Dokumen tersebut merupakan naskah drama yang menceritakan kisah Toba, seorang nelayan miskin yang bertemu dengan Putri, seorang putri kayangan yang berubah menjadi manusia. Mereka menikah dan dikaruniai seorang anak bernama Samosir. Namun, Toba sering marah kepada Samosir karena kebiasaannya yang sering lapar, hingga akhirnya mengatai Samosir sebagai "anak ikan".
MEMAHAMI WATAK, TOKOH, LATAR DAN AMANAThugogunawan
Memahami watak, tokoh, latar dan amanat dengan menggunakan cerita bergambar dalam pelajaran Bahasa Indonesia aspek membaca. Gambar dan intonasi baca menjadi kuncinya.
1. NAMA : ANDI SUPRIANTO
KELAS : 9-F
NO ABSEN: 25
Asal Usul Danau Toba
Babak I
Intro: Musik Dangdut mengiringi masuknya Toba, si anak Yatim Piatu yang tinggal di
sebelah utara Pulau Sumatera yang sangat kering dengan peralatan pancingnya. Intro diakhiri
dengan musik dangdut yang berkolaborasi dengan musik pop.
1.Toba: (dengan logat batak)” Halo, Penonton. Apa kabarnya? Baik – baik sajakah? Aku ke
sini mau memancing ikan. Doakan aku ya!!” (setelah menunggu kira – kira 3 jam) “Lihatlah,
dari pagi aku menunggu ikan, tapi kenapa tidak ada yang tertarik dengan umpanku? Apa
umpanku sudah ketinggalan zaman? Atau, sudah ada yang lebih up to date lagi dari
umpanku? Perasaan, umpan ini adalah umpan yang paling up to date sekarang. Apa dewi
fortuna belum mengiringi langkahku? Bagaimana aku bisa makan hari ini? Tuhan, tolonglah
hambamu ini. ”
2.Toba: (mengayun tali pancing sambil melamun)
3.Toba: (ekspresi terkejut karena tiba – tiba tali pancing terasa berat) “Eh, penonton ikan apa
yang tertarik dengan umpanku?”
4.Toba: “Wah, hari ini aku dapat ikan mas. Besar lagi. Cukup untuk dua hari kumakan. Para
penonton, Bapak - bapak, Ibu - ibu, semua yang ada di sini, pasti kebagian ikan mas ini.
Tenang saja.”(sambil mengusap ikan mas yang besar)
5.Musik dangdut dilantunkan, ikan tersebut berubah menjadi wanita berparas cantik dan
anggun, dan Toba terkejut bercampur tidak percaya melihatnya?
6.Toba : “Putri dari mana kau? Dari kayangankah? Soalnya elok sekali paras kau.”
7.Putri : “Halo, penonton semua. Aku Putri. Aku dari kayangan. Aku yang punya sejarah
yang suram. Dulu, saya pernah dikutuk oleh para dewa karena telah melanggar peraturan di
kayangan dan telah tersurat jika saya tersentuh tangan maka saya akan berubah seperti
makhluk yang menyentuh saya. Karena saya disentuh oleh manusia, maka saya menjadi
manusia.”
8.Toba : “Panjang sekali cerita kau, tak mengerti aku. Ah! Sudahlah, kau pulang dulu ke
rumahku nanti baru kau ceritakan ulang.”
9.Sesampainya di rumah Toba
10.Putri : “Ini rumah Abang? Berantakan sekali ya, Penonton!”
11.Toba: “Iyalah. Pasti kau kira rumahku itu bersih, aman, rapi, dan indah seperti julukan
kota di seberang sana? Ya, beginilah kalau tinggal sendirian. Aku cuma di rumah itu malam
hari. Sisanya, aku mengurusi ladang milik ayahku dan memancing.”
12.Putri : “Lho, ayah Aang kemana? Kenapa tidak kelihatan dari tadi?”
13Toba : Beliau sudah meninggal 3 tahun lalu, terus sebulan setelah ayahku meninggal ibuku
menyusul. Eh, tapi sudahlah tak perlu kau pikirkan. Itu sudah berlalu.
