Tindakan pra rujukan untuk bayi prematur dan berat badan kurang dari 2 kg yang tidak bernafas meliputi resusitasi dengan membersihkan mulut dan hidung, menghangatkan tubuh, ventilasi paru menggunakan masker dan balon, serta kompresi jantung apabila denyut jantung kurang dari 60 kali per menit. Tindakan ini bertujuan memulihkan pernafasan dan denyut jantung sebelum rujukan ke fasilitas kesehatan le
SNI 6989.2:2009 tentang Air dan Air Limbah - Bagian 2: Cara Uji Kebutuhan Oks...Muhamad Imam Khairy
SNI 6989.2:2009 tentang Air dan Air Limbah - Bagian 2: Cara Uji Kebutuhan Oksigen Kimiawi (Chemical Oxygen Demand/COD) dengan Refluks Tertutup secara Spektrofotometri
SNI 6989.2:2009 tentang Air dan Air Limbah - Bagian 2: Cara Uji Kebutuhan Oks...Muhamad Imam Khairy
SNI 6989.2:2009 tentang Air dan Air Limbah - Bagian 2: Cara Uji Kebutuhan Oksigen Kimiawi (Chemical Oxygen Demand/COD) dengan Refluks Tertutup secara Spektrofotometri
Opsi Teknologi Pengelolaan Air Limbah Permukiman infosanitasi
Opsi Teknologi Pengelolaan Air Limbah Permukiman. Terdapat berbagai pilihan teknologi pengelolaan air limbah permukiman, baik sistem onsite (setempat) maupun sistem off-site (kawasan dan perkotaan).
Perencanaan Teknis IPLT - Unit Pengolahan PemekatanJoy Irman
Pelatihan Sistem Pengelolaan Air Limbah Sistem (SPAL-S atau on-site) terdiri dari beberpa modaul, yaitu Modul (A) Dasar-dasar Pengelolaan Air Limbah Sistem Setempat (SPAL-S atau on-site), (B) Cubluk Kembar, (C) Tangki Septik dengan Bidang Resapan), (D) Mandi-Cuci-Kakus atau MCK, (E) Biofilter, (F) Upflow Aerobic Filter, (G) Rotating Biological Contactactor atau RBC, (H) Anaerobic Bafle Reactor, (I) Sarana Pengangkut Tinja, dan (J) Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT).
Masing-masing Modul tersebut terdiri lagi dari beberapa sub-modul yang menjelaskan mengenai aspek-aspek (1) Perencanaan Teknis, (2) Pelaksanaan Konstruksi, (3) Operasional, Pemeliharaan dan Rehabilitasi, (4) Kelembagaan, Administrasi dan Keuangan, (5) Pemantauan dan Evaluasi. Peserta pelatihan dapat memilih Modul/Sub-Modul sesuai dengan kebutuhannya masing-masing.
Sistem Pengelolaan Air Limbah Sistem Setempat - Cubluk Kembar - Perencanaan T...Joy Irman
Pelatihan Sistem Pengelolaan Air Limbah Sistem (SPAL-S atau on-site) terdiri dari beberpa modaul, yaitu Modul (A) Dasar-dasar Pengelolaan Air Limbah Sistem Setempat (SPAL-S atau on-site), (B) Cubluk Kembar, (C) Tangki Septik dengan Bidang Resapan), (D) Mandi-Cuci-Kakus atau MCK, (E) Biofilter, (F) Upflow Aerobic Filter, (G) Rotating Biological Contactactor atau RBC, (H) Anaerobic Bafle Reactor, (I) Sarana Pengangkut Tinja, dan (J) Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT).
Masing-masing Modul tersebut terdiri lagi dari beberapa sub-modul yang menjelaskan mengenai aspek-aspek (1) Perencanaan Teknis, (2) Pelaksanaan Konstruksi, (3) Operasional, Pemeliharaan dan Rehabilitasi, (4) Kelembagaan, Administrasi dan Keuangan, (5) Pemantauan dan Evaluasi. Peserta pelatihan dapat memilih Modul/Sub-Modul sesuai dengan kebutuhannya masing-masing.
Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT) - Operasional, Pemeliharaan dan Peng...Joy Irman
Pelatihan Sistem Pengelolaan Air Limbah Sistem (SPAL-S atau on-site) terdiri dari beberpa modaul, yaitu Modul (A) Dasar-dasar Pengelolaan Air Limbah Sistem Setempat (SPAL-S atau on-site), (B) Cubluk Kembar, (C) Tangki Septik dengan Bidang Resapan), (D) Mandi-Cuci-Kakus atau MCK, (E) Biofilter, (F) Upflow Aerobic Filter, (G) Rotating Biological Contactactor atau RBC, (H) Anaerobic Bafle Reactor, (I) Sarana Pengangkut Tinja, dan (J) Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT).
Masing-masing Modul tersebut terdiri lagi dari beberapa sub-modul yang menjelaskan mengenai aspek-aspek (1) Perencanaan Teknis, (2) Pelaksanaan Konstruksi, (3) Operasional, Pemeliharaan dan Rehabilitasi, (4) Kelembagaan, Administrasi dan Keuangan, (5) Pemantauan dan Evaluasi. Peserta pelatihan dapat memilih Modul/Sub-Modul sesuai dengan kebutuhannya masing-masing.
Opsi Teknologi Pengelolaan Air Limbah Permukiman infosanitasi
Opsi Teknologi Pengelolaan Air Limbah Permukiman. Terdapat berbagai pilihan teknologi pengelolaan air limbah permukiman, baik sistem onsite (setempat) maupun sistem off-site (kawasan dan perkotaan).
Perencanaan Teknis IPLT - Unit Pengolahan PemekatanJoy Irman
Pelatihan Sistem Pengelolaan Air Limbah Sistem (SPAL-S atau on-site) terdiri dari beberpa modaul, yaitu Modul (A) Dasar-dasar Pengelolaan Air Limbah Sistem Setempat (SPAL-S atau on-site), (B) Cubluk Kembar, (C) Tangki Septik dengan Bidang Resapan), (D) Mandi-Cuci-Kakus atau MCK, (E) Biofilter, (F) Upflow Aerobic Filter, (G) Rotating Biological Contactactor atau RBC, (H) Anaerobic Bafle Reactor, (I) Sarana Pengangkut Tinja, dan (J) Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT).
