam usaha menjamin mutu pendidikan di universitas bersangkutan. Perhatian
terhadap penilaian di antara universitas menunjukkan keinginan berbagai universitas untuk
memiliki patok mutu (benchmark) secara kolektif di antara mereka. Kerja sama di antara
universitas di dalam sistem penilaian tidak saja menghasilkan standar mutu, melainkan juga
melahirkan klasifikasi nilai yang dipergunakan di berbagai sistem pendidikan.
        Universitas besar di Amerika Serikat, misalnya, sangat memperhatikan penilaian
akademik yang digunakan di dalam universitas mereka. Di Amerika Serikat, “banyak sekolah
tinggi dan universitas memiliki biro ujian yang ditujukan untuk membantu staf pengajar dan
1
  Disampaikan pada Seminar Nasional “Rekayasa Sistem Penilaian dalam Rangka Meningkatkan Kualitas
Pendidikan” oleh Himpunan Evaluasi Pendidikan Indonesia, Yogyakarta, 26 dan 27 Maret 2004.
2
  Alma Mater Universita di Bologna, Magna Charta Universitatum. (Bononina University Press), hlm 69


                                                                                                      1
mahasiswa mereka dalam masalah ujian, dan biro demikian biasanya dapat juga menjawab
pertanyaan dari publik.”3 Dengan adanya biro ujian, sistem penilaian di universitas turut
dipantau dan diawasi sehingga penilaian di perguruan tinggi dapat dipertanggungjawabkan tidak
saja ke dalam perguruan tinggi, melainkan juga kepada publik.
         Kerja sama di antara para registrar di Amerika Serikat menghasilkan transkrip elektronik
untuk dipakai bersama. Mereka menghasilkan puluhan klasifikasi pemberian nilai akademik yang
digunakan di dalam transkrip. 4 Sekalipun tidak secara otomatis menjamin mutu lulusan
perguruan tinggi, kerja sama membantu pengertian di antara perguruan tinggi dalam hal nilai
akademik dan sistem nilai yang digunakan oleh masing-masing lembaga pendidikan.
         Uni Eropa yang merupakan gabungan dari sejumlah negara maju juga berusaha
membenahi sistem penilaian di berbagai perguruan tinggi mereka. Pembenahan itu
menghasilkan suatu sistem penilaian yang dikenal sebagai European Credit Transfer System
(ECTS). Seperti diungkapkan oleh Fachhochschule Braunschweig/Wolfenbüttel, Komunitas Eropa
meningkatkan kerja sama antaruniversitas sebagai suatu cara untuk meningkatkan kualitas
pendidikan demi keuntungan mahasiswa dan lembaga pendidikan tinggi, serta mobilitas
mahasiswa merupakan unsur utama pada kerja sama antaruniversitas. 5
         Dasar dari ECTS adalah transparansi di dalam penyelenggaraan bidang akademik di
berbagai perguruan tinggi di Eropa. Kurikulum disajikan secara terbuka, termasuk mata kuliah
yang harus ditempuh, jumlah kredit yang wajib dipelajari, serta sistem nilai yang digunakan.
Dengan demikian, setiap program studi menetapkan semua kewajiban yang harus dipehuhi agar
kredit yang diperoleh mahasiswa dapat dialihkan dari satu perguruan tinggi ke perguruan tinggi
lain di Eropa. Dan di samping ECTS, komunitas Eropa juga mengenal The European Credit
Research Institute (ECRI) untuk menata kredit penelitian yang dilakukan di berbagai perguruan
tinggi di Eropa.
         Dengan sistem penilaian seperti ini, tidak saja pengalihan mahasiswa di antara
perguruan tinggi di Eropa dapat dilakukan dengan mudah, melainkan juga mutu akademik di
berbagai perguruan tinggi dapat dinilai secara terbuka. Bersama itu, bidang akademik di
perguruan tinggi di Eropa mencerminkan jaminan mutu. Apa lagi kalau mereka menerapkan
patok mutu (benchmark) sehingga setiap perguruan tinggi berusaha menyamakan mutu mereka
ke mutu tertinggi di antara perguruan tinggi.
         Di luar Amerika Serikat dan Eropa, patok mutu dapat saja dilakukan melalui kerja sama
di antara perguruan tinggi. Dapat saja suatu perguruan tinggi mengirim soal ujian yang mereka
terapkan di perguruan tingginya ke perguruan tinggi terkenal untuk dievaluasi. Melalui evaluasi
soal ujian seperti ini, lulusan di perguruan tinggi itu memiliki mutu yang terevaluasi oleh
perguruan tinggi yang terkenal.

Sistem Penilaian Hasil Belajar

        Sistem penilaian akademik di perguruan tinggi di Indonesia sangat terkait dengan Sistem
Kredit Semester (SKS) yang telah diberlakukan sejak sekitar dua puluh tahun lalu. Pada saat ini,
setiap perguruan tinggi dan setiap keputusan Departemen Pendidikan Nasional merujuk kepada


3
  Anthony J. Nitko, Educational Assessment of Students. Second edition. (Englewood Cliffs, NJ: Prentice-
Hall, 1996), hlm 398
4
  Task Force on the Standardization of Postsecondary Education Electronic Data Exchange (SPEEDE), A
Guide to the Implementation of the AACRAO Electronic Transcript. (American Association of Collegiate
Registrars and Admissions Officers (AARCRAO))
5
  http://www.fh.wolfenbuettel.de/Studium/ects/, Studium: European Credit Transfer System (ECTS).


                                                                                                           2
pedoman yang diterbitkan pada tahun 1984/1985 itu 6. Semenjak itu, rasanya, belum pernah ada
usaha untuk mengevaluasi SKS untuk melihat keunggulan dan kelemahannya. SKS yang
dipergunakan di berbagai perguruan tinggi semuanya berdasarkan petunjuk itu tanpa
mempertimbangan lagi berbagai faktor yang muncul di dalam penyelenggaraan SKS di
perguruan tinggi.
        Salah satu faktor adalah jumlah mahasiswa yang ada di perguruan tinggi. Di dalam
praktek, jumlah mahasiswa berpengaruh terhadap kelancaran penerapan SKS. Kini, dengan
bertambahnya jumlah mahasiswa yang perlu dilayani sekaligus melalui SKS, tidak mustahil
muncul berbagai masalah di dalam pelaksanaan SKS di perguruan tinggi kita. Selain jumlah
mahasiswa, faktor waktu berpengaruh terhadap pelaksanaan SKS. Kini sudah ada program studi
yang tidak lagi menggunakan SKS. Mereka menggunakan sistem caturwulan yang tidak tercakup
di dalam pedoman SKS. Tidak mustahil dapat saja muncul sistem trimester yang juga tidak
tercantum di dalam pedoman SKS itu. Variasi sistem seperti ini belum tertampung di dalam
sistem yang dapat kita gunakan bersama.
        Untuk mengatasi variasi sistem dari sistem semester, caturwulan, sampai ke trimester,
satuan bobot kegiatan akademik hendaknya dihitung secara menyeluruh. Sebagai contoh, satu
satuan kredit adalah 42 jam sehingga, dengan demikian, satuan kredit adalah sama, 42 jam pada
sistem semester, 42 jam pada sistem caturwulan, 42 jam pada sistem trimester, dan 42 jam
pada sistem lainnya.
        Pada dasarnya, SKS merupakan suatu usaha untuk memberi bobot kepada kegiatan
akademik di perguruan tinggi. Namun pelaksanaan SKS di berbagai perguruan tinggi sangat
bervariasi, termasuk variasi yang terdapat di dalam sistem penilaian akademik para lulusan.
Tidak ada jaminan bahwa lulusan yang memperoleh nilai A di suatu perguruan tinggi pasti lebih
baik dari lulusan yang memperoleh nilai C di perguruan tinggi lain. Juga tidak ada jaminan bahwa
lulusan yang memperoleh IPK 3,50 di suatu perguruan tinggi pasti lebih bermutu dari lulusan
yang memperoleh IPK 2,75 di perguruan tinggi lain.
        Sekiranya otonomi daerah ikut berpengaruh terhadap sistem penilaian di perguruan
tinggi maka variasi di dalam sistem penilaian akan lebih besar lagi. Selama tidak ada ujian
bersama di antara perguruan tinggi, penyetaraan nilai akademik di antara perguruan tinggi
sukar untuk dilaksanakan. Tampaknya, akreditasi yang dihasilkan oleh Badan Akreditasi Nasional
Perguruan Tinggi belum mampu menghasilkan suatu sistem penilaian yang sungguh-sungguh
mencerminkan keadaan akademik sesungguhnya dari perguruan tinggi. Dan pada akhirnya,
secara tidak langsung, penilaian terhadap mutu lulusan perguruan tinggi diserahkan kepada
penilaian masyarakat.
        Kalau sampai terjadi, otonomi pendidikan mengotak-kotakkan sistem penilaian
sesungguhnya di perguruan tinggi, maka diperlukan badan lintas daerah untuk menyusun suatu
sistem penilaian riel di antara perguruan tinggi. Salah satu badan yang baik untuk melakukan
penilaian pendidikan tinggi lintas daerah otonom adalah organisasi profesi ilmiah. Untuk setiap
bidang ilmu, organisasi demikian dapat melakukan penilaian seragam untuk semua daerah
otonom. Cukup beralasan untuk beranggapan bahwa sistem penilaian semacam ini dapat
menjamin keberhasilan tiga paradigma belajar di perguruan tinggi seperti yang dikemukakan
oleh Light dan Cox7 yang meliputi paradigma ad hoc tentang kompetensi akademik, paradigma
keterampilan tentang kompetensi operasional, dan paradigma profesional.