14.Putri : Maaf, aku mengingatkan Abang dengan masa lalu. Ngomong – ngomong, nama
Abang siapa?
15.Toba : “Aku, Toba. Kalau kau siapa? Eh, sebentar, katanya kau dari kayangan. Berarti
kupanggil kau Putri saja. Lebih elok didengar orang kampung. Eh, tadi kau ngomong mau
cerita lagi kenapa kau sampai bisa dikutuk jadi ikan mas. Ceritalah. Aku siap mendengar.”
2. 16.Putri :”Ah! Sudahlah, tak perlu diingat lagi. Aku tak mau mengingat masa laluku. Tadi
juga aku sudah berbagi dengan penonton dan Abang, tapi sepertinya Abang agak telat mikir.
Yang penting sekarang, aku bisa menikmati rasanya menjadi seorang manusia.”
17.Toba: ”Ya, sudahlah kalau kau tak mau ceritera, yang penting penonton sudah tahu keluh-
kesah kau. Biarlah aku tidak tahu.
18.Toba: ”Penonton, aku mau menyatakan cintaku dengan si Putri ya. Putri, jujur, aku jatuh
cinta padamu. Paras kau yang elok dan anggun, tutur kata kau yang lembut, dan semuanya.
Apa kau mau menikah denganku?”
19.Putri : “Baiklah. Aku bersedia. Tapi ada satu syarat. Biarkan penonton jadi saksi. Abang
tidak boleh memberitahu bahwa aku berasal dari ikan dan saat kita punya anak nanti, abang
tidak boleh menghinanya dengan sebutan anak ikan.”
20.Toba: “Kalau masalah itu kau tak perlu takut. Rahasia ini akan kujaga baik – baik. Mari,
kau kukenalkan dengan orang kampung. Kujamin mereka terpesona melihat keanggunanmu.
Penonton juga bisa memegang ucapanku ini.”
21.Toba: “Warga, ayo ke sini! Aku mau mengenalkan kalian dengan calon istriku yang
berasal dari i……”
22.Warga kampung:”Toba, dari mana kau dapat wanita ini? Bagaimana kau bisa bertemu
dengannya? Kapan ketemunya? Apa dia tersesat?”
23.Toba: (dengan logat batak yang khas) “Dia kudapat dari desa sebelah. Katanya dia
tersesat. Wah kalau kalian tanya bagaimana, panjang ceriteranya, aku sendiri sampai tidak
mengerti bagaimana aku bisa bertemu dengan wanita berparas anggun ini. Aku salah satu
orang yang lebih dari beruntung dapat menikahinya.”
Babak II
24.Toba dan Putri telah menikah dan Toba sudah pindah rumah.
25.Toba: (masih dengan logat batak yang kental) “Putri, terimakasih sekali, karena kau aku
bisa tinggal di rumah moderen seperti ini. Tidak seperti rumahku yang dulu. Sekali lagi
terimakasih, Putri. Penonton, aku sekarang jadi orang kaya yang bertempat tinggal di rumah
moderen, walaupun sikapku masih kampungan. Maklum, aku lahir, besar, dan akan tua di
kampung.”
26.Putri: “Abang, tidak perlu sungkan. Yang penting, sekarang kita bahagia. Iya, kan,
Penonton?”
27.Toba: “Betul „kali kau.”
28.Putri: (mengerahkan kesaktian yang dimilikinya) “Abang, ini adalah pemberianku yang
terakhir. Setelah ini, kesaktianku akan hilang. Dan, aku tidak bisa memberikanmu sesuatu
yang berharga lagi. Pergunakan pemberianku yang terakhir ini dengan sebaik – baiknya.
Penonton, kalian sudah melihat apa yang kuberikan pada suamiku. Selanjutnya, kuingin
kalian memantau suamiku. Kalau dia nakal, lapor ke saya, biar saya lapor ke Pak RT.”
27.Toba:”Kau tak perlu takut. Aku pasti menggunakannya untuk hal – hal yang bermanfaat.
Kau juga tak perlu ragu, aku tidak akan menyia – nyiakanmu, karena kau, aku bisa sukses.