Masing-masing Modul tersebut terdiri lagi dari beberapa sub-modul yang menjelaskan mengenai aspek-aspek (1) Perencanaan Teknis, (2) Pelaksanaan Konstruksi, (3) Operasional, Pemeliharaan dan Rehabilitasi, (4) Kelembagaan, Administrasi dan Keuangan, (5) Pemantauan dan Evaluasi. Peserta pelatihan dapat memilih Modul/Sub-Modul sesuai dengan kebutuhannya masing-masing.
Sistem Pengelolaan Air Limbah Sistem Setempat - Cubluk Kembar - Perencanaan T...Joy Irman
Pelatihan Sistem Pengelolaan Air Limbah Sistem (SPAL-S atau on-site) terdiri dari beberpa modaul, yaitu Modul (A) Dasar-dasar Pengelolaan Air Limbah Sistem Setempat (SPAL-S atau on-site), (B) Cubluk Kembar, (C) Tangki Septik dengan Bidang Resapan), (D) Mandi-Cuci-Kakus atau MCK, (E) Biofilter, (F) Upflow Aerobic Filter, (G) Rotating Biological Contactactor atau RBC, (H) Anaerobic Bafle Reactor, (I) Sarana Pengangkut Tinja, dan (J) Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT).
Masing-masing Modul tersebut terdiri lagi dari beberapa sub-modul yang menjelaskan mengenai aspek-aspek (1) Perencanaan Teknis, (2) Pelaksanaan Konstruksi, (3) Operasional, Pemeliharaan dan Rehabilitasi, (4) Kelembagaan, Administrasi dan Keuangan, (5) Pemantauan dan Evaluasi. Peserta pelatihan dapat memilih Modul/Sub-Modul sesuai dengan kebutuhannya masing-masing.
Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT) - Operasional, Pemeliharaan dan Peng...Joy Irman
Pelatihan Sistem Pengelolaan Air Limbah Sistem (SPAL-S atau on-site) terdiri dari beberpa modaul, yaitu Modul (A) Dasar-dasar Pengelolaan Air Limbah Sistem Setempat (SPAL-S atau on-site), (B) Cubluk Kembar, (C) Tangki Septik dengan Bidang Resapan), (D) Mandi-Cuci-Kakus atau MCK, (E) Biofilter, (F) Upflow Aerobic Filter, (G) Rotating Biological Contactactor atau RBC, (H) Anaerobic Bafle Reactor, (I) Sarana Pengangkut Tinja, dan (J) Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT).
Masing-masing Modul tersebut terdiri lagi dari beberapa sub-modul yang menjelaskan mengenai aspek-aspek (1) Perencanaan Teknis, (2) Pelaksanaan Konstruksi, (3) Operasional, Pemeliharaan dan Rehabilitasi, (4) Kelembagaan, Administrasi dan Keuangan, (5) Pemantauan dan Evaluasi. Peserta pelatihan dapat memilih Modul/Sub-Modul sesuai dengan kebutuhannya masing-masing.
1. Tindakan Pra Rujukan Untuk Bayi Kurang Bulan dan Berat Badan Kurang
dari 2 Kg yang Tidak Bernafas
Tindakan Pra Rujukan Untuk Bayi Kurang Bulan dan
Berat Badan Kurang dari 2 Kg yang Tidak Bernafas
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Bayi berat lahir rendah (BBLR) adalah bayi dengan berat lahir kurang dari 2500 gram
tanpa memandang masa gestasi. Berat lahir adalah berat bayi yang ditimbang dalam 1 (satu)
jam setelah lahir. Prevalensi bayi berat lahir rendah (BBLR) diperkirakan 15% dari seluruh
kelahiran di dunia dengan batasan 3,3%-38% dan lebih sering terjadi di negara-negara
berkembang atau sosio-ekonomi rendah.
Secara statistik menunjukkan 90% kejadian BBLR didapatkan di negara berkembang dan
angka kematiannya 35 kali lebih tinggi dibanding pada bayi dengan berat lahir lebih dari
2500 gram (4). BBLR termasuk faktor utama dalam peningkatan mortalitas, morbiditas dan
disabilitas neonatus, bayi dan anak serta memberikan dampak jangka panjang terhadap
kehidupannya dimasa depan.
Salah satu indikator untuk mengetahui derajat kesehatan masyarakat adalah angka
kematian bayi (AKB). Angka kematian bayi di Indonesia saat ini masih tergolong tinggi.
Angka kematian bayi di Indoesia tercatat 51,0 per 1000 kelahiran hidup pada tahun 2003, ini
memang bukan gambaran yang indah karena masih terbilang tinggi bila di bandingkan
dengan Negara –negara di bagian ASEAN. pennyebab kematian bayi terbanyak adalah
karena gangguan perinatal. Dari seluruh kematian perinatal sekitar 2 – 27% disebabkan
karena kelahiran bayi berat lahir rendah (BBLR). Sementara itu prevalensi BBLR pada saat
ini diperkirakan 7 – 14% yaitu sekitar 459.200 – 900.000 bayi (Depkes RI, 2005)
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
2. Mengetahui penanganan bayi lahir kurang bulan (prematur) dan bayi berat lahir
rendah (BBLR), asuhan bayi baru lahir : tidak bernafas atau megap-megap, peran dan
tanggung jawab bidan, serta tanda bahaya pada bayi baru lahir untuk persiapan prarujukan.