6
  Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Petunjuk Pelaksanaan
Sistem Kredit untuk Perguruan Tinggi (Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan tinggi, 1984/1985)
7
  Greg Light and Roy Cox. Learn ing and Teaching in Higher Education: The Reflective Professional
(London: Paul Chapman Publishing, 2001), hal. 8-10.


                                                                                                      3
Sistem Penilaian Program Pendidikan

         Selain hasil belajar, sistem penilaian perguruan tinggi juga bersangkutan dengan
program pendidikan. Diperlukan patokan tertentu untuk menilai mutu suatu program
pendidikan di perguruan tinggi. Sejumlah patokan untuk penilaian yang sering digunakan orang
mencakup standar internal perguruan tinggi, standar nasional, metoda komparasi, patok mutu
(benchmarking), serta konvensi.
         Banyak perguruan tinggi mengembangkan sendiri standar pendidikan yang mereka
rintis. Sebagai contoh, Curtin Technological University di Perth, Australia telah menyusun
prosedur rinci tentang standar mutu yang berlaku di dalam perguruan tinggi. Dan biasanya,
perguruan tinggi tenar dan besar memiliki standar mutu demikian untuk digunakan pada
penilian program pendidikan yang mereka selenggarakan.
         Berbagai negara juga menyusun standar nasional di bidang pendidikan. Undang-undang
tentang Sistem Pendidikan Nasional di Indonesia mencantumkan ketentuan tentang Standar
Nasional Pendidikan. Namun standar ini masih perlu dijabarkan lebih lanjut melalui peraturan
pemerintah yang pada saat ini belum diterbitkan. Negara tetangga kita Austalia, sejak tahun
1995, telah menetapkan Australian Qualifications Framework (AQF) untuk “menyatukan
kualifikasi yang sudah ditetapkan oleh berbagai sektor berbeda di dalam sistem pendidikan
Australia.”8 Dalam satu hal, European Credit Transfer System dapat juga dianggap
mencerminkan standar nasional untuk negara Eropa.
         Berbagai metoda komparasi untuk membandingkan suatu perguruan tinggi dengan
perguruan tinggi lain telah dikembangkan oleh, misalnya, Unesco. Melalui sejumlah indeks,
penyetaraan di antara perguruan tinggi dapat disajikan secara numerik. Di bidang pendidikan
teknik misalnya kita mengenal metoda perbandingan yang dikembangkan oleh Anatoly I.
Bogomolov dari Unesco.9 Metoda perbandingan serupa juga disusun oleh Rene Jean Dupuy dan
Gregory Tunkin untuk bidang ilmu hukum serta Andre Delessert untuk bidang matematika.
         Patok mutu (benchmarking) merupakan salah satu metoda yang banyak digunakan di
dalam penilaian perguruan tinggi. Paling sedikit dikenal tiga macam benchmarking berupa
metric benchmarking, diagnostic benchmarking, dan process benchmarking untuk keperluan
internal, kompetisi, fungsional, dan generic di perguruan tinggi. 10 Dalam satu hal, peringkat
akreditasi yang diberikan oleh Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN-PT) dapat kita
anggap sebagai suatu sistem patok mutu (benchmarking) di Indonesia.
         Kesepakatan di antara negara merupakan salah satu alat untuk penilaian pada
perguruan tinggi. European Credit Transfer System merupakan salah satu contoh dari
kesepakatan di antara negara. Selain itu, dikenal pula kesepakatan melalui konvensi. Dan kini
telah ada sejumlah konvensi untuk pendidikan tinggi. Di antaranya adalah Unesco Convention
on the Recognition of Studies, Diplomas, and Degrees in Higher Education in Asia and the Pacific
yang dikenal sebagai the Ragional Convention. Konvensi lain adalah Convention on the
Recognition of Qualifications Concerning Higher Education in the European Region yang dikenal
sebagai the Lisbon Recognition Convention. Ada pula Washington Accord yang dicetuskan pada


8
  Rhonda Henry, “Quality Assurance: The Australian Government Perspective.” Makalah pada Annual
Conference of Association of Southeast Asian Institutes of Higher Learning, Jakarta, 9 – 11 December
2003
9
  Anatoly I. Bogomolov. Comparability of Engineering Courses and Degrees: A Methodological Study
(Paris: The Unesco Press, 1974)
10
   Helen Smith, Michael Armstrong, and Sally Brown. Benchmarking and Threshold Standards in Higher
Education (London: Kogan Page Limited, 1999), hlm 59-64


                                                                                                       4
tahun 1989 untuk professional engineering degree programs serta ada pula APEC Engineers
Project serta APEC Architect Project.
         Pada saat ini, APEC telah mengakui sarjana teknik tertentu lulusan perguruan tinggi di
Indonesia apabila perguruan tinggi itu berhasil meraih status akreditasi yang tinggi dari Badan
Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN-PT). Ini merupakan suatu terobosan di dalam
penilaian pada perguruan tinggi di Indonesia. Selanjutnya diharapkan agar pengakuan seperti ini
dapat meluas ke semua jenis sarjana teknik dan bahkan ke semua sarjana dari berbagai bidang
ilmu lainnya.

Peranan Evaluasi Pendidikan

        Penilaian atau evaluasi pendidikan di pendidikan tinggi memerlukan tenaga yang
memiliki kemampuan di bidang evaluasi. Evaluasi pendidikan tidak sekedar terbatas pada
substansi yang akan dievaluasi. Evaluasi pendidikan memerlukan sistem evaluasi yang memadai.
Memang pada waktu lampau, evaluasi pendidikan hanya merupakan bagian dari psikologi
pendidikan. Namun evaluasi pendidikan terus berkembang sehingga menjadi disiplin ilmu
tersendiri. Pakar seperti Michael Scriven bahkan menyatakan bahwa berasal dari psikologi
pendidikan, «evalasi pendidikan telah muncul sebagai suatu disiplin yang berdiri sendiri.» 11
        Dari perkembangan evaluasi pendidikan tampak bahwa evaluasi pendidikan tidaklah
sederhana. Banyak hasil penelitian di bidang evaluasi pendidikan menunjukkan bahwa evaluasi
pendidikan merupakan suatu disiplin ilmu yang rumit. Di samping kerumitan teori di bidang
evaluasi pendidikan, pilihan metoda evaluasi di dalam pendidikan juga merupakan sesuatu yang
tidak sederhana. «Bahkan aneka jenis metoda tidak cukup» untuk digunakan di dalam evaluasi
pendidikan di perguruan tinggi, kata Paul Ramsden karena jawaban untuk pilihan akan metoda
adalah kontekstual.12
        Pada saat ini, tenaga di bidang evaluasi pendidikan dipersiapkan di program studi
Penelitian dan Evaluasi Pendidikan (PEP) di beberapa perguruan tinggi. Karena masih relatif baru
didirikan, program studi PEP masih belum mantap dan masih memerlukan pembinaan dan
pengembangan. Tidak saja pelaksanaan pendidikan PEP belum dapat dikatakan mantap,
penelitian di bidang evaluasi pendidikan pun masih jauh dari mantap. Sebagian besar mahasiswa
dari program studi PEP tidak melakukan penelitian di bidang evaluasi pendidikan. Penelitian
mereka merambah ke program studi lain. Dan sementara itu, penelitian mahasiswa dari
program studi lain tidak ada yang merambah ke bidang evaluasi pendidikan.
        Selain evaluasi hasil belajar di perguruan tinggi serta evaluasi program di perguruan
tinggi, program pendidikan Evaluasi Pendidikan juga memerlukan pembinaan dan
pengembangan untuk memantapkan program pendidikannya. Manakala program pendidikan
Evaluasi Pendidikan sudah berhasil dimantapkan maka lulusan program studi ini bersama-sama
dengan lulusan program studi lain dapat membantu berbagai lembaga pendidikan untuk
melakukan penilaian di berbagai perguruan tinggi secara intradaerah otonom ataupun secara
interdaerah otonom.
Beberapa Bahan Pertimbangan