Kalau tidak ada kau, mungkin aku masih kerja sendirian di ladang sekarang. Penonton kalau
nakalnya cuma sedikit, tak perlu dilaporkan. Nanti aku yang susah. Setuju?”
Babak III
29.Toba dan Putri dikaruniai bayi laki – laki yang lucu.
30.Toba:”Nang, ning, ning, nang, ning, nung. Putri, kau lihat anak kita lucu „kali.”
“Penonton, lihat, aku sudah jadi bapak sekarang.”
31.Putri:”Iya, Bang. Ngomong – ngomong, anak kita dikasih nama apa, Bang? Abang masih
telmi ya, Penonton, padahal sudah mau jadi ayah dari anakku”
32.Toba:”Anakku yang lucu, kuberi nama kau “Samosir”. Putri dan penonton, setuju?”
33.Putri:”Samosir, nama yang bagus. Cocok untuk anak kita, Bang.
34.Samosir:”Halo, penonton, aku Samosir, anak Pak Toba dan Bu Putri. Salam kenal!”
3. Babak IV
35.Anak itu tumbuh menjadi anak yang tampan, tetapi anak ini punya kebiasaan buruk, ia
sering merasa lapar. Hal ini seringkali membuat Toba marah.
36.Toba: (berteriak sambil setengah marah)”Putri, kau tidak masak hari ini? Bagaimana kau
ini? Tak malu kau dilihat penonton sebanyak ini. Kau juga tidak tahu aku lelah pulang kerja.
Ternyata, sampai rumah aku harus marah lagi.”
37.Putri: “Maaf, Bang. Tadi Samosir merasa sangat lapar. Jadi, bekal buat Abang dimakan
sama Samosir. Ini mau saya buatkan lagi bekal untuk Abang. Ditunggu ya, Bang.
38.Toba: (masih setengah marah) Ya, sudah kutunggu. Tapi, lain kali awas kau begitu.”
“Mana si Samosir?” “Samosir, ke mana kau? Sudah kenyang kau makan, Nak? Enak kau
makan jatah punya ayahmu ini? Kau, tahu ayahmu ini lelah, letih, dan lesu. Kau enak saja
makan punya ayahmu ini.”
39.Samosir:”Maaf, Ayah. Tadi, Samosir sangat lapar. Jadi, Samosir makan punya ayah.”
40.Toba:”Ya sudah, ayah maafkan. Tapi kau janji lain kali, tidak boleh mengambil milik
orang lain. Itu tidak lebih dari pencuri. Mengerti?”
41.Samosir:”Iya, Ayah. Samosir, janji.”
42.Toba:”Bagus.”
43.Hal ini berlangsung terus sampai akhrnya kesabaran Toba sudah melampaui batas
44.Toba: (dengan nada marah) “Samosir, apa yang waktu itu kau janjikan kepada aku? Kau
melanggar janjimu. Sekarang, aku harus menghukummu.” “Kau tidak boleh tidur di rumah
ini, sebelum kau bisa merubah tabiat burukmu itu.”
45.Putri: (sambil menangis)”Jangan, Bang!” “Samosir masih kecil, kalau Samosir sakit
bagaimana, Bang? Apa Abang tidak bisa membayangkan apa yang akan terjadi dengan
Samosir jika Abang melakukan ini. Samosir tak berdaya, Bang. Dia masih kecil.
46.Toba: (masih dengan nada marah) “Ini jadinya kalau anak ini terus dimanja. Dia selalu
bertindak sesuka hati, tidak memikirkan orang lain. Kalian berdua sama saja.”
47.Putri: (dengan nada memelas) “Sekarang terserah pada Abang! Kalau Abang ingin
menghukum Samosir. Silahkan! Tapi, Abang harus turuti permintaan saya. Saya minta Abang
tidak mengusir Samosir dari rumah. Hanya itu permintaan saya.”
48.Toba: (marah agak mereda) “Samosir, karena ibumu yang meminta, Ayah tidak bisa
menolak. Ayah tidak jadi mengusirmu. Tapi kau tetap harus menjalani hukumanmu.”