1.2.2 Tujuan Khusus
a. Mengetahui penanganan bayi lahir kurang bulan (prematur) dan bayi berat lahir rendah
(BBLR)
b. Mengetahui asuhan bayi baru lahir : tidak bernafas atau megap-megap
c. Mengetahui peran dan tanggung jawab bidan
d. Mengetahui tanda bahaya pada bayi baru lahir untuk persiapan prarujukan
3. BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1 Penanganan Bayi Lahir kurang bulan (Prematur) dan Bayi Berat Lahir Rendah
(BBLR)
Bayi prematur sedang (33-38 minggu) atau BBLR (1500-2500 gr) dapat mempunyai
masalah segera setelah lahir.
Jika bayi tidak ada kesukaran bernafas dan tetap hangat dengan metode kangguru
o Rawat bayi tetap bersama ibu
o Dorong ibu mulai menyusui dalam satu jam pertama
Jika bayi sianosis (biru) atau sukar bernafas (frekuensi <30 atau >60x permenit, tarikan
dinding dada ke dalam atau merintih), beri oksigen lewat kateter hidung atatu nasal prong.
Jika suhu aksiler turun di bawah 35° C, hangatkan bayi segera.
2.2 Asuhan Bayi Baru Lahir : Tidak Bernafas atau Megap-Megap
a. Penanganan umum
- keringkan bayi, ganti kain yang basah dan bungkus dengan pakaian hangat kering.
- Jika belum dilakukan, segera klem dan potong tali pusat.
- Letakkan bayi ditempat yang keras dan hangat dalam kurung (dibawah radiant heater) untuk
resusitasi.
- Kerjakan prinsip pencegahan infeksi dalam melakukan tindakan perawatan dan resusitasi.
b. Resusitasi
Resusitasi bayi melibatkan beberapa prinsip dasar yang digunakan ketika meresusitasi
ornag dewasa. Namun demikian, factor predisposisinya dapat berbeda, sering kali karena bayi
belum memiliki pernafasan yang berkembang baik dilingkungan ekstra uteri. Tujuan dari
resusitasi neonates adalah untuk memulai atau mempertahankan kehidupanekstra uteri,
membatasi kerusakan serebri.
Perlunya resusitasi harus ditentukan sebelum akhir menit pertama kehidupan. Indicator
terpenting bahwa diperlukan resusitasi ialah kegagalan nafas setelah bayi lahir.
1. Peralatan resusitasi :
4. Resusitasi dapat dilakukan dengan baik sekalipun dengan jumlah alat yang minimal, di
segala tempat, seperti di rumah atau di rumah sakit. Di lingkungan rumah sakit tersedia
peralatan standar dengan beberapa alat tambahan. Di rumah, papan atau meja setrika dapat
digunakan alas resusitasi dan berhati-hati agar tidak terjadi aspirasi.
Perlatan ideal :
Permukaan datar
Handuk dan sarung tangan
Pemanas radian
Jam dengan jarum detik
Oksigen atau sumber udara dengan pengatur aliran, reservoir dan katup pengatur tekanan
Kantong resusitasi yang dapat menginflasi sendiri dengan katup dan masker yang ukurannya
bermacam-macam.
Selang trakea, introducers dan connector
Alat pengisap dengan selang dan kateter
Stetoskop
Gunting
Jarum, spuit, dan laringoskop (dengan bola lampu dan batere yang terpisah), gunting, plester,
jalan nafas orofaringeal,dan tambahan lainnya , missal set kateter umbilicus .
Penyesuaian alat untuk dirumah meliputi kotak peralatan dasar portable yang dapat
digunakan secara efektif . Maddy ( 1998 ) memberikan peralatan mengisap , ventilasi , dan
prasat oksigen baik untuk bayi maupun ibu dimasukkan kedalam 1 tas.
Hal-hal yang harus diperhatikan :
Selalu harus di cek dalam keadaan baik dan siap pakai
Sungkup no. 1 untuk bayi cukup bulan, dan no. 0 untuk bayi kurang bulan.
Cek fungsi balon dengan cengkraman sungkup ditelapak tangan:
o Tangan lain meremas balon, jika terasa tekanan ditelapak, maka ventilasi cukup.
o Remasan dilepas dan balon inflasi kembali, maka balon berfungsi baik.
2. Prosedur Resusitasi Neonatus
1. Pindahkan bayi ke area resusitasi. Pada saat bersamaan :
Kirimkan panggilan gawat darurat ke personil yang tepat
Hidupkan jam dan catat waktu
5. Nyalakan pemanas dan lampu
Keringkan badan bayi secara menyeluruh , dan ganti handuk yang basah , bungkus bayi
dengan handuk bersih dan hangat dengan dada terbuka
2. Atur posisi kepala bayi dengan posisi “ mengendus “ , tidak terlalu menengadah dan terlalu
menunduk karena dapat menutupi jalan nafas. Dengan menggunakan kateter ukuran 8 FG ,
lakukan penghisapan pada rongga mulut dengan hati-hati, jangan sampai menyentuh bagian
belakang tenggorokan.
3. Sekarang,dengan jalan nafas yang sudah paten,terbuka dan bersih,kaji frekwensi
jantung,pernafasan dan warna kulit bayi:
3.1 Bila bayi tanpak merah muda,denggan denyut jantung lebih dari 100/menit (dpm) dan bayi
bernafas secara spontan:hangat kan bayi dan kembalikan pada orang tua nya.
3.2 Bila bayi bernafas tidak teratur(dangkal atau lambat), dengan sedikit sianosis, tetapi denyut
jantung lebih dari 100kali/menit:
- Berikan oksigen(5L/menit) dengan selang atau corong (tangan dapat ditangkup kan utuk
membentuk corong)
Respon terhadap cara sederhana ini harus sudah terlihat dalam 30 detik.bila sianosis hilang
serta pernafasan dalam jumlah dan pola yang normal,bayi dikembalikan ke orang tuanya.