       Untuk meningkatkan mutu perguruan tinggi kita atau, setidak-tidaknya, tidak
menurunkan mutu yang ada sekarang ini, kita perlu mempertimbangkan sejumlah tindakan di
dalam sistem penilaian di perguruan tinggi kita. Tindakan demikian hanya dapat berhasil kalau
11
   Michael Scriven, “Evaluation Perspectives and Procedures,” in Evaluation in Education: Current
Applications. W. James Popham (ed). (Berkeley, CA: McCutchan Publishing Corporation, 1974), hal. 4
12
   Paul Ramsden. Learning to Teach in Higher Education. (London: Routledge, 1992), hal. 192


                                                                                                     5
semua perguruan tinggi mau berpartisipasi di dalam sistem penilaian dan peningkatan mutu
pendidikan di perguruan tinggi masing-masing. Beberapa di antaranya adalah sebagai berikut.
          Pertama, Standar Nasional Pendidikan yang tercantum di dalam Undang-undang
tentang Sistem Pendidikan Nasional hendaknya disusun secara baik sehingga dapat dijadikan
acuan yang terandalkan di dalam kendali mutu, baik oleh perguruan tinggi sendiri maupun oleh
badan yang mengawasi berbagai perguruan tinggi.
         Kedua, rasanya sudah waktunya, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi melalukan
evaluasi terhadap Sistem Kredit Semester yang dipraktekkan di berbagai perguruan tinggi pada
waktu sekarang ini, terutama pada program studi dengan jumlah mahasiswa yang besar. Untuk
menampung berbagai sistem seperti semester, caturwulan, atau trimester, satuan beban studi
dan beban mengajar jangan dikaitkan dengan semester, caturwulan, atau trimester, melainkan
dikaitkan dengan total waktu studi misalnya total jam studi yang diperlukan.
          Ketiga, setiap perguruan tinggi, seperti halnya perguruan tinggi terkenal di Amerika
Serikat, membentuk biro ujian atau layanan ujian di dalam perguruan tinggi masing-masing. Jika
dikehendaki, biro atau layanan ini dapat diperluas sehingga mencakup unsur yang digunakan di
dalam sistem akreditasi perguruan tinggi. Biro ujian atau layanan ujian di perguruan tinggi dapat
menjadi pemantau sistem penilaian di perguruan tinggi masing-masing.
         Keempat, diperlukan suatu sistem penilaian seperti European Credit Transfer System
yang berlaku di Uni Eropa. Agar dapat berlaku lintas daerah otonom, usaha ini perlu ditangani
oleh organisasi profesi ilmiah atau ikatan sarjana di bidang pendidikan dan bidang ilmu yang
tidak dipengaruhi oleh otonomi daerah. Salah satu organisasi demikian adalah Himpunan
Evaluasi Pendidikan Indonesia (HEPI) serta organisasi lainnya adalah berbagai ikatan sarjana
menurut ilmu yang terkait.
         Kelima, program pendidikan Evaluasi Pendidikan perlu dibina untuk dimantapkan dan
dikembangkan. Lulusan program pendidikan ini dapat mengisi keperluan akan evaluator atau
penilai untuk berbagai pendidikan tinggi di dalam ataupun lintas daerah otonom. Dan bersama
itu, penelitian di bidang evaluasi pendidikan dapat ditingkatkan secara kuantitatif dan kualitatif.

                                            Daftar Pustaka
AARCRAO. A Guide to the Implementation of the AARCRAO Electronic Transcript.
Alma Mater Universita di Bologna. Magna Charta Universitatum. Bononina University Press
Bogomolov, Anatoly I. Comparability of Engineering Courses and Degrees: A Mathodological Study. Paris:
The Unesco Press, 1974
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Petunjuk Pelaksanaan Sistem Kredit untuk Perguruan Tinggi.
Jakarta: 1984/1985
Henry, Rhonda. “Quality Assurance: The Australian Government Perpective.” Annual Conference of
Association of Southeast Asian Institutes of Higher Learning, Jakarta 9 – 11 December 2003
http//:www.fh. wolfenbuettel.de/Studium/ects/. Studium: European Credit Transfer System.
Light, Greg and Roy Cox. Learning and Teaching in Higher Education: The Reflective Professional. London:
Paul Chapman Publishing, 2001.
Nitko, Anthony J. Educational Assessment of Students. Second edition. Englewood Cliffs, NJ: Prentice-Hall,
1996
Ramsden, Paul. Learning to Teach in Higher Education. London: Routledge, 1992
Scriven, Michael, “Evaluation Perspectives and Procedures,” in Evaluation in Education: Current
Applications. W. James Popham (ed). Berkeley, CA: McCutchan Publishing Corporation, 1974
Smith, Helen, Michael Armstrong, and Sally Brown. Benchmarking and Threshold Standards in Higher
       Education. London: Kogan Page Limited, 1999
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.




                                                                                                        6
semua perguruan tinggi mau berpartisipasi di dalam sistem penilaian dan peningkatan mutu
pendidikan di perguruan tinggi masing-masing. Beberapa di antaranya adalah sebagai berikut.
          Pertama, Standar Nasional Pendidikan yang tercantum di dalam Undang-undang
tentang Sistem Pendidikan Nasional hendaknya disusun secara baik sehingga dapat dijadikan
acuan yang terandalkan di dalam kendali mutu, baik oleh perguruan tinggi sendiri maupun oleh
badan yang mengawasi berbagai perguruan tinggi.
         Kedua, rasanya sudah waktunya, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi melalukan
evaluasi terhadap Sistem Kredit Semester yang dipraktekkan di berbagai perguruan tinggi pada
waktu sekarang ini, terutama pada program studi dengan jumlah mahasiswa yang besar. Untuk
menampung berbagai sistem seperti semester, caturwulan, atau trimester, satuan beban studi
dan beban mengajar jangan dikaitkan dengan semester, caturwulan, atau trimester, melainkan
dikaitkan dengan total waktu studi misalnya total jam studi yang diperlukan.
          Ketiga, setiap perguruan tinggi, seperti halnya perguruan tinggi terkenal di Amerika
Serikat, membentuk biro ujian atau layanan ujian di dalam perguruan tinggi masing-masing. Jika
dikehendaki, biro atau layanan ini dapat diperluas sehingga mencakup unsur yang digunakan di
dalam sistem akreditasi perguruan tinggi. Biro ujian atau layanan ujian di perguruan tinggi dapat
menjadi pemantau sistem penilaian di perguruan tinggi masing-masing.
         Keempat, diperlukan suatu sistem penilaian seperti European Credit Transfer System
yang berlaku di Uni Eropa. Agar dapat berlaku lintas daerah otonom, usaha ini perlu ditangani
oleh organisasi profesi ilmiah atau ikatan sarjana di bidang pendidikan dan bidang ilmu yang
tidak dipengaruhi oleh otonomi daerah. Salah satu organisasi demikian adalah Himpunan
Evaluasi Pendidikan Indonesia (HEPI) serta organisasi lainnya adalah berbagai ikatan sarjana
menurut ilmu yang terkait.
         Kelima, program pendidikan Evaluasi Pendidikan perlu dibina untuk dimantapkan dan
dikembangkan. Lulusan program pendidikan ini dapat mengisi keperluan akan evaluator atau
penilai untuk berbagai pendidikan tinggi di dalam ataupun lintas daerah otonom. Dan bersama
itu, penelitian di bidang evaluasi pendidikan dapat ditingkatkan secara kuantitatif dan kualitatif.