“Selama seminggu, kau tidak kuizinkan tidur di kamar. Tempat tidurmu di gudang.”
“Mengerti?”
49.Samosir: (sambil menangis) “Iya, Ayah. Samosir mengerti.”
50.Empat bulan berlalu, Samosir yang sudah bebas dari hukumannya, masih dengan
kebiasaannya yang sering lapar. Kali ini, kemarahan Toba sudah memuncak.
51.Toba: (sangat marah) “Samosir, di mana kau?”
52.Samosir: “Aku di sini Ayah. Ada apa Ayah memanggilku?”
53.Toba: “Jangan banyak bertanya kau! Apakah kau makan lagi bekal untuk Ayah?”
54.Samosir: “Maaf, Ayah! Tadi, Samosir sangat lapar, terpaksa Samosir makan bekal Ayah?”
55.Toba: (menarik telinga Samosir sambil membawanya ke luar rumah) “Kau tahu Ayah dari
mana? Kau tahu Ayah ini bekerja di ladang, Banting tulang. Kau seenaknya saja makan bekal
Ayah. Sekali, dua kali sudah Ayah maafkan, tapi ini sudah berulang kali. Kau tahu itu bukan?
56.Samosir: (menangis) Maaf, Ayah! Samosir akan mencoba untuk tidak mengulanginya
lagi. Jangan hokum Samosir lagi Ayah.
57.Toba: “Sudah! Tak ada lagi kata maaf buat anak nakal seperti kau!” “Dasar anak kurang
ajar. Tidak tahu diuntung. Betul-betul kau anak keturunan perempuan yang berasal dari
ikan!!”
58. Sambil menangis, Samosir berlari pulang menemui ibunya di rumah. Kepada ibunya dia
mengadukan bahwa dia dipukuli ayahnya. Semua kata-kata cercaan yang diucapkan ayahnya
4. kepadanya di ceritakan pula. Mendengar cerita anaknya itu, si ibu sedih sekali, terutama
karena suaminya sudah melanggar sumpahnya dengan kata-kata cercaan yang dia ucapkan
kepada anaknya itu.
59.Putri: (terkejut mendengar cerita Samosir) Anakku, apakah kau berkata jujur? Apakah kau
tidak membohongi Ibu?
60.Samosir: “Tidak, Bu. Apa benar aku ini anak ikan, Bu? Jawab, Bu!
61.Putri: “Sekarang, Ibu minta kau untuk tidak mempedulikan perkataan Ayahmu.”
“Segeralah pergi mendaki bukit yang terletak tidak begitu jauh dari rumah kita dan kau harus
memanjat pohon kayu tertinggi yang terdapat di puncak bukit itu.”
62.Samosir: “Baik, Bu!”
63. Samosir segera melakukan perintah ibunya itu. Dia berlari-lari menuju ke bukit yang
dimaksud ibunya dan mendakinya.
64. Ketika tampak oleh ibunya bahwa Samosir sudah hampir sampai ke puncak pohon kayu
yang dipanjatnya di atas bukit , dia pun berlari menuju sungai yang tidak begitu jauh dari
rumah mereka itu.
65. Putri: (sambil berlari ke arah sungai) “Sudah tidak ada lagi yang bisa kupercaya. Toba
sudah berkhianat!”
66. Akhir cerita, Putri tiba di tepi sungai itu, kilat menyambar disertai bunyi guruh yang
megelegar. Sesaat kemudian, ia melompat ke dalam sungai dan tiba-tiba berubah menjadi
seekor ikan besar. Pada saat yang sama, sungai itu pun banjir besar dan turun pula hujan yang
sangat lebat. Beberapa waktu kemudian, air sungai itu sudah meluap kemana-mana dan
tergenanglah lembah tempat sungai itu mengalir. Toba tak bisa menyelamatkan dirinya, ia
mati tenggelam oleh genangan air. Lama-kelamaan, genangan air itu semakin luas dan
berubah menjadi danau yang sangat besar yang di kemudian hari dinamakan orang Danau
Toba dan Pulau kecil di tengah-tengahnya diberi nama Pulau Samosir.