3.3 Bila tidak ada respons terhadap tindakan yang dijelaskan dalam no 3.2 diatas, misal nafas
terengah-engah,apnea,frekwensi jantung kurang dari 100 dpm , atau bayi tampak pucat:
a. Pastikan kepatenan jalan nafas
b. Lakukan inflasi paru dengan bvm.ukuran masker yang benar harus digunakan agar benar-
benar menutup mulut dan hidung bayi,tidak melampaui dagu atai lekukan mata.ujung jari
digunakan untuk menopang rahang dan menutup masker( memegang bagian bawah dagu juga
akan menutupi jalan nafas).
Kantong(dengan katup pengaman yang pada awal nya diset pada 30 h2o) ditekan,satu
ventilasi berlangsung sekitar 1-2 detik.dada harus naik dan turun secara perlahan setiap
terjadi ventilasi,kecepatan nya haruis 30-40 kali nafas/menit (rcpch,rcog,1997). Bila dada
tidak terlihat naik,bidan harus melakukan pengkajian terhadap kepatenan jalan nafas,bebas
dan penggunaan masker.
c. Setelah ventilasi selama 15-30 detik, kaji frekwensi jantung dengan meraba nya dibagian
apeks jantung atau di bagian bawah tali pusat. Hitung selama 6 detik, kemudian kalikan 10
untuk menghitung banyak nya denyutan dalam satu menit.
6. d. Teruskan bvm sampai terjadi pernafasan spontan dan bila frekwensi jantung lebih dari 100
dpm. Bila frekwensi jantung antara 100 dan 60 dpm, lanjutkan ventilasi efektif dan kaji ulang
setelah 300 detik.
4. Bila frekwensi jantung kurang dari 60 dpm,lakukan kompresi jantung,garis imajinasi dibuat
diantara putting susu,jari telunjuk dan jari tengah diletakan di tengah- tengah sternum tepat di
bawah garis,kemudian dada ditekan sampai ke dalam sepertiga dada (1-2 cm).melanjutkan
ventilasi yang evektif pada paru dajn bahwa komfresi jantung dapat di sinkronkan dengan
ventilasi merupakan hal yang sangat penting. Kecepatan sinkronisasi adalah satu ventilasi di
ikuti dengan tiga komfresi. Secara ideal di perlukan dua orang untuk melakukan resusitasi
ini,satu orang menghitung dengan keras,sehingga konsentrasi dapat dipertahan kan.(terdapat
standar resusitasi 1:5 untuk semua kelompok umur, denga demikian hal ini boleh dilakukan
pada bayi).
5. Dengan komfresi jantung,frekwensi jantung sering meningkat dengan cepat sampai lebih dari
80 dpm. Bila dalam waktu 30 detik tidak berhasil,dokter anak akan mempertimbangkan
pemberian obat dan memindahkan bayi keunit perawataan yang lebih komfleks.meskipun
demikian,penyebab paling banyak terjadi nya penuruna frekwensi jantung adalah ventilasi
paru yang tidak efektif.
3. Langkah-langkah resusitasi neonatus
a. Membuka jalan nafas
Posisi bayi :
o Telentang
o Kepala lurus dan sedikit tengadah atau ekstensi (posisi mencium bau)
o Bayi diselimuti, kecuali muka dan dada.
Bersihkan jalan nafas dengan menghisap mulut lalu hidung. Jika terdapat darah atau
mekonium dimulut atau hidung, isap segera untuk menghindari aspirasi.
Catatan : jangan mengisap terlalu dalam di tenggorokan, karena dapat mengakibatkan
turunnya frekuensi denyut jantung bayi atau bayi berhenti bernafas.
Tetap jaga kehangatan tubuh bayi
Nilai kembali keadaan bayi :
o Jika bayi mulai menangis atau bernafas lanjutkan dengan asuhan awal bayi baru lahir.
o Jika bayi ettap tidak bernafas lanjutkan dengan ventilasi.
7. b. Ventilasi bayi baru lahir
Cek kembali posisi bayi (kepala sedikit ekstensi).
Posisi sungkup dan cek pelekatannya
o Pasang sungkup di wajah, menutupi pipi, mulut, dan hidung.
o Rapatkan pelekatan sungkup dengan wajah,
o Remas balon dengan dua jari atau seluruh tangan tergantung besarnya balon
o Cek pelekatan dengan dua kali ventilasi dan amati pengembangan dada.
Ventilasi bayi jika pelekatan baik dan terjadi pengembangan dada. Pertahankan frekuensi
(sekitar 40x permenit) dan tekanan (amati dada mudah naik dan turun)
o Jika dada naik maka kemungkinan tekanan adekuat,
o Jika dada tidak naik :
Cek kembali dan koreksi posisi bayi
Reposisi sungkup untuk pelekatan lebih baik,
Remas balon lebih kuat untuk meningkatkan tekanan
Isap ulang mulut dan hidung untuk mucus, darah, atau mekonium.
Pertimbangkan pemberian nalokson (Setelah tanda vital baik) jiak ibu mendapat petidin atau
morfin sebelum melahirkan.
Nalokson merupakan antidotum mengatasi depresi pernafasan bayi baru lahir jika ibu
mendapatkan petidin atau morfin.
Catatan : jangan memberikan nalokson pada bayi dari ibu yang diduga menuyalah gunakan
obat narkotika
Jika terjadi tanda-tanda depresi pernafasan, segera lakukan resusitasi :
Setelah tanda vital baik, beri nalokson 0,1 mg/kgBB I.V.,
Nalaokson dapat diberika IM setelah resusitasi berakhir dan sirkulasi perifer baik. Dosis
ulangan diperlukan untuk menghindari kambuh
Jika tidak ada tanda depresi pernafasan, tetapi petidin atau morfin diberikan dalam 4 jam
persalinan, amati tanda deprsei yang mungkin terjadi.
Lakukan ventilasi selama 1 menit, berhenti dan nilai apakah terjadi nafas spontan.
- Jika pernafasan normal (frekuensi 30-60 kali permenit), tidak ada tarikan dinding dada dan
suara merintih dalam 1 menit, resusuitasi tidak diperlukan. Lanjutkan dengan asuhan bayi
baru lahir.