                                            Daftar Pustaka
AARCRAO. A Guide to the Implementation of the AARCRAO Electronic Transcript.
Alma Mater Universita di Bologna. Magna Charta Universitatum. Bononina University Press
Bogomolov, Anatoly I. Comparability of Engineering Courses and Degrees: A Mathodological Study. Paris:
The Unesco Press, 1974
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Petunjuk Pelaksanaan Sistem Kredit untuk Perguruan Tinggi.
Jakarta: 1984/1985
Henry, Rhonda. “Quality Assurance: The Australian Government Perpective.” Annual Conference of
Association of Southeast Asian Institutes of Higher Learning, Jakarta 9 – 11 December 2003
http//:www.fh. wolfenbuettel.de/Studium/ects/. Studium: European Credit Transfer System.
Light, Greg and Roy Cox. Learning and Teaching in Higher Education: The Reflective Professional. London:
Paul Chapman Publishing, 2001.
Nitko, Anthony J. Educational Assessment of Students. Second edition. Englewood Cliffs, NJ: Prentice-Hall,
1996
Ramsden, Paul. Learning to Teach in Higher Education. London: Routledge, 1992
Scriven, Michael, “Evaluation Perspectives and Procedures,” in Evaluation in Education: Current
Applications. W. James Popham (ed). Berkeley, CA: McCutchan Publishing Corporation, 1974
Smith, Helen, Michael Armstrong, and Sally Brown. Benchmarking and Threshold Standards in Higher
       Education. London: Kogan Page Limited, 1999
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.




                                                                                                        6

More Related Content

Viewers also liked

Zene letaci
Zene letaciZene letaci
Zene letaci
upvlps
 
Grup 9 - Reflexió del Pràcticum II
Grup 9 - Reflexió del Pràcticum IIGrup 9 - Reflexió del Pràcticum II
Grup 9 - Reflexió del Pràcticum IIaguascvi10
 
Pembukaan uud.ppt
Pembukaan uud.pptPembukaan uud.ppt
Pembukaan uud.ppt
Agnes Ivonne Margaretha
 
Mastheads
MastheadsMastheads
Mastheads
emily64
 
CV- Vicki Neilson-Sept 2015
CV- Vicki Neilson-Sept 2015CV- Vicki Neilson-Sept 2015
CV- Vicki Neilson-Sept 2015
Vicki Neilson
 
Barcode 03 - Songthaew
Barcode 03 - SongthaewBarcode 03 - Songthaew
Barcode 03 - Songthaew
Lok Weng Seng
 
Grammer pattern first person
Grammer pattern  first personGrammer pattern  first person
Grammer pattern first person
Vivekkumar Manirao
 

Viewers also liked (7)

Zene letaci
Zene letaciZene letaci
Zene letaci
 
Grup 9 - Reflexió del Pràcticum II
Grup 9 - Reflexió del Pràcticum IIGrup 9 - Reflexió del Pràcticum II
Grup 9 - Reflexió del Pràcticum II
 
Pembukaan uud.ppt
Pembukaan uud.pptPembukaan uud.ppt
Pembukaan uud.ppt
 
Mastheads
MastheadsMastheads
Mastheads
 
CV- Vicki Neilson-Sept 2015
CV- Vicki Neilson-Sept 2015CV- Vicki Neilson-Sept 2015
CV- Vicki Neilson-Sept 2015
 
Barcode 03 - Songthaew
Barcode 03 - SongthaewBarcode 03 - Songthaew
Barcode 03 - Songthaew
 
Grammer pattern first person
Grammer pattern  first personGrammer pattern  first person
Grammer pattern first person
 

Similar to Credit transfer

Spmi model-ueu
Spmi model-ueuSpmi model-ueu
Spmi model-ueu
Hendy Andreas
 
Kelompok 3 evaluai kurikulum permendiknas no 81a
Kelompok 3 evaluai kurikulum permendiknas no 81aKelompok 3 evaluai kurikulum permendiknas no 81a
Kelompok 3 evaluai kurikulum permendiknas no 81a
Amiable's Collection
 
Penilaian pembelajaran ktsp
Penilaian pembelajaran ktspPenilaian pembelajaran ktsp
Penilaian pembelajaran ktsp
Khusnul Huda
 
Penilaian aps dan apt
Penilaian aps dan aptPenilaian aps dan apt
Penilaian aps dan apt
Khairul Wahyudi
 
Ahmad faozi riview jurnal pak lantip
Ahmad faozi riview jurnal pak lantipAhmad faozi riview jurnal pak lantip
Ahmad faozi riview jurnal pak lantip
Ahmmad Faozi
 
230829 Merdeka Belajar Episode 26 Transformasi Standar Nasional dan Akreditas...
230829 Merdeka Belajar Episode 26 Transformasi Standar Nasional dan Akreditas...230829 Merdeka Belajar Episode 26 Transformasi Standar Nasional dan Akreditas...
230829 Merdeka Belajar Episode 26 Transformasi Standar Nasional dan Akreditas...
ssuserc29f22
 
Paparan Strategi menuju PT Unggul PENDIS 07032024-1.pptx
Paparan Strategi menuju PT Unggul PENDIS 07032024-1.pptxPaparan Strategi menuju PT Unggul PENDIS 07032024-1.pptx
Paparan Strategi menuju PT Unggul PENDIS 07032024-1.pptx
SiumKarang
 
Penelitian dasar 2021
Penelitian dasar 2021Penelitian dasar 2021
Penelitian dasar 2021
ssuseradddf01
 
Paparan Mendikbudristek Merdeka Belajar 26.pdf
Paparan Mendikbudristek Merdeka Belajar 26.pdfPaparan Mendikbudristek Merdeka Belajar 26.pdf
Paparan Mendikbudristek Merdeka Belajar 26.pdf
RidwanHartono2
 
MB26_Paparan Mendikbudristek_Agst2023.pdf
MB26_Paparan Mendikbudristek_Agst2023.pdfMB26_Paparan Mendikbudristek_Agst2023.pdf
MB26_Paparan Mendikbudristek_Agst2023.pdf
RandyKuswanto
 
materi pemaparan Mas Menteri_ 29 Agustus 2023.pdf
materi pemaparan Mas Menteri_ 29 Agustus 2023.pdfmateri pemaparan Mas Menteri_ 29 Agustus 2023.pdf
materi pemaparan Mas Menteri_ 29 Agustus 2023.pdf
tati_zera
 
Lely%20Halimah%20(FIP)%20Hiber
Lely%20Halimah%20(FIP)%20HiberLely%20Halimah%20(FIP)%20Hiber
Lely%20Halimah%20(FIP)%20Hiber
sherina munaf
 
1.Laporan Hasil Trace Studi ( Pakai ).pdf
1.Laporan Hasil Trace Studi ( Pakai ).pdf1.Laporan Hasil Trace Studi ( Pakai ).pdf
1.Laporan Hasil Trace Studi ( Pakai ).pdf
Dedi467370
 
Pkt. 08.-penilaian-hasil-belajar
Pkt. 08.-penilaian-hasil-belajarPkt. 08.-penilaian-hasil-belajar
Pkt. 08.-penilaian-hasil-belajar
didikefendi
 
Jurnal ka januardi
Jurnal ka januardiJurnal ka januardi
Jurnal ka januardi
anggi_rachmad
 
Buku 4 panduan-pengisian_instrumen_akreditasi_s1
Buku 4 panduan-pengisian_instrumen_akreditasi_s1Buku 4 panduan-pengisian_instrumen_akreditasi_s1
Buku 4 panduan-pengisian_instrumen_akreditasi_s1
Sufyan Ilyas
 
Model penilaian-hasil-belajar-sma kurikulum 2013
Model penilaian-hasil-belajar-sma kurikulum 2013Model penilaian-hasil-belajar-sma kurikulum 2013
Model penilaian-hasil-belajar-sma kurikulum 2013Ar Chonth
 
Manajemen sekolah
Manajemen sekolahManajemen sekolah
Manajemen sekolah
Nawang Wulan
 