8. - Jika bayi belum bernafas atau nafas lemah, lanjutkan ventilasi sampai nafas spontan terjadi.
Jika bayi mulai menangis, hentikan ventilasi dan amati nafas selama 5 menit setelah tangis
berhenti :
- Jika pernafasan normal (frekuensi 30-60 kali per menit), tidak ada tarikan dinding dada dan
suara merintih dalam 1 menit, resusitasi tidak diperlukan. Lanjutkan dengan asuhan awal bayi
baru lahir.
- Jika frekuensi kurang dari 30 kali per menit, lanjutkan ventilasi.
- Jika terjadi tarikan dinding dada yang kuat, ventilasi dengan oksigen, jika tersedia. Rujuk ke
kamar bayi atau tempat pelayanan yang dituju.
Jika nafas belum teratur setelah 20 menit ventilasi.
- Rujuk ke karma bayi atau ke tempat pelayan yang dituju.
- Selama dirujuk, jaga bayi tetap hangta dan berikan ventilasi jika diperlukan
Jika tidak ada usaha bernafas, mengap-mengap atau tidak ada nafas setelah 20 menit ventilasi,
hentikan ventilasi; bayi lahir mati. Berikan dukungan psikologis kepada keluarga.
a. Faktor Resiko Resusitasi Neonatus
Bidan dapat mengetahui adanya potensi memburuknya kondisi uberdasarkan faktor
resiko ibu atau janin yang sudah diketahui. Contoh-contoh dari factor resiko tersebut antara
lain adalah :
Prematuritas
Malpresentasi yang telah diketahui, misalnya presentasi sungsang.
Penyakit maternal, misalnya hipertensi, diabetes mellitus.
Riwayat kelainan obstetric atau neonates lainnya.
Denyut jantung janin abnormal yang menandakan adanya distress janin.
Persalinan dengan alat atau dengan operasi, terutama yang menggunakan anestesi umum.
Kegawatan obstetric, misalnya prolaps tali pusat, perdarahan entepartum, distosia bahu,
eklamsia.
Persalinan cepat.
Sedasi berat pada ibu, misalnya karena over dosis obat.
Adanya mekonium segar dalam cairan amnion.
Meskipun demikian, kebutuhan akan resusitasi pada bayi dapat terjadi tanpa adanya
tanda-tanda peringatan, factor predisposisi ataupun penyebab yang jelas. Keberadaan dua
orang bidan pada saat persalinan (dimanapun tempatnya), merupakan cara yang aman yang
9. memungkinkan satu orang bidan memberikan asuhan pada ibu, dan bidan yang lainnya dapat
mulai melakukan resusitasi pada bayi. Namun, unsure pertama dari resusitasi adalah tetap
memanggil bantuan yang tepat. Bidan harus mengetahui bagaimana cara melakukannya, baik
di RS maupun di komunitas. Di RS, nimor yang dihubungi adalah nomor UGD, sedangkan di
komunitas, layanan para medic dapat di hubungi melalui nomor 118. Bidan haurus mengenal
fasilitas local yang ada.
Bayi dapat juga memerlukan resusitasi pada periode pascanatal; prinsip dasar yang
dugunakan tetap sama. Berikut ini adalah contoh dimana bayi memerlukan resusitasi :
Okulusi jalan nafas, misalnya terdesak, masalah pemberian makan atau lendir.
Abnormalitas congenital yang tidak terdeteksi.
Sisa pengaruh depresi pernapasan setelah berkurangnya efek dari Naloxone
Infeksi
b. Patofisiologi afiksia
Asfiksia terjadi jika oksigen terlalu sedikit dan terlalu banyak karbon dioksida dan
asam laktat di dalam darah. Konsekuensi dari kondisi ini adalah gagal nafas yang akhirnya
akan menyebabkan metabolism pernafasan bayi berubah dari aerob menjadi anaerob. Terjadi
asidosis metabolik. Bayi yang mengalami anoksik dapat berada pada empat fase, bergantung
pada tingkat hipoksia intrauterine yang terjadi:
1. Hiperventilasi
2. Apnea primer
3. Nafas terengah-engah
4. Apnea sekunder atau terminal
Mengkaji pada saat lahir di fase dimana bayi berada merupakan hal yang sulit untuk
dilakukan. Merespon dan kemudian mengkaji perkembangan merupakna hal yang penting
untuk dilakukan. Skor Apgar membantu bidan dalam membuat keputusan tentang resusitasi,
tetapi harus selalu diingat, ketika menghadapi bayi apnea, resusitasi harus dilakukan sebelum
menit pertama berlalu.
c. Prinsip Resusitasi
Prinsip resusitasi telah diringkas menjadi ABC : airway, breathing,dan circulation.
Meskipun demikian, bagi bayi baru lahir yang hipoksia dan dalam keadaan basah, prinsip
awalnya adalah mengeringkannya secara menyeluruh, memanggil bantuan yang tepat dan
mencatat waktunya. Tindakan mengeringkan tubuh bayi dilakukan untuk memberikan
10. stimulasi taktil dan untuk mencegah kehilangan panas dan hipoksia lebih lanjut. Bayi yang
mengalami hipoksia ringan berespon dengan baik terhadap tindakan pengeringan, tetapi bila
tampak nyata bahwa resusitasi aktip diperlukan, maka harus dilakukan tindakan-tindakan lain
yang lebih lanjut.
Sebelum napas pertama, paru-paru bayi terisi cairan, tekanan yang diperlukan untuk
menginflasi paru untuk pertama kalinya lebih tinggi dari pernafasan berikutnya. Begitu
alveoli telah terinflasi, adanya surfaktan mempertahankan inflasi tersebut. Secara praktis hal
ini berarti bahwa jika paru-paru akan diventilasi secara mekanik maka tekanan awalnya yang
ideal adalah 30-40 cm H2O untuk 5 panas pertama, kemudian diturunkan sampai 20 cm H2O.
terkadang dada tidak mengembang untuk 5-6 pernafasan pertama sampai semua cairan
dikeluarkan dari paru. Pada bayi yang lahir praterm, jumlah surfaktan yang ada di paru-paru
lebih sedikit sehingga membutuhkan tekanan ventilasi yang lebih tinggi dan lama (RCPCH,
RCOG, 1997). Pada bayi yang baru lahir, tangan dan kaki yang biru tidak boleh disalah
artikan dengan sianosis ; pengkajian adanya sianosis harus dilakukan dengan mengamati bayi
secara sentral, sekalipun bayi berkulit gelap. Membrane mukosa ( bagian dalam bibir) dapat
dipergunakan sebagai daerah alternative untuk pengkajian. Reservoir oksigen dapat
digunakan untuk memberikan oksigen 90-100% tetapi reservoir oksigen tidak tersedia,
resusitasi tetap dapat digunakan dengan udara.
Penggunaan bagian bag-valve-mask (BVM) menurunkan resiko overinflansi paru,
tetapi bila diperlukan resusitasi tanpa BVM terdapat 2 alternatif lainnya :
1. Masker dewasa yang digunakan dengan posisi terbalik. Dengan jalan nafas yang paten dan
segel udara yang baik, udara dihembuskan secara perlahan sehingga dada terlihat
mengembang.
2. Pernafasan dari mulut ke mulut dan ke hidung. Dengan jalan nafas yang paten, mulut dan
hidung bayi ditutup dengan mulut bidan kemudian udara secara perlahan ditiupkan ke dalam
mulut dan hidung bayi masuk ke paru-paru. Dada akan terlihat naik pada setiap ventilasi.
d. Terapi Obat
Resep dan pemberian obat-obatan pada kondisi ini merupakan tanggung jawab bidan
dan dokter anak, yang dapat memberikannya melalui kateter umbilikalis. Bidan dapat
membantu dalam memeriksa dan menyiapkan obat, meskipun banyak obat-obatan yang
sudah disiapkan sebelumnya. Nalokson hidrokllorida dapat diberikan oleh bidan jika
terdapat standing orders, semua bidan harus memperhatikan dosis dan konsentrasinya, yang
sering diberikan adalah 0,1 mg/kg dari 0,4 mg/ml.
11. e. Setelah Resusitasi
Setelah resusitasi berhasil dilakukan bayi dapat diserahkan keembali ke orang tua atau
jika tidak, dipindahkanbuh ke unit perawatan intensif. Suhu ubuh juga harus dijaga dan
pemberian makan merupakan hal yang sangat penting karena penggunaan glukosa selama
pernafasan anaerobik. Orang tua harus didukung dan di berikan informasi agar memahami
apa yang telah terjadi dan untuk mewaspadai bila terjadi bahaya lebih lanjut. Bidan mencatat
seluruh perincian tentang resusitasi, termasuk awitan pernafasan, sifat resusitasi, obat yang
diberikan, dan petugas yang memberikan pertolongan.
Bila resusitasi tidak berhasil, dokter anak akan membuat keputusan untuk
menghentikan resusitasi. Protocol setempat dapat bervariasi, tetapi biasanya resusitasi
dihentikan selama 20 menit resusitasi penuh dan tetap tidak ada denyut jantung (RCPCH,
RCOG, 1997). Diperlukan juga asuhan keperwatan bagi orang tua. Petugas yang terlibat juga
harus didorong untuk memberi dukungan terhadap diri mereka sendiri, manajer, atau
penyedia dapat berperan dalam memberikan dukungan tersebut.
2.3 Peran dan Tanggung Jawab Bidan
Secara ringkas peran dan tanggung jawab bidan :
Mengantisipasi masalah potensial dan menyiapkan lingkungan serta peralatan.
Mengetahui kebutuhan akan resusitasi.
Memiliki keterampilan resusitasi yang kompeten, termasuk penggunaan alat yang benar dan
mengembangkan (memperbarui dan melatih keterampilan secara teratur).
Menetapkan kebutuhan untuk memanggil tenga medis yang tepat.
Melakukan pencatatan yang tepat dan segera.
Memberikan informasi dan dukungan kepada orang tua dan setelah kejadian.
Melakukan asuhan yang tepat kepada ibu dan bayi.
Menguasai protokol resusitasi setempat.
2.4 Tanda Bahaya Pada Bayi Baru Lahir Untuk Persiapan Prarujukan
Kenali tanda-tanda bahaya berikut
Masalah pemberian ASI atau tidak dapat menghisap.
Letargi
Gangguan Pernapasan
12. Kejang
Teraba dingin atau panas
Perdarahan tali pusat
Ikterus berat
Muntah terus-menerus dengan perut kembung, diare dan atau darah
Infeksi berat talu pusat, mata atau kulit
Pucat, sianosis / biru pada bibir, lidah, mulut atau bagian akral.
Phletora (bayi tampak kemerahan pada muka dan badan).
Segera rujuk BBLR yang memiliki tanda-tanda bahaya tersebut. Perlu diingat bahwa
dalam surat rujukan harus dicantumkan tentang obat yang telah diberikan berikut dosis dan
waktu pemberian.
Jika BBLR tumbuh dan tak ada tanda bahaya :
Periksa apakah dapat diberikan imunisasi
Buat rencana perawatan untuk beberapa masalah yang tidak dikehendaki.