Total quality management (menciptakan budaya perbaikan)
Total quality management (menciptakan budaya perbaikan)Total quality management (menciptakan budaya perbaikan)
Total quality management (menciptakan budaya perbaikan)
Lovita Ivan Hidayatullah S. Pd.I
 

Similar to Credit transfer (20)

Spmi model-ueu
Spmi model-ueuSpmi model-ueu
Spmi model-ueu
 
Kelompok 3 evaluai kurikulum permendiknas no 81a
Kelompok 3 evaluai kurikulum permendiknas no 81aKelompok 3 evaluai kurikulum permendiknas no 81a
Kelompok 3 evaluai kurikulum permendiknas no 81a
 
Penilaian pembelajaran ktsp
Penilaian pembelajaran ktspPenilaian pembelajaran ktsp
Penilaian pembelajaran ktsp
 
Penilaian aps dan apt
Penilaian aps dan aptPenilaian aps dan apt
Penilaian aps dan apt
 
Ahmad faozi riview jurnal pak lantip
Ahmad faozi riview jurnal pak lantipAhmad faozi riview jurnal pak lantip
Ahmad faozi riview jurnal pak lantip
 
230829 Merdeka Belajar Episode 26 Transformasi Standar Nasional dan Akreditas...
230829 Merdeka Belajar Episode 26 Transformasi Standar Nasional dan Akreditas...230829 Merdeka Belajar Episode 26 Transformasi Standar Nasional dan Akreditas...
230829 Merdeka Belajar Episode 26 Transformasi Standar Nasional dan Akreditas...
 
Paparan Strategi menuju PT Unggul PENDIS 07032024-1.pptx
Paparan Strategi menuju PT Unggul PENDIS 07032024-1.pptxPaparan Strategi menuju PT Unggul PENDIS 07032024-1.pptx
Paparan Strategi menuju PT Unggul PENDIS 07032024-1.pptx
 
Penelitian dasar 2021
Penelitian dasar 2021Penelitian dasar 2021
Penelitian dasar 2021
 
Paparan Mendikbudristek Merdeka Belajar 26.pdf
Paparan Mendikbudristek Merdeka Belajar 26.pdfPaparan Mendikbudristek Merdeka Belajar 26.pdf
Paparan Mendikbudristek Merdeka Belajar 26.pdf
 
MB26_Paparan Mendikbudristek_Agst2023.pdf
MB26_Paparan Mendikbudristek_Agst2023.pdfMB26_Paparan Mendikbudristek_Agst2023.pdf
MB26_Paparan Mendikbudristek_Agst2023.pdf
 
materi pemaparan Mas Menteri_ 29 Agustus 2023.pdf
materi pemaparan Mas Menteri_ 29 Agustus 2023.pdfmateri pemaparan Mas Menteri_ 29 Agustus 2023.pdf
materi pemaparan Mas Menteri_ 29 Agustus 2023.pdf
 
Bab ii 2
Bab ii 2Bab ii 2
Bab ii 2
 
Lely%20Halimah%20(FIP)%20Hiber
Lely%20Halimah%20(FIP)%20HiberLely%20Halimah%20(FIP)%20Hiber
Lely%20Halimah%20(FIP)%20Hiber
 
1.Laporan Hasil Trace Studi ( Pakai ).pdf
1.Laporan Hasil Trace Studi ( Pakai ).pdf1.Laporan Hasil Trace Studi ( Pakai ).pdf
1.Laporan Hasil Trace Studi ( Pakai ).pdf
 
Pkt. 08.-penilaian-hasil-belajar
Pkt. 08.-penilaian-hasil-belajarPkt. 08.-penilaian-hasil-belajar
Pkt. 08.-penilaian-hasil-belajar
 
Jurnal ka januardi
Jurnal ka januardiJurnal ka januardi
Jurnal ka januardi
 
Buku 4 panduan-pengisian_instrumen_akreditasi_s1
Buku 4 panduan-pengisian_instrumen_akreditasi_s1Buku 4 panduan-pengisian_instrumen_akreditasi_s1
Buku 4 panduan-pengisian_instrumen_akreditasi_s1
 
Model penilaian-hasil-belajar-sma kurikulum 2013
Model penilaian-hasil-belajar-sma kurikulum 2013Model penilaian-hasil-belajar-sma kurikulum 2013
Model penilaian-hasil-belajar-sma kurikulum 2013
 
Manajemen sekolah
Manajemen sekolahManajemen sekolah
Manajemen sekolah
 
Total quality management (menciptakan budaya perbaikan)
Total quality management (menciptakan budaya perbaikan)Total quality management (menciptakan budaya perbaikan)
Total quality management (menciptakan budaya perbaikan)
 