Saran pada ibu tentang perawatan bayi
Jaga bayi agar tetap hangat dengan “kontak kulit-kulit”
Lindungi dari infeksi (cuci tangan, hindari rang sait)
Berkan ASI eksklusif menurut keinginan bayi
Biara dengan bayi dan buat bayi nyaman
Tunjukan kasih sayang kepada bayi
Jaga bayi tetap nyaman
Perhantian tanda-tanda bahaya
Ingatkan ibu apa yang harus dilakukan jika ada tanda bahaya
Rencana kunjungan selanjutnya yang diperlukan untuk pemantauan:
• Imunisasi dengan memakakai jadwal yang sama dengan bayi yang mempunyai berat badan
normal
• Sarankan ibu menggunakan kontrasepsi untuk menjarangkan kehamilan berikutnya
Pemantauan/ follow up:
• Kunjungi BBLR setiap minggu untuk memeriksa pertumbuhannya dan untuk menemukan
permasalahan sampai beratnya mencapai 2500 gram
• Saat berat bayi mencapai 2500 gram mulainya dengan berangsur-angsur mengurangi
lamanya “kontak kulit dengan kulit”
Kriteria BBLR yang harus dirujuk
13. Kriteria BBLR yang dirujuk harus ditetapkan dengan adanya satu atau lebih kelainan
berikut :
Gangguan nafas
Asfiksia
Gangguan pemberian minum
BBLR kurang dari 2000gram
Hipotermi sedang dan berat
Ikterus patologis (nonfisiologis)
Kejang
Spasme
Infeksi sistemik atau sepsis
Gangguan saluran cerna
Kelainan bawaan
Tindakan Pra rujukan
Asuhan
1. Mengupayakan bayi dalam keadaan stabil
Menjalankan nafas bersih dan terbuka
Kulit dan bibir kemerahan
Frekuensi jantung 120-160 kali/ menit
- C
Masalah spesifik penderita sudah dilakukan manajemen awal
2. Jaga agar bayi tetap hangat
3. Di dampingi oleh tenaga kesehatan yang terampil melakukan tindakan resusitasi bayi lahir,
minimal samapai dengan ventilasi
4. Tersedia peralatan (termasuk kit resusitasi) dan obat yang dibutuhkan.
5. Melengkap data
(1) Surat persetujuan tindakan
(2) Surat rujukan
(3) Catatan medis yang berisi
Riwayat kehamilan, persalinan dan tindakan yang dilakukan
Obat yang dikonsumsi oleh ibu, golongan daah ibu
Masa kehamilan dan berat lahir
Tanda vital ( suhu, frekuensi jantung, pernapasan, warna kulit dan aktif atau tidaknya bayi)
14. Tata Cara Merujuk
Gunakan prinsip BAKSOKU
1. Bidan harus mendampingi bayi dan ibu/keluarga
2. Alat resusitasi harus dibawa bidan dalam perjalanan menuju tempat rujukan
3. Keluarga/ibu harus iut menemani bayi ketempat rujukan
4. Surat rujukan/formulr rujukan tentang data-data yang diperlukan di atas harus dibawa bidan
saat itu
5. Oksigen (jika tersedia)
6. Kendaraan harus disiapkan
7. Uang
Tindakan pra rujukan dan selama merujuk:
1. Tentukan kasus perlu dirujuk
2. Tentukan dan hubungi sebelumnya tempat tujuan rujukan sehingga dapat merujuk dengan
cepat,aman, dan benar sesuai dengan besaran risiko,jarak da fasilitas yang tersedia
3. Sudah dilakukan asuhan awal terhadap kasus yang di derita
4. Menjaga kehangatan bayi dan selama transportasi dengan cara :
a. Kalau memungkinkan dilakukan perawatan metode kangguru
b. Membungkus atau menyelimuti bayi dengan kain yang kering,hangat dan tebal
c. Membungkus kepala bayi atau memakai topi/tutup kepala
d. Jangan meletakan bayi di tepi jendela atau pintu kendaraan
e. AC mobil di matikan
5. Menjaga jalan nafas tetap bersih dan terbuka dengan membersihkan jalan nafas dari lendir
atau cairan.
Cara melakukan pengisapan lendir :
a. Jika alat penghisap lendir di masukan melalui mulut, maka panjang pipa yang dimasukin
maksimum 5 cm dari ujung bibir.
b. Jika alat penghisap lender dimasukan melalui hidung, maka panjang pipa yang
dimasukanmaksimum 3 cm dari ujung hidung
c. Posisi kepala sedikit ekstensi
6. Bila memungkinkan bayi diberi ASI.
7. Sudah dilakukan manajemen awal terhadap masalah spesifik penderita.
15. BAB III
KASUS
Seorang bayi kurang bulan baru lahir tidak segera bernafas, Berat badan kurang dari 2
kg. apa yang dilakukan sebelum dirujuk ?
16. BAB IV
PEMBAHASAN
1. Tindakan Pra rujukan
Asuhan
1. Mengupayakan bayi dalam keadaan stabil
Menjalankan nafas bersih dan terbuka
Kulit dan bibir kemerahan
Frekuensi jantung 120-160 kali/ menit
Suhu aksiler - C
Masalah spesifik penderita sudah dilakukan manajemen awal
2. Jaga agar bayi tetap hangat
3. Di dampingi oleh tenaga kesehatan yang terampil melakukan tindakan resusitasi bayi lahir,
minimal samapai dengan ventilasi
4. Tersedia peralatan (termasuk kit resusitasi) dan obat yang dibutuhkan.
5. Melengkap data
(4) Surat persetujuan tindakan
(5) Surat rujukan
(6) Catatan medis yang berisi
Riwayat kehamilan, persalinan dan tindakan yang dilakukan
Obat yang dikonsumsi oleh ibu, golongan daah ibu
Masa kehamilan dan berat lahir
Tanda vital ( suhu, frekuensi jantung, pernapasan, warna kulit dan aktif atau tidaknya bayi)
6. Tata Cara Merujuk
Gunakan prinsip BAKSOKU
1. Bidan harus mendampingi bayi dan ibu/keluarga
2. Alat resusitasi harus dibawa bidan dalam perjalanan menuju tempat rujukan
3. Keluarga/ibu harus iut menemani bayi ketempat rujukan
4. Surat rujukan/formulr rujukan tentang data-data yang diperlukan di atas harus dibawa bidan
saat itu
5. Oksigen (jika tersedia)
6. Kendaraan harus disiapkan
7. Uang
17. Tindakan pra rujukan dan selama merujuk:
1. Tentukan kasus perlu dirujuk
2. Tentukan dan hubungi sebelumnya tempat tujuan rujukan sehingga dapat merujuk dengan
cepat,aman, dan benar sesuai dengan besaran risiko,jarak da fasilitas yang tersedia
3. Sudah dilakukan asuhan awal terhadap kasus yang di derita
4. Menjaga kehangatan bayi dan selama transportasi dengan cara :
Kalau memungkinkan dilakukan perawatan metode kangguru
Membungkus atau menyelimuti bayi dengan kain yang kering,hangat dan tebal
Membungkus kepala bayi atau memakai topi/tutup kepala
Jangan meletakan bayi di tepi jendela atau pintu kendaraan
AC mobil di matikan
5. Menjaga jalan nafas tetap bersih dan terbuka dengan membersihkan jalan nafas dari lendir
atau cairan.