Credit transfer

  • 1. PENGEMBANGAN SISTEM PENILAIAN PADA PERGURUAN TINGGI DI ERA OTONOMI1 Dali Santun Naga Pada tanggal 18 September 1988, bertepatan dengan peringatan 900 tahun Universitas Bologna, para rektor dari sejumlah universitas di Eropa menandatangani suatu piagam yang diberi nama Magna Charta Universitatum. Kalau bukan yang tertua, paling sedikit, Universitas Bologna merupakan salah satu universitas tertua di dunia. Karena itu, tidak heran, kalau penandatanganan piagam Magna Charta Universitatum dilakukan di Universitas Bologna. Pada saat ini, Magna Charta Universitatum telah diterbitkan dalam 42 bahasa termasuk bahasa Indonesia. Di dalam Magna Charta Universitatum tercantum pernyataan “. . . menganggap bahwa kebijakan umum akan keseimbangan status, gelar, ujian (dengan mempertimbangkan ijazah nasional) dan beasiswa, merupakan cara yang hakiki guna menjamin keberhasilan tugas mereka [para rektor].” 2 Pernyataan ini menunjukkan bahwa universitas di Eropa beranggapan bahwa penilaian untuk status, gelar, dan ujian adalah penting bagi keberhasilan tugas di perguruan tinggi. Sistem penilaian di perguruan tinggi adalah hal yang penting bagi perguruan tinggi. Akreditasi, sertifikasi, dan bahkan transkrip lulusan bergantung kepada sistem penilaian yang berlaku pada saat-saat penilaian dilakukan. Sistem penilaian yang tidak jelas dengan sendirinya menyebabkan hasil penilaian juga tidak jelas. Secara bersinambungan, di setiap perguruan tinggi, hasil penilaian membuahkan lulusan dan bahkan gelar. Ketidakjelasan di dalam sistem penilaian di perguruan tinggi dengan sendirinya menimbulkan masalah di dalam penyikapan masyarakat terhadap para lulusan dan para penyandang gelar dari perguruan tinggi. Sistem Penilaian di Luar Negeri Sistem penilaian di perguruan tinggi terjadi di semua negara baik di negara maju maupun di negara berkembang. Kalau kita ingin belajar dari pengalaman di luar negeri tentunya kita perlu menelaah berbagai sistem penilaian di perguruan tinggi yang dilaksanakan di negara maju. Karena sistem penilaian di perguruan tinggi terkait dengan mutu pendidikan, maka kajian terhadap sistem penilaian di perguruan tinggi di negara maju merupakan juga kajian terhadap mutu pendidikan di negara maju. Sistem penilaian di perguruan tinggi menjadi perhatian di dalam universitas serta di antara universitas. Perhatian terhadap penilaian di dalam universitas menunjukkan keseriusan universitas itu dalam usaha menjamin mutu pendidikan di universitas bersangkutan. Perhatian terhadap penilaian di antara universitas menunjukkan keinginan berbagai universitas untuk memiliki patok mutu (benchmark) secara kolektif di antara mereka. Kerja sama di antara universitas di dalam sistem penilaian tidak saja menghasilkan standar mutu, melainkan juga melahirkan klasifikasi nilai yang dipergunakan di berbagai sistem pendidikan. Universitas besar di Amerika Serikat, misalnya, sangat memperhatikan penilaian akademik yang digunakan di dalam universitas mereka. Di Amerika Serikat, “banyak sekolah tinggi dan universitas memiliki biro ujian yang ditujukan untuk membantu staf pengajar dan 1 Disampaikan pada Seminar Nasional “Rekayasa Sistem Penilaian dalam Rangka Meningkatkan Kualitas Pendidikan” oleh Himpunan Evaluasi Pendidikan Indonesia, Yogyakarta, 26 dan 27 Maret 2004. 2 Alma Mater Universita di Bologna, Magna Charta Universitatum. (Bononina University Press), hlm 69 1
  • 2. mahasiswa mereka dalam masalah ujian, dan biro demikian biasanya dapat juga menjawab pertanyaan dari publik.”3 Dengan adanya biro ujian, sistem penilaian di universitas turut dipantau dan diawasi sehingga penilaian di perguruan tinggi dapat dipertanggungjawabkan tidak saja ke dalam perguruan tinggi, melainkan juga kepada publik. Kerja sama di antara para registrar di Amerika Serikat menghasilkan transkrip elektronik untuk dipakai bersama. Mereka menghasilkan puluhan klasifikasi pemberian nilai akademik yang digunakan di dalam transkrip. 4 Sekalipun tidak secara otomatis menjamin mutu lulusan perguruan tinggi, kerja sama membantu pengertian di antara perguruan tinggi dalam hal nilai akademik dan sistem nilai yang digunakan oleh masing-masing lembaga pendidikan. Uni Eropa yang merupakan gabungan dari sejumlah negara maju juga berusaha membenahi sistem penilaian di berbagai perguruan tinggi mereka. Pembenahan itu menghasilkan suatu sistem penilaian yang dikenal sebagai European Credit Transfer System (ECTS). Seperti diungkapkan oleh Fachhochschule Braunschweig/Wolfenbüttel, Komunitas Eropa meningkatkan kerja sama antaruniversitas sebagai suatu cara untuk meningkatkan kualitas pendidikan demi keuntungan mahasiswa dan lembaga pendidikan tinggi, serta mobilitas mahasiswa merupakan unsur utama pada kerja sama antaruniversitas. 5 Dasar dari ECTS adalah transparansi di dalam penyelenggaraan bidang akademik di berbagai perguruan tinggi di Eropa. Kurikulum disajikan secara terbuka, termasuk mata kuliah yang harus ditempuh, jumlah kredit yang wajib dipelajari, serta sistem nilai yang digunakan. Dengan demikian, setiap program studi menetapkan semua kewajiban yang harus dipehuhi agar kredit yang diperoleh mahasiswa dapat dialihkan dari satu perguruan tinggi ke perguruan tinggi lain di Eropa. Dan di samping ECTS, komunitas Eropa juga mengenal The European Credit Research Institute (ECRI) untuk menata kredit penelitian yang dilakukan di berbagai perguruan tinggi di Eropa. Dengan sistem penilaian seperti ini, tidak saja pengalihan mahasiswa di antara perguruan tinggi di Eropa dapat dilakukan dengan mudah, melainkan juga mutu akademik di berbagai perguruan tinggi dapat dinilai secara terbuka. Bersama itu, bidang akademik di perguruan tinggi di Eropa mencerminkan jaminan mutu. Apa lagi kalau mereka menerapkan patok mutu (benchmark) sehingga setiap perguruan tinggi berusaha menyamakan mutu mereka ke mutu tertinggi di antara perguruan tinggi. Di luar Amerika Serikat dan Eropa, patok mutu dapat saja dilakukan melalui kerja sama di antara perguruan tinggi. Dapat saja suatu perguruan tinggi mengirim soal ujian yang mereka terapkan di perguruan tingginya ke perguruan tinggi terkenal untuk dievaluasi. Melalui evaluasi soal ujian seperti ini, lulusan di perguruan tinggi itu memiliki mutu yang terevaluasi oleh perguruan tinggi yang terkenal. Sistem Penilaian Hasil Belajar Sistem penilaian akademik di perguruan tinggi di Indonesia sangat terkait dengan Sistem Kredit Semester (SKS) yang telah diberlakukan sejak sekitar dua puluh tahun lalu. Pada saat ini, setiap perguruan tinggi dan setiap keputusan Departemen Pendidikan Nasional merujuk kepada 3 Anthony J. Nitko, Educational Assessment of Students. Second edition. (Englewood Cliffs, NJ: Prentice- Hall, 1996), hlm 398 4 Task Force on the Standardization of Postsecondary Education Electronic Data Exchange (SPEEDE), A Guide to the Implementation of the AACRAO Electronic Transcript. (American Association of Collegiate Registrars and Admissions Officers (AARCRAO)) 5 http://www.fh.wolfenbuettel.de/Studium/ects/, Studium: European Credit Transfer System (ECTS). 2
  • 3. pedoman yang diterbitkan pada tahun 1984/1985 itu 6. Semenjak itu, rasanya, belum pernah ada usaha untuk mengevaluasi SKS untuk melihat keunggulan dan kelemahannya. SKS yang dipergunakan di berbagai perguruan tinggi semuanya berdasarkan petunjuk itu tanpa mempertimbangan lagi berbagai faktor yang muncul di dalam penyelenggaraan SKS di perguruan tinggi. Salah satu faktor adalah jumlah mahasiswa yang ada di perguruan tinggi. Di dalam praktek, jumlah mahasiswa berpengaruh terhadap kelancaran penerapan SKS. Kini, dengan bertambahnya jumlah mahasiswa yang perlu dilayani sekaligus melalui SKS, tidak mustahil muncul berbagai masalah di dalam pelaksanaan SKS di perguruan tinggi kita. Selain jumlah mahasiswa, faktor waktu berpengaruh terhadap pelaksanaan SKS. Kini sudah ada program studi yang tidak lagi menggunakan SKS. Mereka menggunakan sistem caturwulan yang tidak tercakup di dalam pedoman SKS. Tidak mustahil dapat saja muncul sistem trimester yang juga tidak tercantum di dalam pedoman SKS itu. Variasi sistem seperti ini belum tertampung di dalam sistem yang dapat kita gunakan bersama. Untuk mengatasi variasi sistem dari sistem semester, caturwulan, sampai ke trimester, satuan bobot kegiatan akademik hendaknya dihitung secara menyeluruh. Sebagai contoh, satu satuan kredit adalah 42 jam sehingga, dengan demikian, satuan kredit adalah sama, 42 jam pada sistem semester, 42 jam pada sistem caturwulan, 42 jam pada sistem trimester, dan 42 jam pada sistem lainnya. Pada dasarnya, SKS