Cara melakukan pengisapan lendir :
a. Jika alat penghisap lendir di masukan melalui mulut, maka panjang pipa yang dimasukin
maksimum 5 cm dari ujung bibir.
b. Jika alat penghisap lender dimasukan melalui hidung, maka panjang pipa yang
dimasukanmaksimum 3 cm dari ujung hidung
c. Posisi kepala sedikit ekstensi
6. Bila memungkinkan bayi diberi ASI.
7. Sudah dilakukan manajemen awal terhadap masalah spesifik penderita.
2. Langkah-langkah resusitasi neonatus
a. Membuka jalan nafas
Posisi bayi :
o Telentang
o Kepala lurus dan sedikit tengadah atau ekstensi (posisi mencium bau)
o Bayi diselimuti, kecuali muka dan dada.
Bersihkan jalan nafas dengan menghisap mulut lalu hidung. Jika terdapat darah atau
mekonium dimulut atau hidung, isap segera untuk menghindari aspirasi.
Catatan : jangan mengisap terlalu dalam di tenggorokan, karena dapat mengakibatkan
turunnya frekuensi denyut jantung bayi atau bayi berhenti bernafas.
Tetap jaga kehangatan tubuh bayi
18. Nilai kembali keadaan bayi :
o Jika bayi mulai menangis atau bernafas lanjutkan dengan asuhan awal bayi baru lahir.
o Jika bayi ettap tidak bernafas lanjutkan dengan ventilasi.
b. Ventilasi bayi baru lahir
Cek kembali posisi bayi (kepala sedikit ekstensi).
Posisi sungkup dan cek pelekatannya
o Pasang sungkup di wajah, menutupi pipi, mulut, dan hidung.
o Rapatkan pelekatan sungkup dengan wajah,
o Remas balon dengan dua jari atau seluruh tangan tergantung besarnya balon
o Cek pelekatan dengan dua kali ventilasi dan amati pengembangan dada.
Ventilasi bayi jika pelekatan baik dan terjadi pengembangan dada. Pertahankan frekuensi
(sekitar 40x permenit) dan tekanan (amati dada mudah naik dan turun)
o Jika dada naik maka kemungkinan tekanan adekuat,
o Jika dada tidak naik :
Cek kembali dan koreksi posisi bayi
Reposisi sungkup untuk pelekatan lebih baik,
Remas balon lebih kuat untuk meningkatkan tekanan
Isap ulang mulut dan hidung untuk mucus, darah, atau mekonium.
Pertimbangkan pemberian nalokson (Setelah tanda vital baik) jika ibu mendapat petidin atau
morfin sebelum melahirkan.
Nalokson merupakan antidotum mengatasi depresi pernafasan bayi baru lahir jika ibu
mendapatkan petidin atau morfin.
Catatan : jangan memberikan nalokson pada bayi dari ibu yang diduga menuyalah gunakan
obat narkotika
Jika terjadi tanda-tanda depresi pernafasan, segera lakukan resusitasi :
Setelah tanda vital baik, beri nalokson 0,1 mg/kgBB I.V.,
Nalaokson dapat diberika IM setelah resusitasi berakhir dan sirkulasi perifer baik. Dosis
ulangan diperlukan untuk menghindari kambuh
Jika tidak ada tanda depresi pernafasan, tetapi petidin atau morfin diberikan dalam 4 jam
persalinan, amati tanda deprsei yang mungkin terjadi.
Lakukan ventilasi selama 1 menit, berhenti dan nilai apakah terjadi nafas spontan.
19. - Jika pernafasan normal (frekuensi 30-60 kali permenit), tidak ada tarikan dinding dada dan
suara merintih dalam 1 menit, resusuitasi tidak diperlukan. Lanjutkan dengan asuhan bayi
baru lahir.
- Jika bayi belum bernafas atau nafas lemah, lanjutkan ventilasi sampai nafas spontan terjadi.
Jika bayi mulai menangis, hentikan ventilasi dan amati nafas selama 5 menit setelah tangis
berhenti :
- Jika pernafasan normal (frekuensi 30-60 kali per menit), tidak ada tarikan dinding dada dan
suara merintih dalam 1 menit, resusitasi tidak diperlukan. Lanjutkan dengan asuhan awal bayi
baru lahir.
- Jika frekuensi kurang dari 30 kali per menit, lanjutkan ventilasi.
- Jika terjadi tarikan dinding dada yang kuat, ventilasi dengan oksigen, jika tersedia. Rujuk ke
kamar bayi atau tempat pelayanan yang dituju.
Jika nafas belum teratur setelah 20 menit ventilasi.
- Rujuk ke karma bayi atau ke tempat pelayan yang dituju.
- Selama dirujuk, jaga bayi tetap hangta dan berikan ventilasi jika diperlukan
Jika tidak ada usaha bernafas, mengap-mengap atau tidak ada nafas setelah 20 menit
ventilasi, hentikan ventilasi; bayi lahir mati. Berikan dukungan psikologis kepada keluarga.
DAFTAR PUSTAKA
Saifuddin, Abdul Bari. 2002. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal
Dan Neonatal .Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Johnson, Ruth.2004. Buku Ajar Praktik Kebidanan. Jakarta : EGC
Departemen Kesehatan RI. 2006.Manajemen Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) Untuk
Bidan Desa.