merupakan suatu usaha untuk memberi bobot kepada kegiatan akademik di perguruan tinggi. Namun pelaksanaan SKS di berbagai perguruan tinggi sangat bervariasi, termasuk variasi yang terdapat di dalam sistem penilaian akademik para lulusan. Tidak ada jaminan bahwa lulusan yang memperoleh nilai A di suatu perguruan tinggi pasti lebih baik dari lulusan yang memperoleh nilai C di perguruan tinggi lain. Juga tidak ada jaminan bahwa lulusan yang memperoleh IPK 3,50 di suatu perguruan tinggi pasti lebih bermutu dari lulusan yang memperoleh IPK 2,75 di perguruan tinggi lain. Sekiranya otonomi daerah ikut berpengaruh terhadap sistem penilaian di perguruan tinggi maka variasi di dalam sistem penilaian akan lebih besar lagi. Selama tidak ada ujian bersama di antara perguruan tinggi, penyetaraan nilai akademik di antara perguruan tinggi sukar untuk dilaksanakan. Tampaknya, akreditasi yang dihasilkan oleh Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi belum mampu menghasilkan suatu sistem penilaian yang sungguh-sungguh mencerminkan keadaan akademik sesungguhnya dari perguruan tinggi. Dan pada akhirnya, secara tidak langsung, penilaian terhadap mutu lulusan perguruan tinggi diserahkan kepada penilaian masyarakat. Kalau sampai terjadi, otonomi pendidikan mengotak-kotakkan sistem penilaian sesungguhnya di perguruan tinggi, maka diperlukan badan lintas daerah untuk menyusun suatu sistem penilaian riel di antara perguruan tinggi. Salah satu badan yang baik untuk melakukan penilaian pendidikan tinggi lintas daerah otonom adalah organisasi profesi ilmiah. Untuk setiap bidang ilmu, organisasi demikian dapat melakukan penilaian seragam untuk semua daerah otonom. Cukup beralasan untuk beranggapan bahwa sistem penilaian semacam ini dapat menjamin keberhasilan tiga paradigma belajar di perguruan tinggi seperti yang dikemukakan oleh Light dan Cox7 yang meliputi paradigma ad hoc tentang kompetensi akademik, paradigma keterampilan tentang kompetensi operasional, dan paradigma profesional. 6 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Petunjuk Pelaksanaan Sistem Kredit untuk Perguruan Tinggi (Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan tinggi, 1984/1985) 7 Greg Light and Roy Cox. Learn ing and Teaching in Higher Education: The Reflective Professional (London: Paul Chapman Publishing, 2001), hal. 8-10. 3
  • 4. Sistem Penilaian Program Pendidikan Selain hasil belajar, sistem penilaian perguruan tinggi juga bersangkutan dengan program pendidikan. Diperlukan patokan tertentu untuk menilai mutu suatu program pendidikan di perguruan tinggi. Sejumlah patokan untuk penilaian yang sering digunakan orang mencakup standar internal perguruan tinggi, standar nasional, metoda komparasi, patok mutu (benchmarking), serta konvensi. Banyak perguruan tinggi mengembangkan sendiri standar pendidikan yang mereka rintis. Sebagai contoh, Curtin Technological University di Perth, Australia telah menyusun prosedur rinci tentang standar mutu yang berlaku di dalam perguruan tinggi. Dan biasanya, perguruan tinggi tenar dan besar memiliki standar mutu demikian untuk digunakan pada penilian program pendidikan yang mereka selenggarakan. Berbagai negara juga menyusun standar nasional di bidang pendidikan. Undang-undang tentang Sistem Pendidikan Nasional di Indonesia mencantumkan ketentuan tentang Standar Nasional Pendidikan. Namun standar ini masih perlu dijabarkan lebih lanjut melalui peraturan pemerintah yang pada saat ini belum diterbitkan. Negara tetangga kita Austalia, sejak tahun 1995, telah menetapkan Australian Qualifications Framework (AQF) untuk “menyatukan kualifikasi yang sudah ditetapkan oleh berbagai sektor berbeda di dalam sistem pendidikan Australia.”8 Dalam satu hal, European Credit Transfer System dapat juga dianggap mencerminkan standar nasional untuk negara Eropa. Berbagai metoda komparasi untuk membandingkan suatu perguruan tinggi dengan perguruan tinggi lain telah dikembangkan oleh, misalnya, Unesco. Melalui sejumlah indeks, penyetaraan di antara perguruan tinggi dapat disajikan secara numerik. Di bidang pendidikan teknik misalnya kita mengenal metoda perbandingan yang dikembangkan oleh Anatoly I. Bogomolov dari Unesco.9 Metoda perbandingan serupa juga disusun oleh Rene Jean Dupuy dan Gregory Tunkin untuk bidang ilmu hukum serta Andre Delessert untuk bidang matematika. Patok mutu (benchmarking) merupakan salah satu metoda yang banyak digunakan di dalam penilaian perguruan tinggi. Paling sedikit dikenal tiga macam benchmarking berupa metric benchmarking, diagnostic benchmarking, dan process benchmarking untuk keperluan internal, kompetisi, fungsional, dan generic di perguruan tinggi. 10 Dalam satu hal, peringkat akreditasi yang diberikan oleh Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN-PT) dapat kita anggap sebagai suatu sistem patok mutu (benchmarking) di Indonesia. Kesepakatan di antara negara merupakan salah satu alat untuk penilaian pada perguruan tinggi. European Credit Transfer System merupakan salah satu contoh dari kesepakatan di antara negara. Selain itu, dikenal pula kesepakatan melalui konvensi. Dan kini telah ada sejumlah konvensi untuk pendidikan tinggi. Di antaranya adalah Unesco Convention on the Recognition of Studies, Diplomas, and Degrees in Higher Education in Asia and the Pacific yang dikenal sebagai the Ragional Convention. Konvensi lain adalah Convention on the Recognition of Qualifications Concerning Higher Education in the European Region yang dikenal sebagai the Lisbon Recognition Convention. Ada pula Washington Accord yang dicetuskan pada 8 Rhonda Henry, “Quality Assurance: The Australian Government Perspective.” Makalah pada Annual Conference of Association of Southeast Asian Institutes of Higher Learning, Jakarta, 9 – 11 December 2003 9 Anatoly I. Bogomolov. Comparability of Engineering Courses and Degrees: A Methodological Study (Paris: The Unesco Press, 1974) 10 Helen Smith, Michael Armstrong, and Sally Brown. Benchmarking and Threshold Standards in Higher Education (London: Kogan Page Limited, 1999), hlm 59-64 4
  • 5. tahun 1989 untuk professional engineering degree programs serta ada pula APEC Engineers Project serta APEC Architect Project. Pada saat ini, APEC telah mengakui sarjana teknik tertentu lulusan perguruan tinggi di Indonesia apabila perguruan tinggi itu berhasil meraih status akreditasi yang tinggi dari Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN-PT). Ini merupakan suatu terobosan di dalam penilaian pada perguruan tinggi di Indonesia. Selanjutnya diharapkan agar pengakuan seperti ini dapat meluas ke semua jenis sarjana teknik dan bahkan ke semua sarjana dari berbagai bidang ilmu lainnya. Peranan Evaluasi Pendidikan Penilaian atau evaluasi pendidikan di pendidikan tinggi memerlukan tenaga yang memiliki kemampuan di bidang evaluasi. Evaluasi pendidikan tidak sekedar terbatas pada substansi yang akan dievaluasi. Evaluasi pendidikan memerlukan sistem evaluasi yang memadai. Memang pada waktu lampau, evaluasi pendidikan hanya merupakan bagian dari psikologi pendidikan. Namun evaluasi pendidikan terus berkembang sehingga menjadi disiplin ilmu tersendiri. Pakar seperti Michael Scriven bahkan menyatakan bahwa berasal dari psikologi pendidikan, «evalasi pendidikan telah muncul sebagai suatu disiplin yang berdiri sendiri.» 11 Dari perkembangan evaluasi pendidikan tampak bahwa evaluasi pendidikan tidaklah sederhana. Banyak hasil penelitian di bidang evaluasi pendidikan menunjukkan bahwa evaluasi pendidikan merupakan suatu disiplin ilmu yang rumit. Di samping kerumitan teori di bidang evaluasi pendidikan, pilihan metoda evaluasi di dalam pendidikan juga merupakan sesuatu yang tidak sederhana. «Bahkan aneka jenis metoda tidak cukup» untuk digunakan di dalam evaluasi pendidikan di perguruan tinggi, kata Paul Ramsden karena jawaban untuk pilihan akan metoda adalah kontekstual.12 Pada saat ini, tenaga di bidang evaluasi pendidikan dipersiapkan di program studi Penelitian dan Evaluasi Pendidikan (PEP) di beberapa perguruan tinggi. Karena masih relatif baru didirikan, program studi PEP masih belum mantap dan masih memerlukan pembinaan dan pengembangan. Tidak saja pelaksanaan pendidikan PEP belum dapat dikatakan mantap, penelitian di bidang evaluasi pendidikan pun masih jauh dari mantap. Sebagian besar mahasiswa dari program studi PEP tidak melakukan penelitian di bidang evaluasi pendidikan. Penelitian mereka merambah ke program studi lain. Dan sementara itu, penelitian mahasiswa dari program studi lain tidak ada yang merambah ke bidang evaluasi pendidikan. Selain evaluasi hasil belajar di perguruan tinggi serta evaluasi program di perguruan tinggi, program pendidikan Evaluasi Pendidikan juga memerlukan pembinaan dan pengembangan untuk memantapkan program pendidikannya. Manakala program pendidikan Evaluasi Pendidikan sudah berhasil dimantapkan maka lulusan program studi ini bersama-sama dengan lulusan program studi lain dapat membantu berbagai lembaga pendidikan untuk melakukan penilaian di berbagai perguruan tinggi secara intradaerah otonom ataupun secara interdaerah otonom. Beberapa Bahan Pertimbangan Untuk meningkatkan mutu perguruan tinggi kita atau, setidak-tidaknya, tidak menurunkan mutu yang ada sekarang ini, kita perlu mempertimbangkan sejumlah tindakan di dalam sistem penilaian di perguruan tinggi kita. Tindakan demikian hanya dapat berhasil kalau 11 Michael Scriven, “Evaluation Perspectives and Procedures,” in Evaluation in Education: Current Applications. W. James Popham (ed). (Berkeley, CA: McCutchan Publishing Corporation, 1974), hal. 4 12 Paul Ramsden. Learning to Teach in Higher Education. (London: Routledge, 1992), hal. 192 5
  • 6. semua perguruan tinggi mau berpartisipasi di dalam sistem penilaian dan peningkatan mutu pendidikan di perguruan tinggi masing-masing. Beberapa di antaranya adalah sebagai berikut. Pertama, Standar Nasional Pendidikan yang tercantum di dalam Undang-undang tentang Sistem Pendidikan Nasional hendaknya disusun secara baik sehingga dapat dijadikan acuan yang terandalkan di dalam kendali mutu, baik oleh perguruan tinggi sendiri maupun oleh badan yang mengawasi berbagai perguruan tinggi. Kedua, rasanya sudah waktunya, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi melalukan evaluasi terhadap Sistem Kredit Semester yang dipraktekkan di berbagai perguruan tinggi pada waktu sekarang ini, terutama pada program studi dengan jumlah mahasiswa yang besar. Untuk menampung berbagai sistem seperti semester, caturwulan, atau trimester, satuan beban studi dan beban mengajar jangan dikaitkan dengan semester, caturwulan, atau trimester, melainkan dikaitkan dengan total waktu studi misalnya total jam studi yang diperlukan. Ketiga, setiap perguruan tinggi, seperti halnya perguruan tinggi terkenal di Amerika Serikat, membentuk biro ujian atau layanan ujian di dalam perguruan tinggi masing-masing. Jika dikehendaki, biro atau layanan ini dapat diperluas sehingga mencakup unsur yang digunakan di dalam sistem akreditasi perguruan tinggi. Biro ujian atau layanan ujian di perguruan tinggi dapat menjadi pemantau sistem penilaian di perguruan tinggi masing-masing. Keempat, diperlukan suatu sistem penilaian seperti European Credit Transfer System yang berlaku di Uni Eropa. Agar dapat berlaku lintas daerah otonom, usaha ini perlu ditangani oleh organisasi profesi ilmiah atau ikatan sarjana di bidang pendidikan dan bidang ilmu yang tidak dipengaruhi oleh otonomi daerah. Salah satu organisasi demikian adalah Himpunan Evaluasi Pendidikan Indonesia (HEPI) serta organisasi lainnya adalah berbagai ikatan sarjana menurut ilmu yang terkait. Kelima, program pendidikan Evaluasi Pendidikan perlu dibina untuk dimantapkan dan dikembangkan. Lulusan program pendidikan ini dapat mengisi keperluan akan evaluator atau penilai untuk berbagai pendidikan tinggi di dalam ataupun lintas daerah otonom. Dan bersama itu, penelitian di bidang evaluasi pendidikan dapat ditingkatkan secara kuantitatif dan kualitatif. Daftar Pustaka AARCRAO. A Guide to the Implementation of the AARCRAO Electronic Transcript. Alma Mater Universita di Bologna. Magna Charta Universitatum. Bononina University Press Bogomolov, Anatoly I. Comparability of Engineering Courses and Degrees: A Mathodological Study. Paris: The Unesco Press, 1974 Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Petunjuk Pelaksanaan Sistem Kredit untuk Perguruan Tinggi. Jakarta: 1984/1985 Henry, Rhonda. “Quality Assurance: The Australian Government Perpective.” Annual Conference of Association of Southeast Asian Institutes of Higher Learning, Jakarta 9 – 11 December 2003 http//:www.fh. wolfenbuettel.de/Studium/ects/. Studium: European Credit Transfer System. Light, Greg and Roy Cox. Learning and Teaching in Higher Education: The Reflective Professional. London: Paul Chapman Publishing, 2001. Nitko, Anthony J. Educational Assessment of Students. Second edition. Englewood Cliffs, NJ: Prentice-Hall, 1996 Ramsden, Paul. Learning to Teach in Higher Education. London: Routledge, 1992 Scriven, Michael, “Evaluation Perspectives and Procedures,” in Evaluation in Education: Current Applications. W. James Popham (ed). Berkeley, CA: McCutchan Publishing Corporation, 1974 Smith, Helen, Michael Armstrong, and Sally Brown. Benchmarking and Threshold Standards in Higher Education. London: Kogan Page Limited, 1999 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. 6
  • 7. semua perguruan tinggi mau berpartisipasi di dalam sistem penilaian dan peningkatan mutu pendidikan di perguruan tinggi masing-masing. Beberapa di antaranya adalah sebagai berikut. Pertama, Standar Nasional Pendidikan yang tercantum di dalam Undang-undang tentang Sistem Pendidikan Nasional hendaknya disusun secara baik sehingga dapat dijadikan acuan yang terandalkan di dalam kendali mutu, baik oleh perguruan tinggi sendiri maupun oleh badan yang mengawasi berbagai perguruan tinggi. Kedua, rasanya sudah waktunya, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi melalukan evaluasi terhadap Sistem Kredit Semester yang dipraktekkan di berbagai perguruan tinggi pada waktu sekarang ini, terutama pada program studi dengan jumlah mahasiswa yang besar. Untuk menampung berbagai sistem seperti semester, caturwulan, atau trimester, satuan beban studi dan beban mengajar jangan dikaitkan dengan semester, caturwulan, atau trimester, melainkan dikaitkan dengan total waktu studi misalnya total jam studi yang diperlukan. Ketiga, setiap perguruan tinggi, seperti halnya perguruan tinggi terkenal di Amerika Serikat, membentuk biro ujian atau layanan ujian di dalam perguruan tinggi masing-masing. Jika dikehendaki, biro atau layanan ini dapat diperluas sehingga mencakup unsur yang digunakan di dalam sistem akreditasi perguruan tinggi. Biro ujian atau layanan ujian di perguruan tinggi dapat menjadi pemantau sistem penilaian di perguruan tinggi masing-masing. Keempat, diperlukan suatu sistem penilaian seperti European Credit Transfer System yang berlaku di Uni Eropa. Agar dapat berlaku lintas daerah otonom, usaha ini perlu ditangani oleh organisasi profesi ilmiah atau ikatan sarjana di bidang pendidikan dan bidang ilmu yang tidak dipengaruhi oleh otonomi daerah. Salah satu organisasi demikian adalah Himpunan Evaluasi Pendidikan Indonesia (HEPI) serta organisasi lainnya adalah berbagai ikatan sarjana menurut ilmu yang terkait. Kelima, program pendidikan Evaluasi Pendidikan perlu dibina untuk dimantapkan dan dikembangkan. Lulusan program pendidikan ini dapat mengisi keperluan akan evaluator atau penilai untuk berbagai pendidikan tinggi di dalam ataupun lintas daerah otonom. Dan bersama itu, penelitian di bidang evaluasi pendidikan dapat ditingkatkan secara kuantitatif dan kualitatif. Daftar Pustaka AARCRAO. A Guide to the Implementation of the AARCRAO Electronic Transcript. Alma Mater Universita di Bologna. Magna Charta Universitatum. Bononina University Press Bogomolov, Anatoly I. Comparability of Engineering Courses and Degrees: A Mathodological Study. Paris: The Unesco Press, 1974 Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Petunjuk Pelaksanaan Sistem Kredit untuk Perguruan Tinggi. Jakarta: 1984/1985 Henry, Rhonda. “Quality Assurance: The Australian Government Perpective.” Annual Conference of Association of Southeast Asian Institutes of Higher Learning, Jakarta 9 – 11 December 2003 http//:www.fh. wolfenbuettel.de/Studium/ects/. Studium: European Credit Transfer System. Light, Greg and Roy Cox. Learning and Teaching in Higher Education: The Reflective Professional. London: Paul Chapman Publishing, 2001. Nitko, Anthony J. Educational Assessment of Students. Second edition. Englewood Cliffs, NJ: Prentice-Hall, 1996 Ramsden, Paul. Learning to Teach in Higher Education. London: Routledge, 1992 Scriven, Michael, “Evaluation Perspectives and Procedures,” in Evaluation in Education: Current Applications. W. James Popham (ed). Berkeley, CA: McCutchan Publishing Corporation, 1974 Smith, Helen, Michael Armstrong, and Sally Brown. Benchmarking and Threshold Standards in Higher Education. London: Kogan Page Limited, 1999 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. 6